HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Tinggi dan rendahnya konsumsi ransum dapat diperoleh dari selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan (g/ekor/hari). Konsumsi ransum dihitung setiap hari selama penelitian. Pakan yang dikonsumsi sudah dikonversikan dalam bentuk bahan kering (total bahan kering dari hijauan dan pelet). Data rataan konsumsi dalam bahan kering ransum kelinci dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini. Tabel 8. Rataan konsumsi ransum kelinci dalam bahan kering (BK) selama penelitian (g/ekor/hari) Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd P0A 61,53 63,41 64,83 64,96 254,73 63,68±1,60 P0B 64,84 64,74 67,25 64,12 260,95 65,24±1,38 P1 64,19 63,18 64,57 65,01 256,95 64,24±0,78 P2 61,21 62,12 62,36 62,61 248,29 62,07±0,61 P3 67,90 71,30 69,15 72,33 280,68 70,17±2,01 P4 63,88 70,13 67,33 68,35 269,68 67,42±2,63 Total 383,56 394,86 395,49 397, ,29 Rataan 63,93 65,81 65,92 66,23 65,47 Dari Tabel 8 menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum tertinggi adalah P 3 sebesar 70,17±2,01 g/ekor/hari, kemudian diikuti oleh P 4 sebesar 67,42±2,63 g/ekor/hari, P 0B sebesar 65,24±1,38 g/ekor/hari, P 1 sebesar 64,24±0,78 g/ekor/hari, P 0A sebesar 63,68±1,60 g/ekor/hari dan rataan konsumsi paling rendah adalah P 2 sebesar 62,07±0,61 g/ekor/hari. Menurut NRC (1977), secara umum jumlah konsumsi bahan kering kelinci usia muda yaitu g/ekor/hari. Rataan konsumsi yang diperoleh dalam

2 penelitian ini tidak lebih tinggi ataupun lebih rendah yaitu 63,93 g/ekor/hari hingga 66,23 g/ekor/hari atau 447,51 g/ekor/minggu hingga 463,61 g/ekor/mingu jika dibandingkan dengan konsumsi ransum menurut Hariadi et all. (1983), yang menggunakan objek kelinci jantan yang diberi ransum mengandung tepung daun lamtoro diperoleh konsumsi ransum berkisar (g/ekor/minggu). Pada perlakuan P 2 (ransum 20% ampas kelapa fermentasi A. niger) pada Tabel 8 diatas, konsumsi rendah meskipun sudah difermentasi dengan Aspergillus niger. Hal disebabkan karena konsumsi ransum dipengaruhi oleh kondisi ternak itu sendiri dan kondisi lingkungan pada saat pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartadisastra (1994) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu lingkungan dan faktor internal atau kondisi ternak sendiri yang meliputi temperatur lingkungan, palatabilitas, status fisiologi yaitu umur, jenis kelamin dan kondisi tubuh, konsentrasi nutrien, bentuk pakan, bobot tubuh dan produksi. Hal ini juga didukung oleh Blakely and Bade (1998), yang menyatakan bahwa jumlah pakan kelinci tiap harinya bervariasi berdasarkan ukuran atau besarnya kelinci serta tahapan atau tingkatan produksinya. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan perbedaan tepung ampas kelapa yang difermentasi dengan level yang berbeda menyebabkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada tingkat konsumsi kelinci rex. Terdapat kecenderungan peningkatan konsumsi ransum dengan penambahan tepung ampas kelapa yang difermentasi dengan ragi tape. Mengetahui informasi perlakuan yang terbaik dalam konsumsi ransum dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

3 Tabel 9. Uji ortogonal kontras terhadap konsumsi ransum SK db JK KT Fhit F tabel 0,05 0,01 Perlakuan 5 168, , ,35** 2,77 4,25 P 0A P 0B vs 1 12, , ,49* 4,41 8,28 P 1 P 2 P 3 P4 P 0A vs P0B 1 4, , ,77 4,41 8,28 P 1 P 2 vs P 3 P , , ,56** 4,41 8,28 P 1 vs P2 1 9, , ,42 4,41 8,28 P 3 vs P4 1 15, , ,52* 4,41 8,28 Galat 18 49, , Total ,97698 Ket : * : berbeda nyata; ** : berbeda sangat nyata; : tidak berbeda nyata Berdasarkan hasil uji ortogonal kontras pada Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa penambahan tepung ampas kelapa fermentasi dalam pakan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsumsi ransum daripada ampas kelapa yang tidak difermentasi. Hal ini disebabkan karena tepung ampas kelapa yang difermentasi sangat disukai oleh ternak karena aroma yang harum spesifik yang dikeluarkan oleh ampas kelapa fermentasi sehingga menambah palatabilitas ransum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rasyaf (1997), yang menyatakan bahwa pakan yang difermentasi cukup palatabel dan disukai ternak. Fermentasi menghasilkan produk dengan rasa, aroma dan tekstur yang lebih disukai oleh ternak. Berdasarkan hasil uji ortogonal kontras pada Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa ampas kelapa yang difermentasi dengan ragi tape memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata dengan ampas kelapa yang difermentasi dengan Aspergillus niger terhadap konsumsi ransum. Hal ini disebabkan karena palatabilitas terhadap ransum yang difermentasi dengan ragi tape tinggi, aroma

4 pakan yang lebih disukai ternak, kondisi fisik ternak selama pemeliharaan serta keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi konsumsi dari ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Piliang (2000), yang menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah palatabilitas ransum, bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan, keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan. Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan dapat diketahui berdasarkan selisih antara penimbangan bobot akhir dengan penimbangan bobot badan awal yang dihitung setiap minggu. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil rataan bobot badan kelinci selama penelitian seperti yang tertera pada Tabel 10 dibawah. Tabel 10. Rataan pertambahan bobot badan kelinci selama penelitian (g/ekor/hari) Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd P0A 11,68 17,63 17,32 16,13 62,75 15,69±2,75 P0B 17,50 15,50 17,48 15,59 66,07 16,52±1,12 P1 15,82 18,66 19,30 15,63 69,41 17,35±1,90 P2 15,05 14,71 14,02 17,14 60,93 15,23±1,34 P3 19,73 21,43 19,79 21,96 82,91 20,73±1,14 P4 14,04 20,21 19,66 20,57 74,48 18,62±3,08 Total 93,82 108,14 107,57 107,02 416,55 Rataan 15,64 18,02 17,93 17,84 17,36 Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan bobot badan tertinggi adalah P 3 sebesar 20,73±1,14 g/ekor/hari, kemudian diikuti berturut-turut oleh perlakuan P 4 sebesar 18,62±3,08 gram/ekor/hari, P 1 sebesar 17,35±1,90 g/ekor/hari, P 0B sebesar 16,52±1,12 g/ekor/hari, P 0A sebesar 15,69±2,75 g/ekor/hari dan pertambahan bobot badan terendah pada perlakuan P 2 sebesar 15,23±1,34 g/ekor/hari.

5 Rataan pertambahan bobot badan yang diperoleh dari penelitian ini adalah 17,36 g/ekor/hari. Hasil ini lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010), dengan menggunakan kulit nenas dalam ransum serta menggunakan objek kelinci jenis new zealand white jantan menghasilkan rataan pertambahan bobot badan sebesar 11,69 g/ekor/hari. Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa ransum perlakuan dengan perbedaan ampas kelapa yang difermentasi dengan dua fermentor menyebabkann perbedaan yang nyata (P<0,05) pada tingkat pertambahan bobot badan kelinci. Mengetahui informasi perlakuan terbaik dapat dilihat pada uji ortogonal kontras pada Tabel 11 dibawah. Tabe 11. Uji ortogonal kontras terhadap pertambahan bobot badan SK db JK KT Fhit F tabel 0,05 0,01 Perlakuan 5 83, , ,03* 2,77 4,25 P 0A P 0B vs 1 18, , ,52* 4,41 8,28 P 1 P 2 P 3 P4 P 0A vs P0B 1 1, , ,33 4,41 8,28 P 1 P 2 vs P 3 P4 1 45, , ,99** 4,41 8,28 P 1 vs P2 1 9, , ,16 4,41 8,28 P 3 vs P4 1 8, , ,13 4,41 8,28 Galat 18 74, ,16607 Total ,84236 Ket : * : berbeda nyata; ** : berbeda sangat nyata; : tidak berbeda nyata Berdasarkan hasil uji ortogonal kontras pada Tabel 11 diatas diketahui bahwa pakan yang difermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan kelinci daripada pakan yang tidak difermentasi. Hal ini disebabkan karena konsumsimya yang tinggi dan daya cernanya terhadap pakan yang diberikan juga tinggi. Kelinci yang memiliki tingkat palatabilitas tinggi dapat mengkonsumsi lebih banyak bahan kering sehingga pertambahan bobot badannya lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno et al. (1980)

6 yang menyatakan bahwa bahan pakan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya antara lain meningkat protein kasarnya dan menurun kandungan serat kasarnya. Hal ini disebabkan karena mikrobia bersifat memecah komponen-komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna, tetapi juga mensintesa beberapa vitamin seperti riboflavin, vitamin B12 dan provitamin A. Pertambahan bobot badan yang tinggi juga dipengaruhi oleh terjadinya dua kali fermentasi baik dalam pakan maupun fermentasi dalam caecum kelinci yang dikeluarkan dalam bentuk feses lembek yang dimakan kembali oleh kelinci yang menyebabkan kecernaan pakannya tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anon (2011), yang menyatakan bahwa kelinci termasuk kedalam autocoprophagy, yaitu kelinci membuang feses dari saluran pencernaannya dalam 2 bentuk, feses kering keras dan juga feses lembek berlendir dikeluarkan pada malam hari dan pagi hari. Feses yang lembek berlendir inilah yang dimakan kembali oleh kelinci langsung dari duburnya, ini dilakukan untuk memanfaatkan protein, serat kasar tumbuhan, vitamin yang terkandung dalam feses. Berdasarkan hasil uji ortogonal kontras pada Tabel 11 diatas menunjukkan bahwa pakan yang difermentasi dengan ragi tape memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan daripada pakan yang difermentasi dengan Aspergillus niger. Hal ini disebabkan oleh konsumsi ransum yang rendah dan daya cerrnanya yang kurang terhadap pakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartadisastra (1997), yang menyatakan bahwa bobot badan ternak biasanya berbanding lurus dengan tingkat dari konsumsi pakannya.

7 Hal itu berarti bahwa konsumsi pakan akan memberikan gambaran nutrien yang didapat oleh ternak sehingga mempengaruhi pertambahan bobot badan ternak. Rendahnya pertambahan bobot badan juga disebabkan oleh kualitas dan kuantitas bahan pakan yang yang ada dalam ransum dan juga keadaan ternak pada saat pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fiberty (2002), yang menyatakan bahwa kualitas pakan tergantung pada komposisi nutrisi yang terkandung didalamnya terutama terhadap bahan kering, protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan tingkat kecernaan. Hal ini didukung juga oleh Ali dan Badriyah (2010), yang menyatakan bahwa kebutuhan nutrien bagi ternak tergantung dari jenis ternak, umur, bobot badan, fase tumbuh, produksi serta lingkungan pemeliharaan. Semakin besar bobot badan, produksi dan pertumbuhan cepat maka kebutuhan nutrien lebih banyak. Menurut Rizqiani (2011) menyatakan bobot awal kelinci mempengaruhi bobot hidup kelinci, karena ketika bobot awalnya lebih tinggi maka memungkinkan hasil bobot akhirnya lebih tinggi juga. Konversi Ransum Konversi ransum pada penelitian ini dihitung dalam bentuk bahan kering dengan cara membandingkan banyak jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dicapai setiap minggu. Rataan konversi ransum selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 12 dibawah. Tabel 12. Rataan konversi ransum kelinci selama penelitian Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd P0A 5,27 3,60 3,74 4,03 16,64 4,16±0,76 P0B 3,71 4,18 3,85 4,11 15,84 3,96±0,22 P1 4,06 3,39 3,34 4,16 14,95 3,74±0,43 P2 4,07 4,22 4,45 3,65 16,39 4,10±0,34 P3 3,44 3,33 3,50 3,29 13,56 3,39±0,09 P4 4,55 3,47 3,42 3,32 14,77 3,69±0,58

8 Total 25,09 22,18 22,30 22,57 92,14 Rataan 4,18 3,70 3,72 3,76 3,84 Dari Tabel 12 diatas menunjukkan bahwa rataan konversi ransum tertinggi adalah P 0A sebesar 4,16±0,76, kemudian diikuti berturut-turut oleh perlakuan P 2 sebesar 4,10±0,34, P 0B sebesar 3,96±0,22, P 1 sebesar 3,74±0,43,P 4 sebesar 3,69±0,58, dan rataan konversi ransum yang terendah adalah kelinci yang diberi perlakuan P 3 yaitu sebesar 3,39±0,09. Berdasarkan hasil analisis keragaman menunjukkan menunjukkan bahwakonversi ransum menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Semakin tinggi nilai konversi ransum maka semakin kurang efisien ternak tersebut mengubah ransum menjadi daging. Kandungan nutrisi pada ransum perlakuan menyebabkan konversi yang rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarwono (1996), yang menyatakan bahwa baik atau tidak mutu pakan ditentukan oleh keseimbangan zat gizi pada pakan yang dibutuhkan oleh tubuh ternak. Ternak akan mengkonsumsi pakan secara berlebihan untuk mencukupi kekurangan zat yang diperlukan apabila pakan kekurangan salah satu zat gizinya. Mengetahui informasi perlakuan terbaik dalam konversi ransum dapat dilihat pada Tabel 13 dibawah. Tabel 13. Uji ortogonal kontras terhadap konversi ransum SK db JK KT Fhit F tabel 0,05 0,01 Perlakuan 5 1, , ,58 2,77 4,25 P 0A P 0B vs 1 0, , ,78 4,41 8,28 P 1 P 2 P 3 P4 P 0A vs P0B 1 0, , ,37 4,41 8,28 P 1 P 2 vs P 3 P4 1 0, , ,69 4,41 8,28 P 1 vs P2 1 0, , ,22 4,41 8,28 P 3 vs P4 1 0, , ,85 4,41 8,28 Galat 18 3, ,21177 Total 23 5,48889 Ket : * : berbeda nyata; ** : berbeda sangat nyata; : tidak berbeda nyata

9 Pada perlakuaan P 3 (ransum10% ampas kelapa fermentasi ragi tape), rendahnya konversi pakan disebabkan oleh konsumsi pakan yang tinggi dan pertambahan bobot badan yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Campbell dan Lasley (1985) yang menyatakan bahwa konversi ransum tergantung kepada : (1) kemampuan ternak untukmencerna zat makanan, (2) kebutuhan ternak akan energi dan protein untukpertumbuhan, hidup pokok dan fungsi tubuh lainnya, (3) jumlah makanan yanghilang melalui metabolisme dan kerja yang tidak produktif dan (4) tipe makananyang dikonsumsi, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransumadalah genetik, umur, berat badan, tingkat konsumsi makanan, pertambahan bobotbadan perhari, palatabilitas dan hormon. Hal ini didukung oleh Lubis (1993), yang menyatakan bahwa konversi ransum sangat dipengaruhi oleh kondisi ternak, daya cerna, jenis kelamin, bangsa, kualitas dan kualitas ransum dan faktor lingkungan. Pada perlakuan P0A(ransum dengan penambahan 10 % ampas kelapa tanpa fermentasi), tingginya konversi pakan disebabkan karena konsumsi dan pertambahan bobot badan yang rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rasyid (2009), yang menyatakan bahwa rataan konversi pakan yang tinggi disebabkan oleh rataan konsumsi yang rendah yang menyebabkan bobot badan yang rendah.

10 Rekapitulasi Hasil Penelitian Data hasil penelitian yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini. 80,00 70,00 60,00 63,68 65,24 64,24 62,07 70,17 67,42 50,00 40,00 30,00 20,00 15,69 16,52 17,35 15,23 20,73 18,62 10,00 0,00 4,16 3,96 3,74 4,10 3,39 3,69 P0A P0B P1 P2 P3 P4 Konsumsi PBB Konversi P 0A : Ransum 10% tepungampas kelapa tanpa fermentasi; P 0B : Ransum 20% ampas tepungkelapa tanpa fermentasi; P 1 : Ransum 10% tepungampas kelapa fermentasi Aspergillus. niger; P 2 : Ransum 20% tepungampas kelapa fermentasi Aspergillus niger; P 3 : Ransum 10% tepung ampas kelapa fermentasi ragi tape; P 4 : Ransum 20% tepung ampas kelapa fermentasi ragi tape. Gambar 10. Histogram rekapitulasi hasil penelitian Gambar diatas menunjukkan masing-masing peubah penelitian setiap perlakuan. Rekapitulasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan P 3 terbaik pada masing-masing peubah penelitian. Pertambahan bobot badan

11 terendah terdapat pada perlakuan P 2 dan konversi ransum yang tertingggi terdapat pada perlakuan P 0A. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan tepung ampas kelapa (Cocos nucifera L.) yang difermentasi dapat digunakan sebagai pakan alternatif dalam ransum kelinci rexkarena akan meningkatkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan menurunkan konversi ransum. Perlakuan terbaik terdapat pada ransum dengan tepung ampas kelapa fermentasi dengan ragi tape pada level 10% Saran Disarankan agar menggunakan tepung ampas kelapa yang difermentasi dengan ragi tape sebagai bahan pakan untuk ternak kelinci rex sampai level 10%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jl. Udara Gg. Rukun (Peternakan Kelinci Rukun Farm) Berastagi. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan dimulai dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kecernaan Protein Kasar Kecernaan merupakan bagian dari pakan yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman et al., 1998). Kecernaan protein kasar dihitung dengan cara protein kasar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelinci adalah salah satu ternak penghasil daging yang dapat dijadikan sumber protein hewani di Indonesia. Sampai saat ini masih sangat sedikit peternak yang mengembangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Chairudin P Lubis (CPL) Desa Simalingkar Kelurahan Kuala Bekala, Medan. Penelitian berlangsung selama 4

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat tani di negara - negara Asia Pasifik. Pertanaman kelapa di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat tani di negara - negara Asia Pasifik. Pertanaman kelapa di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Potensi Ampas Kelapa Sebagai Pakan Ternak Kelapa (Cocos nucifera Lin) adalah komoditas sosial yang mudah tumbuh di daerah tropis dan merupakan tanaman yang penting dan melibatkan jutaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan 21 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeliharaan Semiorganik Pemeliharaan hewan ternak untuk produksi pangan organik merupakan bagian yang sangat penting dari unit usaha tani organik dan harus dikelola sesuai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Onggok Terfermentasi Bacillus mycoides terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Onggok Terfermentasi Bacillus mycoides terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Onggok Terfermentasi Bacillus mycoides terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah ransum yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 20 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Hasil analisis proksimat bahan pakan No Bahan Protein (%)

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Hasil analisis proksimat bahan pakan No Bahan Protein (%) DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil analisis proksimat bahan pakan No Bahan Protein LK SK TDN 1 Kulit Daging Buah Kopi tanpa amoniasi 13,46 1,45 34,11 60,50 2 Kulit Daging Buah Kopi yang diamoniasi 22,47

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Ransum Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk hidup pokok dan produksi. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dihabiskan oleh ternak pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap terhadap Konsumsi Pakan Ayam Pedaging Periode Grower Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik dengan menggunakan ANOVA tunggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap Sebagai Substitusi Bungkil Kedelai dalam Ransum Terhadap Nilai Kecernaan Bahan Kering (KcBK) Pengolahan ataupun peracikan bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Performa Itik Alabio Jantan Umur 1-10 Minggu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsumsi Ransum Tabel 7. Pengaruh suplementasi L-karnitin dan minyak ikan lemuru terhadap performa burung puyuh Level Minyak Ikan Variabel Lemuru P0 P1 P2 P3 P4 Pr > F *) Konsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penting dalam peningkatan produktivitas ternak ruminansia adalah ketersediaan pakan yang berkualitas, kuantitas, serta kontinuitasnya terjamin, karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Secara umum penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Meskipun demikian terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya, diantaranya adalah kesulitan mendapatkan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Bahan Kering Rataan konsumsi, ekskresi dan retensi bahan kering ransum ayam kampung yang diberi Azolla microphyla fermentasi (AMF) dapat di lihat pada Tabel 8.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan dengan rata-rata bobot badan sebesar 21,09 kg dan koevisien

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011) METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Ternak Domba. Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Ternak Domba. Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang 3 TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Ternak Domba Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi

Lebih terperinci

Data pengamatan kadar air terasi yang dihasilkan 33, , , , ,0032 H 1 C 2 32, , , , ,4539 H 1 C 3

Data pengamatan kadar air terasi yang dihasilkan 33, , , , ,0032 H 1 C 2 32, , , , ,4539 H 1 C 3 87 Lampiran 1. Data pengamatan kadar air terasi yang dihasilkan Kombinasi Ulangan Perlakuan 1 2 3 Total Rataan H 1 C 1 33,5525 31,1597 31,2973 96,0095 32,0032 H 1 C 2 32,0751 30,9747 31,3120 94,3618 31,4539

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini produktivitas ayam buras masih rendah, untuk meningkatkan produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pakan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) sudah sejak lama dikenal masyarakat dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh mempunyai potensi besar karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta penyebaran A. atlas (Peigler, 1989) Lampiran 2. Tempat Perkawinan dan Pemeliharaan

Lampiran 1. Peta penyebaran A. atlas (Peigler, 1989) Lampiran 2. Tempat Perkawinan dan Pemeliharaan LAMPIRAN Lampiran 1. Peta penyebaran A. atlas (Peigler, 1989) Lampiran 2. Tempat Perkawinan dan Pemeliharaan (a) Tempat Perkawinan (b) Tempat Pemeliharaan 38 Lampiran 3. Analaisis Sidik Ragam Konsumsi

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. 22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Dalam membangun suatu usaha peternakan terdapat tiga manajemen penting agar usaha tersebut berhasil yaitu manajemen bibit, manajemen tatalaksana dan manajemen pakan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Hasil penelitian menunjukkan data nilai rataan konsumsi ransum ayam Sentul Warso dari tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 41-47 ISSN 2303 1093 Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower F.N.L. Lubis 1*, S. Sandi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan budidaya air tawar di Indonesia memiliki prospek yang cerah, terutama setelah terjadinya penurunan produksi perikanan tangkap. Permintaan produk akuakultur

Lebih terperinci

Tij FK = = = = p.r 3 x 6 18 JK(G) = JK(T) JK(P) = ,50 = ,50

Tij FK = = = = p.r 3 x 6 18 JK(G) = JK(T) JK(P) = ,50 = ,50 52 Berdasarkan data bobot hidup pada Tabel 2 diperoleh perhitungan analisis ragam sebagai berikut : Tij 2 25.175 633.780.625 FK = = = = 35.210.035 p.r 3 x 6 18 JK(T) = Ʃ (Yij 2 ) FK = (1.425 2 + 1.400

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, kulit/bulu, hewan percobaan, dan hewan untuk dipelihara (Church, 1991). Kelinci termasuk hewan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

Imbangan Efisiensi Protein pada Kelinci Rex...Yanuar Adi Prasetyo W

Imbangan Efisiensi Protein pada Kelinci Rex...Yanuar Adi Prasetyo W PENGARUH TINGKAT SERAT KASAR DALAM RANSUM PELET TERHADAP IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN PADA KELINCI REX THE EFFECT LEVEL OF CRUDE FIBER IN RATION OF PELLETS ON THE PROTEIN EFFICIENCY RATIO OF REX RABBIT Yanuar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu komoditas ternak mudah berkembangbiak, tidak banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai hewan kesayangan

Lebih terperinci

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05)

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05) Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering Perlakuan 2 95663 98356 49178 1,97 0,234 Kelompok 3 76305 76305 25435 1,02 0,459 Galat 5 124978 124978 24996 Total 10 296946 S = 158,100 R-Sq = 57,91%

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi pakan selama penelitian adalah 6.515,29 g pada kontrol, 6.549,93 g pada perlakuan KB 6.604,83 g pada perlakuan KBC dan 6.520,29 g pada perlakuan KBE. Konversi pakan itik perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Karkas Rataan bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas itik cihateup jantan umur 10 minggu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Bobot Potong, Bobot Karkas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Pakan Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan konsumsi pakan ayam kampung super yang diberi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum Rataan konsumsi bahan kering dan protein ransum per ekor per hari untuk setiap perlakuan dapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi minyak ikan dan L-karnitin pada ransum basal membuat kandungan energi pada ransum meningkat. Meningkatnya kandungan energi pada ransum basal akan mudah di manfaatkan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ternak Penelitian, Ternak yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, menyebabkan ketersediaan produk hewani yang harus ditingkatkan baik dari segi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. Bahan Penelitian 3.. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan bobot badan 300-900 gram per ekor sebanyak 40 ekor (34 ekor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan penyuplai kebutuhan daging terbesar bagi kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan yang sedang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci