BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
|
|
- Hadian Yuwono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sejak munculnya suatu aturan yang mengatur tentang kebijakan otonomi suatu daerah khususnya Indonesia, cenderung menyebabkan maraknya daerahdaerah melakukan pemekaran wilayah dengan tujuan untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Secara normatif dalam melakukan pemekaran wilayah atau pembentukan suatu daerah, baru dapat terlaksana setelah mengikuti proses, tahapan dan perencanaan dalam pemekaran wilayah. Menurut Tarigan (2008, hlm.3) mengemukakan bahwa : Perencanaan wilayah merupakan perencanaan penggunaan ruang wilayah dan perencanaan aktivitas pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan ruang wilayah tercakup dalam kegiatan perencanaa tata ruang, sedangkan perencanaan aktivitas pada ruang wilayah (terutama aktivitas ekonomi) tercakup dalam kegiatan perencanaan pembangunan wilayah, baik jangka panjang, jangka menengah, maupun jangka pendek. Perencanaan wilayah sebagai langkah dalam menciptakan kehidupan yang efisien, nyaman, serta lestari. Pada akhirnya, menghasilkan rencana yang menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang direncanakan, baik pihak pemerintah maupun pihak swasta. Perkembangan atau pemekaran suatu wilayah akan terus terjadi dan berevolusi sejalan dengan kebutuhan masyarakat, bertambahnya jumlah penduduk, aspek-aspek sosial ekonomi yang menunjang serta fasilitas-fasilitas atau infrastruktur yang menyertainya, untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang matang dalam menyikapi hal tersebut agar tercipta kesejahteraan yang merakyat. Pengembangan infrastruktur yang terarah dan terencana tentunya akan memberikan arti dan manfaat tersendiri bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan pelayanan yang benar-benar berbasis kepada masyarakat terutama dalam pengembangan kawasan tertinggal, daerah perbatasan, pulau-pulau kecil, dan kawasan yang menjadi andalan perkotaan sehingga tercipta perkenomian pembangunan yang produktif. 1
2 Berdasarkan Undang-undang No.22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 jo Undang-undang No.12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah mengisyaratkan perlunya pembentukan daerah baru. Pada undang-undang tersebut disebutkan bahwa pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan politik ditingkat lokal. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, pada pasal 2 menyebutkan pemekaran daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui : 1. Peningkatan pelayanan kepada masayarakat; 2. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi; 3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah; 4. Percepatan pengelolaan potensi daerah; 5. Peningkatan keamanan dan ketertiban; 6. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah di atas, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya argumen yang diajukan untuk mendukung pemekaran, yaitu adanya kebutuhan untuk mengatasi jauhnya jarak rentang kendali antara pemerintah dan masyarakat, serta memberi kesempatan pada daerah untuk melakukan pemerataan pembangunan. Alasan lain adalah diupayakannya pengembangan demokrasi lokal melalui pembagian kekuasaan pada tingkat yang lebih kecil tetapi kenyataan dilapangan pembangunan lebih diutamakan pada bagian fisik tanpa memperhatikan kepentingan sosial hal ini senada dengan pendapat Dagur (2004, hlm.12) bahwa : Pembangunan yang berlangsung selama ini sebagian besar lebih berorientasi kepada pembangunan fisik semata. Sementara itu pembangunan dibidang sosial hanya sebagai pelengkap saja. Dengan kondisi yang seperti itu pada sebagian daerah akhirnya timbul kesenjangan pembangunan khususnya pembangunan No Daftar Skripsi fisik dan : 4450/un /PL/2015 sosial. 2
3 Peran masyarakat bagi daerah pemekaran wilayah merupakan salah satu syarat utama yang sangat dibutuhkan dalam proses pemekaran wilayah. Menurut Syaukani (2001, hlm.260) menyatakan bahwa : Bagaimanapun juga daerah kota/ kabupaten merupakan basis pembangunan dari sebuah Negara yang berdaulat. Sehingga boleh dikatakan keberhasilan otonomi atau pemekaran daerah itu tergantung dari sejauh mana partisipasi masyarakat daerah kota/kabupaten terhadap pembangunan. Dalam arti masyarakat kota/kabupaten harus diberi kepercayaan dan kewenangan yang cukup membangun kemandirian yang sesuai dengan potensi dan sumber daya setempat perlunya aspirasi masyarakat dalam perencanaan pemekaran wilayah sangatlah penting karena masyarakat ikut turut memajukan pembangunan suatu daerah Aspek geografis, mengasumsikan bahwa kondisi geografis suatu daerah akan berpengaruh terhadap pembentukan identitas suatu kelompok masyarakat yang akhirnya akan berkembang menjadi satu kesatuan politik, misalnya masyarakat daerah pantai, gunung atau pulau, masyarakat yang terpisah secara geografis, cenderung membentuk komunitas tersendiri dan akan menjadi dasar pembentukan kelompok masyarakat. Dukungan terhadap kondisi fisik dan kondisi sosial serta keterkaitan antara respon masyarakat memiliki peran yang signifikan dalam proses perencanaan pemekaran wilayah, karena dukungan-dukungan kondisi tersebut serta aspirasi masyarakat yang nantinya akan menilai apakah daerah yang dijadikan daerah pemekaran wilayah layak atau tidaknya untuk dimekarkan, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sejak tahun 2010 telah merencanakan untuk memekarkan kabupaten baru yang terletak dibagian utara Provinsi Kepulauan Riau yaitu Kabupaten Kundur yang semula tergabung dalam Kabupaten Karimun, pemekaran ini dimaksudkan agar pembangunan dan pelayanan pada daerah pemekaran Kabupaten Kundur dapat merata pada setiap daerah terutama daerah-daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar dari Provinsi 3
4 Kepulauan Riau (JPNNRida, 2014,April). Berikut adalah luas calon Kabupaten Kundur berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karimun 2013 : Tabel 1.1 Luas Calon Kabupaten Kundur Kecamatan Jumlah Luas Wilayah (KM 2 ) Total Kelurahan Desa Daratan Lautan Luas Durai , ,54 Ungar Belat Kundur * ,3 449,93 484,23 Kundur Utara** ,5 509,15 538,65 Kundur Barat ,7 267,12 297,82 Total ,5 2706, ,24 *) Luas tergabung dengan Kec. Ungar **) Luas tergabung dengan Kec. Belat Sumber : BPS Kabupaten Karimun 2013 Berdasarkan tabel 1.1 di atas dapat diketahui bahwa calon Kabupaten Kundur memiliki luas wilayah daratan 137,5 km 2 dan lautan 2706,74 km 2 atau 35,64% dari luas wilayah Kabupaten Karimun, sementara secara administratif Kabupaten Kundur terdiri atas 105 pulau dan hanya 21 pulau yang berpenghuni, dan terdiri atas 6 kecamatan yaitu, Kecamatan Durai, Kecamatan Kundur, Kecamatan Ungar, Kecamatan Kundur Utara, Kecamatan Belat, Kecamatan Kundur Barat, serta 6 kelurahan dan 24 desa. Secara garis besar calon kabupaten Kundur baru memiliki kondisi fisik geografi dan kondisi sosial ekonomi yang harus diperhatikan dalam rencana pemekaran wilayah agar kondisi-kondisi tersebut nantinya dapat dijadikan acuan pemerintah maupun masyarakat dalam hal pengelolaan potensi-potensi daerah secara maksimal dan efesien. Keadaaan yang demikian akan memunculkan 4
5 keterkaitan antara fisik dan fisik, maupun sosial dan fisik yang menunjang rencana pemekaran wilayah pada daerah tersebut. Pada penelitian ini akan dikaji dukungan kondisi fisik geografis, kondisi sosial ekonomi dan tanggapan masyarakat terhadap dukungan pemekaran wilayah yang nantinya akan diperoleh suatu faktor-faktor geografi terhadap rencana pemekaran wilayah. Kenyataan ini membuat peneliti tertarik mengangkat penelitian ini dengan judul Faktor- Faktor Geografi Terhadap Rencana Pemekaran Wilayah Kabupaten Kundur Sebagai Kabupaten Baru Di Provinsi Kepulauan Riau. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Bagaimana dukungan kondisi fisis geografis terhadap rencana pemekaran wilayah Kabupaten Kundur sebagai kabupaten baru di Provinsi Kepulauan Riau? 2. Bagaimana dukungan kondisi sosial ekonomi terhadap rencana pemekaran wilayah Kabupaten Kundur sebagai kabupaten baru di Provinsi Kepulauan Riau? 3. Bagaimana respon masyarakat terhadap rencana pemekaran wilayah Kabupaten Kundur sebagai kabupaten baru di Provinsi Kepulauan Riau? C. Tujuan Penelitian Dengan melihat rumusan maslah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi dukungan kondisi fisis geografis terhadap rencana pemekaran wilayah Kabupaten Kundur sebagai kabupaten baru di Provinsi Kepulauan Riau. 5
6 2. Mengidentifikasi dukungan kondisi sosial ekonomi terhadap rencana pemekaran wilayah Kabupaten Kundur sebagai kabupaten baru di Provinsi Kepulauan Riau 3. Menganalisis respon masyarakat terhadap rencana pemekaran wilayah Kabupaten Kundur sebagai kabupaten baru di Provinsi Kepulauan Riau D. Manfaat Penelitian Adapaun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain : 1. Bagi Pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah Kabupaten Karimun maupun pemerintah terkait dalam mengambil keputusan mengenai rencana pemekaran wilayah Kabupaten Kundur sebagai kabupaten baru sehingga pemekaran wilayah tersebut benar-benar bermanfaat, dan bukan menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat setempat 2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi masyarakat di Kabupaten Karimun untuk lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi rencana pemekaran wilayah Kabupaten Kundur sebagai kabupaten baru 3. Bagi ilmu pengetahuan diharapkan dapat menjadi salah satu masukan pengayaan pengajaran materi geografi tentang materi Perencanaan Wilayah 4. Bagi peneliti yang lain dapat menjadi salah satu bahan penelitian lebih lanjut mengenai masalah yang sama pada masa yang akan datang. E. Struktur Organisasi Skripsi BAB I PENDAHULUAN Bab I menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi BAB II KAJIAN PUSTAKA 6
7 Bab II menguraikan berbagai teori yang terkait dengan permasalahan yang dibahas, yang meliputi pengertian Respon, Masyarakat, Pemekaran Wilayah dan Dukungan Terhadap Pemekaran Wilayah BAB III PROSEDUR PENELITIAN Bab III menguraikan tentang metode penelitian, sampel dan populasi penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan alur penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab IV menguraikan tentang kondisi fisik dan kondisi sosial rencana pemekaran wilayah Kabupaten Kundur,dan analisis hasil penelitian. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab V menguraikan tentang kesimpulan dan rekomendasi terhadap hasil penelitian. 7
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian memerlukan metode untuk memudahkan penulis dalam proses pengumpulan dan menampilkan data hasil penelitian yang dilakukan. Penggunaan metode dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dewasa ini di daerah setelah berlakunya Undang-undang Pemerintahan Daerah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini di daerah setelah berlakunya Undang-undang Pemerintahan Daerah untuk mendirikan provinsi dan kabupaten/kota baru adalah salah satu fenomena menarik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan
16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I S I A K Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN GORONTALO UTARA DI PROVINSI GORONTALO
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN GORONTALO UTARA DI PROVINSI GORONTALO I. UMUM Provinsi Gorontalo adalah provinsi sebagaimana dimaksud
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I S I A K Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintahan pusat kearah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU
ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : HENNI SEPTA L2D 001 426 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN DESA BATU AMPAR, DESA GUNUNG BESAR, DESA BAROQAH, DESA BERSUJUD, DESA SEJAHTERA, DESA PULAU
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA
PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN / PEMEKARAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN KECAMATAN DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN DESA NEREKEH KECAMATAN LINGGA KABUPATEN LINGGA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN DESA NEREKEH KECAMATAN LINGGA KABUPATEN LINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LINGGA Menimbang : a. bahwa sesuai dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN GORONTALO UTARA DI PROVINSI GORONTALO
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN GORONTALO UTARA DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang: a. bahwa untuk memacu perkembangan dan kemajuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini memaparkan sejarah dan kondisi daerah pemekaran yang terjadi di Indonesia khususnya Kota Sungai Penuh. Menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KAYONG UTARA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KAYONG UTARA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap pelayanan prima dari pemerintah yang berorientasi pada kepuasan masyarakat semakin besar sejak era
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN DESA BUKIT BELAH KECAMATAN SINGKEP BARAT KABUPATEN LINGGA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN DESA BUKIT BELAH KECAMATAN SINGKEP BARAT KABUPATEN LINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LINGGA Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan dikatakan sukses apabila kesejahteraan masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilaksanakan dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Pembangunan dikatakan sukses apabila kesejahteraan masyarakat tercapai dan sebaliknya pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN,PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN
SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN,PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah melahirkan paradigma baru dalam pelaksanaan otonomi daerah yang meletakkan otonomi penuh, luas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUTON UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUTON UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciSKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA PEMEKARAN (TERBENTUKNYA) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA PEMEKARAN (TERBENTUKNYA) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS Studi Kasus pada Kabupaten Kepulauan Anambas Propinsi Kepulauan Riau Disusun oleh: Nama : Henderiyana NIM
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 2000 TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman orde baru
BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman orde baru yang mana pembangunan dilaksanakan secara sentralistik yang berarti pembangunan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PIDIE JAYA DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PIDIE JAYA DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM I. UMUM Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dibentuk berdasarkan
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN ANAMBAS
BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA, PEMBENTUKAN DESA DARI WILAYAH KELURAHAN DAN PERUBAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Republik Indonesia adalah sebuah negara yang besar dengan luas sekitar 2/3 bagian (5,8 juta Km 2 ) adalah lautan, dan sekitar 1/3 bagian (2,8 juta km 2 ) adalah daratan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Otonomi daerah dan desentralisasi memiliki kaitan erat dengan pemekaran wilayah. Kebijakan otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KAYONG UTARA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KAYONG UTARA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO DI PROVINSI SULAWESI UTARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Tanjungpinang adalah salah satu kota dan sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 31 Tahun 1983 Tanggal
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR I. UMUM Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah provinsi
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM I. UMUM Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dibentuk berdasarkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penggabungan Kecamatan Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa proses penggabungan daerah dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumberdaya nasional yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO DI PROVINSI SULAWESI UTARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT, DAN KABUPATEN KEPULAUAN ARU DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam meningkatkan kesajahteraan seluruh rakyat Indonesia dan pemerataan status ekonomi antara penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. penerimaan pemerintah (Nurcholis, 2006). Ada beberapa jenis desentralisasi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mengalami perubahan sistem dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Desentralisasi dapat diartikan sebagai pengalihan kewenangan tanggung jawab
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Daerah. Hal ini tertuang dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang. berbunyi:.daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak kebijakan otonomi daerah di Indonesia dicanangkan banyak daerahdaerah yang cenderung untuk melaksanakan pemekaran wilayah. Peluang secara normatif untuk melakukan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA I. UMUM Provinsi Sulawesi Utara adalah provinsi yang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LINGGA
PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN DESA RANTAU PANJANG KECAMATAN LINGGA UTARA KABUPATEN LINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LINGGA
PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN DESA TANJUNG HARAPAN KECAMATAN SINGKEP KABUPATEN LINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LINGGA
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
2 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemekaran daerah adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Alasan paling mengemuka dalam wacana pemekaran
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung dengan pesatnya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU
PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DALAM WILAYAH KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NORONTALO UTARA DI PROVINSI GORONTALO
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NORONTALO UTARA DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak masa orde lama, orde baru hingga era reformasi sekarang ini, pemerintah selalu melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan guna meningkatkan taraf hidup
Lebih terperinciRGS Mitra 1 of 12 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU
RGS Mitra 1 of 12 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN DESA TAMUNIH, DESA BATU BULAN, DAN DESA DADAP KUSAN RAYA DI KECAMATAN KUSAN HULU KABUPATEN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUTON UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUTON UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciPEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi
PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
Lebih terperinciNOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
OTONOMI DAERAH NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Geografi Politik Sri Hayati Ahmad Yani PEMERINTAH DAERAH Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang telah berjalan di Indonesia menyebabkan konsekuensi
1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Otonomi daerah yang telah berjalan di Indonesia menyebabkan konsekuensi terhadap pola pembangunan di berbagai daerah. Diantaranya menyangkut penataan daerah dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 7 TAHUN 2009
PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN KEPENGHULUAN DAN PERUBAHAN STATUS KEPENGHULUAN MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)
Lebih terperinciPERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU
PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU www. luwukpos.blogspot.co.id I. PENDAHULUAN Otonomi daerah secara resmi telah diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia sejak tahun 2001. Pada hakekatnya
Lebih terperinci4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?
LAMPIRAN Pedoman Wawancara: 1. Bagaimana kinerja aparat desa, terutama dari Sekretaris desa dan juga kaur yang berada dibawah pemerintahan bapak? 2. Bagaimana Hubungan kepala desa dengan BPD di Desa Pohan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KAMPUNG SERTA PERUBAHAN STATUS KAMPUNG MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228 dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciKEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT
DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 27/DPD RI/II/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KABUPATEN CIBALIUNG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ibukota Negara dan Ibukota Propinsi. Sebagai Ibukota Propinsi Jakarta
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Khusus Ibukota Jakarta mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai Ibukota Negara dan Ibukota Propinsi. Sebagai Ibukota Propinsi Jakarta mempunyai ciri tersendiri yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2003 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR, KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT, DAN KABUPATEN KEPULAUAN ARU DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LINGGA
PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DESA KUDUNG KECAMATAN LINGGA KABUPATEN LINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LINGGA Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Bab VI tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa Pembagian daerah Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN
PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, Menimbang
Lebih terperinci