KEBERAGAMAN PERTUMBUHAN VEGETASI PENUTUP TANAH PADA KEMIRINGAN LAHAN YANG BERBEDA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DANY JEFANYA TARIGAN A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBERAGAMAN PERTUMBUHAN VEGETASI PENUTUP TANAH PADA KEMIRINGAN LAHAN YANG BERBEDA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DANY JEFANYA TARIGAN A"

Transkripsi

1 i KEBERAGAMAN PERTUMBUHAN VEGETASI PENUTUP TANAH PADA KEMIRINGAN LAHAN YANG BERBEDA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DANY JEFANYA TARIGAN A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

2 ii

3 iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaman Pertumbuhan Vegetasi Penutup Tanah pada Kemiringan Lahan yang Berbeda di Perkebunan Kelapa Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2017 Dany Jefanya Tarigan A

4 iv

5 v ABSTRAK DANY JEFANYA TARIGAN Keragaman Pertumbuhan Vegetasi Penutup Tanah pada Kemiringan Lahan yang Berbeda di Perkebunan Kelapa Sawit. Dibimbing oleh SUDIRMAN YAHYA dan SOFYAN ZAMAN. Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang secara khusus atau sengaja ditanam untuk melindungi tanah dari degradasi yang disebabkan oleh erosi, untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Kemiringan lahan adalah faktor penting yang mempengaruhi tingkat erosi tanah, pupuk, dan kehilangan bahan organik dari permukaan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kemiringan lahan terhadap keberagaman pertumbuhan dan daya adaptasi berbagai spesies vegetasi penutup tanah di pertanaman kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan di Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit IPB, Desa singasari, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor pada bulan Februari hingga Mei Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis survei dengan cara mengamati jenis-jenis vegetasi yang mendominasi pada lahan datar, landai, dan miring. Pada setiap kemiringan dipilih masing-masing empat petak pengamatan dan dilakukan pelemparan kuadrat sebanyak 12 kali setiap bulan selama empat bulan pada setiap pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga jenis vegetasi dominan pada lahan datar yaitu Rolandra fruticosa, Melastoma malabathricum, dan Tetracera indica; pada lahan landai yaitu Rolandra fruticosa, Axonopus compressus dan Ottochloa nodosa; dan pada lahan miring yaitu Asystasia intrusa, Chromolaena odorata, dan Borreria alata. Kata kunci : kemiringan lahan, vegetasi penutup tanah

6 vi

7 vii ABSTRACT DANY JEFANYA TARIGAN Growth Diversity of Ground Cover Vegetation on Different Land Slope Conditions of Oil Palm Plantation. Supervised by SUDIRMAN YAHYA and SOFYAN ZAMAN. Cover crops are plants that are specifically or deliberately planted to protect the land from degradating caused by erosion, to improve physical and chemical properties of soil. The slope of land is on important factor that influence the level of soil erosion, fertilizer and organic matter removal from the soil surface. This research was aimed to study the effect of slope on the growth and adapytability of ground cover vegetation on palm oil plantation. This research was conducted at the Teaching and Education of Research of Oil Palm Plantation of IPB, Singasari Village, District Jonggol, Bogor Regency in February to May The study was conducted using a survey method by observing the species of dominan vegetation at three different slopes, flat, slightly slope, and slope lands. At each type of the dominant vegetation species were observed for every mounth as many as four plots with 12 times of sampling and there were four month obsevations. The results showed that the three dominant vegetation species on flatland were Rolandra fruticosa, Melastoma malabathricum, and Tetracera indica; on slightly flat land were Rolandra fruticosa, Axonopus compressus, and Ottochloa nodosa; and on steeper slope lands were Asystasia intrusa, Chromolaena odorata, and Borreria alata. Keywords: slope of land, vegetation ground cover

8 viii

9 ix KEBERAGAMAN PERTUMBUHAN VEGETASI PENUTUP TANAH PADA KEMIRINGAN LAHAN YANG BERBEDA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DANY JEFANYA TARIGAN A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

10 x

11 i

12

13 i PRAKATA Pertama-tama penulis mengucap syukur kepada Allah Yang Maha Esa karena atas rahmat-nya, karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Ir. Sofyan Zaman, MP selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing penyelesaian karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Heni Purnamawati M.Sc.Agr selaku Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Initut Pertanian Bogor. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf dan pekerja di kebun kelapa sawit IPB Jonggol yang telah membantu dalam penyediaan fasilitas yang mendukung dilaksanakannya penelitian ini. Terima kasih juga kepada orang tua dan keluarga yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Bogor, Februari 2017 Dany Jefanya Tarigan

14 ii

15 iii DAFTAR ISI DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL iii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Kemiringan Lahan 2 Tanaman Penutup Tanah (Cover Crop) 3 BAHAN DAN METODE 4 Tempat dan Waktu 4 Bahan dan Alat 4 Metode Penelitian 4 Persiapan Areal 4 Rancangan Percobaan 4 Pengamatan 4 Analisis Data 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Keadaan Umum 5 SDR (Summed Dominance Ratio) 6 Pengelompokan Vegetasi 10 Koefisien Komunitas Vegetasi Penutup Tanah 12 Koefisien Korelasi Antara Kemiringan Lahan dengan Frekuensi Vegetasi Penutup Tanah 13 Lahan Datar 14 Lahan Landai 15 Lahan Miring 16 KESIMPULAN DAN SARAN 17 Kesimpulan 17 Saran 17 DAFTAR PUSTAKA 19 LAMPIRAN 20 RIWAYAT HIDUP 32 DAFTAR TABEL 1. Nilai SDR Pengamatan I 6 2. Nilai SDR Pengamatan II 7 3. Nilai SDR Pengamatan III 7 4. Nilai SDR Pengamatan IV 8 5. Nilai Rata-rata SDR Pengamatan 9 6. Pengelompokan vegetasi Nilai koefisien komunitas vegetasi Nilai koefisien korelasi antara kemiringan lahan dengan vegetasi penutup tanah Tiga jenis vegetasi dominan pada setiap kemiringan lahan 14

16 iv

17 v DAFTAR GAMBAR 1. Luas penyinaran matahari pada tiga lokasi pengamatan Rolandra fruticosa (A), Melastoma malabathricum (B), dan Tetracera indica (C) Rolandra fruticosa (A) dan Ottochloa nodosa (B) Asystasia intrusa (A), Chromolaena odorata (B), dan Borreria alata (C) 17 DAFTAR LAMPIRAN 1. Derajat kemiringan lahan dan letak koordinat Data curah hujan tahun Peta Kebun Penelitian IPB Jonggol Dominansi Mutlak Lahan Datar Dominansi Mutlak Lahan Landai Dominansi Mutlak Lahan Miring Dominansi Nisbi Lahan Datar Dominansi Nisbi Lahan Landai Dominansi Nisbi Lahan Miring Frekuensi mutlak lahan datar Frekuensi mutlak lahan landai Frekuensi mutlak lahan miring Frekuensi nisbi lahan datar Frekuensi nisbi lahan landai Frekuensi nisbi lahan miring 30

18 vi

19 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan penghasil minyak nabati dengan produk hilir seperti minyak goreng, minyak salad, shortening, mentega, glycerin, sabun, dan bahan bakar kendaraan bermotor. Pengembangan komoditas ekspor kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke tahun, terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama sebesar 7,67%, sedangkan produksi kelapa sawit meningkat rata-rata 11,09% tahun -1. Peningkatan luas areal tersebut disebabkan oleh harga CPO yang relatif stabil di pasar internasional dan memberikan pendapatan produsen, khususnya petani, yang cukup menguntungkan. Produksi CPO ditingkatkan dengan perluasan kebun kelapa sawit dan penggunaan bibit unggul. Perluasan perkebunan kelapa sawit dilaksanakan melalui Perkebunan Besar Swasta (PBS), Perkebunan Besar Nusantara (PBN), dan Perkebunan Rakyat. Luas seluruh areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia hingga tahun 2014 adalah 10,9 juta hektar dengan produktivitas tanaman 29,3 juta ton tahun -1 (Direktorat Jendral Perkebunan 2016). Perluasan lahan kelapa sawit tidak seluruhnya dilakukan pada lahan datar tetapi terdapat lahan yang landai, agak miring hingga sangat miring. Kemiringan lahan pada kelapa sawit memberikan dampak bagi tanah maupun tanaman seperti terjadinya erosi, berkurangnya kadar air tanah pada lahan miring, dan kesulitan dalam kegiatan budidaya seperti pemupukan, panen dan pengangkutan tandan buah segar. Kemiringan lahan berpengaruh terhadap tingkat erosi. Tingkat erosi permukaan yang terjadi pada lahan dengan kemiringan lereng landai lebih tinggi 38.4%, pada lereng agak miring lebih tinggi 63.6%, dan pada lereng miring lebih tinggi 69.1% dibanding besarnya erosi permukaan yang terjadi pada lahan datar (Lihawa, 2012). Ketinggian tempat tidak dapat diubah sedangkan kemiringan lereng dapat dilakukan suatu tindakan konservasi untuk mengurangi dampak kemiringan tersebut (Adrian et al., 2014). Tindakan konservasi dilakukan dengan menanam tanaman penutup tanah pada lahan. Kemiringan lahan juga berakibat pada perbedaan kesuburan tanah, baik yang berhubungan dengan sifat fisika, kimia dan biologi tanah, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap daya adaptasi tanaman yang tumbuh. Tanaman penutup tanah pada perkebunan kelapa sawit memiliki arti penting karena dapat mencegah bahaya erosi (Sastrosayono 2003). Keberadaan tanaman penutup tanah pada lahan miring akan mengurangi laju air hujan sehingga mempertahankan lebih banyak partikel liat tanah dan bahan organik yang berguna dalam menyimpan air tanah. Penggunaan tanaman penutup tanah juga merupakan salah satu cara untuk memperbaiki atau menjaga kesuburan tanah dengan menekan pertumbuhan gulma yang ada (Barthes et al., 2004). Tanaman penutup tanah diharapkan mampu bertumbuh lebih baik dari tumbuhan lain yang berpotensi sebagai gulma sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan.

20 2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kemiringan lahan terhadap keberagaman pertumbuhan dan daya adaptasi berbagai spesies vegetasi penutup tanah di pertanaman kelapa sawit. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Kemiringan lahan berpengaruh terhadap keberagaman pertumbuhan vegetasi penutup tanah. 2. Terdapat spesies vegetasi penutup tanah yang paling dominan pada lahan yang miring, lahan landai dan lahan datar. TINJAUAN PUSTAKA Kemiringan Lahan Kapasitas penyerapan (infiltrasi) yang telah maksimal akan menyebabkan kelebihan air hujan yang akan melimpas ke permukaan. Air yang melimpas tersebut tergantung pada lapisan penutup tanahnya, permeabilitas tanahnya serta kemiringan tanahnya. Semakin miring permukaan lahan, makin cepat aliran limpasan dan semakin besar debit air sedangkan infiltrasi semakin kecil (Risza, 2010). Menurut Lihawa (2012) kemiringan lahan berpengaruh terhadap tingkat erosi. Tingkat erosi permukaan yang terjadi pada lahan dengan kemiringan lereng landai lebih tinggi 38.4%, pada lereng agak curam lebih tinggi 63.6%, dan pada lereng curam lebih tinggi 69.1% dibanding besarnya erosi permukaan yang terjadi pada lahan datar. Kemiringan lahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air tanah. Tanah di tempat terjadinya erosi akan banyak kehilangan fraksi tanah halus (liat), fraksi yang peka terhadap erosi (debu dan pasir halus), dan bahan organik serta meninggalkan tanah dengan fraksi pasir tinggi, tanah padat, dan permeabilitas cepat. Kemiringan lahan pada interval 8-15% mempunyai nilai kadar air tanah yang berbeda nyata dengan kemiringan lahan pada interval 30-45%. Kemiringan lahan 30-45% memiliki aliran permukaan yang besar energi angkut air yang tinggi. Semakin besar kemiringan lahan maka jumlah butir-butir tanah yang terbawa kebawah oleh air hujan semakin banyak sehingga menyebabkan lapisan tanah atas (top soil) dan lapisan bahan organik menjadi terkikis. Tanah akan semakin padat dan air yang masuk ke dalam tanah yang dapat diikat oleh partikelpartikel tanah menjadi lebih sedikit (Saribun, 2007). Kemiringan lahan memiliki hubungan dengan tingkat produktivitas tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa kemiringan lahan mempengaruhi efisiensi input yang diberikan kepada tanaman. Pengelolaan berupa pemupukan dan pemeliharaan kebun pada lahan datar dapat menyediakan unsur hara yang

21 3 mencukupi bagi tanaman tanpa terjadinya proses pengangkutan unsur hara karena erosi (Gandasasmita et al., 2009). Tanaman Penutup Tanah (Cover Crop) Teknik konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman atau vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan sifat-sifat tanah baik fisik, kimia, maupun biologi. Konservasi tanah secara vegetatif memiliki kunggulan seperti penerapan yang lebih mudah, biaya yang dibutuhkan lebih murah dan mampu menyediakan tambahan hara bagi tanaman dibandingkan dengan teknik konservasi tanah secara mekanik seperti teras, guludan, dan pemberian mulsa (Subagyono et al., 2003) Salah satu faktor penanganan dan pengaturan tindakan kultur teknis yang penting dan mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas adalah tanaman penutup tanah. Tanaman penutup tanah juga berperan dalam menjaga ketersediaan air dalam tanah. Pada areal terbuka mudah terjadi erosi permukaan tanah lapisan atas dan penguapan yang berlebihan. Sejak pembukaan lahan sampai tanaman kelapa sawit berumur empat tahun, areal dalam keadaan terbuka karena kanopinya belum menutup semua. Tanaman penutup tanah mengakibatkan sifat fisik dan kimia tanah meningkat, kelembapan tanah bertambah baik karena menyimpan air dan memberikan bahan organik. Keefektifan vegetasi dalam menekan aliran permukaan dan erosi dipengaruhi oleh luas tajuk, kerapatan vegetasi dan kerapatan perakaran. Tanaman penutup tanah yang sering digunakan adalah kacang-kacangan seperti Colopogonium caerolium, Peuraria javanica, Colopogonium muconoides, Centrosema pubescens, Mucuna cochinchninensis dan Mucuna bracteata. Beberapa perkebunan kelapa sawit menggunakan tanaman selain kacangkacangan seperti rumput dari famili graminae, vegetasi berdaun lebar, atau dari paku-pakuan seperti Nephrolepis odorata dan Nephrolepis biserata (Lubis dan Agus, 2012). Tumbuhan penutup tanah pada tegakan tertutup lebih homogen dibandingkan dengan daerah pada tegakan terbuka karena pada tegakan tertutup tumbuhan hidup dibawah tekanan dimana intensitas cahaya yang sedikit. Hal ini terlihat dari jenis spesies pada tegakan terbuka lebih banyak daripada tegakan tertutup. Perbedaan yang menyebabkan indeks keragaman jenis tumbuhan penutup tanah yaitu intensitas cahaya matahari (Maisyaroh, 2010). Tanaman penutup tanah harus memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Tidak menimbulkan persaingan yang tinggi dengan tanaman utama. 2. Memberikan bahan organik yang tinggi. 3. Memiliki kemampuan menekan gulma. 4. Pertumbuhannya cepat dan berumur panjang. Tanaman penutup tanah juga memiliki manfaat bagi tanaman, antara lain : 1. Menambah bahan organik sehingga memperbaiki struktur tanah. 2. Memperbaiki status hara tanah. 3. Melindungi permukaan tanah dan mengurangi bahaya erosi terutama pada tanah yang curam. 4. Mengurangi biaya pengendalian gulma. 5. Mendorong pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi.

22 4 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit IPB, Desa Singasari, Kecamatan Jonggol, Bogor, Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, dimulai dari bulan Februari hingga Mei Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah areal gawangan kebun kelapa sawit berumur empat tahun dengan jarak tanam 9 m x 9 m yang ditumbuhi vegetasi penutup tanah. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kuadrat dari kayu yang dirangkai membentuk persegi dengan ukuran 1 m x 1 m dengan jaring-jaring 10 cm x 10 cm. Setiap 10 cm pada rangkaian persegi tersebut akan diikat dengan benang kasur, sehingga terbentuk jaring-jaring persegi berukuran 10 cm x 10 cm. Bobot kering tanaman diukur di laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura menggunakan alat neraca analitik dan oven untuk pengeringannya. Metode Penelitian Persiapan Areal Penelitian ini dimulai dengan survei lahan yang memiliki kriteria lahan datar (0%-8%) dan lahan miring. Lahan miring yang akan diamati memiliki dua kriteria yaitu lahan landai dengan kemiringan 9%-25% dan lahan miring dengan sudut kemiringan 26%-45% dengan lereng yang mengarah ke Barat. Pada setiap tingkat kemiringan tersebut akan dipilih empat daerah pengamatan yang dapat mewakili keadaan pertumbuhan vegetasi penutup tanah. Keempat daerah pengamatan tersebut akan dilakukan pengamatan vegetasi penutup tanah dengan mengunakan metode kuadrat. Daerah pengamatan ditentukan koordinatnya dengan menggunakan GPS yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Rancangan Percobaan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis survei. Analisis survei dilakukan dengan cara mengamati jenis vegetasi penutup tanah yang mendominasi pada lahan datar, landai dan miring. Pada lahan datar, landai dan miring dipilih masing-masing empat daerah pengamatan yang dapat mewakili ragam dan pertumbuhan vegetasi penutup tanah. Setiap daerah pengamatan akan dilakukan pelemparan kuadrat sebanyak 12 kali. Pengamatan Pengamatan vegetasi penutup tanah dilakukan dengan cara melempar kuadrat secara acak sebanyak 12 kali pada tiap daerah pengamatan yang telah ditentukan. Pengamatan selanjutnya yaitu jenis vegetasi penutup tanah dan pertumbuhannya dengan menggunakan acuan literarur mata kuliah pengendalian gulma yang telah dipelajari. Vegetasi penutup tanah yang paling dominan

23 5 sebanyak tiga jenis dipilih untuk diamati pertumbuhannya dengan beberapa parameter. Parameter yang akan diamati adalah persentase penutupan tanah dari setiap vegetasi atau dominansi mutlak (DM) dan dominansi nisbih (DN) dapat dilihat pada Lampiran 4, Jumlah petak contoh yang memuat jenis gulma tertentu atau frekuensi mutlak (FM) dan frekuensi nisbih (FN) dapat dilihat pada Lampiran 10, serta bobot basah dan bobot kering. Parametar tersebut akan diolah dengan rumus DN+FN sehingga didapatkan nilai penting (NP) dan jumlah nisbah dominansi (NJD) atau SDR (Summed Dominance Ratio). Pengamatan dilakukan dengan rotasi satu bulan sekali selama empat bulan sehingga total seluruh lemparan kuadrat sebanyak 576 kali. Analisis Data Hasil dari pengamatan yang dilakukan dianalisis menggunakan beberapa metode analisis. Metode analisis yang akan digunakan yaitu: 1. Analisis SDR (Summed Dominance Ratio): untuk menggambarkan hubungan jumlah vegetasi penutup tanah dalam suatu ekosistem. Nilai SDR diperoleh dengan rumus sebagai berikut: SDR = DN + FN 2. Koefesien komunitas : untuk mengamati homogenitas komunitas tumbuhan pada lokasi yang berbeda. Perhitungan koefisien komunitas dilakukan dengan rumus : C = (2W/(a+b)) x 100% Dimana: W : Jumlah semua pasangan SDR yang rendah a : Jumlah SDR pada komunitas A b : Jumlah SDR pada komunitas B 3. Koefesien korelasi: untuk mengetahui pengaruh kondisi kemiringan lahan terhadap jenis vegetasi penutup tanah. Nilai koefisien korelasi didapatkan dengan rumus Pearson yaitu sebagai berikut: r = nσxy (Σx) (Σy). {nσx² (Σx)²} {nσy 2 (Σy) 2 } Dimana: n : Banyaknya Pasangan data X dan Y Σx : Total Jumlah dari Variabel X Σy : Total Jumlah dari Variabel Y Σx2 : Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X Σy2 : Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y Σxy : Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian dilakukan di Kebun Kelapa Sawit IPB, Desa Singasari, Kecamatan Jonggol, Bogor. Lokasi penelitian memiliki ketinggian 113 meter di atas permukaan laut dengan tekstur tanah liat dan liat berdebu. Total curah hujan

24 6 pada tahun 2016 yaitu 3340 mm dengan curah hujan setiap bulan yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Kebun Kelapa Sawit IPB terletak pada koordinat S hingga S dan E hingga E dengan gambar peta yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Lokasi tersebut memiliki topografi yang relatif miring. Lahan datar hanya terdapat sedikit pada Blok III dan IV serta mayoritas pada Blok V. Kebun tersebut memiliki kemiringan lahan yang beragam mulai dari landai hingga sangat miring. Vegetasi penutup tanah di lokasi termasuk tinggi karena hampir semua area di luar piringan ditumbuhi oleh vegetasi. Jenis vegetasi penutup tanah di lapangan beragam mulai dari jenis teki, rumput, dan daun lebar. Kebun penelitian ini didominasi oleh beberapa vegetasi seperti Mucuna bracteata, Rolandra fruticosa, Asystasia intrusa, Melastoma malabathricum,dan Ottochloa nodosa, kecuali Mucuna, spesies lainnya tumbuh secara alami di lokasi penelitian. SDR (Summed Dominance Ratio) Menurut Sembodo (2010) nilai SDR menggambarkan kemampuan suatu jenis vegetasi tertentu untuk menguasai sarana tumbuh yang ada. Semakin besar nilai SDR maka gulma tersebut semakin dominan. Nilai SDR didapatkan berdasarkan hasil penjumlahan nilai kerapatan dan frekuensi. Dominansi suatu vegetasi sangat penting diketahui agar pengendalian dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Pengamatan dilakukan setiap bulan secara rutin untuk mengetahui terjadinya perubahan vegetasi yang dominan. Tabel 1. Nilai SDR Pengamatan I No Nama Spesies SDR Pengamatan I Datar Landai Miring ---%--- 1 Rolandra fruticosa (L.) Kuntze 20,73 33,41 7,08 2 Axonopus compressus (Swartz) Beauv 7,56 29,34 5,23 3 Melastoma malabathricum Auct. non L. 17,76 5,46 1,47 4 Lantana camara LINN 8,55 3,49 2,41 5 Tetracera indica (Christm. & Panz.) Merr. 13,28 7,63 1,43 6 Oxalis barrelieri L 1,46 0,85-7 Calopogonium mucunoides Desv. 2,28 3,26-8 Borreria alata (Aubl.) DC. 2,61 1,09 12,78 9 Ottochloa nodosa (Kunth) Dandy 7,62 11,64 7,86 10 Asystasia intrusa (Forssk.) Blume 2,23-33,83 11 Chromolaena odorata (L.) King & H.E. Robins. 0,51-23,10 12 Mikania micrantha Kunth 0,43-3,83 13 Scleria sumatrensis Retz. 7,49 3,05 0,49 14 Mimosa invisa Mart. ex Colla 7,14 0,77-15 Lygodium japonicum (Thunb.) Sw. 0, Clidemia hirta (L.) D. Don - - 0,42 Total Keterangan : ( ) = Nilai tertinggi, (-) = Tidak ditemukan jenis tumbuhan

25 7 Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat kesamaan vegetasi yang paling dominan antara lahan datar dengan lahan landai yaitu R. fruticosa, namun berbeda dengan vegetasi dominan pada lahan miring yang didominasi oleh A. intrusa. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa pada lahan datar jenis vegetasi yang didapatkan lebih banyak dari pada lahan landai dan lahan miring. Perbedaan jumlah vegetasi tersebut terjadi karena jumlah vegetasi yang dapat hidup lebih sedikit pada lahan dengan kondisi ternaungi seperti pada lahan miring. Nilai SDR R. fruticosa sebesar 33,41% pada lahan landai merupakan nilai terbesar dibandingkan dengan vegetasi yang dominan pada lahan datar dan lahan miring. Tabel 2. Nilai SDR Pengamatan II No Nama Spesies SDR Pengamatan II Datar Landai Miring ---%--- 1 R. fruticosa 22,37 52,33 2,85 2 A. compressus 9,68 23,96 5,72 3 M. malabathricum 17,82 1,08 0,45 4 L. camara 10, T. indica 15,13 4,16 3,10 6 O. barrelieri 2,33 0,00-7 C. mucunoides 1,83 5,97-8 B. alata 3,07-14,61 9 O. nodosa 4,77 8,43 9,91 10 A. intrusa 0,47-37,90 11 C. odorata 9,94-19,25 12 M. micrantha 0,92 2,04 4,38 13 S. sumatrensis 1,25 1,00-14 M. invisa - 1,04 1,79 Total Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis vegetasi yang dominan tidak berbeda dengan pengamatan pertama, tetapi terjadi peningkatan nilai SDR pada pada vegetasi tersebut. Peningkatan nilai SDR ini disebabkan karena tidak ada pengendalian gulma pada titik pengamatan sehingga pertumbuhan vegetasi yang dominan semakin menekan pertumbuhan jenis tumbuhan lainnya. Tabel 3. Nilai SDR Pengamatan III No Nama Spesies SDR Pengamatan III Datar Landai Miring ---%--- 1 R. fruticosa 29,47 44,87 8,28 2 A. compressus 7,25 35,12 7,62 3 M. malabathricum 22,08 2,19 2,60 4 L. camara 10,93 3,50 2,68 5 T. indica 15,15 3,40 2,63 6 O. barrelieri 0,48-2,15 7 C. mucunoides - 2,90 -

26 8 Tabel 3. Lanjutan No Nama Spesies SDR Pengamatan III Datar Landai Miring ---%--- 8 B. alata 5,20 0,92 9,21 9 O. nodosa 4,47 6,16 9,75 10 A. intrusa 3,61-34,71 11 C. odorata 1,31-20,32 12 M. micrantha S.sumatrensis M. invisa - 0,92-15 Melochia corchorifolia Linnaeus Total Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis vegetasi yang dominan pada lahan datar, landai, dan miring masih tetap sama dengan pengamatan pada bulan-bulan sebelumnya. Pada lahan datar terjadi peningkatan nilai SDR dari R. fruticosa tetapi pada lahan landai dan lahan miring terjadi penurunan nilai SDR R. fruticosa dan A. intrusa dari pengamatan kedua. Penurunan nilai SDR tersebut disebabkan oleh lemparan yang dilakukan secara acak sehingga pada pengamatan ketiga nilai SDR A. intrusa menurun tetapi nilai SDR C. odorata yang merupakan vegetasi dengan nilai SDR tertinggi kedua meningkat. Tabel 4. Nilai SDR Pengamatan IV No Nama Spesies SDR Pengamatan IV Datar Landai Miring ---%--- 1 R. fruticosa 17,96 54,99 6,79 2 A. compressus 12,29 16,35 7,01 3 M. malabathricum 22,90 2,73-4 L. camara 8,28-1,26 5 T. indica 13,81 2,99 1,35 6 O. barrelieri 2,73 0,58 0,44 7 C. mucunoides 4,98 6,81-8 B. alata 2,99-13,87 9 O. nodosa 5,05 9,44 10,74 10 A. intrusa 0,53-26,74 11 C. odorata 0,99-23,34 12 M. micrantha 3,36 1,86 4,43 13 S. sumatrensis 1,08 1,73 1,14 14 M. invisa 2,47 1,77 1,82 15 P. amarus 0,52 0,75-16 C. hirta - - 0,49 17 M. corchorifolia - - 0,50 Total

27 9 Tabel 4 menunjukkan bahwa terjadi perubahan vegetasi yang paling dominan pada lahan datar yaitu R. fruticosa menjadi M. malabathricum. Pada lahan landai dan lahan miring, jenis vegetasi yang dominan masih tetap sama yaitu R. fruticosa pada lahan landai dan A. intrusa pada lahan miring. Nilai SDR antara R. fruticosa dengan M. malabathricum pada lahan datar tidak jauh berbeda pada pengamatan pertama hingga pengamatan terakhir. Hal tersebut menunjukkan bahwa R. fruticosa dan M. malabathricum banyak ditemukan pada lahan datar dan mendominasi pada lahan tersebut. Tabel 5 menunjukkan bahwa tiga jenis vegetasi pada lahan datar yang memiliki nilai rata-rata SDR tertinggi yaitu R. fruticosa sebesar 22,63%, M. malabathricum sebesar 20,14%, dan T. indica sebesar 14,34%. Tiga jenis vegetasi yang dominan ini merupakan tumbuhan berkayu yang berkembang baik pada intensitas cahaya yang tinggi sehingga menekan pertumbuhan tumbuhan lainnya dan menjadi dominan pada lahan datar. Tabel 5. Nilai Rata-rata SDR Pengamatan No Nama Spesies Rata-Rata SDR Seluruh Pengamatan Datar Landai Miring ---%--- 1 R. fruticosa 22,63 46,40 6,25 2 A. compressus 9,19 26,20 6,39 3 M. malabathricum 20,14 2,87 1,13 4 L. camara 9,53 1,75 1,59 5 T. indica 14,34 4,54 2,13 6 O. barrelieri 1,75 0,36 0,65 7 C. mucunoides 2,27 4,73-8 B. alata 3,47 0,50 12,62 9 O. nodosa 5,48 8,92 9,57 10 A. intrusa 1,71-33,30 11 C. odorata 3,19-21,50 12 M. micrantha 1,18 0,97 3,16 13 S. sumatrensis 2,45 1,44 0,41 14 M. invisa 2,40 1,12 0,90 15 P. amarus 0,13 0,19-16 L. japonicum 0, C. hirta - - 0,23 18 M. corchorifolia - - 0,12 Total Vegetasi dengan nilai rata-rata SDR tertinggi pada lahan landai yaitu R. fruticosa sebesar 46,40%, kemudian diikuti oleh A. compressus dengan nilai 26,20% dan O. nodosa dengan nilai 8,92%. Data tersebut menggambarkan bahwa R. fruticosa menguasai 46,40% sarana tumbuh yang ada sehingga pertumbuhannya pada harus dikendalikan agar tidak merugikan tanaman utama. Nilai rata-rata SDR tertinggi pada lahan miring dimiliki oleh A. intrusa sebesar 33,30%, C. odorata sebesar 21,50%, dan B. alata sebesar 12,62%, artinya bahwa hampir setengah lahan miring ditumbuhi oleh A. intrusa. Ketiga jenis vegetasi yang dominan pada lahan miring merupakan tumbuhan tahunan yang

28 10 berkembang baik pada kondisi lahan yang lembab dan tajuk yang ternaungi. Menurut Muklasi dan Syahnen (2016), semakin tinggi nilai SDR suatu vegetasi maka semakin besar tingkat persaingan atau perebutan unsur hara, ruang, cahaya dan udara antar gulma dan tanaman budidaya. Vegetasi yang memiliki nilai SDR tinggi harus mendapat prioritas utama dalam pengendalian agar tidak menjadi gulma bagi tanaman budidaya. Hasil pengamatan diatas menunjukkan bahwa tiga lokasi pengamatan memiliki jenis vegatasi yang dominan berbeda-beda tetapi seluruh gulma yang dominan merupakan gulma tahunan. Pada lahan datar dan landai terdapat satu jenis vegetasi yang sama yaitu R. fruticosa. Hal ini disebabkan karena jarak antara lokasi pengamatan lahan datar dengan lahan landai dekat sehingga terdapat kemungkinan benihnya terbawa angin atau binatang kecil seperti kumbang, kupukupu dan lebah. Perbedaan dominansi pada tiga lokasi tersebut disebabkan oleh adanya kemiringan lahan dengan lereng mengarah ke Barat yang menyebabkan perbedaan intensitas penyinaran matahari pada permukaan tanah dan kelembapan lahan seperti Gambar 1. a. Lahan Datar b. Lahan Landai c. Lahan Miring Keterangan : (- - -) : cahaya matahari, ( ) : Luas penyinaran Gambar 1. Luas penyinaran matahari pada tiga lokasi pengamatan Lahan datar memiliki intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi sehingga pada musim kemarau lahan ini cukup kering dan hanya tumbuhan yang kuat dapat bertahan hidup. Pada lahan landai Intensitas cahaya matahari tetap tinggi tetapi sedikit ternaungi sehingga beberapa tumbuhan berkembang pesat pada lokasi ini seperti R. fruticosa. Pada lahan miring intensitas cahaya matahari yang masuk ke permukaan tanah sangat sedikit sehingga kondisi lahan sangat lembab. Kondisi ini menjadi habitat yang baik bagi A. intrusa, B. alata, dan C. odorata sehingga pertumbuhannya mendominasi pada lahan tersebut. Pengelompokan Vegetasi Pengendalian vegetasi penutup tanah dan gulma pada pertanian harus dilakukan secara efektif dan efisien. Pengendalian dikatakan efektif jika sesuai dengan objek yang dituju. Pengendalian dikatakan efisien jika pekerjaan tidak dilakukan berulang sehingga menambah biaya pengendalian. Pengendalian vegetasi penutup tanah dapat dilakukan secara afektif dan efisien jika kita telah mengetahui karakteristik vegetasi yang akan kita kendalikan. Pengelompokan vegetasi penutup tanah berdasarkan kesamaan karateristik tersebut dilakukan dengan analisis kelompok seperti pada Tabel 6.

29 11 Tabel 6. Pengelompokan vegetasi Jenis Vegetasi Kelompok R. fruticosa M. malabathricum L. camara T. indica C. odorata C. hirta M. corchorifolia A. intrusa M. invisa O. barrelieri P. amarus L. japonicum S. sumatrensis A. compressus B. alata O. nodosa M. micrantha C. mucunoides Keterangan : 1: Tumbuhan daun lebar berkayu; 2: Tumbuhan daun lebar tidak berkayu; 3: Rumput; 4: Teki Tiga jenis vegetasi yang dominan pada lahan datar yaitu R. fruticosa, M. malabathricum, dan T. Indica. Tiga vegetasi tersebut tergolong dalam kelompok satu yaitu tumbuhan perdu berkayu sehingga pengendaliannya harus sesuai dengan karakteristiknya sebagai tumbuhan daun lebar berkayu. Pada lahan landai, vegetasi yang dominan yaitu R. fruticosa, A. compressus, dan O. nodosa. Tiga jenis vegetasi dominan terbagi atas dua kelompok yaitu R. fruticosa pada kelompok satu dan A. compressus, dan O. nodosa pada kelompok tiga. Nilai SDR R. fruticosa yang mencapai 46,40% menyebabkan vegetasi ini harus mendapatkan perhatian khusus dalam pengendaliannya sebagai tumbuhan daun lebar berkayu. A. compressus dan O. nodosa sebagai tumbuhan rumput harus dikendalikan sesuai karakteristiknya agar tidak menjadi gulma bagi tanaman utama khususnya di piringan. Tiga jenis vegetasi yang dominan pada lahan miring yaitu A. intrusa, B. alata, dan C. odorata. Vegetasi yang dominan pada lahan miring merupakan tumbuhan daun lebar berkayu sehingga pengendaliannya dapat dilakukan berdasarkan karakteristik tersebut.

30 12 Koefisien Komunitas Vegetasi Penutup Tanah Pengendalian vegetasi penutup tanah pada suatu tempat sangat ditentukan oleh nilai koefisien komunitas atau indeks kesamaan suatu jenis vegetasi. Nilai tersebut menunjukkan homogenitas komunitas tumbuhan pada lokasi yang berbeda. Nilai koefisien komunitas jika semakin tinggi maka semakin homogen komunitas tumbuhan antara dua lokasi, jika semakin rendah nilai koefisien komunitas maka semakin tidak homogen komunitas tumbuhan antara lokasi tersebut. Nilai koefisien komunitas antara lahan datar, landai, dan miring di kebun penelitian kelapa sawit IPB Jonggol dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai koefisien komunitas vegetasi Tingkat Kemiringan Datar Landai Miring Datar 0,56 0,34 Landai 0,30 Miring Hasil perhitungan nilai koefisien komunitas dari ketiga lokasi menunjukkan bahwa nilainya lebih kecil dari 75%, artinya bahwa indeks komunitas atau indeks kesamaan vegetasi antar lokasi rendah atau tidak homogen. Indeks kesamaan vegetasi yang rendah menunjukkan bahwa komunitas vegetasi pada setiap lokasi memiliki komposisi yang tidak sama sehingga setiap lokasi tidak sama pengendaliannya. Lahan datar dan lahan landai memiliki nilai koefisien komunitas yang terbesar yaitu 0,56, artinya lahan datar dengan lahan landai memiliki kesamaan jenis vegetasi sebesar 56%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada lahan datar dan landai dapat digunakan spesies tanaman penutup tanah yang sama. Lahan miring memiliki nilai koefisien komunitas yang kecil dengan lahan datar maupun landai sehingga tanaman penutup tanah yang digunakan juga khusus pada lahan miring. Menurut Tanasale (2012), faktor yang menyebabkan terjadinya keragaman vegetasi penutup tanah adalah: 1. Tingkat Kemasaman (ph) Tanah. Tingkat Kemasaman (ph) Tanah tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keragaman jenis vegetasi penutup tanah. Hal ini menggambarkan pada tanaman belum menghasilkan dengan tajuk yang jarang memungkinkan masuknya curah hujan lebih banyak ke permukaan tanah dari pada tanaman dengan tajuk yang rapat dengan demikian basa-basa yang berada pada permukaan tanah akan ikut tercuci bersama curah hujan tersebut, sehingga ph tanahnya akan lebih rendah dari tanaman menghasilkan dengan tajuk yang rapat. 2. Kelembapan Tanah. Kelembaban tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keragaman komunitas gulma. Pada kondisi ternaungi dengan tajuk yang rapat pada tanaman menghasilkan memungkinkan intensitas cahaya tidak sampai pada permukaan tanah sehingga kelembaban tanah di bawah tajuk tanaman menjadi tinggi. Lahan yang miring menyebabkan intensitas cahaya yang sampai ke permukaan tanah sedikit bahkan tidak ada sehingga kelembapan tanah tinggi. A. intrusa dan B. alata merupakan

31 13 vegetasi yang memiliki pertumbuhan sangat baik pada kondisi tanah lembab dan ternaungi. 3. Intensitas Cahaya. Cahaya yang diteruskan pada lahan datar relatif lebih tinggi dari pada tanaman pada lahan miring. Cahaya yang diteruskan sangat mempengaruhi vegetasi penutup tanah di bawah pertanaman kelapa sawit. Pada lahan datar cahaya diteruskan lebih banyak sampai ke permukaan tanah sehingga mempengaruhi jumlah jenis vegetasi di bawahnya. Semakin banyak cahaya diteruskan yang sampai ke permukaan tanah semakin banyak jenis vegetasi penutup tanah dan sebaliknya semakin sedikit cahaya yang diteruskan pada permukaan tanah semakin sedikit juga jenis vegetasi penutup tanahnya. Jenis vegetasi penutup tanah pada lahan miring jumlahnya lebih sedikit karena hanya tumbuhan tertentu yang mampu berkembang dengan baik pada kondisi lahan ternaungi dan lembab. Koefisien Korelasi Antara Kemiringan Lahan dengan Frekuensi Vegetasi Penutup Tanah Koefisien korelasi yaitu nilai yang menggambarkan kekuatan hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Tabel 8 menunjukkan nilai koefisien korelasi antara kemiringan lahan dengan jenis vegetasi penutup tanah yang tumbuh. Koefisien korelasi memiliki rentang nilai antara -1 sampai +1. Koefisien korelasi yang bernilai positif menunjukkan bahwa kemiringan lahan memiliki korelasi atau hubungan yang searah dengan jenis vegetasi yang tumbuh. Nilai negatif menunjukkan bahwa kemiringan lahan memiliki korelasi atau hubungan yang berlawanan dengan vegetasi penutup tanah yang tumbuh, sedangkan nilai yang mendekati nol menunjukkan lemahnya hubungan antara dua variabel tersebut. Tabel 8. Nilai koefisien korelasi antara kemiringan lahan dengan vegetasi penutup tanah No Jenis Vegetasi Koefisien Korelasi 1 Rolandra fruticosa -0,47 2 Melastoma malabathricum -0,77 3 Tetracera indica -0,87 4 Rolandra fruticosa -0,47 5 Axonopus compressus -0,49 6 Ottochloa nodosa 0,74 7 Asystasia intrusa 0,91 8 Borreria alata 0,64 9 Chromolaena odorata 0,93 Tabel 8 menunjukkan bahwa vegetasi yang memiliki koefisien korelasi dengan nilai positif tertinggi yaitu C. odorata sebesar 0,93. Nilai tersebut menggambarkan bahwa semakin besar derajat kemiringan lahan maka pertumbuhan C. odorata semakin baik. Tanaman penutup tanah yang baik pada lahan miring yaitu tumbuhan yang merambat sehingga A. intrusa lebih baik digunakan pada lahan miring. Vegetasi yang memiliki nilai negatif tertinggi

32 14 yaitu T. indica sebesar -0,87, artinya semakin besar kemiringan lahan maka pertumbuhan vegetasi ini semakin berkurang. Hubungan Vegetasi Dominan dengan Fungsi Penutupan Tanah Tumbuhan yang tumbuh disekitar tanaman utama tidak dapat dikatakan sebagai gulma jika belum diketahui pengaruh buruk dari tumbuhan tersebut terhadap tanaman utama. Tumbuhan dikatakan sebagai gulma jika kehadirannya tidak memberikan manfaat dan menurunkan produksi tanaman utama. Tumbuhan yang masih memberi manfaat bagi tanaman utama tidak dapat dikatakan sebagai gulma sebelum diketahui besar dampak buruknya bagi tanaman utama. Hasil pengamatan menunjukkan terdapat tiga vegetasi dominan pada tiga kemiringan lahan yang berbeda seperti pada Tabel 9. Setiap vegetasi harus diketahui karakteristiknya untuk mengetahui dampak vegetasi tersebut bagi tanaman utama sehingga didapatkan vegetasi yang paling tepat dijadikan sebagai penutup tanah pada setiap kemiringan lahan. Tabel 9. Tiga jenis vegetasi dominan pada setiap kemiringan lahan Topografi Jenis Vegetasi Dominan Setiap Bulan pengamatan I II III IV Datar R. fruticosa R. fruticosa R. fruticosa M. malabathricum M. M. M. R. fruticosa malabathricum malabathricum malabathricum T. indica T. indica T. indica T. indica Landai R. fruticosa R. fruticosa R. fruticosa R. fruticosa A. compressus A. compressus A. compressus A. compressus O. nodosa O. nodosa O. nodosa O. nodosa Miring A. intrusa A. intrusa A. intrusa A. intrusa C. odorata C. odorata C. odorata C. odorata B. alata B. alata B. alata B. alata Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis vegetasi yang dominan setiap bulan pengamatan. Tiga vegetasi tersebut belum diketahui dampak baik dan buruknya bagi tanaman utama sehingga belum diketahui potensinya sebagai vegetasi penutup tanah. Tanaman penutup tanah yang baik pada perkebunan kelapa sawit harus toleran naungan sehingga dapat digunakan sebagai penutup tanah mulai dari tanaman belum menghasilkan (TBM) hingga tanaman menghasilkan (TM). Biaya untuk tanaman penutup tanah akan berkurang jika hal tersebut dapat diterapkan. Lahan Datar Tiga jenis vegetasi dominan pada lahan datar yang sama pada pengamatan pertama hingga ketiga, yaitu R. fruticosa, M. malabathricum, dan T. indica dapat dilihat pada Gambar 3. Pada pengamatan keempat terjadi perubahan vegetasi dominan dari R. fruticosa menjadi M. malabathricum, tetapi R. fruticosa tetap memiliki rata-rata nilai SDR tertinggi dari seluruh pengamatan.

33 15 Tiga jenis vegetasi tersebut memiliki pertumbuhan yang paling tinggi luas penyebarannya dan memiliki pertumbuhan yang merata pada suatu komunitas vegetasi. Tiga vegetasi dominan memiliki jenis akar tunggang dengan kedalaman akar yang hampir sama dan sangat kuat sehingga sulit dicabut. Tiga vegetasi dominan tersebut merupakan jenis perdu sehingga banyak menyerap air dan unsur hara tanah. Tiga vegetasi dominan tersebut hanya dominan pada lahan datar dengan intensitas matahari yang tinggi, tetapi sangat sedikit pada lahan miring dengan naungan yang tinggi. Hal tersebut mengartikan bahwa vegetasi tersebut tidak dapat bertahan hingga TM kelapa sawit dengan naungan yang tinggi. Hal di atas menunjukkan bahwa tiga vegetasi dominan pada lahan datar tidak cocok digunakan sebagai tanaman penutup tanah. A B C Gambar 2. R. fruticosa (A), M. malabathricum (B), dan T. indica (C) Vegetasi yang dapat dijadikan sebagai tanaman penutup tanah pada lahan datar yaitu A. compressus. Vegetasi ini memiliki perakaran yang tidak dalam sehingga mudah dicabut. Pertumbuhan vegetasi ini tergolong cepat dan merata sehingga dapat menutupi tanah dengan baik dan mengurangi tingkat erosi. Vegetasi ini juga ditemukan dalam jumlah yang cukup banyak pada lahan yang ternaungi sehingga dapat digunakan hingga tanaman menghasilkan kelapa sawit. A. compressus memenuhi syarat sebagai tanaman penutup tanah sehingga baik untuk digunakan sebagai tanaman penutup tanah pada lahan datar. Kajian mengenai penanaman penutup tanah di perkebunan kelapa sawit selama ini lebih ditekankan pada fungsinya sebagai tanaman konservasi tanah dan air. Sementara itu pada lahan datar, peranan-peranan penting lainnya belum banyak diungkapkan dalam peubah-peubah keberlanjutan, antara lain seperti pengurangan emisi gas rumah kaca, keragaman hayati dan cadangan karbon tanah. (Ariyanti, et al. 2015a,b dan Asbur, et al., 2015a,b). Menurut Alfaida et al. (2013) A. compressus merupakan tumbuhan rumput menahun berakar dangkal yang dapat digunakan sebagai tanaman penutup tanah permanen. Vegetasi ini berkembang biak dengan biji yang mudah menempel pada benda yang menyentuhnya dan lebih banyak berkembang biak dengan stolon. Lahan Landai Vegetasi yang dominan pada lahan landai yaitu R. fruticosa, A. compressus, dan O. nodosa dapat dilihat pada Gambar 4. Aliran air hujan akan semakin tinggi jika topografi semakin miring sehingga akan meyebabkan erosi dan partikel tanah

34 16 serta bahan organik terbawa oleh air hujan. Dampak negatif aliran hujan tersebut dapat diperkecil dengan menanam tanaman yang merambat agar tajuknya dapat menutupi permukaan tanah secara sempurna. R. fruticosa memiliki tipe akar tunggang dan kuat sehingga sulit untuk dicabut. Vegetasi ini juga merupakan tumbuhan perdu yang banyak menyerap air dan unsur hara. R. fruticosa tidak tahan terhadap naungan yang tinggi sehingga tidak akan bertahan hingga tanaman menghasilkan kelapa sawit. Hal tersebut menunjukkan bahwa R. fruticosa tidak baik digunakan sebagai tanaman penutup tanah. A B Gambar 3. R. fruticosa (A) dan O. nodosa (B) O. nodosa merupakan tumbuhan berdaun sempit yang memiliki akar serabut. Vegetasi ini dapat tumbuh pada intensitas matahari tinggi maupun kondisi yang ternaungi sehingga dapat digunakan mulai dari TBM hingga TM kelapa sawit. O. nodosa merupakan tumbuhan yang merambat sehingga dapat menutupi permukaan tanah dengan baik pada lahan landai. O. nodosa, B. alata dan A. compressus merupakan vegetasi yang toleran terhadap naungan (Ariyanti, et al ). Berdasarkan parameter di atas maka spesies yang dominan yang paling berpotensi sebagai tanaman penutup tanah adalah O. nodosa. O. nodosa merupakan rumput tahunan yang menjalar dan pada umumnya tumbuh rapat di lapangan. Vegetasi ini berkembang biak dengan biji yang banyak dan kecil sehingga mudah dibawa angin maupun manusia dan alat pertanian (Muklasi dan Syahnen, 2016). Lahan Miring Vegetasi yang dominan pada lahan miring yaitu A. intrusa, C. odorata, dan B. alata dapat dilihat pada Gambar 5. Tiga vegetasi tersebut merupakan tumbuhan berdaun lebar. C. odorata merupakan tumbuhan perdu sedangkan A. intrusa dan B. alata merupakan tumbuhan merambat dengan batang tidak berkayu. Tanaman merambat seperti A. intrusa dan B. alata paling cocok digunakan sebagai tanaman penutup tanah pada lahan miring karena dapat menutupi permukaan tanah lebih sempurna. A. intrusa lebih baik digunakan sebagai tanaman penutup tanah pada lahan miring daripada B. alata karena memiliki nilai kadar air lebih rendah. A. intrusa masih terdapat pada lahan datar dengan intensitas cahaya tinggi, artinya vegetasi ini dapat digunakan mulai dari TBM hingga TM kelapa sawit. Berdasarkan parameter diatas maka spesies yang dominan yang paling berpotensi sebagai tanaman penutup tanah adalah A. intrusa.

35 17 A B C Gambar 4. A. intrusa (A), C. odorata (B), dan B. alata (C) A. intrusa merupakan vegetasi yang tumbuh baik pada tegakan kelapa sawit baik pada kondisi ternaungi maupun sangat ternaungi. A. intrusa dapat digunakan sebagai tanaman penutup tanah di kebun kelapa sawit karena memenuhi syarat suatu tanaman sebagai penutup tanah, yaitu cepat menutupi lahan (11-35 MST), cepat terdekomposisi (30 hari), toleran terhadap naungan, dan mengandung unsur hara N, P, dan K (Asbur, 2015 a,b). Menurut Muklasi dan Syahnen (2016), vegetasi ini dapat tumbuh dengan baik pada areal yang terbuka maupun ternaungi sehingga dapat digunakan sebagai tanaman penutup tanah pada TBM kelapa sawit hingga TM kelapa sawit. A. intrusa berkembang biak dengan biji dan tunas pada ruas-ruas batang dan menjadi tanaman baru jika menyentuh tanah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat keberagaman jenis dari vegetasi penutup tanah pada beberapa tingkat kemiringan lahan. Pada lahan datar, landai dan miring terdapat jenis Vegetasi yang dominan yang berbeda. Vegetasi yang dominan pada lahan datar dan landai yaitu R. fruticosa sedangkan pada lahan miring yaitu A. intrusa. Jenis spesies yang dominan menentukan cara pengendalian pada lahan tersebut. Vegetasi yang memenuhi kriteria sebagai tanaman penutup tanah pada lahan datar, lahan landai, dan lahan miring berturut turut adalah A. compressus, O. nodosa, dan A. intrusa. Saran 1. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang peranan spesies dominan sebagai penutup tanah di antaranya dalam hal toleransi terhadap naungan. 2. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh jenis vegetasi yang dominan terhadap produksi kelapa sawit dan tinjauan aspek keberlanjutan

36 18 suatu kebun di antranya peranannya dalam konservasi air dan hara dan cadangan karbon, serta pengurangan emisi gas rumah kaca. 3. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang cara pengelolaan tanaman penutup tanah yang dominan pada lahan miring, lahan landai, dan datar.

37 19 DAFTAR PUSTAKA Adrian, Supriadi, dan Purba M Pengaruh Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Produksi Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) di Kebun Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan. Jurnal Agroekoteknologi. 2: Alfaida, Samsurizal M., dan Nurdin M Jenis-Jenis Tumbuhan Pantai di Desa Palawa Baru Kecamatan Perigi Tengah Kabupaten Perigi Montong dan Pemanfaatannya Sebagai Buku Saku. 1: Ariyanti M Peranan Tanaman Penutup Tanah Nephrolepis biserrata pada Teknik Konservasi Tanah dan Air Terhadap Neraca Air di Perkebunan Kelapa Sawit. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aryanti M., Yahya S., Kukuh M., Suwarto, Hasril H.S. 2015a. Study of the Growth and of Nephrolepis bisserata Kuntze and Its Utilization as Cover Crop under Mature Oil Palm Plantation. Intern l J. of Sci : Basic and Applied Res. (IJSBAR), 19 (1): Aryanti, Mira, Yahya S., Murtilaksono K., Suwarto, dan Siregar H.H. 2015b. Peranan Tanaman Penutup Tanah Nephrolepis bisserrata terhadap Neraca Air di Perkebunan Kelapa Sawit Lampung Selatan. J. Penelitian Kelapa Sawit 23 (2): Asbur, Y., Yahya S., Murtilaksono K., Sudradjat, dan Sutarta E.S. 2015a. Study of Asystasia gangetica (L) Anderson Utilization as Cover Crop under Mature Oil Palm with Different Ages. Intern l J. of Sci : Basic and Applied Res. (IJSBAR), 19(2): Asbur, Y., Yahya S., Murtilaksono K., Sudradjat, dan Sutarta E.S. 2015b. Peran Tanaman Penutup Tanah terhadap Neraca Hara N, P, dan K di Perkebunan Kelapa Sawit Menghasilkan di Lampung Selatan. J. Penelitian Kelapa Sawit 23 (2): Barthes B., Azontonde A., Blanchart E., Girardin G., dan Oliver R Effect of legume cover crop (Mucuna pruriens var. Utilis ) on soil carbon in an ultisol under maize cultivation in Southren Benin. Journal of Soil Use Management. 20: Darmawan A.F., Herlina N., dan Soelistyono R Pengaruh Berbagai Macam Bahan Organik Dan Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.). Jurnal Produksi Tanaman. 1: Direktorat Jenderal Perkebunan Pertumbuhan Areal Kelapa Sawit Meningkat. Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta. Gandasasmita K., Basuki S., dan Sry N Hubungan Karakteristik Lahan dengan Produktivitas TBS (Study Kasus pada PT Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor). Jurnal Tanah dan Lingkungan. 11: Lihawa F Tingkat Erosi Permukaan pada Lahan Pertanian Jagung di DAS Alo-Pohu Provinsi Gorontalo. Prosiding Konferensi dan Seminar Nasional Pusat Studi Lingkungan Hidup Indonesia Ke 21. Mataram September 2012.

38 20 Lubis R.E. dan Agus W Buku Pintar Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. Maisyaroh W Struktur Komunitas Tumbuhan Penutup Tanah di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar, Malang. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. 1:1-9. Muklasi dan Syahnen Studi Komunitas Gulma pada Beberapa Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Sumatra Utara. Medan : Balai besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman perkebunan Medan. Risza S Masa Depan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Kanisius. Yogyakarta. Saribun D.S Pengaruh jenis Penggunaan Lahan dan Kelas kemiringan Lereng terhadap Bobot Isi, Porositas Total, dan Kadar Air Tanah pada Sub Das Cikapundung Hulu. Skripsi Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Sastrosayono S Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. Sembodo D.R.J Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. Setyamidjaja D Teknik Budidaya, Panen, dan Pengelolaan Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta. Subagyono K., Marwanto S., dan Kurnia U Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Tanasale V.L Study Komunitas Gulma Di Pertanaman Gandaria (Bouea macrofilla Griff) Pada Tanaman Belum Menghasilkan dan Menghasilkan Di Desa Urimessing Kecamatan Nusa Niwa Pulau Ambon. Jurnal Budidaya Pertanian. 8:7-12.

39 LAMPIRAN 21

40 22

41 23 Lampiran 1. Derajat kemiringan lahan dan letak koordinat Titik Pengamatan Kemiringan Lahan Garis Lintang Garis Bujur ---%--- Datar ,28 S ,15 E Datar ,48 S ,46 E Datar ,83 S ,95 E Datar ,32 S ,41 E Landai ,77 S ,42 E Landai ,10 S ,87 E Landai ,08 S ,37 E Landai ,37 S ,87 E Miring ,01 S ,38 E Miring ,36 S ,96 E Miring ,62 S ,33 E Miring ,65 S ,36 E Lampiran 2. Data curah hujan tahun 2016 Bulan Curah Hujan ---mm--- Januari 270 Februari 320 Maret 360 April 405 Mei 213 Juni 196 Juli 196 Agustus 272 September 124 Oktober 362 November 489 Desember 133 Total 3.340

42 24 Lampiran 3. Peta Kebun Penelitian IPB Jonggol

43 25 Lampiran 4. Dominansi Mutlak Lahan Datar No Nama Spesies Bulan Pengamatan Maret April Mei Juni ---%--- 1 Rolandra fruticosa 27,79 26,39 25,18 18,33 2 Axonopus compressus 6,47 6,85 3,56 6,79 3 Melastoma malabathricum 24,39 18,79 21,39 22,14 4 Lantana camara 11,77 12,79 10,18 9,22 5 Tetracera indica 13,58 13,97 11,56 10,43 6 Oxalis barrelieri 0,89 1,04 0,10 0,85 7 Calopogonium mucunoides 2,45 1,70 0,00 3,89 8 Borreria alata 3,08 2,35 2,97 1,87 9 Ottochloa nodosa 0,54 3,83 1,79 2,81 10 Asystasia intrusa 2,75 0,33 3,12 0,27 11 Chromolaena odorata 0,60 0,00 0,77 0,41 12 Mikania micrantha 0,45 0,60 0,00 1,87 13 Scleria sumatrensis 0,29 0,66 0,00 0,56 14 Mimosa invisa 0,00 0,00 0,00 1,02 15 Phyllanthus amarus 0,00 0,00 0,00 0,25 16 Lygodium japonicum 0,16 0,00 0,00 0,00 Total 95,271 89,354 80,667 80,771% Lampiran 5. Dominansi Mutlak Lahan Landai No Nama Spesies Bulan Pengamatan Maret April Mei Juni ---%--- 1 Rolandra fruticosa 36,88 67,46 44,67 73,42 2 Axonopus compressus 33,42 18,67 30,75 11,46 3 Melastoma malabathricum 3,17 0,46 0,96 0,96 4 Lantana camara 3,83 0,00 1,79 0,00 5 Tetracera indica 5,92 1,50 1,63 0,00 6 Oxalis barrelieri 0,17 0,00 0,00 1,13 7 Calopogonium mucunoides 3,38 3,38 2,17 3,08 8 Borreria alata 0,63 0,00 0,17 0,00 9 Ottochloa nodosa 9,25 4,88 3,54 5,29 10 Asystasia intrusa 0,00 0,00 0,00 0,00 11 Chromolaena odorata 0,00 0,00 0,00 0,00 12 Mikania micrantha 0,00 0,67 0,00 0,71 13 Scleria sumatrensis 1,46 0,29 0,00 0,46 14 Mimosa invisa 0,00 0,38 0,17 0,54 15 Melochia corchorifolia 0,00 0,00 0,04 0,00 Total 98,083 97,667 85,833 97,042

44 26 Lampiran 6. Dominansi Mutlak Lahan Miring No Nama Spesies Bulan Pengamatan Maret April Mei Juni ---%--- 1 Rolandra fruticosa 4,75 1,25 6,66 5,85 2 Axonopus compressus 2,60 2,52 4,68 3,45 3 Melastoma malabathricum 0,79 0,16 1,43 0,00 4 Lantana camara 2,56 0,00 0,89 1,00 5 Tetracera indica 0,72 1,04 0,79 0,45 6 Oxalis barrelieri 0,00 0,00 0,58 0,14 7 Borreria alata 9,52 10,20 7,02 13,64 8 Ottochloa nodosa 4,25 6,22 6,64 7,02 9 Asystasia intrusa 39,08 45,64 45,35 31,68 10 Chromolaena odorata 26,85 22,04 21,97 27,35 11 Mikania micrantha 1,93 2,06 0,00 2,08 12 Scleria sumatrensis 0,27 0,00 0,00 0,77 13 Mimosa invisa 0,00 0,62 0,00 0,64 14 Clidemia hirta 0,14 0,00 0,00 0,22 15 Melochia corchorifolia 0,00 0,00 0,00 0,25 Total 93,50 91,79 96,06 94,60 Lampiran 7. Dominansi Nisbi Lahan Datar No Nama Spesies Bulan Pengamatan Maret April Mei Juni ---%--- 1 Rolandra fruticosa 29,17 29,54 31,22 22,69 2 Axonopus compressus 6,80 7,67 4,41 8,40 3 Melastoma malabathricum 25,60 21,03 26,52 27,41 4 Lantana camara 12,35 14,31 12,62 11,42 5 Tetracera indica 14,25 15,64 14,33 12,92 6 Oxalis barrelieri 0,94 1,16 0,12 1,05 7 Calopogonium mucunoides 2,58 1,91 0,00 4,82 8 Borreria alata 3,23 2,63 3,69 2,32 9 Ottochloa nodosa 0,56 4,29 2,22 3,48 10 Asystasia intrusa 2,88 0,37 3,87 0,33 11 Chromolaena odorata 0,63 0,00 0,95 0,51 12 Mikania micrantha 0,48 0,67 0,00 2,32 13 Scleria sumatrensis 0,30 0,74 0,00 0,69 14 Mimosa invisa 0,00 0,00 0,00 1,26 15 Phyllanthus amarus 0,00 0,00 0,00 0,31 16 Lygodium japonicum 0,17 0,00 0,00 0,00 Total

45 27 Lampiran 8. Dominansi Nisbi Lahan Landai No Nama Spesies Bulan Pengamatan Maret April Mei Juni ---%--- 1 Rolandra fruticosa 37,59 69,07 52,03 75,65 2 Axonopus compressus 34,07 19,11 35,82 11,80 3 Melastoma malabathricum 3,22 0,46 1,11 0,98 4 Lantana camara 3,90 0,00 2,08 0,00 5 Tetracera indica 6,03 1,53 1,89 0,00 6 Oxalis barrelieri 0,17 0,00 0,00 1,15 7 Calopogonium mucunoides 3,44 3,45 2,52 3,17 8 Borreria alata 0,63 0,00 0,19 0,00 9 Ottochloa nodosa 9,43 4,99 4,12 5,45 10 Asystasia intrusa 0,00 0,00 0,00 0,00 11 Chromolaena odorata 0,00 0,00 0,00 0,00 12 Mikania micrantha 0,00 0,68 0,00 0,73 13 Scleria sumatrensis 1,48 0,29 0,00 0,47 14 Mimosa invisa 0,00 0,38 0,19 0,55 Total Lampiran 9. Dominansi Nisbi Lahan Miring No Nama Spesies Bulan Pengamatan Maret April Mei Juni ---%--- 1 Rolandra fruticosa 5,08 1,36 6,94 6,18 2 Axonopus compressus 2,78 2,74 4,88 3,65 3 Melastoma malabathricum 0,84 0,18 1,49 0,00 4 Lantana camara 2,74 0,00 0,93 1,05 5 Tetracera indica 0,78 1,13 0,82 0,48 6 Oxalis barrelieri 0,00 0,00 0,60 0,15 7 Borreria alata 10,18 11,12 7,30 14,42 8 Ottochloa nodosa 4,54 6,78 6,91 7,42 9 Asystasia intrusa 41,80 49,72 47,21 33,49 10 Chromolaena odorata 28,72 24,01 22,88 28,91 11 Mikania micrantha 2,07 2,24 0,00 2,20 12 Scleria sumatrensis 0,29 0,00 0,00 0,81 13 Mimosa invisa 0,00 0,68 0,00 0,68 14 Clidemia hirta 0,15 0,00 0,00 0,24 15 Melochia corchorifolia 0,00 0,00 0,00 0,26 Total

46 28 Lampiran 10. Frekuensi mutlak lahan datar No Nama Spesies Bulan Pengamatan Maret April Mei Juni 1 Rolandra fruticosa Axonopus compressus Melastoma malabathricum Lantana camara Tetracera indica Oxalis barrelieri Calopogonium mucunoides Borreria alata Ottochloa nodosa Asystasia intrusa Chromolaena odorata Mikania micrantha Scleria sumatrensis Mimosa invisa Phyllanthus amarus Total Lampiran 11. Frekuensi mutlak lahan landai No Nama Spesies Bulan Pengamatan Maret April Mei Juni 1 Rolandra fruticosa Axonopus compressus Melastoma malabathricum Lantana camara Tetracera indica Oxalis barrelieri Calopogonium mucunoides Borreria alata Ottochloa nodosa Asystasia intrusa Chromolaena odorata Mikania micrantha Scleria sumatrensis Mimosa invisa Total

47 29 Lampiran 12. Frekuensi mutlak lahan miring No Nama Spesies Bulan Pengamatan Maret April Mei Juni 1 Rolandra fruticosa Axonopus compressus Melastoma malabathricum O 4 Lantana camara Tetracera indica Oxalis barrelieri Calopogonium mucunoides Borreria alata Ottochloa nodosa Asystasia intrusa Chromolaena odorata Mikania micrantha Scleria sumatrensis Mimosa invisa Clidemia hirta Melochia corchorifolia Total Lampiran 13. Frekuensi nisbi lahan datar No Nama Spesies Bulan Pengamatan Maret April Mei Juni ---%--- 1 Rolandra fruticosa 12,30 15,20 27,73 13,23 2 Axonopus compressus 8,33 11,69 10,08 16,17 3 Melastoma malabathricum 9,92 14,62 17,64 18,38 4 Lantana camara 4,76 6,43 9,24 5,14 5 Tetracera indica 12,30 14,62 15,96 14,70 6 Oxalis barrelieri 1,98 3,50 0,84 4,41 7 Calopogonium mucunoides 1,98 1,75 0,00 5,14 8 Borreria alata 1,98 3,50 6,72 3,67 9 Ottochloa nodosa 14,68 5,26 6,72 6,61 10 Asystasia intrusa 1,58 0,58 3,36 0,73 11 Chromolaena odorata 0,39 19,88 1,68 1,47 12 Mikania micrantha 0,39 1,17 0,00 4,41 13 scleria sumatrensis 14,68 1,75 0,00 1,47 14 Mimosa invisa 14,28 0,00 0,00 3,67 15 phyllanthus amarus 0,00 0,00 0,00 0,73 16 Lygodium japonicum 0,39 0,00 0,00 0 Total

48 30 Lampiran 14. Frekuensi nisbi lahan landai No Nama Spesies Bulan Pengamatan Maret April Mei Juni ---%--- 1 Rolandra fruticosa 29,23 35,59 37,70 34,85 2 Axonopus compressus 24,62 28,81 34,43 21,21 3 Melastoma malabathricum 7,69 1,69 3,28 4,55 4 Lantana camara 3,08 0,00 4,92 0,00 5 Tetracera indica 9,23 6,78 4,92 6,06 6 Oxalis barrelieri 1,54 0,00 0,00 0,00 7 Calopogonium mucunoides 3,08 8,47 3,28 10,61 8 Borreria alata 1,54 0,00 1,64 0,00 9 Ottochloa nodosa 13,85 11,86 8,20 13,64 10 Asystasia intrusa 0,00 0,00 0,00 0,00 11 Chromolaena odorata 0,00 0,00 0,00 0,00 12 Mikania micrantha 0,00 3,39 0,00 3,03 13 scleria sumatrensis 4,62 1,69 0,00 3,03 14 Mimosa invisa 1,54 1,69 1,64 3,03 Total Lampiran 15. Frekuensi nisbi lahan miring No Nama Spesies Bulan Pengamatan Maret April Mei Juni ---%--- 1 Rolandra fruticosa 9,09 4,34 9,63 7,40 2 Axonopus compressus 7,69 8,69 10,37 10,37 3 Melastoma malabathricum 2,09 0,72 3,70 0,00 4 Lantana camara 2,09 0,00 4,44 1,48 5 Tetracera indica 2,09 5,07 4,44 2,22 6 Oxalis barrelieri 0,00 0,00 3,70 0,74 8 Borreria alata 15,38 18,11 11,11 13,33 9 Ottochloa nodosa 11,18 13,04 12,59 14,07 10 Asystasia intrusa 25,87 26,08 22,22 20,00 11 Chromolaena odorata 17,48 14,49 17,77 17,77 12 Mikania micrantha 5,59 6,52 0,00 6,66 13 scleria sumatrensis 0,69 0,00 0,00 1,48 14 Mimosa invisa 0,00 2,89 0,00 2,96 17 Clidemia hirta 0,69 0,00 0,00 0,74 18 Melochia corchorifolia 0 0,00 0,00 0,74 Total

49 31 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Dany Jefanya Tarigan, dilahirkan di kota Kabanjahe, Sumatera Utara pada tanggal 21 mei Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Sakaria Tarigan, BA dan Dra. Kasriana Br Barus SPd. Penulis memulai pendidikan dari TK Methodis, SD Negeri Kabanjahe, SMP Negeri 1 Kabanjahe, dan SMA Negeri 1 Kabanjahe. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Diploma jurusan Teknologi dan Manajemen Produksi Perkebunan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada tahun Penulis lulus dan mendapat gelar Ahli Madya (A.Md) pada tahun 2014 dan melanjutkan sekolah di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian ini dilakasanakan pada bulan Januari sampai Juni 2010. Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 23.2 o C-31.8 o C. Curah

Lebih terperinci

METODOLOGI Waktu dan Tempat Metode Pelaksanaan Kerja Praktek Langsung di Kebun

METODOLOGI Waktu dan Tempat Metode Pelaksanaan Kerja Praktek Langsung di Kebun METODOLOGI Waktu dan Tempat Kegiatan magang ini dilaksanakan sejak tanggal 14 Februari 2008 hingga tanggal 14 Juni 2008 di perkebunan kelapa sawit Gunung Kemasan Estate, PT Bersama Sejahtera Sakti, Minamas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 7 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Kegiatan magang ini dilaksanakan selama tiga bulan dari 13 Februari hingga 13 Mei 2012 bertempat di Tambusai Estate, Kec. Tambusai Utara, Kab. Rokan Hulu, Riau. Tambusai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional, selain mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan juga mengarah pada kesejahteraan

Lebih terperinci

STUDI KOMUNITAS GULMA PADA BEBERAPA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROPINSI SUMATERA UTARA Oleh: Muklasin dan Syahnen

STUDI KOMUNITAS GULMA PADA BEBERAPA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROPINSI SUMATERA UTARA Oleh: Muklasin dan Syahnen STUDI KOMUNITAS GULMA PADA BEBERAPA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROPINSI SUMATERA UTARA Oleh: Muklasin dan Syahnen Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan Jl. Asrama No. 124 Kel. Cinta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

KAJIAN TOTAL BIOMASSA RERUMPUTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TATA AIR TANAH DI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA

KAJIAN TOTAL BIOMASSA RERUMPUTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TATA AIR TANAH DI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA 1319. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337-6597 KAJIAN TOTAL BIOMASSA RERUMPUTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TATA AIR TANAH DI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA. STUDI KASUS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan TINJAUAN PUSTAKA Bahan Tanaman (Bibit ) Faktor bibit memegang peranan penting dalam upaya peningkatan produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan menghasilkan pada 3 4 tahun

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT NAMA INSTANSI FASILITATOR : MU ADDIN, S.TP : SMK NEGERI 1 SIMPANG PEMATANG : Ir. SETIA PURNOMO, M.P. Perencanaan pemeliharaan merupakan tahapan awal yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari permintaan pasar internasionalyang terus meningkat dari tahun ke tahun. Nanas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Estimation of Actual Erosion by USLE Method Approach Vegetation, Slope

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Gulma Gulma adalah tumbuh-tumbuhan (tidak termasuk jamur) yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan kerugian bagi tujuan manusia. Suatu tumbuhan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP PRODUKSI KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) DI KEBUN HAPESONG PTPN III TAPANULI SELATAN

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP PRODUKSI KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) DI KEBUN HAPESONG PTPN III TAPANULI SELATAN PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP PRODUKSI KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) DI KEBUN HAPESONG PTPN III TAPANULI SELATAN The Effect of Elevation and Slope on Rubber (Hevea

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KUALITAS TANAH PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN HULU DAS PADANG KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI. Oleh:

KARAKTERISTIK KUALITAS TANAH PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN HULU DAS PADANG KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI. Oleh: KARAKTERISTIK KUALITAS TANAH PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN HULU DAS PADANG KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI Oleh: YOGA P. DAMANIK 050303018 ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kelapa sawit (Elaesis guineesis Jacq.) merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dari pada tanaman penghasil minyak nabati

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam utama yang berada di bumi

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam utama yang berada di bumi PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam utama yang berada di bumi dan memiliki pengaruh dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, karena dapat dijadikan sebagai tempat tinggal

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian dan Letak Geografis Lokasi penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII. PT. Perkebunan Nusantara VIII, Perkebunan Cikasungka bagian Cimulang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunitas Gulma Lingkungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunitas Gulma Lingkungan. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Jenis gulma yang tumbuh di suatu tempat berbeda-beda, tergantung faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Menurut Sastroutomo (1990), komunitas tumbuhan memperlihatkan adanya

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : SANDER M. SILALAHI AGROEKOTEKNOLOGI ILMU TANAH

SKRIPSI. Oleh : SANDER M. SILALAHI AGROEKOTEKNOLOGI ILMU TANAH KAJIAN HUBUNGAN KADAR LIAT, BAHAN ORGANIK SERTA KANDUNGAN AIR TERHADAP INDEKS PLASTISITAS TANAH PADA BEBERAPA VEGETASI DI KECAMATAN JORLANG HATARAN KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI Oleh : SANDER M. SILALAHI

Lebih terperinci

KAJIAN SELEKTIVITAS EROSI PADA LAHAN BUDIDAYA PADI GOGO DIDESA LAU DAMAK KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI OLEH :

KAJIAN SELEKTIVITAS EROSI PADA LAHAN BUDIDAYA PADI GOGO DIDESA LAU DAMAK KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI OLEH : KAJIAN SELEKTIVITAS EROSI PADA LAHAN BUDIDAYA PADI GOGO DIDESA LAU DAMAK KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI OLEH : RIKA TAMIKA/ 100301140 AGROEKOTEKNOLOGI ILMU TANAH PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan masalah Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan ubikayu bagi penduduk dunia, khususnya pada negara tropis setiap tahunnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di Pulau

I. PENDAHULUAN. mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di Pulau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah iklim tropis. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila),

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila), III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila), Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Gulma Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 di Dukuh Kaliwuluh, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN LEGUM Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens DAN Arachis pintoi SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN LEGUM Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens DAN Arachis pintoi SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN LEGUM Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens DAN Arachis pintoi SKRIPSI ADETIAS KATANAKAN GINTING E10013243 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakchoy (Brassica rapa L.) Pakchoy (Sawi Sendok) termasuk tanaman sayuran daun berumur pendek yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN PANGAN (UBI KAYU) DI KEBUN PERCOBAAN USU KWALA BEKALA

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN PANGAN (UBI KAYU) DI KEBUN PERCOBAAN USU KWALA BEKALA KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN PANGAN (UBI KAYU) DI KEBUN PERCOBAAN USU KWALA BEKALA SKRIPSI Oleh: HOLONG MUNTE 060308042 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph) KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sifat kimia tanah. 2. Memahami vegetasi tanah. 3. Memahami

Lebih terperinci

Manajemen gulma di Kebun Kelapa Sawit Bangun Bandar: Analisis Vegetasi dan Seedbank Gulma

Manajemen gulma di Kebun Kelapa Sawit Bangun Bandar: Analisis Vegetasi dan Seedbank Gulma Manajemen gulma di Kebun Kelapa Sawit Bangun Bandar: Analisis Vegetasi dan Seedbank Gulma Weed Manajemen in Oil Palm Plantation of Bangun Bandar: Weespecies and Seedbank Aditya Wira Tantra dan Edi Santosa

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN DOMINANSI GULMA KEBUN KELAPA SAWIT PADA TANAMAN BELUM MENGHASILKAN DAN TANAMAN MENGHASILKAN

KOMPOSISI DAN DOMINANSI GULMA KEBUN KELAPA SAWIT PADA TANAMAN BELUM MENGHASILKAN DAN TANAMAN MENGHASILKAN AGROISTA Jurnal Agroteknologi, 2017. 01 (2): 171-180 171 KOMPOSISI DAN DOMINANSI GULMA KEBUN KELAPA SAWIT PADA TANAMAN BELUM MENGHASILKAN DAN TANAMAN MENGHASILKAN COMPOSITION AND DOMINANCE OF WEEDS AT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Lahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Lahan III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kualitas Lahan Kualitas lahan yang digunakan untuk evaluasi kesesuaian lahan dalam penelitian ini adalah iklim, topografi, media perakaran dan kandungan hara sebagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE

PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN METODE ULSE SKRIPSI Oleh: MARDINA JUWITA OKTAFIA BUTAR BUTAR 080303038 DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena kaya kandungan gizi. Putri dkk., (2014) menyatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pokok masyarakat Indonesia dan komoditas agrikultur yang memiliki nilai

1. PENDAHULUAN. pokok masyarakat Indonesia dan komoditas agrikultur yang memiliki nilai 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia dan komoditas agrikultur yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Bawang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Sub sektor perkebunan mempunyai peranan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. dengan jenis tanah regosol. Penelitian sampel tanah dilaksanakan di Greenhouse

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. dengan jenis tanah regosol. Penelitian sampel tanah dilaksanakan di Greenhouse III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pengambilan sampel dilakukan di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Kasihan, Sewon, dan Godean pada lahan bekas tanaman jagung, kedelai, padi, dan tebu dengan jenis

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit berasal dari benua Afrika. Delta Nigeria merupakan tempat dimana fosil tepung sari dari kala miosen yang bentuknya sangat mirip dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah marginal merupakan tanah yang memiliki mutu rendah karena

BAB I PENDAHULUAN. Tanah marginal merupakan tanah yang memiliki mutu rendah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah marginal merupakan tanah yang memiliki mutu rendah karena adanya beberapa faktor pembatas seperti topografi yang miring, dominasi bahan induk, kandungan unsur

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT MUCUNA (Mucuna bracteata D.C) SECARA STEK PADA MEDIA TANAM LIMBAH KELAPA SAWIT DAN MIKORIZA SKRIPSI OLEH :

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT MUCUNA (Mucuna bracteata D.C) SECARA STEK PADA MEDIA TANAM LIMBAH KELAPA SAWIT DAN MIKORIZA SKRIPSI OLEH : RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT MUCUNA (Mucuna bracteata D.C) SECARA STEK PADA MEDIA TANAM LIMBAH KELAPA SAWIT DAN MIKORIZA SKRIPSI OLEH : M DIAN MUNAWAN / 100301204 AGROEKOTEKNOLOGI / BPP PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk akan terus menuntut pemenuhan kebutuhan dasar terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada krisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) merupakan bagian yang paling luas dari total keseluruhan lahan kering di Indonesia. Penyebaranya

Lebih terperinci

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA Nuzul Hijri Darlan, Iput Pradiko, Muhdan Syarovy, Winarna dan Hasril H. Siregar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU DELIMA LAILAN SARI NASUTION 060308013 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit Desa Mujimulyo, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit Desa Mujimulyo, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit Desa Mujimulyo, Kecamatan Natar, Lampung Selatan dan di Laboratorium Gulma, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Pengaruh tanaman penutup tanah Nephrolepis biserrata dan teras gulud terhadap aliran permukaan dan pertumbuhan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.

Pengaruh tanaman penutup tanah Nephrolepis biserrata dan teras gulud terhadap aliran permukaan dan pertumbuhan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq. Jurnal Kultivasi Vol. 15(2) Agustus 2016 121 Ariyanti, M. S. Yahya K. Murtilaksono Suwarto H.H. Siregar Pengaruh tanaman penutup tanah Nephrolepis biserrata dan teras gulud terhadap aliran permukaan dan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MEDIA TANAM TOP SOIL DAN PUPUK KANDANG PADA WADAH BAMBU TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT MUCUNA BRACTEATA

PERBANDINGAN MEDIA TANAM TOP SOIL DAN PUPUK KANDANG PADA WADAH BAMBU TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT MUCUNA BRACTEATA PERBANDINGAN MEDIA TANAM TOP SOIL DAN PUPUK KANDANG PADA WADAH BAMBU TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT MUCUNA BRACTEATA Sylvia Madusari, Toto Suryanto, April Kurniawan Abstrak Penggunaan bambu sebagai wadah media

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian survei ini dilaksanakan di perkebunan nenas PT.GGP Platation Group 3

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian survei ini dilaksanakan di perkebunan nenas PT.GGP Platation Group 3 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian survei ini dilaksanakan di perkebunan nenas PT.GGP Platation Group 3 dan Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

Erosi Kualitatif Pada Perkebunan Karet Umur 25 Tahun di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat

Erosi Kualitatif Pada Perkebunan Karet Umur 25 Tahun di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat Erosi Kualitatif Pada Perkebunan Karet Umur 25 Tahun di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat Qualitative Erosion on Land Cultivation of 25Years Old Rubber Trees in Lau Damak village Bahorok

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Produksi Tandan Buah Segar 4.1.1. Kebun Rimbo Satu Afdeling IV Hasil dari sensus pokok produktif pada tiap blok sampel di masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Tanaman Jagung Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays untuk spesies jagung (Anonim, 2007). Jagung merupakan tanaman semusim

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis

Lebih terperinci