IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kepadatan Populasi Fauna Tanah Populasi fauna tanah diamati pada 2 lokasi, yaitu pada lahan yang ditanami padi gogo dengan kemiringan 5% dan lahan dengan kemiringan 15%. Lokasi ini terletak di kebun penelitian Cikabayan IPB. Dari setiap lahan yang ditanami padi gogo, terdapat 5 perlakuan yang mengacu pada konsep pertanian konservasi. Perlakuan T0 adalah lahan yang digunakan sebagai kontrol atau tanpa perlakuan. Perlakuan T1 adalah lahan yang dibuat teras gulud dengan saluran konvensional (SK). Perlakuan T2 adalah lahan yang dibuatkan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan lubang resapan biopori (LRB). Perlakuan T3 adalah lahan yang dibuat teras gulud dengan saluran peresapan biopori (SPB). Perlakuan T4 adalah lahan yang dibuat SPB yang dikombinasikan dengan LRB. Lubang resapan Biopori dibuat dengan membor lubang vertikal ke dalam tanah. Diameter LRB yang dianjurkan sekitar 10 cm dengan kedalaman sekitar 100 cm atau tidak melebihi kedalaman permukaan air tanah Lahan Dengan Kemiringan 5% Lahan dengan kemiringan 5% menunjukan kepadatan populasi fauna tanah tertinggi pada perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4) sebesar 2069 individu/m 2 dan populasi terendah pada perlakuan kontrol (T0) sebesar 690 individu/m 2 pada periode pengambilan sampel pertama (periode I), sedangkan urutan kepadatan populasi fauna tanah dari yang paling tinggi hingga rendah pada periode I adalah perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan SPB (T4), teras gulud dengan SPB (T3), teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2), teras gulud dengan SK (T1), dan perlakuan kontrol (T0). Pada perlakuan T4, sumber makanan di petakan ini tergolong lebih berlimpah daripada petakan lainnya. Hal ini dikarenakan pada perlakuan T4 terdapat bahan organik hasil dekomposisi fauna tanah pada liang biopori yang terdapat pada lubang resapan.

2 19 Keterangan: T0 : Kontrol T1: teras gulud dengan saluran konvensional (SK) T2 : teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan lubang resapan biopori T3: teras gulud dengan saluran peresapan biopori T4: saluran peresapan biopori yang dikombinasikan dengan lubang resapan biopori Gambar 2. Kepadatan populasi fauna tanah pada lahan padi gogo dengan kemiringan 5% dari periode I - III (kedalaman 0-15 cm) Pada periode II, kepadatan populasi fauna tanah tertinggi pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) dengan jumlah 2931 individu/m 2 dan populasi terendah pada perlakuan kontrol (T0) dengan jumlah 1552 individu/m 2 dan urutan kepadatan populasi tertinggi sampai terendah pada periode ke II ini adalah perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2), SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4), teras gulud dengan SPB (T3), teras gulud dengan SK (T1), dan perlakuan kontrol (T0). Pada periode III, kepadatan populasi fauna tanah tertinggi adalah pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) dengan jumlah 3621 individu/m 2 dan populasi terendah pada perlakuan teras gulud dengan SK (T1) dengan jumlah 1078 individu/m 2, sedangkan urutan kepadatan populasi fauna tanah dari tertinggi hingga terendah adalah perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2), SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4), teras gulud dengan SK (T1), teras gulud dengan SPB (T3), dan perlakuan kontrol (T0).

3 20 Dari gambar di atas dapat terlihat dinamika kepadatan populasi fauna tanah disetiap periode. Jumlah total individu/m 2 cenderung meningkat hingga periode II dan menurun sedikit pada periode III. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan dan jumlah makanan yang berbeda dari setiap periode. Secara umum kondisi lingkungan lahan pertanaman pada periode I adalah kondisi awal tanam (2 MST), dimana tanaman masih kecil sehingga jarak tanam masih renggang dan sinar matahari dapat langsung mengenai permukaan tanah. Selain itu, kondisi dedaunan dalam saluran dan lubang resapan belum sempurna melapuk sehingga sumber makanan untuk fauna tanah belum melimpah. Pada periode II (7 MST), kondisi tanaman berada dalam fase generatif (bunting) dan sudah berbunga dan anakan padi sekitar 20 anakan, sehingga permukaan tanah tertutupi oleh rimbunnya anakan dan jarak antar tanam semakin tipis. Pada periode ini tanaman diproteksi dengan jaring untuk menghindari serangan burung. Kondisi sisa tanaman berupa dedaunan dalam saluran dan lubang resapan sudah terdekomposisi dengan baik. Menurut Brata (2008), sampah organik dalam lubang resapan dalam selang waktu hari akan terdekomposisi menjadi kompos. Sedangkan pada periode III adalah pasca pemanenan namun yang dipanen hanya beberapa sampel yang dijadikan titik percontohan dan tidak semua tanaman dipangkas sehingga sisa-sisa tanaman dibiarkan jatuh dan melapuk. Tabel 1. Kepadatan Populasi Fauna Tanah pada Lahan dengan Kemiringan 5% (0-15 cm) Periode Perlakuan I II III T0 690 b 1552 a 2155 b T1 733 b 2112 a 1078 b T2 733 b 2931 a 3621 a T3 905 b 2241 a 1983 b T a 2414 a 2284 b Pada periode I, kepadatan fauna tertinggi adalah perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4) dan perlakuan teras gulud dengan SPB (T3). Tingginya populasi fauna tanah pada perlakuan ini kemungkinan disebabkan

4 21 karena pada perlakuan tersebut terdapat saluran dan lubang resapan biopori yang diisi oleh mulsa vertikal berupa sisa-sisa tanaman. Sisa tanaman inilah yang menjadi sumber makanan bagi biota tanah yang terdiri dari mikroba tanah dan fauna tanah. Sedangkan LRB yang sejalan dengan pertumbuhan akar tanaman membentuk biopori yang menjadi habitat yang cocok bagi peningkatan populasi dan aktivitas fauna tanah. Biopori menjadi habitat yang baik bagi perkembangan akar dan fauna tanah karena tersedianya cukup bahan organik, air, oksigen, dan unsur hara. Menurut Erniwati (2008), kecuali pada lapisan serasah, maka lapisanlapisan tanah semakin ke bawah akan memiliki keragaman taksa dan kelimpahan individu semakin menurun. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa semakin ke dalam suatu lapisan tanah maka semakin berkurang daya dukung lingkungannya untuk kehidupan fauna tanah. Namun, LRB memperbaiki daya dukung lingkungan fauna tanah di lapisan bawah. Keterkaitan ini menjadi sebuah ekosistem tanah yang mempengaruhi biodiversitas tanah. Fauna tanah akan berkembang biak dan beraktifitas membuat biopori, mengunyah dan memperkecil ukuran sampah organik, serta mencampurkannya dengan mikroba yang dapat mempercepat proses pelapukan sampah organik menjadi kompos dan senyawa humus yang dapat memperbaiki kondisi tanah. Peresapan air ke dalam tanah juga akan diperlancar dengan adanya biopori yang dibentuk oleh akar tanaman dan aktifitas fauna tanah. Lubang resapan biopori akan membantu mempermudah pemasukan bahan organik ke dalam tanah. Kumpulan sampah organik yang tidak terlalu besar dalam lubang silindris akan menjadi habitat yang baik bagi fauna tanah yang memerlukan perlindungan dari panas matahari dan kejaran pemangsa, sehingga pada perlakuan T3 dan T4 yang terdapat SPB dan LRB menunjukkan kepadatan populasi fauna tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain tanpa LRB. Sedangkan pada periode II, jumlah kepadatan fauna tanah tertinggi adalah pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) dan SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4). Pada periode III jumlah kepadatan fauna tertinggi sama dengan periode II, yaitu T2 dan T4. Perlakuan T2 terdapat

5 22 mulsa vertikal dalam LRB yang menjadi sumber makanan bagi fauna tanah memberikan asupan bahan organik yang cukup banyak dari dekomposisi sisa tanaman. Pada Tabel.1 dapat dilihat bahwa perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4) pada periode pertama dengan perlakuan lainnya terdapat perbedaan yang nyata. Sedangkan untuk perlakuan T1, T2 dan T3 tidak terlihat adanya perbedaan namun setiap perlakuan dengan LRB dan mulsa vertikal cenderung meningkatkan populasi fauna tanah yang ada dibandingkan dengan perlakuan kontrol (T0). Pada periode II semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata namun cenderung meningkatkan populasi fauna tanah dari perlakuan kontrol (T0). Pada periode III perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) menunjukkan perbedaan yang nyata dengan semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan populasi setiap perlakuan pada periode I belum begitu dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti pada periode II dan periode III Lahan Dengan Kemiringan 15% Pada lahan ini, populasi kepadatan fauna tertinggi terdapat pada perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4) dengan jumlah 1422 individu/m 2 dan kepadatan terendah pada perlakuan teras gulud dengan SK (T1) dengan jumlah 388 individu/m 2 pada periode I. Urutan kepadatan populasi dari yang tertinggi hingga terendah adalah perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4), teras gulud dan SPB (T3), perlakuan kontrol (T0), teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2), teras gulud dengan SK (T1) pada periode I. Pada periode II, kepadatan populasi tertinggi pada perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) dengan jumlah 4483 individu/m 2 dan kepadatan populasi terendah pada perlakuan saluran konvensional (T1) dengan jumlah 1595 individu/m 2. Urutan kepadatan fauna tertinggi hingga terendah adalah perlakuan teras gulud dengan SPB (T3), SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4), teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2), perlakuan kontrol (T0), teras gulud dengan SK (T1).

6 23 Pada periode III, kepadatan populasi fauna tanah tertinggi adalah perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) dengan jumlah 3017 individu/m 2 dan kepadatan populasi fauna tanah terendah adalah perlakuan kontrol (T0) dengan jumlah 1207 individu/m 2, urutan kepadatan populasi pada periode III ini adalah perlakuan teras gulud dengan SPB (T3), teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2), SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4), teras gulud dengan SK (T1), perlakuan kontrol (T0). Berdasarkan gambar di bawah ini, dapat dilihat bahwa dinamika populasi fauna tanah dari periode I meningkat sampai periode II lalu sedikit menurun pada periode III, hal ini disebabkan kondisi tanaman saat periode I masih kecil dan renggang jaraknya sehingga kondisi permukaan tanah langsung mendapat sinar matahari sehingga suhu permukaan tanah akan lebih tinggi, jika dibandingkan dengan kondisi tanaman saat periode II yang menutupi permukaan tanah membuat kondisi ini disukai oleh fauna tanah. Keterangan: T0 : Kontrol T1: teras gulud dengan saluran konvensional (SK) T2 : teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan lubang resapan biopori T3: teras gulud dengan saluran peresapan biopori T4: saluran peresapan biopori yang dikombinasikan dengan lubang resapan biopori Gambar 3. Kepadatan populasi fauna tanah pada lahan padi gogo dengan kemiringan 15% dari periode I - III (kedalaman 0-15 cm)

7 24 Semakin rindang permukaan tanah, maka sumber makanan semakin tinggi, menjaga fluktuasi suhu dan kelembaban tanah permukaan tanah yang lembab serta melindungi fauna tanah secara langsung dari sengatan sinar matahari sehingga mampu menciptakan habitat yang nyaman bagi tempat tinggal fauna tanah. Namun, pada periode III, kondisi tanaman setelah panen mengalami sedikit pemangkasan yang berdampak pada menurunnya kepadatan populasi fauna tanah. Berdasarkan gambar di atas terlihat, bahwa populasi yang terus meningkat dari setiap periode adalah perlakuan T2 dan T4, pada lahan ini terdapat mulsa vertikal pada lubang resapan biopori, sehingga pada lahan ini terdapat bahan organik yang tinggi sebagai sumber makanan bagi fauna tanah yang ada di dalamnya. Mulsa dapat menghindari fluktuasi suhu dan kadar air permukaan tanah. Dengan mulsa bahan organik lebih dapat dipelihara, bahkan dalam jangka panjang dapat ditingkatkan dan penguapan air tanah dapat diperkecil sehingga kelembaban tanah terjaga (Sarief, 1985) sehingga dengan adanya mulsa maka tercipta lingkungan yang disukai oleh fauna tanah. Lubang resapan biopori yang diisi oleh sisa tanaman yang dapat melindungi permukaan lubang dari penyumbatan sedimen halus dan lumut. Selain itu akan membuat fauna tanah tertarik masuk ke dalam tanah untuk berlindung, memakan sampah organik dan membentuk biopori. Lubang biopori juga membuat pergerakan fauna tanah menjadi lebih mudah karena terbentuknya liang-liang yang menjadi jalur transportasi bagi fauna tanah sehingga meningkatkan biodiversitas hayati pada lapisan bawah permukaan tanah. Tabel 2. Kepadatan Populasi Fauna Tanah pada Lahan dengan kemiringan 15% (0-15 cm) Periode Perlakuan I II III T0 560 a 2069 b 1207 a T1 388 a 1595 b 1810 a T2 517 a 2414 b 2414 a T3 776 a 4483 a 3017 a T a 2931 b 1810 a

8 25 Pada Tabel. 2 dapat dilihat bahwa semua perlakuan pada periode I tidak menunjukkan perbedaan yang nyata namun cenderung meningkatkan populasi fauna tanah dibandingkan dengan kontrol (T0). Pada periode II, perlakuan T3 menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan yang lainnya dan pada periode III semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata namun cenderung meningkatkan jumlah populasi fauna tanah jika dibandingkan dengan kontrol (T0) pada lahan pertanaman padi gogo ini. Menurut Brata (2008), lubang resapan biopori dikembangkan atas dasar prinsip ekohidrologis, yaitu dengan memperbaiki kondisi ekosistem tanah untuk perbaikan fungsi hidrologis ekosistem tersebut. Pemanfaatan sampah organik ke dalam lubang kecil dan dalam ternyata dapat menciptakan habitat yang baik bagi beraneka ragam organisme tanah. Organisme tanah dapat mempercepat pelapukan bahan organik serta meningkatkan pembentukan biopori yang dapat memperlancar peresapan air dan pertukaran O 2 dan CO 2. Kelebihan biopori dibandingkan dengan pori makro diantara agregat tanah antara lain (1) lebih mantap karena dilapisi oleh senyawa organik yang dikeluarkan oleh tubuh cacing (Brata, 1990), (2) berbentuk lubang silindris yang bersinambung dan tidak mudah mudah tertutup oleh pengembangan yang bersifat vertik, (3) dapat menyediakan liang yang mudah ditembus akar tanaman (Wang, Hesketh, dan Wooley, 1986 dalam Brata, 2008) dan (4) menyediakan saluran bagi peresapan air (Infiltrasi yang lancar ke dalam tanah (Smettem, 1992; Brata, 2004 dalam Brata, 2008). Aneka bahan mineral dan organik yang dimakan oleh cacing, kemudian dikeluarkan menjadi casting yang mempunyai bobot isi lebih rendah(1,15 g/cm 3 ) dibandingkan dengan tanah sekitarnya (1,5-1,6 g/cm 3 ). Secara umum jumlah kepadatan populasi fauna tanah pada lahan kemiringan 5% lebih banyak dibandingkan lahan dengan kemiringan 15%. Hal ini disebabkan oleh beda kemiringan yang cukup mempengaruhi besarnya pengangkutan bahan organik oleh aliran permukaan. Semakin curam kemiringan lereng, maka semakin besar pengangkutan yang terjadi sehingga bahan organik dan unsur hara yang hanyut oleh aliran permukaan semakin banyak dan membuat habitat yang kurang disukai fauna tanah karena sumber makanannya terbatas.

9 26 Gambar 4. Kepadatan populasi fauna tanah pada lahan dengan kemiringan 5% dan 15% dari periode I - III (kedalaman 0-15 cm) Secara umum berdasarkan hasil pengukuran, aliran permukaan dan erosi pada lahan dengan kemiringan 15% lebih besar dibandingkan lahan dengan kemiringan 5% (Tabel Lampiran 7). Perlakuan yang diterapkan berdasarkan metode konservasi tanah dan air untuk lahan miring seperti pembuatan saluran dalam petakan untuk mengurangi erosi oleh aliran permukaan saat terjadi hujan. Namun, ada pula perlakuan yang jumlah populasi fauna tanahnya lebih besar pada lahan dengan kemiringan 15% di bandingkan lahan 5%. Hal ini diduga karena adanya pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan pada lahan dengan kemiringan 15% lebih rimbun dan teduh jika dibandingkan dengan lahan 5% sehingga pada beberapa perlakuan terdapat jumlah populasi fauna tanah yang lebih tinggi pada lahan dengan kemiringan 15% meskipun aliran permukaannya lebih besar. 4.2 Keragaman Fauna Tanah Lahan Dengan Kemiringan 5% Keragaman fauna tanah dalam penelitian ini dihitung berdasarkan metode Shannon Diversity Index (H ) yang menggambarkan keragaman fauna tanah

10 27 ditinjau berdasarkan taksa (kelompok) dalam suatu habitat. Nilai keragaman ini tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah populasi fauna tanah. Tabel 3. Nilai indeks keragaman fauna tanah pada lereng 5% Periode Perlakuan I II III T0 1,32 1,77 1,56 T1 1,45 1,77 1,46 T2 1,49 1,29 1,44 T3 1,52 1,29 2,06 T4 1,51 1,47 1,84 Berdasarkan hasil perhitungan tersebut (Tabel 3), pada lahan dengan kemiringan 5%, keragaman fauna tanah tertinggi pada periode I adalah perlakuan teras gulud dan SPB (T3) dengan nilai 1,52 dan keragaman terendah pada perlakuan kontrol (T0) dengan nilai 1,32. Pada periode II, keragaman fauna tertinggi adalah perlakuan saluran konvensional (T1) dengan nilai 1,77 dan nilai terkecil pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2). Pada periode III, nilai keragaman fauna tanah tertinggi pada perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) dan terendah pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2). Berdasarkan kategori nilai Shannon Diversity Index yang terdapat pada Magurran (1987) maka keragaman tertinggi pada setiap periode tergolong sedang namun jika dilihat dari seluruh periode maka indeks keragaman tergolong rendah.. Keragaman ini yang menggambarkan banyaknya taksa (kelompok) dalam suatu habitat. Kategori rendah pada lahan ini disebabkan karena lahan yang digunakan sebagai areal pertanaman padi gogo bukanlah lahan alami yang baru dibuka melainkan lahan yang sering kali ditanami sehingga jumlah fauna tanah tidak melimpah ruah seperti pada habitat alami seperti hutan.

11 28 (a) (b) (c) Gambar 5. Kondisi tanaman saat pengambilan sampel (a. Kondisi tanaman periode I; b. Kondisi tanaman periode II; c. Kondisi tanaman periode III) Kelompok fauna tanah dengan jumlah individu dominan (NI) dan sangat dominan (N2) dihitung dengan menggunakn rumus Hill s Diversity Number (Ludwig dan Reynoldz, 1988). Cara menentukan jenis fauna tanah yang dominan (NI) adalah melihat hasil perhitungan berdasarkan rumus lalu melihat kelompok fauna tanah yang memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan fauna tanah yang ditemukan dalam perlakuan. Misal dalam perlakuan T0 nilai NI adalah 3,74 (Tabel Lampiran. 1) sehingga dapat diketahui ada 3 jenis fauna tanah yang jumlahnya lebih banyak dari fauna tanah yang di temukan dalam perlakuan T0. Sedangkan penentuan fauna tanah yang paling dominan (N2) adalah dengan melihat satu jenis fauna tanah dalam perlakuan T0 dengan jumlah terbanyak.

12 29 Tabel 4. Dominansi Fauna Tanah pada Lahan dengan kemiringan 5% Perlakuan Periode I Populasi Fauna Tanah Dominan Paling Dominan T0 Centipede, Orthoptera, Symphila Centipede T1 Acari, Coleoptera, Centipede, Orthoptera Centipede T2 Acari, Collembola, Orthoptera, Homoptera Orthoptera T3 Acari, Coleoptera, Centipede, Orthoptera Coleoptera T4 Acari, Coleoptera, Centipede, Orthoptera Centipede Periode II T0 Acari, Collembola, Hymenoptera, Coleoptera, Isopoda Hymenoptera T1 Acari, Collembola, Hymenoptera, Coleoptera, Centipede Coleoptera T2 Acari, Collembola, Coleoptera Coleoptera T3 Collembola, Hymenoptera, Coleoptera, Isopoda Hymenoptera T4 Acari, Coleoptera,Isopoda Isopoda Periode III T0 Acari, Collembola, Coleoptera, Centipede Collembola T1 Acari, Collembola, Hymenoptera, Centipede Centipede T2 Acari, Collembola, Hymenoptera, Isopoda Isoptera T3 Acari, Collembola, Coleoptera, Centipede, Orthoptera, Isopoda, Symphila Centipede T4 Acari, Collembola, Hymenoptera, Coleoptera, Centipede, Isopoda Collembola Kondisi lingkungan saat pengambilan sampel juga mempengaruhi keragaman fauna tanah. Keragaman fauna tanah pada kondisi awal pertanaman (Gambar 4. a) akan lebih sedikit karena sinar matahari dapat langsung mengenai permukaan tanah dan membuat suhu permukaan lebih tinggi. Berbeda pada kondisi pengambilan sampel ke-2 dan ke-3, dimana suhu permukaan lebih lembab dan bahan organik tersedia lebih banyak dibandingkan periode pengambilan sampel ke-1. Keberadaan fauna tanah pada lahan yang tidak terganggu akan menjaga proses siklus hara berlangsung secara terus menerus. Lingkungan terganggu atau terdegradasi pada umumnya memiliki fauna tanah yang mengalami penurunan komposisi maupun populasi yang disebabkan oleh penurunan atau hilangnya sejumlah spesies tumbuhan, penurunan kekayaan deposit serasah, perubahan sifat biologis, fisik dan kimia tanah, penurunan populasi fauna lain dan

13 30 mikroorganisme tanah, dan perubahan iklim mikro ke arah yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan makhluk hidup di dalamnya (Nuril dkk, 1999). Pada lahan ini, kelompok dengan jumlah individu dominan dalam sampel (NI) pada periode I di perlakuan T0 ditemukan 3 taksa (Tabel. 4) dengan kelompok yang paling dominan dalam sampel adalah Centipede. Pada perlakuan teras gulud dengan saluran konvensional (T1) ditemukan 3 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Centipede. Pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Orthoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Coleoptera. Pada perlakuan saluran peresapan biopori yang dikombinasikan dengan LRB (T4) ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Centipede. Secara umum, pada periode I ini, kelompok yang dominan dalam setiap perlakuan adalah Centipede. Centipede merupakan predator, dalam periode I ini terlihat dari data dominansi fauna tanah (Tabel. 4) bahwa Acari dan Collembola termasuk fauna tanah yang dominan, kedua hewan ini merupakan mangsa Centipede sehingga populasi Centipede meningkat karena tersedianya makanan yang berlimpah. Selain itu, Centipede adalah fauna tanah yang menyukai kondisi tanah lembab dan kondisi tanah di kebun penelitian ini sesuai dengan karakteristik lingkungan hidup Centipede. Jadi, kondisi lingkungan yang mendukung dan tersedianya makanan yang berlimpah membuat populasi Centipede pada periode ini menjadi fauna tanah paling dominan. Pada periode II, dimana kondisi padi gogo sudah terisi bulirnya dan anakan padi sudah banyak sehingga kondisi tanaman rimbun dan menutupi permukaan tanah (gambar 3. b). Fauna yang ditemukan dari segi jumlah kepadatan fauna lebih banyak dari periode I. Pada perlakuan T0 ditemukan 5 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Hymenoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan saluran konvensional (SK) ditemukan 5 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Coleoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) ditemukan 3 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Coleoptera. Pada

14 31 perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Hymenoptera. Pada perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4) ditemukan 3 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Isopoda. Secara umum, pada periode II ini fauna yang dominan adalah Coleoptera. Coleoptera merupakan sebagian dari insecta yang tinggal di dalam atau di atas tanah dalam bentuk larva dan dewasa (Kevan, 1962; Raw, 1967 dalam Adianto 1993). Dalam penelitian ini yang banyak ditemukan adalah larva Coleoptera. Kebanyakan merupakan predator pada hewan kecil tetapi juga dapat memakan bahan tumbuhan, jamur, algae, kayu, kotoran, bangkai dan sebagainya. Jumlah kumbang sangat besar dan habitatnya sangat bervariasi. Pada saat pengambilan sampel di periode II, curah hujan tinggi yaitu 441 mm sehingga mampu membuat kondisi lingkungan yang nyaman bagi keberlangsungan hidup fauna tanah. Wallwork (1970) menyatakan bahwa kepadatan populasi Collembola meningkat pada curah hujan tinggi dan berkurang pada curah hujan rendah. Pada periode ini, Collembola juga termasuk salah satu taksa yang dominan ditemukan dalam perlakuan, namun menjadi taksa yang tidak paling dominan diduga karena dimangsa oleh Coleoptera. Pada periode III, kondisi tanaman sudah panen, beberapa tanaman dipangkas namun sisanya dibiarkan hingga melapuk (Gambar 3.c). Keragaman fauna tanah di periode ini lebih tinggi daripada periode sebelumnya, karena pada periode setelah panen ini terdapat banyak sisa tanaman yang merupakan sumber bahan organik bagi fauna tanah sehingga keragaman fauna tanah meningkat. Pada perlakuan kontrol (T0) taksa yang ditemukan ada 4 dan taksa yang paling dominan adalah Collembola. Pada perlakuan teras gulud dengan saluran konvensional (SK) ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Centipede. Pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Isoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) ditemukan 7 taksa. Sedangkan kelompok yang paling dominan adalah Centipede. Pada perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4) ditemukan 5 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Collembola.

15 32 Secara umum, pada periode III ini, kelompok yang dominan dari setiap perlakuan adalah Acari dan Collembola. Hal ini sejalan dengan kondisi tanaman diperiode III yang dibiarkan melapuk. Banyaknya jumlah Acari dan Collembola dikarenakan jumlah makanannya berlimpah. Collembola berperan di dalam siklus makanan sebagai perombak bahan organik atau detritivor. Kebanyakan kelompok hewan ini merupakan penghuni tanah, tetapi sebagian besar menghabiskan hidupnya di atas permukaan tanah. Makanannya cukup bervariasi misalnya materi tumbuhan yang telah hancur, jamur, sisa-sisa hewan, feses dari hewan lain dan humus. Peranan Collembola menurut Gobat et al. (2004) adalah mengahancurkan bahan organik ke dalam ukuran yang lebih kecil kemudian mencampurnya. Collembola juga berpengaruh pada dinamika populasi fungi karena kebiasaannya memakan hifa fungi dan spora fungi. Jumlah Acari dan Collembola yang berlimpah juga didukung oleh kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan dan kondisi yang bersifat masam, begitupun dengan ph pada lahan ini berkisar 5,9 6,3. Hal ini sejalan dengan dengan pernyataan Wallwork (1970), bahwa Acari dan Collembola merupakan mesofauna tanah yang populasinya menonjol pada lahan dengan ph tanah yang masam. Dilihat secara umum dari seluruh periode di lahan dengan kemiringan 5%, kelompok fauna tanah yang paling dominan adalah Centipede. Jenis fauna ini sering sekali muncul hampir pada setiap perlakuan dan setiap periode. Hal ini dikarenakan sumber makanannya yang berupa hewan kecil seperti Acari dan Collembola tersedia dengan jumlah yang berlimpah (Tabel. 4). Sejalan dengan pernyataan Coleman (2004) bahwa semua jenis Centipede adalah predator. Mereka merupakan pelari yang cepat dan aktif dalam memangsa hewan yang kecil seperti Collembola. Centipede adalah hewan yang akan kehilangan air melalui kulit luarnya jika kelembaban relatif rendah sehingga Centipede akan bertahan hidup jika kondisi tanah lembab. Dua kondisi ini sangat mendukung bagi kehidupan Centipede sehingga menjadikan Centipede menjadi fauna tanah paling dominan dalam petakan penelitian dengan lahan kemiringan 5%.

16 33 Berdasarkan hasil analisis unsur hara pada sedimen yang tertinggal, kandungan unsur tertinggi dalam perlakuan T3 dan T4 terutama kandungan C- Organik (Tabel Lampiran 8). Hal ini membuktikan bahwa laju dekomposisi T3 dan T4 lebih cepat sehingga transfer bahan organik ke dalam tanah lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Bahan organik inilah yang menjadi alasan fauna tanah datang menempati habitat ini kemudian berkoloni dan membentuk populasi. Fauna tanah hidupnya sangat bergantung pada tersedianya bahan organik berupa serasah atau lainnya yang terdapat di permukaan tanah (Suhardjono, 1998). Setiap perlakuan konsep pertanian konservasi ini diharapkan juga dapat menurunkan bobot isi tanah. Dan hal itu dibuktikan dengan nilai bobot isi yang meningkat dari awalnya (Tabel Lampiran 9). Kondisi tanah yang remah ini bisa disebabkan oleh kandungan bahan organik yang tinggi dan juga aktifitas fauna tanah yang meningkat. Kondisi yang remah disukai fauna tanah karena membuatnya mudah bergerak. Dan perlakuan SPB dan LRB (T4) yang menunjukkan peningkatan bobot isi yang paling baik dari semua perlakuan yang lain Lahan Dengan Kemiringan 15% Keragaman fauna tanah juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Pada areal pertanaman padi gogo dengan kemiringan lahan 15% jelas lebih curam dibandingkan dengan lahan kemiringan 5%, secara umum kondisinya pun berbeda. Pada lahan kemiringan 15%, kondisi lingkungan sekitar lebih rindang karena ternaungi oleh beberapa pohon besar dan tanaman pagar yang mengelilingi petakan.

17 34 Tabel 5. Nilai indeks keragaman fauna tanah pada lereng 15% Periode Perlakuan I II III T0 1,52 1,94 1,51 T1 1,46 1,89 1,99 T2 1,71 2,14 1,86 T3 1,8 1,46 2,03 T4 1,72 1,88 1,90 Berdasarkan hasil perhitungan keragaman (Tabel 5), pada lahan dengan kemiringan 15%, keragaman fauna tanah tertinggi pada periode I adalah perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) dengan nilai 1,8 dan keragaman terendah pada perlakuan teras gulud dengan saluran konvensional (SK) dengan nilai 1,46. Pada periode II, keragaman fauna tertinggi adalah perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) dengan nilai 2,14 dan nilai terkecil pada perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) dengan nilai 1,46. Pada periode III, nilai keragaman fauna tanah tertinggi pada perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) dengan nilai 2.03 dan terendah pada perlakuan kontrol (T0) dengan nilai 1,51. Berdasarkan kategori nilai Shannon Diversity Index yang terdapat pada Magurran (1987) maka keragaman tertinggi pada setiap periode tergolong sedang. Nilai indeks keragaman tidak menentukan besarnya jumlah populasi. Bisa saja terjadi nilai keragamannya kecil tapi jumlah populasinya padat, hal ini dikarenakan adanya dominasi fauna tanah tertentu dalam suatu perlakuan lahan. Nilai indeks keragaman akan maksimal ketika semua individu yang ada dalam habitat terwakili secara merata namun hal ini biasanya akan terjadi jika sumber makanan sangat berlimpah dan lingkungan yang sangat mendukung bagi fauna tanah. Selain itu, ada beberapa fauna tanah yang sumber makanan dan tempat hidupnya sangat spesifik.

18 35 Perlakuan Periode I Tabel 6. Dominansi Fauna Tanah pada Lahan dengan Kemiringan 15% Populasi Fauna Tanah Dominan Paling Dominan T0 Hymenoptera, Acari, Coleoptera, Diptera Hymenoptera T1 Acari, Hymenoptera, Coleoptera, Isopoda, Oligochaeta Hymenoptera T2 Acari, Collembola, Coleoptera, Centipede, Oligochaeta Collembola T3 Acari, Collembola, Hymenoptera, Coleoptera, Orthoptera, Oligochaeta Coleoptera T4 Acari, Collembola, Hymenoptera, Coleoptera, Centipede Hymenoptera Periode II T0 Acari, Collembola, Hymenoptera, Centipede, Isoptera, Oligochaeta Isoptera T1 Acari, Collembola, Hymenoptera, Diptera, Centipede, Oligochaeta Hymenoptera T2 Acari, Collembola, Hymenoptera, Centipede, Isopoda, Lepidoptera, Oligochaeta Hymenoptera T3 Acari, Hymenoptera, Coleoptera, Centipede Hymenoptera T4 Acari, Collembola, Hymenoptera, Coleoptera,Pseudoscorpione, Oligochaeta Hymenoptera Periode III T0 Acari, Collembola, Coleoptera, Centipede Collembola T1 Acari, Collembola, Hymenoptera, Centipede, Coleoptera Acari T2 Acari, Collembola, Hymenoptera, Centipede Acari T3 Acari, Collembola, Hymenoptera, Coleoptera, Centipede, Diplura, Zoraptera Hymenoptera T4 Acari, Collembola, Coleoptera, Centipede, Isoptera, Oligochaeta Collembola Pada lahan dengan kemiringan 15 % ini, pada periode I di perlakuan kontrol (T0) ditemukan 4 taksa dengan taksa yang paling dominan dalam sampel adalah Hymenoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan saluran konvensional (T1) ditemukan 4 taksa dengan taksa yang paling dominan adalah Hymenoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) ditemukan 5 taksa dengan taksa yang paling dominan adalah Collembola. Pada perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) ditemukan 6 taksa dengan taksa yang paling dominan adalah Coleoptera. Pada perlakuan saluran peresapan biopori yang dikombinasikan dengan LRB (T4) ditemukan 5 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Hymenoptera. Secara umum, pada periode I ini, kelompok yang dominan dalam setiap perlakuan adalah Hymenoptera. Makrofauna yang paling berlimpah adalah semut (Hymenoptera) karena secara jumlah hewan ini mendominasi populasi di

19 36 ekosistem darat dibandingkan hewan lain. Semut merupakan fauna yang hidupnya berkoloni dan membuat sarang di dalam tanah, dan dengan adanya LRB maka semakin banyak sarang yang dibuat karena dekat dengan sumber makanan yang berasal dari dekomposisi sisa tanaman yang menjadi bahan pengisi LRB. Hymenoptera memiliki peranan sebagai ecosystem engineer bersama cacing tanah dan rayap. Semut umumnya phytophagus dan dalam habitatnya akan menjadi predator bagi hewan yang lebih kecil. Tingginya kepadatan semut, akan mengurangi kepadatan predator lainnya seperti Coleoptera dan Aranae. Semut menyukai tempat yang lembab sampai panas (Wallwork, 1970) sehingga di wilayah gurun pun fauna ini masih dapat dijumpai dalam jumlah yang melimpah. Aktifitas makan setiap jenis semut berbeda-beda. Beberapa menjadi predator hewan lain, menjadi herbivor dengan menkonsumsi daun tanaman, jaringan kayu atau biji-bijian dan pemakan hifa atau fungi. Pada periode II, dimana kondisi padi gogo sudah terisi bulirnya dan anakan padi sudah banyak sehingga kondisi tanaman rimbun dan menutupi permukaan tanah. Jumlah fauna yang ditemukan pada periode II lebih banyak dibanding periode I. Pada perlakuan kontrol (T0) ditemukan 6 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Isoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan saluran konvensional (T1) ditemukan 6 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Hymenoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) ditemukan 7 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Hymenoptera. Pada perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Hymenoptera. Pada perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4) ditemukan 6 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Hymenoptera. Secara umum, pada periode II ini, kelompok yang dominan dari setiap perlakuan adalah Hymenoptera.

20 37 (a) (b) (c) Gambar 6. Fauna tanah yang sering ditemukan (a. Collembola, b. Acari, c. Centipede d. Hymenoptera) Pada periode III, kondisi tanaman sudah panen, beberapa tanaman dipangkas namun sisanya dibiarkan hingga melapuk. Keragaman fauna tanah di periode ini lebih tinggi daripada periode sebelumnya, karena pada periode setelah panen ini lebih banyak ditemukan sisa sisa tanaman yang digunakan oleh fauna tanah sebagai sumber makanannya sehingga jumlah dan keragaman fauna tanah meningkat. Pada perlakuan kontrol (T0) ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Collembola. Pada perlakuan teras gulud dengan saluran konvensional (SK) ditemukan 5 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Acari. Pada perlakuan teras gulud dengan SK dikombinasikan dengan LRB (T2) ditemukan 4 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Acari. Pada perlakuan teras gulud dengan SPB (T3) ditemukan 7 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Hymenoptera. Pada perlakuan SPB yang dikombinasikan dengan LRB (T4) ditemukan 6 taksa dan taksa yang paling dominan adalah Collembola. Secara umum, pada periode III ini kelompok yang dominan dari setiap perlakuan adalah Acari dan Collembola. (d)

21 38 Pada periode III, fauna tanah yang sering muncul adalah Acari dan Collembola. Keduanya adalah kelompok mikroarthtropoda yang memiliki distribusi yang luas di seluruh tanah dunia. Jenis Collembola yang sering muncul adalah Entomobrydae dan Isotomidae. Collembola digolongkan sebagai hewan saprophagus. Bahan organik yang biasa dicerna adalah hifa, spora fungi, sisa tanaman dan dan ganggang uniseluler (Wallwork, 1976). Peranan Collembola dalam tanah yaitu menghancurkan bahan organik menjadi ukuran yang lebih kecil kemudian fauna lain yang berukuran makro seperti cacing akan mencampurnya dari horison atas ke yang lebih bawah. Sedangkan Acari biasanya lebih berlimpah dibandingkan Collembola. Ukuran tubuh Acari akan mengecil seiring dengan kedalaman tanah tempat tinggalnya. Pada lahan ini, jenis Acari yang sering dijumpai adalah Prostigmatid dan Oribatida. Oribatida adalah fauna saprophagus, sedangkan Prostigmata merupakan jenis predator. Peranan Acari tidak jauh berbeda dengan Collembola, yaitu sebagai penghancur bahan organik dan dekomposer. Menurut Sugiyarto et al. (2007), keragaman fauna tanah dipengaruhi oleh variasi makanan yang tersedia di lingkungan. Lingkungan dengan vegetasi penutup lahan yang lambat melapuk umumnya memiliki kepadatan populasi makrofauna yang besar. Lavelle (1997) menyatakan keanekaragaman dan kepadatan populasi fauna tanah dipengaruhi oleh organisme tanah lainnya. Hal ini disebabkan semua organisme di dalam tanah saling berinteraksi, baik interaksi mutualisme ataupun saling memangsa membentuk food webs.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kepadatan Populasi dan Biomassa Fauna Tanah Populasi fauna tanah pada lahan tebu transgenik PS IPB 1 menunjukkan kepadatan tertinggi pada lahan PS IPB 1-8 sebesar 4268 individu/m

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fauna Tanah Lingkungan Hidup Fauna Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fauna Tanah Lingkungan Hidup Fauna Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fauna Tanah Fauna tanah adalah organisme yang seluruh atau sebagian besar daur atau kegiatan untuk kelangsungan hidupnya dilakukan di dalam tubuh tanah (Poerwowidodo, 1992)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fauna Tanah 4.1.1. Populasi Total Fauna Tanah Secara umum populasi total fauna tanah yaitu mesofauna dan makrofauna tanah pada petak dengan jarak pematang sempit (4 m)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari bulan Januari sampai April 2010 di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang saling. keberadaan atau perilakunya sangat berhubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang saling. keberadaan atau perilakunya sangat berhubungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang saling berhubungan, dimana keberadaan atau perilakunya sangat berhubungan dengan kondisi lingkungan tertentu sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

POPULASI DAN KERAGAMAN FAUNA TANAH PADA AREAL PERTANAMAN PADI GOGO DENGAN TEKNOLOGI PERESAPAN BIOPORI DI KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN IPB

POPULASI DAN KERAGAMAN FAUNA TANAH PADA AREAL PERTANAMAN PADI GOGO DENGAN TEKNOLOGI PERESAPAN BIOPORI DI KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN IPB POPULASI DAN KERAGAMAN FAUNA TANAH PADA AREAL PERTANAMAN PADI GOGO DENGAN TEKNOLOGI PERESAPAN BIOPORI DI KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN IPB NAILAH SA ADAH A14063053 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Pinus Hutan pinus (Pinus merkusii L.) merupakan hutan yang terdiri atas kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Kingdom Divisio Classis Ordo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman primadona di Lampung. Salah satu perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation (GMP). Pengolahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol adalah tipe tanah yang terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fauna Tanah Klasifikasi Fauna Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fauna Tanah Klasifikasi Fauna Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fauna Tanah Fauna tanah sebagai bagian dari organisme tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof utama dalam tanah (Rahmawaty, 2004). Kelompok ini mendapatkan energi dari substrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1. Bobot Isi Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap bobot isi tanah adalah seperti tertera pada Tabel

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian 14 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah Deskripsi profil dan hasil analisis tekstur tiap kedalaman horison disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia (Rahmawaty,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan bagian penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan kondisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasll penelitian disajikan dengan memaparkan hasil pengukuran faktor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasll penelitian disajikan dengan memaparkan hasil pengukuran faktor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasll penelitian disajikan dengan memaparkan hasil pengukuran faktor fisik, kimia terlebih dahulu agar diperoleh gambaran kondisi mikroklimat tanah gambut pada areal penelitian.

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada kemiringan lahan 15 %. Tanah Latosol Darmaga/Typic Dystrudepts (Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm) dipilih sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gulma siam (Chromolaena odorata) tercatat sebagai salah satu dari gulma tropis. Gulma tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat (dapat mencapai 20 mm per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang komplek untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada kondisi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Organik Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

III. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH

III. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH 12 III. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH dari stabilitas, struktur, hidrolik konduktivitas, dan aerasi, namun memiliki sifat kimia kurang baik yang dicerminkan oleh kekahatan hara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dengan cara bercocok tanam. Salah satu proses terpenting dalam bercocok tanam adalah

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami proses dan faktor pembentukan tanah. 2. Memahami profil,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia, luasnya mencapai 130.609.014,98 ha (Departemen Kehutanan, 2011). Ekosistem tersebut

Lebih terperinci

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 5 II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 2.1. Karakteristik tanah tropika basah Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas di kawasan tropika basah, tetapi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas fauna tanah, bertempat pada habitat yang cocok untuk memperoleh makanan, kondisi fisik dan ruangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penggunaan Lahan Hutan Pinus Penggunaan lahan hutan pinus menempati bagian lahan dengan lereng yang cukup curam. Tumbuhan penutup tanah (basal cover) pada hutan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati merupakan jutaan tumbuhan, hewan dan mikroorganisme, termasuk yang mereka miliki, serta ekosistem rumit yang mereka bentuk menjadi lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sifat-sifat Morfologi Masing-masing Profil Tanah

Lampiran 1. Sifat-sifat Morfologi Masing-masing Profil Tanah LAMPIRAN Lampiran 1. Sifat-sifat Morfologi Masing-masing Profil Tanah PROFIL 1 LOKASI : Surya Panel 7 Umur 0 Tahun (lereng atas) KOORDINAT : 00º 33 26.2 LU 117º 29 28.2 BT Uraian deskripsi profil No. Lapang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol tergolong tanah yang subur. Tanah Latosol merupakan tanah yang umum terbentuk di daerah tropika basah sehingga dapat digunakan untuk pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup atau makhluk hidup yang telah mati, meliputi kotoran hewan, seresah, sampah, dan berbagai produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan hidup manusia, berupa sumberdaya hutan, tanah, dan air. Antara manusia dan lingkungan hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Karo merupakan suatu daerah di Propinsi Sumatera Utara yang terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah hulu sungai. Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang batangnya mengandung zat gula sebagai bahan baku industri gula. Akhir-akhir ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain

1. PENDAHULUAN. yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam persiapan lahan yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi tanaman pangan. Usaha ekstensifikasi dilakukan dengan cara pembukaan lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditanam pada lahan tersebut. Perlakuan pengolahan tanah diperlukan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditanam pada lahan tersebut. Perlakuan pengolahan tanah diperlukan dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Olah tanah Olah tanah merupakan kegiatan atau perlakuan yang diberikan pada lahan dengan tujuan menciptakan suatu kondisi yang mendukung pertumbuhan tanaman yang ditanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September ) KONSERVASI TANAH DAN AIR: PEMANFAATAN LIMBAH HUTAN DALAM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TERDEGRADASI 1) Oleh : Pratiwi 2) ABSTRAK Di hutan dan lahan terdegradasi, banyak dijumpai limbah hutan berupa bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fauna Tanah Organisme tanah atau disebut juga biota tanah merupakan semua makhluk hidup, baik hewan (fauna) maupun tumbuhan (flora) yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang kompleks untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tumbuh pada berbagai tipe tanah. Reaksi tanah (ph) optimum untuk pertumbuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tumbuh pada berbagai tipe tanah. Reaksi tanah (ph) optimum untuk pertumbuhan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Gogo (Oryza sativa L.) Padi gogo biasa ditanam pada lahan kering dataran rendah. Tanaman padi dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Reaksi tanah (ph) optimum untuk

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis

II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis rumputan (graminae) yang mempunyai batang tunggal dan kemungkinan dapat memunculkan cabang anakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN BAB II METODOLOGI PENELITIAN Flow Chart Pengerjaan Tugas Akhir PERMASALAHAN Perlunya kajian mengenai permasalahan terkait dengan perubahan tata guna lahan, berkurangnya volume air tanah dan permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) 1. Cara memperbaiki tanah setelah mengalami erosi yaitu dengan cara?? Konservasi Tanah adalah penempatansetiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

TANAH. Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si.

TANAH. Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si. TANAH Oleh : Dr. Sri Anggraeni, M,Si. Tanah memberikan dukungan fisik bagi tumbuhan karena merupakan tempat terbenamnya/ mencengkeramnya akar sejumlah tumbuhan. Selain itu tanah merupakan sumber nutrien

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam Lubang Resapan Biopori. Oleh : Sri Widyastuti *)

Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam Lubang Resapan Biopori. Oleh : Sri Widyastuti *) Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam Lubang Resapan Oleh : Sri Widyastuti *) Abstrak Lubang resapan biopori "diaktifkan" dengan memberikan sampah organik. Sampah ini akan dijadikan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays

Lebih terperinci

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n T E N T A N G P E R M A K U L T U R S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n A PA ITU P ERMAKULTUR? - MODUL 1 DESA P ERMAKULTUR Desa yang dirancang dengan Permakultur mencakup...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siam atau kirinyu (ki rinyuh), dalam bahasa Inggris disebut siam weed

BAB I PENDAHULUAN. siam atau kirinyu (ki rinyuh), dalam bahasa Inggris disebut siam weed BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Chromolaena odorata (L) (Asteraceae: Asterales), biasa disebut gulma siam atau kirinyu (ki rinyuh), dalam bahasa Inggris disebut siam weed merupakan gulma padang rumput

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( )

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( ) PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH Oleh: Arif Nugroho (10712004) PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris karena mempunyai kekayaan alam yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor terpenting dalam

Lebih terperinci

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 106 Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 1. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa energi matahari akan diserap oleh tumbuhan sebagai produsen melalui klorofil untuk kemudian diolah menjadi

Lebih terperinci

IV. ORGANISME TANAH UNTUK PENGENDALIAN BAHAN ORGANIK TANAH

IV. ORGANISME TANAH UNTUK PENGENDALIAN BAHAN ORGANIK TANAH 20 IV. ORGANISME TANAH UNTUK PENGENDALIAN BAHAN ORGANIK TANAH Bahan organik mempunyai peranan penting sebagai bahan pemicu kesuburan tanah, baik secara langsung sebagai pemasok hara bagi organisme autotrof

Lebih terperinci