BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melasma merupakan kelainan kulit yang perkembangannya dipengaruhi

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melasma merupakan kelainan kulit yang perkembangannya dipengaruhi oleh interaksi lingkungan dan hormonal pada individu yang memiliki suseptibilitas secara genetik (Handel dkk, 2014). Kelainan ini bersifat kronik, kambuh-kambuhan dan sulit untuk diterapi sehingga dirasakan sangat meresahkan penderita. Melasma dapat mempengaruhi kualitas hidup terutama sisi emosional, bahkan dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan diri penderitanya (Ikino dkk, 2015). Kasus melasma dijumpai pada lebih dari 5 juta orang di Amerika Serikat, sedangkan di Asia Tenggara sekitar 2,5 4% dari seluruh pasien yang berobat ke klinik dermatologi (Rathi dan D Souza, 2014). Prevalensi melasma di Indonesia diperkirakan sekitar 0,2 4% dari seluruh kasus penyakit kulit (Soepardiman, 1997). Lesi melasma berupa makula atau patch hiperpigmentasi, simetris, berbatas tegas dengan tepi ireguler. Umumnya mengenai area tubuh yang sering terpapar sinar matahari terutama wajah (Kang dan Ortonne, 2010; Sarkar dkk, 2014; Tzouveka, 2014; Bagherani dkk, 2015). Penyebab melasma hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor diduga berperan pada etiopatogenesis melasma (Guarneri, 2014; Kwon dan Park, 2014a; Lee, 2015; Sonthalia dan Sarkar, 2015). Faktor etiologi utama yang diduga sangat berperan antara lain faktor genetik, hormonal dan paparan radiasi ultraviolet ( UV) (Rigopolous dkk, 2007; Ortonne dkk, 2009; 1

2 2 Roberts, 2009; Bagherani dkk, 2015; Sonthalia dan Sarkar, 2015). Derajat keparahan melasma dapat dinilai secara obyektif dengan menggunakan Mexameter dan secara subyektif dengan menggunakan skor Melasma Area Severity Index (MASI) (Clarys dkk, 2000; Bhor dan Pande, 2006; Taylor dkk, 2006). Kulit merupakan organ kompleks yang menutupi seluruh permukaan tubuh dan barier yang mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan (Denda, 2000; Baroni dkk, 2012). Paparan radiasi UV dan lingkungan kering menyebabkan stres pada yang dapat mempengaruhi keratinosit (Elias dkk, 2009; Elias dkk, 2010; Biniek dkk, 2012). Keratinosit merupakan sel yang sangat berperan pada proses pembentukan dan pemeliharaan lapisan (Menon, 2015). Keratinocyte Derived Factor (KDF) dianggap berperan dalam menstimulasi proses pigmentasi sebagai respon terhadap stres pada akibat adanya stresor eksternal berupa paparan radiasi UV-B (Hirobe, 2004; Elias dkk, 2009; Elias dkk, 2010; Elias dan Williams, 2013; Man dkk, 2014). Beberapa ekspresi KDF ditemukan meningkat pada kulit lesi melasma dibandingkan kulit normal perilesi (Im dkk, 2002; Bak dkk, 2009; Kim, 2013a,b; Lee, 2015). Gangguan fungsi dapat diketahui dari beberapa parameter yang dapat diukur dengan pemeriksaan non invasif. Parameter tersebut antara lain transepidermal water loss (TEWL), kadar sebum, hidrasi dan ph kulit. Pada fungsi barier yang terganggu akan didapatkan penurunan kadar sebum dan hidrasi

3 3 kulit serta peningkatan nilai TEWL dan ph kulit (Darlenski, 2009; Kottner dkk, 2014). Modalitas terapi pada kelainan hiperpigmentasi tidak berbeda satu sama lain, meskipun disebabkan oleh kelainan kulit yang berbeda. Pemahaman menyeluruh terkait etiopatogenesis melasma khususnya dan kelainan hiperpigmentasi umumnya, sangat penting dalam penanganan yang tepat pada melasma (Lee, 2015). Berbagai penelitian mengenai peran pada etiopatogenesis melasma menunjukkan hasil yang bervariasi. Hasil penelitian tersebut secara umum menunjukkan adanya perubahan fungsi pada penderita melasma (Hua, 2012; Lee, 2012; Rahrovan, 2015). Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, pembuktian hubungan fungsi terhadap kejadian melasma menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Penelitian ini diharapkan memperkuat dugaan adanya hubungan fungsi terhadap kejadian melasma yang dapat memberikan wawasan baru terkait etiopatogenesis melasma. B. Pertanyaan Penelitian Berdasar uraian di atas, pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat perbedaan fungsi barier antara kulit lesi dengan kulit normal perilesi pada penderita melasma? 2. Apakah terdapat korelasi lesi dengan pada penderita melasma?

4 4 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan fungsi barier antara kulit lesi dengan kulit normal perilesi dan korelasi lesi dengan pada penderita melasma. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, dapat meningkatkan pemahaman mengenai hubungan fungsi dengan kejadian melasma. 2. Bagi institusi, dapat digunakan sebagai masukan data dan informasi mengenai hubungan fungsi terhadap kejadian melasma serta menjadi pertimbangan untuk penelitian selanjutnya mengenai pencegahan ataupun penatalaksanaan yang terkait dengan hubungan tersebut. 3. Bagi subyek penelitian, dapat memperoleh informasi mengenai pilihan terapi dalam pencegahan dan pengobatan melasma. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran dengan kata kunci dan kombinasi kata kunci berikut ini melasma, pigmentasi ( pigmentation), fungsi (skin barrier function), MASI (Melasma Area Severity Index), TEWL ( transepidermal water loss), kadar sebum (sebum level), hidrasi kulit (skin hydration), dan ph kulit (skin ph); di arsip karya tulis baik skripsi, tesis, disertasi, maupun paper yang ada di perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, serta dalam penelusuran jurnal ilmiah dengan mesin pencari PubMed, EBSCO, dan

5 5 Science Direct; penelitian mengenai korelasi antara beratnya gangguan fungsi lesi dengan peningkatan pada penderita melasma belum pernah dilaporkan. Adapun penelitian mengenai fungsi pada penderita melasma yang ditemukan dalam penelusuran disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Berbagai penelitian mengenai fungsi pada penderita melasma Peneliti, tahun Rahrovan dkk, 2015 Judul Hasil Perbedaan Biophysical characteristics of melasma skin comparing with the perilesional normal skin and its relation to the melasma subtype Indeks melanin, indeks eritem, hidrasi kulit, ph kulit berbeda bermakna, namun nilai TEWL dan kadar sebum tidak berbeda bermakna antara kulit kulit lesi dengan kulit normal perilesi. Lee DJ dkk, 2012 Defective barrier function in melasma skin Indeks melanin, indeks eritem, hidrasi kulit berbeda bermakna, namun nilai TEWL dan kadar sebum tidak berbeda bermakna antara kulit lesi dengan kulit normal perilesi. Hua G dkk, 2012 The application of non-invasive physiometry in different clinical type of melasma and its clinical significance Nilai TEWL dan hidrasi kulit berbeda bermakna, namun kadar sebum tidak berbeda bermakna antara kulit lesi dengan kulit normal perilesi.