BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta merupakan kota budaya yang mempunyai beragam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta merupakan kota budaya yang mempunyai beragam"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota budaya yang mempunyai beragam bangunan tinggalan bernilai sejarah tinggi. Beberapa peristiwa sejarah berlangsung pada bangunan-bangunan bersejarah tersebut di antaranya bangunan sekolah yang menjadi markas tentara saat mempertahankan kemerdekaan seperti SMA N 3 Yogyakarta, SMP N 5 Yogyakarta, SMA Bopkri 1 Yogyakarta; bangunan rumah sakit di antaranya Rumah Sakit Bethesda dan Rumah Sakit Panti Rapih, tempat peribadatan di antaranya Gereja HKBP dan Gereja Katolik Santo Antonius Kotabaru, dan masih banyak lagi bangunan-bangunan yang menjadi tempat berlangsungnya peristiwa bersejarah. Bangunan sekolah, rumah-rumah, tempat peribadatan seperti klenteng, gereja, masjid menjadi bukti Kota Yogyakarta memiliki warisan budaya yang bernilai dan mempunyai cerita sejarah yang perlu dijaga kelestariannya. (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, 2009 : 13). Warisan Budaya merupakan hasil kegiatan budaya yang diakui sebagai milik bersama, sebagai identitas dan jatidiri suatu kelompok tertentu. Proses pemaknaan warisan budaya tersebut sangat tergantung pada keinginan dan kesepakatan bersama seluruh kelompok masyarakat (Tanudirjo, 2004:1). Sebagai identitas kelompok, warisan budaya tentunya merupakan sesuatu yang diupayakan untuk dilestarikan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. 1

2 2 Warisan budaya dapat berupa ide, gagasan, dan norma-norma, tetapi juga dapat berupa fisik. Pearson dan Sullivan (1995 : 4-5) menyatakan bahwa warisan budaya secara fisik direpresentasikan sebagai tempat atau lanskap budaya dan bangunan, sedangkan yang bersifat nonfisik dapat berupa karya sastra, seni dan musik, serta mitos. Dalam kehidupan masyarakat, warisan budaya dapat juga menjadi sumber inspirasi dan mempunyai kekuatan untuk melindungi bangsa dalam menapaki masa depan (Sonjaya, 2005: 1). Warisan budaya sering kali ditemukan di perkotaan. Menurut Tanudirjo, (2006) warisan budaya di wilayah perkotaan memang lebih banyak menghadapi ancaman perubahan. Hal ini disebabkan oleh ciri-ciri kota. Pada umumnya, kota memiliki jumlah penduduk yang relatif padat, sehingga kebutuhan lahan menjadi tinggi, sementara rangsangan untuk menganut budaya baru atau gaya hidup baru begitu kuat. Akibatnya proses transformasi yang digambarkan oleh Schiffer, terutama reuse (penggunaan kembali) dan recycle (daur ulang), berjalan lebih dinamis. Proses daur ulang banyak terjadi untuk mengikuti kecenderungan budaya baru. Bangunan lama digusur dan digantikan dengan bangunan baru. Gaya hidup yang lama cepat digantikan dengan gaya hidup yang baru. Di perkotaan yang bercirikan kehidupan materialistis dan konsumtif, sumber daya yang memiliki nilai-nilai sejarah, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan dengan mudah dikorbankan untuk kepentingan komersial semata. Oleh karena itulah, sumber daya budaya sangat rawan menghadapi kehancuran, dengan mengatasnamakan dinamika perkembangan kota itu sendiri (Tanudirjo, 2006: 3).

3 3 Seiring perkembangan zaman yang menuntut pembangunan di berbagai bidang, banyak bangunan warisan budaya di Yogyakarta tersebut dihancurkan dan tergantikan dengan munculnya pusat perbelanjaan maupun hotel-hotel di Kota Yogyakarta. Sebagai contoh pembongkaran bangunan kuno di Kawasan Malioboro digantikan dengan Ramayana Departement Store, pembongkaran pesanggrahan Ambarukmo digantikan dengan Ambarukmo Plaza, pemindahan bangunan Mardiwuto di Kompleks Rumah Sakit Dr. Yap digantikan dengan Yap Square, pembongkaran bangunan SMK Taman Ibu di Jalan Gajah Mada No.28 menjadi bangunan Hotel Zest, bangunan-bangunan lama di Kawasan Kotabaru yang beralih fungsi maupun berubah menjadi bangunan baru, serta masih banyak lagi bangunan-bangunan kuno yang berubah menjadi bangunan baru di Yogyakarta. Apabila hal ini terus berlangsung maka Kota Yogyakarta akan kehilangan identitasnya karena hilangnya berbagai bangunan warisan budaya (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, 2009: 13). Banyak bangunan yang bernilai sejarah dan budaya tinggi tergerus oleh kepentingan modernisasi dalam bentuk kegiatan komersial sehingga banyak bangunan lama digantikan bangunan berarsitektur modern. Untuk mengantisipasi semakin banyaknya sumber daya budaya yang dihancurkan maka perlu digalakkan upaya-upaya konservasi atau pelestarian (Rini, 2011: 10). Pelestarian cagar budaya merupakan upaya untuk mempertahankan warisan budaya bangsa yang tersebar baik di dalam maupun luar negeri. Pelestarian ini merupakan realisasi amanat Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 untuk menjaga dan mempertahankan kebudayaan sebagai warisan budaya masa lalu.

4 4 Amanat ini selanjutnya dituangkan dalam Undang-undang RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang menyebutkan bahwa pelestarian cagar budaya merupakan upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya (Penjelasan atas UU RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, 75-76). Pelestarian pada awalnya dipahami secara sempit yaitu hanya sebagai upaya pelindungan, namun kini diperluas tidak hanya untuk pelindungan saja namun terkait juga dengan upaya pengembangan dan pemanfaatannya. Menurut Tanudirjo (2006:2), pada hakikatnya pelestarian adalah upaya agar suatu karya budaya tetap berada atau kembali berada dalam konteks budaya yang masih hidup (konteks sistem), melalui proses pakai ulang, daur ulang, dan reklamasi/ revitalisasi. Karena itu, pelestarian juga harus memberi ruang untuk perubahan yang terkendali. Salah satu tahap paling penting dalam upaya pelestarian adalah mengkaji nilai penting (significance assessment) untuk menentukan nilai-nilai penting di balik cagar budaya tersebut. Kajian nilai penting tersebut akan menentukan apakah suatu sumber daya budaya harus dilestarikan sebagai cagar budaya atau tidak serta dapat menentukan bentuk dan cara pelestariannya. Tahapan-tahapan dalam pelestarian cagar budaya antara lain sebagai berikut. 1. Identifikasi yaitu menemukan, mengenali, dan merekam berbagai aspek yang terkait dengan cagar budaya, baik itu lokasinya, lingkungannya, ukurannya, bentuk dan jenisnya, jumlahnya, kepemilikannya, dan berbagai aspek deskripsi lain dari cagar budaya atau kawasan cagar budaya.

5 5 2. Penentuan nilai penting yaitu mengkaji dan menemukan nilai-nilai penting dari cagar budaya serta bagian-bagian cagar budaya yang dapat mengandung, menunjukkan, atau mencerminkan nilai-nilai penting tersebut. 3. Mengenali hambatan dan potensi yaitu untuk melestarikan dan mengelola cagar budaya. 4. Merancang kebijakan pengelolaan dengan berdasarkan pada nilai penting yang dikandung cagar budaya (hasil penentuan nilai penting) dengan mempertimbangkan hambatan dan potensi untuk melestarikan dan mengelola cagar budaya tersebut. 5. Menentukan strategi untuk mewujudkan kebijakan pengelolaan melalui rancangan pengelolaan dan pelestarian beserta program-programnya. 6. Menyusun cara pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan dan pelestarian (Tanudirjo, 2008: 30). Dalam pelestarian, terdapat tiga unsur yaitu pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Konsep pelindungan merupakan upaya untuk mencegah (preventif) dan menanggulangi (kuratif) dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya. Pengembangan merupakan peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi cagar budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian, sedangkan pemanfaatan adalah pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan

6 6 kelestariannya. (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, 2010: 5-6). Hal yang mendasari upaya pelindungan terhadap cagar budaya menurut Pearson dan Sullivan (1995:11) adalah keunikan sifat yang melekat pada tinggalan tersebut yaitu sifat yang bernilai (valuable), langka (scarce), tidak dapat diperbaharui (nonrenewable). Warisan budaya sangat berharga dan tidak dapat diperbaharui karena ketika objek tersebut dihancurkan dan dibuat baru maka akan sulit ditemukan lagi nilai yang sama dengan aslinya. Dasar upaya pelestarian, sebagaimana yang dikemukakan Wayne Attoe (1988), adalah bahwa masa lalu mengandung nilai kontinuitas kebudayaan. Upaya untuk mempertahankan keberadaannya merupakan bukti perwujudan pernyataan tersebut. Selain itu, dengan melakukan upaya pelindungan merupakan wujud penghargaan masa lalu serta wujud tanggung jawab suatu kebijakan politis terkait martabat bangsa untuk menghadapi tekanan. Lebih lanjut menurut Attoe, sebagai upaya alat pencegahan terhadap perusakan bangunan warisan budaya adalah penerapan peraturan perundangan yang berlaku (Attoe, 1998: 428). Para pemilik yang mengabaikan, membongkar, atau merusak bangunan bersejarah dapat didenda atau dipenjarakan. Hal ini membuktikan bahwa efektivitas ancaman harus keras dan tidak tanggungtanggung untuk melindungi warisan bersejarah tersebut dari ancaman perusakan. Selain itu, upaya dalam pelindungan cagar budaya adalah dengan memberikan status hukum kepada cagar budaya tersebut. Bentuk pemberian status hukum tersebut adalah dengan cara penetapan sebagai cagar budaya.

7 7 Dalam keseluruhan proses manajemen sumber daya budaya (Cultural Resource Management), kegiatan penetapan cagar budaya adalah bagian yang amat penting karena pada tahap inilah suatu sumber daya budaya akan ditentukan statusnya sebagai cagar budaya atau bukan (Tanudirjo, 2004: 1). Perubahan status ini akan memberikan dampak yang penting bagi sumber daya budaya tersebut. Apabila sumber daya budaya tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya sebagai konsekuensinya cagar budaya tersebut harus dilestarikan dan dilindungi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Oleh karena itu, hasil penetapan cagar budaya juga dapat dipakai sebagai dasar dalam menentukan langkah-langkah yang harus diambil dalam proses pengelolaan selanjutnya (Tanudirjo, 2004:1). Penetapan lebih mengacu pada kegiatan untuk menentukan apakah suatu sumber daya budaya termasuk cagar budaya atau tidak. Proses penetapan ini menjadi bagian integral dari pelestarian yang dapat menjadi dasar kebijakan secara administratif dan dalam persoalan-persoalan yuridis artinya dengan ditetapkannya sebagai cagar budaya secara administratif dapat dijadikan landasan dalam pemberian insentif maupun dalam bentuk pemeliharaan sedangkan dalam persoalan yuridis, cagar budaya yang telah ditetapkan tentunya memiliki kekuatan hukum dalam hal pelindungan (Wawancara dengan Ign. Eka Hadiyanta, PPNS BPCB Yogyakarta tanggal 3 Februari 2015, Pukul WIB). Di dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 dijelaskan bahwa penetapan adalah pemberian status cagar budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan

8 8 oleh pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi tim ahli cagar budaya. Pada pasal 33 ayat 1 dijelaskan bahwa Bupati/Wali Kota mengeluarkan penetapan status cagar budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah rekomendasi diterima dari tim ahli cagar budaya yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi dan/atau satuan ruang geografis yang didaftarkan layak sebagai cagar budaya. Pengertian cagar budaya berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Dengan adanya penetapan cagar budaya tersebut secara hukum objek tersebut telah mendapatkan kepastian hukum dan berhak mendapatkan pelindungan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Adapun kriteria sebagai cagar budaya dijelaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya pasal 5 yaitu Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, atau struktur cagar budaya apabila memenuhi kriteria berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan miliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

9 9 Bagaimanakah dengan objek yang diduga sebagai cagar budaya? Apakah objek yang diduga sebagai cagar budaya mendapat perlakuan sama dengan cagar budaya? Di dalam Rencana Peraturan Pemerintah tentang Pelestarian Cagar Budaya dijelaskan bahwa objek yang diduga cagar budaya merupakan benda, bangunan, struktur, dan/atau lokasi yang diduga memenuhi kriteria sebagai cagar budaya. Objek yang diduga sebagai cagar budaya ini pun turut pula dilindungi layaknya sebagai cagar budaya (Wawancara dengan Endang Sumiarni, Tim Ahli Cagar Budaya Nasional, tanggal 15 Januari 2015). Di dalam Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta pasal 41 dijelaskan bahwa objek yang diduga cagar budaya merupakan warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memililiki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan yang belum melalui proses penetapan. Menurut Eka Hadiyanta (2015), dijelaskan bahwa objek yang diduga cagar budaya merupakan objek yang pernah diverifikasi oleh instansi terkait, baik itu Balai Pelestarian Cagar Budaya maupun Pemerintah Daerah karena untuk menetapkan bahwa objek tersebut diduga cagar budaya harus ada legalitas formalnya berupa surat keputusan verifikasi cagar budaya yang ditandatangani oleh kepala instansi sebagai bukti formal, apabila hanya berupa bukti material yaitu berdasarkan interpretasi nilai penting maka objek tersebut tentunya belum bisa diperlakukan

10 10 sama seperti cagar budaya sebagaimana diatur dalam undang-undang sehingga apabila terjadi ancaman perusakan maka pihak terkait (BPCB maupun pemerintah daerah) belum bisa menindak secara hukum. Hal inilah yang sering terjadi di Kota Yogyakarta. Hal senada juga disampaikan Endang Sumiarni bahwa untuk menentukan objek tersebut sebagai objek yang diduga cagar budaya tentunya harus ada daftar dari instansi yang berwenang yang menyatakan bahwa objek tersebut diduga sebagai cagar budaya. Apabila hanya berdasarkan interpretasi semata maka objek tersebut belum memiliki kekuatan hukum sehingga apabila terjadi ancaman terhadap objek tersebut maka objek tersebut belum memiliki kekuatan hukum dan belum bisa ditindak secara hukum (Wawancara dengan Endang Sumiarni, Tim Ahli Cagar Budaya Nasional, Kamis 15 Januari 2015). Di Daerah Istimewa Yogyakarta, pelindungan terhadap objek yang diduga sebagai cagar budaya ini tertuang dalam Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya. Keluarnya peraturan daerah ini merupakan suatu langkah untuk melindungi objek yang diduga cagar budaya yang belum ditetapkan sebagai cagar budaya dari berbagai ancaman perusakan. Perda No. 6 tahun 2012 ini mengatur dan melindungi warisan budaya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Warisan budaya berdasarkan Ketentuan Umum Pasal 1, Perda No. 6 Tahun 2012 ini merupakan benda warisan budaya, bangunan warisan budaya, struktur warisan budaya, situs warisan budaya, kawasan warisan budaya di darat dan atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan

11 11 dan telah tercatat di daftar warisan budaya daerah. Pernyataan yang terdapat dalam ketentuan umum Perda No. 6 Tahun 2012 ini mengisyaratkan bahwa warisan budaya merupakan objek yang diduga cagar budaya di Yogyakarta yang masuk dalam daftar warisan budaya daerah yang dilindungi oleh peraturan daerah yang berlaku. Terdapat hubungan antara cagar budaya, warisan budaya, dan objek yang diduga cagar budaya di dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya, dalam bagan berikut ini terdapat pengertian yang membedakan ketiganya. Bagan 1.1: Hubungan antara cagar budaya, objek yang diduga cagar budaya, dan warisan budaya di Yogyakarta Sumber: diolah dari UU No.5 Tahun 1992 Tentang BCB, UU No. 11 Tahun 2010 Tentang CB, dan Perda No 6 Tahun 2012 tentang pelestarian warisan budaya dan cagar budaya Berdasarkan pengertian tersebut, penelitian ini lebih memfokuskan pada bangunan cagar budaya dan warisan budaya dalam arti yang tertuang pada

12 12 Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya yaitu bangunan yang telah tercatat dalam daftar warisan budaya Kota Yogyakarta. Berdasarkan data bangunan cagar budaya dan bangunan warisan budaya di Kota Yogyakarta terdapat 46 bangunan yang ditetapkan sebagai benda cagar budaya tingkat nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0224/U/1981, 0777/M/1987, 132/M/1998, 157/M/1998 serta Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor PM.25/PW.007/MKP/2007. Terdapat dua bangunan yang kembali ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya tingkat nasional berdasarkan hasil rekomendasi tim ahli cagar budaya, kedua bangunan tersebut adalah Benteng Vredeburg yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 249/M/2013 dan Hotel Tugu berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 013/M/2013. Terdapat 49 bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya tingkat provinsi berdasarkan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 210/KEP/2010 dan Nomor 185/KEP/2011. Namun terdapat dua bangunan yang memiliki 2 SK yaitu bangunan GKPN PKPRI Yogyakarta dan SMP 5 Yogyakarta yang memiliki SK Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI No. PM.07/PW.007/MKP/2010 dan SK Gubernur DIY No. 210/KEP/2010 serta terdapat 407 bangunan warisan budaya di kota Yogyakarta berdasarkan surat keputusan Wali Kota Yogyakarta nomor 798/KEP/2009 tanggal 28 November Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.

13 13 Tabel 1.1 Daftar Bangunan Cagar Budaya dan Bangunan Warisan Budaya di Kota Yogyakarta No Kriteria Jumlah Keterangan 1 Bangunan Cagar Budaya SK Menteri Kep.Men P&K RI No. 0224/U/ Benteng Vredeburg ditetapkan kembali sebagai BCB tingkat Nasional Kep.Men P&K RI No. 0777/M/ berdasarkan Keputusan Menbudpar Nomor Kep.Men P&K RI No. 132/M/ /M/2013 dan Hotel Tugu berdasarkan Kep.Men P&K RI No. 157/M/ Keputusan Mendikbud Nomor 013/M/2013. Per.Men Budpar RI 24 No.PM25/PW.007/MKP/2007 Per.Men Budpar RI No. 16 PM.07/PW.007/MKP/ Bangunan Cagar Budaya SK Gubernur 49 Terdapat 2 bangunan yang SK Gubernur DIY No. 210/KEP/ memiliki 2 SK yaitu SK Menteri dan SK Gubernur. SK Gubernur DIY No. 185/KEP/ Bangunan tersebut adalah:: 1. SMP 5 Yogyakarta SK Gubernur DIY No. 349/KEP/ GKPN PKPRI YOGYAKARTA 3 Bangunan Warisan Budaya SK Walikota Yogyakarta No /KEP/2009 Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, 2014 Berkaitan dengan pentingnya pelindungan terhadap cagar budaya maupun bangunan warisan budaya di Yogyakarta tersebut, dalam penelitian ini akan dibahas mengenai penanganan hukum terhadap perusakan bangunan cagar budaya dan warisan budaya dengan mengambil lokasi penelitian di Kota Yogyakarta. Hal ini dikarenakan di Kota Yogyakarta memiliki potensi cagar budaya namun juga berpotensi tinggi terjadi ancaman terhadap eksistensi cagar budaya maupun warisan budaya untuk kepentingan modernisasi maupun ekonomi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara purposif. Artinya sampel diambil berdasarkan pertimbangan tertentu, dalam hal ini dianggap dapat mewakili kasus

14 14 yang terjadi di Kota Yogyakarta. Adapun sampel yang diambil adalah penanganan hukum kasus perusakan bangunan SMA 17 1 Yogyakarta, Pemindahan Bangsal Mardiwuto di Kompleks Rumah Sakit Mata Dr Yap menjadi Yap Square, Pembongkaran SMK Taman Ibu di Jalan Gajah Mada No. 28 menjadi Hotel Zest, serta pembongkaran rumah Cina Tjan Bian Thiong di Jalan Pajeksan No. 16 Yogyakarta yang rencananya akan dibangun menjadi hotel lantai 8. Kajian terhadap kasus-kasus yang dipilih ini diharapkan dapat memberi pelajaran bagi kita bersama tentang bagaimana upaya pelindungan terhadap cagar budaya dan warisan budaya di Kota Yogyakarta agar tidak semakin habis digerus modernisasi tanpa ada penegakan hukum. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang ditimbulkan oleh perkembangan kota adalah banyaknya bangunan cagar budaya dan warisan budaya yang dihancurkan untuk kepentingan ekonomi maupun modernisasi. Salah satu strategi yang dilakukan untuk melindungi cagar budaya dan warisan budaya tersebut adalah dengan melakukan penanganan hukum terhadap pelaku maupun pihak-pihak yang terlibat dalam kasus perusakan maupun pembongkaran berdasarkan undang-undang yang berlaku, untuk itu dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana penanganan hukum terhadap perusakan bangunan cagar budaya dan warisan budaya di Kota Yogyakarta? 2. Apakah terdapat perbedaan penanganan hukum terhadap perusakan bangunan cagar budaya dan warisan budaya di Kota Yogyakarta?

15 15 3. Apakah penanganan hukum terhadap perusakan cagar budaya dan warisan budaya tersebut telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penanganan hukum terhadap perusakan bangunan cagar budaya dan warisan budaya di Kota Yogyakarta. Dengan penelitian tentang penanganan hukum terhadap perusakan bangunan cagar budaya maupun warisan budaya ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi upaya pelindungan cagar budaya di Yogyakarta sehingga cagar budaya maupun warisan budaya di Yogyakarta tetap lestari dan menjadi penguat identitas atau jati diri Yogyakarta. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dari penelitian tesis ini meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis berikut ini. 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sekaligus tambahan khazanah ilmu pengetahuan, khususnya masalah yang berkaitan tentang proses penegakan hukum serta upaya pelestarian dan pelindungan terhadap cagar budaya maupun warisan budaya. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak berkepentingan berikut.

16 16 a. Pihak pemerintah dan pemerintah daerah, sebagai acuan dalam upaya pelindungan terhadap bangunan baik yang sudah maupun yang belum ditetapkan sebagai cagar budaya sehingga Kota Yogyakarta tidak kehilangan identitasnya sebagai Kota Budaya karena hancurnya bangunan-bangunan warisan budayanya. b. Pihak masyarakat, menjadi pelajaran dalam melakukan pemanfaatan cagar budaya sehingga tidak melakukan tindakan yang mengancam eksistensi cagar budaya maupun warisan budaya. 1.5 Keaslian dan Batasan Penelitian Penelitian ini menekankan pada upaya penanganan hukum terhadap perusakan bangunan cagar budaya maupun warisan budaya di Kota Yogyakarta. Penelitian terkait dengan upaya pelindungan cagar budaya di Kota Yogyakarta di antaranya Perlindungan Hukum Terhadap Bangunan Cagar Budaya di Kotamadya Yogyakarta yang ditulis oleh Nurmazviati Amalia (1999). Penelitian ini membahas mengenai bagaimana pelindungan hukum terhadap bangunan cagar budaya di Kotamadya Yogyakarta yang mengalami kerusakan baik karena faktor alam maupun faktor manusia. Pelindungan cagar budaya karena faktor alam dapat dilakukan dengan pemugaran, konservasi, dan pemeliharaan sedangkan usaha pelindungan bangunan cagar budaya akibat ulah manusia dilakukan dengan mengadakan koordinasi intensif antarinstansi yang terkait dengan masalah pelindungan benda cagar budaya dan cara represif adalah dengan penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran kejahatan yang menyangkut benda cagar budaya

17 17 dengan berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Penelitian yang dilakukan di sini berbeda dengan yang telah dibahas oleh Nurmazviati Amalia sebagaimana dikemukakan di atas, karena penelitian ini lebih difokuskan pada penanganan hukum terhadap perusakan bangunan cagar budaya dan warisan budaya di Kota Yogyakarta dengan memperhatikan pada perbedaan penanganan baik terhadap perusakan bangunan warisan budaya maupun cagar budaya. Adapun landasan ketentuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-undang No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya serta Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya. Memang dalam pembahasannya nantinya juga akan dibahas mengenai pelindungan kuratif terhadap perusakan bangunan cagar budaya dengan menjatuhkan sanksi terhadap pelaku perusakan berdasarkan peraturan yang berlaku seperti yang dibahas dalam tulisan Amalia, namun pembahasan yang penulis lakukan di sini lebih komprehensif karena ditinjau dari berbagai peraturan selain itu pembahasannya pun tidak hanya pada perusakan bangunan cagar budaya namun juga pada bangunan warisan budaya. Penelitian lain mengenai upaya pelindungan cagar budaya di Kota Yogyakarta juga pernah ditulis oleh Fransisca Romana Harjiyatni dan Sunarya Raharja (2012) berjudul Pelindungan Hukum Benda Cagar Budaya Terhadap Ancaman Kerusakan di Yogyakarta. Penelitian ini membahas mengenai faktorfaktor penyebab terjadinya kerusakan dan kemusnahan cagar budaya di

18 18 Yogyakarta di antaranya karena faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yaitu pelapukan sedangkan faktor manusia berupa goresan benda tajam, corat-coret, tidak terurus karena ditinggal pemiliknya, pemugaran tanpa izin pemerintah, penjualan cagar budaya tanpa izin pemerintah serta pembongkaran cagar budaya dijadikan bangunan baru. Kendala dalam pelindungan cagar budaya di Kota Yogyakarta di antaranya banyaknya bangunan/benda yang diduga cagar budaya namun belum mendapatkan penetapan hukum sebagai cagar budaya, faktor ekonomi dari pemilik cagar budaya, serta peraturan yang kurang memadai. Penelitian di sini berbeda dengan yang dibahas oleh Fransisca Romana sebagaimana yang dikemukakan di atas. Penelitian ini lebih memfokuskan kepada penanganan hukum terkait dengan perusakan cagar budaya maupun warisan warisan budaya di Kota Yogyakarta sedangkan penelitian yang dikemukakan oleh Fransisca Romana Harjiyatni dan Sunarya Raharja hanya sebatas bagaimana terjadinya kerusakan cagar budaya dan kendala dalam menghadapi kerusakan tersebut. Penelitian ini dibatasi pada permasalahan penanganan hukum terhadap perusakan cagar budaya dan warisan budaya di Kota Yogyakarta. Pembatasan ini dilakukan karena banyaknya kasus perusakan cagar budaya dan warisan budaya dengan model perusakan yang hampir sama yaitu dihancurkan untuk dijadikan bangunan baru sehingga penulis memilih 4 kasus penanganan penegakan hukum yang terjadi yaitu Kasus Perusakan Bangunan SMA 17 Yogyakarta. Kasus ini telah disidangkan dan telah menghasilkan keputusan pengadilan meskipun saat ini pihak terdakwa melakukan kasasi di tingkat Mahkamah Agung. Kasus kedua

19 19 adalah pembongkaran Bangsal Mardiwuto di Kompleks Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta. Bangunan RS Mata Dr. Yap ini telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia Nomor: PM. 25/PW.007/MKP/2007. Peraturan menteri tersebut belum direvisi namun telah dikeluarkan surat rekomendasi pembongkaran Bangsal Mardiwuto oleh Direktur Purbakala. Kasus ketiga adalah pembongkaran terhadap bangunan warisan budaya SMK Taman Ibu di Jalan Gajah Mada No. 28 yang dibangun menjadi Hotel Zest. Bangunan ini setelah dirobohkan oleh pemiliknya kemudian dijual kepada investor. Investor tersebut kemudian meminta izin dan rekomendasi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta. Namun ternyata bangunan baru ini dibangun tidak sesuai dengan rekomendasi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, bahkan bangunan baru yang berkonsep minimalis ini pun tidak sesuai dengan citra kawasan Pakualaman. Kasus keempat adalah bangunan warisan budaya Rumah Cina Tjan Bian Thiong di Jalan Pajeksan No. 16. Bangunan ini telah masuk dalam daftar warisan budaya namun telah dirobohkan dan rencana akan diganti dengan bangunan hotel berlantai Kerangka Pikir Dalam upaya pelindungan cagar budaya tentunya terdapat regulasi yang mengatur dan menjadi pedoman dalam pelaksanaan pelindungan cagar budaya. Peraturan yang mengatur terhadap upaya pelindungan cagar budaya dan warisan budaya di Yogyakarta di antaranya Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang

20 20 Benda Cagar Budaya karena banyaknya bangunan yang ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut. Selain itu UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dan Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya. Dalam peraturan perundangan yang berlaku tersebut terdapat aturan yang mengatur tentang penanganan penegakan hukum bagi perusakan cagar budaya maupun warisan budaya, namun demikian peraturan yang terdapat dalam undang-undang maupun peraturan daerah tersebut tidak sepenuhnya sesuai dengan kenyataan di lapangan. Hal tersebut disebabkan oleh kebijakan lembaga yang mengizinkan adanya pendirian/pembongkaran bangunan cagar budaya dan warisan budaya. Tentunya kebijakan yang diambil pemerintah kota ini berdampak pada hancurnya/ musnahnya bangunan warisan budaya di Kota Yogyakarta sedangkan undangundang tersebut telah memuat upaya pelindungan bagi bangunan cagar budaya dan warisan budaya. Aturan perundangan ini diterbitkan sebagai upaya melindungi dan memberi sanksi tegas bagi perusak cagar budaya maupun warisan budaya, namun kenyataannya saat ini ada banyak kasus perusakan bangunan warisan budaya yang telah masuk daftar warisan budaya untuk menjadi bangunan baru dengan dalih telah mendapat izin dari pemerintah. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan suatu kajian tentang penanganan hukum terkait perusakan bangunan cagar budaya maupun warisan budaya di Kota Yogyakarta. Penelitian ini dimaksudkan menjadi salah satu penelitian untuk mengetahui bagaimana penanganan terhadap perusakan cagar budaya dan warisan budaya di Kota Yogyakarta, apakah terdapat

21 21 perbedaan dalam melakukan penanganan hukum pada bangunan cagar budaya maupun warisan budaya di Kota Yogyakarta, serta apakah penanganan hukum terhadap perusakan bangunan cagar budaya dan warisan budaya tersebut telah sesuai ketentuan perundangan yang berlaku? 1.7 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam kajian penanganan hukum terhadap perusakan bangunan cagar budaya dan warisan budaya di Kota Yogyakarta. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data. Data yang digunakan antara lain adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan cara observasi langsung di lapangan dan wawancara sedangkan data sekunder didapat dari peraturan serta dokumen yang terkait dengan perizinan, rekomendasi pembongkaran bangunan cagar budaya dan warisan budaya. Dalam proses ini terdapat peraturan yang relevan dengan kajian ini antara lain UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar budaya, dan Peraturan Daerah No. 6 tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya. Di samping peraturan-peraturan tersebut, pengumpulan data juga dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang prosedur perizinan dan penanganan pendirian bangunan di atas bangunan cagar budaya dan warisan budaya di antaranya surat permohonan pendirian bangunan, serta surat rekomendasi pendirian bangunan. Pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi langsung di lapangan yaitu di SMA 17 Yogyakarta, Bangsal Mardiwuto di Kompleks Yap Square

22 22 Yogyakarta, Hotel Zest di Jalan Gajah Mada No. 28 Yogyakarta yang menempati bekas bangunan SMK Taman Ibu, serta ke bangunan rumah Pecinan Tjan Bian Thiong di Jalan Pajeksan No. 16 Yogyakarta yang saat ini sedang dalam proses pembangunan hotel lantai 8. Observasi dilengkapi juga dengan wawancara. Wawancara dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan sejumlah informan sesuai dengan kompetensinya dalam rangka memperoleh data mengenai penanganan hukum terhadap perusakan cagar budaya maupun warisan budaya yang ada di Yogyakarta. Informan ditentukan secara purposif, dengan mempertimbangkan kompetensi masing-masing dalam kaitannya dengan pengumpulan data. Namun tidak menutup kemungkinan pada saat di lapangan penelitian ini menggunakan teknik bola salju (snow ball) dikarenakan informan kunci yang telah ditunjuk kemudian menunjuk informan lain. Adapun informan yang ditunjuk di antaranya dari BPCB Yogyakarta, Dinas Kebudayaan DIY, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, Tim Pertimbangan Pelestarian Warisan Budaya (TP2WB) Kota Yogyakarta, ahli dan praktisi hukum, LSM, serta masyarakat pemilik bangunan. Teknik wawancara yaitu wawancara mendalam dengan format pertanyaan semiterstruktur di mana peneliti telah menyiapkan poin-poin pertanyaan sebelumnya. Dengan teknik wawancara ini diharapkan dapat digali data sebanyak mungkin (Ratna, 2010: ). Untuk menambah kelengkapan informasi juga didapat dari berbagai dokumen dan buku yang terkait dengan permasalahan yang dikaji. Data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya dianalisis. Langkah pertama yaitu mengevaluasi kesesuaian penanganan hukum perusakan

23 23 bangunan cagar budaya dan warisan budaya di Kota Yogyakarta hasil observasi di lapangan dengan peraturan perundangan yang berlaku yaitu UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dan Perda No. 6 tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kebijakan pemerintah dalam melakukan penanganan kasus perusakan cagar budaya dan warisan budaya yang dilakukan di lapangan apakah sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, selanjutnya dalam menjawab permasalahan berikutnya, penelitian ini juga melakukan perbandingan penanganan hukum terhadap perusakan cagar budaya dan warisan budaya di Kota Yogyakarta dari berbagai kasus yang terjadi.

24 Kerangka Penelitian Pertanyaan Penelitian: 1. Bagaimana penanganan hukum perusakan bangunan cagar budaya dan warisan budaya di Kota Yogyakarta? 2. Apakah ada perbedaan penanganan hukum antara cagar budaya dan warisan budaya di Kota Yogyakarta? 3. Apakah penanganan hukum antara cagar budaya dan warisan budaya tersebut sudah sesuai dengan perundangan yang berlaku? Data yang Dibutuhkan Pemilihan kasus yang sesuai, yaitu 2 bangunan cagar budaya dan 2 bangunan warisan budaya Perundang-undangan yang relevan Pengumpulan Data Observasi, Wawancara, Studi Pustaka Pengolahan Data (Memilah dan mengelompokkan sesuai isi data) Penanganan Kasus Cagar Budaya dan Warisan Budaya Perundang-undangan yang relevan (Nasional, Provinsial, Kota) Analisis Data (Kasus dan Hukum) Penanganan Kasus CB Penanganan Kasus WB Ketentuan Perundangundangan Yang Sesuai Kesimpulan dan Rekomendasi

BAB V PENUTUP. bangunan cagar budaya dan warisan budaya yang dihancurkan untuk kepentingan

BAB V PENUTUP. bangunan cagar budaya dan warisan budaya yang dihancurkan untuk kepentingan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Permasalahan yang ditimbulkan dari perkembangan kota adalah banyaknya bangunan cagar budaya dan warisan budaya yang dihancurkan untuk kepentingan ekonomi maupun modernisasi.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN, PENGELOLAAN DAN PERIZINAN MEMBAWA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keberadaan Cagar Budaya di

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA. Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cagar budaya merupakan kekayaan budaya yang penting demi memupuk kesadaran jati diri bangsa dan mempertinggi harkat dan martabat bangsa, serta memperkuat ikatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH A. Pengaturan Hukum atas Alih Fungsi Bangunan Bersejarah Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Perkembangan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala Oleh Junus Satrio Atmodjo Mengapa Kita Harus Mempertahankan

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa kawasan dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 7 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa warisan budaya Bali merupakan

Lebih terperinci

1. UNDANG UNDANG NO.11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA 2. PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA

1. UNDANG UNDANG NO.11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA 2. PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA 1. UNDANG UNDANG NO.11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA 2. PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA Oleh: endang sumiarni Disampaikan dalam Pembinaan Tenaga Pendaftaran Cagar Budaya dalam rangka Registrasi Nasional cagar

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA R I A U PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG

NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Kita membuat pedoman perizinan, format perizinan, ataukah sistem perizinan?

Kita membuat pedoman perizinan, format perizinan, ataukah sistem perizinan? Perizinan Cagar Budaya (Undang Undang--Undang Nomor 11 Tahun 2010) Kita membuat pedoman perizinan, format perizinan, ataukah sistem perizinan? Ada terdapat 16 pasal yang berhubungan dengan perizinan cagar

Lebih terperinci

Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya

Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya Fr. Dian Ekarini Balai Konservasi Borobudur email : fransiscadian79@gmail.com Abstak: Upaya pelestarian cagar budaya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

Pelestarian Cagar Budaya

Pelestarian Cagar Budaya Pelestarian Cagar Budaya KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA JAWA TIMUR 2016 Sebelum kita bahas pelestarian cagar budaya, kita perlu tahu Apa itu Cagar Budaya? Pengertian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG Disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DRAFT RUU CB Hasil Panja 23 September 2010 Versi 1 RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KLASIFIKASI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR -1- BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : a. bahwa Kabupaten

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 37 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN KLASIFIKASI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp:

Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp: Kepada Yth -Kepala Dinas Tata Kota dan Permukiman (DTKP) Semarang -Pimpinan dan anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Semarang di tempat Perihal: Pendaftaran cagar budaya, permohonan kajian cagar budaya,

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN Menimbang

Lebih terperinci

MENANTI PERATURAN PELAKSANAAN DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA Oleh: Atisa Praharini *

MENANTI PERATURAN PELAKSANAAN DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA Oleh: Atisa Praharini * MENANTI PERATURAN PELAKSANAAN DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA Oleh: Atisa Praharini * Indonesia kaya akan cagar budaya yang tersebar hampir di setiap daerah. Berdasarkan data

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa Cagar Budaya merupakan kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling mempengaruhi tanpa dapat dipisahkan. 1. dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

BAB I PENDAHULUAN. yang saling mempengaruhi tanpa dapat dipisahkan. 1. dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelestarian Cagar Budaya merupakan upaya untuk mempertahankan warisan budaya agar tetap lestari dan berkelanjutan di samping memberikan manfaat bagi kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Ruang dan Perizinan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Ruang dan Perizinan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 6.1.1. Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Ruang dan Perizinan Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta dan Badan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

Nomor 66 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2010 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 66 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG

Nomor 66 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2010 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 66 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG 1 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 66 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN PEMBERIAN INSENTIF PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KEPADA BANGUNAN CAGAR BUDAYA DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 1 BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAHAN KABUPATEN LINGGA PEMERINTAHAN KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LINGGA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya sebagai

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BENDA CAGAR BUDAYA TERHADAP ANCAMAN KERUSAKAN DI YOGYAKARTA *

PERLINDUNGAN HUKUM BENDA CAGAR BUDAYA TERHADAP ANCAMAN KERUSAKAN DI YOGYAKARTA * PERLINDUNGAN HUKUM BENDA CAGAR BUDAYA TERHADAP ANCAMAN KERUSAKAN DI YOGYAKARTA * Francisca Romana Harjiyatni ** dan Sunarya Raharja *** Bagian Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Janabadra,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentu tidak terlepas dari kegiatan pembangunan. Dewasa ini pembangunan di Indonesia meliputi pembangunan di segala bidang

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2015 KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5733). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

SYARAT: KETENTUAN YG HARUS DIINDAHKAN DAN DILAKUKAN PEMBERI IZIN: LEGAL> JABATAN BUKTI LEGAL: SURAT KEPUTUSAN ; SURAT PENETAPAN

SYARAT: KETENTUAN YG HARUS DIINDAHKAN DAN DILAKUKAN PEMBERI IZIN: LEGAL> JABATAN BUKTI LEGAL: SURAT KEPUTUSAN ; SURAT PENETAPAN PERIZINAN CAGAR BUDAYA INDONESIA W. Djuwita Ramelan Penyusunan Pedoman Perizinan Cagar Budaya dan Museum Jakarta 17-1919 Juli 2013 KONSEP UMUM IZIN: PERNYATAAN MENGABULKAN ; PERSETUJUAN MEMBOLEHKAN KEGIATAN:

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAN PERMUSEUMAN DI INDONESIA. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman 2013

KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAN PERMUSEUMAN DI INDONESIA. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman 2013 KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAN PERMUSEUMAN DI INDONESIA Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman 2013 Perubahan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Menjadi Kementerian Pendidikan dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 8/2015 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa kelestarian fungsi Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan merupakan salah satu unsur dalam menjaga rasa nasionalisme dalam diri kita sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar Cagar Budaya dimiliki oleh masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif melakukan

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia dalam memberikan perhatian yang lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat kenyataan

Lebih terperinci

{ib. : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar

{ib. : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar {ib PRESIDEN REPU BLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMAJUAN KEBUDAYAAN Menimbang : Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, a. bahwa Negara memajukan Kebudayaan Nasional

Lebih terperinci

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA Gambaran Umum Wilayah Luas wilayah Kota Yogyakarta: 3.250 Ha (32,5 Km 2 ) Kota Yogyakarta memiliki 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 614 Rukun Warga (RW), dan 2.524 Rukun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang

BAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman budaya, suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang pencipta. Tak heran negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168]

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168] UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168] BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 101 Setiap orang yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam

Lebih terperinci

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Cermin Retak Pengelolaan Benda Cagar Budaya

Cermin Retak Pengelolaan Benda Cagar Budaya Cermin Retak Pengelolaan Benda Cagar Budaya Oleh: Jajang Agus Sonjaya, M.Hum. (Dosen Arkeologi FIB UGM dan Staf Peneliti Sosial Budaya PSAP UGM) Tanggal 19 Februari 2005 Pusat Studi Asia Pasifik (PSAP)

Lebih terperinci

REGISTRASI NASIONAL CAGAR BUDAYA SECARA ON-LINE

REGISTRASI NASIONAL CAGAR BUDAYA SECARA ON-LINE REGISTRASI NASIONAL CAGAR BUDAYA SECARA ON-LINE Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013 DASAR Undang-undang RI Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa kawasan dan cagar

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar Budaya yang dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pariwisata, pembelajaran, dan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berkembang secara dinamis. Sebagai pusat pemerintahan, Kota Jakarta dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN ABSTRAKSI : bahwa dalam rangka menata dan mengendalikan pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, perlu dilakukan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1486, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Indonesia. Warisan Budaya Takbenda. Pelaksanaan.

BERITA NEGARA. No.1486, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Indonesia. Warisan Budaya Takbenda. Pelaksanaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1486, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Indonesia. Warisan Budaya Takbenda. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pengaturan Air Tanah dimaksudkan

Lebih terperinci

P E L E S T A R I A N CAGAR BUDAYA OLEH KEPALA BPCB GORONTALO ZAKARIA KASIMIN

P E L E S T A R I A N CAGAR BUDAYA OLEH KEPALA BPCB GORONTALO ZAKARIA KASIMIN P E L E S T A R I A N CAGAR BUDAYA OLEH KEPALA BPCB GORONTALO ZAKARIA KASIMIN DISAMPAIKAN DALAM WORKSHOP DOKUMENTASI CAGAR BUDAYA SELASA, 21 DESEMBER 2016 BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA (BPCB) GORONTALO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan semata, hal ini berdasarkan penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara Indonesia

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN DAN PENGHAPUSAN WARISAN BUDAYA DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERANTASAN PENEBANGAN KAYU SECARA ILEGAL DI KAWASAN HUTAN DAN PEREDARANNYA DI SELURUH WILAYAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (DALAM RANGKA WORKSHOP DAN STUDI KASUS PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG)

PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (DALAM RANGKA WORKSHOP DAN STUDI KASUS PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG) PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (DALAM RANGKA WORKSHOP DAN STUDI KASUS PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG) PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (Dalam Rangka Workshop dan Studi Kasus

Lebih terperinci