BAB I PENDAHULUAN. yang satu dengan individu yang lain. Karena-nya budaya merupakan kenyataan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. yang satu dengan individu yang lain. Karena-nya budaya merupakan kenyataan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya dalam kehidupan sosial merupakan alat pemersatu antara individu yang satu dengan individu yang lain. Karena-nya budaya merupakan kenyataan sosial yang tidak terlepas dari kehidupan bermasyarakat, baik masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Budaya merupakan hasil interaksi antar individu yang kemudian hasil dari interaksi itu melahirkan berbagai macam kebudayaan yang melekat pada diri manusia. Budaya mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang berinteraksi. Oleh karenanya, budaya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang berinteraksi tersebut. Salah satu perwujudan dari budaya yang merupakan hasil dari interaksi itu adalah agama. Sebagai unsur yang merupakan hasil konstruksi budaya, maka agama pun tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Agama muncul sebagai alat pengikat agar setiap individu tidak melakukan kehendak bebasnya dalam kehidupan bersama. Oleh karena-nya Max Weber mengatakan bahwa agama merupakan aspek kehidupan manusia yang melekat (inheren) dalam sistem kekerabatan manusia itu sendiri. 1 Lahirnya agama pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai oleh para penganut agama tersebut. Untuk mencapai tujuan itu, tentu setiap agama memiliki berbagai macam ritus yang hendak dipraktekkan. Ritus-ritus itu pasti berbeda-beda dalam setiap agama. Salah satu hal yang turut menyumbang adanya perbedaan 2012), Max Weber, Sosiologi Agama, diterjemahkan oleh Yudi Santoso (Jogjakarta:IRCiSoD, 1

2 adalah perbedaan konteks di mana manusia penganut agama itu hidup dan berinteraksi. Perbedaan konteks ini-lah yang kemudian melahirkan berbagai macam sistem kepercayaan (agama) yang berbeda. Selanjutnya cara seseorang merumuskan tujuan agama dari keberadaan agama turut menyumbang munculnya agama yang berbeda-beda. Substansi dari keberadaaan agama-agama itu adalah untuk mewujudkan hubungan manusia dengan yang kudus. Tujuannya tentu untuk mendapatkan keselamatan. Konsep semacam ini dapat kita jumpai di negara kita dalam agama-agama (agama Abrahamik) yang dibawa oleh orang Eropa pada masa penjajahan dan agama-agama tersebut tentu saja memiliki konsep keselamatan yang berbeda-beda. Adanya perbedaan semacam ini-lah yang kemudian muncul sebuah konsep agama yang benar (tidak kafir) dan agama yang tidak benar (kafir). Mungkin hal ini-lah yang dimaksudkan oleh John Titaley 2 bahwa keberadaan agama-agama dunia di bumi Nusantara berimplikasi pada tersingkirnya kepercayaan masyarakat Nusantara terhadap Yang Maha Kuasa. Kemudian hal tersebut diperkuat dengan lahirnya konsep agama resmi (Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu) dan agama tidak resmi (agama asli masyarakat Indonesia) yang mana hal ini merupakan wujud dari politisasi agama oleh negara yang menganut paham demokrasi. Dalam konteks masyarakat Sumba (pra-agama resmi) tentu tidak mengenal perbedaan-perbedaan dalam hal keyakinan. Sebelum mengenal agama resmi, mereka telah hidup bersosial dengan agama asli yang merupakan warisan leluhur masyarakat Sumba. Agama tersebut adalah agama Marapu. Marapu merupakan 2 Lih. David Samiyono, Sedulur Sikep (Struktur Sosial dan Agama Masyarakat Samin di Sukalila), (Salatiga: Program Pasca Sarjana Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya Wacana, 2010), iv-v 2

3 sistem kepercayaan asli masyarakat Sumba yang sampai pada saat ini agama tersebut masih bertahan. Untuk memiliki sedikit gambaran tentang Marapu, penulis mencoba memaparkan pandangan beberapa tokoh 3 yang pernah menulis tentang Marapu. L. Onvlee berpendapat bahwa Marapu berasal dari dua suku kata yaitu: Ma yang berarti Yang dan Rapu yang berarti dihormati, disembah, dan didewakan. Andreas A. Yewangoe menduga bahwa kata Marapu berasal dari kata Ma yang berarti Yang dan Rappu yang berarti Tersembunyi. Dengan demikian kata Marapu berarti Yang Tersembunyi atau yang tidak dapat dilihat. Kemudian penjelasan yang dikemukakan oleh F.D. Wellem bahwa Marapu adalah kepercayaan terhadap Dewa atau Ilah tertinggi, arwah nenek moyang, makhlukmakhluk halus (roh-roh), dan kekuatan-kekuatan sakti. Penganut Marapu percaya bahwa dewa-dewa tersebut dapat memberi pertolongan dan perlindungan jika disembah dan jika tidak maka mereka akan memberikan malapetaka bagi manusia. Kemudian sekitar akhir abad 19, agama yang resmi itu diperkenalkan pada masyarakat Sumba oleh misionaris Eropa. Masuknya agama resmi dalam hal ini agama Kristen berawal pada tahun , ketika Johan Jacon van Alphen sebagai utusan perintis pertama berkebangsaan Belanda yang melakukan pekabaran Injil pada masyarakat Sumba. Ia disponsori oleh lembaga-lembaga Belanda untuk menunjang pekabaran injil di Sumba. Dalam pekabaran tersebut, ada tiga situasi yang terjadi pada masyarakat Sumba dan kemudian situasi itu ditangani oleh 3 F.D. Wellem, Injil dan Marapu, Suatu Studi-Historis Teologis Tentang Perjumpaan Injil Dengan Masyarakat Sumba Pada Periode (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2004), F.D. Wellem Injil dan,

4 misionaris tersebut. 5 Pertama, penganut Marapu ingin memperoleh kehidupan yang kekal. Alasan ini sulit untuk dibuktikan karena motif ini hanya berupa pengajaran yang terus-menerus disampaikan dalam proses katekesasi; kedua masyarakat Sumba membutuhkan pendidikan dan kesehatan yang mana para misionaris juga menyediakan fasilitas pendidikan maupun kesehatan; dan ketiga untuk mendapatkan kehidupan yang penuh dengan kedamaian secara iman dan perlindungan secara politis. Kedamaian karena masyarakat Sumba pada zaman ini berada dalam situasi dengan penuh penderitaan karena penjajahan 6. Masyarakat Sumba mendambakan campur tangan Tuhan dalam kehidupan mereka. Oleh karena-nya pengikut Marapu di Sumba menganggap bahwa Marapu (Yang Sakral) tidak lagi campur tangan dalam kehidupan mereka dan berharap bahwa Tuhan dalam agama Kristen akan memberikan perubahan dalam kenyataan hidup yang mereka (pengikut Marapu) alami. Kemudian perlindungan secara politis karena tidak lama setelah Indonesia merdeka muncul peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau yang lebih dikenal dengan sebutan G30S PKI 7. Peristiwa tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan bagi masyarakat Sumba, dalam arti bahwa supaya tidak dianggap sebagai se-orang komunis dan ateis maka jalan satu-satunya adalah dengan memeluk agama Kristen. Melihat ketiga alasan tersebut, penulis berasumsi bahwa berkembangnya agama Kristen di Sumba adalah representasi dari ke-tidak-berdayaan masyarakat 5 Ibid Jauh sebelum bangsa asing masuk ke Indonesia, masyarakat Sumba dijajah oleh kerajan Majapahit. Tetapi menurut De Roo van Anderwerelt, Sumba tidak pernah merasakan pengaruh dari kerajaan Majapahit. Namun indikasi bahwa Sumba pernah dijajah oleh Majapahit terlihat dalam sebutan raja sebagai hundarangga. Sebutan ini timbul karena raja-raja Sumba memiliki kain sutra dan patola yang merupakan pemberian kerajaan Majapahit. Ibid Gerakan ini dianggap oleh masyarakat Sumba pada masa tersebut sebagai gerakan yang tidak ber-tuhan. Pemahaman tersebut merupakan implikasi dari situasi politik yang sedang bergejolak pada masa tersebut. 4

5 Sumba dalam menanggapi situasi atau persoalan-persoalan kemanusiaan yang terjadi ketika masyarakat Sumba berada dalam situasi penjajahan dan pergolakan politik sesudah kemerdekaan. Mungkin ini-lah yang dimaksudkan oleh Thomas F. O Dea 8 bahwa ketika manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian yang mana keamanan dan kesejahteraannya berada di luar jangkauan manusia tersebut, maka pada saat itu-lah manusia keluar dari situasi perilaku sosial dan batasan kultural dan norma sehari-hari. Dengan kata lain dalam konteks masyarakat Sumba, mereka berada dalam sebuah kekosongan atas sesuatu yang transenden dalam arti bahwa Tuhan dalam agama Marapu tidak lagi campur tangan dalam situasi kehidupan yang mereka alami. Konteks semacam itu-lah yang kemudian para misionaris mengabarkan ajaran keselamatan yang ada dalam ajaran agama Kristen. Untuk memperoleh keselamatan itu, maka konsekuensinya adalah masyarakat Sumba harus meninggalkan agama Marapu yang dianggap sebagai agama kafir. Hal tersebut di-karena-kan bahwa, ketika masih hidup dalam kekafiran, maka pengikut Marapu tidak akan mendapatkan keselamatan pada hari penghakiman itu datang. Secara kasat mata, kepercayaan Marapu bisa dikatakan setara dengan agama-agama resmi yang berkembang di Sumba. Setara dalam arti bahwa sifat manusia yang dihasilkan oleh agama-agama tersebut tidak berbeda. Masingmasing mengajarkan tentang bagaimana menciptakan suasana kekeluargaan dan kekerabatan dalam sebuah komunitas. Dalam konteks agama Marapu untuk menjaga situasi kekerabatan semacam itu, terwujud dalam berbagai ritual keagamaan yang dikenal dengan istilah pamangu atau hamayang (perjamuan/ritual). Sedangkan tata-cara dalam pelaksanaan pamangu atau 8 Thomas F. O Dea, Sosiologi Agama. Pengenalan Awal, (Jakarta: Rajawali, 1987),

6 hamayang di sebut kalarat (dapat diterjemahkan sebagai ritual). Pamangu atau hanamayang ini bermacam-macam dan pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi yang sedang berlangsung, seperti ritual kelahiran, ritual kematian, ritual tanam, dsb. Agama Marapu tidak berkembang sebagaimana agama resmi yang semakin hari semakin berkembang dalam arti bahwa pengikutnya semakin banyak dan juga keberadaan politisnya semakin kuat. Agama Marapu semakin hari semakin pudar dan keberadaan politisnya juga semakin lemah. Pudarnya agama Marapu merupakan implikasi dari apresiasi yang baik dari masyarakat Sumba dan sikap itu terwujud dalam perubahan identitas keagamaan dari pengikut Marapu menjadi pengikut Kristen, atau dengan kata lain pengikut agama Marapu bersedia untuk meninggalkan agama Marapu dan menerima agama Kristen. Alasannya jelas yaitu untuk mendapatkan keselamatan. Jika tujuannya untuk mendapatkan keselamatan, bukan-kah setiap agama itu mempunyai ajaran tentang keselamatan? Pada dasarnya, setiap agama tentu memiliki ajaran tentang keselamatan, namun konsep tentang ajaran tersebut pasti berbeda-beda. Pertanyaannya adalah apakah dengan konsep yang berbeda itu sebagai alasan untuk melihat agama lain itu tidak benar, sehingga agama yang benar merasa perlu untuk membenarkan (baca: menyelamatkan) mereka yang tidak benar? Untuk mendapatkan keselamatan, apakah harus meninggalkan agama asli yang merupakan warisan nenek moyang (leluhur) masyarakat setempat dan berpindah ke agama yang baru? Kemudian dalam konteks pengikut Marapu di desa Wahang yang sekali pun pada saat ini menjadi pengikut yang minoritas, pertanyaannya adalah apa yang menjadi 6

7 dasar sehingga pengikut Marapu di desa Wahang masih tetap bertahan 9 sampai pada masa kini? Bukankah kehidupan yang telah mereka lewati tidak pernah merasakan kedamaian? Dalam penelitian ini tentu saja persoalannya tidak terletak pada perpindahan agama (dari Marapu ke agama Kristen) namun penelitian ini lebih cenderung pada akar persoalan dari masalah tersebut yang mana menurut penulis terletak pada pemahaman akan ajaran tentang keselamatan. Ajaran tersebut tentu saja bertolak dari pemahaman tentang ajaran keselamatan yang seringkali memiliki pemahaman yang sangat beragam dan pada akhirnya pemahaman yang beragam itu bisa disalah-gunakan oleh mereka, baik yang beragama tidak resmi (Marapu) maupun beragama resmi (Kristen) sebagai agama yang hidup berdampingan di desa Wahang. Bertolak dari latar-belakang persoalan tersebut, maka penulis termotivasi untuk melanjutkan tulisan ini dengan judul: KONSEP KESELAMATAN MENURUT PENGIKUT AGAMA MARAPU (Studi Sosio- Teologis Terhadap Konsep Keselamatan Menurut Pengikut Agama Marapu di Desa Wahang, Kabupaten Sumba Timur). 1.2 Rumusan Masalah 9 Bertahan yang penulis maksudkan adalah bertahan dalam menjalani dan memaknai ajaran-ajaran Marapu sekali pun pengikut Marapu yang sudah menjadi minoritas itu telah dianggap sebagai agama kafir atau agama yang menyembah berhala. Hal ini terlihat dalam sikap Gereja Kristen Sumba (GKS) yang menerjemahkan perintah ke-dua salah satu dari sepuluh perintah Tuhan yang berbunyi Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Sumba menjadi ambu marubukkunya na Marapu hawiangu, marubukku ngga Nyungga a 9 (yang artinya: jangan menyembah Marapu lain, hanya Aku yang disembah). Alkitab bahasa Sumba, Na Lii Huratu Matua, dalam Luhu 20:3, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia,

8 Berdasarkan latar-belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dari tulisan ini adalah: Bagaimana pandangan masyarakat pengikut agama Marapu di desa Wahang tentang keselamatan dalam agama yang mereka yakini? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam tulisan ini adalah: Mendeskripsikan konsep keselamatan menurut pengikut agama Marapu di desa Wahang. 1.4 Manfaat Penelitian Melalui hasil kajian tesis ini, diharapkan dapat memberi kontribusi pemikiran terhadap dua hal, yakni: 1. Dalam bidang akademik, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan teoritis tentang konsep keselamatan dalam masyarakat yang masih menganut agama suku khususnya dalam masyarakat Sumba di Desa Wahang, kabupaten Sumba Timur. 2. Secara praksis, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap pemikiran dan sikap ke-beragama-an yang inklusif sehingga dalam konteks masyarakat yang plural mampu menunjukkan hidup yang ber-sinergi dan tidak ada saling klaim tentang kebenaran ajaran agama yang satu dengan agama yang lain. Selain itu, hasil penelitian ini berharap agar mempunyai kontribusi terhadap pengakuan akan keberadaan agama asli masyarakat Sumba paling tidak pengakuan dari masyarakat setempat. 1.5 Metode Penelitian 8

9 1.5.1 Pendekatan Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konstruktivisme. Menurut Agus Salim, konstruktivisme merupakan paham yang digunakan untuk menggambarkan realitas, karena setiap realitas adalah unik, maka untuk mendapatkan validitasnya lebih banyak tergantung pada kemampuan peneliti dalam mengkonstruk realitas tersebut. Dengan pendekatan seperti ini, maka hasil penelitian (dengan disiplin ilmu apapun) yang dirumuskan mungkin akan bersifat subjektif. 10 Pendekatan ini berkonsekwensi logis terhadap metode penelitiannya, karena itu metode yang digunakan adalah kualitatif. Kualitatif merupakan metode alamiah yang menghendaki gambaran apa adanya terhadap sebuah fonomena yang khusus (spesifik) dan mendeskripsikan secara mendalam kenyataan yang sesungguhnya Teknik pengambilan data Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan (wawancara dan observasi) sebagai data primer, selebihnya adalah data tambahan atau data sekunder, seperti dokumen-dokumen yang berkaitan dengan persoalan penelitian. 12 Untuk itu teknik pengambilan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Observasi akan dilakukan terhadap bentuk-bentuk interaksi, prosesi ritual (jika dilakukan 10 Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 2006), Ibid, Bandingkan Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000),

10 bertepatan dengan waktu penelitian) dan tempat-tempat yang dianggap bersejarah yang mana pada tempat tersebut sering dilakukan proses ritual. 13 Dengan demikian, maka proses penggalian data yakni melalui tiga model/metode dengan saling membandingkan data hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi Teknik analisa data Teknik analisa data dalam penelitian kualitatif merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola serta menemukan apa yang penting sebagai data yang dapat dianalisis dalam pencapaian tujuan penelitian. Dalam proses analisis ini, penulis akan membandingkan serta mempelajari data-data yang diperoleh lewat data hasil wawancara, observasi dan dokumen-dokumen pendukung. Dengan membandingkan hasil wawancara, observasi dengan isi suatu dokumen-dokumen pendukung, maka proses analisa dilakukan berdasarkan alur penelitian kualitatif dengan tahapantahapan sebagai berikut: 14 Langkah pertama, reduksi data. Mereduksi data dengan jalan melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha untuk membuat rangkuman yang inti serta mengklasifikasikan data yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Data yang telah direduksi tersebut akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data 13 Sanapiah Faisal. Format-Format Penelitian Sosial (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), Lexy J. Moleong, Metodologi...,

11 selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Kedua, display data/penyajian data, dalam menyajikan data dalam penelitian kualitatif terdapat bermacammacam bentuk penyajian data (seperti data matriks, grafik, naratif, dsb). Dalam penulisan ini, penulis menyajikan data dalam bentuk naratif. Kemudian data tersebut dianalisis secara mendalam untuk menjawab atau mencapai tujuan penelitian; dan ketiga, interpretasi sekaligus kesimpulan terhadap unit analisis. Tahap-tahap tersebut akan dilakukan oleh penulis secara bersamaan ketika melakukan penelitian di lapangan Unit Analisis, Unit Amatan dan Sumber Informasi Unit analisis adalah suatu unit yang tentangnya peneliti menghimpun atau mencari informasi dan membuat kesimpulan terhadapnya. Sedangkan unit amatan adalah suatu unit yang darinya informasi diperoleh guna menggambarkan atau menjelaskan tentang satuan analisis. 15 Berdasarkan penjelasan ini, maka unit analisa dalam penelitian ini adalah konsep keselamatan dalam kehidupan pengikut agama Marapu di desa Wahang. Sedangkan unit amatannya adalah masyarakat pengikut agama Marapu di desa Wahang, kabupaten Sumba Timur. Sumber informasi dalam penelitian ini adalah pemimpin agama Marapu (Ma Uratung 16 ) serta tokoh-tokoh yang di-tua-kan dalam agama Marapu. Selain sumber informasi tersebut, penulis juga menggali informasi dari tokohtokoh yang pernah menjadi tua-tua adat (baca:di-tua-kan) dalam agama 15 John J.O.I Ihallauw, Bangunan Teori (Salatiga : Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana, 2003), ; lihat juga Jacob Vredenbregt, Metode Penelitian dan Tehnik Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT Gramedia, 1981), 31; dan Soehartono, Metode Penilitian Sosial (Yogyakarta: Gadjah Mada, University Press, 1999), Ma Uratung merupakan pemimpin ritual yang sekaligus sebagai pemimpin dalam komunitas/agama Marapu. 11

12 Marapu yang pada saat ini telah menjadi Kristen. Untuk melengkapi data-data tersebut, penulis juga menggunakan literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian yang hendak penulis analisis Lokasi penelitian Lokasi penelitian dari tulisan ini, penulis memilih Desa Wahang, kabupaten SumbaTimur sebagai lokasi penelitian karena beberapa alasan sebagai berikut: a. Wahang merupakan tempat bersandarnya perahu (tena) 17 para leluhur suku happa nunnu (suku asli Wahang) yang menguasai wilayah Wahang. Leluhur itu-lah yang kemudian sampai saat ini oleh pengikut Marapu di desa Wahang diperlakukan secara khusus lewat ritus-ritus. b. Dari segi kepercayaan sampai saat ini, desa Wahang adalah desa yang memiliki dua komponen masyarakat yaitu masyarakat pengikut agama Marapu dan masyarakat pengikut agama Kristen. Selanjutnya, pengikut Marapu di desa Wahang merupakan pengikut minoritas (dari kuantitas) yang mempertahankan kepercayaan Marapu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan mereka. c. Marapu dalam perjumpaannya dengan agama Kristen di desa Wahang terdapat fenomena-fenomena budaya yang berseberangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang bisa mengancam makna kehidupan bersama dalam 17 Suku happa nunnu meyakini bahwa watu Kabobu (batu Kabobu) merupakan perahu (tena) dari leluhur yang kemudian menjelma menjadi batu karang. Batu tersebut oleh masyarakat Wahang menyebutnya sebagai watu Kabobu. Nama watu Kabobu merupakan nama yang secara turun-temurun digunakan oleh masyarakat setempat. Penulis tidak mendapat informasi yang jelas tentang arti dan alasan pemberian nama tersebut. 12

13 masyarakat yang pada prinsipnya, masyarakat desa Wahang adalah masyarakat beragama. Salah satu dari fenomena-fenomena itu adalah munculnya istilah kafir dalam kehidupan bermasyarakat. 1.6 Urgensi Penelitian Masyarakat Sumba dalam konteks penjajahan adalah masyarakat yang sangat mendambakan kehidupan yang penuh dengan kedamaian dan keselamatan. Oleh karena-nya, masyarakat menjadikan Kristen sebagai sebuah tempat untuk memperoleh kedamaian dan keselamatan. Masyarakat yang hidup pada masa kini tentu berbeda dengan masyarakat yang hidup pada masa penjajahan. Berbeda dalam hal pemikiran maupun dalam hal perbuatan. Penelitian ini dilakukan untuk membuka pemahaman masyarakat setempat (penganut Marapu dan Kristen) tentang makna hidup bersama dengan nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat dalam setiap ajaran agama baik dalam Marapu maupun Kristen. Penelitian ini juga mengharapkan kepada masyarakat (Marapu maupun Kristen) agar mempunyai pemahaman yang kontekstual dalam memahami ajaran dalam agama (secara khusus agama Kristen) agar penganut-nya tidak hidup dalam sikap yang eksklusif terhadap budaya/agama lain. 1.7 Book Review Dalam buku Injil dan Marapu yang ditulis oleh Wellem, dapat ditemukan tentang perkembangan budaya Sumba, sistem kepercayaan asli masyarakat Sumba (Marapu) dan sejarah masuknya agama Kristen di daratan Sumba. Yang menjadi perhatian khusus dari buku ini adalah perjumpaan agama Kristen dengan Marapu. 13

14 Dalam hal ini penulis buku ini (Wellem) berangkat dari tujuan bahwa masyarakat Sumba yang menganut sistem kepercayaan Marapu harus diselamatkan. Ini berarti bahwa Wellem setuju dengan pandangan bahwa Marapu merupakan agama kafir dan para penganutnya tidak mendapatkan keselamatan. Tujuan tersebut tidak salah sejauh masyarakat Sumba pra-kristen manganut agama Kristen dengan berangkat dari keinginan mereka untuk meninggalkan kepercayaan asli mereka, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa ber-pindahnya mereka dari kepercayaan Marapu ke agama Kristen tidak bisa terlepas dari kenyataan sosial, ekonomi dan politik pada zaman tersebut, singkatnya kenyataan bahwa mereka berada dalam situasi penjajahan. Pertanyaanya adalah bagaimana dengan masyarakat yang tidak lagi hidup dalam situasi penjajahan? Apakah penganut Marapu beralih ke agama Kristen merupakan representasi dari kafir-nya agama Marapu atau-kah hal tersebut merupakan representasi dari ketidak-berdayaan pengikut Marapu dalam menanggapi konteks atau situasi yang terjadi! Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadikan penulis termotivasi untuk melanjutkan tulisan ini. 1.8 Sistematika Penulisan Dalam melanjutkan tulisan ini, penulis akan membagi tulisan ini dalam lima (5) bab yang penjelasan sebagai berikut: Bab I, Penulis akan menguraikan tentang latar-belakang masalah dari konsep keselamatan, perumusan masalah, tujuan, signifikansi, batasan masalah, metode penelitian, urgensi penelitian, book review dan sistematika penulisan. 14

15 Bab II, Penulis akan membahas tentang pengertian agama secara sosiologis, ajaran tentang keselamatan dari sudut pandang teoritis dan tidak lupa penulis memaparkan konsep keselamatan dalam beberapa agama suku yang ada di Indonesia. Bab III, Pada bab ini, penulis akan membahas tentang agama Marapu serta ajaran-ajaran-nya yang mengarah pada konsep keselamatan yang diyakini oleh pengikut Marapu. Bab IV, Pembahasan Konsep, pada bagian ini penulis akan akan membahasa beberapa tema yang menurut penulis menarik untuk dikaji lebih dalam. Dari hasil analisis tema-tema tersebut akan mendeskripsikan konsep keselamatan menurut pengikut Marapu. Kemudian penulis akan menggambarkan sikap pengikut Marapu maupun pengikut Kristen untuk tetap menjaga kehidupan bermasyarakat sebagai perwujudan dari keselamatan itu sendiri. Bab V, Merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan rekomendasi. 15

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Tesis ini menjelaskan tentang perubahan identitas kultur yang terkandung dalam Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu Negeri

Lebih terperinci

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) A. Latar Belakang Masalah Setiap agama bagi para pemeluknya merupakan

Lebih terperinci

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tahap ketika kekristenan mulai berkembang tanah air Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tahap ketika kekristenan mulai berkembang tanah air Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjalanan agama Kristen masuk ke Indonesia memang panjang. Ada beberapa tahap ketika kekristenan mulai berkembang tanah air Indonesia. Agama Kristen memang bukan agama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksiinteraksi keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehidupan dan kematian merupakan dua hal yang harus dihadapi oleh setiap manusia termasuk orang Toraja, karena ini merupakan hukum kehidupan menurut adat Toraja. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma kebiasaan, kelembagaan

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang 1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Bagi orang Asia, adat merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan melekatnya identitas sebagai masyarakat suku. Hampir setiap suku mengenal adat sebagai bagian integral

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, mulai dari lingkungan lokal (keluarga) sampai ke lingkungan sosial luar (masyarakat).

BAB I PENDAHULUAN. lain, mulai dari lingkungan lokal (keluarga) sampai ke lingkungan sosial luar (masyarakat). BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1 Identifikasi Masalah Manusia entah sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain dalam lingkup kehidupannya. Manusia akan selalu berhadapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konstruktivisme. Menurut Salim (2006:88-91), konstruktivisme merupakan paham yang digunakan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Papua terkenal dengan pulau yang memiliki banyak suku, baik suku asli Papua maupun suku-suku yang datang dan hidup di Papua. Beberapa suku-suku asli Papua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Secara umum masyarakat Karo menganggap bahwa agama Hindu-Karo adalah agama Pemena (Agama Pertama/Awal). Dalam agama Pemena, terdapat pencampuran konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam kehidupan di dunia, setiap makhluk hidup pasti tergantung pada 3 unsur pokok, yaitu: tanah, air, dan udara. Ketiga unsur tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya yang menghubungkan dan mengikat anggota masyarakat satu dengan yang lain. Tradisitradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Kemajemukan dari Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa dan agama.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) dalam Metode Penelitian Kualitatif karya Lexy J. Moleong,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki agama-agama suku dan kebudayaan-kebudayaan lokal serta masih dipelihara. Salah satu agama suku yang ada di Jawa

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. muncul adalah orang yang beragama Hindu. Dan identitasnya seringkali terhubung

Bab I. Pendahuluan. muncul adalah orang yang beragama Hindu. Dan identitasnya seringkali terhubung Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Jika seseorang mendengar kata pura maka asosiasinya adalah pulau Bali dan agama Hindu. Jika seseorang mengaku berasal dari Bali maka asosiasi yang muncul adalah orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Mustopo Habib berpendapat bahwa kesenian merupakan jawaban terhadap tuntutan dasar kemanusiaan yang bertujuan untuk menambah dan melengkapi kehidupan. Namun

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. aliran kepercayaan disetarakan statusnya layaknya agama resmi lainnya (Mutaqin

BAB V PENUTUP. aliran kepercayaan disetarakan statusnya layaknya agama resmi lainnya (Mutaqin 150 BAB V PENUTUP Pada tahun 1950an merupakan momen kebangkitan penghayat kepercayaan. Mereka mulai menunjukkan eksistensinya dengan membentuk organisasi berskala nasional. Wongsonegoro sebagai representasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan kasus konversi agama di Bukitsari maka dapat disimpulkan bahwa beberapa kepala keluarga (KK) di daerah tersebut dinyatakan benar melakukan pindah agama

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya,

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, BAB V PENUTUP Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan fenomena-fenomena sosial mengenai pemahaman Komunitas Bupolo di Buru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebelum agama-agama besar (dunia), seperti Agama Islam, katolik, Hindu dan Budha masuk ke Indonesia, ternyata di Indonesia telah terdapat agama suku atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Dalam suatu masyarakat terdapat sebuah sistem dan komponen yang mendukung eksistensi komunitas. Komponen itu antara lain agama, kewarganegaraan, identitas suku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia

BAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya membutuhkan seorang partner untuk bekerja sama sehingga suatu pekerjaan yang berat menjadi ringan. Hal ini berarti bahwa untuk menempuh pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Gereja yang ada dan hadir dalam dunia bersifat misioner sebagaimana Allah pada hakikatnya misioner. Yang dimaksud dengan misioner adalah gereja mengalami bahwa dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5

BAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang hidup dalam dunia pada umumnya menginginkan suatu hubungan yang didasari rasa saling mencintai sebelum memasuki sebuah perkawinan dan membentuk sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Soehartono (1999: 9) mengemukakan bahwa metode penelitian adalah suatu

BAB III METODE PENELITIAN. Soehartono (1999: 9) mengemukakan bahwa metode penelitian adalah suatu BAB III METODE PENELITIAN Soehartono (1999: 9) mengemukakan bahwa metode penelitian adalah suatu cara atau strategi menyeluruh untuk memperoleh data yang diperlukan., bab ini akan diuraikan cara-cara yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah langkah

BAB III METODE PENELITIAN. yang merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah langkah BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Setiap karya ilmiah yang dibuat disesuaikan dengan metodologi penelitian. Dan seorang peneliti harus memahami metodologi penelitian yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena, masyarakat adalah pencipta sekaligus pendukung kebudayaan. Dengan demikian tidak

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari.

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. 1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang merupakan landasan ilmiah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dikenal dengan masyarakat yang multikultural. Ini merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. umum dikenal dengan masyarakat yang multikultural. Ini merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia secara umum adalah masyarakat yang plural atau beraneka ragam baik warna kulit, suku, bahasa, kebudayaan dan agama. Dari komposisi masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dorongan utama untuk mengadakan penelitian ialah instink ingin tahu yang

BAB III METODE PENELITIAN. Dorongan utama untuk mengadakan penelitian ialah instink ingin tahu yang BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian pada hakikatnya adalah suatu kegiatan untuk memperoleh kebenaran mengenai sesuatu masalah dengan menggunakan metode ilmiah. Dorongan

Lebih terperinci

Lemahnya Kesadaran Masyarakat Indonesia Terhadap Nilai-nilai Pancasila

Lemahnya Kesadaran Masyarakat Indonesia Terhadap Nilai-nilai Pancasila Lemahnya Kesadaran Masyarakat Indonesia Terhadap Nilai-nilai Pancasila Disusun oleh : Nama : Sunu Arif Budi Wibowo NIM : 11.11.4817 Kelompok : C Jurusan : S1-Teknik Informatika Nama Dosen : Drs.Tahajudin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Do Tenu Hatu. Ada pula yang menyebutnya dengan nama Nes Do Male atau

BAB I PENDAHULUAN. Do Tenu Hatu. Ada pula yang menyebutnya dengan nama Nes Do Male atau BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Rote adalah sebuah pulau yang dahulu dikenal dengan sebutan Lolo Neo Do Tenu Hatu. Ada pula yang menyebutnya dengan nama Nes Do Male atau Lino Do Nes yang berarti pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada akhir abad 19, mulai berkembang sebuah disiplin ilmu baru yang terpisah dari disiplin ilmu lainnya. Pada awal perkembangannya ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian atau

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan mendapat perhatian khusus dari pemerintah Indonesia, seperti adanya program wajib belajar 12 tahun. Hal ini menandakan bahwa pendidikan merupakan hal yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara di wilayah Asia secara geografis yang diwarnai oleh dua kenyataan, yaitu kemajemukan agama dan kebudayaan, serta situasi kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang berpendapat bahwa siklus hidup manusia adalah lahir, menjadi dewasa, menikah, mendapatkan keturunan, tua dan mati. Oleh karena itu pernikahan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

Metode Penelitian Pendekatan kualitatif ialah pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke lapangan, analisa data da

Metode Penelitian Pendekatan kualitatif ialah pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke lapangan, analisa data da 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam pandangan filosof, paradigma merupakan pandangan awal yang membedakan, memperjelas dan mempertajam orientasi berpikir seseorang. Hal ini membawa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan akhir dari penelitian tentang teologi kontekstual berbasis budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata peribadahan GKJ di dalam menanamkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah suasana kehidupan sekarang ini, manusia mengalami kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah suasana kehidupan sekarang ini, manusia mengalami kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tengah suasana kehidupan sekarang ini, manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh

BAB I PENDAHULUAN. menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Hidup bersama dalam masyarakat merupakan hakekat manusia sebagai makhluk sosial. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Nama Tsang Kam Foek (untuk seterusnya penyusun akan menyebut beliau dengan nama Tsang To Hang 1 ) tentunya tidak dapat dilepaskan dari sejarah pekabaran Injil

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA

TUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA TUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA DISUSUN OLEH : Nama : HERWIN PIONER NIM : 11.11.4954 Kelompok : D Program Studi : STRATA 1 Jurusan : Teknik Informatika DOSEN PEMBIMBING : TAHAJUDIN SUDIBYO Drs. UNTUK

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan. Gereja dalam kehidupan kekristenan menjadi tempat dan sarana orang-orang percaya kepada Kristus, berkumpul dan saling mendorong antara orang yang satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia, terdiri dari banyak suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Hal

Lebih terperinci

Kristologi Dalam Paham Pluralisme Agama Suatu Kajian Kristologi Alkitabiah Terhadap Pandangan Kristologi Dalam Pluralisme. Skripsi

Kristologi Dalam Paham Pluralisme Agama Suatu Kajian Kristologi Alkitabiah Terhadap Pandangan Kristologi Dalam Pluralisme. Skripsi Kristologi Dalam Paham Pluralisme Agama Suatu Kajian Kristologi Alkitabiah Terhadap Pandangan Kristologi Dalam Pluralisme Skripsi Diajukan kepada Fakultas Teologi Dalam Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peran Kyai Ibrahim Tunggul Wulung Dalam Penyebaran Agama Kristen Di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peran Kyai Ibrahim Tunggul Wulung Dalam Penyebaran Agama Kristen Di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka skripsi yang berjudul Peran Kyai Ibrahim Tunggul Wulung Dalam Penyebaran Agama Kristen Di

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) 1, mendapat pengaruh yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) 1, mendapat pengaruh yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) 1, mendapat pengaruh yang cukup besar dari kebudayaan yang dimiliki oleh warga jemaatnya. Kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan 201 BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan historis antara Turki Utsmani dan Hindia Belanda sejatinya telah terjalin lama sebagaimana yang telah dikaji oleh banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Salah satu perbedaan terbesar antara masyarakat di Indonesia (khususnya orang Batak) dengan masyarakat di Barat adalah dalam hal adat istiadat. Kehidupan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kodrat alam, manusia dimana-mana dan pada zaman apapun juga selalu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kodrat alam, manusia dimana-mana dan pada zaman apapun juga selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Menurut kodrat alam, manusia dimana-mana dan pada zaman apapun juga selalu hidup bersama, hidup berkelompok-kelompok. Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk menghadapi siklus kehidupan, salah satunya kematian. Didalamnya terdapat nilai-nilai

Lebih terperinci

REKONTRUKSI IDENTITAS PEREMPUAN DALAM 1 KORINTUS 14 : DARI PERSPEKTIF POSKOLONIAL PEREMPUAN KRISTEN JAWA

REKONTRUKSI IDENTITAS PEREMPUAN DALAM 1 KORINTUS 14 : DARI PERSPEKTIF POSKOLONIAL PEREMPUAN KRISTEN JAWA REKONTRUKSI IDENTITAS PEREMPUAN DALAM 1 KORINTUS 14 : 34 40 DARI PERSPEKTIF POSKOLONIAL PEREMPUAN KRISTEN JAWA Tesis Diajukan kepada Program Pasca Sarjana Magister Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Untuk mengkaji lebih dalam tentang pemberdayaan lingkungan dalam kajian studi tentang proses pemberdayaan lingkungan yang dilakuan oleh komunitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian BAB 1 PENDAHULUAN Menurut Vitruvius di dalam bukunya Ten Books of Architecture, arsitektur merupakan gabungan dari ketiga aspek ini: firmity (kekuatan, atau bisa dianggap sebagai struktur), venustas (keindahan

Lebih terperinci

Bab 7 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik Makan Patita

Bab 7 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik Makan Patita Bab 7 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik Makan Patita Suatu praktik dalam masyarakat tidak mungkin terpisah sepenuhnya dari kondisi riel masyarakat itu sendiri. Kondisi yang terkait dengan intensitas pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia hidup tidak selamanya berada dalam kondisi dimana semuanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang direncanakan dan diingininya. Ada saat dimana muncul ketegangan-ketegangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Rasul Paulus merupakan salah seorang rasul yang berperan sangat penting dalam kelahiran dan pertumbuhan jemaat Kristen mula-mula, terutama bagi kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan penyebaran agama-agama di Indonesia selalu meningkat, baik itu agama Kristen Katholik, Protestan, Islam, dan sebagainya. Tidak hanya menyebarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan diartikan sebagai suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita, yang bersama-sama menjalin hubungan sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal jika berbicara tentang identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat multidimensional. Kemajemukan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan. Hidup berdampingan secara damai antara warga negara yang beragam tersebut penting bagi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Pengantar Pada bab ini, penulis akan menggambarkan seluruh proses pengalaman penelitian yang dijalani oleh peneliti selama berada di lokasi penelitian. Berawal dari tugas mata

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Berdasarkan uraian bab demi bab dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam kepercayaan kepada Gikiri Moi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia.1pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia.1pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Ditinjau dari jenis data hasil penelitian, penelitian ini menggunakan Metode pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode survai dan bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan transformasional dalam pembinaan toleransi budaya mahasiswa yang tinggal di Ma had al-jami

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Manusia seringkali terpaksa untuk memiliki sesuatu yang baru dan dianggap tidak ketinggalan zaman, misalnya saja dalam hal berpakaian. Seseorang biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

BATANG GARING TESIS. Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat. Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Bidang Sosiologi agama.

BATANG GARING TESIS. Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat. Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Bidang Sosiologi agama. BATANG GARING (Study Tentang Sejarah dan Makna Simbol Batang Garing Dalam Masyarakat Dayak Ngaju Di Kalimantan Tengah) TESIS Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil cipta, karya, rasa manusia untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang berasal dari Bahasa Inggris : method, bahasa latin : methodus, Yunani :

BAB III METODE PENELITIAN. yang berasal dari Bahasa Inggris : method, bahasa latin : methodus, Yunani : 56 BAB III METODE PENELITIAN Cara Kerja keilmuan salah satunya di tandai dengan penggunaan metode yang berasal dari Bahasa Inggris : method, bahasa latin : methodus, Yunani : methodos, meta berarti sesudah.

Lebih terperinci

Studi Hubungan Pemikiran Teologis Paulus dan Markus tentang Penebusan Dosa TESIS

Studi Hubungan Pemikiran Teologis Paulus dan Markus tentang Penebusan Dosa TESIS Studi Hubungan Pemikiran Teologis Paulus dan Markus tentang Penebusan Dosa TESIS Diajukan kepada Program Studi Magister Sosiologi Agama untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Oleh: Glenmideys Huwae NIM:

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA KONVERSI AGAMA (Studi Kasus Tentang Faktor-Faktor Penyebab dan Dampak Sosial Perpindahan Agama Dari Hindu Ke Kristen Protestan di Bukitsari, Bali) TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Sosiologi

Lebih terperinci