BAB II LANDASAN TEORI. novel memang telah banyak dilakukan. Pendekatan struktural sebagai pendekatan
|
|
- Devi Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Penelitian dengan menggunakan pendekatan struktural untuk mengkaji novel memang telah banyak dilakukan. Pendekatan struktural sebagai pendekatan yang memahami karya sastra berdasarkan unsur-unsur pembangunnya, memang dapat digunakan dalam setiap penelitian sastra. Hal ini dikarenakan setiap karya sastra pasti memiliki struktur pembangun. Di Universitas Muhammadiyah Purwokerto, ada beberapa judul skripsi yang telah menggunakan pendekatan struktural untuk menganalisis novel. Pertama, skripsi berjudul Tinjauan Novel Ketika Barongsai Menari Karya V. Lestari (Suatu Pendekatan Struktural) oleh Priniati Lestari pada tahun 2001, dan kedua, skripsi dengan judul Kajian Struktural Novel Kemilau Kemuning Senja Karya Mira W oleh Sabarini pada tahun Dalam kaitan itu, penulis menggunakan pendekatan struktural untuk meneliti novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf untuk mengidentifikasi praktik-praktik subordinasi yang terkandung di dalamnya. Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf telah mendapat ulasan dari beberapa mahasiswa di universitas lain. Penulis menemukan beberapa situs internet yang memuat ulasan mengenai novel Tanah Tabu diantaranya Representasi Perempuan Pinggiran Dalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita S. Thayf: Kajian Semiotik oleh Budiawan Dwi Santoso yang merupakan tesis di 8
2 9 Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta (Santoso, 2010). Dalam tulisan ini, diungkapkan mengenai unsur-unsur yang membangun novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf, mendeskripsikan representasi perempuan pinggiran pada novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Pertama, tema utama dari novel Tanah Tabu adalah penindasan perempuan pinggiran, yakni di Papua. Tema tambahan meliputi persahabatan, perjuangan perempuan dalam kehidupannya, kekerasan dalam rumah tangga, ketidakberdayaan perempuan, dan modernitas. Alur yang digunakan Anindita S. Thayf dalam novelnya adalah plot campuran. Tokoh utama adalah Mabel. Tokoh tambahan adalah Mace, Leksi, Yosi, Mama Helda, Tuan Piet, dan Nyonya Hermine, Pace Mauwe, Pace Johanis, Vic dan Ann, Pace Poro Boku, Mama Pembawa Berita (Mote), Pak Guru Wenas, Pace Gerson, Karel, Mama Kori. Kedua, representasi perempuan pinggiran dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf meliputi perempuan pinggiran yang tertindas dalam hal patriarki, kapitalisme, dan militerisme; perempuan pinggiran yang tidak berdaya terhadap peristiwa kehidupan; resistensi perempuan pinggiran terhadap kesewenang-wenangan lelaki dan kapitalisme; perempuan pinggiran sebagai pekerja; keterbelakangan perempuan pinggiran dalam pengetahuan; perempuan pinggiran yang berkewajiban memegang teguh tradisi; perempuan pinggiran yang memiliki potensi dan prestasi; perempuan pinggiran yang kukuh dan tangguh; perempuan pinggiran sebagai anggota masyarakat yang melakukan tindakan negatif dan positif; serta perempuan pinggiran yang hidup sederhana. Hasil analisis semiotik
3 10 tersebut ditemukan bahwa representasi perempuan pinggiran didominasi oleh faktor indeks. Tanah Tabu: Hanya Secuil Kisah Teriakan Kaum Hawa oleh Frans Agung Setiawan yang mengungkapkan mengenai ketertindasan yang dialami oleh perempuan di tanah papua. Di sini diceritakan bahwa Anindita telah mencoba mengungkap tema tentang isu-isu sekitar masyarakat Papua, melalui kacamata tokoh-tokoh aku yang melaporkan dan menguping tentang segala hal. "Tokohtokoh ini bukan pria berotot, melainkan anak-anak dan kaum ibu yang mencoba bertahan dan memahami perubahan di tanah Papua. Oleh karena itu buku ini bisa membuka jendela kesadaran bahwa tidak jauh dari sini masih ada kaum tertindas yang butuh perhatian dan bantuan dari kita semua (Setiawan, 2009). Adapun analisis terhadap Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf yang penulis temukan adalah Tanah Tabu Dalam Kajian Feminisme dianalisis oleh Arum Rini Asih untuk menyelesaikan gelar S1 nya di Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada tahun Pada analisis tersebut penulis yaitu Arum mengungkapkan mengenai ketertindasan kaum perempuan dalam keluarga, bidang pendidikan, pemerintah, dan di bidang politik. Dalam pembahasan yang ditulis oleh Arum penulis tidak mendapati analisis terhadap subordinasi perempuan. Walaupun subordinasi mengarah kepada feminisme tetapi pada dasarnya keduanya berbeda pada hasil analisisnya. Pada skripsi yang berjudul Tanah Tabu dalam kajian feminisme yang ditulis oleh Arum, penulis hanya menemukan perjuangan-perjuangan kaum wanita karena penindasan yang mereka alami, kemudian muncul juga tokoh-tokoh yang profeminisme dan kontrafeminisme.
4 11 Adapun pada penelitian ini, penulis akan memaparkan praktik-praktik subordinasi yaitu perempuann yang dinomorduakan oleh kaum laki-laki dan dianggap tidak penting. Praktik-praktik subordinasi ini dikhususkan hanya pada perlakuan laki-laki yang menjadikan perempuan sebagai subordinat saja. Dengan demikian penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah ada. Penelitian ini justru akan memperkaya dan melengkapi penelitian terdahulu. B. Struktur Novel Eksistensi dari karya sastra di tengah masyarakat tidak lepas dari pengakuan masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, masyarakat itu sangatlah kompleks. Untuk menjadikan karya sastra tetap eksis di tengah masyarakat diperlukan adanya kompleksitas di dalam karya sastra tersebut. Hal inilah yang dijadikan sebagai pijakan awal bahwa masyarakat adanya karya sastra. Karya sastra hendaknya dipahami sebagai sesuatu yang kompleks dan otonom, yang menuntut pemahaman melalui keseluruhan dari struktur beserta transformasinya. Hal ini menjadi dasar pemikiran strukturalisme sebagai gerakan otonom (Suwondo dalam Jabrohim (ed.), 2001:55). Adapun hubungan antara karya sastra dengan bagian keseluruhan lain tetap menjadi bagian dari penting karena pemahaman ini meneliti secara keseluruhan unsur-unsurnya. Struktural adalah konsep yang memandang sesuatu berdasarkan unsurunsurnya. Adapun strukturalisme adalah suatu paham yang menitikberatkan perhatiannya terhadap struktur yang terkandung di dalam teks. Teks, dalam hal ini, menjadi objek yang dapat diteliti maknanya secara tebuka, yang saling terjalin antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya (Nurgiyantoro, 2002:37).
5 12 Karya sastra diperlukan sebagai teks terbuka, maka makna karya itu tidak bersifat tunggal, melainkan multi-interpretasi yang akan mengungkapkan kekayaan makna yang bersangkutan (Mahayana, 2005:52). Dalam kaitan ini, telah dipahami bahwa setiap karya sastra (baca: novel) memiliki unsur-unsur yang melingkupinya. Unsur-unsur yang melingkupi inilah yang menjadikan karya sastra, dalam hal ini novel, memiliki kemandirian sebagai teks. Pendekatan struktural memandang bahwa karya sastra sebagai sesuatu yang saling terkait antar unsurnya sehingga menghasilkan makna yang menyeluruh. Dalam analisis struktural tidak hanya sekadar menjelaskan pengertian tokoh, penokohan, alur dan setting. Artinya analisis struktural dalam novel tidak hanya menyebut siapa tokohnya, bagaimana penokohannya, bagaimana alurnya dan di mana settingnya? Unsur-unsur itu saling terkait dan terjalin untuk mewujudkan makna agar memberikan pencerahan terhadap pembaca. Bentuk keterkaitan dan keterjalinan dalam novel mengarahkan pembaca mengenai suatu realitas yang dibangun oleh pengarang secara fiktif. Bentuk penceritaan yang naratif mengenai konflik-konflik yang menimpa tokoh, sehingga menjadikannya terbelenggu suatu permasalahan kehidupan, menjadi rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Satu kesalahan yang sering terjadi dalam analisis karya sastra adalah adanya pembatasan terhadap struktur teks itu sendiri. Oleh karena itu, ketika menganalisis melalui pendekatan strukturalisme, penulis yang menitikberatkan perhatian pada masalah subordinasi perempuan, tidak ada pembatasan unsurnya. Meskipun penulis meneliti subordinasi perempuan, tetapi unsur-unsur tokoh, penokohan, alur dan setting tetap menjadi perhatian dalam
6 13 penelitian ini. Unsur-unsur dalam dan luar karya sastra tidak dapat dipisahkan begitu saja karena keduanya penting sebagai unsur yang menyatukan suat teks. Apabila penelitian melalui pandangan struktural hanya mencari tokoh, penokohan, alur dan setting secara dikotomik, maka interpretasi terhadap karaya sastra itu tidak dihadirkan untuk masyarakat. Dalam hal ini, penelitian terhadap karya sastra adalah penilaian terhadap keunikan dan kebaruan yang terkandung di dalamnya sehingga memberikan pencerahan bagi pembaca yang awam. Suatu penelitian haruslah menemukan sesuatu yang baru, sekaligus bermanfaat bagi publik. Oleh karena itu, suatu analisis perlu menjalin permasalahan antara hal-hal yang terkandung di dalam teks sehingga pemahaman dapat mengungkapkan mengenai realitas di dalam fiksi. Realitas di dalam fiksi, yakni ilusi kenyataan dan kesan meyakinkan yang ditampilkan kepada pembaca, hal itu tidak selalu merupakan kenyataan sehari-hari (Wellek dan Werren, 1993:278). Adapun unsur intrinsik yang akan diuraikan dalam landasan teori adalah sebagai berikut. 1. Tokoh Bentuk penokohan yang paling sederhana di dalam novel adalah pemberian nama. Nama-nama di dalam novel dipilih oleh pengarang dengan cermat sekali. Hanya saja, penokohan juga dapat menggunakan kata ganti orang, tergantung pengarang menyikapi sudut pandangnya. Pelaku-pelaku dalam sebuah novel dapat dibagikan menurut kelompokkelompok sebagai berikut: tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang banyak
7 14 diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2002:177). Tokoh utama juga mengarah kepada mereka yang melawannya, mereka yang membantunya, dan seterusnya. Pembagian menurut kelompok-kelompok didasarkan atas kaitan atau hubungan. Antara pelaku utama dan pelaku pendukung terdapat hubungan asosiasi (bantuan, dukungan, kepentingan bersama), antara pelaku utama dan para lawan hubungan oposisi. Hubungan tersebut bersifat tetap, artinya tidak tergantung pada sebuah novel tertentu (Luxemburg, (e.d), 1984:36). 2. Penokohan Dalam novel, pengarang menggunakan beberapa teknik pelukisan tokoh, seperti: teknik ekspositori atau teknik analitis, teknik dramatik, dan teknik campuran. Teknik analitik adalah pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung. Teknik dramatik adalah pendeskripsian cerita secara eksplisit mengenai sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh (Nurgiyantoro, 2002: ). Adapun teknik campuran dengan menggabungkan kedua teknik tersebut dalam penceritaan. Penokohan dalam novel dapat dijadikan analisis untuk menentukan ideologi dari suatu masyarakat. Misalnya, tokoh bernama Suparno, Supangat, dan Sutrisno, dengan jelas menceritakan orang yang masih sangat kental dengan nilai jawa. Hal ini memberikan ilustrasi mengenai identitas orang berdasarkan struktur masyarakatnya.
8 15 3. Alur Alur adalah struktur naratif itu sendiri yang terbentuk atas sejumlah struktur yang lebih kecil. Hal itu didasarkan pada hakekat novel yang menggunakan penceritaan dari satu kisah ke kisah yang lain. Ada juga yang mengatakan bahwa alur adalah jalannya cerita. Pandangan-pandangan mengenai alur tersebut secara esensinya sebenarnya sama, yakni ingin mengungkapakan jalinan peristiwa yang terkandung dalam novel. Jalinan peristiwa tersebut ada yang lurus (terus) maju, ada yang justru mundur, dan ada yang campuran. Selain itu alur juga bibedakan berdasarkan kriteria padat atau tidaknya pengembangan dan perkembangan cerita pada sebuah karya fiksi. Peristiwa demi peristiwa yang dikisahkan mungkin berlangsung susul-menyusul secara cepat, ini yang dinamakan alur padat. Adapun alur longgar yaitu pergantian peristiwa demi peristiwa penting berlangsung lambat di samping hubungan antar peristiwa tersebut pun tidaklah erat benar. Artinya, anatar peristiwa penting yang satu dengan yang lain diselai oleh berbagai peristiwa tambahan, atau berbagai pelukisan tertentu seperti penyituasian latar dan suasana, yang semuanya dapat membperlambat ketegangan cerita (Nurgiyantoro,2002:160). Alur dalam karya sastra juga ditentukan oleh rangkaian kejadian dari waktu ke waktu. Biasanya kaidah pemplotan ini menggunakan kaidah plausibilitas, yaitu pengungkapan cerita dengan mengacu pada kehidupan seharihari karena ada keterkaitan di dalamnya (Nurgiyantoro, 2002:130).
9 16 4. Latar Latar adalah suatu tempat atau kejadian mengenai suatu peristiwa. Latar merupakan lingkungan, dan lingkungan terutama interior rumah dapat dianggap berfungsi sebagai metonimia, atau metafora, ekspresi dari tokohnya (Nurgiyantoro, 2002:241). Adanya latar ini mempertegas suatu kejadian mengenai realitas yang dipresentasikan oleh karya sastra. Latar ada tiga macam, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar soaial. Latar tempat adalah latar yang mengungkapkan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam novel. Latar waktu adalah latar yang berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam novel. Latar sosial adalah latar yang mengungkapkan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam novel. Analisis struktural selalu memosisikan teks itu memiliki unsur yang terkait. Unsur seperti tokoh, penokohan, alur dan setting juga masih terkait dengan unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur dari luar teks yang muncul sebagai nilai. Unsur ekstrinsik dapat berupa nilai psikologi, nilai agama, nilai edukasi ataupun nilai sosial. Kebanyakan karya sastra lebih kuat dalam nilai sosialnya karena seorang pengarang berada ditengah realitas dan berusaha untuk menuliskannya. Dalam beberapa belakangan ini banyak karya sastra yang memunculkan masalah gender sebagai unsur penarik pada teks tersebut. Fenomena gender dalam karya sastra dapat dicari berdasarkan keterkaitan yang melingkupinya.
10 17 C. Teori Gender Menurut Rampan (dalam Sugihastuti dan Itsna hadi, 2007:82), penciptaan sastra selalu bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Dalam karya sastra hal-hal yang digambarkan tentang masyarakat dapat berupa struktur sosial masyarakat, fungsi dan peran masing-mmasing anggota masyarakat, maupun interaksi yang terjalin di antara seluruh anggotanya. Secara sederhana, karya sastra menggambarkan unsur-unsur masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Interaksi yang terjalin di antara keduanya merupakan tema yang menarik untuk dikaji sebab menyangkut hubungan antara dua jenis kelamin yang berbeda, yang membentuk tatanan kehidupan masyarakat, baik secara sosial maupun budaya. Dalam sistem yang lebih besar dan kompleks, hubungan antara laki-laki dan perempuan dimanifestasikan dalam berbagai bentuk dan pola perilaku yang mencerikan penerimaan dari pihak laki-laki atau perempuan terhadap kedudukan tiap-tiap jenis kelamin (Sugihastuti dan Itsna Hadi, 2007:82). Proses ini dikuatkan oleh realitas banyak kebudayaan bahwa posisi laki-laki berada lebih tinggi secara struktural dibandingkan dengan perempuan. Pihak laki-laki merupakan pemenang, memiliki kekuasaan yang lebih besar dan peran yang lebih menentukan dalam berbagai proses sosial dibandingkan dengan perempuan, bahkan pada lingkup pergaulan sosial yang lebih luas seperti kelompok masyarakat. Hal ini terus terjadi dan seolah-olah dilegakan oleh konstruksi kebudayaan setempat. Proses yang berulang akhirnya banyak membentuk pandangan negatif tentang kaum perempuan yang diantaranya meliputi fungsi,
11 18 peran, dan kedudukan mereka dalam kehidupan bermayarakat. Salah satunya ialah stereotip bahwa perempuan merupakan kaum yang lemah, sedangkan laki-laki ialah kaum yang kuat (Sugihastuti dan Itsna Hadi, 2007:83). Berdasarkan hal tersebut, perempuan memiliki kecenderungan yang kuat untuk bergantung kepada laki-laki. Sebaliknya, laki-laki memiliki kekuasaan untuk mengontrol perempuan dalam berbagai hal seperti reproduksi, seksualitas, dan sistem pembagian kerja. Ketika membahas masalah perempuan, satu konsep penting yang tidak boleh dilupakan ialah konsep gender. Epistimologi penelitian Gender secara garis besar bertitik tolak pada paradigma feminisme yang mengikuti dua teori yaitu; fungsionalisme struktural dan konflik. Aliran fungsionalisme struktural tersebut berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi. Teori tersebut mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam masyarakat. Teori fungsionalis dan sosiologi secara inhern bersifat konservatif dapat dihubungkan dengan karya-karya August Comte ( ), Herbart Spincer ( ), dan masih banyak para ilmuwan yang lain (Junaidi, 2011) Istilah gender berasal dari bahasa Inggris, yang berarti jenis kelamin, sehingga untuk memahami konsep gender perlu dibedakan pengertian antara sex dan gender. Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis, sedangkan gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi masyarakat. Gender adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Definisi gender dari aspek kultural ini diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah
12 19 laku. Gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Kadarusman, 2005:19). Definisi gender secara sosiologis merupakan model hubungan sosial yang terorganisasi antara perempuan dan laki-laki tidak semata-mata hubungan personal atau kekeluargaan, tapi meliputi institusi sosial yang lebih besar seperti kelas sosial, hubungan hierarkis dalam organisasi dan struktur pekerjaan (Ridjal, Margiyani dan Husein, 1993:29) Menurut Jill Steal, dalam (Kadarusman, 2005:20) term gender tidak ditujukan kepada perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara biologis, tetapi merupakan hubungan ideologis dan material tentang eksistensi keduanya. Begitupula term maskulin dan feminim bukan merupakan bawaan alami melainkan terminologi gender. Berdasarkan berbagai pemahaman di atas, gender secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu konsep kultural yang membedakan antara laki-laki dan perempuan dipandang dari segi sosial budaya yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan demikian, relasi gender bukan merupakan akibat dari perbedaan biologis. Dalam budaya patriarkal, perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dipandang sebagai akibat dari perbedaan jenis kelamin. Tugas perempuan seperti memasak di dapur, berhias untuk suami dan mengasuh anak serta pekerjaan domestik lainnya merupakan konsekuensi dari jenis kelamin.
13 20 Tugas domestik perempuan tersebut bersifat abadi sebagaimana keabadian identitas jenis kelamin yang melekat pada dirinya. Pemahaman ini berawal dari kerancuan paradigma tentang perbedaan gender dan sex. Sesungguhnya, gender dan seks itu berbeda. Menurut Fakih (dalam Elis (e.d), 2002:7) Gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari aspek soaial dan budaya. Sementara perbedaan seks digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan secara anatomis atau biologis. Gender diartikan sebagai perbedaan-perbedaan sifat, peranan, fungsi, dan status antara laki-laki dan perempuan yang tidak berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan pada relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakatnya yang lebih luas. Gender merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Peran gender bersifat dinamis, dipengaruhi oleh umur (generasi tua dan muda, dewasa dan anak-anak), ras, etnik, agama, lingkungan geografi, pendidikan, sosial ekonomi dan politik. Oleh itu, karenanya perubahan peran gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi, budaya, sumberdaya alam dan politik termasuk perubahan yang diakibatkan oleh upaya-upaya pembangunan atau penyesuaian program struktural (structural adjustment program) maupun pengaruh dari kekuatan-kekuatan di tingkat nasional dan global (Junaidi, 2011) Pembedaan inilah yang mengakibatkan adanya ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Gender dipersoalkan karena secara sosial
14 21 telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi dan kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan. Contoh dari diskriminasi tersebut adalah marginalisasi perempuan di sektor ekonomi, subordinasi perempuan dalam keputusan politik, kekerasan terhadap perempuan, distribusi beban kerja yang tidak adil, serta minimnya sosialisasi ideologi nilai peran gender (Kadarusman, 2005:22). Dari sini telah terjadi pergeseran relasi gender yang semula merupakan inteaksi social yang setara antara laki-laki dan perempuan bergeser menjadi hegemoni laki-laki terhadap perempuan. Dalam proses yang panjang, hegemoni laki-laki atas perempuan telah memperoleh legitimasi dari nilai-nilai sosial, agama, hukum dan sebagainya. Hegemoni ini tersosialisasi secara turun temurun, dari generasi ke generasi. Hegemoni laki-laki dalam masyarakat tampaknya menjadi fenomena universal dalam sejarah peradaban manusia di masyarakat mana pun di dunia ini. Fenomena ini yang banyak membuat perempuan berada dalam posisi tersubordinasi. D. Subordinasi Subordinasi ialah sikap atau tindakan masyarakat yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dibanding laki-laki dibangun atas dasar keyakinan satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding yang lain. Ini mempunyai pendapat bahwa lelaki mempunyai lebih unggul. Hal ini berkeyakinan bahwa kalau ada laki laki kenapa harus perempuan (Junaidi, 2011)
15 22 Subordinasi juga memiliki arti suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Telah diketahui, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, telah memisahkan dan memilah-milah peran-peran gender, laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan publik atau produksi. Pertanyaannya adalah, apakah peran dan fungsi dalam urusan domestik dan reproduksi mendapat penghargaan yang sama dengan peran publik dan produksi? Jika jawabannya tidak sama, maka itu berarti peran dan fungsi publik laki-laki. Sepanjang penghargaan sosial terhadap peran domestik dan reproduksi berbeda dengan peran publik dan reproduksi, sepanjang itu pula ketidakadilan masih berlangsung. Contoh : Masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi atau peran pengambil keputusan atau penentu kebijakan disbanding laki-laki. Dalam pengupahan, perempuan yang menikah dianggap sebagai lajang, karena mendapat nafkah dari suami dan terkadang terkena potongan pajak. Masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia politik (anggota legislative dan eksekutif ). (Kementrian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak, 2010). Hal tersebut juga menimbulkan presepsi atau anggapan masyarakat bahwa perempuan itu emosional, irasional dalam berpikir, perempuan tidak bisa tampil sebagai pemimpin, akibatnya ditempatkan pada posisi yang tidak penting dan tidak strategis ( second person atau subordinasi perempuan) (Prodi Kesmas FKK-UMJ, 2006). Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa perempuan tidak begitu diprioritaskan dalam ranah publik, perempuan dianggap remeh dibanding laki-laki
16 23 yang selalu dianggap penting dalam setiap perannya. Seperti yang dipaparkan Relawati (dalam Konsep dan Analisis Penelitian Gender, 2011:9) Subordinasi adalah anggapan posisi salah satu pihak berada di bawah atau menjadi tidak penting dibandingkan pihak lain. Perempuan tersubordinasi dari laki-laki berarti perempuan mempunyai posisi tidak penting dibandingkan laki-laki yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dikonstruksikan secara sosial. Subordinasi juga terjadi pada berbagai kepentingan publik. Mulai dari tingkat desa hingga pemerintah pusat maka pembahasan rencana program pembangunan didominasi peran laki-laki. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perempuan seolah-olah tidak penting untuk ikut berpartisipasi dalam menentukan urusan pembangunan masyarakat dan bangsa. Padahal pembangunan sendiri merupakan kepentingan laki-laki dan perempuan bersama-sama.
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik
68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. yakni Bagaimana struktur novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf? dan
324 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Setelah melalui tahap analisis, sampailah kita pada bagian simpulan. Simpulan ini akan mencoba menjawab dua pertanyaan besar pada awal penelitian, yakni Bagaimana
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara
Lebih terperinci* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik
Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Feminisme merupakan suatu konsep yang menggambarkan tentang kesetaraan antara kaum pria dan wanita dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sistem semiotik terbuka, karya dengan demikian tidak memiliki kualitas estetis intrinsik secara tetap, melainkan selalu berubah tergantung dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman sosialnya dalam karya yang akan dibuat. Secara umum dapat digambarkan bahwa seorang pengarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan
Lebih terperinci2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk
Lebih terperinciPemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin
Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan,
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang dapat dijadikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa penelitian sebelumnya,konsep dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama-tama penulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori
BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra diciptakan oleh pengarang dalam beberapa alasan yaitu proses berpikir secara imajinatif, fiktif, kontemplasi dan mengenai realita yang terjadi di masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang
1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan aspek penting dalam penelitian. Konsep berfungsi untuk menghindari kegiatan penelitian dari subjektifitas peneliti serta mengendalikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Citra tokoh..., Vidya Dwina Paramita, FIB UI, 2009
12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak dengan segala problematika yang melingkupinya merupakan salah satu topik yang tidak ada habisnya dibahas. Dalam diri seorang anak, melekat hak untuk mendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini
Lebih terperinciRESISTENSI TERHADAP KETIDAKADILAN GENDER DI PAPUA MELALUI FOKALISATOR DALAM NOVEL TANAH TABU KARYA ANINDITA S. THAYF
SKRIPSI RESISTENSI TERHADAP KETIDAKADILAN GENDER DI PAPUA MELALUI FOKALISATOR DALAM NOVEL TANAH TABU KARYA ANINDITA S. THAYF Oleh AISHA AULIA RAHMA NIM 120610209 DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini berfokus pada penggambaran peran perempuan dalam film 3 Nafas Likas. Revolusi perkembangan media sebagai salah satu sarana komunikasi atau penyampaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan baru. Kajian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab laki-laki yang lebih besar, kekuatan laki-laki lebih besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Berkendara sepeda motor sudah menjadi budaya pada masyarakat modern saat ini.kesan bahwa berkendara motor lebih identik dengan kaum adam nampaknya begitu kokoh dan membumi
Lebih terperinciPERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK
PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK (Studi Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata sastra diambil dari bahasa latin dan juga sansekerta yang secara harafiah keduanya diartikan sebagai tulisan. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN
BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tentang perempuan pada saat ini masih menjadi perbincangan yang aktual dan tidak ada habisnya. Permasalahan berkaitan dengan perempuan seperti yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi dua subbab, sub bab pertama berisi tentang tinjauan pustaka berupa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi dua subbab, sub bab pertama berisi tentang tinjauan pustaka berupa penelitian-penelitian sebelumnya. Sub bab ke dua berisi tentang teori struktural meliputi unsur-unsur
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Kajian terdahulu dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri penelitian-penelitian terdahulu, khususnya penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan cerminan sosial masyarakat. Salah satu cerminan sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah.
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada diri pembaca. Karya juga merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pengalaman dan imajinasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil ekspresi isi jiwa pengarangnya. Melalui karyanya pengarang mencurahkan isi jiwanya ke dalam tulisan yang bermediumkan bahasa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian terdahulu dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri penelitian-penelitian yang berkaitan terhadap pengkajian feminis dan objek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Haruki Murakami adalah seorang penulis, novelis, sastrawan, dan penerjemah yang berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan
Lebih terperinciKAJIAN PSIKOLOGI SASTRA ASPEK KEPRIBADIAN TOKOH LASI NOVEL BEKISAR MERAH KARYA AHMAD TOHARI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA
KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA ASPEK KEPRIBADIAN TOKOH LASI NOVEL BEKISAR MERAH KARYA AHMAD TOHARI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Indayani Pendidikan Bahasa dan Sastra Indoneisa Universitas
Lebih terperincidapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang- Undang No 33 tahun 2009 dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih
Lebih terperinciAnalisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani
Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis
Lebih terperinciTeori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat)
Teori Sosial (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat) Apa itu Teori dalam Sosiologi? Pada saat kita menanyakan mengapa dunia sosial kita seperti ini dan kemudian membayangkan bagaimana
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian metode penelitian, peneliti memaparkan mengenai (1) metode penelitian, (2) sumber data, (3) teknik penelitian, (4) definisi operasional. 3.1 Metode Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu bentuk kreativitas pengarang yang di dalamnya mengandung ungkapan perasaan dan pikiran pengarang yang bersumber dari realitas kehidupan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Feminisme dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Penelitian tersebut
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian dengan judul Feminisme dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Penelitian
Lebih terperinciDekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1
Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian
Lebih terperinciKesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST
Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii ABSTRAKSI... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Masalah. 1 1.2.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjuangan kesetaraan gender adalah terkait dengan kesetaraan sosial antara pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi penelitian, maka harus memiliki konsep-konsep yang jelas.
Lebih terperinci