KAJIAN PERSIAPAN PELAKSANAAN UPAYA KHUSUS MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN DI JAWA TENGAH I. PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PERSIAPAN PELAKSANAAN UPAYA KHUSUS MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN DI JAWA TENGAH I. PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 KAJIAN PERSIAPAN PELAKSANAAN UPAYA KHUSUS MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN DI JAWA TENGAH I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian untuk pembangunan (agriculture for development) menjadi isu hangat sepanjang sejarah kehidupan manusia (FAO, 2011). Urgensi pembangunan pertanian untuk pembangunan nasional suatu negara secara teoritis telah teruji dan tidak terbantahkan lagi, namun dalam tataran impelementasi kebijakan terutama di negara-negara berkembang sering terjadi ketidak konsistenan antara apa yang secara formal tertuang dalam rumusan kebijakan dengan tataran implementasinya, sehingga pembangunan pertanian tidak berjalan seperti yang diharapkan. Wong (2007) mengemukakan tiga argumen pentingnya pertanian untuk pembangunan, yaitu : (1) Revolusi di bidang bioteknologi pertanian, terutama dipicu oleh pengembangan ilmu genetika dan mikrobiologi, (2) Tumbuh pesatnya pasar modern seperti super market dan hiper market yang mentransformasikan rantai pasokan pertanian ke makanan, dan (3) Penurunan kemiskinan dan pelestarian lingkungan, dimana sektor pertanian menjadi kendaraan utama untuk menurunkan kemiskinan dan pelestarian lingkungan di kawasan pedesaan. Rendah dan tidak stabilnya pertumbuhan produksi padi, jagung dan kedelai dalam beberapa tahun terakhir ini diperkirakan masih akan berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, jika tidak dilakukan upaya khusus untuk mengatasinya. Setidaknya ada dua argumen pokok yang melandasi perkiraan tersebut. Pertama, lambatnya pertambahan luas areal tanam baru akibat terbatasnya anggaran untuk pembangunan lahan sawah baru dan pentingnya rehabilitasi infrastruktur irigasi secara luas. Kedua, berdasarkan beberapa penelitian empiris gejala melambatnya pertumbuhan produktivitas pangan masih belum berhasil dipecahkan secara holistik (Simatupang, 2000; Kasryno et al., 2001). Kondisi ini akan semakin berat dengan terjadinya iklim El-Nino yang terjadi di wilayah di Indonesia. Pada tatanan operasional di lapangan, terdapat beberapa permasalahan pokok usahatani dan peningkatan kesejahteraan petani, yaitu: (a) Penyempitan penguasaan lahan karena faktor fragmentasi sebagai akibat peningkatan jumlah 1

2 penduduk dan pola pewarisan lahan; (b) Semakin terbatasnya peningkatan kapasitas produksi usahatani padi, jagung dan kedelai; dan (c) Terdapat beberapa kendala baik yang bersifat teknis, sosial-kelembagaan, dan ekonomi dalam pengembangan komoditas padi, jagung dan kedelai. Dalam jangka pendek ke depan, peluang dan aksesibilitas kesempatan kerja non-pertanian bagi sebagian besar petani diperdesaan akan tetap terbatas. Pilihan yang dinilai strategis adalah upaya khusus mendukung swasembada pangan khususnya padi, jagung dan kedelai. Terdapat dua sumber pertumbuhan produksi pangan, yaitu perluasan areal tanam atau panen dan peningkatan produktivitas komoditas pangan. Perluasan tanam secara ektensifikasi horisontal sudah terbatas di Jawa Tengah, namun peningkatan luas areal melalui ekstensifikasi secara vertikal melalui peningkatan intensitas tanam masih cukup terbuka melalui perbaikan infrastruktur pertanian, terutama infrastruktur irigasi serta alat dan mesin pertanian. Secara teoritis terdapat tiga sumber pertumbuhan produktivitas, yaitu perubahan teknologi (technological change/tc), peningkatan efisiensi teknis (technical efficiency, TE), dan skala usaha ekonomi (economic of scale/es) (Coelli et al., 1998). Sumber pertumbuhan produktivitas yang terpenting adalah perubahan teknologi ke arah teknologi yang lebih maju. Menurut Gathak dan Ingersent (1984), perbaikan teknologi di bidang pertanian memiliki dua karakteristik, yaitu : (1) membentuk fungsi produksi yang baru yang lebih tinggi dari penggunaan sejumlah input yang jumlahnya tetap, dan (2) dapat dihasilkan output yang sama akan dapat dihasilkan dengan memberikan sejumlah input yang lebih sedikit, sehingga akan menurunkan biaya produksi Justifikasi Definisi atau pengertian ketahanan pangan versi negara Republik ini telah dirumuskan dalam UU Pangan (Suryana, 2013b,). Dengan mengacu pada berbagai definisi yang berlaku di Indonesia dan di masyakat internasional, para penyusun UU Pangan ini merumuskan batasan ketahanan pangan yang didalamnya merangkum beberapa butir penting sebagai berikut: (1) Terpenuhinya kebutuhan pangan bagi negara sampai tingkat perseorangan; dan (2) Tolok ukur terpenuhinya itu adalah: (a) dari sisi kuantitas jumlahnya cukup, (b) dari sisi kualitas mutunya baik, aman 2

3 dikonsumsi, jenis pangan tersedia beragam, memenuhi kecukupan gizi, (c) dari sisi keamanan pangan rohani, pangan harus tidak bertentangan dengan kaidah agama, keyakinan dan budaya masyarakat, dan (d) dari sisi keterjangkauan ekonomi, pangan tersedia merata ke seluruh pelosok Indonesia dengan harga terjangkau oleh seruruh komponen masyarakat. Definisi ini belum mengindikasikan sumber pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat. Dengan masuknya konsep kedaulatan pangan dan kemandirian pangan, aspek sumber pangan menjadi salah satu hal yang penting dan stategis yang diatur dalam pasal-pasal pada UU Pangan tersebut, diantaranya pada pasal 14 dan 15 (Suryana, 2013b). Pasal tersebut mengatur bahwa sumber penyediaan pangan berasal dari produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional. Apabila dari kedua sumber tersebut tidak mencukupi, pangan dapat dipenuhi dari impor dengan jumlah sesuai dengan kebutuhan. Dengan kata lain impor pangan adalah kebijakan terakhir yang dapat diambil (food import is the last resort). Ketahanan pangan merupakan isu multi-dimensi dan sangat komplek, meliputi aspek teknis, sosial, ekonomi, lingkungan, dan politik. Aspek terakhir seringkali menjadi faktor dominan pada proses pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan pangan. Mewujudkan swasembada pangan khususnya padi, jagung, dan kedelai secara berkelanjutan menjadi isu dan prioritas utama bagi Kabinet Kerja Pemerintahan Joko Widodo-Yusuf Kala. Pentingnya swasembada pangan dalam tatanan ekonomi global dan nasional telah dipahami oleh berbagai kalangan, baik kepala negara dan pemerintahan, pimpinan organisasi internasional, pengelola sektor swasta, maupun lembaga kemasyarakatan. Satu hal yang mereka sadari bersama adalah pemenuhan pangan bagi setiap individu merupakan hak azasi dan pemenuhannya menjadi kewajiban bersama, termasuk individu itu sendiri. Mewujudkan swasembada pangan pada tingkat makro (nasional) ke depan akan semakin sulit karena kecenderungan pergerakan penawaran dan permintaan pangan menuju ke arah yang berlawanan. Penawaran atau pasokan pangan pertumbuhannya akan semakin terbatas karena menghadapi berbagai kendala fisik, ekonomi dan lingkungan; sementara itu permintaan pangan akan terus tumbuh 3

4 sejalan dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat, serta preferensi dan dinamika permintaan pasar. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada pangan. Peran ketersediaan sumberdaya lahan dan air, kapasitas SDM yang handal, inovasi dan teknologi, serta rekayasa sosial-kelembagaan yang mampu meningkatkan efisiensi usaha, produktivitas dan dayasaing produk pangan mutlak diperlukan Tujuan Kajian persiapan pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada pangan di Jawa Tengah ini bertujuan untuk : 1. Membangun sistem koordinasi yang efektif antar intansi terkait dalam pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai. 2. Memantau perkembangan data dan validasi data terkait dalam pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai. 3. Menganalisis faktor-faktor baik teknis, ekonomi, sosial-kelembagaan dan aspek kebijakan yang mempengaruhi keberhasilan upaya peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai Keluaran Kajian persiapan pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada pangan di Jawa Tengah ini bertujuan untuk : 1. Terbangunnya sistem koordinasi yang efektif antar intansi terkait dalam pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai. 2. Terpantaunya perkembangan data dan validasi data terkait dalam pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai. 3. Diketahuinya faktor-faktor baik teknis, ekonomi, sosial-kelembagaan dan aspek kebijakan yang mempengaruhi keberhasilan upaya peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai. 4

5 1.5. Penerima Manfaat Penerima manfaat dari kegiatan yang akan dilaksanakan adalah para stakeholder di bidang pembangunan pertanian mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, serta masyarakat petani. Beberapa manfaat antara lain adalah : terbangunnya sistem koordinasi yang efektif antar instansi terkait, tersedianya data dan informasi yang akurat, dan tesridentifikasinya faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi, jagung, dan kedelai, baik yang bersifat teknis, ekonomi, sosial-kelembagaan, serta aspek kebijakan pendukung. II. METODOLOGI 2.1. Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian meliputi 5 (lima) kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, yaitu : (1) Kabupaten Klaten, (2) Kabupaten Sukoharjo, (3) Kabupaten Wonogiri, (4) Kabupaten Magelang, dan (5) Kabupaten Temanggung. Kabupaten Klaten, Sukoharjo, dan wonogiri mewakili daerah sentra produksi padi, jagung, dan kedelai baik untuk lahan sawah dataran rendah maupun lahan sawah dataran tinggi, sedangkan Kabupaten Magelang dan Temanggung mewakili lahan sawah dataran tinggi. Waktu penelitian dilakukan dari Januari - Maret 2014, karena ditujukan untuk kajian awal persiapan pelaksanaan Program Upaya Khusus Mendukung Swasembada padi, jagung dan kedelai Sumber dan Jenis Data Untuk mendukung kelengkapan data dan informasi dalam penelitian analisis kebijakan kajian awal program upsus mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai, maka ada beberapa data yang dibutuhkan baik berupa data primer maupun data sekunder. Data sekunder dikumpulkan melalui berbagai dokumen dari instansi pemerintah terkait, seperti Badan Pusat Statistik dan Dinas Pertanian Kabupaten. Data primer dikumpulkan melalui wawancara terhadap informan kunci terutama yang terkait dengan persiapan pelaksanaan Program Upsus Mendukung Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai di Provinsi Jawa Tengah, terutama dari Dinas 5

6 Pertanian, Koordinanor Jabatan Fungsional (Koordinator Penyuluh Pertanian), UPTD, Mantri Tani dan PPL dengan menggunakan instrumen wawancara secara terbuka terkait dengan tujuan penelitian Metode Analisis Untuk menjawab tujuan pertama, yaitu: Membangun sistem koordinasi yang efektif antar intansi terkait dalam pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai diperlukan informasi berupa data dan informasi kualitatif terkait organisasi dan sistem koordinasi baik dipusat, daerah, serta antara pusat dan daerah. Analisis data dan informasi dilakukan dengan pendekatan kelembagaan dan deskriptif-kualitatif. Untuk menjawab tujuan kedua, yaitu: Memantau perkembangan data dan validasi data terkait dalam pelaksanaan upaya khusus mendukung swasembada padi, jagung dan kedelai, diperlukan informasi berupa data perkembangan luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas padi, jagung dan kedelai. Berdasarkan data yang tersedia dapat diketahui potensi produksi serta peluang peningkatan kapasitas produksi masing-masing komoditas pangan, yaitu padi, jagung dan kedelai. Analisis data dilakukan dengan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan teknik tabulasi. Untuk menjawab tujuan ketiga, yaitu: Diketahuinya faktor-faktor baik teknis, ekonomi, sosial-kelembagaan dan aspek kebijakan yang mempengaruhi keberhasilan upaya peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai diperlukan informasi dari berbagai stakeholder terkait, seperti Dinas Pertanian, KJF, UPTD, Mantri Tani dan PPL. Dengan mengetahui faktot-faktor yang mempengaruhi keberhasilan upaya peningkatan produksi, maka diharapkan akan dapat direkomendasikan upayauapaya peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai baik dari aspek teknis, ekonomi, sosial-kelembagaan serta aspek dukungan kebijakan pemerintah secara lebih baik. 6

7 III. GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1. Kabupaten Klaten Iklim Anomali iklim yang sering terjadi di wilayah nusantara akibat perubahan iklim global adalah El Nino dan La Nina. Gejala munculnya El Nino biasanya dicirikan dengan meningkatnya suhu muka laut di kawasan pasifik secara berkala dengan selang waktu tertentu dan meningkatnya perbedaan tekanan udara antara Darwin dan Tahiti (Fox, 2000; Nicholls and Beard, 2000). Secara meteorologis kejadian El Nino dan La Nina tersebut ditunjukkan oleh Southern Osccilation Index (SOI) dan perubahan suhu permukaan laut di samudra Pasifik (World Meteorology Organization, 1999). Pada kondisi iklim normal nilai SOI berkisar antara -1 hingga +1 tetapi pada peristiwa El Nino nilai SOI dapat turun di bawah kisaran normal dan sebaliknya pada kejadian La Nina naik di atas normal. Bagi sektor pertanian kedua dampak perubahan iklim global tersebut dapat menimbulkan pengaruh negatif. Meningkatnya permukaan air laut dapat meningkatkan salinitas tanah di daerah pantai sehingga mengurangi lahan pertanian yang potensial untuk ditanami padi dan palawija, sedangkan kejadian anomali iklim dapat menimbulkan perubahan curah hujan (kekurangan atau kelebihan) yang selanjutnya menimbulkan kekeringan atau banjir dan eksplosi hama/penyakit di daerah tertentu. Kondisi curah hujan di Kabupaten Klaten selama tahun 2013 sebesar mm dengan hari hujan sebanyak hari hujan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2013 sebesar mm dan terendah terjadi pada bulan September 2013 sebesar 0,00 mm. Berdasarkan kondisi iklim terutama curah hujan di Klaten, Badan Litbang Pertanian telah menyusun kalender tanam pertama untuk padi di Kabupaten Klaten diperinci menurut kecamatan (Tabel 1). Kalender tanam berdasarkan prediksi sifat hujan dimana konsisi curah hujan dibawah normal, namun diperkirakan di Kabupaten Klaten dapat menanam secara keseluruhan luas lahan baku sawah yang ada. 7

8 Tabel 1. Kalender Tanam Padi Tanam Pertama di Kabupaten Klaten, No. Kecamatan Luas Baku Sawah Prediksi Sifat Hujan Tanam Pertama Waktu tanam Luas (ha) (dasarian) 1 Prambanan Bawah Normal Nov III-Des I Gantiwarno Bawah Normal Nov III-Des I Wedi Bawah Normal Nov III-Des I Bayat 819 Bawah Normal Nov III-Des I Cawas Bawah Normal Nov III-Des I Trucuk Bawah Normal Nov III-Des I Kalikotes 757 Bawah Normal Nov III-Des I Kebonarum 730 Bawah Normal Nov III-Des I Jogonalan Bawah Normal Nov III-Des I Manisrenggo Bawah Normal Nov III-Des I Karangnongko 767 Bawah Normal Nov III-Des I Ngawen Bawah Normal Nov III-Des I Ceper Bawah Normal Nov III-Des I Pedan 888 Bawah Normal Nov III-Des I Karangdowo Bawah Normal Nov III-Des I Juwiring Bawah Normal Nov III-Des I Wonosari Bawah Normal Nov III-Des I Delanggu Bawah Normal Nov III-Des I Polanharjo Bawah Normal Nov III-Des I Karanganom Bawah Normal Nov III-Des I Tulung Normal Nov III-Des I Jatinom 610 Normal Nov III-Des I Kemalang 54 Normal Nov III-Des I Klaten Selatan 868 Bawah Normal Nov III-Des I Klaten Tengah 342 Bawah Normal Nov III-Des I Klaten Utara 392 Bawah Normal Nov III-Des I 392 Jumlah Sumberdaya Lahan dan Air Batasan pengertian mengenai tanah (land) tidak hanya mencakup tanah dalam pengertian fisik (soil), tetapi mencakup juga air, vegetasi, lanscape, dan komponen-komponen iklim mikro suatu ekosistem. Dari sudut pandang sumberdaya, masalah lahan terkait dengan konfigurasi daratan, persebaran penduduk, dinamika sosial budaya mayarakat, serta kebijakan pemerintah. Lahan merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan usahatani, bukan saja lahan merupakan media tumbuh bagi tanaman, namun kepemilikan lahan mempunyai arti sosial bagi pemiliknya (Sumaryanto dkk., 2002; Saptana dkk., 2003). Luas wilayah Kabupaten Klaten seluas Ha terdiri atas lahan sawah Ha (50,67 %), bukan sawah Ha (10,04 %), dan lahan bukan pertanian 8

9 Ha (39.29 %). Rata-rata luas lahan sawah pada periode ( ) sebesar Ha, namun perkembangan luas lahan sawah di Kabupaten Klaten mengalami penurunan sebesar %/tahun, sehingga pada tahun 2014 tinggal Ha. Informasi secara terperinci tentang perkembangan luas wilayah Kabupaten Klaten menurut jenis lahan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Luas Wilayah menurut Jenis Lahan di Kabupaten Klaten, Tahun Lahan Sawah Lahan Bukan Lahan Bukan Total Lahan Tahun Sawah Pertanian Rata-rata Trend (%/tahun) Sumber: BPS Kabupaten Klaten, Distribusi luas wilayah Kabupaten Klaten menurut kecamatan dapat disimak pada Tabel 3 berikut. Luas wilayah terbesar dijumpai di Kecamatan Kemalang dengan luas wilayah mencapai Ha yang sebagian merupakan lahan kering dataran tinggi yang berada di lereng Merapi sebelah Timur dan Selatan. Luas wilayah terkecil dijumpai di Kecamatan Klaten Tengah hanya seluas 890 Ha yang merupakan wilayah perkotaan. Jika diperhatikan dari luas lahan sawah saja, maka kecamatan yang memiliki lahan sawah terluas dijumpai di Kecamatan Cawas dengan luas mencapai Ha, sedangkan terkecil ditemukan di Kecamatan Kemalang hanya seluas 54 Ha. Daerah persawahan tersebar di daerah selatan dari Kecamatan Prambanan, Ganti Warno, Wedi hingga Cawas, sedangkan di daerah utara dari barat ke timur terhampar dari Kecamatan Karanganon, Polanharjo, Delanggu, Juwiring dan Wonosari. 9

10 Tabel 3. Luas Wilayah menurut Kecamatan dan Jenis Lahan di Kabupaten Klaten, Tahun 2013 No Kecamatan Lahan Lahan Bukan Lahan Bukan Sawah Sawah Pertanian Total Lahan 1. Prambanan Gantiwarno Wedi Bayat Cawas Trucuk Kalikotes Kebonarum Jogonalan Manisrenggo Karangnonko Ngawen Ceper Pedan Karangdowo Juwiring Winosari Delanggu Polanharjo Karanganom Tulung Jatinom Kemalang Klate Selatan Klaten Tengah Klaten Utara Total Sumber: BPS Kabupaten Klaten, Luas lahan sawah di Kabupaten Klaten pada tahun 2013 seluas Ha terdiri atas lahan sawah irigasi teknis seluas Ha (57,49 %), sawah setengah teknis seluas Ha (31,40 %), sawah irigasi sederhana seluas Ha (6,13 %), dan sawah tadah hujan seluas Ha (5,01 %). Rata-rata luas lahan sawah pada periode ( ) sebesar Ha, namun perkembangan luas lahan sawah di Kabupaten Klaten mengalami penurunan sebesar %/tahun. Informasi secara terperinci tentang perkembangan luas lahan sawah Kabupaten Klaten menurut tipe irigasi dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. 10

11 Tabel 4. Perkembangan Luas Lahan Sawah menurut Jenis Irigasi di Kabupaten Klaten, Tahun Teknis ½ Teknis Sederhana Tadah Jumlah Tahun Hujan Rata-rata Trend (%/tahun) Distribusi luas lahan sawah menurut tipe irigasi di Kabupaten Klaten menurut kecamatan dapat disimak pada Tabel 5 berikut. Luas lahan sawah sawah terluas dijumpai di Kecamatan Cawas dengan luas mencapai Ha, sedangkan terkecil ditemukan di Kecamatan Kemalang hanya seluas 54 Ha. Jika hanya ditinjau dari luas lahan sawah irigasi teknis, maka luas lahan sawah irigasi teknis terluas dijumpai di Kecamatan Wonosari seluas 1998 Ha, sedangkan terkecil ditemukan di Kecamatan Jatinom hanya seluas 41 Ha. Tabel 5. Luas Sawah menurut Kecamatan dan Jenis Pengairan di Kabupaten Klaten, Tahun 2013 No Kecamatan Teknis ½ teknis sederhana Tadah Jumlah hujan 1. Prambanan Gantiwarno Wedi Bayat Cawas Trucuk Kalikotes Kebonarum Jogonalan Manisrenggo Karangnonko Ngawen Ceper Pedan Karangdowo Juwiring

12 17. Winosari Delanggu Polanharjo Karanganom Tulung Jatinom Kemalang Klaten Selatan Klaten Tengah Klaten Utara Total Sumber: BPS Kabupaten Klaten, Permasalahan utama lahan pertanian di Kabupaten Klaten berkaitan dengan masalah penguasaan lahan yang kecil, degradasi sumberdaya lahan, struktur penguasaan yang tidak merata, perpecahan (division) dan perpencaran (fragmentation) lahan, konversi lahan, dan tidak terkonsolidasi denga baik. Selama tahun 2013, terjadi perubahan lahan dari sawah dan tegalan menjadi bangunan untuk perumahan, industri, perusahaan dan jasa seluas Ha, atau naik sebesar 28,68 % dibanding konversi yang terjadi pada tahun 2012 (BPS Kabupaten Klaten, 2014). Berdasarkan pada sifat tanah dan tipe iklim terdapat enam jenis agroekosistem sebagai basis pengembangan pola pertanaman dalam setahun (annual cropping pattern) yang dapat dilakukan di Kabupaten Klaten sebagai berikut: (1) Lahan sawah irigasi dengan ketersediaan air irigasi bulan dapat dikembangkan pola tanam: (a) padi sawah-padi sawah-padi sawah. Pola ini dianjurkan pada kondisi kesulitan drainase, dengan kewajiban menggunakan VUTW dan pengembalian bahan organik tanaman atau pemakaian kompos dan pergiliran varietas; (b) padi sawah-padi sawah-palawija/sayuran. (2) Lahan sawah irigasi dengan jaminan ketersediaan air irigasi 7-9 bulan dapat dikembangkan pola tanam : (a) Padi sawah-padi sawah walik jeramipalawija/sayuran; (b) padi sawah-palawija/sayuran-palawija/sayuran. (3) Lahan sawah irigasi dengan ketersediaan air irigasi 5-6 bulan terutama pada lahan sawah irigasi setengah teknis dan irigasi sedehana dapat dikembangkan 12

13 pola tanam: (a) Padi gogo rancah-padi sawah walik jerami-palawija; (b) Palawija-padi sawah-palawija/ sayuran; (c) Padi sawah-palawija/sayuran. (4) Lahan sawah tadah hujan dapat dikembangkan pola tanam : (a) Padi gogo rancah-padi sawah-kacang tunggak; (b) Padi sawah-palawija/sayuran-bera; (c) Padi gogo rancah-palawija-palawija/sayuran; dan (c) Budidaya usahatani dengan sistem surjan Sumberdaya Manusia Kualitas sumberdaya manusia (SDM) pertanian di Kabupaten Klaten tergolong moderat, yaitu antara lulus SMP hingga lulus SLTA dan bahkan beberapa petani lulusan sarjana, namun secara umum mengalami kemunduran dalam budaya bertaninya. Diperlukan kerjasama yang harmonis antara pemerintah daerah, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), perguruan tinggi dan swasta dalam menciptakan SDM yang berkualitas berupa pelatihan dan penyuluhan pertanian, mulai dari hulu hingga hilir. Revitalisasi SDM pertanian di Kabupaten Klaten dapat difokuskan pada pemantapan sistem penyuluhan pertanian dan pemantapan sistem pelatihan pertanian. Dalam UU No. 16/2006 Pasal 4, penyuluhan pertanian berfungsi menumbuhkan kemandirian petani dan ini sejalan dengan salah satu target Kementerian pertanian berupa upaya khusus swasembada pangan teruatama komoditas padi, jagung dan kedelai (PJK). PP No. 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (produk turunan UU No. 32/2004), pada Bab V tentang besaran organisasi dan perumpunan perangkat daerah yang membatasi jumlah instansi/dinas di daerah (pasal 20-21). Hal ini tidak sinkron dengan UU No. 16/2006 pasal 8 mengenai kelembagaan penyuluhan. PP No. 41/2007 menjadi kendala untuk terbentuknya kelembagaan penyuluhan, baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, maupun kecamatan. Hingga kini kelembagaan penyuluhan dalam bentuk KJF (Koordinator Jabtan Fungsional) dan masih dibawah Dinas Pertanian Pangan dan Hortikultura. Visi dan misi pimpinan daerah (provinsi maupun kabupaten/kota) terhadap pembangunan pertanian dan penyuluhan pertanian sangat mempengaruhi dan menentukan dalam membuat kebijakan kelembagaan penyuluhan di tingkat 13

14 provinsi dan kabupaten/kota. Ditingkat provinsi Jawa Tengah telah ada Bakorluh, namun di Kabupaten Klaten belum ada Bapeluh. Kelembagaan penyuluhan pertanian dinilai penting dalam mengakselerasikan kegiatan pembangunan pertanian, karena dengan kejelasan bentuk institusi, seperti struktur kewenangan dalam sistem pemerintah daerah, SDM yang sesuai dengan kompetensi, struktur organisasi yang menopang operasional kewenangan, sistem pendanaan, dan sistem akuntabilitas), dapat dilakukan pembinaan dan pengawasan kepada penyuluh baik PNS, THL maupun penyuluh swadaya secara optimal. Penyuluh pertanian dapat melaksanakan pendampingan dengan baik, sehingga diharapkan dapat berdampak terhadap peningkatan kemampuan petani baik dari aspek keterampilan teknis maupun kapabilitas manajerial dalam usahatani terutama komoditas padi, jagung dan kedelai. Kelembagaan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang didasarkan pada UU No 16 tahun 2006 dibentuk dari tingkat pusat sampai tingkat kecamatan. Dalam implementasinya di beberapa provinsi maupun kabupaten tidak semua diatur oleh peraturan daerah, seperti yang terjadi di Kabupaten Klaten. Pada Pasal 18 UU No. 16/2006 disebutkan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penyuluhan pemerintah diatur dengan peraturan presiden. Perpres mengatur hal yang lebih spesifik dan lebih operasional, dibanding dengan PP yang mencakup pengaturan lebih luas. Kelengkapan peraturan yang berupa Perpres ini sampai saat ini belum diterbitkan. Dengan adanya otonomi daerah, pembentukan kelembagaan penyuluhan disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan diatur dengan PP 41/2007. Untuk melihat keterkaitan antara UU No. 16/2006 dengan PP No. 38/2007 dalam konteks kegiatan penyuluhan yang mendukung swasembada pangan perlu mencermati Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis (Renstra) dinas/institusi terkait. Ketahanan pangan menjadi prioritas dalam RPJMD dan Renstra. Provinsi Jawa Tengah termasuk provinsi pendukung utama bagi tercapainya swasembada pangan dalam RPJMD. Dalam implementasi di lapangan program yang mendukung ketahanan pangan dan swasembada pangan, keduanya dilakukan bersamaan, termasuk program/kegiatan pemberdayaan penyuluhan pertanian. Pembedanya adalah 14

15 besaran dan sumber anggaran yang dialokasikan. Program peningkatan ketahanan pangan (yang merupakan unsur wajib) didukung dana APBD yang relatif besar, sedangkan program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman pangan untuk mendukung swasembada pangan didanai APBN, melalui dana dekonsentrasi (provinsi) dan tugas pembantuan (kabupaten). Kebijakan operasional penyuluhan diserahkan sepenuhnya kepada pelaksana di lapangan, di Kabupaten Klaten dibawah koordinasi KJF. Kewenangan penyuluh pertanian lapangan hendaknya jelas batas-batasnya, baik batas materi teknis, maupun batas operasional fisik. Guna mencermati hal ini, seyogyanya dilakukan pemantauan terhadap proses penyusunan programa penyuluhan sesuai kebutuhan petani, dan pelaksanaannya mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan tingkat nasional. Kemampuan penyuluh pertanian saat ini kurang mendapatkan perhatian, pelatihan-pelatihan terkait dengan tupoksinya dalam mensukseskan programpembangunan pertanian dirasakan penyuluh sangat kurang. Kondisi ini disebabkan karena tidak adanya standar kompetensi penyuluh, dan juga tidak ada pelatihan kearah penjenjangan fungsional. Tugas penyuluh kurang fokus, banyak penyuluh yang alih tugas ke jabatan lain, sehingga berakibat pada penurunan jumlah dan kinerja kegiatan penyuluh pertanian. Eksistensi dan keberadaan penyuluh pertanian harus mendapatkan perhatian pemerintah daerah, dengan mengembangkan pola pengembangan karir yang jelas, kenaikan jabatan fungsional dan pangkat berjalan lancar, dan kesempatan mengikuti pelatihan-pelatihan perlu ditingkatkan. Penyuluh pertanian yang ada sekarang pada umumnya belum menyadari terjadinya perubahan dari petani dengan budaya petani produsen menjadi petani dengan budaya bisnis, akibatnya misi penyuluhan pertanian untuk menjadikan petani sebagai aktor dalam pengembangan sistem dan usaha agribisnis belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Dari aspek pembinaan pada kelompok tani berjalan sangat lambat. Metode penyuluhan konvensional masih sangat melekat dalam diri penyuluh pertanian yaitu bagaimana melakukan trasfer teknologi dan belum sampai bagimana memberikan pilihan-pilihan terbaik bagi petani dalam mengambil keputusan terkait usahataninya. Nampak peningkatan keterampilan teknis menonjol dan kurang pada aspek kapabilitas manajerial petani. 15

16 Pola integrasi antara program pembangunan pertanian antar unit eselon satu diakui dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyuluhan pertanian. Pengintegrasian antara Program PTT, SL-PTT, dan GP-PTT antara Badan Litbang Pertanian yang merancang teknologinya, Program SL-PTT yang merupakan program Ditjen Tanaman Pangan dan dukungan penyuluh pertanian yang telah dilatih SL-PTT yang merupakan pendidikan non formal merupakan tupoksi dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian meningkatkan akselerasi pencapaian target program-program pembangunan pertanian. Hal yang masih kurang optimal adalah pengembangan SL-PTT dan GP-PTT masih terfokus pada daerah sentra produksi lama dan bukan pada daerah pengembangan baru, sehingga dampak terhadap peningkatan produksi pangan nasional masih terbatas. Dinamika pola pikir petani dan pergeseran orientasi kegiatan pertanian yang semakin bergeser ke arah kegiatan pertanian terpadu (dari hulu ke hilir) mulai dari bertanam sampai ke pemasaran produk olahan harus disikapi dengan mengevolusikan posisi tenaga penyuluh dari posisi agen perubahan ke posisi pendamping petani. Baik UU No.16/2006 tentang sistem penyuluhan pertanian, maupun kondisi operasional di lapangan belum menunjukkan arah perubahan status dan posisi penyuluh sebagai pendamping petani. Instrumen UU No. 16/2006 dan beberapa produk peraturan turunannya (PP, Perpres, Permentan, Perda, Pergub, dan Perbup), diperkirakan dapat mendukung pencapaian swasembada beras di tahun 2014 dengan catatan apabila programprogram yang telah dicanangkan oleh pemerintah dapat dijalankan secara sinergis dan terintegrasi lintas sektoral (dengan dukungan anggaran yang memadai). Dalam hal ini termasuk kegiatan penyuluhan dan pendampingan pelaksanaan dan implementasi program-program tersebut. Produksi padi yang dihasilkan petani peserta program (SL-PTT, GP-PTT, kaji terap, denfarm) meningkat sekitar 29-32,7 % dibandingkan petani non peserta yang tidak mengikuti teknologi anjuran yang diterapkan petani peserta program dan tanpa pendampingan/pengawalan penyuluh pertanian. Rekrutmen penyuluh (terutama PNS) relatif lambat, padahal banyak penyuluh yang berusia mendekati pensiun dan ini berdampak negatif terhadap keberadaan penyuluh PNS di masa mendatang. Demikian juga dengan diklat penyuluh yang 16

17 relatif lambat. Frekuensi penyuluh mengikuti diklat dapat dikatakan sangat jarang dalam lima tahun terakhir. Padahal untuk dapat melakukan perannya sebagai fasilitator juga sebagai pendidik, penyuluh dituntut mengikuti perkembangan yang sangat dinamis dalam masyarakat, juga informasi global. Materi teknis penyuluhan yang merupakan teknologi yang telah direkomendasikan, sebagian besar (70 persen) berupa teknik budidaya (hulu). Proporsi materi penyuluhan tentang penanganan pascapanen, pengolahan dan pemasaran (hilir) hanya sekitar 30 persen, termasuk di dalamnya nilai-nilai kewirausahaan untuk peningkatan nilai tambah pengelolaan sumberdaya keluarga petani di pedesaan. PP No. 43/2009 tentang pembiayaan memberikan insentif bagi Pemerintah Daerah berupa aliran dana dari Pusat ke Daerah melalui dana APBN. Demikian juga Permentan No. 51/Permentan/ OT.140/12/2009 mendukung adanya sarana dan prasarana penyuluhan pertanian. Di Kabupaten Klaten dukungan sarana dan prasarana masih terfokus pada 5 (lima) UPTD, belum semua Balai Penyuluhan yang ada di kecamatan mendapat fasilitas yang memadai, yaitu masih terbatas di UPTD Delanggu, UPTD Pedan, UPTD Jogonalan, UPTD Ngawen, dan UPTD Jatinom. Permasalahan pokok dalam pembangunan pertanian terkait program upaya khusus dalam rangka swasembada pangan nasional adalah : ketersediaan benih varietas unggul, ketersediaan pupuk, infrastruktur pengairan, ketersediaan alsintan dan ketersediaan penyuluhan. Secara umum permasalahan dari aspek kelembagaan pertanian di Klaten adalah : (1) Kurangnya jumlah SDM penyuluh, mantri tani, dan POPT; (2) Pentingnya peningkatan pengetahuan bagi tenaga penyuluh pertanian, mantri tani dan POPT; (3) Kurangnya sarana dan prasarana/alat penyebaran materi penyuluhan pertanian; dan (4) Pentingnya peningkatan keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial penyuluh dalam memberikan penyuluhan teknis pertanian dan pilihan-pilihan keputusan terbaik terkait usahatani padi, jagung dan kedelai. Secara empiris permasalahan penyuluh pertanian di Kabupaten Klaten : (1) Ketersediaan tenaga penyuluh masih kurang, dimana jumlah PPL 207 orang terdiri PNS 80 orang dan THL 127 orang, sedangkan kebutuhan ideal 295 orang, sehingga ada kekurangan sebanyak 88 tenaga penyuluh; (2) Jumlah mantri tani hanya 15 orang dan tinggal 9, karena 6 diantaranya menjelang pensiun, idealnya dalam 1 kecamatan terdapat 1 petugas mantri tani, (3) Tenaga POPT juga mengalami 17

18 kekurangan, idealnya ada 1 tenaga POPT per kecamatan; (4) Untuk mengatasi kekurangan tenaga PPL, mantri tani dan POPT dilakukan kerjasama antara Bupati Klaten dengan Kodim melalui keterlibatan Brigader Babinsa dalam pelaksanaan program upsus padi, jagung dan kedelai. Kelemahan sistem penyuluhan dapat ditelusuri antara lain mulai dari aspek struktur kelembagaan, materi dan program penyuluhan, sistem penunjang, hingga kualifikasi dan penyebaran SDM penyuluh. Saat ini kuantitas penyuluh mulai berkurang karena sebagian sudah memasuki masa purna tugas (pensiun) sementara pengangkatan penyuluh PNS tetap terbatas bahkan mengalami moratorium selama 5 tahun, status penyuluh THL masih belum jelas apakah kontrak diperpanjang atau tidak, dan eksistensi penyuluh swadaya juga masih belum optimal. Honor penyuluh THL 10 bulan ditanggung Kementerian Pertanian dan 2 bulan ditanggung Pemda. Perbaikan kualitas penyuluh dapat dilakukan melalui penerapan prinsip efisiensi dalam manajemen administrasi dan keuangan, produksi dan distribusi, serta komunikasi dan informasi agar mampu melancarkan pelayanan kepada petani secara berkesinambungan. Revitalisasi sistem penyuluhan pertanian tidak semata-mata dapat ditempuh hanya melalui perbaikan kelembagaan internal penyuluhan dengan cara pembentukan Bakorluh dan Bapeluh semata, melainkan juga harus ada revitalisasi SDM penyuluh dan materi penyuluhan pertanian. Revitalisasi SDM dilakukan baik dari aspek keterampilan teknis maupun kapabilitas manajerialnya mengikuti subsistem agribisnis. Revitalisasi materi penyuluhan terkait dengan inovasi teknologi, pembentukan dan penguatan kelembagaan, serta keluasan cakupan yang mengacu pada sub-sistem agribisnis secara terpadu. Revitalisasi sistem pelatihan pertanian ditujukan guna menghasilkan SDM pertanian yang kompeten dalam pengembangan pertanian secara lebih baik (better farming), lebih menguntungkan (better business), lebih sejahtera (better living), dan lebih sehat (better environment). Pola SL-PTT dapat terus dilanjutkan dengan fokus pada daerah-daerah sentra pertumbuhan produksi baru, yaitu pada lokasi-lokasi yang memiliki titik ungkit peningkatan produksi dan produktivitas yang tinggi. 18

19 Alat dan Mesin Pertanian Terdapat tiga sumber pertumbuhan produktitvitas pertanian, yaitu (Coelli et al, 1998): (1) Perubahan teknologi ke arah penggunaan teknologi yang lebih maju; (2) Perbaikan atau peningkatan efisiensi teknis dengan memberikan input sesuai kebutuhan tanaman dan atau ternak; dan (3) Peningkatan skala usaha sehingga mencapai skala yang ekonomis. Perubahan teknologi merupakan faktor pertama dan utama dalam meningkatkan produktivitas pertanian khususnya komoditas pangan. Dalam penerapan teknologi pertanian harus memperhatikan beberapa hal berikut (Ellis, 1988): (1) Apakah paket teknologi baru tersebut dapat memecahkan permasalahan pokok yang dihadapi oleh petani; (2) Apakah pengguna teknologi mengetahui tentang teknik,cara, dan bahan yang digunakan; (3) Apakah petani mengetahui makna dan logika yangterkandung dalam paket teknologi tersebut; dan (4) Apakah paket teknologi tersebut mampu beradaptasi terhadap permasalahan alamiah dan sosial ekonomiyang dihadapi oleh petani pengguna. Analaisis ketersediaan dan kebutuhan Alat dan Mesin (Alsin) UPJA terutama untuk Traktor Roda 2 (TR 2) dan Combine Harvester (CB) belum semua berhasil diidentifikasi dengan baik. Beberapa kecamatan yang berhasil diidentifikasi pada tahap awal terbatas TR 2 dan CB di beberapa kecamatan dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Ketersediaan dan Kebutuhan Traktor Roda 2 di Kabupaten Klaten menurut Kecamatan, Tahun Kecamatan Luas baku (ha) Luas tanam existing (ha) IP Existing Kebutuhan TR2 (unit) Ketersediaa n TR2 (unit) Kekurangan TR2 (unit) Prambanan Jogonalan Manisrenggo Ceper Pedan Karanganom Tulung Jatinom Klaten Utara

20 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Klaten (2015) Tabel 7. Kebutuhan Power Thresher/Combine Harvester di Kabupaten Klaten menurut Kecamatan, Tahun Kecamatan Luas baku (ha) Luas tanam existing (ha) IP Existing Luas Tanam Dg IP 1,8 Kebutuhan Power Thresher (unit) Kebutuhan Combine Harvester (unit) Prambanan Jogonalan Manisrenggo Ceper Pedan Karanganom Tulung Jatinom Klaten Utara Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Klaten (2015) 3.2. Kabupaten Sukoharjo Iklim Kabupaten Sukoharjo terletak di Provinsi Jawa Tengah bagian Selatan Pulau Jawa, perbatasan sebelah Timur adalah Kabupaten Klaten, sebelah selatan Kabupaten Wonogori, sebelah Barat Daerah Istimewa Yogkarta dan sebelah utara adalah Karang Anyar dan Boyolali. Keadaan iklim yang dicirikan oleh jumlah curah hujan di kabupaten Sukoharjo, secara rinci dapat dilihat seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Keadaan curah hujan di Kabupaten Sukoharjo, Kecamatan Bulan (mm) Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agust. Sept. Okt. Nov. Des. Total 010. W e r u B u l u ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts ts 030. Tawangsari Sukoharjo Nguter Bendosari Polokarto

21 080. Mojolaban Grogol B a k i G a t a k Kartasura Rata-Rata Kab Sumber : Statistik Kabupaten Sukoharjo, 2014 Dari data curah hujan tersebut dapat dijelaskan bahwa iklim di Kabupaten Sukoharjo termasuk dalam kategori sedang. Total curah hujan pada tahun 2013 mencapai mm dan penyebaran curah hujan antara kecamatan relative tidak merata, kisarannya adalah antara mm per tahun. Curah hujan terendah terjadi di Kecamatan Gatak yaitu mm per tahun dan curah hujan tertinggi adalah terjadi di Kecamatan Nguter yaitu sebanyak mm per tahun. Berdasarkan data sebaran curah hujan menurut bulan sepanjang tahun, maka di Kabupaten Sukaharjo sangat memungkinan pengembangan pola tanam yang beragam, dan pada wilayah yang jaringan irigasinya baik memungkinan intensitas tanam padi dapat ditingkatkan, hal ini disebabkan karena : (1) Jumlah curah hujan tergolong sedang hingga tinggi; (2) sebaran curah hujan menurut bulan relatif merata; dan (3) Jumlah bulan keringnya sangat sedikit yaitu hanya pada bulan Agustus dan September. Berdasarkan sebaran curah hujan bulanan, sebenarnya pola tanam padi pada MT-I yang dapat dimulai dari bulan oktober. Akhir-akhir ini agak bergeser ke bulan November terutama terjadi pada tahun 2011, 2012 dan sedikit Oleh karena itu, menurut aparat Dinas Pertanian, sebenarnya petani tidak berani mulai menanam padi jika curah hujan belum stabil yaitu jika dalam satu bulan sudah mencapai lebih dari 150 mm/bulan. 21

22 Sumberdaya Lahan dan Air Potensi lahan di Sukoharjo cukup luas, secara keseluruhan mencapai sekitar hektar yang sebagian besar terdiri dari lahan pertanian sawah, pertanian bukan sawah dan lahan non pertanian. Secara rinci luas potensi luas lahan di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 10. Tadel 10. Potensi luas lahan di kabupaten Sukoharjo, 2014 No Kecamatan Sawah Non Sawah NonPert. Total 1 Weru 1, ,395 4,018 2 Bulu 1,123 1,647 1,616 4,386 3 Tawangsari 1, ,567 3,998 4 Sukoharjo 2, ,994 4,458 5 Nguter 2, ,044 5,488 6 Bendosari 2, ,840 5,299 7 Polokarto 2,453 1,749 2,016 6,218 8 Mojolaban 2, ,372 3,554 9 Grogol ,999 3, Baki 1, , Gatak 1, , Kartasura ,449 1,923 Jumlah 20,814 6,740 18,931 46,485 Sumber : Dinas Pertanian Sukoharjo, 2015 Dari sekitar hektar terdapat 21 Ha (44,8 %) adalah merupakan lahan sawah, Ha (14,5%) adalah lahan pertanian non sawah, dan 19 ribu Ha (40,7%) adalah pekarangan dan penggunaan lainnya. Dengan demikian potensi pengembangan pertanian di kabupaten Sukoharjo adalah pertanian lahan sawah baik dengan padi maupun palawija. Sedangkan di lahan sawah sendiri, potensi pengembangan pertanian lebih besar pada lahan irigasi teknis. Proporsi luas lahan sawah dapat di lihat pada tabel 11 di bawah ini. Tabel 11. Proporsi luas lahan sawah menurut jenis irigasi, di Sukoharjo, 2014 No Kecamatan Pertanian Sawah (ha) Teknis 1/2 Teknis Sederhana Tadah hujan Jumlah 1 Weru 1, ,989 2 Bulu ,123 3 Tawangsari 1, ,674 22

23 4 Sukoharjo 2, ,363 5 Nguter 1, ,569 6 Bendosari 1, ,569 7 Polokarto 1, ,453 8 Mojolaban 2, ,169 9 Grogol Baki 1, , Gatak 1, , Kartasura Jumlah 14,751 2,161 1,895 2,007 20,814 Sumber : Dinas Pertanian Sukoharjo, 2015 Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa dari sekitar 21 ribu hektar lahan sawah ada 14,8 ribu hektar merupakan sawah irigasi teknis, dan ada hektar lahan sawah setengah teknis, hektar sawah irigasi sederhana dan hektar sawah tadah hujan. Kondisi intensitas pertanaman (IP) pada lahan sawah irigasi teknis di Kabupaten Sukoharjo sudah berada pada kisaran % yang berarti tergolong tinggi. Dengan demikian potensi pengembangan IP pada lahan pertanian sawah adalah pada lahan irgasi teknis, setengah teknis, sederhana dan lahan tadah hujan. Sedangkan potensi pengembangan pertanian pada lahan kering khususnya dapat digunakan untuk komoditas jagung dan kedelai adalah tertera pada Tabel 12. Tabel 12. Proporsi potensi lahan non Sawah (lahan kering) di Sukoharjo, 2014 Pertanian Non Sawah (ha) No Kecamatan Hutan Hutan Perkebun Tegal Kolam Negara Rakyat an Jumlah 1 Weru Bulu ,647 3 Tawangsari Sukoharjo Nguter Bendosari Polokarto 1, ,749 8 Mojolaban Grogol Baki Gatak Kartasura Jumlah 4, , ,740 Sumber : Dinas Pertanian Sukoharjo,

24 Potensi pertanian pada lahan kering adalah pada lahan tegalan, kolam dan perkebunan. Luas tegalan di Sukoharjo mencapai hektar, kolam 51 hektar dan perkebunan 708 hektar. Untuk komoditas pertanian yang dikembangkan di lahan tegalan pada umumnya tanaman campuran antar tanaman semusim (jaging, kedelai, kacang tanah, ubikayu, ubijalar) dengan tanaman tahunan, seperti kelapa, nangka, bamboo, dan lain-lain. Sementara untuk potensi air, hanya dapat diterangkan mengenai aliran sungai dan sumber pasokan air dari Daerah Aliran Sungai atau Catchment Area. Kabupaten Sukoharjo terletak dilembah dua Gunung yaitu Gunung Lawu dan Gunung Merapi, namun aliran sungai yang melintas ke Sukoharjo lebih banyak dari Gungung Lawu Sumberdaya Manusia (SDM) Pertanian Keberhasilan sektor pertanian sangat tergantung kepada siapa pengelolanya, siapa yang mengkoordinasikan, siapa yang memberikan motivasi, seperti apa lembaganya, bagaimana rasio pengelola dibandingkan dengan luas wilayah. Sumberdaya pertanian terdiri atas rumah tangga petani, gapoktan dan Penyuluh Pertanian. Semua ini akan terlihat seperti pada Tabel 13 berikut ini. Tabel 13. Komposisi luas wilayah/jumlah desa dengan SDM Pertanian, Sukoharjo, Tahun 2013 No SDM Pertanian Jumlah Rasio per desa 1 Jumlah Desa Rumah Tangga Petani 41, a. Tanaman Pangan 40, b. Hortikultura c. Perkebunan - - d. Peternakan 1, Peyuluh pertanian a. PNS b. THL c. Swadaya Gapoktan Sumber : Statistik SDM dan Kelembagaan Petani, 2013 Dengan memperhatikan tabel tersebut tampak bahwa Kabupaten Sukoharjo dapat dikatakan sebagai suatu wilayah yang basis ekonominya adalah pertanian, 24

25 dimana sumber pendapatan utama masyarakatnya adalah dari pertanian tanaman dan peternakan. Dari total rumah tangga pertanian sebanyak rumah tangga ternyata hampir 96% adalah rumah tangga pertaniaan tanaman pangan. Urutan kedua adalah jumlah rumahtangga peternakan yaitu sejumlah 1117 rumah tangga. Dengan jumlah desa 168 maka rata-rata rumah tangga pertanian tanaman pangan adalah rumah tangga/desa. Sedangkan sumber pendapatan kedua di sektor pertanai di Sukoharjo adalah dari peternakan mencapai 1117 rumah tangga atau 6,65 rumah tangga per desa. Untuk menggerakkan petani dalam berusahatani dan beternak, terutama dalam penyampaian inovasi pertanian kepada rumah tangga pertanian digerakan oleh sekitar 239 penyuluh pertanian (agricultural extension worker). Dari sujumlah penyuluh tersebut terdiri dari 67 penyuluh PNS, 60 penyuluh THL dan 112 penyuluh swadaya masyarakat (tokoh). Dalam konsep penyuluhan pertanian, idealnya 1 desa adalah 1 penyuluh pertanian. Di Sukoharjo dari total penyuluh sudah melebihi 1 penyuluh per desa, namun disana terdapat penyluh THL yang masih honorer dan swadaya. Permasalahan penyuluh THL adalah tidak dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan akan seterusnya menjadi penyuluh, manakala ada kesempatan lain yang lebih menguntungkan, maka penyuluh tersebut dipastikan akan pindah profesi. Begitu juga penyuluh swadaya, jika ikatan diantara mereka tidak diikat dengan kepentingan bersama, maka eksistensi penyuluh swadaya pun tidak akan terjamin secara berkelanjutan. Sedangkan mengikatkan kepentingan bersama sangat terkait erat dengan aktivitas dan kreativitas dari penyuluh penyuluh PNS. Begitu juga kelembagaan petani, pada saat ini menjadi prasyarat utama untuk mendapat program dari pemerintah terkait dengan pengembangan pertanian dan perdesaan. Jika di pertanian perdesaan tidak ada kelompok tani atau gapoktan, maka pemerintah kesulitan untuk menyalurkan program-program yang telah dicanangkan. Di kabupaten Sukoharjo dipastikan bahwa seluruh desa memeiliki gabungan kelompok tani (Gapoktan), dari jumlah desa 168 terdapat Gapoktan sebanyak 169 artinya ada satu desa yang memiliki 2 Gapoktan. Masing-masing Gapoktan biasanya memiliki antara 5-7 kelompok tani (Poktan), tergantung jumlah dusun. 25

26 Selain itu, di dalam menggerakan pelaksanaan Upsus ini, Kementerian Pertanian telah mengeluarkan SK tentang mekanisme hubungan kerja antar lembaga yang membidangi pertanian dalam mendukung peningkatan produksi pangan strategis nasional yaitu Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 131/Permentan/ OT.140/12/2014. Dalam Bab II SK tersebut memuat tentang organisasi Penyelenggaran Peningkatan Produksi Pangan Strategis Nasional, dimana tim pelaksana ada 4 level yakni : (a) Tim Pelaksana Kecamatan, (b) Tim Pelaksana Kabupaten/Kota, (c) Tim Pelaksana Pembina dan (d) Tim Pelaksana Pengendali. Masing-masing tim pelaksana ini memiliki tugas masing-masign sesuai dengan tusinya. Badan Litbang pertanian adalah sebagai anggota dari Tim Pengendali yang ketuanya adalah semua ditjen teknis sesuai dengan tusinya. Di dalam tugas da ntanggungjawab masing-masing lembaga, Badan Litbang pertanian memiliki tugas adalah : (a) memberikan rekomendasi varietas unggul dan teknologi tepat guna, (b) menyediakan kalender tanam terpadu, (c) memberikan rekomendasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, (d) menyediakan benih/bibit sumber untuk pangan strategis nasional, (e) melaksanakan monitoring dan supervise penerapan inovasi teknologi tepat guna, (f) menyediakan publikasi hasil penelitian dan pengembangan pertanian sebagai bahan materi penyuluhan, dan (g) mengalokasikan anggaran untuk mendukung program dan kegiatan pengembangan komoditas pangan strategis nasional Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) Dalam kaitannya peningkatan produksi di Kabupaten Sukoharjo, dibarengi dengan telah beralihnya tenaga kerja dari sektor pertanian ke non pertanian, maka pada saat ini tenaga kerja disektor pertanian semakin langka, bahkan ada indikasi untuk pengelola pertanian itu sendiri dilaksanakan oleh petani-petani yang sudah berusia lanjut (aging), penduduk usia muda cenderung beralih bekerja ke sektor non pertanian. Secara rinci alat mesin pertanian yang ada di kabupaten Sukoharjo pada tahun 2014 tersaji di Tabel 14. Dari data tersebut menginformasikan bahwa alat mesin pertanian yang paling utama digunakan di Sukoharjo adalah penggunaan traktor (1.306 unit), sprayer unit, pompa air unit dan thresher unit. Sementara untuk 26

27 tranplanter masih belum digunakan kecuali di kecamatan Tawangsari ada 4 unit dan Mojolaban ada 1 unit. Dapat dipahami bahwa di Tawangsari adalah kecamatan yang sudah merupakan wilayah urban, sehingga tenaga wanita untuk kegiatan menanam padi sudah dirasakan semakin sulit. Sementara di kecamatan lain tenaga untuk tanam padi masih menggunakan tenaga wanita. Tabel 14. Alat mesin pertanian di kabupaten Sukoharjo, 2014 N o Kecamatan Luas Sawah 27 Alsin Tanaman Pangan (ha) Traktor Transpl Pompa Sprayer anter Air Threser RMU 1 Weru 1, Bulu 1, Tawangsari 1, Sukoharjo 2, , Nguter 2, Bendosari 2, Polokarto 2, , Mojolaban 2, , Grogol Baki 1, Gatak 1, Kartasura Jumlah 20,814 1, ,995 2,923 1, Sumber : Dinas Pertanian Sukoharjo, 2015 Sementara itu, tenaga kerja untuk pengolahan lahan sudah mulai dipergunakan tenaga kerja traktor, yang menjadi pertimbangan petani memilih menggunaan traktor adalah : (a) dari sisi biaya lebih murah dibanding dengan tenaga manusia, (b) diperlukan kecempatan waktu, karena mengejar musim tanam, (c) tenaga kerja pria untuk mencangkul sudah relatif jarang/sulit untuk dicari, dan (d) lebih praktis. Apabila dilihat rasio luas areal sawah di kecamatan dengan populasi traktor, tampak bahwa rata- rata pengolahan lahan sawah di Kabuapaten Sukoharjo adalah 15,9 hektar per 1 unti traktor. Apabila rata-rata kemampuan mengolahan lahan sawah 2 hektar per hari, maka masa pengolahan lahan dapat diselesaikan selama 7-8 hari. Sementara itu, sebaran menurut kecamatan tampak bahwa di Kecamatan Weru Nguter dan Tawangsari relatif masih kurang traktor, hal ini

28 diindikasikan bahwa rata-rata pengolahan lahan per musim adalah hektar per musim. Namun demikian, dalam radius kabupaten atau antar kecamatan di Sukoharjo masih dapat dicapai dengan memindahkan unit traktor dari kecamatan satu ke kecamatan lainnya Kabupaten Wonogiri Iklim Topografi lahan di Kabupaten Wonogiri sebagian tanahnya berupa perbukitan, dengan ± 20% bagian wilayah merupakan perbukitan kapur, terutama yang berada di wilayah selatan Wonogiri. Sebagian besar topografi tidak rata dengan kemiringan rata-rata 30 0, sehingga terdapat perbedaan antara kawasan yang satu dengan kawasan lainnya yang membuat kondisi sumberdaya alam yang saling berbeda. Hanya sebagian kecil wilayah yang memiliki kesuburan dan potensial untuk pertanian. Dengan topografi daerah yang tidak rata, perbedaan antara satu kawasan dengan kawasan lain membuat kondisi sumber daya alam juga saling berbeda. Di Kabupaten Wonogiri hampir sebagian besar tanahnya tidak terlalu subur untuk pertanian, berbatu kapur dan kering membuat penduduknya lebih banyak merantau (nglemboro). Kabupaten Wonogiri mempunyai Waduk buatan yaitu Gajah Mungkur yang selain menjadi sumber mata pencaharian petani nelayan dan sumber irigasi persawahan juga merupakan aset wisata yang telah banyak dikunjungi oleh para wisatawan domestik. Kondisi waduk Gajah Mungkur saat sangat memprihatinkan, karena sedimen yang semakin besar menyebabkan pendangkalan waduk, sehingga diperkirakan umur ekonomis akan berkurang (tidak sesuai target awal pembangunan waduk. Bila hal tersebut tidak ditangani dengan baik, antara lain dengan pengerukan, maka akan berdampak pada daerah hilir yang dalam hal ini sebagai pengguna air irigasi. Secara Klimatologi, Kabupaten Wonogiri beriklim tropis, mampunyai 2 musim yaitu penghujan dan kemarau dengan suhu rata-rata antara dengan curah hujan rata-rata 1,845 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 100 hari/tahun. Besarnya hujan potensial pertahun rata-rata m 3 dengan tingkat evaporasi sebesar 10% maka jumlah air hujan efektif di Kabupaten Wonogiri 28

29 pertahun rata-rata sebesar m 3 dengan penyebaran daerah hujan yang tidak merata Sumberdaya Lahan Pertanian Kondisi lahan pertanian di Kabupaten terdiri dari lahan sawah dan lahan kering, namun berdasarkan luasnya maka pertanian di Wonogiri didominasi di lahan kering (>70%). Luas sawah (bersih) tercatat hektar, dari luasan tersebut sebagian besar ditanami padi pada musim hujan. Berdasarkan frekuensi tanam padi maka dapat dijelaskan bahwa hanya ditanami padi satu kali sekitar (35 %), sawah bisa ditanami padi dua kali setahun (40,3 %), dan dapat ditanami padi 3 kali (23,4 %). Sisanya sekitar (5,2 %) ditanami lainnya (tidak ditanami padi). Untuk lahan yang dapat ditanami padi satu kali umumnya adalah sawah tadah hujan, sehingga sulit untuk meningkatkan IP di lahan tersebut, kecuali suplesi dengan tambahan air irigasi pompa, terutama yang dekat sumber air (sungai atau mata air). Secara rinci Tabel 15 menyajikan sebaran lahan sawah menurut kreteria frekuensi tanam padi dan kecamatan. Untuk mendukung program UPSUS Pajale, maka dengan meningkatkan IP, diharapkan dapat berpeluang meningkatkan produksi Pajale. Hal yang menarik untuk disimak adalah lahan pasang surut, pasang surut dalam hal ini bukan merupakan irigasi pasang surut (pantai), tetapi merupakan lahan sekeliling waduk Gajah Mungkur yang memenfaatkan lahan untuk budidaya tanaman. Wilayah yang tercakup dalam kreteria tersebut adalah Kecamatan Nguntoronadi, Batu Retno, Eromoko, Wonogiri, Wuryantoro dan Selogiri. Lahan sekitar waduk tersebut mestinya untuk konservasi, namun bagi masyarakat sekitar lahan tersebut merupakan peluang memperluas usaha budidaya tanaman pertanian, khususnya padi. Dilain pihak fenomena tersebut mengganggu konservasi air di waduk tersebut, sehingga terjadi kedangkalan karena menumpuknya sedimen mestinya dilakukan pengerukan secara berkala, pengerukan yang dilakukan cenderung hanya sekitar lokasi turbin. Bila hal tersebut dibiarkan maka akan berdampak menurunnya permukaan air waduk, lebih lanjut akan menurunkan umur teknis dari waduk itu sendiri. Waduk Gajahmungkur didesain untuk 100 tahun terhitung sejak beroperasi tahun 1982 sampai tahun 2082, dengan kemampuan maksimal penyimpanan sedimen (dead strorage) sebesar 120 juta m 3 dengan asumsi laju sedimen (endapan 29

30 lumpur) sebesar 2 milimeter per tahun. Tetapi kenyataan sekarang laju sedimentasi mencapai 8 milimeter per tahun. DAS Keduang penyumbang sedimentasi terbesar kepada Waduk Gajah Mungkur, sedangkan penyumbang sedimentasi lainnya dari DAS Tirtomoyo, Temon, Solo Hulu, Alang dan beberapa DAS kecil lainnya Dikhawatirkan pintu intake Waduk Gajah Mungkur menjadi tidak berfungsi sebagai akibat dari percepatan laju sedimen di Sungai Keduang yang mengarah ke pintu intake tersebut (Ahmad dan Ardi, 2009). Penanganan sedimentasi Waduk Gajahmungkur harus dilihat dari sumber permasalahan secara umum dan sumber penyebab sedimentasi itu sendiri. Tanpa adanya kajian permasalahan untuk duduk bersama-sama dari berbagai lembaga dan instansi terkait lepas dari kepentingan tertentu maka penyelamatan waduk tak akan membuahkan hasil yang optimal. Selain sawah, potensi lahan kering untuk pertanian tanaman pangan sangat prospektif, luas lahan kering menurut penggunaanya disajikan pada Tabel 16. Jenis lahan yang potensial untuk pertanian Tanaman Pangan adalah Tegal/Kebun yang mencapai luas hektar. Lahan ini merupakan penyangga untuk produksi tanaman pangan, baik padi (gogo), jagung, kedelai dan tanaman palawija lainnya. Di Kabupaten Wonogiri, tanaman padi sawah banyak dihasilkan oleh petani di wilayah Kecamatan Giriwoyo, Tirtomoyo, Baturetno, Eromoko, Selogiri, Ngadirojo, Sidoharjo, Purwantoro, Slogohimo, Jatisrono, dan Girimarto. Dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri jumlah penduduk Tahun 2013 menurut registrasi sebanyak jiwa bertambah 7.007Jiwa dari tahun sebelumnya jiwa. Dari jumlah penduduk akhir tahun 2011 tersebut laki-laki dan perempuan. SementaraWarga NegaraAsing yang tercatat hanya 1 orang. Penduduk terbanyak tercatat di Kec.Wonogiri ( jiwa) dan paling sedikit di Kec.Paranggupito ( jiwa). Dari jumlah penduduk akhir tahun 2011 yang tercatat maka tingkat kepadatan penduduk per kilometer adalah 688 jiwa. 30

31 Tabel 15. Luas Lahan Sawah menurut Jenis Irigasi dan Frekuensi Tanam Padi, di Kabupaten Wonogiri, 2013 No. Kecamatan Irigasi Tadah Hujan JUM Rawa Pasang Surut JUMLAH JUM JUM Ditanami 1X 2X 3X LAH Ditanami Ditanami 1X 2X LAH 1X 2X LAH SAWAH Tan lain tan lain Tan lain 1 Pracimantoro Paranggupito Giritontro Giriwoyo ,156 5 Batuwarno Karangtengah Tirtomoyo - 1, , ,806 8 Nguntoronadi , ,488 9 Baturetno , , Eromoko , , Wuryantoro , Manyaran , , Selogiri - 1, , , Wonogiri , Ngadirojo - 1, , , Sidoharjo , , Jatiroto , Kismantoro , Purwantoro , , Bulukerto , Slogohimo , , Jatisrono ,072-1, , Jatipurno , Girimarto , , Puh Pelem JUMLAH 3,924 10,364 7, ,245 5,148 2, , ,508 32,170 31

32 Tabel 16. Luas Lahan menurut Penggunaannya di Kabupaten Wonogiri, Tahun 2013 Kecamatan Luas Sawah Lahan Bukan Sawah (Ha) Tegal/kebun Ladang/huma Perkebunan Hutan rakyat Padang rumout Sementara tdk diush Lainnya JUMLAH Lahan Bukan Pertanian Pracimantoro Paranggupito Giritontro Giriwoyo 1, Batuwarno Karangtengah Tirtomoyo 1, Nguntoronadi 1, Baturetno 2, Eromoko 2, Wuryantoro 1, Manyaran 1, Selogiri 2, Wonogiri 1, Ngadirojo 2, Sidoharjo 1, Jatiroto 1, Kismantoro 1, Purwantoro 1, Bulukerto 1, Slogohimo 1, Jatisrono 1, Jatipurno 1, Girimarto 1, Puh Pelem JUMLAH 32, Luas Baku 32

33 3.4. Kabupaten Magelang Sumberdaya Pertanian Kabupaten Magelang mempunyai wilayah seluas ha. Dari wilayah seluas itu, terdiri atas lahan sawah sekitar (34,05 %), lahan kering sekitar (38,61 %) dan sisanya bukan lahan pertanian sekitar (27,34 %) (Gambar 3.1). Lahan sawah di Kabupaten Magelang mayoritas adalah lahan sawah irigasi sederhana yaitu sekitar 26,33%. Untuk lahan kering didominasi oleh tegal/kebun dengan luasan sekitar 84,66 % dari seluruh lahan kering di Kab. Magelang (Tabel 3.1). Seiring dengan terjadinya proses urbanisasi dan pengembangan ekonomi di wilayah Magelang, maka terjadi konversi lahan termasuk lahan sawah. Pada Tabel 17 terlihat selama tiga tahun ( ) terjadi konversi lahan sawah. Konversi lahan irigasi teknis mencapai 446 hektar lebih kecil dibandingkan konversi lahan sawah irigasi setengah teknis yang mencapai 680 hektar. Dari Tabel 17 terlihat bahwa konversi lahan sawah tidak hanya untuk irigasi setengah teknis dan teknis, namun juga pada irigasi sederhana dan lahan sawah tadah hujan. Gambar 3.1. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kab. Magelang, 2012 Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang letaknya berbatasan dengan beberapa kabupaten dan kota, antara lain Kabupaten Temanggung, Semarang, Boyolali, Purworejo, Wonosobo, serta Kota Magelang dan Provinsi Daerah Iistimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan data curah hujan tahun 2008, jumlah curah hujan bervariasi antar bulan, paling banyak pada 33

34 bulan November sebesar 8282 dan bulan Maret (8016 m2) dengan hari hujan banyak juga bulan Maret (305 m2). Berdasarkan curah hujan tersebut Kabupaten Magelang sangat potensial untuk menghasilkan prduksi pertanian baik untuk lahan sawah maupun lahan kering dataran tinggi. Tabel 17. Lahan sawah Menurut Kriteria di Kab. Magelang, 2012 Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang, Sumberdaya Manusia Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Magelang pada tahun 2012 sejumlah jiwa yang terdiri dari jiwa berjenis kelamin lakilaki dan jiwa berjenis kelamin perempuan. Laju pertumbuhan penduduk tahun sebesar 0,62 % lebih rendah daripada tahun (0,91%). Kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Mertoyudan yaitu sebesar jiwa atau sekitar 8,95 % dari total penduduk di Kabupaten Magelang. Kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk paling rendah adalah Kecamatan Kajoran yaitu sebesar 617 jiwa/km 2. Hal ini disebabkan secara 34

35 geografi wilayah Kecamatan Kajoran ini berbukit bukit dan sangat luas yaitu sebesar 83,41 km 2 dan hanya berpenduduk jiwa. Jumlah pencari kerja yang terdaftar pada Dinas Tenaga kerja, Sosial dan Transmigrasi Kabupaten Magelang tahun 2012, sebagian besar berasal dari lulusan Sekolah Menengah Atas (3.307 orang atau sekitar 69,63 % dari seluruh pencari kerja terdaftar). Dari seluruh pencari kerja terdaftar hanya dapat diterserap sebanyak orang atau hanya sebesar 43,59 % dari total pencari kerja. Salah satu yang mempengarui kualitas tenaga kerja adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi pendidikan akan semakin terampil dan mudah untuk mengerjakan pekerjaan yang menjadi bidangnya. Pada Tabel 18, sebagian besar angkatan kerja yang bekerja ternyata mempunyai kualifikasi tingkat pendidikan rendah setingkat SD. Tabel 18. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yg Bekerja Seminggu Yang Lalu Menurut Tingkat Pendidikan, 2012 Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang, 2013 Kabupaten Magelang termasuk salah satu wilayah potensi di bidang pertanian seperti terlihat dari penggunaan lahannya. Hal ini juga terlihat dari sumber mata pencaharian penduduknya, dimana yang terbanyak adalah bekerja di pertanian (Tabel 19). Kemudian diikuti dari sektor perdagangan dan hotel serta industri. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani harus terus dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Berbagai program pertanian menjadi pemicu untuk meningkatkan produktivitas pertanian. 35

36 Tabel 19. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yg Bekerja Seminggu Yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, 2012 Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung Iklim Kabupaten Temanggung sebagian besar merupakan daerah dataran dengan ketinggian antara 500 m 1450 m dpl. Secara geografis Kabupaten Temanggung terletak antara 110 o 23' 110 o 46'30" Bujur Timur 7 o 14' 7 o 32'35" Lintang Selatan. Batas - batas wilayah Kabupaten Temanggung adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Magelang, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten Magelang. Secara klimatologi, Kabupaten Temanggung memiliki dua musim yaitu musim kemarau antara bulan April sampai dengan September dan musim penghujan antara bulan Oktober sampai dengan Maret Sumberdaya Lahan Kabupaten Temanggung secara administrasi terdiri dari 20 kecamatan, dilihat dari luas areal lahan maka wilayah ini memiliki luas areal seluas ha dengan penggunaannya sebagai lahan sawah seluas ha (23.70 %), bukan lahan 36

37 sawah sawah ha (76.30 %). Distribusi penggunaan lahan menurut jenis lahan dan kecamatan di Kabupaten Temanggung dapat disimak pada Tabel 20. Tabel 20. Luas Penggunaan Lahan Menurut Kecamatan Di Kabupaten Temanggung, 2012 ( Hektar ) Kecamatan Lahan Sawah Bukan Lahan Sawah Jumlah Prosentase (1) (2) (3) (4) (5) 1. Parakan ,55 2. Kledung ,70 3. Bansari ,59 4. B u l u ,94 5. Temanggung ,84 6. Tlogomulyo ,85 7. Tembarak ,08 8. Selopampang ,99 9. Kranggan , Pringsurat , Kaloran , Kandangan , K e d u , Ngadirejo , J u m o , Gemawang , Candiroto , Bejen , Tretep , Wonoboyo ,05 Jumlah ,00 Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung, 2013 Dari lahan sawah seluas ha tersebut, dilihat dari kelas irigasi maka luas lahan sawah tersebut terdiri dari lahan sawah beririgasi teknis seluas 4641, sawah irigasi setengah teknis ha, sawah dengan irigasi sederhana PU seluas ha, lahan sawah dengan irigasi sederhana non PU seluas ha dan sawah tadah hujan seluas 941 ha. Sementara lahan non sawah seluas ha terdiri dari lahan hutan negara maupun hutan rakyat seluas , lahan perkebunan negara 37

38 maupun perkebunan swasta seluas ha dan lahan lainnya seluas ha. Distribusi penggunaan lahan sawah menurut jenis irigasi dan kecamatan di Kabupaten Temanggung dapat disimak pada Tabel 21. Tabel 21. Luas Penggunaan Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairan per Kecamatan di Kabupaten Temanggung, 2012 ( Hektar ) Kecamatan Pengairan Teknis Pengairan Setengah Teknis Pengairan Sederhana PU (1) (2) (3) (4) 1. Parakan Kledung Bansari B u l u Temanggung Tlogomulyo Tembarak Selopampang Kranggan Pringsurat Kaloran Kandangan K e d u Ngadirejo J u m o Gemawang Candiroto Bejen Tretep Wonoboyo Jumlah Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung,

39 Lanjutan tabel 21 Kecamatan Pengairan Sederhana Non-PU Tadah Hujan Jumlah (1) (5) (6) (7) 1. Parakan Kledung Bansari B u l u Temanggung Tlogomulyo Tembarak Selopampang Kranggan Pringsurat Kaloran Kandangan K e d u Ngadirejo J u m o Gemawang Candiroto Bejen Tretep Wonoboyo Jumlah Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung,

40 Lanjutan tabel 21. Kecamatan Hutan Negara / Rakyat Perkebunan Negara / Swasta Lahan Lainnya Jumlah (1) (5) (6) (7) (8) 1. Parakan Kledung Bansari B u l u Temanggung Tlogomulyo Tembarak Selopampang Kranggan Pringsurat Kaloran Kandangan K e d u Ngadirejo J u m o Gemawang Candiroto Bejen Tretep Wonoboyo Jumlah Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung,

41 IV. SISTEM KOORDINASI DALAM PERSIAPAN PELAKSANAAN UPSUS PADI JAGUNG DAN KEDELAI 4.1. Klaten Sistem Koordinasi serta Mekanisme Pengumpulan dan Pelaporan Data dan Informasi Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 131/Permentan/OT.140/12/2014 tentang Mekanisme dan Hubungan Kerja antar Lembaga yang Membidangi Pertanian Dalam Mendukung Peningkatan Produksi Pangan Strategis Nasional menjelaskan: (1) Pada pasal 1, dikemukakan bahwa mekanisme kerja antar lembaga yang membidangi pertanian dalam mendukung peningkatan produksi pangan strategis nasional sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini; dan (2) Pada pasal 2, mekanisme dan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 digunakan sebagai acuan pelaksanaan tugas masing-masing lembaga dalam mendukung peningkatan produksi pangan strategis nasional. Pada lampiran Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia tentang Mekanisme dan hubungan kerja antar lembaga yang membidangi pertanian dalam mendukung peningkatan produksi pangan strategis nasional pada Bab II bahwa susunan organisasi penyelenggara peningkatan produksi pangan strategis nasional, terdiri atas: 1. Kecamatan : Tim Pelaksana Kecamatan. 2. Kabupaten/Kota : Tim Pelaksana Kabupaten/Kota. 3. Provinsi : Tim Pembina 4. Pusat : Tim Pengendali Tim Pelaksana Kecamatan mempunyai tugas: 1. Melaksanakan kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional yang telah ditetapkan oleh kabupaten/kota, yang meliputi: (a) Penetapan target produksi/produktivitas, kebutuhan sarana dan prasarana, paket teknologi, penyenggaraan penyuluhan, dan pembiayaan dalam peningkatan produksi pangan strategis nasional di kelompok tani; (b) Pengusulan calon 41

42 petani dan calon lokasi kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional yang telah ditetapkan kawasannya; (c) Penetapan sasaran dan realisasi luas areal tanam, sasaran dan realisasi luas panen, Indeks Pertanaman (IP), luas lahan penggembalaan, produksi/populasi dan produktivitas; (d) Pendataan intensitas dan luas serangan hama penyakit dan dampak perubahan iklim (DPI), kebanjiran dan kekeringan, dan potensi serangan hama penyakit; (e) Pendataan angka kesakitan, angka kematian, dan wilayah tertular; (f) Pendampingan dan pengawalan dalam penyusunan Rencana Definitif Kelompok/Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDK/RDKK); (g) Pengusulan kebutuhan anggaran pelaksanaan kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional di kecamatan; dan (h) Fasilitasi pengembangan kemitraan petani/kelompok tani dan pelaku usaha. 2. Melaksanakan Latihan, Kunjungan dan Supervisi (LAKUSUSI), dan kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 3. Melakukan identifikasi permasalahan dan upaya pemecahannya. 4. Menyusun laporan pelaksanaan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 5. Melaporkan hasil pelaksanaan peningkatan produksi pangan strategis nasional secara berkala kepada Bupati/Walikota. Hubungan kerja Tim Pelaksana Kabupaten/Kota dengan Tim Pelaksana kecamatan adalah hubungan koordinasi pelaksanaan peningkatan produksi pangan strategis nasional. Hubungan kerja tersebut dimaksudkan untuk mengkoordinasikan pelaksanaan penyediaan sarana prasarana sesuai kebutuhan programa penyuluhan yang mendukung produksi pangan strategis nasional. Koordinasi difokuskan pada : 1. Memantau pelaksanaan pencapaian target peningkatan produksi pangan strategis nasional di kecamatan; 2. Memantau penyaluran sarana produksi di kecamatan; 3. Memantau penerapan rekomendasi teknologi spesifik lokasi kecamatan; 4. Memantau pelaksanaan pendampingan penyuluh dalam penerapan teknologi di petani; 42

43 5. Memantau terjadinya eksplosi organisme pengganggu tanaman (OPT) dan penyakit hewan di kecamatan; 6. Memantau terjadinya bencana alam (banjir, kekeringan, gempa bumi) yang menyebabkan terjadinya puso dan kematian ternak sapi dan kerbau di kecamatan. Tim Pelaksana Kabupaten/Kota mempunyai tugas: 1. Menyusun rencana kerja pelaksanaan peningkatan produksi pangan strategis nasional, meliputi: (a) Penetapan masing-masing target produksi/produktivitas, kebutuhan sarana dan prasarana, paket teknologi, penyenggaraan penyuluhan, dan pembiayaan dalam peningkatan produksi pangan strategis nasional di desa; (b) Penetapan sasaran dan realisasi luas areal tanam, sasaran dan realisasi luas panen, Indeks Pertanaman (IP), luas lahan penggembalaan, produksi/populasi dan produktivitas; (c) Pendataan intensitas dan luas serangan hama penyakit dan DPI, kebanjiran dan kekeringan, dan potensi serangan hama penyakit; (d) Pendataan angka kesakitan, angka kematian, dan wilayah tertular; (e) Penetapan sentra produksi pangan strategis nasional berdasarkan luas areal, luas tanam, luas panen dan luas lahan penggembalaan; (f) Pengusulan dan penetapan calon petani dan calon lokasi kegiatan peningkatan produkdi pangan strategis nasional yang telah ditetapkan kawasannya; (g) Pelaksanaan penyuluhan pertanian, pengawalan, dan pendampingan teknologi serta realisasi penerapan teknologi (varietas, bibit, pupuk, pakan, pascapanen, pola tanam, kalender tanam, dan RDK/RDKK; (h) Pengalokasian kebutuhan anggaran kegiatan pelaksanaan peningkatan produksi pangan strategis nasional; (i) Penetapan program/kegiatan di wilayah kerja BP3K agar memenuhi skala ekonomi kawasan masing-masing komoditas. 2. Melaksanakan supervisi, monitoring dan evaluasi terpadu kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 3. Menyusun laporan pelaksanaan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 4. Melaporkan hasil pelaksanaan peningkatan produksi pangan strategis nasional kepada Bupati/Walikota. 43

44 Tim Pembina Provinsi mempunya tugas: 1. Menyusun rencana kerja pembinaan kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional yang meliputi: (a) Penetapan target produksi pangan strategis nasional, kebutuhan sarana prasarana, paket teknologi, penyelenggaraan penyuluhan, pembiayaan dalam peningkatan produksi pangan strategis nasional di kecamatan; (b) Penetapan sentra produksi pangan strategis nasional berdasarkan jumlah produksi, luas tanam, luas panen, populasi ternak; (c) Kompilasi data calon petani dan calon lokasi kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional, (d) Pengalokasian anggaran kegiatan pembinaan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 2. Melaksanakan supervisi, monitoring dan evaluasi terpadu kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 3. Menyusun laporan hasil pelaksanaan kegiatan pembinaan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 4. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan pembinaan peningkatan produksi pangan strategis nasional kepada Gubernur. 5. Mengarahkan program/kegiatan di BP3K agar memenuhi skala ekonomi kawasan masing-masing komoditas. Hubungan kerja Tim Pelaksana Kabupaten/Kota dengan Tim Pembina Provinsi adalah hubungan koordinasi pembinaan peningkatan produksi pangan strategis nasional. Hubungan kerja tersebut dimaksudkan dalam melakukan perumusan program dan rencana kerja penelitian dan pengembangan, penyuluhan, prasarana dan sarana mendukung program peningkatan produksi pangan strategis nasional di kabupaten/kota. Tim pembina melaksanakan Koordinasi dan komunikasi dua arah dengan Tim Pelaksana Kabupaten yang meliputi: 1. Memantau pelaksanaan pencapaian target peningkatan produksi pangan strategis nasional di kabupaten/kota; 2. Memantau penyaluran sarana produksi di kabupaten/kota; 44

45 3. Memantau penerapan rekomendasi teknologi spesifik lokasi kabupaten/kota; 4. Memantau pelaksanaan pendampingan penyuluh dalam penerapan teknologi di petani; 5. Dalam keadaan khusus Tim Pembina Provinsi dengan Tim Pelaksana Kabupaten/Kota memantau terjadinya eksplosi organisme pengganggu tanaman dan penyakit hewan di kecamatan; 6. Dalam keadaan khusus Tim Pembina Provinsi dengan Tim Pelaksana Kabupaten/Kota memantau terjadinya bencana alam (banjir, kekeringan, gempa bumi) yang menyebabkan terjadinya puso dan kematian ternak sapi dan kerbau di kecamatan. Tugas tim pengendali di pusat; 1. Menyusun petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) peningkatan produksi pangan strategis nasional oleh masing-masing Direktorat Jenderal Teknis. 2. Menyusun rencana kerja pengendalian kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional yang meliputi: (a) Penetapan masing-masing target produksi pangan strategis nasional, kebutuhan sarana prasarana, paket teknologi, penyelenggaraan penyuluhan, pembiayaan dalam peningkatan produksi pangan strategis nasional di kabupaten/kota; (b) Penetapan sentra/kawasan produksi pangan strategis nasional berdasarkan luas areal, luas tanam, luas panen; (c) Kompilasi data calon petani dan calon lokasi kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional, (d) Pengalokasian kebutuhan anggaran kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 3. Melaksanakan supervisi, monitoring dan evaluasi terpadu kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional. 4. Menyusun laporan hasil pelaksanaan kegiatan pengendalian peningkatan produksi pangan strategis nasional. 5. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan pengendalian peningkatan produksi pangan strategis nasional. 45

46 Hubungan kerja Tim Pengendali Pusat dengan Tim Pembina Provinsi adalah hubungan koordinasi pengendalian program peningkatan produksi pangan strategis nasional. Hubungan ini ditujukan untuk: 1. Memantau pelaksanaan kegiatan peningkatan produksi pangan strategis nasional; 2. Memantau pencapaian target peningkatan produksi pangan strategis nasional; 3. Mengidentifikasi permasalahan dan upaya pemecahannya; 4. Dalam keadaan khusus Tim Pengendali dan Tim Pembina Provinsi memantau terjadinya eksplosi organisme pengganggu tanaman yang berpengaruh secara nyata terhadap penurunan produksi; 5. Dalam keadaan khusus Tim Pengendali dan Tim Pembina Provinsi memantau terjadinya bencana alam (banjir, kekeringan, gempa bumi) yang menyebabkan terjadinya puso dan kematian ternak sapi dan kerbau. Hubungan kerja antar instansi teknis pertanian lingkup Pemerintah Kabupaten/Kota dan unsur penyuluh pendamping dari BPTP dalam Tim Pelaksana Kabupaten/Kota adalah hubungan kerja koordinatif fungsional sesuai dengan tugas masing-masing dalam pelaksanaan program peningkatan produksi pangan strategis nasional. Selanjutnya, hubungan kerja antar instansi teknis pertanian lingkup Pemerintah Provinsi dan UPT lingkup Kementerian Pertanian dalam Tim Pembina adalah hubungan kerja koordinatif fungsional sesuai dengan tugas masing-masing dalam pelaksanaan program peningkatan produksi pangan strategis nasional. Demikian pula, hubungan kerja antar instansi Eselon I teknis pertanian lingkup Kementerian Pertanian dalam Tim Pengendali adalah hubungan kerja koordinatif fungsional sesuai dengan tugas masing-masing dalam pelaksanaan program peningkatan produksi pangan strategis nasional. Mekanisme sistem koordinasi dibangun dengan melibatkan PPL, Koordinator PPL/Mantri Tani, dan UPTD, baru ke Dinas Pertanian Kabupaten Kalten dan selanjutnya ke Kementrian Pertanian Pusat melalui Kapus PSEKP/Staf yang ditugaskan. Data yang dilakukan sesuai dengan form yang telah disiapkan oleh BP 46

47 SDM, yang mencakup luas baku sawah, luas tanam, luas panen, produktivitas, produksi, dan IP, serta nama penyuluh dan No HP. Penyuluh. Berdasarkan hasil pertemuan dengan Dinas Pertanian (Kabid Produksi, KJF, dan staf lainnya) disepakati bahwa pengumpulan data dan pelaporan data dapat dilakukan sifatnya dua mingguan, namun karena dari pusat mengharuskan pengumpulan data mingguan akan diupyakan, pengumpulan data tahap awal akan dikumpulkan pada hari Kamis-Jumat tanggal dan data dikirimkan pada hari selasa minggu depannya Sasaran Produksi Pangan Propinsi Jateng dan Klaten 2015 Sasaran awal produksi Padi, Jagung, Kedelai pada Tahun 2015 di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 22 berikut. Berdasarkan tabel tersebut memberikan beberapa gambaran sebagai berikut: (1) Sasaran luas tanam padi, jagung dan kedelai di Provinsi Jawa Tengah secara berturut-turut untuk padi seluas Ha, jagung seluas Ha, dan kedelai Ha; (2) Sasaran luas panen padi, jagung dan kedelai di Provinsi Jawa Tengah secara berturut-turut untuk padi seluas Ha, jagung seluas Ha, dan kedelai seluas Ha; (3) Sasaran produktivitas padi, jagung dan kedelai di Provinsi Jawa Tengah secara berturut-turut untuk padi sebesar 60,12 Ku/Ha, jagung sebesar 55,13 Ku/Ha, dan kedelai sebrsar 14,99 Ku/Ha; dan (4) Berdasarkan sasaran luas areal panen dan produktivitas yang mungkin dapat dicapai tersebut maka saranan produksi padi di Provinsi Jawa Tengah ditetapkan sebesar ton, jagung ton, dan ton. Tabel 22. Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai di Provinsi Jawa Tengah, Tahun No. Uraian Komoditas Padi Jagung Kedelai 1. Luas tanam (ha) Luas panen (ha) Produktivitas (Ku/ha) 60,12 55,13 14,99 47

48 4. Produksi (ton) Sasaran awal produksi Padi, Jagung, Kedelai pada Tahun 2015 di kabupaten Klaten dapat dilihat pada Tabel 23 berikut. Berdasarkan tabel tersebut merefleksikan beberapa hal pokok sebagai berikut: (1) Sasaran luas tanam padi, jagung dan kedelai di Kabupaten Klaten secara berturut-turut untuk padi seluas Ha, jagung seluas Ha, dan kedelai Ha; (2) Sasaran luas panen padi, jagung dan kedelai di Kabupaten Klaten secara berturut-turut untuk padi seluas Ha, jagung seluas Ha, dan kedelai seluas Ha; (3) Sasaran produktivitas padi, jagung dan kedelai di Kabupaten Klaten secara berturut-turut untuk padi sebesar 61,84 Ku/Ha, jagung sebesar Ku/Ha, dan kedelai sebesar 16,24 Ku/Ha; dan (4) Berdasarkan sasaran luas areal panen dan produktivitas yang mungkin dapat dicapai tersebut maka saranan produksi di Kabupaten Klaten ditetapkan untuk padi sebesar ton, jagung ton, dan ton. Tabel 23. Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai di Kabupaten Klaten, Tahun No. Uraian Komoditas Padi Jagung Kedelai 1. Luas tanam (ha) Luas panen (ha) Produktivitas (Ku/ha) 61, ,24 4. Produksi (ton) Langkah Pengawalan dan Pendampingan Pentingnya ketersediaan data dasar dalam pengawalan dan pendampingan oleh penyuluh pertanian lapang: (1) Luas baku lahan, (2) Pola tanam, (3) Kebutuhan saprotan, (4) Ketersediaan alsintan, (5) Sarana penunjang (kios pertanian, lembaga keuangan, UPJA, buruh tandur dll), (6) Iklim, dan (7) Faktor-faktor lainnya. Selanjutnya menentukan target atau sasaran produksi dengan melakukan 48

49 breakdown kecamatan menurut propinsi terutama terkait data: (1) Luas tanam, (2) Luas panen, (3) Produktivitas, dan (4) Produksi. Melakukan identifikasi permasalahan-permasalahan pokok yang mungkin dihadapi, baik permasalahan yang bersifat teknis, ekonomi, maupun sosialkelembagaan. Aspek teknis terkait dengan teknologi dan biofisik. Permasalahan aspek teknologi mencakup: (1) Penyiapan benih unggul bermutu/umur benih yang optimal; (2) Penetapan jumlah populasi tanaman dalam luasan tertentu; (3) Cara taman (tegel/legowo), (4) Bagaimana melakukan pemupukan secara lengkap dan berimbang, (5) Pengendalian OPT utama (Wereng Coklat, Tikus, Kresek/busuk akar), (6) Masalah pengairan mencakup ketersediaan air irigasi, kontinyuitas pasokan air, serta kondisi infrastruktur irigasi; (7) Masalah panen dan pasca panen. Masih terkait aspek teknis adalah masalah ketersediaan sarana produksi pertanian dan alsintan. Ketersediaan sarana produksi mencakup: benih, pupuk, dan obatobatan yang mencakup 6 tepat (tepat tempat, jenis, jumlah, mutu, harga, waktu). Masalah ketersediaan alat dan mesin pertanian mencakup : (1) Ketersediaan alat olah tanah (traktor), (2) Alat Tanam (transplanter), (3) Alat untuk pemeliharaan, (4) Alat untuk pengendalian OPT, dan (5) Alat panen dan pasca panen (sabit bergerigi, power thresher, drying). Permasalahan kelembagaan dan pelaku utama. Pentingnya melakukan membangun sistem koordinasi antara kelembagaan komunitas, kelembagaan pemerintah ditingkat lokal dan kelembagaan ekonomi. Kelembagaan Penyuluhan: (1) Pentingnya peningkatan pengetahuan bagi tenaga penyuluh, (2) Penyebaran materi penyuluhan, (3) Pentingnya peningkatan keterampilan teknis, (4) Pentingnya peningkatan kapabilitas manajerial petani. Oleh karena itu pentingnya melakukan kegiatan pelatihan untuk penyuluh dan petani, magang, alat bantu penyuluhan, sekolah lapang. Permasalahan terkait faktor ekonomi adalah masalah permodalan serta jaminan pasar dan harga. Permodalan sangat berguna dalam membeli sarana produksi dan menerapkan teknologi yang dianjurkan. Adanya harga yang memberikan insentif berusahatani bagi petani sangat penting. Pada kondisi hargaharga produksi hasil pertanian yang ada sekarang ini, petani lebih memilih usaha 49

50 non pertanian dari pada pertanian, memilih usahatani padi dibandingkan palawija (jagung dan kedelai) dan lebih memilih jagung dibandingkan kedelai. Diperkirakan target produksi padi dan jagung di Kabupaten Klaten sangat mungkin dapat dicapai, namun pencapaian produksi kedelai dirasakan sangat berat. Hal ini terkait tidak adanya insentif harga untuk komoditas kedelai, kurangnya ketersediaan benih unggul bersertifikat, dan penggunaan lahannya bersaing dengan komoditas lain. Aspek kebijakan, dapat difokuskan pada : (1) kebijakan subsidi benih dan pupuk; (2) kebijakan kredit program atau subsidi bunga, (3) pembangunan infrastrutur pertanian (irigasi dan jalan usahatani), (4) kebijakan Harga Pokok Pembelian padi, jagung dan kedelai yang berpihak kepada petani Sukoharjo Landasan koordinasi pelaksanaan Upsus Padi Jagung dan Kedelai (PJK), didasarkan kepada struktur organisasi penyelenggara peningkatan produksi pangan strategis nasional, yang di SK kan oleh Kementerian Pertanian No. 131/Permentan/ OT.140/12/2014. Dalam Bab II SK tersebut memuat tentang organisasi Penyelenggaran Peningkatan Produksi Pangan Strategis Nasional, dimana tim pelaksana ada 4 level yakni : (a) Tim Pelaksana Kecamatan, (b) Tim Pelaksana Kabupaten/Kota, (c) Tim Pelaksana Pembina dan (d) Tim Pelaksana Pengendali. Ada dua sistim koordinasi pelaksanaan Upsus, yakni koordinasi untuk tingkat regional Jawa Tengah dilaksanakan di kabupaten Klaten dihadiri oleh seluruh stakeholder yang ada di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Pusat, seperti para Kepala Dinas Pertanian, para Eselon II Pusat, Pangdam, dan para Kodim di lingkup Jawa Tengah. Pada koordinasi ini lebih kepada mengukuhkan dan sosialisasi tentang program Upsus Padi Jagung Kedele, kondisi sebelumnya saat ini dan target yang ingin di capai. Sistem koordinasi di dalam pelaksanaan Upsus Padi, Jagung, dan Kedele di Kabupaten Sukoharjo adalah dipusatkan di Dinas Pertanian Tanaman Pangan di kabupaten Sukoharjo. Untuk tingkat Kabupaten Sukoharjo, koordinasi pernah dilakukan beberapa kali. Koordinasi pertama, dilaksanakan pada bulan Februari

51 yang dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian, Kepala Pusat Sosial Eknomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), Kepala Badan Penyuluhan Pertanian, Staf dari Ditjen PSP, BPTP Jateng, LO dan para pendamping. Koordinasi pertama ini lebih kepada persiapan kunjungan kerja Menteri Pertanian dan Presiden RI dalam rangka peninjauan kondisi jaringan irigasi tersier, kunjungan terhadap pertanian modern, dan pembagian alsintan di Kabupaten Sukoharjo. Koordinasi kedua lebih bersifat teknis, dilaksankan pada bulan Maret 2015 yang dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian Sukoharjo, Kepala PSEKP, Pendamping, para Kabid dan Kasi terkait, serta para KCD dan koordinator penyuluh dari seluruh kecamatan di kabupaten Sukoharjo. Koordinasi yang dilaksanakan lebih bersifat teknis dan menyamakan pandangan terutama mengenai pengumpulan data. Data apa yang dikumpulkan, kapan jadwal pengumpulannya, form isiannya seperti apa, templatenya seperti apa. Hasil dari koordinasi ini adalah lancarnya pengisian form mulai dari desa, kecamatan sampai dengan di kabupaten dan pusat. Di dalam SK Kementan, dinyatakan baik pada bab tugas masing-masing lembaga maupun di dalam mekanisme hubungan kerja, bahwa pada masing-masing lembaga terutama teknis baik dari tingkat kecamatan, kebupaten dan pusat ada tugas dan fungsi untuk mengkoordinasikan kegiatan Upsus PJK pada kegiatan yang sedang di tangani oleh masing-masing pihak. Begitu juga pada tim Pembina atau tim pengendali ada salah satu mekanisme kerjanya adalah melakukan rapat koordinasi pembinaan (Rakorbin) yang didahului dengan rapat teknis (ratek) setiap SKPD lingkup pertanian dan UPT pusat, hasilnya adalah sebagai bahan untuk di bawa ke rakorbin. Koordinasi pada Tim Kabupaten, telah dilaksanakan pada tanggal 24 Februari Fokus aktivitas pada kegiatan ini adalah : (1) Melakukan koordinasi dengan para petugas UPTD dan koordinator penyuluh pada lingkup kecamatan se Kabupaten Sukoharjo; (2) Menyepakati form pelaporan dari desa/kecamatan ke kabupaten dan dari kabupaten ke pusat; (3) Mengsinkronkan data yang masih simpang-siur terutama mengenai kemajuan realisasi tanam, realisasi panen dan penetapan luas sasaran tanam setelah adanya tambahan target yang di instruksikan Presiden RI; (4) Pencarian penjelasan tentang kemajuan program UPSUS PJK termasuk penyerapan anggaran, pembagian alsintan, dan sara produksi pertanian; dan (5) Melakukan 51

52 peninjauan calon lokasi dan kelompok sasaran atau petani dalam rangka mencari peluang trigger ekonomi dari sektor pertanian. Koordinasi dilaksanakan di ruangan Aula Dinas Pertanian Tanaman Pangan yang dihadiri oleh sekitar 70 orang yang terdiri dari Kepala UPTD Kecamatan dilingkup Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo, para PPL sekabupaten Sukoharjo, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kepala Seksi Tanaman Pangan, Staf kelompok Fungsional, Kepala Pusat PSEKP, dan Kepala Dinas Pertanian. Hasil dari koordinasi tersebut utamanya adalah menyepakati mekanisme sistim pelaporan bahwa dari daerah/kecamatan laporan harus sudah masuk pada hari Selasa dan dari kabupaten ke pusat paling lambat laopran hari Rabu pagi. Koordinasi sinkronisasi data di tingkat desa dilakukan pada hari Senin antara penyuluh dan Babinsa untuk disetorkan ke tingkat kecamatan dengan data hasil sinkronisasi. Format yang diminta dari pusat membuat bingung di daerah, ada beberapa bentuk form yang dipegang dan berubah-rubah sejak form pertama yang mereka pegang, termasuk juga jenis data yang diminta juga berubah misalnya antara menurut kasus, bulanan dan atau bersifat akumulasi. Pada koordinasi atas saran dari Kepala Dinas maka form yang diisi dari Sukoharjo agar bermanfaat juga bagi Dinas dilakukan modifikasi terutama pada Worksheet 3. Perubahan yang terjadi adalah tidak ada kolom per minggu, tetapi laporan tersebut dikirim perminggu yang memuat akumulasi data sampai minggu akhir, perubahan data minggu ini dan akumulasi sampai dengan minggu ini. Hal ini berlaku untuk perkembangan areal tanam, perkembangan areal panen. Selain itu, ada tambahan worksheet 4 dan 5 yang bentuknya sama dengan worksheet 3 untuk jagung dan kedele. Untuk memformulasikan ke form yang akan dilaporkan ke pusat menjadi tanggungjawab penanggungjawab kabupaten. Format yang disepakti di Sukoharjo adalah seperti terlampir. Mengsinkronkan data dilaksankan bersama dengan penanggungjawab pelaporan yaitu bagian Kelompok Fungsional dan Bagian Pangan dan Hortikultura. Hasil dari singkornisasi data ini adalah : (1) Untuk perkembangan luas tanam disepakati direkap mulai dari Oktober 2014 sampai dengan September 2015; (2) Untuk perkembangan luas panen disepakati mulai dari Januari 2015 sampai dengan Desember 2015; (3) Data yang dilaporkan disinkronkan dengan hasil SP yang 52

53 pelaporannya satu bulan sekali, namun untuk UPSUS para petugas mengamati setiap minggu dan melaporkan setiap hari Selasa; dan (4) Sejak pelaporan Rabu-1 bulan Maret 2015 sasaran tanam sudah disinkronkan dengan perubahan sasaran tanam ada penambahan dari 1.5 juta ton menjadi 2 juta ton di Jawa Tengah dan mengkoreksi sasaran tanam pada masing-maing kecamatan yang selama ini masih berbeda Wonogiri Untuk peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai (PJK) dalam mendukung tercapainya swasembada, maka dilaksanakan program melalui upaya khusus (UPSUS) PJK. Dalam pencapaian swasembada berkelanjutan padi dan jagung serta swasembada kedelai tersebut, lahan merupakan salah satu faktor produksi utama, selain itu ketersediaan air. Dalam program UPSUS PJK, antara lain melalui kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi tersier (RIJT) dan kegiatan pendukung lainnya. Kabupaten Wonogiri tergolong wilayah sentra ke padi, jegung dan kedelai, sehingga kegiatan UPSUS mencakup pengembangan ke tiga komoditas tersebut. Mekanisme dan hubungan kerja antar lembaga dalam rangka UPSUS peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai dalam pencapaian swasembada berkelanjutan padi dan jagung, serta swassembada kedelai mengacu pada Permentan 131/Permentan/OT.140/120/2014 tentang Mekanisme dan hubungan kerja antar lembaga yang membidangipertanian dalam Mendukung Peningkatan Produksi Pangan Nasional. Dalam SK tersebut, menunjuk salah satu Tim Supervisi dan Pendampingan adalah Kepala PSEKP yang membawahi 5 wilayah Kabupaten (Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Magelang dan Temanggung) yang tercakup dalam wilayah Pokja IV. Dalam pelaksanaan di lapang ditunjuk 5 orang peneliti PSEKP sebagai penanggung jawab masing-masing kabupaten. Dalam persiapan pelaksanaan Upsus telah dilakukan serangkaian kegiatan di tingkat kabupaten seperti telah dirangkum pada Tabel 24. Keterlibatan instansi terkait di pusat dan daerah diperlukan untuk menjamin efektivitas pelaksanaan pencapaian swasembada komoditas pangan strategis tersebut. Dalam pelaksanaannya mengacu pada Pedoman Umum yang disusun melalui Peraturan Menteri Pertanian RI, Nomor 03/Permentan/ar.140/2015 tentang 53

54 Pedoman UPSUS peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai melalui Program Perbaikan Jaringan Irigasi dan Sarana Pendukung Tahun Anggaran Di tingkat Kabupaten, Bupati membentuk Tim pelaksana teknis UPSUS peningkataan produksi padi, jagung dan kedelai, perbaikan jaringan irigasi dan sarana pendukungnya tingkat kabupaten dipimpin oleh Kepala Dinas Pertanian, dalam hal ini di Kabupaten Wonogiri adalah Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) dengan anggota dari Dinas TPH termasuk Koordinator Jabatan Fungsional (KJF). Namun demikian sampai akhir Maret 2015, SK penunjukan belum disusun (masih draft) sehingga dalam pelaksanaan masih belum terkoordinasi dengan baik. Sebagai contoh untuk tanggung jawab data mingguan (tambah tanam, panen dan produksi) dilakukan di Sub Bid Produksi Tanaman Pangan, Kabid Tanaman Pangan, sementara untuk perkembangan kegiatan yang terkait dengan prasarana berada di Bidang Sapras, dengan kurangnya koordinasi diantara pelaksana tersebut terkadang pelaporan data mingguan tidak sinkron. Untuk tahap awal lebih kepada menggali data tahun 2014 dengan fokus untuk tanaman padi, jagung dan kedelai. Data perkembangan luas areal tanam, panen, produktivitas dan produksi dengan berbagai data penunjangnya termasuk sarana dan prasarana, infrastruktur, jenis lahan menurut jenis irigasi, serta data penyuluh dan gapoktan/kelompok tani. Untuk selanjutnya melakukan koordinasi dan penjadwalan serta pengumpulan data serta perkembangannya. Tanggal 15 Januari 2015, diadakan pertemuan dengan koordinator penyuluh kecamatan, dalam acara tersebut Tim Supervisi Pusat bersama LO UPSUS Pajale dari BPTP Jawa Tengan dan Kepala Dinas Pertanian Tanaman dan Hortikultura Kabupaten Wonogiri mempresentasikan tentang rencana dan pelaksanaan Program Pajale serta keterlibatan Penyuluh dalam pelaksanaan Pajale di Kabupaten Wonogiri. Jumlah Penyuluh di Kabupaten Wonogiri tercatat berjumlah 191 (92 orang PNS dan 99 orang THL) yang meliputi wilayah 294 desa. Selain itu dalam pelaksanaan di lapang (desa) juga melibatkan Babinsa yang tersebar di seluruh desa di Wonogiri. Kelembagaan pelaksana harus dikondisikan, termasuk persiapan dan perencanaan kegiatan. Sinergitas pelaksana program UPSUS PAJALE seyogyanya harus lebih terorganisir dengan baik. 54

55 Tabel 24. Perkembangan Sinkronisasi, Koordinasi dan Sosialisasi Program Upsus Padi, Jagung, Kedele di Kabupaten Wonogiri No. Tanggal Kegiatan Tempat Peserta 1 14 Januari Pendopo 2015 Klaten Januari Januari Januari 2015? 5 25 Februari Februari Maret Maret 2015 Pemerintah Daerah Bersama Petani dan TNI Mendukung Program Swasembada Pangan nasional Koordinasi dan Sosialisasi Kegiatan UPSUS Pajale: Jenis dan Sistem Pelaporan Data Mingguan Peletakan Batu Pertama Rehabilitasi Irigasi Workhsop Menyepakati Target dan Kinerja UPSUS Pajale Pertemuan terbatas dalam rangka koordinasi pelaporan data secara berkala Sosialisasi Kegiatan Ketahanan Pangan dlm Rangka Upsus Percepatan Target Produksi Pajale 2015 Rapat Koordinasi Penyuluh dan Babinsa Temu Teknis Penyuluh dalam Rangka Mendukung Kegiatan UPSUS Pajale Aula Dinas Pertanian TPH Wonogiri Desa Setrorejo, Kec. Baturetno Rumah Makan Wonogiri Kodim 0728 Aula Dinas Pertanian TPH Wonogiri Aula Dinas Pertanian TPH Wonogiri Rumah makan FAJAR Wonogiri Pemda, Kadistan, Bapeluh, Kodim, KTNA, Kementan Kadis, Kabid, Koordinator dan sebagian penyuluh, PSEKP, BPTP, Dandim 0728, Kadistan, Gapoktan/ Poktan, P3A, Aster dan babinsa Kec. Baturetno Koordinator Penyuluh, Danramil Aster dan staf, Kasie Produksi dan Kasi Monev Dinas Pertanian TPH, PSEKP PSEKP, BPTP, Dinas Pertanian TPH (Kadis, Kabid dan KJF) serta koordinator Penyuluh BPTP, Banisa (50 orang), Penyuluh (50 orang), Koordinator Penyuluh, Dinas Pertanian TPH (Kadis, Kabid dan KJF) Seluruh Penyuluh se Kabupaten Wonogiri, Dinas Pertanian TPH Wonogiri (Sekdin, Kabid dan KJF), PSEKP, BPTP, Bapeluh Provinsi Jateng, BKD- Pemda Kab. Wonogiri Pada tanggal 26 Februari 2015, dilakukan Pertemuan Koordinasi yang dilaksanakan di ruangan Aula Dinas Pertanian TPH. Pada pertemuan tersebut dihadiri oleh para koordinator Penyuluh seluruh kecamatan se Kabupaten Wonogiri, Kepala Bidang Tanaman Pangan, Kepala Seksi Produksi Tanaman Pangan, Staf kelompok Fungsional dan Koordinator Jabatan Fungsional (KJF), Kepala Pusat PSEKP, dan Kepala Dinas Pertanian. Hasil dari koordinasi tersebut utamanya adalah menyepakati mekanisme sistim pelaporan bahwa dari daerah/kecamatan laporan harus sudah masuk pada hari Selasa dan dari kabupaten ke pusat paling lambat laporan hari Rabu pagi. Koordinasi sinkronisasi data di tingkat desa dilakukan pada 55

56 hari Senin antara penyuluh dan Babinsa untuk disetorkan ke tingkat kecamatan dengan data hasil sinkronisasi dan direkap. Diharapkan data yang dilaporkan adalah satu ouput data yang sama (satu angka). Oleh karena itu format yang diisikan harus sama. Di tingkat Dinas Pertanian, masih belum terbentuk koordinasi yang baik, hal ini ditemukan bahwa antar bidang (Tanaman Pangan, Sarana Prasarana dan KJF) masih bekerja sendiri. Selama ini kegiatan UPSUS PJK dianggapnya adalah pekerjaan Bidang TPH, sementara pihak Bidang TPH mengemukakan bahwa kegiatan lebih banyak di Bidang Sapras, dan KJF sebagai sekretariat UPSUS Pajale belum berfungsi sebagaimana dalam Pedum. Belum adanya satu persepsi dan pandangan tentang tugas pokok dan fungsi masing-masing pihak menjadi hambatan dalam pengumpulan data, pengelolaan data di kabupaten, dan pelaporan ke provinsi dan pusat. Mengsinkronkan data dilaksanakan bersama dengan penanggungjawab pelaporan yaitu Bidang TPH. Hasil dari singkornisasi data ini adalah : (1) Untuk perkembangan luas tanam disepakati direkap mulai dari Oktober 2014 sampai dengan September 2015; (2) Untuk perkembangan luas panen disepakati mulai dari Januari 2015 sampai dengan Desember 2015, namun data realisasi panen 2014 sudah tersedia tingkat kabupaten (per kecamatan); (3) Data yang dilaporkan disinkronkan dengan hasil SP yang pelaporannya satu bulan sekali, namun untuk UPSUS para petugas mengamati setiap minggu dan melaporkan setiap hari Selasa; (4) Sejak pelaporan Rabu-1 bulan Maret 2015 sasaran tanam sudah disinkronkan dengan perubahan sasaran tanam dengan penambahan 2 juta ton di Jawa Tengah dan mengkoreksi sasaran tanam pada masing-maing kecamatan yang selama ini masih berbeda. Sehubungan dengan itu mestinya juga harus disinkronkan dengan pendataan di tingkat desa. Temu Teknis Penyuluh pada tanggal 31 Maret, yang dihadiri sekitar 200 orang yang terdiri dari penyuluh seluruh wilayah di Kabupaten Wonogiri, Sekdin dan Kepala Bidang Dinas Pertanian TPH Kab. Wonogiri serta nara sumber (Bapeluh Provinsi Jateng, BPTP Jateng, PSEKP dan BKD Kabupaten Wonogiri). Dari Bapeluh Provinsi Jateng menyampaikan tentang peran dan komitmen penyuluh dalam mendukung kegiatan UPSUS PJK, dari BPTP menyampaikan tentang teknologi dan 56

57 penerapannya dalam mendukung UPSUS PJK mencapai swasembada Pangan, dari PSEKP menyampaikan tentang sinkronisasi dan harmonisasi para pelaksana UPSUS PJK di daerah serta akurasi data pelaporan secara berkala dalam mensukseskan swasembada Padi Jagung dan Kedelai Magelang Walaupun pemerintah melaksanakan kebijakan upaya khusus (Upsus) untuk peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai, namun untuk Kabupaten Magelang hanya titujukan untuk komoditas padi dan jagung. Hal ini dikarenakan Kabupaten Magelang bukan merupakan sentra produksi kedelai, memiliki iklim yang kurang sesuai, petani jarang yang menanam tanaman kedelai, dan petani memiliki tanaman-tanaman alternatif yang jauh lebih menguntungkan. Untuk melaksanakan Upsus tersebut, pemerintah Kabupaten Magelang telah melaksanakan serangkaian koordinasi dan sinkronisasi dari tingkat pusat, provinsi dan kabupaten. Pelaksanaan koordinasi di tingkat pemerintah daerah dilakukan antara Dinas Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan, Badan Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan (BP2KP) dan Kodim Kabupaten Magelang. Sesuai dengan mekanisme kerja yang digariskan oleh Kementerian Pertanian (seperti pada Gambar 4.1). TATA HUBUNGAN KERJA PUSAT/TIM PENGENDALI KASAD MENTAN BADAN LITBANG DITJEN PSP/TP/P2HP BPPSDMP PROVINSI TIM PEMBINA GUBERNUR BPTP DINAS TEKNIS KODAM BAKORLUH PT/BALAI/STPP KAB/KOTA PELAKSANA BUPATI/WALIKOTA PENELITI/ PENYULUH DINAS TEKNIS KODIM BP4K DOSEN/WI KECAMATAN/ TIM PELAKSANA CAMAT POPT/ PBT UPTD KORAMIL BP3K DESA LURAH/DESA Alur Komando Alur Pengendalian Alur Pembinaan Alur Pelaksanaan Alur Koordinasi Fungsional Alur Koordinasi Operasional BABINSA PENYULUH MAHASISWA POKTAN, P3A, GAPOKTAN DAN GP3A GO 10 Gambar 4.1. Mekanisme Hubungan Kerja Pelaksanaan Upsus 57

58 Bupati Magelang bertanggung jawab dalam kebijakan upsus Padi Jagung dan Kedelai di wilayahnya. Dalam implementasi di tingkat kabupaten, selain unsur dari pemda dan Kodim, juga melibatkan peneliti/penyuluh dari BPTP Jawa Tengah, dengan Liason Officer (LO) Ibu Ir. Tri Reni Prastuti, sedangkan LO dari Kodim Magelang adalah Perwira Puji Basuki. Implementasi di lapangan dari jajaran Kodim adalah melibatkan Bintara Pembina Desa (Babinsa) sekitar 302 orang dengan tugas: (1) Menggerakkan dan memotivasi petani untuk melaksanakan tanam serentak, perbaikan dan pemeliharaan jaringan irigasi, gerakan pengendalian OPT dan panen; (2) Melaksanakan pengamanan penyaluran benih, pupuk dan alsintan serta insfrastruktur jaringan irigasi; (3) Melakukan pengawasan terhadap pemberkasaan administrasi, pencairan dan penyaluran bantuan kepada penerima manfaat. Sementara itu, Kementerian Pertanian menerbitkan keputusan No. 1243/Kpts/OT.160/ 12/2014 tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus Peningkatan produksi Padi, Jagung dan Kedelai Melalui Program Perbaikan Jaringan Irigasi dan Sarana Pendukungnya. Dalam keputusan tersebut salah Tim Supervisi dan Pendampingan Upsus adalah Kepala PSEKP, dan beliau menugaskan Ir. Mewa Ariani, MS untuk membantu beliau di Kabupaten Magelang. Dalam persiapan pelaksanaan Upsus Padi Jagung dan Kedelai telah dilakukan serangkaian kegiatan di tingkat kabupaten seperti telah dirangkum pada Tabel 4.1. Khusus kegiatan terkait peletakan batu pertama rehabilitasi irigasi disajikan tersendiri seperti pada Tabel 4.2, karena Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen. PSP) meminta laporan khusus untuk kegiatan ini. Kegiatan workhsop untuk menyepakati target dan kinerja UPSUS Pajale pada tanggal 21 Februari 2015 dihadiri oleh Mantri Tani, Koordinator PPL, Danramil yang dilakukan di BP2KP membahas beberapa hal sebagai berikut: a) Penjelasan pengisian blanko pelaporan tingkat desa dan kecamatan, b) prosedur dan batasan waktu pelaporan, c) Menyepakati luas tanam dan target luas tanam, d) Merencanakan lokasi kegiatan optimalisasi lahan dan GPPTT jagung, e) Merencanakan lokasi yang membutuhkan traktor roda 2, traktor roda 4 dan pompa air dan f) rekayasan pola tanam padi-padijagung di daerah hulu irigasi tangsi dan aji temon. Kegiatan pada tanggal 2-3 Februari 2015 seperti pada Tabel 25 dilakukan di Aula Makodim dengan materi adalah: (1) Pembukaan, (2) Sambutan Dandim, (3) 58

59 Upaya peningkatan khusus pencapaian target produksi pajale oleh Ir. Mewa Ariani, MS, (4) Kebijakan dan strategi upsus pajale oleh Kepala Distanbuthut Kabupaten Magelang, (5) Sosialisasi teknologi padi dengan PTT dan SRI oleh Ir. Tri Wardoyo, 6) PTT Jagung oleh Gunadi J.S, SP, dan (7) Penutupan oleh Damdim 0705 Kabupaten Magelang. Namun kegiatan tersebut hanya sampai awal bulan Februari, yang kemudian dilanjutkan dengan sosialisasi dan implementasi tingkat kecamatan, desa serta koordinasi antar pelaksana di lapangan. Tabel 25. Perkembangan Sinkronisasi, Koordinasi dan Sosialisasi Program Upsus Padi, Jagung, Kedele di Kab. Magelang No. Tanggal Kegiatan Tempat Peserta 1 14 Januari Pendopo Klaten Januari Januari Januari Januari Januari Januari Februari 2015 Pemerintah Daerah Bersama Petani dan TNI Mendukung Program Swasembada Pangan nasional Koordinasi dan Sosialisasi Kegiatan UPSUS Pajale: Jenis dan Sistem Pelaporan Data Mingguan Peletakan Batu Pertama Rehabilitasi Irigasi Workhsop Menyepakati Target dan Kinerja UPSUS Pajale MOU Bupati dengan Dandim Koordinasi Penyuluhan Tahun 2015 dlm Rangka Mensukseskan Visi, Misi Bupati Magelang dan Program Nasional Sosialisasi Pajale di Setiap BP3K dan Desa Sosialisasi Kegiatan Ketahanan Pangan dlm Rangka Upsus Distanhutbun, BP2KP Dusun Kebokurung, Desa Sawangan, Kec. Sawangan Distanhutbun Kantor Bupati BP2KP BP2KP Kodim 0705 Pemda, Kadistan, Bapeluh, Kodim, KTNA, Kementan Distanhutbun, BP2KP, PSEKP, BPTP, Kodim WK. Bupati, Dandim 0705, SKPD, Muspika Kec, Kades Se Kec. Sawangan, Gapoktan/Poktan, Aster dan babinsa Kec. Sawangan Mantri Tani, Koordinator PPL, Danramil Dandim, Distanhutbun, SKPD Bupati, SKPD, Distanhutbun, Koordinator penyuluh, PPL, BPTP, Dandim Koramil, Koordinator penyuluh, PPL, Mantri tani, Babinsa, Camat, Kepala desa Babinsa, PSEKP, BPTP, BP2KP, Distanhutbun 59

60 Percepatan Target Produksi Pajale 2015 Beberapa kegiatan di lapangan sebagai berikut: (1) Kepala BPS Kabupaten Magelang melakukan ubinan di Kecamatan Salam; (2) Pertemuan pembahasan Upsus Pajale antara camat, dinas terkait dengan Baninsa di Kecamatan Muntilan; (3) Kodim mencoba traktor dan rice transplanter di Kec. Tempuran; (4) Pertemuan silaturahmi dan koordinasi antara Kapus PSEKP, dengan Kepala Dinas Pertanian, kepala BP2KP. Selain itu, berdasarkan informasi dari LO Kodim Magelang, komandan Kodim Magelang ditunjuk mewakili Korem DIY dalam ketahanan pangan. Oleh karena itu, komando dari Komandan Kodim untuk semua jajaran Kodim di lapangan terus meningkatkan kegiatan penyuluhan, tanam, pemeliharaan, membasmi hama sampai panen. Pelaksanaan pendampingan ditingkatkan, dilaporkan dan diarsipkan. Luas dan hasil panen telah mencapai target. Pabung dan pasiter berkoordinasi terus menerus dengan Dinas Pertanian untuk dukungan alat mesin pertanian, pupuk, bibit, dan lainnya. Jumlah Bintara Pembina Desa (Babinsa) yang dilibatkan dalam program Upsus Padi dan Jagung ini sebanyak 302 orang yang tersebar di setiap desa se Kabupaten Magelang. Salah satu kegiatan Upsus PJK ini adalah adanya pengiriman laporan dari daerah ke pusat setiap minggu. Hasil koordinasi BP2KP dengan jajarannya diputuskan jadwal pelaporan dan mekanismenya sebaggai berikut: (a) Senin, melakukan koordinasi antara PPL dan Babinsa untuk menyepakati data luas tanam, luas panen padi dan jagung yang dikirim setiap hari Senin sore, (b) Selasa, Koordinator PPL dan Danramil melakukan rekapitulasi dari setiap desa dan selasa sore dikirim ke BP2KP dan Kodim; (c) Rabu, BP2KP melakukan rekapitulasi semua data yang masuk disesuaikan dengan tabel-tabel yang diminta, kemudian rabu jam 10 an dikirim ke sekretariat PSEKP, Pajale Jateng, BSDMP dan sekretariat Kodim. Tabel 26. Peletakan Batu Pertama RIJT di Kab. Magelang No Uraian Keterangan 1 Tanggal 20 Januari Lokasi: - Desa Sawangan - Kecamatan Sawangan 60

61 3 4 Pihak mencanangkan Peserta/pemangku kepentingan yang hadir 5 Jumlah yang hadir 150 orang Wabup Magelang Bupati dan jajarannya, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan, Kepala BP2KP, BPTP Jateng, KCD, PPL, Poktan dan Petani, Kodim, Babinsa, Koordinator penyuluh, SKPD Lainnya, kepala dan perangkat desa Foto : Pencanangan Gerakan Perbaikan Irigasi di Kab. Sawangan oleh Wabup Magelang 4.5. Temanggung Tugas pokok dan fungsi Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung tertuang dalam Peraturan Bupati Temanggung Nomor 59 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintah daerah dalam bidang Pertanian Sub bidang 61

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng)

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng) BAB II DISKRIPSI DAERAH 2.1 Letak Geografi Kabupaten Klaten termasuk daerah di Propinsi Jawa Tengah dan merupakan daerah perbatasan antara Propinsi Jawa Tengah dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena produksi padi Indonesia yang masih rendah dan ditambah dengan. diperbaiki dengan manajemen pascapanen yang benar.

BAB I PENDAHULUAN. karena produksi padi Indonesia yang masih rendah dan ditambah dengan. diperbaiki dengan manajemen pascapanen yang benar. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan utama di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai sumber karbohidrat. Kebutuhan pangan pokok beras

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perkonomian

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perkonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perkonomian nasional. Padi adalah tanaman pangan yang utama. Sejak

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI PENYULUHAN PERTANIAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI PENYULUHAN PERTANIAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI PENYULUHAN PERTANIAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN Oleh : Kurnia S. Indraningsih Tri Pranadji Yana Supriatna PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda revitalisasi pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan pertanian yang dicanangkan pada tahun 2005 merupakan salah satu langkah mewujudkan tujuan pembangunan yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian dalam perekonomian nasional merupakan sektor yang cukup baik dan terbukti mampu bertahan pada saat krisis Indonesia tahun 1997-1998. Pembangunan sektor

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk perubahan dan pertumbuhan ekonomi serta perbaikan mutu hidup dan kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nawa Cita (Sembilan Program Prioritas) merupakan agenda prioritas Kabinet Kerja Pemerintah Indonesia periode 2015 2019 mengarahkan pembangunan pertanian ke depan untuk

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN Rancangan Sekolah Luar Biasa tipe C yang direncanakan berlokasi di Kabupaten Klaten. Perencanaan suatu pembangunan haruslah mengkaji dari berbagai aspek-aspek

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

RINGKASAN RANCANGAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI

RINGKASAN RANCANGAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI Lampiran II PERDA APBD TA. Nomor 2016 :...TAHUN 2016 Tanggal : 21 September 2016 PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN RINGKASAN RANCANGAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE

KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE Oleh: Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian 2015 BPPSDMP

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kerajinan, beras, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kerajinan, beras, dan lain 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kabupaten klaten merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kerajinan, beras, dan lain sebagainya. Terdapat banyak kerajinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor utama yang mampu menyediakan dan memenuhi kebutuhan akan pangan secara langsung bagi sebuah negara. Kemajuan dan perkembangan pada sektor

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA Oleh: Muchjidin Rachmat dan Budiman Hutabarat') Abstrak Tulisan ini ingin melihat tingkat diversifikasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE

KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE Oleh: Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian 2 0 1 5 BPPSDMP www.bppsdmp.pertanian.go.id I. PENDAHULUAN Presiden

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da No.124, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Penyuluhan Pertanian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/Permentan/SM.200/1/2018 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENYULUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Sejalan dengan tugas pokok dan fungsi BPPKP sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 52 Tahun

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian. Tahun 2013

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian. Tahun 2013 RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian Tahun 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN TAHUN 2013 No. A SASARAN INDIKATOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian untuk pembangunan (agriculture

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

9.b PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN SIAK TAHUN 2016 (CAPAIAN KINERJA SKPD BERDASARKAN TARGET RPJMD)

9.b PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN SIAK TAHUN 2016 (CAPAIAN KINERJA SKPD BERDASARKAN TARGET RPJMD) 9.b PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN SIAK TAHUN 2016 (CAPAIAN KINERJA SKPD BERDASARKAN TARGET RPJMD) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN SIAK PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp)

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp) BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2009 3.1. Program dan Kegiatan Dinas Pertanian Tahun 2008 Program yang akan dilaksanakan Dinas Pertanian Tahun 2008 berdasarkan Prioritas Pembangunan Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

(SP2010) merupakan dasar. administrasi terkecil. tim. dasar. tangga. Klaten, Agustus 2010 BPS Kabupaten. Klaten Kepala,

(SP2010) merupakan dasar. administrasi terkecil. tim. dasar. tangga. Klaten, Agustus 2010 BPS Kabupaten. Klaten Kepala, Sekapur Sirih Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1997 tentang Statistik, Badan Pusat Statistik bertanggung jawab menyediakan data statistik dasar. Sensus Penduduk 2010 (SP2010) merupakan kegiatan

Lebih terperinci

Renstra BKP5K Tahun

Renstra BKP5K Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN Revitalisasi Bidang Ketahanan Pangan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan bagian dari pembangunan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, taraf

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KLATEN

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KLATEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KLATEN Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN BUPATI KLATEN,

BUPATI KLATEN BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN KEPUTUSAN BUPATI KLATEN NOMOR 18/297/2011 TENTANG PENUNJUKAN PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI (PPID)DAN PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI (PPID) PEMBANTU PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT Peranan dan kinerja agribisnis dalam pembangunan ekonomi Faktor produksi utama sektor pertanian di NTB adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Laporan Kinerja Tahun 2014 i RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Pengamanan produksi tanaman pangan mencakup seluruh areal pertanaman. Operasional kegiatan diarahkan dalam rangka penguatan perlindungan tanaman pangan

Lebih terperinci

DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN TERHADAP KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH

DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN TERHADAP KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN TERHADAP KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH THE RATE OF THE AGRICULTURE LAND CONVERSION AND THE IMPACTS OF THE AGRICULTURE

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN A. Tugas Pokok dan Fungsi PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting keberadaannya di Indonesia. Sektor inilah yang mampu menyediakan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang amat subur sehingga sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Indonesia memiliki iklim tropis basah, dimana iklim

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

RINGKASAN APBD MENURUT ORGANISASI DAN URUSAN PEMERINTAHAN

RINGKASAN APBD MENURUT ORGANISASI DAN URUSAN PEMERINTAHAN Lampiran IIa Peraturan Daerah Nomor : 1 TAHUN 2014 Tanggal : 15 Januari 2014 KABUPATEN KLATEN RINGKASAN APBD MENURUT ORGANISASI DAN URUSAN PEMERINTAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 KODE 1.01.01 DINAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan merupakan hak asasi bagi setiap rakyat Indonesia.Pemenuhan pangan sangat penting sebagai komponen dasar

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

RINGKASAN APBD MENURUT ORGANISASI DAN URUSAN PEMERINTAHAN

RINGKASAN APBD MENURUT ORGANISASI DAN URUSAN PEMERINTAHAN Lampiran IIa Peraturan Daerah Nomor : 12 Tahun 2014 Tanggal : 31 Desember 2014 PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN RINGKASAN APBD MENURUT ORGANISASI DAN URUSAN PEMERINTAHAN TAHUN ANGGARAN 2015 KODE 1.01.01 DINAS

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan pertanian kita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 ii KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Krisis pangan telah benar-benar terjadi diberbagai belahan dunia. Hal ini

BAB 1. PENDAHULUAN. Krisis pangan telah benar-benar terjadi diberbagai belahan dunia. Hal ini BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis pangan telah benar-benar terjadi diberbagai belahan dunia. Hal ini ditandai dengan melonjaknya harga-harga pangan dunia seperti makanan pokok berupa gandum,

Lebih terperinci

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Pada KEGIATAN PERLUASAN (PENCETAKAN) SAWAH DALAM PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2007-2009 Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Kampar 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang Selatan, 100º 23' - 101º40' Bujur Timur.

Lebih terperinci

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN Fakhrina dan Agus Hasbianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P.

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN PROGRAM SWASEMBADA PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI SERTA PENINGKATAN PRODUKSI GULA DAN DAGING SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN Dialog dalam Rangka Rapimnas Kadin 2014 Hotel Pullman-Jakarta, 8 Desember

Lebih terperinci