BAB I PENDAHULUAN. wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran
|
|
- Inge Hadiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Purworejo di masa lalu merupakan pos pertahanan militer Belanda di wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro pada Perang Jawa ( ) dan setelah Perang Jawa usai, Purworejo ditetapkan Belanda sebagai ibukota Karesidenan Bagelen (Musadad, 8-9 ; 2002). Sebagai ibukota Karesidenan Bagelen, Kota Purworejo memiliki banyak tinggalan bersejarah yang bercorak kolonial dan masih berdiri hingga sekarang. Salah satu tinggalan sejarah yang berada di Kota Purworejo ialah kawasan eks Hoogere Kweekschool (HKS) Purworejo. Dalam sejarahnya, HKS dibangun pada 1915 ditandai dengan inskripsi yang ada di bagian depan kompleks. Namun berdasarkan data harian Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie 18 September 1914, sekolah ini dibuka pada 1 Oktober 1914 dengan J. D. Winnen sebagai kepala sekolah yang pertama. Tujuan pembangunan HKS ini yakni untuk memenuhi kebutuhan guru yang semakin meningkat akibat penerapan politik etis yang berdampak pada munculnya berbagai sekolah di Hindia-Belanda. Lembaga pendidikan sekolah guru termasuk langka karena di Pulau Jawa tercatat hanya ada tiga buah saja, yakni di Bandung, Magelang, dan Purworejo. Akan tetapi HKS Purworejo dibubarkan pada 1928 dan kemudian bangunan digunakan sebagai MULO hingga Dari 1942 hingga 1945, eks bangunan kompleks HKS Purworejo digunakan sebagai Pendidikan Umum SMP Negeri 1, lalu pada tahun digunakan sebagai Sekolah Guru. Kemudian sekolah ini digunakan sebagai Sekolah
2 Pendidikan Guru (SPG) dari Setelah pemerintah memutuskan meniadakan SPG pada 1991, maka bangunan sekolah digunakan sebagai SMA N 3 Purworejo hingga 1997, lalu berubah lagi menjadi SMU N 2 hingga 2004 dan dari 2004 hingga sekarang digunakan oleh SMA Negeri 7 Purworejo (Vidi, 2009; 17-20). Berdasarkan tahun pembangunanya, yakni 1915, kompleks HKS ini sudah memenuhi salah satu kriteria sebagai Cagar Budaya karena sudah berusia lebih dari 50 tahun. Namun krtieria-kriteria lain seperti mewakili masa gaya paling singkat 50 tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan/atau agama, dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa masih belum diketahui sehingga perlu diadakan proses pengkajian terhadap kompleks ini. Meski belum ditetapkan sebagai Cagar Budaya, kompleks ini sudah didaftarkan sebagai Cagar Budaya dengan no register No / pwo / TB / 50. Sehingga menurut Pasal 31 ayat 5, kompleks HKS Purworejo harus dilindungi dan diperlakukan sebagai Cagar Budaya. Dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya pasal 1 ayat 22, pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan dan memanfaatkanya. Penelitian ini berfokus pada strategi pelestarian bangunan eks HKS Purworejo. Aspek-aspek pelestarian yang dikaji pada penelitian ini antara lain aspek pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan. Menurut UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya pasal 1 ayat 23, Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara
3 Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya. Kemudian, Pengembangan menurut UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian. UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pada pasal 1 ayat 33, dijelaskan bahwa pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. Menurut UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya pasal 3, pelestarian memiliki lima tujuan, antara lain melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia, meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya, memperkuat kepribadian bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional. Implementasi UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya di eks kompleks HKS Purworejo antara lain diwujudkan dalam bentuk perawatan fisik bangunan setiap tahunnya misal pengecatan dan perbaikan atap yang bocor dengan dana RAPBS tahunan, lalu pembangunan bangunan baru di lahan lain sehingga bangunan asli tidak perlu ada penambahan, lalu salah satu ruangan yang dahulu sempat dipenuhi oleh kelelawar, kini sudah dibersihkan dan dapat dipakai kembali sebagai ruang kelas, kemudian pemanfaatan kompleks sekolah sebagai sarana pendidikan dan sebagian kompleks rumah dinas sebagai tempat tinggal guru dan asrama siswa. Meskipun demikian, karena gedung ini masih dimanfaatkan sebagai sekolah yang terus berkembang, tentu ada beberapa
4 penyesuaian untuk mengikuti kebutuhan baru. Misalnya penambahan ruangan dengan AC, dan ventilasi bagian bawah yang ditutup untuk mencegah serangga atau binatang liar lain masuk ke dalam ruangan. Eks kompleks HKS Purworejo dari awal berdiri sampai sekarang difungsikan sebagai kompleks tempat pendidikan, hanya institusi pengelolanya saja yang berbeda. Dengan kontiniutas yang ada, maka eks kompleks HKS Purworejo dikategorikan sebagai living monument. Living monument adalah monumen yang belum pernah mengalami proses ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya dan terus dimanfaatkan dan difungsikan hingga sekarang. Pelestarian living monument memerlukan strategi yang berbeda dengan pelestarian death monument karena living monument belum pernah mengalami proses ditinggalkan oleh masyarkat pendukungnya. Gambar 1.1 : Peta lokasi eks kompleks HKS Purworejo (dalam kotak kuning) Sumber : Citra Satelit Google Map diakses pada tanggal 17 Februari dan Bappeda dengan modifikasi oleh Lengkong Sanggar Ginaris.
5 I.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa pelestarian terdiri dari tiga aspek, yakni aspek pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan. Dari aspek pelindungan saat ini, eks kompleks HKS Purworejo sudah didaftarkan sebagai Cagar Budaya. Akan tetapi belum diketahui apakah strategi pelindungan yang selama ini sudah diterapkan di kompleks HKS Purworejo sudah sesuai dengan undang-undang atau belum. Kemudian dari aspek pengembangan, belum diketahui potensi dan nilai apa saja yang bisa diangkat dan dikembangkan. Lalu dari aspek pemanfaatan juga belum diketahui apakah strategi pemanfaatan eks kompleks HKS Purworejo sebagai sekolah sudah sesuai dengan kaidah pelestarian atau belum. Dari uraian di atas menghasilkan sebuah rumusan masalah : Strategi pelestarian seperti apakah yang dapat diterapkan untuk eks kompleks HKS Purworejo? I.3 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan menghasilkan rekomendasi yang tepat untuk pelestarian eks kompleks HKS Purworejo, sehingga eks kompleks HKS Purworejo dapat dilestarikan dan dimanfaatkan secara tepat serta dapat dikembangkan untuk kepentingan lain. I.4 Batas Penelitian Penelitian ini difokuskan pada kompleks HKS Purworejo. Berdasarkan arsip sekolah tahun 2006, batas-batas spasial kompleks HKS Purworejo sebagai berikut (lihat gambar 1.2) : 1.Sebelah utara dengan kompleks perumahan Yonif 412.
6 2.Sebelah timur dengan jalan Urip Sumoharjo.. 3.Sebelah selatan dengan jalan Jenderal Sudirman dan Kompleks SMP N 1 Purworejo. 4.Sebelah barat dengan jalan Mayjen.Sutoyo Adapun batas kajian penelitian ini sebatas pada proses perencanaan dengan melakukan identifikasi, penetapan nilai penting, dugaan hambatan dan peluang pelesterian, dan merancang kebijakan strategi pelestarian yang sesuai. Gambar 1.2 : Peta batas kawasan penelitian ( di dalam garis merah) dan wilayah sekitarnya. Keterangan : 1. SMP N 1 Purworejo ; 2. Kampung Ngupasan ; 3. Kompleks Militer ; 4. Rumah Sakit Milter. Sumber : Buku Lustrum 2006 dan Satelit Google Map dengan modifikasi oleh Lengkong Sanggar Ginars. Diakses pada 20 September 2016.
7 I.5 Tinjauan Pustaka Skripsi Albertus Agung Vidi S yang berjudul Dinamika Pola Tata Ruang HKS Sampai SMAN 7 Purworejo 2009 dapat menjadi rujukan untuk mengetahui seberapa cepatkah dinamika perubahan pola tataruang HKS Purworejo dan apakah dinamika itu mempengaruhi pelestarian kawasan ini. Dari hasil penelitiannya, diketahui bahwa penambahan bangunan baru dilakukan pada 1971 (rumah dinas kayawan di sisi barat), 1976 (kantin, ruang gamelan dan musik), 1981 (ruang kelas, laboratorium dan perpustakaan), 1982 (masjid), 1997 (ruang kelas), 1998 (ruang kelas), 1999 (ruang buku perpustakaan, lab kimia), 2002 (toko), dan 2006 (perpustakaan baru). Penambahan bangunan-bangunan tersebut diletakan pada lahan kosong di sebelah barat dan selatan kompleks. Dengan demikian penambahan bangunan baru tidak merubah bentuk bangunan lama, kecuali pada ruang ruang gymnasium yang dirombak pada Karena penelitian yang dilakukan Albertus Agung Vidi S ini hanya sampai pada 2009, maka penelitian ini juga menambahkan penambahan bangunan baru di kompleks HKS ini yang terjadi pada 2009 hingga Penelitian mengenai pelestarian bangunan cagar budaya dari masa kolonial Belanda yang fungsinya tidak pernah berubah sejak awal berdiri pernah dilakukan oleh Stefanus Saryanto (2011) dengan judul Pengelolaan Sumber Daya Arkeologi di Kawasan Misi Boro. Kawasan Misi Boro memiliki beberapa kesamaan dengan kompleks HKS Purworejo, yakni sama-sama dibangun masa kolonial dan fungsi awalnya belum berubah sampai sekarang. Penelitian Saryanto menghasilkan rekomendasi berupa kebijakan pengelolaan sumberdaya arkeologi
8 di Kawasan Misi Boro yang dapat menjadi acuan bagi pemilik atau pengelola bangunan tersebut. Rekomendasi tersebut menyatakan agar pemilik memperhatikan aspek pemeliharaan bangunan yang membutuhkan perawatan khusus dan karenanya butuh pembinaan SDM untuk pemeliharaan, pemanfaatan TI untuk tujuan promosi, dalam pemanfaatan bangunan harus hati-hati agar tidak terjadi kerusakan, perbaikan manajenen pengelolaan, dan terkahir sumberdaya arkeologi di Kawasan Misi Boro memiliki prospek sebagai tempat wisata ziarah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Stevanus Saryanto ini bisa menjadi acuan tambahan dalam rekomendasi pelestarian kompleks HKS Purworejo. Literatur pendukung yang digunakan dalam penelitian ini ialah buku yang ditulis oleh Michael Pearson dan Sharon Sullivan (1995) yang berjudul Looking After Heritage Places. Di dalam buku tersebut dijelaksan bahwa sumberdaya arkeologi memiliki arti-arti khusus seperti arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan, namun pada undangundang tidak dijelaskan apa yang dimaksudkan dari arti-arti tersebut sehingga sulit untuk mengetahui seperti apa yang memiliki arti-arti tersebut. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam menggali arti khusus yang terdapat pada kompleks HKS ini, maka literatur ini dipilih karena pada literatur ini ditulis secara jelas apa yang dimaksud dengan arti sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan CRM atau Manajemen Sumberdaya Budaya atau Manajemen Sumberdaya Arkeologi. Manajemen Sumberdaya Arkeologi ( ARM ) pada prinsipnya adalah satu model manajemen
9 khusus untuk sumberdaya arkeologi, untuk mencapai tujuan pelestarian dan pemanfaatan ( Atmosudiro, 2004; 1 ) Untuk mengetahui konsep-konsep dasar dan bagaimana pemecahan masalah manajemen sumberdaya arkeologi di lapangan, maka penelitian ini akan merujuk pada literatur yang berjudul Manajemen Sumberdaya Arkeologi 2 yang ditulis oleh Gunadi Kasnowiharjo (2004). I.6 Metode Penelitian Metode Penelitian adalah suatu cara yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian. Metode penalaran yang digunakan dalam penelitian ini ialah model penalaran induktif, yaitu model penalaran yang diangkat dari gejala-gejala bersifat khusus untuk selanjutnya ditarik kesimpulan atau generalisasi. Penelitian ini menggunakan UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya sebagai landasan pelestarian yang berlaku di Indonesia. Dalam undang-undang dijelaskan berbagai pengertian-pengertian dasar tentang pelestarian yang berlaku di Indonesia. Menurut pasal tersebut, pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan dan memanfaatkanya. Mempertahankan nilai menurut pasal tersebut tidak hanya mempertahankan tinggalan fisiknya saja ( tangible ), namun nilai non-fisik ( intangible ) juga ikut dipertahankan pula. Dalam pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya harus menjamin kelestariannya. Apabila pelestarian dilakukan dengan baik, maka diharapkan kualitas kehidupan masyarakat di sekitarnya dapat ditingkatkan.
10 Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini yakni melalui pendekatan manajemen sumber daya arkeologi ( archaeological resources management ) atau ARM. Prinsip ARM yakni satu model manajemen khusus untuk sumber daya arkelog dengan tujuan pelestarian dan pemanfaatan. Manajemen yang dimaksud terdiri dari inventarisasi bangunan kolonial, penentuan nilai penting, identifikasi tingkat ancaman, sehingga dapat diperoleh strategi pelestarian yang tepat (Pearson & Sullivan, 1995; 191). Dalam menentukan strategi pelestarian kompleks HKS Purworejo, metode yang digunakan adalah metode yang disebutkan oleh Michael Pearson dan Sharon Sullivan dalam buku Looking After Heritage Places. Metode tersebut dimulai dari mengidentifkasi dan mendokumentasikan objek (observasi, wawancara dan studi pustaka), kemudian menentukan arti khusus dan potensi penggembangan dan ancaman dan terakhir menentukan strategi pelestarian (Pearson dan Sullivan,1995;10). Adapun tahapan penelitian yang dilakukan ialah : a ) Tahap Identifikasi data Tahapan awal pada penelitian ini yakni mengidentifikasi kompleks HKS Purworejo dan permasalahannya. Adapun data yang akan diidentikasi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan, melalui observasi bangunan dan wawancara narasumber. Wawancara dilakukan dengan metode in depth interview. Wawancara in depth interview adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden, dengan atau
11 tanpa menggunakan pedoman wawancara. Keunggulan wawancara in depth interview ialah memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah data yang banyak ( Djaelani, 2013; 87 ). Data yang diperoleh dari wawancara antara lain mengenai perubahan ruangan dan pemanfaatan eks kompleks HKS Purworejo pada masa sekarang. Bangunan yang akan diobservasi yakni bangunan lama eks. Kompleks HKS Purworejo. Sementara itu, data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi pustaka seperti arsip sejarah, foto-foto / dokumen historis dan penelitian terdahulu. b ) Tahap Kajian Arti Khusus Setelah data diidentifikasi, selanjutnya mengkaji arti khusus eks kompleks HKS Purworejo. Berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, arti khusus yang harus diungkapkan yakni arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan dan/atau agama. Untuk penelitian ini, arti khusus yang akan dikaji adalah arti khusus sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. c ) Penentuan Strategi Pelestarian Setelah arti khususnya diketahui, maka akan dilakukan pengklasifikasian untuk menentukan peringkat cagar budaya dan golongan pelestariannya sehingga dapat diketahui strategi pelestarian yang sesuai dengan tingkatannya. Selanjutnya, perlu pula diketahui potensi apa saja yang terdapat pada eks kompleks HKS ini. Potensi ini perlu diketahui untuk mengetahui apakah eks kompleks HKS Purworejo dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan lain selain sebagai sekolah. Sementara itu, hal-hal penghambat dalam
12 pelestarian perlu diketahui untuk mengetahui apa saja yang dapat menghambat upaya pelestarian sumberdaya arkeologi tersebut, sehingga hambatan pelestarian eks kompleks HKS Purworejo dapat dikurangi. Berdasarkan hasil pengklasfikasian, potensi dan hambatan pelestarian yang terdapat pada kompleks ini, maka akan ditentukan strategi pelestarian yang tepat. Sesuai dengan pengertian pelestarian pada Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, maka pada tahap ini akan dibagi menjadi tiga poin, yakni pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan. Cara menganalisisnya yakni dengan analisis kualitatif, yaitu tidak menerapkan lambang-lambang angka untuk pengukuran fakta atau gejala yang ada, melainkan bedasarkan asumsi mutu data yang digunakan atau dianalisis empiris (Tanudirjo, 1989; 34).
13 Gambar 1.3 : Bagan alir penelitian. Dibuat oleh Lengkong Sanggar Ginaris.
BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH
BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH A. Pengaturan Hukum atas Alih Fungsi Bangunan Bersejarah Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.
Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dan eksistensi kota, bangunan dan kawasan cagar budaya merupakan elemen lingkungan fisik kota yang terdiri dari elemen lama kota dengan nilai historis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan yang masih dapat terlihat sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya.
Lebih terperinciDirektorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur
Lebih terperinciBUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA
BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa Cagar Budaya merupakan kekayaan
Lebih terperinciKAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D
KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciWALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA
WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang
Lebih terperinci- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinciPerizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya
Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya Fr. Dian Ekarini Balai Konservasi Borobudur email : fransiscadian79@gmail.com Abstak: Upaya pelestarian cagar budaya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Lebih terperinciKEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAN PERMUSEUMAN DI INDONESIA. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman 2013
KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAN PERMUSEUMAN DI INDONESIA Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman 2013 Perubahan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Menjadi Kementerian Pendidikan dan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA
P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan
Lebih terperinciTENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinciPelestarian Cagar Budaya
Pelestarian Cagar Budaya KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA JAWA TIMUR 2016 Sebelum kita bahas pelestarian cagar budaya, kita perlu tahu Apa itu Cagar Budaya? Pengertian
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa cagar budaya
Lebih terperinciBUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan
Lebih terperinciWALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI
WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keberadaan Cagar Budaya di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015
SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA
GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN Menimbang
Lebih terperinciTENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut catatan sejarah, Sumedang mengalami dua kali merdeka dan berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan Mataram dan masa kabupatian
Lebih terperinciGUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya
BAB V A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya ilmiah ini, diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan penelitian, akan diuraikan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo merupakan sebuah kota yang memiliki fasilitas publik untuk mendukung berjalannya proses pemerintahan dan aktivitas masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berkembang secara dinamis. Sebagai pusat pemerintahan, Kota Jakarta dilengkapi dengan berbagai
Lebih terperinciPersepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur
Persepsi Masyarakat Sekitar Terhadap Pemanfaatan dan Kelestarian Candi Borobudur Oleh : Panggah Ardiyansyah, S.S Balai Konservasi Peninggalan Borobudur Pendahuluan Semenjak diresmikannya pada tanggal 23
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Metode Penelitian Pada pendekatan penelitian ini merujuk dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh sejumlah peneliti yang memiliki beberapa kesamaan judul
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI
LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 7 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA
BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa kawasan dan
Lebih terperinciBUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA
BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA
PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :
Lebih terperinciBUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016
1 BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D
PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperincibiasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk
11 Salah satu warisan lembaga ini adalah Museum Sono Budoyo di dekat Kraton Yogyakarta. 8 Tahun 1900, benda-benda warisan budaya Indonesia dipamerkan dalam Pameran Kolonial Internasional di Paris dan mendapat
Lebih terperinciNOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG
NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciWajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi
SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi Aileen Kartiana Dewi aileen_kd@yahoo.com Mahasiswa Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan
Lebih terperinciSTUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR
STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA
R I A U PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa cagar budaya
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DRAFT RUU CB Hasil Panja 23 September 2010 Versi 1 RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciTUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PERMASALAHAN DALAM PENGELOLAAN LANSKAP MUKA BUMI Materi ke-13 DASAR EKOLOGI PADA PENGELOLAAN LANSKAP DAN IMPLEMENTASINYA Setelah mengikuti kuliah ini Mahsiswa diharapkan dapat
Lebih terperinciMateri ke-13 9/7/2014 DASAR EKOLOGI PADA PENGELOLAAN LANSKAP DAN IMPLEMENTASINYA TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Materi ke-13 DASAR EKOLOGI PADA PENGELOLAAN LANSKAP DAN IMPLEMENTASINYA Setelah mengikuti kuliah ini Mahsiswa diharapkan dapat memahami dan mampu menjelaskan: Ekologi sebagai
Lebih terperinciBUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN
BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR
STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5)
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN SOBOKARTTI SEBAGAI JAVA HERITAGE CENTER
TUGAS AKHIR 111 PERIODE APRIL SEPTEMBER 2010 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN SOBOKARTTI SEBAGAI JAVA HERITAGE CENTER OLEH : RAGIL RINAWATI NIM : L2B 006 067 DOSEN PEMBIMBING
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sudah tidak banyak digunakan lagi pada bangunan-bangunan baru sangat. menunjang kelangkaan bangunan bersejarah tersebut.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bangunan bersejarah merupakan bangunan yang memiliki nilai dan makna yang penting bagi sejarah, namun juga ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan ada kalanya bersifat
Lebih terperinci2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2015 KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5733). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinci2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG RINCIAN TUGAS BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA. Pasal 1 R
No.1287, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. Balai Pelestarian Cagar Budaya. Rincian Tugas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2016
Lebih terperinciRESUME PENELITIAN ARKEOLOGI SITUS PABRIK PENGOLAHAN KARET,DI SUNGAI TABUK KERAMAT, KABUPATEN BANJAR,PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
RESUME PENELITIAN ARKEOLOGI SITUS PABRIK PENGOLAHAN KARET,DI SUNGAI TABUK KERAMAT, KABUPATEN BANJAR,PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 1. SEJARAH PENEMUAN SITUS Situs pabrik pengolahan karet diketahui ketika
Lebih terperinciUndang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo
Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala Oleh Junus Satrio Atmodjo Mengapa Kita Harus Mempertahankan
Lebih terperinciPENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH
PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG Disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Kota Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Keraton Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1756. Berdirinya Keraton
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang
Lebih terperinci2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2015 KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5733). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Ari Kunto (2006:26) Metode Penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam menggunakan data penelitiannya. Sedangkan pengertian penelitian
Lebih terperinciKAWASAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN PURWOREJO
LAMPIRAN IV Peraturan Daerah Kabupaten Nomor... Tahun 2010 KAWASAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN PURWOREJO No Nama Lokasi Klasifikasi Konservasi** 1 Situs Prasasti Kayu Desa Borowetan, Kec. Utama Golongan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode Survey Deskriptif Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey deskriptif. Metode survey deskriptif merupakan metode untuk
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA
SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik Research Design case
BAB III METODOLOGI 3.1 Research Design Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik Research Design case study, lebih tepatnya explanatory case study (Yin, 1996) yaitu sebuah case study yang mengungkapkan
Lebih terperinciBUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR
-1- BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : a. bahwa Kabupaten
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan sejumlah bangunan antara lain; Alun alun Utara, Pagelaran, Sitihinggil Utara, Cepuri, Keputren, Keputran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identitas kota merupakan salah satu unsur penting yang dapat menggambarkan jati diri dari suatu kota. Namun globalisasi turut memberikan dampak pada perkembangan kota
Lebih terperinciKomunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang Sekretariat: Jl Graha Mukti Raya 1150 Semarang, Telp:
Kepada Yth Wali Kota Semarang di tempat Perihal: Informasi mengenai kajian cagar budaya bangunan kuno Pasar Peterongan Semarang oleh BPCB Jateng Dengan hormat, Bersama surat ini kami menginformasikan bahwa
Lebih terperinci2 Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 195) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan yang sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perahu/kapal merupakan salah satu bentuk dari objek kajian arkeologi yang mampu menunjukkan keterkaitan antar unsur-unsur budaya maritim lainnya (Thufail, 2010). Banyak
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa kawasan dan cagar
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran
Lebih terperinciBAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran
BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran Siak Sri Indrapura merupakan ibukota kabupaten Siak. Secara administratif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pengelolaan terhadap tinggalan arkeologi yang ditemukan di berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama dilakukan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Sawahlunto merupakan kota yang tumbuh karena pertambangan batu bara. Akan tetapi pada tahun 1997, produksi batu bara di PT. BA UPO kurang dari target
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini menjelaskan tentang metodologi penelitian agar lebih terfokus. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, sehingga dapat menjadi dasar dan sumber
Lebih terperinciBUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA
BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1: Jumlah Perjalanan Wisatawan Nusantara. Sumber: Pusdatin Kemenparekraf & BPS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu primadona sumber pendapatan bagi sebuah negara. Indonesia contohnya, yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciArahan Pengendalian Pembangunan Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampak Siring Kabupaten Gianyar
Arahan Pengendalian Pembangunan Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampak Siring Kabupaten Gianyar PREVIEW IV TUGAS AKHIR I NYOMAN ARTO SUPRAPTO 3606 100 055 Dosen Pembimbing Putu Gde Ariastita,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung sejak tempo dulu terkenal dengan julukan Kota Jajan dan Kota Belanja. Kota ini sekarang dikenal dengan sebutan Kota Outlet dan Kota Super Mall
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang saling mempengaruhi tanpa dapat dipisahkan. 1. dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelestarian Cagar Budaya merupakan upaya untuk mempertahankan warisan budaya agar tetap lestari dan berkelanjutan di samping memberikan manfaat bagi kebudayaan,
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN, PENGELOLAAN DAN PERIZINAN MEMBAWA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah 1. Latar belakang dan pertanyaan penelitian Berkembangnya arsitektur jaman kolonial Belanda seiring dengan dibangunnya pemukiman bagi orang-orang eropa yang tinggal
Lebih terperinciPENGERTIAN DAN KRITERIA CAGARBUDAYA Muhammad Ramli
PENGERTIAN DAN KRITERIA CAGARBUDAYA Muhammad Ramli APAKAH ARKEOLOGI Arkeologi terkait dengan identifiaksi atas jejak fisik manusia yang ditinggalakan oleh kehidupan masalampau ARKEOLOGI MARITIM Arkeologi
Lebih terperinci