BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi dan Tujuan Maintenance Definisi Maintenance Perawatan atau yang lebih dikenal dengan kata Maintenance dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas pemeliharaan suatu fasilitas agar fasilitas tersebut dapat berfungsi dengan baik dalam kondisi siap pakai (Sudrajat, 2011). Berdasarkan definisi tersebut, maka terdapat beberapa alasan melakukan beberapa pekerjaan maintenance, antara lain (Sudrajat, 2011) : 1. Agar fasilitas dapat siap dipakai pada saat yang diperlukan. 2. Seiring dengan waktu, tentunya kondisi dari suatu fasilitas yang mengalami pemakaian, kemampuan kinerjanya lambat laun akan menurun kerena tanpa maintenance semua fasilitas tersebut akan melemah secara bertahap tapi pasti, sehingga tidak lagi mempunyai kemampuan kerja baik secara teknis maupun ekonomis. 3. Diharapkan akan dapat memperpanjang umur pakai dari fasilitas tersebut. Perkembangan dan evolusi perawatan terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1. Perawatan tidaklah dikenal sebagai suatu keilmuan tertentu. 2. Perawatan dianggap sebagai spesialisasi tersendiri. 3. Mulai memperhatikan perawatan pencegahan. 4. Mulai diperkenalkan aspek-aspek manajerial. 5. Peran perawatan masuk kedalam proses desain. 6 Universitas Widyatama 6

2 2.1.2 Tujuan Maintenance Maintenance adalah suatu kegiatan pendukung bagi kegiatan komersial, maka seperti kegitan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan berbiaya rendah. Dengan adanya biaya maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan dapat tercapai (Sudrajat, 2011). Beberapa tujuan maintenance yang paling utama adalah: 1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi. 2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu. 3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan mengenai innvestasi tersebut. 4. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien. 5. Untuk menjamin keselamtan orang yang menggunakan sarana tersebut. 6. Memaksimalkan ketersediaan semua peralatan sistem produksi (mengurangi downtime). 7. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin tersebut. 2.2 Jenis-jenis Kebijakan Maintenance Perawatan Kerusakan (Breakdown Maintenance) Perawatan kerusakan dapat diartikan sebagai kebijakan perawatan dengan cara mesin/peralatan dioperasikan hingga rusak, kemudian baru diperbaiki atau diganti. Kebijakan ini merupakan strategi yang sangat kasar dan kurang baik karena dapat menimbulkan biaya tinggi, kehilangan kesempatan untuk mengambil keuntungan bagi perusahaan yang diakibatkan terhentinya mesin, keselamatan Universitas Widyatama 7

3 kerja tidak terjamin, kondisi mesin tidak diketahui, dan tidak ada perencanaan waktu, tenaga kerja maupun perencanaan biaya yang baik (Sudrajat, 2011). Metode ini dikenal juga sebagai perawatan yang didasarkan pada kerusakan (failure based maintenance). Kebijakan perawatan ini kurang sesuai untuk mesin-mesin dengan tingkat kritis yang tinggi atau mempunyai harga yang mahal, dan hanya cocok untuk mesin-mesin sederhana dimana tidak memerlukan perawatan secara intensif. Keuntungan dari kebijakan perawatan kerusakan, yaitu: 1. Murah dan tidak perlu melakukan perawatan. 2. Cocok untuk mesin/peralatan yang murah, sederhana dan modular. Kerugian dari kebijakan perawatan kerusakan, yaitu: 1. Kasar dan berbahaya. 2. Menimbulkan kerugian yang besar bila ditetapkan pada mesin yang mahal, kompleks, dan dituntut keselamatan tinggi. 3. Tidak bisa menyiapkan sumber daya manusia Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance) Preventive Maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi (A.Sudrajat,2011). Semua fasilitas produksi yang diberikan preventive maintenance akan terjamin kelancarannya dan selalu diusahakan dalm kondisi atau keadaan yang siap digunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat. Sehingga dimungkinkan pembuatan suatu rencana dan jadwal pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat. Tujuan preventive maintenance dimaksudkan untuk memaksimalkan availability, dan Universitas Widyatama 8

4 meminimasikan ongkos peningkatan reliability. Dengan lingkup kegiatan hanya mencakup area process (operation, utility, main process dan lain lain) atau bisa diperluas ke area lain seperti building office dan fasilitas umum (Sudrajat, 2011). Criteria penentuan fasilitas yang masuk dalam program perawatan pencegahan dapat dilihat dari sebagai berikut: 1. Apakah kerusakan alat berdampak pada safety? 2. Apakah kerusakan alat dapat menyebabkan system down? 3. Apakah repair cost nya tinggi dan lama? 4. Ketersediaan spare part dari fasilitas tersebut. 5. Kondisi kerja dari fasilitas tersebut Perawatan Terjadwal (Schedule Maintenance) Perawatan terjadwal merupakan bagian dari perawatan pencegahan. Perawatan ini bertujuan mencegah terjadinya kerusakan dan perawatannya dilakukan secara periodic dalm rentang waktu tertentu. Strategi perawaytan ini disebut juga sebagai perawatan berdasarkan waktu (time based maintenance). Kebijakan perawatan ini cukup baik dalam mencegah terhentinya mesin yang tidak direncanakan. Rentang waktu perawatan ditentukan berdasarkan pengalaman, data masa lalu atau rekomendasi dari pabrik pembuat mesin yang bersangkutan tersebut. Kekurangannya jika rentang waktu perawtan terlalu pendek akan mengganggu aktivitas produksi dan dapat meningkatkan kesalahan yang timbul karena kurang cermatnya teknisi dalam memasang kembali komponen yang diperbaiki serta kemungkinan adanya kontaminasi yang masuk kedalam mesin. Jika rentang waktu perawatan terlalu panjang, maka kemungkinan mesin akan mengalami kerusakan sebelum tiba waktu perawatan, selain itu jika kondisi mesin atau komponen mesin/peralatan masih baik dan menurut jadwal harus sudah diganti atau diperbaiki akan menimbulkan kerugian (Sudrajat, 2011). Universitas Widyatama 9

5 2.2.4 Perawatan Prediktif (Predictive Maintenance) Perawatan prediktif ini merupakan bagian dari perawatan pencegahan dan dapat diartikan sebagai strategi perawatan dimana pelaksanaannya didasarkan pada kondisi mesin itu sendiri. Untuk menentukan kondisi mesin harus dilakukan tindakan pemeriksaan atau monitoring secara rutin, jika terdapat tanda atau gejala kerusakan maka segera dilakukan tindakan perbaikan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, jika tidak terjadi kerusakan maka segera pula diketahui (Sudrajat, 2011). Perawaran prediktif disebut juga perawatan berdasarkan kondisi (Condition Based Maintenance) atau juga disebut monitoring kondisi mesin (Machinery Condition Monitoring), yang artinya sebagai penentuan kondisi mesin dengan cara memeriksa mesin secara rutin, sehingga dapat diketahui keandalan mesin serta keselamatan kerja terjamin. Kegiatan monitoring yang harus dipenuhi yaitu dengan menetapkan langkah-langkah inpeksi/pemeriksaan, merencanakan prosedur inpeksi sehingga dapat menghemat waktu dan melakukan pemeriksaan secara rutin terhadap kelengkapan mesin dan peralatan agar dapat melakukan kegiatan sebagai berikut: 1. Memastikan system beroperasi sesuai rencana. 2. Melakukan pemeriksaan terhadap kondisi mesin. 3. Melakukan evaluasi potensi yang akan menimbulkan gangguan dan kerusakan mesin. 4. Melakukan penaksiran terjadinya kerusakan 5. Melakukan identifikasi komponen-komponen pengganti. 6. Membuat jadwal perbaikan berdasarkan kebutuhan. Dilakukan kegiatan inspeksi dapat diketahui kondisi mesin/peralatan secara pasti dan gejala kerusakan dapat terdeteksi secara dini. Ada beberapa perhitungan dalam menentukan frekuensi untuk melakukan inspeksi, yaitu beban Universitas Widyatama 10

6 kerja, umur, pengalaman dan kritisnya fasilita, kegiatan dilakukan bisa berupa sebagai berikut: 1. Perawatan, yang merupakan langkah pemeliharaan secara rutin yang didasarkan pada cara perawatan harian, mingguan, bulanan dan seterusnya atau bisa juga didasarkan pada jumlah jam pemaksaian tertentu atau satuan output/produksi. 2. Perbaikan, yang dimaksud dengan perbaikan disini adalah perbaikan kecil yang mungkin timbul dari pemeriksaan. Tujuan perawatan prediktif ini adalah: Mereduksi breakdown dan kecelakaan yang disebabkan oleh kerusakan alat. Meningkatkan waktu operasi dan produksi. Mereduksi waktu dan cost of maintenance, Meningkatkan kualitas produk dan pelayanan. 2.3 Standar dalam Perencanaan Perawatan Standar adalah salah satu bentuk rencana dari perencanaaan dala proses manajemen dan merupakan satu gambaran pencapaian yang diharapakan dari kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan dalam memecahkan situasi permasalahan. Jenis- jenis standar dalam perusahaan secara umum, yaitu: Standar teknik, penerapan pada tingkat produktif suatu bisnis, antara lain seperti material, komponen-komponen, produk, proses pengerjaan, prosedur dan metoda pengerjaan, metode pengetesan/pengujian, gambar kerja dan lain-lain. Standar manajerial, penerapannya pada tingkat administrative suatu bisnis, antara lain seperti kebijakan perusahaan, prosedur tenaga kerja, sistem akuntansi, evaluasi performansi dan lain-lain. Universitas Widyatama 11

7 Standar kerja perencanaan merupakan hal penting dalam manajemen manufacturing guna menghadapi persaingan bisnis terutama dalam menyeimbangkan segitiga Quality, Delivery dan Cost. Perawatan memerlukan estimasi kerja perencanaan yang akurat dalam menunjang kelancaran sistem produksi, perawatan juga memerlukam standar-standar kerja untuk digunakan sebagai tolak ukur dalam menentukan Work Content (Kadar Kerja) dan sebagai dasar dalam melakukan pengambilan keputusan yang tepat (Sudrajat, 2011). 2.4 Total Productive Manitenance (TPM) Pendahuluan Manajemen pemeliharaan msin/peralatan modern dimulai dengan apa yang disebut preventive Maintenance yang kemudian berkembang menjadi productive maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini umumnya disingkat dengan PM dan pertama diterpakan oleh industri-industri manufaktut di Amerika Serikat dan pusat segala kegiatannya ditempatkan satu departemen yang disebut maintenance departemen (Nakajima, 1988). Preventive maintenance mulai dikenal pada tahun 1950-an yang kemudian berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang ada, kemudian pada tahun 1960-an muncul apa yang disebut productive maintenance. Total Productive Maintenance (TPM) mulai dikembangkan pada tahun 1970-an pada perusahaan di Negara jepang yang merupakan pengembang konsep maintenance yang diterapkan pada industry manufaktur Amerika Serikat yang disebut preventive maintenance. Seperti dapat dilihat masa periode perkembangan PM di Jepang dimana periode tahun 1950-an juga bisa dikategorikan sebagai periode break down (Nakajima, 1988). Mempertahankan kondisi mesin/peralatan yang mendukung pelaksanaan produksi merupakan komponen penting dalam pelaksanaan pemeliharaan unit produksi. Tujuan pemeliharaan produktif (productive maintenance) adalah untuk mencapai apa yang disebut dengan profitable PM. Universitas Widyatama 12

8 2.4.2 Definisi Total Productive Miantenance (TPM) TPM adalah hubungan kerjasama yang erat antara perawatan dan organisasiproduksi secara menyeluruh yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produksi, mengurangi waste, mengurangi biaya produksi, meningkatkan kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan system perawatan pada perusahaan manufaktur (Nakajima, 1988). Secara menyeluruh definisi dari total productive maintenance (TPM) mencakup lima elemen yaitu sebagai berikut (Nakajima,1988) : 1. TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance (PM) untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan. 2. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektifitas mesin/peralatan secara keseluruhan (overall effectiveness). 3. TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti engineering, bagian produksi dan maintenance). 4. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi hingga para karyawan/operator lantai produksi. 5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM melalui manajemen motivasi Manfaat Total Productive Maintenance (TPM) Manfaat dari TPM secara sistematik dalam rencana kerja jangka panjang pada perusahaan khususnya menyangkut faktor-faktor berikut: (Nakajima,1988). 1. Peningkatan produktifitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM akan meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan. 2. Meningkatkan kualitas mesin dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada mesin/peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus. 3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan. Universitas Widyatama 13

9 4. Biaya produksi rendah, karena kerugian dapat dikurangi dengan efektifitas pekerjaan. 5. kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik. 6. meningkatkan motivasi kerja, karena hak dan tanggung jawab menjadi tugas bagian setiap pekerja Pengukuran Waktu Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerja yang baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan (stopwatch, pulpen/pensil, kertas/buku untuk mencatat hasil pengamatan waktu). Bila operator telah siap di depan mesin atau di tempat kerja lain yang waktu kerjanya akan diukur, pengukur memilih posisi untuk tmpat dia berdiri mengamati dan mencatat. Pengukuran waktu ditujukan juga untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seseorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Sistem kerja yang baik merupakan yang dapat bekerja dengan cepat sesuai dengan waktu baku. Untuk tercapainya kegiatan kerja yang baik maka diperlukan perhitungan waktu baku yang tepat sesuai data. Ada beberapa waktu yang dapat dihitung dari kasus tersebut yaitu waktu siklus, waktu normal, waktu baku/standar (Sutalaksana, 2006). Waktu siklus Waktu siklus adalah waktu antara penyelesaian dari dua pertemuan berturutturut, asumsikan konstan untuk semua pertemuan. Dapat dikatakan waktu siklus, merupakan hasil pengamatan secara langsung yang tertera dalam stopwatch. Rumus penghitungan waktu siklus: Ws = N X i Dimana Ws = waktu siklus Universitas Widyatama 14

10 X = total pengamatan operasi waktu kerja i N = jumlah pengamatan Waktu normal Waktu normal merupakan waktu kerja yang telah mempertimbangkan faktor penyesuaian, yaitu waktu siklus rata-rata dikalikan dengan faktor penyesuaian. Rumus perhitungan waktu normal: Wn Dimana: Wn Ws P = P*Ws = waktu normal = waktu siklus = faktor penyesuaian Waktu baku/standar Waktu baku/standar adalah waktu yang sebenarnya digunakan operator untuk memproduksi satu unit dari data jenis produk. Waktu standar untuk setiap part harus dinyatakan termasuk toleransi untuk beristirahat untuk mengatasi kelelahan atau untuk faktor-faktor yang tidak dapat dihindarkan. Rumus penghitungan waktu baku: Wb Dimana: Wb Wn = (1+A%)*Wn = waktu baku = waktu normal A% = kelonggaran Penyesuaian dan Kelonggaran Data Pembakuan sistem kerja tidak dapat dilepasakan dari dua aspek berikut, yaitu: pemberian penyesuain dan pemberian kelonggaran. Penyesuaian diberikan Universitas Widyatama 15

11 berkenaan dengan tingkat kecepatan kerja yang dilakukan pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan kelonggaran diberikan berkenaan dengan adanya sejumlah keadaan di luar kerja, yaitu terjadi selama pekerjaan berlangsung. Secara sistematis, perhitungan waktu baku dapat digambarkan sebagai berikut (Sutalaksana, 2006): Penyesuian Kelonggaran Waktu Siklus (WS) Waktu Normal (WN) Waktu Normal (WN) Gambar 2.1. Perhitungan Waktu Baku Pemberian penyesuainan dan kelonggaran secara bersama-sama, selayaknya dapat dirasakan adil (fair), baik dari sisi pekerja maupun sisi manajemen. Terdapat beberapa cara untuk menentukan faktor penyesuaian diantaranya yaitu (Sutalaksana, 2006): 1. Persentase Cara yang paling awal digunakan dalam melakukan penyesuaian. Disini, besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran. 2. Shummard Cara ini memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri. Kelas-kelas tersebut dibagi menjadi beberapa kelas seperti pada tabel 2.1. Universitas Widyatama 16

12 Tabel. 2.1 Tabel Penyesuaian menurut cara Shumard Kelas Penyesuaian Kelas Penyesuaian Super fast 100 Good - 65 Fast + 95 Normal 60 Fast 90 Fair + 55 Fast - Excellent Fair Fair Good + 75 Poor 40 Good Weshtinghouse Cara ini mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja dan Konsistensi. Keterampilan terbagi atas : Super skill, Excellent Skill, Good Skill, Average Skill, Fair Skill, dan Poor Skill. Usaha terbagi atas : Excessive effort, Excellent effort, Good effort, Average effort, Fair effort, dan Poor effort. Kondisi kerja terbagi atas : Ideal, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor. Konsistensi terdiri atas 4. Objektif : Perfect, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor. Kelonggaran diberikan untuk hal-hal sebagai berikut: 1. Kebutuhan pribadi Kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap- cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan kerja. Universitas Widyatama 17

13 2. Menghilangkan rasa fatique Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan kedalam menentukan pada saat-saat mana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya. 3. Hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Contohnya adalah: Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat. Mengasah peralatan potong Tingkat Ketelitian & Tingkat Keyakinan Waktu yang dicari dalam pengukutran waktu proses adalah waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak karena adanya berbagai keterbatasan (Sutalaksana, 2006). Tingkat ketelitian menunjukan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Tingkat ketelitian ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tersebut. Tingkat keyakinan juga dinytakan dengan persen. Jadi tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% artinya bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh 5% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil hal ini adalah 95% (Sutalaksana, 2006). Universitas Widyatama 18

14 Uji Keseragaman Data Uji keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data-data yang diperoleh sudah ada dalam keadaan terkendali atau belum. Keadaan sistem yang selalu berubah dapat diterima, asalkan perubahannya memang merupakan perubahan yang sepantasnya terjadi. Waktu proses yang dihasilkan sistem juga pasti berubah namun harus dalam batas kewajaran (Sutalaksana, 2006). Salah satu tujuan uji keseragaman data adalah untuk mendapatkan data yang seragam. Suatu alat yang dapat mendeteksi ketidakseragaman data adalah batas-batas kontrol. Data yang dikatakan seragam apabila berasal dari sitem sebab yang sama dan berada diantara batas kelas (batas kelas atas dan batas kelas bawah), sedangkan data dikatakan tidak seragam apabila berasal dari sistem sebab yang berbeda dan berada diluar batas kelas (Sutalaksana, 2006). Batas kelas bawah dan batas kelas atas dapat dihitung dengan rumus di bawah ini: BKA = X 3 x BKB = X 3 x Dimana: BKA = Batas Kendali Atas BKB = Batas Kendali Bawah...(2.1) X = Nilai Rata-rata Sempel 3 = Standar Devisiasi Uji Kecukupan Data Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui jumlah data yang diperoleh telah memenuhi jumlah pengamatan yang dibutuhkan dalam pengukuran atau belum, sesuai dengan tingkat ketelitian yang diinginkan. Rumus yang digunakan untuk melakukan uji kecukupan adalah sebagai berikut: (Sutalaksana, 2006)....(2.2) Universitas Widyatama 19

15 Dimana: N = Jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan. K = Tingkat kepercayaan dalam pengamatan S = Derajat ketelitian dalam pengamatan (5%). N Xi = Jumlah pengamatan yang sudah dilakukan. = Data pengamatan Pengujian Model Efisiensi Mesin Setiap penelitian diperlukan adanya model atau cara untuk mencapai suatu tujuan penelitian yang dilakukan oleh seseorang. Adapun bangun model yang dibuat dalam penelitian ini adalah seperti pada gambar 2.2.dibawah ini (Lembaga Manajemen PPM, Gemba Kaizen). Waktu Muat A Tingkat Waktu Operasi Waktu Gangguan Tingkat Kecepatan Operasi Waktu Operasi Bersih B Tingkat Kemampuan Operasi Waktu Siklus Standar C Waktu Siklus Sebenarnya Tingkat Hasil Produksi Bersih Gambar 2.2. Model Perhitungan Efisiensi Mesin Universitas Widyatama 20

16 Model perhitungan efisiensi total mesin tersebut merupakan model yang digunakan untuk mengetahui tingkat keborosan atau kerusakan yang terjadi pada mesin. Adapun penjelasan dari bentuk model di atas adalah sebagai berikut: 1. Efisiensi Total, merupakan nilai akhir yang didapat dari hasil perkalian tingkat waktu operasi, tingkat kemampuan operasi, dan tingkat hasil produksi bersih. Efisiensi Total = Tingkat Waktu Operasi x Tingkat Kapasitas Operasi x Tingkat Hasil Produksi Bersih 2. Tingkat Waktu Operasi adalah waktu operasi sebenarnya dibandingkan dengan waktu muat (waktu peralatan harus beroperasi), yang dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: Tingkat Waktu Operasi = Waktu Muat Waktu Gangguan Waktu Muat X 100 Waktu muat dalam penelitian ini adalah waktu dimana peralatan harus beroperasi. Sedangkan waktu gangguan adalah hambatan atau kerusakan yang terjadi pada saat mesin beroperasi. 3. Tingkat Kemampuan Operasi, merupakan tingkat kemampuan mesin beroperasi dalam menghasilkan produk. Dapat dihitung dengan cara: Kemampuan Operasi = Tingkat Kecepatan Operasi x Waktu Operasi Bersih Tingkat kecepatan operasi ini adalah perbedaan kecepatan antara kecepatan peralatan (waktu siklus/jumlah gerakan) dengan kecepatan sebenarnya. Sedangkan waktu operasi bersih adalah ukuran kestabilan kecepatan operasi dari setiap unit. 4. Tingkat Hasil Produksi Bersih, merupakan kemampuan kapasitas produksi yang dhasilkan pada setiap periodenya. Dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: Tingkat Waktu Operasi Bersih = Jumlah Produk x Waktu Siklus Sebenarnya Waktu Muat Waktu Gangguan Universitas Widyatama 21

17 Jumlah produk adalah kapasitas produksi yang dihasilkan. Sedangkan waktu siklus sebenarnya adalah waktu operasi yang dihasilkan oleh mesin dalam setiap unit Line Balancing Line balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan/berhubungan dalam suatu lintasan atau lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Menurut Gasperz (2000), line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work station dan meminimumkan total harga idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu, yang dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per unit produk yang di spesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus dipertimbangkan. Selain itu dapat pula dikatakan bahwa line balancing sebagai suatu teknik untuk menentukan product mix yang dapat dijalankan oleh suatu assembly line untuk memberikan fairly consistent flow of work melalui assembly line itu pada tingkat yang direncanakan. Assembly line itu sendiri adalah suatu pendekatan yang menempatkan fabricated parts secara bersama pada serangkaian workstations yang digunakan dalam lingkungan repetitive manufacturing atau dengan pengertian yang lain adalah sekelompok orang dan mesin yang melakukan tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk, sedangkan idle time adalah waktu dimana operator/sumber-sumber daya seperti mesin, tidak menghasilkan produk karena: setup, perawatan (maintenance), kekurangan material, kekurangan perawatan, atau tidak dijadwalkan. Tujuan line balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar work station, dimana setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan produk dikelompokkan sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik. Permulaan munculnya persoalan line Universitas Widyatama 22

18 balancing berasal dari ketidak seimbangan lintasan produksi yang berupa adanya work in process pada beberapa workstation. Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay). Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai berikut: 1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap workstation sehingga setiap workstation selesai pada waktu yang seimbang dan mencegah terjadinya bottle neck. Bottle neck adalah suatu operasi yang membatasi output dan frekuensi produksi. 2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar. 3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas. Penyeimbangan lintasan memerlukan metode tertentu yang sistematis. Metode penyeimbngan lini rakit yang biasa digunakan antara lain: 1. Metode formulasi dengan program sistematis 2. Metode Kilbridge-Wester Heruistic\ 3. Metode Helgeson-Birnie 4. Metode Moodie Young 5. Metode Immediate Update First-Fit Heruistic 6. Metode Rank And Assign Heruistic Syarat dalam pengelompokan stasiun kerja: 1. Hubungan dengan proses terdahulu 2. Jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi jumlah elemen kerja 3. Waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu maksimum dari tiap waktu di stasiun kerja dari tiap elemn pengerjaan Istial-Istilah Dalam Line Balancing Precedence diagram Merupakan gambaran secara grafis dari urutan kerja operasi kerja, serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Adapun tandatanda yang dipakai sebagai berikut: (Apple, James, 1990). Universitas Widyatama 23

19 Symbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi. Dalam hal ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti mendahului operasi kerja yang ada pada ujung anak panah. Angka di atas symbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi. Asssamble product Adalah produk yang melewati urutan work stasiun di mana tiap work stasiun (WS ) memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk akhir pada perakitan akhir. Work elemen Elemen operasi merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang dilakukan. Waktu operasi (Ti) Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi. Work stasiun (WS) Adalah tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja efisien dapat ditetapkan dengan rumus berikut:...(2.3) Di mana: Ti C N K min : waktu operasi/elemen ( I=1,2,3,,n) :waktu siklus stasiun kerja : jumlah elemen : jumlah stasiun kerja minimal Universitas Widyatama 24

20 Cycle time (CT) Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk satu stasiun. Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi. Pada saat mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produksi tertentu, waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang merupakan penyebab terjadinya bottle neck (kemacetan) dan waktu siklus juga harus sama atau lebih kecil dari jam kerja efektif per hari dibagi dari jumlah produksi per hari, yang secara matematis dinyatakan sebagi berikut...(2.4) Di mana: ti max : waktu operasi terbesar pada lintasan CT : waktu siklus (cycle time) P : jam kerja efektif per hari Q : jumlah produksi per hari Station time (ST) Jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu stasiun kerja yang sama. Idle time (I) Merupakan selisih(perbedaan0 antara cycle time (CT) dan stasiun time (ST) atau CT dikurangi ST. Balance delay (D) Sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari ketidakefisiensinan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja. Balance delay ini dinyatakan dalam persentase. Balance delay dapat dirumuskan:...(2.5) Di mana: n C : jumlah stasiun kerja : waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja Universitas Widyatama 25

21 : jumlah waktu operasi dari semua operasi : waktu operasi : balance delay (%) Line efficiency (LE) Adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus dikalikan jumlah stasiun kerja....(2.6) Di mana: STi : waktu stasiun dari stasiun ke-1 K : jumlah(banyaknya) stasiun kerja CT : waktu siklus Smoothes index (SI) Adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relative dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. SI=...(2.7) Di mana: St max : maksimum waktu di stasiun Sti : waktu stasiun di stasiun kerja ke-i Output production (Q) Adalah jumlah waktu efektif yang tersedi dalam suatu periode dibagi dengan cycle time....(2.8) Di mana: T C : jam kerja efektif penyelesaiaan produk : waktu siklus terbesar 2.8 Efisiensi Mesin Efisiensi mesin menggambarkan tingkat efektifitas mesin bekerja. Secara alamiah setiap proses memerlukan energi, menghasilkan kerja untuk melakukan Universitas Widyatama 26

22 proses, kemudian ada energi yang harus dibuang. Apabila proses ini tidak berjalan dengan semestinya, maka mesin tersebut dinyatakan dalam keadaan sakit dan tidak bisa beroperasi, dalam kondisi ini maka mesin dinyatakan dalam keadaan rusak. Mesin merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan kelancaran suatu proses produksi. Agar proses produksi berjalan secara efisien, maka yang membantu dalam proses produksi haruslah dapat tetap digunakan dengan baik. Usaha untuk dapat mempergunakan terus peralatan atau fasilitas tersebut agar kontinuitas produksi tetap terjamin, maka dibutuhkan kegiatan pemeliharaan (maintenance). berdasarkan Kegiatan maintenance tidak dapat diabaikan karena sebagian kegiatan pengolahan yang dilakukan pada kegiatan proses produksi pada perusahaan industri yang menggunakan mesin. Perusahaan yang berproduksi tanpa memperhatikan pemeliharaan berarti telah menghilangkan masa depan perusahaan tersebut. Pada jangka pendek perusahaan memang dapat menekan biaya produksi karena tidak perlu mengeluarkan biaya maintenance yang cukup besar untuk memenuhi permintaan pelanggannya, akan tetapi dalam jangka panjang perusahaan akan mengalami kesulitan dalam kegiatan proses produksinya yang membutuhkan biaya yang besar atau perbaikan-perbaikan dari mesin-mesin dan fasilitas pabrik yang tidak terpelihara dengan baik, seperti kerusakan, kemacetan, dan terlebih tidak jalan sama sekali. Total Productive Maintenance (TPM) dirancang untuk mencegah terjadinya suatu kerugian karena penghentian kerja yang disebabkan oleh kegagalan dan penyesuaian, kerugian kecepatan dan pengurangan kecepatan, dan kerugian karena cacat yang disebabkan oleh cacat dalam proses dimulainya dan penurunan hasil dengan meningkatkan metode manufaktur dengan penggunaan dan pemeliharaan perlengkapan, tujuannya adalah untuk memaksimalkan efisiensi sistem produksi secara keseluruhan. Efisiensi keseluruhan peralatan dan mesin adalah suatu indeks TPM untuk melihat secara keseluruhan kondisi lini dan efektifitas peralatan secara keseluruhan. Nilai efisiensi mesin merupakan parameter kualitas dari kegiatan produksi. Adapun standar dari JIPM (Japan Institute of Plant Maintenance) indeks efektifitas dan efisiensi peralatan dan mesin adalah 85%, apabila nilai efisiensi Universitas Widyatama 27

23 peralatan dan mesin yang didapat lebih besar dari 85%, maka nilai tersebut sudah dikatakan memenuhi standar, dan apabila nilai efisiensi yang didapat kurang dari 85% maka dapat dikatakan tidak memenuhi standar dan perlu dilakukan perbaikan untuk meningkatkan nilai efisiensi tersebut. Semakin singkat waktu perbaikan maka semakin baik kualitas perawatan dan akan dapat menghasilkan produk yang baik yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan konsumen (Nakazima, Seichi. 1988). Universitas Widyatama 28

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Line Balancing Line Balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan/berhubungan dalam suatu lintasan atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efektifitas 2.1.1. Pengertian Efektifitas Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Menurut Baroto (2002, p192), aliran proses produksi suatu departemen ke departemen yang lainnya membutuhkan waktu proses produk tersebut. Apabila terjadi hambatan atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Line Balancing Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi massal, dimana dalam proses produksinya harus dibagikan pada seluruh operator sehingga beban kerja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Studi Gerak dan Waktu ( Barnes h.257 ) Studi Gerak dan Waktu merupakan suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Produksi dan Proses Produksi 2.1.1 Pengertian Produksi Dari beberapa ahli mendifinisikan tentang produksi, antara lain 1. Pengertian produksi adalah suatu proses pengubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Time and Motion Study Time and motion study adalah suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator (yang memiliki skill rata-rata dan terlatih) baik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Line Balancing Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang dipergunakan untuk pembuatan produk. Line Balancing (Lintasan Perakitan) biasanya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Penelitian Cara Kerja Pada laporan skripsi ini penelitian cara kerja menggunakan metode penelitian yang dilakukan melalui operation process chart. Dan dalam perhitungan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perancangan Sistem Kerja Perancangan sistem kerja adalah suatu ilmu yang terdiri dari teknik - teknik dan prinsip - prinsip untuk mendapatkan rancangan terbaik dari sistem

Lebih terperinci

pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem

pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem 24 pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Pengertian dari waktu baku yang normal,wajar, dan terbaik dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa waktu baku

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 4 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Kerja Dari penelitian menerangkan bahwa, Perancangan kerja merupakan suatu disiplin ilmu yang dirancang untuk memberikan pengetahuan mengenai prosedur dan prinsip

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Optimasi adalah persoalan yang sangat penting untuk diterapkan dalam segala sistem maupun organisasi. Dengan optimalisasi pada sebuah sistem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Kerja Di dalam sebuah sistem kerja unsur manusia, mesin, peralatan kerja dan lingkungan fisik pekerjaan harus diperhatikan dengan baik secara sendirisendiri maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jika dalam suatu organisasi atau perusahan telah diterapkan sistem kerja yang baik dengan diperhatikannya faktor-faktor kerja serta segi-segi ergonomis,tentunya perusahaan tersebut

Lebih terperinci

Universitas Widyatama

Universitas Widyatama BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi dan Tujuan Maintenance 2.1.1 Definisi Maintenance Perawatan atau yang lebih dikenal dengan kata Maintenance dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Line Balancing Line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work station

Lebih terperinci

BAB VI LINE BALANCING

BAB VI LINE BALANCING BAB VI LINE BALANCING 6.1. Landasan Teori Line Balancing Menurut Gaspersz (2004), line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Overall Equipment Effectiveness ( OEE ) Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah tingkat keefektifan fasilitas secara menyeluruh yang diperoleh dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT

PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT Lina Gozali *, Lamto

Lebih terperinci

BAB VI LINE BALANCING

BAB VI LINE BALANCING BAB VI LINE BALANCING 6.1 Landasan Teori Keseimbangan lini perakitan (line balancing) merupakan suatu metode penugasan pekerjaan ke dalam stasiun kerja-stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi masal, dimana tugas-tugas yang dikerjakan dalam proses harus dibagi kepada seluruh operator agar beban kerja dari para operator

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 20 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teknik Pengukuran Data Waktu Jam Henti Di dalam penelitian ini, pengukuran waktu setiap proses operasi sangat dibutuhkan dalam penentuan waktu baku setiap

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI Citra Palada Staf Produksi Industri Manufaktur, PT ASTRA DAIHATSU MOTOR HEAD OFFICE Jln. Gaya Motor III No. 5, Sunter II, Jakarta 14350 citra.palada@yahoo.com ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Berikut ini merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Berikut ini merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Manajemen Operasi 2.1.1 Pengertian Manajemen Operasi Manajemen operasi merupakan salah satu fungsi bisnis yang sangat berperan penting dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pembebanan Pembebanan (loading) dapat diartikan pekerjaan yang diberikan kepada mesin atau operator. Pembebanan menyangkut jadwal waktu kerja operator dalam kurun waktu satu hari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Penelitian cara kerja atau yang dikenal juga dengan nama methods analysis merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan metode kerja yang akan dipilih untuk melakukan suatu pekerjaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Kerja Menurut Sritomo, pengukuran kerja adalah : metoda penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan. 2.1.1. Studi Waktu Menurut Wignjosoebroto (2008), pengukuran

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Observasi lapangan Identifikasi masalah Pengumpulan data : 1. Data komponen. 2. Data operasi perakitan secara urut. 3. Data waktu untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Keseimbangan Lini Keseimbangan lini merupakan suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini produksi sehingga

Lebih terperinci

PENGUKURAN WAKTU KERJA

PENGUKURAN WAKTU KERJA PENGUKURAN WAKTU KERJA Usaha untuk menentukan lama kerja yg dibutuhkan seorang Operator (terlatih dan qualified ) dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yg spesifik pada tingkat kecepatan kerja yg NORMAL

Lebih terperinci

ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI

ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 229-238 ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI Dwi Yuli Handayani, Bayu Prihandono,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Teknik pengukuran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Total Productive Maintenance Total Productive Maintenance (TPM) adalah teknik silang fungsional yang melibatkan beberapa bagian fungsional perusahaan bukan hanya pada Bagian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Peringkat Kinerja Operator (Performance Rating) Perancangan sistem kerja menghasilkan beberapa alternatif sehingga harus dipilih alternatif terbaik. Pemilihan alternatif rancangan

Lebih terperinci

Perhitungan Waktu Baku Menggunakan Motion And Time Study

Perhitungan Waktu Baku Menggunakan Motion And Time Study Perhitungan Waktu Baku Menggunakan Motion And Time Study ABIKUSNO DHARSUKY Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Untuk memperoleh prestasi kerja dan hasil kerja yang optimum diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga hasil sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. dan juga hasil sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, sistem produksi terdiri dari elemen input, proses dan elemen output. Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI Jika dalam suatu organisasi atau perusahan telah diterapkan sistem kerja yang baik dengan diperhatikannya faktor-faktor kerja serta segi-segi ergonomis, tentunya perusahaan tersebut

Lebih terperinci

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Pengantar Manajemen Pemeliharaan P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Topik Bahasan Perkembangan manajemen pemeliharaan Sistem pemeliharaan Preventive maintenance (PM) Total

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Sistem Kerja Suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan terbaik dari sistem kerja yang bersangkutan. Teknikteknik dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendahuluan Total Productive Maintenance (TPM) merupakan salah satu konsep inovasi dari Jepang, dan Nippondenso adalah perusahaan pertama yang menerapkan dan mengembangkan konsep

Lebih terperinci

Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement)

Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement) Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement) Pengukuran Kerja (Studi Waktu / Time Study) Perbaikan postur Perbaikan proses Perbaikan tata letak Perbaikan metode /cara kerja Data harus baik, representasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep & Teori 2.1.1 Proses Produksi Perusahaan tidak terlepas dari proses produksi dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Oleh karena itu, perusahaan berusaha agar proses produksi

Lebih terperinci

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 239-248 PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE Puji Astuti Saputri, Shantika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Penelitian Terdahulu Apriana (2009) melakukan penelitian mengenai penjadwalan produksi pada sistem flow shop dengan mesin parallel (flexible flow shop) sehingga

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DAN KELONGGARAN TEKNIK TATA CARA KERJA II

PENYESUAIAN DAN KELONGGARAN TEKNIK TATA CARA KERJA II PENYESUAIAN DAN KELONGGARAN TEKNIK TATA CARA KERJA II PENYESUAIAN Maksud melakukan penyesuaian : menormalkan waktu siklus karena kecepatan tidak wajar oleh operator Konsep wajar : seorang operator yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LADASA TEORI Dalam penulisan tugas akhir ini diperlukan teori-teori yang mendukung, diperoleh dari mata kuliah yang pernah didapat dan dari referensi-referensi sebagai bahan pendukung. Untuk mencapai

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang)

ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang) ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang) ANALYSIS OF PRODUCTIVITY AND WORK EFFICIENCY IMPROVEMENT WITH KAIZEN

Lebih terperinci

PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ

PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ Lina Gozali, Andres dan Feriyatis Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara e-mail: linag@ft.untar.ac.id

Lebih terperinci

MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN

MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN 2017 Firman Ardiansyah E, Latif Helmy 16 MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN Firman Ardiansyah Ekoanindiyo *, Latif Helmy * * Program Studi Teknik Industri

Lebih terperinci

PENGUKURAN WAKTU. Nurjannah

PENGUKURAN WAKTU. Nurjannah PENGUKURAN WAKTU Nurjannah Pengukuran waktu (time study) ialah suatu usaha untuk menentukan lama kerja yang dibutuhkan seorang operator (terlatih dan qualified) dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut dapat berfungsi dengan baik dalam kondisi siap pakai.

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut dapat berfungsi dengan baik dalam kondisi siap pakai. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemeliharaan Menurut Sudrajat (2011), Pemeliharaan atau yang lebih di kenal dengan kata maintenace dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang di perlukan untuk menjaga atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Interaksi Manusia dan Mesin Dalam bukunya, Wignjosoebroto (2003: 58) menjelaskan bahwa kata Mesin dapat diartikan lebih luas yaitu menyangkut semua obyek fisik berupa peralatan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 PENDAHULUAN Penentuan waktu standar akan mempunyai peranan yang cukup penting didalam pelaksanaan proses produksi dari suatu perusahaan. Penentuan waktu standar yang tepat dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu :

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu : BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Definisi maintenance Maintenance (perawatan) menurut Wati (2009) adalah semua tindakan teknik dan administratif yang dilakukan untuk menjaga agar kondisi mesin/peralatan tetap

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Proses Produksi 3.1.1 Pengertian Proses Produksi Proses adalah cara, metoda dan teknik bagaimana sumber yang tersedia (tenaga kerja, mesin, bahan baku dan sarana pendukung) yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengukuran waktu ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Pengukuran waktu ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk Laporan Tugas Akhir BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Kerja Pengukuran waktu ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suati pekerjaan.

Lebih terperinci

ANALISA PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI CELANA NIKE STYLE X BERDASARKAN PENGUKURAN WAKTU BAKU PADA PT. XYZ. Benny Winandri, M.

ANALISA PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI CELANA NIKE STYLE X BERDASARKAN PENGUKURAN WAKTU BAKU PADA PT. XYZ. Benny Winandri, M. ANALISA PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI CELANA NIKE STYLE X BERDASARKAN PENGUKURAN WAKTU BAKU PADA PT. XYZ Benny Winandri, M.Sc, MM ABSTRAK: PT. XYZ adalah industri yang memproduksi pakaian jadi. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan untuk terus bertahan dan berkembang. Perusahaan yang mampu bertahan dan berkembang dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengukuran kinerja perusahaan merupakan hal yang sangat penting dilakukan sebagai upaya untuk mengukur tingkat pencapaian kinerja perusahaan itu sendiri. Salah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Penyelesaian masalah yang diteliti dalam penelitian ini memerlukan teori-teori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada PT. Kakao Mas Gemilang dan pengambilan data dilakukan pada department teknik dan produksi. 3.2. Pelaksanaan Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan tujuan rancang fasilitas Wignjosoebroto (2009; p. 67) menjelaskan, Tata letak pabrik adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Perancangan tata letak pabrik

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya pengumpulan data yang dilakukan pada lantai produksi trolly

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya pengumpulan data yang dilakukan pada lantai produksi trolly BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ekstrasi Hasil Pengumpulan Data Pada dasarnya pengumpulan data yang dilakukan pada lantai produksi trolly adalah digunakan untuk pengukuran waktu dimana pengukuran waktu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Metode penelitian ini merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapantahapan yang jelas yang disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Tiap tahapan maupun bagian yang

Lebih terperinci

ERGONOMI & APK - I KULIAH 8: PENGUKURAN WAKTU KERJA

ERGONOMI & APK - I KULIAH 8: PENGUKURAN WAKTU KERJA ERGONOMI & APK - I KULIAH 8: PENGUKURAN WAKTU KERJA By: Rini Halila Nasution, ST, MT PENGUKURAN WAKTU KERJA Pengukuran kerja atau pengukuran waktu kerja (time study) adalah suatu aktivitas untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini engolahan data Gambar 4.1 Skema Metodologi Penelitian 79 A Perancangan Keseimbangan Lini Metode

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Maintenance

Sistem Manajemen Maintenance Sistem Manajemen Maintenance Pembukaan Yang dimaksud dengan manajemen maintenance modern bukan memperbaiki mesin rusak secara cepat. Manajemen maintenance modern bertujuan untuk menjaga mesin berjalan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksi Proses produksi adalah serangkaian aktifitas yang diperlukan untuk mengolah ataupun merubah sutu kumpulan masukan (input) menjadi sejumlah keluaran (output) yang

Lebih terperinci

By: Amalia, S.T., M.T. PENGUKURAN KERJA: FAKTOR PENYESUAIAN DAN ALLOWANCE

By: Amalia, S.T., M.T. PENGUKURAN KERJA: FAKTOR PENYESUAIAN DAN ALLOWANCE By: Amalia, S.T., M.T. PENGUKURAN KERJA: FAKTOR PENYESUAIAN DAN ALLOWANCE PENYESUAIAN Maksud melakukan penyesuaian : menormalkan waktu siklus karena kecepatan tidak wajar oleh operator Konsep wajar : seorang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peta Kerja Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas (biasanya kerja produksi). Lewat peta-peta ini kita bisa melihat semua langkah

Lebih terperinci

Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating

Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating Petunjuk Sitasi: Cahyawati, A. N., & Pratiwi, D. A. (2017). Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. B211-216). Malang: Jurusan

Lebih terperinci

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi Total Productive Maintenance Program perawatan yang melibatkan semua pihak yang terdapat dalam suatu perusahaan untuk dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Waktu Kerja Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu kerjanya baik setiap elemen maupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang diperlukan.

Lebih terperinci

= Jumlah stasiun kerja. 4. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay) Balance delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan

= Jumlah stasiun kerja. 4. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay) Balance delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan Keterangan: n = Jumlah stasiun kerja Ws Wi = Waktu stasiun kerja terbesar. = Waktu sebenarnya pada stasiun kerja. i = 1,2,3,,n. 4. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay) Balance delay merupakan ukuran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Usaha Kecil Dan Menengah Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 UKM adalah sebuah perusahaan yang memiliki kriteria sebagai berikut : 1. Usaha Mikro, yaitu usaha produktif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keseimbangan Lini (Line Balancing) Keseimbangan lini adalah pengelompokan elemen pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang bertujuan membuat seimbang jumlah pekerja yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada tugas akhir ini, akan dibahas beberapa permasalahan mengenai penelitian operasional dan perencanaan produksi. Landasan teori yang sesuai untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Permasalahan Umum PT. Multi Makmur Indah Industri adalah perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur, khususnya pembuatan kaleng kemasan produk. Dalam perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 29 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perancangan Tata Letak Salah satu kegiatan rekayasa industri yang paling tua adalah menata letak fasilitas. Dan tata letak yang baik selalu mengarah kepada perbaikan-perbaikan

Lebih terperinci

AKTIFITAS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI KEGIATAN PERAWATAN

AKTIFITAS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI KEGIATAN PERAWATAN AKTIFITAS UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI KEGIATAN PERAWATAN Menekan Input 1.03-Planning & Budgeting-R0 1/18 MAINTENANCE PLANNING Maintenance Plan diperlukan untuk melakukan penyesuaian dengan Production

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan PT. Multikarya Sinardinamika berdiri pada Desember 1990 dan mulai beroperasi pada Januari 1991. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan sistem kerja Suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancanganterbaik dari system kerja yang bersangkutan. Teknik-teknik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PADA LINE ASSEMBLING TRANSMISI PT. X DENGAN METODE LINE BALANCING SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PADA LINE ASSEMBLING TRANSMISI PT. X DENGAN METODE LINE BALANCING SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PADA LINE ASSEMBLING TRANSMISI PT. X DENGAN METODE LINE BALANCING SKRIPSI EBEN HENRY R 0906603543 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

Lebih terperinci

METODE REGION APPROACH UNTUK KESEIMBANGAN LINTASAN

METODE REGION APPROACH UNTUK KESEIMBANGAN LINTASAN Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 205 212. METODE REGION APPROACH UNTUK KESEIMBANGAN LINTASAN Maria Pitriani Miki, Helmi, Fransiskus Fran INTISARI Lintasan

Lebih terperinci

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric Abstrak Heru Saptono 1),Alif Wardani 2) JurusanTeknikMesin,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 12 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Studi Gerak dan Waktu (Barnes h. 257) Studi gerak dan waktu merupakan suatu ilmu yang terdiri dari teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analisa Kerusakan Mesin dan Keputusan Pelaksanaan Retrofit Jika merujuk pada tabel 5.4 data pencapaian target tahun 2010 tertulis bahwa target kerusakan mesin yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Jurnal dan referensi diperlukan untuk menunjang penelitian dalam pemahaman konsep penelitian. Jurnal dan referensi yang diacu tidak hanya dalam negeri namun juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini adalah pengertian keseimbangan lini (line balancing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini adalah pengertian keseimbangan lini (line balancing) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Konsep Line Balancing 2.1.1 Pengertian Line Balancing Berikut ini adalah pengertian keseimbangan lini (line balancing) menurut beberapa para ahli : Menurut Gasperz (2004)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selesai sesuai dengan kontrak. Disamping itu sumber-sumber daya yang tersedia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selesai sesuai dengan kontrak. Disamping itu sumber-sumber daya yang tersedia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Penjadwalan Salah satu masalah yang cukup penting dalam system produksi adalah bagaimana melakukan pengaturan dan penjadwalan pekerjaan, agar pesanan dapat selesai sesuai

Lebih terperinci

Dalam menjalankan proses ini permasalahan yang dihadapi adalah tidak adanya informasi tentang prediksi kebutuhan material yang diperlukan oleh produks

Dalam menjalankan proses ini permasalahan yang dihadapi adalah tidak adanya informasi tentang prediksi kebutuhan material yang diperlukan oleh produks BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Permasalahan Umum PT. Sinar Inti Electrindo Raya adalah perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur, pemasaran panel Tegangan Menengah (TM) dan panel Tegangan Rendah (TR).Dalam

Lebih terperinci

Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D

Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D Adi Kristianto Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sarjanawiyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah performance mesin yang digunakan (Wahjudi et al., 2009). Salah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah performance mesin yang digunakan (Wahjudi et al., 2009). Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses operasional kapal laut yang berlangsung dalam suatu industri pelayaran semuanya menggunakan mesin dan peralatan. Menurut Siringoringo dan Sudiyantoro (2004)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Line Balancing Line Balancing adalah suatu analisis yang mencoba melakukan suatu perhitungan keseimbangan hasil produksi dengan membagi beban antar proses secara berimbang

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING

Seminar Nasional IENACO ISSN PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING Joko Susetyo, Imam Sodikin, Adityo Nugroho Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains

Lebih terperinci

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi Total Productive Maintenance Program perawatan yang melibatkan semua pihak yang terdapat dalam suatu perusahaan untuk dapat

Lebih terperinci

SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME (SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU) YULIATI, SE, MM

SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME (SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU) YULIATI, SE, MM SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME (SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU) II YULIATI, SE, MM PRINSIP DASAR JUST IN TIME ( JIT ) 3. Mengurangi pemborosan (Eliminate Waste) Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL Kondisi Keseimbangan Lintasan Produksi Aktual

BAB V ANALISA HASIL Kondisi Keseimbangan Lintasan Produksi Aktual BAB V ANALISA HASIL 5.1. Kondisi Keseimbangan Lintasan Produksi Aktual Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kondisi aktual saat ini tidak seimbang penyebab utama terjadinya ketidak seimbangan lintasan

Lebih terperinci