RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN"

Transkripsi

1 UPT. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) BALI BARAT RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN UPT. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) BALI BARAT Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk Cekik Jembrana Phone/ Fax : DENPASAR, JANUARI 2014

2 RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG UPT KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN BALI BARAT TAHUN Disusun Oleh, KEPALA UPT KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN BALI BARAT Ir. NYOMAN SERAKAT, M.Si. NIP Diketahui Oleh, KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI Ir. I G N WIRANATHA, MM NIP Disahkan oleh, A.N MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN II Dr. Ir. JOKO PRIHATNO, MM NIP RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT i

3 RINGKASAN EKSEKUTIF Degradasi/kerusakan hutan, lahan, dan lingkungan serta berkembangnya lahan kritis di dalam kawasan hutan antara lain disebabkan oleh masih belum optimalnya pengelolaan hutan. Sebagai upaya untuk mencegah/menekan terjadinya kerusakan hutan dan lahan serta lingkungan lebih lanjut, sudah saatnya masalah pemeliharaan/perlindungan dan pelestariannya harus dipandang sebagai masalah bagi semua pihak. Oleh karena itu perlu dirancang dan dilakukan pengelolaan/managemen hutan secara terpadu dan professional. KPH Bali Barat dilihat dari aspek administrasi pemerintahan masuk dalam 3 (tiga) kabupaten yakni Kabupaten Buleleng, Jembrana, dan Kabupaten Tabanan serta terbagi dalam 11 RPH. Wilayah KPH Bali Barat mempunyai potensi yang cukup bagus untuk pengembangan core bisnis karena mempunyai kekayaan jenis flora dan fauna yang cukup tinggi, potensi jasa lingkungan yang cukup banyak, budaya masyarakatnya tergolong homogen, sehingga bila dikelola secara optimal, maka fungsi kawasannya akan dapat meningkatkan fungsi perlindungan, pemanfaatan, maupun jasa lingkungan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Permasalahan di KPH Bali Barat dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu masalah yang berkaitan dengan kondisi biofisik wilayah hutan (kondisi given), dan masalah yang diakibatkan dalam pengelolaan hutan. Dalam managemen pengelolaan hutan di Provinsi Bali sampai saat ini organisasi KPH belum mengikuti Permendagri No. 61 Tahun 2010, masih mengikuti Perda No 2 tahun 2008 dan Pergub No. 102 tahun 2011 yang mana masih berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali. Kebijakan dalam membuat rencana pengelolaan hutan perlu dibuat rencana pemanfaatan hutan secara lebih detil sesuai dengan potensi spesifik biofisik wilayah masing-masing. Pemberdayaan masyarakat di wilayah KPH Bali Barat belum berjalan optimal, sehingga masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan. Kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dilakukan dengan pembentukan hutan desa. Rencana pengembangan Hutan Desa di KPH Bali Barat adalah seluas ha yang tersebar di 8 RPH. Pengembangan HTR dan HTHR dilakukan pada hutan produksi dengan melibatkan orang ketiga/investor yang disertai aturan yang lebih detil dengan melakukan pengawasan serta pembinaan secara intensif dan berkelanjutan. Pada wilayah KPH Bali Barat pencadangan HTR dilakukan di RPH Sumberkima seluas 375 ha (Kepmenhut No.: SK.91/Menhut-II/2009 tanggal 6 Maret 2009) dan pemanfaatan HTHR seluas 200 ha di RPH Grokgak. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT ii

4 Pengembangan jasa lingkungan yang dapat dikembangkan antara lain wisata medis (permandian air panas Banyuwedang dan Pemuteran) di RPH Sumberklampok dan RPH sumberkima; pemanfaatan air/mata air (Sumberklampok, Sumberkima, dusun Telaga, bendung Grokgak, dan waduk Palasari); pemanfaatan aliran air (rafting) di tukad Yeh Buah, dan air terjun Yeh Mesehe (RPH Yeh Embang); wisata pendidikan (Monument perjuangan di dusun Nusamara) dan hutan lindung di dusun Telaga; wisata olah raga (tracking) di dusun Sombang (RPH Candikusuma), wisata berkuda (RPH Grokgak), dan wisata religi (di semua pura yang ada dalam kawasan hutan KPH Bali Barat). Pada hutan lindung, pemanfaatan kawasan dapat dilakukan dengan pengembangan lebah madu, budidaya tanaman obat, pemungutan hasil hutan bukan kayu (madu dan buah-buahan). Saat ini lebah madu telah dikembangkan di RPH Pulukan dan RPH Penginuman. Untuk kedepannya usaha lebah madu juga sangat memungkinkan untuk dikembangkan di kawasan lain yang mempunyai potensi sumber pakan yang cukup banyak, yaitu RPH Yeh Embang, Tegal Cangkring, Candikusuma, Sumberklampok, Dapdap Putih, dan Antosari. Pemanfaatan wilayah tertentu di RPH Sumberklampok dialokasikan untuk areal kayuputih seluas 400 ha, kayu perpatungan seluas 375 ha, kebun benih panggal buaya seluas 25 ha, bentawas seluas 25 ha, pule 5 ha, dan sawo kecik seluas 5 ha, dan di dusun Sombang (RPH Candi Kusuma) seluas 283 dikembangkan untuk kayu perpatungan. Kebijakan dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat dengan memanfaatkan ruang di bawah tegakan dengan sistem tumpangs. Penggunaan kawasan di RPH Bali Barat terdiri dari penggunaan yang berijin dan yang tidak berijin. Penggunaan kawasan di wilayah ini digunakan oleh: Pemerintah, BUMN maupun (selengkapnya telah disajikan pada BAB II). Rehabilitasi dan reklamasi hutan di wilayah RPH Bali Barat belum berhasil secara optimal. Kebijakan dalam meningkatkan keberhasilan rehabilitasi dan reklamasi hutan dilakukan melalui kegiatan inventarisasi lahan kritis (pemutakhiran data) dan inventarisasi lokasi penanaman, melakukan reboisasi terus menerus. Kebijakan dalam perlindungan dan konservasi alam dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas personil polisi hutan, membuat pos-pos jaga/pos pemantau, pemberdayakan masyarakat sekitar hutan dengan membentuk pecalang-pecalang swakarsa untuk pengamanan hutan dan kawasan hutan, membentuk kelompokkelompok peduli dalam pemeliharaan dan pelestaarian hutan, memasukkan pelestarian hutan dalam awig-awig desa adat sekitar hutan. Rencana pengelolaan hutan di wilayah KPH Bali Barat memberikan peluang pada pemanfaatan/core business tanpa mengesampingkan masalah kelestariannya, sehingga dalam pelaksanaannya perlu dibuat rencana kegiatan untuk masing-masing pemanfaatan/core bussiness tersebut sebagai acuan dalam pengelolaan hutan. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT iii

5 KATA PENGANTAR Salah satu upaya mewujudkan pembangunan kehutanan dan pengelolaan hutan yang lestari dalam pembangunan kehutanan nasional yang berkelanjutan adalah dengan adanya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), yaitu wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. KPHL Bali Barat merupakan salah satu KPH yang telah ditetapkan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.784/Menhut-II/2009 tanggal 7 Desember Untuk dapat memberikan acuan bagi pengelola KPH agar dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik maka disusunlah dokumen Rencana Pengelolaan KPHL Bali Barat. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Barat ini disusun berdasarkan pada Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) bekerjasama dengan Universitas Udayana dan dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar Tahun Anggaran Dokumen Rencana Pengelolaan KPHL Bali Barat ini memuat bagian-bagian pendahuluan, deskripsi kawasan, visi dan misi pengelolaan hutan, analisis dan proyeksi, rencana kegiatan, pembinaan pengawasan dan pengendalian, pemantauan evaluasi dan pelaporan dan penutup. Hal ini dimaksudkan agar KPHL Bali Barat dapat menjalankan dan mengaplikasikan sesuai dengan rencana pengelolaan yang telah disusun dan menjadi pedoman dalam kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang dan menjadi acuan dalam penyusunan rencana derivatifnya dan pelaksanaannya. Disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam penyediaan data dan informasi, analisis data, penulisan serta pembahasan draft dokumen sehingga menjadi Dokumen Rencana Pengelolaan KPHL Bali Barat. Semoga bermanfaat sesuai dengan tujuannya. Denpasar, Januari KEPALA UPT KPH BALI BARAT Ir. NYOMAN SERAKAT, MSi. Pembina NIP RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT iv

6 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.... LEMBAR PENGESAHAN..... PETA SITUASI... RINGKASAN EKSEKUTIF... KATA PENGANTAR..... DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN PETA.. I PENDAHULUAN I Latar Belakang. I Maksud dan Tujuan. I Sasaran.. I Ruang Lingkup. I Batasan Pengertian. I-5 II DISKRIPSI KAWASAN.. II Risalah Wilayah II Letak, Luas dan Batas Wilayah II Aksesibilitas Kawasan II Batas Kawasan II Sejarah Wilayah KPHL dan KPHP.. II Pembagian Blok/Petak.. II Potensi Wilayah KPHL dan KPHP. II Penutupan Vegetasi.. II Kondisi Biofisik Wilayah... II Potensi kayu / Non Kayu II Keberadaan Flora dan Fauna II-32 RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT v

7 2.2.5 Potensi Jasa Lingkungan dan Jasa Wisata II Sosial Budaya Masyarakat di dalam/sekitar Kawasan II Sistem dan Struktur Masyarakat II Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat.... II Kondisi Politik Lokal yang Mempengaruhi Keberadaan Hutan dan Masyarakat Desa 2.4 Data Informasi Ijin-Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan II-40 II Ijin-Ijin Penggunaan Kawasan II Ijin-Ijin Pemanfaatan Kawasan II Kondisi Posisi KPHL dan KPHP Dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah II Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan II-44 III VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN III Visi dan Misi Pembangunan Provinsi Bali III Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Provinsi Bali III Visi-Misi Pengelolaan KPH Bali Barat... III-48 IV ANALISIS DAN PROYEKSI IV Managemen Pengelolaan Hutan IV Tata Hutan dan Penyusunan Rncana Pengelolaan Hutan.. IV Tata Hutan IV Rencana Pengelolaan Hutan IV Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan IV Pemanfaatan Hutan IV Wilayah Kelola. IV Wilayah Tertentu IV Wilayah Kelola/Wilayah Tertentu IV Penggunaan Kawasan Hutan. IV Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan IV-78 RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT vi

8 4.5 Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. IV-83 V RENCANA KEGIATAN V-91 VI PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN.. VI-99 VII PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN VII-101 DAFTAR PUSTAKA RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT vii

9 DAFTAR TABEL Halaman 2.1 Letak KPH Bali Barat berdasarkan Wilayah Kabupaten, DAS,Kawasan Hutan, RTK, RPH dan Fungsi Kawasan Hutan. II Tata Batas dan Pengukuhan Kawasan Hutan KPH Bali Barat.. II Pembagian Blok kawasan Hutan di KPH Bali Barat pada Setiap RPH. II Luas RPH per Sub DAS pada KPH Bali Barat.. II Sebaran Kelerengan pada Masing-masing RPH di KPH Bali Barat.. II Distribusi Luasan Lahan Kritis Berdasarkan Tingkat Kekritisannya pada KPH Bali Barat II Jenis Flora dan Fauna yang Terdapat di kawasan Hutan KPH Bali Barat... II Hasil Identifikasi Jasa Lingkungan pada wilayah KPH Bali Barat. II Keadaan Penduduk per Kecamatan di kabupaten Buleleng II Desa-Desa yang Berbatasan Dengan Kawasan Hutan pada Masing-masing RPH di Wilayah KPH Bali Barat II Penyelarasan antara Rancangan Blok dengan Arahan Pemanfaatan pada Wilayah KPH Bali Barat IV Rencana Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan serta Potensi Pengembangan Jasa Lingkungan di Wilayah KPH Bali Barat IV Sebaran Luas Lahan Kritis di dalam Kawasan Hutan KPH Bali Barat. IV Kegiatan Penanaman dari tahun pada Lahan Kritis Wilayah KPH Bali Barat IV-79 RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT viii

10 4.5 Analisis dan Proyeksi Pengelolaan Hutan di wilayah KPH Bali Barat. 5.1 Rencana Kegiatan Pengelolaan KPHL dan KPHP pada IV-87 KPH Bali Barat V-91 RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT ix

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Pembagian Wilayah Administrasi di KPH Bali Barat II Luas Kawasan Hutan di Masing-masing RPH (Ha). II Luas Status Fungsi Kawasan Hutan tiap-tiap RPH di KPH Bali Barat.. II Pembagian Blok Kawasan Hutan KPH Bali Barat II-24 RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT x

12 DAFTAR LAMPIRAN PETA PEMERINTAH PROVINSI BALI 1. Peta Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : Peta Penutupan Lahan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : Peta Pembagian DAS Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : Peta Sebaran Potensi Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : Peta Aksesibilitas Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : Peta Blok / Petak Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : Peta Penggunaan Lahan Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : Peta Keberadaan Ijin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : Peta Jenis Tanah Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : Peta Iklim Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : Peta Geologi Wilayah Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Bali Barat Provinsi Bali Skala 1 : RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT xi

13 BAB I. PENDAHULUAN PEMERINTAH PROVINSI BALI 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena di dalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata, enchancement of carbon stock dan sebagainya. Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan definisi tersebut terdapat empat unsur dalam hutan yaitu : suatu kesatuan ekosistem (kerusakan pada satu ekosistem akan berpengaruh terhadap ekosistem yang lain), berupa hamparan lahan, berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, dan mampu memberi manfaat secara lestari. Sesuai dengan unsur-unsur yang terkandung dalam hutan, maka kelestariannya harus selalu dijaga agar fungsinya dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di dunia, dimana Indonesia merupakan urutan ketiga dari tujuh negara yang disebut Megadiversity Country (Adinugroho, 2009). Hutan Indonesia juga merupakan rumah bagi ribuan jenis flora dan fauna yang banyak diantaranya adalah endemik di Indonesia, sehingga dapat berfungsi sebagai sumber plasma nutfah berbagai biota baik flora maupun fauna. Sumarwoto (2001) menyebutkan bahwa hutan mempunyai fungsi hidro-orologis, penyimpan sumberdaya genetik, pengatur kesuburan tanah hutan, dan iklim serta penyimpan karbon dan penyimpan keanekaragaman hayati. Menurut Djaenudin (1994) kawasan hutan perlu RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB I - 1

14 dipertahankan berdasarkan pertimbangan fisik, iklim dan pengaturan tata air sertakebutuhan sosial ekonomi. Luas kawasan hutan di provinsi Bali seluas ,06 ha atau 22,42% dari luas daratan pulau Bali. Bila dilihat dari segi luasannya, luas kawasan hutan di Bali masih di bawah persyaratan minimal 30% dari luas daratan. Demikian pula dilihat dari segi kualitas penutupan lahannya tergolong masih relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya kerusakan hutan akibat tekanan dari masyarakat baik berupa illegal logging (pembalakan liar), perambahan (pembibrikan), maupun kebakaran. Selain itu di beberapa wilayah juga disebabkan karena kondisi iklim dan fisik wilayah yang kurang menguntungkan. Sebagian besar kawasan hutan di provinsi Bali berfungsi sebagai hutan lindung (93.766,06 ha), sedangkan sisanya adalah merupakan kawasan hutan produksi (8.626,36 ha), cagar alam (1.762,80 ha), Taman Nasional (19.002,89 ha), Taman Wisata Alam (4.154,49 ha), dan Taman Hutan Raya seluas 1.373,50 ha (Dinas Kehutanan, 2002). Dalam pengelolaannya, kawasan hutan di Bali dibagi menjadi 3 wilayah pengelolaan yaitu KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Bali Barat, KPH Bali Tengah dan KPH Bali Timur. Pembentukan KPH di provinsi Bali berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali, yang mencakup beberapa aspek, yaitu perencanaan pengelolaan, pengorganisasian, pelaksanaan pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan. Pembentukan KPH ini diharapkan mampu mewujudkan penyelenggaraan pengelolaan hutan secara lestari dengan prinsip efisien dalam rangka pencegahan kerusakan lingkungan, pelestarian keragaman hayati dan integritas lingkungan, pengendalian laju degradasi hutan melalui percepatan pembangunan hutan tanaman, distribusi manfaat yang optimal dari segi ekologi, sosial budaya, dan ekonomi bagi masyarakat, mewujudkan keadilan antar generasi, mendorong pertumbuhan investasi, peningkatan penilaian harga dan mekanisme insentif. Kawasan hutan KPH Bali Barat meliputi 3 kabupaten yaitu: Kabupaten Buleleng, Jembrana, dan Tabanan dengan luas ,41 ha. KPH Bali Barat terdiri dari 11 RPH (Resort Pengelolaan Hutan), yaitu RPH Antosari (1.860 ha), RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB I - 2

15 Pulukan (6.665,88 ha), Yeh Embang (11.869,08 ha), Tegal Cangkring (7.741,59 ha), Candikusuma (7.081,52 ha), Penginuman (2.610,20 ha), Sumberklampok (1.613,40 ha), Sumberkima (6.097,19 ha), ), Grokgak (7.997,75 ha), Seririt (5.942,54 ha), dan Dapdap Putih (7.284,23 ha). Berdasarkan pengamatan di lapangan kondisi hutan di wilayah KPH Bali Barat pada umumnya banyak yang mengalami kerusakan, sehingga kurang berfungsi secara optimal. Kerusakan hutan tersebut disebabkan karena kondisi wilayah yang kurang menguntungkan baik dari segi iklim maupun kondisi fisik tanahnya dan adanya tekanan masyarakat yang berupa perambahan (pembibrikan) dengan tanaman pertanian, baik untuk tanaman pangan semusim maupun tanaman perkebunan (seperti kakao, pisang, kopi dan sebagainya). Selain itu juga adanya pembalakan liar dan kebakaran hutan serta terjadinya pensertifikatan kawasan hutan. Kondisi iklim yang kurang menguntungkan (tipe ikim E) berada pada wilayah RPH Sumberklampok, Sumberkima, Grokgak dan Seririt. Hal tersebut didukung oleh kondisi tanah dengan solum yang dangkal (tanah litosol) dan didominasi oleh kemiringan lereng yang cukup terjal. Hal itu merupakan faktor penghambat bagi pertumbuhan tanaman kehutanan pada wilayah ini, sehingga penutupan lahannya kurang maksimal. Selain itu pada wilayah ini juga berpotensi besar terhadap terjadinya kebakaran. Sedangkan kondisi iklim pada RPH Candikusuma, Yeh Embang, Tegal Cangkring, Pulukan, Dapdap Putih, Antasari dan Penginuman termasuk pada tipe iklim C, dan D yang mana tipe ini sangat mendukung pertumbuhan tanaman, tetapi pada kenyataannya kerusakan hutan di wilayah ini cukup parah yang disebabkan karena adanya tekanan masyarakat yang berupa perambahan dan illegal logging. Perambahan hutan yang terjadi pada RPH tersebut cukup tinggi dan yang terbesar terjadi pada RPH Antosari (hampir 90 %), dengan menanam tanaman tahunan yang berupa kopi, kakao, pisang dan sebagainya. Upaya untuk mencegah/mengurangi terjadinya kerusakan hutan lebih lanjut (lebih parah), memerlukan suatu perencanaan pengelolaan yang terpadu/terintegrasi sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB I - 3

16 1.2 Maksud dan Tujuan Penyusunan Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan produksi (KPHP) KPH Bali Barat dimaksudkan sebagai bahan acuan dalam menyelenggarakan tata hutan, mengelola dan memanfaatkan hutan yang komprehensif dengan tetap berpedoman pada pembangunan yang berwawasan lingkungan dalam rangka kegiatan pembangunan kehutanan dan pengembangannya untuk berbagai kepentingan di wilayah UPT KPH Bali Barat. Tujuan penyusunan rencana pengelolaan hutan KPH Bali Barat adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan pengelolaan hutan dalam wadah UPT KPH Bali Barat, agar proses pembangunan kehutanan dapat berjalan secara sistematis dan terarah melalui pengelolaan hutan lindung (HL), hutan produksi terbatas ((HPT) dan hutan produksi (HP), berdasarkan asas kelestarian hutan sehingga terciptanya suatu system pengelolaan hutan yang optimal berdasarkan fungsi dan manfaat hutan. Selain itu penyusunan Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) ini juga bertujuan untuk : (1) mewujudkan tata hutan dalam bentuk rancang bangun wilayah KPHL dan KPHP untuk mendukung efektivitas dan efisiensi pengelolaan hutan dan (2) mewujudkan rencana pengelolaan hutan yang menjadi acuan KPHL dan KPHP dalam pencapaian fungsi lingkungan, sosial dan ekonomi secara optimal. 1.3 Sasaran Sasaran penyusunan rencana pengelolaan hutan KPH Bali Barat adalah seluruh fungsi hutan yang terdapat dalam wilayah UPT KPH Bali Barat, terutama untuk kawasan hutan lindung, hutan produksi terbatas dan hutan produksi. Pengelolaan pada tiap-tiap fungsi pokok hutan tersebut, berdasarkan tipologi wilayah, ekologi, sosial budaya, dan ekonomi masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar kawasan hutan dan Resort Polisi Hutan (RPH). Sasaran ini secara keseluruhan akan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan skala prioritas RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB I - 4

17 dalam pemanfaatan setiap ruang atau unit struktur hutan dalam kewenangan pengelolaan hutan KPH Bali Barat. 1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup dari Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan ini, adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan tata hutan ini meliputi: pengantar umum tata hutan, pembagian kegiatan inventarisasi, pengorganisasian kegiatan inventarisasi, pelaksanaan inventarisasi, data dan informasi yang harus diperoleh, serta cara pembagian blok dan petak. 2. Kegiatan penyusunan rencana pengelolaan hutan meliputi: jenis dan substansi rencana pengelolaan hutan, pengorganisasian, pengaturan sunlaisah (penyusun, penilai dan pengesah), serta tahapan proses penyusunan. 1.5 Batasan Pengertian Batasan pengertian dari beberapa istilah/terminology yang terangkum dalam naskah rencana pengeloaan ini, sebagai berikut: 1. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem hamparan lahan berupa sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan 2. Kawasan hutan adalah suatu wilayah yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 3. Pengelolaan hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam. 4. Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB I - 5

18 5. Inventarisasi hutan pada wilayah KPHL dan KPHP adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui keadaan dan potensi sumberdaya hutan dan ligkungannya secara lengkap. 6. Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun waktu jangka panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari. 7. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka panjang adalah Rencana pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah pembangunan KPHL dan KPHP. 8. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek adalah Rencana Pengeloaan Hutan berjangka waktu satu tahun pada tingkat kegiatan operasional berbasis petak dan/atau blok. 9. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa ligkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. 10. Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan. 11. Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjunya disebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. 12. Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi selanjutnya disebut KPHK adalah KPH yang luas wilayahnya seluruhnya atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan konservasi. 13. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung selanjutnya disebut KPHL adalah KPH yang luas wilayahnya seluruhnya atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan lindung. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB I - 6

19 14. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi selanjutnya disebut KPHP adalah KPH yang luas wilayahnya seluruhnya atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan produksi. 15. Resort Pengelolaan Hutan adalah kawasan hutan dalam wilayah KPHL dan KPHP yang dipimpin oleh Kepala Resort KPHL dan KPHP dan bertanggungjawab kepada Kepala KPHL dan KPHP. 16. Blok Pengelolaan pada wilayah KPHL dan KPHP adalah bagian dari wilayah KPHL dan KPHP yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan. 17. Petak adalah bagian dari Blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang memerlukan perlakuan pengelolaan dan silvikultur yang sama. 18. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan. 19. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan (pasal 1, ayat 19, PP No. 6 Tahun 2007). 20. Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi (HTHR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun melalui kegiatan rehabilitasi lahan dan hutan pada kawasan hutan produksi untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan dan hutan dalam rangka mempertahankan daya dukung, produktivitas dan peranannya sebagai sistem penyangga kehidupan (pasal 1, ayat 20, PP No.6 Tahun 2007). 21. Hutan Desa (HD) adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB I - 7

20 BAB II. DISKRIPSI KAWASAN PEMERINTAH PROVINSI BALI 2.1. Risalah Wilayah Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara geografis wilayah Provinsi Bali terletak di antara ʹ o 42ʹ40 BT dan 8 o 03ʹ40-8 o 50ʹ04 LS. Sedangkan luas wilayah daratan Provinsi Bali adalah Ha atau 5.632,82 km 2. Kawasan hutan KPH Bali Barat dilihat dari aspek administrasi pemerintahan masuk ke dalam 3 (tiga) kabupaten, yakni Kabupaten Buleleng, Jembrana dan Tabanan yang tidak dapat dilepaskan dari Provinsi Bali, karena Bali merupakan satu kesatuan ekosistem pulau dalam satu kesatuan wilayah, ekologi, sosial dan budaya. Kabupaten Buleleng dan Jembrana mendominasi administrasi wilayah kawasan hutan KPH Bali Barat dengan prosentase masing-masing sebesar 43,34 % dan 53,87 % dari total luas KPH Bali Barat yaitu ,41 Ha. Sedangkan Kabupaten Tabanan hanya mencapai prosentase 2,79 % atau sekitar 1.860,03 Ha dari wilayah kawasan hutan KPH Bali Barat. Pembagian wilayah administrasi pemerintahan KPH Bali Barat disajikan pada Gambar Ha 2.80% 53.80% 43% Tabanan Buleleng Jembrana Gambar 2.1. Pembagian wilayah adminitrasi di KPH Bali Barat. Wilayah kawasan hutan KPH Bali Barat seluas ,41 Ha, merupakan gabungan dari kawasan hutan di wilayah barat Provinsi Bali yang RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 8

21 didominasi oleh kawasan hutan lindung seluas ,71 Ha (88,71 %), sisanya merupakan kawasan hutan produksi seluas 7.539,70 Ha (11,29 %) serta meliputi wilayah kabupaten, DAS, kawasan hutan, register tanah kehutanan (RTK), Resort Polisi Hutan (RPH) dan fungsi kawasan hutan, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Letak KPH Bali Barat berdasarkan Wilayah Kabupaten, DAS, Kawasan Hutan, RTK, RPH dan Fungsi Kawasan Hutan. NO. KPH KABUPATEN/DAS KAWASAN HUTAN/RTK RPH/FUNGSI KAWASAN HUTAN Bali Barat JEMBRANA a. Klatakan-Lubang Bali Barat/ 19 a. Penginuman -Hutan Produksi ter batas. b. Candikusuma - Hutan lindung - Hutan produksi LUAS (HA) 2.610, ,10 b.biluk Poh Gumbrih c. Tegal Cangkring - Hutan lindung 7.741,59 d.yeh Embang - Hutan lindung ,08 e. Pulukan - Hutan lindung 3.852,88 c. Leh Balian Yeh Leh-Yeh Lebah/12 f. Pulukan - Hutan lindung 2.813,0 Jumlah - Hutan lindung : - Hutan produksi : - Hutan produksi terbatas : ,97 383, BULELENG a.teluk Terima Pancoran Total ,27 Bali Barat/ 19 a. Dapdap Putih - Hutan lindung 7.186,23 b. Seririt - Hutan lindung - Hutan produksi - Hutan produksi terbatas ,94 249,60 112,0 c. Gerokgak : - Hutan lindung - Hutan produksi Terbatas 6.700, ,0 RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 9

22 NO. KPH KABUPATEN/DAS KAWASAN HUTAN/RTK PEMERINTAH PROVINSI BALI RPH/FUNGSI KAWASAN HUTAN d. Sumberkima : - Hutan lindung - Hutan produksi LUAS (HA) 4.822, ,40 e. Sumberklampok -Hutan produksi Terbatas 1.274,40 b. Leh Balian Yeh Leh-Yeh Lebah/12 f. Dapdap Putih - Hutan lindung 98,0 Jumlah - Hutan lindung - Hutan produksi - Hutan produksi terbatas , , ,40 Total ,11 TABANAN a. Leh Balian Yeh Leh-Yeh Lebah/12 a. Antosari - Hutan lindung 1.284,30 Yeh Ayah/11 a. Antosari - Hutan lindung 575,73 Jumlah : Hutan lindung 1.860,03 Total : 1.860,03 JUMLAH HUTAN / JENIS Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Bali Hutan lindung - Hutan produksi - Hutan produksi terbatas , , ,60 Total HUTAN ,41 Seluruh kawasan hutan diwilayah KPH Bali Barat telah ditata batas dan dikukuhkan seperti yang disajikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Tata Batas dan Pengukuhan Kawasan Hutan KPH Bali Barat Rincian Tata batas Kawasan Hutan / RTK No. dan Pengukuhan Yeh Ayah, Yeh Leh-Yeh Bali Barat, RTK 19 RTK 11 Lebah, RTK Kabupaten Jembrana dan Buleleng Tabanan Jembrana, Buleleng dan Tabanan 2 Fungsi Hutan Hutan Lindung Hutan Lindung Hutan Lindung Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas 3 Luas (Ha) ,38 575, ,30 RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 10

23 No. Rincian Tata batas dan Pengukuhan Bali Barat, RTK 19 PEMERINTAH PROVINSI BALI Kawasan Hutan / RTK Yeh Ayah, RTK 11 Yeh Leh-Yeh Lebah, RTK Panjang Batas Luar Kawasan Hutan (Km) 504,988 (Termasuk TNBB) 10,900 23,790 5 Jumlah Pal Batas (buah) 6 Batas Fungsi (Km) 188,12 + Pm Pm Pm 7 Tahun Anggaran Tata Batas a. 1976/ Lks : Pm - Luas : ,50 Ha - BL : 145,060 Km - BF : Pm b. 1992/ Lks : Sombang perluasan - Luas : 383,600 Km - BL : 13,600 Km - BF : Pm c. 1984/ Lks : Pm - Luas : 9.394,10 Ha - BL : Pm - BF : 135,110 Km d. 1989/ Lks : Prapat Agung - Luas : 5.940,0 Ha - BL : 40,700 Km - BF : Pm e. Pm - Lks : Pulau Menjangan - Luas : 170,30 Ha - BL : Pm - BF : Pm f. 1990/ Lks : Pm - Luas : ,0 Ha - BL : 218,530 Km - BF : Pm g. 1993/ Lks : Pm - Luas : 1.524,0 Ha - BL : 86,580 Km - BF : 53,010 h. 1999/ Lks : Tanah pengganti - Luas : 0,72 Ha - BL : 0,518 Km - BF : Pm a. 1985/ Lks : Perluasan - Luas : 83,73Ha - BL : 10,990 Km - BF : Pm a. 1985/ Lks :Perluasan - Luas :166,3Ha - BL : 23,790Km - BF : Pm RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 11

24 No. Rincian Tata batas dan Pengukuhan Bali Barat, RTK 19 PEMERINTAH PROVINSI BALI Kawasan Hutan / RTK Yeh Ayah, RTK 11 Yeh Leh-Yeh Lebah, RTK Tanggal Berita Acara Tata Batas 9 Tanggal Pengesahan Tata Batas 10 No. Penetapan Tata Batas 11 Tanggal Penetapan Tata Batas 12 Jumlah Buku Tata Batas (buah) 13 Jumlah Peta Tata Batas (lembar) a b c d. Pm e. Pm f g h a b c d. Pm e. Pm f g h a. Pm b. 362/Kpts-II/94 c. 338/Kpts-II/93 d. Pm e. Pm f. 204/Kpts-II/93 g. Pm h. Pm a. Pm b c d. Pm e. Pm f g. Pm h. Pm a. 4 b. Pm c. 1 d. Pm e. Pm f. 1 g. Pm h. Pm a. 10 b. 1 c. 5 d. Pm e. Pm f. 7 g. Pm h. Pm 14 File Tata Batas a b c d. Pm e. Pm f g. Pm h. Pm Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Bali, /Kpts-VII/86 376/Kpts-VII/ RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 12

25 Secara administrasi, pengelolaan hutan KPH Bali Barat meliputi 2 (dua) RPH Kring (tidak memangku kawasan hutan), yakni RPH Kring Gilimanuk dan RPH Celukan Bawang serta 11 Resort Polisi Hutan (RPH) yakni RPH Penginuman, RPH Candikusuma, RPH Tegalcangkring, RPH Yeh Embang, RPH Pulukan, RPH Dapdap Putih, RPH Seririt, RPH Gerokgak, RPH Sumberkima, RPH Sumberklampok dan RPH Antosari. Luas kawasan hutan pada masing-masing RPH, disajikan pada Gambar 2.2. KPH Bali Barat mempunyai 2 (dua) status fungsi kawasan hutan, yakni hutan lindung dan hutan produksi (HP dan HPT) serta secara umum KPH Bali Barat didominasi oleh hutan lindung, sedangkan hutan produksi hanya sebagian kecil yang terdapat pada Kawasan Hutan Bali Barat (RTK 19). Berdasarkan status fungsinya distribusi luasan pada masing-masing RPH disajikan pada Gambar 2.3 Dadap Putih Yeh Embang Antasari Candi Kusuma Gerokgak Penginuman Pulukan Seririt Sumberkima Sumberkelampok Tegal Cangkring Gambar 2.2. Luas Kawasan Hutan pada masing-masing RPH (Ha) RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 13

26 14, , , , , , , Hutan lindung Hutan Produksi Hutan Produksi terbatas - Gambar 2.3. Luas Status Fungsi Kawasan Hutan pada masing-masing RPH (Ha) Aksesibilitas Kawasan Aksesibilitas/keterjangkauan menuju ke semua kawasan hutan di KPH Bali Barat cukup baik telah didukung oleh infrastruktur seperti jalan-jalan penghubung ke lokasi kawasan sampai ke tepi kawasan/batas kawasan dengan masyarakat rata-rata telah beraspal bagus. Di dalam kawasan hutan juga terdapat jalan-jalan setapak yang dulunya berupa jalan pemeriksaan Batas Kawasan Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 821/Kpts/Um/II/82 tanggal 10 Nopember Kelompok hutan Bali Barat (RTK 19) termasuk kawasan Taman nasional Bali barat memiliki panjang batas luar 333,6 km dengan jumlah pal batas buah; Kelompok hutan Yeh ayah (RTK 11) mempunyai panjang batas luar 35,84 km dengan jumlah pal batas 529 buah, sedangkan kelompok hutan Yeh Leh Yeh lebah (RTK 12) memiliki panjang batas luar 77,49 km dengan jumlah pal batas 627 buah Sejarah Wilayah KPHL dan KPHP Berdasarkan laporan ekspedisi Leifrienk dan Ken tahun 1900 menggambarkan bahwa punggung-punggung bukit/pegunungan antara Jemberana dan Buleleng masih dipenuhi hutan yang sangat lebat. Tahun 1906 setelah hampir RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 14

27 seluruh kerajaan di Bali jatuh ke tangan Kolonial Belanda, terdapat perubahan aspek kehidupan, dimana saat itu mulai terjadi perambahan hutan untuk dikonversi menjadi kebun kopi, tegalan (perkebunan) dan lahan pertanian lainnya. Pada tahun 1916, Ir. Hoppe kepala Waterstaatdienst di Bali sangat prihatin dengan terjadinya konversi hutan alam dijadikan kebun kopi, selanjutnya segera dilakukan pengamatan terhadap daerah aliran sungai (DAS). Pada tanggal 21 Pebruari 1919 untuk pertama kalinya menunjuk kelompok hutan yang luasnya 9,8 ha yaitu kelompok hutan Sangeh sebagai Natuur monument (Cagar Alam). Dalam Cagar Alam Sangeh ini yang dilindungi adalah vegetasi pohon pala (Dipterocarpus trinervis), dan di dalam hutan Sangeh terdapat tempat suci (Pura) dan dihuni banyak kera (monyet) abu-abu ekor panjang. Menyadari terjadinya perubahan lingkungan yang mengkhawatirkan lingkungan di Bali, kemudian pada tahun 1924, Cokordo Gede Raka Sukawati sangat peduli terhadap keamanan dan perlindungan hutan di Bali dan selanjutnya meminta kepada pemerintah Belanda untuk segera dilakukan penetapan kawasan hutan. Berdasarkan dari usulan tersebut maka pada tahun 1926 ditunjuklah 14 lokasi kelompok hutan yang diusulkan dan kemudian ditetapkan menjadi kawasan hutan/hutan Negara pada tanggal 29 Mei 1927 yaitu sebagai berikut: 1. Kelompok Hutan Yeh Ayah (RTK 11) Penunjukan dan penetapan batas kelompok hutan ini bersamaan dengan RTK 1, tapi pengumuman pemancangan sementara tanggal 13 Juni 1933 dan pengesahan penetapan batas hutan pada tanggal 25 Nopember Penetapan kawasan hutan ini diperkuat dengan keputusan Menteri Kehutanan yaitu tanggal 15 Pebruari 1988 bersamaan dengan kelompok hutan RTK 10 (Prapat Benoa). Panjang batas keliling RTK 11 adalah 35,84 km, luas 575,73 Ha dan berfungsi pokok sebagai hutan lindung. Kelompok hutan Yeh Ayah (RTK 11) ini secara administratif terletak di kecamatan Selemadeg (sekarang Selemadeg Barat) Kabupaten Tabanan, dan secara pengelolaan hutan berada di RPH Antosari. Vegetasi disini terdiri dari hutan tropis bawah yang ditumbuhi dengan: putat, tangi, terep, bayur, kejimas, dan jenis- RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 15

28 jenis ficus. Di dalam kelompok hutan ini terdapat tanaman sonokeling. Jenis satwa yang dijumpai antara lain: jenis kera, kijang, landak, babi hutan, ayam hutan. 2. Kelompok Hutan Yeh Leh-Yeh Lebah (RTK 12) Penunjukan dan penetapan kelompok hutan ini bersamaan dengan RTk 1 tahun 1927, pengumuman pemancangan sementara dan pengesahan penetapan batas hutan termasuk penetapannya pada tahun 1982 dan telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 28/Kps-II/1990 tanggal 13 Januari 1990 dengan panjang batas keliling 77,49 km, luas 4.195,30 ha dan fungsi pokoknya sebagai hutan lindung. Kelompok hutan Yeh Leh-Yeh Lebah secara administratif terletak di lintas Kabupaten Tabanan (Kecamatan Selemadeg/Selemadeg Barat) dan Kabupaten Jembrana (Kecamatan Pekutatan), dan secara pemangkuan hutan terletak di RPH Antosari dan RPH Pulukan. Vegetasinya alaminya adalah: putat, bayur, kejimas, teep, ehe, tangi, duren, kemiri, dan jenis ficus. Sedangkan jenis satwanya adalah babi hutan, ayam hutan dan kera. 3. Kelompok Hutan Bali Barat (RTK 19) Kelompok hutan Bali Barat ini merupakan gabungan dari kelompok hutan Gunung Sangiang dan Gunung Bakungan yang usul penunjukan dan penetapannya bersamaan dengan RTK 1, kemudian digabung lagi dengan kelompok hutan Prapat Agung dengan usul penetapan No. 1643/71/IV tanggal 2 Oktober 1936, kemudian kelompok hutan Banyuwedang dengan usul penetapan No. 2077/42 tanggal 16 Juni 1947, dan dengan penetapan penunjukan Bsl, ketua DPRD Bali No. 1/4/4 tanggal 13 Agustus Kelompok hutan Candi Kusuma dengan usul penunjukannya No. 5241/71/IV tanggal 2 Nopember 1940, dengan penunjukan penetapan No. 12/PAS tanggal 24 Maret Kelompok hutan ini diukur definitif secara menyeluruh pada tahun 1977/1979 dan kemudian penetapannya bersamaan dengan RTK 9, 10, dan 11 dengan panjang batas seluruhnya 333,60 km, luas definitif ,27 ha terdiri dari ,27 ha daratan, dan ha perairan laut, dengan fungsi hutan terdiri dari Taman Nasional Bali Barat (19.002,89 Ha termasuk di dalamnya hutan RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 16

29 perairan laut seluas Ha); hutan lindung (54.452,68 Ha); hutan produksi tetap (1.907,10 Ha); dan hutan produksi terbatas (5.632,60 Ha). Kelompok hutan Bali Barat secara administrasi terletak di Kabupaten Jembrana (Kecamatan Pekutatan, Mendoyo, Negara, dan Melaya) dan Kabupaten Buleleng (Kecamatan Grokgak, Seririt, dan Busungbiu), secara pemangkuan hutan terletak di RPH Pulukan, Yeh Embang, Tegal Cangkring, Candi Kusuma, Penginuman, Sumberklampok, Sumberkima, Grokgak, seririt, dan Dapdap Putih. RTK 19 ini melintasi wilayah administrasi antar kabupaten maupun DAS-nya. Hutan ini merupakan DAS yang mengalirkan air ke selatan di kabupaten Jembrana yaitu sungai T. Kelatakan, Melaya, Sangiang, Sari Kuning, Daya, Ijo Gading, Biluk Poh, Yeh Embang, T. Sangiang, Yeh Sumbul, Medewi. Sedangkan yang mengalir ke utara (ke Kabupaten Buleleng) adalah T. Tinga-Tinga, T. Sumaga, T. Biu, T. Pule, T. Teluk Terima, T. Banyupoh, T. Grokgak, T. Pancoran, T. Yeh Saba. Berdasarkan keputusan Dewan Raja-raja di Bali No. E.1/4/5 tanggal 13 Agustus 1917, kawasan hutan seluas ± Ha (dari G.23 menjadi G ditunjuk sebagai Taman Perlindungan Alam (natuurpark) Bali Barat. Setelah diukur secara definitif pada tanggal 11 Mei 1971 ternyata luasnya hanya Ha. P. Kalong dan lain-lain seluas 193 Ha belum diperhitungkan. Tanah Swapraja Sombang seluas 390 Ha yang telah diukur definitif pada tahun 1979 digabungkan menjadi satu kawasan dengan kelompok hutan Bali Barat. Sejak penetapan itu kemudian menjadi pengelolaan daerah, dan akhirnya menjadi wilayah Dinas Kehutanan Provinsi Bali. Dalam perkembangannya di bawah Dinas Kehutanan ada Cabang Dinas Kehutanan di tingkat Kabupaten, dan di bawahnya ada BKPH yang membawahi RPH-RPH. Di seluruh Bali terdapat 36 RPH yang tersebar sesuai dengan lingkup wilayah hutannya. Selanjutnya Cabang Dinas Kehutanan (CDK-CDK) ini bubar dan digantikan oleh Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah (PKT). Dinas PKT ini tidak lagi berada di bawah Dinas Kehutanan Propinsi Bali, namun berada di bawah Bupati-Bupati di kabupaten. Pada saat ini, organisasi RPH-RPH ini tidak pernah dibubarkan. Selanjutnya dengan bubarnya PKT-PKT ini, organisasi RPH berada langsung di bawah Dinas Kehutanan Propinsi. Kondisi ini menyebabkan rentang kendalinya RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 17

30 terlalu jauh. Mensiasati jauhnya rentang kendali ini maka organisasi RPH ini diletakkan di bawah Dinas yag menangani kehutanan kabupaten dengan status pegawainya dipekerjakan, gaji dan segala sarana prasarananya masih tetap diberikan dari propinsi, demikian pula wilayah yang dikelola tetap seperti semula. Dalam arti organisasi RPH ini dari sejak awal tidak pernah dibubarkan. Selanjutnya dengan terbentuknya KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Bali Barat, maka semua RPH-RPH ini beserta dengan wilayah kelolanya menjadi bagian dari KPH Bali Barat. Di wilayah KPH Bali Barat ini terdapat sebanyak 13 buah RPH, yang terdiri dari 11 RPH yang memiliki wilayah hutan dan 2 RPH lagi tidak memiliki wilayah hutan sehingga disebut dengan RPH Kring. Salah satu wilayah kerja dari RPH Kring adalah berupa pelabuhan Pembagian Blok/Petak Menurut Kementerian Kehutanan (2012), bahwa pembagian blok perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : karakteristik biofisik lapangan, kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar, potensi sumberdaya alam, dan keberadaan hak-hak atau ijin usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. Disamping itu pembagian blok juga harus mempertimbangkan peta arahan pemanfaatan sebagaimana diarahkan oleh Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN)/Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP)/Rencana Kehutanan Tingkat Kabupaten/ Kota (RKTK), dan fungsi kawasan hutan di wilayah KPHL dan KPHP yang bersangkutan. Pembagian blok dilakukan pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasannya berfungsi hutan lindung maupun hutan produksi. Pada kawasan yang hutannya berfungsi hutan lindung pembagian blok terdiri atas satu blok atau lebih, yaitu : (a) blok inti, (b) blok pemanfaatan, dan (c) blok khusus. Sedangkan pada kawasan yang kawasan hutannya berfungsi hutan produksi terdiri dari satu blok atau lebih, yaitu : (a) blok perlindungan; (b) blok pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, HHBK; (c) blok pemanfaatan HHK-HA; (d) blok pemanfaatan HHK-HT; (e) blok pemberdayaan masyarakat; dan (f) blok khusus. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 18

31 Arahan pemanfaatan RKTN/RKTP/RKTK menjadi acuan awal dalam proses merancang blok. Dengan memperhatikan rancangan pembagian blok dan keterkaitannya dengan arahan pemanfaatan kawasan hutan menurut RKTN/RKTP/RKTK, maka deskripsi masing-masing blok diuraikan sebagai berikut: 1. Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya hutannya berfungsi sebagai HL: a. Blok inti merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan. Kriteria blok ini antara lain: Kurang memiliki potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hutan non kayu; Dalam RKTN/RKTP/RKTK termasuk dalam kawasan untuk perlindungan hutan alam dan lahan gambut untuk kawasan rehabilitasi. b. Blok pemanfaatan merupakan blok yang difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan yang berfungsi HL. Kriteria blok ini antara lain: Mempunyai potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non kayu; terdapat ijin pemanfaatan kawasan jasa lingkungan, hasil hutan non kayu; arealnya dekat masyarakat sekitar atau dalam kawsan hutan; mempunyai aksesibilitas yang tinggi; dalam RKTN/RKTP dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk pelindungan hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi. c. Blok khusus merupakan blok yang difungsikan sebagai areal untuk menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL dan KPHP yang bersangkutan. Kriteria blok ini antara lain: terdapat pemakaian wilayah kawasan hutan untuk kepentingan antara lain: religi, kebun raya, kawasan dengan tujuan khusus (KHDTK), wilayah adat/ulayat; dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk perlindungan hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi. 2. Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi sebagai HP: RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 19

32 a. Blok perlindungan merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan tat air dan perlindungan lainnya serta direncanakan untuk tidak dimanfaatkan. Kriteria blok ini antara lain: termasuk dalam kriteria kawasan lindung; dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk perlindungan hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil. b. Blok pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK adalah merupakan blok yang telah ada ijin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses inventarisasi. Dalam blok ini diupayakan berintegrasi dengan upaya solusi konflik atau upaya pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan kawasan atau jasa lingkungan atau HHBK. Kriteria blok ini antara lain: mempunyai potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non kayu; terdapat ijin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan non kayu; dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk perlindungan hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil. c. Blok pemanfaatan HHK-HA merupakan blok yang telah ada ijin pemanfaatan HHK-HA dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan HHK-HA sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan. Kriteria blok ini antara lain: dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai kawasan hutan untuk pengusahaan hutan sekala besar; mempunyai potensi hasil hutan kayu cukup tinggi; terdapat ijin pemanfaatan HHK-HA; dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar. d. Blok pemanfaatan HHK-HT merupakan blok yang telah ada ijin pemanfaatan HHK-HT dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan HHK-HT sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan. Kriteria blok ini antara lain: dalam RKTN/RKTP/RKTK RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 20

33 diarahkan sebagai kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar; mempunyai hasil hutan kayu rendah; merupakan areal yang tidak berhutan; terdapat ijin pemanfaatan HHK-HT; dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan sekala besar atau kecil. e. Blok pemberdayaan masyarakat merupakan blok yang telah ada upaya pemberdayaan masyarakat (al: HKm, hutan desa, hutan tanaman rakyat/htr) dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk upaya pemberdayaan masyarakat sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan. Kriteria blok ini antara lain: dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala kecil; mempunyai hasil hutan kayu rendah; merupakan areal yang tidak berhutan; terdapat ijin pemanfaatan hutan untuk HKm, hutan desa, HTR; arealnya dekat masyarakat di dalam dan sekitar hutan; dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil. f. Blok khusus merupakan blok yang difungsikan sebagai areal untuk menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL dan KPHP yang bersangkutan. Kriteria blok ini antara lain: terdapat pemakaian wilayah kawasan hutan untuk kepentingan antara lain: religi, kebun raya, kawasan dengan tujuan khusus (KHDTK), wilayah adat/ulayat; dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk perlindungan hutan alam dan lahan gambut atau untuk kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil. 3. Pada setiap blok sebagaimana telah diuraikan di atas tidak tertutup kemungkinan terdapat beberapa kondisi sebagai berikut: a. Kawasan atau areal yang memerlukan reboisasi dan rehabilitasi kawasan b. Areal yang telah ada penggunaan kawasan hutan untuk keperluan non kehutanan dalam bentuk ijin pinjam pakai. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 21

34 4. Pada setiap blok pemanfaatan baik di wilayah KPHL dan KPHP yang berfungsi HL atau HP agar dirancang areal-areal yang direncanakan akan dikelola sendiri oleh KPH dalam bentuk wilayah tertentu dimana pemanfaatannya mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Blok-blok tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi kelas-kelas hutan sesuai dengan arahan pengelolaan ke depan 6. Jabaran kelas hutan tersebut akan dipergunakan sebagai acuan dalam menentukan kelas perusahaan dari suatu KPHL dan KPHP pada saat penyusunan rencana pengelolaan hutan. Untuk memudahkan managemen pengelolaan kawasan hutan, maka blokblok dibagi ke dalam petak-petak. Dalam pembuatan petak perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (a) produktivitas dan potensi areal/lahan; (b) keberadaan kawasan lindung, yang meliputi kawasan bergambut, kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan kawasan pantai berhutan bakau; dan (c) rancangan areal yang akan direncanakan antara lain untuk pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan pemberdayaan masyarakat. Pembuatan petak pada blok yang sudah ada ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan hutan dilakukan oleh pemegang ijin, sedangkan pada kawasan yang tidak ada ijin, terlebih dulu harus dilakukan identifikasi sebagai berikut : (1) areal dalam blok yang telah ada permukiman masyarakat, maka tidak perlu dilakukan pembagian ke dalam petak, namun perlu mendapatkan identifikasi khusus untuk memperoleh arahan penanganan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; (2) selain butir (1) tersebut, pembagian petak sesuai dengan potensi dan kondisi yang ada serta dengan memperhatikan arahan pengelolaan hutan jangka panjang yang telah disusun. Berdasarkan pada uraian sejarah pembentukan KPH Bali Barat dan dengan memperhatikan kondisi biofisik, fungsi kawasan hutan dan kondisi sosial budaya RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 22

35 masyarakat, maka pembagian blok dilakukan pada masing-masing RTK/RPH. Dasar utama yang dipergunakan dalam pembagian blok adalah kelas lereng utama dan fungsi kawasan hutan. Uraian secara rinci pembagian blok pada wilayah KPH Bali Barat berdasarkan Kemenhut 2012 adalah sebagai berikut: 1. Pembagian blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi HL, pembagian blok dapat dibedakan menjadi: (a) blok inti, (b) blok pemanfaatan, (c) dan blok khusus. Blok inti meliputi kawasan dengan kelas lereng > 40 % (sangat curam); blok pemanfaatan meliputi kawasan dengan kelas lereng < 40% (0-8% (datar), 8-15% (landai), 15-25% (agak curam), dan kelas lereng 25-40% (curam); blok khusus dialokasikan di kawasan-kawasn suci (Pura) 2. Pembagian blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi HP, pembagian blok dapat dibedakan menjadi: (a) blok pemanfaatan kawasan (blok jasa lingkungan dan HHBK, blok pemanfaatan HHK-HT, blok pemberdayaan masyarakat), dan (b) blok khusus. Blok pemanfaatan kawasan yang diperuntukan sebagai jasa lingkungan dan HHBK, HHK-HT, dan pemberdayaan masyarakat meliputi kawasan dengan kelas lereng 0-8% (datar), 8-15% (landai) dan kelas lereng 15-25% (agak curam). Adapun sebaran masing-masing blok pemanfaatan disesuaikan dengan potensi yang teridentifikasi pada masing-masing kawasan). Pada blok pemanfaatan ini juga dialokasikan untuk wilayah tertentu (areal kayu putih, maupun di luar kayu putih). Blok khusus dialokasikan pada kawasan-kawasan suci (Pura). Selain itu di wilayah ini terdapat pemukiman eks Tim-Tim, dan Puslatpur yang merupakan wilayah dengan tujuan khusus, sehingga dimasukkan ke dalam blok khusus. Secara lengkap pembagian blok kawasan hutan KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 2.3. dan Gambar 2.4. Tabel 2.3. Pembagian Blok Kawasan Hutan di KPH Bali Barat NO. BLOK LUAS (HA) HUTAN LINDUNG HUTAN PRODUKSI 1 Khusus 276, Inti , RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 23

36 NO. BLOK LUAS (HA) HUTAN LINDUNG HUTAN PRODUKSI 3 Pemanfaatan , Pemanfaatan Wilayah Tertentu 5.011, Jumlah , Khusus 893, Pemanfaatan Wilayah Tertentu 5.848, Pemberdayaan 1.001, Jumlah 7.743, Untuk lebih memudahkan dalam pengelolaan/manajemen kawasan hutan, maka blok lebih lanjut dibagi ke dalam petak-petak yang lebih kecil (Unit lahan). Ukuran petak dapat berkisar antara Ha. Adapun dasar pembuatan petak adalah berdasarkan kelompok kelerengan, jenis tanah (kedalaman dan kepekaan terhadap erosi), penutupan lahan/jenis vegetasi, dan iklim (terutama suhu dan curah hujan). Petak-petak yang memiliki karakter dan memerlukan pengelolaan yang sama dikelompokkan dalam unit/petak yang sama. Pembagian petak seperti ini akan sangat memudahkan dalam alih teknologi. Agar peta sebaran pembagian blok/petak bersifat lebih aplikatif dan sekaligus dapat dipergunakan sebagai peta kerja di lapangan, maka peta sebaiknya dibuat pada skala yang lebih besar (1: atau 1: ). Gambar 2.4. Pembagian Blok Kawasan Hutan KPH Bali Barat RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 24

37 2.2 Potensi Wilayah KPHL dan KPHP Penutupan Vegetasi Adanya beberapa kendala dan permasalahan yang berkembang pada wilayah KPH Bali Barat (seperti misalnya perambahan, illegal logging, kebakaran hutan, dan sebagainya), menyebabkan rendahnya/berkurangnya tegakan/tutupan vegetasi hutan. Secara umum peutupan tegakan hutan berkisar antara %, kecuali di RPH Dapdap Putih mencapai sekitar 80% Kondisi Biofisik Wilayah 1. Daerah Aliran Sungai (DAS) Kawasan hutan pada KPH Bali Barat terletak pada 4 (empat) satuan wilayah pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)/Sub DAS, sebagian besar terletak pada 3 (tiga) Sub DAS yakni Sub DAS Biluk Poh Gumbrih, Sub DAS Teluk Terima Pancoran, Sub DAS Klatakan Lubang, dan sebagian kecil (sekitar 7,15%) terletak pada Sub DAS Leh Balian yang masuk dalam kawasan hutan Yeh Ayah (RTK 11) dan Yeh Leh-Yeh Lebah (RTK 12) Sungai yang mengalir ke selatan di kabupaten Jembrana adalah sungai/tukad Kelatakan, melaya, Sangiang, Sari Kuning, Daya, Ijo Gading, Biluk Poh, Yeh Embang, Yeh Sumbul, dan Medewi. Sungai yang mengalir ke utara di kabupaten Buleleng adalah sungai/tukad Tinga-Tinga, Sumaga, Biu, Pule, Teluk Terima, Banyupoh, Grokgak, Pancoran, dan Yeh Saba. Sungai/tukad yang berhulu pada kawasan hutan Bali Barat (RTK 19) adalah sungai/tukad Anakan, Sumaga, Yeh Biu, Grokgak, Musi, banyupoh, Teluk terima, melaya, Sangiang, Daya, Yeh Buah, Yeh Embang, Sumbul, Medewi dan Pulukan. Banyaknya sungai yang berhulu di kawasan hutan khususnya hutan lindung di KPH Bali Barat, menjadikan tantangan tersendiri dalam menjaga kelestarian hutan yang berada di hulu sungai dari 4 (empat) Sub DAS seperti tersebut di atas. Namun pada rancangan kelola KPH dalam RPH tidak mutlak berdasarkan pada batas DAS atau Sub DAS yang ada. Beberapa RPH justru menjadikan sungai RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 25

38 sebagai batas administrasi pengelolaannya seperti RPH Tegal Cangkring dan RPH Yeh Embang. Distribusi luasan RPH per Sub DAS di KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Luas RPH per Sub DAS Pada KPH Bali Barat LUAS SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (HA) No RPH TELUK TERIMA PANCORAN LEH BALIAN KLATAKAN LUBANG BILUK POH GUMBRIH JUMLAH (Ha) Antosari , ,03 2 Candikusuma , ,52 3 Dapdap Putih 7.186,23 98, ,23 4 Grokgak 7.997, ,75 5 Penginuman , ,20 6 Pulukan , , ,88 7 Seririt 5.942, ,54 8 Sumberkima 6.097, ,19 9 Sumberklampok 1.613, ,40 10 Tegalcangkring , ,59 11 Yeh Embang , ,08 JUMLAH , , , , ,41 Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Bali Tahun Geologi, Bentuklahan/Landform (Bali Barat) Berdasrkan Peta geologi Pulau Bali skala 1 : yang dikeluarkan oleh Direktorat geologi Bandung (1971), Wilayah KPH Bali Barat terdiri dari beberapa formasi geologi yaitu: (a). Formasi batuan Gunung Api Jembrana (Qd) merupakan lava, breksi, tufa dari Gunung Api Klatakan, Gunung Merbuk, Gunung Patas, dan batuan gabungan yang berumur kwarter bawah; (b). Formasi Prapatagung (Ppa): tersusun dari batu gamping, batu pasir gampingan dan nafal, terdapat di wilayah RPH Sumberkampok, dan sebagian di RPH Sumberkima; (c). Formasi Gunung Klatakan (Qd) tersusun dari batuan G. Api Jembrana: lava, breksi, tufa dari G. Api Klatakan, G. Merbuk, G. Musi, G. Patas, dan batuan yang tergabung, terdapat di wilayah RPH Penginuman; (d). Formasi Palasari (Qp): tersusun dari batuan konglomerat, batu pasir, batu gamping terumbu, terdapat di RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 26

39 wilayah RPH Candikusuma; (e). Formasi Pulaki (Pp): tersusun dari Gunung Api Pulaki, lava dan breksi (terdapat di wilayah RPH Grokgak dan Sumberkima); (f). Formasi Asah (Pa) tersusun dari Lava, breksi, tufa batu apung dengan isian rekahan bersifat gampingan, terdapat di wilayah RPH Seririt; (g). Formasi Sorga (Ms) tersusun dari tufa, batu nafal, dan batu pasir berumur Myosin tengah yang terdapat di RPH Seririt (Dusun Sorga). Proses geomorfologi yang terjadi di wiayah KPH Bali barat adalah: Volkanisme, pelipatan dan pengangkatan, dan proses denudasional. Proses pengangkatan dan pelipatan membentuk landform perbukitan, proses volkanisme membentuk landform volkanik, dan proses denudasional membentuk landform denudasional seperti perbukitan sisa, bukit terisolasi, nyaris dataran, pediment (perbukitan erosi dan transportasi), lereng kaki, gawir (lereng terjal), kipas rombakan lereng, lahan-lahan rusak, dan sebagainya. Kenampakan di lapangan saat ini pada wilayah KPH Bali Barat antara proses volkanisme dan proses denudasional nampaknya lebih didominasi oleh proses denudasi karena gununggunung yang terdapat kebanyakan sudah tidak menampakkan aktifitas, sedangkan proses denudasional menampakkan sisa erosi, lahan-lahan rusak dan sebagainya. 3. Bentuk Wilayah/Topografi Secara umum bentuk wilayah KPH Bali Barat adalah sangat komplek mulai dari datar-berombak (lereng 0-8%), landai-bergelombang (lereng 8-15%), berbukit kecil/agak curam (lereng 15-25%), berbukit/curam (lereng 25-40%) dan bergunung/sangat curam (lereng > 40%). Distribusi luasan berdasarkan kelas kelerengan pada setiap RPH di KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 2.5 Tabel 2.5 Sebaran kelerengan pada masing-masing RPH No RPH KELAS KELERENGAN (HA) I II III IV V JUMLAH Antosari 0,42 49,79 504, ,10 63, ,03 2 Candikusuma 359,37 846, , , , ,52 3 Dapdap Putih - 7, , ,25 399, ,23 4 Grokgak 474,35 748, , , , ,75 5 Penginuman 620,40 828,68 692,75 468, ,20 6 Pulukan - 179, , ,78 327, ,88 RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 27

40 No RPH KELAS KELERENGAN (HA) I II III IV V JUMLAH Seririt 41,52 159, , , , ,54 8 Sumberkima 654,80 670,23 994, , , ,19 9 Sumberklampok 1230,64 271,19 94,51 17, ,40 10 Tegalcangkring - 39, , , , ,59 11 Yeh Embang - 281, , , , ,08 JUMLAH 3381, , , , , ,41 Sumber: Pengolahan Data Tahun 2008 Berdasarkan Tabel 2.5 tersebut di atas 88,82% wilayah KPH Bali Barat didominasi oleh kelas lereng III sampai lereng kelas V. 4. Tanah Berdasarkan peta tanah tinjau Pulau Bali serta pengamatan di lapangan, kawasan hutan pada KPH Bali Barat terdapat beberapa jenis tanah yaitu: Latosol, Litosol, dan Mediteran. Namun berdasarkan persentase luasannya asosiasi jenis tanah Latosol-Litosol mendominasi hampir 90% dari luasan kawasan KPH Bali Barat. Jenis tanah Latosol merupakan jenis tanah yang telah berkembang atau telah mengalami diferensiasi horizon, solum tanah cukup dalam/tebal, tekstur tanah lempung-berliat, struktur tanah remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat, kemerahan hingga kekuningan, bahan induk penyusunnya berasal dari material volkanik (breksi, batuan beku intrusi dan tuf), kepekaan tanah terhadap erosi adalah agak peka. Jenis tanah Latosol ini tersebar secara luas pada kaki lereng, lereng bawah sampai lereng tengah di kawasan RPH Antosari, Dapdap Putih, Pulukan, Yeh Embang, Tegal Cangkring, Candikusuma, Penginuman, Grokgak, seririt. Jenis tanah Litosol merupakan jenis tanah mineral dengan tanpa atau sedikit perkembangan. Profil tanah di atas batuan kukuh (Consolidated rock), tekstur tanah beraneka, dan pada umumnya agak berpasir, tingkat kesuburan tanah secara umum rendah karena tipisnya lapisan tanah dan rendahnya tutupan vegetasi, dan mempunyai kepekaan yang sangat tinggi terhadap erosi. Jenis tanah ini tersebar pada daerah-daerah dengan bentuk wilayah berbukit hingga bergunung RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 28

41 dengan lereng agak curam-sangat curam, dan juga pada daerah-daerah yang telah mengalami proses denudasi atau erosi yang berat. Sebarannya hampir terdapat pada semua RPH di kawasan KPH Bali Barat khususnya di RPH Grokgak, Sumberkima, Seririt, Sumberklampok, Candikusuma, Tegal Cangkring, Yeh Embang, Pulukan dan Dapdap Putih. Jenis tanah Mediteran merupakan jenis tanah mineral dengan bahan induk batu kapur, batuan sedimen, dan tuf volkan basa, solum tanah agak tebal dengan horizon tanah terselubung atau agak nyata, warna tanah kuning hingga merah atau kehitaman, tergantung jenis bahan induknya. Bila bahan induknya gamping murni, maka warna tanahnya agak kemerahan, bila bahan induknya dari napal warnya tanahnya akan lebih hitam (Mediteran Molik), bila bahan induknya dari bahan volkanik/bercampur dengan bahan volkanik, maka warnanya agak kekuningan. Tekstur tanah lempung hingga liat, struktur tanah gumpal hingga gumpal bersudut, keasaman tanah agak asam hingga netral, kejenuhan basa tinggi, permeabilitas sedang, kepekaan erosi besar hingga sedang. Jenis tanah ini tersebar di RPH Sumberklampok, Candikusuma, dan di Seririt. 5. Iklim Berdasarkan tipe iklim Scmidt dan Ferguson, wilayah KPH Bali Barat tergolong ke dalam tipe C (Agak basah), D (Sedang), dan E (Agak kering). Klasifikasi tipe iklim C mempunyai nilai Q antara, 3333% 60,00%, tipe D dengan nilai Q antara 60,00% - 100,00%, sedangkan tipe iklim E mempunyai nilai Q antara 100,00% 167,00%. Wilayah KPH Bali Barat yang memiliki tipe iklim C meliputi RPH Antosari, Dapdap Putih, Pulukan, Yeh Embang, dantegal Cangkring. RPH yang memiliki tipe iklim D adalah RPH Candikusuma, dan RPH Penginuman. Sedangkan wilayah yang memiliki tipe iklim E adalah RPH Sumberklampok, Sumberkima, Grokgak, dan RPH Seririt. 6. Lahan Kritis Lahan kritis merupakan lahan yang telah mengalami kerusakan/degradasi sampai pada titik kritis sehingga menyebabkan kehilangan atau berkurangnya fungsi lahan sampai pada batas yang diharapkan. Penentuan areal lahan kritis RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 29

42 ditetapkan dengan melakukan analisis terhadap parameter biofisik lahan yang diduga/diestimasi menyebabkan/mempengaruhi kekritisan lahan. Parameter yang digunakan untuk menilai kekeritisan lahan (BPDAS Unda Anyar (1998) antara lain: tutupan vegetasi, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, singkapan lereng, kedalaman tanah, serta kondisi pengelolaan (manajemen). Metode penetapan lahan kritis dilakukan dengan metode skoring pada beberapa parameter penyebab lahan kritis seperti tersebut di atas. Hasil analisis penentuan lahan kritis pada KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 2.6 Tabel 2.6. Distribusi luasan lahan kritis berdasarkan tingkat kekritisannya TINGKAT KEKRITISAN LAHAN No RPH KRITIS POTENSIAL KRITIS MEDIUM KRITIS JUMLAH Antosari 1.219,79-640, ,03 2 Candikusuma 283, ,90 744, ,52 3 Dapdap Putih ,61 493, ,23 4 Grokgak 2.571, ,92 128, ,75 5 Penginuman 0,00 17, , ,20 6 Pulukan 33, , , ,88 7 Seririt 409, ,38 410, ,54 8 Sumberkima 2.840, , ,19 9 Sumberklampok 602,46 979,74 31, ,40 10 Tegalcangkring , , ,59 11 Yeh Embang 266, , , ,08 TOTAL 8.227,73 (12,32%) ,45 (70,28%) Sumber: BPDAS Unda Anyar dan Pengolahan Data Tahun ,23 (17,40%) ,41 (100,00%) Berdasarkan data seperti Tabel 2.6 tersebut di atas menunjukkan 70,20% wilayah KPH Bali Barat tergolong dalam kondisi potensial kritis; 17,40% tergolong medium kritis (kritis sedang); dan 12,32% tergolong kritis. Seperti telah disebutkan di atas, beberapa penyebab terjadinya lahan kritis antara lain karena kesalahan dalam pengelolaan lahan (penggunaan lahan tidak sesuai dengan kemampuannya serta tidak sesuai dengan kaidah konservasi), RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 30

43 rendahnya penutupan vegetasi, tingginya erosi permukaan maupun erosi bawah permukaan, dan kondisi givennya seperti iklim (curah hujan yang rendah serta masa kerig yang panjang), serta solum/lapisan tanah yang tipis. Kondisi seperti ini terjadi di RPH Seririt, Grokgak, Sumberkima dan Sumberklampok Potensi Kayu/Non Kayu Sampai saat ini pemanfaatan potensi kayu dan non kayu pada kawasan RPH Bali Barat belum dikembangkan secara optimal. Potensi kayu hanya dapat dikembangkan pada kawasan hutan produksi, sedangkan potensi non kayu dapat dikembangkan baik pada kawasan hutan lindung maupun hutan produksi. KPH Bali Barat memiliki 7.539,70 ha hutan produksi yang terdiri dari hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap (Dinas Kehutanan, 2008). Hutan produksi ini tersebar pada wilayah RPH Candikusuma seluas 383,10 ha (HP), Grokgak 1.297,00 ha (HPT), Penginuman 2.610,20 ha (HPT), Seririt 249,60 ha (HP) dan 112,00 ha (HPT), Sumberkima 1.274,40 ha (HP), dan Sumberklampok 1.613,40 ha (HPT). Sesuai dengan kebijakan kehutanan di Provinsi Bali yang meletakkan pelestarian ekologi sebagai prioritas pertama, maka hutan produksi yang ada juga difungsikan sebagai kawasan pelestarian. Oleh karena itu maka produksi kayu belum menjadi prioritas utama. Namun demikian dengan adanya peluang pengelolaan hutan bersama masyarakat dengan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan berupa pembentukan Hutan Desa, HTR, dan HTHR maka ke depan pemanfaatan hutan kayu perlu direncanakan pada kawasan tertentu meskipun sifatnya masih dibatasi (sitem tebang pilih). Hal ini mengingat adanya kebutuhan kayu baik untuk kayu bahan bangunan maupun untuk bahan kerajinan (perpatungan) jumlahnya terus meningkat, sedangkan penyediaannya tidak dapat dipenuhi dari kebun rakyat. Pada beberapa kawasan hutan produksi di KPH Bali Barat saat ini telah dikembangkan tanaman kayu perpatungan dengan jenis tanaman kayu yang dikembangkan antara lain: mahoni, bentawas, panggal buaya, sawo kecik, intaran, suar, gamelina, pule, dan sebagainya. Sampai saat ini realisasi penanaman pada RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 31

44 hutan produksi sudah mencapai 3.093,0 ha. Dengan demikian masih memungkinkan untuk pengembangan potensi kayu seluas 4.451,6 Ha Sedangkan untuk potensi non kayu sampai saat ini belum digarap secara optimal seperti tanaman di bawah tegakan (tumpangsari) yang berupa tanaman semusim, selama ini dinikmati penuh oleh masyarakat sekitarnya. Demikian pula potensi daun kayu putih seluas 350 Ha belum dimanfaatkan. Melihat potensi yang ada, ke depan potensi non kayu yang dapat dikembangkan pada kawasan hutan lindung maupun pada kawasan hutan produksi di wilayah KPH Bali Barat dapat berupa pemanfaatan daun kayu putih untuk produksi minyak atsiri, peternakan lebah madu, budidaya jamur, tanaman obat/empon-empon, hijauan makanan ternak, dan penangkaran satwa liar Keberadaan Flora dan Fauna Salah satu upaya konservasi yang juga penting dilakukan adalah mengidentifikasi keberadaan flora dan fauna. Berdasarkan pengamatan dan laporan yang dihimpun, bahwa jenis flora dan fauna yang ada pada wilayah KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 2.7 Beberapa jenis satwa diperkirakan terus menurun populasinya, disebabkan adanya perburuan oleh masyarakat, dan di lain pihak beberapa jenis satwa juga merusak lahan masyarakat yang ditanami tanaman pertanian sehingga untuk mengatasi kegagalan panen satwa tersebut banyak yang dibunuh oleh para petani. Saat ini satwa langka yang telah dilindungi adalah jalak putih. Tabel 2.7 Jenis Flora dan Fauna yang Terdapat di Kawasan Hutan No RPH JENIS FLORA JENIS FAUNA Antosari Kemiri, jati, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, dadap, tangi, juwet, kresek, kejimas, kwanitan, manting, pule, sentul, salam, badung, klampuak. 2 Candikusuma Salam, kayu tangi, klampuak, kembang kuning, sirsak, mahoni, suar, bentawas, nyantuh, kejimas, kwanitan, manting, juwet, pule. 3 Dapdap Putih Kemiri, jati, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, dadap, tangi, juwet, paradah, udu, seming, tembelekan, rumput bagas, salam, Trenggiling, landak, luak, ular, perkutut Trenggiling, landak, ayam hutan, ular, perkutut Trenggiling, landak, luak, ular, kijang, RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 32

45 No RPH JENIS FLORA JENIS FAUNA lateng, jenis pakis, gintungan, johar, cempaka, suren, Demulir, iseh. 4 Grokgak Suar, mahoni, gmelina, johar, salam, bungur,, sirsak, kembang kuning, badung, intaran, panggal buaya, pule, cendana 5 Penginuman Sonokeling, jati, gmelina, kayu tangi, kembang kuning, jabon, suar. 6 Pulukan Kemiri, Rotan, jati, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, walikukun, durian, gmelina, udu, nangka, bentawas, pule, panggal buaya, sawo kecik, talok, dadap, tangi, juwet, Pilang, kejimas, kwanitan, bunut, beringin. 7 Seririt Cemara geseng, udu, seeming, tembelekan, paradah, rumput bagas, salam, bayur, kepelan, cemara pandak, beringin, dadap, gintungan, cempaka, kejimas, gmelina, sonokeling, nangka, mahoni, Intaran, tangi, kemiri. 8 Sumberkima Walikukun, Anjering, laban, sawo kecik, talok, bayur, panggal buaya, tangi, juwet, gmelina, sonokeling, nangka, mahoni, Intaran, kwanitan 9 Sumber klampok Kayu putih, gmelina, bentawas, pule, sonokeling, trembesi, mahoni, nangka, salam, jati, panggal buaya, kemiri, sawo kecik. 10 Tegal Cangkring Kemiri, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, dadap, tangi, juwet, kwanitan, Iseh, cempage, kejimas, udu, bambu, trembesi, pule, genitri. 11 Yeh Embang Kemiri, jati, bayur, nyantuh, gempinis, teep, kutat, dadap, tangi, juwet, kejimas, pule, kwanitan, iseh, hoo, gmelina, coklat, pisang, durian, mahoni. Kera, landak, ular, kijang, babi hutan, ayam hutan, burung beo, perkutut, elang. Trenggiling, landak, luak, ular, kijang, elang tikus, kucing hutan, babi hutan, jalak putih, ayam hutan, burung madu kuning, burung kipas, lebah madu Trenggiling, landak, luak, ular, kijang, babi hutan, kera, burung perkutut. Landak, luak, ular, kijang, babi hutan, ayam hutan, perkutut. Jalak bali/jalak putih, Landak, ular, kijang, babi hutan, kera ayam hutan. Trenggiling, landak, luak, ular, kijang, elang tikus, kucing hutan, babi hutan, jalak putih ayam hutan, kera. Trenggiling, landak, luak, ular, babi hutan, ayam hutan, kera hitam, kera abu, kijang, rangkong, beo, murai. Trenggiling, landak, luak, ular, kijang, babi hutan, ayam hutan, kera, burung perkutut, murai Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Potensi jasa lingkungan yang dapat dikembangkan pada wilayah KPH Bali Barat dapat berupa jasa lingkungan pemanfaatan air, wisata air, wisata religi, dan wisata alam. Selain itu secara umum hutan merupakan enhancement of carbon stock (penyerapan karbon). Secara lengkap disajikan pada Tabel 2.8. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 33

46 Tabel 2.8. Hasil Identifikasi Jasa Lingkungan NO KABUPATEN/RPH POTENSI JASA LINGKUNGAN/WISAA ALAM I JEMBRANA 1. Candikusuma Penyelamatan dan perlindungan lingkungan dengan tanaman konservasi yang mempunyai nilai estetika (bentuk pohon dan berbunga dengan lokasi di Embung Benel. Pembuatan lintasan/jalan setapak (tracking) dari hutan produksi sampai hutan lindung Wisata alam dengan rute off road. Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon. 2. Tegalcangkring Wisata alam berupa panorama yang indah dari tempat ketinggian dengan melihat mozaik tanaman dan keindahan pantai di desa Mendoyo Dauh Tukad, desa Batu Agung, desa Pendem; penangkaran satwa jenis Rusa Timor (Cervus timorensis). 3. Yeh Embang Penyelamatan dan perlindungan lingkungan dengan memperapat tegakan tanaman dengan tanaman konservatif yang mempunyai nilai estetika (pohon dan bunga) Wisata rafting pada Tukad Yeh Buah Air terjun Yeh Mesehe. Wisata pendidikan (monument perjuangan di dusun Nusamara) Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon 4. Pulukan Penyelamatan dan perlindungan lingkungan dengan memperapat tegakan tanaman dengan tanaman konservatif yang mempunyai nilai estetika (pohon dan bunga) Wisata religi/spiritual (Pura Segara Gunung, Pura Ratu Nyoman Sakti Pengadangan). Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon. 5. Penginuman Penangkaran satwa langka Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon. II BULELENG 1. RPH Seririt Pemanfaatan air Wisata alam, jogging track Wisata Spiritual (Pura Bukit Mungsu) Penyelamatan dan perlindungan lingkungan Penyerapa dan/atau penyimpanan karbon. 2. RPH Grokgak Pemanfaatan air (bendungan Grokgak) Wisata alam, jogging track Wisata Spiritual (Pura Blatung di Desa Banyu Poh, Pura Taman di Desa Musi, Pura Basih di Desa Grokgak, Pura Pulaki, Pura Pabean) Penyelamatan dan perlindungan lingkungan Pacuan kuda Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon. 3. RPH Sumberkima Pemanfaatan air Wisata alam, jogging track Wisata Spiritual (Pura Udeng, Pura Gunung Saab Sari di Desa Pemuteran, Pura Pulaki dan Pura Melanting di Desa Banyu Poh) RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 34

47 NO KABUPATEN/RPH POTENSI JASA LINGKUNGAN/WISAA ALAM Penyelamatan dan perlindungan lingkungan Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon. Pengembangan sarang burung wallet Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon. 4. RPH Dapdap Putih Pemanfaatan air (Mata air di ds. Telaga) Wisata alam, jogging track, panorama hutan lindung yang indah Wisata Spiritual (Pura Kutul Bumi, Pura Pujangga, Pura Bestari) Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon di hutan primer di Desa Telaga. 5. Sumberklampok Pemanfaatan air (sumber air) Wisata religi (kuburan Jaya Prana)/Teluk terima Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon. III TABANAN 1. Antosari Panorama yang indah Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon Sosial Budaya Masyarakat di dalam dan Sekitar Hutan Sistem dan Struktur Masyarakat Masyarakat di sekitar kawasan KPH Bali Barat memiliki sistem dan struktur masyarakat yang relatif homogen. Hal tersebut dapat dilihat dari dominasi etnis yang menempati daerah tersebut yaitu etnis Bali yang beragama Hindu. Bahasa yang digunakan sehari hari adalah bahasa Bali yang dalam pelaksanaannya mengenal tiga tingkatan pemakaian bahasa, yaitu halus, lumrah (madya) dan bahasa Bali kasar. Pada masa sekarang bahasa Bali halus digunakan secara resmi oleh hampir semua golongan dalam pergaulan di daerah Bali. Sistem garis keturunan dan hubungan kekerabatan masyarakat di sekitar hutan masih berpegang pada prinsip patrilinial (purusa) yang sangat dipengaruhi oleh sistem keluarga luar patrilinial yang mereka sebut dadia. Penduduk di sekitar kawasan hutan terbagi dalam pelapisan sosial yang dipengaruhi oleh sistem nilai utama, madya dan nista. Kasta utama atau tertinggi adalah golongan Brahmana, kasta madya adalah golongan Ksatrya, dan kasta nista adalah golongan Waisya. Selain itu masih ada golongan yang dianggap paling rendah atau tidak berkasta yaitu golongan Sudra, sering juga disebut jaba wangsa (tidak berkasta). Dari RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 35

48 kekuatan sosial kekerabatannya dapat pula dibedakan atas klen pande, pasek, bujangga dan sebagainya. Kehidupan sosial budaya sehari-hari penduduk di sekitar hutan hampir semuanya dipengaruhi oleh keyakinan/kepercayaan kepada agama Hindu yang mereka anut, oleh karena itu adat istiadat dan kebudayaan penduduk tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sistem religi agama Hindu. Tata kehidupan masyarakat di sekitar/di dalam kawasan hutan umumnya terbagi menjadi 2 (dua), yaitu sistem kekerabatan dan sistem kemasyarakatan. Sistem kekerabatan terbentuk menurut adat yang berlaku, dan dipengaruhi oleh adanya klen klen keluarga, seperti kelompok kekerabatan yang disebut dadia (keturunan), pekurenan yaitu kelompok kekerabatan yang terbentuk sebagai akibat adanya perkawinan dari anak-anak yang berasal dari suatu keluarga inti. Sistem kemasyarakatan merupakan satu kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah/territorial administrasi (perbekel/kelurahan) yang pada umumnya terpecah lagi menjadi kesatuan sosial yang lebih kecil yaitu banjar dan territorial adat yang mengatur hal-hal yang bersifat keagamaan, adat, dan masyarakat lainnya. Dari sistem kemasyarakatan yang ada tersebut maka warga desa dapat masuk menjadi dua keanggotaan warga desa ataupun satu keanggotaan, yaitu sistem pemerintahan desa dinas sebagai wilayah administratif dan atau desa pakraman yang kehidupan masyarakat setempat terdapat banyak kelompok-kelompok adat Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar wilayah KPH Bali barat didominasi oleh 2 (dua) Kabupaten dari 3 kabupaten yang menjadi wilayah kerjanya. Adapun kabupaten tersebut adalah kabupaten Buleleng dan Kabupaten Jembrana. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar/dalam kawasan dikaji dari jumlah dan sebaran penduduk, tingkat pendidikan, kondisi kesehatan serta mata pencaharian masyarakatnya. Kondisi jumlah penduduk di Kabupaten Buleleng (registrasi tahun 2005) adalah jiwa dari KK. Dari jumlah tersebut, penduduk perempuan RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 36

49 sebanyak jiwa (50,63%) dan penduduk laki-laki jiwa (49,37%). Kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Buleleng adalah 453 jiwa/km, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,72%. Keadaan penduduk per kecamatan di kabupaten Buleleng disajikan pada Tabel 2.9. Komposisi penduduk menurut kelompok umur adalah: Penduduk usia 0 14 tahun jiwa (24,57%) Penduduk usia tahun jiwa (69,03%) Penduduk usia 65 tahun ke atas jiwa (6,40%) Dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur ini mencerminkan bahwa penduduk di Kabupaten Buleleng sebagian besar (69,03%) merupakan penduduk usia produktif (usia kerja). Tabel 2.9. Keadaan Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Buleleng KECAMATAN LUAS WILAYAH JUMLAH KK JUMLAH PENDUDUK KEPADATAN PENDUDUK / KM2 LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK (km2) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (%) Tejakula 97, ,38 Kb.Tambahan 118, ,63 Sawan 92, ,17 Sukasada 172, ,81 Buleleng 46, ,78 Banjar 172, ,08 Seririt 111, ,53 Busungbiu 196, ,31 Gerokgak 356, , , , , , , ,40 Sumber: Bappeda Kabupaten Buleleng Tahun 2008 Sedangkan data kependudukan di wilayah Jembrana berdasarkan data yang tercatat pada Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan, jumlah penduduk sampai dengan tahun 2005 adalah sebanyak jiwa dengan sebaran sebagai berikut: a. Kecamatan Melaya = jiwa. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 37

50 b. Kecamatan Negara = jiwa. c. Kecamatan Mendoyo = jiwa. d. Kecamatan Pekutatan = jiwa. Penduduk Kabupaten Jembrana yang wajib KK pada tahun 2005 tercatat sebanyak dengan jumlah penduduk wajib KTP sebanyak orang. Kartu keluarga yang telah diterbitkan pada tahun 2005 sejumlah serta penerbitan KTP sejumlah buah. Dari catatan angka tersebut masih banyak penduduk yang belum memiliki Kartu Keluarga dan KTP. Tingkat pendidikan masyarakat di desa-desa di sekitar/dalam kawasan hutan umumnya sudah relatif baik, hal tersebut dapat dilihat dari adanya kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, bahkan sudah ada yang melanjutkan hingga perguruan tinggi. Selain kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai sebagai faktor keberhasilan dari pendidikan juga tersedia cukup memadai dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari tersedianya lembaga pendidikan di tingkat desa yang berupa TK, SD hingga SMP. Selain bidang pendidikan, bidang kesehatan masyarakat di sekitar/dalam kawasan juga sudah cukup baik. Berbagai kegiatan dan program peningkatan kesehatan telah dilakukan secara rutin dan terstruktur, baik yang dilakukan mengikuti program pemerintah maupun yang dilakukan secara mandiri oleh masyarakat. Program dan kegiatan untuk peningkatan kesehatan yang telah dilakukan antara lain pemenuhan air bersih, penurunan angka kematian ibu dan balita, imunisasi, peningkatan angka harapan hidup, peningkatan gizi masyarakat dan lain sebagainya. Mata pencaharian yang digeluti oleh penduduk/masyarakat sangat beragam, seperti petani, buruh tani, industri, wirausaha, pedagang, pegawai swasta, TNI/Polri, PNS, pensiunan, guru dan lain-lain, meskipun mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani masih mendominasi. Lebih dari 40 % penduduk menggantungkansumber kehidupannya di bidang pertanian atau perkebunan. Struktur perekonomian secara umum masih bercorak agraris. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 38

51 Pada tahun 2005, tingkat partisipasi kerja (TPAK) di Kabupaten Buleleng adalah sebesar 67,36 % yang terdiri dari: a. Bekerja : 62,99 % b. Mencari kerja (pengangguran penuh) : 4,37 % Sedangkan lainnya merupakan kelompok yang bukan angkatan kerja, sebesar 32,64%, termasuk di dalamnya adalah usia sekolah dan mengurus rumah tangga. Pada tahun 2005, tingkat penyerapan angkatan kerja di Kabupaten Buleleng sebanyak jiwa, dengan distribusi pada lapangan kerja/usaha sebagai berikut: a. Bidang pertanian : 42,49 % b. Bidang pertambangan/penggalian : 1,16 % c. Bidang industry pengolahan : 14,84 % d. Bidang listrik, gas dan air minum : 0,43 % e. Bidang bangunan : 5,73 % f. Bidang perdagangan, hotel dan restoran : 21,44 % g. Bidang pengangkutan dan komunikasi : 4,32 % h. Bidang keuangan dan persewaan : 0,87 % i. Bidang jasa : 9,14 % Pada sektor bidang jasa yang menonjol adalah tumbuhnya lembaga/institusi keuangan mikro berupa koperasi dan LPD sebagai pendukung ekonomi desa. Keadaan ini sangat membawa dampak yang positif dalam perkembangan ekonomi desa secara keseluruhan. Sumberdaya ekonomi andalan di kedua wilayah yang utama adalah: a. Sektor pertanian: padi, palawija ; b. Sektor perkebunan: kelapa, kakao, anggur, pisang dan buah-buahan yang lain ; c. Sektor peternakan: sapi, babi, ayam kampong dan kerbau ; d. Kewirausahaan: pertukangan, pengrajin ukiran atau anyaman. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 39

52 Kondisi Politik Lokal yang Mempengaruhi Keberadaan Hutan dan Masyarakat Desa Di Propinsi Bali, termasuk pula masyarakat di sekitar wilayah KPH Bali Barat, penduduknya sebagian besar berada pada wilayah desa adat (desa pakraman). Oleh karena itu mereka harus tunduk pada aturan-aturan yang dibuat bersama dan sudah disepakati sejak awal yang dituangkan dalam awig-awig desa. Organisasi-organisasi yang berkembang di masing-masing wilayah sangat beragam, diantaranya kelompok subak, kelompok tani ternak, kelompok tani pengelola hutan, kelompok kesenian, dan juga kelompok teruna-teruni. Masyarakat yang menetap/tinggal di sekitar kawasan hutan masih memanfaatkan kawasan hutan. Masyarakat di sekitar/dalam kawasan pada umumnya merupakan penduduk asli yang secara turun temurun tinggal dan menetap di desa dan sudah memahami tentang pentingnya pelestarian kawasan hutan bahkan terdapat kebijakan bahwa penduduk desa dilarang menguasai/menyerobot kawasan hutan, menebang pohon bahkan mengambil kayu dari kawasan hutan, hal ini sudah disiratkan dalam awig-awig desa. Batas-batas kawasan hutan umumnya dapat diketahui secara jelas dengan adanya pal atau tanda batas di lapangan, juga oleh adanya informasi dari petugas kehutanan melalui kegiatan penyuluhan. Di wilayah desa Pemuteran/Musi terdapat kearifan lokal bahwa penduduk dilarang menebang bahkan mengambil kayu yang berada di kawasan hutan, namun kegiatan mengambil ranting pohon dan menanam jagung dan kacang tanah di kawasan hutan masih diberikan dengan tetap menjaga kelestarian hutan. Kegiatan mengambil ranting ini dilakukan bersama-sama dalam suatu kegiatan adat. Dilihat dari interaksinya dengan kawasan hutan, di wilayah KPH Bali Barat terdapat 58 Desa yang berbatasan dengan kawasan hutan. Adapun sebaran desadesa yang berberbatasandengan kawasan hutan di KPH Bali Barat dapat dilihat pada Tabel RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 40

53 Tabel Desa-desa yang berbatasan dengan kawasan hutan pada masingmasing RPH NO. RPH LUAS KAWASAN HUTAN (Ha) JUMLAH DESA (buah) NAMA DESA Antosari 1.860,03 10 Ds. Selabih, Lalang Linggah, Mundeh Kauh, Mundeh, Lumbung Kauh, Mundeh Kangin, Angkah, Munduk Temu, Kebon Padangan, Blatungan. 2. Pulukan 6.665,88 6 Ds. Medewi, Pulukan, Asah Duren, Manggis Sari, Gumbrih, Pengragoan 3. Yeh Embang ,08 5 Ds. Yeh Sumbul, Yeh Embang Kangin, Yeh Embang Kauh, Yeh Embang, Penyaringan. 4. Tegal Cangkring 7.741,59 9 Ds. Penyaringan, Tegal Cangkring, Pergung, Poh Santen, Mendoyo Dauh Tukad, Batu Agung, Dauh Waru, Pendem, Baler Bale Agung. 5. Candikusuma 7.081,52 3 Ds. Brambang, Manistutu, Tukadaya 6. Penginuman 4.398,00 3 Ds. Melaya, Blimbingsari, Ekasari 7. Sumberklampok ,57 2 Ds. Pejarakan, Sumberklampok 8. Sumberkima 7.692,91 4 Ds. Banyupoh, Sumberkima, Pejarakan, Pemuteran 9. Grokgak 7.997,75 6 Ds. Banyupoh, Penyabangan, Musi, Sanggalangit, Grokgak, Patas. 10. Seririt 5.942,54 6 Ds. Unggahan, Lokapaksa, Pangkung Paruk, Tukad Sumaga, Tinga-Tinga, Pengulon. 11. Dapdap Putih 7.284,23 4 Ds. Tista, Sepang Kelod, Sepang, Telaga Data Informasi Ijin-Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Ijin-ijin Penggunaan Kawasan Ijin-ijin pengguaan kawasan adalah merupakan ijin pemanfaatan kawasan di luar kepentingan kehutanan, yang meliputi : a. Tempat alat sensor Telemetri (BMG) seluas 0,04 ha dengan persetujuan prinsip dari Menteri Kehutanan No. 521/Menhut-II/1989, tanggal 20 April b. Rural Area III Banyupoh (PT Telkom) pada kawasan hutan produksi seluas 0,03 ha dengan persetujuan prinsip dari Menteri kehutanan No. 1844/Menhut- II/1991, tanggal 11 September RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 41

54 c. Jalan dan Relay microwave (PT Telkom) pada kawasan taman nasional dan hutan produksi seluas 4,69 ha dengan persetujuan perpanjangan Menteri Kehutanan No /Menhut-VII/2006, tanggal 6 November d. Tapak Tower Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 KV, lampu merah- Gilimanuk-Pemaron (PT PLN Persero) P3B Jawa Bali Region Jawa Timur yang menggunakan kawasan Taman Nasional, Hutan Lindung dan Hutan Produksi seluas 3,22 ha dengan persetujuan prinsip Menteri Kehutanan No. 252/Menhut- VI/1995, tanggal 17 Februari e. Bronkaptering Bak Pengumpul dan sumur bor air bersih pada hutan lindung seluas 0,175 ha dengan surat persetujuan Dinjen Kehutanan No. 572/DJ/I/1977, tanggal 7 Maret f. Waduk Grokgak, mempergunakan hutan produksi seluas 2,58 ha melalui persetujuan prinsip Menteri Kehutanan No. 493/Menhut-VII/1995, tanggal 4 April g. Jalan Puncak Sari Telaga, dengan memanfaatkan hutan lindung seluas 0,0014 ha oleh Buleleng dengan persetujuan Dirjen Kehutanan No. 4473/DJ/I/1980, tanggal 22 Desember h. Bangunan Sekolah Dasar Sumberklapmok dan Lapangan Olah Raga yang menggunakan hutan produksi terbatas seluas 1,0 ha, dengan persetujuan Dirjen Kehutanan No. 3067/DJ/I/1974, tanggal 19 Agustus i. Jalan Juwuk Manis Pangyangan yang menggunakan kawasan hutan lindung seluas 3,0 ha, dengan persetujuan prinsip Menteri Kehutanan No. 370/Menhut- II/1988, tanggal 29 Juni Ijin-Ijin Pemanfaatan Kawasan Ijin-ijin pemanfaatan kawasan yang pernah ada di wilayah KPH Bali Barat adalah: a. Tanaman kayu perpatungan seluas 383,10 ha di kawasan hutan produksi Sombang, Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana melalui perjanjian kerjasama antara pemerintah Kabupaten Jembrana dengan klian RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 42

55 adat Sombang, Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana No /566/Hutbun/2002, tanggal 17 Juli 2002 ; b. Hutan Kemasyarakatan (HKm) pada hutan produksi seluas 150 ha di RPH Grokgak dengan Surat Keputusan menteri Kehutanan No. 111/Menhut-II/2009, tanggal 17 Maret Kondisi Posisi KPHL dan KPHP Dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah Kedudukan kawasan hutan di Provinsi Bali dalam tinjauan RTRWP Bali dibagi sesuai empat fungsi utama kawasan lindung. Dalam UU No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, secara tegas disebutkan bahwa: a. Pasal 5 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, mengatur berdasarkan fungsi utama kawasan lindung dan kawasan budidaya. b. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. c. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan. Dalam RTRWP Provinsi Bali tahun khusus pada penjelasan kedudukan hutan di Provinsi Bali untuk isu lingkungan, disebutkan bahwa proporsi luas hutan tahun 2008 hanya 23% (kurang dari target keseimbangan 30% dari luas wilayah), sehingga berpotensi mengganggu keseimbangan iklim mikro dan ketersediaan sumberdaya air yang berkelanjutan. Dalam pasal 17 UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa dalam pelestarian lingkungan dalam perencanaan tata ruang ditetapkan proporsi luas hutan paling sedikit 30% dari luas wilayah. Demikian pula pentingnya fungsi dan keberadaan hutan dalam kajian daya dukung lahan di Provinsi Bali, merekomendasikan untuk mengembalikan fungsi kawasan hutan sebagaimana mestinya yaitu secara fungsi hidrologi. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 43

56 2.6 Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan kajian beberapa data sekunder, berkembang beberapa isu strategis dan permasalahan, yaitu : 1. Fungsi kawasan hutan belum optimal Peruntukan kawasan hutan belum berfungsi secara optimal karena masih rendahnya tutupan lahan dan adanya lahan kritis (RPH Penginuman, RPH Sumberkima, Grokgak, dan Seririt). Luas hutan produksi relatif sempit dan berbatasan langsung dengan permukiman penduduk (RPH Grokgak, Sumberkima, Seririt, Penginuman), adanya kebakaran hutan (RPH Sumberkima, Grokgak, seririt), adanya penerapan pola tumpangsari yang kurang tepat, sehingga menyebabkan banyaknya tanaman pokok yang mati; adanya perambahan hutan (RPH Seririt, Sumberklampok, Penginuman, Candikusuma), dan yang paling besar terjadi di RPH Tegal Cangkring, Yeh Embang, Pulukan, dan Antosari (Selemadeg Barat); Ilegal loging (RPH Penginuman, Yeh Embang, Pulukan Dapdap Putih, dan Antosari); pengambilan hijauan pakan ternak. 2. Pemanfaatan kawasan hutan, kawasan konservasi dan kawasan lainnya yang belum optimal. 3. Tingkat kesadaran masyarakat terhadap keberadaan hutan masih relatif rendah (masih kurangnya kelompok-kelompok masyarakat/relawan yang peduli terhadap pelestarian hutan). 4. Belum optimalnya pemanfaatan kawasan hutan, kawasan konservasi dan kawasan lainnya. Masih banyaknya lahan-lahan di sekitar kawasan hutan yang belum termanfaatkan secara intensif sehingga masih tingginya tekanan terhadap kawasan hutan. 5 Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan belum optimal (belum dilaksanakannya pembinaan masyarakat secara terpadu secara lintas sektoral. Pembinaan masih sering dilakukan secara sektoral, misalnya sektor RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 44

57 peternakan memprogramkan peningkatan populasi ternak tanpa disertai program penyediaan pakan yang mencukupi, sehingga terjadi pengrusakan kayu hutan untuk dipakai pakan ternak. 6. Belum adanya komitmen bersama semua lapisan masyarakat dalam pelestarian hutan. Masih adanya tokoh-tokoh masyarakat yang berpura-pura jadi pahlawan dengan memprovokasi masyarakat bahwa hutan juga dapat digarap oleh masyarakat. 7. Masih lemahnya penegakan hukum dan penerapan peraturan perundangan bidang kehutanan 8. Belum mantapnya kelembagaan dan otonomi kehutanan 9. Belum mantapnya pengembangan database potensi sumberdaya hutan di wilayah kelola. 10. Belum optimalnya pemberian peran masyarakat dalam rangka pengelolaan hutan. 11. Penataan batas kawasan hutan antar RPH masih belum jelas di lapangan, demikian juga pembagian kawasan hutan ke dalam blok, petak, zonasi pemanfaatan dan perlindungan belum ada. 12. Pembagian kawasan hutan menurut DAS belum dijadikan acuan dalam perencanaan pengelolaan hutan. Konsep RTK yang ada belum dijadikan acuan dalam pembuatan model unit perencanaan/pengelolaan hutan. 13. Penempatan staf masih belum proporsional dari segi rasio antara luas kawasan hutan dengan jumlah polhut per RPH. 14. Sistem informasi berbasis spasial (SIG) belum diimplementasikan dalam wujud yang operasional, ketersediaan peta kerja dengan skala yang besar/detil ( ). Peninjauan ulang data-data sumberdaya hutan belum dilakukan secara berkala misalnya 2-3 tahun, sehingga terjadinya tekanan terhadal kawasan hutan tidak terdeteksi secara cepat. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 45

58 15. Kegiatan sektor kehutanan masih dilakukan secara parsial dan masih bersifat top down, belum berdasarkan atas partisipasi para pihak terkait baik masyarakal lokal/masyarakat sekitar hutan maupun stake holder yang lain. 16. Masih rendahnya tingkat pendidikan, luas pemilikan lahan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. 17. Pertumbuhan jumlah penduduk di sekitar hutan menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap hutan (perambahan, pencarian kayu bakar dan pakan ternak, illegal loging, bahaya kebakaran dan sebagainya). 18. Masih tingginya ketergantungan masyarakat terhadap hutan 19. Masih tingginya kebutuhan bahan baku kayu, dan disisi lain pemenuhan bahan baku terbatas 20. Masih lemahnya pemahaman masyarakat dan aparat tentang arti penting fungsi hidrologis hutan, terutama di kawasan RPH Antosari (Desa Mundeh Kauh 80-90%) kawasan hutan telah diramabah ditanami tanaman perkebunan seperti kopi, coklat, pala, pisang, dan sebagainya. Dan yang paling celaka adalah lahan-lahan hutan dengan kelerengan > 60% dirabas/dibersihkan dan ditanami tanaman kopi, coklat dan pisang; pohon-pohon kayu hutan banyak yang diteres, sehingga bila ditiup angin akan tumbang. 21. Masih tingginya tingkat kerawanan/gangguan terhadap hutan 22. Belum adanya pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu (kecuali pada kawsan RPH Sumberklampok). RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB II - 46

59 BAB III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN 3.1. Visi dan Misi Pembangunan Provinsi Bali Visi yang hendak dicapai dalam periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Bali adalah BALI MANDARA yakni Terwujudnya Bali yang Maju, Aman, Damai dan Sejahtera, berlandaskan falsafah Tri Hita Karana. Seperti diketahui bahwa falsafah Tri Hita Karana adalah merupakan konsepsi filsafat adhiluhung masyarakat Bali dalam mencapai kebahagiaan lahir batin ( Moksartham Jaghaditha ) yaitu dengan selalu menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dengan sang pencipta/tuhannya (parahyangan), hubungan harmonis antara manusia dengan sesamanya (pawongan), dan hubungan harmonis antara manusia dengan alam lingkungannya (palemahan). Dengan selalu berpedoman pada visi tersebut serta memperhatikan perubahan paradigma dan kondisi yang akan dihadapi pada masa yang akan datang, diharapkan Bali tetap eksis dalam menghadapii pengaruh globalisasi Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Provinsi Bali Sejalan dengan visi pembangunan daerah Bali seperti tersebut di atas, dalam Rencana Strategik (Renstra) Dinas Kehutanan Provinsi Bali telah merumuskan beberapa arah membangunan kehutanan di masa mendatang sebagai berikut: 1. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional 2. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan/ekologi, sosial budaya, dan ekonomi yang seimbang dan lestari/berkelanjutan. 3. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai (DAS) 4. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan, sehingga mampu menciptakan ketahanan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi, serta ketahanan terhadap perubahan eksternal. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB III - 47

60 5. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan Memperhatikan visi Pemerintah Provinsi Bali pada tahun adalah Terwujudnya Bali Dwipa Jaya/Bali Mandaraberlandaskan Tri Hita Karana, arah pembangunan kehutanan di Provinsi Bali, gambaran pelayanan dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali serta isu-isu strategis khususnya yang terkait dengan kehutanan berdasarkan tugas pokokfungsi dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali, sebagaiana dituangkan dalam formulasi faktor lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan), dan faktor lingkungan eksternal (peluang dan tantangan), maka visi pembangunan kehutanan di Provinsi Bali adalah Terwujudnya luas dan fungsi hutan yang optimal, aman-lestari, didukung masyarakat dan sumberdaya manusia profesional untuk pembangunan Bali berkelanjutan. Guna mewujudkan visi pembangunan kehutanan di Provinsi Bali dan dalam rangka memberikan arah dan tujuan yang ingin dicapai serta untuk memfokuskan rencana program yang akan dilaksanakan dan untuk menumbuh kembangkan partisipasi semua pihak, maka misi pembangunan kehutanan di Provinsi Bali adalah: 1. Meningkatkan efektivitas tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam, sumberdaya manusia dan kelmbagaan serta pemberdayaan masyarakat 2. Mengembangkan aneka produksi hasil hutan bersama masyarakat 3. Meningkatkan profesionalisme dan pelayanan Visi-Misi Pengelolaan KPH Bali Barat Berdasarkan asumsi bahwa pemantapan kawasan hutan secara permanen dapat dilaksanakan dengan baik dan mengacu pada visi-misi pembangunan daerah Bali serta Visi-Misi Dinas Kehutanan Provinsi Bali,maka visi pembangunan kehutanan KPH Bali Barat adalah: Menjadi pemangku dan pengelola hutan di KPH Bali Barat secara profesional guna menjamin berlangsungnya fungsi-fungsi hutan secara RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB III - 48

61 optimal dan lestari melalui pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dalam rehabilitasi dan konservasi sumberdaya lahan dan hutan sehingga berdampak pada pemeliharaan budaya dan tujuan wisata demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Visi tersebut didasarkan pada rasionalitas bahwa kawasan hutan di KPH Bali Barat didominasi oleh fungsi utama sebagai hutan lindung yang sebagian berdekatan dengan hutan konservasi (Taman Nasional Bali Barat). Selain itu, hutan di KPH Bali Barat juga dikelilingi oleh desa-desa sekitar hutan, baik desa dinas maupun desa pakraman yang sebagian besar merupakan khas budaya Bali yang mengandung pengejawantahan dari filsafah masyarakat Bali, yaitu Tri Hita Karana. Adapun Misi yang dikembangkan untuk mewujudkan visi pengelolaan KPH Bali Barat merupakan arahan umum kebijakan yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Memantapkan penataan kawasan hutan KPH Bali Barat secara rasional, efektif dan efisien. 2. Mengembangkan sistem birokrasi, tugas pokok dan fungsi yang relevan dengan profesionalisme dalam pembangunan KPH yang lestari. 3. Membangun sumberdaya manusia yang tangguh, berkualitas, berdedikasi tinggi dan profesionaluntuk membangun/melestarikan hutan serta mendukung partisipasi masyarakat menuju masyarakat sejahtera. 4. Membentuk jaringan dengan kabupaten/kota dan stakeolders dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan, sosial budaya dan perekonomian rakyat ; 5. Mewujudkan optimalisasi pengelolaan hutan yang menghasilkan kayu dan non kayu menjaga kelestarian suberdaya lahan dan air, dan ikut memecahkan masalah kemiskinan masyarakat ; 6. Menjaga dan meningkatkan pelestarian keanekaragaman flora dan fauna beserta ekosistemnya sebagai penyangga kehidupan ; 7. Melaksanakan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan yang mencakup pemanfaatan hasil hutan bukan kayu seperti getah pinus, rehabilitasi hutan dan lahan, pengamanan, perlindungan dan konservasi sumber daya hutan, sertamengembangkan kegiatan wisata alam, wisata pendidikan, wisata RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB III - 49

62 budaya yang berwawasan lingkungan, dengan paradigma pemberdayaan masyarakat ; 8. Melakukan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan secara kolaboratif dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat ; 9. Menyusun perencanaan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan sumber daya hutandengan paradigma pemberdayaan masyarakat. Tujuan dari pengelolaan hutan di KPH Bali Barat dengan visi dan misi tersebut di atas adalah sebagai berikut: a) Meningkatkan rasionalitas, efektifitas dan efisiensi pengelolaan hutan di KPH Bali Barat ; b) Mengendalikan kelestarian pengelolaan hutan dari aspek, ekologi,sosial dan ekonomi; c) Meningkatkan akuntabilitas dan pelayanan publik organisasi pengelola hutan dan kawasan hutan ; d) Memaksimumkan potensi hasil hutan bukan kayu, terutama jasa wisata dan jasa perlindungan untuk kepentingan sosial ekonomi dan budaya ; e) Meningkatkan kondisi hutan menjadi fullstock (terisi penuh) tegakan hutan ; f) Meningkatkan indek pembangunan manusia (IPM) masyarakat desa hutan ; g) Meningkatkan akses masyarakat dalam pengelolaan hutan lindung. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB III - 50

63 BAB IV. ANALISIS DAN PROYEKSI Menurut Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999 dan PP No. 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008, bahwa pengelolaan hutan terdiri dari : managemen pengelolaan hutan, tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Analisis dibuat dengan menghubungkan antara komponen-komponen pengelolaan hutan tersebut dengan data dan informasi serta permasalahan yang ada di KPH Bali Barat. Data dan informasi berupa data primer (pengecekan lapangan maupun hasil wawancara langsung dengan aparat di masing-masing RPH dan pejabat KPH serta beberapa masyarakat di sekitar kawasan hutan), maupun data sekunder (berupa laporan dan dokumen-dokumen lainnya). Berdasarkan analisis data tersebut kemudian dibuat suatu proyeksi yang merupakan kondisi pengelolaan yang diharapkan/ingin dicapai pada wilayah KPHL dan KPHP di masa yang akan datang. Metode pengumpulan data dilakukan dengan: (a) studi pustaka/data literatur, (b) observasi, dan (c) wawancara. Studi literatur dilakukan untuk memperluas wawasan dalam membuat analisis data lapangan. Sedangkan observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran nyata tentang kondisi biofisik, pemanfaatan sumberdaya hutan, kodisi sosial ekonomi masyarakat, dan kondisi infrastruktur yang ada. Untuk mendukung metode observasi, dilakukan kegiatan pemotretan sebagai media dokumentasi. Wawancara dilakukan baik di kantor KPH, masing-masing kepala RPH dan tokoh-tokoh masyarakat/petani di sekitar kawasan hutan untuk memperoleh gambaran tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi di lapangan dan kegiatan yang sudah dilakukan. Analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif. 4.1 Managemen Pengelolaan Hutan Dalam pengelolaan hutan ditetapkan wilayah pengelolaan hutan dalam bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). KPH merupakan institusi pengelola hutan yang terorganisir dengan kejelasan tujuan dan wilayah kelola untuk RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 51

64 melaksanakan tugas pokok dan fungsi, wewenang dan tanggungjawab dalam rangka pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukan hutan. Pembentukan KPH ini diharapkan dapat mewujudkan penyelenggaraan pengelolaan hutan di tingkat tapak dapat berjalan secara efisien dan lestari/berkelanjutan. Pembentukan KPH di Provinsi Bali sampai saat ini masih berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali, yang mencakup beberapa aspek, yaitu perencanaan pengelolaan, pengorganisasian, pelaksanaan pengelolaan, pengendalian dan pengawasan. KPH Bali Barat terbentuk sejak Juli 2008 berdasarkan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2008, dengan tupoksinya sesuai dengan Peraturan Gubernur No. 102 Tahun 2011, bahwa keberadaan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) sampai saat ini masih tetap dipertahankan di tingkat lapangan beserta dengan wilayah dan personil yang ada. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kepala UPT KPH Bali Barat mempunyai beberapa tugas penting yang berhubungan dengan pengelolaan hutan, antara lain adalah : (a) menyusun rencana dan program kerja UPT; (b) menyusun rencana pengelolaan hutan, menyelenggarakan pengelolaan hutan tata hutan; (c) menjabarkan kebijakan kehutanan Nasional, Provinsi dan Kabupaten/kota untuk diimplementasikan, (d) melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian; (e) melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan; (f) membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan, (g) melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Kepala Dinas. Sesuai dengan tugas UPT KPH Bali Barat tersebut maka untuk proyeksi ke depan maka KPH perlu membuat rencana pengelolaan hutan khususnya di wilayah tertentu. Dalam pelaksanaan kerja KPH, perlu didukung oleh adanya sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa fisik mupun non fisik, seperti pembangunan kantor, jalan, pos-pos jaga, peningkatan kualitas sumberdaya manusia pengelola hutan, dan sebagainya. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 52

65 Di KPH Bali Barat yang telah dialokasikan menjadi wilayah tertentu adalah areal kayu putih, kebun benih, areal kayu perpatungan serta wilayah lain yang belum dibebani ijin pemanfaatan dan penggunaan. Untuk areal kayu putih, perlu dikaji lebih jauh baik secara teknis maupun sosial ekonomis untuk perluasan areal penanaman, sehingga nantinya kapasitas pabrik penyulingan minyak kayu putih dapat ditingkatkan. Selain itu untuk tanaman yang sudah ada perlu dilakukan peningkatan pemeliharaan baik berupa pemupukan maupun pemangkasan bentuk maupun pemangkasan peremajaan. Sedangkan untuk kebun benih perlu pemeliharaan untuk mendapatkan jumlah dan kualitas bibit yang memadai. Pada areal kayu perpatungan diperlukan pemeliharaan yang memadai sehingga diperoleh prsentase tumbuh yang optimal. Untuk pengembangan wilayah tertentu di luar areal kayu putih, kebun benih, dan areal kayu perpatungan, KPH harus membuat rencana pengelolaan selaras dengan kondisi biofisik wilayahnya. Dalam hal ini dapat mengembangkan peluang investasi pada pengelolaan hutan baik pada kawasan hutan lindung maupun hutan produksi. 4.2 Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Tata Hutan Tata hutan merupakan hal utama dalam pengelolaan hutan, dimana pada kegiatan ini perlu ditetapkan kawasan hutan yang relatif tetap/permanen dan tidak mudah berubah selama masa pengelolaan hutan, sehingga kawasan hutan negara yang telah ditetapkan sebagai areal KPH perlu ditetapkan misalnya dalam RTRW (Kementerian Kehutanan, 2011). Kegiatan tata hutan meliputi : (a) tata batas; (b) inventarisasi hutan; (c) pembagian ke dalam blok/zona; (d) pembagian petak dan anak petak; serta (d) pemetaan. Tata hutan di kawasan KPH Bali Barat sesuai dengan fungsi pokok hutan dibagi menjadi kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi. Kedua kawasan tersebut sudah mempunyai batas yang jelas (sudah ditetapkan tapal batasnya) sesuai dengan patok-patok yang ada di lapangan. Dalam pengelolaannya kawasan hutan dibagi menjadi beberapa RPH. Pada kawasan hutan KPH Bali Barat terdapat 11 RPH, yaitu RPH Antosari, Pulukan, Yeh Embang, Tegal Cangkring, Candikusuma, Penginuman, Sumberklampok, Sumberkima, Grokgak, Seririt dan Dapdap Putih. Pembagian RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 53

66 kawasan hutan dari segi pengelolaan pada KPH Bali Barat sampai saat ini baru dilakukan berdasarkan RTK dan RPH. Untuk pengembangan lebih lanjut/proyeksi ke depannya perlu dibuat pembagian ke dalam blok dan/atau petak, agar lebih memudahkan dalam manajemen/pengelolaannya. Blok diartikan sebagai bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan. Pengertian tersebut dekat dengan istilah Bos Afdeling ketika Belanda melakukan penataan hutan di Pulau Jawa setelah menetapkan hutan tetap yang merupakan upaya untuk pengorganisasian kawasan hutan (Warsito, 2010 dalam Anon, 2011). Blok atau bagian wilayah KPH dapat dijadikan dasar untuk pengaturan unit kelestarian, artinya dalam satu blok/bagian hutan akan terdapat satu unit kelstarian. Dengan demikian dalam satu unit KPH dapat terdiri dari satu atau lebih unit kelestarian sesuai dengan karakteristik biofisik, aksesibilitas lokasi, arah transportasi produk/komoditas dan kelas perusahaan yang dikembangkan. Oleh karena itu dalam pembagian blok perlu memperhatikan: (1) karakteristik biofisik lapangan, (2) kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar, (3) potensi sumberdaya alam, dan (4) keberadaan ijin-ijin di wilayah KPH yang dimaksud. Berdasarkan kondisi wilayah KPH Bali Barat, maka pembagian ke dalam blok/petak pada wilayah KPH Bali Barat dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Pembagian blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi HL, blok dapat dibagi menjadi: (a) blok inti, (b) blok pemanfaatan, dan (c) blok khusus. Blok inti meliputi kawasan dengan kelas lereng > 40 % (sangat curam); blok pemanfaatan meliputi kawasan dengan kelas lereng < 40 %, blok khusus meliputi kawasan-kawasan suci (Pura), dan kawasan lainnya yang ditetapkan sebagai blok khusus. 2. Pembagian blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi HP di wilayah ini tidak terdapat blok perlindungan, sehingga pembagian blok menjadi: (a) blok pemanfaatan kawasan, dan HHBK jasa lingkungan, (b) blok pemanfaatan HHK-HT, (c) blok pemberdayaan masyarakat, dan (d) blok khusus. Blok pemanfaatan kawasan yang diperuntukan sebagai RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 54

67 jasa lingkungan dan HHBK, HHK-HT, dan pemberdayaan masyarakat meliputi kawasan dengan kelas lereng < 40 %. Pada blok inti tidak diperkenankan terdapat kegiatan dalam bentuk apapun, kecuali hanya merupakan kawasan rehabilitasi dan perlindungan tata air. Sedangkan untuk blok pemanfaatan pada hutan lindung pemanfaatannya tetap bersifat limitative/terbatas, yaitu sebagai pengembangan jasa lingkungan, wisata alam, dan potensi hasil hutan non kayu (budidaya lebah madu, tanaman obat/biofarmaka, pemungutan hasil hutan non kayu (madu, buah). Pada kawasan hutan produksi blok pemanfaatan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan jasa lingkungan, HHBK, HHK, dan HHK-HT. Pada blok pemberdayaan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan hutan desa, HTR, dan HTHR. Blok khusus dialokasikan untuk kawasan-kawasan suci (Pura), dan kawasan lainnya yang ditetapkan sebagai blok khusus (permukiman eks Tim-Tim, dan Barak TNI/Dodik/Pustatpur). Secara lengkap pembagian blok beserta luasannya pada masing-masing fungsi kawasan hutan di wilayah KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 2.3 (BAB II). Untuk lebih memudahkan dalam pengelolaan/manajemen kawasan hutan, maka blok lebih lanjut dibagi ke dalam petak-petak yang lebih kecil (Unit pengelolaan). Petak diartikan sebagai bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang memiliki karakteristik/sifat-sifat yang sama/mirip dan memerlukan pengelolaan atau silvikultur yang sama. Ukuran petak dapat berkisar antara Ha. Adapun dasar pembuatan petak adalah berdasarkan kesamaan/kelompok lereng, jenis tanah (kedalaman dan kepekaannya terhadap erosi), penutupan lahan/jenis vegetasi, dan iklim (terutama suhu dan curah hujan). Petak-petak yang memiliki karakteristik dan limiting factor/faktor pembatas yang sama akan memerlukan pengelolaan/manajemen yang sama, dikelompokkan dalam unit pengelolaan yang sama. Pembagian petak seperti ini akan sangat memudahkan dalam alih teknologi. Peta sebaran pembagian blok/petak agar bersifat lebih aplikatif dan sekaligus dapat dipergunakan sebagai peta kerja di lapangan maka peta sebaran blok/petak sebaiknya dibuat pada skala yang lebih besar yaitu pada skala semi RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 55

68 detil (1: : ) atau bila memungkinkan dibuat pada skala detil (1: : ). Dalam pembagian petak perlu memperhatikan: (1) produktivitas dan potensi areal/lahan; (2) keberadaan kawasan lindung yang meliputi kawasan bergambut, kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, kawasan perlindungan plasma nuftah, kawasan pengungsian satwa, dan kawasan pantai berhutan bakau; (3) rancangan areal yang akan direncanakan antara lain untuk pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan pemberdayaan masyarakat. Dalam hal wilayah yang bersangkutan telah ada ijin atau hak, pembagian petak menyesuaikan dengan petak yang telah dibuat oleh pemegang ijin atau hak. Selain itu pembagian petak diarahkan sesuai dengan peruntukan berdasarkan identifikasi lokasi dan potensi wilayah tertentu, seperti wilayah yang akan diberikan ijin, dan wilayah untuk pemberdayaan masyarakat Rencana Pengelolaan Hutan Penyusunan rencana pengelolaan hutan di wilayah ini masih bersifat umum, sehingga untuk proyeksi ke depannya perlu disusun suatu rencana pengelolaan secara lebih rinci/detail berdasarkan hasil tata hutan dan mengacu kepada rencana kehutanan tingkat Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota (RKTN/RKTP/RKTK), serta memperhatikan aspirasi budaya masyarakat setempat dan kondisi lingkungan terutama mengenai pemanfaatan kawasan. Untuk itu dalam penyusunan buku ini lebih dititik beratkan pada pemanfaatan kawasan atau corebisnis yang dapat dikembangkan. Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan baik pada kawasan hutan lindung maupun hutan produksi dan dalam pelaksanaannya harus selaras dengan blok/petak yang sudah dibuat. Arahan pemanfaatan/core bisnis baik pada kawasan hutan lindung maupun produksi harus diselaraskan dengan blok/petak yang sudah dibuat. Penyelarasan antara rancangan blok pada wilayah KPHL dan KPHP dengan arahan pemanfaatan disajikan pada Tabel 4.1. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 56

69 Tabel 4.1. Penyelarasan antara Rancangan Blok dengan arahan pemanfaatan pada Wilayah KPH Bali Barat NO. ARAHAN PEMANFAATAN/ PENGGUNAAN PADA KAWASAN HUTAN MENURUT RKTN /RKTP / RKTK PEMBAGIAN BLOK DAN WILAYAH KPHL DAN KPHP KETERANGAN/LOKASI/LUAS BLOK PADA WILAYAH KPHL DAN KPHP YANG BERFUNGSI HL Kawasan Rehabilitasi untuk Blok Inti Blok Pemanfaatan Blok Khusus Kawasan untuk Pengusahaan Hutan Skala kecil ,3091 Ha ,3262 Ha 276,2569 Ha Hutan Desa Blok pemanfaatan RPH Antosari/Kec. Selemadeg Barat : Ds. Lumbung Kauh (HL 12), Ds. Mundeh (HL296, HL 293, HL 290), Mundeh Kangin (HL 295), Kebon Padangan (HL 294), RPH Pupuan/Kec. Pupuan : Ds. Blatungan (HL 288, 292, 278), RPH Pulukan/Kec. Pekutatan: Ds. Pengragoan (HL 291, 285, sbgan 292, 283, sbgan 278, 280), Ds Gumbrih (HL 289, 287), Ds. Pangyangan (HL 284), Ds. Asah Duren (HL 282, 286, 281, 279), Ds. Manggisari (HL 253, BLOK PADA WILAYAH KPHL DAN KPHP YANG BERFUNGSI HP Kawasan Rehabilitasi untuk - Blok Pemanfaatan kawasan (wilayah tertentu) - Blok Pemberdayaan - Blok Khusus 5.848,7925 Ha 1001,0261 Ha 893,3154 Ha Kawasan untuk Pengusahaan Hutan Skala kecil Hutan Desa Blok Pemanfaatan Ha HTR Blok Pemberdayaan 375 Ha (Grokgak) Areal Kayu Putih Kebun Benih Areal Perpatungan Bekas Hkm Kayu Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu Blok Pemanfaatan Wilayah Tertentu 400 Ha (Sumberklampok) 120 Ha (Sumberklampok) 585 Ha (Buleleng/RPH Grokgak: 200 Ha, di Jembrana/RPH Candikusuma/dusun Sombang 385 Ha 150 Ha (di Desa Pejarakan 50 Ha, Desa Sanggalangit 50 Ha, Desa Pemuteran 25 Ha, Sumberklampok 25 Ha. Sumber : Peta Pembagian Blok dan Petak KPH Bali Barat (2012) dan Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2011) RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 57

70 4.3 Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Pemanfaatan Hutan PP No. 6 Tahun 2007 Yo. PP No. 3 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan secara optimal, adil dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan hutan tersebut dapat dilakukan pada seluruh kawasan hutan yaitu : (a) pada kawasan konservasi, kecuali pada cagar alam, zona rimba, dan zona inti dalam taman nasional, (b) pada hutan lindung, dan (c) pada hutan produksi. Secara umum pemanfaatan hutan dapat diselenggarakan melalui kegiatan: (1) pemanfaatan kawasan; (2) pemanfaatan jasa lingkungan; (3) pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu; dan/atau (4) pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Untuk pemanfaatan hutan di kawasan hutan yang berfungsi sebagai hutan produksi, seluruh jenis pemanfaatan tersebut dapat dilakukan. Sebaliknya pada hutan lindung, pemanfaatan tersebut dibatasi pada jenis (1) pemanfaatan kawasan, (2) pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Untuk itu perlu dipastikan bahwa, kegiatan pemanfaatan hutan tersebut memiliki keabsahan legalitas ijin pemanfaatan hutan. Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan usaha : (a) budidaya tanaman obat, (b) budidaya tanaman hias, (c) budidaya jamur, (d) budidaya lebah madu, (e) penangkaran satwa liar, (f) rehabilitasi satwa, dan (g) budidaya hijauan ternak. Adapun ketentuan dalam usaha pemanfaatan tersebut adalah: (a) tidak mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi utamanya, (b) pengolahan tanah terbatas, (c) tidak menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial ekonomi, (d) tidak menggunakan peralatan mekanis dan alat berat, dan/atau (e) tidak membangun sarana dan prasarana yang mengubah bentang lahan. Di samping kegiatan seperti tersebut di atas, pada hutan lindung juga dapat dilakukan pemungutan hasil bukan kayu berupa : rotan, madu, getah, buah, jamur atau sarang burung wallet dengan ketentuan : (a) hasil hutan bukan kayu yang dipungut harus sudah tersedia secara alami, (b) tidak merusak lingkungan, dan (c) tidak mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi utamanya. Sama halnya dengan pada kawasan hutan RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 58

71 lindung, pemanfaatan kawasan hutan produksi dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan : (a) budidaya tanaman obat, (b) budidaya tanaman hias, (c) budidaya jamur, (d) budidaya lebah, (e) penangkaran satwa liar, (f) rehabilitasi satwa, dan (f) budidaya sarang burung wallet. Berbeda halnya dengan pemanfaatan pada hutan lindung, pada hutan produksi pemanfaatan kawasannya tidak bersifat limitative dan dapat diberikan dalam bentuk usaha lain, dengan ketentuan : (a) luas areal dibatasi, (b) tidak menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial ekonomi, (c) tidak menggunakan peralatan mekanis dan alat berat, dan/atau (d) tidak membangun sarana dan prasarana yang mengubah bentang lahan. Pada hutan produksi selain pemanfaatan hasil hutan non kayu dapat juga dimanfaatkan untuk pemanfaatan hasil hutan kayu, melalui kegiatan : (a) pemanfaatan hasil hutan kayu; atau (b) pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem. Pemanfaatan hasil hutan kayu dapat dilakukan pada HTI, HTR, atau HTHR. Selain pemanfaatan kawasan seperti tersebut di atas, baik pada hutan lindung maupun pada hutan produksi dapat juga dimanfaatkan untuk jasa lingkungan dengan ketentuan yang sama seperti pada pemanfaatan untuk kayu dan non kayu. Pemanfaatan jasa lingkungan dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan usaha : (a) pemanfaatan jasa aliran air, (b) pemanfaatan air, (c) wisata alam, (d) perlindungan keanekaragaman hayati, (e) penyelamatan dan perlindungan lingkungan, dan (f) sebagai enchancement of carbon stock (penyerapan dan/atau penyimpanan karbon). Kegiatan usaha tersebut dilakukan dengan ketentuan : (a) tidak mengurangi, mengubah, atau menghilangkan fungsi utamanya, (b) tidak mengubah bentang alam, dan (c) tidak merusak keseimbangan unsur-unsur lingkungan. Pemanfaatan hutan dapat dikelompokkan menjadi : (1) pemanfaatan wilayah kelola (kawasan hutan yang sudah dibebani ijin pemanfaatan) dan (2) wilayah tertentu (wilayah pada blok pemanfaatan yang merupakan wilayah hutan yang belum dibebani ijin baik pemanfaatan maupun penggunaan dan dikelola oleh KPH). Pemanfaatan wilayah kelola merupakan pemanfaatan hutan yang dapat dilakukan baik pada hutan lindung maupun pada hutan produksi, dan RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 59

72 pemberdayaan masyarakat setempat. Di wilayah KPH Bali Barat pemanfaatan hutan dan kawasan hutan belum ditata secara optimal, sehingga proyeksi ke depannya perlu dilakukan penataan pemanfaatannya sesuai dengan kondisi wilayahnya. Pemanfaatan hutan di wilayah KPH Bali Barat terdiri dari hutan desa, HTR, Jasa lingkungan, areal kayu perpatungan, areal kayu putih, bekas Hkm, dan kebun benih. Yang termasuk dalam wilayah kelola adalah : hutan desa dan HTR, sedangkan wilayah tertentu dialokasikan pada areal kayu perpatungan, areal kayuputih, bekas Hkm, kebun benih, dan wilayah yang belum dibebani ijin pemanfaatan dan penggunaan. Jasa lingkungan dapat merupakan pemanfaatan wilayah kelola maupun wilayah tertentu tergantung dari lokasinya. Apabila berada pada wilayah yang sudah dibebani ijin berarti masuk dalam wilayah kelola, tetapi apabila berada di luar wilayah yang sudah dibebani ijin, maka masuk dalam wilayah tertentu Wilayah Kelola Wilayah kelola adalah wilayah hutan yang sudah dibebani ijin pemanfaatan. Di wilayah KPH Bali Barat yang dialokasikan sebagai wilayah kelola seluas ha, yang terdiri dari hutan desa seluas ha dan HTR seluas 375 ha. Hutan desa (pemberdayaan masyarakat setempat) dapat dilakukan baik pada hutan lindung maupun produksi, HTR pada hutan produksi, dan jasa lingkungan pada hutan lindung maupun hutan produksi. a. Hutan Desa (Pemberdayaan Masyarakat Setempat) Sesuai PP No. 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008, bahwa pemberdayaan masayarakat dalam pemanfaatan hutan adalah untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan hutan ini dapat dilakukan melalui : (a) hutan desa, (b) hutan kemasyarakatan, atau (c) kemitraan. Di kawasan KPH Bali Barat model pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan kawasan hutan belum dilaksanakan secara optimal. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan filosofinya harus mewajibkan masyarakat sekitar hutan ikut melakukan pemeliharaan dan pelestarian serta menjaga RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 60

73 kelestarian hutan dan lingkungannya. Namun pada kenyataannya sampai saat ini pada kawasan hutan di KPH Bali Barat kerusakan hutannya masih terus berlanjut. Faktor utama yang menyebabkan kerusakan hutan di wilayah ini adalah adanya tekanan masyarakat terhadap hutan yang berupa perambahan baik berupa penanaman tanaman semusim maupun tanaman perkebunan, jagung, kakao, pisang, kopi, dan sebagainya, di samping juga disebabkan oleh adanya kegiatan illegal logging, pencarian kayu bakar, pencarian pakan ternak, dan kebakaran hutan. Upaya ke depan untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan hutan lebih lanjut akibat adanya tekanan dari masyarakat khususnya masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan, maka pemanfaatan hutan dapat dilakukan dengan melibatkan/memberdayakan masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan hutan di wilayah KPH Bali Barat dapat dilakukan melalui pembentukan hutan desa. Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani ijin/hak. Pemanfaatan hutan desa dapat dilakukan baik pada hutan lindung maupun hutan produksi. Pada hutan lindung dapat dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Sedangkan pada hutan produksi dapat dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan non kayu. Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal hutan desa adalah kawasan yang belum dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan, dan berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan. Penetapan areal kerja hutan desa dilakukan oleh Menteri berdasarkan usulan Bupati/Walikota berdasarkan permohonan Kepala desa yang ditembuskan kepada Gubernur setempat, dengan dilampiri : peta dengan skala minimal 1 : dan kondisi kawasan hutan antara lain fungsi hutan, topografi, dan potensi yang ada. Sedangkan permohonan hak pengelolaan hutan desa diajukan oleh lembaga desa kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota dengan melampirkan : (a) peraturan RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 61

74 desa tentang penetapan lembaga desa, (b) surat pernyataan dari Kepala Desa yang menyatakan wilayah administrasi desa yang bersangkutan dan diketahui oleh Camat, (c) luas areal kerja yang dimohon, dan (d) rencana kegiatan dan bidang usaha lembaga desa. Dalam pengusulannya Bupati/Walikota meneruskan kepada Gubernur dengan melampirkan surat rekomendasi yang menerangkan bahwa lembaga desa telah mendapatkan fasilitasi, siap mengelola hutan desa, dan ditetapkan areal kerja oleh Menteri. Fasilitasi yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas lembaga desa dalam pengelolaan hutan, yang mliputi : pendidikan dan latihan, pengembangan kelembagaan, bimbingan penyusunan rencana kerja hutan desa, bimbingan teknologi, pemberian informasi pasar dan modal, dan pengembangan usaha. Fasilitasi tersebut dapat diberikan melalui bantuan : perguruan tinggi/lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), lembaga keuangan, koperasi, atau BUMN/BUMD/BUMS. Lebih lanjut dalam Permenhut No: P.49/Menhut-II/2008 dijelaskan bahwa hak pengelolaan hutan desa bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan, dan dilarang memindahtangankan atau mengagunkan, serta mengubah status dan fungsi kawasan hutan. Selain itu juga tidak boleh digunakan untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan hutan dan harus dikelola berdasarkan kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari. Jangka waktu hak pengelolaan hutan desa diberikan paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan evaluasi yang dilakukan paling lama setiap 5 tahun sekali oleh pemberi hak. Sedangkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pemegang hak adalah : (a) melaksanakan penataan batas hak pengelolaan hutan desa, (b) menyusun rencana kerja hak pengelolaan hutan desa selama jangka waktu berlakunya hak pengelolaan hutan desa, (c) melakukan perlindungan hutan, (d) melaksanakan rehabilitasi areal kerja hutan desa, dan (e) melaksanakan pengkayaan tanaman areal kerja hutan desa. Dalam pelaksanaan pengelolaan hutan desa, pemegang hak harus membuat suatu rencana kerja hutan desa (RKHD) yang meliputi aspek-aspek kelola kawasan, kelola kelembagaan, kelola usaha, dan kelola sumberdaya manusia. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 62

75 Rencana pengembangan Hutan Desa di KPH Bali Barat adalah seluas ha yang tersebar di 8 RPH yaitu: RPH Antosasi seluas ha, Candikusuma seluas 495 ha, Dapdap Putih seluas 858 ha, Grokgak seluas 100 ha, Pulukan seluas ha, Seririt seluas 204 ha, Tegal Cangkring seluas ha, dan yeh Embang seluas ha. Pengembangan hutan desa tersebut berada pada kawasan hutan lindung pada blok pemanfaatan. Untuk itu proyeksi ke depannya agar segera diproses perijinannya dan membuat perencanaan pengelolaan sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi masing-masing wilayah. Memperhatikan kondisi biofisik di wilayah KPH Bali Barat (adanya kondisi given: didominasi lereng curam-sangat curam, solum tanah yang tipis, iklim yang agak kering dan besarnya tekanan masyarakat berupa perambahan, illegall logging dan sebaginya), maka dalam pengelolaan hutan desa (pada kawasan hutan lindung) tetap meletakkan konservasi/pelestarian sebagai tujuan utama. Oleh karena itu kegiatan pemanfaatan hanya diperkenankan pada blok pemanfaatan, kecuali ada tujuan khusus. Untuk lebih memudahkan dalam pengelolaannya perlu dibuat unit-unit yang lebih detil berdasarkan kelas lereng, kedalaman tanah, dan tutupan vegetasi. Kegiatan detilnya menyelaraskan dengan karakteristik biofisik masing-masing unit/petak. Misalnya pada petak-petak yang relatif miring (25-40 %), solum tanah yang tipis, iklim kering, dan tutupan lahan yang rendah, diarahkan untuk areal rehabilitasi, seperti pada sebagian wilayah RPH Grokgak dan Seririt. Pemanfaatan yang dapat dilakukan hanya berupa pemungutan hasil hutan bukan kayu yang berupa madu, jamur, buah, dan sebagainya, dan pemanfaatan ruang di bawah tegakan. Dalam pemanfaatan ruang di bawah tegakan dapat dilakukan dengan menanam tanaman obat-obatan/biofarmaka dan budidaya lebah madu. Rehabilitasi dilakukan dengan pengkayaan tanaman dan diutamakan dengan tanaman pioner seperti intaran, bunut, beringin (tanaman yang memiliki akar hawa), pule, dan sebagainya. Apabila terdapat potensi jasa lingkungan, maka potensi tersebut dapat dikembangkan. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 63

76 Pengembangan hutan desa di RPH Antosari, Pulukan, Yeh Embang, Tegalcangkring, Dapdap Putih dan sebagian Candikusuma yang mempunyai tingkat perambahan cukup tinggi dengan menanam tanaman perkebunan (kopi, kakao, cengkeh, pisang), maka dalam pengelolaannya harus dilakukan penggantian dengan tanaman kehutanan. Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan pemanfaatan kawasan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan kawasan dengan memanfaatkan ruang di bawah tegakan dengan tanaman obat/biofarmaka dan budidaya lebah madu. Sedangkan pemungutan hasil bukan kayu berupa pemungutan buah, jamur, dan pemungutan madu. b. HTR HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau kelompok/koperasi untuk meningkatkan potensi dan kulitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan (Permenhut No.: P.23/menhut-II/2007). Lebih lanjut dijelaskan bahwa alokasi dan penetapan areal HTR dilakukan oleh Menteri Kehutanan pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif dan tidak dibebani ijin/hak lain dan letaknya diutamakan dekat dengan industri hasil hutan. Alokasi dan penetapan areal yang berupa pencadangan areal HTR yang didasarkan pada rencana pembangunan HTR yang diusulkan oleh Bupati/walikota atau kepala KPHP, dan luas areal pencadangan disesuaikan dengan keberadaan masyarakat sekitar hutan (Permenhut No.: P.55/Menhut-II/2011. Rencana pencadangan HTR harus dilampiri pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Kabupaten/Walikota atau Kepala KPHP yang memuat : (a) informasi kondisi areal dan penutupan lahan, informasi (kawasan atau areal) tumpang tindih perijinan, tanaman reboisasi dan rehabilitasi; (b) daftar nama-nama masyarakat calon pemegang ijin IUPHHK-HTR yang diketahui oleh Camat dan Kepala Desa/Lurah sesuai KTP setempat; (c) pernyataan bahwa aksesibilitas areal yang diusulkan tidak sulit; dan (d) peta usulan rencana pembangunan HTR skala 1 : atau 1 : dengan tembusan disampaikan kepada Dirjen dan Dirjen Planologi Kehutanan. Berdasarkan tembusan tersebut, masing-masing melaksanakan hal-hal sebagai berikut : (a) Dirjen Planologi Kehutanan melakukan RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 64

77 verifikasi peta usulan lokasi HTR yang disampaikan oleh Bupati/Walikota dan menyiapkan konsep peta pencadangan areal HTR serta hasilnya disampaikan kepada Direktur Jenderal; (b) Direktur Jenderal melakukan verifikasi rencana pembangunan HTR yang disampaikan oleh Bupati/Walikota dari aspek teknis dan administratif dan menyiapkan konsep keputusan menteri tentang penetapan/alokasi areal HTR dengan dilampiri konsep peta pencadangan areal HTR dan mengusulkan melalui Sekjen kepada Menteri untuk ditetapkan. Pencadangan areal HTR kemudian disampaikan kepada Bupati/Walikota atau kepala KPHP dengan tembusan kepada Gubernur. Apabila dalam kurun waktu 2 tahun sejak diterbitkan pencadangan, Bupati/Walikota/kepala KPHP tidak menerbitkan IUPHHK-HTR, maka ketetapan pencadangan dibatalkan oleh Menteri dan Menteri menetapkan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Selanjutnya kegiatan dan pola HTR dapat dilihat pada BAB III pasal 4 sampai 6 Permenhut No. : P.55/Menhut-II/2011 Jenis tanaman pokok yang dapat dikembangkan untuk pembangunan UPHHK-HTR terdiri dari : (a) tanaman sejenis (tanaman hutan berkayu yang hanya terdiri dari satu jenis (species) dan varietasnya dan (b) tanaman berbagai jenis (tanaman hutan berkayu yang dikombinasikan dengan tanaman budidaya tahunan yang berkayu, antara lain : karet, tanaman berbuah, bergetah, dan pohon penghasil pangan dan energi. Tanaman budidaya tahunan paling luas 40% dari areal kerja dan tidak didominasi oleh satu jenis tanaman. Ijin pendirian HTR dapat diperoleh melalui perorangan atau koperasi. Perorangan adalah warga negara Indonesia yang cakap bertindak menurut hukum yang tinggal di sekitar hutan, sedangkan koperasi adalah koperasi dalam usaha skala mikro, kecil, menengah dan dibangun oleh masyarakat setempat yang tinggal di desa terdekat dari hutan, dan diutamakan penggarap lahan pada areal pencadangan HTR. Apabila kesulitan dalam mendirikan koperasi, maka perorangan dapat diberikan ijin IUPHHK-HTR paling luas 4 ha. Luas areal HTR paling luas 15 ha untuk pemegang ijin perorangan dan 700 ha untuk pemegang ijin koperasi. Untuk pemegang ijin koperasi perlu didukung dengan daftar nama anggota koperasi yang jelas identitasnya. Lebih lanjut persayaratan permohonan RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 65

78 pendirian HTR diatur pada Permenhut No.: P.55/Menhut-II/2011, BAB V pasal Dalam pelaksanaan HTR perlu dilakukan pengawasan, pembinaan, dan pengendalian. Pengawasan HTR dilakukan oleh Kepala Desa, sedangkan Kepala Dinas Kabupaten dan Kepala KPHP melaksanakan pembinaan IUPHHK-HTR. Kepala Dinas Provinsi dan/atau Kepala UPT melakukan pengendalian pelaksanaan HTR dan melaporkan setiap 3 bulan kepada Direktur Jenderal, sedangkan Kepala Pusat P2H melakukan pengendalian dan evaluasi penggunaan dana pinjaman pembangunan HTR. Biaya pengawasan, pembinaan, dan pengendalian dibebankan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pada wilayah KPH Bali Barat pencadangan HTR dilakukan di RPH Grokgak (desa Musi) seluas 375 ha (Kepmenhut No.: SK.91/Menhut-II/2009 tanggal 6 Maret 2009). Memperhatikan potensi dan kondisi hutan di provinsi Bali seluas ha (22,59% dari luas daratan pulau Bali) dan belum seluruhnya berfungsi optimal, maka arah dan kebijakan pembangunan kehutanan di provinsi Bali adalah terwujudnya luas dan fungsi hutan secara optimal, aman dan lestari dengan upaya pengelolaan berlandaskan pada aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Oleh karena itu maka titik berat pembangunan kehutanan diarahkan pada kegiatan yang menunjang kelestarian ekologi hutan seperti : rehabilitasi lahan kritis dan perlindungan hutan tanpa mengesampingkan aspek sosial dan ekonomi melalui pemanfaatan hutan secara terbatas. Sesuai dengan potensi tersebut di atas, maka pola HTR yang dapat dikembangkan adalah pola tumpangsari dengan tanaman pokok (tanaman berkayu) yang tidak sejenis (50-60%), dan 40-50% tanaman budidaya berkayu. Jenis tanaman pokok yang dapat dikembangkan antara lain adalah : mahoni, trembesi, bentawas, panggal buaya, sawo kecik, pule dan sebagainya yang sesuai dengan kondisi setempat. Sedangkan jenis tanaman budidaya berkayu yang dapat dikembangkan antara lain kemiri, mangga, juwet, dan tanaman lainnya yang sesuai dengan spesifik biofisiknya. Untuk pemanfaatan ruang di bawah tegakan tanaman berkayu/tanaman budidaya berkayu bila tegakan tanamannya masih kecil, maka dapat dikembangkan jenis tanaman tumpangsari RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 66

79 yang tergolong jenis C3 seperti jenis kacang-kacangan, dan bila tegakan tanaman sudah besar (umur di atas 5 tahun), maka di bawah tegakannya dapat dikembangkan jenis empon-empon/tanaman biofarmaka. Untuk menjaga supaya tanaman pokok dapat tumbuh dengan baik sesuai dengan fungsi kawasan, maka penanaman perlu diatur sedemikian rupa dengan menyelaraskan sesuai fungsi/kondisi blok dan/atau petak, yaitu : (a) pada petak yang relatif datar dengan membuat teras-teras/baris-baris tanaman pokok seperti pada sistem surjan dan (b) pada petak-petak yang relatif miring, penanaman tanaman pokok/budidaya dilakukan sejajar kontur. Selanjutnya dilakukan pengaturan antara tanaman pokok (tanaman berkayu) dengan tanaman budidaya berkayu agar masing-masing tanaman yang diusahakan dapat tumbuh dengan baik (tidak terjadi efek antagonis/saling menghambat). Untuk pemilihan jenis tanaman dan pengaturan komposisi tanaman secara detil nantinya perlu lagi dilakukan kajian teknis detil agar terpilih jenis tanaman yang benar-benar sesuai dengan spesifik biofisik, serta sesuai dengan kondisi sosial masyarakatnya Wilayah Tertentu Wilayah tertentu adalah wilayah hutan pada blok pemanfaatan yang belum dibebani ijin dan dikelola oleh KPH. Di wilayah KPH Bali Barat wilayah tertentu dialokasikan seluas ,655 ha (pada hutan lindung seluas 5011,863 ha, dan pada hutan produksi seluas 5.848,792). Pada saat ini pemanfaatan wilayah tertentu telah dimanfaatkan untuk areal kayu putih seluas 400 ha di Sumberklampok, untuk kayu perpatungan (seluas 200 ha di Grokgak dan seluas 385 ha di Candikusuma (Sombang), kebun benih 120 ha, bekas HKm 150 ha. Jadi luas total yang belum dimanfaatkan adalah (10.860, ) ha = 9.605,6555 ha. Luas kawasan yang belum dimanfaatkan tersebut perlu dibuat suatu rencana pengelolaannya disesuaikan dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi wilayahnya. Kemungkinan yang dapat dikembangkan adalah : untuk perluasan areal kayu putih sampai mencapai luasan ha, sehingga layak untuk mendirikan pabrik penyulingan skala besar (di atas 2 ton per hari). Selain itu juga memungkinkan untuk pengembangan areal kayu perpatungan. Sedangkan sisanya RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 67

80 untuk sementara digunakan sebagai kawasan rehabilitasi, yang selanjutnya perlu direncanakan kemungkinan pengembangan investasi. Untuk wilayah tertentu yang berada pada blok pemanfaatan pada hutan lindung dapat dikembangkan untuk pemanfaatan/pemungutan hasil hutan non kayu dengan melibatkan masyarakat (dengan memanfaatkan ruang di bawah tegakan dan budidaya lebah madu), pemanfaatan jasa lingkungan, ataupun sebagai kawasan rehabilitasi bila kondisi hutannya kritis/sangat kritis (tidak memungkinkan untuk pemanfaatan/pemungutan hasil non kayu maupun jasa lingkungan). Sedangkan untuk wilayah yang berada pada kawasan hutan produksi dapat dikembangkan untuk pemanfaatan produksi kayu/non kayu melalui pengembangan kayu perpatungan dan diusahakan tetap melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaanya (dengan pemanfaatan ruang di bawah tegakan), jasa lingkungan dengan tetap menekankan pada aspek ekologi/kelestariannya, atau sebagai kawasan rehabilitasi/reklamasi bila kondisi hutannya kritis/sangat kritis. a. Areal Kayu Putih Pada kawasan ini sudah dilakukan pengelolaan hutan bersama masyarakat melalui kegiatan tumpangsari di bawah tegakan kayu putih dengan penanaman tanaman semusim. Hal itu dilakukan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi yang optimal. Pemanfaatan wilayah ini dilakukan berdasarkan perjanjian secara tertulis (sesuai surat perjanjian No 522/17.1/Dishut-3 tanggal 1 Oktober 2002) dan sudah berakhir pada tahun Namun sampai saat ini masyarakat masih tetap memanfaatkan wilayah tersebut untuk kegiatan tumpangsari. Untuk proyeksi ke depannya perlu dikaji/dipertimbangkan untuk perpanjangan ijin berdasarkan evaluasi yang sudah dilakukan. Dalam prakteknya tumpangsari yang dilakukan di bawah tegakan kayu putih oleh masyarakat belum mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah yang benar dimana pengolahan tanah dilakukan secara intensif pada seluruh permukaan tanah sampai pada pangkal batang tanaman pokok sehingga dapat merusak akar tanaman pokok, melakukan pembersihan lahan dan melakukan RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 68

81 pembakaran sisa-sisa tanaman yang sengaja dilakukan pada pangkal batang tanaman pokok sehingga banyak tanaman yang mati, dan pada lahan-lahan yang miring tidak dibuat terasering sehingga terjadi erosi yang cukup tinggi. Oleh karena itu untuk proyeksi ke depannya perlu dilakukan penataan model tumpangsari yang benar, yang dapat dilakukan dengan cara pembinaan dan pendampingan (pembuatan model-model percontohan tumpangsari). Berdasarkan laporan dari Dinas Kehutanan dan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim UNUD, saat ini telah terdapat tegakan kayu putih seluas 400 Ha, dan yang telah siap untuk dimanfaatkan daunnya untuk minyak atsiri seluas 350 Ha. Berdasarkan hasil analisis rendemen dan kualitas minyaknya, memiliki rendemen yang cukup tinggi (9-10 liter minyak dalam 1 ton daun kayu putih, dengan kualitas minyak terutama kadar Cineol yang tinggi). Sebagai ilustrasi dengan mengacu pada hasil studi banding ke pabrik penyulingan minyak kayu putih di Sendangmole (daerah Gunung Kidul DIY), perkiraan kasar besarnya pendapatan per tahun yang diperoleh dari hasil pemanfaatan daun kayu putih seluas 350 Ha adalah sebagai berikut: dengan taksasi 1 Ha tegakan kayu putih menghasilkan paling sedikit 2 ton daun kayu putih, berarti luasan 350 Ha menghasilkan daun kayu putih 700 ton per tahunnya. Ongkos petik daun Rp ,-/ton (di Sendangmole saat tim melakukan kunjungan, ongkos petik daun kayu putih hanya Rp /ton). Dengan ongkos petik Rp /ton berarti = 700 ton x Rp = Rp Perkiraan hasil minyak 10 liter/ton = 700 x 10 lt = 7000 lt. Harga minyak kayu putih diperkirakan paling rendah saat ini Rp /lt = 7000 lt x Rp = Rp Perkiraan ongkos produksi 30% dari hasil minyak = 30% x Rp = Rp Perkiraan pendapatan kotor dari pemanfaatan daun kayu putih seluas 350 Ha adalah Rp (Rp Rp ) = Rp Dengan demikian di wilayah ini sudah dimungkinkan untuk didirikan pabrik penyulingan minyak kayu putih dengan kapasitas 1 (satu) ton. Untuk menjaga kesinambungan berjalannya pabrik minyak kayu putih dan pengembangan lebih lanjut, maka perlu dilakukan pemeliharaan tanaman yang RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 69

82 sudah ada dan perluasan areal penanaman sekaligus sebagai kegiatan rehabilitasi lahan. Pemeliharaan tanaman kayu putih dapat dilakukan dengan pemangkasan dan pemupukan ramah lingkungan. Sampai saat pemangkasan bentuk belum dilakukan pada seluruh areal penanaman. Tim UNUD sudah melakukan contoh pemangkasan bentuk dalam kegiatan pemeliharaan tanaman pada lokasi kelompok Wana lestari dan pada demplot penelitian. Selain itu juga mencoba melakukan pemangkasan pada tanaman yang sudah tua dan dianalisis rendemen minyaknya. Pada tanaman tua rendemen minyak kayu putih jauh lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang masih muda (4 liter/ton). Pertumbuhan trubusan hasil pemangkasan bentuk baik dari tanaman yang masih muda maupun yang sudah tua menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Dengan demikian untuk potensi ke depan perlu dilakukan pemangkasan bentuk pada seluruh kawasan (untuk pemelihaan dan peremajaan). Perluasan areal kayu putih masih memungkinkan untuk dilakukan, karena berdasarkan hasil pemantauan dan konfirmasi dengan KRPH setempat, diperkirakan masih ada 40% lahan yang belum ditanami. Untuk itu ke depannya kapasitas pabrik penyulingan dapat ditingkatkan. b. Kebun Benih Pengadaan kebun benih bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bibit tanaman kehutanan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Di wilayah KPH Bali Barat kebun benih berada di RPH Sumberklampok, yang terdiri dari : panggal buaya seluas 25 ha, bentawas seluas 25 ha, pule 5 ha, dan sawo kecik 5 ha. c. Areal Kayu Perpatungan Pengembangan tanaman kayu perpatungan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kayu lokal khususnya untuk pengrajin pembuatan patung dan kerajinan tangan lainnya. Areal kayu perpatungan di wilayah KPH Bali Barat seluas 583 ha yang berada di desa Sombang RPH Candikusuma seluas 383 ha dan 200 ha di RPH Grokgak. Jenis kayu yang diusahakan adalah mahoni, suar, johar, gmelina, bentawas, pule, sonokeling, sawokecik, dan panggal buaya. Khusus di kawasan Sombang (RPH Candikusuma) pada awalnya penanaman kayu perpatungan dilakukan melalui kerjasaman dengan masyarakat dengan Surat Perjanjian antara RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 70

83 Kabupaten Jembrana dengan masyarakat setempat, yang mana ini tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku (tidak ada dasar hukumnya). Dengan demikian untuk proyeksi ke depan, mengingat tegakan sudah masak tebang dan petani sudah menunggu ijin penebangan, maka perlu segera dibuat perjanjian ulang sesuai dengan peraturan yang berlaku. d. Areal bekas HKm Areal bekas HKm seluas 150 ha tersebar di beberapa tempat: Pejarakan 50 ha, Sanggalangit 50 ha, Pemuteran 25 ha, dan Sumberklampok 25 ha. Sampai saat ini kegiatan Hkm tidak dilanjutkan karean pada pelaksanaan di lapangan banyak mengalami kendala. Hal ini disebabkan karena Hkm dikelola oleh kelompok-kelompok masyarakat, sehingga sering terjadi kecemburuan bagi kelompok yang tidak mendapatkan hak pengelolaan. Dengan demikian untuk ke depannya wilayah bekas Hkm dialokasikan sebagai wilayah tertentu yang dikelola KPH Wilayah Kelola/Wilayah Tertentu Pemanfaatan Jasa Lingkungan. Pemanfaatan jasa lingkungan dapat termasuk dalam wilayah kelola maupun wilayah tertentu tergantung dari lokasinya. Potensi pengembangan jasa lingkungan dapat dilakukan baik pada hutan lindung maupun produksi. Secara umum hutan berfungsi sebagai enhancement of carbon stock (penyerap karbon) yang mana hal ini sangat bermanfaat bagi kehidupan di sekitarnya atau yang sering disebut sebagai paru-paru dunia. Potensi pengembangan jasa lingkungan pada hutan lindung di wilayah KPH Bali Barat untuk waktu yang akan datang cukup strategis. Pemanfaatan jasa lingkungan yang dapat dikembangkan antara lain adalah pemanfaatan air/aliran air, wisata alam, wisata religi, dan wisata pendidikan. Mata air di RPH Dapdap Putih (dusun Telaga) digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air minum dan untuk pengairan/irigasi. Sedangkan jasa pemanfaatan aliran air berupa rafting/arung jeram pada Tukad Yeh Buah di RPH Yeh Embang. Wisata alam yang RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 71

84 dapat dikembangkan di wilayah ini berupa : air terjun Yeh Mesehe di RPH Yeh Embang, panorama indah dari tempat ketinggian di Mendoyo (RPH Tegalcangkring) dan Pucak Bukit Rangda (RPH Antosari). Pengembangan jasa lingkungan yang berupa wisata religi yang dikembangkan karena di wilayah ini terdapat banyak kawasan suci yang berupa Pura yaitu : Pura Ratu Nyoman Sakti Pengadangan (RPH Pulukan) dan tempat-tempat suci lainnya. Di kawasan ini juga dapat dikembangkan wisata pendidikan seperti adanya monumen perjuangan di dusun Nusamara (RPH Yeh Embang) dan kawasan hutan lindung di dusun Telaga (RPH Dapdap Putih). Pada kawasan hutan lindung di dusun Telaga terdapat salah satu spesies bambu yang berdasarkan hasil identifikasi dari LIPI merupakan satusatunya spesies bambu yang ada di dunia. Bambu tersebut tumbuhnya merambat sampai berpuluh-puluh meter, dan dapat tumbuh melalui ruas batang sehingga untuk menemukan pangkal batang aslinya sangat sulit. Pemanfaatan jasa lingkungan yang dapat dikembangkan di wilayah hutan produksi KPH Bali Bali Barat adalah berupa pemanfaatan air (mata air dan waduk), wisata religi, wisata medis dan wisata olah raga. Pemanfaatan air terdapat di RPH Sumberklampok dan Sumberkima yang berupa mata air, di RPH Grokgak dan RPH Penginuman yang berupa bendungan/waduk, yaitu bendung Grokgak dan waduk Palasari. Sedangkan wisata religi dapat dikembangkan di kawasan suci/pura (pura Pulaki, Pabean, Melanting, Kertakawat, Pucak Manik, Pura Taman di Desa Musi (di RPH Grokgak), Pura Bukit Mungsu di RPH Seririt, dan kuburan Jayaprana di RPH Sumberklampok). Jasa lingkungan wisata medis berupa permandian air panas Banyuwedang di RPH Sumberklampok dan permandian air panas Pemuteran di RPH Sumberkima. Wisata medis ini sudah banyak dikunjungi oleh masyarakat. Wisata alam off road telah dikembangkan di RPH Candikusuma (Sombang), namun masih diperlukan penataan. Sedangkan jogging track/tracking dapat dikembangkan di RPH Seririt dan Grokgak. Selain itu di RPH Grokgak juga terdapat wisata berkuda. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 72

85 4.3.2 Penggunaan Kawasan Hutan Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan, dan dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Sesuai dengan PP No. 24 Tahun 2010 penggunaan kawasan hutan tersebut hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan, yang meliputi kegiaan: (a) religi, (b) pertambangan, (c) instalasi pembangkit tranmisi, dan distribus listrik, serta teknologi energi baru dan terbarukan, (d) pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi, (e) jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api, (f) sarana transportasi yang tidak dikatagorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi, (g) sarana dan prasarana sumberdaya air, pembangunan jaringan instalasi air, dan saluran air bersih dan/atau air limbah, (h) fasilitas umum, (i) industri terkait kehutanan, (j) pertahanan dan keamanan, (k) prasarana penunjang keselamatan umum, atau (l) penampungan sementara korban bencana alam. Lebih lanjut dalam PP tersebut dijelaskan bahwa penggunaan kawasan hutan dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan dan dapat dilakukan dengan : (a) izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi lahan, untuk kawasan hutan pada Provinsi yang luas kawasan hutannya < 30% dari luas DAS, pulau, dan/atau provinsi, dengan ketentuan kompensasi lahan dengan rasio minimal 1 : 1 untuk non komersial dan 1 : 2 untuk komersial; (b) izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar penerimaan negara bukan pajak penggunaan kawasan hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai, untuk kawasan hutan pada provinsi yang luas kawasan hutannya di atas 30% dari dari luas DAS, pulau, dan/atau provinsi, dengan ketentuan : penggunaan untuk non komersial dikenakan kompensasi membayar penerimaan negara bukan pajak penggunaan kawasan hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabiltasi DAS dengan rasio 1 : 1; penggunaan untuk komersial dikenakan kompensasi membayar penerimaan negara bukan pajak penggunaan kawasan hutan dan melakukan penanaman dalam rangka RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 73

86 rahabilitasi DAS paling sedikit dengan ratio 1 : 1; (c) izin pinjam pakai tanpa kompensasi lahan atau tanpa kompensasi membayar PNBP kawasan hutan dan tanpa melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi dalam DAS dengan ketentuan hanya untuk : kegiatan pertahanan negara, sarana keselamatan lalu lintas laut atau udara, checkdam, embung, sabo, dan sarana meteorologi, klimatologi dan geofisika; kegiatan survey dan eksplorasi. Izin pinjam pakai kawasan hutan diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan. Untuk kepentingan pembangunan fasilitas umum yang bersifat non komersial menteri dapat melimpahkan wewenang pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan dengan luasan tertentu kepada Gubernur. Lebih lanjut tata cara dan persyaratan permohonan penggunaan kawasan hutan tercantum dalam PP No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Pada kawasan KPH Bali Barat, terdapat beberapa ijin penggunaan kawasan yang digunakan oleh: Balai Meteorologi dan Geofisika/BMG, PT Telkom, PT PLN Persero, Dinas PU, Pemda Buleleng, Diknas Kabupaten Buleleng, areal pura (selengkapnya telah disajikan pada BAB II). Selain itu juga terdapat penggunaan kawasan yang belum mempunyai ijin, seperti permukiman eks Tim Tim di RPH Sumberklampok, Barak TNI di RPH Grokgak, dan jalan masuk kawasan hutan yang dibuat oleh masyarakat di desa Mundeh Kauh (RPH Antosari). Untuk mengantisipasi berkembangnya penggunaan kawasan oleh pihak-pihak di luar kehutanan maka proyeksi ke depannya perlu dilakukan : (a) penggunaan kawasan yang sudah disertai dengan ijin penggunaan kawasan harus dilakukan pengawasan untuk menghindari kemungkinan terjadinya pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang sudah disepakati, (b) penggunaan kawasan yang belum mempunyai ijin penggunaan, harus melengkapi ijin sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu sedapat mungkin perlu dilakukan pembatasan terhadap penggunaan lain (perlu kajian yang mendalam dengan melampirkan dokumen amdal/ukl-upl, sehingga luasan hutan tidak terus mengalami penurunan. Rencana pemanfaatan kawasan hutan di wilayah KPH Bali Barat dapat dilihat pada Tabel 4.2. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 74

87 Tabel 4.2 Rencana Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan serta Potensi Pengembangan Jasa Lingkungan NO. PEMANFAATAN/ CORE BISNIS / PENGGUNAAN KABUPATEN/ RPH LUAS (HA)/LETAK A Pemanfaatan/corebisnis 1 Hutan Desa (wilayah kelola dengan pemberdayaan masyarakat setempat) Jembrana Pulukan Yeh Embang Tegal Cangkring Candikusuma Buleleng Ha (Asah Duren: 685 Ha, Gumbrih: 660 Ha, Manggis Sari: 475 Ha, Medewi: 200 Ha, Pangyangan: 55 Ha, Pengeragoan: Ha, Pulukan : 200 Ha) Ha (Yeh Embang: 430 Ha, Yeh Embang Kangin: 450 ha, Yeh Embang Kauh: 600 Ha, Yeh Sumbul: 200 Ha) Ha (Batu Agung: 75 Ha, Dauh Waru: 255 Ha, Pendem : 125 Ha, Mendoyo Dauh Tukad : 100 Ha, Penyaringan: 75 Ha, Pergung: 310 Ha, Poh santen : 290 ha, Tegal Cangkring: 230 Ha, Baler Bale Agung : 310 Ha. 495 Ha (Manistutu : 100 Ha, Tukadaya: 295 Ha, Brangbang :100 Ha) Grokgak Seririt Dapdap Putih Tabanan Antosari 100 Ha 204 Ha di Pangkung Paruk 858 Ha (Telaga: 96 Ha, Sepang : 388 Ha, Sepang Kelod : 374 Ha) (Belatungan : 700 Ha, Munduk Temu : 60 Ha, Selabih : 190 Ha, Mundeh Kauh : 230 Ha) 2 HTR (Wilayah Kelola) Buleleng (RPH Grokgak) 3 Areal kayu perpatungan (wilayah tertentu) 375 Ha (di Musi) Buleleng Grokgak) (RPH Jembrana (RPH Candikusuma) 4 Areal Tegakan Kayu putih (wilayah tertentu) BULELENG Sumberklampok 200 ha 383 ha (di Sombang) Areal tegakan kayu putih 400 ha RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 75

88 NO. PEMANFAATAN/ CORE BISNIS / PENGGUNAAN KABUPATEN/ RPH LUAS (HA)/LETAK Kebun Benih (wilayah tertentu) BULELENG 6 Bekas Hkm BULELENG Sumberklampok Areal kebun benih seluas 60 ha (panggal buaya 25 ha, bentawas 25 ha, pule 5 ha dan sawo kecik 5 ha) Sumberklampok Sumberkima 6 Wilayah tertentu yang belum dimanfaatkan Di semua RPH kecuali RPH Antasari Pejarakan 50 ha dan Sumberklampok 25 ha. Sanggalangit 50 ha dan Pemuteran 25 ha 9.605, Jasa Lingkungan (wilayah kelola/wilayah tertentu) JEMBRANA Pulukan Yeh Embang Tegal Cangkring Candikusuma Penginuman - BULELENG Sumberklampok Sumberkima Grokgak Wisata religi/spiritual (Pura Ratu Nyoman Sakti Pengadangan). a. Pemanfaatan aliran air (rafting) di Tukad Yeh Buah. b. Wisata pendidikan (Monumen perjuangan) di dusun Nusamara Wisata alam berupa panorama yang indah dari tempat ketinggian dengan melihat mozaik tanaman dan keindahan pantai di Desa Mendoyo Dauh Tukad, Desa Batu Agung, dan Desa Pendem. a. Pembuatan lintasan/jalan setapak (tracking) dari hutan produksi sampai hutan lindung b. Wisata alam dengan rute off road. a. Pemanfaatan air (sumber air) b. Wisata religi (Kuburan Jaya Prana)/Teluk Terima c. Wisata medis (permandian air panas di Banyuwedang) a. Pemanfaatan air b. Wisata Spiritual (Pura Pulaki dan Pura Melanting di Desa Banyu Poh) c. Wisata medis (permandian air panas di Pemuteran). a. Pemanfaatan air (bendungan Grokgak) b. Wisata alam, jogging track c. Wisata Spiritual (Pura Taman di Desa Musi, Pura Pulaki, Pura Pabean) RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 76

89 NO. PEMANFAATAN/ CORE BISNIS / PENGGUNAAN KABUPATEN/ RPH LUAS (HA)/LETAK B Penggunaan Kawasan Seririt Dapdap putih TABANAN Antosari d. Wisata berkuda a. Wisata alam, jogging track b. Wisata Spiritual (Pura Bukit Mungsu) a. Pemanfaatan air (Mata air di ds. Telaga) b. Wisata alam, jogging track, panorama hutan lindung yang indah e. Wisata pendidikan (pada hutan primer di dusun Telaga) Adanya panorama yang indah dari ketinggian Di Mundeh Kauh (Pucak Bukit Rangda) BULELENG, JEMBRANA DAN TABANAN Grokgak, Sumberklampok, Dapdap putih, Pulukan, Antosari a. Yang berijin : alat sensor Telemetri (BMG) seluas 0,04 ha, Rural Area III Banyupoh (PT Telkom) pada kawasan hutan produksi seluas 0,03 ha, Jalan dan Relay microwave (PT Telkom) pada kawasan taman nasional dan hutan produksi seluas 4,69 ha, Tapak Tower Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 KV, lampu merah-gilimanuk-pemaron (PT PLN Persero) P3B Jawa Bali Region Jawa Timur yang menggunakan kawasan Taman Nasional, Hutan Lindung dan Hutan Produksi seluas 3,22 ha, Bronkaptering Bak Pengumpul dan sumur bor air bersih pada hutan lindung seluas 0,175 ha, Waduk Grokgak, mempergunakan hutan produksi seluas 2,58 ha, Jalan Puncak Sari Telaga, dengan memanfaatkan hutan lindung seluas 0,0014 ha, Bangunan Sekolah Dasar Sumberklapmok dan Lapangan Olah Raga yang menggunakan hutan produksi terbatas seluas 1,0 ha, Jalan Juwuk Manis Pangyangan yang menggunakan kawasan hutan lindung seluas 3,0 ha, dan Untuk areal Pura (tempat suci) b. Yang tidak berijin : Relokasi permukiman eks Tim Tim di RPH Sumberklampok seluas 4 ha (sesuai yang diajukan oleh Gubernur ke Menteri), tetapi sampai saat ini sudah mencapai ± 90 ha, Barak TNI/Puslatpur di RPH Grokgak seluas 500 ha, dan jalan masuk kawasan hutan yang dibuat oleh masyarakat di desa Mundeh Kauh (RPH Antosari). Sumber : Dinas Kehutanan provinsi Bali (2011), analisis data, dan pengamatan lapang RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 77

90 4.4 Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga (UU RI No. 41 Tahun 1999). Lebih lanjut dijelaskan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan ini diselenggarakan melalui kegiatan : reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, atau penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif. Kegiatan rehabilitasi ini dilakukan di semua kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional serta dilaksanakan berdasarkan kondisi spesifik biofisik. Dalam pelaksanaannya rehabilitasi hutan dan lahan ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan pemberdayaan masyarakat. Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan ini meliputi : inventarisasi lokasi, penetapan lokasi perencanaan, dan pelaksanaan reklamasi. Dalam pemanfaatan kawasan khususnya yang berkaitan dengan kegiatan penanaman (dalam kegiatan rehabilitasi dan reklamasi), sangat perlu dipertimbangkan kondisi biofisik wilayah terutama iklim (curah hujan), kelerengan, jenis tanah (kepekaan tanah terhadap erosi, dan kedalaman tanahnya), serta pemilihan jenis tanaman yang tepat sesuai spesifik biofisiknya, sehingga tanaman yang dikembangkan tidak hanya sekedar tumbuh, tetapi tumbuh subur dan dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Pelaksanaan rehabilitasi di kawasan KPH Bali Barat belum menunjukkan tingkat keberhasilan yang optimal. Hal itu disebabkan oleh banyaknya terjadi kegagalan reboisasi (banyak tanaman yang mati sebelum tumbuh besar). Kegagalan tersebut disebabkan oleh : kegiatan penanaman tidak tepat musim, kurangnya pemeliharaan lanjutan, bibit yang disiapkan kurang dapat beradaptasi dengan lingkungan setempat, adanya gangguan dari masyarakat sekitar berupa peneresan akar/batang tanaman, gangguan ternak dan kondisi given yang kurang RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 78

91 menguntungkan terutama di RPH Sumberklampok, Sumberkima, Grokgak, dan Seririt. Hal-hal tersebut berakibat pada rendahnya tutupan vegetasi, dan pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya lahan kritis. Sebaran luas lahan kritis di dalam kawasan hutan wilayah KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Sebaran Luas Lahan Kritis di Dalam Kawasan Hutan KPH Bali Barat No KABUPATEN RPH KECAMATAN DESA LUAS (Ha) Buleleng Dapdap Putih Busungbiu Sepang 160,21 Sepang 63,93 Tista 46,70 Seririt Seririt Pangkungparuk 2.148,81 Unggahan 382,58 Grokgak Tukad Sumaga Pengulon 724,23 Grokgak Grokgak Banyupoh 2.208,65 Grokgak 413,96 Musi 878,41 Patas 773,38 Penyabangan 1.021,95 Sanggalangit 278,56 Tinga-Tinga 417,69 Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2011) TOTAL : ,81 Berdasarkan Tabel 4.3 tersebut di atas dapat dilihat bahwa luas lahan kritis pada wilayah KPH Bali Barat adalah : ,81 ha (40,35% dari luas kawasan). Dari luasan tersebut sudah dilakukan rehabilitasi/reboisasi secara bertahap. Dari tahun 2004 sampai tahun 2011 realisasi penanaman pada lahan kritis di KPH Bali Barat seluas 715 ha dan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Kegiatan Penanaman dari Tahun pada Lahan Kritis NO KAB/RPH LOKASI VOLUME (Ha) KEGIATAN SUMBER DANA JENIS TANAMAN Tahun 2004 Buleleng Sumberklampok Ds. Pejarakan 100 Reboisasi ITTO Ampupu 2 Tahun 2005 Sumberkima Mdk. Kenyeri 50 Reboisasi APBD Mahoni, intaran, Johar, dan RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 79

92 NO KAB/RPH LOKASI VOLUME (Ha) KEGIATAN SUMBER DANA JENIS TANAMAN Sumberklampok Ds. Pejarakan 50 Pengembangan Tan. Produktif 3 Tahun 2006 Buleleng Grokgak Jembrana Dlm. Kaw. Hutan 25 Rehab. Htn. Produksi APBD APBD gmelina Kayu putih Kayu Putih Pulukan Ds. Kaliakah 25 Bali Hijau APBD Mahoni dan Suar 4 Tahun 2006 Buleleng Grokgak Ds. Banyupoh/Pr. Mlanting 30 Reboisasi APBD Mahoni, Johar, Gmelina, Suar Grokgak 25 Rehab. HP APBD Kayu putih Ds. Banyupoh 10 Bali Hijau APBD Mahoni, Albizia, Suar, gmelina, dan Intaran Seririt Ds. Pengulon 10 Bali Hijau APBD Mahoni, Albizia, Suar, Gmelina, dan Intaran Jembrana Yeh Embang Pulukan 5 Tahun 2007 Buleleng Sumberkima Jembrana Ds. Yeh Embang Ds. Pangyangan Mdk. Udeng- Udeng 10 Bali Hijau APBD Mahoni, Johar, Gmelina, dan Suar 10 Bali Hijau APBD Mahoni, Johar, Gmelina, dan Suar 40 Reboisasi APBD Mahoni, Gmelina, dan Intaran Candikusuma Ds. Tukadaya 10 Bali Hijau APBD Albizia, Mahoni, Suar, dan Jati Tahun 2009 Buleleng Sumberkima Mdk. Udeng- Udeng 25 Reboisasi APBD Mahoni, Gmelina, Suar, Intaran, dan johar Grokgak Ds. Banyu Poh 25 Bali Hijau PBD Mahoni dan Gmelina Jembrana Candikusuma Ds. Tukad Aya 25 Bali Hijau APBD Mahoni, Albizia, dan Gmelina RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 80

93 NO KAB/RPH LOKASI VOLUME (Ha) KEGIATAN SUMBER DANA JENIS TANAMAN Tahun 2010 Buleleng Sumberklampok Mdk. Tegal Muara 10 Rehabilitasi APBD Mahoni, Gmelina, dan Suar Grokgak Mdk. Gondol 15 Rehabilitasi APBD Mahoni, Gmelina, dan Suar Seririt 7 Tahun 2011 Buleleng Mdk. Tileh Mdk. Slumpeng Rehabilitasi HL (Pengkayaan) Grokgak Ds. Grokgak 10 Rehab. Sumber mata air Ds. Musi 10 Rehab. Sumber mata air TOTAL 715 Sumber : Dinas Kehutanan, 2011 APBN APBD APBD Suar, Sonokeling, Pule, Gmelina, Kemiri, dan Salam Mahoni, Gmelina, dan Suar Mahoni, Gmelina, dan Suar Dari Tabel 4.4 tersebut dapat dilihat bahwa rehabilitasi yang dilakukan dari tahun 2004 sampai 2011 masih relatif rendah (715 ha/sekitar 2,65%) dan inipun termasuk tanaman yang mati. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Bali, bahwa rata-rata tingkat keberhasilan rehabiliasi/reboisasi adalah sebesar 68%. Dengan demikian dari kawasan yang sudah direhabilitasi seluas 715 ha, berarti bahwa luasan yang berhasil direhabilitasi hanya seluas 486,20 ha. Untuk itu luas lahan kritis yang masih ada di wilayah KPH Bali Barat lebih kurang sekitar ,61 ha. Dilihat dari keberadaan lahan kritis di KPH Bali Barat yang masih cukup luas, maka untuk proyeksi kedepannya rehabilitasi dan reklamasi lahan khususnya melalui reboisasi harus terus dilakukan secara berkelanjutan, sehingga berkembangnya lahan kritis dapat ditekan. Selain itu supaya penanganan lahan kritis dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat sasaran, maka data tentang luas dan sebaran lahan lahan kritis di wilayah KPH Bali Barat perlu diupdate/diperbaharui dengan kondisi yang terkini, karena berdasarkan laporan, pendataan terakhir tentang lahan kritis ini dilakukan pada tahun Pola RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 81

94 penanganan lahan kritis yang dilakukan selama ini masih bersifat umum menggunakan pendekatan pengolahan minimal dan memakai ukuran per satuan hektar, sehingga keberhasilannya bersifat realisasi semu. Evaluasi yang dilakukan hanya sampai umur 2 tahun, sehingga pemeliharaannya juga sampai pada umur tersebut. Untuk ke depan penanganan lahan kritis disesuaikan dengan karakteristik lokasi dengan pengelolaan optimal dan memakai ukuran per satuan batang. Untuk evaluasi tentang tingkat keberhasilan penanaman/rehabilitasi sebaiknya dilakukan sampai umur tanaman sekitar 5 tahun dengan harapan bahwa pada umur tersebut tanaman sudah dapat beradaptasi dengan baik. Kegiatan rehabilitasi dan reklamasi perlu dilakukan melalui kegiatan terpadu dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, mulai dari penyediaan bibit, penanaman, sampai pemeliharaan lanjutan. Untuk menghindari terjadinya kegagalan yang terus berulang, maka kegiatan rehabilitasi dan reklamasi harus memperhatikan : musim tanam yang tepat (awal musim hujan), cara penanaman, penyediaan bibit (pemilihan jenis dan kualitas yang sesuai dengan spesifik biofisiknya), sehingga keberadaannya dapat mendukung ekosistem kawasan hutan yang direhabilitasi. Untuk mempercepat penyediaan bibit, instansi kehutanan sudah melakukan beberapa cara, yaitu dengan membuat kebun benih dan kebun bibit. Kebun benih terdapat di RPH Grokgak (intaran), RPH Sumberklampok/desa Pejarakan (panggal buaya, sawo kecik, pule), dan RPH Candikusua/desa Sombang (trembesi, gmelina dan suar). Sedangkan kebun bibit antara lain di Penginuman (jabon, sonokeling, trembesi), Sumberklampok (mahoni, gmelina, suar kayu putih, dan intaran). Penyediaan jumlah bibit juga dilakukan melalui swadaya masyarakat seperti yang dilakukan di RPH Sumberklampok. Keberhasilan rehabilitasi, selain ditentukan oleh jumlah bibit juga dipengaruhi oleh kualitas bibit. Peningkatan kualitas bibit bertujuan untuk meningkatkan daya adaptasi tanaman terhadap lingkungan, sehingga daya tumbuhnya menjadi lebih tinggi. Untuk meningkatkan daya adaptasi bibit tanaman hutan ini salah satu cara yang murah dan mudah dilakukan adalah dengan menggunakan mikoriza. Penggunaan mikoriza untuk budidaya hutan, selain memacu pertumbuhan tanaman, juga untuk RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 82

95 mempertahankan/melestarikan keanekaragaman hayati pada ekosistem hutan. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan menunjukan bahwa penggunaan mikoriza dapat memperbaiki kualitas bibit tanaman hutan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Husna dkk. pada tahun 2003 dan 2004, menghasilkan bahwa respon jati Muna terhadap aplikasi mikoriza pada variabel tinggi sebesar 107%- 148% dan berat kering total semai sebesar 270% % peningkatan bila dibandingkan dengan kontrol pada skala persemaian. Pemanfaatan mikoriza pada proses pembibitan tanaman hutan ini dalam jangka panjang merupakan investasi yang berkesinambungan, pertumbuhan bibit dapat hidup di lahan gersang, dan dari segi ekologi hutan dapat menyambung kembali rantai makanan yang pernah putus akibat kerusakan hutan. Selain itu bibit tanaman yang bermikoriza lebih tahan kering dibanding bibit yang tidak bermikoriza, sehingga cocok untuk diterapkan di KPH Bali Barat terutama pada wilayah yang beriklim kering seperti di RPH Sumberklampok, Sumberkima, Grokgak, dan Seririt. 4.5 Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan untuk menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari. Perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk : (a) mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan (b) mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, hasil hutan, investasi, serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Dalam pelaksanaannya untuk menjamin supaya perlindungan hutan dapat berjalan dengan sebaik-baiknya, maka masyarakat harus diikutsertakan dalam kegiatan perlindungan hutan. Untuk menjaga keamanan hutan dan kawasan hutan, maka setiap orang dilarang untuk : (a) menduduki dan atau menggunakan kawasan hutan secara tidak RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 83

96 sah; (b) merambah kawasan hutan; (c) melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak : 500 m dari tepi waduk atau danau, 200 m dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa, 100 m dari kiri kanan tepi sungai, 50 m dari kiri kanan tepi anak sungai, 2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang, 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai; (d) membakar hutan; (e) menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang; (f) menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; (g) melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri; (h) mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan; (i) menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang; (j) membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang; (k) membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang; (l) membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan dan kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan (m) mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang. Di lapangan petugas yang berwenang untuk melakukan perlindungan hutan dan kawasan hutan adalah polisi khusus yang dalam hal ini adalah polisi hutan. Pada kenyataannya perlindungan hutan dan kawasan hutan di wilayah RPH Bali Barat belum berjalan secara optimal. Hal itu terbukti bahwa pada kawasan ini masih terjadi banyak pelanggaran yang dapat menyebabkan kerusakan hutan. Pelanggaran yang paling banyak terjadi di lapangan adalah perambahan hutan. Perambahan hutan hampir terjadi di seluruh kawasan, bahkan di beberapa RPH RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 84

97 perambahan hampir mencapai antara 80 90%, seperti yang terjadi di RPH Antosasi, Pulukan, dan Yeh Embang. Selain itu juga masih adanya pencurian kayu dan hijauan ternak, kebakaran hutan, pensertifikatan tanah hutan, dll. Wilayah KPH Bali Barat khususnya di Kecamatan Seririt, dan Kecamatan Grokgak merupakan daerah/kawasan yang sangat rawan terhadap bahaya kebakaran. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, yaitu: iklim yang kering, dekat dengan jalan besar (pembuangan puntung rokok secara sengaja/tidak disengaja), dan kesadaran masyarakat masih rendah. Berdasarkan data rekapitulasi terakhir kebakaran hutan di Bali (Dishut Bali 2011) antara lain: di RPH Sumberkima pada bulan Agustus 2011 terjadi 3 kali kebakaran hutan, dan pada bulan September 2011 terjadi 1 kali kebakaran hutan, RPH Penginuman pada bulan Agustus 2011 terjadi 2 kali kebakaran hutan, RPH Grokgak pada bulan September 2011 terjadi 4 kali kebakaran hutan, dan RPH Seririt pada bulan September 2011 terjadi 1 kali kebakaran hutan. Persertifikatan kawasan hutan di wilayah KPH Bali Barat juga merupakan masalah yang cukup rawan. Berdasarkan data pensertifikatan kawasan hutan di Provinsi Bali, bahwa di wilayah KPH Bali Barat pensertifikatan tersebut terjadi pada 2 kabupaten, yaitu kabupaten Jembrana dan Buleleng (Jembrana : 1065,56 ha dan Buleleng 126,907 ha). Pensertifikatan tersebut dilakukan oleh masyarakat dan perorangan untuk penggunaan perkebunan, permukiman masyarakat eks transmigrasi Tim Tim, Rindam Udayana dan kawasan suci/pura. Di kabupaten Jembrana terjadi di RPH Pulukan (Asah Duren 15 sertifikat, Medewi 1 sertifikat), RPH Tegalcangkring (Poh Santen 1 sertifikat); RPH Yeh Embang (Yeh Embang 5 sertifikat). Sedangkan di Kabupaten Buleleng terjadi di RPH Seririt (Pangkung Paruk 17 sertifikat, Lokapaksa 1 sertifikat); RPH Sumberklampok (Sumberklampok 1 sertifikat); RPH Grokgak (Banyu Poh 1 sertifikat); RPH Sumberkima (Banyu Poh 6 sertifikat), dan RPH Dapdap Putih (Telaga 2 sertifikat). Untuk mengantisipasi meluasnya pensertifikatan kawasan hutan, maka perlu dilakukan rekonstruksi/update batas kawasan yang jelas dan melakukan kerjasama dengan BPN yang merupakan instansi yang mengeluarkan sertifikat. Bagi yang sudah RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 85

98 disertifikatkan apabila memungkinkan supaya ditempuh jalur hukum untuk mengembalikan sebagai kawasan hutan. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi antara lain disebabkan oleh tingkat kesadaran masyarakat terhadap kelestarian hutan yang masih rendah meskipun pengetahuan tentang pentingnya kelestarian hutan telah disampaikan melalui berbagai penyuluhan dari petugas kehutanan, perguruan tinggi, dan dharma wecana dari sulinggih (Peranda Made Gunung). Penyebab lain terjadinya pelanggaran juga disebabkan oleh belum optimalnya pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan dalam perlindungan hutan dan kawasan hutan. Selain itu juga disebabkan oleh penegakan hukum yang belum optimal dan minimnya personil polisi hutan. Pemberdayaan masyarakat untuk ikut melakukan perlindungan hutan baru dilakukan di RPH Dapdap Putih (tepatnya di desa Sepang) dan RPH Pulukan (desa Badingkayu), yaitu dengan terbentuknya pecalang-pecalang swakarsa dan kelompok-kelompok pemelihara serta pelestarian hutan dari masyarakat setempat. Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan perlindungan tersebut pemerintah telah memberikan insentif sebesar Rp ,- pertahunnya. Sampai saat ini pelaksanaan perlindungan hutan oleh masyarakat (Pecalang swakarsa) yang sudah berjalan dengan efektif baru di Desa Sepang, sedangkan di Desa Badingkayu belum berjalan seperti yang diharapkan. Dengan demikian untuk proyeksi ke depannya usaha perlindungan hutan harus terus ditingkatkan dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan melalui: pembentukan kelompok-kelompok pemerhati kelestarian hutan, dan perlu mengakomodir aturan tentang kelestarian hutan ke dalam awig-awig desa adat yang berbatasan dengan hutan, meningkatkan jumlah dan kualitas polisi hutan sesuai dengan luas dan kerawanan kawasan (meningkatkan rasionalisasi antara polisi hutan dengan luas dan kerawanan hutan). Perlindungan hutan juga perlu dilakukan dengan mengadakan koordinasi dengan instansi terkait. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa pelanggaran yang terjadi di lapangan, khususnya perambahan, pensertifikatan, dan illegal logging harus diproses sesuai dengan peraturan yang berlaku. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 86

99 Mengingat luasan hutan di Propinsi Bali yang masih berada di bawah kondisi minimal 30%, maka khusus untuk kawasan-kawasan yang tingkat perambahannya mencapai 80 90% ( RPH Antosari, Pulukan, dan Yeh Embang) perlu adanya ketegasan dalam usaha untuk mengembalikan fungsi hutan seperti keadaan semula. Himbauan maupun aturan-aturan tertulis yang telah ada sebelumnya nampaknya masih tetap dilanggar. Hal ini disebabkan karena yang merambah hutan bukan lagi perorangan, tapi sebagian besar masyarakat sekitar hutan, sehingga mereka telah merasa memiliki terhadap tanaman budidaya yang telah mereka tanam, sehingga penegakan aturan termasuk awig-awig adat sangat sulit diterapkan. Oleh karena itu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan pemberdayaan masyarakat untuk ikut mengelola hutan melalui pembentukan hutan desa, dengan melibatkan masyarakat mulai dari penyusunan rencana sampai pada pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan uraian di atas, maka secara ringkas analisis dan proyeksi pengelolaan hutan di wilayah KPH Bali Barat disajikan pada Tabel 4.5 Tabel 4.5. Analisis dan Proyeksi Pengelolaan Hutan NO URAIAN ANALISIS PERMASALAHAN / POTENSI PROYEKSI Managemen Pengelolaan Hutan Tupoksi KPH Bali Barat mengikuti Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur No. 102 Tahun 2011 Sesuai dengan tupoksinya, KPH perlu membuat rencana pengelolaan hutan khususnya di wilayah tertentu. a. Pada areal kayu putih, perlu dikaji untuk perluasan areal penanaman, melakukan pemeliharaan baik berupa pemupukan maupun pemangkasan. b. Pada areal kebun benih perlu dilakukan pemeliharaan dan pengkayaan jenis tanaman c. Areal kayu perpatungan perlu dioptimalkan keberadaannya d. Di luar areal kayu putih, kebun benih dan kayu perpatungan, KPH harus membuat rencana pengelolaan sesuai dengan kondisi biofisik wilayahnya, mengembangkan peluang investasi pada pengelolaan hutan baik pada kawasan hutan lindung maupun hutan produksi. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 87

100 NO URAIAN ANALISIS PERMASALAHAN / POTENSI PROYEKSI Tata Hutan dan Penyusunan rencana Pengelolaan Hutan a. Tata Hutan a. Tata hutan sesuai fungsinya (hutan lindung dan hutan produksi) sudah mempunyai batas yang tegas (sudah ditetapkan batasnya) b. Rencana Pengelolaan hutan b. Pembagian kawasan baru berdasarkan RTK dan RPH serta Blok yang masih sangat umum (Blok Perlindungan dan blok penyangga) saja sehingga belum mencerminkan suatu kesatuan managemen dan kesatuan administrasi. Rencana yang dibuat masih bersifat umum 3 Pemanfaatan Hutan: a. Pemanfaatan a. Belum dilakukan Hutan baik penataan tentang pada hutan pemanfaatan hutan lindung (belum ada ijin maupun hutan pemanfaatan hutan) produksi e. Menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai untu mendukung kinerja KPH a. Perlu dilakukan pengawasan secara terus menerus mengenai tapal batas b. Pembagian kawasan ke dalam blok/petak yang lebih rinci sesuai dengan fungsi kawasan. c. Perlu adanya penyelarasan antara arahan pemanfaatan dengan rancangan pembagian blok/petak Perlu dibuat rencana tentang pemanfaatan kawasan secara lebih detil sesuai dengan potensi spesifik biofisik wilayah masing-masing. a. Perlu dilakukan penataan pemanfaatan berdasarkan pemanfaatan wilayah kelola (yang sudah dibebani ijin) dan wilayah tertentu (wilayah pada blok pemanfaatan yang belum dibebani ijin dan dikelola KPH) b. Banyak potensi jasa lingkungan yang belum termanfaatkan secara optimal b. Perlu dilakukan penataan pemanfaatan hutan (memproses ijinijin pemanfaatan) c. Pengembangan budidaya lebah madu, budidaya tanaman obat/emponempon, pemungutan hasil bukan kayu (madu dan buah-buahan) d. Pengembangan pemanfaatan HTR (usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman) e. Perlu dikembangkan pemanfaatan jasa lingkungan dengan melibatkan orang ke tiga/investor RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 88

101 NO URAIAN ANALISIS PERMASALAHAN / POTENSI PROYEKSI b. Pemberdayaan Masyarakat Setempat c. Areal Kayuputih a. Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan belum optimal b. Di lapangan sudah banyak masyarakat yang masuk hutan dan memanfaatkannya (perambahan, pembalakan liar) a. Dilakukan dengan system tumpangsari di bawah tegakan kayu putih di RPH Sumberklampok b. Tumpangsari belum ditata dengan baik, sehingga mengganggu kehidupan tegakan a. Pembentukan hutan desa dengan memberdayakan masyarakat setempat/sekitar hutan a. Perlu dipertimbangkan perpanjangan ijin berdasarkan hasil evaluasi b. Perlu penataan pola tumpangsari c. Perlu pemeliharaan tanaman dan perluasan areal c. Tumpangsari bekerjasama dengan kelompok tani (dengan surat ijin perjanjian No 522/17.1/Dishut-3 tanggal 1 Oktober 2002, dan sudah habis pada tahun 2010), namun sampai saat ini masyarakat masih melakukan penanaman di bawah tegakan kayu putih d. Kebun Benih Pemeliharaan belum optimal e. Bekas Hkm Banyak kendala/permasalahan dalam pelaksanaan di f. Wilayah di luar a sampai e 4 Penggunaan Kawasan lapangan Belum dilakukan penataan pemanfaatan secara optimal Yang sudah ada ijin Perlu pemeliharaan dan pengkayaan jenis Program HKm tidak dilanjutkan lagi a. KPH perlu membuat perencanaan pemanfaatan baik pada hutan lindung maupun produksi sesuai dengan kondisi biofisiknya b. KPH harus mampu mengembangkan investasi dalam pengelolaan hutan Perlu dilakukan pengawasan secara berkesinambungan RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 89

102 NO URAIAN ANALISIS PERMASALAHAN / POTENSI PROYEKSI Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan 6 Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Yang belum mempunyai ijin : - Relokasi Eks Tim Tim - Barak TNI - Jalan masuk kawasan hutan yang dibuat oleh masyarakat di desa Mundeh Kauh (RPH Antosari) a. Keberadaan lahan kritis masih cukup luas b. Pelaksanaan rehabilitasi yang dilakukan tiap tahun luasannya masih relatif sangat kecil a. Perlindungan dan konservasi Alam belum berjalan dengan optimal b. Banyak terjadi pelanggaran, seperti perambahan, pencurian kayu, kebakaran, dan persertifikatan tanah hutan a. Harus melengkapi ijin sesuai dengan peraturan yang berlaku b. Dilakukan pengawasan secara berkesinambungan a. Inventarisasi lahan kritis (pemutakhiran data) dan inventarisasi lokasi penanaman b. Meningkatkan volume rehabilitasi/reboisasi secara terus menerus c. Menggalakkan kebun bibit rakyat (KBR), kebun benih dan bibit swadaya dengan meningkatkan jumlah dan kualitas bibit d. Pelaksanaannya dilakukan dengan memberdayakan masyarakat dan bekerja sama dengan stakeholder a. Perlindungan hutan dan kawasan hutan perlu ditingkatkan b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas personil polisi hutan c. Memberdayakan masyarakat dengan membentuk pecalang-pecalang swakarsa untuk pengamanan hutan dan kawasan hutan, membentuk kelompok-kelompok pemerhati kelestarian hutan d. Memasukkan pelestarian hutan dalam awig-awig desa adat sekitar hutan RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB IV - 90

103 BAB V. RENCANA KEGIATAN PEMERINTAH PROVINSI BALI Penyusunan rencana kegiatan ini merupakan rencana pengelolaan jangka panjang (10 tahun) yang disusun berdasarkan hasil analisis dan proyeksi dan dititik beratkan pada pemanfaatan kawasan hutan dan/untuk core bisnis yang dapat dikembangkan. Di wilayah KPH Bali Barat rencana pemanfaatan kawasan hutan yang dapat dikembangkan adalah : pemanfaatan wilayah kelola dan pemanfaatan wilayah tertentu pada blok pemanfaatan yang dikelola KPH. Pemanfaatan wilayah kelola meliputi : (1) Hutan Desa (pemberdayaan masyarakat setempat), (2) HTR, dan (3) Jasa Lingkungan; sedangkan wilayah tertentu yang dikelola KPH meliputi areal kayu putih, kebun benih, kayu perpatungan, bekas Hkm, jasa lingkungan dan areal di luar keduanya. Rencana kegiatan ini merupakan rencana strategis pengelolaan hutan yang antara lain memuat : inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya, pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, pemberdayan masyarakat, pembinaan dan pemantauan, penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi, penyelenggaraan perlindungan hutan, penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin, koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait, penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM, penyediaan pendanaan, pengembangan data base, rasionalisasi wilayah kelola, review rencana pengelolaan, dan pengembangan investasi. Secara rinci rencana kegiatan jangka panjang dapat disajikan pada tabel 5.1. berikut. Tabel 5.1 Rencana Kegiatan Pengelolaan KPHL dan KPHP NO URAIAN RENCANA KERJA Inventarisasi berkala a. Membuat perencanaan pemanfaatan pada wilayah kelola serta wilayah tertentu terutama yang belum penataan hutan dimanfaatkan sesuai dengan kondisi bio fisiknya (misalnya : rencana perluasan RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB V - 91

104 NO URAIAN RENCANA KERJA tanaman kayu putih dan kayu perpatungan, dan lainnya). b. Membangun/memperbaiki sarana dan prasarana baik fisik maupun non fifik, misalnya kantor RPH beserta sarananya, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, dsb.) c. Melakukan inventarisasi kawasan hutan d. Membuat blok/petak e. Membuat peta 2. Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu a. Melakukan inventarisasi wilayah tertentu, meliputi: tata batas, inventarisasi hutan, dan batas kawasan b. Membuat perencanaan pengelolaan untuk kawasan yang belum dimanfaatkan sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi (yang sudah dimanfaatkan berupa kayu putih, areal perpatungan, kebun benih, dan bekas Hkm) c. Untuk sementara kawasan yang belum dimanfaatkan digunakan sebagai kawasan rehabilitasi (harus didukung oleh bibit yang cukup dengan kualitas yang bagus) d. yang berada pada blok pemanfaatan pada hutan lindung dapat dikembangkan untuk pemanfaatan/pemungutan hasil hutan non kayu dengan melibatkan masyarakat (dengan memanfaatkan ruang di bawah tegakan dan budidaya lebah madu), RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB V - 92

105 NO URAIAN RENCANA KERJA pemanfaatan jasa lingkungan, ataupun sebagai kawasan rehabilitasi bila kondisi hutannya kritis/sangat kritis (tidak memungkinkan untuk pemanfaatan/pemungutan hasil non kayu maupun jasa lingkungan). e. Sedangkan untuk wilayah yang berada pada kawasan hutan produksi dapat dikembangkan untuk pemanfaatan produksi kayu/non kayu melalui pengembangan kayu perpatungan dan diusahakan tetap melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaanya (dengan pemanfaatan ruang di bawah tegakan), jasa lingkungan dengan tetap menekankan pada aspek ekologi/kelestariannya, atau sebagai kawasan rehabilitasi/reklamasi bila kondisi hutannya kritis/sangat kritis. 3. Pemberdayaan masyarakat. a. Pemerintah/Dinas Kehutanan memberikan fasilitasi (dapat melibatkan perguruan tinggi/lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat, LSM, lembaga keuangan, koperasi, BUMN/BUMD/BUMS), pembinaan (memberikan pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan/atau supervisi dan pengendalian merupakan kegiatan monitoring dan evaluasi), dan pemantauan. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB V - 93

106 NO URAIAN RENCANA KERJA b. Meningkatkan sumberdaya manusia, dilakukan dengan: penyuluhan, pelatihan, percontohan, dsb. c. Pemegang hak pengelolaan : menyusun rencana kerja hak pengelolaan hutan desa, melaksanakan penataan batas, melakukan perlindungan, penatausahaan hasil hutan melaksanakan 4. Pembinaan dan pemantauan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan pada areal yang berizin. 5. Rehabilitasi pada areal kerja di luar izin. a. Pemegang hak pengelolaan : menyusun rencana kerja hak pengelolaan hutan, melaksanakan penataan batas, melaksanakan penatausahaan hasil hutan b. Penggunaan kawasan harus dibina, dipantau dan diawasi untuk menghindari kemungkinan terjadinya pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang sudah disepakati c. Pembinaan dan pemantauan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi maupun Kabupaten dan KPH. Serta instansi terkait a. Updating data lahan kritis b. Melakukan Rehabilitasi hutan secara berkesinambungan c. Penyediaan bibit yang mencukupi dengan kualitas yang memadai d. Rehabilitasi dilakukan sesuai dengan musim RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB V - 94

107 NO URAIAN RENCANA KERJA e. Melakukan pemeliharaan sampai umur 5 tahun dan dengan pendekatan batang f. Melakukan monitoring dan evaluasi keberhasilan rehabilitasi g. Melibatkan masyarakat dan stakeholder dalam rehabilitasi hutan (misalnya dengan pelajar, mahasiswa, instansi pemerintah dan swasta, dsb.) 6. Pembinaan dan pemantauan rehabilitasi dan reklamasi di dalam areal yang berizin. 7. Rencana penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam. a. Pemegang izin agar secara berkelanjutan melaksanakan rehabilitasi b. Rehabilitasi dilaksanakan dengan pola tanaman yang tidak sejenis. c. Pemegang izin melaksanakan perlindungan terhadap arealnya d. Penggunaan kawasan harus dibina, dipantau dan diawasi untuk menghindari kemungkinan terjadinya pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang sudah disepakati a. Melakukan perlindungan dan konservasi alam secara berkesinambungan b. Melakukan perlindungan baik dari tekanan masyarakat maupun alami (perambahan, pembalakan liar, pensertifikatan, kebakaran) c. Membuat pos-pos pengawasan/pos-pos jaga d. Memperbanyak rambu-rambu larangan ; RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB V - 95

108 NO URAIAN RENCANA KERJA e. Memberdayakan masyarakat dalam perlindungan dan konservasi alam (dengan membentuk pecalang swakarsa dan memasukkan kelestarian hutan dalam awig-awig/prarem desa adat) f. Membuat embung untuk mengantisipasi kebakaran g. Penegakan hukum yang jelas (pemberian sangsi yang tegas bagi yang melanggar) h. Bagi kawasan yang disertifikatkan supaya ditempuh jalur hukum dan berkoordinasi dengan BPN selaku instansi yang menerbitkan sertifikat i. Melakukan konservasi alam : inventarisasi/ identifikasi flora dan fauna langka, melindungi flora dan fauna langka, melindungi sumber-sumber air 8. Rencana penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin. 9. Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait. a. Koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi maupun Kabupaten dan KPH. Serta instansi terkait a. Melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait (Dinas Kehutanan baik provinsi maupun kabupaten, KPH Bali Barat, perguruan tinggi dan LSM dalam rangka pendampingan, dengan koperasi, pasar dalam penanganan pasca panen) RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB V - 96

109 NO URAIAN RENCANA KERJA Rencana penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM. a. Mengusulkan tambahan tenaga kehutanan setiap tahun kepada Gubernur sampai kekurangan tenaga bias terpenuhi. b. Mendidik SDM yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan dengan mengikutkan pada diklat-diklat yang dilaksanakan oleh instansi terkait. 11. Penyediaan Pendanaan. 12. Pengembangan database. 13. Rencana rasionalisasi wilayah kelola. a. Menyediakan pendanaan : untuk fasilitasi, pembinaan dan pengendalian dibebankan kepada dana pusat (APBN) maupun daerah (APBD) dan dana lain yang tidak mengikat; untuk pelaksanaan pengelolaan hutan desa pendanaan dibebankan kepada kas desa a. Menyediakan database mengenai kondisi fisik, social budaya dan ekonomi dalam skala detail dan terkini untuk memudahkan menyusun rencana pengelolaan hutan dalam tingkat usaha. b. Mengadakan pembaharuan/update database lahan kritis untuk memperlancar kegiatan rehabilitasi. a. Pengembangan jasa lingkungan baik di kawasan lindung maupun di kawasan produksi sebagaimana tertuang pada tabel 2.8. Bab II. b. Potensi jasa lingkungan yang dikembangkan adalah : pemanfaatan RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB V - 97

110 NO URAIAN RENCANA KERJA air/aliran air, wisata alam, wisata relegi, dan wisata pendidikan. 14. Review rencana pengelolaan. 15. Pengembangan Investasi. a. Review/evaluasi rencana pengelolaan hutan dilakukan secara periodik dan minimum lima tahun sekali. a. Perluasan penanaman tanaman kayu putih seluas 600 ha di kawasan hutan produksi. b. Melaksanaan kemitraan dengan masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk mengelola potensi yang ada RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB V - 98

111 BAB VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN Pembinaan, pengawasan dan pengendalian dimaksudkan untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan hutan yang efektif sesuai tujuan yang ditetapkan. Sesuai PP No. 6 Tahun 2007, bahwa : 1. Untuk tertibnya tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan : a. Menteri berwewenang membina dan mengendalikan kebijakan hutan desa yang dilaksanakan oleh Gubernur dan/atau Bupati/Walikota b. Gubernur berwewenang membina dan mengendalikan/mengawasi kebijakan hutan desa yang dilaksanakan oleh Bupati/Walikota. 2. Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan yang dilaksanakan oleh kepala KPH, pemanfaat hutan, dan/atau pengelola hasil hutan Pembinaan yang dilakukan meliputi : (a) pedoman, (b) bimbingan, (c) pelatihan, (d) arahan, dan/atau (e) supervisi. Pemberian pedoman ditujukan terhadap pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan. Pemberian bimbingan ditujukan terhadap penyusunan prosedur dan tata kerja, sedangkan pelatihan ditujukan terhadap sumberdaya manusia dan aparatur. Pemberian arahan mencakup kegiatan penyusunan rencana dan program, serta supervisi ditujukan terhadap pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan. Pengendalian yang diberikan meliputi kegiatan : monitoring dan/atau evaluasi. Monitoring merupakan kegiatan untuk memperoleh data dan informasi, kebijakan, dan pelaksanaan pengelolaan hutan. Sedangkan evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan pengelolaan hutan lestari, yaitu : tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan yang dilakukan secara periodik disesuaikan dengan jenis perijinannya. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB VI - 99

112 Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dokumen rencana pengelolaan UPT KPH Bali Barat, maka diperlukan upaya pembinaan, pengawasan dan pengendalian secara berjenjang sesuai dengan norma, standar, prosedur dan kriteria pengelolaan hutan KPH, sebagai berikut: 1. Menteri Kehutanan melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan teknis atas penyelenggaraan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan dan perlindungan hutan oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL). 2. Menteri dapat menugaskan Gubernur untuk melakukan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan teknis. 3. Gubernur menugaskan Kepala Dinas Kehutanan untuk melakukan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan baik teknis maupun operasional. RENCANA PENGELOLAAN HUTAN_TAHUN UPT KPH BALI BARAT BAB VI - 100

113 Tabel 5.1. Matriks Rencana Kegiatan Pengelolaan KPHL Dan KPHP Pada KPH Bali Barat. No. Program/Kegiatan Lokasi RPH RTK BLOK Vol Satuan Waktu Pelaksanaan Sumber Dana MANAGEMEN PENGELOLAAN HUTAN a. Rasionalisasi Organisasi KPH: Rasionalisasi luas dan Organisasi RPH. Seluruh RPH 11 RPH APBD Rasionalisasi Persaonil RPH. Seluruh RPH 11 RPH APBD Peningkatan Sarana dan Prasarana Seluruh RPH/KPH 12 Paket APBD dan APBN Peningkatan Kualitas SDM Seluruh RPH/KPH 12 Paket APBD dan APBN Keterangan 2 TATA HUTAN DAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN a. Rekonstruksi Batas Rekonstruksi tapal batas kawasan Antosari 11 dan 12 Seluruh Blok 58,71 Km 2015 APBD dan APBN Dapdap Putih 12 Seluruh Blok 37,19 Km 2016 APBD dan APBN Pulukan 12 dan 19 Seluruh Blok 46,72 Km 2017 APBD dan APBN Yehembang, 19 Seluruh Blok 10,25 Km 2018 APBD dan APBN Candi Kusuma, Penginuman 19 Seluruh Blok 59,41 Km 2019 APBD dan APBN Tegalcangkring, 19 Seluruh Blok 27,10 Km 2020 APBD dan APBN Sumberkelampok, Sumberkima, Gerokgak Seririt 19 Seluruh Blok 139,28 Km APBD dan APBN 19 Seluruh Blok 44,57 Km 2022 APBD dan APBN V-1

114 No. Program/Kegiatan Lokasi RPH RTK BLOK Vol Satuan Waktu Pelaksanaan Sumber Dana b. Penyusunan Rencana Pengelolaan Tahunan 3. PEMANFAATAN HUTAN Pemanfaatan Wilayah Kelola Hutan Desa pada hutan lindung Seluruh Blok KPH Bali Barat 10 Judul APBD dan APBN Antosari Pulukan 11 dan dan 19 Pemanfaatan APBD dan APBN Pemanfaatan Ha APBD dan APBN Pemanfaatan Ha APBD dan APBN Yehembang 19 Pemanfaatan Ha APBD dan APBN Tegal Cangkring 19 Pemanfaatan Ha APBD dan APBN Candi Kusuma 19 Pemanfaatan 495 Ha APBD dan APBN Gerokgak 19 Pemanfaatan 100 Ha 2018 APBD dan APBN Seririt 19 Pemanfaatan 204 Ha 2016 APBD dan APBN Dapdap Putih 12 dan 19 Pemanfaatan 858 Ha APBD dan APBN Keterangan HTR Kayu Perpatungan Kayu Putih Gerokgak 19 Pemanfaatan 375 Ha 2015 APBD dan APBN Pemanfaatan APBD dan APBN Gerokgak 19 Pemanfaatan 200 Ha 2014 APBD dan APBN Candikusuma 19 Pemanfaatan 383 Ha 2014 APBD dan APBN Pemanfaatan APBD dan APBN Sumberklampopk 19 Pemanfaatan 5000 Ha APBD dan APBN Pemanfaatan APBD dan APBN V-2

115 No. Program/Kegiatan Lokasi RPH RTK BLOK Vol Satuan Waktu Pelaksanaan Sumber Dana Hkm Sumberklampopk 19 Pemanfaatan 75 Ha APBD dan APBN Sumberkima 19 Pemanfaatan 75 Ha APBD dan APBN Keterangan Jasa Lingkunganm Wisata Air Yehembang 19 Pemanfaatan 2 Obyek 2016 APBD dan APBN Gerokgak 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2015 APBD dan APBN Sumberkima 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN Sumberklampok 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2018 APBD dan APBN Dapdap Putih 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2019 APBD dan APBN Wisata Alam Candikusuma 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN Tegalcangkring 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN Seririt 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2020 APBD dan APBN Sumberkima 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2019 APBD dan APBN Dapdap Putih 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2018 APBD dan APBN Penangkaran satwa langka dan konservasi tanaman Candikusuma 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2016 APBD dan APBN Tegalcangkring 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2016 APBD dan APBN Yehembang 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN Pulukan 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2018 APBD dan APBN V-3

116 No. Program/Kegiatan Lokasi RPH RTK BLOK Vol Satuan Waktu Pelaksanaan Sumber Dana Penginuman 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2017 APBD dan APBN Keterangan Wisata pendidikan Yehembang 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2020 APBD dan APBN Wisata Relegi Pulukan 12 dan 19 Pemanfaatan 3 Obyek APBD dan APBN Seririt 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2021 APBD dan APBN Gerokgak 19 Pemanfaatan 5 Obyek APBD dan APBN Sumberkima 19 Pemanfaatan 5 Obyek APBD dan APBN Dapdap Putih 19 Pemanfaatan 3 Obyek APBD dan APBN Sumberklampok 19 Pemanfaatan 1 Obyek 2019 APBD dan APBN 4. REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN a. Pembuatan kebun benih dan persemaian Seririt 19 Pemanfaatan 1 Lokasi APBD dan APBN Gerokgak 19 Pemanfaatan 1 Lokasi APBD dan APBN Sumberkima 19 Pemanfaatan 1 Lokasi APBD dan APBN Sumberklampok 19 Pemanfaatan 1 Lokasi APBD dan APBN Penginuman 19 Pemanfaatan 1 Lokasi APBD dan APBN b. Reboisasi dan rehabilitasi hutan Antosari 11 dan 12 Seluruh Blok Ha APBD dan APBN V-4

117 No. Program/Kegiatan Lokasi RPH RTK BLOK Vol Satuan Waktu Pelaksanaan Sumber Dana Dapdap Putih 12 Seluruh Blok Ha APBD dan APBN Pulukan 12 dan 19 Seluruh Blok Ha APBD dan APBN Yehembang 19 Seluruh Blok Ha APBD dan APBN Tegal Cangkring 19 Seluruh Blok Ha APBD dan APBN Candi Kusuma 19 Seluruh Blok Ha APBD dan APBN Penginuman 19 Seluruh Blok Ha APBD dan APBN Sumberkelampok 19 Seluruh Blok Ha APBD dan APBN Sumberkima 19 Seluruh Blok Ha APBD dan APBN Gerokgak 19 Seluruh Blok Ha APBD dan APBN Seririt 19 Seluruh Blok Ha APBD dan APBN Keterangan 5. PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM a. Operasional Pamhut Seluruh RPH b. Penanggulangan dan pengendalian kebakaran hutan Seluruh RPH 11, 12 dan 19 11, 12 dan 19 Seluruh Blok 12 Paket APBD dan APBN Seluruh Blok 8 Paket APBD dan APBN c. Peningkatan Sapras Pamhut Seluruk RPH 11 Unit APBD dan APBN Peta Kerja 50 Unit APBD dan APBN HT RPH RTK BLOK 2 Unit APBD dan APBN Mobil Patroli 50 Unit APBD dan APBN Sepeda Motor 10 Paket APBD dan APBN Alat Kamhut 15 Unit APBD dan APBN GPS V-5

118 No. Program/Kegiatan Lokasi RPH RTK BLOK Vol Satuan Waktu Pelaksanaan Sumber Dana Keterangan d. Bantuan dana Pamhut ke Desa Seluruk RPH 55 Desa APBD dan APBN e. Penyuluhan kehutanan Seluruk RPH 110 Desa / Dusun APBD dan APBN V-6

119 PETA SITUASI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN UPT. KPHL BALI TENGAH RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN 2014-2023 UPT. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) BALI TENGAH MATRIKS RENCANA KEGIATAN UPT.KPH BALI TIMUR 2013-2022 Denpasar,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Keberadaan hutan yang tumbuh subur dan lestari merupakan keinginan semua pihak. Hutan mempunyai fungsi sangat vital bagi kehidupan makhluk hidup terutama manusia. Kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2016, No. -2- Kehutanan, diperlukan penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se

2016, No. -2- Kehutanan, diperlukan penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 336, 2016 KEMEN-LHK. Pengelolaan Hutan. Rencana. Pengesahan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.64/MENLHK-SETJEN/2015

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

(KPH) Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan

(KPH) Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) COOPERATION

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI BATULANTEH KABUPATEN SUMBAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN

DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN DIGANDAKAN DAN SEBARLUASKAN OLEH PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR : P.7/SETJEN/ROKUM/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO P E T I K A N PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP)

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 6/Menhut-II/2009 TENTANG PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

this file is downloaded from

this file is downloaded from th file PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 9 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN Petunjuk Teknis TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.811, 2015 KEMEN-LHK. Biaya Operasional. Kesatuan Pengelolaan Hutan. Fasilitasi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.20/MenLHK-II/2015

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 013 NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG FASILITASI BIAYA OPERASIONAL KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB 2 Perencanaan Kinerja BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

ANDA HARUS TAU!!!!!!!!!! Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Bali

ANDA HARUS TAU!!!!!!!!!! Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Bali ANDA HARUS TAU!!!!!!!!!! Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Bali HUTAN ALAM PENGERTIAN HUTAN Satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam

Lebih terperinci

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1. No.247, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penggunaan DAK. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi bidang

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL ALOR PANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA KEMITRAAN PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG, 1 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR P.7/PDASHL/SET/KUM.1/11/2016 TENTANG STANDAR OPERASIONALISASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 7/Menhut-II/2011 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 7/Menhut-II/2011 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 7/Menhut-II/2011 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.9/Menhut-II/2010 TENTANG IZIN PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KORIDOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.

Lebih terperinci

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 9PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.99/MENLHK/SETJEN/SET.1/12/2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MOR : P.25/Menhut-II/2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2013 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR V TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KESATUAN

Lebih terperinci

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 134, 2016 KEMENLH-KEHUTANAN. Dekonsentrasi. 34 Gubernur. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/MenLHK-Setjen/20152015

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.9/MENHUT-II/2010 TENTANG IZIN PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan BB. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan 2. Pengukuhan Produksi, Hutan Lindung, Kawasan Suaka Alam dan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG TIM TERPADU DALAM RANGKA PENELITIAN PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL KUANTAN SINGINGI SELATAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU TAHUN

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL KUANTAN SINGINGI SELATAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU TAHUN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL KUANTAN SINGINGI SELATAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU TAHUN 2016-2025 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI DINAS KEHUTANAN UPT KPHL KUANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN, KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016

Lebih terperinci

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Inventarisasi Hutan

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Inventarisasi Hutan - 130-27. BIDANG KEHUTANAN 1. Inventarisasi Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala DAS dalam wilayah daerah. 2. Penunjukan,,, Pelestarian Alam, Suaka Alam dan Taman Buru

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGATURAN KELESTARIAN HUTAN DAN RENCANA TEKNIK TAHUNAN DI WILAYAH PERUM PERHUTANI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG - 563 - AA. PEMBAGIAN URUSAN AN KEHUTANAN PROVINSI 1. Inventarisasi Hutan prosedur, dan kriteria inventarisasi hutan, dan inventarisasi hutan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kehutanan;

BAB I PENDAHULUAN. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kehutanan; BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah dibentuk berdasarkan : 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Perintah, Pemerintah

Lebih terperinci

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI KATA PENGANTAR Booklet Data dan Informasi Propinsi Bali disusun dengan maksud untuk memberikan gambaran secara singkat mengenai keadaan Kehutanan di Propinsi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PENANAMAN BAGI PEMEGANG IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REHABILITASI DAERAH ALIRAN SUNGAI Menimbang

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.202,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN

Lebih terperinci

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH - 140 - AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN 1. Inventarisasi Hutan 1. Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala DAS dalam daerah. 2. Penunjukan Kawasan Hutan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2012 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

AA. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN

AA. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN LAMPIRAN XXVII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 AA. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Inventarisasi Hutan 1. Penyelenggaraan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN PROYEKSI

IV. ANALISIS DAN PROYEKSI IV. ANALISIS DAN PROYEKSI Analisis dan Proyeksi dimaksud adalah menjelaskan analisis situasi pengelolaan hutan di wilayah KPH Bali Timur yang mencakup aspek manajemen pengelolaan KPH Bali Timur, yang meliputi

Lebih terperinci

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I No.2023, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN LHK. Pelimpahan. Urusan. Pemerintahan. (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan. Tahun 2015 Kepada 34 Gubernur. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN) BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA (2014 - KEDEPAN) Gambar 33. Saluran Listrik Yang Berada di dalam Kawasan Hutan 70 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara Foto : Johanes Wiharisno

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE 2016-2025 i LEMBAR PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG (RPHJP) KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS KEHUTANAN ACEH GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 49/Menhut-II/2008 TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 9 /Menhut-II/2011. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2011

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS KEHUTANAN RUT 2011 Jl. Patriot No. O5 Tlp. (0262) 235785 Garut 44151 RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN 2014-2019 G a r u t, 2 0 1 4 KATA PENGANTAR Dinas Kehutanan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN Jakarta, Juni 2012 KATA PENGANTAR Buku ini merupakan penerbitan lanjutan dari Buku Statistik Bidang Planologi Kehutanan tahun sebelumnya yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Gedong Wani

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Gedong Wani IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Gedong Wani 4.1.1. Luas Letak Wilayah Lokasi dari areal kerja dari UPTD KPHP Gedong Wani terletak pada empat register Kawasan

Lebih terperinci

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.429, 2016 KEMEN-LHK. Jaringan Informasi Geospasial. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.28/Menlhk/Setjen/KUM.1/2/2016

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan Disampaikan pada Acara Gelar Teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 12 Mei 2014

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup, dan batasan pengertian.

I. PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, tujuan, sasaran, ruang lingkup, dan batasan pengertian. LAMPIRAN A. KERANGKA RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG Sampul Halaman Judul Lembar Pengesahan Lembar Rekomendasi Peta Situasi Ringkasan Eksekutif Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.407, 2011 KEMENTERIAN KEHUTANAN. IUPHHK. Hutan Tanaman Rakyat. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.55/Menhut-II/2011 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LAKITAN KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN (RPH) JANGKA PANJANG KPHL RINJANI BARAT PERIODE

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN (RPH) JANGKA PANJANG KPHL RINJANI BARAT PERIODE RENCANA PENGELOLAAN HUTAN (RPH) JANGKA PANJANG KPHL RINJANI BARAT PERIODE 2012-2021 BALAI KPHL RINJANI BARAT DESEMBER 2012 ii LEMBAR PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG PERIODE 2012 S/D

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 9 PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.99/Menhut-II/2014 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2015 KEPADA 34 GUBERNUR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1127, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Reklamasi Hutan. Areal Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI

Lebih terperinci