IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Potensi Penggunaan Asap Cair Tempurung Kelapa sebagai Pengawet Nira Asap cair tempurung kelapa diperoleh dari asap pembakaran yang tidak sempurna tempurung kelapa. Proses yang terjadi pada pembuatan asap cair terdiri dari reaksi dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Uap asap yang dihasilkan selama pembakaran tempurung kelapa dikondensasi menghasilkan kondensat asap berupa cairan kental berwarna hitam. Kondensat asap yang dihasilkan ditampung dan diendapkan selama beberapa hari untuk memperoleh cairan asap yang terpisah dari partikel padat berwarna hitam yang bercampur didalamnya. Council of Europe Comitee of Experts on Flavouring Substances (CECEFS) (1992) menerangkan bahwa asap terdiri dari komponen gas, cairan, dan partikel padat. Pada saat kondensasi asap, partikel padat berwarna hitam tercampur dalam asap cair kasar sehingga perlu dilakukan pemisahan karena partikel padat tersebut bersifat karsinogenik. Partikel-pertikel tersebut diantaranya adalah senyawa nitrogen oksida, polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs), senyawa fenolik, senyawa karbonil, furan, asam alifatik karboksilat, serta komponen tar dengan karakteristik yang sama yaitu memiliki titik didih yang tinggi. Guillen et al. (2001) menjelaskan bahwa komponen-komponen asap cair yang berwarna hitam merupakan komponen yang berbeda dengan komponen asap cair yang digunakan sebagai ingredient dan flavor dalam pangan. Komponen-komponen tersebut termasuk golongan levoglucosan, turunan karbohidrat, senyawa bernitrogen, serta senyawa-senyawa yang belum teridentifikasi. Produsen asap cair menggunakan metode pengendapan selama beberapa hari untuk memisahkan cairan asap cair dengan padatan terlarut tersebut. Asap cair tempurung kelapa yang dihasilkan dari proses pengendapan memiliki warna coklat kehitaman dengan ph 4,9 (Gambar 6).

2 Gambar 6 Asap Cair Kasar Tempurung Kelapa Hasil Pengendapan. Penelitian pendahuluan mengenai potensi asap cair sebagai pengawet nira dilakukan dengan melakukan uji kontak asap cair kasar terhadap kultur campuran dari nira pada konsentrasi 0,50%, 0,60%, 0,80%, 1,00%, 2,00%, dan 3,00%. Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian pendahuluan ini mengacu pada Syabana dan Rusbana (2008) serta Zuraida (2008). Tabel 9 memperlihatkan bahwa pada konsentrasi asap cair kasar 0,50% sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroba sebesar 3 log dibanding kontrol. Pada konsentrasi 0,80% sampai 3,00% asap cair kasar mampu menghambat pertumbuhan mikroba sampai 5 log dibanding kontrol. Tabel 9 Jumlah Mikroba setelah dikontakkan selama 24 jam dengan Asap Cair Kasar pada berbagai Konsentrasi Konsentrasi asap cair kasar(% v/v) Jumlah Mikroba (CFU/ml) 0,00 3,7 x ,50 7,6 x ,60 7,0 x ,80 <10 3 1,00 <10 3 2,00 <10 3 3,00 <10 3 Hasil uji kontak ini memberi kesimpulan awal bahwa asap cair kasar hasil pengendapan memiliki potensi untuk digunakan dalam pengawetan nira. Penelitian pendahuluan selanjutnya adalah dengan mengaplikasikan asap cair kasar pada nira selama 12 jam penyimpanan. Konsentrasi yang digunakan adalah 0,50%, 1,00%, 2,00%, dan 3,00% berdasarkan hasil uji kontak tahap sebelumnya. Pengujian dilakukan dengan cara melakukan penyadapan secara langsung menggunakan wadah penampung nira yang telah diberi asap cair 41

3 dengan volume sedemikian rupa sehingga pada waktu penyadapan mencapai satu jam diperoleh nira dengan konsentrasi asap cair yang diinginkan (0,50%, 1,00%, 2,00%, dan 3,00%). Setelah satu jam penyadapan dilakukan, nira yang telah mengandung asap cair ini diukur ph-nya dan dicatat sebagai ph pada jam ke-0. Nira kemudian dibawa ke laboratorium menggunakan botol steril dan disegel menggunakan parafilm. Setelah sampai di laboratorium, nira ditampung dalam wadah terbuka pada suhu ruang dan diukur ph-nya setiap jam selama 12 jam. Gambar 7 memperlihatkan hasil pengukuran ph nira yang telah diberi asap cair kasar dan disimpan selama 12 jam. Hasil pengukuran perubahan ph pada penelitian pendahuluan ini menunjukkan bahwa penggunaan asap cair kasar dengan konsentrasi 0,50% mampu mempertahankan ph nira diatas 7 sampai 6 jam penyimpanan, sedangkan dengan konsentrasi 3,00% mampu mempertahankan ph nira pada kisaran 6,6-6,8 selama 12 jam penyimpanan. Tahap lanjutan dari hasil pengukuran ph adalah aplikasi asap cair konsentrasi 0,50% dan 3,00% untuk penyadapan nira selama 12 jam. Nira hasil penyadapan dengan menggunakan asap cair 0,50% dan 3,00% selanjutnya diolah menjadi gula. 8 ph Nira + 0,00% AC Nira + 0,50% AC Nira + 1,00% AC Nira + 1,50% AC Nira + 2,00% AC Nira + 3,00% AC Jam ke - Gambar 7 Perubahan ph Nira setelah Diberi Perlakuan Penambahan Asap Cair (AC) pada berbagai Konsentrasi selama 12 Jam Penyimpanan. Gula yang diperoleh dari nira dengan asap cair kasar hasil pengendapan memiliki warna yang gelap. Nira dengan asap cair kasar 0,50% menghasilkan gula yang berwarna coklat tua, sedangkan konsentrasi 3,00% berwarna hitam. 42

4 Perubahan warna yang terjadi ini disebabkan oleh komponen berwarna hitam yang terdapat dalam asap cair kasar. Gambar 8 memperlihatkan warna gula merah dari nira yang disadap dengan menggunakan pengawet asap cair kasar hasil pengendapan sebanyak 0,50% dan 3,00%. Gambar 8 Gula Merah dari Nira yang mengandung Asap Cair Kasar 0,50% dan 0,30%. Hasil penelitian pendahuluan ini menunjukkan bahwa asap cair kasar memiliki potensi untuk diaplikasikan sebagai pengawet nira. Pada konsentrasi asap cair 0,50% sampai 3,00% mampu memberikan aktivitas penghambatan terhadap kultur campuran dari nira aren dan mampu mempertahankan ph nira pada kisaran 6-7 selama 12 jam penyimpanan. Gula yang dihasilkan dari nira yang mengandung asap cair kasar menyebabkan warna gula menjadi lebih gelap. Oleh karena itu, pada penelitian utama dilakukan destilasi ulang asap cair sehingga diperoleh asap cair redestilasi yang lebih murni dan jernih Kadar Fenol Asap Cair Redestilasi Destilasi merupakan suatu perlakuan fisik dengan memberikan panas sehingga sangat dimungkinkan terjadinya perbedaan sifat dan karakteristik dari asap cair sebelum dan sesudah destilasi. Destilasi dilakukan dalam rangka menurunkan kadar partikel padat yang terdispersi dalam asap cair. Guillen et al. (2001) dan CECEFS (1992) menerangkan bahwa asap terdiri dari komponen gas, cairan, dan partikel padat. Pada saat kondensasi asap, partikel padat tercampur dalam asap cair kasar sehingga perlu dilakukan pemisahan karena partikel padat tersebut bersifat karsinogenik. Partikel-pertikel 43

5 tersebut diantaranya adalah senyawa nitrogen oksida, polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs), senyawa fenolik, senyawa karbonil, furan, asam alifatik karboksilat, serta komponen tar dengan karakteristik yang sama yaitu memiliki titk didih yang tinggi. Penemuan sifat karsinogenik dari Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAHs) menyebabkan penelitian mengenai bahan pangan hasil pengasapan meningkat. Salah satu metode yang diterapkan untuk memurnikan asap cair adalah dengan detilasi. Prinsip destilasi adalah dengan melakukan evaporasi atau penguapan melalui proses pemanasan dan dilanjutkan dengan kondensasi (pendinginan uap hasil pemanasan) sehingga uap asap cair mengembun. Perlakuan evaporasi umumnya akan menyebabkan penurunan jumlah kandungan zat pada destilat dibandingkan dengan kandungan awal zat pada bahan sebelum didestilasi. Hasil pengukuran kadar fenol disajikan pada Gambar Sebelum Destilasi Setelah Destilasi Kadar Fenol (%) A B Sebelum Destilasi Setelah Destilasi 1.00 Gambar 9 Total Fenol Asap Cair Sebelum (A) dan Sesudah Destilasi (B) Destilasi ulang asap cair menyebabkan kadar total fenol dalam asap menjadi turun sebesar 0,7%. Berdasarkan hasil ANOVA, penurunan sebesar 0,7% ini menyebabkan perbedaan yang signifikan antara sebelum proses destilasi dan setelah destilasi pada taraf kepercayaan 95%. Penurunan kadar fenol ini terjadi akibat proses kondensasi yang dilakukan tidak sempurna sehingga sebagian senyawa fenolik masih berbentuk uap ketika keluar dari alat destilator. Hal ini diindikasikan dengan aroma asap yang tercium menyengat ketika proses destilasi ulang dilakukan. Guillen dan Ibargoitia (1998) menyatakan bahwa fenolik merupakan salah satu senyawa yang menjadi flavor 44

6 dari asap cair. Senyawa guaiacol merupakan flavor rasa asap sedangkan syringol merupakan flavor aroma asap. Terciumnya aroma asap yang menyengat dari lubang kondensor menjadi indikator bahwa tidak semua komopenen fenol tertampung sebagai kondensat. Gambar 10 memberikan ilustrasi tentang perbandingan warna antara asap cair kasar dengan asap cair hasil destilasi. Perubahan warna setelah proses destilasi dilakukan disebabkan oleh proses pemanasan pada saat destilasi tidak sampai menguapkan senyawa yang berwarna hitam, sehingga uap yang terkondensasi memiliki warna lebih jernih. ph asap cair redestilasi juga mengalami perubahan menjadi 3,0. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan bandingkan dengan asap cair kasar yang memiliki ph sebesar 4,9. A B Gambar 10 Warna Asap Cair (A) Sebelum Destilasi dan (B) Sesudah Destilasi. Berkurangnya kadar fenol, bertambahnya kadar keasaman, dan perubahan warna asap cair menjadi lebih jernih yang terjadi akibat destilasi ulang memungkinkan terjadinya perubahan sifat antimikroba asap cair. Asap cair redestilasi dengan penampakan yang lebih jernih dapat dilaplikasikan lebih luas lagi dalam pengolahan pangan Aktivitas Antimikroba Asap Cair Redestilasi Penggunaan asap cair tanpa destilasi ulang telah dilakukan oleh Zuraida (2008) dan terbukti mampu menambah umur simpan bakso ikan 16 jam lebih lama dibandingkan kontrol. Destilasi ulang terhadap asap cair menyebabkan kadar fenol menurun dan memungkinkan juga terjadinya perubahan aktivitas 45

7 antimikroba yang dimilikinya. Aktivitas antimikroba asap cair redestilasi dapat diuji dengan penentuan nilai MIC terhadap kultur murni suatu mikroorganisme Uji Aktivitas Antibakteri Asap Cair Tempurung Kelapa Redestilasi Uji aktivitas antibakteri asap cair redestilasi dilakukan dengan penentuan nilai MIC. Nilai MIC merupakan konsentrasi terkecil yang mampu menghambat 90% mikroorganisme setelah dikontakkan selama 24 jam. Penentuan nilai MIC asap cair hasil destilasi ulang diujikan terhadap S.aureus dan P.aeruginosa, dan bakteri asam laktat (BAL) yang diisolasi dari nira. S.aureus mewakili bakteri patogen gram positif yang dapat mengkontaminasi nira melalui tangan dari penderes yang higienenya tidak terjaga dengan baik. P.aeruginosa mewakili bakteri pembusuk dari golongan gram negatif, sedangkan BAL mewakili bakteri pembusuk dari golongan bakteri gram positif. Konsentrasi uji untuk S.aureus dan P.aeruginosa secara berturut-turut adalah 0,20% 0,80%(v/v) dan 0,22% - 0,30%(v/v). Hasil pengujian MIC disajikan pada Gambar 11 dan Gambar 12. Jumlah S.aureus dan P.aeruginosa awal yang diinokulasikan ke dalam tabung uji berturt-turut adalah 2,5x10 4 dan 2,9x10 4 CFU/ml. Jumlah S.aureus (Log CFU/ml) Konsentrasi Asap Cair Redestilasi (%) Gambar 11 Jumlah S.aureus setelah Diuji Kontak dengan Asap Cair pada berbagai konsentrasi selama 24 Jam. 46

8 Jumlah P.aeruginosa (Log CFU/ml) Konsentrasi Asap Cair Redestilasi (%) Gambar 12 Jumlah P.aeruginosa setelah Diuji Kontak dengan Asap Cair pada berbagai Konsentrasi selama 24 Jam. Nilai MIC untuk P.aeruginosa dan S.aureus berturut-turut adalah 0,22% dan 0,20%v/v. Pada konsentrasi 0,20%, asap cair redestilasi mampu menghambat pertumbuhan S.aureus dan P.aeruginosa sebesar 90% dibandingkan dengan kontrol. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa antara kontrol yang tidak diberi asap cair dan perlakuan pemberian asap cair memberikan perbedaan yang signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini berarti bahwa pemberian asap cair redestilasi memiliki pengaruh yang nyata dalam menghambat pertumbuhan S.aureus dan P.aeruginosa. Hasil penelitian Zuraida (2008) dengan menggunakan asap cair tanpa destilasi diperoleh nilai MIC terhadap S.aureus dan P.aeruginosa sebesar masing-masing 0,10% dan 0,16%. Hal ini menunjukkan bahwa destilasi ulang asap cair menyebabkan penurunan aktivitas antimikroba. Bakteri P.aeruginosa lebih sensitif dibandingkan dengan S.aureus diduga karena struktur dinding sel P.aeruginosa lebih tipis kandungan peptidoglikannya dan memiliki protein porin dengan diameter cukup besar (2 nm) sehingga asap cair dapat masuk ke dalam membran sel (Helander et al.,1998). Lebih lanjut Pelczar et al. (1988) menjelaskan bahwa senyawa kimia utama yang memiliki sifat antibakteri seperti fenol dan senyawa fenolat dapat berinteraksi dengan membran sehingga integritas membran sel terganggu dan permeabilitasnya berkurang. 47

9 Pada umumnya, bakteri gram positif lebih sensitif dibandingkan dengan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif sangat rentan terhadap serangan senyawa antimikroba. Selain lapisan peptidoglikan yang sangat tmudah diganggu integritasnya, sintesis lapisan peptidoglikan juga dapat terganggu oleh serangan senyawa antimikroba. Dua mekanisme ini cukup untuk menggangu dan menghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Berbeda dengan bakteri gram negatif yang memiliki lapisan peptidoglikan tipis tetapi dilindungi oleh lapisan luar membran yang umumnya terdiri dari senyawa golongan lipida dan gula. Adanya lapisan terluar ini mampu menahan serangan-serangan senyawa antimikroba yang umumnya berada dalam fraksi polar. Oleh karena itu senyawa antimikroba dengan basis non polar atau semi polar umumnya memiliki aktivitas antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan dengan antimikroba fraksi polar. S.aureus sebagai bakteri gram positif dan P.aeruginosa sebagai bakteri gram negatif pada penelitian ini ternyata memiliki nilai MIC yang tidak berbeda jauh yaitu 0,20%. Hasil penelitian Yulistiani et al. (1997) menghasilkan MIC asap cair tempurung kelapa untuk S.aureus dan P.fluorescens sebesar 0,60% dan 0,50% secara berturut-turut. Fenomena ini menunjukkan bahwa ternyata bakteri gram negatif lebih sensitif dibandingkan dengan bakteri gram positif ketika dikontakkan dengan asap cair tempurung kelapa. Hal ini tentu tidak sejalan dengan fenomena umum yang terjadi antara bakteri gram positif dan negatif. Pengecualian dari sifat umum tersebut juga terjadi pada penelitian Sunen et al. (2001) dimana Aeromonas hydrophila sebagai bakteri gram negatif ternyata lebih sensitif dan memiliki kepekaan yang sama dengan bakteri uji dari golongan bakteri gram negatif (L.monocytogenes dan Y.enterolitica) ketika dikontakkan dengan ekstrak asap cair. Sunen et al. (2001) dan Faith et al. (1992) menduga bahwa kemungkinan terjadi efek sinergis antara senyawa yang terkandung dalam asap cair, sehingga efek antimikroba yang diberikan oleh asap cair tidak hanya disebabkan oleh kandungan fenol yang tinggi tetapi juga disebakan oleh asam-asam lemah yang terdapat dalam asap cair sehingga mampu memberikan efek yang lebih besar. Asam-asam lemah seperti asam laktat dan asam asetat diduga bersifat lipolitik. 48

10 Asam asetat merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam asap cair tempurung kelapa dalam bentuk turunan siringol dan guaiakol. Siskos et al. (2007) mengemukakan bahwa asap cair mengandung beberapa zat antimikroba yaitu asam dan turunannya (format, asetat, butirat, propionat, dan metil ester), alkohol (metil, etil, propil, alkil, dan isobutil alkohol), aldehid (formladehid, asetaldehid, furfural, dan metil furfural), hidrokarbon (silene, kumene, dan simene), keton (aseton, metil etil keton, metil propil keton, dan etil propil keton), fenol, piridin, dan metil piridin. Kehadiran senyawa selain fenol, terutama asam dan turunannya, dalam asap cair mampu menembus pertahanan bakteri gram negatif dengan memutuskan ikatan lipida dalam membran luarnya. Pori-pori yang lebih besar pada P.aeruginosa dan kemampuan fenol untuk berpenetrasi setelah lapisan terluar bakteri rusak menyebabkan efek asap cair sebagai senyawa antimikroba berjalan dengan baik. Senyawa asam dalam bentuk tidak terdisosiasi lebih cepat berpenetrasi ke dalam membran sel mikroorganisme. Senyawa asam dapat menurunkan ph sitoplasma, mempengaruhi struktur dan fluiditas membran, serta mengkelat ion-ion dalam dinding sel bakteri. Penurunan ph sitoplasma akan mempengaruhi protein struktural sel, enzim-enzim, asam nukleat, dan fosfolipid membran (Davidson et al. 2005) Uji Aktivitas Antibakteri Asap Cair Tempurung Kelapa Redestilasi terhadap Isolat Bakteri Asam Laktat Asal Nira BAL yang digunakan untuk pengujian tahap ini adalah isolat BAL asal nira. Hasil pengujian pewarnaan gram dan pengujian katalase menunjukkan bahwa isolat yang dipilih memiliki warna ungu, berbentuk basil, dan bersifat katalase negatif. Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka isolat yang diambil merupakan bakteri asam laktat asal nira. Bakteri asam laktat ini selanjutnya digunakan untuk uji aktivitas antibakteri dan simulasi penyadapan. Gambar 13 memperlihatkan bentuk dan warna dari isolat bakteri asal nira. Battcock dan Azam-Ali (1998) menyatakan bahwa salah satu bakteri terpenting dan umum dalam fermentasi pangan adalah BAL dari golongan Lactobacillieae. Bakteri asam laktat banyak ditemui dalam bahan pangan dengan 49

11 kadar air tinggi dan kadar gula atau karbohidrat tinggi. Kehadiran BAL berkontribusi pada penurunan ph bahan pangan akibat hasil metabolisme utamanya yaitu mengubah glukosa menjadi asam laktat. Cahyaningsih (2006) menyatakan bahwa BAL merupakan mikroorganisme awal yang bertanggung jawab fermentasi awal nira karena BAL merupakan mikroba dominan pada nira segar. Kehadiran BAL didalam fermentasi nira berlangsung selama 24 jam, setelah itu mikroorganisme yang tetap bertahan adalah khamir dan Bacillus. Gambar 13 Isolat Bakteri Asam Laktat Asal Nira Hasil Pewarnaan Gram. Pengujian aktivitas antibakteri asap cair redestilasi terhadap BAL asal nira dilakukan dengan menggunakan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji aktivitas asap cair terhadap S.aureus dan P.aeruginosa. Konsentrasi yang digunakan adalah 3,00%, 5,00%, 10,00%, 20,00%, dan 30,00%. Penentuan konsentrasi ini didasarkan pada hasil percobaan sebelumnya menggunakan konsentrasi dibawah 3,00%, dengan mengacu penelitian Milly et al. (2005) yang melaporkan bahwa nilai MIC asap komersial untuk L.plantarum (salah satu jenis BAL) sebesar 0,75%, ternyata tidak menunjukkan adanya efek penghambatan. Gambar 14 memperlihatkan jumlah bakteri setelah dikontakkan dengan asap cair pada berbagai konsentrasi pengujian. Nilai MIC asap cair redestilasi terhadap isolat BAL asal nira berdasarkan hasil uji kontak selama 24 jam adalah 3,00%. Besarnya penghambatan yang diberikan oleh asap cair redestilasi 3,00% tidak berbeda nyata dengan penghambatan oleh asap cair redestilasi dengan konsentrasi 5,00% dan 10,00%. Hal ini menandakan bahwa isolat BAL asal nira 50

12 sangat tahan dengan konsentrasi asap cair redestilasi yang tinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya resistensi BAL adalah karena BAL toleran terhadap asam (Salminen et al. 2004; Stamer, 1979). Jumlah BAL (Log CFU/ml) Konsentrasi Asap Cair (%) Gambar 14 Jumlah Bakteri Asam Laktat setelah Diuji Kontak dengan Asap Cair Redestilasi pada Berbagai Konsentrasi selama 24 Jam Aplikasi Asap Cair Redestilasi sebagai Pengawet Nira Pengujian aplikasi diawali dengan simulasi pemilihan konsentrasi untuk aplikasi pada tahap selanjutnya dengan melihat perubahan ph dan total mikroba disertai dengan pengujian secara langsung selama 12 jam penyadapan. Simulasi selanjutnya berupa aplikasi konsentrasi terpilih dengan melihat pola perubahan ph selama penyadapan Perubahan ph Selama 12 Jam Penyimpanan Simulasi pertama dilakukan dengan melakukan penyadapan nira selama satu jam dengan menggunakan wadah bersih yang telah diberi asap cair sedemikian rupa sehingga setelah satu jam memiliki konsentrasi yang diinginkan. Konsentrasi yang digunakan adalah 0,50%, 1,00%, 1,50%, 2,00%, dan 3,00%(v/v) dengan mengacu hasil penelitian pendahuluan. Volume nira yang dihasilkan setiap mayang dapat diperkirakan jumlahnya sehingga dalam aplikasi ini dapat ditentukan dari awal berapa volume asap cair yang harus diberikan dalam wadah penampung untuk satu kali penyadapan. 51

13 Setelah nira disadap selama satu jam, dilakukan pengukuran ph nira setiap jam selama 12 jam penyimpanan di suhu ruang. Perubahan ph yang terjadi dapat dilihat pada Gambar ph ,00% AC 0,50% AC 1,00% AC 1,50% AC 2,00% AC 3,00% AC Jam ke - Gambar 15 Grafik Perubahan ph Nira yang Diberi Asap Cair (AC) Rerdestilasi pada Berbagai Konsentrasi selama 12 Jam Penyimpanan. Simulasi ini dilakukan untuk menentukan nilai konsentrasi yang akan digunakan selanjutnya dalam uji aplikasi. Gambar 15 menjelaskan bahwa semakin bertambahnya konsentrasi asap cair yang diberikan, maka ph nira awal akan semakin turun dibandingkan dengan kontrol. Hal ini terjadi karena asap cair memiliki tingkat keasaman tinggi (ph =3,0) sehingga nilai ph nira awal menjadi rendah. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perubahan waktu dan perlakuan penambahan asap cair redestilai berpengaruh nyata terhadap penurunan ph. Penambahan asap cair redestilasi menyebabkan laju penurunan ph yang berbeda nyata dengan kontrol. Konsentrasi asap cair redestilasi 1,00% memberikan pengaruh yang berbeda dengan konsentrasi 0,50%. Konsentrasi 1,50% dan 2,00% tidak berbeda nyata, sedangkan keduanya berbeda nyata dengan konsentrasi 3,00%. Konsentrasi 0,50%, 1,00%, 1,50%, 2,00%, dan 3,00% memberikan efek pengawetan yang diindikasikan dengan kemampuan menahan laju penurunan ph selama 4, 6, 6,, 8, dan 9 jam secara berurutan. 52

14 Perubahan Jumlah Mikroba Selama 12 Jam Penyimpanan Berdasarkan hasil pengujian penurunan ph nira selama 12 jam penyimpanan, selanjutnya dilakukan pengujian untuk menghitung jumlah mikroba. Konsentrasi asap cair yang digunakan dalam pengujian ini adalah 1,00% dengan alasan bahwa pada konsentrasi ini memiliki efek penahanan kesegaran nira selama 6 jam peyimpanan dari 12 jam pengukuran. Penggunaan 1,00% asap cair ini diharapkan akan memberikan informasi mengenai kondisi mikrobiologis nira ketika masih segar dan ketika proses penurunan ph terjadi. Gambar 16 menunjukkan jumlah total mikroba yang terdapat dalam nira. Jumlah mikroba awal pada nira kontrol terdapat sebanyak 10 6 CFU/ml, sedangkan pada nira yang ditampung dengan wadah yang berisi asap cair mengandung 10 5 CFU/ml mikroba. Jumlah mikroba pada nira kontrol meningkat pada jam ke tiga sampai 10 7 CFU/ml, sedangkan pada nira dengan asap cair mencapai kondisi 10 7 CFU/ml pada jam ke enam. Jumlah Total Mikroorganisme (log CFU/ml) Jam ke- Nira + 0,00% AC Nira + 1,00% AC Gambar 16 Jumlah Total Mikroorganisme pada Nira yang Diberi Asap Cair Redestilasi 1,00% selama 12 Jam Penyimpanan. Gambar 17 merupakan grafik yang menunjukkan jumlah bakteri asam laktat dalam nira. Jumlah bakteri asam laktat awal pada nira yang mendekati jumlah total mikroba awal yaitu sebanyak 10 6 CFU/ml. Jika dihubungkan antara jumlah mikroba total dengan jumlah BAL maka dapat disimpulkan bahwa mikroba yang dominan pada nira segar merupakan BAL. Menurut Sumanti et al. (2004) dan Okrafor (1978), fermentasi yang terjadi pada nira adalah fermentasi laktat-alkohol-asetat yang melibatkan bakteri asam laktat, khamir, dan bakteri asam asetat. Bakteri Leuconostoc spp dan Lactobacillus spp merupakan 53

15 mikroorganisme awal yang diduga dominan terdapat dalam nira segar. Cahyaningsih (2006) juga menyimpulkan hal yang sama dimana fermentasi awal pada nira lontar didominasi oleh aktivitas bakteri asam laktat. Jumlah BAL (log CFU/ml) Nira +0,00% AC Nira + 1,00% AC Jam ke- Gambar 17 Jumlah Total BAL pada Nira yang Diberi Asap Cair (AC) Redestilasi 1,00% selama 12 Jam Penyimpanan. Jumlah bakteri asam laktat dari jam ke nol sampai jam ke enam mengalami hambatan pertumbuhan. Hal ini terjadi karena komponen asap cair bekerja sebagai antimikroba dengan sifat mikrostatik. Berbeda halnya dengan khamir, selama 12 jam jumlah khamir cenderung menurun (Gambar 18). Jumlah Khamir (log CFU/ml) Jam ke - Nira + 0,00% AC Nira + 1,00% AC Gambar 18 Jumlah Total Khamir pada Nira yang Diberi Asap Cair (AC) Redestilasi 1,00% selama 12 Jam Penyimpanan. Hal ini terjadi akibat efek senyawa antimikroba asap cair menghambat pertumbuhan khamir. Jika pengamatan dilanjutkan, sampai melebihi 12 jam, 54

16 sampel nira yang digunakan dalam pengujian ini berbau alkohol sebagai indikator adanya metabolisme khamir. Hal ini menandakan bahwa khamir hanya mengalami hambatan pertumbuhan. Jika dihubungkan data penurunan ph dengan jumlah total BAL, maka semakin tinggi jumlah BAL yang terdapat dalam nira, maka ph nira akan semakin menurun. Hal ini terjadi karena aktivitas metabolisme BAL menghasilkan asam laktat dan asam organik lainnya sehingga menaikkan kadar asam yang terdapat dalam nira. Hubungan ph dan jumlah BAL dapat dilihat pada Gambar Jumlah BAL (Log CFU/ml) Gambar ph Hubungan Perubahan ph nira dan Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Fermentasi Nira selama 12 jam Penyimpanan Aplikasi Penyadapan selama 12 Jam Aplikasi dilakukan dengan memberikan asap cair pada wadah bersih sebagai penampung nira dengan konsentrasi sama seperti pada pengujian perubahan ph dan total mikroba. Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa asap cair dengan konsentrasi 0,50% menghasilkan nira dengan ph 5,0 dan tidak bisa diolah lagi menjadi gula. Konsentrasi 1,00% sampai 3,00% menghasilkan nira dengan ph lebih dari 6,0 dan nira tersebut dapat diolah menjadi gula. Berdasarkan hasil simulasi pertama ini, konsentrasi 1,00% dipilih menjadi batas bawah dan 3,00% menjadi batas atas konsentrasi untuk aplikasi pada pengujian selanjutnya. Konsentrasi 1,00% dan 3,00% dipilih karena memberikan pengaruh yang berbeda nyata dalam menahan laju penurunan ph 55

17 nira dan nira yang dihasilkan setelah penyadapan dengan konsentrasi tersebut dapat diolah menjadi gula Simulasi Perubahan ph selama Penyadapan Simulasi selanjutnya adalah simulasi penyadapan untuk melihat perubahan ph selama penyadapan. Hal ini dilakukan untuk melihat fenomena yang mendekati kenyataan mengenai mekanisme kerja teknik penghambatan asap cair sebagai pengawet nira. Gambar 20 menerangkan tentang perubahan ph yang terjadi selama penyadapan nira. Konsentrasi asap cair yang digunakan dalam simulasi ini adalah 1,00% dan 3,00% Jam keph ,00% AC 1,00% AC 3,00% AC Gambar 20 Perubahan ph pada Simulasi Penyadapan selama 12 Jam Menggunakan Asap Cair pada Konsentrasi1,00% dan 3,00%. Nira yang digunakan untuk simulasi merupakan nira yang disterilisasi. ph awal nira untuk simulasi ini adalah 5,1. Volume nira pada akhir simulasi selama 12 jam ditetapkan sebanyak 300 ml, sehingga setiap jam dilakukan penambahan nira sebanyak 25 ml. Pengukuran ph dilakukan sebelum dan sesudah penambahan nira. Data pada Gambar 20 menunjukkan bahwa nira yang tidak diberi perlakuan pengawetan akan mengalami penurunan ph selama penyadapan. Hal ini menandakan bahwa telah terjadi kontaminasi oleh mikroba dan berlanjut dengan terjadinya fermentasi. Berbeda dengan nira yang diberi asap cair. Nira yang diberi asap cair mengalami peningkatan ph selama penyadapan. Hal ini 56

18 terjadi karena sejak awal penyadapan telah terdapat asap cair yang memiliki ph rendah yaitu 3 dalam wadah penampung, sehingga ketika nira segar dengan ph 7 masuk ke dalam penampung akan mengalami penurunan ph karena terjadi proses pengenceran asap cair oleh nira. ph nira dalam penampung yang telah diberi asap cair akan mengalami peningkatan seiring dengan berkurangnya konsentrasi asap cair akibat pertambahan volume nira. Jika dihubungkan dengan simulasi perubahan ph selama 12 jam (Gambar 15) dan total mikroba pada simulasi tersebut (Gambar 16 dan 17) maka dapat digambarkan bahwa ketika proses penyadapan berlangsung, mikroba tidak dapat berkembang biak karena selama penyadapan terdapat asap cair dengan konsentrasi yang tinggi (lebih tinggi dari konsentrasi akhir yang diinginkan yaitu 1,00%). Konsentrasi asap cair redestilasi 1,00% pada saat simulasi penyimpanan sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme selama 6 jam. Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme tentu akan terjadi lebih kuat lagi ketika penyadapan berlangsung. Hal ini terjadi karena selama penyadapan berlangsung, konsentrasi asap cair yang terdapat dalam wadah penampung lebih tinggi dari 1,00%. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa kontrol, perlakuan asap cair 1,00%, dan perlakuan 3,00% menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap kemampuan mempertahankan ph. Hasil ANOVA juga menunjukkan bahwa perubahan waktu penyadapan pada kisaran waktu selama 12 jam dan pemberian asap cair memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan ph pada taraf kepercayaan 95% dimana dengan semakin lamanya waktu penyadapan menyebabkan ph nira juga mengalami perubahan yaitu cenderung menurun jika tanpa asap cair dan cenderung meningkat jika diberi asap cair Uji Organoleptik Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah penilaian kesukaan panelis terhadap rasa dari gula merah yang berbahan baku nira yang diberi pengawet sebesar 1,00% dan 3,00%. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa panelis memiliki kesukaan yang berbeda terhadap gula yang berbahan baku nira dengan asap cair 1,00% dibandingkan dengan gula yang berbahan baku nira dengan asap cair 3,00%. Panelis memberikan nilai 5 (suka) pada gula yang berbahan baku nira 57

19 dengan asap cair 1,00% dan nilai 4 (netral) untuk gula berbahan baku nira dengan asap cair 3,00%. Jumlah Panelis (%) ,00% 3,00% Kandungan Asap Cair dalam Gula Normal Tidak Normal Gambar 21 Penilaian Panelis terhadap Kenormalan Rasa Gula Merah dengan Nira yang mengandung Asap Cair 1,00% dan 3,00%. Hasil pengujian terhadap aroma gula (Gambar 21) menunjukkan bahwa sebanyak 15% panelis merasakan aroma asap pada gula berbahan baku nira dengan asap cair redestilasi 1,00% dan sebanyak 67% panelis menyatakan hal yang sama terhadap gula berbahan baku nira dengan asap cair redestilasi 3,00%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan asap cair yang terlalu banyak akan mempengaruhi rasa dan aroma gula yang dihasilkan Pengujian Warna Aplikasi asap cair ditujukan untuk memberikan flavor yang khas pada produk, membantu pengawetan, serta memberikan perubahan warna pada produk akhir. Abu-Ali dan Barringer (2007) meneliti pengaruh penambahan asap cair terhadap perubahan warna keripik kentang dengan berbagai metode pemanasan. Hasil penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa asap cair mampu memberikan warna coklat yang seragam dan mempercepat proses pengolahan sehingga pembentukan akrilamid bisa dihindari. Penggunaan asap cair tempurung kelapa redestilasi ini juga menunjukkan hal yang sama bahwa aplikasinya pada pengawetan nira berpengaruh terhadap perubahan warna gula. Gambar 22 memperlihatkan produk gula merah dengan nira yang mengandung asap cair dan Tabel 10 merupakan data hasil pengujian warna. Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan chromameter CR300 sistem 58

20 CIE (Commission Internationale de l Eclairag) dengan out put berupa nilai L, a*, dan b*. Nilai L memperlihatkan kecerahan (lighteness) sampel. Nilai a positif (+) menandakan bahwa produk memiliki kecendrungan berwarna kemerahan sedangkan nilai a negative (-) menandakan produk memiliki kecenderungan berwarna kehijauan. Nilai b(+) menandakan produk berwarna kekuningan sedangkan nilai b(-) menandakan produk berwarna mengarah pada kebiruan. A B Gambar 22 Warna Gula Merah dengan Asap Cair 1,00% (A) dan Gula Merah dengan Asap Cair 3,00 % ( B). Tabel 10 Nilai L, a*, dan b* Gula Merah dari Nira yang Mengandung Asap Cair Sampel Parameter L a b Gula merah dengan Asap Cair 1% Gula merah dengan Asap Cair 3% Hasil pengukuran warna menunjukkan bahwa gula dengan asap cair 1,00% lebih cerah (nilai Lightness lebih tinggi) dibandingkan dengan gula dengan asap cair 3,00%. Begitupun dengan warna, gula dengan asap cair 1% memiliki warna coklat lebih muda (nilai a+ dan b+ yang lebih kecil) dibandingkan dengan gula berbahan baku nira dengan asap cair redestilasi 3%. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa kedua sampel ini memiliki perbedaan warna yang nyata pada taraf kepercayaan 95%. Perbedaan intensitas warna pada kedua gula yang dihasilkan terjadi karena degradasi sukrosa semakin meningkat dengan perlakuan pemanasan selama pengolahan nira menjadi gula. Kandungan gula pereduksi yang lebih tinggi menyebabkan warna gula yang dihasilkan lebih gelap karena gula pereduksi merupakan reaktan dalam reaksi pencoklatan. Nira yang disadap 59

21 dengan menggunakan 3,00% asap cair memiliki intensitas kontak dengan suasana keasaman lebih tinggi pada rentang waktu yang sama dibandingkan dengan aplikasi asap cair 1,00%, sehingga proses degradasi sukrosa menjadi gula perduksi pada nira dengan asap cair 3,00% menjadi lebih tinggi. Selain itu, kandungan asap cair yang lebih banyak pada konsentrasi 3,00% memberikan efek lebih gelap terhadap gula yang dihasilkan. 60

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komposisi buah kelapa terdiri dari 35% sabut, 12% tempurung, 28% daging buah dan 25% air. Industri pengolahan buah kelapa masih terfokus pada pengolahan hasil daging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi sumber daya perikanan laut cukup besar. Kota Bandar Lampung merupakan daerah yang memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH DESTILASI ULANG ASAP CAIR TERHADAP PERUBAHAN WARNA GULA MERAH. Distilation Effect of Liquid Smoke on Colour of Brown Sugar

PENGARUH DESTILASI ULANG ASAP CAIR TERHADAP PERUBAHAN WARNA GULA MERAH. Distilation Effect of Liquid Smoke on Colour of Brown Sugar PENGARUH DESTILASI ULANG ASAP CAIR TERHADAP PERUBAHAN WARNA GULA MERAH Distilation Effect of Liquid Smoke on Colour of Brown Sugar Slamet Budijanto 1 Tubagus Bahtiar Rusbana, 2 1 Staf Pengajar Mayor Ilmu

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Salah satu permasalahan yang menyebabkan rendemen gula rendah di pabrik-pabrik gula di Indonesia adalah masalah downtime pabrik yang disebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asap Cair Asap cair atau disebut juga cuka kayu (wood vinegar) diperoleh dengan cara pirolisis dari bahan baku misalnya batok kelapa, sabut kelapa atau kayu pada suhu 400-600ºC

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asap cair merupakan hasil pirolisis bahan yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung senyawa tar dan polisiklis

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kefir merupakan salah satu jenis susu fermentasi yang berasal dari Kaukasian Utara, Rusia dan dibuat dengan menginokulasikan starter granula kefir (kefir grain) ke

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Gula Merah

II TINJAUAN PUSTAKA Gula Merah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Merah Gula merah atau gula palma merupakan produk olahan yang diperoleh dari pengolahan nira segar tumbuhan palma. Agroindustri usaha gula merah umumnya terdapat di pedesaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asap cair pertama ka1i diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas, yang dikembangkan dengan metode destilasi kering (pirolisis) dari bahan kayu,

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian obat kumur ekstrak etanol tanaman sarang semut (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus acidophilus secara in vitro merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di TINJAUAN PUSTAKA Daging Itik Itik manila (entog) merupakan unggas air yang banyak tersedia dipasar setia budi. Selama ini entok masih dimanfaatkankan sebagai penghasil telur dan sebagai sarana pengeram

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Bunuh Disinfektan terhadap Pertumbuhan Bakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Bunuh Disinfektan terhadap Pertumbuhan Bakteri 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Bunuh Disinfektan terhadap Pertumbuhan Bakteri Konsentrasi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap daya kerja dari disinfektan. Disinfektan yang berperan sebagai pembunuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair

Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair Bab IV Pembahasan Asap cair yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pirolisis tempurung kelapa, yaitu suatu proses penguraian secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan pada suhu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi buah tropis di Indonesia cukup beragam, salah satu buah yang dibudidayakan adalah buah nanas yang cukup banyak terdapat di daerah Lampung, Subang, Bogor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen Penelitian diawali dengan tahap persiapan dan pemurnian kembali dari keempat kultur bakteri asam laktat (BAL) yaitu Lactobacillus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci Hasil penelitian penggunaan starter yogurt terhadap total bakteri Salami daging kelinci disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berbagai jenis tumbuhan di Indonesia mempunyai banyak manfaat bagi. kelangsungan hidup manusia. Salah satunya adalah tanaman aren (Arenga

PENDAHULUAN. Berbagai jenis tumbuhan di Indonesia mempunyai banyak manfaat bagi. kelangsungan hidup manusia. Salah satunya adalah tanaman aren (Arenga PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam melimpah. Berbagai jenis tumbuhan di Indonesia mempunyai banyak manfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Salah satunya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan dispersi koloid yang berasal dari uap asap kayu dalam air yang diperoleh dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan dispersi koloid yang berasal dari uap asap kayu dalam air yang diperoleh dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asap Cair Asap merupakan sistem kompleks yang terdiri dari fase cairan terdispersi dan medium gas sebagai pendispersi. Asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata 4. PEMBAHASAN Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat dengan bantuan mikroba yaitu Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cangkang Kelapa Sawit Kelapa Sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih 80% pericarp

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah

I. PENDAHULUAN. negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan hasil fermentasi sudah dikenal sejak lama dan terdapat di berbagai negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. dengan cara menyadap tangkai bunga tanaman siwalan yang dipotong. Nira

BABI PENDAHULUAN. dengan cara menyadap tangkai bunga tanaman siwalan yang dipotong. Nira BAB PENDAHULUAN ' I BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Nira siwalan (Borassus jlabell~fer) merupakan carran yang diperoleh dengan cara menyadap tangkai bunga tanaman siwalan yang dipotong. Nira

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6)

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN VI. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2011 mengenai pengaruh suhu penyimpanan beku terhadap mikroba pada bahan pangan. Praktikum ini dilaksanakan agar praktikan dapat mengerjakan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Kubis putih termasuk ke dalam kategori bahan pangan yang mudah rusak. Kandungan air dalam kubis putih cukup tinggi yaitu mencapai 92%

Lebih terperinci

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan PENDAHULUAN Latar Belakang Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan bunga jantan tanaman penghasil nira seperti aren, kelapa, tebu, bit, sagu, kurma, nipah, siwalan, mapel,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan produk hewani yang umum dikonsumsi oleh manusia mulai dari anak-anak hingga dewasa karena kandungan nutrisinya yang lengkap. Menurut Codex (1999), susu

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS ASAP CAIR DENGAN DISTILASI ABSTRAK. Kata kunci : Serbuk kayu gergajian, pirolisis, distilasi dan asap cair

PENINGKATAN KUALITAS ASAP CAIR DENGAN DISTILASI ABSTRAK. Kata kunci : Serbuk kayu gergajian, pirolisis, distilasi dan asap cair PENINGKATAN KUALITAS ASAP CAIR DENGAN DISTILASI Fachraniah *), Zahra Fona *), Zahratur Rahmi **) ABSTRAK Asap cair diperoleh dari kondensasi uap hasil pirolisis serbuk kayu gergajian. Distilasi dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Disusun Oleh :

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Disusun Oleh : LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK Disusun Oleh : Nama : Veryna Septiany NPM : E1G014054 Kelompok : 3 Hari, Jam : Kamis, 14.00 15.40 WIB Ko-Ass : Jhon Fernanta Sipayung Lestari Nike Situngkir Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 OPTIMASI PUREE PISANG DALAM PEMBUATAN YOGHURT SINBIOTIK 4.1.1 Persiapan Kultur Menurut Rahman et al. (1992), kultur starter merupakan bagian yang penting dalam pembuatan yoghurt.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asap cair tempurung kelapa merupakan hasil pirolisis tempurung kelapa yang komponen penyusunnya berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang dimurnikan dengan proses

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 PERCOBAAN 7 & 8 ALDEHID DAN KETON : SIFAT DAN REAKSI KIMIA PROTEIN DAN KARBOHIDRAT : SIFAT DAN REAKSI KIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 PERCOBAAN 7 & 8 ALDEHID DAN KETON : SIFAT DAN REAKSI KIMIA PROTEIN DAN KARBOHIDRAT : SIFAT DAN REAKSI KIMIA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 PERCOBAAN 7 & 8 ALDEHID DAN KETON : SIFAT DAN REAKSI KIMIA PROTEIN DAN KARBOHIDRAT : SIFAT DAN REAKSI KIMIA Disusun oleh Nama : Gheady Wheland Faiz Muhammad NIM

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan berbagai perlakuan, terhadap perubahan kandungan protein

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA TUGAS AKHIR FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA Oleh: MUSTIKA HARDI (3304 100 072) Sampah Sampah dapat dimanfaatkan secara anaerobik menjadi alkohol. Metode ini memberikan alternatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan konsumen terhadap makanan dengan kualitas tinggi tanpa pengawet kimia merupakan suatu tantangan bagi industri pangan saat ini. Pencemaran mikroorganisme pada

Lebih terperinci

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al.

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al. Kamu tentunya pernah menyaksikan berita tentang penyalah gunaan formalin. Formalin merupakan salah satu contoh senyawa aldehid. Melalui topik ini, kamu tidak hanya akan mempelajari kegunaan aldehid yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Salah satu jamur yang banyak

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah purpureum) pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah purpureum) pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Hasil penelitian pengaruh penambahan S. cerevisiae pada berbagai tingkat dosis S. cerevisiae

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 Teknologi Pengawetan dan Produk Susu Cair (Lanjutan). Pengaruh Pasteurisasi (pemanasan) terhadap sifat fisik dan kimia susu Pemanasan dapat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS Sifat-sifat fisis-mekanis kemasan yang digunakan untuk mengemas yogurt kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul pengaruh variasi periode pemanasan pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah dilaksanakan sejak tanggal 11 April

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanas merupakan buah tropis yang banyak dibudidayakan di berbagai daerah di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2013) dalam Lathiifah dkk. (2014), produksi nanas

Lebih terperinci