Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian
|
|
- Teguh Tanudjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Secara umum penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Meskipun demikian terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya, diantaranya adalah kesulitan mendapatkan ternak percobaan yang seragam dalam umur dan bobot badan dan terdapat beberapa ternak terserang penyakit yaitu cacingan. Hambatan tersebut dapat diatasi dengan melihat recording umur domba dan menimbang ternak lalu membuat range bobot badan domba (besar, sedang, kecil) sebagai ulangan. Untuk domba yang terserang cacingan diberikan obat merk Kalbazen dengan menggunakan pipet suntikan. Ternak diberikan vitamin minyak ikan pada masa adaptasi untuk merangsang nafsu makan. Pemberian obat dilakukan dengan cara memberikan langsung kepada ternak melalui oral (mulut) Gambar 6. Selama penelitian berlangsung ternak mengalami kenaikan bobot badan dan mengalami kenaikan konsumsi bahan kering yang normal. Pada akhir periode penelitian minggu ke terjadi penurunan konsumsi pakan yang diakibatkan karena pada periode tersebut domba betina mengalami masa birahi. Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian 25
2 Konsumsi Bahan Kering Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dan zat yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut (Tilman et al., 1998). Rataan konsumsi bahan kering ransum selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rataaan Konsumsi Bahan Kering Domba dengan Ransum Perlakuan Perlakuan Peubah ±SEM M0 MJ MIL MILT..g/ekor/hari.. Konsumsi Bahan Kering Hijauan (g/ekor/hari) 115,89 119,61 120,14 107,31 8,87 Konsentrat (g/ekor/hari) 285,87 302,21 277,49 267,26 2,06 Total BK ransum (g/ekor/hari) 401,76 421,82 397,63 374,57 2,94 (g/kg BB 0,75 ) 63,35 60,67 57,03 59,16 1,37 (% BB) 3,20 3,19 3,01 3,18 0,03 Hijauan:Konsentrat 29:71 28:72 30:70 29:71 Keterangan : M0=Ransum kontrol; MJ = Ransum mengandung 1,5% Minyak Jagung; MIL= Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru; MILT = Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru Terproteksi SEM = standard error of mean. Berdasarkan analisis ragam, perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering. Hal ini menunjukkan bahwa ransum yang ditambah minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi memiliki palatabilitas yang sama dengan ransum tanpa minyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chruch dan Pond (1988), palatabilitas bahan pakan dapat mempengaruhi konsumsi bahan kering ransum. Hartati et al. (2007) menunjukkan bahwa penambahan mineral seng pada PPG (Pakan Padat Gizi) mengandung 1,50% minyak lemuru tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering. Konsumsi bahan kering berkisar 374,57-421,82 (g/ekor/hari) atau 57,03-63,35 g/kg BB 0,75 atau 3,01%-3,20% dari bobot badan. Konsumsi bahan keringuntuk perlakuan M0, MJ, MIL, MILT masing-masing yaitu 401,76; 421,82; 397,63; dan 374,57 (g/ekor/hari). 26
3 Maulidina et al. (2011) melaporkan bahwa konsumsi bahan kering ransum domba betina calon induk yang menggunakan bungkil kelapa, onggok dan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil, CPO) konsumsi bahan kering berkisar 450,29-517,21 (g/ekor/hari) atau 3,20%-3,49% bobot badan. Shaliha et al. (2012) juga melaporkan bahwa jumlah konsumsi bahan kering yang dikonsumsi oleh domba jantan yang diberi ransum dengan menggunakan jagung, onggok dan bungkil kelapa konsumsi bahan keringnya (g/ekor/hari) atau g/kg BB 0,75 atau 3,1%-3,5% dari bobot badan. Kearl (1982) menyatakan bahwa domba dengan bobot badan 15 kg dengan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) mengkonsumsi bahan kering sebesar (g/ekor/hari) atau 58,9-64,4 g/kg BB 0,75. Menurut NRC (1985), domba dengan bobot tubuh kg dengan pertambahan bobot tubuh domba g/hari membutuhkan bahan kering 0,5-1 kg atau 5% dari bobot hidup. Konsumsi bahan kering dalam penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian Maulidina et al. (2011), Shaliha et al. (2012), Kearl (1982) maupun NRC (1985). Hal ini diduga karena adanya perbedaan jenis bahan pakan dalam ransum yang dapat menimbulkan perbedaan palatabilitas, kandungan nutrisi dan kecernaan, yang pada akhirnya menyebabkan perbedaan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak (Hamdan et al., 2004). Scollan et al. (2001) melaporkan bahwa ransum dengan minyak ikan cenderung mengurangi konsumsi pakan. Chillard dan Doreau (1997) juga melaporkan bahwa asupan jagung dan konsentrat yang dilengkapi dengan minyak ikan menurunkan konsumsi bahan kering pada sapi perah. Imbangan konsumsi bahan kering hijauan dan konsentrat agak sedikit berbeda dari yang diharapkan yaitu 30:70 dikarenakan pemberian yang terpisah antara hijauan dan konsentrat. Sehingga, ternak lebih menyukai konsentrat daripada hijauan. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa ternak lebih memilih pakan yang kualitas baik. Ratio hijauan dan konsentrat untuk perlakuan M0 (29:71), MJ (28:72), dan MILT (29:71) sedangkan untuk MIL (30:70) merupakan rasio yang tepat untuk perbandingan yang diharapkan pada perlakuan ini. 27
4 Pola Konsumsi Bahan Kering (BK) Pola konsumsi rataan bahan kering selama penelitian terlihat pada Gambar 7. Rataan konsumsi bahan kering pada dua minggu pertama untuk M0, MJ, MIL, MILT masing-masing yaitu 207,74; 216,81; 215,65; 194,20 (g/ekor/hari), kemudian meningkat masing-masing sebesar 534,54; ; 485,47; dan 479,72 (g/ekor/hari). 600 Rataan Konsumsi Bahan Kering (g/ekor/hari) M0 MJ MIL MILT Minggu Ke- Gambar 7. Grafik Pola Konsumsi Bahan Kering Mingguan M0=Ransum kontrol; MJ = Ransum mengandung 1,5% Minyak Jagung; MIL= Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru; MILT = Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru Secara umum, rataan konsumsi bahan kering penelitian tidak berbeda nyata, tetapi dari pola konsumsi bahan kering menunjukan bahwa ransum MJ mempunyai konsumsi lebih baik dan lebih tinggi dari ketiga ransum perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena panambahan sumber minyak nabati lebih disukai ternak dibandingkan dengan penambahan sumber minyak yang berasal dari hewani. Penambahan minyak ikan menyebabkan bau amis dalam ransum, sehingga menyebabkan palatabilitas menurun. Sudarman et al. (2008) menyatakan bahwa penambahan sabun-ca yang berasal dari minyak ikan dalam ransum diduga menyebabkan adanya bau amis dalam ransum yang tidak disukai domba yang mengakibatkan palatabilitas ransum berkurang. Ransum yang ditambah minyak ikan lemuru terproteksi (MILT) lebih rendah sejak dari awal yaitu 194,20 menjadi 479,7 (g/ekor/hari). Khusus untuk MIL pada 28
5 minggu ke terjadi penurunan konsumsi bahan kering harian kemungkinan disebabkan oleh adanya beberapa ekor domba yang menunjukan gejala birahi. Birahi menyebabkan konsumsi rendah sehingga menyebabkan konsumsi bahan kering menurun. Tanda-tanda berahi yang paling penting adalah domba kelihatan tidak tenang dan nafsu makan biasanya turun (Ginting dan Sitepu, 1989). Konsumsi Protein Kasar (PK) Rataan konsumsi protein kasar ransum selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rataaan Konsumsi Protein Kasar Domba dengan Ransum Perlakuan Peubah Perlakuan M0 MJ MIL MILT ±SEM..g/ekor/hari.. Konsumsi Protein Kasar Hijauan (g/ekor/hari) 10,17 10,50 10,25 9,42 0,77 Konsentrat (g/ekor/hari) 63,87 61,12 54,28 52,25 4,32 Total (g/ekor/hari) 74,04 71,62 64,82 61,66 5,06 Keterangan : M0=Ransum kontrol; MJ = Ransum mengandung 1,5% Minyak Jagung; MIL= Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru; MILT = Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru Terproteksi SEM = standard error of mean. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konsumsi protein kasar. Nilai konsumsi protein kasar dari tiap perlakuan yaitu M0, MJ, MIL dan MILT masingmasing 74,04; 71,62;, 64,82; dan 61,66 (g/ekor/hari). Kebutuhan protein dalam pakan harus diperhitungkan dengan baik. Rataan konsumsi protein kasar perhari dari masing-masing perlakuan yaitu berkisar antara 62,76-71,03 (g/ekor/hari). Hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan NRC (1985), domba dengan bobot tubuh kg membutuhkan protein (g/ekor/hari) untuk pertumbuhan, perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bangsa atau potensi genetik ternak dan tingkat produksi, pertambahan bobot badan domba NRC 29
6 (1985) yaitu g/hari, sedangkan pertambahan bobot badan dari penelitian ini adalah 81,32-88,64 (g/ekor/hari). Hasil ini mendekati dengan yang dilaporkan Maulidina et al. (2011) yaitu domba dengan bobot tubuh kg dengan pertambahan bobot tubuh g/hari membutuhkan protein 67,08-86,63 (g/ekor/hari). Shaliha et al. (2012) juga melaporkan bahwa jumlah konsumsi protein yang dikonsumsi oleh domba jantan lepas sapih yang diberi ransum dengan menggunakan jagung, onggok dan bungkil kelapa konsumsi protein kasar berkisar (g/ekor/hari). Menurut Kearl (1982) bahwa domba dengan bobot badan 15 kg dengan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) mengkonsumsi protein kasar sebesar (g/ekor/hari). Peningkatan konsumsi protein kasar dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan yaitu semakin tinggi kandungan protein semakin banyak pula protein yang terkonsumsi. Boorman (1980) menyatakan semakin tinggi kandungan protein semakin banyak pula protein yang terkonsumsi. Tingginya protein terkonsumsi diharapkan dapat meningkatkan jumlah protein yang teretensi dalam tubuh ternak, sehingga dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk memenuhi hidup pokok dan produksi. Konsumsi Serat Kasar Rataan konsumsi serat kasar ransum selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rataaan Konsumsi Serat Kasar Domba dengan Ransum Perlakuan Peubah Perlakuan M0 MJ MIL MILT ±SEM..g/ekor/hari.. Konsumsi Serat Kasar Hijauan (g/ekor/hari) 32,20 33,23 33,38 29,82 2,47 Konsentrat (g/ekor/hari) 26,87 30,92 27,38 25,59 2,10 Total (g/ekor/hari) 59,07 64,16 60,76 55,37 4,53 Keterangan : M0=Ransum kontrol; MJ = Ransum mengandung 1,5% Minyak Jagung; MIL= Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru; MILT = Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru Terproteksi SEM = standard error of mean. 30
7 Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap konsumsi serat kasar. Sejalan dengan konsumsi zat makananan lainnya, konsumsi bahan kering yang tidak berbeda nyata juga menyebabkan konsumsi serat yang tidak berbeda antar perlakuan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi konsumsi serat, yaitu kandungan serat kasar di dalam ransum, hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Suparjo et al. (2011) bahwa konsumsi serat kasar dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam ransum, karena serat yang terkonsumsi akan semakin tinggi jika kandungan serat kasar ransum juga tinggi dan begitu juga sebaliknya. Konsumsi serat kasar domba betina lepas sapih yang diperoleh pada penelitian sebesar 55,37-64,16 (g/ekor/hari). Rataan konsumsi serat kasar untuk perlakuan M0, MJ, MIL, MILT masing-masing yaitu 59,07; 64,16; 60,76; 55,37 (g/ekor/hari). Hasil yang diperoleh tersebut lebih rendah dari hasil penelitian Shaliha et al. (2012) yang menggunakan domba jantan lepas sapih yang diberi ransum dengan kandungan serat kasar sebesar 21,27%-22,25% konsumsi serat kasarnya sebesar (g/ekor/hari). Perbedaan konsumsi serat kasar ransum pada penelitian ini disebabkan karena kandungan serat kasar ransum pada penelitian ini lebih rendah yaitu berkisar 14,91%-15,50%. Konsumsi serat kasar sangat dipengaruhi oleh kandungan serat yang terkandung didalam ransum. Kandungan serat kasar didalam pakan dapat mempengaruhi kecernaan didalam ransum, karena menurut Tilman et al. (1991) semakin banyak serat kasar yang terdapat di dalam suatu bahan pakan, maka semakin tebal dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna dari bahan makanan. Menurut Maynard dan Loosli (1993) domba dan ternak ruminansia lainnya membutuhkan serat kasar sekitar 18% didalam ransum. Ternak ruminansia mempunyai kemampuan untuk mencema serat kasar dengan bantuan mikroba. Kecukupan konsumsi serat kasar akan berpengaruh pada pertumbuhan. Walaupun demikian, semakin tinggi konsumsi serat kasar bukan berarti akan menghasilkan pertumbuhan ternak dan produksi yang lebih baik. Hal ini dikarenakan serat kasar bersifat menurunkan daya cerna. 31
8 Konsumsi Lemak Kasar Tabel 13. Rataan konsumsi lemak kasar ransum selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 13. Rataaan Konsumsi Lemak Kasar Domba dengan Ransum Perlakuan Peubah Perlakuan M0 MJ MIL MILT ±SEM..g/ekor/hari.. Konsumsi Lemak Kasar Hijauan (g/ekor/hari) 2,12 2,19 2,20 1,96 0,16 Konsentrat (g/ekor/hari) 13,43 a 20,12 ab 23,06 b 33,51 c 2,69 Total (g/ekor/hari) 15,55 a 22,31 ab 25,26 b 35,47 c 2,77 Huruf kecil superskrip dalam baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01). Keterangan : M0=Ransum kontrol; MJ = Ransum mengandung 1,5% Minyak Jagung; MIL= Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru; MILT = Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru Terproteksi SEM = standard error of mean. Hasil sidik ragam yang tertera di Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan penambahan sumber minyak yang digunakan pada penelitian ini sangat nyata mempengaruhi konsumsi lemak kasar (P<0,01). Konsumsi lemak kasar berkisar 15,55-35,47 (g/ekor/hari). Rataan konsumsi lemak kasar untuk perlakuan M0, MJ, MIL, MILT masing-masing yaitu 15,55; 22,31; 25,26; 35,47 (g/ekor/hari). Ransum MILT menghasilkan konsumsi lemak kasar paling tinggi jika dibandingkan dengan MIL, MJ dan M0. Hal ini dikarenakan ransum MILT memiliki kandungan lemak kasar lebih tinggi dibandingkan M0, MJ, dan MIL (Tabel 6). Haddad dan Younis (2004) menyimpulkan konsumsi lemak kasar dapat meningkat sejalan dengan penambahan jumlah lemak dalam ransum. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Haddad dan Younis (2004) yang menyebutkan bahwa penambahan lemak dalam ransum sebesar 0%; 2,5%; dan 5% pada ransum domba awwasi jantan lepas sapih pada periode pembesaran signifikan dapat meningkatkan konsumsi lemak kasar secara linier sebesar 21%; 59%; dan 67%. Shaliha et al. (2012) juga melaporkan bahwa jumlah konsumsi lemak kasar yang dikonsumsi oleh domba jantan lepas sapih yang diberi ransum dengan menggunakan jagung, onggok dan bungkil kelapa konsumsi bahan keringnya berkisar (g/ekor/hari). 32
9 Machmuler et al. (2000) menyebutkan hijauan dapat menyumbang komponen lemak dalam pakan domba. Ransum penelitian ini terdiri atas hijauan yang mengandung 1,83%. Oleh karena itu, selain dari lemak konsentrat, tinginya lemak hijauan yang mendorong tingginya tingkat konsumsi lemak, meskipun konsumsi lemak hijauan tidak berbeda nyata. Menurut Parakkasi (1999), komponen asam lemak hijauan terdiri atas asam lemak tak jenuh. Konsumsi Total Digestible Nutrient (TDN) Rataan konsumsi Total Digestible Nutrient ransum selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rataaan Konsumsi Total Digestible Nutrient dengan Ransum Perlakuan Peubah Perlakuan M0 MJ MIL MILT ±SEM..g/ekor/hari.. Konsumsi TDN (g/ekor/hari) 267,30 292,67 280,49 279,40 2,04 Keterangan : M0=Ransum kontrol; MJ = Ransum mengandung 1,5% Minyak Jagung; MIL= Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru; MILT = Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru Terproteksi SEM = standard error of mean. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi Total Digestible Nutrient. Rataan konsumsi Total Digestible Nutrient untuk perlakuan M0, MJ, MIL dan MILT masing-masing sebesar 267,30; 292,67; 280,49 dan 279,40 (g/ekor/hari). Aboenawan (1991) menyatakan bahwa semakin tinggi Total Digestible Nutrient suatu pakan maka pakan tersebut akan semakin baik karena banyak zat-zat makanan yang dapat digunakan. Rataan konsumsi Total Digestible Nutrient berkisar 279,67-292,67 (g/ekor/hari). Kisaran tersebut belum mencukupi kebutuhan pokok konsumsi Total Digestible Nutrient menurut NRC (1985) untuk domba dengan bobot badan kg sebesar (g/ekor/hari). Perbedaan ini dimungkinkan adanya perbedaan faktor genetik dengan domba yang digunakan dalam penelitian. Konsumsi Total Digestible Nutrient domba pada penelitian ini tercukupi jika berdasarkan Kearl (1982) yaitu berkisar (g/ekor/hari), dan Shaliha et al. (2012) yaitu berkisar (g/ekor/hari). 33
10 Konsumsi bahan kering dan kandungan energi dapat menjadi faktor tinggi rendahnya konsumsi energi, karena menurut NRC (1985) jumlah konsumsi energi merupakan korelasi antara konsumsi bahan kering dengan kandungan energi ransum, selain itu Lallo (1996) melaporkan bahwa konsumsi energi akan meningkat sejalan dengan peningkatan kandungan energi pakan. Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan merupakan indikator kecepatan pertumbuhan seekor ternak selama penelitian. Rataan pertambahan bobot badan ransum selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Rataan Pertambahan Bobot Badan Domba dan Efisiensi Pakan Perlakuan Peubah M0 MJ MIL MILT ±SEM Bobot awal (kg/ekor) 9,20 9, ,53 0,66 Bobot akhir (kg/ekor) 16,93 17,60 17,47 15,93 1,15 Pertambahan Bobot Badan (kg/ekor) 7,73 8,07 7,47 7,40 0,55 (g/ekor/hari) 84,94 88,64 82,05 81,32 0,006 Efisiensi Pakan 0,21 0,21 0,21 0,22 0,65 Keterangan : M0=Ransum kontrol; MJ = Ransum mengandung 1,5% Minyak Jagung; MIL= Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru; MILT = Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru Terproteksi SEM = standard error of mean. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Blakely dan Bade (1998) menyatakan bahwa zat makanan utama yang dibutuhkan oleh ternak untuk tujuan pertumbuhan adalah energi, oleh karena konsumsi Total Digestible Nutrient antar perlakuan dalam penelitian ini tidak berbeda nyata, maka pertambahan bobot badan yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata. Hasil penelitian menunjukan bahwa rataan pertambahan bobot badan domba berkisar 81,32-88,64 (g/ekor/hari). Rataan pertambahan bobot badan untuk perlakuan M0, MJ, MIL dan MILT yaitu masing-masing 84,94; 88,64; 82,05 dan 81,32 (g/ekor/hari). 34
11 Rataan pertambahan bobot badan masih berada di antara pertambahan bobot badan domba pada penelitian. Maulidina et al. (2011) dengan ransum menggunakan bungkil kelapa, onggok dan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil, CPO) pertambahan bobot badannya yaitu sebesar 82,74-104,87 (g/ekor/hari). Shaliha et al. (2012) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan domba jantan lepas sapih yang diberi ransum dengan menggunakan jagung, onggok dan bungkil kelapa konsumsi protein kasar berkisar (g/ekor/hari). Mathius et al. (1998) juga melaporkan ransum yang menggunakan bahan pakan bungkil kedelai yang mendapat perlindungan molases dan minyak kelapa sawit yang mendapat perlindungan CaCO 3 menghasilkan pertambahan bobot badan domba sebesar 71, (g/ekor/hari). Hasil penelitian Hasnudi dan Wahyuni (2005) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan yang tidak berbeda nyata dapat juga disebabkan ternak domba mengonsumsi pakan yang jumlahnya tidak berbeda nyata. Pola Pertambahan Bobot Badan Pola rataan pertambahan bobot badanselama penelitian terlihat pada Gambar 8. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu indikator dari pengujian ransum. Gambar 8 menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan untuk semua perlakuan relatif sama dan meningkat setiap minggunya. Cheeke (1999) menyatakan bahwa kualitas dan kuantitas pakan mempengaruhi pertambahan bobot badan. Rataan pertambahan bobot badan awal untuk M0, MJ, MIL, MILT masingmasing yaitu 9,2; 9,53; 10; dan 8,53 (kg/ekor), kemudian meningkat masing-masing sebesar 16,59; 17.6; 17,47; dan 15,93 (kg/ekor). Peningkatan dan penurunaan bobot badan biasanya diikuti dengan peningkatan dan penurunan konsumsi pakan setiap minggunya. Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan berkorelasi positif dengan konsumsi pakan dan zat makanan domba. Secara umum, rataan pertambahan bobot badan penelitian tidak berbeda nyata, tetapi dari pola pertambahan bobot badan menunjukkan bahwa ransum MJ mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih baik dan lebih tinggi dari ketiga ransum perlakuan lainnya. Pada minggu kedelapan domba dengan ransum kontrol memiliki pertambahan bobot badan cenderung menurun hingga minggu kesepuluh. Hal ini disebabkan domba kurang merespon ransum yang diberikan. 35
12 Rataan Pertambahan Bobot Badan (kg/ekor) Minggu ke- M0 MJ MIL MILT Grafik 8. Grafik Pola Pertambahan Bobot Badan Mingguan M0=Ransum kontrol; MJ = Ransum mengandung 1,5% Minyak Jagung; MIL= Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru; MILT = Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru Efisiensi Pakan Efisiensi pakan merupakan kebalikan dari konversi pakan. Efisiensi pakan merupakan perbandingan antara pertambahan bobot badan yang dihasilkan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Rataan efisiensi pakanransum selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil sidik ragam menunjukan bahwaperlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap efisiensi pakan.rataan efisiensi pakan untuk perlakuan M0, MJ, MIL dan MILT masing-masing sebesar 0,21 ; 0,21; 0,21 dan 0,22. Hasil penelitian ini lebih tinggi bila dibandingakan dengan hasil penelitian Kook et al. (2002) yang memakai sapi jantan dan sapi jantan yang dikastrasi memiliki efisiensi 0,12 dan 0,08 dengan perlakuan 5% minyak ikan dalam ransum. Nilai efisiensi yang semakin tinggi menunjukan bahwa ransum yang dikonsumsi semakin baik yang diubah menjadi hasil produk pada ternak (pertambahan bobot badan). Campbell et al. (2006) menyatakan bahwa efisiensi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat makanan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh serta jenis pakan yang digunakan. 36
13 Income Over Feed Cost Salah satu cara untuk menghitung keuntungan secara sederhana adalah dengan perhitungan Income Over Feed Cost. Analisis pendapatan dengan cara ini didasarkan pada harga jual domba, harga beli bakalan dan biaya pakan. Rataaan Income Over Feed Cost dengan ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rataaan Income Over Feed Cost dengan Ransum Perlakuan Perlakuan Harga Harga Biaya Beli Jual Pakan IOFC. Rp/ekor M MJ MIL MILT Keterangan : M0=Ransum kontrol; MJ = Ransum mengandung 1,5% Minyak Jagung; MIL= Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru; MILT = Ransum mengandung 1,5% Minyak Ikan Lemuru Terproteksi SEM = standard error of mean. Harga bakalan yang dibeli pada awal periode pemeliharaan adalah Rp /Kg, sedangkan harga jual domba adalah Rp /Kg. Pengeluaran biaya pakan selama proses pemeliharaan dihitung berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi selama pemeliharaan 91 hari dikali harga ransum. Konsumsi rata-rata harian setiap perlakuan yaitu, M0 mengkonsumsi 401,8 g/ekor/hari, MJ mengkonsumsi 421,8 g/ekor/hari, MIL mengkonsumsi 397,6 g/ekor/hari, dan MILT mengkonsumsi 374,6 g/ekor/hari. Penelitian ini menggunakan ransum dengan harga setiap jenisnya yaitu, ransum M0 seharga Rp 1770/kg, ransum MJ seharga Rp 2079/kg, ransum MIL seharga Rp 1779/kg, dan ransum MILT seharga Rp 1854/kg. Berdasarkan hasil perhitungan Income Over Feed Cost yang diperoleh pada Tabel 13 dapat terlihat bahwa domba dengan ransum 1,5% minyak jagung memiliki biaya pakan paling tinggi, namun nilai Income Over Feed Cost juga paling tinggi. Hal ini dapat disebabkan ransum MJ menghasilkan pertambahan bobot badan domba yang tinggi. Hal ini sesuai dengan Kasim (2002) yang menyatakan bahwa konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan harga pakan saat pemeliharaan dapat 37
14 berpengaruh terhadap nilai perhitungan Income Over Feed Cost. Perlakuan dengan ransum MILT menghasilkan Income Over Feed Cost paling rendah dikarenakan pertambahan bobot badan yang rendah. Perlakuan dengan ransum M0 menggunakan ransum dengan harga paling murah, tetapi tidak menunjukan nilai Income Over Feed Cost yang paling tinggi. Jadi harga pakan yang murah belum bisa mengindikasikan Income Over Feed Cost yang tinggi, karena masih dipengaruhi efisiensi pakan dan pertambahan bobot badan. 38
HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan
Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi
1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.
PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari
Lebih terperinciGambar 2. Domba didalam Kandang Individu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian
Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal
TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis serta memiliki sifat karakteristik seasonal polyestrous. Klarifikasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar
37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni hingga bulan September 2011 dan bertempat di Laboratorium Lapang Blok A, Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kontrol lingkungan kandang sangat penting untuk kenyamanan dan kesehatan sapi, oleh karena itu kebersihan kandang termasuk suhu lingkungan sekitar kandang sangat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciLampiran 1. Data Konsumsi Pakan Segar Domba Selama Penggemukan
LAMPIRAN 38 Lampiran 1. Data Konsumsi Pakan Segar Domba Selama Penggemukan R1 R2 R3 Ulangan Biskuit Konsentrat Total Biskuit Konsentrat Total Biskuit Konsentrat Total ---------------------------------------------g/ekor/hari---------------------------------------------
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi
MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut mempunyai akses bebas pada pakan dan tempat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal
TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Ternak domba termasuk dalam phylum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, subfamili Cuprinae, famili Bovidae, genus Ovis, dan spesies Ovis aries. Domba adalah ternak
Lebih terperinciMETODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5
TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37
HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Protozoa Protozoa merupakan jenis mikroorganisme yang menempati populasi kedua terbesar di dalam rumen. Berdasarkan hasil sidik ragam, tidak ada pengaruh yang nyata (P>0,05)
Lebih terperinciEVALUASI PEMBERIAN RANSUM DENGAN SUMBER ENERGI YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL BALIBU SKRIPSI MAULANI BARKAH SHALIHA
EVALUASI PEMBERIAN RANSUM DENGAN SUMBER ENERGI YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL BALIBU SKRIPSI MAULANI BARKAH SHALIHA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciMETODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan
Lebih terperinciPENGGANTIAN LEMAK RANSUM YANG BERASAL DARI BUNGKIL KELAPA DENGAN SUMBER MINYAK BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI CALON INDUK DOMBA EKOR TIPIS
PENGGANTIANN LEMAK RANSUM YANG BERASAL DARI BUNGKIL KELAPAA DENGAN SUMBER MINYAK BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI CALON INDUK DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI INDRI NOPITA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak
24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ternak Penelitian, Ternak yang digunakan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012
20 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Chairudin P Lubis (CPL) Desa Simalingkar Kelurahan Kuala Bekala, Medan. Penelitian berlangsung selama 4
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri
Lebih terperinciFORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN
AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,
Lebih terperinciIII. MATERI DAN METODE PENELITIAN
14 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 September sampai 20 Oktober 2015 di Desa Gledeg, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, Jawa
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi minyak ikan dan L-karnitin pada ransum basal membuat kandungan energi pada ransum meningkat. Meningkatnya kandungan energi pada ransum basal akan mudah di manfaatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki keunggulan antara lain pemeliharaan yang mudah serta memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, menyebabkan ketersediaan produk hewani yang harus ditingkatkan baik dari segi
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum
HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak
Lebih terperinciPENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM)
PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM) M. BAIHAQI, M. DULDJAMAN dan HERMAN R Bagian Ilmu Ternak Ruminasia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak
34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci
TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba
8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba dan Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan
16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum
32 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut punya akses bebas pada pakan dan tempat
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung
22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung Madu Plantation Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah pada
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciPERFORMA DOMBA LOKAL JANTAN YANG MENDAPAT SUMBER SERAT TONGKOL JAGUNG DENGAN BEBERAPA KOMBINASI SUMBER PROTEIN SKRIPSI IKKA F. M.
PERFORMA DOMBA LOKAL JANTAN YANG MENDAPAT SUMBER SERAT TONGKOL JAGUNG DENGAN BEBERAPA KOMBINASI SUMBER PROTEIN SKRIPSI IKKA F. M. KENNEDY DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian Peranan Pleurotus ostreatus pada Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi dengan Pleurotus
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan
14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia. Selain menghasilkan produksi utamanya berupa minyak sawit dan minyak inti sawit, perkebunan kelapa
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada
Lebih terperinciPENINGKATAN BOBOT BADAN DOMBA LOKAL DI PROVINSI BANTEN MELALUI PENAMBAHAN DEDAK DAN RUMPUT
Kode: A603-RKNu PENINGKATAN BOBOT BADAN DOMBA LOKAL DI PROVINSI BANTEN MELALUI PENAMBAHAN DEDAK DAN RUMPUT Ivan Mambaul Munir 1 dan E. Kardiyanto 1 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten ivanmunir@gmail.com
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pokok, produksi, dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam budidaya ternak untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pakan berguna untuk kebutuhan pokok, produksi,
Lebih terperinciPENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH
PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH SKRIPSI Oleh ZULFARY ARIF FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian pemanfaatan limbah agroindustri yang ada di Lampung sudah banyak dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam ransum ruminansia
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian
Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat
Lebih terperinciPRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB
EFEK PAKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS AIR SUSU Suryahadi dan Despal Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB PENDAHULUAN U Perkembangan sapi perah lambat Populasi tidak merata, 98% di P. Jawa
Lebih terperinciTingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol
Lebih terperinciRansum Ternak Berkualitas (Sapi, Kambing, dan Domba)
Ransum Ternak Berkualitas (Sapi, Kambing, dan Domba) Cuk Tri Noviandi, S.Pt., M.Anim.St., Ph.D. HP: 0815-7810-5111 E-mail: Laboratorium Teknologi Makanan Ternak Departemen Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Tinggi dan rendahnya konsumsi ransum dapat diperoleh dari selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan (g/ekor/hari). Konsumsi ransum dihitung setiap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Ransum Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk hidup pokok dan produksi. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dihabiskan oleh ternak pada
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum Rataan konsumsi bahan kering dan protein ransum per ekor per hari untuk setiap perlakuan dapat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Potensi Domba Lokal
TINJAUAN PUSTAKA Potensi Domba Lokal Domba lokal mempunyai peranan yang sangat strategis di masyarakat karena mempunyai fungsi ekonomis (Sumantri et al., 2007). Kemampuan ternak lokal untuk beradapatasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres)
Lebih terperinci