BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini akan dipaparkan latar belakang masalah serta research gap baik theoritical gap maupun empirical gap yang mendasari dilakukannya penelitian ini. Theoritical gap menunjukkan kesenjangan hasil-hasil riset sebelumnya yang berkaitan dengan perbedaan teori yang digunakan, variabel yang diuji, serta nisbah antar variabel dalam model penelitian. Sedangkan empirical gap adalah senjang hasil penelitian karena setting (area studi) yang berbeda. Berdasarkan gap riset tersebut maka permasalahan dan tujuan penelitian dirumuskan. Selain itu, akan dijelaskan juga lingkup dan manfaat hasil penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Orientasi pasar (market orientation) merupakan falsafah pemasaran yang berpandangan bahwa pada dasarnya tugas pemasar adalah memuaskan pelanggan atau klien. Dengan demikian pemasar harus memahami dengan baik apa yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggannya. Semua kegiatan organisasi yang berorientasi pasar seluruh kegiatan organisasinya digerakkan oleh pelanggan. Kegiatan organisasi merupakan respon terhadap apa yang diinginkan pelanggan (Kohli dan Jaworski, 1990; Kotler dan Keller, 2014). Hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan hanya bisa diwujudkan jika organisasi dapat memahami dengan baik konsumen sasarannya dan mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya di waktu sekarang maupun yang akan datang. Organisasi yang memfokuskan upayanya pada pasar dikatakan sebagai organisasi yang berorientasi pasar. Orientasi pasar dipandang memiliki relevansi terhadap kinerja organisasi sehingga diterima sebagai konsep lintas bidang. Orientasi pasar dihipotesiskan sebagai faktor yang menentukan (anteseden) kinerja organisasi dan diduga memiliki konstribusi bagi kesuksesan organisasi dalam jangka panjang. Baik akademisi maupun praktisi memiliki pandangan bahwa orientasi pasar merupakan falsafah pemasaran yang menekankan pentingnya untuk memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggan saat ini maupun di waktu yang akan datang. Pandangan ini menyiratkan makna bahwa agar tetap memiliki keunggulan bersaing, organisasi harus mampu memahami dan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan yang terus mengalami perubahan seiring dengan berbagai perubahan yang terjadi di lingkungannya. Organisasi yang berorientasi

2 pasar secara terus menerus berusaha untuk menyesuaikan sumber-sumber baik yang dimiliki maupun yang bisa dijangkau dari pihak lain dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Yorke, 2001). Sebagai bentuk penerapan konsep pemasaran, orientasi pasar telah didefinisikan dengan berbagai pandangan yang berbeda. Zebal dan Goodwin (2011) menyimpulkan bahwa ada tiga perspektif yang mendominasi pengertian orientasi pasar. Ketiga perspektif tersebut adalah perspektif keperilakuan (behavioral) dari Kohli dan Jaworski (1990), perspektif budaya dari Narver dan Slater (1990) dan perspektif integrasi atau penggabungan dari Homburg dan Pflesser (2000), Cervera et al., (2001) menyatakan bahwa beberapa definisi orientasi pasar diajukan dengan sejumlah penekanan yang berbeda meliputi filosofi, budaya, komponen keperilakuan, atau unsur strategik. Perbedaan definisi orientasi pasar ini cenderung disebabkan adanya penekanan atau fokus yang berbeda untuk realitas yang sebenarnya sama. Studi tentang orientasi pasar mulai berkembang semenjak munculnya dua tulisan serupa dari Kohli dan Jaworski (1990) dan Narver dan Slater (1990). Dua tulisan ini secara umum diterima sebagai pendahulu dalam studi mengenai orientasi pasar. Studi dalam area ini diawali dengan klarifikasi konstruk orientasi pasar (Narver dan Slater, 1990; Kohli dan Jaworski, 1990; Day, 1994; Jaworski dan Kohli, 1996). Selanjutnya diikuti dengan penelitian yang berkaitan dengan isu-isu tentang pengukuran orientasi pasar (Narver dan Slater, 1990; Kohli, Jaworski, dan Kumar, 1993; Deshpande dan Farley, 1998; Homburg dan Pflesser, 2000; Ward, Girardi, dan Lewandwska, 2006 ). Pada tahap berikutnya muncul sejumlah studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi (anteseden) orientasi pasar dan dampak (konsekuensi) diterapkannya orientasi pasar dalam organisasai (Kohli, Jaworski, dan Kumar, 1993; Slater dan Narver, 1994; Green Jr. et.al.,2005). Pada dekade selanjutnya penelitian tentang orientasi pasar lebih banyak mengkaji relevansi orientasi pasar pada setting studi yang lebih luas dan beragam. serta menggunakan pendekatan analisis meta untuk melakukan simpulan empiris yang lebih luas tentang temuan studi pada berbagai negara (Kirca, Jayachandran, dan Bearden, 2005; Ellis, 2006) Konsep orientasi pasar menjadi kajian yang menarik karena diyakini memiliki pengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Hubungan positif orientasi pasar dan kinerja organisasi. pada awal perkembangan studi (dekade 1990), ditemukan pada area studi di negara barat, namun hubungan tersebut kurang kuat bahkan tidak signifikan pada area studi di negara timur (Jaworski dan Kohli, 1993; Bhuian, 1997; Cano, Carrillat, dan Jaramillo, 2004). Dalam beberapa studi

3 selanjutnya dampak orientasi pasar terhadap kinerja terdukung secara empiris pada berbagai area studi (Vieira, 2010). Penelitian orientasi pasar telah dilakukan pada banyak area meliputi perusahaan pabrikan maupun jasa (Cadogan dan Diamantopoulos, 1995; Caruana dan Ewing, 1997; Cervera, 2000; Kara, et al., 2005) pada perusahaan dengan skala besar maupun skala kecil (Chang dan Chen, 1998; Caruana, Ramaseshan, dan Ewing, 1998; Verhees dan Meulenberg, 2004) pada level industri maupun organisasi (Vàzquez, Santos, Àlvarez, 2001; Qu dan Ennew, 2003; Sittimalakorn dan Hart, 2004; Kirca, Jayachandran, dan Bearden, 2005), pada organisasi di negara dengan perekonomian yang sudah maju (Ellis, 2006; Carr dan Lopez, 2007) maupun yang sedang berkembang (Soehadi dan Tagg, 2001; Arumugam, Guptan, dan Shanmugam, 2011; Lagat, Frankwick, dan Sulo, 2015); pada organisasi yang berorientasi profit (Narver dan Slater, 1990; Kara, Spillan, dan DeShield Jr., 2005) maupun nonprofit (Hurley dan Hult, 1998; Megicks dan Warnaby, 2008); pada pelayanan publik (Cervera et al., 2001; Dwairi, Akour, dan Sayyer, 2012) maupun pada sektor privat (Kohli dan Jaworski, 1993; Kuada dan Buatsi, 2005); bahkan pada berbagai negara baik negara barat maupun negara timur (Vieira, 2010; Zebal dan Goodwin, 2011). Pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja juga teridentifikasi pada organisasi gereja (White dan Simas, 2008) dan juga pada universitas (Hammond, Webster, dan Harmon, 2006; Akonkwa, 2013). Analisis meta dan mega yang dilakukan terhadap sejumlah studi menunjukkan bahwa hubungan antara orientasi pasar dan kinerja bisnis adalah positif, kuat dan konsisten secara internasional (Vieira, 2010). Dapat disimpulkan bahwa orientasi pasar dan kinerja memiliki hubungan yang tangguh (robust). Literatur yang ada menunjukkan bahwa studi tentang orientasi pasar lebih banyak dilakukan di negara maju, sedangkan studi yang dilakukan di negara berkembang jumlahnya relatif terbatas (Qu dan Ennew, 2005; Kuada dan Buatsi, 2005; Anwar. 2008). Dalam upaya menginvestigasi ketangguhan rerangka konsep dan analisis serta generalisasi hasil studi. beberapa peneliti merekomendasikan untuk dilakukan studi tentang orientasi pasar pada area studi yang berbeda dan spesifik (Narver dan Slater, 1990; Jaworski dan Kohli, 1993; Homburg dan Pflesser, 2000; Agarwal, Erramilli, dan Dev, 2003; Kara, Spillan, dan DeShields, Jr., 2004; Ward, Girardi, dan Lewandwska, 2006; Brettel et al., 2008). Bahkan beberapa akademisi menyarankan dilakukannya studi yang dapat menguji ketangguhan rerangka konseptual dan analisis. dengan melakukan replikasi studi pada konteks negara yang sedang berkembang (Kuada dan Buatsi, 2005).

4 Rerangka konseptual tentang orientasi pasar yang dikembangkan Kohli dan Jaworski (1990) dan Narver dan Slater (1990), telah dirujuk oleh sejumlah peneliti. Namun hasil penelitian belum menunjukkan temuan yang konklusif. Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi (anteseden) orientasi pasar. Green Jr. et al. (2005) menunjukkan bukti empiris yang tidak mendukung proposisi bahwa struktur organisasi berpengaruh pada orientasi pasar. Jaworski dan Kohli (1993) dalam studi empirisnya juga tidak mendapatkan bukti yang kuat atas pengaruh struktur organisasi terhadap orientasi pasar. Temuan ini didukung oleh sejumlah temuan studi yang lain. bahwa beberapa faktor yang terkait dengan struktur organisasi (antara lain formalisasi, sentralisasi, departementalisasi) tidak berpengaruh terhadap orientasi pasar (Caruana dan Ewing, 1997; Kirca, Jayachandran, dan Bearden, 2005; Dwairi, Akour, dan Sayyer, 2012). Komitmen organisasi sebagai salah satu variabel konsekuensi orientasi pasar dalam model yang diajukan oleh Kohli dan Jaworski (1990). terdukung signifikan (Kirca, Jayacandran, dan Bearden, 2005), namun studi lain menunjukkan bahwa komitmen organisasi signifikan sebagai anteseden orientasi pasar (Sivaramakrishnan et al., 2008). Studi yang dilakukan pada sejumlah perusahaan di Ghana menunjukkan bahwa rerangka konsep Jaworski dan Kohli (1993) terbukti tangguh (robust). namun ada perbedaan interpretasi terhadap konstrukkonstruk pendukung yang ada dalam rerangka aslinya (Buatsi dan Kuada, 2005). Penelitian tentang orientasi pasar pada manajemen publik sangat direkomendasikan (Cervera et al., 2001). Para Peneliti dalam bidang pemasaran menyatakan bahwa perlu terus diupayakan perluasan konstruk pemasaran pada area-area studi yang baru. Saat ini. studi tentang orientasi pasar pada area organisasi publik khususnya instansi pemerintah daerah sangat jarang dilakukan. Organisasi publik dewasa ini dituntut untuk berorientasi pasar. Hal ini juga diusulkan oleh Osborne dan Gaebler dalam bukunya Reinventing Government (1992). bahwa sebaiknya pemerintah berorientasi pada pasar (Muluk, 2006). Kondisi ini. menyiratkan dibutuhkannya rerangka teoritis serta analisis-analisis empiris berkaitan dengan orientasi pasar pada instansi pemerintah. Penjelasan tentang faktor-faktor yang mendukung orientasi pasar serta konsekuensi penerapan orientasi pasar dalam manajemen publik akan lebih baik jika dijelaskan melalui suatu penelitian tentang dinamika konstruk orientasi pasar. Studi pendahuluan telah dilakukan oleh peneliti (2009) pada instansi pemerintah kabupaten Sleman. Unit analisis dalam studi pendahuluan ini adalah semua Satuan Kerja Perangkat Daerah

5 (SKPD) beserta sub-sub bagian dalam setiap SKPD di kabupaten Sleman. Studi ini menguji model hubungan anteseden-orientasi pasar-kinerja dari Jaworski dan Kohli (1993). Hasil studi menunjukkan bahwa instansi pemerintah kabupaten Sleman sudah mengadopsi konsep orientasi pasar yang ditunjukkan skor rata-rata dari dimensi-dimensi orientasi pasar berada pada rentang skor lebih besar dari tiga. Ada tiga kelompok variabel anteseden dalam model yang diuji. meliputi aspek manajemen puncak (penekanan terhadap berorientasi pasar dan penghindaran risiko), aspek dinamika organisasi (keterkaitan antar bagian dan konflik), dan aspek sistem organisasional (formalisasi, desentralisasi, departementalisasi, dan sistem pemberian penghargaan). Hasil studi menunjukkan bahwa tidak semua variabel terdukung sebagai anteseden orientasi pasar. Variabel anteseden orientasi pasar yang terdukung signifikan meliputi variabel penghindaran risiko manajemen puncak (top management risk aversion), konflik dan keterkaitan antar bagian (conflict dan connectedness) dalam organisasi, dan sistem pemberian penghargaan (reward system). Variabel penekanan manajemen puncak terhadap berorientasi pasar (top management emphasis), yang dipandang tangguh sebagai anteseden orientasi pasar pada sebagian besar studi, justru tidak terdukung pada area studi instansi pemerintah daerah kabupaten Sleman. Temuan menarik lain adalah bahwa semua variabel pemoderasi meliputi turbulensi lingkungan, turbulensi teknologi, dan intensitas bersaing tidak mendapat dukungan empirik. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar studi pada sektor publik dan berorientasi non-profit mengabaikan orientasi bersaing sebagai aspek dari orientasi pasar karena pesaing dipandang tidak ada dalam pasar publik (Cervera et al., 2001). Temuan ini sejalan dengan temuan Jaworski dan Kohli (1993); Kirca, Jayachandran, dan Bearden (2005), dan Vieira (2010). Sejumlah temuan ini mendukung simpulan yang diambil oleh Kirca, Jayachandran, dan Bearden (2005), bahwa masih dibutuhkan adanya pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana pengaruh sejumlah faktor terhadap orientasi pasar yang bervariasi diantara konteks budaya dan organisasi yang berbeda. Riset dalam domain orientasi pasar lebih banyak dikembangkan pada organisasi swasta dan berorientasi profit (Kohli dan Jaworski, 1993; Taleghani, Gilaninia, dan Talab, 2013; Lagat, Frankwick, dan Sulo, 2015). Hal ini memunculkan kesadaran perlu diperluasnya studi pada organisasi non-swasta dan berorientasi non profit. Perluasan studi sangat diperlukan dengan tujuan untuk memberikan justifikasi terhadap studi sebelumnya dan membangun relasi antar konstruk yang lebih tangguh. Oleh karena itu perlu dikembangkan fondasi untuk pengembangan

6 teori orientasi pasar secara sistematis. Semua tentu mengharapkan akan diperoleh makna yang jelas, pengembangan teori yang kaya tradisi, dan temuan empiris yang terkait dengan tubuh teori. Selain itu, literatur memberikan perhatian yg kurang pada faktor konteks yg kemungkinan menunjukkan bahwa orientasi pasar lebih cocok untuk bisnis tertentu. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menginvestigasi hubungan antara anteseden orientasi pasar. orientasi pasar, dan konsekuensi orientasi pasar pada instansi pemerintah daerah. 1.2 Perumusan Masalah Studi ini dimaksudkan untuk mengisi gap penelitian baik gap teoritis maupun gap empiris. Oleh karena itu pada bagian ini akan dijelaskan gap teoritis maupun gap empiris berkaitan dengan domain studi orientasi pasar yang merupakan hasil telaah literatur yang ada Gap Teoritis Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa gap teoritis adalah kesenjangan hasil-hasil riset sebelumnya yang berkaitan dengan perbedaan teori yang digunakan, variabel yang diuji, serta nisbah antar variabel dalam model penelitian. Pada bagian ini penjelasan mengenai gap teoritis akan dibagi menjadi dua yaitu gap teoritis berkaitan dengan konsekuensi orientasi pasar dan anteseden orientasi pasar Gap teoritis konsekuensi orientasi pasar Studi mengenai orientasi pasar menjadi menarik baik bagi akademisi maupun praktisi karena penerapan orientasi pasar pada organisasi dipandang akan membawa konsekuensi positif bagi organisasi. Dampak orientasi pasar pada organisasi yang utama diharapkan adalah pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan. Jaworski dan Kohli (1993) dalam penelitian untuk melakukan pengujian empiris atas proposisi yang diajukan dalam studi sebelumnya (Kohli dan Jaworski, 1990) menunjukkan bahwa orientasi pasar berpengaruh terhadap kinerja organisasional secara keseluruhan dengan ukuran kinerja berdasar judgment pimpinan. Namun penelitian tersebut tidak memberikan dukungan empiris bahwa orientasi pasar berpengaruh terhadap market share perusahaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orientasi pasar berpengaruh positif terhadap kinerja organisasional berdasar ukuran judmental. Selanjutnya Cano, Carrillat, dan Jaramillo (2004) dalam studi analisis meta terhadap hasil

7 penelitian di 23 negara dari 5 benua. memperlihatkan bahwa hubungan antara orientasi pasar dan kinerja bisnis. positif dan konsisten sedunia. Secara lebih rinci. hasil studi menunjukkan bahwa hubungan orientasi pasar lebih kuat pada perusahaan-perusahaan jasa dibanding pabrikan. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa pengaruh orientasi pasar lebih kuat pada perusahaan yang berorientasi non-profit dibanding yang berorientasi profit. Sejalan dengan temuan tersebut. Kara,Spillan, dan DeShields Jr. (2004) melakukan studi pada organisasi jasa non-profit di Amerika Serikat dan hasil studinya memberikan justifikasi bahwa orientasi pasar berpengaruh pada kinerja perusahaan jasa yang berorientasi non-profit. Jika dikaitkan dengan budaya negara berdasar kategorisasi Hofstede (1980), pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja organisasi lebih kuat pada negara dengan budaya low power distance dan uncertainty avoidance. Temuan serupa juga ditunjukkan oleh Kirca, Jayachandran, dan Bearden (2005). Penelitian dilakukan dengan pendekatan analisis meta pada 114 sampel hasil penelitian yang diterbitkan sebelum tahun 2004 yang ada dalam daftar ABI/INFORM, Science Direct dan Wilson Busienss Abstract. Hasil studinya menunjukkan dukungan yang kuat bahwa orientasi pasar berpengaruh terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan. Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa hubungan antara orientasi pasar dengan kinerja organisasional lebih kuat pada setting perusahaan pabrikan dibanding jasa. baik berdasarkan ukuran revenue maupun berdasarkan ukuran biaya. Dengan demikian. temuan ini memberikan justifikasi pada studi Cano et al. (2004). Selanjutnya. dukungan pengaruh positif orientasi pasar terhadap kinerja organisasional dihasilkan oleh Kara, Spillan, dan DeShields, Jr, (2005) yang melakukan studi di negara Amerika Serikat (Maryland, NewYork, Pensylvania) terhadap 153 perusahaan kecil dan menengah. Dengan menggunakan analisis path hasil studi menunjukkan bahwa orientasi pasar berpengaruh kuat terhadap kinerja organisasional. Studi ini mendapat dukungan dari penelitian Ellis (2006) yang dengan menggunakan pendekatan meta analysis dan perbandingan hasil penelitian antar negara menyimpulkan bahwa hubungan antara orientasi pasar dan kinerja organisasi positif dan tangguh. Vieira (2010), menggunakan metode Brazilian Meta dan International Mega Analysis dari 27 hasil penelitian menunjukkan dukungan bahwa orientasi pasar berpengaruh positif dan kuat terhadap kinerja organisasional. Studi yang dilakukan pada tahun 2013 pada perusahaan asuransi di Nigeria oleh Ogbonna dan Ogwo menunjukkan hasil yang serupa bahwa orientasi pasar berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja korporat. Temuan ini sejalan dengan studi dari Pinho et al. (2014) pada organisasi kesehatan yang

8 berorientasi non-profit di Portugis. Hasil studi memberikan dukungan empiris bahwa orientasi pasar berpengaruh pada kinerja organisasional. Meskipun hubungan antara orientasi pasar dengan kinerja keseluruhan organisasi dipandang tangguh pada berbagai area studi dan pada berbagai situasi lingkungan eksternal. namun ada sebagian studi yang menunjukkan hasil yang tidak sejalan. Han, Kim, dan Srivastava (1998) dalam studi yang dilakukan di 134 bank di Midwestern State, menunjukkan bahwa orientasi pasar berhubungan positif dengan kinerja organisasi namun tidak signifikan. Dari telaah literatur yang dilakukan menunjukkan bahwa ada studi lain yang menghasilkan temuan yang tidak memberikan dukungan bahwa orientasi pasar berpengaruh positif terhadap kinerja organisasional antara lain adalah Greenley (1995), Hart dan Diamantopoulos (1993), Au dan Tse (1995), Bhuian (1997), Sargeant dan Mohamad (1999), Agarwal, Erramilli, dan Dev (2003), Sandvik dan Sandvik (2004), serta Olavarrieta dan Friedmann (2008). Selanjutnya Widiartanto dan Suhadak (2013) dengan pendekatan sensus melakukan studi pada 110 hotel berbintang di Jawa Tengah. Sebagai sumber data adalah manajer hotel dan pengumpulan data dilakukan melalui kuesiner dan wawancara. Dengan teknik analisis stuctural equation modeling (SEM) hasil studi menunjukkan bahwa orientasi pasar tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kinerja hotel. Dari beberapa telaah literatur tersebut dapat disimpulkan bahwa temuan tentang pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja organisasi belum konklusif. Selain berdampak positif terhadap kinerja organisasi. orientasi pasar dipandang memiliki pengaruh positif terhadap komitmen organisasional. Beberapa penulis melaporkan bahwa orientasi pasar memiliki konsekuensi positif bagi sikap dan perilaku karyawan antara lain terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasional, dan peran stress (Gordon 2010). Kohli dan Jaworski (1990) dalam rerangka konsep hubungan antesedsen-orientasi pasar-konsekuensi mengajukan komitmen organisasi sebagai salah satu konsekuensi dari orientasi pasar. Studi empiris yang dilakukan oleh Jaworski dan Kohli (1993) memberikan hasil yang mendukung adanya hubungan positif signifikan antara orientasi pasar dan komitmen organisasional. Hasil penelitian ini mendapat dukungan dari penelitian Kirca, Jayacandran, dan Bearden (2005). Penelitian yang dilakukan oleh Abzari, Ghorbani, dan Madani (2011) pada hotel berbintang di kota Isfahan Iran, dengan 100 sampel manajer hotel, hasil studinya menunjukkan bahwa orientasi pasar secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap komitmen organisasional.

9 Zebal dan Quazi (2011) memberikan dukungan pada hasil studi sebelumnya bahwa komitmen organisasional terdukung sebagai konsekuensi dari diadopsinya orientasi pasar pada bank swasta di Bangladesh. Meskipun banyak studi yang mendukung proposisi yang diajukan oleh Kohli dan Jaworski (1990) bahwa salah satu konsekuensi diadopsinya orientasi pasar dalam organisasi adalah terbentuknya komitmen organisasional, namun ada sejumlah studi lain yang menunjukkan bahwa komitmen organisasi merupakan anteseden orientasi pasar (Cervera, 2001; Haver dan Gresham, 2008; Sivaramakrishnan et.al., 2008). Temuan ini mendapat dukungan dari studi yang dilakukan oleh Vazifehdoost, Hooshmand, dan Dehafarin (2012). Dalam penelitiannya pada bank swasta di Iran, hasil studinya menunjukkan bahwa komitmen organisasional memiliki pengaruh positif dan signifikan pada orientasi pasar bank. Kondisi ini menyiratkan simpulan belum konklusifnya hasil studi tentang hubungan orientasi pasar dengan komitmen organisasional. sehingga masih membutuhkan kajian lebih lanjut untuk kepentingan justifikasi Gap teoritis anteseden orientasi pasar Penelitian tentang faktor-faktor apa yang mendorong (anteseden) orientasi pasar organisasi telah banyak dilakukan. Faktor anteseden orientasi pasar menarik untuk diteliti karena dengan teridentifikasinya faktor anteseden orientasi pasar, arah kebijakan organisasi untuk menjadikan organisasi berorientasi pasar menjadi lebih fokus. Meskipun penelitian sudah banyak dilakukan. namun studi berkaitan dengan anteseden orientasi pasar belum menghasilkan temuan yang konklusif. Pada bagian ini akan dipaparkan beberapa gap teoritis dari hasil penelitian sebelumnya tentang anteseden orientasi pasar. Pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja organisasi telah diteliti dan mendapat dukungan empiris yang cukup besar pada berbagai area studi (Kara, Spillan, dan DeShields, Jr., 2005; Vieira, 2010). Sejalan dengan pentingnya orientasi pasar dalam menentukan kinerja organisasi maka upaya untuk menginvestigasi faktor-faktor yang mendorong orientasi pasar organisasi menjadi menarik untuk dilakukan. Mengawali penelitian tentang orientasi pasar. Kohli dan Jaworski (1990) dan Jaworski dan Kohli (1993) mengajukan tiga kelompok anteseden penentu orientasi pasar yaitu faktor-faktor pimpinan atau manajemen puncak, faktor-faktor dinamika

10 organisasi, dan sistem organisasional. Dari sejumlah studi. variabel yang dipandang tangguh sebagai anteseden orientasi pasar adalah penekanan manajemen puncak terhadap orientasi pasar (Jaworski dan Kohli, 1993; Kirca et al., 2005; Kuada dan Buatsi, 2005; Ellis, 2006; Sivaramakrishnan, 2008; Haver dan Gresham, 2008; Zebal dan Goodwin, 2011). Namun tidak demikian untuk variabel yang lain (penghindaran risiko, keterhubungan antar bagian, konflik antar bagian, sentralisasi, formalisasi, sistem pemberian penghargaan). Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi (anteseden) orientasi pasar. Green Jr. et. al. (2005) memberikan bukti empiris yang tidak mendukung proposisi bahwa struktur organisasi berpengaruh pada orientasi pasar. Jaworski dan Kohli (1993), dalam studi empirisnya juga tidak mendapatkan bukti yang kuat atas pengaruh struktur terhadap orientasi pasar. Temuan ini didukung oleh sejumlah temuan studi yang lain, bahwa beberapa faktor yang terkait dengan struktur organisasi (antara lain formalisasi. sentralisasi. departementalisasi) tidak berpengaruh terhadap orientasi pasar (Caruana dan Ewing, 1997; Kirca, Jayachandran, dan Bearden, 2005). Penelitian yang dilakukan pada sampel pabrikan di Iran menunjukkan bahwa dari faktor formalisasi, spesialisasi, desentralisasi, dan integrasi yang diuji sebagai anteseden orientasi pasar, hanya faktor sentralisasi yang terdukung berpengaruh signifikan terhadap orientasi pasar (Dashtmir, 2014). Sebaliknya, studi yang dilakukan pada sektor publik di Bahrain, menemukan bahwa sentralisasi dan sistem penghargaan tidak signifikan sebagai anteseden orientasi pasar sebagaimana dihipotesiskan sebelumnya (Dwairi, Akour, dan Sayyer, 2012). Faktor anteseden orientasi pasar yang berikutnya adalah faktor eksternal organisasi. Pada studi yang dilakukan oleh Jaworski dan Kohli (1993). faktor lingkungan eksternal organisasi yaitu turbulensi pasar. turbulensi teknologi. dan intensitas bersaing. diuji sebagai variabel pemoderasi pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja organisasional. Namunh hasil penelitiannya tidak memberikan dukungan terhadap hipotesis tersebut. Selanjutnya. dengan pendekatan analisis meta terhadap 114 hasil studi. Kirca et al. (2005) dalam penelitiannya. tidak menunjukkan cukup bukti bahwa turbulensi lingkungan. intensitas bersaing. dan turbulensi teknologi signifikan sebagai variabel pemoderasi pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja organisasi. Zebal dan Goodwin (2011) dalam penelitiannya pada bank swasta di Bangladesh

11 menunjukkan bahwa variabel intensitas bersaing dan turbulensi pasar terdukung sebagai pemoderasi hubungan oreintasi pasar dengan konsekuensinya. meskipun sebagian. Berbeda dengan riset sebelumnya dari Jaworski dan Kohli (1993), Cervera et al. (2001) mengajukan faktor lingkungan eksternal organisasi sebagai anteseden orientasi pasar. Sejalan dengan studi dari Cervera et al. (2001) tersebut. penelitian ini menempatkan variabel lingkungan eksternal organisasi sebagai anteseden orientasi pasar. Zebal dan Quazi (2011) dalam penelitiannya pada bank swasta di Bangladesh. juga menempatkan faktor lingkungan eksternal sebagai anteseden orientasi pasar. Hasil studinya menunjukkan bahwa turbulensi teknologi terdukung signifikan sebagai anteseden orientasi pasar. Variabel intensitas bersaing juga terdukung sebagai anteseden oriantasi pasar. meskipun tidak signifikan sebagai anteseden untuk dimensi penyebaran intelijen. Namun demikian. hasil studi menunjukkan bahwa variabel turbulensi pasar tidak terdukung sebagai anteseden orientasi pasar dan dimensi-dimensi orientasi pasar. Dapat disimpulkan bahwa temuan studi faktor lingkungan eksternal organisasi sebagai anteseden orientasi pasar belum menunjukkan simpulan yang konklusif. sehingga masih diperlukan investigasi lebih lanjut Gap Empirik Kerangka yang dikembangkan oleh Kohli dan Jaworski (1990) telah menjadi rujukan oleh banyak peneliti selanjutnya. Studi empiris untuk mendukung rerangka konsep hubungan antara anteseden-orientasi pasar-konsekuensi dilakukan oelh Jaworski dan Kohli (1993) dengan area studi pabrikan. Selanjutnya banyak dikembangkan penelitian yang berkaitan dengan orientasi pasar baik bertujuan untuk menguji ukuran yang dikembangkan. dimensional orientasi pasar. maupun menguji ketangguhan konsep orientasi pasar pada berbagai area studi. Kara, Spillan, dan DeShields Jr. (2004) melakukan studi pada perusahaan jasa yang berorientasi non-profit. Adapun penelitiannya bertujuan untuk menguji dimensional orientasi pasar dari Kohli dan Jaworski (1990) dan Jaworski dan Kohli (1993). Dalam penelitiannya diuji hubungan orientasi pasar dalam organisasi jasa yang berorientasi non-profit berkinerja tinggi dan berkinerja rendah. Hasil studinya mendukung semua hipotesis yang diajukan bahwa ada perbedaan tingkat orientasi pasar dari organisasi yang berkinerja tinggi dibanding yang organisasi yang berkinerja rendah, serta bahwa pengembangan intelijen.,penyebaran intelijen, dan daya tanggap teruji sebagai dimensi orientasi pasar.

12 Chan dan Ellis (1998) sebagai pihak pertama yang berpandangan bahwa kemungkinan setting study merupakan faktor yang mempengaruhi hubungan orientasi pasar dan kinerja organisasi sehingga temuan studi menjadi tidak konklusif. Dari telaah literatur ditemukan bahwa efek hubungan yang lebih kuat pada umumnya ditemukan pada studi di negara Amerika Serikat (negara barat) sebagai asal konsep orientasi pasar pertama kali dimunculkan. Namun pada dekade kemudian ditemukan hubungan positif dan signifikan antara orientasi pasar dan kinerja di berbagai setting studi di luar Amerika Serikat. Temuan ini mematahkan kesimpulan bahwa konsep orientasi pasar merupakan konsep yang hanya cocok di negara Amerika Serikat. Selain setting negara. ada sebagian pandangan bahwa hubungan orientasi pasar dengan anteseden dan konsekuensi juga ditentukan oleh tingkat perekonomian yang ada. Dari hasil analisis meta yang dilakukan. Ellis (2006) menunjukkan bahwa ukuran pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja organisasi lebih kuat di negara Amerika Serikat dibanding tempat lain dimanapun juga. mendukung pengamatan asli dari Chan dan Ellis (1998). Ukuran pengaruh di Eropa barat lebih tinggi dibanding di Eropa Timur. sedangkan di Asia dan Australia ukuran pengaruhnya hampir sama. Perluasan studi tentang orientasi pasar pada area studi yang lebih luas banyak direkomendasikan. Narver dan Slater (1990) memberikan saran dilakukannya studi pada lingkungan yang berbeda dalam rangka mendapatkan dukungan bahwa orientasi pasar berperan dalam menentukan profitabilitas organisasai. Demikian juga Kohli et al. (1993) menyarankan untuk menerapkan dan mengadaptasikan instrumen MARKOR pada bentuk organisasi yang nontradisional antara lain insitusi negara atau pemerintah (Cervera et al ). Penelitian pada instansi pemerintah daerah akan berkontribusi pada perluasan studi untuk kepentingan intersubjectively certifiable. Meskipun penelitian ini tidak memasukkan budaya ke dalam model untuk di uji. namun sejumlah studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa budaya memiliki pengaruh terhadap orientasi pasar yang pada gilirannya akan mempengaruhi hubungan antara orientasi pasar dengan kinerja organisasi (Narver dan Slater, 1990; Homburg, Christian and Pflesser, 2000; Leisen, Lilly, and Winsor, 2002; Gray, Matear, and Matheson, 2002; Ellis, 2006). Sejalan dengan pemikiran tersebut, karena studi ini dilakukan di Indonesia. yang secara kultural digolongkan sebagai negara berbudaya timur (Ellis, 2006) dan secara ekonomi masuk ke dalam kategori

13 negara yang sedang berkembang. maka dapat disimpulkan studi ini akan berkontribusi pada perluasan area studi. Negara atau pemerintahan merupakan organisasi publik yang berbeda dengan organisasi publik yang lain. Tugas utama Pemerintah adalah menyediakan barang publik (public goods) yaitu menyediakan layanan publik. Hal inilah yang membedakannya dengan sektor swasta. Pemerintah memiliki tujuan utama untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat dan bukan untuk menghasilkan laba. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 diperbarui dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam daerah propinsi, daerah kabupaten. dan daerah kota yang bersifat otonom (pasal 2 ayat 1). Daerah propinsi berkedudukan juga sebagai wilayah administrasi. Wilayah daerah propinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua batas mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan. Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun daerah propinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (pasal 4 ayat 1). Selanjutnya. daerah-daerah tersebut masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarki satu sama lain. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial-budaya. sosial-politik. jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Pasal 21 Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menegaskan adanya delapan hak yang dimiliki daerah dalam menyelenggarakan otonomi yaitu: 1) Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya, 2) Memilih pimpinan daerah, 3) Mengelola aparatur daerah, 4) Mengelola kekayaan daerah, 5) Memungut pajak daerah dan retribusi daerah, 6) Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah, 7) Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah, dan 8) Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selain hak-hak yang tercantum dalam undang-undang, daerah juga memiliki mempunyai kewajiban yang diatur dalam Pasal 2. Terdapat lima belas kewajiban yang dimiliki oleh daerah

14 yaitu: 1) melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, 2) meningkatkatkan kualitas kehidupan masyarakat, 3) mengembangkan kehidupan demokrasi, 4) mewujudkan keadilan dan pemerataan, 5) meningkatkan pelayanan dasar pendidikan, 6) menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan, 7) menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, 8) mengembangkan sistem jaminan sosial, 9) menyusun perencanaan dan tata ruang daerah, 10) mengembangkan sumber daya produktif di daerah, 11) melestarikan lingkungan hidup, 12) mengelola administrasi kependudukan, 13) melestarikan nilai sosial budaya, 14) membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya, dan 15) kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan ( Hak dan kewajiban daerah diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah tersebut dilakukan secara efesien. Efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut dan taat pada peraturan perundang-undangan. Dari perundang-undangan yang mengatur berbagai kewajiban dan hak pemerintah daerah, tersirat karakteristik organisasi pemerintah yang berbeda dengan karakteristik organisasi yang lain, khususnya organisasi swasta. Memberikan layanan publik yang berorientasi pada kesejahtraan dan keadilan publik adalah tujuan utama organisasi pemerintah. Meskipun demikian pada dasarnya sasaran dari organisasi pemerintah dan organisasi swasta adalah sama yaitu memuaskan publiknya. Dengan demikian pantas diduga bahwa konsep orientasi pasar juga terap untuk organisasi pemerintah. Sejalan dengan hal tersebut tuntutan terhadap organisasi pemerintah untuk menerapkan konsep-konsep baru dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, semakin menguat. Pemerintah didorong untuk lebih berorientasi pada publik dalam merumuskan kebijakan-kebijakannya (Keban, 2000; Muluk, 2006). Dengan kata lain bahwa pemerintah dewasa ini semakin dituntut untuk berorientasi pasar. Oleh karena itu studi tentang orientasi pasar pada manajemen publik perlu mendapat dukungan. Sehubungan dengan hal tersebut maka dibutuhkan studi tentang orientasi pasar pada instansi pemerintah. Kajian tentang rerangka teoritis dan analisis empiris perlu dilakukan untuk mengidentifikasi dinamika model anteseden-orientasi pasar -konsekuensi pada instansi pemerintah.

15 Menurut Hunt (1991), pemasaran makro adalah studi tentang sistem pemasaran, pengaruh sistem pemasaran terhadap masyarakat, dan pengaruh masyarakat terhadap sistem pemasaran. Pemasaran makro merupakan konstruk multi dimensi dan spesifikasi lengkapnya harus mencakup kriteria tingkat agregasi, kriteria generalisasi pada kepentingan masyarakat (seperti topik tanggung jawab sosial dan peran pemasaran dalam perkembangan ekonomi). serta kriteria mengenali pengaruh masyarakat terhadap pemasaran (seperti topik aspek legal pemasaran dan konsekuensi sistem nilai sosial dan politik yang berbeda terhadap pemasaran). Jadi pengkategorian penelitian ke dalam kategori pemasaran makro dan pemasaran mikro didasarkan pada tingkat agregasi, perspektif, dan konsekuensinya. Berdasarkan konsekuensi dari sebuah penelitian maka penelitian yang menganalisis dampak sistem pemasaran terhadap masyarakat termasuk dalam penelitian pemasaran makro. Oleh karena itu, studi anteseden dan konsekuensi orientasi pasar pada instansi pemerintah daerah dapat dikategorikan dalam pemasaran makro. Berdasarkan gap riset yang telah diuraikan sebelumnya ada beberapa permasalah penelitian yang teridentifikasi sebagai berikut. Sebagaimana dihipotesiskan bahwa orientasi pasar akan membawa pengaruh positif pada organisasi, baik pengaruh pada sikap dan perilaku karyawan maupun pengaruh positif terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan (Jaworski dan Kohli, 1993). Namun masih ada perbedaan temuan studi tentang pengaruh orientasi pasar bagi organisasi. Cukup banyak hasil studi yang mendukung hubungan positif orientasi pasar dan kinerja organisasi (Cano, Carrillat, dan Jaramillo, 2004; Kara, Spillan, dan DeShields Jr. 2005; Vieira, 2010 ), namun ada sejumlah studi yang menunjukkan hasil yang tidak mendukung (Greenley, 1995; Hart dan Diamantopoulos, 1993; Au dan Tse, 1995, Bhuian, 1997; Sargeant dan Mohamad, 1999; Agarwal, Erramilli, dan Dev, 2003; Sandvik dan Sandvik, 2004; Widiartanto dan Suhadak, 2013). Permasalahan kedua adalah bahwa belum konklusifnya simpulan tentang hubungan komitmen dengan orientasi pasar. Beberapa temuan penelitian memberikan dukungan bahwa orientasi pasar berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional (Kirca, Jayacandran, dan Bearden, 2005; Abzari, Ghorbani, & Madani, 2011; Vazifehdoost, Hooshmand, dan Dehafarin, 2012; Pinho et al,, 2014), artinya komitmen organisasional merupakan konsekuensi dari orientasi pasar. Namun beberapa hasil penelitian lain menunjukkan

16 hasil bahwa komitmen organisasional adalah anteseden orientasi pasar (Cervera, 2001; Haver dan Gresham, 2008; Sivaramakrishnan et al, 2008), Permasalahan selanjutnya adalah masih banyaknya hasil penelitian tentang anteseden orientasi pasar baik dari segi jenis maupun besaran pengaruhnya yang menunjukkan hasil yang tidak konklusif (Jaworski dan Kohli, 1993; Kuada dan Buatsi, 2005; Haver dan Gresham, 2008; Wang, Chen, dan Chen, 2012; Dwairi, 2012). Hubungan positif antara orientasi pasar dan kinerja bisnis telah didokumentasikan dengan baik, namun belum ada kesimpulan konklusif. Beberapa studi menunjukkan hubungan yang lemah atau bahkan tidak signifikan. Diduga hubungan tersebut dimoderasi oleh variabel lain seperti turbulensi pasar, turbulensi teknologi, dan intensitas persaingan, namun dugaan ini juga tidak menghasilkan simpulan yang konklusif (Jaworski dan Kohli, 1993; Kirca, Jayachandran, dan Bearden, 2005; Wang, Chen, dan Chen, 2012). Dengan demikian masih dibutuhkan investigasi untuk memberkan justifikasi pada ketangguhan hubungan antar variabel dalam domain orientasi pasar. Permasalahan yang terakhir adalah masih terbatasnya penelitian tentang orientasi pasar yang dilakukan pada instansi pemerintah baik di negara maju maupun di negara berkembang khususnya di Indonesia. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasar permasalahan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya. dan merujuk pada model hubungan anteseden-orientasi pasar-konsekuensi dari sejumlah studi sebelumnya (Jaworski dan Kohli, 1993; Cervera et. al., 2001; Kirca, Jayachandran, dan Bearden, 2005; Zebal dan Goodwin, 2011), maka secara rinci dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sehingga memberikan arah yang jelas dalam melakukan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah penekanan manajemen puncak pada pentingnya orientasi pasar berpengaruh pada orientasi pasar? 2. Apakah penghindaran risiko manajemen puncak berpengaruh pada orientasi pasar? 3. Apakah konflik antar bagian dalam organisasai berpengaruh pada orientasi pasar?

17 4. Apakah keterhubungan antar bagian dalam organisasi berpengaruh pada orientasi pasar? 5. Apakah formalisasi berpengaruh pada orientasi pasar? 6. Apakah sentralisasi berpengaruh pada orientasi pasar? 7. Apakah sistem pemberian penghargaan berpengaruh pada orientasi pasar? 8. Apakah persepsi manajemen puncak terhadap turbulensi pasar berpengaruh pada orientasi pasar? 9. Apakah persepsi manajemen puncak terhadap intensitas bersaing berpengaruh pada orientasi pasar? 10. Apakah persepsi manajemen puncak terhadap turbulensi teknologi berpengaruh pada orientasi pasar? 11. Apakah orientasi pasar berpengaruh terhadap komitmen organisasional? 12. Apakah orientasi pasar berpengaruh terhadap esprit de corps? 13. Apakah orientasi pasar berpengaruh pada kinerja organisasional? 1.4 Tujuan Penelitian Merujuk pada model Jaworski dan Kohli (1993), studi ini akan menguji pengaruh beberapa variabel anteseden terhadap orientasi pasar dan konsekuensi yang dihasilkan oleh orientasi pasar pada instansi pemerintah daerah kabupaten dan kota. Perbedaan dengan model asli adalah bahwa dalam model penelitian ini ditambahkan variabel persepsi manajemen puncak lingkungan eksternal organisasi sebagai anteseden orientasi pasar, yang mencakup variabel turbulensi pasar, intensitas bersaing dengan pemerintah daerah lain, dan turbulensi teknologi. 1.5 Lingkup Penelitian Fokus penelitian ini adalah menguji model anteseden-orientasi pasar-konsekuensi yang dirujuk dari Jaworski dan Kohli (1993) serta beberapa penelitian sebelumnya antara lain dari Kohli dan Jaworski (1990), Cervera et. al. (2001), Kirca et. al. (2005), dan Zebal dan Goodwin (2011) yang akan dikembangkan pada area studi instansi pemerintahan kabupaten dan kota di propinsi Jawa Tengah. Alasan dipilihnya dua kategori pemerintahan sebagai area studi dengan pertimbangan bahwa kedua kategori pemerintahan kabupaten dan pemerintahan kota memiliki

18 karakteristik wilayah yang berbeda. Pemerintahan kota yang dipimpin oleh seorang wali kota memiliki kondisi publik serta lingkungan fisik yang berbeda dengan pemerintah kabupaten. Perbedaan tersebut meliputi aspek mata pencaharian penduduk. luas wilayah cakupan. kepadatan penduduk. sosial budaya. struktur pemerintahan. dan pendapatan ekonomi. Dibanding dengan pemerintah kabupaten, kota merupakan suatu kawasan yang aktivitas penduduknya di bidang pertanian relatif lebih kecil. Mata pencaharian penduduk kota banyak bergerak dalam sektor perdagangan dan jasa. Biasanya memiliki cakupan wilayah yang lebih sempit dibandingkan dengan kabupaten, sehingga pembangunan infrastuktur di kota lebih merata. Kepadatan penduduk di kota lebih tinggi, yang dapat dilihat dari rapatnya pemukiman di kota. Penduduk kota biasanya memiliki tingkat pendidikan dan kesehatan yang lebih tinggi, didukung oleh sarana pendidikan dan pelayanan publik kota yang sudah cukup memadai dan mudah diakses oleh masyarakat. Struktur pemerintahan kota terdiri dari kecamatan dan kelurahan, diaman lurah diangkat langsung oleh walikota. Pendapatan di perkotaan relatif lebih tinggi, ditunjukkan oleh pendapat asli daerah yang lebih tinggi dibanding dengan kabupaten. Mata pencaharian penduduk kabupaten masih banyak bergerak di sektor agraris atau pertanian. Di kabupaten, meskipun tersedia pelayanan publik yang memadai, tidak semua masyarakat dapat mengakses pelayanan tersebut dengan mudah karena terkendala sarana dan prasarana transportasi, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil. Saat ini. kabupaten terdiri dari kecamatan, kelurahan dan desa. Desa ini merupakan wilayah otonom dalam lingkup kabupaten, sehingga dalam penentuan kepala desa dipilih oleh masyarakat langsung. Berbeda dengan lurah baik di kota ataupun di kabupaten, lurah diangkat langsung oleh bupati atau walikota. Penelitian ini menggunakan desain survei dengan unit analisis adalah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang ada di pemerintahan kabupaten dan kota. Penggunaan metode survei sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis hubungan antara beberapa anteseden dengan orientasi pasar dan dampak orientasi pasar terhadap organisasi. Tujuan ini bermakna perluasan studi untuk kepentingan intersubjectively certifiable terhadap pola hubungan antar variabel. Fink (1995) menyatakan desain penelitian survei adalah pendekatan terbaik untuk menganalisis fenomena empirik karena campur tangan peneliti terhadap perilaku obyek riset maupun konstruk sangat minimal.

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Simpulan

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Simpulan BAB V KESIMPULAN 5.1 Simpulan Berdasar tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya serta hasil penelitian maka disusun simpulan penelitian sebagai berikut. Penekanan pimpinan pada orientasi pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Loyalitas pelanggan juga merupakan penentu utama dalam memprediksi

BAB I PENDAHULUAN. Loyalitas pelanggan juga merupakan penentu utama dalam memprediksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelanggan setia dalam organisasi bisnis merupakan aset kompetitif. Loyalitas pelanggan juga merupakan penentu utama dalam memprediksi pangsa pasar dan tingkat keuntungan

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Toko serba ada adalah salah satu saluran distribusi tidak langsung yang sudah seharusnya memberikan pelayanan kepada konsumen dengan sebaikbaiknya. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Gambar: 1.1 Lingkup Bab I

Gambar: 1.1 Lingkup Bab I BAB I PENDAHULUAN 1. Lingkup Bab I Bab I Pendahuluan berisi tentang beberapa research gap dan fenomena bisnis yang mendorong dilakukannya penelitian. Research gap berisi tentang kesenjangan hasil-hasil

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Teori Kinerja Pemasaran Kinerja pemasaran merupakan elemen penting dari kinerja perusahaan secara umum karena kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari kinerja pemasarannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya

Lebih terperinci

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang BAB III SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN E-GOVERNMENT Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Disini keterangan tentang pemerintah daerah diuraikan pada beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional dalam manajemen publik, (Pollitt dalam Speklé dan Verbeeten,

BAB I PENDAHULUAN. internasional dalam manajemen publik, (Pollitt dalam Speklé dan Verbeeten, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari dua dekade, pengukuran kinerja menjadi sorotan secara internasional dalam manajemen publik, (Pollitt dalam Speklé dan Verbeeten, 2014). Manajemen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. konsep pemasaran (Kohli & Jaworski, 1990). Orientasi pasar adalah budaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. konsep pemasaran (Kohli & Jaworski, 1990). Orientasi pasar adalah budaya BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Orientasi Pasar Orientasi pasar merupakan salah satu konsep utama dalam literatur pemasaran karena mengacu pada sejauh mana perusahaan mengimplementasikan

Lebih terperinci

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Proses pembangunan di Indonesia terus bergulir dan ekspansi pemanfaatan ruang terus berlanjut. Sejalan dengan ini maka pengembangan lahan terus terjadi dan akan berhadapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak berupa tantangan dan peluang baru bagi proses pembangunan daerah di setiap negara, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tonggak perubahan yang bergerak sejak tahun 1998 dengan pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan dalam aspek

Lebih terperinci

BAB I PEGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi yang sukses adalah organisasi yang paling efisien menanggapi

BAB I PEGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi yang sukses adalah organisasi yang paling efisien menanggapi BAB I PEGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi yang sukses adalah organisasi yang paling efisien menanggapi lingkungannya. Lingkungan menghubungkan domain dari pemasaran dan pengembangan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, lingkup penelitian, dan sistematika

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH OTONOMI DAERAH NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Geografi Politik Sri Hayati Ahmad Yani PEMERINTAH DAERAH Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit yaitu organisasi yang sifatnya tidak mengejar laba. Organisasi pemerintah daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

Keywords : kualitas sistem, kualitas pelayanan, kualitas informasi, kepuasan pengguna, niatan menggunakan kembali, e-government, Indonesia.

Keywords : kualitas sistem, kualitas pelayanan, kualitas informasi, kepuasan pengguna, niatan menggunakan kembali, e-government, Indonesia. INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang menentukan kesuksesan layanan website e-government melalui persepsi masyarakat terhadap kepuasan pengguna dan niatan untuk menggunakan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. yang seara langsung telah mempengaruhi cara pengusaha menciptakan dan

BAB I. Pendahuluan. yang seara langsung telah mempengaruhi cara pengusaha menciptakan dan 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menciptakan lingkungan bisnis yang lebih kompetitif, yang seara langsung telah mempengaruhi cara pengusaha menciptakan dan mempertahankan operasi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : ARIFAH NUR SABRINA B

SKRIPSI. Oleh : ARIFAH NUR SABRINA B PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH: BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Survey pada pemerintah daerah Se-Eks Karisidenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perkembangan sistem dan teknologi informasi yang telah menjadi salah satu

BAB I. PENDAHULUAN. perkembangan sistem dan teknologi informasi yang telah menjadi salah satu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma suatu organisasi atau perusahaan kini dihadapkan pada perkembangan sistem dan teknologi informasi yang telah menjadi salah satu sumber daya yang harus dikelola

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Bab ini akan menjabarkan visi dan misi pembangunan di Kabupaten Malang selama 5 tahun mendatang (2016-2021). Hal ini sejalan dengan amanat di dalam pasal 263

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan dan peluang di dunia perbankan, PT. Bank

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan dan peluang di dunia perbankan, PT. Bank BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi persaingan dan peluang di dunia perbankan, PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) terus mengembangkan bisnisnya untuk memperoleh dana agar likuiditas BRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. market sharenya, beberapa perusahaan menerapkan berbagai strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. market sharenya, beberapa perusahaan menerapkan berbagai strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya persaingan untuk memperebutkan pasar, menyebabkan perusahaan harus menetapkan strategi yang tepat dalam pemasaran produk usahanya. Pemasaran merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2).

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sektor publik merupakan entitas yang aktivitasnya memberikan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2). Dalam menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penganggaran merupakan suatu proses pada organisasi sector publik, termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait dalam penentuan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 19, 2008 PEMERINTAHAN. PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Evaluasi. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Desentralisasi sebagai suatu fenomena yang bertujuan untuk membawa kepada penguatan komunitas pada satuan-satuan pembangunan terkecil kini sudah dicanangkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dimana Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memahami dengan benar apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memahami dengan benar apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemahaman yang baik mengenai pelanggan, akan mendorong manajemen untuk memahami dengan benar apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan konsumen. Dengan mengetahui keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sejak munculnya suatu aturan yang mengatur tentang kebijakan otonomi suatu daerah khususnya Indonesia, cenderung menyebabkan maraknya daerahdaerah melakukan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran Daerah adalah suatu rencana keuangan yang disusun untuk satu periode mendatang yang berisi tentang Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah yang menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik dan transparan, walaupun perencanaan yang baik dapat dibuat

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik dan transparan, walaupun perencanaan yang baik dapat dibuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan Pembangunan daerah harus diawali dengan pelaksanaan perencanaan yang baik dan transparan, walaupun perencanaan yang baik dapat dibuat dengan tidak mudah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Pembukaan UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa tujuan pembangunan adalah untuk

Lebih terperinci

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat? LAMPIRAN Pedoman Wawancara: 1. Bagaimana kinerja aparat desa, terutama dari Sekretaris desa dan juga kaur yang berada dibawah pemerintahan bapak? 2. Bagaimana Hubungan kepala desa dengan BPD di Desa Pohan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004)

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angkutan umum merupakan suatu bentuk transportasi kota yang sangat esensial dan komplementer terhadap angkutan pribadi, tetapi pada kenyataannya hal ini tidak dapat sepenuhnya

Lebih terperinci

Panduan diskusi kelompok

Panduan diskusi kelompok Panduan diskusi kelompok Mahasiswa duduk perkelompok (5 orang perkelompok) Mahasiswa mengambil dan membaca (DUA KASUS) yang akan di angkat sebagai bahan diskusi. Mahasiswa mendiskusikan dan menganalisis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten Bekasi merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 7 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 7 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 7 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN SUSUNAN ORGANISASI KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi daerah, sebagaimana halnya di bidang-bidang lainnya. Usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi daerah, sebagaimana halnya di bidang-bidang lainnya. Usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah pusat telah menggariskan kebijaksanaan untuk mengembangkan dan meningkatkan peranan dan kemampuan pemerintah daerah di bidang keuangan dan ekonomi daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi birokrasi dengan tekad mewujudkan pemerintah yang transparan dan akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa yang telah ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian penting dari pembangunan nasional. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari terwujudnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum 1. Sejarah Singkat LabSosio PUSKA Sosiologi FISIP-UI LabSosio adalah salah satu pusat kajian sosiologi di Universitas Indonesia yang memfokuskan pada analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan lembaga yang menjalankan roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Organisasi pemerintah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Karena itu masyarakat mengharapkan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. omzet, namun karena jumlahnya cukup besar, maka peranan UMKM cukup

BAB I PENDAHULUAN. omzet, namun karena jumlahnya cukup besar, maka peranan UMKM cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah.peran penting tersebut telah mendorong banyak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN SUSUNAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH, STAF AHLI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Otonomi Daerah yang saat ini sangat santer dibicarakan dimana-mana

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Otonomi Daerah yang saat ini sangat santer dibicarakan dimana-mana I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan Otonomi Daerah yang saat ini sangat santer dibicarakan dimana-mana sebenarnya bukanlah merupakan barang baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Semenjak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam satu dekade terakhir ini, bangsa Indonesia sedang berupaya memperbaiki kinerja pemerintahannya melalui berbagai agenda reformasi birokrasi dalam berbagai sektor

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN Pemasaran keterhubungan yang diukur dengan dua konstruk yaitu komitmen dan

BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN Pemasaran keterhubungan yang diukur dengan dua konstruk yaitu komitmen dan BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN 5.1 SIMPULAN 5.1.1 Pemasaran keterhubungan yang diukur dengan dua konstruk yaitu komitmen dan kepercayaan berperan sebagai variabel mediasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah seperti diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah seperti diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan otonomi daerah seperti diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang luas nyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, baik di sektor publik maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). Pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dibuat,

BAB I PENDAHULUAN. Bab I pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dibuat, BAB I PENDAHULUAN Bab I pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dibuat, berbagai dugaan permasalahan yang terjadi di lapangan, pertanyaan untuk menjawab dugaan permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Kecamatan merupakan salah satu ujung tombak dari Pemerintahan Daerah yang langsung berhadapan (face to

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi sekarang ini terlihat sangat pesat. Perkembangan ini tidak hanya melahirkan era informasi global tetapi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.244, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Otonomi. Pemilihan. Kepala Daerah. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PP 51/1999, PENYELENGGARAAN STATISTIK. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PP 51/1999, PENYELENGGARAAN STATISTIK. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PP 51/1999, PENYELENGGARAAN STATISTIK Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 51 TAHUN 1999 (51/1999) Tanggal: 28 MEI 1999 (JAKARTA) Tentang: PENYELENGGARAAN STATISTIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau dan banyak provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota, kecamatan, kelurahan dan dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan strategis organisasi adalah suatu rencana jangka panjang yang bersifat menyeluruh, memberikan rumusan ke mana organisasi akan diarahkan, dan bagaimana pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di segala bidang, dan juga guna mencapai cita-cita bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kualitas layanan, yang terdiri

BAB V PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kualitas layanan, yang terdiri BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kualitas layanan, yang terdiri dari 6 dimensi, yaitu: desain situs, reliabilitas, layanan pelanggan, keamanan/privasi, personalisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang BAB I INTRODUKSI Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang penelitian, permasalahan penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2016

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2016 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KANTOR KECAMATAN MEDAN DENAI. Sumatera Utara pada tanggal 2 September 1992 Kecamatan Medan Denai terbentuk

BAB II KANTOR KECAMATAN MEDAN DENAI. Sumatera Utara pada tanggal 2 September 1992 Kecamatan Medan Denai terbentuk BAB II KANTOR KECAMATAN MEDAN DENAI A. Sejarah Singkat Kantor Camat Medan Denai Berdasarkan PP. 35 tahun 1992 tanggal 13 Juli 1992 dan diresmikan Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 2 September 1992 Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan, organisasi dan sektor publik memerlukan anggaran sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitasnya. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi

Lebih terperinci