BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Karakteristik dan Sosial Ekonomi Keluarga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Karakteristik dan Sosial Ekonomi Keluarga"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik dan Sosial Ekonomi Keluarga Karakteristik dan sosial ekonomi keluarga yang ditanyakan pada survey ini meliputi status perkawinan, pekerjaan, status pendidikan dan distribusi usia. Sedangkan untuk identitas responden dari awal survey sudah ditentukan yaitu Ibu Rumah Tangga Umur Responden Dari hasil survey didapat umur responden termuda 21 tahun, dan yang tertua 63 tahun. Umur responden terbanyak adalah tahun yaitu berjumlah 61,9 persen (26 orang) dan jumlah yang paling sedikit adalah di bawah umur 25 tahun yaitu 2.4 persen (satu orang) untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4. No Umur Jumlah % 1 < > Total Tabel 4. Umur Responden Berdasarkan tabel di atas bila dilihat usia produktif dari responden pada survey ini sebesar 62 persen lebih respondennya merupakan usia produktif. Umur responden berpengaruh pada tinggi rendahnya kontak masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Semakin tinggi atau semakin tua umur seseorang, maka

2 angka kesakitan semakin tinggi sehingga kontak terhadap pelayanan kesehatan semakin tinggi pula. Hal ini berimplikasi pada tinggi rendahnya premi asuransi yang harus dibayarkankan. Berdasarkan penelitian, 62 persen penduduk Kota Sukabumi merupakan usia produktif. Ini berimplikasi pada besaran premi asuransi yang dibayarkan adalah menengah atau tidak terlalu tinggi Status Perkawinan Pada Tabel berikut (Tabel 5) dijelaskan mengenai status perkawinan dari responden. Tabel 5. Status Perkawinan Responden No Status Perkawinan Jumlah % 1 Kawin 36 85,7 2 Belum Kawin Janda 6 14,3 Total Berdasarkan pada tabel di atas dapat dilihat bahwa sebesar 85,7 persen responden dalam survey ini berstatus kawin, dan sebesar 14,4 persen berstatus Janda. Sementara responden yang belum pernah kawin dalam survey ini tidak ditemukan. Status perkawinan seseorang menentukan pola penyakit yang diderita. Masyarakat yang memiliki belum kawin memiliki pola penyakit yang berbeda dengan yang berstatus kawin. Resiko untuk hamil, melahirkan, seksiologi akan dialami oleh masyarakat yang memiliki status kawin. Hal ini menyebabkan perbedaan frekuensi kontak terhadap pelayanan kesehatan, perbedaan tindakaan yang diperlukan, dan tentu saja ini berimplikasi juga pada perbedaan pembayaran premi Pendidikan

3 Pendidikan merupakan komponen yang menggambarkan kualitas manusia. Tingginya pendidikan yang disandang menggambarkan tingginya tingkat pengetahuan yang dimiliki, dan tentu saja gaya hidup dan kualitas kehidupannya lebih baik dari pada masyarakat yang tidak berpendidikan. Hal ini berimplikasi pada tingkat penyediaan sarana pelayanan kesehatan yang harus disediakan. Masyarakat dengan pendidikan tinggi biasanya memiliki tingkat pemilihan sarana pelayanan kesehatan dan tingkat kepuasan terhadap pelayanan yang berbeda (lebih tinggi) dengan masyarakat yang kurang memiliki pendidikan. Berikut dalam Tabel 6 adalah tingkat pendidikan responden. Tabel 6. Pendidikan Responden No Jenis Pendidikan Jumlah % 1 Tidak/Belum Sekolah Tidak tamat SD 3 7,1 3 Tamat SD 17 40,5 4 Tamat SLTP Tamat SLTA 14 33,4 6 Tamat Akademi Tamat Perguruan Tinggi 0 0 Total Melihat dari tabel di atas, responden dalam survey ini paling banyak adalah mereka yang pernah menamatkan pendidikan pada tingkat SD yakni 40.5 persen, kemudian tertinggi ke dua adalah tamatan SLTA sebesar 33.4 persen. Sisanya adalah tamatan SLTP 19 persen dan dan tidak tamat SD 7.1 persen. Dalam survey ini tidak ditemukan responden yang tidak/belum sekolah. Hal

4 tersebut memperlihatkan bahwa sarana pelayanan yang harus disediakan untuk kepuasan masyarakat yang maksimal tidaklah terlalu rumit Pekerjaaan Responden Responden yang diwawancarai seluruhnya adalah ibu rumah tangga, dimana aktivitas pekerjaan dapat dilihat dari Tabel 7. Tabel 7. Jenis Pekerjaan Responden No Pekerjaan Jumlah % 1 Tidak bekerja Pegawai Negeri Sipil/TNI Karyawan swasta 0-4 Petani/berkebun milik sendiri 0-5 Nelayan 0-6 Wiraswasta/dagang Buruh/supir/tukang Pensiunan Lain-lain Total Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebesar 59.5 persen responden tidak bekerja dan 31 persen sebagai wiraswasta/dagang, sisanya pensiunan, buruh, PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan lain-lain (guru ngaji) masingmasing sebesar 2.4 persen. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa lokasi kerja mereka sebesar 18 persen berada di Kota Sukabumi dan sisanya di luar Kota Sukabumi. Jenis pekerjaan responden memiliki implikasi yang sama dengan tingkat pendidikan masyarakat, yakni berimplikasi pada perbedaan terhadap pemilihan sarana pelayanan kesehatan yang diinginkan. Hal itu berarti semakin

5 tinggi jenis pekerjaan yang dimiliki, maka tingkat kepuasan terhadap pelayanan sarana pelayanan kesehatan akan semakin tinggi, masyarakat dengan status pekerjaan tersebut lebih memilih sarana pelayanan yang lebih baik. Oleh sebab itu, penyelenggara asuransi perlu memperhatikan sarana seperti apa yang perlu disediakan untuk tingkat kepuasan yang lebih tinggi, meskipun harus menyesuaikan premi yang dikenakan Kepemilikan Rumah. Dari hasil wawancara dengan responden didapatkan bahwa tempat tinggal responden (status kepemilikan rumah) yang didiami seperti terlihat dalam Tabel 8. Tabel 8. Status Kepemilikan Rumah No Status Kepemilikan Rumah Jumlah % 1 Rumah sendiri Rumah Keluarga/Orang tua Sewa/Kontrak Jumlah Melihat Tabel 8 di atas, kepemilikan rumah responden sebesar 54.8 persen merupakan rumah milik sendiri, 35.7 persen responden sewa rumah dan sebesar 9.5 persen tinggal di rumah keluarga/orang tua. Berdasarkan pada hasil penelitian tersebut sebagian besar responden yang diambil memiliki rumah sendiri hal ini berimplikasi terhadap kontak masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Masyarakat yang memiliki rumah sendiri memiliki resiko berobat yang tidak terlalu tinggi. Hal tersebut berarti bahwa tingkat kontak terhadap pelayanan kesehatan juga berkurang. Hal tersebut akhirnya mempengaruhi besaran premi yang dibebankan.

6 5.2. Pola Pembiayaan Masyarakat yang Tidak Memiliki Asuransi Kesehatan Pola pembiayaan masyarakat merupakan suatu hal penting dalam penelitian pelayanan kesehatan masyarakat. Pola pembiayaan masyarakat menggambarkan perilaku masyarakat dalam melakukan kontak terhadap pelayanan kesehatan. Pola pembiayaan masyarakat meliputi bagaimana frekuensi atau intensitas masyarakat dalam melakukan kontak terhadap pelayanan kesehatan yang digambarkan dengan pengalaman sakit/periksa, cara pembayaran yang dilakukan terhadap pelayanan kesehatan tersebut, pengalaman, harapan pelayanan di puskesmas dan kemauan masyarakat untuk membayar pelayanan kesehatan, serta kemampuan masyarakat untuk membayar pelayanan kesehatan Pengalaman Sakit/Periksa Bulan Lalu Pengalaman sakit sebulan yang lalu ini mencerminkan kondisi yang masih diingat oleh responden tentang status kesehatan dan bagaimana kontak dengan pelayanan kesehatan. Berdasarkan Tabel 9 terdapat sebanyak 71.4 persen responden, keluarganya pernah mengeluh sakit, 28,6 persen responden tidak mempunyai keluhan sakit. Keluhan sakit yang dialami oleh responden pada umumnya panas, batuk pilek, diare, sakit gangguan pencernaan dan hipertensi selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 9. Tabel 9. Pengalaman Sakit Responden/Keluarga Responden Sebulan Lalu No Pengalaman Sakit Jumlah % 1 Ada keluhan Tidak ada keluhan Total 42

7 Bila melihat data kota Sukabumi secara keseluruhan (Laporan akhir survey ATP/WTP Kota Sukabumi, 2006) menunjukkan bahwa lima penyakit yang sering dikeluhkan berturut turut adalah Infeksi Saluran Pernafasan Atas / ISPA (30, persen), Panas (19 persen), gangguan pencernaan (tujuh persen), hipertensi (4,8 persen), diare (tiga persen), typus (2,8 persen), sakit gigi (dua persen), TBC (1.3 persen), kecelakaan (1.3 persen) dan sesak napas (0.8 persen). Perbedaan variasi pola penyakit antara hasil penelitian dengan hasil survey ATP/WTP yang mencerminkan data keseluruhan Kota Sukabumi, ini berdampak pada besaran biaya yang dikeluarkan untuk menangani penyakitpenyakit tersebut. Beberapa istilah yang disebut penyakit katastropik atau penyakit-penyakit yang memerlukan pembiayaan besar, hal tersebut belum diperhitungkan secara jelas terhadap kontribusi penambahan premi. Terdapat beberapa pengecualian yang digunakan dalam perhitungan premi terkait dengan perbedaan variasi pola penyakit yaitu penyertaan atau tanpa penyakit katastropik dalam cakupan pelayanan yang dapat diklaim berdasarkan premi yang dibayarkan. Secara nasional berdasarkan kaidah asuransi yang berlaku penyakit katastropik seperti gagal ginjal melalui penanganan cuci darah (heamodialisa) yang terus menerus dibuat suatu perhitungan tersendiri yang lebih fair sehingga dapat menguntungkan semua pihak, baik asuradur, peserta maupun pemberi pelayan kesehatan. Penentuan premi berdasarkan pola variasi penyakit juga ditentukan oleh hal-hal lain yang menyangkut provider/pemberi pelayanan kesehatan (PPK). Kejelasan standar operating prosedur (SOP) menjamin bahwa akan sangat

8 minimnya terjadi kecurangan asuransi (fraud) dan penggunaan fasilitas yang berlebihan (over utilization). Kendali berikutnya adalah melalui kejelasan clinical pathway yang harus dijalankan oleh semua stakeholder pemberi pelayanan kesehatan. Bila melihat dari responden/keluarga responden yang mengeluh sakit berdasarkan hasil wawancara didapatkan lama sakit yang diderita responden rata rata delapan hari. Ini mencerminkan kualitas layanan kesehatan yang didapatan. Semakin lama masa sakit yang diderita semakin kurangnya profesionalitas pemberi pelayan kesehatan dalam memberikan pelayanan. Faktor lain yang dapat diidentifikasi menyebabkan masa lama sakit adalah perilaku klien apakah telah mematuhi protokol pengobatan atau masih melakukan hal hal lain di luar protokol pengobatan. Biaya yang dikeluarkan untuk mengobati penyakit dalam jangka waktu satu bulan sebelum penelitian, minimal Rp. 1,400- dan maksimal Rp. 2,000,000,- (Lampiran 1), sebagian besar responden menanggung biaya pengobatan lebih kecil dari Rp 12,500,-. Dari hasil wawancara tentang pola pencarian pengobatan diketahui paling banyak responden menggunakan pelayanan di Puskesmas sebesar 92.9 persen (rawat jalan) dan sisanya 4.8 persen berobat rawat inap di Rumah Sakit Pemerintah Daerah. Tabel 10. Biaya Pengobatan Sakit Responden No. Biaya Pengobatan Jumlah % 1 < >

9 Dari pengumpulan data diketahui bahwa cara pembayaran yang dilakukan oleh responden bervariasi seperti yang terlihat dalam Tabel 11. Tabel 11. Cara Bayar Responden No Cara bayar Jumlah responden % 1 Tunai Lainnya Total Terkait dengan besaran kredit, semakin tinggi lama sakit semakin membesarkan premi yang hitung, dan hal ini akan berdampak semakin tingginya pembiayaan kesehatan yang dikeluarkan. Pembayaran dengan menggunakan uang cash sebesar 95.2 persen, dan lainnya 4.8 persen. Hal ini menunjukan bahwa perlindungan asuransi kesehatan terhadap masyarakat Kota Sukabumi perlu menjadi perhatian pemerintah Kota Sukabumi. Seperti diamanatkan Undang undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bahwa harus terwujudnya cakupan universal, dimana seluruh masyarakat terjangkau oleh asuransi. Data di atas menunjukan bahwa masih besarnya proporsi pembayaran dengan uang cash (83.3 persen). Hal ini tentunya sangat memberatkan bagi masyarakat dalam aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan. Cakupan universal asuransi kesehatan seperti yang di cita citakan oleh pemerintah dapat mulai dilaksanakan melalui pengelompokan asuransi secara bertahap. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengambil keputusan dari Pemerintah Kota Sukabumi, dikatakan bahwa kemudahan masyarakat Kota Sukabumi menggunakan pelayanan kesehatan tanpa terbebani dengan cara pembayaran secara langsung (cash) merupakan salah satu aspek penting dalam

10 perlindungan kesehatan masyarakat, disamping aspek ketersediaan dan keterjangkauan nya. Hal tersebut dapat dicerminkan dengan jaminan kesehatan dari badan asuransi kesehatan terhadap pelayanan kesehatan. Disamping itu, pengambil keputusan dari Pemerintah Kota Sukabumi juga mengemukakan bahwa dalam RPJPD 25 tahun kedepan masyarakat Kota Sukabumi harus sudah terkaper oleh Asuransi Kesehatan. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh gambaran yang jelas tentang pelaksanaan cakupan menyeluruh asuransi kesehatan. Akan tetapi untuk itu diperlukan upaya-upaya akselerasi agar pelaksanaan cakupan menyeluruh asuransi kesehatan dapat diwujudkan hanya dalam rentang waktu yang tidak relatif lama. Diperlukan komitmen dari seluruh pihak yang berkepentingan dalam mewujudkan hal tersebut mulai dari kebijakan politis, kebijakan anggaran dan keuangan serta kebijakan pada sector pelayanan kesehatan itu sendiri. Pengalaman negara-negara tetangga dalam mewujudkan cakupan menyeluruh asuransi kesehatan dilakukan dengan mengcover asuransi berkelompok, kelompok petani, kelompok nelayan dan kelompok sector formal lainnya, dimana premi dikumpulkan oleh perwakilan kelompok tersebut Pengalaman, Harapan Pelayanan di Puskesmas dan Kemauan Masyarakat Untuk Membayar Pelayanan Kesehatan (WTP) Dari hasil survey seperti disebutkan di atas 92.5 persen responden memilih Puskesmas dalam hal pengobatan penyakitnya bila sakit, khususnya untuk rawat jalan dibanding ke Rumah Sakit. Sehingga harapan responden terhadap pelayanan di Puskesmas dari jawaban yang disampaikan adalah adanya peningkatan keramahan petugas, keterampilan petugas dalam memberi

11 pengobatan, kelengkapan alat yang disediakan, kebersihan fasilitas kesehatan, keterjangkauan tempat fasilitas kesehatan, obat-obatan yang bagus, jam buka Puskesmas sampai sore. Dengan pelayanan seperti tersebut responden bersedia membayar retribusi Puskesmas minimal Rp. 2000,- dan maksimal Rp. 50,000,- Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Bila dirata-ratakan kesediaan membayar responden terhadap tarif di puskesmas dengan pelayanan yang sesuai harapannya adalah Rp. 12,500,- Penentuan rawat jalan tingkat pertama dapat juga ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara peserta dengan asuradur. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah jarak antara pemberi pelayanan kesehatan dengan peserta. Prakondisi yang terjadi secara umum saat ini adalah aksesibilitas geografis. Pada beberapa daerah terjadi prakondisi yang cukup memprihatinkan dimana tidak terjadi pemanfaatan pemberi pelayanan kesehatan dikarenakan ongkos kendaraan untuk menuju pemberi pelayanan kesehatan yang sangat jauh. Seperti hal tersebut ini bahwa tarif puskesmas hanya Rp.2,000,- (dua ribu rupiah) sedangkan ongkos ojek sebesar Rp. 20,000,- (dua puluh ribu rupiah). Prakondisi tersebut yang salah satunya menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) beberapa waktu lalu Kemampuan Masyarakat Untuk Membayar Pelayanan Kesehatan Kemampuan membayar biaya pelayanan kesehatan bisa dilihat dari beberapa dasar. Berdasarkan pengeluaran untuk bukan makanan (non food) atau ATP 1; Pengeluaran bukan makanan dikurangi pengeluaran untuk pesta dan upacara adat atau ATP 2; Jumlah pengeluaran non essential; minuman beralkohol.

12 Tembakau, sirih dan rokok serta bahan tahan lama atau ATP 3 ; serta jumlah 5% pengeluaran bukan makanan atau ATP 4. a) Pengeluaran Rata-rata Rumah Tangga Pengeluaran untuk makanan selama sebulan rata-rata Rp. 671,433,- dimana porsi pengeluaran terbesar adalah pengeluaran makanan jadi sebesar Rp. 178,248,-, disusul kedua terbesar adalah pengeluaran padi-padian sebesar Rp. 107,140,-. Pada Tabel 12 di bawah dapat dilihat dengan jelas jenis makanan dan jumlah uang yang dikeluarkan. Tabel 12. Rata rata Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Makanan Selama Satu Bulan No Jenis Kebutuhan Jumlah (Rp) % 1 Padi-padian 107, Umbi-umbian 3, Minyak Sayur/ goreng 32, Ikan, telur 103, Daging 40, Susu 51, Sayur mayur 48, Buah-buahan 32, Makanan Jadi 178, Bahan Minuman 42, Makan di luar 25, Lainnya 4, Total 671,433 b) Pengeluaran Untuk Kebutuhan Bukan Makanan Berdasarkan hasil survey diperoleh data pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan bukan makan selama sebulan yang lalu dengan nilai Rp. 406,800,- dan setahun yang lalu dengan nilai Rp. 4,881,600,- seperti terlihat dalam Tabel 13.

13 Tabel. 13. Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Bukan Makanan Sebulan dan Setahun Yang Lalu No Jenis Kebutuhan Sebulan Setahun 1 Perumahan 38, ,086 2 Fasilitas tertentu 16, ,000 3 Membayar upah 1,190 14,286 4 Fasilitas Rumah Tangga 52, ,714 5 Bahan Bakar 23, ,857 6 Transport 32, ,000 7 Aneka Barang dan jasa 19, ,314 8 Bensin Kendaraan 22, ,100 9 Keperluan Rumah Tangga 28, , Biaya Pendidikan 19, , Pakaian Jadi 18, , Barang Tahan lama 19, , Pajak 7,098 85, Asuransi 11, , Keperluan Pesta 10, , Menabung 18, , Sumbangan 4,302 51, Kiriman ke anggota lain 7,005 84, Rekreasi 6,200 74, Rokok dan alkohol 47, , Lainnya 1,190 14,286 Jumlah 406,800 4,881,600 c) Rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga Sebulan Pengeluaran rata-rata Rumah Tangga dalam sebulan yang diperoleh dari penjumlahan rata-rata pengeluaran untuk makanan sebulan (diperoleh dari jumlah pengeluaran makanan seminggu dikali tiga puluh dibagai tujuh) dengan rata rata pengeluaran untuk bukan makanan sebulan. Pengeluaran untuk makanan bagi masyarakat Kota Sukabumi adalah sebesar 62.3 persen, sedangkan pengeluaran untuk kebutuhan bukan makanan yakni 37.7 persen, dan rata-rata pengeluaran rumah tangga sebulan adalah sebesar Rp. 1,078,235,-, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 14. Tabel 14. Rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga Responden Berdasarkan Pengeluaran Makanan dan Bukan Makanan Selama Sebulan

14 No Jenis Pengeluaran Jumlah (Rp) % 1 Pengeluaran Makanan 671, Pengeluaran bukan 406, Makanan Total 1,078, Untuk mengetahui kemampuan masyarakat dalam membayar pelayanan kesehatan, pada penelitian ini, peneliti memilih ATP 4 yaitu lima persen pengeluaran bukan makanan, dimana untuk mengukur tingkat kemampuan masyarakat di Kota Sukabumi dalam hal belanja kesehatannya berpedoman pada ketentuan WHO bahwa porsi untuk kesehatan adalah sebesar lima persen dari pengeluaran masyarakat per bulan yang dibelanjakan untuk kebutuhan bukan makanan. Untuk ATP 4 dideskripsikan dalam Gambar 5 dimana pengeluaran tertinggi terdapat pada titik satu yang menyatakan bahwa hanya satu responden yang memiliki kemampuan membayar dengan nilai Rp ,-, sedangkan sebanyak 80 persen dari total responden yang diambil menyatakan mampu membayar pelayanan kesehatan sebesar Rp , - dan 100 persen responden menyatakan mampu untuk membayar sejumlah pengeluaran terendah yakni Rp Berdasarkan Gambar 5 tersebut juga dapat terlihat bahwa tingkat kemampuan bayar masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tinggi. Hal ini terlihat dari hasil wawancara terhadap responden yang menyatakan bahwa 80 persen responden memiliki kemampuan bayar terhadap pelayanan kesehatan sebesar Rp Hal tersebut melebihi tingkat pelayanan kesehatan yang diterapkan yaitu sebesar Rp untuk pembayaran rawat jalan di Rumah

15 Sakit. Disamping itu, 20 persen yang lain memiliki kemampuan membayar terhadap pelayanan kesehatan sebesar Rp Kemampuan membayar (ATP) Jumlah Responden Gambar 5. Deskripsi ATP 4 Berdasarkan Lima Persen Pengeluaran Bukan Makanan Hal itu berarti bahwa sekitar 80 persen masyarakat Kota Sukabumi memiliki kemampuan untuk membayar pelayanan kesehatan yang tinggi dan hanya 20 persen masyarakat Kota Sukabumi membutuhkan bantuan pemerintah untuk pengadaan pelayanan kesehatan Penentuan Premi Asuransi Dalam penentuan premi asuransi kesehatan untuk penduduk Kota Sukabumi penulis mengacu kepada pedoman penetapan premi asuransi yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan. Besaran premi didapat dengan cara menghitung jumlah dari biaya-biaya per kapita pelayanan kesehatan per responden. Biaya per kapita tersebut diperoleh dengan mengalikan rasio penggunaan dengan biaya rata-rata per unit pelayanan masing-masing. Hal ini dilakukan karena data kontak rate dari penduduk kota Sukabumi ke pelayanan kesehatan baik ke Pemerintah maupun swasta tidak dapat dihitung, karena data

16 yang ada pada pelayanan kesehatan hanya menggambarkan kunjungan penduduk ke pelayanan kesehatan, bukan kontak rate. Tingkat penggunaan (utilisasi) yang digunakan untuk menghitung besaran premi pada kajian ini mengacu pada data pemanfaatan rumah tangga untuk pelayanan kesehatan dari hasil SUSENAS 1998, dengan satuan biaya yang telah disesuaikan dengan tingkat pembiayaan kesehatan Kota Sukabumi. Pendekatan ini sesuai dengan pendekatan penghitungan biaya kapita jaminan pelayanan kesehatan masyarakat dengan prinsip community rating (Tim Pengajar Manajemen Keuangan Rumah Sakit, 1999). Berdasarkan pedoman yang ada tentang utilisasi tersebut maka perhitungan besaran premi secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Penghitungan Premi Universal Coverage dengan Community Rating Kota Sukabumi Tahun 2007 No Jenis Pelayanan Tingkat Penggunaan (utilisasi) 1 Rawat Jalan Tingkat I - Dokter Umum - Dokter Gigi - Obat 2 Rawat Jalan Tingkat II - Dokter Spesialis - Obat - Penunjang Diagnosis Satuan Biaya (rp) 13,000 42,000 Biaya Perkapita (rp) 1, ,000 20,000 15, Rawat Inap ,000 2,770 4 Operasi - Besar - Sedang - Kecil , , ,000 5 Layanan Gawat Darurat , Persalinan , Pencegahan / penyuluhan , TOTAL (besaran premi) 6, Berdasarkan informasi dari Tabel 15 terlihat bahwa dengan menggunakan asumsi standar tingkat penggunaan (utilisasi) secara nasional, maka diketahui bahwa jumlah premi untuk cakupan layanan seperti tersebut di atas adalah

17 minimal Rp 6.372,- (enam ribu tiga ratus tujuh puluh dua rupiah). Hal ini masih dapat dibuat beberapa skenario tertentu sehingga didapatkan besar premi yang paling rasional. Beberapa skenario yang dapat dikembangkan adalah pendekatan single global budgeting dan penentuan tarif yang diproyeksikan untuk lima tahun ke depan. Akan tetapi hal ini tidak dilakukan pada penelitian ini. Dalam upaya mewujudkan cakupan menyeluruh asuransi kesehatan di Kota Sukabumi dapat ditempuh melalui asuransi kelompok yang diwajibkan oleh pemerintah daerah baik melalui perangkat hukum Perda (Peraturan Daerah) maupun Keputusan Walikota. Asuransi wajib membawa implikasi ekonomis, baik yang bersifat merugikan maupun yang bersifat menguntungkan. Metoda community rating dapat disimulasikan sehingga premi masing-masing dapat bervariasi setelah diterapkan penyesuaian, misalnya penyesuaian premi menurut ukuran keluarga yang tercakup asuransi. Dalam tahap berikutnya beberapa skenario penentuan premi dan penunjukkan Bapel (Badan Pelaksana) asuransi serta metoda collecting preminya dapat diterapkan. Setelah diketahui besaran anggaran yang menjadi kebutuhan kesehatan, dapat diwujudkan melalui peristilahan public service obligation yang merupakan tanggung jawab pemerintah dalam menjamin masyarakat terhadap kepastian mendapatkan pelayanan kesehatan. Besaran sharing premi dapat ditetapkan dengan sharing antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah dan juga sharing premi masyarakat itu sendiri. Akan tetapi karena keterbatasan data yang dapat diperoleh maka pendekatan-pendekatan dan simulasi scenario tersebut juga tidak dilakukan dalam penelitian ini.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam 57 III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam penelitiannya penulis menggunakan data analisis dan interprestasi dari arti

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN JPKM

PENYELENGGARAAN JPKM SISTEM KAPITASI DALAM PEMBIAYAAN PELAYANAN DOKTER KELUARGA Sistem Pembiayaan 1. Fee for service, datang berobat bayar 2. Health insurance, datang berobat yang membayar pihak asuransi (pihak ketiga) Pembayaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari tanaman Nicotiana

BAB I PENDAHULUAN. Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari tanaman Nicotiana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, mengkonsumsi rokok dan produk tembakau lainnya sudah merupakan kebiasaan. Prevalensi konsumsi rokok cenderung meningkat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang melaksanakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat baik masyarakat umum maupun peserta asuransi kesehatan misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 Pasal 28 H dan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009

Lebih terperinci

3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia

3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia 3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia Manusia pada hakekatnya merupakan mahluk Tuhan yang sangat kompleks, dimana secara hirarki penciptaan manusia dilatarbelakangi adanya asal usul manusia sebagai mahluk yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. ekonomis (Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009) (1). Pada saat ini telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. ekonomis (Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009) (1). Pada saat ini telah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Lebih terperinci

Rumus Perhitungan ATP & WTP

Rumus Perhitungan ATP & WTP Rumus Perhitungan ATP & WTP TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Membayar Menurut Mukti (2001) dapat menyimpulkan bahwa untuk mengetahui kemampuan membayar masyarakat dapat dilihat dari dari sisi pengeluaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan merupakan hak bagi setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang. Definisi tersebut menjelaskan bahwa pembangunan tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang kesejahteraan sosial sudah pasti berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik dari segi ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SUBIRMAN FKM UNIVERSITAS MULAWARMAN-SAMARINDA

SUBIRMAN FKM UNIVERSITAS MULAWARMAN-SAMARINDA SUBIRMAN FKM UNIVERSITAS MULAWARMAN-SAMARINDA Sistem Kesehatan Nasional tahun 2009 : Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalaui perhimpunan dana secara aktif oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diketahui kelemahan dan kekurangan jasa pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat diketahui kelemahan dan kekurangan jasa pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era sekarang ini semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, akan mengakibatkan tuntutan peningkatan pelayanan kesehatan. Salah satu mengantisipasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kota Semarang berdiri pada 2 Mei 1547 merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia, dan menjadi ibukota Provinsi di Jawa Tengah. Kota dengan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ANGKA KEJADIAN ISPA DI RW. 03 KELURAHAN SUKAWARNA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ANGKA KEJADIAN ISPA DI RW. 03 KELURAHAN SUKAWARNA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN 64 LAMPIRAN Arie Wahyudi 0410034 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ANGKA KEJADIAN ISPA DI RW. 03 KELURAHAN SUKAWARNA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN 2007 IDENTIRTAS RESPONDEN

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam tesis ini merupakan data sekunder gabungan yang berasal dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2007 (Susenas 2007) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendapatan per kapita saat itu hanya Rp. 129,615 (sekitar US$ 14) per bulan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendapatan per kapita saat itu hanya Rp. 129,615 (sekitar US$ 14) per bulan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konflik bersenjata yang melanda Aceh hampir tiga dekade telah menghancurkan kondisi perekonomian masyarakat. Diperkirakan ada 1,2 juta (28,5%) penduduk Aceh hidup

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG

BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG 3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia Manusia adalah makhluk Tuhan yang terdiri dari ruh dan jasad yang dilengkapi dengan potensi dan kelebihan dibandingkan makhluk lainnya,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.154, 2015 KESRA. Jaminan Sosial. Kecelakaan Kerja. Kematian. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5714). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG

BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG 3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia Manusia adalah makhluk Tuhan yang terdiri dari ruh dan jasad yang dilengkapi dengan potensi dan kelebihan dibandingkan makhluk lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi World Health Assembly (WHA) ke-58 tahun 2005 di Jenewa yang menginginkan setiap negara mengembangkan

Lebih terperinci

Lampiran Kuesioner KUESIONER GAMBARAN PERILAKU PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS NANGGALO TAHUN 2017

Lampiran Kuesioner KUESIONER GAMBARAN PERILAKU PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS NANGGALO TAHUN 2017 Lampiran Kuesioner KUESIONER GAMBARAN PERILAKU PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS NANGGALO TAHUN 2017 DATA UMUM RESPONDEN No. Responden : 1. Identitas Responden : a. Nama Responden : b. Jenis Kelamin : ( L

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan khusus kepada penduduk miskin, anak-anak, dan para lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan khusus kepada penduduk miskin, anak-anak, dan para lanjut usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan nasional, pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat harus diselengarakan secara

Lebih terperinci

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT Pendapatan masyarakat yang merata, sebagai suatu sasaran merupakan masalah yang sulit dicapai, namun jabatan pekerjaan, tingkat pendidikan umum, produktivitas, prospek

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015 No. 06/01/51/Th. X, 4 Januari 2016 TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada September 2015 jika dibandingkan dengan 2015. Tingkat kemiskinan pada

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR POLA PEMBIAYAAN KESEHATAN MASYARAKAT YANG TIDAK MEMILIKI JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM MEWUJUDKAN CAKUPAN MENYELURUH ASURANSI KESEHATAN DI KOTA SUKABUMI RITANENNY ESM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON

BERITA DAERAH KOTA CILEGON BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 29 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Definisi kesehatan menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009 adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Definisi kesehatan menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009 adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Definisi kesehatan menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 03/74/32/ThXIX, 3 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2017 KOTA CIREBON DEFLASI 0,12 PERSEN Pada Maret 2017 Kota Cirebon mengalami deflasi sebesar 0,12 persen dengan Indeks

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) KOTA BEKASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) KOTA BEKASI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BEKASI F E B R U A R I PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN () KOTA BEKASI Pada Kota Bekasi mengalami inflasi sebesar 1,15 persen dengan Indeks Harga Konsumen () sebesar 110,36

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Lubuk Besar Bangka Tengah Berdasarkan Perda Kabupaten bangka Tengah Nomor 31 tahun 2006 Kecamatan Koba dipecah menjadi dua, yaitu Kecamatan Koba dan Kecamatan Lubuk Besar, resmi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG. BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG K e p a l a,

KATA PENGANTAR BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG. BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG K e p a l a, KATA PENGANTAR Perubahan data Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator ekonomi makro yang penting untuk memberikan gambaran tentang pola konsumsi masyarakat serta dapat menunjukkan keseimbangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 01/3373/4/01/17/Th.IX, 5 Januari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN DESEMBER 2016 INFLASI 0,20 Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada

Lebih terperinci

Maret 2016 IHK Karawang mengalami peningkatan indeks. IHK dari 125,30 di Bulan Februari 2016 menjadi 125,65 di Bulan Maret 2016. Dengan demikian, terjadi inflasi sebesar 0,28 persen. Laju inflasi tahun

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1.Hasil Penelitian 5.1.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gratis Di Puskesmas 5.1.1.1.Karakteristik Pasien Jumlah kunjungan baru dan kunjungan ulangan pada pelayanan

Lebih terperinci

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu maupun masyarakat luas selalu berusaha dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Baik individu maupun masyarakat

Lebih terperinci

..., Yang membuat pernyataan

..., Yang membuat pernyataan 55 SURAT PERNYATAAN BERSEDIA BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN Yang bertanda tangan di bawah ini saya: Nama : Umur : Alamat : Setelah mendapat penjelasan dari peneliti, dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. padat modal dan padat teknologi, disebut demikian karena rumah sakit memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. padat modal dan padat teknologi, disebut demikian karena rumah sakit memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit pada era globalisasi berkembang sebagai industri padat karya, padat modal dan padat teknologi, disebut demikian karena rumah sakit memanfaatkan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga. Setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN 26/05/73/Th. XIX, 4 MEI PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI APRIL PROVINSI SULAWESI SELATAN INFLASI 0,33 PERSEN Pada il, Provinsi Sulawesi Selatan terjadi inflasi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN WONOGIRI No. 01/02/3312/Th 2016, ruari 2016 INFLASI KABUPATEN WONOGIRI PADA BULAN JANUARI 2016 SEBESAR 0,48% Bulan uari 2016 mencatat inflasi sebesar 0,48 persen. Perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. WHO (2005) melaporkan penyakit kronis telah mengambil nyawa lebih dari 35 juta orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh manusia, karena kesehatan menentukan segala aktivitas dan kinerja manusia. Pengertian sehat

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN INFLASI KOTA BOGOR APRIL SEBESAR 0,07 PERSEN MEI Kota Bogor masih mengalami kenaikan harga sehingga secara umum masih terjadi kenaikan

Lebih terperinci

POTENSI PARTISIPASI MASYARAKAT MENUJU PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DALAM RANGKA UNIVERSAL COVERAGE DI KOTA BANDUNG

POTENSI PARTISIPASI MASYARAKAT MENUJU PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DALAM RANGKA UNIVERSAL COVERAGE DI KOTA BANDUNG POTENSI PARTISIPASI MASYARAKAT MENUJU PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DALAM RANGKA UNIVERSAL COVERAGE DI KOTA BANDUNG Henni Djuhaeni Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Unpad LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PERATURAN LURAH DESA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BADAN PELAKSANA JARING PENGAMAN SOSIAL (BAPEL JPS)

PERATURAN LURAH DESA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BADAN PELAKSANA JARING PENGAMAN SOSIAL (BAPEL JPS) PERATURAN LURAH DESA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BADAN PELAKSANA JARING PENGAMAN SOSIAL (BAPEL JPS) DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.01/05/33.08/Th. II, 10 Mei 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN MAGELANG BULAN APRIL 2015 INFLASI 0,27 PERSEN Bulan April 2015 di Kabupaten

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN WONOGIRI No. 01/12/3312/Th, uari 2017 BULAN DESEMBER KABUPATEN WONOGIRI MENGALAMI INFLASI SEBESAR 0,03 PERSEN ah beras Bulan ember, Kabupaten Wonogiri mengalami inflasi

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR. PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN Inflasi Kota Bogor Februari 2017 sebesar 0,34 persen

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR. PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN Inflasi Kota Bogor Februari 2017 sebesar 0,34 persen BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR MARET 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN Inflasi Kota Bogor Februari 2017 sebesar 0,34 persen Februari 2017 Kota Bogor masih mengalami kenaikan harga sehingga secara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pembangunan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tertera dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2)

PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2) PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN (PTE101002) PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2) TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. Dr.Ir. Rini Dwiastuti, MS (Editor) TM 3 MATERI PEMBELAJARAN Sektor

Lebih terperinci

SUMBER DAYA MANUSIA. A. Penduduk

SUMBER DAYA MANUSIA. A. Penduduk Profil Barito Utara 00 SUMBER DAYA MANUSIA A. Penduduk. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Berdasarkan klasifikasi kepadatan penduduk, maka semua Kecamatan yang berada di Kabupaten Barito Utara mempunyai kepadatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 diamanatkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana yang tercantum

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 2016 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,37 PERSEN Desember 2016 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 128,32 di Bulan November 2016 menjadi 128,80

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI APRIL 2017 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,13 PERSEN April 2017 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 129,93 di Bulan Maret 2017 menjadi 130,10 di Bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Mereka mengeluh, oleh karena sakit menjadi mahal. Semakin

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Mereka mengeluh, oleh karena sakit menjadi mahal. Semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pembiayaan kesehatan, pada akhir akhir ini banyak dikeluhkan masyarakat. Mereka mengeluh, oleh karena sakit menjadi mahal. Semakin meningkatnya biaya pelayanan

Lebih terperinci

KABUPATEN BANJARNEGARA

KABUPATEN BANJARNEGARA KABUPATEN BANJARNEGARA No.12/X/16. Desember BULAN NOVEMBER KOTA BANJARNEGARA MENGALAMI INFLASI 0,52 PERSEN Pada bulan November Banjarnegara terjadi inflasi sebesar 0,52 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN BAHAN MAKANAN & PENGELUARAN PENDUDUK

KETERSEDIAAN BAHAN MAKANAN & PENGELUARAN PENDUDUK KETERSEDIAAN BAHAN MAKANAN & PENGELUARAN PENDUDUK 522 Jambi Dalam Angka 2008 FOOD SUPPLY AND POPULATION OF EXPENDITURE BAB 10 KETERSEDIAAN BAHAN MAKANAN & PENGELUARAN PENDUDUK 10.1. Pengeluaran dan Konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin. Untuk itu Negara bertanggung jawab mengatur agar

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 15 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 15 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 15 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR BIAYA BELANJA PENUNJANG KEGIATAN DAN TUNJANGAN KESEJAHTERAAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. TM2 MATERI PEMBELAJARAN PENDAHULUAN PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN PANGAN DAN SERAT PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL

WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Di Kabupaten Kendal Bulan April 2017 INFLASI 0,16 Persen Bulan April 2017 di Kabupaten Kendal terjadi inflasi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah dilaksanakan sejak 1 Januari 2014 berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 18/05/36/Th.VIII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI APRIL 2014 BANTEN INFLASI 0,18 PERSEN Memasuki bulan 2014, harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat di Banten secara

Lebih terperinci

KABUPATEN BANJARNEGARA

KABUPATEN BANJARNEGARA KABUPATEN BANJARNEGARA No.02/X/16. FEBRUARI 2016 BULAN JANUARI 2016 KOTA BANJARNEGARA MENGALAMI INLASI 0,48 PERSEN Pada bulan Januari 2016 Banjarnegara terjadi Inflasi sebesar 0,48 persen dengan Indeks

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 No. 05/01/33/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 4,562 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang kompleks dan mempunyai fungsi luas menyangkut fungsi pencegahan, penyembuhan dan rehabilitasi dengan

Lebih terperinci

Inflasi Empat Kota Di Jawa Tengah April 2008

Inflasi Empat Kota Di Jawa Tengah April 2008 Inflasi Empat Kota Di Jawa Tengah April 2008 No.01/05/33/Th. II, 02 Mei 2008 Laju inflasi Jawa Tengah bulan April 2008 cukup rendah, yaitu sebesar 0,35 persen. Jauh lebih rendah bila dibanding bulan Maret

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu kebijakan pemerintah bidang kesehatan yang terintegrasi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG HAK KEUANGAN, KEDUDUKAN PROTOKOL, DAN PERLINDUNGAN KEAMANAN PIMPINAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 4,863 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang ditetapkan dalam UU nomor 40 tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang ditetapkan dalam UU nomor 40 tahun BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem jaminan kesehatan di Indonesia mulai berlaku dan dikenal dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang ditetapkan dalam UU nomor 40 tahun 2004. Program-program

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 1 A TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 1 A TAHUN 2014 TENTANG 1 BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 1 A TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 A TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAERAH DI KABUPATEN MADIUN Menimbang

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 05/01/82/Th. XVI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBANYAK 76,40 RIBU ORANG ATAU SEBESAR 6,41 PERSEN Jumlah

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945,

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAERAH (JAMKESMASDA) KABUPATEN SITUBONDO PROGRAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016 No. 06/01/51/Th. XI, 3 Januari 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 MENCAPAI 174.94 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akses terhadap pelayanan kesehatan merupakan isu penting dalam reformasi kesehatan di negara-negara di dunia termasuk di Indonesia. Ketidakmerataan akses kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapkan dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapkan dengan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapkan dengan berbagai kebutuhan yang tiada henti, karena memang pada dasarnya manusia tidak lepas dari kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembiayaan kesehatan bersumber dari berbagai sumber, yakni: pemerintah, pemerintah daerah, swasta, organisasi masyarakat, dan masyarakat itu sendiri. Pembiayaan kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA SKRIPSI Disusun oleh: WAHYU PURNOMO J 220 050 027 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 09/3373/4/05/16/Th.VIII, 10 Mei 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN APRIL 2016 DEFLASI 0,49 Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada bulan

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017 No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada 2017 jika dibandingkan dengan September 2016. Tingkat kemiskinan pada 2017

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL No.44,2016 Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. KESEHATAN. Petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 13 Tahun 2010 (Lembaran Daerah Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Kode Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 19 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 6 TAHUN 2009

Lebih terperinci

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG Katalog BPS : 7102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG No. Katalog : 7102004.3322 No. Publikasi : 33224.13.04 Ukuran Buku : 5,83 inci x 8,27 inci Jumlah

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014 No. 31/07/36/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 622,84 RIBU ORANG Pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

INFLASI KOTA BALIKPAPAN BULAN MEI 2015

INFLASI KOTA BALIKPAPAN BULAN MEI 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BALIKPAPAN No. 01/06/Th. IX; 1 Juni 2015 INFLASI KOTA BALIKPAPAN BULAN MEI 2015 Kota Balikpapan pada bulan Mei 2015 mengalami inflasi sebesar 0,75 persen. Kelompok komoditi pengeluaran

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN. Ungaran, Desember 2015 BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG Kepala, Ir. YUSUF ISMAIL, MT Pembina Utama Muda NIP

KATA SAMBUTAN. Ungaran, Desember 2015 BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG Kepala, Ir. YUSUF ISMAIL, MT Pembina Utama Muda NIP KATA SAMBUTAN Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkah dan rahmat-nya sehingga Buku Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Kabupaten Semarang Tahun 2015 ini dapat diselesaikan.

Lebih terperinci