Gambar 1. 1 Pembagian Peran Asset Owner, Asset Manager dan Asset Operator (PT. PLN UPJB, 2014)

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan listrik di Indonesia tiap tahunnya selalu meningkat berdasarkan proyeksi kebutuhan listrik Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8,7% per tahun dari tahun Kemudian untuk wilayah Jawa-Bali sendiri diproyeksikan memiliki proyeksi rata-rata pertumbuhan sebesar 7,8% per tahun hingga tahun 2024 (PT. PLN (Persero), 2015). Pertumbuhan kebutuhan listrik yang cukup besar mewajibkan Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) untuk menyediakan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup kepada masyarakat di seluruh Indonesia secara terus menerus, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (PT. PLN (Persero), 2015). Berdasarkan Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) No K/DIR/2011, dalam menjalankan kewajibannya, PT. PLN memiliki struktur organisasi terkait dengan aset pembangkit. PT. PLN (Persero) Unit Pembangkitan Jawa Bali (PT. PLN UPJB) yang bertindak sebagai Manajer Aset bekerja sama dengan PT. Pembangkitan Jawa Bali (PT. PJB) dan PT. Indonesia Power (PT. IP), PT. PJB dan PT. IP berperan sebagai Operator Aset. Pada Gambar 1.1 disajikan bagan yang merupakan pembagian pengelolaan aset PT. PLN UPJB. Gambar 1. 1 Pembagian Peran Asset Owner, Asset Manager dan Asset Operator (PT. PLN UPJB, 2014) 1

2 2 Sebagai Manajer Aset, PT. PLN UPJB bertugas mengelola sistem aset dengan tujuan optimalisasi risiko, biaya dan kinerja, salah satu aset pembangkit Jawa-Bali yang dikelola oleh PT. PLN UPJB adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton Baru (unit 9) yang memiliki kapasitas 660 MW. Berdasarkan kewajiban serta tugas tersebut maka PLTU Paiton Baru dituntut untuk menjaga aset pembangkit yang dimiliki agar dapat terus digunakan dengan mengoptimalkan kinerja aset tersebut dengan pengawasan PT. PLN UPJB. Dewasa ini, prioritas utama untuk meningkatkan utilitas produksi adalah dengan mempertahakan atau meningkatkan keandalan sistem dan mengurangi biaya operasi (operation) dan pemeliharaan (maintenance) (O&M). PT. PLN UPJB sebagai manajer aset perlu menyelaraskan kinerja dari asset operator dengan Key Performance Indicator (KPI) agar produksi listrik dan kinerja meningkat, serta pengelolaan aset yang dimiliki ditangani secara baik dan benar sehingga modal dan biaya operasi serta pemeliharaan rendah. PLTU Paiton Baru memiliki tugas untuk menentukan biaya operasi dan pemeliharaan aset agar dapat mengoptimalkan kinerja aset. Hal tersebut dilakukan dengan menghitung Pedoman Rencana Kerja (PRK) sebagai acuan anggaran. PRK merupakan rencana anggaran untuk biaya pemeliharaan pembangkit di PLTU Paiton Baru yang kemudian akan dipertimbangkan oleh manajer aset, namun manajer aset belum memiliki acuan tertentu dalam hubungannya dengan KPI dan kinerja pembangkit dalam menentukan PRK, hanya berdasarkan biaya operasi serta pemeliharaan aktual dari tahun sebelumnya dan pengajuan dari masing-masing unit departemen. Anggaran yang diserap untuk pemeliharaan juga tidak sesuai dengan PRK yang dibuat, hal tersebut diperoleh dari wawancara dengan pihak dari PT. PLN UPJB sebagai manajer aset PLTU Paiton Baru. Pada Tabel 1.1 tersaji PRK PLTU Paiton Baru yang telah dibuat sebelumnya oleh PT. PLN UPJB.

3 3 Tahun Triwulan,Tabel 1. 1 Pedoman Rencana Kerja PLTU Paiton Baru Tahun (dalam Ribuan Rupiah) Corrective Preventive Predictive K2LH Jasa O&M Gedung Kendaraan Peralatan Non Overhaul Non Project Total Pemeliharaan

4 4 Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa pada anggaran PRK pada tahun 2014 dan 2015 banyak memiliki nilai yang konstan. Diperlukan pengembangan model tertentu untuk menentukan PRK agar dapat memprediksi biaya dengan mempertimbangkan perubahan nilai KPI dan kinerja pembangkit sehingga manajer aset dapat membuat keputusan untuk PRK berikutnya. Banyaknya informasi untuk diolah memerlukan alat yang efisien dan efektif agar informasi yang dimiliki dapat dikelola dengan baik dalam suatu sistem informasi (Eecen et al., 2007). PT. PLN UPJB selaku manajer aset dari PLTU Paiton Baru memerlukan alat bantu untuk membantu mengambil keputusan berdasarkan informasinformasi yang dimiliki agar dapat menentukan PRK yang diajukan dengan mempertimbangkan KPI dan kinerja pembangkit. Alat bantu tersebut dapat berupa sistem pendukung keputusan (DSS) yang berisi informasi tertentu dan memiliki model keputusan analitis untuk membantu pembuat keputusan dengan menyajikan informasi dan interpretasi berbagai alternatif (Yam et al., 2001). Selain membangun model dari hasil perhitungan hubungan antara PRK dengan kinerja dan KPI, maka sistem pendukung keputusan yang efektif juga diperlukan oleh manajer aset untuk membantu mengidentifikasi strategi pemeliharaan yang optimal dengan biaya operasi dan pemeliharaan (O&M) yang kecil. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana membantu asset manager dalam menentukan dan membuat keputusan mengenai PRK dengan mempertimbangkan KPI dan kinerja pembangkit. 1.3 Asumsi dan Batasan Masalah Pada penelitian ini menggunakan asumsi dan batasan tertentu agar dapat berfokus pada PRK, KPI, dan kinerja pembangkit. Berikut ini adalah asumsi dan batasan masalah yang digunakan:

5 5 1. Penelitian dilakukan pada PLTU Paiton Baru. 2. Data yang digunakan berupa daftar aset, work order, KPI dan kinerja yang didapatkan dari software Maximo pada tahun 2014 Juni Data yang ditinjau hanya berupa data Corrective maintenance pada software Maximo. 4. KPI dan kinerja yang digunakan berasal dari laporan kinerja pada PT. PLN UPJB Paiton Baru. 5. Tidak menghitung reliability antar komponen. 6. Tidak menghitung biaya perbaikan komponen. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengembangkan model untuk mengetahui hubungan PRK dengan KPI dan kinerja PLTU Paiton Baru. 2. Menyediakan suatu tools berupa decision support system untuk manajer aset dalam pembuatan PRK. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan mendapatkan model yang dapat menghubungkan KPI dan kinerja dengan PRK agar proyeksi PRK untuk tahun berikutnya tidak terlalu jauh dengan biaya aktual yang timbul. Kemudian diharapkan dengan dibuatnya sistem pendukung keputusan (DSS), manajer aset PT. PLN UPJB akan lebih mudah mengambil keputusan yang terkait dengan penentuan PRK PLTU Paiton Baru.