Gambar 1. Struktur Imunoglobulin (williams 2007)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 1. Struktur Imunoglobulin (williams 2007)"

Transkripsi

1 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 IMUNOGLOBULIN G Menurut Webster dictionary (2002), Imunoglobulin G yang disingkat sebagai IgG adalah kelas terbesar dari kelompok imunoglobulin yang ditemukan dalam darah, termasuk antibodi, yang paling umum ditemukan dalam sirkulasi darah sebagai gamma globulin. Fungsi biologis dari imunoglobulin dalam susu sapi dan kolostrum adalah untuk mencegah kelenjar mamae dari bakteri patogen dan untuk memberikan suatu imunitas anak sapi terhadap patogen. Menurut Hurley (2001), Imunoglobulin atau antibodi yang terkandung dalam kolostrum atau susu sama seperti didalam darah atau sekresi mukosal. Imunogobulin adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia. Imunoglobulin termasuk dalam glikoprotein yang mempunyai struktur dasar sama, komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut. Struktur immunoglobulin tercantum pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur Imunoglobulin (williams 2007)

2 10 Bila dibandingkan dengan protein dari susu atau kolostrum lainnya maka imunoglobulin relatif lebih resisten terhadap digesti gastrointestinal. Namun bersifat termolabil terutama bila terpapar suhu tinggi, misalnya bila terpapar pada suhu 75 C selama 5 menit akan menurun konsentrasinya hingga 40% dan pada suhu 95 C selama 15 detik menurun hingga 100%. Antibodi mempunyai dua fungsi yaitu mengikat antigen secara spesifik dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari sel mast. Imunoglobulin terbagi atas 5 kelas immunoglobulin yaitu IgM, IgA, IgG, IgE, dan IgD. Tiap kelas mempunyai perbedaan sifat fisik, tetapi pada semua kelas terdapat tempat ikatan antigen spesifik dan aktivitas biologik berlainan. Susunan imunoglobulin ini merupakan penyusunan daerah simetris rangkaian asam amino yang dikenal sebagai daerah domain, yaitu bagian dari rantai H atau rantai L yang diapit oleh ikatan disulfid interchain, sedangkan ikatan antara 2 rantai dihubungkan oleh ikatan disulfid interchain. Rantai L mempunyai 2 tipe yaitu kappa dan lambda, sedangkan rantai H terdiri dari 5 kelas, yaitu rantai G (γ), rantai A (α), rantai M (µ), rantai E (ε) dan rantai D (δ). Setiap rantai mempunyai jumlah domain berbeda. Rantai pendek L mempunyai 2 domain; sedang rantai G, A dan D masing-masing 4 domain, dan rantai M dan E masing-masing 5 domain. Imunoglobulin G (IgG) adalah jenis imunoglobulin yang utama dalam kolostrum dan susu sapi. IgG terdiri dari beberapa subkelas diantaranya IgG1 dan IgG2 dan merupakan imunoglobulin terbesar dalam serum. IgG mempunyai berat molekul: 150,000 dengan tipe rantai H: gamma dan konsentrasi serum mg/ml, dan total IgG dalam serum 75%, glikosilasi 3%, dan terdistribusi pada intra-ektsravaskular. IgG mempunyai multifungsi seperti opsonisasi, complement fixation, pencegahan adesi mikroba patogen ke dalam serum dalam endothelial lining, inhibisi

3 11 metabolisme bakterial dengan membloking enzim, aglutinasi bakteri dan netralisasi toksin dan virus (Marnila dan Korhonen dalam Mehra 1992). Sejak tahun 1980 sejumlah metode dikembangkan untuk mengisolasi dan memurnikan imunoglobulin dari kolostral dan cheese whey, metode yang digunakan berdasarkan pada ultrafiltrasi (UF) atau kombinasi antara UF dan kromatografi (Korhonen 2000). Beberapa literatur telah menyebutkan beberapa metode yang digunakan untuk isolasi, ekstraksi, konsentrasi dan purifikasi imunoglobulin G dari susu/kolostrum. Tetapi tidak semua metode dilaporkan hanya beberapa metode yang sesuai dengan produksi secara masal yang diterbitkan. Pada abad keduapuluh dan kemajuan yang begitu cepat dari pemisahan menggunakan teknologi kromatografi, maka sangat memungkinkan untuk mengisolasi individual protein dalam skala besar (Korhonen 2004). Untuk produksi crude imunoglobulin dengan pendekatan yang sangat efektif adalah menggunakan kombinasi dari teknologi membran yang berbeda. Tetapi untuk meningkatkan recovery rate imunoglobulin dari whey dan meningkatkan konsentrasinya dalam produk akhir maka masih diperlukan teknik kromatografi yang spesifik. 2.2 SUSU BUBUK SKIM Susu adalah cairan berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu baik mamalia maupun manusia dan mengandung banyak vitamin dan protein (Spreer 1998). Umumnya yang disebut dengan susu adalah susu sapi, sedangkan untuk susu dari hewan lainnya, secara spesifik akan disebutkan dari mana asalnya seperti susu kambing, susu domba dan sebagainya. Umumnya Susu merupakan bahan makanan bernilai gizi tinggi, kandungan gizinya lengkap dengan sifat gizi yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh dipandang dari segi gizinya, susu merupakan makanan yang hampir sempurna dan merupakan salah satu makanan tertua dan pada waktu yang bersamaan merupakan salah satu makanan yang sangat penting.

4 12 Menurut Spreer (1998) susu adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi darah yang merupakan asal susu. Misalnya lemak susu, kasein, laktosa yang disintesa oleh alveoli dalam ambing, tidak terdapat ditempat lain mana pun dalam tubuh sapi. Sejumlah besar darah harus mengalir melalui alveoli dalam pembuatan susu yaitu sekitar 50 kg darah butuhkan untuk menghasilkan 30 liter susu. Komposisi susu sangat beragam tergantung pada beberapa factor. Menurut Buckle (1985) angka rata rata komposisi susu untuk semua jenis sapi adalah sebagai berikut : lemak 3%, protein 3,4%, laktosa 4,8%, abu 0,72%, dan air 87,10%, disamping itu juga mengandung bahan bahan lain dalam jumlah sedikit seperti sitrat, enzim enzim, fosfolipid, vitamin A, vitaminb dan vitamin C. Komposisi susu dari hewan lain selain sapi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel1. Komposisi beberapa jenis susu pada mamalia dan manusia Jenis Materia kering (%) Lemak (%) Total prot. (%) Kase in (%) Whey prot. (%) Laktosa (%) Abu (%) Manusia Sapi Kambing , Domba Keledai Kuda Kerbau Unta Lama Yak 17,3 6,5 5, ,6 0,9 Rusa 21,5 10,0 8, ,8 1,5 Rusa kutub Sumber : Buckle (1985) 33,1 16,9 11, ,8 -

5 13 Susu bubuk skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin yang larut dalam lemak. Menurut Codex (2007) komposisi susu bubuk skim terdiri dari lemak susu maksimum 1,5%, air maksimum 5% dan protein susu dalam padatan susu non fat minimum 34% (Buckle 1985). Definisi susu skim yang tercantum dalam kategori pangan yang dikeluarkan oleh Badan POM (2006) adalah produk susu yang sebagian besar lemaknya telah dihilangkan dan dipasteurisasi atau disterilisasi atau diproses dengan UHT dan persyaratan minimum kadar lemak susu tidak lebih dari 0,15% dan kadar protein tidak kurang dari 3%. Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah di dalam makanannya, karena susu hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu, dan susu skim juga digunakan dalam pembuatan keju dengan lemak rendah dan yoghurt (Buckle 1985). Mattila (2003) mengkategorikan produk susu atas 3 kategori, 1. basic product (susu, susu fermentasi, keju, es krim, dll). 2. Added value product, dimana komposisi susu telah berubah misalnya produk rendah laktosa atau bebas laktosa, formula hipoalergenik dengan protein terhidrolisa untuk bayi yang hipersensitif terhadap susu, produk susu diperkaya dengan mineral atau vitamin sehingga produk ini dimaksudkan untuk kelompok konsumen dengan target tertentu. 3. produk susu yang secara fungsional untuk meningkatkan kesehatan, produk susu diperkaya dengan komponen fungsional ataupun ingredien dari susu. Walaupun susu merupakan makanan dan pada dasarnya adalah pangan yang mengandung zat gizi dan protein, namun untuk meningkatkan fungsinya sebagai pangan dengan klaim kesehatan dapat meningkatkan imunitas masih diperkaya dengan IgG. Pada pemasarannya dapat dilihat klaim dari produsen bahwa susu bubuk skim yang mengandung IgG adalah susu bubuk skim yang mengandung kolostrum. Di Amerika dan Australia susu

6 14 yang diperkaya dengan IgG sudah dipasarkan sejak tahun 1998 dengan bahan aktif yang disebut ekstrak kolostrum (Mattila 2005). 2.3 ENZYME LINK IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) Imunologi merupakan ilmu yang relatif baru dikembangkan pada masa sekarang, dan immnuoassay adalah salah satu dari pengembangan metode dari cabang ilmu ini. Perkembangan immunoassay semakin luas dan digunakan untuk metode standar pada analisis pangan karena spesifisitas, sensitivitas dan simplisitasnya. Immunoassay juga digunakan untuk menganalisa residu dalam pangan, identifikasi bakteri dan virus, serta deteksi protein (Sporns 2004). Ada beberapa jenis immunoassay diantaranya Radial Immunodifusion (RID), Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), Nephelometry, Turbidometry, dan Rocket Electro-Phoresis (RIEP). Enzyme Link Immunosorbent Assay, disingkat ELISA, telah berkembang sampai pada tingkatan untuk kemampuan kinerja dengan berbagai konfigurasi (Burgess 1995). Beberapa Kit untuk immuno Assays secara komersial sudah tersedia (RID and ELISA). Metode ELISA telah banyak mengalami perubahan sejak teknik ini pertama kali dipublikasikan, ciri utamanya adalah menggunakan indikator enzim untuk reaksi imunologi. Banyak pilihan untuk konfigurasi metode ELISA sehingga peneliti dapat menggunakan konfigurasi uji yang identik penampilan atau kinerjanya. Bila ingin menggunakan teknik ELISA dapat memulainya dengan konfigurasi yang relatif sederhana dan menggunakannya untuk menjajagi pilihan yang lain. Konfigurasi sederhana ini dapat digunakan untuk membakukan serangkaian reagen yang kemudian dapat digunakan untuk mengembangkan teknik tersebut lebih lanjut. Konfigurasi yang paling sederhana adalah ELISA langsung (Gambar 2), antigen secara langsung diadsorbsikan ke suatu substrat padat. Permukaan substrat dicuci dengan antibodi yang ditempeli enzim digunakan untuk

7 15 menunjukkan adanya antigen dan hasilnya akan terlihat bila ditambahkan substra dan antiserum harus dikonjugasikan pada enzim. Keterbatasan konfigurasi ini berkaitan dengan sifat pengikatan substrat padat dan kualitas antibodi indikator. Teknik ini kurang fleksibel, dan konfigurasi ini biasanya digunakan pada uji untuk mengenali suatu antigen. Gambar 2. ELISA langsung (Burgess 1995) Konfigurasi kedua adalah ELISA tidak langsung, umumnya digunakan untuk mengukur antibodi (Gambar 3). Antigen teradsorbsi pada substrat padat, antibodi primer tidak berlabel dan dapat diperoleh dari serum atau cairan tubuh lain. Antibodi sekunder terikat pada enzim yang sesuai dan antibodi ini biasanya disebut konjugat serta hasil akan terlihat bila ditambahkan substrat. Antigen dan antibodi sekunder biasanya dibuat konstan dan yang berubah adalah antibodi primer. Kelemahan utama konfigurasi ini terletak pada tidak adanya spesifisitas karena sebagai akibat bereaksi dengan antigen yang tidak murni. Ketidakmurnian disebabkan sampel kemungkinan masih mengandung antigen dalam jumlah yang sangat kecil atau dari antiserum yang ditambahkan sehingga reaksi tidak spesifik.

8 16 Gambar 3. ELISA tidak langsung (Burgess 1995) Konfigurasi ketiga adalah ELISA penangkap antigen atau Sandwich ELISA, dimana pada konfigurasi ini menggunakan antibodi yang terikat pada fase padat untuk menangkap antigen secara spesifik (Gambar 4). Antibodi penangkap, antigen dan sistem indikator dibuat konstan dan yang berubah adalah titer antibodi primer untuk antigen spesifik. Bila digunakan antibodi dari berbagai spesies, maka hanya reaksi spesifik yang diinginkan saja yang diamati, karenanya jika mungkin perlu dipilih antibodi yang dimurnikan berdasar afinitas. Sebagai alternatif adsorbsi berdasar afinitas adalah menambahkan imunoglobulin knde dalam pengencer. Gambar 4. Sandwich ELISA (Burgess 1995)

9 17 ELISA penangkap antigen mempunyai potensi untuk meningkatkan spesifitas ELISA tidak langsung asalkan antibodi penangkapnya dapat menghindarkan penempelan antigen yang ada dalam jumlah kecil yang dapat mengganggu spesifitas tidak langsung. Penggunaan antibodi monoklonal digabung dengan antigen murni atau antigen yang sudah dimodifikasi dapat memperbaiki spesifitas. Konfigurasi yang keempat adalah ELISA penangkap antibodi, konfigurasi ini menggunakan antiglobulin yang terikat pada substrat padat. Antibodi sampel yang diuji ditangkap dan sistem indikator menempel antigen berlabel. Konfigurasi ini yang paling umum digunakan pada uji yang spesifik terhadap isotipe, misalnya anti-m, diikatkan pada substrat padat (Patterson 1998). Antigen berlabel enzim kemudian ditambahkan, baik yang dilabel secara langsung maupun dilabel lewat ikatan tidak langsung seperti antibodi monoklonal atau biotin/streptavidin dan densitas optik berkaitan dengan kadar IgM spesifik sampel uji. Konfigurasi kelima adalah ELISA kompetitif atau ELISA pemblok, teknik ini dapat digunakan dalam sejumlah konfigurasi dasar, kompetisi dapat terhadap antigen atau terhadap antibodi. Pengujian pada kompetisi antibodi membutuhkan antigen untuk ditangkap antibodi secara langsung maupun lewat antibodi spesifik ke substrat padat. Antibodi yang telah dikenal berkompetisi dengan antibodi yang tidak dikenal untuk mendapatkan tempat penempelan pada antigen. Antibodi yang telah diketahui dapat dilabel atau dapat dideteksi menggunakan antibodi antispesiesnya. Perlu diketahui bahwa untuk konfigurasi ELISA kompetitif harus dibatasi hanya untuk penambahan dua antibodinya dilakukan secara bersamaan. Umumnya konfigurasi ini digunakan untuk mengukur hapten. Prinsip uji dari ELISA berdasarkan pada ikatan spesifik antigen pada antibodi (Ab primer) dengan antibodi sekunder (anti-species Ig) yang dilabel enzim, kemudian target akan diuraikan oleh enzim yang terdapat di dalam

10 18 substrat untuk selanjutnya hasil urai reaksi enzim lebih lanjut akan bereaksi dengan chromogen dan terbentuk warna yang dapat dikuantitasi dan proporsional dengan jumlah antibodi yang ada dalam sampel. Pembacaan densitas optik (OD) dari warna yang terbentuk selanjutnya diukur. Tahapan prosedur uji sandwich ELISA seperti tercantum pada Gambar 5. Gambar 5. Tahapan prosedur Sandwich ELISA ( Pomeranz 2000) Setiap konfigurasi harus diperhatikan, terutama variasi yang ada meliputi substrat padat, antigen, penyangga pelapis, cara pelapisan, jenis antibodi, pengencer, substrat, cara pembacaan hasil dan interpretasi hasil. Setiap konfigurasi harus diperhatikan, terutama variasi yang ada meliputi substrat padat, antigen, penyangga pelapis, cara pelapisan, jenis antibodi, pengencer, substrat, cara pembacaan hasil dan interpretasi hasil. Konfigurasi ELISA yang paling umum menggunakan substrat, pada

11 19 mulanya enggunakan permukaan gelas (Burgess,1995) yang dimaksudkan untuk meningkatkan adsorbsi baik untuk antigen maupun antibodi, sekarang plastik telah hampir secara universal diterima sebagai pilihan untuk substrat padat. Diperkirakan proses yang dilakukan adalah dengan maksud untuk pengikatan gugus hidrofobik dan pencucian dengan larutan deterjen menjamin pengikatan lebih lanjut. Kriteria dalam memilih substrat padat tidak hanya berdasar pada jumlah antigen atau antibodi yang akan mengadsorbsi. Banyaknya adsorbsi harus dapat diulangi dalam microplate, jumah protein yang teradsorbsi pada tiap sumuran harus pada batas tertentu. Apabila merancang suatu pengujian maka sebaiknya pada stadium awal dirancang pemilihan substrat padat yang sesuai (Burgess 1995). Pilihan meliputi membran, plate, tabung, tabung kapiler, batang atau manik manik. Polimer harus merupakan suatu bahan yang akan mengadsorsi sampel yang dikehendaki dalam jumlah banyak namun dengan variasi minimal dari pengujian ke pengujian. Polimer yang digunakan bisa bermacam macam namun dasar pemilihan harus ditentukan sesuai dengan tujuan pengujian. Antigen atau antibodi dapat secara pasif teradsorbsi pada permukaan padat dan keragaman dapat terjadi karena perbedaan ph, kekuatan ion dan komposisi penyangga. Variasi dapat berupa terjadinya pengeringan penyangga pelapis sehingga pelapisan antigen pada plastik tidak terjadi. Selain itu perbedaan suhu akan berpengaruh pada pengikatan antigen, misalnya pada suhu tinggi pengikatan antigen dapat menyebabkan pengaruh pinggir pada microplate. Sebagian besar larutan pencuci mengandung deterjen yang digunakan untuk mengurangi reaksi pengikatan non-spesifik. Deterjen dalam penyangga pelapis dapat menaikkan atau menurunkan pelapisan komponen spesifik. Pemilihan penyangga juga harus diperhatikan karena mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil pengujian, perlu dicari pengaruh berbagai penyangga dan pemblok. Keragaman terbesar dalam

12 20 merancang ELISA dapat dilihat dalam pemilihan konjugat dan substratnya. Berbagai enzim telah tersedia, enzim secara langsung ke antibodi atau antigen atau secara tak langsung melalui jembatan protein A. Umumnya tiap enzim memerlukan sejumlah substrat, sehingga keuntungan dapat diperoleh dengan membuat kombinasi enzim dan substrat tertentu sehingga diperoleh cara yang optimal. Saat ini sudah dapat diperoleh antiserum komersial dengan kualitas yang baik dan titer tinggi untuk mengikat enzim, sehingga sensitifitas dan spesifisitas makin baik. Umumnya enzim yang digunakan adalah Horseradish peroxydase (HRP), alkaline phosphatase (AP) dan beta galactosidase. Setiap enzim mempunyai fitur yang unik sesuai dengan kondisi dimana enzim tersebut dapat digunakan secara optimum. Menurut Burgess (1995) enzim HRP terlihat lebih sensitif pada immunoassay bila dibandingkan dengan enzim AP. Hal ini terjadi karena daya katalitik enzim HRP lebih cepat, maka lebih banyak produk yang digenerasi dalam waktu inkubasi yang lebih pendek. Sebagai tambahan, hidrogen peroksida, suatu ko-substrat pada suatu reaksi, yang dapat menghasilkan suatu inkubasi linier yang lebih cepat. Sensitivitas dapat ditingkatkan dengan membuat masa inkubasi lebih lama. Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan konjugat adalah adanya aktifitas enzim endogen didalam sampel yang akan mempengaruhi pengujian dan background signal. Pada kit ELISA yang digunakan untuk analisis, sumur dalam microplate telah dilapisi dengan poliklonal antibodi bovine IgG dan antibodi tersebut berikatan secara menyeluruh dengan semua subklas dari bovine IgG. Bovine IgG kemudian bereaksi dengan detektor antibodi yang terkonjugasi oleh horseradish peroxydase (conjugated goat anti-bovine IgG peroxydase), dan substrat berisi Tetramethyl Benzidine (TMB).

13 21 Berbagai piranti dengan tingkat kecanggihan yang makin meningkat telah tersedia untuk pembacaan hasil dengan objektif. Perbedaan yang paling jelas dapat diperoleh dengan memilih panjang gelombang yang tepat. Meneliti profil absorbsi substrat yang digunakan merupakan hal yang penting, bila memungkinkan dipilih dua panjang gelombang karena hal ini akan variasi antar sumuran. Panjang gelombang primer harus bertepatan dengan absorbansi puncak sampel. Panjang gelombang sekunder bertepatan dengan dataran yang landai. Hal ini merupakan hal yang penting karena dapat menyebabkan pengamatan yang tidak peka dan tidak spesifik. Disamping itu akurasi dan efisiensi ELISA ditentukan oleh spesifisitas dan kemurnian IgG. Umumnya kisaran kerja sistem ELISA untuk mendeteksi imunoglobulin membutuhkan serum yang sangat encer (1/10000 s/d 1/ untuk serum) sebelum dimasukkan ke dalam sumuran yang dilapisi antibodi penangkap. Ini karena prozona lebar muncul ketika digunakan imunoglobulin dalam jumlah berlebihan pada pengujian (Burgess 1995). Pengenceran tinggi seperti yang sesuai dengan serum tersebut biasanya setara dengan ng/ml. Dengan demikian larutan baku harus sesuai dengan konsentrasi imunoglobulin, yaitu harus dapat mendeteksi batas maksimum dan minimum yang mampu dideteksi oleh ELISA reader.

14 22 Gambar 6. Reaksi pembentukan warna pada proses ELISA Idealnya harus dibuat kurva baku yang menggambarkan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi imunoglobulin menggunakan satu seri pengenceran serum atau imunoglobulin yang dimurnikan. Jika digunakan serum sebagai standar, biasanya dilakukan prakalibrasi untuk konsentrasi imunoglobulin yang diselidiki dengan imunoglobulin murni yang diketahui jumlahnya.

15 23 Beberapa pengujian hanya menggunakan dua atau tiga pengenceran serum (atau imunoglobulin yang dimurnikan) untuk menggambarkan bagian linier kurva hubungan antara absorbansi dan konsentrasi imunoglobulin dalam suatu sampel. Namun kurva baku yang dibuat berdasarkan satu seri pengenceran memungkinkan penghitungan konsentrasi imunoglobulin dalam sampel yang berada diluar kisaran liniernya. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara manual maupun dengan program komputer grafik yang menghubungkan absorbansi dengan konsentrasi imunoglobulin. Format ELISA yang sangat umum digunakan adalah Sandwich ELISA terutama untuk identifikasi protein. 2.4 VALIDASI METODE ANALISIS Metode analisis yang reliabel dan valid digunakan untuk kesesuaian dengan regulasi nasional dan internasional. Laboratorium harus dapat memperlihatkan bahwa data yang diperoleh dari hasil pengujian bermutu. Maka validasi metode merupakan hal yang sangat esensial untuk menghasilkan metode yang dapat dipercaya dan data yang diperoleh reliabel. Validasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti yang obyektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus dipenuhi (SNI 17025: 2008). Menurut Gunzler (1996), validasi metode adalah menetapkan dengan percobaan laboratorium yang sistimatik, pemenuhan karakteristik unjuk kerja metode terhadap spesifikasi yang dikaitkan dengan penggunaan hasil pengujian yang dimaksudkan. Validasi metode adalah suatu proses untuk mengonfirmasi bahwa suatu metode mempunyai unjuk kerja yang konsisten, sesuai dengan apa yang dikehendaki dalam penerapan metode tersebut (Eurachem 1998).

16 24 Jadi tujuan memvalidasi metode adalah untuk mengetahui sejauh mana penyimpangan suatu metode tidak dapat dihindari pada kondisi normal, dimana seluruh elemen terkait telah dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan memvalidasi metode, tingkat kepercayaan yang dihasilkan oleh suatu metode pengujian dapat diperkirakan dengan pasti ( Hadi 2007) Dengan kata lain validasi merupakan proses mendapatkan informasi penting untuk menilai kemampuan sekaligus keterbatasan suatu metode untuk memperoleh hasil yang dapat dipercaya, menentukan kondisi dimana hasil data uji diperoleh dan menentukan batas suatu metode seperti akurasi, presisi, batas deteksi dan kuantitasi, pengaruh matriks dan parameter lainnya. Validasi metode sangat penting karena menyangkut elemen-elemen yang dapat mempengaruhi seperti personil, peralatan/ instrumentasi, analat, kondisi lingkungan, sampel dan waktu yang semuanya merupakan faktor yang dapat menimbulkan variasi pada suatu pengujian. Menurut Boque (2002), suatu metode analisis dikatakan memuaskan bila memenuhi kriteria kinerja diantaranya: 1. Peka artinya metode harus dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa dalam kadar yang kecil. 2. Tepat (presisi) artinya metode tersebut menghasilkan suatu hasil analisis yang sama atau hampir sama dalam satu seri pengukuran/ penetapan. 3. Teliti (akurat) artinya metode dapat menghasilkan nilai rata-rata yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya (true value), 4. Spesifik, artinya untuk penetapan kadar senyawa tertentu, dan metode tersebut tidak banyak terpengaruh oleh adanya senyawa lain. 5. Praktis artinya metode tersebut mudah dikerjakan serta tidak banyak memerlukan waktu dan biaya.

17 25 Dengan melakukan validasi metode akan diketahui sejauh mana penyimpangan yang tidak dapat dihindari dari suatu metode pada kondisi normal dimana seluruh elemen terkait telah dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan demikian dapat diperhitungkan dengan pasti tingkat kepercayaan yang dihasilkan oleh suatu metode pengujian. Dalam melaksanakan validasi metode ada beberapa faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah keseimbangan antara biaya, waktu, risiko dan aspek teknis misalnya ketepatan dan ketelitian yang diinginkan untuk analisis kuantitatif, ketersediaan reagen serta peralatan yang tersedia. Pada waktu dilakukan validasi metode ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain perbedaan suhu, personil, instrumen, pereaksi yang dipakai dalam metode baku atau metode resmi dengan laboratorium yang akan menggunakannya. Sehingga tujuan validasi adalah untuk memastikan, bahwa laboratorium atau personel/analis dapat menerapkan metode tersebut dengan baik dengan adanya ketersediaan peralatan, fasilitas pereaksi, penguji,yang trampil, dan kompeten. Validasi metode harus dilakukan bila metode tidak baku, metode yang didesain/dikembangkan laboratorium, metode baku yang digunakan diluar lingkup yang dimaksudkan atau metode baku yang dimodifikasi. Validasi ada dua jenis yaitu validasi primer (primary validation) dan validasi sekunder (secondary validation). Validasi primer adalah validasi yang dilakukan untuk metode analisis baru, hasil pengembangan atau metode yang dimodifikasi terhadap suatu metode standar. Validasi sekunder adalah validasi yang dilakukan untuk verifikasi metode analisis yang diadopsi atau metode standar yang telah divalidasi. Parameter uji yang dilakukan untuk validasi metode kuantitatif dan metode kualitatif tercantum pada Tabel 2.

18 26 Tabel 2. Parameter yang diperlukan pada validasi metode analisis untuk uji kualitatif dan kuantitatif Parameter Uji Kualitatif Uji kuantitatif Akurasi Tidak perlu Perlu Presisi Tidak perlu Perlu Spesifisitas Perlu Perlu Limit deteksi Perlu Perlu Limit kuantitasi Tidak perlu Perlu Linearitas Tidak perlu Perlu Rentang Perlu Perlu Keberulangan Perlu Perlu Robustness Perlu Perlu Ruggedness perlu Perlu Beberapa parameter unjuk kerja yang harus diperhatikan ketika melakukan validasi metode yaitu (1) akurasi, (2) presisi, (3) sensitivitas, (4) spesifisitas, (5) limit deteksi (LOD), (6) limit kuantitasi (LOQ), (7) Ruggedness, (8) Robustness, dan (9) linearitas. Menurut USP (2011) tercantum validasi sekunder untuk metode kompendia dan validasi primer untuk metode alternatif. Presisi adalah tingkat kesamaan (degree of agreement) antar hasil uji individual ketika metode tersebut diterapkan secara berulang sampai dengan penggandaan sampling dari suatu sampel homogenat. Presisi dari suatu metode analisis biasanya ditunjukkan dengan simpangan baku relatif (relative standard deviation atau coefficient of variation) dari suatu seri pengukuran. Untuk menganalisis hasil validasi, data presisi dapat dievaluasi menggunakan persen standar deviasi relatif (RSD). Menurut USP (2011) presisi adalah derajat kesesuaian diantara hasil uji individu (berdiri sendiri) jika metode uji dilakukan berulang-ulang terhadap multi sampling dari suatu sampel yang homogen. Presisi biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi) dari serangkaian pengukuran. Suatu metode analisis dapat diadopsi dalam suatu laboratorium jika nilai RSD < 5%. Menurut Chan (2002) presisi suatu metode khususnya metode ELISA akan memenuhi

19 27 keberterimaan apabila RSD yang diperoleh 20%. Presisi dapat diukur dari tingkat ripitabilitas atau tingkat reprodusibilitas dari metode analisis yang dilakukan dalam kondisi normal. Ripitabilitas adalah mengukur variasi dalam hasil uji independen yang diperoleh dengan metode yang sama terhadap sampel uji yang identik dalam laboratorium yang sama oleh operator (analis) yang sama dengan menggunakan peralatan yang sama dalam interval waktu singkat. Ripitabilitas dapat juga dikatakan penggunaan metode pengujian di dalam satu laboratorium dalam satu periode waktu yang singkat menggunakan personel penguji yang sama, dengan peralatan yang sama di bawah kondisi konstan. Reprodusibilitas adalah mengukur variasi dalam hasil uji independen yang diperoleh dengan metode yang sama terhadap sampel uji yang identik dalam laboratorium yang berbeda dan peralatan berbeda, atau dengan analis dan peralatan berbeda di dalam laboratorium yang sama. Presisi intermediat dilakukan dengan berbagai variasi di dalam laboratorium, seperti pada hari yang berbeda atau personil penguji yang berbeda atau alat yang berbeda dalam laboratorium yang sama. Reprodusibilitas adalah penggunaan metode pengujian dalam berbagai laboratorium yang berbeda seperti dalam uji kolaborasi. Akurasi adalah kemampuan suatu metode untuk mengukur suatu nilai yang aktual atau sebenarnya dari suatu analat. Apabila suatu analat secara alami digunakan sebagai uji tantang atau uji profisiensi, metode tersebut harus mampu mendeteksi atau memunculkan kembali (rekoveri) analat pada konsentrasi yang benar atau frekuensinya mendekati akurat. Akurasi adalah ukuran ketepatan dari suatu metode pengujian, atau kedekatan antara nilai hasil uji yang diukur dengan nilai benar, atau nilai nilai konvensional atau nilai acuan yang dapat diterima (USP 2011). Menurut Boque (2002) akurasi atau kecermatan adalah kedekatan hasil uji yang diperoleh dengan menggunakan metode yang sedang divalidasi dengan nilai sebenarnya yang terdapat dalam sampel uji. Akurasi

20 28 biasanya dinyatakan sebagai persen rekoveri. Pada analisis direkomendasikan minimal 9 replikasi atau 3 replikasi dengan 3 konsentrasi dengan kriteria kecermatan sangat tergantung kepada konsentrasi analat dalam matriks sampel dan pada keseksamaan metode (RSD). Suatu metode analisis dapat diadopsi jika hasil validasi memperoleh nilai rekoveri sesuai dengan keberterimaan. Akurasi dari suatu metode dapat dilakukan dengan cara menggunakan bahan acuan bersertifikat, membandingkan hasil yang benar-benar telah dikarakterisasi dan akurasinya telah ditetapkan atau dengan cara menghitung persen perolehan kembali/rekoveri terhadap sampel yang sudah di spike (Chan 2004). Kriteria kecermatan dalam persen perolehan kembali sangat tergantung kepada konsentrasi analat dalam matrikss sampel dan pada keseksamaan metode (RSD) (Codex 2009). Persen rekoveri rata-rata untuk tiap level konsentrasi dinilai terhadap rentang persen rekoveri tercantum pada Tabel 3. Penetapan batas terendah dari kisaran hitung (limit deteksi) adalah konsentrasi terendah dari analat dalam sampel yang dapat terdeteksi, akan tetapi tidak perlu terkuantisasi, dibawah kondisi pengujian yang disepakati. Sedang Limit kuantitasi biasa juga disebut sebagai batas pelaporan adalah konsentrasi terendah dari analat yang dapat ditentukan dengan tingkat presisi dan akurasi yang dapat diterima, dibawah kondisi pengujian yang disepakati. Limit deteksi merupakan jumlah terkecil analat dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Limit deteksi merupakan parameter uji batas, dan limit kuantitasi diartikan sebagai kuantitas terkecil analat dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Penentuan limit deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen limit tersebut ditentukan dengan mendeteksi analat dalam sampel pada pengenceran bertingkat.

21 29 Tabel 3. Keberterimaan akurasi berdasarkan persen rekoveri No % Analat Rasio Analat Satuan % (100g/100g) % (10g/100g) % (1g/100g) 4 0, ,1% Rentang keberterimaan (% Rekoveri) (1 mg/g) 5 0, ppm , ppm , ppm , ppb , ppb , ppb Pada analisis menggunakan instrumen, limit deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko. limit deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Limit deteksi mempunyai nilai ekuivalen dengan rata-rata respon blanko plus 3 kali simpangan baku (SD), dan limit kuantitasi adalah rata-rata blanko plus 10 kali SD (Eurachem 2002). Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang menunjukkan bahwa larutan sampel yang berada dalam rentang konsentrasi memiliki respon analat yang proposional dengan konsentrasi, secara langsung atau melalui transformasi matematika. Linieritas adalah kemampuan untuk menghasilkan hasil uji yang sebanding / berbanding lurus terhadap konsentrasi analat dalam sampel pada kisaran konsentrasi tertentu. Beberapa metode seperti immunoassay tidak menghasilkan suatu kurva yang linier, pada kasus ini respon analisis dapat digambarkan sebagai fungsi yang sesuai

22 30 dengan konsentrasi Rentang yaitu kemampuan untuk memperoleh hasil uji yang kadar analatnya masih linier dengan presisi dan akurasi yang masih dapat diterima analat dalam sampel (USFDA 1996). Ditetapkan bersamaan dengan penetapan linieritas dengan melakukan pengujian terhadap sampel yang kadarnya dibawah dan diatas normal. Rentang metode menjelaskan rentang konsentrasi dimana metode uji diaplikasikan yang dinyatakan dalam presisi, akurasi dan linieritas. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan. Selektivitas menunjukkan kemampuan suatu metode membedakan antara analat yang dituju dan komponen lain / bentuk-bentuk analat lain yang mungkin ada dalam matriks untuk mengukur secara akurat dan spesifik analat dalam matrikss sampel dengan adanya zat pengganggu. Spesifisitas adalah kemampuan metode untuk mendeteksi/mengukur analat secara cermat dan seksama dengan adanya analat asing/bahan/matriks lain. Spesifisitas dapat dihitung menggunakan jumlah sampel positif yang menunjukkan hasil pengujian positif dibagi dengan hasil pengujian positif terhadap kontrol positif dikalikan 100%. Hasil penghitungan menunjukkan nilai perolehan kembali (rekoveri) dari hasil validasi/verifikasi metode analisis. Pada analisis mikrobiologi, idealnya nilai rekoveri 80% tetapi metode analisis dianggap meyakinkan jika nilai rekoveri berkisar 50-95% (AOAC 1999). Menurut DeSilva (2003) idealnya pada metode ELISA, antibodi yang digunakan harus spesifik dengan analat target, tanpa adanya gangguan dari bahan yang strukturnya hampir sama dengan analat yang ada dalam sampel ataupun bahan yang terdapat dalam matriks. Sensitivitas adalah kemampuan metode untuk mendeteksi/mengukur analat target dalam jumlah sekecil mungkin.

23 31 Ruggedness atau kekasaran adalah suatu ukuran dari kapasitasnya, terhadap sisa yang tidak dipengaruhi oleh konsentrasi yang sedikit, namun variasi-variasi yang mungkin terjadi dalam parameter-parameter metode dan memberikan suatu indikasi dari reliablilitasnya selama penggunaan normal (Chan 2004). Robustness atau ketegaran adalah kemampuan untuk memberikan hasil uji yang sama pada sampel yang sama, tetapi keragaman kondisi pengujian berbeda. Bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor eksternal terhadap metode (sampel dan metode sama, tetapi laboratorium, alat, analis dan waktu pengujian berbeda). Evaluasi terhadap robustness harus dilakukan selama masa pengembangan metode analisis.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 43 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pelaksanaannya validasi dilakukan dengan 2 tahap, tahap pertama adalah uji pendahuluana dan tahap kedua adalah validasi metode analisis dan uji coba dilakukan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada masa kini yang disebut dengan kehidupan modern, telah terjadi pergeseran di bidang pangan, dimana makan bukanlah sekedar untuk mengenyangkan tetapi untuk mencapai

Lebih terperinci

VALIDASI METODE PENGUJIAN KADAR IMUNOGLOBULIN G DALAM SUSU BUBUK SKIM DENGAN METODE ENZYME LINK IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) SUMARIA

VALIDASI METODE PENGUJIAN KADAR IMUNOGLOBULIN G DALAM SUSU BUBUK SKIM DENGAN METODE ENZYME LINK IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) SUMARIA VALIDASI METODE PENGUJIAN KADAR IMUNOGLOBULIN G DALAM SUSU BUBUK SKIM DENGAN METODE ENZYME LINK IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) SUMARIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah hand body lotion. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah krim wajah. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KULTUR UJI 4.1.1 Kemurnian kultur Kemurnian kultur uji merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam melakukan validasi metode analisis karena dapat mempengaruhi hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis DHA Kondisi analisis optimum kromatografi gas terpilih adalah dengan pemrograman suhu dengan suhu awal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengembangan Metode Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun hanya salah satu tahapan saja. Pengembangan metode dilakukan karena metode

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : ACUAN STANDAR METODE PENGUJIAN BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

V. HASIL DA PEMBAHASA

V. HASIL DA PEMBAHASA V. HASIL DA PEMBAHASA Metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk yang dilakukan pada penelitian ini merupakan metode yang tercantum dalam AOAC 985.33 tentang penentuan kadar vitamin C pada susu formula

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU pada bulan Februari 2012 April 2012. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI Oleh: DENNY TIRTA LENGGANA K100060020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai dilakukan secara rutin dengan metode yang sistematis. Hal ini juga didukung oleh perkembangan yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian studi voltametri siklik asam urat dengan menggunakan elektroda nikel sebagai elektroda kerja ini bertujuan untuk mengetahui berbagai pengaruh dari parameter yang ada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penentuan Linieritas Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan dengan cara membuat kurva hubungan antara absorbansi pada sumbu y dan konsentrasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. DAFTAR ISI ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. i ii iii iv vi vii viii BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.. 1 1.2 Rumusan Masalah.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2008, beberapa produk susu dan olahannya yang berasal dari Cina

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2008, beberapa produk susu dan olahannya yang berasal dari Cina 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu mengandung berbagai protein, vitamin (A, B1, B2, B6, B12, C, D, E, dan K), mineral, karbohidrat dan lemak. Protein dalam susu mengandung semua jenis asam amino

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan antibodi sebagai respon terhadap vaksinasi dapat dideteksi melalui pengujian dengan teknik ELISA. Metode ELISA yang digunakan adalah metode tidak langsung. ELISA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Januari 2013. Proses penyemaian, penanaman, dan pemaparan dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi immunoglobulin Y (IgY) yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 9,57 mg/ml dan immunoglobulin G (IgG) adalah 3,75 mg/ml. Pada penelitian ini, antibodi yang dilapiskan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika. Kamis 9 Januari 2014, pukul

PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika. Kamis 9 Januari 2014, pukul PRAKTIKUM ELISA (Enzyme- linked Immunosorbent Assay) Melviana Maya Anjelir Antika Kamis 9 Januari 2014, pukul 09.00-16.00 I. Tujuan Praktikum: 1. Praktikan mampu mengambil dan mempersiapkan sampel plasma

Lebih terperinci

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Pendahuluan Berbagai metode telah dikembangkan untuk mendeteksi berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroba

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penyiapan sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar metoflutrin dengan menggunakan kromatografi gas, terlebih dahulu ditentukan kondisi optimum sistem kromatografi gas untuk analisis metoflutrin. Kondisi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Reaktor-separator terintegraasi yang dikembangkan dan dikombinasikan dengan teknik analisis injeksi alir dan spektrofotometri serapan atom uap dingin (FIA-CV-AAS) telah dikaji untuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Pengukuran serapan harus dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimumnya agar kepekaan maksimum dapat diperoleh karena larutan dengan konsentrasi tertentu dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium riset dan laboratorium kimia instrumen Jurusan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus: 8 Kolom : Bondapak C18 Varian 150 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik Fase Gerak : Asam oksalat 0.0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju Alir : 1 ml/menit Detektor : Berkas fotodioda 355 nm dan 368 nm Atenuasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di 34 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah asam klorida pekat 37% (Merck KG, aa), sampel krim, metil paraben pa (Brataco), dan propil paraben

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015

BAB II METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015 BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Tempat danwaktupenelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Januari-April 2015 2.2Bahan-bahan 2.2.1 Sampel Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), jalan Tangkuban Perahu No. 157 Lembang, Bandung. 3.2.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan hasil sekresi kelenjar ambing (mamae) yang berasal dari pemerahan pada mamalia dan mengandung lemak, protein, laktosa, serta berbagai jenis vitamin (Susilorini,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan asam klorida pekat 37% (Merck KG aa), akuadestilata, sampel hand body lotion, standar

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Validasi merupakan proses penilaian terhadap parameter analitik tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa metode tersebut memenuhi syarat sesuai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. ELISA (Enzyme Linked Immune-sorbent Assay ) - NITA ANDRIANI LUBIS. TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis, 9 Januari 2014, pukul

LAPORAN PRAKTIKUM. ELISA (Enzyme Linked Immune-sorbent Assay ) - NITA ANDRIANI LUBIS. TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis, 9 Januari 2014, pukul LAPORAN PRAKTIKUM ELISA (Enzyme Linked Immune-sorbent Assay ) NAMA PRAKTIKAN : - DEBBY MIRANI LUBIS - NITA ANDRIANI LUBIS TANGGAL PRAKTIKUM: Kamis, 9 Januari 2014, pukul 09.00-17.00 WIB I. TUJUAN PRAKTIKUM:

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK ELISA PEMERIKSAAN KUANTITATIF MANNAN BINDING LECTIN PADA PLASMA DARAH NAMA PRAKTIKAN : Amirul Hadi KELOMPOK : I HARI/TGL. PRAKTIKUM : Kamis, 9 Januari 2014 I. TUJUAN PRAKTIKUM

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 33 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia 44 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Februari sampai Mei tahun 2012. 3.2 Alat-alat Alat alat yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Seluruh bahan kimia yang digunakan memiliki grade analitik. Asam sulfat terkonsentrasi (H 2 SO 4 98%), reagen anthrone, KI, HCl 37%, Na 2 CO 3,

Lebih terperinci

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan TEKNIK VALIDASI METODE ANALISIS KADAR KETOPROFEN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Erina Oktavia 1 Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 33 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 2013 di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, pengambilan sampel dilakukan di Sungai Way Kuala Bandar Lampung,

Lebih terperinci

Verifikasi Metode Pengujian Sulfat Dalam Air dan Air Limbah Sesuai SNI : 2009

Verifikasi Metode Pengujian Sulfat Dalam Air dan Air Limbah Sesuai SNI : 2009 JURNAL TEKNOLOGI PROSES DAN INOVASI INDUSTRI, VOL. 2, NO. 1, JULI 2017 19 Verifikasi Metode Pengujian Sulfat Dalam Air dan Air Limbah Sesuai SNI 6989.20 : 2009 Methods Verification of Sulfat Analysis in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme yang patogen bersifat merugikan karena dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), jalan Tangkuban Perahu No. 157 Lembang, Bandung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai validasi metode analisis beserta karakteristiknya, metode analisis komparatif atau instrumental, kromatografi cari kinerja tinggi sebagai objek dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Medan pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan analisis semakin dikenal secara luas, bahkan mulai dilakukan secara rutin dengan metode sistematis. Hal ini didukung pula oleh perkembangan yang pesat dari

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 8: Cara uji timbal (Pb) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-nyala

Air dan air limbah Bagian 8: Cara uji timbal (Pb) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-nyala Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 8: Cara uji timbal (Pb) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-nyala ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Sampel Kubis Hijau (Brassica oleracea L.)

Lampiran 1. Gambar Sampel Kubis Hijau (Brassica oleracea L.) Lampiran 1. Gambar Sampel Kubis Hijau (Brassica oleracea L.) 93 Lampiran. Identifikasi Tumbuhan 94 Lampiran 3. Bagan Alir Proses Pembuatan Larutan Sampel Sampel Kubis Hijau (Brassica oleracea L.) sebanyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Sampel yang akan diuji kemudian dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran cawan ELISA sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Setiap sumuran cawan berisi sebanyak 100 μl sampel. Cawan ELISA kemudian diinkubasi

Lebih terperinci

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia

SNI Standar Nasional Indonesia Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 16: Cara uji kadmium (Cd) dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu awal hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Pada penelitian ini diawali dengan penentuan kadar vitamin C untuk mengetahui kemurnian vitamin C yang digunakan sebagai larutan baku. Iodium 0,1N digunakan sebagai peniter

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan kadar Aspartam ini dilakukan menggunakan alat KCKT, dengan sistem kromatografi fasa terbalik, yaitu polarisitas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam dengan kolom

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Nama : Mesrida Simarmata (147008011) Islah Wahyuni (14700811) Tanggal Praktikum : 17 Maret 2015 Tujuan Praktikum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat Reaksi antiserum TICV terhadap partikel virus yang terdapat di dalam jaringan tanaman tomat telah berhasil diamati melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan produk hewani yang umum dikonsumsi oleh manusia mulai dari anak-anak hingga dewasa karena kandungan nutrisinya yang lengkap. Menurut Codex (1999), susu

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode yang direkomendasikan untuk menganalisis komponen kimia yang terkandung dalam produk pangan ialah metode yang telah divalidasi atau diverifikasi (EURACHEM Guide 998). Metode

Lebih terperinci

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt. SISTEM IMUN SPESIFIK Lisa Andina, S.Farm, Apt. PENDAHULUAN Sistem imun spesifik adalah suatu sistem yang dapat mengenali suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Pangan fungsional mendapat nilai tertinggi kedua berdasarkan hasil penilaian konsumen terhadap pangan berdasarkan kepentingannya (Astawan, 2010),

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan Natrium Tetraboraks 500 ppm. Untuk pembuatan larutan natrium tetraboraks 500 ppm (LIB I)

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan Natrium Tetraboraks 500 ppm. Untuk pembuatan larutan natrium tetraboraks 500 ppm (LIB I) Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan Natrium Tetraboraks 500 ppm Untuk pembuatan larutan natrium tetraboraks 500 ppm (LIB I) 500 ppm 500 mcg/ml Berat Natrium tetraboraks yang ditimbang 500 mcg / ml

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Elektroda di Larutan Elektrolit Pendukung Elektroda pasta karbon lapis tipis bismut yang dimodifikasi dengan silika dikarakterisasi di larutan elektrolit pendukung

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 20 : Cara uji sulfat, SO 4. secara turbidimetri

Air dan air limbah Bagian 20 : Cara uji sulfat, SO 4. secara turbidimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 20 : Cara uji sulfat, SO 4 2- secara turbidimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata....ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN WAKTU INKUBASI PADA UJI STANDARISASI HORMON PROGESTERON

PENGARUH SUHU DAN WAKTU INKUBASI PADA UJI STANDARISASI HORMON PROGESTERON PENGARUH SUHU DAN WAKTU INKUBASI PADA UJI STANDARISASI HORMON PROGESTERON Anne Sukmara Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Hormon merupakan substansi penting dalam pengaturan

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Produk 2.1.1 Susu Kita mengenal beberapa bahan makanan yang mengandung sedikit atau tidak sama sekali bagian-bagian yang sangat diperlukan (vital) untuk tubuh kita. Dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembentukan Senyawa Indotimol Biru Reaksi pembentukan senyawa indotimol biru ini, pertama kali dijelaskan oleh Berthelot pada 1859, sudah sangat lazim digunakan untuk penentuan

Lebih terperinci

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol Edisi 6 Juni Vol 4 2016 Food for Kids I N D O N E S I A SUSU BISA GANTIKAN Makanan Utama? Mitos Minum Susu pada Bumil SUSU BISA PACU TINGGI BADAN? Love Milk Food for Kids I N D O N E S I A DAFTAR ISI Edisi

Lebih terperinci

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 Mata Kuliah Topik Smt / Kelas Beban Kredit Dosen Pengampu Batas Pengumpulan : Kimia Analitik II : Spektrofotometri

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Inventarisasi data mutu produk formula bayi yang terdaftar di BPOM selama tahun 2004 2008 Inventarisasi data dilakukan melalui pengamatan terhadap berkas pendaftaran suatu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan pengembangan dan validasi metode analisis untuk penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit secara KCKT menggunakan kolom C 18 dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pirasetam 2.1.1 Uraian Bahan Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam Nama Kimia : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida Rumus Molekul

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat

Lebih terperinci