BAB VI MASALAH AGRARIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI MASALAH AGRARIA"

Transkripsi

1 BAB VI MASALAH AGRARIA Perkebunan dan pegunungan selalu dibayangkan sebagai tempat yang sejuk dengan suasanan pedesaan yang kental dan terasa damai. Bagi orang kota suasana seperti itu merupakan tempat yang tepat untuk melepaskan rasa bosan dan lelah karena rutinitas harian. Kekaguman yang mendalam akan keindahan alam lereng pegunungan dan kebun teh yang terhampar luas mengesan bagi orang kota. Namun tidak demikian halnya dengan masyarakat setempat. Mereka menyimpan problemanya sendiri. Hijaunya hutan dan perkebunan bukanlah tolak ukur kemakmuran oleh sebagaian besar orang, khususnya orang-orang kota, bahwa di balik tirai pegunungan yang hijau dan segar itu sedang terjadi proses pemiskinan yang telah berlangsung dan masih berlangsung sampai sekarang. Beberapa permasalahan agraria yang dihadapi oleh petani di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar ialah sebagai berikut: 6.1 Kontur Wilayah Perkebunan dan Kesuburan Tanah Bila dilihat dari atas perkebunan, maka deretan dari persawahan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar tidak akan terlihat, karena letaknya yang mengikuti kontur (lembah) sehingga tidak terlihat adanya aktivitas pertanian di kampung tersebut. Bentuk sawah di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar berbentuk terasering yang disesuaikan dengan kontur tanah daerah perkebunan (lihat Gambar 12). Lahan yang digunakan oleh masyarakat ini adalah Hak Guna Usaha dari perkebunan yang tidak digunakan oleh perkebunan karena ketinggiannya tidak sesuai dengan tanaman teh yang perkebunan budidayakan.

2 Gambar 12. Sawah yang Sesuai dengan Kontur Tanah Daerah Perkebunan Sawah di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar dibuat sesuai dengan kontur tanah sehingga warga tidak menggunakan kerbau untuk pembajakan lahan pertanian mereka, karena letak dan bentuk sawah ini. Hal ini menyebabkan warga Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar harus melakukan pembajakan sendiri terhadap lahan mereka. Warga harus mengeluarkan biaya, waktu dan tenaga yang lebih untuk mengerjakan hal ini. Hasil pertanian yang terdapat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar adalah padi, cabe, kacang panjang, jagung, pisang, sayur-sayuran dan tanaman rempah-rempah yang digunakan untuk memasak (lihat Gambar 13 dan Gambar 14). Masyarakat pada umumnya menanam padi sebagai komoditas utama, karena padi adalah kebutuhan utama pangan mereka (lihat Gambar 15). Karena kontur wilayah yang berbukit-bukit, maka warga memanfaatkan lahan kosong sebaik mungkin.

3 Gambar 13. Sayuran yang di Tanam Sesuai Kontur Tanah Karena kontur wilayah yang berbukit-bukit, maka warga memanfaatkan lahan kosong sebaik mungkin. Pada Gambar 13, masyarakat tetap menggunakan lahan kosong yang ada, walaupun lahan tersebut cukup miring. Gambar 14. Tanaman Rempah dan Pohon Pisang Warga

4 Gambar 15. Padi Komoditas Utama Pertanian Masyarakat Topografi wilayah Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang berada pada dataran tinggi menyebabkan produktivitas tanaman padi di kampung ini lebih rendah dibandingkan dengan kampung-kampung lain di luar Kebun Cianten. Pada Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, satu gedeng dapat menghasilkan 150 liter beras (luas satu gedeng sawah setara dengan 1500 m 2 ) dengan masa panen empat bulan sampai dengan lima bulan. Sedangkan di desa lain, satu gedeng dapat menghasilkan 300 liter beras. Perbedaan hasil ini menurut warga dikarenakan tanah pada desa lain di luar perkebunan dengan tanah di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar berbeda tingkat kesuburannya. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat yang memiliki sawah, sawah dengan luas dua gedeng sampai dengan tiga gedeng dapat memenuhi kebutuhan pangan keluarga sampai dengan musim panen berikutnya yaitu empat sampai dengan lima

5 bulan mendatang. Dengan asumsi empat orang dewasa dengan tingkat konsumsi beras 10 liter sampai 12 liter per minggunya. 6.2 Hubungan Petani dengan Perkebunan dan TNGH Berdasarkan informasi baik dari mandor besar Sektor delapan dan Bagian Umum PTPN VIII Kebun Cianten, perkebunan memberikan ijin kepada masyarakat yang membuat sawah maupun perumahan di dalam wilayah perkebunan, dan mengenakan sewa atas sawah dan rumah tersebut. Syaratnya masyarakat tidak diperbolehkan menjadikan rumah tersebut menjadi bangunan permanen, yaitu menggunakan batu bata dan semen, dan sawah tidak boleh diperluas ke areal tanaman teh. Akan tetapi terkadang ada beberapa masyarakat yang tidak mematuhi peraturan tersebut. Tanpa sepengetahuan pihak perkebunan, warga sedikit demi sedikit memperluas areal sawah dan rumah mereka baik ke daerah perkebunan maupun daerah Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). Hal ini dikarenakan tidak adanya data dari perkebunan mengenai luas sawah dari masyarakat secara detail. Administrasi ini tidak lengkap dikarenakan setiap administratur memiliki kebijakan sendiri-sendiri mengenai hal ini, sehingga ada yang memungut biaya untuk sawah dan rumah warga yang berada di dalam Kebun Cianten, dan ada pula yang tidak memungut biaya. Salah satu penduduk yang memperluas lahannya adalah Odih. Odih memperluas lahan rumahnya kearah tanaman perkebunan. Selama lima tahun belakang rumahnya menjadi bertambah empat meter. Tanaman teh yang ada didepan rumahnya di potong dan dibongkar tanahnya untuk memperluas rumah. Pihak perkebunan tidak mengetahu pelebaran ini, karena tidak ada bagian khusus

6 dari perkebunan yang mengawasi areal lahan baik rumah ataupun sawah untuk masyarakat. Selain itu, orang-orang yang bekerja di perkebunan di daerah rumah Odih tidak menegur Odih karena hal ini sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat Kampung Padajembar. Pemilikan dan penguasaan tanah di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, dilakukan dengan cara jual beli tanah. Jual-beli tanah di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar berbeda dengan desa lain di luar Kebun Cianten. Jual-beli tanah di kampung ini, hanya perpindahan penggunaan sawah saja dari orang yang sebelumnya menguasai sawah tersebut kepada orang lain. Hal ini dikarenakan lahan yang masyarakat gunakan bukan milik, melainkan tanah dari perkebunan maupun dari TNGH, yang tidak diperbolehkan untuk diperjual belikan. Pergantian pengelolaan dari Perum Perhutani menjadi TNGH di Dusun Cigarehong baru terjadi pada bulan Februari. Setelah adanya pergantian, pihak TNGH memberitahukan kepada warga Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar bahwa mereka diperbolehkan untuk tetap bersawah atau berladang dan memiliki perumahan di daerah TNGH, akan tetapi baik sawah, ladang maupun perumahan tersebut tidak diperbolehkan untuk diperluas, bila diperluas akan mendapatakan sangsi. Masyarakat juga tidak diperbolehkan untuk menebang hutan di daerah TNGH. Pada tahun 2006 seorang warga Padajaya yang bernama Ahdi ditangkap karena menebang pohon di hutan TNGH dan mendapat hukuman penjara. Hal ini menyebabkan masyarakat mulai enggan untuk menebang pohon, Menurut Uci yang merupakan sukarelawan dari TNGH sejak lima belas tahun yang lalu, orang yang menebang hutan TNGH adalah warga yang berasal dari luar

7 Dusun Cigarehong. Karena penduduk dusun ini sudah mengetahui sanksi yang terjadi bila melanggar peraturan dari TNGH, seperti yang terjadi pada tetangga mereka. Akan tetapi masih ada beberapa pihak yang nakal dan melanggar peraturan dari TNGH dengan memperlebar lahan sawah mereka perlahan-lahan, tanpa diketahui pihak TNGH. 6.3 Penguasaan yang Sempit oleh Petani Penguasaan sawah baik di Kampung Padajaya maupun Kampung Padajembar berdasarkan sistem warisan yang diberikan secara turun-temurun dari orang tua kepada anak atau menantunya. Pada wanita, tanah diberikan setelah mereka menikah, sedangkan pada laki-laki tanah diberikan sejak mereka dianggap telah bisa mengurus tanah itu sendiri. Karena adanya sistem warisan ini, masyarakat miskin yang tidak memiliki tanah tidak dapat menurunkan tanah kepada anaknya, sehingga anak mereka tidak memiliki sawah. Penguasaan sawah berdasarkan sistem warisan ini menjadi jawaban mengapa petani di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar memiliki lahan pertanian yang sempit. Karena setiap orangtua tidak hanya memiliki satu anak saja. Sehingga tanah yang ia miliki akan dibagi-bagikan kepada semua anaknya dan anak-anaknya mendapatkan lahan orangtua yang sudah semakin kecil karena dibagi-bagikan tersebut. Penguasaan lahan pertanian yang sempit di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar mendorong masyarakat mengadakan perluasan lahan, untuk meningkatkan produktivitas dari hasil pertanian mereka. Perluasan ini dilakukan baik ke tanah perkebunan maupun ke tanah TNGH. Akan tetapi,

8 perluasan ini memakan biaya yang besar. Berdasarkan wawancara dengan Asep, biaya yang dikeluarkan untuk memperluas lahan yaitu kurang lebih Rp ,00. Biaya ini digunakan untuk membayar orang untuk membuka lahan hutan TNGH maupun perkebunan sebesar dua sampai tiga gedeng. Tanah sebelumnya harus diurug, tanaman-tanaman diatas tanah tersebut dicabut sampai akarnya. Kemudian tanah dicangkul agar gembur, kemudian dibuat irigasi dari sungai yang terdekat dengan sawah. Karena biaya perluasan lahan sangat mahal bagi masyarakat Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, maka biasanya hanya masyarakat yang termasuk kedalam tangga kehidupan mampu dan tangga kehidupan standar saja yang dapat memperluas lahan pertanianny, karena mereka mempunyai modal. Tindakan perluasan oleh Warga Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, dilakukan dengan cara sembunyi-bunyi yang disebut resistensi kecil dari petani. Perluasan ini dilakukan sedikit demi sedikit sehingga tidak diketahui oleh pihak perkebunan, karena tidak adanya kontrak tertulis dan juga tindakan administratif dari perkebunan untuk menunjukkan luas dari wilayah perkebunan yang digunakan oleh masyarakat. Kalaupun ada data dari perkebunan, data itu merupakan data yang sudah lama, karena masyarakat sudah selama dua tahun terakhir tidak dimintai sewa tanah dan sawah mereka, dan tidak adanya yang mendata jumlah dari sawah dan rumah mereka. Odih misalnya, yang melakukan perluasan rumahnya tiga meter kearah perkebunan teh selama lima tahun terakhir dan juga melakukan perluasan sawah dengan cara membuka hutan TNGH sebesar tiga gedeng. Menurut Odih, tidak hanya dirinya yang melakukan perluasan tanah tersebut, hampir seluruh

9 masyarakat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar melakukan perluasan area baik sawah maupun rumah, dan perluasan ini sudah merupakan suatu hal yang umum dilakukan. Asep juga menyatakan hal yang sama, bahwa areal tanah untuk pertanian di dua kampung ini masih banyak yang bisa digunakan, khususnya hutan TNGH, perluasan sawah ataupun pembuatan sawah baru di lahan TNGH masih dapat dilakukan karena wilayahnya yang luas dan TNGH tidak akan mengetahui adanya perluasan tersebut. Berdasarkan Gambar 16 rata-rata luas sawah masyarakat Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yaitu tiga gedeng. Dengan luas dua gedeng, rumah tangga dengan jumlah empat orang sudah dapat memenuhi kebutuhan pangannya sehari-sehari sampai menunggu masa panen berikutnya. Luas tiga gedeng selain dapat memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga dengan jumlah empat orang, dapat juga memberikan pinjaman beras dan menggunakan berasnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran lain, diantaranya perelek dan slametan. Karena di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, lazimnya bila datang ke slametan membawa beras. Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu, alam, tenaga kerja, modal dan pengelola yang diusahakan oleh perseorangan ataupun sekumpulan orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen (Soeharjo dan Patong, 1973). Kegiatan usahatani berdasarkan coraknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu usahatani subsisten dan usahatani komersial. Usahatani subsisten bertujuan memenuhi konsumsi keluarga, sedangkan usahatani komersial adalah usaha dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.

10 Gambar 16. Grafik Luas Sawah Masyarakat Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar Pada dua kampung ini, masyarakat yang luas lahannya lebih dari dua sampai empat gedeng adalah masyarakat yang mampu menjual atau meminjamkan beras yang dimilikinya pada tetangga. Warga ini termasuk kedalam usaha tani subsisten karena hanya memilki sawah kurang dari satu hektar yang hasilnya hanya dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Warga masyarakat yang memilki luas sawah lima sampai sembilan gedeng termasuk kedalam warga yang berusaha tani komersial. Dengan luas sawah lebih dari satuhektar, mereka memiliki hasil panen yang berlebih bila digunakan hanya untuk kebutuhan sendiri. Kemudian, warga tersebut menjual hasil panennya ke tetangganya di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar akan tetapi tidak dijual ke pasar. Karena hasil panen mereka hanya mencukupi kebutuhan pangan

11 di dua kampung tersebut, sehingga hasil panen tidak perlu dibawa keluar kampung untuk dijual. Kebutuhan keluarga dimana satu keluarga terdiri dari empat orang selama lima bulan yaitu 200 liter. Satu gedeng tanah di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar setara dengan 1500 m 2 tanah, hasil satu gedeng tersebut selama lima bulan adalah 150 liter beras. Sehingga warga masyarakat yang memilki lahan dua sampai empat gedeng dapat memenuhi kebutuhan keluarganya akan tetapi tidak untuk dijual. Sehingga masyarakat yang memiliki sawah lebih dari empat gedeng, adalah masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan menjual hasil panennya. Total masyarakat yang memiliki lahan sempit yaitu dua sampai empat gedeng atau kurang dari 6000 m 2 yaitu 36 orang, sedangkan total masyarakat yang memiliki lahan yang tidak termasuk sempit yaitu lima sampai sembilan gedeng atau lebih dari 7500 m 2 yaitu 17 orang. Sehingga sebagian besar masyarakat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar termasuk kedalam penguasaan lahan yang sempit. Menurut Mubyarto (1992), konsekuensi dari fenomena sempitnya lahan pertanian terlihat pada rendahnya tingkat produktivitas maupun kualitas dari hasil produksi perkebunan rakyat yang sebenarnya merupakan implikasi dari kesulitan petani menerapkan kultur teknis yang benar yang di samping memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang tinggi juga perlu dukungan modal yang besar. Pada Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, hal ini terjadi pada bidang pertanian sawah yang ditekuni oleh masyarakat sebagai usaha sambilan, akibat sempitnya lahan pertanian yang dimiliki oleh petani,

12 mereka kesulitan menerapkan kultur teknis yang benar, karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan serta kurangnya modal. 6.4 Kerusakan Lingkungan Sawah yang dibuat oleh warga Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar berada di daerah lereng-lereng bukit. Untuk mendapatkan air yang mengairi sawah, maka sawah dibuat sejajar atau berdekatan dengan sungai. Sungai utama yang mengalir di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar adalah Sungai Cianten dan anak-anak sungainya. Dalam membuat sawah, warga masyarakat menguruk sungai. Pengurukan ini terjadi karena menurut warga, tanah sungai lebih subur dibandingkan tanah yang jauh dari sungai. Pengurukan ini juga memudahkan warga untuk pengairan sawah mereka, karena dekat dengan sumber mata air. Karena adanya pengurukan ini, maka akan sering dijumpai batu kali besar hasil pengurukan sungai yang masih terdapat di sawah masyarakat (lihat Gambar 17). Batu ini tetap ada karena masyarakat sulit untuk memindahkan dan menghancurkannya, sehingga tetap dibiarkan di sawah mereka. Pengurukan sungai di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar terjadi karena masyrakat tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai irigasi sawah. Cara irigasi yang didapatkan hanya ilmu dari turun-temurun dari orangtua ke anak. Irigasi sederhana yang dibuat oleh masyarakat hanya menggunakan bambu yang menghubungkan sawah dengan sawah lainnya untuk pengairan, dan bambu juga digunakan untuk menyambungkan sungai dengan sawah.

13 Gambar 17. Batu Kali di Tengah Sawah Masyarakat Menurut Tjondronegoro (2008), terdesak oleh keadaan, lapisan bawah terpaksa melakukan pekerjaan apa saja yang dapat memperpanjang hidupnya, termasuk menebang pohon di hutan lindung atau menambang di bawah bumi maupun di bawah permukaan laut yang menyebabkan terjadinya kerusakan alam. Hal ini terjadi di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, karena masyarakat tidak memiliki pengetahuan akan dampak pengurukan sungai dan tidak ada yang dapat dilakukan lagi selain menguruk sungai untuk membuat pengairan, berdampak pada aliran sungai yang semakin kecil ke hilir. Rusaknya lingkungan alam di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang disebabkan oleh warga masyarakat perlu diperhatikan lebih lanjut, agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah lagi. Perlu penyadaran kepada warga agar warga mengetahui dampak dari apa yang mereka perbuat, sehingga masyarakat menghentikan aktivitas perusakan tersebut.

14 6.5 Sulitnya Akses Transportasi Trayek kendaraan umum dari dan ke Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar belum ada. Akan tetapi di Kampung Cigarehong terdapat warga yang memiliki mobil L300 Colt yang digunakan sebagai angkutan umum setiap harinya bagi masyarakat dari Dusun Cigarehong yang hendak pergi ke Pasar Leuwiliang. Dalam sehari, mobil hanya melakukan satu kali rute yang berangkat dari Dusun Cigarehong pukul dan pulang dari Pasar Leuwiliang pukul Tarif per orang dari Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar ke Pasar Leuwiliang ataupun sebaliknya adalah Rp ,00. Masyarakat yang akan pergi menggunakan mobil ini, harus memesan dulu sebelumnya agar mobil menunggu kedatanggannya atau menjemput langsung ke rumahnya, karena kondisi Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar pada pukul masih cukup gelap dan berangin kencang. Harga tarif angkutan ini cukup mahal untuk masyarakat. Sehingga warga tidak terlalu sering pergi meninggalkan Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Hanya beberapa orang yang pergi belanja ke Pasar Leuwiliang untuk membeli keperluan bertani (pupuk, pestisida) ataupun membeli barangbarang untuk keperluan warung bagi warga yang berdagang. Perjalanan dari pasar Leuwiliang menuju Dusun Cigarehong memakan waktu satu setengah jam sampai dengan dua jam. Untuk sampai ke Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, warga harus melewati beberapa desa dan memasuki kawasan hutan TNGH. Kawasan hutan TNGH cukup luas, sehingga sebelum masuk ke dalam wilayah Kebun Cianten, warga harus melewati pohon-pohon yang sangat rimbun disebelah

15 kiri jalan dan lereng yang terjal di sebelah kanan jalan. Selain wilayah yang sulit untuk dilewati, jalan menuju Kebun Cianten, sudah rusak. Terdapat longsor di berbagai tempat dan aspal yang bolong-bolong dan longsor ke lereng sangat mengkhawatirkan. Kondisi ini menyebabkan wilayah perkebunan semakin terisolir dari wilayah luar, selain karena sedikitnya angkutan umum yang menuju Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, lokasi yang jauh dari pasar, jarak tempuh yang lama, dan kondisi jalan yang tidak bagus, menyebabkan masyarakat sulit untuk mendapatkan akses infomasi dan membawa hasil pertanian mereka ke luar Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Sehingga masyarakat tidak memiliki motivasi yang kuat untuk meningkatkan hasil produktivitas pertanian mereka, karena kendala dalam memasarkan hasil pertanian mereka. Akses transportasi dan terisolirnya Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar juga menyebabkan warga tidak akses terhadap informasi. Dalam bidang pertanian, kurangnya akses masyarakat terhadap informasi menyebabkan masyarakat masih menggunakan bibit yang sudah lama digunakan dan tidak menggunakan bibit unggul karena ketidaktahuan mereka, begitupula dengan irigasi yang masih sangat sederhana dengan menggunakan bambu yang dihubungkan dengan sungai untuk pengairan sawah. Sulitnya transportasi yang disebabkan juga oleh infrastruktur jalan yang kurang memadai menyebabkan Kepala Desa Purwabakti jarang berkunjung ke Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Sehingga aspirasi masyarakat terkait kebutuhan mereka terhadap penyuluhan dan tidak adanya bantuan pemerintah terkait pertanian di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar

16 yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. 6.6 Tidak adanya Penyuluhan Penyuluhan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar jarang terjadi, kalaupun ada penyuluhan adalah penyuluhan tentang pelestarian lingkungan, tidak ada penyuluhan khusus tentang pertanian. Penyuluhan yang pernah ada yaitu penyuluhan yang diadakan oleh JAICA yang memberikan penyuluhan tentang pelestarian alam, agar masyarakat tidak menebang hutan di TNGH. Akibat tidak adanya penyuluhan pertanian, pengetahuan masyarakat tentang pertanian hanya didapat dari turun-temurun. Kurangnya akses informasi kepada warga masyarakat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar menyebabkan masyarakat mempunyai pandangan yang masing-masing mengenai kurang produktivitasnya sawah mereka di dibandingkan sawah lain di kampung lain di luar Kebun Cianten, seperti desa Cibunian dan Desa Ciasmara. Kampung Padajaya menganggap kurang produtivitasnya sawah mereka karena daerah mereka yang dingin, sehingga tanaman seperti padi tidak cocok ditanam disini karena airnya yang dingin, sehingga banyak dari warga Kampung Padajaya yang tidak mengusahakan sawah karena warga mengetahui kesia-siaan usaha yang mereka lakukan bila warga menanam padi. Karena hasilnya tidak sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan. Warga Padaya menyadari, tanaman yang paling berkembang di daerah mereka adalah cabe, kacang panjang, dan sayursayuran.

17 Warga Kampung Padajembar menganggap rendahnya produktivitasnya lahan pertanian mereka karena tanah di daerah mereka berkapur, sehingga tidak cocok untuk padi. Akan tetapi, warga Padajembar tetapmengolah sawah mereka tidak seperti warga pada Kampung Padajaya, karena warga Kampung Padajembar membutuhkan hasil panen padi untuk kebutuhan pangan sehari-hari. Warga Kampung Padajembar yang rata-rata adalah pekerja dari perkebunan tidak dapat memenuhi bertahan hidup tanpa sawah, karena penghasilan yang mereka dapatkan dari perkebunan hanya cukup untuk kebutuhan diluar beras, dan beras untuk makan sehari-hari, warga dapatkan dengan mengolah sawah mereka. Warga Padajembar juga tidak dapat beralih menjadi pedagang warung, karena wilayahnya yang tidak dekat dengan akses jalan, dan tidak dapat bekerja di PT Cevron LTD karena mereka tidak punya modal dan tidak mempunyai koneksi di Forum Empat Desa. Adanya perbedaan ilmu pengetahuan antara Kampung Padajembar dan Kampung Padajaya ini juga disebutkan oleh seorang tokoh, dikarenakan warga yang berhasil dalam bidang pertanian pada masing-masing kampung tidak mau membagikan rahasia kesuksesan pertanian mereka masingmasing. Sehingga perbedaan ini semakin mencolok. Akibat tidak adanya penyuluhan, masyarakat tidak menggunakan bibit yang terbaru dan masih menggunakan bibit yang lama yaitu: morneng, segong, riau, serenet dan goli. Dengan masa tanam yaitu empat sampai lima bulan. Bibit ini digunakan setiap tahun, yang membedakan adalah, bibit diputar setiap kali musim tanam, hal ini dikarenakan penduduk belajar dari pengalaman, dengan menggunakan bibit yang sama pada setiap musim panen akan menyebabkan hama tetap hidup dan tidak mengalami siklus kematian dan malah berkembang. Karena

18 masa tanam yang cukup lama ini, menyebabkan hasil panen yang masyarakat dapatkan hanya cukup dikonsumsi selama menunggu masa panen selanjutnya. Bahkan bagi keluarga yang memiliki jumlah tanggungan yang besar, hasil panen ini kurang untuk dikonsumsi selama menunggu masa panen tersebut, sehingga masyarakat terpaksa harus membeli beras ataupun meminjam untuk konsumsi sehari-harinya. Tidak adanya penyuluh menyebabkan masyarakat tetap menggunakan pupuk dan pestisida kimia pada tanamannya, tanpa mengetahui bahaya penggunaan pupuk dan pestisida kimia bagi kesehatan dan kesuburan tanah. Pupuk yang digunakan oleh masyarakar di dua kampung ini adalah pupuk urea. Melalui pengalaman selama berpuluh-puluh tahun, penduduk menyadari dengan menggunakan pupuk urea yang berlebihan akan menyebabkan hasil panen tidak bagus, yaitu daun menjadi bagus dan hijau, tetapi isi dari gabah kosong. Hal ini menyebabkan penduduk tidak lagi menggunakan pupuk urea secara berlebihan. Akan tetapi, pengunaan pupuk tetap digunakan dikarenakan bila tidak menggunakan pupuk, kuantitas hasil panen akan menurun. Hama yang merusak sawah di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yaitu babi hutan, burung pipit, kungkang atau wereng, dan ulet. Hama yang ada ini di atasi dengan cara tradisional. Babi yang memakan padi dan merusak tanaman dengan menginjak-injak tanaman sayur-sayuran warga diusir dengan teriakan warga ataupun menyalakan api bila babi datang. Sehingga warga harus melakukan ronda pada saat musim panen untuk menghalau babi masuk ke daerah persawahan mereka. Hama babi tidak boleh dibunuh, karena babi adalah hewan peliharaan dari TNGH, yang juga menguntungkan bagi perkebunan karena

19 dapat menggemburkan tanah dari tanaman teh. Hama tikus dibasmi dengan cara memberi racun tikus pada singkong, hama burung pipit diusir dengan cara menaruh orang-orangan sawah dan berganti-gantian menjaga sawah, sedangkan ulet dan wereng di basmi dengan insektisida. Karena tidak adanya penyuluhan, cara bertani masyarakat Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar masih tradisional yang berdampak pada kualitas dan kuantitas dari hasil panen. 6.7 Tidak Adanya Penyaluran Kredit Pada Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar biaya untuk membuat sawah dengan luas dua sampai tiga gedeng yaitu Rp ,00 sampai dengan Rp ,00. Harga jual sawah seluas dua gedeng sampai tiga gedeng yaitu Rp ,00 sampai dengan Rp ,00. Biaya untuk satu kali tanam bervariasi. Bila sawah diurus sendiri, dengan luas tiga gedeng dibutuhkan modal: Rp ,00 untuk pupuk dan insektisida, dan Rp ,00, sehingga modal yang dibutuhkan untuk satu kali tanam yaitu Rp ,00 dengan perhitungan untuk orang yang membantu menyangkul dan tandur, sedangkan orang-orang lain yang membantu baik orang tua atau istri tidak dihitung biayanya. Sedangkan modal untuk sawah yang dengan bantuan orang lain dengan luas tiga gedeng, membutuhkan modal: Rp ,00 untuk pupuk dan insektisida, dan untuk orang yang membantu dari menyangkul, agon, benih, tandur, dan ngarembet mencapai Rp ,00 sehingga total sekali tanam untuk model ini yaitu Rp ,00. Besarnya modal untuk pembuatan, pembelian sawah dan biaya untuk sekali masa tanam ini, menyebabkan hanya sebagian masyarakat saja yang bisa

20 tetap bertani. Masyarakat yang tidak memiliki modal, biasanya hanya akan mengusahakan satu gedeng dari tiga gedeng tanahnya, bahkan karena tidak dapat mengusahakan tanahnya, ada masyarakat yang menjual tanahnya. Sehingga dibutuhkan adanya penyaluran kredit lunak bagi masyarakat yang hendak bertani, khususnya masyarakat yang bertani untuk dikomersialkan. Selain itu, pada Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, mengenal adanya sistem sewa. Warga yang tidak memiliki sawah dapat menyewa sawah warga lainnya. Sistem pembayaran sewa yaitu 4:1 dari hasil panen, dimana empat bagian yang paling besar diberikan kepada penyewa dan satu bagian diberikan kepada pemilik dari lahan tersebut, dengan biaya pupuk, pestisida ditanggungkan kepada penyewa. Akan tetapi sistem sewa ini jarang dilakukan oleh masyarakat, karena rata-rata masyarakat mengolah sawah mereka sendiri. Sistem yang umum adalah buruh tani, dimana buruh tersebut dibayar Rp ,00 per hari, dan makan sehari selama disawah akan ditanggung oleh pemilik sawah. Sistem sewa ini juga membutuhkan tidak hanya modal yang sedikit, sehingga perlu adanya bantuan modal bagi masyarakat untuk dapat mengembangkan pertanian mereka. Modal yang dibutuhkan masyarakat untuk bertani mempengaruhi jumlah warga yang mampu membuat sawah ataupun mengolah sawah hasil dari warisan orantuanya. Dari jumlah warga masyarakat Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar 152 orang yang yang memiliki sawah hanya 54 orang (35%). Jumlah warga masyarakat yang memiliki sawah di Kampung Padajaya (lihat Tabel 11) yaitu 13 orang (24,1%) dan Kampung Padajembar 41 orang (75,9%). Sebagian besar warga Kampung Padajembar masyarakatnya memiliki sawah baik dari orangtua maupun dari hasil jual-beli. Warga masyarakat

21 Kampung Padajembar yang tidak memiliki tanah merupakan masyarakat miskin yang tidak memiliki tanah karena sudah dijual untuk kehidupan sehari-hari ataupun karena tidak mendapatkan tanah warisan dari orangtuanya. Sebaliknya, di Kampung Padajaya hanya sembilan orang yang memiliki sawah, hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Kampung Padajaya tidak menggantungkan hidupnya pada pertanian. Tabel 11. Jumlah Pemilik Sawah Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar RT Masyrakat (Orang) Persentase (%) Total Sumber: Data Primer 2009 Warga Kampung Padajembar lebih banyak yang memiliki sawah dibandingkan dengan warga Kampung Padajaya. Menurut masyarakat, hal ini dikarenakan banyak masyarakat Kampung Padajaya yang tidak mampu untuk membuat sawah, sehingga mereka hanya bisa menjadi buruh tani dan buruh bangunan. Hal ini dikarenakan banyaknya warga masyarakat Kampung Padajaya yang masuk kedalam tangga kehidupan sedang dan tangga kehidupan miskin, yang menyebabkan mereka tidak memiliki modal untuk membuat sawah dan tidak mendapatkan warisan dari orangtuanya karena sebagian besar warga masyarakat di Kampung Padajaya adalah warga pendatang, yang berbeda dengan warga masyarakat dari Kampung Padajembar yang merupakan penduduk asli dan beberapa warganya mendapatkan warisan sawah dan tanah dari orangtuanya masing-masing. Oo Salah satu warga dari Kampung Padajaya mengatakan bahwa ia menginginkan sawah agar bisa memenuhi kebutuhan berasnya sendiri, akan

22 tetapi karena ketiadaan modal, menyebabkan ia tidak dapat membuat sawah mereka sendiri, dan harus bekerja dilahan orang lain dan membeli beras dari orang lain. Sebaran sawah masyarakat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Sebaran Sawah Masyarakat Di Kampung Padajaya Dan Kampung Padajembar 6.8 Tidak adanya Koperasi Koperasi Usaha Tani (KUT) pernah ada sebelumnya di Kampung Padajembar yang dikelola oleh ayah Tatang. Koperasi ini bangkrut pada tahun 2002, yang disusul dengan kematian dari ayah Tatang. Sebelumnya KUT ini tidak berjalan dengan baik karena adanya korupsi di tubuh KUT yang melibatkan aparat

23 desa dan ayah Tatang. KUT tidak berjalan sebagaimana mestinya, yaitu kurangnya penyuluhan pertanian, tidak adanya kredit usaha tani, tidak lancarnya penyediaan pupuk dan pestisida untuk tanaman. Koperasi petani yang kuat adalah koperasi yang mampu mengelola kebutuhan keuangan anggotanya baik untuk kebutuhan sehari-hari, kebutuhan saprodi pertanian, pusat penyediaan bibit, menampung produksi, sebagai pusat informasi (harga, kegiatan dan teknologi pertanian), bahkan kemampuan untuk memasarkan produksi ke berbagai pasar dengan harga bersaing untuk mengatasi kejamnya mekanisme pasar yang selama ini dirasakan. Orientasi semacam ini disadari oleh masyarakat, perlunya dukungan berbagai stakeholders yang memiliki concern dan keprihatinan terhadap petani (Agung, 2007). Tidak adanya KUT di Kampung Padajembar dan Kampung Padajaya memberikan dampak yang besar pada pertanian di dua kampung tersebut, yaitu tidak adanya pendukung usaha pertanian di daerah tersebut yang menyebabkan pertanian Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar kurang kokoh. Setiap petani berdiri sendiri dan tidak terorganisasir usaha taninya satu sama lain, sehingga tetap mempertahankan pola pertanian subsisten dan tidak dapat berubah menjadi pola pertanian komersil. Di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, perubahan pola pertanian dari subsisten menjadi komersil sangat dibutuhkan untuk menambah penghasilan dari masyarakat di kedua kampung tersebut. Sehingga pertanian tidak lagi hanya mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari dari petani, tapi pertanian dapat menjadi salah satu usaha sampingan petani yang menguntungkan.

24 Penguatan pertanian di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar dapat dilakukan dengan penguatan kelembagaan koperasi di kampung tersebut. Penguatan kelembagaan koperasi dapat meningkatkan kemandirian dan kemampuan masyarakat dalam bidang pertanian sehingga terjadi peningkatan kualitas maupun kuantitas produk hasil pertanian petani.

BAB V KONSTRUKSI KEMISKINAN LOKAL

BAB V KONSTRUKSI KEMISKINAN LOKAL BAB V KONSTRUKSI KEMISKINAN LOKAL 5.1 Sejarah Penduduk Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar Sebagian besar penduduk Cianten merupakan masyarakat pendatang. Mereka datang dari desa-desa di sekitar perkebunan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk memetakan dan menganalisis kontruksi kemiskinan di Kampung Padajaya dan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY 117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

BAB V PROSES AKUMULASI MODAL: RUMAH TANGGA PETANI LAPISAN ATAS

BAB V PROSES AKUMULASI MODAL: RUMAH TANGGA PETANI LAPISAN ATAS BAB V PROSES AKUMULASI MODAL: RUMAH TANGGA PETANI LAPISAN ATAS Proses akumulasi modal rumah tangga petani lapisan atas dalam bidang sosial ekonomi dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari mekanisme

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI 1 POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus H. Adul Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Ach. Firman

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan 5.1.1 Karakteristik Responden Rumah tangga petani mempunyai heterogenitas dalam status sosial ekonomi mereka, terlebih

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SD III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN A. Ketampakan Lingkungan Alam dan Buatan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km,

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km, V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Megamendung Desa Megamendung merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geografis, Desa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida 5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata penerimaan kotor antar varietas padi terdapat perbedaan, kecuali antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

ASPEK SOSIOLOGIS DALAM USAHA PERTANIAN RAKYAT DI DUSUN KREWE DESA GUNUNGREJO. Kelompok 5

ASPEK SOSIOLOGIS DALAM USAHA PERTANIAN RAKYAT DI DUSUN KREWE DESA GUNUNGREJO. Kelompok 5 ASPEK SOSIOLOGIS DALAM USAHA PERTANIAN RAKYAT DI DUSUN KREWE DESA GUNUNGREJO Kelompok 5 1. AMUL HEKSA BAJAFITRI 125040201111131 2. ANISA SILVIA 125020201111152 3. AMANU BUDI SETYO U 125040201111208 4.

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan memiliki iklim tropis yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata pencaharian utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. keadaan penduduk, keadaan sarana dan prasana, keadaan pertanian, dan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. keadaan penduduk, keadaan sarana dan prasana, keadaan pertanian, dan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran umum lokasi penelitian bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan lokasi penelitan berdasarkan pada keadaan topografi dan geografi, keadaan penduduk,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

Seorang diri, Sadiman memerdekakan desanya dari kekeringan

Seorang diri, Sadiman memerdekakan desanya dari kekeringan Rappler.com Seorang diri, Sadiman memerdekakan desanya dari kekeringan Ari Susanto Published 12:00 PM, August 23, 2015 Updated 4:48 AM, Aug 24, 2015 Selama 20 tahun, Sadiman mengeluarkan uangnya sendiri

Lebih terperinci

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara BAWANG MERAH Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan tanaman hortikultura musiman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Bawang merah tumbuh optimal di daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0-400

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Desa Cipelang Desa Cipelang merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor, desa ini memiliki luas daerah

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani responden pada penelitian ini adalah petani yang berjumlah 71 orang yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang petani

Lebih terperinci

DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1)

DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1) DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2016 PENGERTIAN-PENGERTIAN DALAM AGRONOMI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN. A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah. Purwodadi. Kabupaten Grobogan terletak pada sampai Bujur

IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN. A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah. Purwodadi. Kabupaten Grobogan terletak pada sampai Bujur IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah Kabupaten grobogan salah satu wilayah yang secara terletak di Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif Kabupaten Grobogan

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan pertanian kita

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian 60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sutisna, 2015 TENGKULAK DAN PETANI Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Sutisna, 2015 TENGKULAK DAN PETANI Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jawa Barat dikenal sebagai daerah yang mempunyai iklim sejuk dan wilayahnya yang mempunyai banyak pegunungan sangat cocok untuk dijadikan sebagai lahan pertanian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan BAB II DESA PULOSARI 2.1 Keadaan Umum Desa Pulosari 2.1.1 Letak Geografis, Topografi, dan Iklim Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Sukagalih terletak di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Desa tersebut merupakan salah satu wilayah penghasil budidaya sayuran organik

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografis Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tabulasi Silang Karakteristik Individu dengan Representasi Sosial Pertanian

Lampiran 1. Tabulasi Silang Karakteristik Individu dengan Representasi Sosial Pertanian 87 Lampiran 1. Tabulasi Silang Karakteristik Individu dengan Sosial Karakteristik Individu Jenis Kelamin Teknologi Komoditi Sumberdaya Hambatan Alam Perempuan 88 (73,3) 5 (4,2) 5 (4,2) 17 (14,2) 4 (3,3)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era teknologi tinggi, penggunaan alat-alat pertanian dengan mesin-mesin

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era teknologi tinggi, penggunaan alat-alat pertanian dengan mesin-mesin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki era teknologi tinggi, penggunaan alat-alat pertanian dengan mesin-mesin modern membantu percepatan proses pengolahan produksi pertanian. Modernisasi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Geografis dan Luas Kecamatan Sukanagara secara administratif termasuk dalam Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Letak Kabupaten Cianjur secara geografis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di

BAB I PENDAHULUAN. bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di wilayah tropis, dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( ) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (1998-2005) 2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam Kecamatan Ajibata merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi wilayah penelitian a. Letak dan batas wilayah Kabupaten Klaten adalah kabupaten yang berada di antara kota jogja dan kota solo. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT DESA KHUSUSNYA PETANI MELALUI PENINGKATAN PRODUKSI PERTANIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL PERTANIAN

PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT DESA KHUSUSNYA PETANI MELALUI PENINGKATAN PRODUKSI PERTANIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL PERTANIAN PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT DESA KHUSUSNYA PETANI MELALUI PENINGKATAN PRODUKSI PERTANIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL PERTANIAN OLEH : YUDI YUSDIAN, SP. MP. 1 Tantangan pengembangan pertanian ke depan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat bermukim di pedesaan

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial TINJAUAN PUSTAKA Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial maupun politik. Pada umumnya usahatani padi masih merupakan tulang punggung perekonomian keluarga tani dan perekonomian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan getasan terletak sekitar 15 km dari Salatiga, dibawah kaki gunung Merbabu (Anonim, 2010). Daerah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2.392 meter) dan Gunung Lamongan (1.600 meter), serta di bagian Selatan

BAB I PENDAHULUAN. (2.392 meter) dan Gunung Lamongan (1.600 meter), serta di bagian Selatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Lumajang merupakan dataran yang sangat subur karena diapit oleh tiga gunung berapi yaitu Gunung Semeru (3.676 meter), Gunung Bromo (2.392 meter) dan Gunung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 47 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak geografis, topografi, dan pertanian Kabupaten Lampung Selatan Wilayah Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur

Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur Oleh Liferdi Lukman Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Perahu No. 517 Lembang Bandung 40391 E-mail: liferdilukman@yahoo.co.id Sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar mata

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar mata 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah bercocok tanam. Kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Wilayah Desa Jogonayan 1. Kondisi Geografis dan Administrasi Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Lebih terperinci

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan 1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Pilih kondisi lahan sawah Anda: O Irigasi O Tadah hujan O Rawa pasang surut Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah individu petani

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 108 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dampak negatif yang ditimbulkan dari

Lebih terperinci

BAB I. kemampuannya. Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian

BAB I. kemampuannya. Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup sehingga dalam pengelolaan harus sesuai dengan kemampuan agar tidak menurunkan produktivitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan ibu rumah tangga yang mengurusi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci