BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1) Kadar estradiol pada kelompok premenopause berkisar. 9,68 hingga 233,30 pg/dl sedangkan pada kelompok

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1) Kadar estradiol pada kelompok premenopause berkisar. 9,68 hingga 233,30 pg/dl sedangkan pada kelompok"

Transkripsi

1 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1) Kadar estradiol pada kelompok premenopause berkisar 9,68 hingga 233,30 pg/dl sedangkan pada kelompok postmenopause 5,00 hingga 176,80 pg/dl dan berbeda secara signifikan (p<0,001). 2) Pada kelompok premenopause, 51,85% ER positif dan 48,15% ER negatif. Pada kelompok postmenopause, 60,87% ER positif dan 39,13% ER negatif. 3) Pada wanita premenopause, kadar estradiol pada kelompok ER positif lebih tinggi daripada ER negatif. Pada wanita postmenopause, kadar estradiol pada kelompok ER negatif lebih tinggi daripada ER positif. Tidak terdapat perbedaan bermakna kadar estradiol berdasarkan status ER baik pada kelompok premenopause (p=0,058) maupun postmenopause (p=0,430). B. Saran 1) Untuk mengetahui lebih lanjut tentang perbedaan kadar estradiol berdasarkan status reseptor estrogen 58

2 57 poten karena estradiol yang dapat memberi efek di organ target hanya estradiol bebas. 2) Estrogen receptor hanya dinilai sebagai positif atau negatif sehingga tidak dapat menggambarkan kadar ER dalam sitosol jaringan kanker. 3) Jumlah subyek dalam penelitian ini relatif sedikit sehingga terdapat kemungkinan kurang menggambarkan populasi.

3 56 bermakna adalah keterlibatan hormon secara lokal di jaringan payudara. Pada payudara terdapat jaringan lemak yang menjadi tempat konversi androgen andrenal menjadi estrogen. Estrogen yang dihasilkan dapat mempengaruhi jaringan payudara secara langsung meskipun tidak banyak mempengaruhi kadar estrogen yang bersirkulasi sehingga jika kadar estrogen ini tinggi memungkinkan memberi efek yang besar pada jaringan kanker meskipun kadar estrogen serum tidak terlalu besar. Selain itu, jaringan diambil dari proses mastektomi yang tidak memandang fase menstruasi penderita kanker sehingga lingkungan estrogenik jaringan dapat bervariasi antara satu orang dengan yang lainnya. Estrogen tersebut dapat menginterferensi pemeriksaan ER (Nagai, et al., 1979). C. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, antara lain: 1) Estradiol yang diukur adalah estradiol total dalam serum sehingga tidak menggambarkan estradiol di jaringan kanker dan tidak menunjukkan estradiol yang

4 55 tamoxifen. Pada wanita dengan kadar estradiol tinggi pemberian kemoprevensi raloxifen dapat mengakibatkan penurunan risiko kanker payudara yang lebih besar dibandingkan dengan wanita dengan kadar estradiol yang rendah. Pada kelompok postmenopause, penderita kanker payudara ER negatif memiliki estradiol yang lebih tinggi dibandingkan ER positif namun perbedaan kadar estradiol antara ER positif dan negatif hanya sedikit. Kadar estradiol yang lebih tinggi berhubungan jumlah binding site yang lebih sedikit sehingga kepositifan ER menurun (Nagai, et al., 1979). Tidak adanya perbedaan kadar estradiol yang bermakna pada wanita postmenopause sesuai dengan hasil penelitian Kakugawa, et al.(2007). Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh estrogen utama wanita postmenopause bukan berupa estradiol melainkan berupa estron sehingga bentuk estrogen ini yang lebih berpengaruh terhadap jaringan payudara. Menurut Miyoshi, et al.(2003) pada wanita postmenopause kadar estron yang tinggi berhubungan kepositifan ER yang makin tinggi. Faktor lain yang kemungkinan berpengaruh dengan tidak adanya perbedaan kadar estradiol serum yang

5 54 Tabel 8 Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status reseptor estrogen Status Status Kadar Estradiol (pg/ml) p Menopause ER Rerata Nilai Tengah 64,96 premenopause ER+ 96,30±72,72 (14,21-233,30) 0,058 ER- 48,49±30,01 postmenopause ER+ 12,24±6,27 ER- 37,38±57,08 45,76 (9,68-119,40) 12,02 (5,00-21,54) 0,430 14,91 (5,00-176,80) Hasil analisis antara kadar estradiol dan status ER menunjukkan bahwa pada kelompok premenopause kadar estradiol lebih tinggi pada pasien yang memiliki status ER positif dibandingkan dengan ER negatif (p=0,058). Kadar estradiol yang lebih tinggi pada penderita kanker payudara ER positif konsisten dengan teori bahwa patogenesis kanker payudara ER positif berhubungan dengan faktor hormonal sementara pada kanker payudara ER negatif yang lebih berpengaruh adalah riwayat keluarga dan paparan radiasi (Huang, et al., 2000). Namun demikian, risiko kanker payudara ER positif akibat pengaruh faktor hormonal seperti indeks massa tubuh atau waist-hip ratio yang tinggi dapat dikurangi dengan pemberian kemoprevensi dengan selective estrogen receptor modulator (SERM) seperti raloxifen dan

6 53 Faktor reproduktif dan obesitas pada postmenopause lebih meningkatkan resiko kanker payudara ER positif sedangkan usia muda dan faktor genetik meningkatkan resiko kanker payudara ER negatif. Perbedaan faktor resiko tersebut menunjukkan kemungkinan etiologi dan asal tumor yang berbeda (Althuis, et al., 2004 dan Anderson, et al., 2002). ER positif ditemukan pada kanker payudara subtipe luminal sementara ER negatif ditemukan pada kanker payudara subtipe basal sehingga kemungkinan ER positif berasal dari epitel luminal sementara ER negatif berasal dari myoepitel (epitel basal) (Livasy, et al., 2006 dan Nielsen, et al., 2004). Kanker payudara ER negatif sering ditemukan pada usia muda karena myoepitel belum mencapai maturasi sehingga bersifat kurang stabil. Maturasi tercapai saat kehamilan dan mengakibatkan bentuk sel yang semula spindle berubah menjadi jalinan satu sama lain sehingga bersifat lebih stabil (Standring, 2005). 3. Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status reseptor estrogen Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status ER dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil analisis tampak pada tabel 8.

7 52 terhadap status ER dibandingkan dengan IMT. WHR dianggap lebih baik dalam menggambarkan adipositas (simpanan lemak) dibandingkan dengan IMT. WHR yang tinggi menunjukkan adanya obesitas sentral atau obesitas abdominal dan berhubungan dengan terjadinya sindrom metabolik. Adanya sindrom metabolik dapat meningkatkan risiko kanker payudara dengan ER negatif (Berstad, et al., 2010 dan Davis dan Kaklamani, 2012). Hubungan riwayat keluarga penderita kanker payudara dengan status ER tidak ditemukan pada kelompok postmenopause dimana baik terdapat keluarga dengan riwayat menopause maupun tidak, lebih banyak yang memiliki status ER positif. Pada wanita premenopause, pasien yang memiliki keluarga dengan riwayat kanker payudara berhubungan dengan status ER negatif sementara yang tidak memiliki keluarga dengan riwayat kanker payudara berhubungan dengan status ER positif. Hal ini sesuai dengan temuan Huang, et al.(2000) yaitu riwayat keluarga penderita kanker payudara berhubungan dengan kanker payudara ER negatif terutama pada wanita premenopause. Hubungan faktor resiko kanker payudara terhadap status ER berbeda antara ER positif dan ER negatif.

8 51 ER positif terkait dengan usia yang lebih tua baik pada kelompok premenopause dan postmenopause. Hal ini sesuai dengan temuan Sofi, et al. (2012) yaitu pada penderita kanker payudara ekspresi ER lebih sering ditemukan pada pasien yang berusia lebih tua. Pengaruh usia terhadap status ER lebih terlihat pada kelompok postmenopause. Pada penderita kanker payudara, hubungan indeks massa tubuh terhadap status ER berkebalikan antara kelompok premenopause dan postmenopause. Indeks massa tubuh yang lebih tinggi pada premenopause berhubungan dengan status ER negatif sedangkan pada postmenopause berhubungan dengan status ER positif. Indeks massa tubuh yang lebih tinggi pada postmenopause mengakibatkan simpanan lemak yang lebih besar sehingga lebih banyak proses aromatisasi androgen yang terjadi dan lebih banyak pula estrogen yang dihasilkan. Paparan estrogen dalam kadar yang lebih tinggi pada postmenopause dapat meningkatkan risiko kanker payudara ER positif. Pada masa premenopause, estrogen terutama dihasilkan oleh ovarium sehingga sintesis estrogen di jaringan lemak kurang berpengaruh. Pada wanita premenopause, waist-hip ratio (WHR) lebih berpengaruh

9 50 tinggi pada ER negatif dibandingkan dengan ER positif meskipun tidak memiliki perbedaan bermakna(0,384). Berdasarkan riwayat keluarga dengan kanker payudara, pasien yang memiliki keluarga dengan kanker payudara lebih banyak yang memiliki status ER negatif sementara yang tidak memiliki keluarga dengan kanker payudara lebih banyak yang memiliki status ER positif meskipun demikian perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,648). Pada kelompok postmenopause juga tidak terdapat perbedaan usia yang bermakna berdasarkan status ER (p=0,219). Meskipun demikian pada kelompok ini terdapat perbedaan rerata usia di mana pasien dengan ER positif memiliki rata-rata usia 59±6,74 tahun sedangkan pasien dengan ER negatif memiliki rata-rata usia yang lebih muda yaitu 55±8.35 tahun. IMT pada kelompok postmenopause cenderung lebih tinggi pada penderita kanker payudara ER positif dibandingkan ER negatif, namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,752). Berbeda dengan kelompok premenopause, baik ada maupun tidak riwayat keluarga penderita kanker payudara, kelompok postmenopause lebih banyak yang memiliki status ER positif(p=1,000).

10 49 Beberapa faktor risiko kanker payudara dapat mempengaruhi status ER penderita. Hubungan beberapa faktor risiko kanker payudara terhadap status ER dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7 Status ER dan faktor risiko kanker payudara Karakteristik ER+ ER- p Premenopause Usia(Rerata ±SD) 45,00±3,84 44,85±5,49 0,933 IMT(Rerata ±SD) 23,82±2,94 25,06±4,27 0,384 Riwayat keluarga tidak ada ,648 Ada 2 3 Postmenopause Usia(Rerata ±SD) 59.00±6, ±8,35 0,219 IMT(Rerata ±SD) 25.03±1, ±6,20 0,752 Riwayat keluarga tidak ada ,000 Ada 3 2 Pada kelompok premenopause tidak terdapat perbedaan usia yang bermakna antara ER positif dan negatif (p=0933) namun pada ER positif memiliki rerata usia yang lebih tua dibandingkan ER negatif. Indeks massa tubuh (IMT) kelompok premenopause cenderung lebih

11 48 metastasis dan rekurensi, ER negatif berhubungan dengan respon terhadap terapi antiestrogen yang rendah dibandingkan ER positif (Abraham dan Staffurth, 2008). Respon terhadap terapi hormonal pada kanker payudara ER positif dipengaruhi oleh status PR. Tumor yang hanya mengekspresikan ER merespon tamoxifen lebih buruk dibandingkan tumor yang mengekspresikan ER dan PR. Kanker payudara dengan ER+/PR+ menunjukkan respon yang tertinggi terhadap terapi hormonal dan juga survival yang lebih baik. Kanker payudara dengan ER+/PR- atau ER-/PR+ menunjukkan repon menengah sementara kanker payudara ER-/PR- menunjukkan respon yang buruk. Jumlah ER+/PR+ dalam penelitian ini berkisar setengah dari keseluruhan prevalensi ER positif (24%) sesuai dengan jumlah di populasi akan tetapi jumlah ER+/PR- lebih dari 10% sebagaimana umumnya terjadi di populasi(ghayad dan Cohen, 2008). Kanker payudara ER+/PR+ umumnya ditemukan pada tumor dengan derajat rendah ( Lal, Tan, dan Chen, 2005). Tumor dengan ER+/PR+ memiliki angka bebas penyakit 5 tahun yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumor ER- /PR- pada derajat yang sama (Burstein, et al., 2008).

12 47 indikator ketergantungan tumor terhadap estrogen. Ketergantungan tumor terhadap estrogen berguna dalam terapi kanker payudara, yaitu dengan pemberian antiestrogen. Dari seluruh penderita kanker payudara dalam penelitian ini, hanya 56% yang memiliki status ER positif. Jika dibandingkan dengan penelitian Aryandono (2006) di Yogyakarta yang memiliki subyek dengan ER positif sebanyak 52.10%, proporsi penderita kanker dengan ER positif dalam penelitian ini lebih tinggi. Rendahnya persentase kanker payudara ER positif dapat dikaitkan dengan proporsi pasien premenopause yang lebih banyak dibandingkan postmenopause. ER positif sering ditemukan pada penderita kanker yang berusia lebih tua atau yang telah mengalami menopause (Sofi, et al.,2012 dan Faheem, et al., 2012). Hal ini tampak pada proporsi ER positif masing-masing kelompok, status ER positif ditemukan lebih sedikit pada kelompok premenopause (51,85%) dibandingkan dengan kelompok postmenopause (60,87%). Secara umum status ER menunjukkan kecenderungan ER negatif yang lebih tinggi. Kondisi ini memiliki makna klinis dalam penatalaksanaan pasien kanker payudara karena selain memiliki kecenderungan untuk

13 46 terjadi karena pada IMT yang lebih tinggi, simpanan lemak dalam tubuh akan meningkat sehingga aktivitas aromatisasi jaringan lemak lebih tinggi. Aktivitas aromatisasi perifer meningkatkan produksi estron yang nantinya diubah menjadi estradiol melalui dehidrogenisasi (Murray, et al., 2003). Pada kelompok premenopause dan kelompok menopause, bertambahnya usia berhubungan dengan kadar estradiol yang semakin rendah ( premenopause: r=-0,157, p=0,433, menopause:r=-0,383, p=0,071). 2. Korelasi status reseptor estrogen dengan faktor risiko kanker payudara Penentuan status ER rutin dilakukan dalam penatalaksanaan kanker payudara. Prosedur ini diperlukan untuk menentukan prognosis dan terapi yang tepat bagi pasien kanker payudara. Ekspresi ER ditemukan pada 70%-95% karsinoma lobular invasif dan pada 70%-80% karsinoma duktal invasif atau 65-75% kanker payudara secara keseluruhan(lal, Tan, dan Chen, 2005 dan Ghayad dan Cohen, 2008). Adanya ER pada sel tumor merupakan

14 45 Dari hasil analisis, usia berhubungan negatif terhadap kadar estradiol kelompok premenopause (r=- 0,157, p=0,433). Hal yang sama juga terjadi pada kelompok postmenopause(r=-0,383, p=0,071). Hubungan yang berbeda antara kelompok premenopause dan kelompok postmenopause tampak pada IMT. Pada kelompok premenopause, IMT berhubungan negatif dengan kadar estradiol(r=-0,255, p=0,219) sementara pada kelompok postmenopause terdapat hubungan positif (r=0,266, p=0,300). Indeks massa tubuh yang tinggi pada kelompok premenopause berhubungan dengan penurunan kadar estradiol (r=-0,255, p=0,219). Faktor yang mendasari adalah berat badan berlebih mengakibatkan siklus menstruasi yang ireguler sehingga mempengaruhi kadar estradiol (Burstein, et al., 2008). Estradiol yang dihasilkan dari jaringan lemak akan memberikan umpan balik negatif kepada hipotalamus sehingga kelenjar hipofisis akan menurunkan produksi FSH yang berakibat berkurangnya stimulasi ovarium untuk memproduksi estrogen (Abraham dan Staffurth, 2008). Pada kelompok postmenopause, peningkatan IMT berhubungan dengan peningkatan kadar estradiol (r=0,266, p=0,300). Hal ini

15 44 oleh ovarium yang tidak lagi menghasilkan estradiol sebanyak pada saat premenopause. Estrogen pada wanita postmenopause dihasilkan dari aromatisasi androgen pada jaringan lemak dan jumlah estrogen yang dihasilkan dari proses ini lebih sedikit dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh ovarium. Bentuk estrogen utama wanita menopause adalah estron sehingga kadar estradiol wanita postmenopause jauh lebih rendah dibandingkan wanita premenopause. Beberapa faktor yang diperkirakan mempengaruhi kadar estradiol adalah indeks massa tubuh, sirosis hepar, hipertiroidisme, penuaan, obesitas, konsumsi alkohol, kadar insulin darah, dan riwayat menarke (Burstein, et al., 2008, Hall, 2001 dan Murray, et al., 2003). Hubungan kadar estradiol dengan IMT dan usia penderita saat penelitian tampak pada tabel 6. Tabel 6 Hubungan kadar estradiol dengan usia dan IMT Faktor yang mempengaruhi Kadar Estradiol R P Premenopause Usia -0,157 0,433 IMT -0,244 0,219 Postmenopause Usia -0,383 0,071 IMT 0,226 0,300

16 43 lebih rendah pada kelompok premenopause (51,85%) dibandingkan dengan kelompok postmenopause (60,87%) B. Pembahasan 1. Korelasi kadar estradiol dengan faktor risiko kanker payudara Kadar estradiol dianalisis terhadap status menopause. Hasil analisis tampak pada tabel 5. Tabel 5 Kadar estradiol berdasarkan status menopause Status Menopause Premenopause (n=27) Postmenopause (n=23) Kadar Estradiol (pg/ml) Nilai tengah (min-maks) Rerata±SD 51,73 73,28 (9,68-233,30) ±60,43 12,23 22,07 (5,00-176,80) ±36,95 P <0,001 Berdasarkan uji Mann-Whitney, kadar estradiol berbeda secara signifikan antara kelompok premenopause dan kelompok postmenopause (p<0,001). Secara umum kadar estradiol kelompok postmenopause lebih rendah dibandingkan premenopause. Kelompok premenopause memiliki kadar estradiol 51,73 pg/ml sedangkan pada kelompok postmenopause 12,23 pg/ml. Kadar estradiol yang rendah pada kelompok postmenopause diakibatkan

17 42 menunjukkan kadar estradiol bervariasi antara 5,00 233,30 pg/ml dengan rerata 49,73±56,71 pg/ml (Tabel 3). Tabel 3 Kadar estradiol N Min Maks Rerata SD Nilai tengah Estradiol ,38 Valid N 50 Data status ER diperoleh dari hasil pemeriksaan jaringan kanker payudara secara imunohistokimiawi. Dari 50 pasien kanker payudara yang terlibat dalam penelitian terdapat 28 (56%) orang dengan status ER positif dan 22(44%) orang dengan status ER negatif. Tabel 4 Distribusi ER berdasarkan status menopause Status ER ER+ ER- Total Status Premenopause Menopause postmenopause Jumlah keseluruhan Dari 28 penderita kanker payudara ER positif, 14 orang belum mengalami menopause dan 14 telah menopause. Kelompok premenopause memiliki penderita dengan ER negatif lebih banyak (13) dibandingkan dengan kelompok postmenopause (9). Dengan demikian proporsi ER positif

18 41 Dalam penelitian ini, sebagian besar pasien (80%) tidak memiliki keluarga penderita kanker payudara. Sebanyak 18% memiliki 1 anggota keluarga yang menderita kanker payudara. Hanya 2% yang memiliki 2 atau lebih anggota keluarga yang menderita kanker payudara. Rata-rata indeks massa tubuh penderita kanker payudara yang mengikuti penelitian ini adalah 24,57±3,76. Berdasarkan kriteria WHO untuk orang Asia, rata-rata IMT tersebut tergolong dalam berat badan berlebih. Secara keseluruhan, 64% subyek memilki IMT 23 atau tergolong dalam berat badan berlebih, 30% memiliki IMT antara 18,5-22,9 atau berat badan normal, dan 6% memiliki IMT kurang dari 18,5 atau tergolong dalam berat badan kurang. 2. Kadar estradiol dan reseptor estrogen Kanker payudara merupakan kanker yang patogenesisnya terkait dengan faktor hormonal terutama paparan estrogen. Kadar estradiol sebagai estrogen utama pada wanita diukur dalam penelitian ini. Kadar estradiol 50 penderita kanker payudara penelitian diukur dengan metode ECLIA. Hasil pengukuran

19 40 satu (2%) yang belum pernah melahirkan. Dalam penelitian ini tidak ada yang melahirkan hidup pertama kali pada usia lebih dari 30 tahun. Tabel 2 Karakteristik subyek penelitian Karakteristik Rata-rata ± SD atau Jumlah (%) Usia (rata-rata)tahun 50,68 ± 8,73 Kelompok usia (n) <35 tahun tahun 30 (60) >50 tahun 20 (40) Usia Menarke (n) 14 tahun 24 (48) tahun 22 (44) 11 tahun 4 (8) Usia melahirkan pertama (n) < 20 tahun 35 (70) tahun 14 (28) > 30 tahun - belum pernah melahirkan 1 (2) Riwayat menyusui (n) Ya 41 (82) Tidak 9 (18) Riwayat keluarga dengan kanker payudara (n) Tidak ada 40 (80) 1 orang 9 (18) 2 orang 1 (2) IMT(rata-rata)kg/m 2 24,57 ± 3,76 IMT (n) <18,5 (underweight) 3 (6) 18,5 22,9 (normal) 15 (30) >23 (overweight) 32 (64) Status menopause Ya 23 (46) Tidak 27 (54)

20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik subyek penelitian Selama kurun waktu Oktober 2011 hingga Desember 2012, terdapat 50 pasien kanker payudara yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Karakteristik subyek tampak pada tabel 2. Secara keseluruhan, penderita kanker yang mengikuti penelitian ini berusia tahun dengan usia rata-rata 50,68±8,73 tahun. Sebagian besar pasien (60%) berusia antara 35 hingga 50 tahun, sisanya berusia lebih dari 50 tahun dan tidak ada yang berusia kurang dari 35 tahun. Dari data yang diperoleh, 48% pasien mengalami menarke pada usia 14 tahun atau lebih, 44% mengalami menarke pada usia tahun, dan hanya 8% yang mengalami menarke pada usia 11 tahun atau lebih awal. Dari 50 penderita kanker payudara yang berpartisipasi, 35 orang (70%) melahirkan hidup untuk pertama kali pada usia kurang dari 20 tahun, 14 orang (28%) pada usia antara 20 hingga 30 tahun, dan hanya 39

21 38 Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel dan IBM SPSS Statistics.

22 37 G. Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisis dengan beberapa metode. 1) Data karakteristik dasar, frekuensi ER, dan kadar estradiol diolah dengan analisis deskriptif. 2) Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status reseptor estrogen dianalisis dengan uji t tidak berpasangan atau uji Mann-Whitney jika data tidak berdistribusi normal. 3) Perbandingan status ER berdasarkan status menopause dan faktor-faktor yang mempengaruhi status reseptor estrogen berupa variabel kategorik dianalisis dengan uji kai kuadrat atau uji fisher jika distribusi data tidak normal dan untuk faktor berupa variabel numerik dilakukan uji t tidak berpasangan atau uji Mann-Whitney jika data tidak berdistribusi normal. 4) Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status menopause dan faktor-faktor yang mempengaruhi kadar estradiol berupa variabel kategorik diolah dengan uji t tidak berpasangan atau uji Mann-Whitney jika data tidak berdistribusi normal dan untuk faktor berupa variabel numerik dilakukan uji Pearson atau uji Spearman jika distribusi data tidak normal.

23 36 8. Slide dicuci dengan PBS, kemudian sisa-sisanya dihilangkan dari slide. 9. Slide ditetesi antibodi sekunder yang terbiotinilasi kit Biocare Medical, kemudian diinkubasi kemudian dicuci dengan PBS 10. Sisa bufer pada slide dikeringkan kemudian slide ditetesi dengan streptavidin 11. Slide dicuci dengan PBS, kemudian ditetesi dengan kromogen DAB dan diinkubasi selama 1-3 menit pada suhu ruang 12. Slide dicuci dengan air mengalir 13. Slide diberi counterstain hematoxyline mayer selama 30 detik kemudian dicuci dengan air terdistilasi 14. Slide didehidrasi dengan menggunakan alkohol dan xylene. 15. Slide ditutup dengan kaca, kamudian dibiarkan mengering lalu diperiksa dengan mikroskop Penilaian status ER positif atau negatif didasarkan pada proporsi sel yang terpulas dan intensitas warnanya.

24 35 j. Hydrogen peroksida 3% Langkah dalam melakukan pemeriksaan status ER secara imunohistokimiawi adalah sebagai berikut: 1. Blok parafin dipotong dengan ketebalan 3-5µ, kemudian diletakkan pada kaca objek yang dilapisi poly-l-lysine. 2. Slide diinkubasi selama satu malam pada suhu 45ºC 3. Slide dideparafinisasi dengan cara direndam dalam xylene dan alkohol secara berseri (70%, 95%, dan 100%), kemudian dilakukan pencucian dengan air terdistilasi. 4. Slide diinkubasi dengan bufer Tris-EDTA kemudian dipanaskan dalam microwave 5. Slide kemudian didinginkan kemudian dialiri air terdistilasi yang dilanjutkan dengan PBS 6. Aktivitas peroksida endogen dihambat dengan ditetesi dengan hydrogen peroksida 3%, kemudian dicuci dengan air mengalir selama 3-5 menit 7. Slide ditetesi dengan antibodi primer antibodi ER Clone 1D5 dari Dako kemudian diinkubasi pada 4ºC selama satu malam atau pada suasana lembab selama 60 menit

25 34 Dengan metode ini, sensitivitas kadar estradiol yang dapat dideteksi adalah 5 pg/ml. Kadar estradiol wanita pada fase folikular yang terdeteksi umumnya antara 12,5-166 pg/ml dengan nilai tengah 62,2 pg/ml sedangkan pada wanita postmenopause antara <5,00-54,70 pg/ml dengan nilai tengah 12,00 pg/ml. 5. Pemeriksaan Status Reseptor Estrogen Dalam pemeriksaan status ER digunakan spesimen berupa jaringan tumor payudara yang diambil saat mastektomi. Larutan kerja yang digunakan dalam pemeriksaan status ER melalui metode imunohistokimia meliputi: a. Antibodi primer: Anti-ER Clone 1D5 produksi Dako Laboratories, Carpentaria, CA. b. Antibodi sekunder dari kit Biocare Medical c. Streptavidin d. Kromogen DAB e. Hematoxyline Mayer f. Alcohol (70%, 95%, dan 100%) g. Xylene h. Buffer Tris EDTA ph9,5 i. Phosphate Buffer Saline (PBS) ph 7,2-7,4

26 33 c. reagen 2: Estradiol-peptide-Ru(bpy) 2+ 3, terdiri dari derivat estradiol, dilabel dengan kompleks ruthenium 2.75 ng/ml; MES buffer 50 mmol/l, ph 6.0; pengawet Langkah kerja pengukuran estradiol meliputi: 1) Inkubasi 35µl sampel dengan reagen 1 sehingga terbentuk kompleks antigen-antibodi. 2) Penambahan mikropartikel yang dilapisi streptavidine dan reagen 2 pada sampel, kemudian kembali diinkubasi terbentuk kompleks antibodihapten dari reaksi reagen 2 dengan antibodi. Seluruh kompleks kemudian terikat pada fase solid melalui interaksi biotin dan streptavidin. 3) Mikropartikel hasil reaksi ditangkap oleh permukaan elektroda secara magnetis sementara substansi yang tidak terikat akan dibuang dengan ProCell. Tegangan elektroda menginduksi pengeluaran chemiluminescent yang diukur menggunakan photomultiplier. 4) Hasil ditentukan melalui kurva kalibrasi dari 2 poin kalibrasi dan suatu kurva master yang disediakan melalui reagen barkode.

27 32 penelitian(kuesioner terlampir). Dalam pengambilan sampel untuk pemeriksaan estradiol digunakan tabung reaksi. 4. Pengukuran Kadar Estradiol Pengambilan spesimen darah untuk pemeriksaan estradiol dilakukan sebelum operasi, pada pasien premenopause saat fase folikular sedangkan pada postmenopause tidak dibatasi. Spesimen diambil dari vena sebanyak 5 ml. Dari spesimen tersebut akan diambil serum untuk pemeriksaan kadar estradiol. Pengukuran kadar estradiol serum dilakukan menggunakan metode electrochemiluminesence immunoassay (ECLIA) dengan alat Elecsys yang diproduksi oleh Roche Diagnostics. Untuk prosedur ini gunakan larutan kerja berupa a. mikropartikel yang dilapisi Streptavidin b. reagen 1: anti-estradiol-ab biotin, terdiri dari Anti Biotinylated polyclonal-antibodi estradiol kelinci 45 ng/ml, Mesterolon 130 ng/ml; MES Buffer 50 mml/l, PH 6.0; pengawet

28 31 menopause. Pengelompokan ini dilakukan karena status menopause berpengaruh pada kadar estradiol (Phipps dan Li, 2010). 2. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilakukan di Klinik Onkologi Kotabaru, Yogyakarta dan RS Sardjito, Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan selama periode Oktober 2011 Desember Penggalian riwayat sebagai data karakteristik dasar termasuk status menopause dilakukan di Klinik Onkologi Kotabaru, Yogyakarta. Pengukuran kadar estradiol dilakukan di laboratorium Klinik Permata Hati RS Sardjito, Yogyakarta. Status ER diperoleh dari data hasil pemeriksaan Patologi Anatomi yang dilakukan di RS Sardjito. 3. Alat dan bahan Dalam penelitian ini digunakan alat berupa surat persetujuan untuk menunjukkan secara tertulis kesediaan mengikuti penelitian. Kuesioner digunakan sebagai panduan anamnesis karakteristik dasar subyek

29 30 Estradiol melalui metode ECLIA. Data status ER diperoleh dari hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan payudara pasien yang diambil saat mastektomi. populasi Kriteria inklusi subyek Pengisian persetujuan tertulis i. Anamnesis/kuesioner ii. Pemeriksaan kadar estradiol iii. Hasil pemeriksaan ER Kriteria eksklusi Analisis komparasi Gambar 2 Alur penelitian Dalam proses analisis data, subyek penelitian dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan status menopause, yaitu kelompok premenopause dan kelompok

30 29 dan dikategorikan sebagai postmenopause jika siklus menstruasi telah berhenti selama satu tahun atau lebih bukan karena hamil. Variabel ini berupa data kategorik. 3) ekpresi ER yang didefinisikan sebagai status positif atau negatif reseptor estrogen pada jaringan kanker payudara yang diukur melalui metode imunohistokimiawi. Variabel ini berupa data kategorik. F. Cara Penelitian 1. Alur penelitian Pasien kanker payudara yang memeriksakan diri di Klinik Onkologi Kotabaru sejak Oktober 2011 hingga Desember 2012 diminta kesediaan untuk mengikuti penelitian. Pasien yang bersedia diminta mengisi persetujuan tertulis kemudian dilakukan anamnesis faktor risiko. Pengambilan sampel darah dilakukan sebelum dilakukan operasi. Pada wanita premenopause dilakukan pada fase folikular sementara pada wanita postmenopause dapat diambil kapan saja. Sampel darah dikirim ke laboratorium untuk diperiksa kadar 17β-

31 28 s : simpangan baku kedua kelompok, dianggap sama yaitu 50 pg/ml (Nagai, et al.,1979) x 1 -x 2 : perbedaan rerata yang diinginkan, x 1 = 65, x 2 = 20 maka [ ( ) ( ) ] Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk kelompok premenopause dan postmenopause masing-masing 24.54, dibulatkan menjadi 25, sehingga secara keseluruhan dibutuhkan 50 sampel. E. Variabel Penelitian adalah Variabel yang diteliti dalam penelitian ini 1) kadar estradiol, didefinisikan sebagai hasil pengukuran konsentrasi 17β-Estradiol bebas pada serum melalui metode ECLIA. Variabel ini berupa data numerik. 2) Status menopause, didefinisikan sebagai masih berjalan tidaknya siklus menstruasi selama satu tahun terakhir atau lebih, dikategorikan sebagai premenopause jika masih mengalami siklus menstruasi

32 27 2) merupakan kanker payudara yang pertama kali 3) mempunyai data lengkap 4) bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Kriteria eksklusi yang ditetapkan yaitu 1) pasien yang tidak menjalani mastektomi, 2) pasien yang masih menggunakan terapi sulih hormon atau kontrasepsi hormon, 3) pasien yang mengundurkan diri dari penelitian. D. Perkiraan Besar Sampel Besar sampel minimum berdasarkan rumus uji hipotesis terhadap rerata dua populasi (Sastroasmoro dan Ismael, 1995): [ ( ) ( ) ] dengan n1 n2 zα : jumlah sampel kelompok pertama (premenopause) : jumlah sampel kelompok kedua (postmenopause) : tingkat kemaknaan, ditetapkan α=0.05, sehingga zα = 1,960 zβ : kekuatan penelitian, ditetapkan β=0,80, sehingga zβ=0,842

33 BAB III METODOLOGI A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang dirancang secara potong lintang (cross sectional). B. Subyek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah pasien kanker payudara yang memeriksakan diri di Klinik Onkologi Kotabaru, Yogyakarta. Subyek dipilih dengan metode konsekutif dimana setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian diikutkan dalam penelitian hingga kurun waktu tertentu di mana jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 1995). C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi eksklusi. Kriteria pemilihan meliputi kriteria inklusi dan Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah 1) pasien terdiagnosis kanker payudara 26

34 25 C. Kerangka Konsep Kanker payudara IMT menopause usia Status ER estradiol Gambar 1 Kerangka konsep D. Hipotesis Terdapat perbedaan kadar estradiol antara pasien kanker payudara dengan ER positif dan ER negatif baik pada wanita premenopause maupun postmenopause.

35 24 Selain, faktor-faktor tersebut, American Joint Committee on Cancer membagi kanker payudara ke dalam beberapa stadium klinis untuk menentukan prognosis pasien, yaitu berdasarkan ukuran tumor, ketrlibatan limfonodi, dan terjadinya metastasis (Kumar, et al., 2005). Kanker payudara dapat mengalami metastasis melalui 3 cara, yaitu penyebaran langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, dan penyebaran melalui pembuluh limfa dengan lokasi yang paling sering adalah tulang, paru-paru, dan hepar (Merkel, 2000). B. Landasan Teori 1) Estradiol memiliki peran besar dalam karsinogenesis kanker payudara, yaitu melalui stimulasi pertumbuhan dan mutasi gen. Kadar estradiol dipengaruhi status menopasuse, usia, dan indeks massa tubuh. 2) ER merupakan faktor prognostik penting dalam penentuan terapi kanker payudara dan menjadi penanda ketergantungan tumor terhadap hormon estrogen yang diekspresikan pada 65-75% kanker payudara. Status ER berhubungan dengan usia, status menopause, adipositas (berat badan berlebih dan waist-hip ratio), dan riwayat keluarga penderita.

36 23 Kanker payudara ER negatif dipengaruhi adanya riwayat keluarga penderita kanker payudara atau kanker ovarium dan paparan radiasi. Kondisi ini terutama ditemukan pada wanita premenopause (Huang, et al., 2000). Saat ini, prognosis dan pemilihan terapi kanker payudara lebih banyak didasarkan pada status reseptor faktor pertumbuhan, yaitu ER, PR, dan HER2. Dari parameter tersebut, diperoleh empat kategori fungsional tumor, yaitu ER-PR positif dengan HER2 negatif, ER-PR negatif dengan HER2 negatif(kanker payudara triple negative ), ER-PR positif dengan overekspresi HER2, dan ER-PR negatif dengan overekspresi HER2 (Burstein, et al., 2008). Faktor prognostik lain yang berpengaruh adalah usia pasien. Kanker payudara yang terjadi pada usia muda ( 35 tahun) memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan kanker payudara yang terjadi pada usia tua. Tumor yang ditemukan cenderung memiliki derajat yang lebih tinggi, status ER-PR negatif, dan mengalami invasi ke pembuluh limfa (Burstein, et al., 2008).

37 22 angka bebas penyakit 5 tahun yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumor yang tidak mengekspresikan ER dan PR dengan derajat yang sama (Burstein, et al., 2008). Status ER pada kanker payudara berhubungan dengan beberapa faktor, salah satunya adalah usia penderita. Pasien yang menderita kanker payudara pada usia muda jarang mengekspresikan ER dibandingkan dengan pasien yang lebih tua. Selain itu pasien dengan derajat tumor yang rendah dan ukuran tumor yang lebih kecil cenderung memiliki ER positif (Sofi, et al., 2012). Ekspresi ER juga dipengaruhi oleh status menopause penderita kanker payudara. Penderita kanker payudara yang telah menopause cenderung memiliki ER+/PR+ dan HER-2 negatif (Faheem, et al., 2012). Kadar ER lebih tinggi pada wanita postmenopause dibandingkan dengan wanita premenopause. Pada wanita postmenopause, kanker payudara ER positif juga berhubungan dengan berat badan berlebih, menarke dini, dan nuliparitas atau usia kehamilan pertama yang terlambat. Pada wanita premenopause, ER positif dikaitkan dengan waist-hip ratio yang tinggi (Huang, et al., 2000 dan Kuno, et al., 1983).

38 21 Status ER pada kanker payudara Sekitar 65-75% kanker payudara primer mengekspresikan ER+, setengah dari jumlah tersebut juga mengekspresikan PR, dan kurang dari 10% tumor mengekspresikan PR tanpa mengekspresikan ER. Adanya ER dan PR mengindikasikan bahwa jalur aktivitas ER masih berfungsi karena paparan sel terhadap estrogen dan interaksinya dengan ER dapat menginduksi ekspresi PR (Dickson dan Lippman, 2000 dan Sofi, et al., 2012). Ekspresi ER juga menunjukkan tumor memiliki ketergantungan terhadap estrogen untuk pertumbuhannya sehingga tumor dapat merespon terapi endokrin. Tumor dengan ER positif yang tidak mengekspresikan PR memiliki ketergantungan yang lebih rendah terhadap estrogen sehingga kurang merespon terapi endokrin (Ghayad dan Cohen, 2008). Status ER merupakan salah satu faktor prediktif yang penting dalam penatalaksanaan pasien kanker payudara. Faktor ini penting karena tumor yang tidak mengekspresikan ER tidak dapat merespon terapi hormonal dengan anti-estrogen. Selain sebagai faktor prediktif, ER bersama dengan PR juga merupakan faktor prognostik kanker payudara karena tumor dengan ER+/PR+ memiliki

39 20 ER memiliki struktur berupa domain pengikat DNA yang terletak di tengah, domain COOH-terminal, dan domain NH2-terminal. Domain pengikat DNA berfungsi untuk mengikat dan mengenali DNA. Domain terminal COOH berfungsi sebagai domain pengikat ligan. Kedua jenis ER memiliki kesamaan struktur kecuali pada domain NH2- terminal dan keduanya memiliki afinitas yang sama terhadap estradiol dan mengikat DNA response elements yang sama. Selain estrogen, ER juga memiliki afinitas terhadap fitoestrogen dan kontaminan lingkungan seperti hidrokarbon aromatik polisiklik, phthalate, pestisida, dan xenoestrogen. Kontaminan lingkungan yang memiliki efek estrogenik dapat mengganggu signaling pada jaringan yang dipengaruhi oleh estrogen(heldring, et al., 2007). Pada kelenjar payudara terdapat kedua jenis ER. ERα berperan dalam pertumbuhan duktus payudara normal. Ekspresi ERα yang berlebih terjadi pada lesi hiper proliferatif pada payudara. ERβ dapat mengikat estradiol dengan afinitas yang sama dengan ERα namun ERβ mengikat antiestrogen dan metabolit estrogen lebih kuat dibandingkan ERα (Ghayad dan Cohen, 2008).

40 19 6. Reseptor Estrogen dan Prognosis Kanker Payudara Reseptor estrogen (estrogen receptor, ER) merupakan protein pengatur gen yang menjadi target hormon steroid, yaitu estrogen. Bentuk estrogen yang paling poten untuk berikatan dengan ER adalah estradiol. Bentuk estrogen lain seperti estron dan estriol juga merupakan ligan dengan afinitas tinggi terhadap ER namun menjadi agonis lemah bagi estradiol. Interaksi estrogen dengan ER akan memodulasi transkripsi gen target. ER terletak di dalam nukleus bersama dengan DNA sehingga tergolong dalam nuclear receptor(dickson dan Lippman, 2000 dan Heldring, et al., 2007). ER memiliki dua jenis reseptor yaitu estrogen receptor α1 (ERα1) yang dikode oleh gen ESR1 dan estrogen receptor β (ERβ) dikode oleh ESR2. ER dapat berbentuk homodimer ERα (αα) atau ERβ (ββ) maupun heterodimer ERαβ (αβ)(ghayad dan Cohen, 2008). ERα dan ERβ dapat memiliki efek yang berlawanan sehingga respon proliferasi jaringan akibat stimulasi estradiol merupakan hasil signaling ERα dan ERβ yang seimbang (Heldring, et al., 2007).

41 18 serta melalui aktivasi onkogen. Selain itu, dapat juga melalui efek inisiasi tumor tidak langsung, yaitu melalui sekresi prolaktin dan produksi faktor pertumbuhan (misalnya epidermal growth factor dan transforming growth factor α) dan peptida non faktor pertumbuhan (misalnya plasminogen activator) (Clemons dan Goss, 2001). Keterlibatan estrogen dalam karsinogenesis kanker payudara diperkirakan terjadi melalui proses alkilasi molekul seluler, pembentukan radikal bebas yang merusak DNA, dan potensi genotoksisitas oleh estrogen dan metabolitnya (Clemons dan Goss, 2001). Estrogen melalui interaksi dengan reseptornya dapat memiliki efek transkripsi genomik, transkripsi mitokondrial, dan efek non-genomik melalui second messenger sehingga mengubah ekspresi gen. Hal ini berakibat peningkatan proliferasi sel dan menurunkan kemampuan apoptosis. Metabolit estrogen berupa 4-hidroksi estradiol dan 2-hidroksi estradiol dapat diubah menjadi quinon yang menimbulkan kerusakan DNA (Yager dan Davidson, 2006).

42 17 ketidakstabilan genetik. Proliferasi sel lebih lanjut mengakibatkan terbentuknya karsinoma in situ. Pada fase ini, sel tumor telah mengalami pembesaran, iregularitas, dan hiperkromasia nukleus. Terbentuknya karsinoma in situ menunjukkan kemampuan replikasi sel tumor yang tidak terbatas. Karsinoma in situ biasanya disertai peningkatan angiogenesis akibat stimulasi sel tumor, stimulasi oleh sel stromal, maupun hilangnya inhibisi angiogenesis oleh myoepitel. Pada akhirnya karsinoma in situ dapat berkembang menjadi karsinoma invasif. Proses ini diperkirakan akibat hilangnya fungsi sel stromal dan myoepitel (Kumar, et al., 2005). Estrogen dan progesteron memodulasi berbagai aspek pada patologi kelenjar payudara melalui interaksi dengan ER dan PR. Keduanya berperan dalam stimulasi pertumbuhan, diferensiasi, dan ketahanan hidup epitel payudara (Dickson dan Lippman, 2000). Respon jaringan terhadap stimulus proliferatif estrogen dalam patologi payudara dapat berupa progresi dari pertumbuhan normal menjadi hiperplasia bahkan neoplasia. Pembentukan tumor dapat melalui efek inisiasi tumor langsung yaitu dengan menginduksi enzim dan protein yang terlibat dalam sintesis asam nukleat

43 16 Setelah menopause, kadar estradiol akan sangat berkurang. Estrogen pada wanita postmenopause terutama dihasilkan dari jaringan lemak (Simpson, et al., 1999). Estrogen memiliki peran penting dalam menstimulasi pertumbuhan dan diferensiasi serta menjaga fungsi organ reproduksi pria dan wanita. Pada perkembangan payudara, estrogen mendukung perkembangan sistem duktus, pigmentasi puting dan areola, meningkatkan bagian lubuloalveolar, dan menstimulasi proliferasi stroma dan deposisi lemak pada payudara (Goodman, 2003). Estrogen berperan dalam proses akselerasi pertumbuhan dan meningkatkan serta menjaga kepadatan tulang (Nelson dan Cox, 2005 dan Goodman, 2003). 5. Patogenesis Kanker Payudara Kanker payudara berkembang dari sel normal yang mengalami perubahan proliferatif. Perubahan ini menunjukkan kemampuan sel tumor untuk menghindari sinyal penghambat pertumbuhan, apoptosis, dan kemampuan untuk mencukupi sinyal pertumbuhan yang dibutuhkan. Perubahan proliferatif sel payudara dapat berkembang menjadi hiperplasia atipikal yang mengalami

44 15 yang bersifat reaktif dan dapat merusak DNA serta menyebabkan karsinogenesis sehingga bermanfaat dalam detoksifikasi dan ekskresi estrogen (Hall, 2001). Glukoronidasi merupakan proses konjugasi metabolit estrogen dengan glukoronat sehingga dapat dieksresikan dalam getah empedu untuk dikeluarkan bersama feses. Jika terdapat banyak bakteri penghasil glukoronidase, metabolit estrogen akan direabsorpsi di usus. Sebagian besar metabolit estrogen akan dieksresikan melalui ginjal (Goodman, 2003 dan Hall, 2001). Pada wanita dewasa dengan siklus menstruasi yang normal, ovarium menghasilkan µg estradiol setiap harinya. Kadar ini berfluktuasi sesuai siklus menstruasi (Hall, 2001). Pada awal fase folikular, konsentrasi estradiol dalam darah sangat rendah namun akan meningkat secara gradual sampai 12 jam sebelum terjadi konsentrasi puncak LH. Setelah itu kadar estradiol akan menurun tajam. Konsentrasi estradiol akan mengalami peningkatan sekunder pada fase luteal. Kadar estradiol akan kembali mengalami penurunan seperti kadar awal beberapa hari sebelum onset menstruasi (Goodman, 2003).

45 14 estrogen binding globulin (TEBG) agar dapat bersirkulasi hingga mencapai target organ dan waktu paruh estrogen lebih panjang karena hormon yang berikatan dengan protein pengangkut tidak dapat dimetabolisme. Ikatan dengan SHBG dapat membatasi kadar estrogen bebas dalam serum dan menjadi reservoir sirkulasi estrogen. Afinitas estradiol terhadap SHBG lebih kuat dibandingkan afinitas estron. Oleh karena itu, estradiol mengalami clearance lebih lambat dibandingkan estron (Murray, et al., 2003). Metabolisme estrogen Estrogen dimetabolisme di hepar melalui dua fase. Fase pertama berupa tahap hidroksilasi yang menghasilkan metabolit berupa 2-hidroksi estrogen yang memiliki aktivitas estrogenik yang sangat lemah dan 16- hidroksi estrogen dan 4-hidroksi estrogen dalam jumlah kecil namun masih memiliki aktivitas estrogenik yang kuat dan dapat menstimulasi proliferasi jaringan (Hall, 2001). Fase kedua merupakan tahap metilasi, glukoronidasi, dan sulfasi. Metilasi metabolit estrogen dengan bantuan catechol-o-methyltransferase (COMT) akan mengurangi konversi metabolit estrogen menjadi quinon

46 13 4. Estrogen dan Estradiol Estradiol (17β-Estradiol, E2) merupakan bentuk estrogen paling poten dan menjadi estrogen utama wanita premenopause. Bentuk estrogen selain estradiol yaitu estriol yang diproduksi oleh plasenta dan menjadi estrogen terbanyak pada masa kehamilan dan estron yang menjadi estrogen utama pada wanita postmenopause. Keduanya merupakan agonis lemah dari estradiol (Heldring, et al., 2007 dan Murray, et al., 2003). Estradiol disintesis di ovarium di mana testosteron yang dihasilkan sel teka mengalami tiga tahap hidroksilasi yang membutuhkan O 2, NADPH, dan kompleks enzim aromatase hingga terbentuk estradiol (Murray, et al., 2003). Sintesis estradiol di ovarium diatur oleh LH dan FSH. Estradiol juga dapat terbentuk dari aromatisasi androgen adrenal di jaringan lemak, hepar, kulit, tulang, otak, dan jaringan lain namun jumlahnya tidak sebanyak ovarium(murray, et al., 2003, Hall, 2001, dan Simpson, et al., 1999). Estrogen disintesis dalam bentuk aktif dan setelah disekresikan estrogen akan berikatan dengan protein pengangkut berupa β-globulin, yang disebut sex hormon binding globulin (SHBG) atau testosteron-

47 12 meningkatkan risiko kanker payudara, namun penggunaan terapi sulih hormon pada wanita postmenopause dapat meningkatkan risiko kanker payudara terutama yang mengekspresikan reseptor estrogen (Kumar, et al., 2005). Risiko kanker payudara familial dimiliki orang dengan keluarga inti penderita kanker payudara. Risiko terjadinya kanker dipengaruhi oleh usia keluarga inti yang menderita kanker payudara saat terdiagnosis, jumlah anggota keluarga yang menderita kanker payudara, dan usia pasien. Faktor herediter ini terkait dengan mutasi genetic seperti BRCA-1, BRCA-2, p53, PTEN, dan ATM (Patel dan Buzdar, 2010). Faktor lain yang meningkatkan risiko kanker payudara adalah kepadatan memografi. Kepadatan mamografi yang lebih dari 75% dapat meningkatkan risiko kanker payudara sebanyak 4,7 kali (Burstein, et al., 2008). Faktor lingkungan juga mempengaruhi risiko kanker payudara. Paparan radiasi terionisasi secara berulang pada usia muda seperti pada terapi limfoma pun terbukti meningkatkan risiko kanker payudara (Kumar, et al., 2005).

48 11 Status hormonal menjadi faktor risiko penting kanker payudara terutama terkait dengan paparan estrogen secara kumulatif. Faktor hormonal yang berpengaruh antara lain menarke pada usia kurang dari 11 tahun, menopause pada usia yang lebih tua, dan melahirkan pertama kali pada usia lebih dari 35 tahun (Cuzick, 2003, Patel dan Buzdar, 2010 dan Kumar, et al., 2005). Keterlibatan hormon reproduksi wanita dalam peningkatan risiko kanker payudara terbukti dari menurunnya insidensi kanker payudara pada pasien yang menjalani ooforektomi sebelum usia 50 tahun (Burstein, et al., 2008). Status hormonal juga terkait dengan obesitas. Wanita postmenopause dengan IMT pada kategori obesitas memiliki risiko kanker payudara dan mortalitas akibat kanker payudara lebih tinggi. Hal ini berkebalikan dengan obesitas yang terjadi pada masa premenopause. Obesitas pada premenopause mengakibatkan siklus menstruasi yang ireguler sehingga paparan hormon ovarium lebih sedikit (Burstein, et al., 2008). Faktor hormonal tidak hanya dipengaruhi oleh hormon endogen melainkan juga dari paparan hormon eksogen. Penggunaan kontrasepsi oral hanya sedikit

49 10 di Indonesia pada 2008 sejumlah kasus atau 25,5% dari seluruh kanker pada wanita. Pada tahun yang sama kanker payudara menyebabkan kematian (Globocan, 2008). Pada tahun 2007 prevalensi kanker payudara adalah 26 per seratus ribu wanita ( Depkes, 2010). Kejadian kanker payudara meningkat sesuai pertambahan usia sampai terjadinya menopause. Setelah menopause, kejadian kanker payudara tetap meningkat namun kecepatannya menurun dibandingkan sebelum menopause (Burstein, et al., 2008). Kanker payudara jarang terdiagnosis sebelum usia 45 tahun, yaitu kurang dari 12.5% kasus. Lebih dari 66% kasus kanker payudara terdiagnosis pada usia 55 tahun atau lebih (American Cancer Society, 2010). 3. Faktor Resiko Kanker Payudara Kanker payudara dapat terjadi secara sporadik maupun herediter. Faktor risiko munculnya kanker payudara sporadik antara lain faktor hormonal baik endogen dan eksogen, riwayat penyakit payudara sebelumnya, dan kepadatan mamografi. Faktor risiko kanker payudara herediter berupa riwayat keluarga dan mutasi genetik (Patel dan Buzdar, 2010).

50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Latar Belakang Teori 1. Kanker Payudara Kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan payudara, baik komponen epitel (karsinoma) maupun mesenkim (sarkoma), namun yang lebih sering terjadi adalah kanker asal epitel kelenjar (adenokarsinoma). Secara umum karsinoma payudara dapat dibedakan menjadi tipe in situ dan tipe invasif atau infiltratif. Karsinoma in situ menunjukkan proliferasi sel tumor yang masih terbatas di dalam membran basal. Karsinoma invasif menunjukkan proliferasi sel tumor yang telah menembus membran basal. Berdasarkan asal epitelnya, adenokarsinoma payudara dibedakan menjadi karsinoma duktal dan karsinoma lobular(kumar, et al., 2005). 2. Epidemiologi Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker dengan insidensi tertinggi pada wanita. Angka kejadian kanker payudara 9

51 8 Penelitian mengenai perbandingan kadar estradiol berdasarkan status ER belum pernah dilakukan di Indonesia, khususnya Yogyakarta. F. Manfaat Penelitian Penelitian tentang perbandingan kadar estradiol berdasarkan status ER ini bermanfaat bagi peneliti kanker payudara untuk mengetahui lebih dalam karakteristik biologis kanker payudara.

52 4 Markopoulos, et al., Oestrogen Receptor Content Of Normal Breast Cell And Breast Carcinoma Throughout The Menstrual Cycle Jaringan payudara diambil menurut siklus menstruasi dengan FNAB kemudian ER diukur dengan imunohisto-kimia. Sampel berasal dari : 84 wanita sehat (69 premenopause, 15 post menopause) dan 83 penderita kanker premenopause 21 sample dari 35 wanita premenopausal pada setengah siklus pertama (D28-14)mengekspresikan ER. 33 sample yg diambil pada setengah siklus kedua semua tidak mengkspresikan ER. 51 dari 83 pasien kanker payudara ER positif.24 diambil pada setengah pertama siklus dan 17 diambil pada setengah kedua. Saat ovulasi produksi ER menurun pada jaringan payudara normal wanita premenopause. Pada kanker payudara ER terus diekspresikan sepanjang siklus atau gagal mengekspresikan tanpa memandang perubahan kadar hormon. 7

53 erone Sulfate To Hormone Receptor Status Among Postmenopausal Woman With Breast Cancer Kadar E1,E2 dan DHEA diukur secara radioimmunologi. Subyek adalah wanita postmenopause yang menderita kanker payudara primer di Miyagi Cancer Center Hospital, jumlah 142. hubungan bermakna antara kadar hormon dalam serum dan status ER. berbeda berdasarkan status ER.. 3 Nagai, et al., 1979 Estrogen And Progesterone Receptors In Human Breast Cancer With Concomitant Assay Of Plasma 17b- Estradiol, Progesterone, And Prolactin Levels ER dalam sitosol jaringan kanker diukur pada 217 kasus kanker payudara primer,dan PR juga diukur pada 48 kasus Kadar estradiol, progestreron, dan prolactin diukur secara radioimunossay Kedua reseptor ditemukan positif pada 45,8% kasus. Pada kasus dengan jumlah binding site yang lebih sedikit, kadar hormon lebih tinggi. Terdapat hubungan antara jumlah binding site pada reseptor hormon dengan kadar estradiol namun tidak terdapat hubungan dengan kadar prolactin plasma. 6

54 Tabel 1 Penelitian terkait estrogen dan ER No Penelitian Metode Hasil Kesimpulan 1 Miyoshi, et al., 2003 Association Of Serum Estron Levels With Estrogen Receptor Positive Breast Cancer Risk In Postmenopausal Japan Women Penelitian dilakukan secara kasus-kontrol Kasus: 71 wanita postmenopause yang menderita kanker payudara Kontrol: 73 wanita postmenopause yang sehat Kadar E1 dan E2 serum diukur secara radioimunoassay ER diperiksa secara enzim immunoassay Kadar E1 pada kanker payudara ER positif lebih tinggi daripada kontrol sedangkan pada ER negatif tidak. Kadar E1 yang tinggi berhubungan dengan risiko kanker payudara ER positif namun tidak berhubungan dengan kanker payudara ER negatif Wanita postmenopause dengan kadar E1 tinggi memiliki risiko kanker payudara ER positif yang lebih tinggi, namun tidak dengan ER negatif. Pada kadar E1 tinggi, kepositifan ER makin tinggi. 2 Kakugawa, et al., Relations Of Serum Levels Of Estrogen And Dehydroepiandrost ER dinilai dengan EIA pada 76 sampel (cut off 14 fmol/mg) dan imunohistokimia pada 66 sampel (cut off HSCORE 20) Terdapat kecenderungan kadar E1, E2, dan DHEA yang lebih tinggi pada wanita dengan kanker PR positif namun tidak terdapat Hubungan hormon reproduksi dalam serum terhadap status reseptor hormon berbeda berdasarkan status PR namun tidak 5

55 4 C. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan dari permasalahan yaitu apakah terdapat perbedaan kadar estradiol pada penderita dengan status ER positif dan negatif pada wanita premenopause dan postmenopause? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan yaitu 1) membandingkan kadar estradiol pada pasien kanker payudara premenopause dan postmenopause. 2) membandingkan ekspresi ER pada jaringan kanker payudara pasien premenopause dan postmenopause 3) membandingkan kadar estradiol dan ekspresi ER pada pasien kanker payudara premenopause maupun postmenopause. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang kadar estrogen dan status reseptor estrogen yang telah dilakukan sebelumnya tampak pada tabel 1.1.

56 3 lebih tinggi (Dent, et al., 2007). Estrogen receptor (ER) juga dianggap sebagai penanda ketergantungan tumor terhadap hormon estrogen. Keterlibatan estrogen sebagai faktor risiko kanker payudara dan status ER sebagai faktor prognostik telah banyak diketahui. Namun apakah terdapat perbedaan kadar estradiol pada kanker payudara ER positif dan ER negatif belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penelitian tentang perbedaan kadar estradiol berdasarkan status ER penting untuk mengetahui lebih dalam tentang karakter biologis kanker payudara. B. Perumusan Masalah Estradiol merupakan bentuk estrogen utama wanita yang juga menjadi faktor risiko kanker payudara Ekspresi ER pada sel kanker menunjukkan ketergantungan kanker terhadap estrogen dan menjadi faktor prognostik dan prediktif kanker payudara. Baik status ER maupun kadar estradiol berhubungan dengan status menopause.

57 2 risiko kanker payudara. Faktor-faktor tersebut diantaranya jenis kelamin, usia menarke, usia menopause, riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat memberi ASI, diet, kegemukan, dan paparan estrogen dari luar tubuh (Kumar, et al., 2005). Menopause berpengaruh terhadap paparan estrogen terutama estradiol karena setelah menopause kadar estradiol wanita akan menurun karena berhenti diproduksi oleh ovarium (Murray, et al., 2003). Prognosis kanker payudara ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk diantaranya usia penderita, status TNM, status reseptor hormon dan Her- 2(Fitzgibbons, et al., 2000). Status reseptor estrogen (ER) bersama reseptor progesteron (PR) dan Her-2 menjadi faktor prediktif untuk respon terhadap terapi. Kanker payudara dengan ER positif akan berespon terhadap terapi antiestrogen dan cenderung memiliki derajat tumor yang lebih baik sehingga prognosis penderita lebih baik sementara kanker payudara ER negatif cenderung tidak berespon dengan terapi tamoxifen dan berhubungan dengan derajat tumor yang lebih tinggi sehingga dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk seperti risiko kekambuhan dan kematian yang

58 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker masih menjadi masalah besar dalam dunia kesehatan. Di Indonesia tumor/kanker memiliki jumlah penderita sekitar 4,3 per 1000 penduduk dengan kanker payudara menjadi kanker tersering pada wanita dengan jumlah penderita 26 per seratus ribu (Depkes, 2010). Kadar estrogen yang tinggi dan paparan estrogen dalam waktu lama meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara. Estrogen memiliki setidaknya dua peran penting dalam karsinogenesis kanker payudara. Peran tersebut melalui interaksi 17β-Estradiol, yang merupakan bentuk estrogen utama, dengan ER (estrogen receptor α, ERα) yang menyebabkan proliferasi jaringan payudara baik pada payudara normal maupun pada tumor serta melalui metabolit estrogen yang mengakibatkan mutasi gen dan menghasilkan radikal bebas yang dapat merusak DNA (Kumar,et al., 2005). Peran estradiol yang besar dalam karsinogenesis kanker payudara mengakibatkan faktor-faktor yang mempengaruhi paparan estradiol ikut menjadi faktor 1

59 xiii ABSTRACT Background: Estradiol-estrogen receptor (ER) signaling plays an important role in breast cancer carcinogenesis by increasing cell proliferation and decreasing apoptosis. Therefore, ER status in breast cancer patients is not only indicate tumor dependency on estrogen but also provide prognostic and predictive value in which ER positive tumor will have benefit from anti-estrogen therapy. Comparing estradiol levels and ER status based on menopausal status could give information on biological characteristics of breast cancer. Objective: The aim of this study is to compare between estradiol levels and ER expression based on menopausal status of breast cancer patient. Methods: In this cross-sectional study, total estradiol levels in breast cancer patient were measured using ECLIA while ER status data were collected from IHC result performed in Department of Anatomical Pathology of Sardjito Hospital. Estradiol levels were further compared to ER status based on menopausal status. Results: Fifty breast cancer patients participated in this study and were grouped based on their menopausal status. In premenopausal subjects, estradiol levels varied between 9,68 to 233,30 pg/dl, while in postmenopausal subjects between 5,00 to 176,80 pg/dl(p<0,0010. In premenopausal group, ER was positive in 51,85% patients and negative in 48,15% patients. In postmenopausal group, ER was positive in 60,87% patients and negative in 39,17% patients. Among premenopausal women, mean of estradiol levels in ER positive subjects was 96,30±72,72 pg/dl while in ER negative was 48,49±30,01 pg/dl (p=0,058). Mean of estradiol in postmenopausal subjects with ER positive was 12,24±6,27 pg/dl while ER negative was 37,38±57,08 pg/dl (p=0,430). Conclusion: In premenopausal women, higher estradiol level is found in ER positive breast cancer patients while in postmenopausal women estradiol level is higher in ER negative. There was neither significant difference of estradiol levels in ER positive nor negative in premenopausal (p=0,058) nor postmenopausal patients (p=0,430). Keywords: breast cancer, estradiol, estrogen receptor, menopause xiii

60 INTISARI Latar belakang: Interaksi estradiol dengan reseptor estrogen (ER) berperan dalam karsinogenesis kanker payudara dengan meningkatkan proliferasi dan menurunkan kemampuan apoptosis. Status ER pada pasien kanker payudara tidak hanya menunjukkan ketergantungan tumor terhadap estrogen tetapi juga menjadi faktor prognostik dan prediktif di mana tumor dengan ER positif dapat merespon terapi anti-estrogen. Membandingkan kadar estradiol dan status ER berdasarkan status menopause diharapkan dapat menambah informasi tentang karakteristik biologis kanker payudara. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kadar estradiol berdasarkan ekspresi ER pada pasien kanker payudara premenopause maupun postmenopause. Metode: Kadar estradiol total dalam serum pasien kanker payudara diperiksa dengan metode ECLIA dan data status ER diperoleh dari hasil pemeriksaan imunohistokimia bagian Patologi Anatomi di RS Sardjito Yogyakarta. Kadar estradiol dibandingkan berdasarkan status ER dan status menopause penderita. Hasil: Didapatkan 50 penderita kanker payudara yang dikelompokkan berdasar status menopause. Kadar estradiol total serum pada premenopause antara 9,68-233,30 pg/dl sedangkan postmenopause 5,00-176,80 pg/dl (p<0,001). Pada kelompok premenopause terdapat 51,85% kanker payudara ER positif dan 48,15% ER negatif. Pada kelompok postmenopause terdapat 60,87% ER positif dan 39,13% ER negatif. Rerata kadar estradiol kelompok premenopause dengan ER positif 96,30±72,72 pg/dl sedangkan ER negatif 48,49±30,01 pg/dl(p=0,058). Rerata kadar estradiol kelompok postmenopause dengan ER positif 12,24±6,27 pg/dl sedangkan ER negatif 37,38±57,08 pg/dl(p=0,430). Kesimpulan: Pada kelompok premenopause, kadar estradiol yang lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan ER positif sedangkan pada kelompok postmenopause kadar estradiol lebih tinggi pada pasien dengan ER negatif namun tidak terdapat perbedaan bermakna baik pada pasien premenopause (p=0,058) maupun postmenopause (p=0,430) Kata kunci: kanker payudara, estradiol, reseptor estrogen, menopause xii

61 DAFTAR SINGKATAN ER ECLIA E1 E2 IMT PR WHR : estrogen receptor, reseptor estrogen : electrochemiluminesence immunoassay : estron : estradiol : indeks massa tubuh, BMI : progesterone receptor : waist-hip ratio xi

62 DAFTAR LAMPIRAN Keterangan kelaikan etik Kuesioner Data penelitian x

63 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka konsep Gambar 2 Alur penelitian ix

64 viii DAFTAR TABEL Tabel 1 Penelitian terkait estrogen dan ER... 5 Tabel 2 Karakteristik subyek penelitian Tabel 3 Kadar estradiol Tabel 4 Distribusi ER berdasarkan status menopause.. 42 Tabel 5 Kadar estradiol berdasarkan status menopause 43 Tabel 6 Hubungan kadar estradiol dengan usia dan IMT 44 Tabel 7 Status ER dan faktor risiko kanker payudara. 49 Tabel 8 Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status reseptor estrogen viii

65 vii BAB III METODOLOGI A. Rancangan Penelitian B. Subyek Penelitian C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi D. Perkiraan Besar Sampel E. Variabel Penelitian F. Cara Penelitian Alur penelitian Waktu dan tempat penelitian Alat dan bahan Pengukuran Kadar Estradiol Pemeriksaan Status Reseptor Estrogen G. Analisis Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Karakteristik subyek penelitian Kadar estradiol dan reseptor estrogen B. Pembahasan Korelasi kadar estradiol dengan faktor risiko kanker payudara Korelasi status reseptor estrogen dengan faktor risiko kanker payudara Perbandingan kadar estradiol berdasarkan status reseptor estrogen C. Keterbatasan Penelitian BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

66 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x DAFTAR SINGKATAN... xi INTISARI... xii ABSTRACT... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 3 C. Pertanyaan Penelitian... 4 D. Tujuan Penelitian... 4 E. Keaslian Penelitian... 4 F. Manfaat Penelitian... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9 A. Latar Belakang Teori Kanker Payudara Epidemiologi Kanker Payudara Faktor Resiko Kanker Payudara Estrogen dan Estradiol Patogenesis Kanker Payudara Reseptor Estrogen dan Prognosis Kanker Payudara...19 B. Landasan Teori C. Kerangka Konsep D. Hipotesis vi

67 v 3. dr. Yana Supriatna, Ph.D, Sp. Rad sebagai penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan koreksi yang bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan yang tidak pernah terputus 5. Rekan sepenelitian: Dita, Ratna, dan Monika. Terima kasih atas kerjasama dan motivasinya. 6. Sahabat-sahabat Nenes, Nanda, Qisthi, Tara, Ditya dan Naila. Terima kasih atas dukungan yang diberikan. 7. Seluruh staf Klinik Onkologi Kotabaru Yogyakarta dan Klinik Permata Hati RS dr. Sardjito, Yogyakarta. 8. Pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat di bidang ilmu kesehatan pada umumnya dan ilmu kedokteran pada khususnya. Yogyakarta, 15 Agustus 2013 Penulis v

68 PRAKATA Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk sehingga skripsi berjudul Perbandingan Kadar Estradiol Dan Status Reseptor Estrogen Berdasarkan Status Menopause Penderita Kanker Payudara Di Yogyakarta ini dapat diselesaikan. Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. dr. Lina Choridah, Sp. Rad selaku pembimbing materi, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti proyek penelitian ini serta dengan sabar memberi bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan penelitian hingga terselesaikannya skripsi. 2. Dra. Dewajani Purnomosari, M.Si, Ph.D selaku pembimbing metodologi, yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik. iv

69 PERNYATAAN iii

70 HALAMAN PENGESAHAN ii

BAB I PENDAHULUAN. Kanker masih menjadi masalah besar dalam dunia. kesehatan. Di Indonesia tumor/kanker memiliki jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Kanker masih menjadi masalah besar dalam dunia. kesehatan. Di Indonesia tumor/kanker memiliki jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker masih menjadi masalah besar dalam dunia kesehatan. Di Indonesia tumor/kanker memiliki jumlah penderita sekitar 4,3 per 1000 penduduk dengan kanker payudara menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan pada jaringan payudara yang berasal dari epitel duktus atau lobulus. 1 Di Indonesia kanker payudara berada di urutan kedua sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kanker payudara merupakan kanker dengan angka. kejadian tertinggi pada wanita, sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kanker payudara merupakan kanker dengan angka. kejadian tertinggi pada wanita, sebanyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker dengan angka kejadian tertinggi pada wanita, sebanyak 1.384.155 kasus baru (38,9%) dengan angka mortalitas sebesar 458.503 (12,4%).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK...v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara.

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. Karsinoma merupakan penyakit yang kompleks yang dari segi klinis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan merupakan penyebab kematian kedua pada wanita setelah kanker

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif deskriptif untuk melihat pola ekspresi dari Ki- 67 pada pasien KPDluminal A dan luminal B. 3.2 Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama di seluruh dunia dan menempati keganasan terbanyak pada wanita baik di negara maju

Lebih terperinci

marker inflamasi belum pernah dilakukan di Indonesia.

marker inflamasi belum pernah dilakukan di Indonesia. BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma payudara adalah salah satu penyebab utama morbiditas terkait karsinoma dan kematian di kalangan perempuan di seluruh dunia (Zhang et al., 2013).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kanker payudara merupakan masalah besar di seluruh dunia dan merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al., 2009). Di Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka kejadian paling tinggi di dunia. Berdasarkan data dari GLOBOCAN di

BAB I PENDAHULUAN. angka kejadian paling tinggi di dunia. Berdasarkan data dari GLOBOCAN di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara sampai saat ini merupakan kanker pada wanita dengan angka kejadian paling tinggi di dunia. Berdasarkan data dari GLOBOCAN di tahun 2008, insiden kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,.

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payudara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang memiliki kedudukan istimewa baik secara lahir dan batin. Selain memiliki nilai estetika, bagian tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti spinal dan intra orbita, dan meskipun tidak mengivasi jaringan otak, meningioma menyebabkan penekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita diseluruh dunia dan menjadi penyebab kematian tertinggi kedua setelah kanker paru-paru. Kanker payudara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

ABSTRAK OBESITAS MENINGKATKAN RISIKO KANKER PAYUDARA PADA WANITA POSTMENOPAUSE

ABSTRAK OBESITAS MENINGKATKAN RISIKO KANKER PAYUDARA PADA WANITA POSTMENOPAUSE ABSTRAK OBESITAS MENINGKATKAN RISIKO KANKER PAYUDARA PADA WANITA POSTMENOPAUSE Clara Santi Trisnawati, 2007 Pembimbing : Freddy Tumewu Andries, dr., M.S Obesitas dan kanker payudara merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara menduduki ranking kedua setelah kanker

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tumor ovarium dapat berasal dari salah satu dari tiga komponen berikut: epitel permukaan, sel germinal, dan stroma ovarium itu sendiri. Terdapat pula kasus yang

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat

BAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru dan telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Payudara merupakan masalah kesehatan di dunia, kejadian dan kematian akibat kanker payudara terus meningkat di semua negara, baik negara maju, berkembang, maupun

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker payudara merupakan penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Karsinoma payudara merupakan keganasan paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Karsinoma payudara merupakan keganasan paling banyak BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Karsinoma payudara merupakan keganasan paling banyak pada wanita. Karsinoma payudara merupakan penyakit heterogen dengan kemiripan secara histologis namun

Lebih terperinci

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK...v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... viii KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

ABSTRAK. di dunia, tepatnya penyakit kedua terbanyak setelah penyakit kardio vaskular. Salah

ABSTRAK. di dunia, tepatnya penyakit kedua terbanyak setelah penyakit kardio vaskular. Salah ABSTRAK Menurut WHO, kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia, tepatnya penyakit kedua terbanyak setelah penyakit kardio vaskular. Salah satu jenis kanker yang tingkat kejadiannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan. (adenokarsinoma) (Kumar, 2007 ; American Cancer Society, 2011 ;

BAB II LANDASAN TEORI. penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan. (adenokarsinoma) (Kumar, 2007 ; American Cancer Society, 2011 ; 4 BAB II LANDASAN TEORI A. TinjauanPustaka 1. Kanker Payudara a. Definisi Kanker atau neoplasma adalah istilah yang digunakan untuk penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan mampu menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan penyebab kematian ketujuh pada wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 239.000 kasus baru kanker ovarium dan 152.000 kasus meninggal dunia

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,

Lebih terperinci

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN. Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor B. SARAN

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN. Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor B. SARAN 76 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor primer pada kanker payudara. B. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian kadar VEGF serum pada populasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RESEPTOR HORMONAL DAN EKSPRESI HER-2/NEU PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA DI MAKASSAR

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RESEPTOR HORMONAL DAN EKSPRESI HER-2/NEU PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA DI MAKASSAR HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RESEPTOR HORMONAL DAN EKSPRESI HER-2/NEU PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA DI MAKASSAR THE RELATIONSHIP BETWEEN OBESITY AND HORMONAL RECEPTOR AS WELL AS HER-2 NEU EXPRESSION IN FEMALE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. banyak pada wanita dan frekuensi paling sering kedua yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. banyak pada wanita dan frekuensi paling sering kedua yang menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Kanker payudara merupakan masalah kesehatan pada wanita di seluruh dunia. Di Amerika, kanker payudara merupakan kanker dengan frekuensi paling banyak pada wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular paling sering pada anak, yang timbul dari retinoblas immature pada perkembangan retina. Keganasan ini adalah keganasan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

Bagi pria, kewaspadaan juga harus diterapkan karena kanker payudara bisa menyerang

Bagi pria, kewaspadaan juga harus diterapkan karena kanker payudara bisa menyerang Gejala Kanker Payudara dan Penyebabnya Pada wanita khususnya, payudara adalah salah satu organ paling pribadi. Penting artinya memeriksa kondisi payudara secara berkala. Benjolan, penebalan, dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat pada tahun 2014 karsinoma ovarium adalah karsinoma peringkat tujuh

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor

Lebih terperinci

(PR), serta human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) kanker payudara tersebut. (Shenkier, 2004) Keberhasilan dalam penatalaksanaan kanker

(PR), serta human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) kanker payudara tersebut. (Shenkier, 2004) Keberhasilan dalam penatalaksanaan kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Kanker payudara menjadi penyebab kematian kedua terbanyak bagi wanita Amerika pada tahun 2013

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat observasional analitik dengan desain Hospital Based Case Control Study. Prinsip yang mendasari studi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah sindroma disfungsi ovarium dengan karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh dunia. Berbeda dengan negara maju dengan insiden kanker payudara yang stagnan atau malah semakin menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab kematian ketiga yang disebabkan oleh kanker baik secara global maupun di Asia sendiri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah salah satu keganasan terbanyak dan memiliki angka

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah salah satu keganasan terbanyak dan memiliki angka I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah salah satu keganasan terbanyak dan memiliki angka kematian cukup tinggi pada wanita. Setiap tahun terdapat 7 juta penderita kanker payudara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada

BAB III METODE PENELITIAN. sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada pasien

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONTRASEPSI ORAL DAN KANKER PAYUDARA : STUDI KASUS KONTROL DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN KONTRASEPSI ORAL DAN KANKER PAYUDARA : STUDI KASUS KONTROL DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA HUBUNGAN KONTRASEPSI ORAL DAN KANKER PAYUDARA : STUDI KASUS KONTROL DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan peringkat keenam keganasan terbanyak di dunia, dan merupakan penyebab kematian ketujuh akibat kanker. Kanker ovarium didiagnosis pada 225.500

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada pria (Karli,2012). Sebagai contoh, 18% wanita memiliki migren sedangkan pria hanya 6%. Wanita

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uterus 2.1.1. Anatomi dan Histologi Uterus Uterus berbentuk seperti buah pir dan berdinding tebal. Yang terdiri dari fundus uteri, korpus uteri, cavum uteri. Ukuran dari fundus

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak terkendali, yang dapat menyerang dan menyebar ke tempat yang jauh dari tubuh. Kanker dapat menjadi penyakit yang parah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah pertumbuhan sel yang abnormal pada struktur saluran dan kelenjar payudara (Pamungkas, 2011). Menurut WHO 8-9 % wanita akan mengalami kanker payudara.

Lebih terperinci

Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas?

Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas? Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas? A.Celal Iplikcioglu et al. Oleh : Anugerah Pembimbing : dr. Hanis Setyono Sp.BS 1 1. Pendahuluan Meningioma adalah

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran dan kelenjar payudara (Pamungkas, 2011). Kanker payudara merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran dan kelenjar payudara (Pamungkas, 2011). Kanker payudara merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah pertumbuhan sel yang abnormal pada struktur saluran dan kelenjar payudara (Pamungkas, 2011). Kanker payudara merupakan penyebab kematian kelima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini menduduki peringkat kedua terbanyak penyakit kanker setelah kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker adalah penyakit yang ditandai karena adanya pergeseran pada mekanisme kontrol yang mengatur jalannya kelangsungan hidup, proliferasi, dan diferensiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena. ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah

BAB I PENDAHULUAN. Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena. ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke pada penyakit intrakranial orang dewasa (Ropper & Samuel, 2009).

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit degeneratif. Transisi epidemiologi ini salah satunya dipengaruhi oleh pola

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit degeneratif. Transisi epidemiologi ini salah satunya dipengaruhi oleh pola BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola penyakit dewasa ini bergeser dari penyakit menular dan masalah gizi ke penyakit degeneratif. Transisi epidemiologi ini salah satunya dipengaruhi oleh pola masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningioma merupakan tumor otak jinak pada jaringan pembungkus otak atau meningens. Meningioma tumbuh dari sel arachnoid cap yang berasal dari arachnoid villi atau lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan suatu pembesaran progresif pada kelenjar prostat pria dewasa yang bersifat non-malignan (WHO, 1999). Pembesaran prostat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara alamiah, proses penuaan merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Secara alamiah, proses penuaan merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara alamiah, proses penuaan merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada setiap makhluk hidup. Manusia menganggap bahwa menjadi tua merupakan hal yang harus terjadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran kanker tidak terkontrol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami mutasi, diperkirakan 80% disebabkan oleh faktor lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami mutasi, diperkirakan 80% disebabkan oleh faktor lingkungan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang memiliki karakteristik proliferasi atau pembelahan yang tidak terkontrol dan sering menyebabkan terjadinya massa atau tumor (sel abnormal).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012). Mortalitas kanker ini tercatat sebesar 1.590.000 jiwa pada tahun 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas tertinggi di dunia, yaitu sebesar 1.590.000 kematian di tahun

Lebih terperinci

Susunan Penelitian. Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Susunan Penelitian. Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Susunan Penelitian Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Pembimbing I 1. Nama lengkap : dr. Kamal Basri Siregar, Sp.B (K) Onk

Lebih terperinci