BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis Konsep Kinerja Manajerial Sektor Publik Pengertian Mulyadi (1999) menjelaskan bahwa Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengn wewenang dan tanggung jawab masingmasing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Lebih lanjut dijelaskan bahwa seorang yang memegang posisi manajerial diharapkan mampu menghasilkan suatu kinerja manajerial, Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan keefektifan organisasional (Mahoney, dkk, 1963). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kinerja manajerial didefinisikan didasarkan pada fungsi-fungsi manajemen yang ada dalam teori klasik, yaitu seberapa jauh manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsi yang meliputi : perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, supervisi, pemilihan staf, negosiasi dan perwakilan. Kinerja manajerial yang diperoleh manajer merupakan salah satu faktor yang dapat dipakai untuk meningkatkan efektifitas organisasi. Partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran dan peran anggaran sebagai pengukur kinerja memiliki kaitan yang cukup erat (Riyadi, 1999). 8

2 Pengukuran Kinerja Manajerial Sektor Publik Pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik atau pimpinan perangkat daerah dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadiakan sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system. Schiff dan Lewin dalam Srimulyo (1999), mengemukakan bahwa anggaran yang telah disusun memiliki peranan sebagai perencanaan dan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran digunakan sebagai sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial. Pengukuran Kinerja merupakan alat yang bermanfaat dalam meningkatkan pelayanan publik secara efisien dan efektif, oleh karena itu melalui pengukuran kinerja dilakukan proses penilaian terhadap pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dan penilaian kinerja dapat memberikan penilaian (justifikasi) yang obyektif dalam pengambilan keputusan. Omar (1999) mengatakan strategi yang ditetapkan dalam sistem pengukuran kinerja dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan, antara lain : 1. Partisipasi unsur pimpinan dalam pertanggungjawaban tugas pokok dan fungsi Pemerintah Kabupaten Karo telah melakukan inisiatif untuk melakukan pengukuran kinerja dengan membuat laporan akuntabilitas pemerintah kabupaten sebagai komitmen Kepala Daerah dalam memenuhi tuntutan Inpres Nomor 7 Tahun 1999 dan PP Nomor 105 Tahun Pengukuran

3 Kinerja yang disusun telah melibatkan seluruh pimpinan unit organisasi baik Kepala Dinas, Kepala Badan maupun Kepala Kantor sebagai bagian pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi selama satu periode tahun anggaran. 2. Kerangka kerja konseptual; dan komunikasi yang efektif. Sistem pengukuran kinerja Pemerintah Kabupaten merupakan bagian integral dalam keseluruhan proses manajemen dan secara langsung dapat mendukung pencapaian tujuan pemerintah. Dalam setiap pelaporannya pengukuran kinerja dapat dijadikan tolok ukur akan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan tugas selama satu periode tahun anggaran, dilengkapi dengan alasan-alasan keberhasilannya berupa faktor-faktor yang mendorong keberhasilan tersebut. Demikian pula apabila terjadi kegagalan diungkapkan pula hambatan-hambatan dan kendala-kendala yang dihadapinya dan alternatif pemecahan masalah. Pengukran kinerja ini dapat dijadikan alat monitor dan evaluasi pelaksanaan kinerja dan perbaikannya dimasa-masa yang akan datang. Komunikasi merupakan hal penting dalam penciptaan dan pemeliharaan sistem pengukuran kinerja, komunikasi sebaiknya dari berbagai arah (multidirectional), berasal dari top down, bottom up dan secara horizontal berada di dalam dan lintas instansi pemerintah. 3. Keterlibatan aparatur pemerintah dan orientasi pelayanan kepada masyarakat. Keterlibatan aparatur pemerintah merupakan suatu cara terbaik dalam menciptakan budaya yang positif dan mensukseskan pengukuran kinerja.

4 Apabila aparatur pemerintah memiliki masukan untuk kepentingan penciptaan sistem pengukuran kinerja maka pemerintah kabupaten akan mendapatkan sistem pengukuran kinerja yang sesuai dengan kebutuhannya. Kravchuk dan Shack (1996) memberikan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam merumuskan ukuran kinerja: 1. Memformulasikan tujuan, strategi, dan misi yang koheren dan jelas. 2. Mengembangkan strategi pengukuran yang eksplisit 3. Melibatkan pengguna pengguna kunci dan konsumen pada fase 4. perancangan dan pengembangan sistem pengukuran kinerja 5. Merasionalisasi struktur rencana sebagai awal dari pengukuran kinerja 6. Mengembangkan beberapa ukuran untuk pengguna yang beragam sesuai dengan yang dibutuhkan 7. Mempertimbangkan konsumen selama proses penyusunan program dan sistem 8. Menyediakan pengguna sebuah gambaran jelas dari kinerja 9. Adanya review dan revisi terhadap sistem pengukuran secara periodik 10. Take accounts of upstream, downstream, and lateral complexities 11. Menghindari aggregasi informasi yang berlebihan Menurut Mahmudi (2005) terdapat beberapa jenis indikator kinerja Pemerintah Daerah antara lain : 1. Indikator biaya (misalnya biaya total, biaya unit) 2. Indikator produktivitas (misalnya jumlah pekerjaan yang mampu dikerjakan pegawai dalam jangka waktu tertentu)

5 3. Tingkat penggunaan (misalnya sejauhmana layanan yang tersedia digunakan) 4. Target waktu (misalnya waktu rata-rata rata yang digunakan untuk menyelesaikan satu unit pekerjaan) 5. Volume pelayanan (misalnya perkiraan atas tingkat volume pekerjaan yang harus diselesaikan pegawai) 6. Kebutuhan pelanggan (jumlah perkiraan atas tingkat volume pekerjaan yang harus diselesaikan pegawai) 7. Indikator kualitas pelayanan 8. Indikator kepuasan pelanggan 9. Indikator pencapaian tujuan. Konsep pengukuran kinerja di sektor publik mengacu pada konsep value for money (VFM). Konsep value for money terdiri dari tiga elemen utama, yaitu: 1. Ekonomi Ekonomi terkait dengan pengkonversian input primer berupa sumber daya keuangan (uang / kas) menjadi input sekunder berupa tenaga kerja, bahan, infrastruktur, dan barang modal yang dikonsumsi untuk kegiatan operasi organisasi. Organisasi harus memastikan bahwa dalam perolehan sumber daya input tidak terjadi pemborosan. 2. Efisiensi Efisiensi terkait dengan hubungan antara output berupa barang atau pelayanan yang dihasilkan dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output.

6 3. Efektivitas Efektivitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya tercapai. Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan. Konsep VFM menekankan pada hasil atau pelayanan terhadap publik. Organisasi tidak hanya berfokus pada pendapatan saja, tetapi bagaimana meningkatkan pelayanan terhadap publik. Untuk mengukur tingkat ekonomi, efisiensi dan efektivitas diperlukan pengembangan indikator kinerja dalam desain sistem pengukuran kinerja organisasi (Greiling,2005). Mahmudi (2005) mengatakan bahwa indikator kinerja hendaknya memiliki beberapa karakteristik, antara lain sederhana dan mudah dipahami; dapat diukur; dapat dikuantifikasikan (rasio, persentase, angka); dikaitkan dengan standar atau target kinerja; berfokus pada customer service, kualitas, dan efisiensi; dan dikaji secara teratur Tujuan Pengukuran/Penilaian Kinerja Sektor Publik Pengukuran/penilaian kinerja merupakan bagian penting dari proses pengendalian manajemen, baik sektor publik maupun swasta. Menurut De Bruijn (2002); dan Mahmudi (2005), tujuan pengukuran/penilaian kinerja dalam sektor publik antara lain sebagai berikut: 1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi Pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik digunakan untuk mengetahui ketercapaian tujuan organisasi. Ditinjau dari perspektif

7 pengendalian internal, sistem pengukuran kinerja didesain untuk memonitor implementasi rencana-rencana organisasi, emnentukan kapan rencana tersebut berhasil dan bagaimana cara memperbaikinya. Sistem pengukuran kinerja untuk memfokuskan perhatian pada pencapaian tujuan organisasi, mengukur dan melaporkan kinerja, serta untuk memahami bagaimana proses kinerja mempengaruhi pembelajaran organisasi. 2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai Sistem pengukuran kinerja bertujuan untuk memperbaiki hasil dari usaha yang dilakukan oleh pegawai tentang bagaimana seharusnya mereka bertindak, dan memberikan dasar dalam perubahan perilaku, sikap, skill, atau pengetahuan kerja yang harus dimiliki pegawai untuk mencapai hasil kerja terbaik. 3. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya Penerapan sistem pengukuran kinerja dalam jangka panjang bertujuan untuk membentuk budaya berprestasi di dalam organisasi. Budaya kinerja atau budaya berprestasi dapat diciptakan apabila sistem pengukuran kinerja mampu menciptakan atmosfir organisasi sehingga setiap orang dalam organisasi dituntut untuk berprestasi. Atmosfir tersebut dapat terwujud dengan perbaikan kinerja yang dilakukan secara terus menerus. Kinerja saat ini harus lebih baik dari kinerja sebelumnya, dan kinerja yang akan datang harus lebih baik daripada sekarang. 4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment

8 Pengukuran kinerja bertujuan memberikan dasar sistematik bagi manajer untuk memberikan reward (kenaikan gaji, tunjangan, promosi), atau punishment (pemutusan kerja, penundaan promosi, teguran). Sistem manajemen kinerja modern diperlukan untuk mendukung sistem gaji berbasis kinerja (performance based pay). Organisasi yang berkinerja tinggi berusaha menciptakan reward, insentif, dan gaji yang memiliki hubungan yang jelas dengan knowledge, skill, dan kontribusi individu terhadap kinerja organisasi. 5. Memotivasi pegawai Dengan adanya pengukuran kinerja yang dihubungkan dengan manajemen kompensasi, maka pegawai yang berkinerja tinggi akan memperoleh reward. Reward tersebut memberikan motivasi pegawai untuk berkinerja lebih tinggi dengan harapan kinerja yang tinggi akan memperoleh kompensasi yang tinggi. 6. Menciptakan akuntabilitas publik Pengukuran kinerja menunjukkan seberapa besar kinerja manajerial dicapai, seberapa bagus kinerja finansial organisasi, dan kinerja lainnya yang menjadi dasar penilaian akuntabilitas. Kinerja tersebut harus diukur dan dilaporkan dalam bentuk laporan kinerja Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Manajerial Sektor Publik Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah

9 pengawasannya. Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun produktifitas mereka tidaklah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor (As'ad, 1991), yaitu : faktor individu dan situasi kerja. Menurut Mahmudi (2005) ada beberapa elemen pokok yang mempengaruhi kinerja manajerial sektor publik, yaitu : 1. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi. 2. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja. 3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi. 4. Evaluasi kinerja/feed back, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Berdasarkan Mahmudi (2005) di atas, jelas terlihat bahwa salah satu elemen pokok yang mempengaruhi kinerja manajerial adalah sasaran. Dalam koteks anggaran, sasaran dimaksud diinterpretasikan melalui karakteristik sasaran anggaran (budgetary goal characteristics). Sutemeister dalam Srimulyo (1999) mengemukakan pendapatnya, bahwa kinerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (1) Faktor Kemampuan, yang meliputi : pengetahuan dan termasuk didalamnya pendidikan, pengalaman, latihan dan minat, ketrampilan dan termasuk didalamnya kecakapan dan kepribadian. (2) Faktor Motivasi, yang dikelompokkan atas : (a) Kondisi sosial : organisasi formal dan informal, kepemimpinan dan (b) Serikat kerja kebutuhan individu : fisiologis, sosial dan egoistic dan (c) Kondisi fisik : lingkungan kerja. Tiffin dan Cormick dalam Srimulyo (1999) menyatakan faktor individu atau variabel individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman,

10 umur, jenis kelamin, pendidikan, serta faktor individual lainnya. Sedangkan variabel situasional, meliputi : (1) Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari; metode kerja, kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur, dan fentilasi). (2) Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan organisasi, perilaku organisasional, jenis latihan dan pengendalian, sistem upah dan lingkungan sosial. Dalam hal perilaku organisasional Tiffin dan Cormick dalam Srimuiyo (1999), lebih lanjut Greenberg (1990) mencatat bahwa teori keadilan dalam organisasi berawal dari pemahaman untuk menguji prinsip-prinsip interaksi sosial secara umum, bukan secara khusus pada organisasi. Namun demikian, teori-teori ini justru berkembang pesat ketika dikaitkan untuk menjelaskan beberapa bentuk perilaku keorganisasian. Model yang dibangun yaitu variabel dan isu-isu yang berhubungan dengan fungsi organisasional. Dengan model ini, para peneliti mengarahkan penelitian untuk menjelaskan dan menggambarkan peran keadilan dalam lingkungan kerja (Greenberg, 1986). Secara umum, para peneliti tentang keadilan organisasional memfokuskan diri pada tiga isu utama untuk menilai istilah keadilan dalam organisasi. Ketiga isu yang dimaksud yaitu : hasil (outcomes), proses (process) dan interaksi antar personal (interpersonal interactions), (Cropanzano, Prehar, dan Chen, 2002). Penilaian yang berkaitan dengan kewajaran hasil atau kewajaran pengalokasian disebut dengan istilah keadilan distributif. Isu kedua dalam keadilan organisasi yaitu penilaian yang mengacu pada elemen-elemen proses, dan diistilahkan sebagai keadilan prosedural. Keadilan prosedural mengacu pada kewajaran proses bagaimana suatu keputusan diambil (Folger & Konovsky, 1989). Selanjutnya isu

11 ketiga yaitu penilaian terhadap kewajaran mengenai hubungan antarpersonal yang disebut sebagai keadilan interaksional. Dari ketiga isu keadilan di atas, sesuai dengan topik penelitian ini, maka keadilan yang akan dibahas lebih lanjut hanyal keadilan distributif dan keadilan prosedural Karakteristik Sasaran Anggaran (Budgetary Goal Characteristics) Goal Setting Theory Teori penentuan tujuan (Goal setting theory) yang dikemukakan Murray (1990) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen tujuan tinggi akan mempengaruhi kinerja manajerial. Partisipasi penyusunan anggaran sebagai suatu mekanisme dalam pertukaran informasi memungkinkan karyawan untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas tentang pekerjaan mereka. Sebaliknya, karyawan yang tidak memiliki komitmen tujuan maka kinerja yang dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata lain manajer yang tidak komitmen pada tujuan, tidak memiliki keinginan memperbaiki kesalahan dengan memanfaatkan partisipasi dalam penyusunan anggaran, sehingga kinerja yang diperoleh tetap rendah Konsep Budgetary Goal Characteristics Sistem penganggaran merupakan alat yang digunakan untuk perencanaan dan pengendalian manajerial. Penganggaran merupakan bagian penting dari siklus perencaaan, tindakan dan pengendalian manajemen atau secara lebih khusus sebagai bagian dari total management systems. Dari posisi penganggaran tersebut, anggaran sering dianggap merupakan suatu rencana jangka pendek yang disusun berdasarkan rencana jangka panjang yang ditetapkan dalam proses pemrograman.

12 Kenis (1979) mengemukakan lima karakteristik sistem penganggaran atau Budgetary Goal Characteristics yang meliputi partisipasi penganggaran, evaluasi anggaran, umpan balik anggaran, kejelasan anggaran dan kesulitan anggaran. Partisipasi penganggaran menggambarkan keterlibatan manajer dalam menyusun aggaran pada pusat pertanggungjawaban manajer yang bersangkutan. Secara lebih rinci meliputi keterlibatan individual, penyusun target, evaluasi kinerja dan mungkin penghargaan (Brownell, 1982). Kenis (1979) menyatakan evaluasi anggaran adalah tindakan yang dilakukan untuk menelusuri penyimpangan anggaran ke departemen yang bersangkutan dan digunakan sebagai dasar untuk penilaian kinerja departemen. Tse (1979) dalam Ratnawati (2004) menjelaskan bahwa evaluasi anggaran secara mendasar memiliki empat tujuan, yaitu (1) untuk meyakinkan bahwa kinerja yang sesungguhnya sesuai dengan kinerja yang diharapkan; (2) memudahkan untuk membandingkan antara kinerja individu satu dengan yang lainnya; (3) sistem evaluasi kinerja dapat memicu suatu isyarat tanda bahaya, memberi sinyal masalah-masalah yang mungkin terjadi; (4) evaluasi dimaksudkan untuk menilai pembuatan keputusan manajemen. Kenis (1979) menyatakan bahwa umpan balik terhadap tingkat sasaran anggaran yang dicapai merupakan salah satu variabel penting yang memberikan motivasi kepada manajer. Jika bawahan tidak mengetahui hasil dari apa yang telah dicapainya maka tidak akan merasa bahwa mereka telah berhasil atau gagal. Kejelasan sasaran anggaran menggambarkan luasnya sasaran anggaran yang diyatakan secara jelas dan spesifik serta dimengerti oleh pihak yang bertanggung jawab terhadap pencapainnya (Kenis, 1979). Locke (1968) menyatakan bahwa

13 mencantumkan sasaran anggaran secara spesifik adalah lebih produktif dibandingkan dengan tidak adanya sasaran yang spesifik dan hanya akan mendorong karyawan yang melakukan yang terbaik. Kesulitan sasaran anggaran menggambarkan adanya rentang sasaran dari sangat longgar dan mudah dicapai sampai dengan sangat ketat dan tidak dapat dicapai (Kenis, 1979) Locke (1968) menyimpulkan bahwa sasaran anggaran yang lebih sulit akan mengakibatkan kinerja yang lebih baik dibanding dengan sasaran anggaran yang lebih mudah. Hofstede (1967) menyatakan bahwa sasaran anggaran yang lebih ketat menimbulkan motivasi yang lebih tinggi, namun apabila melewati batas limitnya, maka pengetahuan sasaran anggaran justru akan mengurangi motivasi Konsep Keadilan Organisasional Keadilan Distributif Keadilan distributif didefinisikan sebagai persepsi karyawan tentang keadilan pendistribusian sumberdaya organisasi yang mengevaluasi distribusi hasil-hasil organisasi, dengan memperhatikan beberapa aturan distributif, yang paling sering digunakan adalah hak menurut keadilan dan kewajaran. Teori kewajaran mengatakan bahwa manusia dalam hubungan sosial mereka, berkeyakinan bahwa imbalan organisasional harus didistribusikan sesuai tingkat kontribusi individual. Teori kewajaran (equity theory) mengatakan bahwa manusia dalam hubungan-hunbungan sosial mereka, berkeyakinan bahwa imbalan-imbalan organisasional harus didistribusikan sesuai dengan tingkat kontribusi individual (Cowherd and Levine,1992).

14 Berdasarkan equity theory, teori tentang keadilan antara masukan - masukan (misalnya usaha yang dilakukan dan skill) yang mereka berikan dengan hasil - hasil (misalnya gaji) yang mereka terima. Pada saat induvidu-individu dalam organisasi mempersepsikan bahwa rasia masukan-masukan yang mereka berikan terhadap imbalan imbalan yang mereka terima seimbang dan mereka merasakan adanya kewajaran (equity). Di sisi lain, ketidakseimbangan rasio antara masukan dan imbalan menggiring mereka pada persepsi akan adanya ketidak wajaran (Cowherd and Levine,1992). Dengan demikian penilaian keadilan tidak hanya pada perbandingan antara input yang diberikan oleh seorang individu terhadap output yang diterima tetapi juga membandingkan dengan apa yang diterima oleh orang lain dan diikuti adanya reaksi terhadap ketidakadilan tersebut. Walaupun equity theory telah memberikan kontribusi yang besar dalam penelitian keadilan organisasional, teori ini dikritik karena dianggap terlalu sempit dalam menjelaskan bagaimana pembentukan penilaian keadilan. Pertama, sebagaimana dikatakan Folger dan Cropanzano, 2001 dalam Cropanzano, Byrne, Bobocel, & Rupp, 2001), bahwa equity theory hanya mempertimbangkan pada output yang diterima oleh karyawan, yang menilai bentuk keadilan terbatas pada material dan ekonomi. Kedua, equity theory juga tidak mempertimbangkan efek prosedur pada evaluasi keadilan dan hanya sedikit menjelaskan bagaimana respon dari perlakuan tidak adil tersebut. Sebagai tambahan, Lock dan Henne, 1986 dalam Cropanzano, Byrne, Bobocel, dan Rupp, 2001), menyebutkan salah satu keterbatasan equity theory yaitu kurang menjelaskan penentuan tipe reaksi terhadap berbagai macam perbandingan dengan pihak lain.

15 Keadilan Prosedural Teori tentang keadilan procedural yang berkaitan dengan prosedurprosedur yang digunakan organisasi untuk mendistribusikan hasil-hasil dan sumber daya organisasi kepada para anggotanya. Para peneliti umumnya mengajukan dua penjelasan teoritis mengenai proses psikologis yang mendasari pengaruh keadilan prosedural, yaitu: kontrol proses atau instrumental dan perhatian-perhatian relasional atau komponen-komponen struktural (Taylor et a1,1995 and Gilliland, 1993). Perspektif kontrol atau proses berpendapat bahwa prosedur yang digunakan aleh organisasi akan dipersepsikan lebih adil manakala individu yang terpengaruh suatu proses keputusan memiliki kesempatan untuk mempengaruhi proses penetapan keputusan atau menawarkan masukan (Thibaut and Walker,dalam Tayloe et a1,1495). Sedangkan perspektif komponen struktural mengatakan bahwa keadilan prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah aturan - aturan prosedural dipenuhi atau dilanggar (Leventhal, dalam Gilliand 1993). Aturan - aturan prosedural tersebut memiliki implikasi yang sangat penting, karena ia dipandang sebagai manifestasi nilai nilai proses dasar dalam arganisasi. Jadi, individu - individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya keadilan prosedural, manakala aturan - aturan prosedural yang ada dalam organisasi dipenuhi oleh para pengambil kebijakan. Sebaliknya, apabila aturan aturan prosedural tersebut dilanggar, individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya ketidak adilan. Karenaya, keputusan harus dibuat secara konsisten,tanpa bias-bias pribadi, dengan melibatkan sebanyak mungkin informasi

16 yang akurat, dengan kepentingan - kepentingan individu yang terpengaruh terwakili dengan cara cara yang sesuai dengan nilai - nilai etis mereka, dan dengan suatu hasil yang dapat dimodifikasi (Gilliand,1993). Keadilan prosedural berhubungan dengan keadilan yang digunakan untuk menentukan hasil-hasil yang terdistribusi seperti beban kerja, penghasilan dan lainnya (Leventhal, dalam Gilliand 1993). McFarlin dan Sweeny (1992) menjelaskan bahwa keadilan prosedural berhubungan dengan persepsi bawahan mengenai seluruh proses yang diterapkan oleh batasan mereka, sebagai sarana untuk mengkomunikasikan feedback kinerja dan untuk menentukan reward bagi mereka seperti promosi atau kenaikan gaji. Pengaruh keadilan prosedural juga disebut sebagai pengaruh proses yang adil karena persepsi mengenai keadilan dari proses dapat berpengaruh dalam meningkatkan outcome bahkan ketika outcome tersebut mempunyai implikasi yang tidak diinginkan (Saunders et al, 2002). Pinder yang dikutip oleh Ahadiyat (2005), mengajukan enam dimensi dalam konstruk keadilan prosedural, yaitu: suatu prosedur dikatakan fair manakala perusahaan berbuat 1) konsisten dengan prosedur, 2) tidak adanya kepentingan pribadi di atas kepentingan umum, 3) selalu berdasarkan informasi akurat, 4) selalu diberi peluang untuk melakukan koreksi, 5) menyertakan semua kepentingan yang legitimate dan 6) selalu memperhatikan standar moral dan etis. Jauh sebelum Pinder, Laventhal dalam Gilliand 1993mengajukan sembilan aspek dari fairness, yaitu: trust, consistency, truthfulness, integrity, expectation, influence, justice dan respect.

17 Beberapa penelitian yang dilakukan sebagai tindak lanjut atas teori ekuitas menyimpulkan bahwa individual mendefinisikan keadilan bukan hanya dalam hal hasil yang diterima tetapi juga prosedur yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut yang diterima tetapi juga prosedur yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut (Laventhal, dalam Gilliand 1993; Thibaut dan Walker, 1975). Anggapan adil atau tidak adil mengenai proses dan prosedur yang diterapkan menunjukkan tinggi atau rendahnya keadilan prosedural menurut bawahan. Keadilan prosedural juga berkaitan dengan apakah karyawan percaya atau menganggap prosedur dan hasil telah adil, bukan apakah prosedur dan hasil telah adil dalam pengertian yang lebih obyektif (Lind dan Tyler, 1988). Prosedur yang berbeda dapat dipandang secara berbeda oleh orang berbeda dalam situasi yang berbeda pula. Thibaut dan Walker (1975) dalam penelitiannya menemukan bukti bahwa prosedur yang berbeda diperlukan untuk menyelesaikan prosedur yang berbeda. Mereka menyimpulkan bahwa keadilan prosedural dipengaruhi oleh sejauh mana pihak-pihak yang berselisih diperbolehkan untuk bersuara dalam penyelesaian perselisihan hukum Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini diantaranya : Kenis (1979) menemukan terdapat hubungan negatif antara anggaran dengan kinerja dan sikap manajer. Brownel dan Mclnness (1986) menemukan adanya hubungan positif antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial secara langsung, tidak melalui motivasi. Early dan Lind (1987) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa keadilan prosedural berkorelasi positif

18 dengan kinerja manajer. Mereka menemukan bukti bahwa persepsi manajer lini terhadap cara mengevaluasi, proses promosi dan umpan balik dalam mengkomunikasikan kinerja akan mempengaruhi kinerja manajerial para manajer lini. Kinerja manjerial akan meningkat jika persepsi bawahan (manajer lini) terhadap keadilan prosedural dapat diterima. Adoe (2002) menunjukkan kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial. Darma (2004) mendukung adanya hubungan antara kejelasan sasaran anggaran dengan kinerja dalam konteks pemerintah daerah. Hal ini didukung penelitian Abdullah (2004) yang mengatakan terdapat hubungan yang signifikan antara kejelasan sasaran anggaran dengan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Mulyasari dan Sugiri (2004) melakukan penelitian terhadap manajer tingkat menengah yang memiliki atasan dan bawahan dan bertanggung jawab atas divisi yang dipimpinnya. Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan beberapa variabel yang mempengaruhi kinerja akan lebih kuat jika terdapat keadilan prosedural. Ginting (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat pengaruh secara simultan maupun secara parsial partisipasi anggaran dan kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja aparat perangkat daerah di Pemerintahan Kabupaten Karo. Bawono (2009) dalam penelitiannya berhasil menyimpulkan bahwa Keadilan prosedural secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja manajerial dan keadilan prosedural terhadap kinerja manajerial melalui budgetary goal characteristic juga terbukti berpengaruh positif. Hasil penelitian Bawono (2009) secara keseluruhan dapat menjelaskan bahwa pejabat eselon III dan IV yang diberi wewenang untuk berpartisipasi dalam penyusunan anggaran, evaluasi anggaran,

19 umpan balik anggaran, kejelasan sasaran anggaran merasa bahwa prosedur yang adil dapat mempengaruhi kinerja manajerial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh langsung antara keadilan prosedural dengan kinerjal manajerial lebih tinggi dibandingkan dengan pengaruh tidak langsung melalui budgetary goal characteristic Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti 1. Kenis (1979) 2. Browne ll dan Mclness (1986) 3. Early dan lind (1987) 4 Adoe (2002) Judul Penelitian The Effect of Budgetary Goal Characteristics on Managerial Attitudes and Performance Budgetary Participation, Motivation and Managerial Performance Prosedural Justice and Partisipation in Task Selection: The Role of Control in Mediating Justice Pengaruh Karakteristik Tujuan Anggaran Terhadap Perilaku, Sikap dan Kinerja Pemerintah Daerah di Propinsi Nusa Tenggara Timur Variabel Yang Digunakan Budgetary Goal Characteristics (X) Managerial Attitudes (Y 1 ) Performance (Y 2 ) Budgetary Participation (X 1 ), Motivation (X 2 ) Managerial Performance (Y) Keadilan prosedural kinerja manajer. Karakteristik Tujuan Anggaran (X) Perilaku (Y 1 ) Sikap (Y 2 ) Kinerja Pemerintah Daerah (Y 3 ) Kesimpulan Hubungan kejelasan sasaran anggaran dengan kinerja manajerial menunjukkan hasil yang signifikan. Menemukan bahwa anggaran partisipati memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja manajer. keadilan prosedural berkorelasi positif dengan kinerja manajer. Mereka menemukan bukti bahwa persepsi manajer lini terhadap cara mengevaluasi, proses promosi dan umpan balik dalam mengkomunikasikan kinerja akan mempengaruhi kinerja manajerial para manajer lini. Kinerja manjerial akan meningkat jika persepsi bawahan (manajer lini) terhadap keadilan prosedural dapat diterima. Kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial. Penelitian Jumirin (2001) mengatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kejelasan sasaran anggaran dengan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

20 5. Mulyasari dan Sugiri (2004) 6. Abdullah (2004) 7. Darma, E.S. (2004) 8. Ginting (2009) 9. Bawono (2009) Pengaruh Keadilan Persepsian, Komitmen pada Tujuan dan Job Relevant Information terhadap Hubungan antara Penganggaran Partisipatif dan Kinerja Manager Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pada Kabupaten dan Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta Pengaruh Kejelasan Sasaran dan Sistem Pengendalian Akuntansi Terhadap Kinerja Manajerial dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Pemoderasi pada Pemerintah Daerah Pengaruh partisipasi anggaran dan kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja aparat perangkat daerah di pemerintahan Kabupatan karo Peran Budgetary Goal Characteristics Sebagai Variabel Intervening Dalam Hubungan Antara Keadilan Prosedural Dan Kinerja Manajerial (Studi pada Pejabat Eselon III dan IV pada Pemerintah Daerah se-eks Karesidenan Keadilan Persepsian (Z 1 ), Komitmen pada Tujuan (Z 2 ), Job Relevant Information (Z 3 ) Penganggaran Partisipatif (X) dan Kinerja Manager (Y) Kejelasan Sasaran Anggaran (X 1 ) Pengendalian Akuntansi (X 2 ) Sistem Pelaporan (X 3 ) Akuntabilitas Kinerja (Y) Kejelasan Sasaran (X 1 ) Sistem Pengendalian Akuntansi (X 2 ) Komitmen Organisasi (X 3 ) Kinerja Manajerial (Y) Partisipasi anggaran (X 1 ), Kejelasan sasaran anggaran (X 2 ) dan Kinerja aparat perangkat daerah (Y) Budgetary Goal Characteristics (Z), Keadilan Prosedural (X) dan Kinerja Manajerial (Y) Hubungan beberapa variabel yang mempengaruhi kinerja akan lebih kuat jika terdapat keadilan prosedural. Terdapat hubungan yang signifikan antara kejelasan sasaran anggaran dengan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Komitmen organisasi merupakan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai organisasi. Komitmen organisasi yang tinggi akan cenderung menurunkan senjangan anggaran dan signifikan terhadap kinerja. Terdapat pengaruh secara simultan maupun secara parsial partisipasi anggaran dan kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja aparat perangkat daerah di Pemerintahan Kabupaten Karo. Keadilan prosedural secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja manajerial dan keadilan prosedural terhadap kinerja manajerial melalui budgetary goal characteristic juga terbukti berpengaruh positif. Hasil penelitian Bawono (2009) secara keseluruhan dapat menjelaskan bahwa pejabat eselon III dan IV yang diberi wewenang untuk berpartisipasi dalam

21 Surakarta ) penyusunan anggaran, evaluasi anggaran, umpan balik anggaran, kejelasan sasaran anggaran merasa bahwa prosedur yang adil dapat mempengaruhi kinerja manajerial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh langsung antara keadilan prosedural dengan kinerjal manajerial lebih tinggi dibandingkan dengan pengaruh tidak langsung melalui budgetary goal characteristic

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kinerja Sektor Publik Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa

Lebih terperinci

PENGARUH EVALUASI ANGGARAN DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL. (Studi Empiris pada pejabat eselon III dan IV

PENGARUH EVALUASI ANGGARAN DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL. (Studi Empiris pada pejabat eselon III dan IV PENGARUH EVALUASI ANGGARAN DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL (Studi Empiris pada pejabat eselon III dan IV di Pemerintah Kabupaten Sukoharjo) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan

Lebih terperinci

PERAN ANGGARAN PARTISIPATIF

PERAN ANGGARAN PARTISIPATIF PERAN ANGGARAN PARTISIPATIF SEBAGAI VARIABEL INTERVENING DALAM HUBUNGAN ANTARA KEADILAN PROSEDURAL DAN KINERJA MANAJERIAL (Studi pada Pejabat Eselon III dan IV pada Pemerintah Daerah se-eks Karesidenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan inovatif dengan mempertimbangkan faktor-faktor ekstern organisasi yang. tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. dan inovatif dengan mempertimbangkan faktor-faktor ekstern organisasi yang. tujuan organisasi secara efektif dan efisien. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam lingkungan persaingan global sekarang ini yang diliputi banyak ketidakpastian, maka perlu menciptakan kondisi ekonomi yang lebih fleksibel dan inovatif

Lebih terperinci

PERANAN PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA KEADILAN PROSEDURAL DAN KINERJA MANAJERIAL (Survei pada BAPPEDA Surakarta)

PERANAN PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA KEADILAN PROSEDURAL DAN KINERJA MANAJERIAL (Survei pada BAPPEDA Surakarta) 1 PERANAN PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA KEADILAN PROSEDURAL DAN KINERJA MANAJERIAL (Survei pada BAPPEDA Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemerintah Daerah Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Penilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah suatu proses yang memungkinkan organisasi mengetahui, mengevaluasi, mengukur dan menilai kinerja anggota-angotanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. situasi atau organisasi (perusahaan) tertentu. Dalam partisipasi penyusunan anggaran,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. situasi atau organisasi (perusahaan) tertentu. Dalam partisipasi penyusunan anggaran, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Kontijensi Teori kontijensi menyatakan bahwa tidak ada rancangan dan penggunaan sistem pengendalian manajemen yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. 1 Tinjauan Teoretis 2.1. 1 Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah (Studi pada DPPKAD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran merupakan kunci penting bagi seluruh jenis organisasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran merupakan kunci penting bagi seluruh jenis organisasi, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Anggaran merupakan kunci penting bagi seluruh jenis organisasi, baik organisasi privat maupun organisasi publik dalam rangka mencapai tujuan. Anggaran berguna

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang menghubungkan konsep kepuasan kerja dengan keadilan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang menghubungkan konsep kepuasan kerja dengan keadilan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Keadilan Teori yang menghubungkan konsep kepuasan kerja dengan keadilan organisasi yang cukup di kenal menurut Rivai (2004) adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaaan memanfaatkan faktor faktor produksi yang dimilikinya secara ekonomis, efektif dan effisien.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan dunia usaha yang berkembang akhir-akhir ini. Persaingan dalam

BAB I PENDAHULUAN. persaingan dunia usaha yang berkembang akhir-akhir ini. Persaingan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesulitan dalam proses perencaan dan pengendalian manajemen disebabkan adanya ketidakpastian lingkungan bisnis yang muncul akibat persaingan dunia usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang. Anggaran menjadi alat manajerial yang umum digunakan

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang. Anggaran menjadi alat manajerial yang umum digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Bastian (2006:163) anggaran mengungkapkan apa yang akan dilakukan di masa mendatang. Anggaran menjadi alat manajerial yang umum digunakan karena sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. disusun manajemen dalam jangka waktu satu tahun untuk membawa perusahaan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. disusun manajemen dalam jangka waktu satu tahun untuk membawa perusahaan BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Anggaran Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anggaran adalah salah satu komponen penting dalam perencanaan organisasi. Anggaran merupakan rencana pendanaan kegiatan di masa depan dan dinyatakan secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. PEMERINTAHAN DAERAH Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS PELAKSANAAN ANGGARAN PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI KLATEN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS PELAKSANAAN ANGGARAN PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI KLATEN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS PELAKSANAAN ANGGARAN PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI KLATEN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007) BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Anggaran 2.1.1 Definisi Anggaran Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007) dalam akuntansi sektor publik mendefinisikan anggaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai. secara sistematis untuk satu periode.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai. secara sistematis untuk satu periode. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian, Fungsi, dan Klasifikasi Anggaran Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kinerja sumber daya manusia secara optimal. Banyak cara bagi perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kinerja sumber daya manusia secara optimal. Banyak cara bagi perusahaan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan sumber daya yang sangat penting peranannya dalam mekanisme suatu organisasi dengan tidak mengecilkan arti peran sumber daya lainnya. Sehingga untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengurusan maupun pengelolaan pemerintahan daerah, termasuk didalamnya pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kinerja Manajerial Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan efektivitas kinerja organisasional. Menurut Mahoney dkk. (1963)

Lebih terperinci

PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN STRUKTUR ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING

PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN STRUKTUR ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN STRUKTUR ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING ( Survey Pada Rumah Sakit di Purwodadi Grobogan) Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1999) dalam bentuk kinerja manajer berdasarkan pada fungsi manajemen klasik yang. penganggaran, pemprograman dan lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1999) dalam bentuk kinerja manajer berdasarkan pada fungsi manajemen klasik yang. penganggaran, pemprograman dan lainnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja Manajerial Penilaian kinerja manajerial menurut Mahoney, dkk (1963 dalam Zainul, 1999) dalam bentuk kinerja manajer berdasarkan pada fungsi manajemen klasik yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negeri, dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. negeri, dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat melaksanakan kegiatan organisasi

Lebih terperinci

PENGARUH KARAKTERISTIK ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL (Survey Pemerintah Daerah Se Eks Karisidenan Surakarta)

PENGARUH KARAKTERISTIK ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL (Survey Pemerintah Daerah Se Eks Karisidenan Surakarta) PENGARUH KARAKTERISTIK ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL (Survey Pemerintah Daerah Se Eks Karisidenan Surakarta) SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi dan Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

Nama : Andy Dwi Bayu Bawono NIM : C4C005122

Nama : Andy Dwi Bayu Bawono NIM : C4C005122 PERAN BUDGETARY GOAL CHARACTERISTICS SEBAGAI VARIABEL INTERVENING DALAM HUBUNGAN ANTARA KEADILAN PROSEDURAL DAN KINERJA MANAJERIAL (Studi pada Pejabat Eselon III dan IV pada Pemerintah Daerah se-eks Karesidenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dalam perkembangan Ekonomi Dewasa ini dimana dunia usaha tumbuh dengan pesat di indonesia, Pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penyusunan anggaran publik umumnya menyesuaikan dengan peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia, proses penyusunan anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengakibatkan lingkungan organisasi yang tidak pasti, sementara sumberdaya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengakibatkan lingkungan organisasi yang tidak pasti, sementara sumberdaya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini lingkungan organisasi berubah secara cepat, sehingga mengakibatkan lingkungan organisasi yang tidak pasti, sementara sumberdaya yang dimiliki terbatas.

Lebih terperinci

PENGARUH UMPAN BALIK ANGGARAN DAN KEJELASAN SASARAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL

PENGARUH UMPAN BALIK ANGGARAN DAN KEJELASAN SASARAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PENGARUH UMPAN BALIK ANGGARAN DAN KEJELASAN SASARAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL ( Studi Empiris pada Pejabat Eselon III dan IV di Pemerintah Kabupaten Sukoharjo ) SKRIPSI Untuk Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disamping itu, dalam menghadapi pesaing-pesaingnya perusahaan harus

BAB I PENDAHULUAN. Disamping itu, dalam menghadapi pesaing-pesaingnya perusahaan harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adanya kemajuan teknologi informasi telah memicu terjadinya globalisasi. Globalisasi yang melanda seluruh sisi dunia mengakibatkan persaingan dalam dunia bisnis semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Kota Denpasar merupakan bagian integral dari pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan selalu diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aturan-aturan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aturan-aturan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Anggaran merupakan salah satu bagian dari proses pengendalian manajemen yang berisi rencana tahunan yang dinyatakan secara kuantitatif, diukur dalam satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tugas utama pemerintah sebagai organisasi sektor publik terbesar adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat merupakan sebuah konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Persaingan usaha yang semakin ketat dewasa ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Persaingan usaha yang semakin ketat dewasa ini menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan usaha yang semakin ketat dewasa ini menuntut perusahaan untuk beroperasi seefisien dan seefektif mungkin. Untuk itu pihak manajemen harus mampu melaksanakan

Lebih terperinci

PENGARUH KARAKTERISTIK TUJUAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

PENGARUH KARAKTERISTIK TUJUAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI PENGARUH KARAKTERISTIK TUJUAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi digunakan dalam pengendalian disiapkan dalam rangka menjamin bahwa

suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi digunakan dalam pengendalian disiapkan dalam rangka menjamin bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Menurut Bastian (2006) kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peluang baru bagi negara-negara berkembang, seperti di Indonesia. Persaingan antar

BAB I PENDAHULUAN. peluang baru bagi negara-negara berkembang, seperti di Indonesia. Persaingan antar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi persaingan yang semakin ketat merupakan tantangan dan peluang baru bagi negara-negara berkembang, seperti di Indonesia. Persaingan antar negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Partisipasi Dalam konteks penganggaran, Brownell (1982) dalam Puspaningsih (2002) menjelaskan bahwa partisipasi merupakan suatu proses yang melibatkan individuindividu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kinerja di Balai Ternak Embrio Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Reformasi keuangan di Indonesia ditandai dengan lahirnya tiga paket undang-undang

I. PENDAHULUAN. Reformasi keuangan di Indonesia ditandai dengan lahirnya tiga paket undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi keuangan di Indonesia ditandai dengan lahirnya tiga paket undang-undang (UU) tentang keuangan negara, yaitu UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Mardiasmo, 2002 :45).

BAB I PENDAHULUAN. efisian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Mardiasmo, 2002 :45). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah anggaran atau penganggaran (budgeting) sangat dipahami dalam setiap organisasi, termasuk organisasi pemerintahan. Sebagai organisasi, aparat pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget pada tahun Piaget

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget pada tahun Piaget 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kognitif Teori kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget pada tahun 1896-1980. Piaget beranggapan bahwa proses berpikir sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan ekonomi daerah sangat penting sekali untuk ditingkatkan guna menunjang peningkatan ekonomi nasional. Dalam konteks ini, peran kebijakan pemerintah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang dimiliki secara ekonomis, efektif, dan efisien. Anggaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dicapainya. Tujuan tersebut diraih dengan mendayagunakan sumber-sumber

BAB II LANDASAN TEORI. dicapainya. Tujuan tersebut diraih dengan mendayagunakan sumber-sumber BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Setiap organisasi tentunya mempunyai berbagai tujuan yang hendak dicapainya. Tujuan tersebut diraih dengan mendayagunakan sumber-sumber dayanya yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Goal Setting Theory ini mula-mula dikemukakan oleh Locke (1968). Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Goal Setting Theory ini mula-mula dikemukakan oleh Locke (1968). Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Goal Setting Theory Goal Setting Theory ini mula-mula dikemukakan oleh Locke (1968). Teori ini mengemukakan bahwa dua cognitions yaitu values dan intentions (atau tujuan) sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan pemerintahan Daerah dan sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja telah menjadi kata kunci yang banyak dibicarakan diberbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja telah menjadi kata kunci yang banyak dibicarakan diberbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja telah menjadi kata kunci yang banyak dibicarakan diberbagai organisasi mulai dari organisasi perusahaan, pemerintahan, dan juga perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Organisasi Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk beroperasi seefisien mungkin. Untuk itu pihak manajemen harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. untuk beroperasi seefisien mungkin. Untuk itu pihak manajemen harus mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan usaha yang sangat ketat dewasa ini, menuntut perusahaan untuk beroperasi seefisien mungkin. Untuk itu pihak manajemen harus mampu melaksanakan fungsinya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Henry Fayol (1974), organisasi merupakan pengelompokan orang-orang

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Henry Fayol (1974), organisasi merupakan pengelompokan orang-orang 9 BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Organisasi Menurut Henry Fayol (1974), organisasi merupakan pengelompokan orang-orang ke dalam aktivitas kerjasama untuk

Lebih terperinci

BAB 1` PENDAHULUAN. Apapun yang dikerjakan oleh manusia baik secara individu maupun

BAB 1` PENDAHULUAN. Apapun yang dikerjakan oleh manusia baik secara individu maupun BAB 1` PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apapun yang dikerjakan oleh manusia baik secara individu maupun kelompok, mandiri maupun di bawah kendali orang lain, pasti bertujuan untuk mencapai sesuatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Surabaya Kota. Alat analisis yang digunakan adalah analisis value for money.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Surabaya Kota. Alat analisis yang digunakan adalah analisis value for money. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Review Penelitian Terdahulu Herawati (2012) meneliti tentang kinerja pada Stasiun Kereta Api Surabaya Kota. Alat analisis yang digunakan adalah analisis value for money. Herawati

Lebih terperinci

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN TINGKAT KESULITAN TARGET ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN SISTEM REWARD

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN TINGKAT KESULITAN TARGET ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN SISTEM REWARD PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN TINGKAT KESULITAN TARGET ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN SISTEM REWARD SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Survey pada Perusahaan Manufaktur di Sukoharjo) SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Kinerja Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program ataupun kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya suatu koordinasi yang baik antara fungsi-fungsi yang ada di dalam

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya suatu koordinasi yang baik antara fungsi-fungsi yang ada di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap organisasi baik itu swasta maupun pemerintah akan berupaya dan berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya organisasi yang diindikasikan

Lebih terperinci

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, khususnya dalam kaitannya dengan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah, pemahaman yang memadai tentang sistem

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Definisi Laporan Keuangan Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:2) Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan harus diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan harus diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintahan dengan sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Maier (dalam

II. LANDASAN TEORI. Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Maier (dalam II. LANDASAN TEORI 2.1 Kinerja Kinerja pada dasarnya adaiah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Organisasi Sektor Publik Menurut Mahsun (2006:14) organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengawasan Pengawasan merupakan bagian terpenting dalam praktik pencapaian evektifitas di Indonesia. Adapun fungsi dari pengawasan adalah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi

Lebih terperinci

Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori Keadilan (Equity Theory) Teori Keadilan (Equity Theory) Teori Keadilan (Equity Theory) Menurut teori ini bahwa kepuasan seseorang tergantung apakah ia merasakan ada keadilan (equity) atau tidak adil (unequity) atas suatu situasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anggaran 2.1.1. Pengertian Anggaran Anggaran merupakan rencana kerja jangka pendek yang dinyatakan secara kuantitatif dan diukur dalam satuan moneter yang penyusunannya sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk mencapai tujuan. Tercapainya tujuan perusahaan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk mencapai tujuan. Tercapainya tujuan perusahaan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia perusahaan yang sangat pesat mengharuskan setiap perusahaan mendapatkan karyawan yang berkualitas dan mampu membawa perusahaan untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang layak. Seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang layak. Seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan bagi masyarakat telah menjadi suatu kebutuhan yang utama. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang semakin kompleks dan di sisi lain industri perbankan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang semakin kompleks dan di sisi lain industri perbankan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini dunia perbankan menghadapi berbagai masalah karena situasi perekonomian yang semakin kompleks dan di sisi lain industri perbankan memiliki regulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan analisis belum bisa dilaksanakan secara maksimal. Sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan analisis belum bisa dilaksanakan secara maksimal. Sehingga dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembiayaan operasional rumah sakit, selama ini sebagian besar masih bergantung pada anggaran pemerintah daerah setempat. Di lain pihak dengan keterbatasan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS A. TUJUAN PEMBELAJARAN. Adapun tujuan pembelajaran dalam bab ini, antara lain : 9.1. Mahasiswa mengetahui tentang sistem pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. perusahaan untuk berbagai macam tujuan Otley (1980) dalam Suryanawa (2008).

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. perusahaan untuk berbagai macam tujuan Otley (1980) dalam Suryanawa (2008). BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Teori Kontijensi Teori kontijensi dapat digunakan untuk menganalisis desain dan sistem akuntansi manajemen untuk memberikan informasi yang dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Anggaran Negara dan Keuangan Negara. Menurut Revrisond Baswir (2000:34), Anggaran Negara adalah

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Anggaran Negara dan Keuangan Negara. Menurut Revrisond Baswir (2000:34), Anggaran Negara adalah BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori-teori 1. Pengertian Anggaran Negara dan Keuangan Negara Menurut Revrisond Baswir (2000:34), Anggaran Negara adalah gambaran dari kebijaksanaan pemerintah yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Penjelasan konsep senjangan anggaran dapat dimulai dari pendekatan teori keagenan. Dalam teori keagengan, hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejelasan Sasaran Anggaran Menurut Halim & Syam Kusufi (2012) mengatakan bahwa anggaran memiliki peranan penting dalam organisasi sektor publik, terutama organisasi pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi sektor publik merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi sektor publik merupakan lembaga yang menjalankan roda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi sektor publik merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang menyediakan pelayanan berupa barang/jasa bagi masyarakat dengan sumber dana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah engagement pertama kali digunakan dalam setting pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Anggaran merupakan kata benda, yaitu hasil yang diperoleh setelah menyelesaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Anggaran merupakan kata benda, yaitu hasil yang diperoleh setelah menyelesaikan 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Partisipasi Penyusunan Anggaran Anggaran merupakan kata benda, yaitu hasil yang diperoleh setelah menyelesaikan tugas perencanaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Anggaran adalah suatu rencana kuantitatif (satuan jumlah) periodic

BAB II LANDASAN TEORI. Anggaran adalah suatu rencana kuantitatif (satuan jumlah) periodic BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Anggaran Anggaran adalah suatu rencana kuantitatif (satuan jumlah) periodic yang disusun berdasarkan program yang telah disahkan. Anggaran (budget) merupakan rencana tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit yaitu organisasi yang sifatnya tidak mengejar laba. Organisasi pemerintah daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB II PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN, GOAL COMMITMENT, DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL

BAB II PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN, GOAL COMMITMENT, DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL BAB II PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN, GOAL COMMITMENT, DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL 2.1. Anggaran Anggaran merupakan suatu rencana terinci yang dinyatakan secara formal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan Goal-Setting Theory yang dikemukakan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan Goal-Setting Theory yang dikemukakan oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Goal-Setting Theory Penelitian ini menggunakan Goal-Setting Theory yang dikemukakan oleh Locke (1968) sebagai teori utama (grand theory). Goal-Setting Theory merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Organisasi Sektor Publik Dalam era sekarang ini, keberadaan organisasi sektor publik dapat dilihat di sekitar kita. Institusi pemerintahan, organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada latar belakang akan dijelaskan mengenai fenomena yang melatarbelakangi dilakukannya

Lebih terperinci

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto F.1306618 BAB II TELAAH PUSTAKA A. Pengertian Unit Pengelola

Lebih terperinci

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI DAN PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN DAN KINERJA MANAJER

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI DAN PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN DAN KINERJA MANAJER PENGARUH ASIMETRI INFORMASI DAN PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN DAN KINERJA MANAJER (Survey pada perusahaan penerbit dan percetakan di Klaten) SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan melalui Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan bahwa dalam hubungan pertukaran sosial, sifat mendasar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi secara efektif dan efisien (Schief dan Lewin,1970; Welsch, Hilton, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi secara efektif dan efisien (Schief dan Lewin,1970; Welsch, Hilton, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejelasan Sasaran Anggaran Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang berfungsi sebagai alat perencanaan agar manajer dapat melaksanakan kegiatan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah diberikan kebebasan serta keleluasaan dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan asas desentralisasi yang dianut oleh Indonesia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kinerja adalah suatu konstruk multidimensional yang sangat kompleks, dengan banyak

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kinerja adalah suatu konstruk multidimensional yang sangat kompleks, dengan banyak BAB II KAJIAN TEORITIS 1.1 Pengertian Kinerja Kinerja adalah suatu konstruk multidimensional yang sangat kompleks, dengan banyak perbedaan dalam arti tergantung pada siapa yang sedang mengevaluasi, bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas merupakan suatu institusi pendidikan tinggi yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas merupakan suatu institusi pendidikan tinggi yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Universitas merupakan suatu institusi pendidikan tinggi yang memberikan gelar akademik dalam berbagai bidang. Universitas terdiri atas fakultas yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki era globalisasi, laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia harus ditingkatkan agar mampu bersaing dengan negara lain. Salah satu cara untuk meningkatkan

Lebih terperinci