Imbangan Efisiensi Protein pada Kelinci Rex...Yanuar Adi Prasetyo W

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Imbangan Efisiensi Protein pada Kelinci Rex...Yanuar Adi Prasetyo W"

Transkripsi

1 PENGARUH TINGKAT SERAT KASAR DALAM RANSUM PELET TERHADAP IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN PADA KELINCI REX THE EFFECT LEVEL OF CRUDE FIBER IN RATION OF PELLETS ON THE PROTEIN EFFICIENCY RATIO OF REX RABBIT Yanuar Adi P.W *, Rd. Hery Supratman**, Rachmat Wiradimadja ** * Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 ** Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yanuaradi338@gmail.com ABSTRAK Penelitian dengan judul Pengaruh Tingkat Serat Kasar dalam Ransum Pelet Terhadap Imbangan Efisiensi Protein pada Kelinci Rex bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat serat kasar yang terbaik terhadap imbangan efesiensi protein. Penelitian menggunakan kelinci rex sebanyak 18 ekor, umur 60 hari sebagai objek. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap. Perlakuan yang diberikan terdiri atas tiga tingkat serat kasar dalam ransum (P1=10% ; P2=14% ; P3=18%) dengan enam kali ulangan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian tingkat serat kasar dalam ransum pelet kelinci rex 10% - 18% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap Imbangan Efisiensi Protein. Imbangan Efisiensi Protein terbaik dihasilkan pada tingkat pemberian serat kasar 14% dalam ransum pelet dengan nilai IEP 1,09. Kata Kunci : Kelinci rex, serat kasar, ransum pelet, imbangan efisiensi protein ABSTRACT A research The Effect Level of Crude Fiber in Ration of Pellets on The Protein Efficiency Ratio for Rex Rabbit was aimed to find out level of crude fiber that have a good effect for protein efficiency ratio for rex rabbit. The research using 18 heads of rex rabbit with 60 days in age for object. The research using experimental design with complete random design for method. There was three kinds treatment various level of crude fiber in ration of pellets (P1=10% ; P2=14% ; P3=18%) with six repeattation. Result of analysis statistic show that crude fiber in ration for rex rabbit with protein efficiency ratio. The protein efficiency ratio most good at ration for rex rabbit is giving 14% proportion of crude fiber in ratio of pellets with value Keywords : Rex Rabbit, Crude Fiber, Ration of Pellets, Protein efficiency ratio

2 PENDAHULUAN Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap daging dari tahun ke tahun menunjukkan suatu peningkatan. Hal ini salah satunya disebabkan oleh pertambahan penduduk yang tinggi. Menanggapi hal tersebut perlu dilakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ternak kelinci adalah salah satu komoditas peternakan yang memiliki kualitas daging lebih baik dibandingkan dengan daging sapi, domba dan kambing. Struktur serat lebih halus dengan warna dan bentuk fisik menyerupai daging ayam. Salah satu jenis kelinci penghasil daging yaitu kelinci rex. Kelinci rex mempunyai bentuk tubuh yang bulat dan berisi sehingga cocok untuk dijadikan penghasil daging, dan diminati oleh para peternak sebagai kelinci pedaging. Pengembangan ternak kelinci mempunyai prospek yang menjanjikan, karena tidak membutuhkan lahan yang luas, modal awal relatif sedikit, cepat berkembang biak, mudah dipelihara, relatif mudah dalam penyediaan makanan. Produksi kelinci sangat ditentukan oleh makanan yang dikonsumsi. Untuk meningkatkan produktivitas, kelinci perlu diberi pakan yang cukup, berkualitas dan mudah dicerna. Salah satu dari komponen zat makanan adalah serat kasar. Kelinci termasuk pseudo ruminan yaitu monogastrik herbivor yang tidak dapat mencerna serat kasar dengan maksimal. Serat kasar merupakan komponen yang sukar dicerna oleh organ pencernaan kelinci sehingga akan mempengaruhi kecernaan zat-zat makanan lainnya seperti protein, lemak, mineral dan vitamin. Serat kasar yang tidak tercerna akan membawa sebagian zat-zat makanan terutama protein dan energi keluar bersama feses sehingga protein ransum tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satu keuntungan ternak kelinci mempunyai sifat coprophagy yaitu aktifitas memakan kembali feses yang lunak hasil fermentasi dalam tubuh menjadi zat-zat makanan yang mudah dicerna dan memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Kekurangan serat kasar dalam ransum kelinci dapat menimbulkan enteritis, yaitu penyakit yang menyerang alat pencernaan (diare) sedangkan serat yang berlebihan akan mengurangi karbohidrat yang terlarut dan menurunkan kecernaan ransum. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat serat kasar dalam ransum pelet terhadap imbangan efisiensi protein pada kelinci.

3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah kelinci rex lepas sapih (60 hari) dengan rataan bobot badan ± 1000 g (KV = 12,27%) yang diperoleh dari peternakan Rajawali Rabbit, Sumedang. Nasoetion, 1992 menyatakan bahwa koefisien variasi dibawah 15% di anggap seragam. Jumlah kelinci yang digunakan sebanyak 18 ekor, Secara acak kelinci dibagi ke dalam 18 kandang, sehingga setiap kandang berisi satu ekor. Setiap kandang diberi tanda untuk memudahkan pencatatan data. 2. Peubah yang diamati 1. Konsumsi Ransum Diukur berdasarkan jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan jumlah ransum yang tersisa (Cheeke, 1987). Konsumsi ransum = (Jumlah pakan yang diberikan) - (Jumlah pakan yang tersisa). 2. Konsumsi Protein Konsumsi protein, diperoleh dengan cara menghitung konsumsi ransum yang diberikan dikalikan dengan kandungan protein ransum. Konsumsi protein(g) = (Konsumsi ransum (g)) (kandungan protein ransum (%)) 3. Pertambahan Bobot Badan Diperoleh dengan cara menimbang kelinci setiap akhir minggu berdasarkan bobot pada saat ditimbang dikurangi bobot sebulan sebelumnya, lalu dibagi tiga puluh (jumlah hari dalam sebulan) untuk mendapat bobot badan per hari (Soeharsono, 1979). Penimbangan dilakukan satu kali selama penelitian. Rumus : Keterangan : PBB = Pertambahan Bobot Badan W 1 = Bobot Badan Awal W 2 = Bobot Badan Akhir T 1 = Waktu Penimbangan Awal T 2 = Waktu Penimbangan Akhir

4 4. Imbangan Efisiensi Protein Imbangan Efisiensi Protein (IEP), diperoleh dengan cara menghitung Pertambahan Bobot Badan (PBB) dibagi dengan konsumsi protein (Anggorodi, 1994). Rumus = Keterangan : IEP PBB KP = Imbangan Efisiensi Protein = Pertambahan Bobot Badan = Konsumsi Protein 3. Metode Penelitian 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan diawali dengan memilih bahan pakan yang disusun menjadi ransum dan telah diketahui kandungan nutrisinya. Tahap selanjutnya menggabungkan bahan-bahan pakan. Setelah ransum tercampur dibentuk menjadi pelet. 2. Tahap Pelaksanaan - Sebelum Percobaan, dilakukan masa penyesuaian untuk semua perlakuan selama 1 minggu. Tujuannya untuk menghilangkan pengaruh ransum terdahulu dan membiasakan dengan ransum percobaan, serta mengetahui besarnya kebutuhan ransum kelinci. - Ransum percobaan diberikan dua kali setiap harinya (pukul WIB dan WIB). Jumlah pemberian ransum sesuai hasil perkiraan kebutuhan ransum kelinci pemberian air minum diberikan ad libitum. - Pengumpulan data konsumsi ransum dilakukan dengan menimbang ransum yang diberikan dikurangi ransum tersisa. Penimbangan bobot badan dilakukan seminggu sekali pada pagi hari saat kelinci belum diberi pakan. Data Imbangan Efisiensi Protein diperoleh berdasarkan data konsumsi protein dan pertambahan bobot badan. 4. Analisis statistik Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (Complitely Randomized Design). yang terdiri atas tiga tingkat perlakuan serat kasar, masing-masing diulang sebanyak enam kali sehingga didapat 18 ekor kelinci. Perlakuan yang dicobakan sebagai berikut: P1 = Ransum yang mengandung serat kasar 10% P2 = Ransum yang mengandung serat kasar 14% P3 = Ransum yang mengandung serat kasar 18%

5 Untuk mengetahui setiap perlakuan digunakan sidik ragam dengan model matematika, sebagai berikut: Y ij j Keterangan rumus : Y ij = Respon (peubah yang diamati) µ = Rataan umum τ ᵢ = Pengaruh perlakuan ke-i ϵ ij = Pengaruh komponen galat i = Banyaknya perlakuan j = Banyaknya pengulangan Asumsi : 1. Nilai ϵ ij menyebar normal. 2. Nilai harapan ϵ ij = 0. Hipotesis yang diuji: H 0 H 1 : P1 = P2 = P3 : P1 P2 P3 atau paling sedikit ada sepasang perlakuan (P i ) yang berbeda. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam yang di sajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar Sidik Ragam Sumber Keragaman DB JK KT F hit F tabel 0,05 Perlakuan t - 1 = 2 JKp KTp KTp/KTg Galat t(r 1) = 15 JKg KTg Total tr 1 = 17 JKt Keterangan : DB = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah Kaidah Keputusan : 1. Bila F hit < F tab 0,05 maka terima H0, berarti tidak ada perbedaan diantara setiap perlakuan. 2. Bila F hit > F tab 0,05 maka tolak H0, berarti ada perbedaan paling sedikit sepasang perlakuan yang tidak sama. Untuk mengetahui tingkat perbedaan antara pengaruh perlakuan digunakan uji Jarak Berganda Duncan pada taraf kepercayaan 5% dengan rumus sebagai berikut :

6 LSR = SSR. Sx Keterangan : Sx = Standar error r = Ulangan LSR = Least Significant Range SSR = Studentized Significant Range KTg = Kuadrat Tengah Galat Kaidah Keputusan : Apabila ada selisih antar perlakuan (d) dibandingkan dengan LSR ternyata: d < LSR, maka tidak berbeda nyata d > LSR, maka berbeda nyata HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Konsumsi Ransum Konsumsi Ransum adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ternak bila ransum tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi, 1986). tingkat serat kasar terhadap konsumsi ransum disajikan pada Tabel 3. Hasil pengamatan mengenai pengaruh Tabel 3. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Konsumsi Ransum Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 g/ekor/hari 1 86,30 85,00 87, ,00 86,60 86, ,30 85,30 86, ,00 82,30 90, ,30 83,30 91, ,60 81,60 88,60 Total 496,80 504,10 530,10 Rataan 82,80 84,00 88,35 Keterangan : P1 : Ransum mengandung 10% serat kasar. P2 : Ransum mengandung 14% serat kasar. P3 : Ransum mengandung 18% serat kasar.

7 Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum kelinci yang mengandung serat kasar sebesar 10% (P 1 ) memiliki rataan jumlah konsumsi ransum 82,80 g/ekor/hari, Pemberian ransum yang mengandung serat kasar sebesar 14% (P 2 ) memiliki rataan jumlah konsumsi ransum 84,00 g/ekor/hari dan pemberian ransum yang mengandung serat kasar sebesar 18% (P 3 ) 88,35 g/ekor/hari. Hasil analisis ragam pengaruh tingkat serat kasar terhadap jumlah konsumsi ransum pada kelinci rex menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antar perlakuan (P>0,05). Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh tingkat serat kasar pada ransum kelinci rex memberikan pengaruh pada konsumsi ransum, Serat kasar yang tinggi dalam ransum akan menyebabkan konsumsi yang tinggi, dan dapat disimpulkan dengan memberikan serat kasar yang cukup pada kelinci akan berpengaruh optimal terhadap konsumsi ransum. 2. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Konsumsi Protein Konsumsi protein merupakan salah satu cara untuk mengukur jumlah protein yang dikonsumsi oleh ternak. Protein dibutuhkan oleh ternak salah satunya untuk pertumbuhan. Hasil pengamatan pengaruh perlakuan terhadap konsumsi protein disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Konsumsi Protein Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 g/ekor/hari 1 14,60 14,40 14, ,70 14,70 14, ,90 14,50 14, ,60 13,90 15, ,30 14,10 15, ,00 13,80 15,00 Total 84,10 85,40 89,90 Rataan 14,00 14,23 14,90 Keterangan : P1 : Ransum mengandung 10% serat kasar. P2 : Ransum mengandung 14% serat kasar. P3 : Ransum mengandung 18% serat kasar.

8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi protein yang diberi tingkat serat kasar berbeda berada pada kisaran 14,00 14,90 g/ekor/hari. Untuk mengetahui pengaruh tingkat serat kasar terhadap konsumsi protein dilakukan analisis sidik ragam. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa rataan konsumsi protein pada kelinci memberikan pengaruh yang berbeda antar perlakuan. Dinyatakan oleh Parakkasi (1986) bahwa hewan akan mengkonsumsi protein seiring dengan kuantitas ransum yang dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian pengaruh tingkat serat kasar pada kelinci rex memberikan pengaruh terhadap konsumsi protein, karena konsumsi protein dipengaruhi oleh konsumsi ransum sehingga semakin tinggi konsumsi ransum maka semakin tinggi seekor ternak mengkonsumsi protein. 3. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Pertambahan Bobot Badan Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pertambahan bobot badan pada kelinci Rex. Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah menambahkan serat kasar pada tingkat 10%, 14%, dan 18%. Hasil pengamatan penelitian yang dilakukan selama satu bulan mengenai pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan setiap ekor perhari dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Pertambahan Bobot Badan Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 g/ekor/hari 1 12,00 14,30 12, ,30 17,60 13, ,60 21,60 10, ,60 15,30 12, ,00 13,30 12, ,60 12,30 14,00 Total 77,10 94,40 74,50 Rataan 12,85 15,73 12,41 Keterangan : P1 : Ransum mengandung 10% serat kasar. P2 : Ransum mengandung 14% serat kasar. P3 : Ransum mengandung 18% serat kasar.

9 Berdasarkan Tabel 7, menunjukkan bahwa rataan pertambahan bobot badan kelinci yang diberi perlakuan berbagai tingkat serat kasar dalam ransum adalah 12,41 15,73 g/ekor/hari. Kelinci yang diberikan perlakuan ransum mengandung serat kasar 14% memiliki pertambahan bobot badan tertinggi dengan rataan sebesar 15,73 g/ekor/hari. P 1 dan P 3 memiliki rataan bobot badan harian masing-masing sebesar 12,85 dan 12,41 g/ekor/hari. Menurut Reksohadiprojo (1995), pertambahan bobot badan kelinci secara umum berkisar antara 8 sampai 20 gram. Kelinci rex yang diberi ransum dengan tingkat serat kasar berbeda menghasilkan pertambahan bobot badan yang berbeda, ransum yang mengandung serat kasar berbeda berpengaruh dalam pertambahan bobot badan, tetapi dengan memberikan serat kasar yang tinggi mengakibatkan konsumsi ransum yang tinggi sedangkan serat kasar rendah akan mengkonsumsi ransum rendah. 4. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Imbangan Efisiensi Protein Penelitian ditujukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap imbangan efesiensi protein. Imbangan Efisiensi Protein (IEP), diperoleh dengan cara menghitung pertambahan bobot badan dibagi dengan konsumsi protein (Anggorodi, 1994). Hasil pengamatan penelitian yang dilakukan selama satu bulan mengenai pengaruh perlakuan terhadap imbangan efisiensi protein ekor/hari disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Imbangan Efisiensi Protein Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 g/ekor/hari 1 0,82 0,99 0,83 2 1,11 1,19 0,91 3 1,05 1,48 0,72 4 0,92 1,10 0,78 5 0,69 0,94 0,79 6 0,90 0,89 0,93 Total 5,49 6,59 4,96 Rataan 0,91 1,09 0,82 Keterangan : P1 : Ransum mengandung 10% serat kasar. P2 : Ransum mengandung 14% serat kasar. P3 : Ransum mengandung 18% serat kasar.

10 Hasil pengamatan pada penelitian pengaruh perlakuan terhadap imbangan efisiensi protein berkisar antara 0,82 1,09. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh tingkat serat kasar terhadap imbangan efisiensi protein pada kelinci rex dihitung dengan analisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rataan imbangan efisiensi protein pada perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda antar perlakuan. Perbedaan antar perlakuan terhadap efisiensi protein tersebut disebabkan oleh faktor serat kasar. Serat kasar merupakan komponen yang sukar dicerna oleh organ pencernaan kelinci sehingga akan mempengaruhi kecernaan zat-zat makanan lainnya seperti protein, lemak, mineral dan vitamin. Serat kasar yang tidak tercerna akan membawa sebagian zat-zat makanan terutama protein dan energi keluar bersama feses sehingga protein ransum tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Kandungan serat yang tinggi dalam ransum akan mempersingkat penahanan partikel ransum tersebut di dalam saluran pencernaan dan kemudian dengan cepat partikel yang tidak dapat dicerna dikeluarkan bersama feses keras sehingga pada akhirnya memperbesar kesempatan untuk mengkonsumsi ransum (Farel dan Rahardjo, 1984). Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan imbangan efisiensi protein coprophagy, yaitu proses memakan kembali feses lunak dan mencerna kembali (Blakely dan Bade, 1992), semakin tinggi kandungan serat kasar dalam ransum maka akan memaksimalkan proses coprophagy yang terjadi dalam pencernaan kelinci dan akan menyumbangkan beberapa zat nutrisi yang dihasilkan dari proses ini. Proses coprophagy pada kelinci rex menyumbangkan beberapa zat nutrisi seperti asam amino, asam lemak terbang, vitamin B dan vitamin K, tetapi dalam penelitian ini banyak proses coprophagy yang terganggu akibat feses lunak hasil fermentasi (caecotrophy) jatuh ke dalam bak penampungan feses sehingga proses coprophagy tidak maksimal. Selain itu, sistem pencernaan pada kelinci tidak optimal seperti milik ternak ruminansia yang dapat mencerna pakan hasil fermentasi di dalam tubuh dengan maksimal. Berdasarkan hasil analisis uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa kelinci rex yang diberi perlakuan serat kasar 14% memberikan hasil yang optimal dalam efisiensi protein pada rataan 1,09 ekor/hari. Pemberian serat kasar sebesar 14% dapat mempengaruhi penyerapan protein di dalam tubuh kelinci rex. Hasil penelitian ini diperkuat oleh pernyataan Lebas (1980), bahwa serat kasar sebesar 14% dapat memberikan hasil yang optimal pada kelinci.

11 KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pengaruh tingkat serat kasar pada ransum kelinci memberikan nilai imbangan efisiensi protein yang berbeda. Pemberian tingkat serat kasar sampai dengan 18% dalam ransum pelet berpengaruh terhadap imbangan efisiensi protein kelinci rex lepas sapih. Pemberian tingkat serat kasar dalam ransum pelet sebesar 14% memberikan pengaruh terbaik terhadap imbangan efisiensi protein ransum kelinci rex yaitu 1,09. SARAN Untuk mendapatkan Imbangan Efisiensi Protein terbaik pada pemeliharaan kelinci lepas sapih, disarankan pemberian ransum pelet dengan tingkat serat kasar sebesar 14%. DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Chekee, P. R Rabbit Feeding and Nutrition. Oregon State University. Corvalis, Oregon. Kartadisastra, H, R Kelinci Unggul. Kanisius, Yogyakarta. Lebas, F., P. Coudert, R. Rouvier dan H. De Rachambeau The Rabbits, Husbandry, Health and Production. Food AgricultureOrganization of The United Nation, Rome. Nasoetion, A.H Panduan Berfikir dan Meneliti secara Ilmiah Bagi Remaja. Gramedia. Jakarta. Parakkasi, A Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Soeharsono Pengaruh Berbagai Macam Makanan Penguat Pada Tingkat Protein Kasar yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ternak Kelinci. Proccendin Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. Lembaga Penelitian Peternakan. Bogor.

12 LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING DAN PERNYATAAN PENULIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Yanuar Adi Prasetyo Wibowo NPM : Judul Artikel : Pengaruh Tingkat Serat Kasar dalam Ransum Pelet Terhadap Imbangan Efisiensi Protein Pada Kelinci Rex Menyatakan bahwa artikel ini merupakan hasil penelitian penulis, data dan tulisan ini bukan hasil karya orang lain, ditulis dengan kaidah-kaidah ilmiah dan belum pernah dipublikasikan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, tanpa tekanan dari pihak manapun. Penulis bersedia menanggung konsekuensi hukum apabila ditemukan kesalahan dalam pernyatan ini. Mengetahui, Jatinangor, tanggal 9 September 2016 Pembimbing Utama, Penulis, (Dr. Ir. Rd. Hery Supratman, MS.) (Yanuar Adi Prasetyo Wibowo) Pembimbing Anggota, (Dr. Ir. Rachmat Wiradimadja, MS.)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. minggu dengan bobot badan rata-rata gram dan koefisien variasi 9.05%

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. minggu dengan bobot badan rata-rata gram dan koefisien variasi 9.05% 18 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh yang berumur 5 minggu dengan bobot badan rata-rata 89.85 gram dan koefisien

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan dengan rata-rata bobot badan sebesar 21,09 kg dan koevisien

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27 17 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Ternak Percobaan Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27 minggu sebanyak 90 ekor dengan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul 27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi.

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi. 16 III BAHAN DAN METODE 3.1 Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Penelitian ini menggunakan puyuh betina fase produksi yang dipelihara pada umur 8 minggu sebanyak 100 ekor. Puyuh dimasukkan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 15 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1. Ternak Penelitian Ternak percobaan yang digunakan adalah ayam broiler yang telah dipelihara selama 2 minggu sebanyak 100 ekor dengan rataan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam yang digunakan adalah broiler strain cobb sebanyak 200 ekor yang

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam yang digunakan adalah broiler strain cobb sebanyak 200 ekor yang 21 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ayam Broiler Ayam yang digunakan adalah broiler strain cobb sebanyak 200 ekor yang memiliki bobot badan 750 ± 50 gram pada umur 18 hari yang

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah ayam petelur strain Lohman yang berumur 20 bulan. Ternak sebanyak 100 ekor dipelihara

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jantan dengan bobot badan rata-rata 29,66 ± 2,74 kg sebanyak 20 ekor dan umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jantan dengan bobot badan rata-rata 29,66 ± 2,74 kg sebanyak 20 ekor dan umur 1 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba Padjadjaran jantan dengan bobot badan rata-rata 29,66 ± 2,74 kg sebanyak

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dari kawasan Universitas Padjadjaran sebanyak 100 kg bahan kering dan untuk

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dari kawasan Universitas Padjadjaran sebanyak 100 kg bahan kering dan untuk 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Bahan Penelitian 2.1.1 Rumput Brachiaria humidicola Rumput Brachiaria humidicola yang digunakan pada penelitian ini didapat dari kawasan Universitas Padjadjaran sebanyak

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam percobaan adalah DOC ayam sentul sebanyak 100 ekor, yang dipelihara sampai umur 10 minggu. Ayam

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC ayam Sentul sebanyak 100 ekor yang diperoleh dari Peternakan Warso Unggul

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. starter sampai finisher (1-35 hari) sebanyak 100 ekor dan koefisien variasi kurang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. starter sampai finisher (1-35 hari) sebanyak 100 ekor dan koefisien variasi kurang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang diamati dalam penelitian ini adalah ayam broiler mulai fase starter sampai finisher (1-35 hari) sebanyak 100 ekor

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick) yang diperoleh dari Balai

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick) yang diperoleh dari Balai 21 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian sebanyak 125 ekor ayam kampung jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick)

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan penelitian yang digunakan adalah itik pedaging jantan dengan bobot

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan penelitian yang digunakan adalah itik pedaging jantan dengan bobot III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1. Bahan dan Alat Penelitian 2.1.1. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah itik pedaging jantan dengan bobot badan rata-rata 1,3-1,5 kilogram sebanyak

Lebih terperinci

III BAHAN/OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian, yaitu 20 ekor Domba Priangan

III BAHAN/OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian, yaitu 20 ekor Domba Priangan 20 III BAHAN/OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan/Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian, yaitu 20 ekor Domba Priangan jantan dengan kisaran umur 12-14 bulan dan

Lebih terperinci

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru. Pasak bumi yang digunakan

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru. Pasak bumi yang digunakan 23 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Pasak bumi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari toko obat tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru.

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ternak Penelitian, Ternak yang digunakan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. tanaman singkong. Daun singkong sebanyak 4 kg segar diperoleh dari

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. tanaman singkong. Daun singkong sebanyak 4 kg segar diperoleh dari 22 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian (1) Daun Singkong Daun singkong yang digunakan yaitu seluruh daun dari setiap bagian tanaman singkong. Daun singkong sebanyak 4 kg segar diperoleh

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan 20 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 1) Kulit Pisang Nangka Kulit pisang nangka berfungsi sebagai bahan pakan tambahan dalam ransum domba. Kulit pisang yang digunakan berasal dari pisang

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang menjadi percobaan yaitu puyuh jepang (Coturnix-coturnix

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang menjadi percobaan yaitu puyuh jepang (Coturnix-coturnix 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang menjadi percobaan yaitu puyuh jepang (Coturnix-coturnix japonica) sebanyak 80 ekor berumur 5-6 minggu

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan yaitu meliputi : sekitar kebun di Sukabumi Jawa Barat.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan yaitu meliputi : sekitar kebun di Sukabumi Jawa Barat. III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan yaitu meliputi : 1) Mikania micrantha yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sekitar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Produksi Ternak Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau pada bulan

MATERI DAN METODE. Produksi Ternak Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau pada bulan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Peneliitian telah dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Teknologi Produksi Ternak Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau pada bulan September

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November - Desember 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November - Desember 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November - Desember 2014 di Kandang Percobaan UIN Agriculture Research and Development Station (UARDS) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler Abstrak Oleh Sri Rikani Natalia Br Sitepu, Rd. HerySupratman, Abun FakultasPeternakanUniversitasPadjajaran

Lebih terperinci

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (2): 69-74 ISSN 1410-5020 Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan The Effect of Ration with

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang diamati dalam penelitian ini adalah ayam broiler strain cobb

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang diamati dalam penelitian ini adalah ayam broiler strain cobb 16 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang diamati dalam penelitian ini adalah ayam broiler strain cobb 398 mulai fase starter sampai finisher (1-35 hari)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Kandang Penelitian Laboratorium UIN. Agriculture Recearch Development Station (UARDS)

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Kandang Penelitian Laboratorium UIN. Agriculture Recearch Development Station (UARDS) III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Kandang Penelitian Laboratorium UIN Agriculture Recearch Development Station (UARDS) Fakultas Pertanian dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2015 di Kandang

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2015 di Kandang III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2015 di Kandang Percobaan UIN Agriculture Research and Development Station (UARDS) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 ekor sapi perah Fries

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 ekor sapi perah Fries 20 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 ekor sapi perah Fries Holland pada laktasi pertama. Produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan di kandang Mutiara Robani Jalan Sekuntum Gang

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan di kandang Mutiara Robani Jalan Sekuntum Gang III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di kandang Mutiara Robani Jalan Sekuntum Gang Plamboyan No. 4 RT. 3 RW. 10 Perumahan Rajawali pada bulan Juni sampai

Lebih terperinci

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Tampubolon, Bintang, P.P. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail : ktgmusical@yahoo.co.id

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan Desember 2014 di Laboratorium UIN Agriculture Research and Development Station (UARDS)

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Jimmy Farm Cianjur. Pemeliharaan dimulai dari 0 sampai 12 minggu sebanyak 100

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Jimmy Farm Cianjur. Pemeliharaan dimulai dari 0 sampai 12 minggu sebanyak 100 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak penelitian yang digunakan adalah ayam lokal yang diperoleh dari Jimmy Farm Cianjur. Pemeliharaan dimulai dari 0 sampai

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap kandang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap kandang 19 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian 3.1.1. Ternak Penelitian Ternak yang digunakan dalam percobaan adalah DOC ayam sentul sebanyak 100 ekor, yang dipelihara sampai umur 10 minggu.

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. mulai fase starter sampai finisher (1-45 hari) sebanyak 100 ekor. Ayam dibagi

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. mulai fase starter sampai finisher (1-45 hari) sebanyak 100 ekor. Ayam dibagi 19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang diamati dalam penelitian ini adalah ayam broiler strain Cobb mulai fase starter sampai finisher (1-45 hari) sebanyak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. diperoleh dari sawah dengan spesies Pomacea canaliculata Lamarck. Keong mas

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. diperoleh dari sawah dengan spesies Pomacea canaliculata Lamarck. Keong mas III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Bahan Penelitian 3.1.1 Keong Mas Keong mas yang digunakan dalam penelitian adalah keong mas yang diperoleh dari sawah dengan spesies Pomacea canaliculata Lamarck.

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Penelitian Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang berumur 2 minggu. Puyuh diberi 5 perlakuan dan 5 ulangan dengan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah marmot Cavia porcellus

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah marmot Cavia porcellus III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1. Ternak Penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah marmot Cavia porcellus jantan lepas sapih, umur 4 minggu, sebanyak 60 ekor

Lebih terperinci

Tij FK = = = = p.r 3 x 6 18 JK(G) = JK(T) JK(P) = ,50 = ,50

Tij FK = = = = p.r 3 x 6 18 JK(G) = JK(T) JK(P) = ,50 = ,50 52 Berdasarkan data bobot hidup pada Tabel 2 diperoleh perhitungan analisis ragam sebagai berikut : Tij 2 25.175 633.780.625 FK = = = = 35.210.035 p.r 3 x 6 18 JK(T) = Ʃ (Yij 2 ) FK = (1.425 2 + 1.400

Lebih terperinci

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah puyuh (Coturnix coturnix

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah puyuh (Coturnix coturnix 17 III MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah puyuh (Coturnix coturnix japonica) sebanyak 100 ekor puyuh berumur 4 minggu yang diperoleh dari Quail

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur <1 tahun 3 tahun

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur <1 tahun 3 tahun 14 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur

Lebih terperinci

r = =

r = = Lampiran 1. Bobot Edible Ayam Kampung Super Ulangan Perlakuan R-0 R-1 R-2 R-3 R-4......g... 1 237.2 345.8 392 440.5 390 2 290.4 373.1 449.2 482.6 473 3 358.8 395.9 463.2 517.1 534.7 4 363.8 421.5 564.7

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Tinggi dan rendahnya konsumsi ransum dapat diperoleh dari selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan (g/ekor/hari). Konsumsi ransum dihitung setiap

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium. Research and Development Station (UARDS) Universitas Islam Negeri Sultan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium. Research and Development Station (UARDS) Universitas Islam Negeri Sultan III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium UIN s Agricultural Research and Development Station (UARDS) Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Lebih terperinci

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK i 0 b('/ PEMANFAATAN RANSUM AMPAS TEH (Cnnzrllin sinensis) YANG DITAMBAHKAN SENG (Zn) LEVEL BERBEDA TERHADAP REPRODUKSI DAN KONSUMSI KELINCI BETINA PADA SETIAP STATUS FISIOLOGI SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 5 minggu dimulai dari bulan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 5 minggu dimulai dari bulan III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan selama 5 minggu dimulai dari bulan September sampai dengan Oktober 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 60 itik lokal jantan asal Gunungmanik, Tanjung

III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 60 itik lokal jantan asal Gunungmanik, Tanjung 18 III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak penelitian Penelitian menggunakan 60 itik lokal jantan asal Gunungmanik, Tanjung Sari, Sumedang yang berumur 35 hari. Kisaran bobot badan itik

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak percobaan yang digunakan adalah 100 ekor ayam lokal diperoleh

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak percobaan yang digunakan adalah 100 ekor ayam lokal diperoleh III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak percobaan yang digunakan adalah 100 ekor ayam lokal diperoleh dari Jimmy s Farm berlokasi di daerah Cipanas, Kabupaten

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. ayam broiler berumur hari dengan bobot badan 1,0-1,3 kg. berasal dari pedagang sayur pasar Cileunyi.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. ayam broiler berumur hari dengan bobot badan 1,0-1,3 kg. berasal dari pedagang sayur pasar Cileunyi. 1 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian 1. Karkas ayam broiler yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ayam broiler berumur 23-28 hari dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di Laboratorium Teknologi Produksi Ternak dan Laboratorium Teknologi Pasca Panen,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. Bahan Penelitian 3.. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan bobot badan 300-900 gram per ekor sebanyak 40 ekor (34 ekor

Lebih terperinci

Keterangan : A = Berat Cawan Alumunium B = Berat cawan alumunium + sampel sebelum dioven C = Berat cawan alumunium + sampel setelah dioven

Keterangan : A = Berat Cawan Alumunium B = Berat cawan alumunium + sampel sebelum dioven C = Berat cawan alumunium + sampel setelah dioven 42 Lampiran 1. Prosedur Penentuan Kadar Bahan Kering Alat : 1. Oven listrik 2. Timbangan analitik 3. Cawan Alumunium 4. Eksikator/Desikator 5. Tang Penjepit Cara Kerja : 1. Cawan alumunium dikeringkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Protein Kasar (Analisis Kjeldahl) (1) Mengambil contoh sampel sebanyak 2 mililiter (Catat sebabai A gram)

Lampiran 1. Prosedur Analisis Protein Kasar (Analisis Kjeldahl) (1) Mengambil contoh sampel sebanyak 2 mililiter (Catat sebabai A gram) LAMPIRAN 50 51 Lampiran 1. Prosedur Analisis Protein Kasar (Analisis Kjeldahl) Kandungan protein kasar di ukur dengan menggunakan analisis Kjeldahl. Larutan yang digunakan adalah asam sulfat pekat, asam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumedang sebanyak 60 ekor. Itik lokal berumur 35 hari dengan bobot badan 0,8-1,2

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumedang sebanyak 60 ekor. Itik lokal berumur 35 hari dengan bobot badan 0,8-1,2 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Objek Penelitian 2.1.1 Ternak Penelitian Penelitian menggunakan itik lokal jantan asal Gunungmanik, Tanjung Sari, Sumedang sebanyak 60 ekor. Itik lokal berumur 35 hari

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 18 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak penelitian yang digunakan adalah Ayam Lokal yang diperoleh dari Jimmy Farm Cianjur. Ayam berumur 1 hari (DOC) yang

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN Indigofera sp TERHADAP KONSUMSI, PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI RANSUM KELINCI PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN Indigofera sp TERHADAP KONSUMSI, PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI RANSUM KELINCI PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN Indigofera sp TERHADAP KONSUMSI, PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI RANSUM KELINCI PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE THE EFFECT OF Indigofera sp LEAVE MILLS ON CONSUMPTION,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1. Ternak Penelitian Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode laktasi 2 dengan bulan ke-2 sampai bulan ke-5 sebanyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING Seminar Nasional Hasil Penelitian, 2016 KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih, Mardhiyah Hayati Universitas

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian (1) Kulit Pisang Nangka Matang Kulit pisang Nangka matang diperoleh dari tiga tempat yang berbeda, yaitu Pasar Tanjungsari Sumedang, Pasar Gede Bage

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pengambilan Sampel dan Data. kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C selama 12 jam untuk

Lampiran 1. Prosedur Pengambilan Sampel dan Data. kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C selama 12 jam untuk LAMPIRAN 40 41 Lampiran 1. Prosedur Pengambilan Sampel dan Data a. Kadar Lemak 1. Menimbang 5 gram sampel dan dibungkus dengan kertas saring bebas lemak, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, menyebabkan ketersediaan produk hewani yang harus ditingkatkan baik dari segi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Kerja Mesin AAS

Lampiran 1. Prosedur Kerja Mesin AAS 49 Lampiran 1. Prosedur Kerja Mesin AAS Prinsip Kerja berdasarkan penguapan larutan sampel. kemudian logam berat yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Bahan Kering dengan Metode Analisis. 2. Mendinginkan cawan alumunium dalam eksikator selama 15 menit dan

Lampiran 1. Prosedur Analisis Bahan Kering dengan Metode Analisis. 2. Mendinginkan cawan alumunium dalam eksikator selama 15 menit dan Lampiran 1. Prosedur Analisis Bahan Kering dengan Metode Analisis Proximat Kandungan bahan kering diukur dengan menggunakan analisis proksimat yang berdasarkan atas metode Weende (Reksohadiprodjo, 1998),

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. berisi 5 ekor dan anak ayam diberi nomor (wing tag) sesuai perlakuan untuk

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. berisi 5 ekor dan anak ayam diberi nomor (wing tag) sesuai perlakuan untuk 19 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC ayam sentul sebanyak 100 ekor, yang dipelihara sampai umur 10 minggu.

Lebih terperinci

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Secara umum penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Meskipun demikian terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya, diantaranya adalah kesulitan mendapatkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pemeliharaan Kelinci Lokal Koloni dan Individu. 1. Pembuatan kandang untuk 2 perlakuan, yaitu koloni dan individu.

Lampiran 1. Prosedur Pemeliharaan Kelinci Lokal Koloni dan Individu. 1. Pembuatan kandang untuk 2 perlakuan, yaitu koloni dan individu. Lampiran. Prosedur Pemeliharaan Kelinci Lokal Koloni dan Individu. Pembuatan kandang untuk perlakuan, yaitu koloni dan individu.. Persiapan kandang dan peralatan yang akan digunakan dalam penelitian dibersihkan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Bali betina umur

MATERI DAN METODE. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Bali betina umur III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Pondok Pesantren Khairul Ummah Kabupaten Indragiri Hulu. Penelitian ini dilakukan selama 1,5 bulan dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 20 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN PERALATAN 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan ayam Sentul jantan generasi ke dua umur satu hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS EFFECT OF EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DOSAGE ADDED IN DRINKING WATER ON BODY WEIGHT OF LOCAL CHICKEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD Pinky R. P 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

Berdasarkan data nilai HU telur itik tegal pada Tabel 5 diperoleh perhitungan

Berdasarkan data nilai HU telur itik tegal pada Tabel 5 diperoleh perhitungan LAMPIRAN 45 46 Berdasarkan data nilai HU telur itik tegal pada Tabel 5 diperoleh perhitungan analisis ragam sebagai berikut : Faktor koreksi C = Y.. 2 = (1815,31) 2 r.p 24 = 3.295.350,40 24 = 137.306,27

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema Penelitian

Lampiran 1. Skema Penelitian 105 Lampiran 1. Skema Penelitian DOC (Day Old Chick) Ampas kecap - Diberikan air gula & vaksin antistress - Vaksin ND (umur 4 & 20 hari) - Vaksin gumboro (umur 10 & 25 hari) - umur 0-2 minggu (protein

Lebih terperinci