ALTERNATIF PENYELESAIAN BATAS DARAT INDONESIA DENGAN MALAYSIA MENGGUNAKAN TRANSFORMASI KOORDINAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ALTERNATIF PENYELESAIAN BATAS DARAT INDONESIA DENGAN MALAYSIA MENGGUNAKAN TRANSFORMASI KOORDINAT"

Transkripsi

1 Alternatif Penyelesaian Batas Darat Indonesia dengan Malaysia......(Syetiawan & Rimayanti) ALTERNATIF PENYELESAIAN BATAS DARAT INDONESIA DENGAN MALAYSIA MENGGUNAKAN TRANSFORMASI KOORDINAT (Alternative Settlement of Indonesia-Malaysia Land Boundaries Using Coordinate Transformation) Agung Syetiawan dan Astrit Rimayanti Badan Informasi Geospasial Jln. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911, Indonesia ABSTRAK Panjang koridor batas Indonesia dengan Malaysia di Kalimantan sekitar 2004 km dari Tanjung Batu di Kalimantan Barat sampai dengan Teluk Sebatik. Proses penyelesaian batas wilayah darat Indonesia dengan Malaysia sesuai dengan penentuan batas yang sudah dilakukan oleh Belanda dan Inggris. Secara umum, garis batas yang disepakati oleh Indonesia-Malaysia menggunakan punggungan bukit. Guna keperluan penentuan batas secara pasti, Indonesia dan Malaysia melakukan survei delineasi dan demarkasi untuk memasang patok batas di sepanjang perbatasan Indonesia-Malaysia. Pilar batas yang terpasang sebanyak buah. Sistem koordinat yang digunakan saat proses demarkasi adalah menggunakan datum timbalai dan sistem proyeksi Rectified Skew Orthomorphic (RSO) dan akan dilakukan proses transformasi datum setelah survei demarkasi selesai dilaksanakan. Tanpa dilakukan perubahan koordinat menjadi sistem global akan mengalami kesulitan ketika akan melakukan survei pelacakan batas. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan parameter transformasi yang digunakan untuk proses perubahan koordinat dari sistem koordinat datum timbalai menjadi sistem koordinat datum WGS84. Metode transformasi yang digunakan adalah transformasi 7 parameter menggunakan Bursa-Wolf 3 dimensi. Proses transformasi datum menggunakan 12 titik sekutu dengan penyelesaian perhitungan kuadrat terkecil. Sistem proyeksi RSO ini termasuk dengan sistem proyeksi Oblique Mercator atau sering disebut dengan Hotine Oblique Mercator. Setelah dilakukan proses transformasi antar datum didapatkan nilai translasi pada sumbu X, Y dan Z secara berturut-turut adalah -534,980 m, 674,845 m, -101,161 m; dan nilai rotasi pada sumbu X, Y, Z secara berturut-turut adalah -1,71200, 0,03900, -4,31700 dengan nilai faktor skalanya 8,856 ppm. Hasil parameter transformasi ini dapat digunakan untuk mengubah koordinat titik RSO ke sistem global WGS84. Kata kunci: batas darat Indonesia-Malaysia, Transformasi Koordinat, RSO, WGS84 ABSTRACT The length of Indonesia boundary corridor with Malaysia in Kalimantan is approximately 2004 km from Tanjung Batu in West Kalimantan to Sebatik Bay. The process of settling Indonesia's land boundary with Malaysia is in accordance with the determination of the limits already made by the Netherlands and the UK. In general, the boundary agreed by Indonesia-Malaysia uses ridge hill. For the purposes of defining boundaries, Indonesia and Malaysia undertake delineation and demarcation surveys to install border crossings along the Indonesia-Malaysia border. Boundary pillar installed as many as 19,328 pieces. The coordinate system used during the demarcation process is to use the lead datum and the Rectified Skew Orthomorphic (RSO) projection system and the datum transformation process will be done after the demarcation survey is completed. Without a change of coordinates into a global system will have difficulty when going to survey the boundary tracking. This study aims to determine the transformation parameters used for the process of coordinate change of the coordinate system datum timbalai into WGS84 datum coordinate system. The transformation method used is the transformation of 7 parameters using 3- dimensional Bursa-Wolf. The process of datum transformation uses 12 common points with the completion of least squares calculations. RSO projection system is included with the Oblique Mercator projection system or often called the Hotine Oblique Mercator. After the process of transformation between datum got the value of translation on X axis, Y and Z respectively is m, m, m; and the rotation values on the X, Y, Z axes are respectively ", ", " with a scale value of ppm. The result of this transformation parameter can be used to change RSO coordinate to WGS84 global system coordinate. Keywords: Land Boundaries Indonesia-Malaysia, Coordinate Transformation, RSO, WGS84 611

2 Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan PENDAHULUAN Panjang batas darat antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan sekitar 2004 km dari Tanjung Batu di Kalimantan Barat sampai Teluk Sebatik. Proses penyelesaian batas wilayah darat Indonesia dengan Malaysia sesuai dengan penentuan batas yang sudah dilakukan oleh Belanda dan Inggris. Dalam hal ini, dokumen yang digunakan mengacu pada traktat Belanda-Inggris tahun 1891, Konvensi Belanda-Inggris 1912 dan Agreement Belanda-Inggris Secara umum, garis batas yang disepakati oleh Indonesia-Malaysia menggunakan punggungan bukit. Guna keperluan penentuan batas secara pasti, Indonesia dan Malaysia melakukan survei delineasi dan demarkasi untuk memasang patok batas di sepanjang perbatasan Indonesia- Malaysia. Pilar batas yang terpasang sebanyak buah dengan rincian pilar tipe A sebanyak 7 buah, pilar tipe B sebanyak 76 buah, pilar tipe C sebanyak 535 buah dan pilar tipe D sebanyak buah. Pilar tipe A merupakan hasil pengamatan astronomis dan terikat dengan datum Malaysia; pilar tipe B merupakan pilar dengan jarak setiap 50 km. Pilar tipe C merupakan pilar perapatan tipe A dengan jarak setiap 5 km. Pilar tipe D berjumlah sangat banyak dikarenakan pilar tipe D dipasang antara pilar tipe C dengan jarak setiap 100 m. Gambar 1. Segmen batas darat Indonesia-Malaysia. Setelah kesepakatan bersama RI-Malaysia ditandatangani, kemudian dilakukan Survei Demarkasi Bersama sepanjang garis batas yang dimulai 9 September 1975 Februari 2000 dengan hasil sebanyak pilar batas beserta koordinatnya. Sebelum pelaksanaan survei Demarkasi Bersama dilakukan penandatanganan mengenai teknis pelaksanaan survei. Salah satu pasal dalam kesepakatan ini menyebutkan bahwa akan dilakukan proses transformasi datum setelah survei demarkasi selesai dilaksanakan secara keseluruhan. Proses transformasi datum ini dilakukan karena pada saat pelaksanaan survei, titik kontrol/titik ikat yang digunakan memiliki koordinat pada sistem koordinat milik Malaysia. Sistem koordinat yang digunakan Malaysia waktu itu menggunakan datum timbalai dan sistem proyeksi Rectified Skew Orthomorphic (RSO). Kala itu, sistem koordinat yang berlaku secara global seperti WGS84 belum tersedia dan Indonesia pun masih menggunakan datum lokal Indonesia Datum 1974 (ID'74). Faktor keterbatasan infrastruktur dan belum tersedianya Sistem Koordinat Global membuat pengerjaan survei demarkasi bersama antara dua negara menggunakan sistem koordinat milik Malaysia. Proses transformasi datum ini menjadi cikal bakal terbentuknya kegiatan Common Border Datum Reference Frame (CBDRF). Melalui kegiatan Common Border Datum Reference Frame ini, kedua negara berupaya untuk menyatukan datum yang digunakan menjadi datum global. Koordinat pilar tidak lagi mengacu ke sistem koordinat milik Malaysia, tetapi akan berlaku secara internasional karena menggunakan sistem global dalam hal ini menggunakan sistem WGS

3 Alternatif Penyelesaian Batas Darat Indonesia dengan Malaysia......(Syetiawan & Rimayanti) Tahun 2000 dilanjutkan dengan kegiatan IRM (Investigation, Refixation, and Maintenance) atau kegiatan untuk mengecek dan memperbaiki pilar-pilar batas yang telah terpasang. Peta kerja (field plan) yang digunakan pada koridor batas Indonesia-Malaysia ini menggunakan peta dengan skala 1:2.500 dan skala 1:5.000 dengan total sebanyak Nomor Lembar Peta (NLP). Pada waktu itu, peta kerja disusun menggunakan sistem koordinat RSO dan datum timbalai. Hal ini disebabkan pada saat pelaksanaan survei demarkasi, titik kontrol dan sistem proyeksi menggunakan sistem koordinat Malaysia. Perlu sebuah mekanisme rinci untuk mengubah koordinat lokal menjadi koordinat global melalui transformasi koordinat antar datum. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan parameter transformasi yang digunakan untuk proses perubahan koordinat dari sistem koordinat datum timbalai menjadi sistem koordinat datum WGS84, sehingga nantinya peta kerja dalam hal ini peta batas antar dua negara memiliki koordinat dalam sistem global. Sistem Proyeksi Rectified Skew Orthomorphic (RSO) Sistem proyeksi RSO ini termasuk dengan sistem proyeksi Oblique Mercator atau sering disebut dengan Hotine Oblique Mercator (Snyder, 1984). Biasanya, Oblique Mercator digunakan hanya untuk menampilkan daerah dekat garis tengah dan untuk bagian yang relatif pendek dari garis tengah karena distorsi akan meningkat sebanding dengan jarak dari garis tengahnya. Artinya, area semakin jauh dari garis tengah akan memiliki distorsi semakin besar. Sistem proyeksi ini pun digunakan oleh beberapa negara seperti Alaska, Hungaria, Madagaskar dan termasuk Malaysia. Kondisi topografi Malaysia yang dipisahkan oleh Laut Tiongkok Selatan membagi negara tersebut menjadi dua bagian; sebelah timur dan sebelah barat membuat negara ini menggunakan sistem koordinat ini. Tipikal proyeksi RSO sendiri adalah membatasi jumlah distorsi skala dengan membatasi sejauh mana proyeksi kedua sisi pusatnya. Proyeksi RSO menerapkan zona tunggal dari proyeksi-proyeksi yang sama, namun dengan garis tengah sesuai dengan tren wilayah yang bersangkutan daripada dengan meridian (Surveying and Positioning Guidance Note, 2006). Proyeksi RSO bersifat conformal dan cylindrical area, tidak mengikuti tren utara-selatan dan timurbarat seperti proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator) pada umumnya. Sistem koordinat Oblique Mercator dapat didefinisikan seperti pada Gambar 2. Gambar 2. Sistem Koordinat Oblique Mercator. Sumber: Surveying and Positioning Guidance Note, 2006 Initial line central ke area peta membentuk azimuth (α c) melewati pusat proyeksi yang sudah didefinisikan. Garis awal proyeksi dapat dipilih sebagai garis dengan azimuth tertentu melalui satu titik, biasanya di tengah area yang dipetakan, atau sebagai garis geodesik (garis siku-siku antara dua titik pada ellipsoid) di antara dua titik yang dipilih (Surveying and Positioning Guidance Note, 2006). Sistem proyeksi RSO di Malaysia digunakan untuk aplikasi pemetaan topografi. 613

4 Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan Sistem Datum Malaysia Seperti halnya Indonesia menggunakan datum lokal, Malaysia kala itu menggunakan dua sistem referensi geodetik lokal yaitu datum bukit timbalai untuk daerah Borneo (Sabah dan Serawak) disebut dengan Borneo Triangulation 1968 (BT68) dan untuk wilayah Semenanjung Malaysia dikenal dengan istilah Malayan Revised Triangulation 1968 (MRT68). Cakupan wilayah Malaysia yang terpisahkan dengan laut dan teknologi yang digunakan pada masa itu masih konvensional, sehingga membuat sistem koordinat Malaysia menggunakan dua datum tersebut membagi Malaysia menjadi bagian sebelah barat dan timur. Borneo Triangulation merupakan sistem koordinat yang menggunakan ellipsoid Everest 1830 dimana sistem koordinat acuan diletakkan best fitting di Bukit Timbalai. Ilustrasi terkait dengan letak datum timbalai dengan sistem datum WGS84 dapat dilihat pada Gambar 3. Perlu dilakukan sebuah mekanisme tertentu untuk menarik koordinat dalam datum timbalai elliposid Everest untuk bisa digunakan ke dalam koordinat global dalam sistem ellipsoid WGS84. Mekanisme ini dinamakan dengan transformasi koordinat antar datum. Topography Surface Bukit Timbalai Center of Earth Modified Everest Ellipsoid WGS84 Ellipsoid Gambar 3. Ilustrasi posisi datum timbalai dan datum WGS84. Konfigurasi jaring geodetik di Borneo dan semenanjung Malaysia dapat dilihat pada Gambar 4. Penelitian ini akan membahas terkait sistem referensi geodetik lokal Borneo Triangulation 1968 mengingat segmen batas darat Indonesia dan Malaysia berada di Pulau Kalimantan (Borneo). Pada Gambar 4 terdapat sedikitnya 10 primary geodetik pilar dalam jaring Borneo Triangulation yang digunakan sebagai acuan dalam kegiatan batas darat Indonesia-Malaysia. 614 (a) (b) Sumber: Kadir et al., 2003 Gambar 4. Konfigurasi Jaring Geodetik di Malaysia: (a) MRT 1948; (b) BT 1968.

5 Alternatif Penyelesaian Batas Darat Indonesia dengan Malaysia......(Syetiawan & Rimayanti) METODE Tahapan awal penelitian yaitu dengan mengumpulkan data koordinat titik sekutu. Koordinat RSO didapatkan dari field plan dan koordinat WGS84 didapatkan dari hasil pengukuran Global Positioning System (GPS) di titik sekutu. Koordinat dalam proyeksi RSO kemudian diubah ke sistem koordinat geodetik menggunakan Inverse Mapping Equations. Setelah itu koordinat geodetik diubah ke koordinat kartesian 3D. Hal yang sama dilakukan untuk titik sekutu yang menggunakan datum WGS84. Proses transformasi antar datum ini menggunakan metode Bursa-Wolf 3 dimensi. Transformasi Bursa Wolf melakukan transformasi di koordinat kartesiannya sehingga semua titik sekutu yang digunakan harus pada sistem koordinat kartesian di datum masing-masing. Keuntungan transformasi Bursa-wolf adalah cocok digunakan untuk transformasi antar dua datum (Solomon, 2013). Tahapan proses transformasi koordinat pada penelitian ini dapat dilihat pada diagram proses seperti pada Gambar 5. Gambar 5. Tahapan proses transformasi antar datum metode Bursa-Wolf. Nilai parameter ellipsoid seperti sumbu panjang, penggepengan dan faktor skala ini yang nantinya digunakan untuk mengubah koordinat proyeksi RSO ke koordinat geodetik lintang bujur serta nilai penggepengan dan sumbu panjang untuk ellipsoid WGS84 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Parameter ellipsoid Everest dan WGS84. No Ellipsoid Semi-major axis, a flattening, f eksentrisitas, e (m) (m) (m) 1 World Geodetic System 1984 (WGS84) , , , Modified Everest (Peninsular Malaysia) , , , Modified Everest (East Malaysia) , , , Sumber: Jabatan Ukur dan Pemetaan Malaysia, (2009a) Transformasi Koordinat Perubahan suatu koordinat dengan datum tertentu ke koordinat dengan datum yang lain secara matematis disebut dengan proses transformasi koordinat. Transformasi dapat dilakukan dalam bentuk dua atau tiga dimensi, dalam proses transformasi ini diperlukan sejumlah titik sekutu. Pada tahun 2007 dilakukan pengukuran bersama menggunakan perangkat penangkap 615

6 Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan sinyal satelit GPS untuk menentukan posisi sebagai titik sekutu. Sebanyak 12 titik di sepanjang koridor batas diukur sebagai common point untuk keperluan transformasi datum. Titik-titik sekutu adalah titik yang memiliki koordinat dalam dua sistem datum tersebut. Ketelitian dari transformasi koordinat sangat bergantung dari pemilihan metode, ketelitian titik, jumlah dan distribusi titik-titik sekutu (Yuwono & Marzuki, 2010). Untuk itu diperlukan suatu model transformasi yang menghubungkan antara dua datum yang berbeda. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan suatu model transformasi, antara lain (Bakosurtanal, 2005): Luas wilayah yang dicakup oleh jaringan tersebut. Distorsi yang ada pada jaringan. Dimensi dari jaringan; 2-dimensi (2D) atau 3-dimensi (3D). Ketelitian yang diperlukan. Inverse Mapping Equation (Hotine Oblique Mercator Formula) Koordinat input transformasi berasal dari koordinat dalam peta field plan skala 1:2.500 yang dibuat bersama antara kedua negara. Koordinat input dalam sistem RSO yaitu berupa koordinat Easting dan Northing dengan satuan unit meter dan dilengkapi dengan nilai ketinggian dari setiap titiknya. Koordinat RSO tersebut kemudian ditransformasi ke dalam bentuk koordinat geografis lintang dan bujur. Formula yang digunakan untuk melakukan transformasi koordinat dari sistem RSO ke sistem koordinat geografis menggunakan formula Hotine oblique mercator yang bisa dilihat pada persamaan 1 hingga persamaan 22. B = {1 + [ ]} (1) A =... (2) t0 =... (3) D = B... (4) D < 1 menjadikan D 2 = 1 F =. SIGN ( )... (5) H = F t0 B... (6) G =... (7) γ0 = asin [ / D]... (8) λ0 =... (9) untuk Hotine Oblique Mercator: v' =... (10) u' =... (11) untuk Oblique Mercator: v' =... (12) u' = (13) kemudian, Q' =, dimana adalah natural logarithms... (14) S' =... (15) T' =... (16) V' =... (17) U' =... (18) 616

7 Alternatif Penyelesaian Batas Darat Indonesia dengan Malaysia......(Syetiawan & Rimayanti) t' =... (19) χ =... (20) φ = λ =... (22) Keterangan parameter untuk Proyeksi Hotine Oblique Mercator: λ c α c γ c = pusat proyeksi lintang = pusat proyeksi bujur = azimuth (true) dari pusat garis yang melewati pusat proyeksi = rectified bearing di pusat garis = Faktor skala di pusat proyeksi Sementara untuk Oblique Mercator: Ec = False Easting di pusat proyeksi Nc = False Northing di pusat proyeksi Proses konversi koordinat dari koordinat RSO ke koordinat geodetik memerlukan beberapa parameter transformasi, dalam hal ini Malaysia menggunakan datum timbalai dan referensi bidang ellipsoid menggunakan modified Everest. Selain datum dan bidang ellipsoid yang digunakan, berdasarkan formula Hotine oblique mercator, parameter yang diperlukan lainnya untuk mendifinisikan sistem proyeksi Oblique Mercator (RSO) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter datum dan bidang ellipsoid Malaysia No. Parameter Peninsular Malaysia Sabah dan Sabak 1 Projection name Malayan RSO Borneo RSO 2 Datum Kertau Timbalai 3 Reference Ellipsoid Modified Everest 1830 Modified Everest Origin Kertau, Pahang Timbalai, Labuan 5 Conversion factor 1 chain = 20, m 1 chain = 20, m 6 Origin of projection N 4 00' and E102 15' N 4 00' and E115 00' 7 Semi-major axis (a) ,603 m ,556 m 8 Semi-minor axis (b) ,039 m ,550 m 9 Flattening (f) 1/300,8017 1/300, Scale factor (origin) 0, ,99984 Sumber: Jabatan Ukur dan Pemetaan Malaysia, (2009b) Ilustrasi pusat proyeksi RSO ditunjukkan pada Gambar 6 dengan sistem proyeksi Borneo RSO. Keseluruhan parameter proyeksi, datum, dan bidang elliposoid kemudian dimasukkan ke dalam formula 1 hingga 22 sehingga akan menghasilkan sebuah koordinat geodetik dalam sistem datum timbalai. Nilai False Easting (E c) proyeksi RSO adalah ,870 m, sementara nilai False Northing nya (N c) adalah ,650 m. 617

8 Longitude centre Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan Angle Rectified to Skew (γc) = 53 07' " Azimuth (αc) = 53 18' " Latitude centre Gambar 6. Ilustrasi pusat proyeksi RSO. Three Dimension Geocentric Transformation (Bursa-Wolf) Bursa wolf mengasumsikan hubungan kesamaan antar datum. Transformasi koordinat Bursa Wolf 3 dimensi menggunakan 7 parameter yang harus dipecahkan meliputi 3 parameter translasi (Tx, Ty, Tz), 3 parameter rotasi (Rx, Ry, Rz) dan 1 skala. Penyusunan matriks untuk transformasi Bursa-Wolf dapat dilihat pada persamaan 27 (Bursa, 1962; Wolf, 1963).... (27) Transformasi 3 dimensi bursa-wolf ini digunakan untuk melakukan konversi koordinat dari koordinat lama ke koordinat baru yang biasanya berbeda datum atau sering disebut dengan transformasi antar datum. Seperti dapat dilihat pada Gambar 7, sistem koordinat lama yang terdiri dari Xs, Ys dan Zs digeser sejauh X, Y dan Z serta diputar dengan nilai a, b dan q pada setiap sumbunya menghasilkan titik origin yang berbeda di titik O R dengan sistem baru X R, Y R dan Z R. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 7. Ilustrasi transformasi Bursa-Wolf 3 dimensi. Hasil perubahan koordinat RSO ke koordinat kartesian 3 dimensi dapat dilihat pada Tabel 3. Sementara koordinat hasil pengukuran GPS dapat dilihat pada Tabel 4. Koordinat RSO didapat dari peta field plan yang dihasilkan kedua negara, sedangkan koordinat GPS merupakan hasil pengukuran lapangan menggunakan perangkat GPS geodetik. Dua belas titik sekutu diubah ke koordinat kartesian 3 dimensi. 618

9 Alternatif Penyelesaian Batas Darat Indonesia dengan Malaysia......(Syetiawan & Rimayanti) Tabel 3. Hasil konversi koordinat field plan RSO ke sistem koordinat kartesian 3 dimensi. ID titik Koordinat RSO Koordinat Kartesian Easting Northing Height X Y Z CP , , , , , ,874 CP , ,83 62, , , ,045 CP , ,72 531, , , ,199 CP , , , , , ,067 CP , ,69 287, , , ,383 CP , , , , , ,987 CP , ,26 571, , , ,615 CP , ,19 833, , , ,340 CP , ,03 301, , , ,804 CP , , , , , ,927 CP , ,55 916, , , ,037 CP , , , , , ,923 Tabel 4. Koordinat GPS geodetik ke sistem koordinat kartesian 3 dimensi Station Geodetik GPS Geocentic GPS Latitude (N) Longitude (E) Height (m) X (m) Y (m) Z (m) x , , , , , ,554 A , , , , , ,221 A , , , , , ,351 D , , , , , ,625 D , , , , , ,635 DS , , , , , ,835 G , , , , , ,259 H , , , , , ,788 J , , , , , ,697 U , , , , , ,883 V , , , , , ,798 B , , , , , ,497 Setelah dilakukan konversi koordinat ke sistem koordinat kartesian maka langkah selanjutnya adalah melakukan transformasi antar datum, dari datum timbalai ke WGS84. Proses transformasi antar datum didapatkan nilai 7 parameter tranformasi koordinat meliputi translasi pada sumbu X, Y dan Z, nilai rotasi pada sumbu X, Y, Z dan nilai faktor skala. Nilai translasi pada sumbu X, Y dan Z secara berturut-turut adalah -534,980 m, 674,845 m, -101,161 m; dan nilai rotasi pada sumbu X, Y, Z secara berturut-turut adalah -1,71200, 0,03900, -4,31700 dengan nilai faktor skalanya 8,856 ppm. Tabel 4. Koordinat GPS geodetik ke sistem koordinat kartesian 3 dimensi Parameters transformation Nilai Translation along the X-axis, Tx -534,980 m Translation along the Y-axis, Ty 674,845 m Translation along the Z-axis, Tz -101,161 m Rotation along the X-axis, Rx -1,71200 Rotation along the Y-axis, Ry 0,03900 Rotation along the Z-axis, Rz -4,31700 Scale factor, S 8,856 ppm 619

10 Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan Hasil parameter ini dapat digunakan untuk mengubah titik-titik lain yang masih menggunakan datum timbalai. Perubahan koordinat dengan cara yaitu melakukan perkalian matriks koordinat lama dengan matriks hasil perhitungan ini. Untuk keperluan penentuan parameter transformasi, lebih baik menggunakan lebih banyak titik sekutu sehingga akan meningkatkan redundansi pada saat pengolahan yang kemudian mengarah pada hasil yang lebih baik. Transformasi koordinat bisa menggunakan metode lain yang sesuai dengan cakupan wilayah dan sebaran dari titik sekutu. Perbedaan pemilihan model akan mempengaruhi hasil koordinat transformasi (Rapp, 1993). Standar deviasi menunjukkan tingkat presisi koordinat hasil transformasi (Laari et al., 2016). KESIMPULAN Setelah dilakukan proses transformasi antar datum didapatkan nilai translasi pada sumbu X, Y dan Z secara berturut-turut adalah -534,980 m, 674,845 m, -101,161 m; dan nilai rotasi pada sumbu X, Y, Z secara berturut-turut adalah -1,71200, 0,03900, -4,31700 dengan nilai faktor skalanya 8,856 ppm. Parameter yang dihasilkan dari proses transformasi ini dapat digunakan untuk mengubah koordinat pada sistem datum timbalai ke sistem koordinat global WGS84. Dokumentasi untuk kegiatan transformasi koordinat ini menjadi penting untuk kepentingan penyelesaian batas negara antara Indonesia dengan Malaysia. Dengan menggunakan hasil transformasi koordinat ini diharapkan penyelesaian batas negara ini dapat diselesaikan dengan cepat. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Informasi Geospasial dan saudara M. Gama untuk diskusi dan saran yang sudah diberikan kepada penulis. DAFTAR PUSTAKA Bakosurtanal. (2005). Panduan Teknis Datum dan Sistem Koordinat Peta Rupabumi Indonesia. Bogor. Bursa, M. (1962). The theory of the determination of the nonparallelism of the minor axis of the reference ellipsoid, Polar axis of the Earth, and initial astronomical and geodetic meridians from observation of artificial E arth satellites. Studia Geophysica et Geodaetica, 6(2): Jabatan Ukur dan Pemetaan Malaysia. (2009a). Technical Guide to The Coordinate Conversion, Datum Transformation and Map Projection. PKPUP pdf Jabatan Ukur dan Pemetaan Malaysia. (2009b). Technical Guide to the Coordinate Reference Systems. Kadir, M., S. Ses, K. Omar, G. Desa, A.H. Omar, K. Taib, & S. Nordin. (2003). Geocentric Datum Gdm2000 for Malaysia : Implementation and Implications. In Seminar On GDM2000 (pp. 1 15). Kuala Lumpur. Laari, P.B., Y.Y. Ziggah, & R.F. Annan. (2016). Determination of 3D Transformation Parameters for the Ghana Geodetic Reference Network using Ordinary Least Squares and Total Least Squares Techniques. International Journal of Geomatics and Geosciences, 7(3): Rapp, R.H. (1993). Geometric Geodesy - Part II. Department of Geodetic Science and Surveying, The Ohio State University. Ohio. Snyder, J.P. (1984). Map Projections Used by the U.S. Geological Survey. Geological Survey Bulletin 1532 (2nd Edition). U.S. Government Printing Office. Washington. Solomon, M. (2013). Determination of Transformation Parameters for Montserrado County, Republic Of Liberia. Kwame Nkrumah University. Kabwe. Surveying and Positioning Guidance Note. (2006). Wolf, H. (1963). Geometric connection and reorientation of three-dimensional triangulation nets. Bulletin Geodesique, 68(1): Yuwono, B.D. & A. Marzuki. (2010). Aplikasi Penentuan Parameter Transformasi Lokal Batu Hijau untuk Survei dan Pemetaan Area Tambang PT Newmont Nusa Tenggara. Teknik, 31(1):

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal

Lebih terperinci

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE LAPORAN PENENTUAN ARAH KIBLAT MASJID SYUHADA PERUMAHAN BEJI PERMAI, DEPOK PT. Mahakarya Geo Survey DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 2 DAFTAR TABEL... 2 1. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini terdiri dari dua sub bab yaitu latar belakang serta tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab tersebut. I.1. Latar Belakang Dinamika

Lebih terperinci

By. Y. Morsa Said RAMBE

By. Y. Morsa Said RAMBE By. Y. Morsa Said RAMBE Sistem Koordinat Sistem koordinat adalah sekumpulan aturan yang menentukan bagaimana koordinatkoordinat yang bersangkutan merepresentasikan titik-titik. Jenis sistem koordinat:

Lebih terperinci

Konsep Geodesi untuk Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Konsep Geodesi untuk Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan Konsep Geodesi untuk Data Spasial by: Ahmad Syauqi Ahsan Geodesi Menurut definisi klasik dari F.R. Helmert, Geodesi adalah sebuah sains dalam pengukuran dan pemetaan permukaan bumi. Pembahasan tentang

Lebih terperinci

Proyeksi Peta. Tujuan

Proyeksi Peta. Tujuan Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Setelah menyelesaikan bab ini, anda diharapkan dapat: Memahami tentang bentuk permukaan bumi Memahami proyeksi dari peta bumi (3D) ke peta topografi

Lebih terperinci

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus 31/03/2015 8:34 Susunan Lapisan Bumi Inside eartth Datum geodetik atau referensi permukaan atau georeferensi adalah parameter sebagai acuan untuk mendefinisikan

Lebih terperinci

Analisis Perbedaan Perhitungan Arah Kiblat pada Bidang Spheroid dan Ellipsoid dengan Menggunakan Data Koordinat GPS

Analisis Perbedaan Perhitungan Arah Kiblat pada Bidang Spheroid dan Ellipsoid dengan Menggunakan Data Koordinat GPS JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (Juni, 2013) ISSN: 2301-9271 1 Analisis Perbedaan Perhitungan pada Bidang Spheroid dan Ellipsoid dengan Menggunakan Data Koordinat GPS Andhika Prastyadi Nugroho dan

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI/RESTORASI REKONSTRUKSI/RESTORASI. Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA. 1. Rekonstruksi (Destripe) SLC (Scan Line Corrector) off

REKONSTRUKSI/RESTORASI REKONSTRUKSI/RESTORASI. Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA. 1. Rekonstruksi (Destripe) SLC (Scan Line Corrector) off Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA REKONSTRUKSI/KOREKSI Rekonstruksi/Restorasi Koreksi geometri Mosaik Koreksi radiometri/koreksi topografi TRANSFORMASI Penajaman citra Transformasi spasial/geometri : merubah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita. DAFTAR PUSTAKA 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita. 2. Abidin, Hasanuddin Z.(2002). Survey Dengan GPS. Cetakan Kedua. Jakarta : Pradnya Paramita. 3. Krakiwsky, E.J.

Lebih terperinci

Transformasi Datum dan Koordinat

Transformasi Datum dan Koordinat Transformasi Datum dan Koordinat Sistem Transformasi Koordinat RG091521 Lecture 6 Semester 1, 2013 Jurusan Pendahuluan Hubungan antara satu sistem koordinat dengan sistem lainnya diformulasikan dalam bentuk

Lebih terperinci

Anyelir Dita Permatahati, Ir. Sutomo Kahar, M.Si *, L.M Sabri, ST, MT *

Anyelir Dita Permatahati, Ir. Sutomo Kahar, M.Si *, L.M Sabri, ST, MT * TRANSFORMASI KOORDINAT PADA PETA LINGKUNGAN LAUT NASIONAL DARI DATUM 1D74 KE WGS84 UNTUK KEPERLUAN PENENTUAN BATAS WILAYAH LAUT PROVINSI JAWA TENGAH DAN JAWA BARAT Anyelir Dita Permatahati, Ir. Sutomo

Lebih terperinci

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI Geoid dan ellipsoida merupakan bidang 2 yang sangat penting didalam Geodesi. Karena masing 2 bidang tersebut merupakan bentuk bumi dalam pengertian fisik dan dalarn pengertian

Lebih terperinci

Datum dan Ellipsoida Referensi

Datum dan Ellipsoida Referensi Datum dan Ellipsoida Referensi RG141227 - Sistem Koordinat dan Transformasi Semester Gasal 2016/2017 Ira M Anjasmara PhD Jurusan Teknik Geomatika Datum Geodetik Datum Geodetik adalah parameter yang mendefinisikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Tujuan Proyek I.3. Manfaat Proyek I.4. Cakupan Proyek...

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Tujuan Proyek I.3. Manfaat Proyek I.4. Cakupan Proyek... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv INTISARI.. v KATA PENGANTAR...vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN....

Lebih terperinci

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN 3.1 Pendahuluan Pada kegiatan verifikasi posisi pipa bawah laut pasca pemasangan ini akan digunakan sebagai data untuk melihat posisi aktual dari

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang :

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI

IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI Dr. Sri Handoyo dan Ir. Tri Patmasari, M.Si Pusat Pemetaan Batas Wilayah BAKOSURTANAL Disampaikan pada Dialog Publik

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Bab II TEORI DASAR 2.1 Batas Daerah A. Konsep Batas Daerah batas daerah adalah garis pemisah wilayah penyelenggaraan kewenangan suatu daerah dengan daerah lain. Batas daerah administrasi adalah wilayah

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG KAJIAN TENTANG INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI PILAR BATAS YANG TELAH TERBANGUN PADA TAPAL BATAS NEGARA REPUBLIK INDONESIA (R.I) DENGAN NEGARA REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE (R.D.T.L) TUGAS AKHIR Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Pemerintah pusat memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk dapat mengelola daerahnya masing masing setelah dikeluarkannya UU No. 22 Tahun

Lebih terperinci

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) TEKNIS PENGUKURAN DAN PEMETAAN KOTA Surabaya, 9 24 Agustus 2004 Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN POSISI HORISONTAL DI LAUT DENGAN MAPSOUNDER DAN AQUAMAP

ANALISA PENENTUAN POSISI HORISONTAL DI LAUT DENGAN MAPSOUNDER DAN AQUAMAP ANALISA PENENTUAN POSISI HORISONTAL DI LAUT DENGAN MAPSOUNDER DAN AQUAMAP Khomsin 1, G Masthry Candhra Separsa 1 Departemen Teknik Geomatika, FTSLK-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia

Lebih terperinci

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2015

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2015 Sistem Proyeksi Peta Arif Basofi PENS 2015 Contents 1 Proyeksi Peta 2 Jenis Proyeksi Peta 3 Pemilihan Proyeksi Peta 4 Sistem Proyeksi Peta Indonesia Proyeksi Peta Peta : representasi dua-dimesional dari

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat BAB II DASAR TEORI Pada bab II ini akan dibahas dasar teori mengenai sistem referensi koordinat, sistem koordinat dan proyeksi peta, yang terkait dengan masalah penentuan posisi geodetik. Selain itu akan

Lebih terperinci

GEODESI DASAR DAN PEMETAAN

GEODESI DASAR DAN PEMETAAN GEODESI DASAR DAN PEMETAAN KONSEP TAHAPAN PEMETAAN 2 PENGOLAHAN DATA PENYAJIAN DATA PENGUMPULAN DATA PETA MUKA BUMI FENOMENA MUKA BUMI INTERPRETASI PETA 1 Sistem Perolehan Data 3 Pengukuran terestrial

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG BATAS DAERAH KOTA PONTIANAK DENGAN KABUPATEN MEMPAWAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI DAN DATA CHECKING

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI DAN DATA CHECKING BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI DAN DATA CHECKING 4.1 ANALISIS IMPLEMENTASI Dari hasil implementasi pedoman penetapan dan penegasan batas daerah pada penetapan dan penegasan Kabupaten Bandung didapat beberapa

Lebih terperinci

ORIENTASI PADA PRA PLOTTING PETA BERSISTEM KOORDINAT LOKAL TERHADAP SISTEM KOORDINAT FIX (TETAP)

ORIENTASI PADA PRA PLOTTING PETA BERSISTEM KOORDINAT LOKAL TERHADAP SISTEM KOORDINAT FIX (TETAP) Orientasi pada Pra Plotting... ORIENTASI PADA PRA PLOTTING PETA BERSISTEM KOORDINAT LOKAL TERHADAP SISTEM KOORDINAT FIX (TETAP) Yuwono 1), AdiKurniawan 2) 1) Jurusan Teknik Geomatika, ITS, 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) Abstrak Daerah (propinsi, kabupaten, dan kota) mempunyai wewenang yang relatif

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis Terhadap Penentuan Datum, Titik Dasar dan Garis Pangkal

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis Terhadap Penentuan Datum, Titik Dasar dan Garis Pangkal BAB IV ANALISIS Setelah dilakukan kajian mengenai batas maritim antara Indonesia dengan Singapura pada segmen Timur, maka dapat dilakukan proses analisis dengan hasil sebagai berikut ini : 4.1 Analisis

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Djunarsjah, E Aspek Teknik Hukum Laut. Diktat Kuliah. Penerbit ITB. Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. Djunarsjah, E Aspek Teknik Hukum Laut. Diktat Kuliah. Penerbit ITB. Bandung. DAFTAR PUSTAKA Djunarsjah, E. 2007. Aspek Teknik Hukum Laut. Diktat Kuliah. Penerbit ITB. Bandung. Djunarsjah, E. 2007. Konsep Penetapan Batas Laut. Slide Kuliah. KK Sains dan Rekayasa Hidrografi ITB.

Lebih terperinci

BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, pekerjaan penetapan dan penegasan batas daerah di laut akan mencakup dua kegiatan

Lebih terperinci

MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI)

MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI) MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI) Disarikan dari Buku Panduan Praktis Membaca dan Menggunakan Peta Rupa Bumi Indonesia Karangan M. Eddy Priyanto, Edisi I, Pusat Pelayananan Jasa dan

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip April 2013

Jurnal Geodesi Undip April 2013 ANALISIS DISTORSI PETA BIDANG TANAH PADA PEMBUATAN PETA PENDAFTARAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD Febrina Aji Ratnawati, Ir. Bambang Sudarsono, MS *, Ir. Sawitri Subiyanto M.Si ** Program Studi Teknik Geodesi

Lebih terperinci

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012 Sistem Proyeksi Peta Arif Basofi PENS 2012 Tujuan Sistem Proyeksi Peta Jenis Proyeksi Peta Pemilihan Proyeksi Peta UTM (Universal Transverse Mercator) Sistem Proyeksi Peta Bentuk bumi berupa ruang 3D yg

Lebih terperinci

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah penetapan batas laut yang lebih tepatnya Zona Ekonomi

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Verifikasi TDT Orde 2 BPN dengan Stasiun CORS BPN-RI Kabupaten Grobogan Rizna Trinayana, Bambang Darmo Yuwono, L. M. Sabri *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof

Lebih terperinci

APLIKASI PENENTUAN PARAMETER TRANSFORMASI LOKAL BATU HIJAU UNTUK SURVEI DAN PEMETAAN AREA TAMBANG PT. NEWMONT NUSA TENGGARA

APLIKASI PENENTUAN PARAMETER TRANSFORMASI LOKAL BATU HIJAU UNTUK SURVEI DAN PEMETAAN AREA TAMBANG PT. NEWMONT NUSA TENGGARA APLIKASI PENENTUAN PARAMETER TRANSFORMASI LOKAL BATU HIJAU UNTUK SURVEI DAN PEMETAAN AREA TAMBANG PT. NEWMONT NUSA TENGGARA Bambang Darmo Yuwono *), Amin Marzuki **) Abstract Most of mining technical activities,

Lebih terperinci

Modul 13. Proyeksi Peta MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN. Modul Pengertian Proyeksi Peta

Modul 13. Proyeksi Peta MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN. Modul Pengertian Proyeksi Peta MODUL KULIAH Modul 13-1 Modul 13 Proyeksi Peta 13.1 Pengertian Proyeksi Peta Persoalan ditemui dalam upaya menggambarkan garis yang nampak lurus pada muka lengkungan bumi ke bidang datar peta. Bila cakupan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 3.1 Data yang Digunakan Data GPS yang digunakan dalam kajian kemampuan kinerja perangkat lunak pengolah data GPS ini (LGO 8.1), yaitu merupakan data GPS yang memiliki panjang

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA Proyeksi Peta dan Skala Peta 1. Pengertian Proyeksi peta ialah cara pemindahan lintang/ bujur yang terdapat pada lengkung permukaan bumi ke bidang datar. Ada beberapa ketentuan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PARAMETER TRANSFORMASI ANTAR ITRF HASIL HITUNGAN KUADRAT TERKECIL MODEL HELMERT 14-PARAMETER DENGAN PARAMETER STANDAR IERS

ANALISIS PERBANDINGAN PARAMETER TRANSFORMASI ANTAR ITRF HASIL HITUNGAN KUADRAT TERKECIL MODEL HELMERT 14-PARAMETER DENGAN PARAMETER STANDAR IERS ANALISIS PERBANDINGAN PARAMETER TRANSFORMASI ANTAR ITRF HASIL HITUNGAN KUADRAT TERKECIL MODEL HELMERT 14-PARAMETER DENGAN PARAMETER STANDAR IERS Romi Fadly 1) Citra Dewi 1) Abstract This research aims

Lebih terperinci

Datum Geodetik Batas Maritim Indonesia Singapura: Status dan Permasalahannya

Datum Geodetik Batas Maritim Indonesia Singapura: Status dan Permasalahannya PROC. ITB Sains & Tek. Vol. 37 A, No. 1, 2005, 23-47 23 Datum Geodetik Batas Maritim Indonesia Singapura: Status dan Permasalahannya Hasanuddin Z. Abidin 1), K. J. Villanueva 1), Sobar Sutisna 2) & T.

Lebih terperinci

Adipandang YUDONO

Adipandang YUDONO Pengenalan Kartografi Adipandang YUDONO 11 E-mail: adipandang@yahoo.com Outline Apa itu Kartografi? Peta Definisi Peta Hakekat Peta Syarat-syarat yang dikatakan peta Fungsi peta Klasifikasi peta Simbol-simbol

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat Geosentrik Sistem Koordinat Toposentrik Sistem Koordinat

Lebih terperinci

SIFAT DAN FORMAT DATA TITIK GEOARKINDO 2016

SIFAT DAN FORMAT DATA TITIK GEOARKINDO 2016 SIFAT DAN FORMAT DATA TITIK GEOARKINDO 2016 DATA TITIK Merupakan salah satu jenis data vektor selain garis dan polygon, Dapat digunakan untuk merepresentasikan lokasi seperti Bangunan, Struktur, Situs,

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG Winardi Puslit Oseanografi - LIPI Sekilas GPS dan Kegunaannya GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan sistem untuk menentukan

Lebih terperinci

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA A. Tujuan Praktikum - Praktikan memahami dan mampu melakukan register peta raster pada MapInfo - Praktikan mampu melakukan digitasi peta dengan MapInfo B. Tools MapInfo

Lebih terperinci

Gambar 1. prinsip proyeksi dari bidang lengkung muka bumi ke bidang datar kertas

Gambar 1. prinsip proyeksi dari bidang lengkung muka bumi ke bidang datar kertas MODUL 3 REGISTER DAN DIGITASI PETA A. Tujuan Praktikum - Praktikan memahami dan mampu melakukan register peta raster pada MapInfo - Praktikan mampu melakukan digitasi peta dengan MapInfo B. Tools MapInfo

Lebih terperinci

SURVEYING (CIV 104) PERTEMUAN 2 : SISTEM SATUAN, ARAH DAN MENENTUKAN POSISI DALAM SURVEYING

SURVEYING (CIV 104) PERTEMUAN 2 : SISTEM SATUAN, ARAH DAN MENENTUKAN POSISI DALAM SURVEYING SURVEYING (CIV 104) PERTEMUAN 2 : SISTEM SATUAN, ARAH DAN MENENTUKAN POSISI DALAM SURVEYING UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 Sistem satuan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2017 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN MELAWI KALIMANTAN BARAT DENGAN KABUPATEN LAMANDAU KALIMANTAN

Lebih terperinci

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi GPS (Global Positioning System) Global positioning system merupakan metode penentuan posisi ekstra-teristris yang menggunakan satelit GPS sebagai target pengukuran. Metode ini dinamakan penentuan posisi

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN BULELENG DENGAN KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rekayasa industri lepas pantai, peranan survei hidrografi sangat penting, baik dalam tahap perencanaan, tahap konstruksi maupun dalam tahap eksplorasi, seperti

Lebih terperinci

Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL)

Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL) Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL) DIKA AYU SAFITRI 3507 100 026 Page 1 Latar Belakang

Lebih terperinci

MODUL 3 REGISTER DAN DIGITASI PETA

MODUL 3 REGISTER DAN DIGITASI PETA MODUL 3 REGISTER DAN DIGITASI PETA A. Tujuan Praktikum - Praktikan memahami dan mampu melakukan register peta raster pada MapInfo - Praktikan mampu melakukan digitasi peta dengan MapInfo B. Tools MapInfo

Lebih terperinci

Pemetaan Undulasi Kota Medan Menggunakan Hasil Pengukuran Tinggi Tahun 2010

Pemetaan Undulasi Kota Medan Menggunakan Hasil Pengukuran Tinggi Tahun 2010 Jurnal Itenas Rekayasa LPPM Itenas 1 Vol. XVII ISSN: 1410-3125 Januari 2013 Pemetaan Undulasi Kota Medan Menggunakan Hasil Pengukuran Tinggi Tahun 2010 Hary Nugroho, Rinaldy Jurusan Teknik Geodesi, Institut

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA II TRANSFORMASI PROYEKSI DAN DIGITASI ON SCREEN

LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA II TRANSFORMASI PROYEKSI DAN DIGITASI ON SCREEN LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA II TRANSFORMASI PROYEKSI DAN DIGITASI ON SCREEN Disusun oleh : NAMA : NUR SIDIK NIM : 11405244001 HARI : Kamis, 13 MARET 2014 JAM : 08.00 10.00 JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 18 menetapkan bahwa wilayah daerah provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Jumlah Titik Ikat Terhadap Peningkatan Ketelitian Posisi Titik pada Survei GPS

Pengaruh Penambahan Jumlah Titik Ikat Terhadap Peningkatan Ketelitian Posisi Titik pada Survei GPS Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi Itenas No.2 Vol. 01 ISSN 2338-350x Oktober 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Pengaruh Penambahan Jumlah Titik Ikat Terhadap Peningkatan Ketelitian Posisi

Lebih terperinci

Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai

Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai STUDI PENENTUAN TINGGI ORTHOMETRIK MENGGUNAKAN METODE GPS HEIGHTING (STUDI KASUS: KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN BANDARA ABDURAHMAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

Pemetaan. sumberdaya.hayati.laut

Pemetaan. sumberdaya.hayati.laut MATERI-3 Pemetaan. sumberdaya.hayati.laut Sukandar Abu Bakar Sambah M Arif Zainu Fuad Andik isdianto Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Universitas Brawijaya Malang Parameter untuk pemetaan

Lebih terperinci

Kuswondo ( )

Kuswondo ( ) Kuswondo ( 3508100013 ) Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang cukup luas yaitu terdiri dari 3.257.357 km 2 luas wilayah laut dan 1.919.440 km² wilayah darat dengan total luas wilayah Indonesia

Lebih terperinci

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Edisi : I Tahun 2003 KERJASAMA ANTARA DEPARTEMEN DALAM NEGERI DENGAN BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAAN NASIONAL Cibogo, April 2003 MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Oleh:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

KONSEP GEODESI UNTUK DATA SPASIAL

KONSEP GEODESI UNTUK DATA SPASIAL BAB VI KONSEP GEODESI UNTUK DATA SPASIAL 6.1. PENDAHULUAN Objek memiliki properties geometric (seperti jalan, sungai, batas-batas pulau, dll) yang disebut sebagai objek spasial, dalam SIG objek-objek tersebut

Lebih terperinci

Sistem Koordinat Peta. Tujuan

Sistem Koordinat Peta. Tujuan Sistem Koordinat Peta Arna Fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Memahami bentuk permukaan bumi Memahami tentang sistem koordinat peta 2 1 Bentuk Permukaan Bumi (1) Objek 2 spasial di permukaan

Lebih terperinci

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP Oleh A. Suradji, GH Anto, Gunawan Jaya, Enda Latersia Br Pinem, dan Wulansih 1 INTISARI Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004]

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004] ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT (Studi Kasus : Batas Maritim Indonesia dengan Negara Tetangga) Oleh : Ratih Destarina I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kepulauan yang berbatasan dengan sepuluh Negara

Lebih terperinci

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Reza Mohammad Ganjar Gani, Didin Hadian, R Cundapratiwa Koesoemadinata Abstrak Jaring Kontrol

Lebih terperinci

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA Hasanuddin Z. Abidin Jurusan Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 e-mail : hzabidin@gd.itb.ac.id

Lebih terperinci

KAJIAN TERHADAP PENYATUAN PETA-PETA BLOK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DALAM SATU SISTEM KOORDINAT KARTESIAN DUA DIMENSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD

KAJIAN TERHADAP PENYATUAN PETA-PETA BLOK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DALAM SATU SISTEM KOORDINAT KARTESIAN DUA DIMENSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD KAJIAN TERHADAP PENYATUAN PETA-PETA BLOK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DALAM SATU SISTEM KOORDINAT KARTESIAN DUA DIMENSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

Konsep Geodesi Data Spasial. Arif Basofi PENS 2013

Konsep Geodesi Data Spasial. Arif Basofi PENS 2013 Konsep Geodesi Data Spasial Arif Basofi PENS 2013 Pembahasan Geodesi Memahami bentuk permukaan bumi Model Geometrik Bentuk Bumi Datum Kebutuhan Data Spasial Kebutuhan akan data spasial sangat kompleks,

Lebih terperinci

Aspek Geodetik Penegasan Batas Darat Indonesia dan Papua New Guinea: Status dan Permasalahannnya

Aspek Geodetik Penegasan Batas Darat Indonesia dan Papua New Guinea: Status dan Permasalahannnya PROC. ITB Sains & Tek. Vol. 37 A, No. 2, 2005, 131-154 131 Aspek Geodetik Penegasan Batas Darat Indonesia dan Papua New Guinea: Status dan Permasalahannnya Silvester Sari Sai 1), Hasanuddin Z. Abidin 1)

Lebih terperinci

Bab 7 Sistem Koordinat

Bab 7 Sistem Koordinat Bab 7 Sistem Koordinat 7.1 Proyeksi Peta Peta adalah gambaran sebagian atau seluruh muka bumi baik yang terletak di atas maupun di bawah permukaan dan disajikan pada bidang datar pada skala dan proyeksi

Lebih terperinci

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut: Bab IV ANALISIS Analisis dilakukan terhadap hasil revisi dari Permendagri no 1 tahun 2006 beserta lampirannya berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan Geodesi, adapun analalisis yang diberikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6 I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6 A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan Peta laut, Basepoint (Titik Pangkal), dan Baseline (Garis Pangkal) untuk delimiasi batas maritim. B.POKOK BAHASAN/SUB

Lebih terperinci

K NSEP E P D A D SA S R

K NSEP E P D A D SA S R Mata Kuliah : Sistem Informasi Geografis (SIG) Perikanan. Kode MK : M10A.125 SKS :2 (1-1) KONSEP DASAR DATA GEOSPASIAL OLEH SYAWALUDIN A. HRP, SPi, MSc SISTEM KOORDINAT DATA SPASIAL SUB POKOK BAHASAN 1

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA

Lebih terperinci

EVALUASI LOKASI SMA DENGAN ZONA PENDIDIKAN BERDASARKAN RTRW BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014 ABSTRACT

EVALUASI LOKASI SMA DENGAN ZONA PENDIDIKAN BERDASARKAN RTRW BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014 ABSTRACT 1 EVALUASI LOKASI SMA DENGAN ZONA PENDIDIKAN BERDASARKAN RTRW BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014 Muhamad Nur Ichwanuddin 1, Buchori Asyik 2, Zulkarnain 3 ABSTRACT This study aims to investigate the conformity of

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Georeferencing dan Resizing Enggar Budhi Suryo Hutomo 10301628/TK/37078 JURUSAN S1 TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015 BAB

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN Sudarto, Sativandi Riza & Yosi Andika PSISDL

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN Sudarto, Sativandi Riza & Yosi Andika PSISDL SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN Sudarto, Sativandi Riza & Yosi Andika PSISDL OUTLINE Proyeksi Sistem Koordinat Datums Contoh-Contoh Proyeksi Cara Proyeksi di Arcmap Cara Proyeksi data set Skala Peta

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA SISTIM GPS SISTEM KOORDINAT PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Singkatan : Global Positioning System Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGIPENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini telah dilakukan tepatnya pada Agustus 2008, namun penyusunan

III. METODOLOGIPENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini telah dilakukan tepatnya pada Agustus 2008, namun penyusunan III. METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan tepatnya pada Agustus 2008, namun penyusunan laporan kembali dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2009. Pengamatan

Lebih terperinci

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 9. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan Aspek Geospasial dalam Metode Delimitasi Batas Maritim

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 9. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan Aspek Geospasial dalam Metode Delimitasi Batas Maritim I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 9 A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan Aspek Geospasial dalam Metode Delimitasi Batas Maritim B.POKOK BAHASAN/SUB POKOK BAHASAN: Aspek Geospasial dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan hasil tinjauan pustaka tentang definisi, konsep, dan teori-teori yang terkait dengan penelitian ini. Adapun pustaka yang dipakai adalah konsep perambatan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 216 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA DENGAN KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

Sistem Geodetik Global 1984 (WGS 1984 ) Dalam Menentukan Nilai Gravitasi Normal (G n )

Sistem Geodetik Global 1984 (WGS 1984 ) Dalam Menentukan Nilai Gravitasi Normal (G n ) Proseding Seminar Geoteknologi Kontribusi Ilmu Kebumian Dalam Pembangunan BerkelanjutanBandung 3 Desember 2007 ISBN : 978-979-799-255-5 Sistem Geodetik Global 1984 (WGS 1984 ) Dalam Menentukan Nilai Gravitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kabupaten Lamadau di Provinsi Kalimantan Tengah dibentuk pada tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

PENGENALAN APLIKASI ILWIS

PENGENALAN APLIKASI ILWIS PENGENALAN APLIKASI ILWIS ILWIS (Integrated Land and Water Informastion System) merupakan aplikasi Geographic Information System (GIS) yang berdiri sejak tahun 1988. ILWIS merupakan aplikasi GIS dengan

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGGI TITIK DENGAN TEKNIK PERATAAN PARAMETER DAN TEKNIK PERATAAN BERSYARAT

PENENTUAN TINGGI TITIK DENGAN TEKNIK PERATAAN PARAMETER DAN TEKNIK PERATAAN BERSYARAT PROSID ING 0 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PENENTUAN TINGGI TITIK DENGAN TEKNIK PERATAAN PARAMETER DAN TEKNIK PERATAAN BERSYARAT Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi Itenas No. 2 Vol. 1 ISSN 2338-350X Desember 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 217 TENTANG BATAS DAERAH KOTA BEKASI DENGAN KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN BANYUASIN DENGAN KABUPATEN PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR

Lebih terperinci