BAB II KAJIAN TEORETIS, KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU. meronim, member-collection, dan portion-mass (Saeed, 2009:63). Sehubungan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORETIS, KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU. meronim, member-collection, dan portion-mass (Saeed, 2009:63). Sehubungan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORETIS, KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU 2.1 Kajian Teoretis Relasi Makna Relasi makna meliputi sinonim, antonim, polisemi, homonim, hiponim, meronim, member-collection, dan portion-mass (Saeed, 2009:63). Sehubungan dengan tata hubungan makna ini, Nida (1975:19) menyatakan bahwa ada empat macam relasi semantik atau tata hubungan makna kata-kata dalam suatu bahasa. Tata hubungan makna tersebut ialah (1) inklusi (hiponimik), (2) tumpang tindih (sinonimik), (3) pertentangan (oppositeness), dan (4) kedekatan (kontiguitas). Relasi inklusi (hiponimik) ditandai oleh makna kata yang satu termasuk dalam lingkup makna lain, misalnya itik, ayam, burung termasuk dalam golongan makna unggas. Relasi sinonimik menunjukkan adanya kesamaan makna, misalnya bambu dan buluh. Relasi keberlawanan ditandai adanya pertentangan makna, misalnya jual dan beli, pria dan wanita. Relasi kontiguitas atau kedekatan, ditandai oleh adanya seperangkat kata yang masuk ke dalam satu medan makna; misalnya, hubungan mengolah, meracik, menggodok, dengan memasak. Selain Nida, relasi makna dibicarakan juga oleh Cruse. Cruse (1987:85) membagi tata hubungan makna atas dua golongan, yakni hubungan kesesuaian (concurence) dan hubungan pertentangan (oppositeness). Hubungan kesesuaian dibagi atas empat hubungan yang lebih kecil sebagai berikut.

2 1. Hubungan kesamaan (identity) Hubungan ini biasa disebut kesinoniman, yakni hubungan makna antarunsur leksikal yang bertalian dengan pemilikan ciri makna bersama di antara anggota kehiponiman, misalnya perempuan dengan ibu. 2. Hubungan peliputan (inklusi) Hubungan ini menunjukkan makna suatu leksem masuk ke dalam makna leksem yang lebih luas, misalnya unggas dengan burung. 3. Hubungan tumpang tindih (overlap) Hubungan ini terjadi karena adanya pemilikan hiperonim bersama, misalnya sapi berhiponim dengan hewan dan ternak. 4. Hubungan penolakan (disjunction) Hubungan ini ditandai oleh penolakan anggota yang satu terhadap yang lain, misalnya hubungan pepaya dengan pisang. Cruse (1987) juga mengemukakan kelas yang mengekspresikan hubungan pertentangan (oppositeness) yang terbagi atas: 1. Inkompatibilitas Inkompatibilitas adalah relasi makna antara dua kata atau lebih yang tidak mempunyai persamaan makna, tetapi memiliki hiperonim yang sama. Contoh: tikus, kucing, anjing, kuda, dan gajah memiliki relasi inkompatibilitas, tetapi kata-kata tersebut memiliki hiperonim yang sama, yaitu binatang. Inkompatibilitas ini dapat diuji dengan menggunakan kerangka uji jika sesuatu adalah X, sesuatu itu bukan Y. Jadi, jika sesuatu itu adalah kucing, itu bukan anjing. Inkompatibilitas adalah relasi makna yang mengekpresikan prinsip disjungsi.

3 2. Pertentangan makna (oposisi) Pertentangan makna adalah relasi makna dua kata yang bertolak belakang, misalnya panjang dengan pendek dan besar dengan kecil Sinonim Sinonim adalah kata yang persamaan arti semantiknya lebih penting daripada perbedaannya (Cruse, 2004:154; bdk Saeed, 2000:65; dan Tarigan, 1996:17). Sementara itu, Matthews (1997 : 367) membedakan sinonim absolut yang maknanya identik dalam segala hal dan segala konteks serta sinonim parsial yang maknanya hanya identik dalam konteks tertentu. Selanjutnya, Chaer (2009 : 8) menyatakan bahwa kesamaan dua kata yang bersinonim tidak bersifat mutlak karena ada prinsip umum semantik yang mengatakan apabila bentuk berbeda makna pun akan berbeda walaupun perbedaannya hanya sedikit. Pateda (2010:222) mengemukakan bahwa untuk mendefinisikan sinonim, ada tiga batasan yang dapat dikemukakan. Batasan atau definisi itu ialah : (i) katakata dengan acuan ekstralinguistik yang sama, misalnya kata mati dan mampus; (ii) kata-kata yang mengandung makna yang sama, misalnya kata memberitahukan dan kata menyampaikan; dan (iii) kata-kata yang dapat disubstitusi dalam konteks yang sama, misalnya Kami berusaha agar pembangunan berjalan terus dan Kami berupaya agar pembangunan berjalan terus. Kata berusaha bersinonim dengan kata berupaya. Berdasarkan definisi-definisi di atas, definisi sinonim yang dijadikan acuan adalah definisi yang dikemukakan oleh Saeed (2000) yang menyatakan bahwa sinonim merupakan kata-kata fonologis berbeda yang memiliki makna yang sama atau sangat mirip. Misalnya, kata bunga, kembang dan puspa secara

4 fonologis berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, yaitu sama-sama menyatakan bunga. Cruse (1987) membedakan sinonim atas tiga kelompok, yaitu. 1. Sinonim absolut Sinonim absolut adalah relasi makna antara dua kata atau lebih yang sama dalam semua konteks. Jadi, misalnya X dan Y adalah dua kata yang dianggap bersinonim absolut, berarti jika X memiliki makna Z dalam sebuah konteks, demikian pula dengan Y; jika X dalam sebuah konteks memiliki makna yang aneh, Y juga memiliki makna yang aneh; jika X dalam sebuah konteks memiliki makna yang anomali, Y juga memiliki makna yang anomali. Dengan kata lain, X dan Y dapat saling bersubstitusi tanpa memiliki perbedaan makna sedikitpun, secara denotatif ataupun emotif. Dalam sebuah bahasa, kata-kata yang bersinonim absolut biasanya sangat jarang ditemukan. 2. Sinonim proposisional Sinonim proposisional adalah relasi makna antara dua kata atau lebih yang dapat bersubstitusi dalam sejumlah ekspresi tanpa menimbulkan perbedaan makna. Dalam sinonim proposisional, perbedaan terjadi pada aspek tingkat makna ekspresif, stilistik dan medan pembicaraan. Misalnya isteri dan bini, saya dan aku, buat dan bikin. 3. Sinonim dekat Sinonim dekat adalah relasi makna antara dua kata atau lebih yang sebagian makna yang dimilikinya sama, misalnya cantik dan ayu, besar dan luar biasa, buta dan rabun.

5 Palmer (1976 : 60) mengemukakan lima kemungkinan penyebab terjadinya perbedaan pada sinonim. Kelima penyebab perbedaan tersebut ialah : (1) Perbedaan karena dialek atau kebiasaan setempat, misalnya dalam dialek Jakarta terdapat bentuk gue, kita dalam dialek Manado, dan saya dalam bahasa Indonesia. Kata aku dan saya juga merupakan dua kata yang bersinonim tetapi kata aku hanya dapat digunakan untuk teman sebaya dan tidak dapat digunakan kepada orang yang lebih tua atau yang status sosialnya lebih tinggi. (2) Perbedaan pada pemakaian, misalnya kata mati dan meninggal. Kata mati digunakan untuk manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan seperti tampak dalam kalimat kambing saya mati kemarin. Kata meninggal biasanya hanya digunakan untuk manusia, misalnya dalam kalimat guru itu meninggal tadi malam. (3) Perbedaan pada nilai kata, misalnya kata memohon nilainya lebih halus daripada kata meminta; kata bersantap lebih baik daripada kata makan. (4) Perbedaan berdasarkan kolokial tidaknya kata, misalnya kata ana dan kata saya. (5) Perbedaan karena hiponim, misalnya kata sapi merupakan hiponim kata binatang. Berkaitan dengan perbedaan pada sinonim yang dikemukakan oleh Palmer di atas, Soedjito (1988:7) juga mengemukakan bahwa kata-kata yang bersinonim dapat dilihat perbedannya antara lain berdasarkan hal-hal di bawah ini. (1) Distribusi, yaitu mencakup dua pengertian berdasarkan pengertian paradigmatik dan sintagmatik. Berdasarkan pengertian paradigmatik ialah

6 kemungkinan-kemungkinan penggantian suatu unsur dalam kalimat/frase dengan unsur lain secara vertikal. Misalnya, sinonim kata untuk, buat, bagi dan guna. Kata buat dapat menggantikan kata untuk pada kalimat ibu membeli sepatu untuk Rina menjadi ibu membeli sepatu buat Rina, sedangkan kata bagi dan guna tidak dapat. Berdasarkan pengertian sintagmatik ialah kemungkinan-kemungkinan suatu unsur dalam kalimat/frase dapat dipertukarkan tempatnya atau dapat bergabung (berkombinasi) dengan unsur lainnya secara mendatar. Misalnya, sinonim kata tidak dengan kata bukan. Kata tidak dalam kalimat saya tidak merokok lazim bergabung dengan kata kerja atau kata sifat, sedangkan kata bukan lazim bergabung dengan kata benda. Misalnya pada kalimat saya bukan dokter. Pada kalimat tersebut terlihat bahwa setelah kata bukan diikuti dengan kata benda dokter. (2) Kelaziman pemakaian (keterbatasan kolokasi), misalnya sinonim kata besar, raya, agung, akbar, raksasa dalam kalimat jalan besar/raya. Maka dalam kalimat tersebut kata besar dan kata raya lebih lazim di pakai daripada kata agung, akbar, dan raksasa. (3) Nilai rasa (makna emotif). Nilai rasa yang berbeda menyebabkan perbedaan dalam kelaziman pemakaiannya. Misalnya kata-kata bersinonim seperti mati, meninggal, mangkat, gugur, tewas, dan mampus dalam kalimat kucingnya mati tertabrak becak. Kata mati dalam kalimat tersebut lebih tepat penggunaannya karena adanya nilai rasa atau makna emotif yang menyatakan bahwa kata yang tepat untuk binatang yang sudah tidak bernyawa lagi adalah kata mati. Kata meninggal, mangkat, gugur, tewas

7 dan mampus berdasarkan nilai rasanya tidak tepat digunakan untuk binatang yang sudah tidak bernyawa lagi. Contoh kalimat lain misalnya, guru teladan itu telah meninggal tadi malam. Kata meninggal dalam kalimat tersebut tidak bisa disubstitusi dengan kata mati karena yang dimaksud meninggal disitu adalah orang bukan binatang sehingga penggunaan kata meninggal lebih lazim. (4) Makna dasar dan makna tambahan, yaitu melihat perbedaan sinonim berdasarkan makna dasar dan makna tambahannya. Makna dasar bersifat umum atau luas, sedangkan makna tambahan bersifat khusus. Misalnya, sinonim kata menjinjing dengan kata membimbing. Kata menjinjing memiliki makna dasar membawa dan makna tambahan dengan satu tangan terulur ke bawah (menjinjing sepatu). Kata membimbing juga memiliki makna dasar membawa tapi makna tambahan berbeda yaitu dengan dipegang tangannya (membimbing anak kecil). (5) Ragam bahasa, yaitu pemakaian bahasa berdasarkan lisan dan tulisan, resmi dan tidak resmi/santai (berdasarkan situasi) serta baku dan tidak baku (berdasarkan kaidah bahasa). Misalnya, sinonim kata aku dan kata saya. Kata aku yang bersifat akrab dapat digunakan dalam berdoa kepada Tuhan. Dalam hal ini kata aku lebih tepat dari kata saya. Di samping itu, dalam karangan sejenis riwayat hidup pribadi, catatan harian dan sebagainya, lebih tepat digunakan kata aku daripada kata saya. Kata saya bersifat hormat dan netral, dapat digunakan dalam pelbagai lingkungan. Misalnya dalam kalimat dengan ini saya mengajukan surat permohonan beserta lampiran-lampirannya kepada Bapak.

8 2.1.3 Antonim Antonim adalah kata-kata yang maknanya beroposisi (Saeed, 2000:66; Verhaar, 1983:133; Chaer, 1994:299). Dengan kata lain, antonim adalah kata-kata yang maknanya berlawanan. Dalam hal ini definisi yang dijadikan acuan adalah definisi yang dikemukakan oleh Saeed (2000). Contoh yang dapat dikemukakan dari kata-kata yang berantonim, yaitu kata bagus berantonim dengan kata buruk; kata besar berantonim dengan kata kecil dan kata membeli berantonim dengan kata menjual. Contoh lain misalnya, mudah dan sukar, tinggi dan rendah, lebar dan sempit, besar dan kecil dan lain sebagainya. Hubungan antonim berlaku timbal-balik. Artinya, kita dapat mengatakan bahwa mudah adalah antonim dari sukar, ataupun sebaliknya, sukar adalah antonim dari mudah. Bila pasangan antonim bermakna kuantitas tertentu, khususnya ukuran, biasanya ada kutub yang positif seperti tinggi, lebar, dan besar serta kutub yang negatif seperti rendah, sempit, dan kecil. Bila hubungan antonim ditiadakan demi suatu pengungkapan yang lebih umum, misalnya kuantitas saja maka hubungan keantoniman di netralisasi kan, seperti dalam tuturan berikut : uang sebesar (bukan sekecil) seratus Rupiah; dinding setinggi (bukan serendah) satu meter; gang selebar (bukan sesempit) hanya satu meter saja. Lebih lanjut, Saeed (2000:66) menyebutkan lima jenis oposisi, yaitu: (1) Antonim sederhana, yaitu hubungan antara pasangan kata-kata yang jika salah satunya positif, maka yang lainnya negatif. Pasangan ini sering juga disebut pasangan komplementer atau pasangan binari. Contoh, dead mati dengan alive hidup.

9 (2) Antonim bertingkat, yaitu hubungan antara oposisi yang jika salah satunya positif, yang lainnya tidak harus negatif. Contoh, hot panas dengan cold dingin. (3) Kebalikan (reverses), yaitu relasi yang menunjukkan gerakan arah yang berlawanan. Contoh, push dorong dan pull tarik. (4) Konversi (converses), yaitu hubungan antara dua kata dari sudut pandang yang berganti. Contoh, employee pekerja dengan employer pemberi kerja. (5) Taksonomi (taxonomic sisters), yaitu hubungan antara kata-kata dalam sistem klasifikasi. Contoh, red merah dan blue biru. Sejalan dengan hal di atas, Chaer (2009:90) menyatakan ada beberapa jenis antonim berdasarkan sifatnya yaitu : (1) Antonim mutlak, yaitu antonim yang mengemukakan pertentangan makna kata-kata secara mutlak. Misalnya, antonim kata gerak dengan diam. Sesuatu yang (ber)gerak tentu tidak dalam keadaan diam; dan sesuatu yang diam tentu tidak dalam keadaan bergerak. Kedua proses ini tidak dapat berlangsung bersamaan, tetapi secara bergantian. (2) Antonim kutub, yaitu antonim yang mengemukakan pertentangan makna kata-kata tidak secara mutlak, tetapi secara gradasi. Artinya, terdapat tingkattingkat makna pada kata-kata yang bertentangan tersebut. Contohnya antonim kata kaya dan kata miskin. Orang yang tidak kaya belum tentu merasa miskin, dan begitu juga orang yang tidak miskin belum tentu merasa kaya. (3) Antonim hubungan, yaitu antonim yang mengemukakan makna kata-kata yang bersifat saling melengkapi atau bersifat relasional. Artinya, kehadiran kata yang satu karena ada kata yang lain yang menjadi oposisinya. Misalnya,

10 kata menjual berantonim dengan kata membeli. Kata menjual dan membeli walaupun maknanya berlawanan, tetapi proses kejadiannya berlaku serempak. Proses menjual dan membeli terjadi pada waktu yang bersamaan, sehingga bisa dikatakan tak akan ada proses menjual jika tidak ada proses membeli. (4) Antonim hierarkial, yaitu antonim yang mengemukakan makna kata-kata berupa deret jenjang atau tingkatan. Oleh karena itu, kata-kata yang beroposisi hierarkial adalah kata-kata berupa nama satuan ukuran, nama satuan hitungan dan penanggalan, nama jenjang kepangkatan dan sebagainya. Umpamanya kata meter berantonim hierarkial dengan kata kilometer karena berada dalam deretan nama satuan yang meyatakan ukuran panjang Medan Makna Medan makna merupakan bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Medan makna ialah seperangkat leksem yang maknanya berelasi dan eksistensinya merupakan salah satu ciri universal leksikon setiap bahasa. Medan makna adalah sekelompok atau sejumlah leksem yang berelasi secara semantis yang pada umumnya dicakupi atau dipayungi oleh leksem yang menjadi superordinatnya (Lehrer, 1974:1). Sekelompok leksem itu akan membentuk suatu medan jika seperangkat leksem itu mempunyai komponen bersama (Lehrer, 1974:347). Kajian tentang medan kata lebih lanjut berhubungan erat dengan masalah kolokasi. Pengertian kolokasi itu sendiri ialah asosiasi hubungan makna kata yang

11 satu dengan kata yang lain masing-masing memiliki hubungan ciri yang tetap. Kata membaca berhubungan dengan buku, mengeong berhubungan dengan kucing, memetik berhubungan dengan bunga, dan lain-lain. Masalah hubungan makna itu baru ditentukan setelah masing-masing kata berada dalam konteks pemakaian melalui beberapa tataran analisis (Palmer, 1999:76) Menurut Nida ranah makna terdiri atas seperangkat makna tidak terbatas pada makna yang dinyatakan dalam sebuah leksem yang berkomponen makna bersama. Sementara itu, menurut Lyons (1963: 268), medan makna adalah seperangkat kosakata yang dapat berhubungan secara sintagmatis atau paradigmatis. Kata yang dapat berhubungan secara sintagmatis atau paradigmatis dapat termasuk dalam medan makna yang sama. Contohnya menulis, memukul, membawa, dan mendorong memiliki hubungan paradigmatis, dengan demikian termasuk dalam satu medan, yaitu medan makna aktivitas dengan tangan. 2.2 Konsep Konsep merupakan suatu pengertian yang disimpulkan dari sekumpulan data yang memiliki ciri-ciri yang sama. Konsep yang diketengahkan di bawah ini adalah konsep yang diambil berdasarkan teori-teori ahli yang telah dikemukakan di atas. Adapun konsep dalam penelitian ini sebagai berikut. Sinonim : kata-kata yang berbeda yang memiliki makna yang sama atau sangat mirip (Saeed, 2000:65 dan Tarigan, 1996:17). Antonim : kata-kata yang maknanya berlawanan (Saeed, 2000:66; Verhaar, 1983:133; dan Chaer, 1994:299).

12 Medan makna : sejumlah leksem yang berelasi secara semantis yang dipayungi oleh leksem yang menjadi superordinatnya (Nida, 1975; Lehrer, 1974 dan Leech, 1983). Kata : morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas, atau satuan bahasa yang berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem (KBBI, 1993:451) 2.3 Penelitian Terdahulu Berdasarkan survei pustaka, penelitian tentang sinonim dan antonim dalam BPS belum pernah dilakukan, tetapi terdapat beberapa kajian yang masih berhubungan dengan kajian sinonim dan antonim ini. Kajian yang dimaksud adalah kajian yang berkaitan dengan semantik dan medan makna. Di bawah ini dapat dilihat beberapa kajian tersebut. Kajian pertama yaitu medan makna leksikal memasak oleh Sitanggang (2007). Sitanggang menderetkan 41 kosakata yang termasuk dalam medan makna memasak dengan maknanya secara alfabetis. Dari deretan kata serta deskripsi yang terdapat dalam medan makna kata memasak di atas tampak adanya seperangkat makna yang mempunyai komponen umum yang sama. Berdasarkan analisis komponen makna terdapat seperangkat kata yang memilih makna memasak antara lain. a. Bahan, yakni bahan utama yang dipakai untuk.memasak., misalnya minyak goreng, air, santan, kecap, uap. b. Bahan yang akan dimasak, misalnya sayur, daging, ikan, ubi

13 c. Proses atau cara memasak, misalnya ditumis, direbus,dikukus, dibakar, dipanggang, digoreng. d. Tempat memasak yaitu wadah untuk tempat memasak, misalnya kuali, panci, e. Alat, yaitu alat yang dipakai untuk memasak kompor, tungku, bara api, arang, oven f. Cara mengolah; berkuah atau tidak berkuah; dengan gula atau tanpa gula. Konfigurasi Medan Leksikal Emosi Bahasa Melayu Serdang oleh Mahriyuni (2009). Mahriyuni menemukan dalam leksem Melayu Serdang terdapat medan leksikal yang anggotanya adalah leksem adjektiva simpleks internal yang berkomponen emosi dengan jumlah leksem 153 buah. Dengan analisis komponen makna ditemukan komponen makna bersama atau komponen umum dengan relasi semantik bersama menjadi dasar terbentuknya medan leksikal. Dari 153 emosi terbentuk tujuh medan leksikal emosi, yang merupakan dasar bahasa Melayu Serdang yaitu (1) medan leksikal senang, (2) medan leksikal sedeh, (3) medan leksikal marah, (4) medan leksikal bosan, (5) medan leksikal benci, (6) medan leksikal takut, (7) medan leksikal malu. Penentuan medan leksikal emosi Melayu Serdang tidak berbeda dengan sembilan medan leksikal bahasa Indonesia berdasarkan Kamus Besar Indonesia yaitu, suka, senang, sedeh, marah, benci, takut, heran, bosan, dan malu. Medan Makna Ranah Emosi Dalam Bahasa Indonesia oleh Pramanik (2005). Pramanik menemukan 80 kata emosi dalam bahasa Indonesia yang berasal dari kategori adjektiva dasar. Dari 80 kata emosi itu, ada kata berani dan penasaran yang tidak memiliki kelompok medan makna sehingga tidak dilakukan analisis komponen. Dengan demikian tersisa 78 kata emosi yang ditemukan

14 melalui analisis konteks verbal, aspek semantis dan dimensi semantis. Dari 78 kata emosi tersebut, terbentuk 9 medan makna kata emosi, yaitu medan makna senang, suka, heran, sedih, marah, bosan, benci, takut dan malu. Melalui analisis komponen makna terlihat bahwa setiap kata dalam medan makna memiliki komponen makna yang hampir sama, tetapi dapat dibedakan dengan komponen diagnostik yang terdapat pada kata tersebut. Bertalian dengan penelitian di atas, terdapat juga penelitian yang meneliti mengenai medan makna yaitu penelitian Ginanjar, dkk (2013) yang berjudul Dimensi dan Komponen Makna Medan Leksikal Verba Bahasa Indonesia yang Berciri (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA). Pengkajian ini berpusat pada pemerian arti leksikal yaitu pengulasan komponen makna yang membangun medan leksikal sekaligus yang membangun struktur makna setiap leksem sehingga diketahui perbedaan arti leksikal tiap-tiap leksem. Dengan analisis komponen, ditemukan leksem pembentuk medan leksikal beserta komponen maknanya. Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2001) yang mencakup semantik leksikal dan semantik kalimat bahasa Mandailing. Semantik leksikal mencakup kata, leksem, morfem, bentuk leksikon, unsur leksikon, bentuk leksem turunan, makna kata majemuk, makna idiom, penciptaan kata dan kata pungutan, ciri-ciri makna leksikal dan hubungan makna leksikal. Semantik kalimat mencakup makna harfiah, makna non-harfiah, ciri makna kalimat, dan hubungan makna kalimat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori analisis medan makna, teori analisis komponen makna dan teori kombinatorial.

15 Selanjutnya, penelitian ini menggunakan metode simak dengan teknik catat serta metode wawancara dengan teknik rekam. Hasil penelitian disajikan menggunakan pendekatan semantik struktural yang mendeskripsikan bahasa dengan kerangka teori analisis makna. Pembahasan semantik bahasa Mandailing mencakup kata, morfem, leksem, unsur leksikon, paduan leksem, idiom, ciri-ciri makna leksikal, hubungan makna leksikal, makna harfiah dan non-harfiah, ciriciri makna kalimat, hubungan makna kalimat, konteks linguistik yang mempengaruhi ciri dan hubungan makna, khususnya pada tingkat frasa, klausa ataupun kalimat. Hasil penelitian antara lain diperoleh kata yang dalam bahasa Mandailing disebut dengan hata yang merupakan satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, diujarkan secara utuh dan terdiri dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Kemudian, diperoleh leksem turunan yang mencakup seluruh morfem infleksi misalnya, di- dan an dan seluruh morfem derivasi misalnya, man- dan kon. Leksem dasar yang mencakup seluruh akar leksikal, misalnya basu- dan an- serta seluruh leksem baik tunggal maupun majemuk, misalnya natuari dan dison. Sejalan dengan penelitian Nasution, Salliyanti (2003) juga melakukan penelitian mengenai semantik, namun dalam ruang lingkup bahasa yang berbeda yaitu bahasa Minangkabau. Perumusan masalah yang digunakan pada dua penelitian di atas hampir sama yaitu merumuskan semantik leksikal dan semantik kalimat. Teori yang digunakan juga sama yaitu teori dengan pendekatan semantik struktural. Metode yang digunakan dalam penelitian ini juga menggunakan metode simak dan metode wawancara dengan sumber data berasal dari data lisan dan data

16 tulis. Metode analisis data yang digunakan ada dua yaitu untuk semantik leksikal digunakan metode analisis komponensial sedangkan untuk semantik kalimat metode yang digunakan adalah metode berdasarkan prinsip komposisional. Masalah semantik yang utama diteliti dalam penelitian ini mencakup makna kata, makna kata turunan, makna idiom, ciri-ciri makna leksikal, hubungan makna leksikal, ciri-ciri makna kalimat dan hubungan makna kalimat. Hasil penelitian antara lain diperoleh akar leksikon seperti basuah cuci dan jalan jalan, idiom seperti kareh kapalo keras kepala dan manbantiang tulang membanting tulang. Penelitian lain yang juga senada dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Azhar (2008). Penelitian ini juga mengemukakan semantik leksikal dan semantik kalimat dengan bahasa yang berbeda yaitu bahasa Melayu Dialek Bandar Khalifah. Teori yang digunakan adalah teori dengan pendekatan semantik struktural. Perumusan masalah dalam penelitian ini mencakup kata, kata turunan, ciriciri makna leksikal, hubungan makna leksikal, ciri-ciri makna kalimat dan hubungan makna kalimat. Hasil penelitian ini menemukan bahwa dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdapat kata benda, kata kerja, kata keadaan, kata turunan, dan kata majemuk. Semantik kalimat dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah terdiri atas makna harfiah dan makna non-harfiah. Hubungan makna kalimat dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalifah mencakup sinonim dan antonim. Serta ciri-ciri makna kalimat dalam bahasa Melayu dialek Bandar Khalipah mencakup ciri kebermaknaan, kebertentangan, ketaksaan dan kemubaziran.

17 Selanjutnya, penelitian Ritonga (2002) yang berjudul analisis semantik Bahasa Indonesia Pers Studi Kasus Harian Waspada dan Sinar Indonesia Baru. Penelitian ini merumuskan makna yang digunakan dalam bahasa Indonesia Pers berdasarkan konteks kultural dan konteks situasi serta aspek-aspek medan makna, komponen makna dan semantik kombinatorial yang terdapat dalam bahasa Indonesia pers. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian tersebut memiliki banyak persamaan baik dalam perumusan masalah, metode penelitian dan teori yang dipakai serta hasil penelitian yang diperoleh. Terutama penelitian yang berkaitan dengan analisis semantik. Perbedaan dengan penelitian ini adalah yang pertama pada kajian yang diteliti yaitu mengenai sinonim dan antonim dalam BPS, kajian ini lebih spesifik dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang mengkaji semantik leksikal. Kedua pada perumusan masalah, penulis merumuskan masalah dalam dua hal yaitu bagaimanakah kata-kata yang bersinonim dalam BPS dan bagaimanakah kata-kata yang berantonim dalam BPS. Persamaan yang penulis peroleh dari penelitian sebelumnya adalah persamaan dalam analisis data berdasarkan medan maknanya. Dalam penelitian ini penulis juga mengelompokkan data yang ada berdasarkan medan makna yang dimiliki oleh kata-kata yang bersinonim dan berantonim. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penelitian-penelitian sebelumnya memberikan kontribusi yang signifikan dalam penelitian ini khususnya dalam metode, analisis dan konsep penelitian.

MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MEMBAKAR) DALAM BAHASA PRANCIS. Nurilam Harianja Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MEMBAKAR) DALAM BAHASA PRANCIS. Nurilam Harianja Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MEMBAKAR) DALAM BAHASA PRANCIS Nurilam Harianja Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat medan makna aktivitas memasak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama. Nama : Setyaningyan NIM : 1402408232 BAB 7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa.

Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa. SEMANTIK Pengantar Linguistik Umum 3 November 2014 APAKAH SEMANTIK ITU? 1 2 Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa. Menurut Ogden & Richards (1923), makna tanda bahasa dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara semantis, setiap satuan lingual memiliki hubungan dengan satuan lingual lain. Hubungan tersebut berupa hubungan makna atau disebut juga relasi makna.

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 21

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 21 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat hidup bermasyarakat. Dengan bahasa orang dapat. lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf,

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat hidup bermasyarakat. Dengan bahasa orang dapat. lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari orang tidak dapat lepas dari pemakaian bahasa, apalagi dalam kehidupan masyarakat. Peranan bahasa dalam hidup bermasyarakat sangat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan leksikon sangat penting dalam perkembangan bahasa seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang satu dengan yang lainnya untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya permasalahan kategori ini sehingga tidak

Lebih terperinci

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.)

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) A. Pengertian Kosakata PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) Guru Bahasa Indonesia SMAN 3 Parepare Kosakata menurut Kridalaksana (1993: 122) sama dengan leksikon. Leksikon adalah (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

SEMANTIK LEKSIKAL, SEMANTIK KALIMAT, MAKNA DAN

SEMANTIK LEKSIKAL, SEMANTIK KALIMAT, MAKNA DAN SEMANTIK LEKSIKAL, SEMANTIK KALIMAT, MAKNA DAN KONTEKS BAHASA ACEH BESAR Isda Pramuniati Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Hubungan Semantik dengan kehidupan manusia sangat dekat

Lebih terperinci

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Nama : Hasan Triyakfi NIM : 1402408287 BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinonimi adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun, memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata atau padanan kata.

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA TEORI. Universitas Indonesia

BAB 2 KERANGKA TEORI. Universitas Indonesia BAB 2 KERANGKA TEORI 2.1 Pengantar Di dalam bab ini akan disajikan mengenai teori medan makna oleh Leech (1983), pengertian kehiponiman yang dikemukakan oleh Lyons (1977), Verhaar (1978) dan teori yang

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN)

ANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN) ANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN) Bakdal Ginanjar Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK

7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK 7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK Hocket, seorang tokoh strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima sub sistem,

Lebih terperinci

Kinanti Putri Utami ( ) Makalah Akhir Semester Semantik dan Pragmatik Indonesia

Kinanti Putri Utami ( ) Makalah Akhir Semester Semantik dan Pragmatik Indonesia Kinanti Putri Utami (0606085410) Makalah Akhir Semester Semantik dan Pragmatik Indonesia HIERARKI TAKSONOMI DARI VERBA Leksem-leksem atau kata-kata dalam setiap bahasa dapat dikelompokkan dalam suatu kategori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Setiap budaya memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai hal

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Setiap budaya memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai hal BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Memasak merupakan salah satu hal yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Setiap budaya memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai hal tersebut. Peristilahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MEMBAKAR) DALAM BAHASA PRANCIS

MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MEMBAKAR) DALAM BAHASA PRANCIS MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MEMBAKAR) DALAM BAHASA PRANCIS Nurilam Harianja Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat medan makna aktivitas memasak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Telah diketahui bahwa pemakaina bahasa diwujudkan dalam bentuk kata-kata dan kalimat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Manusia berkomunikasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Manusia berkomunikasi untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Manusia berkomunikasi untuk mengungkapkan persepsi pikirannya pada orang lain menggunakan kata atau kalimat. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengkomunikasikan segala

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengkomunikasikan segala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa sangat berperan penting bagi kehidupan manusia. Bahasa dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengkomunikasikan segala sesuatu. Satuan kebahasaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana

BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana BAB V PENUTUP Bab V ini memuat dua aspek, yakni (1) simpulan dan (2) saran. Kedua aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. 5.1 Simpulan Sesuai dengan jumlah masalah yang telah dirumuskan, simpulan

Lebih terperinci

Relasi Makna (Sinonimi, Antonimi, dan Hiponimi) dan Seluk Beluknya

Relasi Makna (Sinonimi, Antonimi, dan Hiponimi) dan Seluk Beluknya Relasi Makna (Sinonimi, Antonimi, dan Hiponimi) dan Seluk Beluknya Oleh Masduki (dosen sastra Inggris Universitas Trunojoyo, e-mail: masdukiunijoyo@yahoo.com) Abstract Relation of meaning constitutes as

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk menarik perhatian pembaca, judul-judul berita pada surat kabar, tabloid, atau majalah sering dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam hubungan langsung

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam hubungan langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memerlukan komunikasi untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat sekitar. Ada dua cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam pembentukan dan pengembangan bahasa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia sebagian besar bangsa Indonesia

Lebih terperinci

Kata dan Gagasan a) Adaptasi dari Gorys Keraff. Pilihan Kata

Kata dan Gagasan a) Adaptasi dari Gorys Keraff. Pilihan Kata Kata dan Gagasan a) Adaptasi dari Gorys Keraff. Kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan mobilitas posisional, yang berarti ia memiliki komposisi tertentu (bisa fonologis

Lebih terperinci

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU Makalah Bahasa Indonesia KATA PENGANTAR Syukur alhamdulilah kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang telah di limpahkannya. Sehingga penyusunan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan deskripsi hasil penelitian aspek gramatikal dan aspek leksikal yang terdapat dalam surat kabar harian Solopos tahun 2015 dan 2016 ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Sunda (BS)1) memiliki kedudukan dan fungsi tertentu di dalam kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). Di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa maupun pembelajaran bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan bahasa memiliki peranan yang sangat penting dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri,

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Idiom Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, khusus atau pribadi. Menurut Keraf (2005:109) Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki makna yang sama. Salah satu fungsi dari bahasa adalah sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki makna yang sama. Salah satu fungsi dari bahasa adalah sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan cerminan dari suatu masyarakat penuturnya dan karya manusia yang hidup. Sebagai sesuatu yang hidup, ia mengalami perkembangan; yaitu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan. Selain digunakan sebagai alat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek kajian lingustik. Menurut Kridalaksana (1983)

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek kajian lingustik. Menurut Kridalaksana (1983) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan objek kajian lingustik. Menurut Kridalaksana (1983) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Bahasa adalah milik manusia, maksudnya bahasa sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Bahasa adalah milik manusia, maksudnya bahasa sebagai salah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sarana yang utama dalam komunikasi karena tanpa bahasa sulit untuk memahami apa yang ingin disampaikan antara satu manusia dengan manusia lainnya.

Lebih terperinci

M.K SEMANTIK Pertemuan Ke-4 RAGAM MAKNA

M.K SEMANTIK Pertemuan Ke-4 RAGAM MAKNA M.K SEMANTIK Pertemuan Ke-4 RAGAM MAKNA Ragam Makna/Jenis Makna Berdasarkan jenis semantiknya Makna leksikal Makna gramatikal Berdasarkan ada tidaknya referen suatu kata Makna referensial Makna nonreferensial

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dari definisi langsung dan penyusunan bagian-bagiannya, melainkan merupakan suatu

Bab 2. Landasan Teori. dari definisi langsung dan penyusunan bagian-bagiannya, melainkan merupakan suatu Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori kanyouku 慣用句 Kanyouku 慣用句 adalah suatu ungkapan yang maknanya tidak dapat diturunkan dari definisi langsung dan penyusunan bagian-bagiannya, melainkan merupakan suatu makna

Lebih terperinci

BENTUK KATA DAN MAKNA

BENTUK KATA DAN MAKNA BENTUK DAN MAKNA BENTUK KATA DAN MAKNA 1. FONEM bunyi bahasa yang membedakan arti/ makna Contoh : /apēl/ dan /apəl/ /mental/ dan /məntal/ /s/ayur - /m/ayur /s/ : /m/ Fonem ada dua : Konsonan dan Vokal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. kabar Suara Merdeka serta saran implementasi pada pembelajaran di SMA kelas XII

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. kabar Suara Merdeka serta saran implementasi pada pembelajaran di SMA kelas XII BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Kajian Hipernim dan Hiponim pada Rubrik Spirit Surat Kabar Suara Merdeka dan Saran Implementasinya pada Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Semantik Kata semantik atau semasiologi diturunkan dari kata Yunani semainein: bermakna atau berarti.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property 7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kesopanan Berbahasa Kesopanan berbahasa sangat diperlukan bagi penutur dan petutur. Menurut Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property associated with

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Untuk menjalin hubungan dan kerja sama antar oarang lain, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1985:9) yang. Kegiatan komunikasi yang baik didukung oleh salah satu komponen

I. PENDAHULUAN. orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1985:9) yang. Kegiatan komunikasi yang baik didukung oleh salah satu komponen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa, manusia dapat berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari manusia, karena pendidikan merupakan salah satu wujud nyata dalam peningkatan sumber

Lebih terperinci

MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MENGGORENG) DALAM BAHASA PERANCIS. Nurilam Harianja. Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan ABSTRACT

MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MENGGORENG) DALAM BAHASA PERANCIS. Nurilam Harianja. Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan ABSTRACT MEDAN MAKNA AKTIVITAS MEMASAK (MENGGORENG) DALAM BAHASA PERANCIS Nurilam Harianja Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan ABSTRACT This thesis, which is entitled as Medan Makna Aktivitas Memasak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II RELASI MAKNA DALAM BAHASA DAYAK DIALEK JANGKANG JUNGUR TANJUNG. penting dalam kehidupan manusia, bahasa tidak hanya dipergunakan dalam

BAB II RELASI MAKNA DALAM BAHASA DAYAK DIALEK JANGKANG JUNGUR TANJUNG. penting dalam kehidupan manusia, bahasa tidak hanya dipergunakan dalam 9 BAB II RELASI MAKNA DALAM BAHASA DAYAK DIALEK JANGKANG JUNGUR TANJUNG A. Relasi Makna 1. Hakikat dan Fungsi Bahasa Bahasa merupakan sarana komunikasi utama yang digunakan oleh manusia sebagai alat untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 116 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan dan analisis data tentang konsep perlawanan makna dalam epigram berbahasa Inggris, kesimpulan yang bisa diperoleh akan disampaikan dalam bab ini. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majalah merupakan salah satu sumber data yang dapat dijadikan sebagai bahan penelitian. Sudah sering sekali majalah dicari para peneliti untuk dikaji segi

Lebih terperinci

MEDAN MAKNA GERAK ORGAN TUBUH BAGIAN KEPALA MANUSIA DALAM BAHASA GORONTALO

MEDAN MAKNA GERAK ORGAN TUBUH BAGIAN KEPALA MANUSIA DALAM BAHASA GORONTALO 1 MEDAN MAKNA GERAK ORGAN TUBUH BAGIAN KEPALA MANUSIA DALAM BAHASA GORONTALO Sry Inggriani Lakoro Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bahasa, termasuk bahasa Jawa seringkali ditemui adanya hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bahasa, termasuk bahasa Jawa seringkali ditemui adanya hubungan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bahasa, termasuk bahasa Jawa seringkali ditemui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji arti di dalam bahasa (Hurford dan Hearsly, 1983:1). Saat seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang dapat menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang dapat menggambarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang dapat menggambarkan hasil kebudayaan masyarakat penuturnya. Sebagai bagian dari kebudayaan, bahasa memiliki peran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kaum terpelajar siswa dan mahasiswa dituntut untuk bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kaum terpelajar siswa dan mahasiswa dituntut untuk bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai kaum terpelajar siswa dan mahasiswa dituntut untuk bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam mengkomunikasikan ilmunya. Penentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pidato. Ketika menulis teks pidato, banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti kosa kata,

I. PENDAHULUAN. pidato. Ketika menulis teks pidato, banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti kosa kata, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu aspek dari keterampilan berbahasa yang perlu dimiliki oleh siswa. Melalui menulis siswa bisa mengekspresikan kekayaan ilmu, pikiran,

Lebih terperinci

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstrak Bahasa adalah sarana paling penting dalam masyarakat, karena bahasa adalah salah

Lebih terperinci

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS BAHASA BATAK ANGKOLA DALAM KARANGAN BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS 5 SDN 105010 SIGAMA KECAMATAN PADANG BOLAK TAPANULI SELATAN Fitriani Lubis Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mampu merujuk objek ke dalam dunia nyata, misalnya mampu menyebut nama,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mampu merujuk objek ke dalam dunia nyata, misalnya mampu menyebut nama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk memberikan informasi kepada orang lain. Bahasa pada prinsipnya digunakan untuk menyampaikan pesan

Lebih terperinci

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Kumairoh Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dipnegoro Abstrak Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan dijabarkan pendapat para ahli sehubungan dengan topik penelitian. Mengenai alat-alat kohesi, penulis menggunakan pendapat M.A.K. Halliday dan Ruqaiya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun. Menyusun suatu gagasan menjadi rangkaian bahasa tulis yang teratur,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Artinya. setiap pertau-tan

BAB II LANDASAN TEORI. antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Artinya. setiap pertau-tan 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Relasi Makna Djajasudarma (1993: 5) berpendapat bahwa makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Artinya. setiap

Lebih terperinci

RELASI MAKNA DALAM BAHASA MELAYU DESA PANTAI LABU BARU, KABUPATEN DELI SERDANG. Skripsi. Dikerjakan Oleh, NAMA : SATRIA SINAGA NIM :

RELASI MAKNA DALAM BAHASA MELAYU DESA PANTAI LABU BARU, KABUPATEN DELI SERDANG. Skripsi. Dikerjakan Oleh, NAMA : SATRIA SINAGA NIM : RELASI MAKNA DALAM BAHASA MELAYU DESA PANTAI LABU BARU, KABUPATEN DELI SERDANG Skripsi Dikerjakan Oleh, NAMA : SATRIA SINAGA NIM : 090702005 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa sebagai alat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Adalah suatu kenyataan bahwa manusia

Lebih terperinci

MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS

MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS Endang Sri Maruti marutiendang@gmail.com Universitas PGRI Madiun Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan beberapa bentuk relasi makna

Lebih terperinci

Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman. Abstrak

Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman. Abstrak Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman Abstrak Dalam seni bina, pembinaan, kejuruteraan, dan pembangunan harta tanah, bangunan merujuk kepada mana-mana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 42 5.1 KESIMPULAN... 42 5.2 SARAN... 43 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian mengenai bahasa menjadi suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB 3. Metodologi Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berorientasi pada metode

BAB 3. Metodologi Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berorientasi pada metode 29 BAB 3 Metodologi Penelitian 3.1 Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini berorientasi pada metode kualitatif yang bersifat deskriptif yang digunakan untuk memecahkan masalah

Lebih terperinci

RELASI MAKNA DALAM BAHASA MELAYU DIALEK MELAWI

RELASI MAKNA DALAM BAHASA MELAYU DIALEK MELAWI RELASI MAKNA DALAM BAHASA MELAYU DIALEK MELAWI Icha Nurma Jamelia, Patriantoro, Agus Syahrani Prodi: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak E-mail: IchaJamellia@gmail.com Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia. Dengan bahasa, seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia. Dengan bahasa, seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia. Dengan bahasa, seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain. Dengan bahasa, juga akan terjadi hubungan timbal balik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Prasetya, NIM , tahun 2010 dengan judul Konsep Penamaan Rumah

BAB II LANDASAN TEORI. Prasetya, NIM , tahun 2010 dengan judul Konsep Penamaan Rumah 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Untuk membedakan penelitian yang berjudul Sistem Penamaan Toko di Purwokerto, Kabupaten Banyumas dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini harus dibinakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang kita dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam atau luar negeri melalui media elektronik atau cetak. Setiap

Lebih terperinci