BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Menurut Hellriegel dan Slocum (Khodijah, 2014) motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan, kekuatan ini dirangsang oleh adanya berbagai macam kebutuhan, seperti (1) keinginan yang hendak dipenuhi, (2) tingkah laku, (3) tujuan, dan (4) umpan balik. Sejalan dengan Hellriegel & Slocum (Khodijah, 2014), Iskandar (Suardana & Simarmata, 2013) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah daya penggerak dari dalam diri individu untuk melakukan kegiatan belajar untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman Menurut Sardiman (2014) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Sedangkan menurut Prawira (2014) motivasi belajar adalah segala sesuatu yang ditujukan untuk mendorong atau memberikan semangat kepada seseorang yang melakukan kegiatan belajar agar menjadi lebih giat lagi dalam belajarnya untuk memperoleh prestasi yang lebih baik lagi. Berdasarkan pemaparan beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di 16

2 17 dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai 2. Indikator Indikator Motivasi Belajar Uno (2016) mengungkapkan beberapa indikator motivasi belajar yang dapat dijabarkan dibawah ini: a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil. Berdasarkan KBBI (2017) hasrat dan keinginan berhasil adalah keinginan atau harapan yang kuat dalam diri individu untuk dapat mencapai maksud atau tujuannya. b. Adanya dorongan dan kebutuhan untuk belajar. Dorongan dan kebutuhan untuk belajar merupakan kebutuhan untuk berbuat sesuatu demi kegiatan belajar itu sendiri yang mengandung suatu kegembiraan bagi dirinya, kebutuhan untuk menyenangkan hati orang lain, kebutuhan untuk mencapai suatu hasil belajar, dan kebutuhan untuk mengatasi kesulitan dalam belajar (Nasution, 1995) c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan. Hurlock (1979), mengartikan harapan dan cita-cita sebagai keinginan meraih sesuatu yang lebih tinggi dari keadaan saat ini. d. Adanya penghargaan dalam belajar. Bentuk-bentuk penghargaan yang dapat dirasakan oleh para siswa dapat berupa rasa berkompeten di sekolah, kepuasan, keberhasilan dalam melaksanakan tugas atau rasa bangga karena telah melakukan pekerjaan dengan baik, pujian dari

3 18 guru dan nilai yang bagus, objek (benda), saran, atau mampu untuk mengerjakan aktivitas yang lain (Schunk, 2012). e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar. Kegiatan yang menarik dalam belajar ditandai dengan adanya lingkungan yang tidak membuat tegang, aman, lingkungan belajar yang kondusif, tidak membuat ragu siswa untuk melakukan sesuatu, menggunakan semua indera, dan siswa terlihat antusias dalam beraktivitas (Jauhar, 2011). f. Lingkungan belajar terdiri dari dua yaitu lingkungan sosial dan nonsosial. Lingkungan belajar sosial adalah orang-orang disekitar siswa yang dapat berpengaruh dalam kegiatan belajarnya sedangkan lingkungan belajar nonsosial adalah fasilitas-fasilitas yang mendukung siswa belajar seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah tinggal dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa. Kedua lingkungan ini harus saling mendukung sehingga tercipta suatu lingkungan yang nyaman bagi siswa untuk belajar (Syah, 2013). Sardiman (2014) mengemukakan beberapa ciri yang menunjukkan seorang individu memiliki motivasi belajar yang tinggi. Ciri-ciri dari setiap individu yang memiliki motivasi belajar tinggi, yaitu: a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai) b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak mudah putus asa) c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah

4 19 d. Lebih senang bekerja mandiri e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (diulang-ulang) f. Dapat mempertahankan pendapatnya (jika sudah yakin akan sesuatu) g. Tidak mudah melepaskan hal yang sudah diyakininya h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal Selanjutnya Schunk, Meece, dan Pintrich (2012) memaparkan ciriciri seseorang yang memiliki motivasi belajar yang tinggi yaitu: a. Kebebasan pemilihan tugas atau aktivitas yang sesuai pada minat siswa akan mengindikasikan dimana letak motivasi siswa tersebut untuk mengerjakan suatu tugas atau aktivitas b. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan memiliki usaha yang tinggi pula terutama pada tugas-tugas yang sulit c. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan dapat bekerja dalam waktu yang lama terutama pada saat menghadapi suatu rintangan atau halangan d. Bagaimana siswa memilih, berusaha dan tekun dalam meningkatkan prestasi belajar mengindikasikan motivasi belajar yang tinggi. Berdasarkan pemaparan indikator dan ciri di atas maka dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki motivasi belajar tinggi memiliki hasrat dan keinginan berhasil untuk belajar, dorongan dan kebutuhan untuk belajar, harapan dan cita-cita masa depan, penghargaan dalam belajar, kegiatan yang menarik dalam belajar, dan memiliki lingkungan belajar yang kondusif, tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, menunjukkan

5 20 minat terhadap bermacam-macam masalah, lebih senang bekerja mandiri, cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin, dapat mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan hal yang sudah diyakininya, senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal, kebebasan pemilihan tugas atau aktivitas yang sesuai pada minat siswa, memiliki usaha tinggi terutama pada tugas yang sulit, dapat bekerja dalam waktu lama terutama ketika menghadapi rintangan dan halangan, dan adanya usaha, ketekunan, dan pemilihan untuk meningkatkan prestasi belajar. Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan indikator motivasi belajar yang dikemukakan oleh Uno (2016) yaitu : adanya hasrat dan keinginan berhasil untuk berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan untuk belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan adanya lingkungan belajar yang kondusif. Indikator ini dipilih karena lebih lengkap untuk mengungkap permasalahan motivasi belajar subjek dan lebih sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi di lapangan. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Menurut Dimyati (Kompri, 2015) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa dapat dilihat sebagai berikut: a. Cita-cita atau aspirasi siswa Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ekstrinsik. Siswa yang tidak atau belum memiliki cita-cita cenderung tidak memiliki motivasi belajar yang optimal dikarenakan tidak adanya

6 21 kejelasan tujuan yang akan diraihnya, padahal cita-cita atau tujuan itu sendiri merupakan perangsang munculnya motivasi belajar dalam diri siswa (Mc.Donal dalam Sardiman, 2014). b. Kemampuan siswa Secara singkat dapat dikatakan bahwa kemampuan akan memperkuat motivasi siswa untuk untuk melakukan tugas-tugas perkembangan. Siswa yang memiliki kemampuan akan suatu tugas akan lebih termotivasi melakukannya dibandingkan siswa yang tidak memiliki kemampuan akan suatu tugas. c. Kondisi siswa Kondisi siswa yang meliputi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi belajar siswa. Seorang siswa yang sakit akan mengganggu perhatian belajar, sebaliknya seorang siswa yang sehat akan mudah memusatkan perhatian belajar. d. Kondisi lingkungan siswa Lingkungan siswa dapat berupa alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan teman sebaya dan kehidupan bermasyrakat. Kondisi lingkungan yang sehat lingkungan yang aman, tertib dan indah akan meningkatkan semangat motivasi belajar yang lebih kuat dari para siswa. e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran Lingkungan siswa yang berupa lingkungan alam, lingkungan tempat tinggal dan pergaulan juga lingkungan, budaya siswa yang berupa

7 22 surat kabar, majalah, radio, televisi dan film semakin menjangkau siswa kesemua lingkungan, tersebut mendinamiskan motivasi belajar. f. Upaya guru dalam membelajarkan siswa Upaya guru membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan di luar sekolah. Guru yang berkompeten dan memiliki jiwa pendidik akan terus berusaha mengkondisikan dan membimbing siswa-siswinya agar termotivasi dalam kegiatan belajar. Menurut Syah (dalam Puspitasari, 2012) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah : a. Guru Guru berperan penting dalam mempengaruhi motivasi belajar siswa melalui metode pengajaran yang digunakan dalam menyampaikan materi pelajaran. Guru juga harus bisa menyesuaikan efektivitas suatu metode mengajar dengan mata pelajaran tertentu. Pada pelajaran tertentu guru harus menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan karena hal ini sangat berpengaruh terhadap salah satu tujuan dari belajar itu sendiri. b. Orang tua dan keluarga Tidak hanya guru di sekolah, orang tua atau keluarga di rumah juga berperan dalam mendorong, membimbing, dan mengarahkan anak untuk belajar. Oleh karena itu orang tua dan keluarga harus bisa membimbing, membantu dan mengarahkan anak dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang kemungkinan dihadapi dalam belajar. Saat merasa dapat memahami

8 23 komponen-komponen dalam pelajaran, anak akan termotivasi untuk belajar. c. Masyarakat dan lingkungan Masyarakat dan lingkungan berpengaruh terhadap motivasi belajar pada anak masa sekolah. Lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar adalah pengaruh dari teman sepermainan. Seorang anak yang rajin melakukan kegiatan belajar secara rutin akan mempengaruhi dan mendorong anak lain untuk melakukan kegiatan yang sama. 4. Teknik-teknik Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa a. Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) (Risdiawati, 2012). Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang ditempuh dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS 4 SMA Negeri 1 Imogiri yang berjumlah 32 siswa. Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa berupa tes tertulis dalam bentuk soal uraian, instrumen untuk mengetahui motivasi belajar siswa berupa lembar observasi, serta instrumen angket yang digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap peningkatan motivasi belajar. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatan hasil belajar dan motivasi belajar akuntansi, serta mengetahui respon para siswa terhadap implementasi STAD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa, pada siklus I terdapat 5 siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal

9 24 (KKM), pada siklus II meningkat sejumlah 100% siswa telah mencapai KKM. Pembelajaran kooperatif tipe STAD juga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, persentase motivasi belajar siswa dari siklus I sebesar 67% meningkat menjadi 86,5% pada siklus II dan berada pada rentang skor sangat tinggi. Hasil respon siswa terhadap pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa juga mendapat respon positi dari siswa, hal ini dibuktikan dari hasil distribusi angket pada siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 13%. b. Metode pembelajaran Teaching Game Team (Purwanto, 2011). Metode pembelajaran Teaching Game Team merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan proses pembelajaran siswa. Dalam metode pembelajaran ini, siswa bekerja dalam kelompok kecil, saling membantu dalam belajar dan mengadopsi pembelajaran mandiri siswa dengan saling bertanya antara kelompok secara bergantian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA SMART Ekselensia Indonesia pada kompetensi sistem koordinasi setelah dilakukan metode Teaching Game Team. Data dianalisa secara kualitatif dengan metode deskriptif analitis dan secara kuantitatif dengan Korelasi Bivariate Pearson. Pengamatan dilakukan terhadap 17 siswa yang sebelumnya dilakukan analisis terhadap kondisi kemampuan pembelajaran sistem koordinasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode Teaching

10 25 Game Team dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa yang terlihat dari ketuntasan 100% pada 3 siklus pembelajaran. c. Metode pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share (Kurniawan & Istianingrum, 2012). Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk kolaboratif yang dilaksanakan selama dua siklus. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi, angket, dan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan mereduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan membandingkan perolehan skor Motivasi Belajar Akuntansi dengan skor maksimum kemudian dipersentasekan. Disimpulkan bahwa Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Teknik Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan Motivasi Belajar Akuntansi Kompetensi Dasar Menghitung Mutasi Dana Kas Kecil siswa kelas X Akuntansi 2 SMK Negeri 7 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 yang dibuktikan dengan adanya peningkatan persentase skor Motivasi Belajar Akuntansi sebesar 16,28% dari sebelum penerapan Pembelajaran Kooperatif Teknik Think Pair Share (TPS) sebesar 53,31% meningkat menjadi 69,60% di siklus 1. Selanjutnya dari siklus 1 ke siklus 2 juga terjadi peningkatan sebesar 11,47% atau diperoleh skor sebesar 81,07%. Selain itu berdasarkan angket yang didistribusikan kepada siswa dapat disimpulkan pula bahwa terjadi peningkatan skor Motivasi Belajar Akuntansi siswa

11 26 sebesar 4,18% dari skor siklus 1 sebesar 70,86% ke siklus 2 sebesar 75,04%. Dengan cross check yang dilakukan melalui wawancara diperoleh pula hasil bahwa sebagian besar data yang diperoleh konsisten dengan data observasi dan data angket. d. Pelatihan goal setting (Lutfianawati, Nugraha, & Rachmahana, 2014). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pelatihan goal setting pada motivasi belajar bahasa Inggris siswa. Subjek dalam penelitian ini adalah 26 siswa kelas XIIA SMK X Sleman, yang dibagi menjadi 13 siswa sebagai kelompok eksperimen dan 13 siswa sebagai kelompok kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala motivasi belajar bahasa Inggris, wawancara dan observasi. Rancangan penelitian yang digunakan adalah pre-post control group design. Analisis penelitian yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dengan menggunakan uji Mann-Whitney untuk mengetahui motivasi belajar bahasa inggris siswa setelah diberi pelatihan goal setting. Analisis kualitatif dilakukan berdasarkan observasi, wawancara dan lembar kerja. Hasil penelitian yaitu pada pre test dan post test motivasi belajar bahasa Inggris menunjukkan ada peningkatan setelah diberi pelatihan dengan nilai Z= 4.359, P=0.000, P<0,05. Pada pre test dan follow up motivasi belajar bahasa Inggris menunjukkan ada peningkatan setelah dua minggu diberi pelatihan dengan nilai Z= , P=0.012, P<0,05. Kesimpulan penelitian ini adalah pelatihan goal setting dapat

12 27 meningkatkan motivasi belajar bahasa Inggris siswa kelas XII SMK X. Berdasarkan beberapa teknik untuk meningkatkan motivasi belajar yang telah dikemukakan oleh beberapa peneliti di atas, peneliti mencoba untuk meneliti pelatihan goal setting bagi siswa SMA. Pelatihan goal setting untuk meningkatkan motivasi belajar pernah diteliti sebelumnya menggunakan subjek siswa SMK, namun dalam penelitian ini peneliti mencoba melakukan intervensi pelatihan goal setting bagi siswa SMA. Harapannya dengan pelatihan goal setting, siswa mampu mempunyai tujuan belajar, membuat tujuan belajar maupun karir di masa depan sehingga mampu menumbuhkan motivasi belajar yang tinggi untuk mencapai tujuannya. B. Pelatihan Goal setting 1. Pengertian Pelatihan Goal Setting Penelitian ini akan membahas mengenai pelatihan goal setting. Pelatihan itu sendiri memiliki pengertian sebagai salah satu usaha untuk mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan tugas tertentu (Troelove dalam Kholidah & Alsa, 2012). Johnson dan Johnson (Lutfianawati, 2014) juga menyatakan bahwa metode pelatihan adalah metode yang berdasarkan pada komponen experiential learning, yaitu bahwa perilaku manusia terbentuk berdasarkan hasil pengalaman yang terlebih dahulu dimodifikasi

13 28 untuk menambah efektivitas. Sehingga semakin lama perilaku menjadi suatu kebiasaan dan berjalan dengan otomatis, individu semakin berusaha memodifikasi perilaku yang sesuai dengan situasinya. Metode pelatihan ini nantinya akan digunakan untuk mengaplikasikan teori goal setting menjadi sebuah rangkaian kegiatan yang runtut dan sistematis, inovatif, serta menarik sehingga manfaat dari teori goal setting dapat tersalurkan dengan efektif. Menurut Weinberg (Rahayu & Mulyana, 2015) pelatihan goal setting adalah pelatihan yang mengajarkan seorang siswa suatu kemampuan untuk merancang atau menetapkan suatu tujuan dengan baik agar tujuannya dapat dicapai. Menurut Locke (Yearta, Maitlis, dan Briner, 1995) goal setting adalah sebuah teori kognitif dengan dasar pemikiran bahwa setiap orang memiliki suatu keinginan untuk mencapai hasil spesifik atau tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Dasar pemikiran utama dari teori goal setting adalah mendorong seseorang untuk mengejar tujuannya yang spesifik dan sulit akan menghasilkan performa yang lebih baik daripada mendorong mereka untuk mengejar sebuah tujuan spesifik tapi mudah atau untuk mempermudah mereka melakukan yang terbaik (Locke & Latham dalam Kleingeld & Arends, 2011). Sebuah tujuan dapat memotivasi orang untuk mengembangkan strategi yang akan memungkinkan mereka untuk tampil di tingkat tujuan yang diperlukan (Lunenburg, 2011). Agar tujuannya dapat tercapai dengan baik, maka diperlukan sebuah kemauan untuk usaha. Usaha yang paling

14 29 maksimal akan terjadi ketika tugas yang dihadapi memiliki kesulitan yang tinggi, dan usaha yang paling rendah terjadi ketika tugas yang dihadapi adalah tugas yang sangat mudah maupun sangat sulit (Locke & Latham, 2002). Goal setting memengaruhi proses belajar dengan cara mengarahkan perhatian dan tindakan, memobilisasi pengarahan usaha, memperpanjang lamanya pengerahan usaha (persistensi), dan memotivasi individu untuk mengembangkan strategi yang relevan untuk mencapai tujuannya (Robbin dalam Lutfianawati, Nugraha, & Rachmahana, 2014). Berdasarkan pengertian-pengertian pelatihan goal setting di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan goal setting adalah pelatihan yang mengajarkan seorang siswa mengenai suatu kemampuan untuk merancang atau menetapkan suatu tujuan dengan baik agar tujuannya dapat dicapai. 2. Komponen Utama dalam Pelatihan Goal setting Pelatihan goal setting ini disusun berdasarkan pada teori Locke, dkk. (1981). Menurut Locke, dkk. (1981) komponen-komponen utama goal setting meliputi sebagai berikut: a. Clarity (Kejelasan) Tujuan yang disampaikan harus spesifik sehingga mengarahkan siswa pada hasil yang lebih tinggi daripada tujuan yang masih bersifat umum atau samar-samar. Tujuan yang spesifik adalah tujuan yang harus

15 30 ditentukan dengan batasan yang jelas dan tepat sehingga tidak menimbulkan multi tafsir agar harapan dan tujuan dapat tercapai. b. Challenge (tantangan) Tujuan yang sulit menghadirkan suatu tantangan yang dapat membangkitkan dorongan untuk mencapai tujuan dalam diri siswa, tetapi target ini dalam batas masih dapat dicapai (Davis & Newstroom, 1989). Tujuan harus memiliki tantangan yang sulit untuk memotivasi seseorang agar meletakkan usaha yang lebih untuk menggapai tujuan karena pada dasarnya seorang individu akan lebih termotivasi untuk mencoba tujuan yang sulit daripada tujuan yang mudah (Latham & Locke, 1991). Meskipun sebuah tujuan yang memotivasi itu adalah tujuan yang sulit, namun tujuan tersebut haruslah bersifat realistis dalam artian bahwa tujuan tersebut masih dapat diraih. Penetapan tujuan yang sulit namun masih dapat dijangkau/realistis berguna untuk meminimalisir kemungkinan gagal untuk mencapainya (Kanfer & Gaelick dalam Latham & Locke, 1991). Jika tantangan yang ada pada tujuan tersebut terlalu sulit maka seseorang akan meninggalkan tujuannya tersebut dan tidak termotivasi untuk meraihnya (Locke, dkk., 1981). c. Commitment (komitmen) Orang akan menunjukkan komitmen mereka jika mereka merasa bahwa mereka adalah bagian dari pencapaian suatu tujuan. Locke & Latham (Schunk, dkk., 2012) berpendapat bahwa komitmen dapat menggambarkan seberapa kuat individu melekat pada tujuan yang

16 31 dimilikinya, seberapa antusias individu terhadap tujuannya, dan seberapa teguh individu untuk mencapainya. d. Feedback (umpan balik) Isi dari umpan balik harus terfokus pada pengontrolan kemajuan, menyadari rintangan yang ada, usulan dan solusi. Umpan balik dapat menyuguhkan standar pengukuran yang jelas untuk menuntun individu untuk evaluasi diri. Pencantuman pujian dan apresiasi dalam proses umpan balik akan disajikan sebagai hadiah untuk memotivasi individu supaya terus melanjutkan kerja kerasnya dalam mengerjakan tugas. Melalui umpan balik, seorang individu dapat mengetahui seberapa jauh standar/patokannya sudah terpenuhi (Latham & Locke, 1991). e. Task Complexity (kerumitan tugas) Seorang siswa lebih baik diberikan tugas yang sederhana dan mudah dimengerti daripada diberikan tugas yang terlalu rumit karena hal ini akan mempengaruhi performa siswa untuk mencapai tujuannya (Locke & Latham dalam Smith & Hitt, 2005). Untuk tujuan yang memiliki kerumitan tugas yang tinggi maka harus dipastikan bahwa seseorang tidak merasa terlalu diliputi oleh hal tersebut. Oleh karena itu, waktu yang cukup, latihan dan arahan harus diberikan agar berhasil untuk mencapai target yang telah ditentukan. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa komponen teori goal setting adalah clarity (kejelasan), challenge (tantangan), feedback (umpan balik), commitment (komitmen), dan task

17 32 complexity (kerumitan tugas). Komponen teori goal setting ini akan menjadi dasar untuk menyusun tiap-tiap sesi dalam pelatihan goal setting. Pelatihan goal setting ini akan diadakan sebanyak tiga kali pertemuan. a. Hari Pertama Sesi pertama adalah pembukaan. Dalam sesi ini subjek akan diajak untuk memperkenalkan diri. Kemudian dilanjutkan dengan ice breaking pinguin dance. Subjek akan diberi penjelasan oleh trainer mengenai pelatihan yang akan dilakukan serta diminta untuk mengisi lembar informed consent yang telah disediakan. Trainer mengajak para subjek menuliskan permasalahan-permasalahan yang sedang mereka alami saat itu kemudian subjek merobek-robek kertas tersebut disertai dengan katakata afirmasi positif yang dipandu oleh trainer. Sesi pertama diakhiri dengan pembagian snack untuk para subjek. Tujuan dari sesi pembukaan ini adalah untuk mencairkan suasana, menciptakan keramahan antar subjek dengan trainer dan fasilitator, serta memfokuskan subjek ke dalam kegiatan pelatihan. Metode yang digunakan dalam sesi ini adalah metode games dan ceramah, serta audiovisual. Sesi kedua dalam pelatihan ini bernama Sesi Ayo wujudkan mimpimu! Sesi ini diawali dengan pemutaran video inspiratif mengenai cita-cita, dilanjutkan dengan tanya jawab tayangan video, penjelasan citacita, tujuan dan harapan hidup yang dilakukan oleh trainer, penulisan tujuan, harapan dan cita-cita oleh para subjek yang kemudian digantungkan di pohon impian. Tujuan sesi ini adalah untuk mengajak

18 33 subjek merefleksi diri mengenai usaha pencapaian cita-cita dan mengajak subjek menuliskan cita-citanya, harapan akan pelatihan, atau tujuan hidup subjek. Sesi ini menggunakan metode ceramah, pemberian tugas, dan audiovisual. Sesi ketiga adalah sesi Tujuanku Jelas dan Spesifik. Sesi ini disusun berdasarkan komponen clarity (kejelasan). Sedangkan kegiatan dalam sesi ini disusun berdasarkan modul pelatihan goal setting oleh Ruspita (2012) dalam penelitiannya yang dimodifikasi oleh peneliti. Kegiatan dalam sesi ini meliputi penayangan foto tokoh terkenal, mengisi tujuan spesifik dan langkah-langkah pencapaian tujuan seorang tokoh tertentu, mengerjakan lembar kerja tujuanku jelas dan spesifik, dan diakhiri dengan debrief oleh trainer. Subjek diajak untuk belajar dengan melihat contoh-contoh tujuan-tujuan yang jelas dan spesifik dari seorang tokoh dan kemudian subjek dipersilahkan untuk membuat langkahlangkah spesifik terkait dengan tujuan-tujuan dari tokoh tersebut supaya tujuannya tersebut dapat tercapai. Sesi ini bertujuan agar para subjek dapat membuat tujuan yang spesifik beserta langkah-langkah yang spesifik untuk meraih tujuannya. Metode yang digunakan dalam sesi ini adalah ceramah dan pemberian tugas. Sesi keempat pada pelatihan ini adalah sesi Challenge. Sesi ini disusun berdasarkan komponen challenge (tantangan). Sedangkan kegiatan dalam sesi ini disusun berdasarkan modul pelatihan goal setting Ruspita (2012) dalam penelitiannya yang dimodifikasi oleh peneliti.

19 34 Kegiatan dalam sesi ini meliputi Sesi ini berisi kegiatan game lempar bola impian, yang kemudian dilanjutkan dengan debrief, dan diakhiri dengan pengisian lembar kerja challenge. Subjek diajak untuk belajar menentukan tingkat tantangan tujuannya sesuai dengan kemampuannya melalui permainan lempar bola impian. Subjek dipersilahkan untuk menentukan sendiri dahulu target jarak lempar bolanya mulai dari yang terdekat hingga yang terjauh. Setelah masing-masing subjek mengetahui batas kemampuannya terkait tantangan tujuan yang ada, kemudian trainer memberikan debrief singkat dengan mengajarkan penentuan tujuan yang menantang yaitu tujuan yang sulit namun realistis lalu mempersilahkahkan subjek untuk melakukan praktik game pelemparan bola impian. Sesi ini bertujuan agar subjek dapat menentukan tujuannya secara realistis yaitu memiliki tantangan yang sulit namun masih dapat diraih dengan tujuan agar subjek terus termotivasi untuk mengejar tujuannya dan dapat memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya secara optimal terutama dalam bidang pendidikannya. Metode yang digunakan dalam sesi ini adalah game, diskusi, dan pemberian tugas. Sesi kelima pada pelatihan ini adalah sesi Show Your Commitment. Sesi ini disusun berdasarkan komponen commitment (komitmen). Sedangkan kegiatan dalam sesi ini disusun berdasarkan modul pelatihan goal setting oleh Lutfianawati, Nugraha, dan Rachmahana (2014) dalam penelitiannya yang dimodifikasi oleh peneliti. Kegiatan dalam sesi ini meliputi permainan game menara kartu, debrief game oleh

20 35 trainer, dan pengisian lembar kerja komitmen oleh subjek. Subjek diajak untuk mengasah komitmennya dengan cara membangun menara setinggi mungkin dan sekokoh mungkin. Apabila menaranya jatuh, maka subjek diminta untuk membangunnya lagi hingga batas akhir waktu yang ditentukan. Subjek harus membangun menaranya meskipun jatuh berulang-ulang. Sesi ini bertujuan untuk mengoptimalkan komitmen yang ada pada diri subjek, memberikan pengalaman terhadap subjek dalam menjaga komitmen, memberikan gambaran arti penting komitmen untuk keberhasilan pencapaian tujuan. Metode yang digunakan dalam sesi ini adalah game, diskusi, dan pemberian tugas. Sesi terakhir pelatihan pada hari pertama adalah sesi penutup. Pada sesi ini trainer mempersilahkan subjek untuk memberikan kesimpulan materi yang telah didapatkan. Subjek yang dapat memberikan kesimpulan mendapatkan poin dari trainer yang dapat ditukarkan pada hari kedua pelatihan. Sesi ini bertujuan untuk memastikan bahwa subjek benar-benar memahami materi yang sudah diberikan dan untuk memberikan tugas rumah bagi para subjek. Metode yang digunakan dalam sesi ini adalah mengulang dan pemberian tugas. b. Hari Kedua Sesi pertama pada pelatihan di hari kedua adalah sesi pembukaan. Sesi ini berisi ice breaking, flashback materi hari pertama, dan penjelasan kegiatan pelatihan di hari kedua oleh traine, serta pembagian snack. Sesi ini bertujuan untuk menjaga ingatan subjek mengenai materi yang telah

21 36 diberikan pada pertemuan pertama, menciptakan suasana pelatihan yang positif dan supaya subjek mengetahui kegiatan apa yang akan dilakukan pada pelatihan pertemuan kedua.. Metode yang digunakan dalam sesi ini adalah metode ceramah dan mengulang, dan game. Sesi kedua adalah sesi Aku bisa Menyelesaikanmu. Sesi ini disusun beradasarkan komponen task complexity (kerumitan tugas). Sedangkan kegiatan dalam sesi ini disusun berdasarkan modul pelatihan goal setting oleh Ruspita (2012) dalam penelitiannya yang dimodifikasi oleh peneliti. Kegiatan dalam sesi ini meliputi game menyusun puzzle, debrief game yang dilakukan oleh trainer, dan pengisian lembar kerja kerumitan tugas. Subjek diminta untuk menyusun rangkaian puzzle yang ada mulai dari yang sederhana hingga yang rumit. Subjek dipersilahkan untuk memilih rangkaian puzzle yang akan diselesaikannya dalam kurun waktu yang sudah ditetapkan trainer. Jika subjek tidak dapat menyelesaikannya maka subjek tidak akan mendapatkan poin. Poin dapat diakumulasikan sesuai dengan jumlah rangkaian puzzle yang berhasi diselesaikan, semakin rumit puzzle tersebut, maka semakin tinggi poin yang didapatkan. Sesi ini bertujuan untuk melatih subjek agar dapat membuat langkah-langkah pencapaian tujuan sesederhana mungkin sehingga langkah-langkah pencapaiannya dapat mudah dipahami dan dimengerti. Metode yang digunakan dalam sesi ini adalah game, ceramah, dan pemberian tugas.

22 37 Sesi ketiga dari pelatihan ini adalah sesi Aku Butuh Penilaianmu. Sesi ini disusun berdasarkan komponen feedback (umpan balik). Sedangkan kegiatan dalam sesi ini disusun berdasarkan modul pelatihan goal setting oleh Ruspita (2012) dalam penelitiannya yang dimodifikasi oleh peneliti. Kegiatan dalam sesi ini meliputi pemutaran video, debrief video oleh trainer, dan pengisian lembar kerja umpan balik, pengambilan kertas harapan, serta pembahasan kertas harapan. Subjek diberikan video mengenai umpan balik dan kemudian trainer memaparkan nilai-nilai yang terkandung dalam video tersebut mengenai pentingnya memberikan, mendengarkan, dan menerima umpan balik. Kemudian subjek mengaplikasikan informasi yang didapat dari trainer tersebut ke dalam pengisian lembar kerja umpan balik yang sudah disediakan supaya subjek betul-betul memahami dan dapat mengerti kegunaan umpan balik dalam hidupnya. Sesi ini bertujuan untuk melatih subjek agar mampu memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri terkait usaha-usaha yang ditempuhnya untuk meraih tujuan, menekankan kepada subjek untuk meminta umpan balik dari orang lain terkait dengan langkah-langkah usahanya untuk meraih tujuan dan mengajarkan kepada subjek untuk menerima serta memanfaatkan umpan balik yang sudah didapatkan. Metode yang digunakan dalam sesi ini adalah ceramah, pemberian tugas, dan audiovisual. Sesi keempat dari pelatihan ini adalah sesi EVALUASI!. Sesi ini berisi kegiatan senam sukses yang akan dipimpin oleh fasilitator,

23 38 dilanjutkan dengan pengisian lembar kerja evaluasi. Lembar evaluasi ini adalah lembar yang berisi materi lima komponen-komponen utama penyusun pelatihan goal setting. Sesi ini bertujuan untuk melatih subjek untuk membuat tujuan berdasarkan materi yang sudah dipelajari dan memperteguh para subjek mengenai apa yang sudah subjek tuliskan di lembar kerja pelatihan. Sesi kelima adalah sesi Penutup. Sesi ini berisi kegiatan merangkum materi sepanjang dua kali pertemuan, pengisian skala motivasi belajar sebagai post test-nya dilanjutkan dengan pembagian hadiah. Tujuan sesi ini adalah untuk memastikan subjek mengingat materi yang sudah diberikan sebanyak dua kali pertemuan dan memberikan apresiasi kepada para subjek berdasarkan poin yang sudah didapatkan.

24 39 Berikut adalah bagan alur hubungan komponen teoritis dengan kegiatan dalam pelatihan goal setting. Komponen Goal Setting Clarity (Kejelasan) Challenge (Tantangan) Commitment (Komitmen) Task Complexity (Kerumitan Tugas) Sesi dalam Pelatihan Tujuanku Jelas dan Spesifik Challenge Show Your Commitment Aku bisa menyelesaikanmu BAB I Feedback (Umpan Balik) Aku butuh penilaianmu PENDAHULUAN BAB I A. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Alur Hubungan Komponen Goal Setting dengan sesi dalam pelatihan goal setting. Pendidikan merupakan satu fondasi yang penting b bangsa dan kesejahteraan A. masyarakatnya. Latar Belakang Berdasarkan Masalah UU 2003 pasal Pendidikan 1 pendidikan merupakan adalah satu fondasi usaha yang sadar penting dan b mewujudkan bangsa dan kesejahteraan suasana belajar masyarakatnya. dan proses Berdasarkan pembelajaran UU secara 2003 pasal aktif 1 mengembangkan pendidikan adalah potensi usaha dirinya sadar untuk dan spiritual mewujudkan keagamaan, suasana pengendalian belajar dan proses diri, kepribadian, pembelajaran k mulia, secara serta aktif keterampilan mengembangkan yang potensi diperlukan dirinya dirinya, untuk mas negara. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, k mulia, Proses serta keterampilan belajar dan mengajar yang diperlukan merupakan dirinya, dua kom mas dalam negara. pendidikan. Belajar menurut Syah (2013) adalah seluruh tingkah Proses laku belajar individu dan mengajar yang relatif merupakan menetap sebagai dua kom ha interaksi dalam pendidikan. dengan lingkungan Belajar menurut yang melibatkan Syah (2013) proses adalah k mengajar seluruh tingkah menurut laku Arifin individu (Syah, yang relatif 2013) menetap adalah sebagai suatu ha

25 40 C. Pengaruh Pelatihan Goal setting Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Setiap siswa yang menjalani pendidikan formal tidak akan terlepas dari kegiatan belajar. Oleh karena itu setiap siswa diharapkan dapat bersemangat, tekun, dan rajin dalam melaksanakan kegiatan belajarnya. Semangat, ketekunan, maupun perilaku rajin belajar ini hanya dapat muncul ketika seorang siswa memiliki motivasi belajar. Namun demikian, tidak semua siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi. Motivasi belajar yang tinggi ini dapat dilihat berdasarkan indikator-indikatornya yaitu : adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan untuk belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan adanya lingkungan belajar yang kondusif (Uno, 2016). Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah tidak memenuhi indikator-indikator tersebut. Menurut Sardiman (2014) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Prawira (2014) juga mengatakan bahwa motivasi belajar adalah segala sesuatu yang ditujukan untuk mendorong atau memberikan semangat kepada seseorang yang melakukan kegiatan belajar agar menjadi lebih giat lagi dalam belajarnya untuk memperoleh prestasi yang lebih baik lagi. Indikator yang paling menggambarkan keadaan

26 41 motivasi belajar siswa adalah indikator harapan dan cita-cita masa depan. Menurut Mc.Donal (Sardiman, 2014) adanya cita-cita atau tujuan di dalam diri siswa merupakan perangsang munculnya motivasi belajar dalam diri siswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melatih siswa agar dapat menetapkan harapan dan cita-cita atau tujuannya adalah melalui pelatihan goal setting sebab di dalam pelatihan goal setting seorang siswa akan diajarkan suatu kemampuan untuk merancang atau menetapkan suatu tujuan dengan baik agar tujuannya dapat dicapai (Weinberg dalam Rahayu & Mulyana, 2015). Senada dengan pemaparan di atas bahwa pelatihan goal setting juga bermanfaat untuk mengarahkan perhatian, mengarahkan usaha, meningkatkan ketekunan dan berguna untuk meningkatkan motivasi (Locke, dkk., 1981). Siswa yang dapat membuat tujuannya dengan baik akan lebih termotivasi untuk meraih tujuannya karena suatu tujuan yang baik (realistis) adalah motivator yang penting bagi diri siswa untuk meraih tujuannya (Bandura, 1977). Bertolak dari penyebutan tujuan sebagai motivator yang penting bagi diri siswa nampaknya sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Morisano, dkk. (2010) pada 85 siswa yang mengalami kesulitan akademis. Para siswa yang mengalami kesulitan akademis menunjukkan bahwa setelah diberikan intervensi goal setting, siswa menunjukkan peningkatan dalam prestasi akademis dan motivasi belajarnya. Adapun penelitian yang

27 42 dilakukan oleh Lutfianawati, Nugraha dan Rachmahana (2014) menunjukkan bahwa pelatihan goal setting dapat meningkatkan motivasi belajar bahasa inggris pada siswa kelas XII SMK X yang didapatkan dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Adanya penentuan tujuan (goal setting) yang dilatihkan melalui pelatihan goal setting nampaknya menjadi hal yang sangat penting bagi diri para siswa untuk meningkatkan motivasi belajarnya. Melalui penelitiannya, Kativasalampi dkk. (dalam Lutfianawati, Nugraha & Rachmahana, 2014) menunjukkan bahwa siswa yang memiliki tujuan yang jelas terhadap pendidikannya cenderung mempunyai minat terhadap sekolah dan memiliki motivasi belajar yang tinggi sedangkan siswa yang tidak memiliki tujuan yang jelas terhadap pendidikannya cenderung tidak mempunyai minat terhadap sekolah dan memiliki motivasi belajar yang rendah. Penemuan ini diperkuat lagi berdasarkan penelitian Kauffman dan Husman (2004) yang menemukan adanya pengaruh secara positif antara persepsi murid tentang bagaimana mereka menetapkan tujuan belajar untuk masa depan dengan motivasi belajar. Berdasarkan penelitian-penelitian mengenai pengaruh pelatihan goal setting terhadap motivasi belajar yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan goal setting memiliki pengaruh positif untuk meningkatkan motivasi belajar. Maka dari itu, berdasarkan penelitian-penelitian di atas dan indikator terkuat yang muncul, peneliti memutuskan untuk menggunakan intervensi dalam

28 43 bentuk pelatihan goal setting untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Pelatihan goal setting untuk meningkatkan motivasi belajar siswa disusun berdasarkan teori Locke, dkk. (1981) yang menjelaskan mengenai lima komponen utama teori goal setting yaitu: clarity (kejelasan), challenge (tantangan), commitment (komitmen), feedback (umpan balik), dan task complexity (kerumitan tugas). Lima komponen tersebut dijadikan dasar untuk menyusun pembuatan modul pelatihan. Di bawah ini dijelaskan mengenai peran komponen-komponen goal setting tersebut dalam mempengaruhi motivasi belajar siswa. Komponen pertama dalam pelatihan goal setting ini adalah clarity (kejelasan). Kejelasan dalam hal ini adalah kejelasan mengenai suatu tujuan. Artinya tujuan yang disampaikan harus spesifik. Tujuan yang spesifik atau jelas secara otomatis akan mengarahkan siswa untuk menyusun rencana dan strategi yang pantas guna membantu dirinya meraih tujuannya tersebut (Locke, dkk., 1981). Strategi itu dapat berupa langkah-langkah yang dibutuhkan untuk meraih tujuannya. Apabila siswa memiliki langkah-langkah yang jelas maka dapat memudahkan siswa dalam melakukan usaha-usaha pencapaian tujuan secara efektif dan terarah, siswa menjadi yakin dan mantap dalam melangkah maupun berusaha dan hal tersebut secara positif dapat meningkatkan motivasi yang ada dalam diri seorang siswa untuk terus berjuang meraih tujuannya (Locke & Latham dalam Smitth & Hitt, Tujuan yang jelas dan spesifik juga dapat membantu seorang siswa untuk menemukan sisi yang

29 44 menarik dari aktivitas tugas tersebut (Harackiewicz, Manderlink, & Sansone, dalam Locke & Latham, 2002). Apabila seorang siswa merasa tertarik dengan tujuannya, maka akan timbul minat dalam dirinya terhadap tujuannya tersebut (Syah, 2013). Setelah itu, siswa akan memusatkan perhatiannya secara lebih mendalam dan berusaha secara intensif sehingga hal tersebut dapat memunculkan dorongan atau motivasi dalam dirinya yaitu motivasi belajar untuk meraih tujuannya (Syah, 2013). Menurut Schunk, dkk. (2012) jika siswa sudah memiliki ketertarikan dan minat terhadap tujuan belajarnya, hal tersebut akan berdampak positif pada motivasi dan keefektifan dirinya yang semakin tinggi. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa adanya tujuan yang jelas dan spesifik akan memudahkan siswa untuk merancang strategi pencapaian tujuan salah satunya berupa langkah-langkah yang dibutuhkan untuk meraih tujuannya dan meningkatkan ketertarikan siswa terhadap suatu tugas serta untuk menemukan sisi yang menarik dari aktivitas tugas tersebut sehingga motivasi belajar siswa akan meningkat. Oleh karena itu tujuan harus dengan baik ditentukan dengan batasan yang jelas dan tepat agar motivasi belajar dapat meningkat. Locke, dkk. (1981) menemukan sebanyak 99 penelitian dari total 110 penelitian yang ada mengatakan bahwa tujuan yang spesifik dan sulit membuahkan suatu performa yang lebih baik dibandingkan dengan tujuan yang sedang, mudah, do your best, atau tanpa tujuan sama sekali, sehingga dapat dikatakan terdapat 90% penelitian yang menunjukkan

30 45 bahwa suatu tujuan yang spesifik dan sulit berpengaruh positif terhadap usaha seseorang dalam mencapai tujuannya dimana usaha tersebut muncul karena adanya motivasi di dalam diri siswa yang terangsang karena adanya tujuan yang spesifik. Berdasarkan pemaparan di atas, maka komponen clarity diharapkan dapat berguna untuk membantu para siswa untuk membuat suatu tujuan yang jelas dan spesifik beserta langkah-langkah pencapaiannya yang jelas dan spesifik sehingga motivasi belajarnya dapat meningkat. Komponen yang kedua dalam pelatihan goal setting adalah Challenge (tantangan). Tujuan yang sulit menghadirkan suatu tantangan yang dapat membangkitkan dorongan untuk mencapai tujuan dalam diri siswa, tetapi target ini dalam batas masih dapat dicapai (Davis & Newstroom, 1989). Terkadang seorang siswa memiliki tujuan belajar yang terlampau sulit atau terlampau mudah sehingga membuat dirinya tidak bergairah untuk meraihnya, karena mencapai tujuan yang terlampau sulit adalah hal yang mustahil untuk diraih, sedangkan untuk mencapai tujuan yang terlampau mudah tidaklah memerlukan usaha yang berlebih untuk meraihnya. Tujuan yang paling baik adalah tujuan yang memiliki tingkatan tantangan yang tinggi dan realistis sehingga dapat mengoptimalkan potensi dirinya dan meningkatkan motivasi belajarnya. Maka dari itu, suatu tujuan harus memiliki tantangan yang cukup untuk memotivasi siswa agar meletakkan usaha lebih untuk menggapai tujuannya tersebut (Latham & Locke, 1991).

31 46 Siswa yang menentukan tujuannya dengan tingkat tantangan yang sulit namun realistis dapat memunculkan perasaan bangga dan puas dibandingkan jika siswa tidak menentukan tujuan atau menentukan tujuan dengan tingkat tantangan yang mudah (Latham & Locke, 1991). Perasaan bangga dan puas tersebut muncul karena seorang siswa berpikir bahwa tujuan yang menantang tersebut akan menghasilkan lebih banyak keuntungan bagi dirinya dibandingkan ketika siswa tidak menentukan suatu tujuan sama sekali atau menentukan tujuan yang mudah untuk diraih (Locke, dkk., 1981). Adanya perasaan bangga dan puas ini tentunya dapat meningkatkan keyakinan diri bahwa dirinya mampu untuk meraih tujuannya (Bandura, 1997). Semakin siswa tersebut merasa yakin dapat meraih tujuannya, maka semakin tinggi pula motivasi belajar yang dimiliki untuk meraih tujuannya (Pervin & John dalam Bandura, 1977). Menurut Latham & Locke (1991) terdapat hubungan yang konsisten antara kesulitan suatu tujuan dengan usaha yang dilakukan seorang siswa dimana siswa yang memiliki tujuan sulit akan memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi sehingga usaha yang dilakukannya pun lebih tinggi daripada siswa yang memiliki tujuan mudah, sedang, atau do your best goal. Penentuan tujuan yang memiliki tingkatan tantangan sulit disini haruslah bersifat realistis dengan kata lain masih dapat dicapai. Hal itu dikarenakan ketika sebuah tujuan itu sulit namun masih dapat dicapai, maka kemungkinan gagal dalam usaha pencapaiannya dapat diminimalisir sehingga keyakinan para siswa akan tercapainya tujuan tinggi yang pada

32 47 akhirnya membuat siswa termotivasi untuk berusaha dan berjuang meraih tujuannya tersebut (Kanfer & Gaelick dalam Latham & Locke, 1991). Komponen challenge ini diharapkan dapat berguna untuk membantu siswa dalam menentukan tujuannya dengan baik, yaitu tujuan yang memiliki tingkat tantangan yang tinggi namun masih dapat dicapai sehingga membuat motivasi belajarnya dapat meningkat. Komponen ketiga penyusun pelatihan goal setting adalah commitment (komitmen). Seorang siswa akan menunjukkan komitmen mereka jika siswa merasa bahwa siswa merupakan bagian dari pencapaian suatu tujuan. Locke & Latham (Schunk, dkk., 2012) berpendapat bahwa komitmen dapat menggambarkan seberapa kuat individu melekat pada tujuan yang dimilikinya, seberapa antusias individu terhadap tujuannya, dan seberapa teguh individu untuk mencapainya. Jika seorang siswa memiliki ketertarikan yang tinggi, antusiasme yang tinggi, serta keteguhan diri dalam pencapaian tujuan maka siswa akan bersemangat untuk meraih tujuannya. Munculnya semangat ini tentunya akan menjadi sebuah pendorong bagi para siswa untuk melakukan segala usaha-usaha yang berkaitan dengan pencapaian tujuannya agar tujuannya tersebut dapat tercapai (Latham & Locke, 1991). Dorongan-dorongan ini terus meningkat seiring tingginya komitmen siswa hingga menyebabkan munculnya motivasi yang ada dalam diri siswa yaitu motivasi belajarnya untuk berbuat dan berusaha terus menerus guna meraih tujuannya (Sardiman, 2014). Berbeda dengan siswa yang memiliki komtimen yang rendah, siswa

33 48 yang memiliki komitmen rendah tidak akan terdorong untuk melakukan hal-hal maupun usaha untuk meraih tujuan yang telah ditentukan yang berarti tidak ada pula kemunculan motivasi belajar dalam dirinya (Latham & Locke, 1991). Berdasarkan pemaparan mengenai komponen komitmen tersebut, maka diharapkan para siswa dapat memiliki komitmen yang tinggi sehingga motivasi belajar siswa pun dapat meningkat untuk meraih tujuan belajarnya. Komponen keempat penyusun pelatihan goal setting adalah feedback (umpan balik). Isi dari umpan balik harus terfokus pada pengontrolan kemajuan, menyadari rintangan yang ada, usulan dan solusi. Umpan balik bisa memberikan standar pengukuran yang jelas guna menuntun para siswa untuk evaluasi diri. Melalui umpan balik, seorang siswa dapat mengetahui seberapa jauh standar atau patokannya sudah terpenuhi (Latham & Locke, 1991). Menurut Schunk dkk. (2012) ketika standar patokannya sudah terpenuhi, maka akan memunculkan perasaan positif dalam diri siswa. Perasaan positif tersebut dapat menjadi suatu pendorong terkait dengan usaha-usaha yang sedang dilakukan dalam pencapaian tujuan (Latham & Locke, 1991). Seorang siswa yang memiliki perasaan positif setelah diberikan umpan balik yang tepat tentang usaha pencapaian tujuan akan mengalami peningkatan pada keefektifan diri, motivasi, dan keterampilannya (Anderws & Debus dalam Schunk, dkk., 2012). Perasaan positif tersebut membuat motivasi belajar siswa meningkat yang berguna

34 49 untuk memberikan sumber energi bagi siswa agar dapat menentukan tujuan perbaikan guna mendapatkan performa yang lebih baik agar tujuan belajarnya dapat tercapai (Latham & Locke, 1991). Pemberian umpan balik terkait usaha-usaha pencapaian tujuannya dapat berupa pujian, pemberian informasi mengenai langkah-langkah pencapaian tujuan, usulan atau solusi (Schunk, dkk., 2012). Komponen umpan balik diharapkan dapat membantu para siswa untuk meningkatkan motivasi belajarnya melalui umpan balik yang diberikan oleh orang lain atau dirinya sendiri. Komponen kelima adalah task complexity (kerumitan tugas). Seorang siswa akan lebih baik jika diberikan tugas yang simpel dan jelas daripada diberikan tugas yang terlalu rumit karena hal ini akan mempengaruhi usaha siswa untuk mencapai tujuannya (Locke & Latham dalam Smith & Hitt, 2005). Tujuan-tujuan yang sulit atau menantang seringkali akan dibarengi dengan adanya kerumitan tugas yang tinggi (Locke, dkk., 1981). Maka dari itu, untuk membuat siswa terdorong untuk meraih tujuan-tujuannya, kerumitan tugasnya harus dibuat sesederhana mungkin dan semudah mungkin untuk dapat dimengerti dan dipahami (Latham & Locke, 1991). Tugas yang terlampau rumit membuat siswa menjadi tidak tertarik untuk mengerjakannya sehingga tidak timbul motivasi belajar yang ada pada dirinya, sedangkan tugas yang sederhana, mudah dipahami dapat membuat siswa menjadi lebih antusias untuk mengerjakannya sehingga motivasi belajar dan keefektifan dirinya dalam belajar meningkat (Schunk, dkk., 2012). Maka dari itu tingkat kerumitan

35 50 suatu tugas akan sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa dimana tugas yang sederhana dan mudah dipahami dapat membuat siswa antusias mengerjakannya sehingga motivasi belajarnya dapat meningkat. Komponen kelima ini diharapkan dapat membantu siswa dalam menentukan tujuannya dengan tugas-tugas pencapaian yang sederhana dan mudah dipahami sehingga akan menyebabkan motivasi belajarnya meningkat. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan goal setting berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Harapannya motivasi belajar siswa dapat meningkat dengan adanya pelatihan goal setting. Adanya pengaruh antara pelatihan goal setting terhadap motivasi belajar siswa ini didukung oleh pelbagai penelitian yaitu penelitian yang dilakukan oleh Morisano, dkk. (2010) pada 85 siswa yang mengalami kesulitan akademis menunjukkan bahwa setelah diberikan intervensi goal setting, siswa menunjukkan peningkatan dalam prestasi akademis dan motivasi belajarnya. Kemudian penelitian Lutfianawati, Nugraha dan Rachmahana (2014) menunjukkan bahwa pelatihan goal setting dapat meningkatkan motivasi belajar bahasa inggris pada siswa kelas XII SMK X yang didapatkan dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Kesimpulannya, pelatihan goal setting merupakan sebiuah pelatihan yang secara signifikan dapat meningkatkan motivasi belajar para siswa.

36 51 D. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat motivasi belajar pada siswa setelah diberikan pelatihan goal setting dibandingkan dengan tingkat motivasi belajar pada siswa sebelum diberikan pelatihan goal setting. Tingkat motivasi belajar siswa setelah diberikan pelatihan goal setting lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat motivasi belajar siswa sebelum diberikan pelatihan goal setting.

MODUL PELATIHAN GOAL SETTING PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS. Program Magister Psikologi Profesi. Konsentrasi Psikologi Pendidikan

MODUL PELATIHAN GOAL SETTING PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS. Program Magister Psikologi Profesi. Konsentrasi Psikologi Pendidikan MODUL PELATIHAN GOAL SETTING PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS Program Magister Psikologi Profesi Konsentrasi Psikologi Pendidikan Oleh : Muhammad Erwan Syah, S.Psi 13915022 PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing yang diajarkan di sejumlah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing yang diajarkan di sejumlah 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa internasional. Di Indonesia bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing yang diajarkan di sejumlah Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diartikan sebagai suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar dan penting bagi pembangunan suatu negara. Dengan adanya pendidikan maka akan tercipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam masa globalisasi, suatu negara dianggap maju apabila memiliki kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses sepanjang hayat dari perwujudan pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi dalam rangka pemenuhan semua komitmen manusia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar Motivasi belajar siswa dijaring dengan hasil observasi siswa selama pembelajaran

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. X, No. 1, Tahun 2012 Hana Kurniawan & Andian Ari Istiningrum Halaman

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. X, No. 1, Tahun 2012 Hana Kurniawan & Andian Ari Istiningrum Halaman PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR AKUNTANSI KOMPETENSI DASAR MENGHITUNG MUTASI DANA KAS KECIL SISWA KELAS X AKUNTANSI 2 SMK NEGERI 7 YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal perbaikan kehidupan masyarakat. Hal ini karena pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal perbaikan kehidupan masyarakat. Hal ini karena pendidikan memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Pendidikan merupakan fondasi pokok dalam kelangsungan hidup suatu bangsa. Pendidikan dapat dijadikan sebagai alat ukur keberhasilan suatu bangsa

Lebih terperinci

Suherman Guru Fisika SMA Negeri 1 Stabat dan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Pascasarjana Unimed

Suherman Guru Fisika SMA Negeri 1 Stabat dan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Pascasarjana Unimed MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS DI SMA NEGERI 1 STABAT Suherman Guru Fisika

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 02/Tahun XVIII/November 2014

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 02/Tahun XVIII/November 2014 PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR KELAS IV B SD NEGERI TAHUNAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD Fathonah Guru Kelas IVB SD Negeri Tahunan Yogyakarta Abstrak Penelitian tindakan kelas ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Kemmis (dalam Rochiati, 2008) menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas adalah sebuah bentuk inkuiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber daya manusia merupakan aspek yang dominan terhadap kemajuan suatu bangsa. Manusia dituntut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti akan menunjukkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati Dinamika: Jurnal Praktik Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Dasar & Menengah Vol. 7, No. 2, April 2017 ISSN 0854-2172 IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR SD Negeri Purbasana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, kreatif, terampil, dan produktif. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pra Tindakan Sebelum melaksanakan proses penelitian tindakan kelas, terlebih dahulu peneliti melakukan kegiatan survey awal untuk mengetahui

Lebih terperinci

Charlina Ribut Dwi Anggraini

Charlina Ribut Dwi Anggraini METODE PEMBELAJARAN TGT MELALUI PERMAINAN ULAR TANGGA SEBAGAI ALTERNATIF MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SD NEGERI BEDIWETAN KECAMATAN BUNGKAL KABUPATEN PONOROGO Charlina

Lebih terperinci

Oleh ; Ria Fajrin Rizqy Ana Dosen STKIP PGRI Tulungagung

Oleh ; Ria Fajrin Rizqy Ana Dosen STKIP PGRI Tulungagung PENERAPAN MODEL KOOPERATIF THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VI SDN KENDALREJO 01 KECAMATAN TALUN KABUPATEN BLITAR Oleh ; Ria Fajrin Rizqy Ana Dosen STKIP PGRI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditumbuhkan dalam diri siswa SMA sesuai dengan taraf perkembangannya.

I. PENDAHULUAN. ditumbuhkan dalam diri siswa SMA sesuai dengan taraf perkembangannya. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA yang mempelajari struktur, susunan, sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia disusun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Aktivitas Belajar Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya di lingkungan itu" (Piaget dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sementara itu, bangsa Indonesia masih mengalami hambatan dalam menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Sementara itu, bangsa Indonesia masih mengalami hambatan dalam menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban. Sumber daya manusia yang unggul akan mengantarkan sebuah bangsa menjadi bangsa yang maju dan kompetitif

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan penelitian, desain penelitian, faktor-faktor yang diamati, rencana

METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan penelitian, desain penelitian, faktor-faktor yang diamati, rencana III. METODOLOGI PENELITIAN Pembahasan pada bab ini akan difokuskan pada beberapa sub bab yang berupa pendekatan penelitian, desain penelitian, faktor-faktor yang diamati, rencana tindakan, data penelitian,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. peserta didiklah yang menjadi pusat pembelajaran di dalam kelas.

BAB II KAJIAN TEORI. peserta didiklah yang menjadi pusat pembelajaran di dalam kelas. BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi belajar Melakukan perbuatan belajar secara relatif tidak semudah melakukan kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk membimbing anak menuju pada pencapaian tujuan ilmu pengetahuan. Proses pendidikan yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerjasama yang baik khususnya antara guru dan siswa. Keberhasilan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. kerjasama yang baik khususnya antara guru dan siswa. Keberhasilan sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu usaha sadar guru untuk membantu siswa, agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pendidikan dapat menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pendidikan dapat menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pendidikan dapat menjadikan manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia sepanjang hidupnya. Tanpa adanya pendidikan manusia akan sulit berkembang bahkan akan terbelakang. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk mengembangkan dan menggali potensi yang dimiliki oleh manusia untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkompeten.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian dari pendapat beberapa ahli yang mendukung penelitian. Dari beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan sebuah masyarakat yang memiliki pemikiran, sikap serta tindakan yang mampu mendukung gerak negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan dan reaksi untuk mencapai

Lebih terperinci

Tabel 4.1 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa pada Pra Siklus No Aspek yang Diamati Kategori Kemunculan Jumlah Siswa

Tabel 4.1 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa pada Pra Siklus No Aspek yang Diamati Kategori Kemunculan Jumlah Siswa 26 dapat dilihat dari hasil observasi yang penulis laksanakan terhadap aktivitas belajar siswa seperti yang disajikan dalam tabel 4.1 di halaman berikut. Tabel 4.1 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu:

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu: 7 BAB II KAJIAN PUATAKA A. Motivasi 1. Pengertian Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan (Mc.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: PTK, Team Game Tournamen (TGT), Media Gambar Cetak, Hasil Belajar, Geografi

ABSTRAK. Kata kunci: PTK, Team Game Tournamen (TGT), Media Gambar Cetak, Hasil Belajar, Geografi PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAME TOURNAMEN (TGT) BERBANTUAN MEDIA GAMBAR CETAK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS X MAN 3 RUKOH BANDA ACEH Muhammad Falik Arsa 1, A. Wahab Abdi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari siswa sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari siswa sejak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari siswa sejak bangku sekolah dasar. Pentingnya akan pelajaran matematika membuat matematika menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang ini, semakin banyak individu yang menempuh pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi (PT) adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau sering disebut dengan Classroom Action Reseacrh. Menurut

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS III SMA SRIJAYA NEGARA PALEMBANG MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN TEAM GAMES TOURNAMENTS

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS III SMA SRIJAYA NEGARA PALEMBANG MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN TEAM GAMES TOURNAMENTS UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS III SMA SRIJAYA NEGARA PALEMBANG MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN TEAM GAMES TOURNAMENTS Ermayanti ermayanti@unsri.ac.id Abstrak. Telah dilakukan Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum SDN Rejowinangun Utara 03 Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SDN Rejowinangun Utara 03 Kota Magelang pada semester II tahun pelajaran 2012/

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dari segala sesuatu yang diperkirakan dan dikerjakan. Belajar juga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang III. METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang dirancang secara sistematis dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA MATERI POKOK SUMBER ENERGI GERAK MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA MATERI POKOK SUMBER ENERGI GERAK MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA MATERI POKOK SUMBER ENERGI GERAK MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA SISWA KELAS I.A SD NEGERI 9 KABANGKA TAHUN AJARAN 2014/2015 Nur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB I HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan Penelitian dilakukan di SD Negeri Jlamprang 2 Kecamatan Wonosobo Kabupaten Wonosobo kelas II dengan jumlah siswa sebanyak 35 yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI Abstrak. Yulia Ayu Astuti. K8409074. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Penelitian, kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Penelitian, kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas Classroom Action Research (CAR). Dilihat dari namanya sudah dapat menunjukkan isi yang terkandung di dalamnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dikembangkan untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik termaktub dalam tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini pendidikan berkembang dengan pesat. Kini pendidikan merupakan hal yang utama bagi sebagian masyarakat di Indonesia, terbukti dengan menjamurnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih rendah dibandingkan dengan Negara Negara yang serumpun dengan Indonesia ataupun Negara lainnya. Sehingga

Lebih terperinci

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE THINK PAIR SHARE PADA MATERI TURUNAN

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE THINK PAIR SHARE PADA MATERI TURUNAN MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE THINK PAIR SHARE PADA MATERI TURUNAN Andy Sapta Program Pendidikan Matematika, Universitas Asahan e-mail : khayla2000@yahoo.com Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS PADA POKOK BAHASAN LISTRIK DINAMIS

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS PADA POKOK BAHASAN LISTRIK DINAMIS MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS PADA POKOK BAHASAN LISTRIK DINAMIS Rezeki Apriliana Puteri, M. Arifuddin Jamal, dan Mustika Wati Prodi Pend. Fisika FKIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban. Sumber daya manusia yang unggul akan mengantarkan sebuah bangsa menjadi bangsa yang maju dan kompetitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kajian yang tidak pernah berhenti, dan upaya ke arah pendidikan yang lebih baik

BAB I PENDAHULUAN. kajian yang tidak pernah berhenti, dan upaya ke arah pendidikan yang lebih baik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia, karena dengan pendidikan manusia akan berdaya dan berkarya sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik apa yang akan dilakukan dalam kelas selama pertemuan berlangsung.

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik apa yang akan dilakukan dalam kelas selama pertemuan berlangsung. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada satu kata bijak yang mengungkapkan bahwa gagal merencanakan berarti merencanakan kegagalan, hal tersebut pun berlaku untuk proses pembelajaran di lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: hasil belajar, model pembelajaran Think-Pair-Share

ABSTRAK. Kata kunci: hasil belajar, model pembelajaran Think-Pair-Share PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X-8 SMA NEGERI 2 BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Linda Ismiyanti 1, MH. Sukarno 2 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan aspek penting bagi kehidupan manusia. Di dalam kehidupan sehari-hari, bahasa digunakan sebagai alat komunikasi ketika manusia berinteraksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan kuantitatif. Hal ini dikarenakan dalam penelitian, peneliti membuat deskripsi

BAB III METODE PENELITIAN. dan kuantitatif. Hal ini dikarenakan dalam penelitian, peneliti membuat deskripsi BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Hal ini dikarenakan dalam penelitian, peneliti

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI PADA SISWA KELAS Xl IPS 4 SMA NEGERI COLOMADU KARANGANYAR TAHUN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada kelas VIII A SMP N 3 Sewon yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada kelas VIII A SMP N 3 Sewon yang BAB III METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelas VIII A SMP N 3 Sewon yang beralamat di Jln. Bantul Km 6,7 Dusun Kaliputih, Pendowoharjo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional :

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti di dalam kehidupan manusia, karena pendidikan mempunyai peranan penting bagi kelangsungan hidup manusia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran merupakan pola dan urutan kegiatan guru dan siswa

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran merupakan pola dan urutan kegiatan guru dan siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan pola dan urutan kegiatan guru dan siswa dalam mewujudkan tujuan pembelajaran. Pembelajaran salah satu diantaranya tergantung pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses dinamis dan berkelanjutan yang bertugas memenuhi kebutuhan siswa dan guru sesuai dengan minat mereka masing-masing. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sri Istikomah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sri Istikomah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap jenjang pendidikan dapat berperan serta dalam menyiapkan sumber daya manusia, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dalam pembelajaran matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

BAB I PENDAHULUAN. akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bimbingan manusia ke arah cita-cita atau tujuan tertentu, maka masalah pokok dalam pendidikan adalah memilih arah dan tujuan yang akan ditempuh.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Darussalam Bati-Bati Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut pada Tahun

BAB IV HASIL PENELITIAN. Darussalam Bati-Bati Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut pada Tahun BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Setting Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Darussalam Bati-Bati Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut pada Tahun Pelajaran

Lebih terperinci

G. Lian Y. Nababan. NIM ABSTRAK. antara hasil belajar siswa menggunakan model konvensional dengan model

G. Lian Y. Nababan. NIM ABSTRAK. antara hasil belajar siswa menggunakan model konvensional dengan model 1 PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KONVENSIONAL DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA MATERI BIOSFER KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 PANCUR BATU G. Lian Y. Nababan. NIM. 06110005

Lebih terperinci

Eni Riptyawati. Abstrak

Eni Riptyawati. Abstrak Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Konsep... UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KONSEP SISTEM KOORDINASI DAN ALAT INDERA MELALUI METODE PERMAINAN WHO WANTS TO BE A SMART STUDENT PADA SISWA KELAS IX F SMP NEGERI

Lebih terperinci

Bimafika, 2016, 8, 10 15

Bimafika, 2016, 8, 10 15 Bimafika, 2016, 8, 10 15 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CO-OP CO-OP UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATERI SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA DI KELAS VIII SMP NEGERI 1 AIR BUAYA Hairan Wali 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yoppi Andrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Yoppi Andrianti, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak lahir manusia mulai melakukan kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhan sekaligus mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Belajar merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada Bab. III tentang penelitian ini, berturut-turut akan dibahas mengenai setting penelitian, subyek penelitian, variabel dalam PTK, prosedur penelitian, data dan cara pengumpulannya,

Lebih terperinci

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupannya setiap individu wajib menempuh pendidikan di lembaga formal maupun lembaga non formal. Sesuai dengan yang diperintahkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

MEIDITA CAHYANINGTYAS K

MEIDITA CAHYANINGTYAS K PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK BERKIRIM SALAM DAN SOAL UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 MEIDITA CAHYANINGTYAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian SMK Batik Perbaik Purworejo terletak di Jalan K.H. Ahmad Dahlan No. 14 telp./fax 0275-321407, Purworejo,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkembangkan potensi SDM melalui

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkembangkan potensi SDM melalui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkembangkan potensi SDM melalui kegiatan pembelajaran. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2002 (UU Sisdiknas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peranan pendidikan telah dicantumkan oleh pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peranan pendidikan telah dicantumkan oleh pemerintah secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan wadah bagi manusia untuk mengembangkan potensi dan meningkatkan kualitas diri. Suatu bangsa dapat maju apabila masyarakatnya memiliki tingkat pendidikan

Lebih terperinci

Oleh Ayu* Sonedi** Kata kunci: Hasil belajar Ekonomi, Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)

Oleh Ayu* Sonedi** Kata kunci: Hasil belajar Ekonomi, Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR EKONOMI PESERTA DIDIK DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE DI KELAS X-2 PADA SMA MUHAMMADIYAH PALANGKA RAYA Oleh Ayu* Sonedi** ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa, termasuk kemampuan bernalar, kreativitas, kebiasaan bekerja keras,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pendidikan pada umumnya dilaksanakan disetiap jenjang pendidikan melalui pembelajaran. Oleh karena itu, ada beberapa komponen yang menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR FIQH DENGAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD DI MADRASAH

PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR FIQH DENGAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD DI MADRASAH PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR FIQH DENGAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD DI MADRASAH Ma ruf Yuniarno ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara meningkatkan motivasi

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DEVELOPMENT

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DEVELOPMENT DWI ASTUTI MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DEVELOPMENT (STAD) Oleh: Dwi Astuti Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Ahmad

Lebih terperinci

Lutfi Nur Zakyah 1, Herawati Susilo 2, Triastono Imam Prasetyo 3 Universitas Negeri Malang

Lutfi Nur Zakyah 1, Herawati Susilo 2, Triastono Imam Prasetyo 3 Universitas Negeri Malang PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING (PP) DIPADU PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X IPA 5 SMAN 7 MALANG Lutfi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. motivation. Motif adalah dorongan atau stimulus yang datang dari dalam batin

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. motivation. Motif adalah dorongan atau stimulus yang datang dari dalam batin BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Motivasi Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian motivasi yaitu sebagai berikut. Menurut

Lebih terperinci

mempengaruhi minat adalah sebagai berikut:

mempengaruhi minat adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN RELEVAN, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Teori 1. Minat Belajar a. Minat atau interest Minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan dan kegairahan

Lebih terperinci

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER ( NHT ) MATERI AJAR PERBANDINGAN DAN FUNGSI TRIGONOMETRI PADA SISWA KELAS X Yudi Susilo 1, Siti Khabibah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahkluk belajar (learning human). Sejak lahir manusia. mengenal lingkungannya, memahami dirinya sendiri, dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahkluk belajar (learning human). Sejak lahir manusia. mengenal lingkungannya, memahami dirinya sendiri, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahkluk belajar (learning human). Sejak lahir manusia mulai belajar mengenal lingkungannya, memahami dirinya sendiri, dan mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pembelajaran (Sanjaya: 2009: 59). Pada penelitian tindakan kelas ini

BAB III METODE PENELITIAN. pembelajaran (Sanjaya: 2009: 59). Pada penelitian tindakan kelas ini 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas dapat dilakukan secara kolaboratif yaitu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Kondisi Awal Penelitian dilakukan di kelas 4 SD Negeri Ujung-Ujung 03 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang pada semester II tahun pelajaran 2012/2013

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Data Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hal ini dikarenakan dalam penelitian, peneliti membuat diskripsi secara

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR AKUNTANSI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR AKUNTANSI Penerapan Model Pembelajaran...(Ririn Ismawati dan Isroah, M.Si) 1 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR AKUNTANSI THE APLICATION

Lebih terperinci