1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1 PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Angklung merupakan alat musik multitonal (bernada ganda), terbuat dari bambu dan dibunyikan dengan cara digoyangkan. Angklung berkembang dan menjadi salah satu filosofi hidup masyarakat Jawa Barat. Menurut karuhun urang sunda/sejarah masyarakat Sunda, kehidupan manusia diibaratkan seperti tabung angklung. Angklung bukanlah sebuah angklung apabila ia hanya terdiri dari satu tabung saja, layaknya manusia yang tidak dapat hidup sendiri melainkan harus bersosialisasi (Sejarah Angklung 2012). Angklung menjadi populer sejak November 2010, ketika terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO. Bambu sebagai bahan baku angklung belum mendapatkan perhatian secara intensif dari pengguna bambu yang memanfaatkannya sebagai bahan baku angklung khususnya dalam konservasi bambu. Bambu yang digunakan sebagai bahan baku angklung masih diperoleh dari alam dan belum dibudidayakan secara massal. Diantara berbagai jenis bambu, Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolaceae Widjaja), Bambu Gombong (Gigantochloa pseudoarundinacea (Steud) Widjaja), Bambu Temen (Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz, dan Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A. & J.H. Schultes) Kurz tercatat memiliki karakteristik yang sesuai untuk dijadikan sebagai bahan baku angklung (Nuriyatin 2000). Saung Angklung Udjo (SAU) merupakan salah satu lokasi yang mengembangkan budaya dan kesenian angklung di Jawa Barat. Sejak berdiri tahun 1966, Saung Angklung Udjo terus berupaya memperkenalkan angklung kepada masyakat luas bahkan sudah mencatatkan diri dalam Guiness World of Record karena memainkan angklung sebanyak buah dengan peserta multibangsa. Jumlah pengunjung di Saung Angklung Udjo terus meningkat dari tahun ke tahun. Selain menawarkan pertunjukan angklung, Saung Angklung Udjo juga memproduksi angklung untuk dijual hingga ke mancanegara. Saung Angklung Udjo sudah memiliki manajemen terkait pelayanan pengunjung namun belum mengembangkan suatu pelayanan yang berguna untuk mengarahkan dan meningkatkan rasa keingintahuan pengunjung dalam mengenal dan memahami peranan bambu sebagai bahan baku utama angklung khususnya dalam aspek pelestarian bambu. Interpretasi didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau suatu usaha menciptakan pemahaman serta menunjukkan arti dan hubungan antara seseorang dengan alam lingkungannya dengan menggunakan obyek yang terdapat dikawasan tersebut dengan menggunakan media ilustratif serta melalui pengalaman langsung dilapangan (Tilden 1977; Alderson&Low 1985; Moscardo1998). Beragam penelitian mengenai program interpretasi tidak hanya mendukung upaya konservasi dan pengelolaan kawasan melainkan juga meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pengunjung (Moscardo 1998; Pearce&Moscardo 2007; Povey&Rion2002; Wiles 2005). Oleh karena itu perlu

2 2 disusun suatu perencanaan interpretasi yang berbasis pada konservasi bambu sebagai bahan baku angklung di Saung Angklung Udjo. Perumusan Masalah Sebagai salah satu lokasi wisata budaya di Bandung Timur, pengelolaan Saung Angklung Udjo masih terbatas pada penyediaan paket pertunjukan dan kesenian angklung. Paket kunjungan tersebut berupa aktivitas menyaksikan pertunjukan angklung yang dimainkan oleh anak-anak binaan Saung Angklung Udjo yang dinamakan Bamboo Afternoon/Bambu Petang. Bamboo Afternoon merupakan atraksi wisata yang terdiri dari tari-tarian, pertunjukan angklung hingga pelibatan pengunjung dalam memainkan angklung. Pengadaan bambu sebagai bahan baku angklung masih diperoleh secara langsung dari alam dan belum dilakukan budidaya bambu secara intensif. Kondisi ini menjadikan keempat jenis bambu semakin sulit ditemukan. Konservasi jenis bambu sebagai bahan baku angklung perlu dilakukan sebagai upaya mempertahankan keberadaan jenis dan kesenian angklung. Pengelola Saung Angklung Udjo mempunyai kewajiban untuk melestarikan jenis bambu yang digunakan sebagai bahan baku angklung sekaligus mengajak dan memberikan pemahaman kepada pengunjung yang datang untuk memahami pentingnya konservasi jenis bambu untuk angklung. Interpretasi merupakan jembatan untuk menyampaikan keistimewaan bambu sebagai sumber daya khususnya sebagai bahan baku angklung kepada pengunjung. Informasi terkait karakteristik, proses pengolahan bambu menjadi angklung, dan upaya konservasi bambu dapat disampaikan melalui interpretasi yang dapat diwujudkan dalam bentuk program dan papan interpretasi. Pengelola Saung Angklung Udjo belum menyiapkan informasi dan program wisata yang berkaitan dengan bambu sebagai bahan baku utama angklung. Kenyataan tersebut merupakan peluang bagi pengelola untuk mengenalkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang konservasi bambu sebagai bahan baku utama angklung sekaligus memberikan pengalaman yang berkualitas bagi pengunjung Saung Angklung Udjo. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menyusun rencana interpretasi yang berbasis konservasi bambu sebagai bahan baku angklung.di Saung Angklung Udjo. Manfaat Penelitian 1. Menjadi salah satu contoh pengelolaan lokasi wisata yang berbasis pada konservasi sumber daya 2. Memberi pengetahuan dan pengalaman yang berkualitas kepada pengunjung di Saung Angklung Udjo akan peranan bambu terhadap angklung. 3. Membangun keterlibatan pengunjung untuk ikut melestarikan sumber daya bambu.

3 4. Bahan masukan bagi pengelola dalam mengoptimalkan manajemen di Saung Angklung Udjo agar tercapai pemanfaatan dan pengelolaan bambu jangka panjang 3 Kerangka Teori Tingginya permintaaan bambu, khususnya jenis Bambu Hitam (G. atroviolaceae), Bambu Gombong (G. pseudoarundinacea), Bambu Temen (G. atter), dan Bambu Tali (G. apus) berdampak pada pemanenan bambu dari alam (Fathony 2011; Irawan et al. 2006; Jonkhart 2011). Di sisi lain, penanaman bambu lebih diutamakan jenis Bambu Duri (Bambusa blumeana) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper) untuk industri pulp dan sumpit (Widjaja 1990). Oleh sebab itu, perlu adanya upaya konservasi jenis-jenis bambu sebagai bahan baku angklung dalam upaya menjamin keberadaan angklung sebagai warisan dunia. Sebagai destinasi wisata dan lokasi workshop angklung, Saung Angklung Udjo merupakan salah satu pihak yang berkewajiban untuk melestarikan bambu, khususnya jenis bambu sebagai bahan baku angklung. Sebagian besar pengunjung Saung Angklung Udjo datang untuk melihat pertunjukan angklung sehingga potensi dan peranan bambu sebagai bahan baku angklung belum banyak diketahui pengunjung. Pihak pengelola berperan untuk menyampaikan peranan bambu dan pentingnya upaya konservasi bambu sebagai bahan baku angklung kepada pengunjung. Untuk itu perlu upaya memperkenalkan peranan bambu dalam kesenian angklung melalui sebuah interpretasi. Melalui perencanaan interpretasi, bambu dapat disusun menjadi materi program wisata yang bermanfaat dan mendidik pengunjung. Berikut kerangka teori penelitian yang tersaji pada Gambar 1 berikut ini.

4 4 Bambu sebagai Bahan Baku Angklung (Prosea (1995) dalam Nuriyatin (2000) Karakteristik Fisik, Biologis, Mekanik Akustik Bambu (Widjaja 2001a+b) (stimulus alamiah) Proses Pengolahan dan Pemanfaatan Bambu menjadi Angklung (stimulus manfaat) Tri Stimulus AMAR Konservasi Bambu (Zuhud et al. 2007) Perencanaan Interpretasi Berbasis Konservasi Bambu sebagai Bahan Baku Angklung Pengunjung Pengelola Gambar 1 KerangkaTeori Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Interpretasi Penggunaan interpretasi sebagai bentuk komunikasi dalam kegiatan wisata telah umum dijumpai di berbagai negara sepanjang abad kedua puluh. Akar dari bidang interpretasi dapat ditelusuri dan ditemukan di Amerika dan Eropa pada abad kesembilan belas. Hal ini diikuti dengan pertumbuhan dalam studi mengenai sumber daya alam, perencanaan wisata melalui penggunaan pusat informasi alam dan taman naturalis (Sharpe 1982). Penyediaan informasi merupakan hal yang umum dalam mendukung pengelolaan dan pengembangan wisata. Umumnya penyampaian informasi terdapat di museum, kebun binatang, lokasi bersejarah hingga kawasan konservasi (Muntasib 2003). Proses penyampaian informasi atau mendidik pengunjung dapat didefinisikan sebagai interpretasi (Moscardo 1998). Interpretasi telah dikenal sebagai layanan kepada pengunjung (Pearce&Moscardo 2007), dan pendekatan untuk komunikasi (Ham 1992). Archer&Wearing (2003) mendefinisikan interpretasi sebagai kegiatan menjelaskan dan merancang informasi tentang sumber daya lokal bagi pengunjung dengan cara yang menarik. Veverka (1994)

5 juga menyatakan bahwa interpretasi adalah proses komunikasi yang dirancang untuk mengungkapkan makna dan hubungan budaya dan warisan alam kepada masyarakat (pengunjung) melalui tangan pertama pengalaman dengan obyek, artefak, lanskap, atau lokasi. Meski kedatangan pengunjung ke tempat rekreasi untuk berwisata dan atau mencari inspirasi tetapi pengunjung juga mempunyai keinginan untuk mengenal tempat yang dikunjungi. Poo (1993) dalam Moscardo (1998) menyatakan perubahan trend menunjukkan bahwa program yang berbasis pada pendidikan, konservasi, dan meningkatkan pengalaman dan pengetahuan pengunjung lebih diminati. Interpretasi dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran yang lebih luas terhadap lingkungan (Archer&Wearing 2003). Belajar hal-hal yang baru dan meningkatkan pengetahuan menjadi motivasi terbesar yang diminati dan dipilih pengunjung. Jika pengunjung semakin mencari unsur pendidikan dalam aspek perjalanannya, maka interpretasi menjadi bagian integral yang harus ada di lokasi wisata (Moscardo 1998). 5 Perencanaan Interpretasi Komponen penting bagi perencanaan program interpretasi adalah 1) pengunjung, 2) prosedur penyampaian informasi (Sharpe 1982). Komponen pengunjung meliputi latar belakang, perilaku dan sikap, dan karakteristik spesial pengunjung. Karakteristik spesial pengunjung meliputi umur, tingkat pendidikan, dan ketertarikan khusus. Interpretasi mampu mengakomodasi berbagai karakteristik spesial dari pengunjung. Berdasarkan Sharpe (1982) dalam menyusun sebuah interpretasi, perlu perencanaan yang spesifik. Proses perencanaan harus interaktif dan terus menerus. Langkah-langkah dalam merencanakan sebuah interpretasi terdapat pada Gambar 2 di bawah ini. Masukan Tujuan Inventarisasi & Pengumpulan Data Analisis Sintesis Peren canaan Penerapan Evaluasi& Revisi Umpan Balik Gambar 2 Fase Perencanaan Interpretasi (Bradley dalam Sharpe 1982) Fase perencanaan interpretasi terdiri dari menuliskan tujuan, mengumpulkan informasi, menganalisa, memadukan alternatif yang ada, pelaksanaan program, evaluasi dan perbaikan (Sharpe 1982). Penjabaran dari tahap tersebut adalah:

6 6 a. Tujuan Tujuan adalah panduan untuk melakukan tindakan spesifik yang diperlukan dalam sebuah perencanaan. Perumusan tujuan merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam perencanaan interpretasi b. Inventarisasi Tahap inventarisasi adalah tahap mengidentifikasi lokasi untuk menemukan sumber daya serta kekhasan dari lokasi tersebut yang meliputi aspek fisik, biologis, dan sosial budaya. Inventarisasi yang baik sangat diperlukan untuk memberikan sebuah data dasar dalam perencanaan interpretasi. c. Analisis Data yang diperoleh dalam inventarisasi harus menggambarkan kondisi yang ada di lokasi. Data kemudian dianalisis secara deskriptif dengan penyajian dalam bentuk tabulasi. Dalam analisis data, informasi yang didapatkan harus diuji dan dievaluasi sehingga menghasilkan potensi, permasalahan, dan pemecahan masalah yang dilanjutkan pemilihan obyek interpretasi serta lokasi interpretasi (site) untuk pengembangan rencana interpretasi yang disusun. d. Sintesis Tahap ini merupakan tahap memadukan berbagai alternatif kegiatan dan mengidentifikasi implikasinya. Rencana interpretasi mengadopsi potensi sumber daya dengan kebutuhan pengunjung. e. Perencanaan Pada tahap ini merupakan tahap melengkapi semua aspek dan rencana yang diperoleh sekaligus pendugaan dan dampak implementasi. f. Evaluasi dan Perbaikan Rencana Kegiatan monitoring dan pemantauan diperlukan untuk melihat potensi keberhasilan dan keberlanjutan suatu rencana yang dibuat sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Evaluasi dilakukan terkait dampak program terhadap para pengguna dan dampak fasilitas yang dibangun terhadap sumber daya. Beberapa prinsip untuk merancang interpretasi yang efektif antara lain: (1) merancang pengalaman interpretasi yang berbeda, (2) menyediakan komunikasi personal dengan pengunjung, (3) melatih partisipasi pengunjung, (4) menciptakan konten yang jelas, (5) memungkinkan untuk pengunjung alternatif yang bukan sasaran utama (Knapp&Benton 2004; Muscardo 1998). Ham (1992) mengemukakan empat ide utama yang menjadi pendekatan dalam interpretasi yaitu: (1) pleasurable atau menyenangkan, (2) relevant atau menghubungkan, (3) organized atau mengatur, dan (4) has a theme atau mempunyai tema. Teknik Interpretasi Veverka (1998) mengklasifikasikan teknik interpretasi menjadi beberapa jenis. Teknik interpretasi tidak selalu berupa guided tour, namun dapat berupa ucapan, musik pengiring kedatangan pengunjung, pola-pola ubin, penataan ruangan hingga hal-hal yang meningkatkan ketertarikan pengunjung serta menciptakan ikatan (bonding) antara pengunjung dengan destinasi. Beberapa teknik intrepretasi antara lain : Visitor Center, Education Center, Display and Exhibits, Publication, Website, Self guided trails.

7 Sharpe (1982) menyampaikan interpretasi terdiri dari dua teknik yaitu (1) Teknik secara langsung (attended service), dan (2) Teknik secara tidak langsung (unattended service). 1. Teknik secara langsung (Attended Service) Teknik secara langsung (attended service) yaitu kegiatan interpretasi yang melibatkan langsung antara interpreter dan pengunjung dengan obyek interpretasi yang ada sehingga pengunjung dapat secara langsung melihat, mendengar atau bila mungkin mencium, meraba dan merasakan obyek-obyek intrepretasi yang dipergunakan dan biasanya dengan tahap-tahap pelaksanaan sebagai berikut: Informasi; pengunjung akan mendapatkan informasi tentang obyek yang akan dikunjungi. Rencana kegiatan pelaksanaan program akan dijelaskan pada suatu sentra pengunjung, jadi pengunjung sudah lebih dulu mengetahui program interpretasi yang dipilih dan garis besar rencana perjalanannya. Penyampaian uraian-uraian; dilakukan oleh interpreter pada saat melaksanakan program interpretasinya. Dengan adanya kontak antara pengunjung dengan interpreter maka terdapat suatu komunikasi langsung sehingga peran interpreter sangat besar untuk dapat mengungkapkan semua potensi dalam suatu kawasan secara menarik. Interpreter yang baik harus dapat membuat suasana yang santai sehingga pengunjung akan dapat bebas bertanya ataupun dapat mengutarakan keluhankeluhannya. Pengunjung akan merasa penting jika dilibatkan dalam suatu program interpretasi (Knapp&Benton 2004). 2. Teknik secara tidak langsung (Unattended Service) Teknik secara tidak langsung (unattended service) yaitu kegiatan interpretasi yang dilaksanakan dengan menggunakan alat bantu dalam memperkenalkan obyek interpretasi. Interpretasi disajikan dalam suatu program slide, video, film, ataupun rangkaian gambar-gambar. Program ini biasanya diselenggarakan terutama untuk kawasan yang sangat luas sehingga tidak semua potensi alam mudah dinikmati atau didatangi (daerahnya rawan, satwa liar masih banyak) sehingga walaupun tidak dapat mengunjungi semua lokasi tetapi pengunjung dapat mengetahui dan menikmati kekayaan alam yang ada di kawasan tersebut. Program interpretasi secara tidak langsung ini juga harus dibuat menarik dan dapat mewakili potensi alam yang ada di tempat tersebut. Kedua teknik diatas sebenarnya tidak dapat dipisahkan begitu saja karena biasanya pengunjung yang datang ke suatu kawasan yang mempunyai potensi besar dan luas ingin melihat dulu secara keseluruhan potensi alam yang ada ditempat-tempat tersebut, baru setelah itu melihat salah satu atau beberapa program interpretasi yang ditawarkan. 7 Program Interpretasi Menurut Sharpe (1982), program interpretasi adalah pengetahuan dari seluruh usaha interpretasi, yaitu mencakup personil, fasilitas, dan seluruh kegiatan interpretasi, kelembagaan serta tempat wisata tersebut. Menurut Ditjen PHPA (1988), program interpretasi merupakan suatu pola pelaksanaan interpretasi menurut waktu dan skenario cerita tertentu pula. Skenario cerita interpretasi

8 8 adalah garis-garis besar cerita yang mencakup materi interpretasi sebagai bahan yang digunakan untuk menyusun suatu program interpretasi dan menjadi isi dan maksud dari program interpretasi tersebut. Program interpretasi yang disusun haruslah informal dan dalam suasana yang santai (Ham 1992). Program membantu pengunjung untuk menyelaraskan kebutuhan rekreasi dan ekspetasi akan sumber daya yang ada sekaligus memberi dampak terhadap tingkah laku pengunjung secara langsung. Hal ini menunjukkan bahwa interpretasi memberi makna secara langsung (Wearing 2009). Manfaat dari segi pendidikan bagi pengunjung adalah kesempatan untuk belajar, meningkatkan pengetahuan dan pemahaman akan lingkungan serta mendorong penemuan personal (self discovery). Dalam merancang suatu program interpretasi ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, seperti yang telah dikemukakan oleh Tilden (1977) sebagai berikut : 1. Suatu interpretasi yang tidak ada kaitannya antara yang diperagakan dengan apa yang diuraikan akan merupakan suatu hal yang sia-sia 2. Informasi atau penerangan bukanlah interpretasi. Interpretasi adalah suatu ungkapan berdasarkan informasi-informasi. Dalam interpretasi dimasukkan unsur-unsur informasi 3. Interpretasi adalah suatu seni yang menggabungkan bermacam-macam seni, baik bersifat ilmiah, sejarah atau arsitektur, suatu seni yang pada suatu tingkatan tertentu dapat dianjurkan kepada orang lain 4. Cara menyampaikan interpretasi bukan dengan perintah tetapi pancingan atau persuasi (dorongan) 5. Interpretasi bermaksud menunjukkan sesuatu secara keseluruhan dan bukan potongan-potongan informasi 6. Interpretasi bagi anak-anak bukan penyederhanaan bagi orang dewasa. Makna Konservasi Konservasi berasal dari conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have) namun secara bijaksana (wise use). Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Theodore Roseevelt (1902) dalam Model Desa Konservasi (2009) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Konservasi dalam pengertian sekarang diterjemahkan sebagai the wise use of nature resources (pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana). Makna konservasi merupakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang bertanggungjawab, berkelanjutan, dan berkeseimbangan (Zuhud 2011). Azas konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya adalah pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Tujuan dari konservasi adalah terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Kegiatan konservasi meliputi tiga hal, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan jenis tumbuhan dan

9 satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Departemen Kehutanan 1990). Pemanfaatan dan konservasi bambu telah menjadi perhatian bagi negaranegara di Asia, khususnya Asia Timur, Asia Selatan, dan Asia Tenggara (Wong, 2004). Konservasi bambu seperti halnya dengan konservasi pada tanaman lain didasarkan pada spesies yang memiliki manfaat ekonomi dan spesies yang tergolong langka dan endemik. Seiring dengan meningkatnya penggunaan bambu, penebangan bambu terus meningkat. Pemanenan yang dilakukan secara tidak beraturan dikhawatirkan akan menyebabkan kerusakan. Pengambilan secara terus menerus tegakan alami bambu tanpa penanaman kembali berdampak pada kepunahan. Oleh karena itu diperlukan adanya usaha konservasi bambu, baik di lokasi tumbuh alaminya (in-situ) maupun di luar lokasi pertumbuhannya (ex-situ) (Widjaja 2001). Pemerintah telah menyiapkan strategi dan rancang tindak untuk melindungi dan melestarikan potensi serta fungsi keanekaragaman hayati bambu dan jasa lingkungan yang tersedia secara berkelanjutan (Untung et al. 1998). Upaya mendorong program pengelolaan bambu dengan menjamin keseimbangan antara pelestarian keanekaragaman hayati bambu dan pemanfaatannya secara insitu dan ex-situ. Pelestarian bambu dilakukan melalui kegiatan penanaman di hutan alam dan kebun koleksi untuk mempertahankan keberadaan berbagai jenis bambu baik yang endemik maupun yang eksotik dengan semua sumber genetiknya. Salah satu konsep mengenai pengelolaan konservasi jangka panjang disampaikan oleh Zuhud (2008) yaitu konsep tri stimulus AMAR konservasi. Konsep tristimulus AMAR konservasi terdiri dari tiga nilai yang menstimulus seseorang atau suatu pihak untuk melakukan upaya konservasi. Tiga nilai tersebut adalah nilai Alamiah, nilai MAnfaat, dan nilai Rela-religius. Stimulus alamiah didefinisikan nilai-nilai kebenaran alam, fakta-fakta, fenomena-fenomena dan sinyal-sinyal alam yang harus disikapi serta diperlakukan sesuai dengan karakter setiap spesies sumberdaya alam hayati. Stimulus MAnfaat diartikan nilai-nilai kepentingan untuk manusia, terutama berguna bagi keberlanjutan hidup fisiologis manusia, diantaranya manfaat ekonomi, sandang, obat dan sebagainya. Adapun stimulus Rela-religius bermakna nilai-nilai kebaikan terutama yang ganjarannya dipercaya dan diyakini anugerah dari Sang Pencipta Alam. Stimulus ini antara lain: nilai spiritual, nilai agama yang universal, dosa, pahala, norma, etika, termasuk kearifan sosial budaya masyarakat tradisional. Stimulus ini mampu mendorong masyarakat untuk rela berkorban melakukan aksi konservasi dan mencegah aksi yang bertentangan dengan konservasi. Konservasi akan terwujud dengan syarat apabila ketiga kelompok stimulus sudah mengkristal menjadi pendorong sikap dan aksi masyarakat untuk konservasi. 9 Tri Stimulus AMAR Konservasi Bambu untuk Angklung Dalam konteks sistem nilai, terdapat tiga kelompok stimulus pro konservasi, yaitu Alamiah, MAnfaat, dan Religius-rela yang merupakan kristalisasi dari nilai kebenaran, kepentingan, dan kebaikan (Zuhud 2011). Kristalisasi tersebut menjadi penggerak, penyeimbang, dan pengendali terwujudnya sikap dan perilaku untuk aksi konservasi yang berkelanjutan secara konkret. Gambar berikut

10 10 menunjukkan diagram alir tiga kelompok stimulus sebgai pendorong sikap prokonservasi masyarakat. Tri-Stimulus Amar Prokonservasi 1. Stimulus Alamiah Nilai-nilai kebenaran dari alam, kebutuhan keberlanjutan sumber daya alam hayati sesuai dengan karakter biologisnya (jenis, morfologi, habitat, usia, pola pemanenan, proses pengawetan bambu) 2. Stimulus Manfaat Nilai-nilai kepentingan untuk manusia: manfaat ekonomi, manfaat sosial, budaya, ekologis (angklung, bahan bangunan, rebung, kertas) 3. Stimulus Religius-rela Nilai-nilai religius, kebaikan, nilai spiritual, kearifan budaya, kepuasan batin Sikap Konservasi Cognitive Persepsi, pengetahuan, pengalaman, pandangan, keyakinan Affective Emosi, cinta Overt action Kecenderungan bertindak Perilaku Pro Konservasi Konservasi terwujud di dunia nyata Gambar 3 Diagram alir tri stimulus amar pro-konservasi : stimulus, sikap, dan perilaku aksi konservasi (Zuhud, et al 2007) Bio-Ekologi Bambu (Stimulus Alamiah) Morfologi Bambu Bambu merupakan tumbuhan dengan batang berbentuk buluh, beruas, bercabang dan berimpang (Alamendah 2011). Bambu telah menjadi penghuni bumi sejak tahun yang silam. Jumlah jenis bambu yang ada di seluruh dunia belum diketahui secara pasti. Menurut Widjaja (2001a) ada jenis bambu ada di dunia. Dari jumlah tersebut, ada 160 jenis bambu yang tumbuh di Indonesia (Fathony 2011). Di Pulau Jawa diperkirakan hanya ada 60 jenis, 14 jenis diantaranya hanya tumbuh di Kebun Raya Bogor dan Cibodas sedangkan 9 jenis merupakan endemik pulau Jawa (Widjaja 2001b). Bambu menjadi bagian dari kehidupan dan budaya bangsa Asia (Wong, 2004). Bagi para botanist, keanekaragaman bambu menjadi sumber penelitian yang mengagumkan,sedangkan fokus perhatian agronom yaitu membudidayakan bambu, bagi pengelola sumber daya memastikan bambu dilestarikan dan diketahui dengan baik, sedangkan keberadaan dan kelimpahan bambu menjadi fokus perhatian para rimbawan. Bambu adalah salah satu jenis tumbuhan yang cepat

11 tumbuh dan dapat mencapai ketinggian maksimum 30 meter dalam waktu 2-4 bulan dengan rata-rata pertumbuhan harian sekitar cm dan diameter 5-15 cm (Bamboo the Giant Grass 1991; Ueda (1960) dalam Jonkhart 2011). Dalam beberapa bulan, batang bambu mampu mencapai pertumbuhan maksimal. Ratarata waktu pertumbuhan bambu untuk mencapai usia dewasa sekitar 3-6 tahun (Xingcui 2011). Bambu memiliki batang yang tumbuh di dalam tanah yang disebut rimpang (rhizome) dan buluh (culm) untuk bagian rimpang yang tumbuh ke atas membentuk rebung (Widjaja 2001; Wong 2004). Rimpang membentuk sistem percabangan yang dapat dipakai untuk membedakan kelompok bambu. Ada dua macam sistem percabangan rimpang yaitu pakimorf (dicirikan oleh rimpangnya yang simpodial), leptomorf (dicirikan oleh rimpangnya yang monopodial). Di Indonesia jenis-jenis bambu asli umumnya mempunyai sistem rimpang pakimorf, yang dicirikan oleh ruasnya yang pendek dengan leher yang pendek juga (Bamboo Terminology 1991). Rebung merupakan bambu muda yang muncul dari permukaan dasar rumpun atau rizhom. Pada awalnya berbentuk tunas yang pertumbuhannya lambat dan dalam perkembangannya berbentuk kerucut yang merupakan bentuk permulaan dari perkembangan batang. Rebung muncul pada musim hujan yang laju pertumbuhannya sangat tergantung dari jenis bambunya (Bamboo Terminology 1991; Environmental Bamboo Foundation Holland1996). Rebung tumbuh dari kuncup akar rimpang di dalam tanah atau dari pangkal buluh tua. Rebung selalu ditutupi oleh pelepah buluh yang juga tumbuh memanjang mengikuti perpanjangan ruasnya (Widjaja 2001b). Buluh berkembang dari rebung, tumbuh sangat cepat dan mencapai tinggi maksimum dalam beberapa minggu. Buluh terdiri atas ruas dan buku-buku. Selain berbeda dalam panjang buluhnya beberapa jenis tertentu mempunyai diameter buluh yang berbeda. Marga Dendrocalamus mempunyai diameter buluh tebesar diikuti oleh jenis-jenis dari marga Gigantochloa dan Bambusa (Widjaja 2001). Buluh memiliki pelepah yang merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas. Pelepah buluh sangat penting fungsinya yaitu menutupi buluh ketika muda. Saat buluh tumbuh dewasa dan tinggi pada beberapa jenis bambu pelepahnya luruh tetapi jenis lain pelepahnya tetap menempel (Widjaja 2001). Pelepah buluh terdiri atas daun pelepah buluh, kuping pelepah buluh dan ligula (sambungan antara pelepah buluh). Batang bambu terdiri atas tiga bagian yaitu kulit, kayu dan bagian empulur. Kulit bambu adalah bagian terluar dari penampang lintang dinding batang, empulur adalah bagian batang yang berdekatan dengan rongga bambu yang tidak mengandung ikatan vaskular. Bagian kayu pada bambu adalah bagian diantara kulit dan empulur (Widjaya 2001b). Percabangan pada umumnya terdapat di atas buku-buku. Cabang dapat digunakan sebagai ciri penting untuk membedakan marga bambu. Pada marga Bambusa, Dendrocalamus dan Gigantochloa sistem percabangan memiliki satu cabang yang lebih besar daripada cabang lainnya yang lebih kecil. Cabang lateral bambu yang tumbuh pada batang utama, biasanya berkembang ketika buluh mencapai tinggi maksimum. Daun pada tanaman bambu diasumsikan dalam dua bentuk dengan fungsi berbeda. Daun yang berwarna hijau dan berperan dalam fotosintesis dan selubung 11

12 12 daun (culm sheaths) yang berfungsi membungkus ruas batang yang masih muda dan umumnya akan berubah warna dari hijau menjadi coklat kekuningan (Bamboo Terminology 1991; Wong 2004). Helai daun bambu mempunyai tipe pertulangan yang sejajar seperti rumput, dan setiap daun mempunyai tulang daun utama yang menonjol. Daunnya biasanya lebar, tetapi ada juga yang kecil dan sempit seperti pada bambu cendani (Bambusa multiplex) dan bambu siam (Thyrsostachys siamensis). Helai daun dihubungkan dengan pelepah oleh tangkai daun. Siklus Hidup Bambu Bambu mampu tumbuh di cuaca yang panas seperti di Kepulauan Nusa Tenggara hingga iklim yang bercurah hujan tinggi seperti Bandung (Sulthoni, 1994). Semakin tinggi curah hujan, semakin beragam jenis bambu yang tumbuh. Bambu juga mampu tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian m dpl. Bahkan bambu dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah (Sutiyono2006). Siklus hidup tanaman bambu dimulai seperti tanaman lain, bertunas dari biji dan mengeluarkan pucuk pertamanya untuk membentuk suatu batang. Seperti kebanyakan rerumputan, bambu tumbuh dan berbunga, menghasilkan biji dan mati. Cabang tunas ini nantinya akan membantuk akar dan menghasilkan rizoma dan batang bambu baru. Batang bambu memiliki rongga dan dibatasi oleh node (buku) tempat tumbuhnya ranting dan daun bambu. Batang tersebut mengeluarkan daun untuk memulai proses fotosintesis. Batang pertama dari suatu rumpun ukurannya dibatasi oleh kapasitas fotosintesis dari rumpun baru. Pada proses fotosintesis ini, batang-batang yang lebih kecil hingga yang sudah cukup besar membantu batang-batang yang baru mencapai ketinggian maksimal (Sutiyono 2006). Pola Pertumbuhan Bambu Bambu secara umum dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok menyebar (running) dan merumpun (clumping). Jenis yang merumpun (clumping) menyebarkan tunas tunas barunya dekat dengan tangkainya (culm), sementara kelompok yang menyebar (running) menyebarkan tunasnya sejauh 30 meter dari tangkainya (culm), biasanya sejauh tingginya batang. Kebanyakan spesies tropis seperti yang ditemukan di Indonesia adalah kelompok yang merumpun (clumping), sementara kelompok yang menyebar (running) hanya terbatas di daerah yang lebih dingin seperti di Cina (Sutarno 1996 dalam Erizal 1997). Penanaman Bambu Bambu dapat tumbuh melalui biji, pemotongan atau pembagian rumpun. Karena bambu sangat jarang berbunga, biasanya dikembangbiakkan secara vegetatif dan kultur jaringan. Bambu jenis menjalar, biasanya dikembangkan dengan potongan rizomanya. Sedangkan bambu rumpun biasanya dikembangbiakkan dengan potongan batang bambu yang menyertakan ruas yang memiliki bakal tunas. Spesies bambu mempunyai waktu yang lama untuk berbunga dan susah bertunas dari biji (tingkat pertumbuhan hanya dibawah 1%). Jenis tanaman bambu yang kecil (diameter < 5 cm) ditanam dengan memisahkan rumpun sedangkan jenis yang lebih besar (> 15 cm) dengan metode pemotongan.

13 Cara yang paling umum dalam penyebaran spesies bambu besar adalah dengan memotong dan dikubur (burying cuttings) secara horizontal, dimana 3 atau 4 bongkol bambu dengan panjang sekitar 6 inci dikubur dibawah tanah pada permulaan musim hujan. Lubang lubang dipotong ditengah antara bongkol, dan setiap segmen diisi dengan air sebelum dikubur. Tunas-tunas baru kemudian akan terbentuk dari setiap tangkal bongkol (nodal joints) (Sutiyono 2006). Jenis dan Karakteristik Bambu untuk Angklung Bambu yang dipergunakan sebagai bahan baku angklung sebagai berikut : Bambu Gombong(G. Pseudoarundinacea) Bambu Hitam atau Awi Hideung(G. Atroviolacea) Bambu Temen atau Awi Temen(G. Atter) Bambu Tali atau Awi Tali(G. Apus) Keempat jenis bambu tersebut merupakan bambu yang paling baik sebagai bahan baku angklung karena keempat bambu tersebut memiliki pola distribusi serabut yang lebih merata. Kelemahan bambu antara lain : a. Elastisitas bambu/sifat menyusut dan mengembang Pengaruh cuaca atau iklim setempat dapat menyebabkan perubahan nada yang telah terbentuk pada Angklung. Nada yang dihasilkan dapat menjadi lebih tinggi apabila bambu mengerut dan menjadi rendah apabila bambu mengembang. Besar kecilnya elastisitas bambu tergantung kepada kepadatan bambu yang bersangkutan. Apabila bambu itu kurang padat, maka elastisitasnya akan menjadi lebih besar dan mudah sekali berubah karena pengaruh iklim. Namun jika bambu memiliki distribusi serat yang cukup padat, maka elastisitasnya akan kecil Perubahan elastisitas dapat diperbaiki dengan melakukan penyeteman kembali. b. Bambu menjadi retak/pecah karena perubahan iklim yang drastis Perubahan suhu berpengaruh terhadap kerusakan bambu. Bambu akan mudah retak bahkan pecah jika berada pada suhu lingkungan yang tinggi. Sedangkan pada suhu yang dingin, bambu akan mengerut sehingga mempengaruhi nada yang telah ditala. c. Bambu menjadi hancur karena dimakan organism perusak Rayap adalah hama alami dari segala jenis tumbuhan bambu. Rayap memakan zat selulosa yang terdapat pada bambu. Rayap menyerang bagian kulit dalam dan kulit luar bambu. Rayap yang menyerang bambu dapat berasal dari larva yang terdapat di dalam bambu ataupun rayap yang berasal dari luar. Hama yang menyerang bambu adalah serangga bubuk kering dan rayap kayu kering (Nandika et al. 1994). Penanganan rayap secara alami adalah dengan cara menghilangkan/mengurangi kandungan zat selulosa yang terdapat didalam bambu. Proses pengasapan dan perendaman pada sungai yang memiliki arus yang deras merupakan cara yang diyakini dapat mengurangi kandungan zat selulosa yang terdapat pada bambu. Dengan perkembangan teknologi, beragam obat anti rayap diyakini dapat membunuh rayap dengan efektif. Bambu Hitam (G. atroviolacea) Bambu Hitam umum dikenal dengan pring wulung (Jawa), awi hideung (Sunda). Sinonim dari G. verticillata tersebar hanya di Pulau Jawa, namun telah 13

14 14 diintroduksi dibeberapa tempat di luar Jawa. Habitat bambu hitam di daerah kering dan tanah berkapur (Widjaja 2001). Ciri Bambu Hitam memiliki batang berwarna hitam sampai hitam keunguan seperti yang terlihat pada gambar 4. Di beberapa tempat juga sering dijumpai warna hitam/ ungunya agak bercampur dengan hijau. Ruas-ruas sedikit membengkok pada buku. Percabangan dimulai dari buku bagian tengah sampai ujung, terdapat akar-akar aereal di buku-buku bagian bawah. Tinggi batang dapat mencapai 12 meter dengan diameter 11 cm. Deskripsi klasifikasi Bambu Hitam adalah sebagai berikut: kingdom : Plantae (Tumbuhan). subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) super divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) sub kelas : Commelinidae ordo : Poales famili : Poaceae (suku rumput-rumputan) genus : Gigantochloa spesies : Gigantochloa atroviolacea Gambar 4 Bambu Hitam (G. atroviolaceae) (Sumber :Gigantochloa atroviolaceae 1991)

15 Bambu Temen (G. atter) Sinonim dari Bambusathouarsii Kunth memiliki nama lokal awi temen (Sunda) atau pring Legi (Jawa). Bambu Temen atau Ater tumbuh tersebar di Jawa dan daerah lain di Indonesia. Bambu Temen tumbuh baik di habitat dengan kondisi yang lembab, namun masih dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. 15 Gambar 5 Bambu Temen (Sumber: Gigantochloa Awi Temen 1991) Rebung berwarna hijau dan tertutup oleh bulu hitam seperti tersaji pada Gambar 5. Umumnya digunakan untuk membuat angklung calung. Selain sebagai alat musik bambu, bambu temen juga digunakan untuk membuat sumpit, tusuk gigi dan tiang penyangga pada rumah bambu (Widjaja 2001). Klasifikasi dari Bambu Temen sebagai berikut: kingdom subkingdom super divisi divisi kelas sub kelas ordo famili genus spesies : Plantae (Tumbuhan) :Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) : Commelinidae : Poales : Poaceae (suku rumput-rumputan) : Gigantochloa : Gigantochloa atter Bambu Tali (G. apus) Bambu Tali (Gambar 6) atau umum dikenal dengan pring apus (Jawa) atau awi tali (Sunda) tumbuh di seluruh Jawa, namun tumbuh meliar di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Meru Betiri (Widjaya 1990). Kegunaan Bambu Tali untuk kerajinan tangan, bahan baku industri papan serat serta kesenian angklung. Klasifikasi dari Bambu Tali sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan) subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) super divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

16 16 divisi kelas sub kelas ordo famili genus spesies : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) : Commelinidae : Poales : Poaceae (suku rumput-rumputan) : Gigantochloa : Gigantochloa apus Gambar 6 Bambu Tali (Sumber:Gigantochloa apus 1991) Bambu Gombong (G. pseudoarundinacea) Bambu Gombong (G. pseudoarundinacea) adalah salah satu jenis bambu yang banyak terdapat di Indonesia. Bambu Gombong berukuran besar berwarna hijau kekuningan hingga hiijau muda, diameter rata-rata adalah 12 cm, tetapi ukurannya bisa mencapai lebih besar dari itu. Ukurannya yang besar menjadikannya sebagai bambu yang paling banyak dipergunakan sebagai tiang pada konstruksi rumah, saung, bangsal dan lain-lain bangunan dengan komponen utama bambu. Tinggi Gombong rata-rata adalah 12 meter dan bisa lebih dari itu, tergantung usia dan kesuburan tanaman. Klasifikasi dari Bambu Gombong (G. pseudoarundinacea) sebagai berikut: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) super divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) sub kelas : Commelinidae ordo : Poales famili : Poaceae (suku rumput-rumputan) genus : Gigantochloa spesies : Gigantochloa pseudoarundinacea

17 17 Gambar 7 Morfologi Rebung Bambu Gombong(G. pseudoarundinacea) (sumber: Gigantochloa pseudoarundinacea 1991) Rebung bambu Gombong berwarna coklat karena diselimuti oleh bulu (Gambar 6), tinggi bambu gombong mencapai 7-30 m (batang berbulu tebal dan tebal dinding batang hingga 2 cm), jarak buku hingga cm (Gigantochloa pseudoarundinacea (Steudel) Widjaja 2010). Bambu Gombong tumbuh di habitat tanah liat berpasir/tanah berpasir dengan ketinggian hingga 1200 m di atas permukaan laut dengan curah hujan per tahun mm, temperatur derajat C dengan tingkat kelembaban relatif sekitar 70% (Gambar 8). Gambar 8 Bambu Gombong (G. pseudoarundinacea) (Sumber: Gigantochloa pseudoarundinaeceae 1991)

18 18 Pemanfaatan Bambu sebagai Bahan Baku Angklung Ditinjau dari segi pemanfaatannya, bambu dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan baik langsung maupun tidak langsung yang secara keseluruhan mencerminkan tingkat variasi yang cukup tinggi (Nuriyatin, 2000). Akar bambu dimanfaatkan menjadi ukiran, buluh bambu digunakan sebagai bahan bangunan, jembatan, kerajinan tangan, keranjang, meubel, alat pertanian, pipa air, kertas, sumpit, tusuk gigi hingga tusuk sate (Widjaja, 2001b). Masyarakat di Indonesia mempergunakan bambu untuk konstruksi, perabotan, bahan baku kertas, obat-obatan, tanaman penghijauan hingga alat musik. Menurut Prosea (1995) dalam Nuriyatin (2000), jenis bambu yang cocok dipergunakan untuk kepentingan peralatan musik terutama angklung adalah Bambu Hitam (G. atroviolaceae/g. verticillata), Bambu Temen (G. atter), Bambu Tali (G.apus), Bambu Gombong (G. pseudoarundinaceae), dan Bambu Mayan (G. robusta/g. verticillata). Tidak semua jenis bambu dapat dipergunakan sebagai bahan baku angklung. Hal ini disebabkan potensi/sifat-sifat dasar yang dimiliki setiap jenis bambu berbeda. Sifat-sifat yang menentukan kegunaan bambu sebagai angklung didasarkan pada sifat anatomi dan fisik dari bambu tersebut. Sifat fisik meliputi kadar air, berat jenis, susut lebar, susut tebal. Sedangkan sifat anatomi didasarkan pada dimensi pori, tipe dan distribusi ikatan vaskuler, dan panjang serabut (Tabel 1). Hal ini diperkuat dengan penelitian Nuriyatin (2000) yang menyebutkan bahwa hasil pengolahan data ketiga bambu dengan menggunakan metode Kruskal-Walis memberikan hasil bahwa bambu Hitam (G. atroviolaceae Widjaja/G. verticillata) memiliki kualitas suara terbaik, sedangkan bambu Tali (G. apus) menempati urutan kedua, dan bambu Temen (G. atter) menempati urutan terakhir. Ketiga jenis bambu tersebut merupakan bambu yang cocok sebagai bahan baku angklung karena memiliki pola distribusi serabut yang lebih merata dibandingkan dengan bambu lain. Bambu Hitam (G. atroviolaceae Widjaja/G. verticillata (Willd.) Munro) memiliki ketebalan yang relatif lebih tipis dibanding dua jenis bambu yang lain. Bambu Hitam (G. atroviolaceae/g. verticillata) juga memiliki kerapatan yang tinggi dan ukuran serabut yang relatif lebih besar dibanding bambu lain. Hal ini berdampak terhadap kualitas suara yang dihasilkan oleh Bambu Hitam yang lebih nyaring. Tabel 1 Perbedaan sifat Bambu Hitam (G. atroviolacea), Bambu Temen (G. Atter), Bambu Tali (G. apus), Bambu Gombong (G. peudoarundinacea) Sifat Bambu Bambu Hitam Bambu Temen Berat jenis 0,5 0, Bambu Tali& Bambu Gombong Kadar air kering udara 12,45 % 12,40 % 12, 38% % Serabut Pola penyebaran kepadatan bahan (luar, tengah, dalam) Sumber : Nuriyatin 2000 Seragam Bagian luar dan tengah seragam, sedangkan bagian dalam lebih padat Seragam

19 19 Alat Kesenian Angklung (Stimulus Manfaat) Sejarah Perkembangan Angklung Angklung adalah alat musik populer dari Jawa Barat. Tabung Suara, kerangka dan dasar adalah tiga elemen dari alat musik Angklung. Secara etimologis, Angklung berasal dari kata angka yang berarti nada dan lung yang berarti putus atau hilang sehingga Angklung merujuk nada yang pecah atau nada yang tidak lengkap sehingga memerlukan grup untuk dapat memainkan sebuah lagu dengan angklung (Ganjar 2003). Angklung dalam bentuk yang masih sederhana sudah dikenal masyarakat Sunda sejak masa kerajaan. Angklung digunakan sebagai penyemangat dalam pertempuran. Mitos kepercayaan keberadaan Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Kehidupan dianggap sebagai sejarah terciptanya angklung. Adanya bukti tertulis pada tahun 1908, menunjukkan bahwa permainan angklung menjadi bagian dari misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand(Sejarah Angklung 2012) Ada beragam jenis angklung yang ada di Indonesia. Masyarakat Sunda mengenal angklung Buncis yang digunakan dalam ritual penghormatan Dewi Padi atau Nyai Pohaci seperti pada gambar 9. Masyarakat Baduy mengenal Angklung Buhun atau lebih dikenal dengan angklung Kanekes. Kanekes merupakan desa dimana upacara tradisonal dengan memainkan angklung dilaksanakan. Angklung Dogdog Lonjor terdapat di daerah Sekitar Gunung Halimun Salak. Angklung ini dimainkan setiap upacara seren tahun oleh masyarakat kasepuhan (Sejarah Angklung 2012). Gambar 9 Angklung Buncis (Sejarah Angklung 2012) Filosofi Angklung Angklung Gubrag yang dibuat di Jasingan Bogor merupakan angklung tertua di Indonesia berusia 400 tahun. Menurut sejarah, Angklung Gubrag digunakan untuk memikat Dewi Sri turun dari langit (bahasa Sunda = ngagubrag) agar memberi berkah kesuburan pada padi. Karena itulah angklung ini dinamakan Angklung Gubrag. Angklung ini dibuat pada abad ke-17 di Jasinga, Bogor. Pada saat ini, beberapa angklung dari zaman dahulu masih tersimpan di Museum Sri Baduga, Bandung. Di perbatasan Cirebon dan Indramayu, tepatnya di Desa Bungko, terdapat angklung yang diberi nama angklung Bungko. Angklung Bungko diyakini telah

20 20 berusia 600 tahun dan masih terawat dan dipelihara meskipun tidak lagi digunakan. Angklung Bungko diciptakan oleh Syeh Bentong atau Ki Gede Bungko, yaitu seorang pemimpin agama yang menggunakannya sebagai media penyebaran agama Islam (Sejarah Angklung 2012) Angklung merupakan manifestasi bahwa manusia sebagai makhluk sosial harus bersosialisasi. Permainan angklung juga mengajarkan angklung akan menghasilkan suara indah jika digerakkan bersama-sama. Bagian angklung yang terdiri dari satu tabung tinggi dan satu tabung rendah merupakan metamorfosis kehidupan manusia yang tumbuh dan berkembang. Kedua bagian tabung juga mencirikan bahwa untuk menciptakan harmonisasi, kedua tabung harus dibunyikan beriringan seperti halnya dengan manusia yang memerlukan kerja sama dan saling mendukung untuk menciptakan kehidupan yang harmonis (anneahira 2000; the marketers 2013). Jenis-Jenis Angklung Jenis angklung ada dua macam angklung yaitu angklung yang bertangga nada pentatonik, dan angklung yang bertangga nada diatonik (Supardiman 2007). Kedua jenis angklung tersebut sekaligus menunjukkan perbedaan bentuk dan fungsinya. Angklung pentatonik adalah angklung tradisional, biasanya terdiri atas dua atau tiga buah ruas (tabung) yang disusun/disatukan berjajar. Masing-masing tabung mempunyai ketinggian sendiri dan berdiri pada lubang tabung bambu bagian bawah, kemudian dikuatkan oleh dua buah tiang di kiri-kanan dan palang yang menusuk bagian atas tabung. Untuk memperkokohnya, pertemuan antara tiang dan palang diikat oleh tali dari rotan. Ujung tiangnya ada yang berupa palang yang diratakan, dan ada juga yang dilengkungkan disertai hiasan rumbai dari daun pelah. Jika angklung itu memiliki dua tabung, maka tabung yang satu bernada lebih tinggi dan satunya lebih rendah. Misalnya, tabung yang satu itu bernada a, maka tabung kedua bernada a 1(oktav). Tabung yang lebih tinggi bernada tinggi, dan sebaliknya. Angklung yang tersebar di berbagai wilayah Jawa Barat mempunyai latar belakang dan fungsinya masing-masing. Oleh karena itu dikenal banyak sebutan angklung, seperti angklung sered, angklung gubrag, angklung badeng, angklung bungko, angklung buncis, angklung badud (Ganjar Kurnia 2003). Angklung diatonik adalah angklung hasil modifikasi dari angklung tradisional. Pemrakarsanya adalah Daeng Sutigna. Pada tahun 1938, Daeng Soetigna, seorang guru Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat melakukan modernisasi Angklung dari yang berskala tangga nada pentatonis menjadi Angklung kompleks yang berskala tangga nada diatonis. Angklung ini kemudian dikenal dengan nama Angklung Daeng atau biasa disebut Angklung Padaeng dengan tangga nadanya mengacu pada tangga nada musik Barat yaitu do, re, mi, fa, so, la, ti (Sejarah Angklung 2012). Perbedaan Angklung tradisional dengan Angklung Daeng terdapat pada skala tangga nada dan cara memainkannya. Angklung tradisional merupakan Angklung renteng yang dimainkan oleh seorang pemain saja, sedangkan Angklung Daeng dibuat untuk dimainkan bersama, di mana setiap pemain memainkan hanya satu nada saja. Angklung Daeng lebih dikenal oleh masyarakat dan identik dengan angklung nasional. (SejarahAngklung 2012).

PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG DI SAUNG ANGKLUNG UDJO PANCA OKTAWIRANI

PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG DI SAUNG ANGKLUNG UDJO PANCA OKTAWIRANI PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG DI SAUNG ANGKLUNG UDJO PANCA OKTAWIRANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

7 CONTOH PROGRAM INTERPRETASI: MENGENAL BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG

7 CONTOH PROGRAM INTERPRETASI: MENGENAL BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG 49 Teknik Interpretasi Untuk menyampaikan pesan yang berupa materi interpretasi berbasis konservasi sumber daya bambu kepada pengunjung dengan baik, maka diperlukan teknik interpretasi. Sesuai dengan penjelasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Bambu Sembilang 2.1.1 Klasifikasi Dalam pengelompokannya, bambu termasuk kedalam salah satu jenis rumput-rumputan. Menurut Sutarno (1996) bambu adalah tumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka

TINJAUAN PUSTAKA. dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka TINJAUAN PUSTAKA Hutan Rakyat Hutan Tanaman Rakyat atau HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bambu merupakan tanaman dari famili rerumputan (Graminae) yang banyak dijumpai dalam kehidupan manusia, termasuk di Indonesia. Secara tradisional bambu dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

Potensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya

Potensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya Potensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya Pendahuluan Bambu adalah salah satu jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang potensial untuk mensubstitusi kayu bagi industri berbasis bahan baku kayu. Dengan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bambu termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan anggota famili Gramineae. Tumbuhan bambu berumpun dan terdiri atas sejumlah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bambu termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan anggota famili Gramineae. Tumbuhan bambu berumpun dan terdiri atas sejumlah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri Morfologis Bambu Bambu termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan anggota famili Gramineae (rumput-rumputan). Tumbuhan bambu berumpun dan terdiri atas sejumlah batang (buluh) yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bambu merupakan salah satu taksa yang sangat beragam dan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Bambu termasuk ke dalam anak suku Bambusoideae dalam suku Poaceae. Terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat TINJAUAN PUSTAKA Bambu Tali Bambu sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki kandungan lignoselulosa melimpah di Indonesia dan berpotensi besar untuk dijadikan sebagai bahan pengganti kayu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bambu Bambu merupakan kumpulan rumput-rumputan berbentuk pohon atau perdu yang melurus dengan buluh yang biasanya tegak, terkadang memanjat dan bercabang-cabang. Tanaman bambu

Lebih terperinci

ISSN Jurnal Exacta, Vol. X No. 1 Juni 2012 KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI BAMBU DI DESA TALANG PAUH BENGKULU TENGAH

ISSN Jurnal Exacta, Vol. X No. 1 Juni 2012 KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI BAMBU DI DESA TALANG PAUH BENGKULU TENGAH KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI BAMBU DI DESA TALANG PAUH BENGKULU TENGAH Ariefa Primair Yani Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap,

Lebih terperinci

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum 8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI 8.1. Pembahasan Umum Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan bukan merupakan hal yang baru, tetapi pemanfaatannya pada umumnya hanya dilakukan berdasarkan pengalaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman yaitu kekayaan spesies dan kemerataan dari kelimpahan setiap

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman yaitu kekayaan spesies dan kemerataan dari kelimpahan setiap 1 I. PENDAHULUAN Keanekaragaman merupakan sifat yang menunjukkan beragamnya spesies organisme yang ada dalam komunitas. Dua sifat yang mempengaruhi keanekaragaman yaitu kekayaan spesies dan kemerataan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 21 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Saung Angklung Udjo, Jalan Padasuka 116, Bandung. Waktu penelitian dilakukan selama empat bulan yaitu mulai bulan Februari-Mei 2012.

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di Desa Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok. Panribuan, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei

Penelitian ini dilakukan di Desa Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok. Panribuan, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012. Alat dan bahan

Lebih terperinci

6 PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG

6 PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG 44 6 PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG Seperti yang disampaikan oleh Muscardo (1998) peran interpretasi dalam mendukung kegiatan wisata meliputi meningkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan spesies bambu. Di

TINJAUAN PUSTAKA. Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan spesies bambu. Di TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Bambu Deskripsi tanaman Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan 1.500 spesies bambu. Di Indonesia sendiri dikenal ada 10 genus bambu, antara lain: Arundinaria, Bambusa,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Bambu Sembilang Bambu memiliki bagian-bagian yang menjadi ciri-ciri morfologinya sehingga dapat digunakan untuk membedakan bambu dengan tumbuhan lain maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bambu Bambu adalah tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas-ruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang berimpang dan mempunyai daun buluh yang menonjol (Heyne 1987).

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 Gambar 15 Buruan Sari Asih Beragam hewan ternak, unggas serta sarang belasan jenis burung liar terdapat di SAU. Anak-anak dapat belajar mengenali alam sekitar dengan beragam jenis hewan dan burung liar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bambu Bambu termasuk ke dalam famili Gramineae, sub famili Bambusoidae dansuku Bambuseae. Bambu biasanya mempunyai batang yang berongga, akar yang kompleks, serta daun berbentuk

Lebih terperinci

PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG DI SAUNG ANGKLUNG UDJO 1

PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG DI SAUNG ANGKLUNG UDJO 1 PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG DI SAUNG ANGKLUNG UDJO 1 Interpretive Planning Based on Bamboo Conservation as Angklung Raw Material in Saung Angklung Udjo

Lebih terperinci

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Botani Tanaman gandum Menurut Laraswati (2012) Tanaman gandum memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Fisiografi Wilayah. karakteristik kondisi sosial ekonomi daerah penelitian. Karakteristik kondisi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Fisiografi Wilayah. karakteristik kondisi sosial ekonomi daerah penelitian. Karakteristik kondisi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Fisiografi Wilayah Karakteristik daerah penelitian yang dikaji terdiri atas karakteristik kondisi fisik daerah penelitian, karakteristik kondisi demografis daerah

Lebih terperinci

Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha no. 10 Bandung, Indonesia, Bale Angklung Bandung Jl. Surapati no. 95, Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha no. 10 Bandung, Indonesia, Bale Angklung Bandung Jl. Surapati no. 95, Bandung, Jawa Barat, Indonesia Pengujian Karakteristik dan Kualitas Bambu Temen Hitam (Gigantochloa Atroviolacea Widjaja) Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Kuningan sebagai Bahan Baku Angklung Eko Mursito Budi 1a), Estiyanti Ekawati

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM Wang X, Ren H, Zhang B, Fei B, Burgert I. 2011. Cell wall structure and formation of maturing fibres of moso bamboo (Phyllostachys pubescens) increase buckling resistance. J R Soc Interface. V. PEMBAHASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang terdiri dari 34 provinsi terkenal dengan keberagaman suku bangsa yang dimilikinya. Baik dari segi bahasa, perilaku, adat istiadat, kebiasaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai rumput raksasa The Giant Grass. Sebagai sebuah tanaman tumbuh tercepat di dunia, bambu pun memiliki

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Provinsi Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Dalam taksonomi tumbuhan, tebu tergolong dalam Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Monocotyledoneae, Ordo Glumaceae, Famili Graminae, Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

Keanekaragaman Bambu dan Manfaatnya Di Desa Tabalagan Bengkulu Tengah

Keanekaragaman Bambu dan Manfaatnya Di Desa Tabalagan Bengkulu Tengah Jurnal Gradien Vol. 10 No. 2 Juli 2014 : 987-991 Keanekaragaman Bambu dan Manfaatnya Di Desa Tabalagan Bengkulu Tengah Ariefa Primair Yani Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Bengkulu, Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Tanaman Gandum Tanaman gandum (Triticum aestivum L) merupakan jenis dari tanaman serealia yang mempunyai tektur biji yang keras dan bijinya terdiri dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BAMBU DAN FASILITAS HUNIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BAMBU DAN FASILITAS HUNIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BAMBU DAN FASILITAS HUNIAN 2.1 TINJAUAN UMUM TENTANG BAMBU 2.1.1 Tanaman Bambu Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia dan sudah menyebar di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Bambu Bambu merupakan tumbuhan yang termasuk ke dalam famili Graminaeae sub-famili Bambusoideae, dari suku Bambuceae. Bambu merupakan rumputrumputan berkayu yang tumbuh

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: Tracheobionta; Super Divisi: Spermatophyta ; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Sub Kelas: Commelinidae;

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan 1. Konservasi kedawung di lapangan gagal, karena terjadi ketidak-sejalanan antara stimulus dengan sikap dan aksi konservasi masyarakat maupun pengelola. Sinyal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang

I. PENDAHULUAN. ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Wisata adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angklung adalah salah satu alat musik yang tumbuh dan berkembang di

BAB I PENDAHULUAN. Angklung adalah salah satu alat musik yang tumbuh dan berkembang di BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Angklung adalah salah satu alat musik yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Sunda. Alat musik ini terbuat dari bahan baku tanaman bambu. Namun tidak semua

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai hal, diantaranya adalah untuk pembuatan rumah serta isinya,

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai hal, diantaranya adalah untuk pembuatan rumah serta isinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bambu merupakan salah satu tumbuhan yang dapat tumbuh subur di setiap wilayah Indonesia, sehingga tumbuhan ini sering digunakan masyarakat dalam berbagai hal, diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena makhluk hidup sangat dianjurkan. Kita semua dianjurkan untuk menjaga kelestarian yang telah diciptakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi sumber daya alam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi sumber daya alam II. TINJAUAN PUSTAKA A. DeskripsiBambuKuning Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi sumber daya alam yang sangat besar.salah satu sumber daya alam yang telah dikenal dan dibudidayakan secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Suprapto (1999) mennyatakan tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dicotyledone, Ordo:

Lebih terperinci

Inventarisasi Bambu di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember

Inventarisasi Bambu di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Jurnal ILMU DASAR, Vol. 15 No. 2, Juli 2015: 115-121 115 Inventarisasi Bambu di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember The Inventory of Bamboo in Antirogo Village Sumbersari District

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk famili Clusiaceae yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara khususnya di semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand, Kamboja,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

A. Struktur Akar dan Fungsinya

A. Struktur Akar dan Fungsinya A. Struktur Akar dan Fungsinya Inti Akar. Inti akar terdiri atas pembuluh kayu dan pembuluh tapis. Pembuluh kayu berfungsi mengangkut air dari akar ke daun. Pembuluh tapis berfungsi mengangkut hasil fotosintesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Bambu Bambu merupakan bahan lokal yang sudah sangat dikenal di Indonesia dan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Ini dapat dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

Kegunaan bambu SNI 8020:2014

Kegunaan bambu SNI 8020:2014 Standar Nasional Indonesia Kegunaan bambu ICS 79.060.01 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

KEBERADAAN MATERIAL BAMBU SEBAGAI SUBTITUSI MATERIAL KAYU PADA PENERAPAN DESAIN INTERIOR DAN ARSITEKTUR

KEBERADAAN MATERIAL BAMBU SEBAGAI SUBTITUSI MATERIAL KAYU PADA PENERAPAN DESAIN INTERIOR DAN ARSITEKTUR KEBERADAAN MATERIAL BAMBU SEBAGAI SUBTITUSI MATERIAL KAYU PADA PENERAPAN DESAIN INTERIOR DAN ARSITEKTUR Grace Hartanti Jurusan Desain Interior, Fakultas Komunikasi Multimedia, Universitas Bina Nusantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

Kebudayaan Suku Sunda. Oleh : Muhammad Rizaldi Nuraulia ( )

Kebudayaan Suku Sunda. Oleh : Muhammad Rizaldi Nuraulia ( ) Kebudayaan Suku Sunda Oleh : Muhammad Rizaldi Nuraulia (270110140158) Latar Belakang Masyarakat indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh tumbuhan memanjat yang berperan sangat penting bagi kehidupan. Kerapatan hutan disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon TINJAUAN PUSTAKA Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah maju maupun di negara yang masih berkembang, di daerah dataran rendah

BAB I PENDAHULUAN. sudah maju maupun di negara yang masih berkembang, di daerah dataran rendah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu bentuk tata guna lahan yang lazim dijumpai di mana mana, di daerah tropis maupun di daerah beriklim dingin, di negara yang sudah maju

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea mays saccarata L. Menurut Rukmana ( 2009), secara sistematika para ahli botani mengklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan.

BAB 1. Pendahuluan. Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan. BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan. (www.wikipedia.com) Terjaganya hutan dan area terbuka

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman Hutan Raya (Tahura) Tongkoh terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten

I. PENDAHULUAN. Taman Hutan Raya (Tahura) Tongkoh terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya (Tahura) Tongkoh terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Tanah Karo. Kawasan hutan ini merupakan hutan konservasi yang berupa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tinggi yang tersebar di ekosistem hutan dataran rendah Dipterocarpaceae sampai hutan

TINJAUAN PUSTAKA. tinggi yang tersebar di ekosistem hutan dataran rendah Dipterocarpaceae sampai hutan TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Gunung Leuser Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ditetapkan sebagai kawasan strategis karena kawasan penyangga ini memiliki peranan yang sangat besar dalam melindungi dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Alkohol 70% Mencegah kerusakan akibat jamur dan serangga

No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Alkohol 70% Mencegah kerusakan akibat jamur dan serangga Lampiran 1. Spesifikasi bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bambu tali (G. apus (Schult.f.) Kurz) yang terdapat di pinggiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai

Lebih terperinci

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tebu dan Morfologi Tebu Tebu adalah salah satu jenis tanaman monokotil yang termasuk dalam famili Poaceae, yang masuk dalam kelompok Andropogoneae, dan masuk dalam genus Saccharum.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m di

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada perkembangan musik di Indonesia. Angklung adalah alat musik

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada perkembangan musik di Indonesia. Angklung adalah alat musik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angklung merupakan musik tradisional dari Jawa Barat yang cukup berpengaruh pada perkembangan musik di Indonesia. Angklung adalah alat musik tradisional yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Sub-divisi: Angiospermae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Rotan Akar tanaman rotan mempunyai sistem perakaran serabut, berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai 1 I. PENDAHULUAN Keanekaragaman tumbuhan menggambarkan jumlah spesies tumbuhan yang menyusun suatu komunitas serta merupakan nilai yang menyatakan besarnya jumlah tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan

Lebih terperinci