STUDI KOMPARASI METODE PENETAPAN PRIORITAS PERLINDUNGAN LAHAN SAWAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN REVISI PERENCANAAN RUANG KABUPATEN PANDEGLANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KOMPARASI METODE PENETAPAN PRIORITAS PERLINDUNGAN LAHAN SAWAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN REVISI PERENCANAAN RUANG KABUPATEN PANDEGLANG"

Transkripsi

1 1 STUDI KOMPARASI METODE PENETAPAN PRIORITAS PERLINDUNGAN LAHAN SAWAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN REVISI PERENCANAAN RUANG KABUPATEN PANDEGLANG MUKHLIS PRIBADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian berjudul Studi Komparasi Metode Penetapan Prioritas Perlindungan Lahan Sawah dan Implikasinya terhadap Usulan Revisi Perencanaan Ruang Kabupaten Pandeglang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober Mukhlis Pribadi A

4 RINGKASAN MUKHLIS PRIBADI. Studi Komparasi Metode Penetapan Prioritas Perlindungan Lahan Sawah dan Implikasinya terhadap Usulan Revisi Perencanaan Ruang Kabupaten Pandeglang. Dibimbing oleh BABA BARUS dan KHURSATUL MUNIBAH. Kondisi lahan pertanian khususnya padi terancam oleh konversi lahan yang banyak terjadi untuk mengakomodasi kebutuhan perumahan, industri dan jasa. Penurunan luas sawah berdampak sangat nyata terhadap penurunan produksi padi sebagai bahan makanan utama di Indonesia. Penetapan prioritas perlindungan sawah merupakan salah satu cara untuk meminimalisir konversi lahan pertanian. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan dua metode dalam penetapan prioritas perlindungan sawah; memilih metode untuk penetapan prioritas perlindungan sawah; dan menganalisis implikasi metode terhadap usulan perencanaan ruang di Kabupaten Pandeglang. Hasil penelitian ini adalah metode penetapan prioritas perlindungan sawah yang dapat dikembangkan di Kabupaten Pandeglang yaitu metode rasional dan metode analisis multikriteria. Kedua, metode yang lebih baik digunakan adalah metode rasional apabila dilihat menggunakan indikator penilaian luas sawah yang dilindungi, neraca kemandirian pangan dan kemudahan dalam pengimplementasian. Hasil terakhir yaitu implikasi terhadap usulan revisi perencanaan pola ruang adalah petani akan lebih banyak dilindungi, ketahanan pangan akan lebih terjamin, dan pemerintah akan lebih mudah dalam menerapkan perencanaan ruang di Kabupaten Pandeglang. Kata kunci: indikator penilaian, metode multikriteria, metode rasional, prioritas perlindungan, dan sawah

5 5 SUMMARY MUKHLIS PRIBADI. Comparative Study of the Priority Implementation Methods on Paddy Fields Protection and The Implications for The Proposed Spatial Planning on Pandeglang District. Supervised by BABA BARUS and KHURSATUL MUNIBAH. The conditions of paddy field are being threatened by land conversion to accommodate the needs of residential, industrial, and services. The decreases of wetlands give a real impact on the declining rice production as the staple food in Indonesia. Prioritization in paddy field protection is the one way to minimize the conversion of agricultural land. The purpose of this study is to develop two methods for prioritizing protection of paddy fields, selecting a method for prioritizing protection of paddy fields, and analyzing the implications of the proposed method for spatial planning at Pandeglang district. The results of this study show that the method of prioritizing protection of paddy fields that can be developed in Pandeglang district is a rational method and an mutlicriteria analysis method. The best method to use is the rational method, it can be seen by assessment indicator through protected paddy fields area, food selfhelp scale and the ease of implementation. The last results indicated that the implications for proposed revision of spatial planning are that farmers will be more protect, food security will be more secure, and the government will be easier to implementing spatial planning in Pandeglang district. Keywords: assessment indicators, multicriteria method, paddy fields, prioritizing protection, and rational method

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 7 STUDI KOMPARASI METODE PENETAPAN PRIORITAS PERLINDUNGAN LAHAN SAWAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN REVISI PERENCANAAN RUANG KABUPATEN PANDEGLANG MUKHLIS PRIBADI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Asdar Iswati, MS

9 9 Judul Tesis : Studi Komparasi Metode Penetapan Prioritas Perlindungan Lahan Sawah dan Implikasinya terhadap Usulan Revisi Perencanaan Ruang Kabupaten Pandeglang Nama : Mukhlis Pribadi NIM : A Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Dr Dra Khursatul Munibah, MSc Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Plt. Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr Dr Ir Eka Intan Kumala Putri, MSi Tanggal Ujian: 25 Juli 2017 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2015 ini ialah perlindungan lahan sawah, dengan judul Studi Komparasi Metode Penetapan Prioritas Perlindungan Lahan Sawah dan Implikasinya terhadap Usulan Revisi Perencanaan Ruang Kabupaten Pandeglang. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Baba Barus, MSc dan Ibu Dr Dra Khursatul Munibah, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Boedi Tjahjono, MSc yang telah banyak memberi saran serta Dr Ir Asdar Iswati, MS selaku dosen penguji luar komisi pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data hingga selesainya tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2017 Mukhlis Pribadi

11 11 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Lahan Sawah 3 Lahan pertanian di Kabupaten Pandeglang 4 Kemandirian Pangan 5 Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Pertanian 5 Analisis Multikriteria 5 Analytical Hierarchy Process (AHP) 6 3 METODE PENELITIAN 6 Lokasi dan Waktu Penelitian 6 Jenis dan Sumber Data 7 Metode Analisis Data 10 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 14 Kondisi Fisik Wilayah 14 Kondisi Sosial Wilayah 20 Kondisi Ekonomi Wilayah 23 Persiapan Data 23 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 Pengembangan dua metode penetapan prioritas perlindungan lahan sawah 36 Penilaian metode penetapan prioritas perlindungan lahan sawah 39 Implikasi dan rekomendasi terhadap usulan revisi perencanaan ruang 44 6 SIMPULAN 45 Simpulan 45 Saran 45 DAFTAR PUSTAKA 45 LAMPIRAN vi vi viii Error! Bookmark not defined.

12 DAFTAR TABEL 1 Matriks tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil (output) penelitian 1 2 Indikator penilaian memilih metode 13 3 Nama-nama gunung dan ketinggiannya 14 4 Daerah irigasi di Kabupaten Pandeglang 17 5 Luas penggunaaan lahan 18 6 Luas jenis sawah 19 7 Jumlah rumah tangga dan penduduk menurut jenis kelamin per kecamatan di Kabupaten Pandeglang, tahun Penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut jenis kelamin dan klasifikasi di Kabupaten Pandeglang tahun Persentase penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama di Kabupaten Pandegang tahun Pengelompokkan tipologi dan kecamatan sampel Luas lahan sawah aktual menurut kesesuaian lahan padi sawah Jumlah penggilingan padi, Rice Milling Unit, Indeks Pertamanan dan kebutuhan benih per masing-masing kecamatan Struktur biaya usahatani per hektar lahan di kecamatan sampel Struktur biaya usahatani per hektar lahan berdasarkan kluster Tingkat ketergantungan petani terhadap sawah di kecamatan sempel Rencana lokasi investasi pemerintah daerah Bobot dan skor penentuan prioritas perlindungan lahan sawah Perbandingan luas sawah prioritas kedua metode Prioritas perlindungan terhadap jenis sawah dengan metode rasional Prioritas perlindungan terhadap jenis sawah dengan metode AMK Overlay pola ruang dengan metode rasional Overlay pola ruang dengan metode AMK 44 DAFTAR GAMBAR 1 Proyeksi kebutuhan lahan sawah Kabupaten Pandeglang 4 2 Lokasi penelitian 7 3 Diagram alir penelitian 9 4 Proses tahapan penilaian prioritas perlindungan lahan sawah metode rasional 11 5 Kemiringan lahan Kabupaten Pandeglang 15 6 Ketinggian wilayah Kabupaten Pandeglang 15 7 Curah hujan Kabupaten Pandeglang 16 8 Wilayah sungai Kabupaten Pandeglang 17 9 Penggunaan lahan Kabupaten Pandeglang Persebaran spasial sawah aktual Kabupaten Pandeglang Kondisi sawah pada saat musim kering Tipologi wilayah (cluster analysis) kecamatan berdasarkan jenis sawah di Kabupaten Pandeglang Sebaran spasial tipologi kecamatan Kesesuaian fisik lahan padi sawah Kabupaten Pandeglang 26

13 15 Sebaran jumlah usaha penggilingan padi Kabupaten Pandeglang Sebaran jumlah usaha Rice Milling Unit (RMU) Kabupaten Pandeglang Sebaran indeks pertanaman Kabupaten Pandeglang Hirarki infrastruktur pertanian Kabupaten Pandeglang Struktur biaya usahatani padi di Kabupaten Pandeglang Perbandingan usahatani di setiap kecamatan sampel Hasil analisis R/C usahatani di Kabupaten Pandeglang berdasarkan kecamatan Tingkat ketergantungan petani terhadap sawah di Kabupaten Pandeglang Kebijakan khusus pemerintah daerah Rencana pola ruang Kabupaten Pandeglang tahun Persebaran spasial prioritas perlindungan lahan sawah berdasarkan metode rasional Persebaran spasial prioritas perlindungan lahan sawah berdasarkan metode AMK Grafik perbandingan luasan sawah prioritas kedua metode Jenis lahan sawah yang dilindungi masing-masing metode Status neraca beras sawah aktual Status neraca beras metode rasional Status neraca beras metode AMK DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner untuk input data pada metode AHP menghasilkan bobot dari kriteria prioritas perlindungan lahan sawah di Kabupaten Pandeglang 49 2 Nama kecamatan, jumlah desa/ kelurahan, jumlah Rukun Tetangga/Rukun Warga dan luas wilayah per kecamatan di Kabupaten Pandeglang Tahun Prioritas perlindungan lahan sawah dengan metode rasional per kecamatan 55 4 Prioritas perlindungan lahan sawah dengan metode AMK per kecamatan 57 5 Persebaran luas dan jenis lahan sawah per kecamatan 59 6 Perbandingan kelompok tani yang diakomodasi dari masing-masing metode per kecamatan 61 7 Neraca kemandirian pangan sawah aktual per kecamatan 63 8 Neraca kemandirian pangan rasional per kecamatan 65 9 Neraca kemandirian pangan pembobotan AMK per kecamatan 67

14

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi padi Indonesia meningkat dalam kurun waktu , tetapi laju produktivitas padi menurun sejak tahun 1990 (Panuju et al. 2013). Mayoritas masyarakat Indonesia memilih beras sebagai makanan pokok walaupun pada awalnya sebagian penduduk Indonesia di wilayah timur seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua mengkonsumsi jagung, singkong, ubi, dan sagu (Hartini et al. 2005). Masyarakat yang awalnya mengonsumsi jagung dan ubi kayu sebagai makanan pokok mulai beralih mengonsumsi beras (Rachman dan Ariani 2008). Hal ini menyebabkan tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia sejak tahun 1960 hingga 2007 meningkat sekitar 40 juta ton (Panuju et al. 2013). Di sisi lain, perubahan penggunaan lahan sawah di Indonesia telah diketahui banyak terjadi, sehingga berdampak negatif terhadap produksi padi. Provinsi Banten merupakan salah satu penyumbang produksi padi di Pulau Jawa. Kabupaten yang memiliki luas sawah terluas dan juga sebagai lumbung padi Provinsi Banten adalah Kabupaten Pandeglang. Kondisi lahan sawah di Kabupaten Pandeglang terancam terkonversi untuk mengakomodasi kebutuhan perumahan, industri dan jasa. Menurut Rustiadi dan Wafda (2008) konversi atau pergeseran penggunaan lahan pertanian ke penggunaan bukan pertanian bersifat tidak dapat balik (irreversible), sebagai contoh lahan hutan yang sudah dikonversi menjadi lahan pertanian umumnya sulit untuk dihutankan kembali. Sawah yang dikonversi menjadi perumahan atau kawasan terbangun lainnya hampir tidak mungkin kembali menjadi sawah. Penurunan luas sawah berdampak sangat nyata terhadap penurunan produksi padi (Pasandaran 2006). Karena itu, diperlukan adanya perlindungan terhadap lahan pertanian terutama untuk lahan pangan maupun cadangannya, sehingga minimal kebutuhan pangan secara lokal dapat terpenuhi. Peraturan mengenai perlindungan lahan pangan dan lahan cadangan menjadi prioritas utama untuk menjaga agar laju alih fungsi lahan dapat diminimalisir. Pemerintah telah mengeluarkan Undang- Undang No 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan peraturan turunannya. Namun pemerintah belum mengeluarkan peraturan lebih lanjut terkait metode penetapan prioritas perlindungan lahan sawah. Penetapan peraturan perlindungan lahan sawah ini memerlukan ketersediaan data yang valid dan harapan masyarakat kedepan harus menjadi salah satu pertimbangan, sehingga tidak menjadi bumerang bagi berbagai pihak di kemudian hari. Penerapan kebijakan di setiap kabupaten dan kota di Indonesia mempunyai cara dan pendekatan masing-masing. Metode rasional merupakan metode yang paling umum digunakan oleh setiap kabupaten dan kota dalam pengambilan kebijakan, yakni proses penyaringan melalui penyeleksian berdasarkan logika Boolean dan bertahap. Sebagaimana telah digunakan di Kabupaten Bogor (Barus et al. 2012), Kabupaten Karawang (Widiatmaka et el. 2013) dan Kota Sukabumi (Barus et al. 2013). Pemerintah daerah juga membutuhkan beberapa pilihan dalam perlindungan lahan sawah. Selain metode rasional, metode lain bisa digunakan dalam

16 2 pengambilan keputusan, antara lain adalah metode Analisis Multikriteria (AMK) atau Multicriteria Analysis (MCA). Analisis Multikriteria (AMK) merupakan alat yang efektif untuk pengambilan keputusan (Malczewski 2006) dan bertujuan untuk memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu (Carver 1991). Penelitian menggunakan metode ini telah dilakukan oleh Shiddiq (2011) dalam hal menentukan ketersediaan lahan sawah. Akinci et al. (2013) yang meneliti tentang kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan pertanian. Santosa et al. (2014) menetapkan lahan sawah berkelanjutan. Metode pembobotan yang digunakan pada penelitian ini adalah perbandingan berpasangan Proses Hirarki Analisis (AHP). Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk mengembangkan dua metode dalam penetapan prioritas perlindungan lahan sawah; memilih metode untuk penetapan prioritas perlindungan lahan sawah; dan menganalisis implikasi metode terhadap usulan perencanaan ruang di Kabupaten Pandeglang. Perumusan Masalah Perda Nomor 3 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Pandeglang menetapkan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) dengan luas kurang lebih ha, sedangkan lahan sawah aktual hanya ha. Perda ini dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan serta tantangan pengembangan wilayah Kabupaten Pandeglang sehingga perlu direvisi yang direncanakan oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah juga belum menetapkan Perda terkait Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Permasalahan lain yang terlihat yakni belum adanya peraturan mengenai metode penetapan prioritas perlindungan lahan sawah, kurangnya pengetahuan dan keterlibatan masyarakat dalam penentuan perlindungan lahan sawah, kurangnya data pendukung dalam penetapan perlindungan lahan sawah dan keterlibatan kepakaran dalam pengambilan keputusan dan kebijakan kurang diperhatikan. Berdasarkan beberapa pemikiran di atas, maka penelitian ini difokuskan untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana perbandingan jika dua metode dalam penetapan prioritas perlindungan lahan sawah dilakukan? 2. Bagaimana memilih metode untuk penetapan prioritas perlindungan lahan sawah? 3. Apa implikasi metode terhadap usulan perencanaan ruang? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum untuk mengetahui metode yang lebih baik dalam penentuan prioritas perlindungan lahan sawah di Kabupaten Pandeglang. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengembangkan dua metode dalam penetapan prioritas perlindungan lahan sawah 2. Memilih metode untuk penetapan prioritas perlindungan lahan sawah 3. Menganalisis implikasi metode terhadap usulan perencanaan ruang

17 3 Manfaat Penelitian Penelitan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai masukan secara akademis untuk rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang mengenai perlindungan lahan sawah 2. Sebagai bahan masukan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan Kabupaten Pandeglang yang terkait dengan program ketahanan pangan daerah 3. Sebagai bahan pertimbangan dalam usulan revisi perencanaan ruang Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup kegiatan ini terdiri dari: a. Penyusunan instrumen survei penetapan prioritas perlindungan lahan sawah b. Penyusunan instrumen studi persepsi dan kebutuhan masyarakat mengenai perlindungan lahan sawah c. Pengolahan dan analisis data hasil penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Lahan Sawah Lahan sawah adalah lahan yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Lahan sawah berasal dari tanah kering yang diairi atau tanah rawa yang dikeringkan dengan membentuk saluran-saluran drainase. Lahan sawah terbentuk melalui proses eluviasi dan pengaruh penanaman serta pemupukan. Lahan sawah sebagian besar terbentuk di dataran rendah (lereng bawah), yaitu di lahan berbahan aluvial seperti dataran banjir, delta, dan teras. Berdasarkan jenis pengairannya, sawah dibagi menjadi dua jenis, yaitu sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Sawah irigasi adalah sawah yang airnya berasal dari air irigasi, sedangkan sawah tadah hujan adalah sawah yang airnya langsung berasal dari air hujan. Selain itu ada juga sawah pasang surut, yaitu sawah yang berada di daerah pasang surut, dan sawah lebak, yaitu sawah yang dikembangkan di daerah rawa (Hardjowigeno et al. 2004) Produksi adalah hasil menurut bentuk produk dari tanaman yang diambil berdasarkan luas yang dipanen dalam kualitas Gabah Kering Giling (GKG). Produktivitas adalah hasil yang diperoleh dari survei ubinan dalam kualitas Gabah Kering Panen (GKP). Selain itu, terdapat pula luas tanam dan luas baku lahan sawah. Luas tanam merupakan luas dari lahan tanaman yang baru ditanam, sedangkan luas baku lahan sawah merupakan luas sawah secara keseluruhan (luas kotor) dikurangi dengan luas pematang/ galengan dan luas saluran air.

18 4 Lahan pertanian di Kabupaten Pandeglang Kabupaten Pandeglang secara umum memiliki potensi di sektor pertanian sehingga merupakan produsen komoditas pertanian terbesar di Provinsi Banten. Produksi padi tersebut didukung dengan lahan sawah yang ada di wilayah ini. Jika dilihat dari proyeksi kebutuhan lahan sawah Kabupaten Pandeglang bisa dinilai dari laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Pandeglang sebesar 1,56% dan laju konversi lahan sebesar 0,28% per tahun (127,5 Ha per tahun), walau laju konversi lahan lebih kecil dibandingkan kabupaten lain di Pulau Jawa tidak menutup kemungkinan mengganggu ketahanan pangan karena alih fungsi lahan menjadi non pertanian yang paling besar yakni terjadi di lahan sawah (Pusdatin, 2015). Proyeksi kebutuhan lahan sawah Kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan lahan sawah Kabupaten Pandeglang (Pusdatin, 2015) Alih fungsi lahan sawah produktif untuk kegiatan industri, jasa maupun pemukiman yang tidak sejalan dengan pola ruang akan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan, penurunan daya dukung lingkungan dan mengancam ketahanan pangan Provinsi Banten. Alih fungsi lahan di Kabupaten Pandeglang terutama terjadi pada hutan baik primer maupun sekunder menjadi fungsi perkebunan bahkan semak belukar, sawah menjadi fungsi permukiman dan budidaya lainnya. Perubahan tersebut mendorong berkurangnya kawasan resapan air, perambahan daerah hulu sungai. Hal tersebut antara lain terjadi karena belum berfungsinya aspek pengendalian dalam pelaksanaan penataan ruang.

19 5 Kemandirian Pangan Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, kemandirian pangan adalah kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup ditingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal. Di tingkat nasional, kemandirian pangan diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa atau negara dalam menjamin ketersediaan dan perolehan pangan yang cukup, mutu yang layak dan sehat (higienis), serta aman. Keterjaminan tersebut berbasis optimalisasi pemanfaatan dan keragaman sumber daya lokal. Terwujudnya kemandirian pangan antara lain dicerminkan oleh indikator mikro dan makro. Indikator mikro adalah keterjangkauan pangan secara langsung oleh masyarakat dan rumah tangga, sedangkan indikator makro adalah kontiniutas ketersediaan pangan, terdistribusi dan terkonsumsi dengan kualitas gizi yang berimbang, baik di tingkat wilayah maupun nasional. Menurut Elizabeth (2011), pangan merupakan kebutuhan dasar dan hak asasi manusia, dimana kualitas dan kecukupan berperan penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Mengkonsumsi pangan yang bergizi cukup dan seimbang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan tingkat intelegensi manusia sebagai sember daya produktif bagi kemajuan suatu negara. Sementara itu, kuantitas dan kualitas konsumsi pangan dan gizi individu sangat terkait dan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, pengetahuan dan budaya masyarakat yang dimulai dari skala rumah tangga. Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Pertanian Sistem Informasi Geografis (SIG) mampu mendeteksi perubahan dengan aplikasi data dari sumber data penginderaan jauh yang berbeda. Mendeteksi perubahan lahan merupakan sebuah proses identifikasi keberadaan suatu obyek atau fenomena pada waktu yang berbeda. Pemanfaatan data penginderaan jauh dengan SIG untuk berbagai aplikasi lingkungan telah banyak digunakan, salah satunya untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan (Liu et al. 2011). Barus et al. (2011) menggunakan analisis spasial dengan SIG dalam menentukan keputusan penentuan lahan pangan yang perlu dilindungi di Kabupaten Pandeglang dengan menghitung potensi konversi lahan yang terjadi. Pengolahan data spasial yang dilakukan pada penelitian tersebut digunakan untuk mengetahui wilayah dengan kriteria Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Berdasarkan kriteria tersebut, dilakukan analisis spasial untuk mengetahui dinamika konversi lahan yang terjadi di Kabupaten Pandeglang. Survei lapang diperlukan dalam penelitian guna mendukung hasil analisis spasial yang telah dihasilkan. Analisis Multikriteria Analisis Multikriteria (AMK) adalah suatu metode pemilihan alternatif, dimana setiap alternatif akan dinilai menggunakan kriteria kriteria tertentu

20 6 sehingga kemudian alternatif yang terpilih adalah alternatif dengan penilaian terbaik berdasarkan kriteria-kriteria tersebut. Analisis Multikriteria (AMK) menggunakan persepsi stakeholders terhadap kriteria-kriteria atau variable-variabel yang dibandingkan dalam pengambilan keputusan. Pendekatan analisis multikriteria dapat mengakomodir komponen ekologi, biofisik, sosial, dan menangkap keragaman pandangan, masalah dan tujuan dari para pemangku kepentingan (Mendoza dan Martin 2006). Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan model pengambilan keputusan dan perencanaan strategis yang diperkenalkan pertama kali oleh Thomas L. Saaty pada era 1970-an (Dermawan 2005). Suatu persoalan yang kompleks dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Model AHP juga mampu menyederhanakan persoalan yang kompleks dan mempercepat pengambilan keputusan (Marimin 2005). Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan persoalan yang kompleks menjadi bagian-bagian yang tertata dalam suatu hirarki. Tingkat kepentingan setiap variabel dibandingkan dengan variabel lain secara subjektif dan kemudian diberikan nilai atau bobot numerik. Sintesa terhadap bobot variabel-variabel tersebut akan menghasilkan variabel dengan prioritas tertinggi dan berperan dalam mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin dan Maghfiroh 2010). Menurut Grandzol (2005) model AHP memiliki keunggulan sebagai berikut: (1) sebagai model yang umum diterapkan pada berbagai kasus dan terbukti sukses memecahkan berbagai problem pengambilan keputusan; (2) model pengambilan keputusan yang mampu mengkombinasikan sistem hirarki kriteria ke dalam cara analitis; dan (3) perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang dilakukan secara berulang-ulang dalam model AHP ditujukan untuk menciptakan kekonsistenan data. Kelemahan metode AHP menurut Tantyonimpuno dan Retnaningtias (2006) yaitu: (1) Orang yang dilibatkan haruslah orang-orang yang memiliki pengetahuan ataupun pengalaman yang berhubungan dengan hal yang akan dianalisis dengan metode AHP; dan (2) Perbaikan keputusan dilakukan melalui pengulangan kembali proses AHP dari tahap awal. 3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Posisi wilayah penelitian secara geografis berada pada 6º21-7º10 LS dan 104º48-106º11 BT (Gambar 2). Luas wilayahnya mencapai Km 2 (29,98% dari luas Provinsi) dengan panjang pantai mencapai 307 Km. Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2015 Maret 2016 dan dilanjutkan dengan pengolahan data.

21 7 Gambar 2 Lokasi penelitian Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi wawancara para ahli menggunakan kuesioner untuk mendapatkan perbandingan berpasangan yang kemudian akan didapatkan bobot dan skor masing masing kriteria. Data sekunder berupa data spasial dan tabular yang berasal dari berbagai instansi yang berkaitan langsung yaitu Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pandeglang, Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kabupaten Pandeglang, Badan Pusat Statistik (BPS) dan hasil kajian perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan Kabupaten Pandeglang (PSP3-IPB). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel untuk pengolahan data statistik dan untuk pengolahan data spasial digunakan software GIS (Sistem Informasi Geografis). Secara rinci, matriks tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil (output) penelitian disajikan pada Tabel 1.

22 Tabel 1 Matriks tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil (output) penelitian 8 No Tujuan Jenis Data Sumber Data Teknis Analisis Data Output 1. Mengembangkan 2 metode dalam penetapan prioritas perlindungan lahan sawah 2. Memilih metode untuk penetapan prioritas perlindungan lahan sawah Sekunder: - Peta kesesuaian fisik lahan - Hirarki infrastruktur pertanian - Usahatani R/C Rasio - Tingkat Ketergantungan Petani - Kebijakan Khusus Pemerintah Daerah terkait lahan sawah: Perda No 3/2011 tentang RTRW, ijin kawasan investasi dan buffer jalan Primer - Perbandingan berpasangan pendapat para ahli dihasilkan bobot dan skor Peta prioritas perlindungan dengan metode rasional dan metode AMK PSP3 IPB, 2015 PSP3 IPB, 2015 PSP3 IPB, 2015 PSP3 IPB, 2015 PSP3 IPB, 2015 Bappeda Kab. Pandeglang Kuesioner (10 Responden) Output tujuan 1 Metode Rasional berdasarkan proses seleksi menggunakan logika Boolean dan bertahap - Tahap 1 (overlay antara peta kesesuaian fisik lahan, usahatani dan hirarki infrastruktur pertanian yang menghasilkan prioritas tahap 1) - Tahap 2 (overlay prioritas tahap 1 dengan pola ruang, kebijakan pembangunan khusus pemerintah daerah dan ketergantungan petani) Metode Analisis Multikriteria (AMK) melalui perbandingan berpasangan (pairwise comparison) pendapat para ahli Menilai masing masing metode dengan Indikator penilaian: - Luas prioritas - Jenis sawah - Persebaran sawah - Kelompok tani - Neraca kemandirian beras - Insentif - Perencanaan ruang Peta prioritas perlindungan lahan sawah dengan metode rasional dan metode AMK Salah satu metode penentuan prioritas perlindungan lahan sawah 3. Menganalisis implikasi metode terhadap usulan perencanaan ruang Peta prioritas perlindungan dengan metode rasional dan metode AMK Output tujuan 1 Keunggulan dan kelemahan masingmasing metode Implikasi masing-masing metode penentuan prioritas perlindungan lahan sawah

23 9 Verifikasi dengan kondisi aktual di lapang Peta sawah 2010 (Kementan) 1. Citra Quickbird Citra ALOS tahun Citra dari Google Earth tahun 2015 Aspek Infrastruktur 1. Jarak dari jalan/pusat kota/permukiman 2. Jaringan Irigasi, bendung/waduk 3. Jumlah Penggilingan Aspek sosial: Persepsi masyarakat terhadap perlindungan lahan sawah Aspek ekonomi: Analisis usaha tani, Neraca Pangan (Beras) dan Status kemandirian Pangan Peta Penggunaan Lahan dan Peta Sawah tahun terbaru (Luas, Produktivitas, Indeks Pertanaman Aspek Fisik Lahan: 1. Peta tanah (Tekstur, drainase, kedalaman efektif, keadaan erosi, kerikil/batuan permukaan, banjir) 2. Peta Kemiringan Lereng Peta Kesesuaian Fisik Lahan padi sawah (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007) Aspek Kelembagaan: 1. Perda No. 3 Tahun 2011 tentang RTRW Kab (Pola ruang) 2. Ijin Kawasan Investasi 3. Rekomendasi khusus dari Kab Pandeglang (Buffer jalan dan rencana bandara) Data Sekunder Hasil Kajian PSP3 IPB tahun 2015 Penilaian Tahap 1 dan Tahap 2 Perbandingan Berpasangan (Wawancara Para Ahli menggunakan Kuesioner) Metode Rasional Penetapan Prioritas Perlindungan Lahan Sawah Metode Analisis Multikriteria Penetapan Prioritas Perlindungan Lahan Sawah Indikator Penilaian berdasarkan Luas dan jenis sawah; Neraca Kemandirian Pangan; dan Kemudahan Pengimplementasian Rekomendasi Metode Penetapan Prioritas Perlindungan Lahan Sawah Gambar 3 Diagram alir penelitian

24 10 Metode Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan cara survei lapangan, studi pustaka dan analisis. Penelitian diawali dengan pengumpulan data sekunder yang menjadi data dasar untuk pengembangan dua metode yang bersumber dari Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor (PSP3 IPB). Data dasar berupa peta kesesuaian fisik lahan sawah, usahatani R/C rasio, hirarki infrastruktur pertanian, tingkat ketergantungan petani dan kebijakan pembangunan khusus pemerintah daerah. Prosedur penelitian ini terbagi menjadi 3 tahapan yaitu: (1) pembuatan prioritas perlindungan lahan sawah, (2) penilaian metode yang lebih baik digunakan, dan (3) melihat implikasi dan rekomendasi terhadap usulan revisi perencanaan ruang. 1. Pembuatan prioritas perlindungan lahan sawah Lahan sawah merupakan penggunaan lahan yang paling mudah terkonversi ke penggunaan lahan lain, karena lahan sawah memiliki daya dukung yang sangat lebar untuk berbagai penggunaan lahan. Analisis prioritas perlindungan lahan sawah dilakukan dengan membandingkan 2 metode yakni metode rasional (penyeleksian) dan metode analisis multikriteria (AMK). Prioritas perlindungan lahan sawah dikelompokkan menjadi 4 yaitu prioritas 1, 2, 3 dan 4. Dimana prioritas 1 dan 2 diarahkan untuk lahan pertanian (LP2B), prioritas 3 untuk lahan cadangan pertanian (LCP2B) dan prioritas 4 dikembalikan kepada pemerintah daerah. Metode rasional penetapan prioritas perlindungan lahan sawah Metode rasional dalam penetapan prioritas perlindungan lahan sawah adalah proses penyaringan dan penyeleksian areal lahan sawah, berdasarkan logika Boolean dan bertahap dengan pertimbangan terhadap kesesuaian fisik lahan, hirarki infrastruktur sarana dan prasarana, analisis usaha tani, tingkat ketergantungan petani terhadap lahan sawah, dan kebijakan khusus pemerintah daerah terkait lahan sawah (rencana pengembangan investasi daerah, rencana pembangunan bandara, jarak dari jalan baik jalan tol, nasional, lokal dan kolektor). Proses penyaringan dan penyeleksian dilakukan dalam dua tahap, yakni tahap pertama adalah menentukan prioritas dari kondisi fisik ideal sawah berdasarkan kesesuaian fisik lahan, hirarki infrastruktur sarana dan prasarana, serta analisis usaha tani. Contohnya lahan sawah yang berada pada kesesuaian S2, usahatani >1 dan berada pada hirarki 1 infrastruktur pertanian maka dalam Tahap 1 ini merupakan prioritas 1. Tahap kedua merupakan perubahan kondisi ideal (prioritas yang didapatkan dari tahap pertama) dibandingkan dengan pola ruang dari RTRW kabupaten, tingkat ketergantungan petani terhadap sawah dan kebijakan khusus pemerintah daerah sehingga memungkinkan terjadinya perubahan tingkat prioritas. Contohnya lahan sawah sebelumnya yang pada tahap 1 merupakan prioritas 1 berada pada kawasan investasi, maka prioritasnya berubah menjadi prioritas 4. Adapun proses tahapan penilaian prioritas perlindungan lahan sawah dapat dilihat pada Gambar 4.

25 11 Gambar 4 Proses tahapan penilaian prioritas perlindungan lahan sawah metode rasional Metode Analisis Multikriteria penetapan prioritas perlindungan lahan sawah Metode AMK ditetapkan berdasarkan hasil perkalian bobot dan skor. Pembobotan variable penetapan prioritas perlindungan lahan sawah didapatkan dari pendapat para ahli menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan kuesioner terstruktur (Lampiran 1). Responden yang terlibat dalam proses AHP ini terdiri dari 10 orang responden dimana 6 orang dari Dinas Pertanian (Sarana pertanian, Hortikultur, UPT, Pupuk dan pestisida), 2 orang dari Bappeda (litbang, pengembangan kawasan dan lingkungan hidup) dan 2 orang Akademisi (ahli LP2B). Pengolahan data kuesioner AHP dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Pembobotan variabel penetapan prioritas perlindungan lahan sawah metode AMK sama dengan metode rasional yakni: kesesuaian fisik lahan, hirarki infrastruktur sarana dan prasarana; analisis usaha tani, tingkat ketergantungan petani terhadap lahan sawah, dan kebijakan khusus pemerintah daerah terkait lahan sawah dengan pemberian harkat/skor dengan ketentuan standarisasi skor skala berkebalikan dimana variabel yang sangat

26 12 berpengaruh akan memiliki nilai harkat/skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan variabel yang kurang berpengaruh. Pembuatan prioritas perlindungan lahan sawah didasarkan pada variabel yang telah ditentukan dengan AMK kemudian diintegrasikan ke dalam Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis multikriteria (AMK) sering diintegrasikan dengan SIG karena merupakan teknik yang sangat baik dalam manajemen dan perencanaan ruang serta memiliki kemampuan dalam menangani masalah-masalah spasial (Lawal et al. 2011). Tahapan pertama yang dilakukan dalam pembuatan peta prioritas perlindungan lahan sawah adalah pemasukan data peta tematik dari masing-masing variabel yang telah ditentukan. Setelah bobot masing-masing variabel dan skor diketahui dari AMK selanjutnya nilai masing-masing bobot variabel dan skor dimasukkan ke dalam persamaan WLC sebagai berikut: n Dimana: WLC X i W i i=0 WLC = Weighted Linear Combination; X = Derajat kesesuaian; W = Bobot faktor; i = Faktor ke-; dan n = Jumlah faktor. Dari hasil proses pembobotan kriteria dan indikator, nilai perkalian antara skor/ derajat kesesuaian (Xi) dengan bobot faktor/ variabel (Wi) dalam persamaan WLC dimasukkan ke dalam atribut peta masing-masing variabel untuk dilakukan proses tumpang susun (overlay). Penentuan kelas prioritas perlindungan lahan sawah dilakukan setelah proses penggabungan peta yang telah dikuantifikasi selesai dengan menambahkan kolom pada atribut yang berisi nilai penjumlahan dari hasil penggabungan masing-masing peta variabel. Ada 4 prioritas perlindungan pada penelitian ini, yaitu prioritas 1, 2, 3 dan 4. Penentuan prioritas perlindungan lahan sawah dilakukan dengan menghitung simpangan baku (standar deviasi), standar deviasi ditentukan dengan persamaan: Dimana: ( X μ )2 σ = N σ = Standar deviasi (Simpangan baku); X = Nilai data ke-i; µ = Rata-rata data; N = Jumlah data. 2. Penilaian metode Penilaian metode untuk melihat perbedaan metode rasional dengan metode AMK. Indikator yang digunakan untuk menilai perbedaan metode tersebut adalah: (1) lahan sawahnya termasuk luasan, jenis, persebaran dan kelompok tani, (2) Neraca kemandirian pangan, dan (3) Kemudahan dalam pengimplementasiaannya, terkait isu insentif dan perencanaan ruang. Indikator dalam menentukan metode mana yang lebih baik disajikan secara rinci pada Tabel 2.

27 13 Tabel 2 Indikator penilaian memilih metode No Komponen Formula dan Indikator Pendukung Sistem pengambilan keputusan 1 Sawah Luas Prioritas 1, 2 dan 3 Metode yang lebih luas melindungi sawah prioritas 1 lebih dipilih 2 Neraca Pangan*) Jenis Sawah (Irigasi semi teknis sederhana dan tadah hujan) Persebaran sawah Kelompok tani Metode yang lebih luas melindungi sawah irigasi teknis maka dipilih Semakin menyebar sawahnya (distribusi beras) maka dipilih Semakin luas sawah yang digarap oleh kelompok tani maka dipilih Semakin banyak kecamatan yang surplus pangan maka dipilih 3 Implementasi Insentif Semakin rendah insentif yang diberikan (memudahkan pemerintah) maka dipilih Keterangan: *) Neraca Pangan Sk Perencanaan ruang Sk i i ( Asi * Ypi * IPpi * C) ( Pi * S j ) ( Asi * Ypi * IPpi * C) ( Pi * S j Semakin banyak sesuai dengan perencanaan ruang maka dipilih ), dimana: Sk i : Status kemandirian atau surplus/minus beras di setiap wilayah kecamatan ke-i A : Luas sawah baku di wilayah desa/kecamatan ke-i si Y : Produktifitas padi di wilayah desa/kecamatan ke-i pi IP : Indeks pertanaman padi rata-rata di wilayah desa/kecamatan ke-i pi C : Faktor konversi dari gabah ke beras dengan nilai konstanta = 0,6274 P : Jumlah penduduk di wilayah kecamatan ke-i i S : Standar konsumsi pangan ke-j, dimana j=standar konsumsi beras Provinsi j Banten (100,8 kg/kapita) 3. Implikasi dan Rekomendasi terhadap Usulan Revisi Perencanaan Ruang Metode penetapan prioritas perlindungan lahan sawah berimplikasi langsung terhadap perda penetapan LP2B dan berimplikasi tidak langsung terhadap usulan revisi perencanaan ruang. Implikasi tidak langsung dilihat dari luasan Prioritas (P1, P2, P3 dan P4). Implikasi tidak langsung terhadap usulan revisi perencanaan ruang karena revisi perencanaan ruang harus mempertimbangkan LP2B. Besar atau kecilnya luasan lahan sawah yang akan dilindungi berdampak pada besar atau kecilnya ruang yang tesisa untuk penggunaan lainnya. Semakin besar lahan sawah yang dilindungi maka semakin kecil ruang untuk penggunaan lain, sebaliknya semakin kecil lahan sawah yang dilindungi maka semakin besar ruang untuk penggunaan lainnya.

28 14 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Fisik Wilayah Geografis dan Administrasi Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di bagian Barat Provinsi Banten, letaknya di ujung barat Pulau Jawa. Secara geografis, Kabupaten Pandeglang terletak pada koordinat 6º21-7º10 Lintang Selatan dan 104º48-106º11 Bujur Timur, mencakup wilayah seluas km 2 (29,98% dari luas Provinsi) dengan panjang pantai mencapai 307 km. Secara administratif kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Serang di sebelah Utara; sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lebak; sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia; dan di sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda (BPS Kabupaten Pandeglang, 2016). Sejak bulan Desember 2011 Kabupaten Pandeglang dibagi 35 kecamatan dan 339 desa/kelurahan dengan 4 (empat) tambahan desa, yaitu Bojenwetan, Ganggaeng, Simpangtiga dan Ramaya. Jumlah desa/kelurahan dan luas wilayah administrasi kecamatan disajikan pada Lampiran 2. Cikeusik merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Pandeglang dengan luas 322,8 km 2 sedangkan Labuan merupakan kecamatan terkecil dengan luas 15,7 km 2. Topografi dan ketinggian wilayah Bentuk topografi wilayah Kabupaten Pandeglang di daerah Tengah dan Selatan pada umumnya merupakan dataran dengan ketinggian yang relatif rendah, sedangkan daerah Utara sekitar 14,93% dari luas Kabupaten Pandeglang merupakan dataran tinggi. Kabupaten Pandeglang memiliki gunung dengan ketinggian antara 562 meter sampai meter diatas permukaan laut. Gunung Karang merupakan gunung tertinggi di Kabupaten Pandeglang dan merupakan gunung berapi yang masih aktif. Nama gunung dan ketinggiannya dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Sedangkan kemiringan lahan pada Gambar 5 dan ketinggian wilayah pada Gambar 6. Tabel 3 Nama-nama gunung dan ketinggiannya No Nama Gunung Ketinggian (mdpl) 1 Gunung Karang Gunung Pulosari Gunung Aseupan Gunung Payung Gunung Honje Gunung Tilu 562 Sumber: BPS Kab. Pandeglang, tahun 2016

29 15 Gambar 5 Kemiringan lahan Kabupaten Pandeglang (Dokumen RTRW Kab. Pandeglang tahun ) Gambar 6 Ketinggian wilayah Kabupaten Pandeglang (Dokumen RTRW Kab. Pandeglang tahun )

30 16 Iklim dan Hidrologi Berdasarkan data BPS Kabupaten Pandeglang 2016, suhu udara di daerah pantai bisa mencapai 22 o C 32 o C, sedangkan di daerah pegunungan berkisar antara 18 o C 29 o C. Kabupaten Pandeglang memiliki curah hujan antara mm/ tahun (Gambar 7) dengan rata-rata curah hujan mm; rata-rata hari hujan 184 hari per tahun; tekanan udara rata-rata milibar. Iklim di wilayah ini dipengaruhi oleh angin muson dan gelombang La Nina atau El Nino. Musim penghujan November-Maret cuaca didominasi oleh Angin Barat (dari Samudera Hindia) yang bergabung dengan angin dari Asia yang melewati Laut Cina Selatan. Musim kemarau Juni-Agustus cuaca didominasi oleh Angin Timur yang menyebabkan Kabupaten Pandeglang mengalami kekeringan, terutama di wilayah bagian Utara, terlebih lagi bila berlangsung gejala El Nino. Gambar 7 Curah hujan Kabupaten Pandeglang (Dokumen RTRW Kab. Pandeglang tahun ) Wilayah Sungai (WS) di Kabupaten Pandeglang berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai terdiri dari 3 (tiga) WS dan 5 (lima) Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu: 1. WS Lintas Provinsi Cidanau-Ciujung-Cidurian-Cisadane-Ciliwung-Citarum meliputi DAS Cidanau dan DAS Ciujung; 2. WS Lintas Kabupaten Cibaliung-Cisawarna berada di DAS Cibaliung; dan 3. WS Lintas Kabupaten Ciliman-Cibungur meliputi DAS Ciliman dan DAS Cibungur. Wilayah Sungai yang disajikan pada Gambar 8 merupakan kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam 1 (satu) atau lebih Daerah Aliran Sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan Km 2. Sedangkan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi

31 menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 17 Gambar 8 Wilayah sungai Kabupaten Pandeglang (Dokumen RTRW Kab. Pandeglang tahun ) Selain terdapat wilayah sungai, di Kabupaten Pandeglang juga memiliki sistem jaringan irigasi. Jaringan irigasi ini bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air pada kegiatan pertanian baik. Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 390/KPTS/M/2007 tentang Penetapan Status Daerah Irigasi yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, sistem jaringan irigasi di Kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Daerah irigasi di Kabupaten Pandeglang No Daerah Irigasi Luas (Ha) 1 Daerah Irigasi Kewenangan Pemerintah a. Cibaliung b. Ciliman Daerah Irigasi Kewenangan Pemerintah Provinsi a. Cisata b. Pasir Eurih c. Cilemer Daerah Irigasi Kewenangan Pemerintah Kabupaten (terdapat 478 daerah irigasi) Jumlah Sumber: Kepmen PU Nomor 390/KPTS/M2007

32 18 Penggunanaan lahan Penggunaan lahan yang dijumpai di Kabupaten Pandeglang masih didominasi oleh penggunaan lahan yang bervegetasi seperti hutan (H), hutan rawa (HR), sawah (S dan SH), tegalan/ladang (TL), kebun/perkebunan (K), belukar/semak (B) sedangkan penggunaan lahan non vegetasi seperti permukiman (P), rumput/tanah kosong I, empang I, rawa (RW), tubuh air (TA) dan pasir pantai (AP). Luas penggunaan lahan Kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 9. Tabel 5 Luas penggunaaan lahan Tipe penggunaan lahan Kode Luas Ha % Hutan H ,18 Hutan Rawa HR 682 0,24 Sawah Irigasi S ,22 Sawah Tadah Hujan SH ,67 Tegalan/Ladang TL ,66 Kebun/Perkebunan K ,80 Belukar/Semak B ,86 Permukiman P ,06 Rumput/Tanah kosong R 294 0,11 Empang E 169 0,06 Rawa RW 205 0,07 Tubuh air TA ,48 Pasir Pantai AP ,58 Jumlah Sumber : Bappeda Kabupaten Pandeglang, 2009 Gambar 9 Penggunaan lahan Kabupaten Pandeglang

33 Lahan Sawah Luas sawah di Kabupaten Pandeglang ha yang terdiri dari ha sawah irigasi (teknis, semi teknis dan sederhana) dan ha sawah tadah hujan. Tabel 6 menunjukkan bahwa Kabupaten Pandeglang didominasi oleh jenis sawah semi teknis sebesar 66,68% dari luas sawah aktual diikuti dengan sawah tadah hujan, sawah irigasi teknis dan sawah irigasi sederhana. Persebaran lahan sawah secara spasial disajikan di Gambar 10. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sawah tadah hujan menyebar di Kabupaten Pandeglang bagian selatan, hal ini karena topografi yang berbukit hingga bergunung. Kecamatan yang dominan lahan sawah tadah hujan adalah Kecamatan Cimanggu yaitu ha sedangkan kecamatan lainnya <800 ha. Tabel 6 Luas jenis sawah Jenis Sawah Luas Ha % Irigasi Sederhana ,49 Irigasi Semi Teknis ,68 Irigasi Teknis ,83 Tadah Hujan ,01 Jumlah ,00 Sumber: Kementerian Pertanian yang telah diverifikasi PSP3 IPB (2015) 19 Gambar 10 Persebaran spasial sawah aktual Kabupaten Pandeglang (PSP3 IPB, 2015) Berdasarkan Gambar 10 lahan sawah terluas di Kabupaten Pandeglang berada di Kecamatan Cikeusik yang didominasi oleh sawah irigasi teknis (4.598 ha). Sawah di Kecamatan Cikeusik merupakan sawah yang cukup air. Hal ini

34 20 ditunjukkan dengan sebagian lahan sawah yang telah berada pada masa pengolahan dan masa penanaman walaupun sedang terjadi musim kering berkepanjangan (El- Nino). Lahan sawah di Kecamatan ini cenderung mengelompok dengan hamparan yang luas. Lahan sawah semi teknis dengan luasan >2.000 ha dijumpai di Kecamatan Angsana, Cisata, Pagelaran, Panimbang, Picung dan Sindangresmi. Lahan sawah yang berada di Kecamatan Pagelarang dan Panimbang perlu mendapat perhatian karena ancaman konversi lebih tinggi kerana berada di wilayah perkotaan. Di sisi lain sawah di kedua kecamatan tersebut berupa hambaran yang cukup luas. Lahan sawah semi teknis dengan luasan >1.000 ha sd <2.000 ha berada di Kecamatan Cimanuk, Kaduhejo dan Mandalawangi. Lahan sawah di Kecamatan Cimannuk memilik cukup sumber air yang ditunjukkan dengan sebagian dari lahan sawah masih mendapatkan suplai air sehingga dapat ditanami (Gambar 11a). Namun, di Gambar 11b tampak bahwa lahan sawah yang besebelahan dan berada di dekat saluran air memiliki kondisi yang berbeda (lahan sawah ditanami padi dan diberakan). Hal ini karenakan terbatasnya suplai air. (a) (b) Gambar 11 Kondisi sawah pada saat musim kering (27 September 2015), (a) sawah masa tanam dan (b) sawah yang bersebelahan tetapi berbeda kondisi Kondisi Sosial Wilayah Kependudukan Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk dalam kurun waktu dua tahun terakhir, penduduk Kabupaten Pandeglang pada tahun 2014 tercatat sebanyak orang, yang terdiri dari laki laki sebanyak orang dan perempuan sebanyak orang. Pada tahun 2015 jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang meningkat menjadi orang dengan komposisi penduduk lakilaki sebanyak orang dan perempuan sebanyak orang. Berdasarkan data BPS tahun 2016, rasio jenis kelamin pada tahun 2015 sebesar 104,43, jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Secara keseluruhan jumlah rumah tangga di Kabupaten Pandeglang tahun 2015 berjumlah rumah tangga dengan rata-rata 1 (satu) rumah tangga terdiri dari 4 orang anggota keluarga. Kecamatan Cikeusik memiliki jumlah terbanyak rumah tangga, sedangkan Kecamatan Koroncong memiliki jumlah rumah tangga terkecil yaitu rumah tangga. Jumlah rumah tangga berdasarkan jenis kelamin di Kabupaten Pandeglang tertera pada tabel 7 berikut.

35 21 Tabel 7 Jumlah rumah tangga dan penduduk menurut jenis kelamin per kecamatan di Kabupaten Pandeglang, tahun 2015 No Kecamatan Rumah Tangga Lakilaki Perempuan Jumlah Penduduk Rata-rata Anggota RT (Jiwa) 1 Sumur ,00 2 Cimanggu ,58 3 Cibaliung ,19 4 Cibitung ,88 5 Cikeusik ,73 6 Cigeulis ,85 7 Panimbang ,02 8 Sobang ,47 9 Munjul ,75 10 Angsana ,64 11 Sindangresmi ,72 12 Picung ,35 13 Bojong ,13 14 Saketi ,45 15 Cisata ,12 16 Pagelaran ,10 17 Patia ,80 18 Sukaresmi ,95 19 Labuan ,63 20 Carita ,03 21 Jiput ,16 22 Cikedal ,22 23 Menes ,50 24 Pulosari ,79 25 Mandalawangi ,43 26 Cimanuk ,98 27 Cipeucang ,61 28 Banjar ,58 29 Kaduhejo ,97 30 Mekarjaya ,30 31 Pandeglang ,75 32 Majasari ,14 33 Cadasari ,89 34 Karangtanjung ,85 35 Koroncong , , ,21 Sumber: BPS Kab. Pandeglang, 2016 Sebaran penduduk per kecamatan relatif tidak merata, kecamatan dengan penduduk terjarang yaitu Kecamatan Sumur dengan rata-rata sebanyak 91 jiwa/km 2, sementara wilayah yang terpadat adalah Kecamatan Labuan, yaitu

36 22 sebanyak jiwa/km2. Sedangkan rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Pandeglang adalah 435 jiwa/km2. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) Kabupaten Pandeglang berdasarkan data hasil sensus penduduk periode sebesar 2,71 persen, periode sebesar 2,15 persen, periode sebesar 2,14, periode sebesar 1,64 persen dan sebesar 1,30 persen. Menurunnya angka laju pertumbuhan penduduk marupakan salah satu wujud keberhasilan pembangunan bidang kependudukan yang salah satunya antara lain adalah program Keluarga Berencana (KB). Ketenagakerjaan Dalam kaitannya dengan aspek ekonomi, penduduk dapat digolongkan ke dalam dua macam kelompok, yaitu penduduk yang aktif secara ekonomis dan penduduk yang tidak aktif secara ekonomis. Penduduk yang aktif secara ekonomis adalah mereka yang bekerja atau punya pekerjaan sementara tidak bekerja dan mereka yang mencari pekerjaan. Kelompok ini biasa disebut sebagai angkatan kerja. Sedangkan penduduk yang tidak aktif secara ekonomis adalah mereka yang tidak termasuk dalam angkatan kerja dan disebut bukan angkatan kerja. Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun dan lebih, mereka terdiri dari penduduk Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Proporsi penduduk yang tergolong angkatan kerja dikenal sebagai Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Pada tahun 2015, dari jumlah penduduk Kabupaten Pandeglang sebanyak orang terdapat orang atau 67,96 persen merupakan Penduduk Usia Kerja (PUK). Dari jumlah tersebut orang diantaranya atau sekitar 60,44 persen merupakan angkatan kerja dan sisanya adalah penduduk bukan angkatan kerja. Proporsi pekerja terhadap Angkatan Kerja pada tahun 2015 (disajikan secara terperinci pada Tabel 8) sebesar 89,77 persen, angka ini menunjukkan besarnya kesempatan seseorang untuk memperoleh pekerjaan atau yang dikenal dengan istilah Tingkat Kesempatan Kerja (TKK). Dengan begitu, maka tingkat pengangguran di Pandeglang pada tahun 2015 mencapai 10,23 persen. Tabel 8 Penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut jenis kelamin dan klasifikasi di Kabupaten Pandeglang tahun 2015 No Klasifikasi Lakilaki Perempuan Jumlah 1 Penduduk Usia Kerja Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Bukan Angkatan Kerja Sekolah dan mengurus rumahtangga Lainnya Tingkat Pengangguran Terbuka 10,23 10,2 10,22 5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 80,07 40,08 60,44 6 Tingkat Kesempatan Kerja 89,77 89,8 89,78 Sumber: BPS Kab. Pandeglang, 2015

37 Berdasarkan lapangan pekerjaan, dari penduduk Pandeglang yang bekerja, sekitar 42,96 persen bekerja di sektor pertanian. Sektor-sektor lain yang cukup besar peranannya dalam penyerapan tenaga kerja diantaranya sektor perdagangan, hotel dan restoran (16,47 persen), jasa-jasa (15,79 persen) dan industri pengolahan (7,41 persen). Jumlah tenaga kerja menurut lapangan usaha tahun 2015 disajikan pada tabel 9. Tabel 9 Persentase penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama di Kabupaten Pandegang tahun 2015 No Lapangan pekerjaan utama Jumlah Persentase (%) 1 Pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan ,96 perikanan 2 Indstri ,41 3 Perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi ,47 4 Jasa kemasyarakatan sosial dan perorangan ,79 5 Lainnya ,37 Jumlah ,00 Sumber: BPS Kab. Pandeglang, 2016 Kondisi Ekonomi Wilayah Pada tahun 2015, nilai PDRB Pandeglang mencapai sekitar ,96 milyar rupiah, nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar 11,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan harga konstan 2015, nilai PDRB Pandeglang mencapai ,18 milyar rupiah atau meningkat 5,97 persen dari tahun sebelumnya. Hampir seluruh sektor ekonomi pada PDRB Pandeglang pada tahun 2015 tumbuh, bila diurutkan dari yang tertinggi ke terendah, maka pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh sektor penyedia akomodasi dan makan minum, yaitu sebesar 9,18 persen. Diikuti oleh sektor pertanian sebesar 7,55 persen dan sector administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib sebesar 7,18 persen. Pada tahun 2015, PDRB perkapita atas dasar harga berlaku Pandeglang sebesar 16,97 juta rupiah atau meningkat 10,84 persen disbanding tahun sebelumnya. Nilai PDRB perkapita atas dasar harga berlaku cenderung menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun Karena adanya pengaruh kenaikan harga (inflasi). Sedangkan berdasarkan harga konstan, PDRB perkapita Pandeglang sebesar 13,40 juta rupiah atau meningkat 5,39 persen dibanding tahun Persiapan Data Tipologi wilayah Cluster analysis menghasilkan tiga tipologi yaitu tipologi 1, 2 dan 3. Tipologi 1 terkonsentrasi di bagian tengah Kabupaten Pandeglang, sedangkan tipologi 2 terdistribusi di bagian utara dan salah satu kecamatan di bagian tengah (Kecamatan Munjul). Tipologi 3 terdistribusi di bagian selatan dan utara Kabupaten Pandeglang. Kelompok kecamatan yang berada dalam satu hamparan adalah tipologi 1 (bagian tengah), sedangkan tipologi 2 dan tipologi 3, agak sedikit acak. Tipologi wilayah

38 24 (cluster analysis) kecamatan berdasarkan jenis sawah di Kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Gambar 12. Tree Diagram for 35 Cases Ward`s method Euclidean distances Angsana Picung Sindangresmi Fatia Pagelaran Sukaresmi Sobang Panimbang Banjar Karang Tanjung Mekarjaya Bojong Majasari Cipeucang Cisata Koroncong Pandeglang Labuan Cadasari Munjul Cimanuk Kaduhejo Mandalawangi Carita Sumur Cibaliung Cigeulis Cimanggu Cibitung Menes Cikedal Saketi Pulosari Jiput Cikeusik Tipologi 1 Tipologi 2 Tipologi Linkage Distance Gambar 12 Tipologi wilayah (cluster analysis) kecamatan berdasarkan jenis sawah di Kabupaten Pandeglang (PSP3 IPB, 2015) Dari pengelompokkan tipologi tersebut dipilih 6 kecamatan sampel (Tabel 10). Sampel kecamatan dari tipologi 1 adalah Kecamatan Panimbang dan Sindang Resmi. Sampel dari tipologi 2 adalah Cimanuk, Sedangkan sampel dari tipologi 3 adalah Sumur, Cimanggu, dan Cikeusik. Sampel yang dipilih mewakili karakteristik yang berbeda-beda, yaitu sawah di Kecamatan Cikeusik (irigasi teknis), sawah di Panimbang, Sindangresmi, dan Cimanuk (semi teknis), sawah di Kecamatan Panimbang dan Cimanggu (tadah hujan), serta sawah di Kecamatan Sumur (irigasi sederhana). Pertimbangan lainnya adalah kecamatan-kecamatan yang akan dimungkinkan adanya perkembangan yang cukup pesat dengan adanya rencana pembangunan tol dan bandara (seperti Kecamatan Panimbang) serta kecamatan yang diindikasikan sawahnya berada di kawasan konservasi (Taman Nasional), seperti Kecamatan Sumur. Sebaran spasial tipologi kecamatan disajikan pada Gambar 13.

39 25 Tabel 10 Pengelompokkan tipologi dan kecamatan sampel No Tipologi Kecamatan sampel 1 1 Sindangresmi dan Panimbang Kecamatan yang diwakili Angsana, Picung, Sindangresmi, Fatia, Pagelaran, Sukaresmi, Sobang, dan Panimbang 2 2 Cimanuk Banjar, Karang Tanjung, Mekarjaya, Bojong, Majasari, Cipeucang, Cisata, Koroncong, Pandeglang, Labuan, Cadasari, Munjul, Cimanuk, Kaduhejo, dan Mandalawangi 3 3 Sumur, Cimanggu dan Cikeusik Carita, Sumur, Cibaliung, Cigeulis, Cimanggu, Cibitung, Menes, Cikedal, Saketi, Pulosari, Jiput, dan Cikeusik Gambar 13 Sebaran spasial tipologi kecamatan (PSP3 IPB, 2015) Kesesuaian fisik padi sawah Kelas kesesuaian fisik lahan yang terdapat di Kabupaten Pandeglang S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marjinal) dan tidak sesuai (N1 dan N2), namun yang dominan adalah S2 yaitu sebesar 52,85%. Kelas kesesuaian lahan S3, N1 dan N2 dengan persentase luasan masing-masing 24,35%, 20,44% dan 2,36%. Dilihat dari data tersebut, Kabupaten Pandeglang memiliki potensi untuk pengembangan lahan sawah. Persebaran kelas kesesuian fisik lahan untuk sawah di Kabupaten Pandeglang disajikan pada Gambar 14.

40 26 Gambar 14 Kesesuaian fisik lahan padi sawah Kabupaten Pandeglang (PSP3 IPB, 2015) Tabel 11 menunjukkan bahwa lahan sawah aktual di Kabupaten Pandeglang berada pada kelas kesesuaian lahan S2 seluas ha (79,77%) dan S3 seluas ha (11,94 %), sedangkan lahan sawah yang berada pada N relatif kecil yaitu 8,28 % dari sawah aktual. Tabel 11 Luas lahan sawah aktual menurut kesesuaian lahan padi sawah Luas sawah (ha) Kesesuaian Irigasi Irigasi Semi Irigasi Tadah Jumlah Persentase (%) Sederhana Teknis Teknis Hujan S ,77 S ,94 N ,33 N ,96 Jumlah ,00 Hirarki infrastruktur pertanian Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang menunjukkan bahwa jumlah unit penggilingan padi terbanyak adalah di Kecamatan Cikeusik (69 unit), kemudian diikuti Sukaresmi (55 unit), dan Cimanggu (46 unit). Sementara itu, untuk RMU (Rice Milling Unit) terbanyak di Kecamatan Angsana (81 unit), kemudian Sobang (70 unit), dan Cimanuk (69 unit). Hasil perhitungan menunjukan adanya hirarki infrastruktur pertanian 1, 2 dan 3. Jumlah penggilingan padi, dan RMU serta data lainnya yang menunjang disajikan pada Tabel 12, sedangkan sebaran spasial penggilingan padi, RMU dan indeks pertanaman disajikan pada Gambar 15, 16 dan 17.

41 27 Tabel 12 Jumlah penggilingan padi, Rice Milling Unit, Indeks Pertamanan dan kebutuhan benih per masing-masing kecamatan No Kecamatan Luas Sawah (ha) Penggilingan (unit) Rice milling unit (unit) IP Tahun 2014 Kebutuhan benih (kg) 1 Sumur , Cimanggu , Cibaliung , Cibitung , Cikeusik , Cigeulis , Panimbang , Sobang , Munjul , Angsana , Sindangresmi , Bojong , Picung , Saketi , Cisata , Pagelaran , Patia , Sukaresmi , Labuan , Carita , Jiput , Cikedal , Menes , Pulosari , Mandalawangi , Cimanuk , Cipeucang , Banjar , Kaduhejo , Mekarjaya , Pandeglang , Majasari , Cadasari , Karang tanjung , Koroncong , Kab Pandeglang Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang (2014)

42 28 Gambar 15 Sebaran jumlah usaha penggilingan padi Kabupaten Pandeglang (PSP3 IPB, 2015) Gambar 16 Sebaran jumlah usaha Rice Milling Unit (RMU) Kabupaten Pandeglang (PSP3 IPB, 2015) Gambar 17 Sebaran indeks pertanaman Kabupaten Pandeglang (PSP3 IPB, 2015)

43 Indeks pertanaman (IP) di wilayah Kabupaten Pandeglang (Gambar 17) berkisar antara 0,1-3,5. IP terbesar terdapat di bagian utara Kabupaten Pandeglang, tepatnya di Kecamatan Cimanuk dan Pandeglang. Sementara itu, IP terkecil terdapat di Kecamatan Sobang, Menes dan Majasari. Sesuai konsep diatas, kecamatan yang berhirarki 1, memiliki jumlah dan jenis fasilitas serta aktivitas pertanian yang lebih banyak dibandingkan hirarki 2 dan 3, dan berlaku sama untuk hirarki 2 dan 3. Oleh karena itu, kecamatan yang memiliki hirarki 1 menjadi prioritas utama dalam menentukan perlindungan lahan sawah yang berada di dalam batas administrasi kecamatan tersebut. Artinya apabila kecamatan A berhirarki 1, maka lahan sawah yang berada di kecamatan A menjadi prioritas utama untuk ditetapkan menjadi LP2B, kemudian kecamatan yang berhirarki 2, menjadi prioritas berikutnya dan seterusnya. 29 Gambar 18 Hirarki infrastruktur pertanian Kabupaten Pandeglang (PSP3 IPB, 2015) Gambar 18 menunjukkan gambaran infrastruktur pertanian yang memiliki hirarki yang sama, baik hirarki 1, 2, dan 3. Kecamatan yang berhirarki 1 antara lain Kecamatan Angsana, Sukaresmi, Kaduhejo, Pagelaran, dan Sobang, sedangkan kecamatan yang berhirarki 2 adalah Kecamatan Sumur, Panimbang, Sindangresmi, Banjar Cibaliung, Picung, Cigeulis, Cimanuk, dan Munjul. Sementara itu, kecamatan yang berhirarki 3 adalah Kecamatan Cimanggu, Cipeucang, Patia, Cisata, Jiput, Saketi, Cibitung, Carita, Bojong, Pandeglang, Majasari, Cikeusik, Cadasari, Cikedal, Menes, Labuan, Mekarjaya, Pulosari, Koroncong, Mandalawangi, dan Karang Tanjung. Hirarki kecamatan ini tentunya dapat memberikan gambaran kecamatan yang memiliki sarana/prasarana, fasilitas dan aktivitas yang memadai (lebih banyak) sampai yang paling sedikit (hirarki 3). Usahatani Struktur Biaya dan Penerimaan Usahatani Padi Struktur usahatani menjadi faktor penting yang menggambarkan struktur biaya yang harus dikeluarkan petani untuk setiap lahan yang diusahakannya.

44 30 Struktur biaya dan penerimaan yang merupakan fungsi dari produktifitas, ongkos transportasi dan kebijakan harga merupakan aspek penting yang dipertimbangkan petani untuk memutuskan penggunaan bidang lahannya. Untuk dapat diperbandingkan antar lokasi biaya dihitung dalam satuan per hektar lahan untuk satu kali musim tanam. Struktur biaya usahatani padi di Kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 Struktur biaya usahatani padi di Kabupaten Pandeglang (PSP3 IPB, 2015) Biaya terbesar dalam usahatani padi adalah biaya tenaga kerja yang menyerap biaya sebesar 56%. Kemudian diikuti dengan pupuk sebesar 31%, bibit 8%, dan pestisida 5%. Struktur biaya dan penerimaan usahatani per hektar lahan merupakan fungsi dari berbagai biaya yang harus dikeluarkan petani di berbagai lokasi. Jika seluruh kondisi wilayah relatif sama, hambatan dan satuan harga sama, maka idealnya struktur ongkos akan sama antar lokasi. Namun demikian, hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa hambatan yang harus dihadapi petani cenderung berbeda terkait dengan kondisi lahan (kualitas dan luas pemilikan) dan berbagai satuan harga komponen usahatani yang juga beragam. Perbedaan tersebut tergambar pada ilustrasi perbandingan pola usahatani di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten Pandeglang yang tersaji pada Gambar 20. Rata-rata Rp Gambar 20 Perbandingan usahatani di setiap kecamatan sampel (PSP3 IPB, 2015)

45 Gambar tersebut menunjukkan bahwa secara umum rata-rata ongkos usahatani padi per hektar lahan per musim sebesar Rp Dengan membandingkan nilai tersebut sebagai referensi, wilayah kecamatan yang menghasilkan total biaya lebih besar dari rataan Kabupaten Pandeglang adalah Kecamatan Sindang Resmi yaitu sebesar Rp , kemudian Kecamatan Cimanuk sebesar Rp dan Kecamatan Sumur sebesar Rp Sebaliknya wilayah kecamatan dengan total ongkos per hektar terkecil adalah Kecamatan Cimanggu yaitu sebesar Rp Selanjutnya untuk dapat memahami perbedaan total ongkos usahatani padi per hektar di setiap lokasi tersebut disajikan Tabel 13. Sementara itu, struktur biaya usahatani per hektar lahan berdasarkan klaster disajikan pada Tabel 14. Tabel 13 Struktur biaya usahatani per hektar lahan di kecamatan sampel Variabel Cikeusik Cimanggu Cimanuk Panimbang Sindang Resmi Sumur 1. Bibit 8% 7% 6% 9% 11% 8% 2. Pupuk 26% 21% 22% 67% 19% 24% 3. Pestisida 10% - 1% 5% 6% 5% 4. Tenaga Kerja 56% 55% 70% 19% 64% 64% Sumber: Hasil kajian PSP3 IPB, 2015 Tabel 14 Struktur biaya usahatani per hektar lahan berdasarkan kluster Variabel Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3 1. Bibit 10% 6% 8% 2. Pupuk 43% 22% 24% 3. Pestisida 6% 1% 5% 4. Tenaga Kerja 42% 70% 58% 5. Rata-rata luas (ha) 0,90 0,70 1,12 6. Biaya per hektar per musim (Rp) Sumber: Hasil kajian PSP3 IPB, 2015 Tabel 14 menunjukkan bahwa struktur biaya usahatani rata-rata di setiap wilayah kecamatan cenderung berbeda. Petani mengelola usahatani padi dengan satuan biaya usaha yang sangat bervariasi. Banyaknya bibit yang digunakan petani per hektar bervariasi walaupun jenis varietas yang ditanam cenderung sama, yaitu Ciherang. Pupuk yang digunakan juga cenderung berbeda beda baik jenis maupun dosisnya. Disamping itu, hama yang menyerang dan tingkat serangannya juga berbeda antar lokasi. Respon petani untuk menangani permasalahan hama tersebut juga bervariasi. Selanjutnya ongkos tenaga kerja untuk satu hektar lahan juga cenderung berbeda. Karena ongkos dihitung dari curahan waktu yang dialokasikan petani untuk mengolah lahannya, disamping berbagai aspek yang telah diuraikan sebelumnya terkait perbedaan ongkos tenaga kerja antar lokasi, curahan waktu juga menjadi pembeda ongkos antar wilayah. R/C Usahatani di Kabupaten Pandeglang Rasio biaya dan manfaat ini diperoleh dari keuntungan yang merupakan selisih antara total penerimaan dengan ongkos usahatani yang dikeluarkan dalam melakukan usahatani selama satu tahun. R/C rasio dihitung tanpa 31

46 32 mempertimbangkan suku bunga, sehingga tidak mempertimbangkan diskonto suku bunga, karena umur usahatani padi hanya 3-4 bulan. Petani di Kabupaten Pandeglang pada umumnya menggunakan tabungan pribadi sebagai sumber pemodalan dalan berusahatani. Gambar 21 menunjukkan R/C usahatani di Kabupaten Pandeglang berdasarkan kecamatan. Nilai R/C ini dapat dijadikan sebagai indikator untuk membandingkan dan mempertimbangkan berbagai kebijakan lahan pangan di setiap wilayah kecamatan. Gambar 21 R/C rasio usahatani di Kabupaten Pandeglang berdasarkan kecamatan (PSP3 IPB, 2015) Kecamatan Cikeusik, Cimanggu, Cimanuk, Panimbang, Sindang Resmi, dan Sumur memiliki nilai R/C>1, yaitu pada interval 1-4. Kondisi ini menggambarkan bahwa usahatani di enam kecamatan tersebut sangat menguntungkan sebesar satu sampai empat kali lipat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lahan pertanian di enam kecamatan tersebut sangat berpotensi dan layak untuk dikembangkan usahatani/budidaya pertanian, sebab rata-rata total penerimaan usahatani lebih besar daripada rata-rata total pengeluarannya. Adapun nilai R/C tertinggi usahatani berada di Kecamatan Cikeusik, yaitu 4,2 dan nilai R/C terendah adalah Kecamatan Panimbang sebesar 1,4. Tingkat ketergantungan petani terhadap lahan sawah Tingkat ketergantungan petani terhadap lahan sawah (Gambar 22) menunjukkan sejauh mana lahan sawah dijadikan sumber mata pencaharian utama bagi petani. Hasil kajian PSP3 IPB menunjukkan kecamatan dengan ketergantungan tertinggi adalah Sindang Resmi dan Cimanggu (100%), diikuti Cimanuk (96,6%), Panimbang dan Sumur (93,3%), sedangkan ketergantungan terkecil adalah Kecamatan Cikeusik (86,6%). Total responden dari penelitian PSP3 IPB berjumlah 180 responden (di 6 kecamatan sampel) dengan pembagian 30 petani di masing-masing kecamatan. Namun secara keseluruhan, ketergantungan petani terhadap lahan sawah relatif tinggi >85% (Tabel 15).

47 33 Tabel 15 Tingkat ketergantungan petani terhadap sawah di kecamatan sempel No Tipologi Kecamatan Ketergantungan (%) Persentase (%) Ketergantungan 1 Sindang Resmi Panimbang 28 93,33 Subtotal 58 96, Cimanuk 29 96,67 Subtotal 29 96,67 4 Sumur 28 93, Cimanggu Cikeusik 26 86,67 Subtotal 84 93,33 Total ,00 Gambar 22 Tingkat ketergantungan petani terhadap sawah di Kabupaten Pandeglang (PSP3 IPB, 2015) Kebijakan pembangunan khusus pemerintah daerah terkait lahan sawah Pencarian kebijakan terkait sawah merupakan identifikasi kebijakan terkait potensi pengurangan terhadap luasan lahan sawah. Kebijakan ini akan diaplikasikan dalam proses perlindungan lahan sawah. Kebijakan pemerintah daerah yang mempengaruhi lahan sawah yaitu pola ruang dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten yakni kawasan perkotaan, sawah, perkebunan, hutan produksi, hutan lindung, sempadan pantai dan cagar alam. Rencana pembangunan bandara yang akan dibangun berada di tengah kabupaten tepatnya di Kecamatan Panimbang. Rencana investasi industri di Kecamatan Bojong, Cipeucang, Saketi, Cigeulis, Panimbang, Cikeusik, Cadasari, Koroncong, Karang Tanjung, Labuan, Pagelaran, Cadasari, Koroncong, Sukaresmi, Cimanggu dan Sumur. Sementara buffer 50 meter

48 34 dari kanan-kiri jalan yang terdiri dari jalan tol, jalan nasional, jalan kolektor dan jalan lokal yang menyebar di seluruh kabupaten. Kebijakan pembangunan khusus pemerintah daerah terkait lahan sawah disajikan pada Gambar 23 dan Tabel 16, sedangkan Rencana Pola Ruang Kabupaten Pandeglang disajikan pada Gambar 24. Gambar 23 Kebijakan pembangunan khusus pemerintah daerah terkait lahan sawah (PSP3 IPB, 2015) Gambar 24 Rencana pola ruang Kabupaten Pandeglang tahun (Dokumen RTRW Kab. Pandeglang tahun )

49 35 Tabel 16 Rencana lokasi investasi pemerintah daerah No Rencana Investasi Kecamatan Luas (ha) Total (ha) 1 Bojong 1 Bojong 57,82 387,70 Cipeucang 329,88 2 Bojong 2 Bojong 384,85 397,71 Saketi 12,86 3 Cigeulis 1 Cigeulis 401,55 401,55 4 Cigeulis 2 Cigeulis 101,84 395,25 Panimbang 293,41 5 Cikeusik 1 Cikeusik 396,70 396,70 6 Cikeusik 2 Cikeusik 396,22 396,22 7 Cikeusik 3 Cikeusik 387,90 387,90 8 Cikeusik 4 Cikeusik 265,27 265,27 9 Koroncong 1 Cadasari 221,58 359,09 Koroncong 137,51 10 Koroncong 2 Karang Tanjung 321,29 396,68 Koroncong 75,40 11 Labuan Labuan 187,83 211,04 Pagelaran 23,21 12 Pabrik AMDK 1 Cadasari 6,17 6,17 13 Pabrik AMDK 2 Koroncong 5,57 5,57 14 Pagelaran Labuan 10,07 399,08 Pagelaran 389,02 15 Sukaresmi Pagelaran 405,18 406,49 Sukaresmi 1,32 16 Sumur Cimanggu 192,59 399,51 Sumur 206,92 Total 5.211,93 Sumber: Hasil kajian PSP3 IPB, 2015

50 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan dua metode penetapan prioritas perlindungan lahan sawah Prioritas perlindungan lahan sawah berdasarkan metode rasional Prioritas perlindungan lahan sawah menggunakan metode rasional (Gambar 25) menunjukkan bahwa sawah prioritas 1 menyebar di tengah, utara dan selatan Kabupaten Pandeglang. Hal ini menunjukkan bahwa sawah menyebar merata di seluruh kabupaten, yang dikarenakan kesesuaian fisik lahan padi sawah mendominasi S2 (sesuai), S3 (cukup sesuai) dan sisanya N (tidak sesuai) yang relatif kecil. Penyebab lainnya, metode rasional menggunakan proses penyeleksian berdasarkan tahapan 1 dan tahapan 2. Pada tahap 1 kesesuaian fisik lahan berpengaruh penting dalam penetapan prioritas perlindungan apabila dibandingkan dengan hirarki infrastruktur, sarana dan prasarana, serta analisis usaha tani yang tidak berpengaruh nyata dalam penentuan prioritas 1. Perlindungan lahan sawah dengan metode rasional per kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 25 Persebaran spasial prioritas perlindungan lahan sawah berdasarkan metode rasional Prioritas perlindungan lahan sawah metode AMK Hasil analisis AHP menunjukkan tingkat pengaruh masing-masing kriteria terhadap penentu prioritas perlindungan lahan sawah yang ditunjukkan dalam bentuk bobot. Berdasarkan hasil analisis AHP untuk prioritas perlindungan lahan sawah yang dapat dilihat pada Tabel 17, kriteria kesesuaian fisik lahan memiliki bobot tertinggi (30,2%) dibandingkan dengan kriteria lain. Kriteria kedua yang memiliki bobot tertinggi adalah usaha tani (22,2%), selanjutnya hirarki infrastruktur pertanian (18,9%), kebijakan khusus daerah (16,3%) dan yang terendah adalah ketergantungan petani (12,4%).

51 Tingginya nilai bobot kesesuaian fisik lahan menunjukkan bahwa semakin sesuai lahan untuk sawah maka semakin tinggi keinginan untuk melindungi karena mencari lahan yang sesuai untuk sawah sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan produksi yang tinggi. Hal ini tidak terlepas dari aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan sawah, terlihat dari aspek ekonomi yakni bobot usaha tani diurutan kedua menandakan bahwa selagi sawah menguntungkan maka keinginan untuk mempertahankannya semakin tinggi. Sedangkan kebijakan khusus pemerintah daerah memiliki bobot terendah menunjukkan bahwa tidak selalu rencana pembangunan bisa menekan keberadaan lahan sawah melihat tingkat kesadaran stakeholder yang ingin melindungi sawah sebanyak banyaknya, karena Pandeglang sudah ditetapkan menjadi lumbung pangan Provinsi Banten. Tabel 17 Bobot dan skor penentuan prioritas perlindungan lahan sawah 37 No Bobot Kriteria/Bobot*) (%) Kesesuaian Fisik Lahan 30,2 Usahatani BCRasio 22,2 Ketergantungan Petani 12,4 Hirarki Infrastruktur 18,9 Kebijakan Khusus Daerah 16,3 Indikator Skor CR S2 5 S3 3 0,06 N1 dan N , Ketergantungan Tinggi 5 Ketergantungan Rendah 1 0,001 Hirarki 1 5 Hirarki 2 3 0,094 Hirarki 3 1 Pola ruang Kebijakan khusus daerah Sawah Buffer 50m Kolektor 5 Lainnya Buffer 50m Lokal 4 Perkebunan Buffer 50m Nasional 3 Hutan Produksi Buffer 50m Toll 2 0,025 Cagar Alam, Kawasan Rencana Investasi lindung dan Kawasan dan Rencana 1 Perkotaan Bandara Hasil prioritas perlindungan lahan sawah menggunakan metode AMK yang telah diintegrasikan ke dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dapat dilihat pada Gambar 26, menunjukkan bahwa lahan sawah prioritas 1 terkelompok di tengah Kabupaten Pandeglang, dimana fokus perlindungan sawah terpusat di tengah walaupun menjadi rencana bandara dan kawasan perkotaan. Hal ini dikarenakan oleh kriteria kebijakan khusus pemerintah daerah yang pada metode rasional mempunyai peran penting di tahap 2 memiliki bobot yang rendah pada metode AMK. Daerah selatan kabupaten yang pada metode rasional merupakan prioritas 1 merupakan prioritas 3 pada metode AMK disebabkan hirarki infrastruktur pertaniannya berada pada hirarki 3 membuat skornya menjadi kecil. Sedangkan untuk daerah utara, penyebab prioritas lahan sawahnya rendah dikarenakan beberapa sebab, yakni ada yang berada pada hirarki 3 infrastruktur pertanian dan pada kesesuaian fisik lahan N (Tidak sesuai). Hasil perbandingan

52 38 luasan sawah prioritas kedua dapat dilihat pada Tabel 18 dan Grafik perbandingannya terdapat pada Gambar 27. Prioritas perlindungan lahan sawah dengan metode AMK per kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 4. Gambar 26 Persebaran spasial prioritas perlindungan lahan sawah berdasarkan metode AMK Tabel 18 Perbandingan luas sawah prioritas kedua metode Prioritas Perlindungan Metode Rasional (Ha) Arahan Metode AMK (Ha) Arahan Prioritas ,7 LP2B 9.840,6 LP2B Prioritas ,5 (33.051,2) ,1 (22.612,7) Prioritas ,7 LCP2B ,5 LCP2B Prioritas ,2 Dikembalikan 9.511,9 dikembalikan Gambar 27 Grafik perbandingan luasan sawah prioritas kedua metode

53 39 Penilaian metode penetapan prioritas perlindungan lahan sawah Penentuan arahan dalam menetapkan priotitas perlindungan lahan sawah menjadi poin kunci dalam penelitian ini, melihat sejauh mana perbedaan metode penentuan prioritas perlindungan lahan sawah, guna melihat metode mana yang lebih baik maka digunakan beberapa indikator, yakni luas prioritas dan jenis lahan sawah yang dilindungi, persebaran spasial lahan sawah, banyaknya kelompok tani yang terkena dampak, kemandirian kecamatan dalam memeuhi kebutuhan beras daerahnya (neraca beras) serta kemudahan dalam pengimplementasiannya, dilihat dari isu insentif dan perencanaan ruang. Luasan dan jenis sawah Luasan lahan sawah prioritas 1, 2 dan 3 dipertimbangkan dalam memilih metode yang paling baik. Banyaknya lahan sawah yang dilindungi mempunyai implikasi baik langsung dan tidak langsung, sedangkan jenis lahan sawah (irigasi dan non irigasi) menentukan indeks pertanaman dan produktivitas sehingga mempengaruhi total produksi beras. Perbandingan masing-masing metode perlindungan terhadap jenis lahan sawah dapat dilihat pada Gambar 28. Gambar 28 Jenis lahan sawah yang dilindungi masing-masing metode Perbandingan jenis sawah yang dilindungi dari kedua metode di atas menunjukkan metode yang paling banyak mengakomodasi sawah untuk dilindungi (P1, P2 dan P3) yakni metode rasional (Tabel 19) seluas ha dengan komposisi ha irigasi dan ha non irigasi. Metode AMK (Tabel 20) hanya mampu melindungi sawah seluas ha dengan komposisi ha irigasi dan ha non irigasi. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin luas sawah irigasi semakin tinggi produksi, karena lahan sawah irigasi memiliki indeks pertanaman yang lebih tinggi dan produktivitasnya lebih tinggi. Kabupaten Pandeglang diperuntukkan sebagai lumbung pangan Provinsi Banten, maka pemerintah daerah harus lebih banyak melindungi lahan sawah irigasinya.

54 40 Tabel 19 Prioritas perlindungan terhadap jenis sawah dengan metode rasional Jenis Sawah Prioritas P1 P2 P3 P4 Total Irigasi Sederhana 1.576,0 122, ,7 101, ,7 Irigasi Semi Teknis ,9 385, , , ,8 Irigasi Teknis 4.479,4 71,4 51, ,3 Tadah Hujan 3.987,4 709, ,2 143, ,3 Total ,7 1217, , , ,1 Tabel 20 Prioritas perlindungan terhadap jenis sawah dengan metode AMK Jenis Sawah Prioritas P1 P2 P3 P4 Total Irigasi Sederhana 799,5 832, , ,7 Irigasi Semi Teknis 9.840, , , , ,8 Irigasi Teknis 4, ,7 36, ,3 Tadah Hujan 812, , , ,3 Total 9.840, , , , ,1 Persebaran sawah Persebaran lahan sawah melihat perbandingan lahan sawah aktual dengan kedua metode yang digunakan, pengurangan lahan sawah terjadi pada masingmasing metode yakni metode rasional berkurang ha (6,8 %) dan metode AMK berkurang ha (20,3 %). Metode rasional lahan sawah masih menyebar di seluruh kabupaten, sedangkan metode AMK lahan sawah yang dilindungi terpusat di tengah kabupaten dan banyak berkurang di sebelah utara kabupaten. Hal ini berdampak pada distribusi beras, kecamatan yang tidak memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan berasnya sendiri maka akan mengimpor beras dari kecamatan sekitarnya, semakin jauh dari sumber produksi beras maka biaya untuk distribusi semakin besar. Persebaran luas dan jenis lahan sawah per kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 5. Lahan sawah yang dikelola kelompok tani Kabupaten Pandeglang memiliki 339 desa dengan jumlah kelompok tani dengan rata-rata kelompok tani per desa sebanyak 76 kelompok tani. Berdasarkan luas lahan sawah aktual rata-rata kelompok tani mengelola lahan sawah seluas 16 ha, metode rasional menunjukkan kelompok tani mengelola lahan sawah turun menjadi 15 ha dan metode AMK menunjukkan kelompok tani mengelola lahan sawah turun menjadi 12,1 ha. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak luas sawah berkurang maka semakin berkurang juga lahan yang dikelola petani. Dilihat dari tingkat ketergantungan petani terhadap lahan sawah di Kabupaten Pandeglang maka banyak petani yang akan kehilangan mata pencariannya. Hal ini mempengaruhi perekonomian keluarga petani, karena tidak mudah bagi petani untuk berpindah ke mata pencarian lain jika tidak memiliki kemampuan lain selain bertani.

55 Perbandingan kelompok tani ini dihitung berdasarkan pada jumlah kelompok tani (Data Dinas Peternakan dan Pertanian Kab Pandeglang 2016) dan luas lahan sawah (hasil analisis) berdasarkan kondisi aktual dibandingkan dengan metode rasional dan metode AMK per kecamatan disajikan pada Lampiran 6. Neraca kemandirian pangan Neraca kemandirian pangan melihat kemampuan kecamatan dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Neraca pangan ini dihitung berdasarkan pada ketersediaan beras dan konsumsi beras dalam waktu setahun, dimana kemandirian pangan sawah aktual dibandingkan dengan penetapan prioritas perlindungan lahan sawah metode rasional dan metode AMK yang masing-masing disajikan pada Lampiran 7, Lampiran 8 dan Lampiran 9. Kemandirian pangan sawah aktual surplus ton dibandingkan dengan penetapan prioritas perlindungan lahan sawah metode rasional surplus ton dan metode AHP surplus Meskipun masih sama-sama surplus, metode AHP akan memiliki 18 kecamatan berstatus defisit (minus) sedangkan metode rasional sama dengan sawah aktual yakni 12 kecamatan berstatus minus. Status neraca beras sawah aktual, metode rasional dan metode AMK disajikan pada Gambar 29, 30 dan Gambar 29 Status neraca beras sawah aktual

56 42 Gambar 30 Status neraca beras metode rasional Gambar 31 Status neraca beras metode AMK Kemudahan Pengimplementasian Insentif Sawah aktual direncanakan menjadi daerah non sawah, seperti: kawasan perkotaan, perkebunan, rencana investasi industri kecamatan, rencana bandara dan pembangunan jalan mempunyai beberapa implikasi diantaranya 1) pajak naik yang akan membebani dan menyulitkan pemilik sawah, 2) kehilangan insentif pertanian yang selama ini diperoleh seperti pupuk, benih dan lainnya. Penetapan sawah ke non sawah membutuhkan waktu yang relatif lama sedangkan penghentian program bantuan bisa cepat terjadi maka semakin membebani petani yang lahannya masih sawah tetapi tidak mendapatkan program bantuan. Status kemandirian pangan Kabupaten Pandeglang surplus tetapi beberapa kecamatan defisit pangan,

57 sedangkan secara umum Kabupaten Pandeglang diarahkan menjadi wilayah yang berorientasi ketahanan pangan. Melihat dampak sosial ekonomi jika perubahan lahan sawah ke non sawah, membuat berubahnya profesi petani, tidak mudah bagi penduduk yang berumur dan tidak ada keahlian lain, maka perlu program penyiapan profesi baru, jika tidak timbul masalah sosial yang baru. Wilayah yang berada pada prioritas tinggi untuk dilindungi harus disiapkan permintaan insentifnya. Berdasarakan penilaian di atas metode rasional lebih diuntungkan dibandingkan dengan metode AMK. Jika melihat kemudahan pemerintah dalam menjalankannya maka metode AMK dinilai lebih mudah dijalankan. Perencanaan ruang Permasalahan prioritas perlindungan lahan sawah jika dibandingkan dengan rencana pola ruang Kabupaten Pandeglang tahun menjadi isu yang menarik terkait kemudahan dalam pengimplementasian perlindungan lahan sawah. Pemerintah daerah tidak bisa menetapkan sawah aktual yang berada di kawasan lindung seperti cagar alam (2,0%), hutan lindung (3,6%), dan sempadan pantai (0,1%) agar tetap dipertahankan menjadi sawah. Disisi lain, pemerintah daerah juga memerlukan usaha lebih untuk mengeluarkan sawah aktual dari kawasan tersebut. Sawah aktual yang berada pada rencana kawasan budidaya seperti hutan produksi (6,6%), kawasan perkotaan (17,5%) dan pekebunan (28,8%) pemerintah daerah juga tidak mudah untuk mempertahankannya sebagai sawah. Kembali kepada misi pemerintah daerah Kabupaten Pandeglang yang ingin melindungi lahan sawah seluas luasnya maka peruntukan pola ruang untuk sawah lebih didahulukan dibandingkan peruntukan ruang lainnya. Berdasarkan permasalahan diatas, jika melihat perbandingan tumpang tindih pola ruang dengan prioritas perlindungan lahan sawah metode rasional yang disajikan pada Tabel 21, dimana sawah prioritas 1 dan 2 terdapat di peruntukan sawah (39,2%), perkebunan (25,2%) dan hutan produksi (6,2%). Sedangkan dengan metode AMK yang disajikan pada Tabel 22 memiliki sawah prioritas 1 dan 2 yang tersebar di peruntukan sawah (30,9%), perkebunan (22,5%) dan kawasan perkotaan (14%) yang akan lebih sulit mempertahankannya akibat tekanan kawasan perkotaan. Berbicara kombinasi semua ini, metode yang paling mudah dijalankan pemerintah daerah untuk melindungi lahan sawahnya adalah metode rasional. Tabel 21 Overlay pola ruang dengan metode rasional Pola Ruang Sawah (%) P1 P2 P3 P4 Total Cagar Alam 2,0 0,0 2,0 Hutan Lindung 3,6 0,0 3,6 Hutan Produksi 5,0 1,2 0,3 0,0 6,6 Kawasan Perkotaan 12,3 5,2 17,5 Perkebunan 23,8 1,4 3,1 0,6 28,8 Sawah 39,2 1,2 1,0 41,4 Sempadan Pantai 0,1 0,0 0,1 Total 68,0 2,6 22,7 6,8 100,0 43

58 44 Tabel 22 Overlay pola ruang dengan metode AMK Pola Ruang Sawah (%) P1 P2 P3 P4 Total Cagar Alam 0,4 1,0 0,7 2,0 Hutan Lindung 0,5 1,5 1,5 3,6 Hutan Produksi 2,5 2,9 0,9 0,3 6,6 Kawasan Perkotaan 13,4 0,6 2,5 1,0 17,5 Perkebunan 11,8 10,7 3,0 3,4 28,8 Sawah 9,8 21,1 6,4 4,0 41,4 Sempadan Pantai 0,0 0,1 0,0 0,0 0,1 Total 37,5 36,3 15,3 10,9 100,0 Implikasi dan rekomendasi terhadap usulan revisi perencanaan ruang Revisi Pola ruang diarahkan untuk melindungi lahan sawah yang lebih luas sesuai amanat UU No. 41 tahun 2009 dan misi Kabupaten Pandeglang. Sebagaimana ditetapkannya Kabupaten Pandeglang sebagai lumbung pangan Provinsi Banten, maka metode rasional yang baik untuk digunakan. Berdasarkan data perbandingan metode dengan pola ruang sebelumnya, peruntukan ruang yang menjadi arahan revisi adalah kawasan budidaya (kawasan perkotaan dan perkebunan). Hal ini disebabkan oleh banyaknya sawah yang berada pada kawasan tersebut, dibandingkan kawasan lindung yang luas sawahnya relatif sedikit. Kawasan perkotaan memiliki potensi kehilangan sawah sebesar 17,5% dari sawah aktual. Melihat tekanan yang akan diterima sawah pada kawasan tersebut, pemerintah daerah perlu memberikan kebijakan khusus terhadap lahan sawah di kawasan perkotaan. Pembebasan pajak bagi petani yang tetap mempertahankan lahan sawahnya karena mereka telah kehilang insentif dari pemerintah daerah. Pada area perkebunan, memiliki lahan sawah yang luas, arahan rekomendasi untuk area ini adalah revisi ruang dari perkebunan menjadi sawah. Sebelum terjadinya pengurangan lahan sawah yang lebih luas, pemerintah daerah perlu membuat perda tentang LP2B dengan metode rasional yang melindungi sawah seluas ha. Jika telah ditetapkan sebagai perda maka lahan sawah tidak bisa dialihfungsikan. Sebagaimana diatur dalam PP Nomor 1 tahun 2011 tentang penetapan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). LP2B dilindungi dan dilarang dialihfungsikan, kecuali jika terjadi bencana atau untuk kepentingan umum. Lahan sawah dimungkinkan dialihfungsikan dengan syarat memiliki kajian kelayakan strategis, memiliki rencana alih fungsi lahan, pembebasan kepemilikan hak atas tanah dan ketersediaan lahan pengganti terhadap LP2B yang dialihfungsikan.

59 45 6 SIMPULAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut; Pertama, metode penetapan prioritas perlindungan lahan sawah yang dapat dikembangkan di Kabupaten Pandeglang adalah metode rasional dan metode AHP. Kedua, metode yang lebih baik digunakan adalah metode rasional apabila dilihat dari luas sawah yang dilindungi dan kemudahan dalam pengimplementasian. Ketiga, Implikasi terhadap usulan revisi perencanaan pola ruang adalah 1) petani akan lebih banyak dilindungi, 2) ketahanan pangan akan lebih terjamin dan 3) pemerintah akan lebih mudah dalam menerapkan perencanaan ruang di Kabupaten Pandeglang. Saran Penelitian dapat dilanjutkan dalam tiga arah. Arah penelitian pertama, yaitu menganalisis lahan-lahan yang berpotensi untuk ekstensifikasi lahan sawah dalam skala lebih detil disertai tambahan untuk kajian analisis sosial, ekonomi dan infrastruktur pertanian, sehingga dihasilkan informasi lahan yang lebih detil. Arah penelitian kedua, penelitian dapat dilanjutkan untuk menganalisis perhitungan kecukupan pangan dengan proyeksi pertumbuhan penduduk di Kabupaten Pandeglang secara dinamis dengan mempertimbangkan keterkaitan antar parameter, sehingga dihasilkan analisis yang lebih akurat dan lebih realistis. Arah penelitian ketiga, memberikan arahan revisi perencanaan ruang dengan rekomendasi data-data spasil. Ketiga arah penelitian lanjutan tersebut, diharapkan menjadi masukan yang lebih teknis dan spesifik bagi Pemerintah Kabupaten Pandeglang dalam mengimplementasikan program kerja pengembangan lahan sawah. DAFTAR PUSTAKA Akinci H, AY Ozalp, B Turgut Agricultural Land Use Suitability Analysis Using GIS and AHP technique. Computers and Electronics in Agriculture. 97: Barus B, LM Kolopaking, DP Lubis, Munibah K, Y lndrayanti, DR Panuju, DI Mardiyaningsih, Tularsih, RK Tejo dan NW Darojati Kajian Pendataan Lahan Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Bogor. Bogor (ID). Kerjasama Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor dengan PSP3-IPB. Barus B, LM Kolopaking, F Tony dan Munibah K Kajian Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kabupaten Pandeglang. Bogor (ID). Kerjasama Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pandeglang dengan PSP3-IPB. Barus B, K Munibah, DR Panuju, M Yoyoh, WD Nina dan K Reni Pengkajian Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kota Sukabumi (Study of Protection of Sustainable Food Agricultural Land at City of

60 46 Sukabumi, West Java). Bogor (ID). Kerjasama Dinas Pertanian, Perikanan dan Ketahanan Pangan Kota Sukabumi dengan PSP3-IPB. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Banten Statistik Daerah Provinsi Banten. Banten (ID): BPS Provinsi Banten [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang Pandeglang Dalam Angka Tahun Pandeglang (ID): BPS Kabupaten Pandeglang. Carver S J Integrating Multi-criteria Evaluation with Geographical Information Systems. International Journal of Geographical Information System. 5(3): Dermawan R Model Kuantitatif Pengambilan Keputusan dan Perencanaan Strategis. Bandung (ID): Alfabeta Press. Elizabeth R Strategi Pencapaian Diversifikasi dan Kemandirian Pangan: Antara Harapan dan Kenyataan. Bogor (ID): Pusat Analaisis Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Hardjowigeno S, H Subagyo, ML Rayes Morfologi dan klasifikasi tanah sawah. Dalam: Agus F, A Adimiharda, S Hardjowigeno, AM Fagi, W 30 Hartatik, editor. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Hartini TNS, Padmawati RS, Lindholm L, Surjono A, Winkvist A The importance of eating rice: changing food habits among pregnant Indonesian women during the economic crisis. Soc. Sci. Med. 61: [Kementan] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Statistik Lahan Pertanian Tahun Jakarta (ID): Kementan. Liu Y, X Wang, M Guo, H Tani, N Matsuoka, S Matsumura Spatial and temporal relationships among NDVI, climate factors, and land cover changes in Northest Asia from 1982 to GIScience and Remote Sensing. 48 (3): doi: / Malczewski J GIS-Based Multicriteria Decision Analysis: A Survey of Literature. International Journal of Geographic Informaton Science. 20(7): Marimin Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID): Grasindo. Marimin, Maghfiroh N Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press. Mendoza GA, Martins H Multi-criteria decision analysis in natural resource management: A critical review of methods and new modelling paradigma. Forest Ecology and Management. 230:1 22. doi: /j. foreco Panuju DR, Mizuno K, Trisasongko BH The dynamics of rice production in Indonesia J. Saudi Soc. Agric. Sci. 12: 27 3 Pasandaran E Alternatif Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Sawah Beririgasi di Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Agricultural Research and Development Journal. 25(4): Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pandeglang Tahun

61 Rachman HPS, Ariani M Penganekaragaman konsumsi pangan di Indonesia: permasalahan dan implikasi untuk kebijakan dan program. Analisis Kebijakan Pertanian. 6(2): Rustiadi E, Panuju DR Spatial Pattern of Suburbanization and land Use Change Process: Case Study in Jakarta Suburb. Di dalam: Himiyama Y, Hwang M, Ichinose T, editor. Land Use Changes in Comparative Perspective. Enfield (USA): Science Publisher Rustiadi E, R Wafda Masalah Ketersediaan Lahan dan Konversi Lahan Pertanian. Bogor (ID). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI dan PSP3, LPPM, IPB. Santosa S Pemodelan Penetapan Lahan Sawah Berkelanjutan Berbasis Regresi Logistik dan Evaluasi Lahan Multikriteria di Kabupaten Sukabumi [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Shiddiq D Analisis Multikriteria Spasial dalam Penentuan Ketersediaan Lahan Sawah di Kabupaten Cianjur [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sitorus SRP Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bogor (ID): Jurusan Tanah, Institut Pertanian Bogor. Trisasongko BH, Panuju DR, Iman LOS, Anjani V, Harimurti, Ramly AF, Subroto H Laporan penelitian analisis dinamika konversi lahan di sekitar jalur tol Cikampek. Jakarta (ID). Publikasi Teknis DATIN Kementerian Negara Lingkungan Hidup Tantyonimpuno RS, Retnaningtias AD Penerapan metode analytical hierarchy process (AHP) pada proses pengambilan keputusan pemilihan jenis pondasi (studi kasus: proyek pembangunan Royal Plaza Surabaya). J Teknik Sipil 3 (2): Widiatmaka, Munibah K, I Firmansyah Model Perubahan Tataguna Lahan dan Sistem Produksi Padi di Wilayah Sentra Produksi Pangan dengan Dinamika Tekanan Perubahan Penggunaan Lahan Tinggi: Studi Kasus Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Laporan Akhir Penelitian Tahun I. Bogor (ID). Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, IPB. 47

62 48 LAMPIRAN

63 Lampiran 1 Kuesioner untuk input data pada metode AHP menghasilkan bobot dari kriteria prioritas perlindungan lahan sawah di Kabupaten Pandeglang 49 STUDI KOMPARASI METODE PENETAPAN PRIORITAS PERLINDUNGAN LAHAN SAWAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN REVISI PERENCANAAN RUANG KABUPATEN PANDEGLANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak Geografis, Topografi, Curah Hujan, dan Jenis Tanah Secara geografis wilayah Kabupaten Serang terletak diantara 5 50' - 6 21' Lintang Selatan dan 105 7' 106

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 27/DPD RI/II/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KABUPATEN CIBALIUNG

Lebih terperinci

NO URUT JUMLAH RUMAH TANGGA JUMLAH KEPALA KELUARGA

NO URUT JUMLAH RUMAH TANGGA JUMLAH KEPALA KELUARGA NO URUT KECAMATAN DESA/KEL REKAPITULASI HASIL PENDATAAN TINGKAT KABUPATEN TAHUN 2013 1. KABUPATEN : PANDEGLANG 3. TAHUN ANGGARAN : 2013 2. PROVINSI : BANTEN 4. NO. KODE KABUPATEN : 01 5. NO. KODE PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2008

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2008 Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK DAN KELUARGA BERENCANA PADA LEMBAGA TEKNIS DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BALAI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN TINGKAT KECAMATAN DI LINGKUNGAN BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN

Lebih terperinci

Kabupaten Pandeglang. Data Agregat Per Kecamatan BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN PANDEGLANG

Kabupaten Pandeglang. Data Agregat Per Kecamatan BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN PANDEGLANG Kabupaten Pandeglang Data Agregat Per Kecamatan BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN PANDEGLANG Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI IV.1 Kabupaten Serang IV.1.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Serang terletak di ujung barat wilayah Propinsi Banten dan posisi 105º7 106º 22 Bujur Timur serta 5º 50

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2014 Pusat Litbang Sumber Daya Air i KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan sagu yang ada di sekitar Danau Sentani dengan lokasi penelitian mencakup 5 distrik dan 16 kampung di Kabupaten Jayapura.

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN 4.. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten PPU secara geografis terletak pada posisi 6 o 9 3-6 o 56 35 Bujur Timur dan o 48 9 - o 36 37 Lintang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga PENDAHULUAN Propinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil beras di luar Pulau Jawa, yang berperan penting dalam upayah pelestarian swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan dan Manfaat... 8 1.4 Ruang Lingkup...

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

Judul Artikel PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN SERANG. Di tulis oleh: Subki, ST

Judul Artikel PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN SERANG. Di tulis oleh: Subki, ST Judul Artikel PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN SERANG Di tulis oleh: Subki, ST Disampaikan kepada: Tim redaktur/pengelola website DLHK Provinsi Banten Kawasan pusat pemerintahan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran 151 Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran V.1 Analisis V.1.1 Analisis Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Dalam analisis alih fungsi lahan sawah terhadap ketahanan pangan dibatasi pada tanaman pangan

Lebih terperinci

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah Sub Direktorat Basis Data Lahan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian 2014

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY ZONASI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2012

EXECUTIVE SUMMARY ZONASI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2012 EXECUTIVE SUMMARY ZONASI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2012 K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M B A D A N P E N E L I T I A N D A N P E N G E M B A N G A N P U S A T P E N E L I T

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Pandeglang Tahun 2013 sebanyak 151,4 ribu rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Pandeglang Tahun 2013 sebanyak 151,4 ribu rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Pandeglang Tahun 2013 sebanyak 151,4 ribu rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Pandeglang Tahun 2013 sebanyak 13 Perusahaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, menghadapi tantangan yang berat dan sangat kompleks. Program dan kebijakan yang terkait dengan ketahanan pangan

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Kondisi Geografis

KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Kondisi Geografis 43 KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografis Provinsi Banten dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Banten. Wilayah Provinsi Banten berasal dari sebagian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 107

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU 189 Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian Urgensi dan Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bengkulu 7 Juli 2011 ISBN 978-602-19247-0-9 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

BIMBINGAN TEKNIS PENGUMPULAN DATA NERACA LAHAN BERBASIS PETA CITRA

BIMBINGAN TEKNIS PENGUMPULAN DATA NERACA LAHAN BERBASIS PETA CITRA BIMBINGAN TEKNIS PENGUMPULAN DATA NERACA LAHAN BERBASIS PETA CITRA OLEH : DR. M LUTHFUL HAKIM PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN Kondisi Kritis Ketahanan Pangan Nasional Indonesia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten penghasil beras keempat terbesar

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten penghasil beras keempat terbesar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten penghasil beras keempat terbesar untuk Provinsi Jawa Timur setelah Bojonegoro, Lamongan, dan Banyuwangi. Kontribusi beras

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA Oleh : Bambang Irawan Adreng Purwoto Frans B.M. Dabukke Djoko Trijono PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng wiwifadly@gmail.com ABSTRAK Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah enganalisis dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU ABSTRAK FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU Umi Pudji Astuti, Wahyu Wibawa dan Andi Ishak Balai Pengkajian Pertanian Bengkulu,

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian

Gambar 2. Lokasi Penelitian 20 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan padi sawah berlokasi di Kabupaten Pasaman Barat (Gambar 2). Kabupaten ini mempunyai wilayah seluas 3.887,77 km 2 dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Bekasi

Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Bekasi Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Bekasi 1 Robbinov Dwi Ardi, 2 Ina Helena Agustina 1,2 Prodi Perencanaan

Lebih terperinci

IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR

IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR 4.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Rokan Hilir merupakan hasil pemekaran Kabupaten Bengkalis dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Kabupaten Lampung Selatan Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Sub Direktorat Basis Data Lahan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian 2014

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional

Lebih terperinci