LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI PENYULUHAN PERTANIAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI PENYULUHAN PERTANIAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI PENYULUHAN PERTANIAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN Oleh : Kurnia S. Indraningsih Tri Pranadji Yana Supriatna PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012

2 RINGKASAN EKSEKUTIF Pendahuluan 1. Dengan diberlakukan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 (UU No. 16/2006) tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K), kegiatan penyuluhan pertanian mempunyai landasan hukum yang kuat dan jelas dalam memberikan dukungan bagi keberhasilan pembangunan pertanian di pedesaan. Tanpa UU No. 16/2006 tersebut, pelaksanaan kegiatan penyuluhan tidak memiliki kekuatan yuridis. 2. Implementasi dalam perubahan kebijakan, yang mengatur operasionalisasi penyelenggaraan penyuluhan pertanian, belum sepenuhnya sejalan dengan UU 16/2006. Hal ini diperkirakan menjadi penyebab utama mengapa kinerja penyelenggaraan sistem penyuluhan pertanian belum berjalan optimal. Faktor yang menjadi penyebab signifikan kegiatan penyuluhan pertanian belum sesuai dengan yang diharapkan antara lain yang berkaitan dengan legislasi, materi atau program, kompetensi dan jumlah SDM penyuluh, organisasi dan manajemen serta infrastruktur penyuluhan. Karena itu, kegiatan penyuluhan pertanian saat ini masih kurang memberikan dukungan terhadap terwujudnya swasembada pangan. 3. Strategi yang dilakukan untuk mewujudkan keberhasilan swasembada pangan adalah dukungan legislasi bidang pertanian yang mencakup keseluruhan aspek, sehingga terwujud peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, pengamanan produksi, dan pemberdayaan kelembagaan pertanian serta dukungan pembiayaan usahatani. 4. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengevaluasi konsistensi dan sinkronisasi peraturan perundangan di bidang penyuluhan dengan pencapaian sasaran swasembada pangan; (2) Mengevaluasi implementasi peraturan perundangan di bidang penyuluhan dengan pencapaian sasaran swasembada pangan; dan (3) Mengevaluasi dampak implementasi peraturan perundangan di bidang penyuluhan dengan pencapaian sasaran swasembada pangan. Metode Penelitian 5. Data dan informasi dihimpun melalui survai dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur (structured questionnaire) dari pemangku kepentingan di dinas lingkup pertanian dan lembaga penyuluhan di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan (penyuluh), maupun desa (kelompok tani sebagai penerima manfaat). Teknik pengumpulan data adalah wawancara mendalam (indepth interview) dilengkapi dengan teknik Diskusi Kelompok dengan pendekatan ethnomethodology, yakni penelitian terhadap perilaku sosial rutin sehari-hari. Varian diskusi kelompok yang digunakan dalam kajian ini adalah interaktif (dua arah) dengan satu moderator. xvi

3 6. Pemilihan lokasi penelitian dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: (1) Provinsi/kabupaten terpilih merupakan sentra produksi pangan; (2) Terdapat program-program yang mendukung upaya swasembada pangan; dan (3) Sistem penyelenggaraan penyuluhan pertanian telah berjalan sebelum UU No. 16/2006 diberlakukan, sehingga dapat dibandingkan pelaksanaan kegiatan penyuluhan sebelum dan setelah ada legislasi. 7. Lokasi (provinsi) penelitian mencakup wilayah Jawa dan Luar Jawa. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan di atas secara purposif dipilih Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat (Kabupaten Ciamis dan Garut), Jawa Timur (Kabupaten Kediri dan Malang), Lampung (Kabupaten Lampung Tengah), dan Sulawesi Selatan (Kabupaten Sidenreng Rappang). 8. Jumlah responden di lima provinsi sebanyak 214, yang mencakup aparat/informan dari instansi pemerintah yang terkait dengan penyuluhan di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten, dan Kecamatan, termasuk koordinator penyuluh, penyuluh, dan kelompok tani peserta program pemerintah yang mendukung swasembada pangan. Hasil dan Pembahasan Tujuan 1: Mengevaluasi konsistensi dan sinkronisasi peraturan perundangan di bidang penyuluhan dengan pencapaian sasaran swasembada pangan 9. Peraturan turunan dari undang-undang penyuluhan pertanian, seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri Pertanian (Permentan), dan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) yang telah diterbitkan konsisten dan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, dalam hal ini UU No. 16/2006 tentang SP3K. Ruang lingkup peraturan yang telah diterbitkan mendukung implementasi UU tersebut. PP yang ada baru terbatas pada aspek pembiayaan, pembinaan dan pengawasan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan. 10. UU No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman Pasal 3 (a) bahwa sistem budidaya tanaman bertujuan meningkatkan dan memperluas penganeka-ragaman hasil tanaman, guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, industri dalam negeri, dan memperbesar ekspor. Hal ini sinkron dengan kebijakan Kementerian Pertanian tentang swasembada pangan. Strategi untuk mencapai swasembada pangan (padi, jagung, dan kedelai) telah dituangkan dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian Pasal 6 ayat (1) UU No. 12/1992 dinyatakan bahwa petani memiliki kebebasan menentukan pilihan jenis tanaman dan perbudidayaannya. Pasal tersebut tidak sinkron dengan Kebijakan Kementerian Pertanian yang mencanangkan surplus 10 juta ton beras (di tahun 2014). Pada ayat (3) xvii

4 dijelaskan apabila pilihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak dapat terwujud karena ketentuan Pemerintah, maka Pemerintah berkewajiban untuk mengupayakan agar petani yang bersangkutan memperoleh jaminan penghasilan tertentu. Kondisi ini memerlukan pengaturan lebih lanjut, paling tidak berupa Perpres, yang menjadi acuan operasional di lapangan. 12. UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan produk turunannya berupa PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, pertanian bukan merupakan urusan wajib bagi pemerintah daerah, namun merupakan urusan pilihan. Alokasi dana bagi sektor pilihan bukan merupakan prioritas utama, namun menjadi prioritas kedua, yang memanfaatkan alokasi dana yang tersisa. Hal ini tentu menimbulkan permasalahan, karena anggaran untuk pelaksanaan kegiatan penyuluhan memerlukan dana yang relatif besar. 13. Jika UU No. 16/2006 dikaitkan dengan UU No. 32/2004 dan UU No. 7/1996 tentang pangan, maka akan semakin terlihat bahwa antar UU tersebut tidak sinkron. PP No. 38/2007 (yang berada dalam koridor UU No. 32/2004) Pasal 7 (ayat 2) disebutkan bahwa ketahanan pangan menjadi urusan wajib pemerintah daerah, sedangkan pada Pasal 7 (ayat 4) dikemukakan bahwa pertanian menjadi urusan pilihan. Dua ayat dalam satu pasal tersebut tidak sejalan, mengingat dalam implementasi di lapangan dalam arti ketersediaan pangan secara mandiri yang diproduksi petani menjadi ranah sektor pertanian. 14. Dalam UU No. 16/2006 Pasal 4, penyuluhan pertanian berfungsi menumbuhkan kemandirian petani dan ini sejalan dengan salah satu target Kementerian pertanian berupa swasembada pangan. Dengan menempatkan ketahanan pangan sebagai unsur wajib, berarti upaya untuk pemenuhan pangan berasal dari impor menjadi legal, mengingat pertanian bukan menjadi prioritas. 15. PP No. 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (produk turunan UU No. 32/2004), pada Bab V tentang besaran organisasi dan perumpunan perangkat daerah yang membatasi jumlah instansi/dinas di daerah (pasal 20-21). Hal ini tidak sinkron dengan UU No. 16/2006 pasal 8 mengenai kelembagaan penyuluhan. PP No. 41/2007 menjadi kendala untuk terbentuknya kelembagaan penyuluhan, baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, maupun kecamatan. Selain kelembagaan penyuluhan pertanian, ada juga sektor lain yang memerlukan adanya institusi tambahan di daerah. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah persepsi pimpinan daerah (provinsi maupun kabupaten/kota) terhadap pembangunan pertanian dan penyuluhan pertanian. Persepsi tersebut akan mempengaruhi dan menentukan dalam membuat kebijakan kelembagaan penyuluhan. 16. Penataan kelembagaan di daerah melalui PP 41/2007 lebih melihat persoalan kelembagaan semata-mata sebagai persoalan struktur xviii

5 kelembagaan. Standarisasi yang ketat yang dibuat oleh PP ini tidak mempertimbangkan dimensi lain dari kelembagaan daerah seperti aparatur, sistem tata laksana, dan nilai dasar organisasi. Hal ini terlihat dari esensi kebijakan yang lebih menekankan pada tiga hal: (1) penyeragaman nomenklatur kelembagaan daerah; (2) penentuan jumlah kelembagaan daerah yang berbasis pada hasil perhitungan atas variabel jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah APBD; (3) dan perumpunan kelembagaan daerah, meskipun juga menentukan beberapa perubahan lain seperti perubahan eselonisasi pejabat daerah dan lain sebagainya. Tujuan 2: Mengevaluasi implementasi peraturan perundangan di bidang penyuluhan dengan pencapaian sasaran swasembada pangan 17. Kelembagaan penyuluhan dinilai penting dalam mengakselerasikan kegiatan pembangunan pertanian, karena dengan kejelasan bentuk institusi (dilihat dari manajemen seperti struktur kewenangan jaringan sistem pemerintah daerah, SDM yang sesuai dengan kompetensi, struktur organisasi yang menopang operasional kewenangan, sistem pendanaan, dan sistem akuntabilitas), dapat dilakukan pembinaan dan pengawasan kepada penyuluh secara optimal. Penyuluh dapat melaksanakan pendampingan dengan baik, sehingga diharapkan dapat berdampak terhadap peningkatan kemampuan petani. 18. Kelembagaan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang didasarkan pada UU No 16 tahun 2006 dibentuk dari tingkat pusat sampai tingkat kecamatan. Dalam implementasinya di beberapa provinsi maupun kabupaten tidak semua diatur oleh peraturan daerah. 19. Produk turunan dari UU No. 16/2006 berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) tentang kelembagaan penyuluhan belum ada, sehingga daerah (dalam hal ini Provinsi Jawa Barat) mengalami kesulitan dalam membangun kelembagaan penyuluhan. Hal tersebut dijadikan salah satu alasan administratif bahwa payung hukumnya belum lengkap, sehingga Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh) yang sesuai UU No. 16/2006 belum terbentuk. Pada tahun 2010 melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Jawa Barat dibentuk Bakorluh ad hoc dengan Ketua Harian Asisten II di Pemda Jawa Barat. Namun sampai saat ini belum bisa operasional karena belum adanya Perda yang mengatur kinerja lembaga tersebut. 20. Kelembagaan penyuluhan di Provinsi Jawa Timur belum sesuai dengan UU No 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K) namun masih berupa Satuan Kerja Badan Koordinasi Penyuluhan (Satkorluh) Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan masih menginduk pada Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur). Pembentukannya belum diatur oleh Perda tetapi landasan operasional dan dasar hukum penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Provinsi Jawa Timur baru melalui Pergub No. 188/316/KPTS/013/ 2010, tanggal 12 Juli Karena berbentuk SK maka diperbaharui setiap tahun dan pada tahun 2012 xix

6 diperbaharui menjadi SK Gubernur No. 188/278/ KPTS/013/ 2012, tanggal 14 Mei Pada Pasal 18 UU No. 16/2006 disebutkan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penyuluhan pemerintah diatur dengan peraturan presiden. Perpres mengatur hal yang lebih spesifik dan lebih operasional, dibanding dengan PP yang mencakup pengaturan lebih luas. Kelengkapan peraturan yang berupa Perpres ini sampai saat ini belum diterbitkan, dan hal ini dijadikan alasan oleh Pemda Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur sehingga belum ada Bakorluh. Dengan adanya otonomi daerah, pembentukan kelembagaan penyuluhan disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan diatur dengan PP 41/ Untuk melihat keterkaitan antara UU No. 16/2006 dengan PP No. 38/2007 dalam konteks kegiatan penyuluhan yang mendukung swasembada pangan perlu mencermati Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis (Renstra) dinas/institusi terkait. Ketahanan pangan menjadi prioritas dalam RPJMD dan Renstra, kecuali untuk Provinsi Sulawesi Selatan (termasuk Kabupaten Sidrap). Diantara lima provinsi contoh, Sulawesi Selatan termasuk provinsi yang mendukung swasembada pangan dalam RPJMD. 23. Dalam implementasi di lapangan program yang mendukung ketahanan pangan dan swasembada pangan, keduanya dilakukan bersamaan, termasuk program/kegiatan pemberdayaan penyuluhan pertanian. Pembedanya adalah besaran dan sumber anggaran yang dialokasikan. Program peningkatan ketahanan pangan (yang merupakan unsur wajib) didukung dana APBD yang relatif besar, sedangkan program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman pangan untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan didanai APBN, melalui dana dekonsentrasi (provinsi) dan tugas pembantuan (kabupaten). 24. Sosialisasi program P2BN yang dilakukan beragam antar provinsi. Di Jawa Barat sosialisasi dilakukan satu kali dalam setahun atau bila ada program/kegiatan yang akan dilakukan. Di Kabupaten Ciamis sosialisasi dilakukan rutin setiap bulan oleh Dinas Pertanian denganpara penyuluh, sedangkan untuk P2BN sosialisasi dilakukan setiap tiga bulan. Di Kabupaten Garut, sosialisasi program peningkatan beras dilakukan satu kali/tahun. Di Provinsi Jawa Timur, sosialisasi program dilaksanakan satu kali/tahun. 25. Terkait dengan P2BN, pertemuan teknis di tingkat Provinsi Jawa Timur melibatkan BPTP, Dinas Pertanian, dan Satkorluh. Diskusi yang dilakukan mencakup teknis pelaksanaan di lapangan, dukungan BPTP dalam aspek teknologi, dan dukungan dinas terkait dengan program yang digulirkan. Sosialisasi dilakukan di seluruh Jawa Timur berdasarkan empat Bakorwil. Koordinasi antara Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKP3) Kabupaten Kediri dilakukan secara nonformal, dalam dua minggu sekali (hari Selasa minggu ke-2 dan ke-4). xx

7 Sebagai sumber/ pelaku yaitu Dinas Pertanian dan POPT provinsi dan sasaran/penerima adalah BKP Di Provinsi Lampung, untuk mendukung P2BN, melalui Bakorluh dilaksanakan kegiatan demfarm di 150 lokasi dan kaji terap di 70 lokasi yang tersebar di 50 BP3K. Sebelum kegiatan dimulai dilakukan temu koordinasi pengawalan dan pendampingan demfarm dan kaji terap (satu kali) di tingkat provinsi dengan nara sumber dari peneliti BPTP, aparat/pejabat Dinas Pertanian, aparat/pejabat Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian. Dilanjutkan dengan temu teknis di tingkat kabupaten dengan nara sumber dari peneliti BPTP, aparat/pejabat Dinas Pertanian, pejabat/penyuluh dari Bakorluh. 27. Di Sulawesi Selatan, untuk melakukan koordinasi di provinsi sudah ada forum komisi penyuluh provinsi, pertemuan berkala dilakukan setiap 3 bulan. Komisi Penyuluhan secara berkala melakukan pertemuan setiap tiga bulan sekali, Dinas Pertanian juga mengadakan pertemuan berkala untuk P2BN. Sosialisasi yang dilakukan di Dinas Pertanian sifatnya hanya rapatrapat bidang tanaman pangan (bidang sarana, produksi, dan pasca panen). 28. Kebijakan operasional penyuluhan diserahkan sepenuhnya kepada pelaksana di lapangan (Badan Pelaksana Penyuluhan/Bapelluh, dan pelaksana operasional desa). Kebijakan dan strategi implementasi penyuluhan provinsi yang dikembangkan oleh Bakorluh (tingkat provinsi) hendaknya dijabarkan ke dalam kondisi spesifik hierarki yang lebih rendah (tingkat Bapelluh di kabupaten/kota, dan di tingkat operasional desa). Kewenangan penyuluh lapangan hendaknya jelas batas-batasnya, baik batas materi teknis, maupun batas operasional fisik. Guna mencermati hal ini, seyogyanya dilakukan pemantauan terhadap proses penyusunan programa penyuluhan sesuai kebutuhan petani, dan pelaksanaannya, mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan tingkat nasional. 29. Pada waktu penyuluh masih berada di satu atap dengan Dinas Pertanian, penyuluh lebih mudah digerakkan oleh Dinas Pertanian, tetapi untuk kondisi saat ini (dengan pemberlakuan UU No. 16/2006) penyuluh menghendaki berada dalam kelembagaan tersendiri (Bakorluh). Ego lembaga birokrasi masih terlihat dengat kuat. Selama para pejabat di lingkup Dinas Pertanian kurang atau bahkan tidak mendukung terbentuknya kelembagaan penyuluhan sesuai dengan UU No. 16/2006, maka koordinasi lintas sektor/instansi yang tertuang dalam Permentan No. 45/Permentan/OT.140/ 8/2011 menjadi sulit terealisir. 30. Dengan pemberlakuan UU NO. 16/2006, pembentukan kelembagaan di kabupaten/kota hanya untuk mendapat anggaran dari Pusat, dukungan APBD relatif kecil, posisi tawar rendah karena Pemda tidak menilai penting keberadaan kelembagaan penyuluhan. Dengan adanya DAU maupun DAK menjadi kekuatan Pusat untuk menekan daerah. 31. Kemampuan penyuluh pertanian saat ini kurang diperhatikan, pelatihan tidak terprogram. Kondisi saat ini standar kompetensi penyuluh tidak ada, xxi

8 dan juga tidak ada latihan kearah penjenjangan fungsional. Tugas penyuluh tidak jelas, banyak penyuluh yang alih tugas ke jabatan lain sehingga berakibat pada penurunan jumlah penyuluh. Bahkan di beberapa kabupaten/kota keberadaan penyuluh kurang diperhatikan pemerintah daerah setempat, pola karir tidak jelas, kenaikan pangkat sering terlambat, kesempatan mengikuti pelatihan kurang. 32. Penyuluh pertanian yang ada sekarang pada umumnya belum menyadari terjadinya perubahan dari petani dengan budaya petani produsen menjadi petani dengan budaya bisnis, akibatnya misi penyuluhan pertanian untuk menjadikan petani sebagai aktor dalam pengembangan sistem dan usaha agribisnis tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Dari aspek pembinaan pada kelompok tani berjalan sangat lambat. 33. SL-PTT menjadi program Ditjen Tanaman Pangan, padahal sekolah lapangan yang merupakan pendidikan non formal merupakan tupoksi dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian. Pada hakekatnya fungsi Kementerian Pertanian mencakup 3 hal, yakni fungsi (1) pengembangan dan penelitian, (2) pengaturan dan pelayanan, dan (3) pendidikan non formal (untuk pendidikan formal menjadi ranah Kementerian Diknas), namun di eselon satu fungsi tersebut masih tumpang tindih. Fungsi pengaturan dan pelayanan kurang diperhatikan dengan baik. 34. Program dan kegiatan penyuluhan pertanian pemerintah merupakan bagian dari revitalisasi pembangunan pertanian masing-masing daerah. Belum ada peraturan pemerintah yang memberikan petunjuk tentang perlu adanya alokasi dana yang secara khusus untuk penyuluhan pertanian pemerintah. Pada kasus ini tidak ada hubungan langsung antara pemberian kewenangan (SKPD) penyuluhan berupa kelembagaan BP4K (yang telah sesuai UU No. 16/2006 dan telah ada Perdanya) dengan pengelolaan anggaran untuk kegiatan penyuluhan. Dapat dikatakan bahwa dari segi besarnya anggaran (APBD) dan otoritas penggunaannya oleh penyuluh masih merupakan faktor disinsentif bagi penyuluhan pemerintah di lokasi penelitian. 35. Dinamika pola pikir petani dan pergeseran orientasi kegiatan pertanian yang semakin bergeser ke arah kegiatan pertanian terpadu (dari hulu ke hilir) mulai dari bertanam sampai ke pemasaran produk olahan harus disikapi dengan mengevolusikan posisi tenaga penyuluh dari posisi agen perubahan ke posisi pendamping petani. Baik UU No.16/2006 tentang sistem penyuluhan pertanian, maupun kondisi operasional di lapangan belum menunjukkan arah perubahan status dan posisi penyuluh sebagai pendamping petani. 36. Sumber informasi bagi petani (penyuluh dan lembaga penyuluhan) sudah sejalan dengan UU No. 16/2006 tentang sistem penyuluhan pertanian. Akan tetapi dalam pelaksanaannya hendaknya tidak dibuat garis pemisah antara kewenangan tingkat provinsi dengan kabupaten/kota. Selayaknya ada alur hubungan alih-strategi operasional kegiatan penyuluhan dari xxii

9 hierarki tertinggi (provinsi) sampai ke hierarki berikutnya (kabupaten/kota, kecamatan, dan desa). Dalam operasionalnya masih terdapat kesenjangan posisi dan pengaruh serta perbedaan pendapat akan strategi pelaksanaan di berbagai hierarki tersebut. Tujuan 3: Mengevaluasi dampak implementasi peraturan perundangan di bidang penyuluhan dengan pencapaian sasaran swasembada pangan 37. Instrumen UU No. 16/2006 dan beberapa produk peraturan turunannya (PP, Perpres, Permentan, Perda, Pergub, dan Perbup), diperkirakan dapat mendukung pencapaian swasembada beras di tahun 2014 dengan catatan apabila program-program yang telah dicanangkan oleh pemerintah dapat dijalankan secara sinergis dan terintegrasi lintas sektoral (dengan dukungan anggaran yang memadai). Dalam hal ini termasuk kegiatan penyuluhan dan pendampingan pelaksanaan dan implementasi programprogram tersebut. 38. Produksi padi yang dihasilkan petani peserta program (SL-PTT, kaji terap, denfarm) meningkat sekitar 29-32,7 persen dibandingkan petani non peserta yang tidak mengikuti teknologi anjuran yang diterapkan petani peserta program dan tanpa pendampingan/pengawalan penyuluh pertanian. Walaupun peningkatan produksi tersebut tidak bisa diklaim sebagai keberhasilan penyuluh semata-mata, karena ada faktor lain yang berpengaruh (seperti tingkat kesuburan lahan, ketersediaan air, ketersediaan sarana produksi, dan teknologi), namun peran penyuluh dalam pendampingan dan pengawalan program mempunyai kontribusi yang nyata. 39. Dengan diterbitkannya Permentan No. 61/Permentan/OT.140/11/2008 tentang pedoman pembinaan penyuluh pertanian swadaya dan penyuluh pertanian swasta merupakan suatu bukti upaya Pemerintah untuk mengembangkan penyuluh swadaya dan penyuluh swasta sebagai pendamping penyuluh pemerintah (PNS). Diharapkan dengan keterlibatan penyuluh swadaya sebagai pelaku utama (petani) yang berhasil akan menggerakkan dan memajukan petani lain untuk membangun usahatani dari hulu sampai hilir, termasuk dalam upaya mendukung program swasembada pangan. 40. Dengan terbentuknya Bakorluh/BP4K penyuluh memiliki kejelasan institusi. Hal ini tentu berdampak positif karena terdapat struktur kewenangan dari jaringan sistem pemerintah daerah, dilihat dari tugas pokok dan fungsi yang melekat. Disamping itu terdapat struktur organisasi yang menopang dalam mengoperasionalkan kewenangan tersebut. 41. Rekrutmen penyuluh (terutama PNS) relatif lambat, padahal banyak penyuluh yang berusia mendekati pensiun dan ini berdampak negatif terhadap keberadaan penyuluh PNS di masa mendatang. Demikian juga dengan diklat penyuluh yang relatif lambat. Frekuensi penyuluh mengikuti diklat dapat dikatakan sangat jarang dalam lima tahun terakhir. Padahal untuk dapat melakukan perannya sebagai fasilitator juga sebagai pendidik, xxiii

10 penyuluh dituntut mengikuti perkembangan yang sangat dinamis dalam masyarakat, juga informasi global. 42. Melalui pengawalan/pendampingan program swasembada pangan yang dilakukan penyuluh terhadap petani/kelompok tani berdampak negatif bagi petani/kelompok tani, yakni menimbulkan ketergantungan terhadap bantuan pemerintah. Konsekuensinya petani harus mau menanam varietas yang diberikan, walaupun tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi wilayah. Dalam program/kegiatan untuk menunjang swasembada pangan, dapat dikatakan bahwa petani padi sawah lebih diposisikan sebagai obyek penyuluhan. Tidak ada kewenangan atau hak petani untuk memberikan pertimbangan tentang materi penyuluhan dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan petani dan keluarganya. 43. Materi teknis penyuluhan yang merupakan teknologi yang telah direkomendasikan, sebagian besar (70 persen) berupa teknik budidaya (hulu). Proporsi materi penyuluhan tentang penanganan pascapanen, pengolahan dan pemasaran (hilir) hanya sekitar 30 persen, termasuk di dalamnya nilainilai kewirausahaan untuk peningkatan nilai tambah pengelolaan sumberdaya keluarga petani di pedesaan. Keorganisasian petani berbadan hukum (seperti koperasi), menempatkan pertanian padi sawah sebagai bagian dari sistem industri pedesaan; berbasis pemilikan lahan sawah oleh petani; masih belum dijadikan materi penting dalam kegiatan penyuluhan pertanian untuk mendukung pencapaian swasembada pangan. 44. PP No. 43/2009 tentang pembiayaan memberikan insentif bagi Pemerintah Daerah berupa aliran dana dari Pusat ke Daerah melalui dana APBN. Demikian juga Permentan No. 51/Permentan/ OT.140/12/2009 mendukung adanya sarana dan prasarana penyuluhan pertanian. Walaupun belum semua Balai Penyuluhan yang ada di kecamatan mendapat fasilitas yang memadai, namun paling tidak terdapat beberapa Balai Penyuluhan yang telah memperoleh fasilitas yang layak sebagai BPP model atau diistilahkan juga sebagai BPP yang difasilitasi. Kesimpulan 45. a. UU No. 16/2006 tentang SP3K dengan produk peraturan turunannya (PP, Perpres, Permentan, Perda, Pergub dan Perbup) masih dibuat secara parsial, belum terintegrasi, masih tergantung pada kepentingan pemerintah, belum mengarah pada pemangku kepentingan. Namun antar peraturan terlihat konsisten dan telah merujuk pada aturan di atasnya. b. Peraturan perundangan yang diinisiasi oleh kementerian yang berbeda cenderung terlihat tidak sinkron, seperti UU No. 7/1996 tentang Pangan, UU No. 16/2006 tentang SP3K (Kementerian Pertanian) bertentangan dengan PP No. 38/2007 yang mengatur pembagian urusan pemerintahan antara Pusat dan Daerah, dan PP 41/2007 tentang organisasi perangkat daerah (dalam koridor UU No. 32 Tahun 2004, Kementerian Dalam Negeri). Muatan peraturan perundang-undangan xxiv

11 tidak mencerminkan untuk kepentingan publik sebagaimana diamanatkan UUD 1945, maupun untuk meningkatkan keefektifan penyelenggaraan pemerintahan, namun lebih mementingkan sektoral (ego sektoral). 46. Implementasi peraturan perundang-undangan (seperti Peraturan Menteri Pertanian Nomor 45/Permentan/ OT.140/8/2011) yang mendukung swasembada pangan terlihat hanya fokus pada program/kebijakan pemerintah berupa P2BN, namun tidak memperhatikan piranti kebijakan lain berupa insentif bagi petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian dan penyuluh sebagai fasilitator. Orientasi program masih pada pencapaian target produksi, belum secara eksplisit berpihak kepada petani dan penyuluh. Kendala di lapangan hanya mencermati aspek teknis dan dukungan sarana/ prasarana fisik serta mengabaikan aspek sosial yang terkait dengan kondisi dinamis yang terjadi pada diri petani. 47. a. Instrumen UU No. 16/2006 dan beberapa produk peraturan turunannya (PP, Perpres, Permentan, Perda, Pergub, dan Perbup), diperkirakan dapat mendukung pencapaian swasembada beras di tahun 2014 dengan catatan apabila program-program yang telah dicanangkan oleh pemerintah dapat dijalankan secara sinergis dan terintegrasi (dengan dukungan anggaran yang memadai), termasuk kegiatan penyuluhan dan pendampingan pelaksanaan dalam implementasi program-program tersebut. b. Permentan No. 61/Permentan/OT.140/11/2008 tentang pedoman pembinaan penyuluh pertanian swadaya dan penyuluh pertanian swasta merupakan suatu bukti upaya Pemerintah untuk mengembangkan penyuluh swadaya dan penyuluh swasta sebagai pendamping penyuluh pemerintah (PNS). Diharapkan dengan keterlibatan penyuluh swadaya sebagai pelaku utama (petani) yang berhasil akan menggerakkan dan memajukan petani lain untuk membangun usahatani dari hulu sampai hilir. Di tingkat operasional masih diperlukan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, agar keberadaan penyuluh swadya dan swasta didukung dengan sarana/prasarana. c. Peran pendampingan/pengawalan penyuluh terhadap petani peserta program (SL-PTT, kaji terap, dan denfarm) memberikan kontribusi terhadap peningkatan produktivitas padi sebesar 29-32,7 persen, dibandingkan petani non peserta program yang tidak didampingi oleh penyuluh. Implikasi Kebijakan 48. Perlu pengkajian ulang terhadap beberapa ketentuan di PP No. 41/2007 (dalam koridor UU No. 32/2004) khususnya menyangkut beberapa butir kebijakan seperti penentuan jumlah SKPD yang hanya didasarkan pada perhitungan kuantitatif (jumlah penduduk, luas wilayah, dan APBD). Namun perlu mempertimbangkan aspek historis sosiologis suatu kelembagaan yang telah lama dibangun (seperti kelembagaan penyuluhan xxv

12 yang telah dibangun dengan susah payah pada masa orde baru). PP 38/2007 juga perlu ditinjau kembali terkait dengan Pasal 7 yang inkonsisten dalam menempatkan ketahanan pangan sebagai unsur wajib, sedangkan pertanian sebagai unsur pilihan. 49. Perlu dibuat Peraturan Pemerintah di bawah UU No. 16/2006 yang mengatur tentang: (1) kelembagaan penyuluhan, (2) ketenagaan penyuluhan, dan (3) penye-lenggaraan, kebijakan serta strategi penyuluhan yang diperkuat dengan Peraturan Presiden, Peraturan Menteri maupun Perda (termasuk Pergub dan Perbup), sehingga dalam implementasinya di lapangan menjadi lebih jelas. 50. Bentuk kelembagaan, penyelenggaraan, kebijakan dan strategi penyuluhan pertanian dipengaruhi oleh persepsi pembuat kebijakan tentang pembangunan pertanian (termasuk penerapan otonomi daerah dikaitkan dengan pertanian sebagai unsur pilihan) dan penyuluhan pertanian. Untuk itu perlu ada program advokasi terkait dengan UU No. 16/2006 dan produk peraturan turunannya kepada Pemerintah Daerah. Mengingat peran Pemerintah Daerah yang relatif besar dalam implementasi penyuluhan, termasuk dalam alokasi APBD, penerbitan Perda, Pergub dan Perbup. 51. Penyusunan strategi baru dalam kaitannya dengan operasionalisasi programa penyuluhan agar lebih mencerminkan kegiatan penyuluhan spesifik lokasi yang strategis dan mempunyai daya ungkit tinggi terhadap peningkatan produktivitas komoditas unggulan daerah dan pendapatan petani. Strategi baru juga dibutuhkan guna merespon kebutuhan petani dalam melaksanakan kegiatan produktif masing-masing dan dapat memberi dukungan terhadap swasembada pangan sebagai prioritas pembangunan pertanian. 52. Perlu ada produk turunan UU No. 16/2006 yang terkait dengan Pasal 1 dan Pasal 27, terutama kebijakan operasional penyuluhan tentang hak-hak petani untuk dapat mengakses sumberdaya alam, informasi, teknologi, ekonomi, manajemen, hukum, dan pelestarian lingkungan. xxvi

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda revitalisasi pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan pertanian yang dicanangkan pada tahun 2005 merupakan salah satu langkah mewujudkan tujuan pembangunan yaitu

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 ii KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN DAMPAK PENERAPAN LEGISLASI PENYULUHAN PERTANIAN TERHADAP CAPAIAN SWASEMBADA PANGAN

IMPLEMENTASI DAN DAMPAK PENERAPAN LEGISLASI PENYULUHAN PERTANIAN TERHADAP CAPAIAN SWASEMBADA PANGAN IMPLEMENTASI DAN DAMPAK PENERAPAN LEGISLASI PENYULUHAN PERTANIAN TERHADAP CAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Kurnia Suci Indraningsih 109 IMPLEMENTASI DAN DAMPAK PENERAPAN LEGISLASI PENYULUHAN PERTANIAN TERHADAP

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PENYULUHAN PUSAT DAN DAERAH Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian PENAS XIV-2014 Malang, 8 Juni 2014 KEMENTERIAN PERTANIAN ISI PAPARAN I PENDAHULUAN II KONDISI UMUM

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA DAN PENYULUH PERTANIAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. untuk menilai Kinerja Dinas Pertanian dan Perkebunan beserta perangkat-perangkatnya.

BAB. I PENDAHULUAN. untuk menilai Kinerja Dinas Pertanian dan Perkebunan beserta perangkat-perangkatnya. BAB. I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ini merupakan salah satu alat instrument untuk menilai Kinerja Dinas Pertanian dan Perkebunan beserta perangkat-perangkatnya. Pendekatan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian. Tahun 2013

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian. Tahun 2013 RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian Tahun 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN TAHUN 2013 No. A SASARAN INDIKATOR

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG 1 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UU Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (SP3K)

UU Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (SP3K) UU Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (SP3K) PUSAT PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

FOKUS KEBIJAKAN DAN PROGRAM BADAN PPSDMP TA 2017

FOKUS KEBIJAKAN DAN PROGRAM BADAN PPSDMP TA 2017 FOKUS KEBIJAKAN DAN PROGRAM BADAN PPSDMP TA 2017 OLEH : KEPALA BADAN PPSDMP Ir. Pending Dadih Permana,M.Ec.Dev Hotel Bidakara Jakarta, 4-5 Januari 2017 d) Realisasi berdasarkan kegiatan utama Penyuluhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA DAN PENUYUH PERTANIAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN A. Tugas Pokok dan Fungsi PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE

KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE Oleh: Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian 2015 BPPSDMP

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) A.1. Visi dan Misi Visi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013 2018 adalah Terwujudnya masyarakat Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Dengan terbitnya Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE

KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE KEBIJAKAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG UPSUS PAJALE Oleh: Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian 2 0 1 5 BPPSDMP www.bppsdmp.pertanian.go.id I. PENDAHULUAN Presiden

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengoptimalkan

Lebih terperinci

Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan Menunjang lndustrialisasi Kelautan dan Perikanan: Isu dan Permasalahannya serta Saran Pemecahannya 1

Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan Menunjang lndustrialisasi Kelautan dan Perikanan: Isu dan Permasalahannya serta Saran Pemecahannya 1 Pemantapan Sistem Penyuluhan Perikanan Menunjang lndustrialisasi Kelautan dan Perikanan: Isu dan Permasalahannya serta Saran Pemecahannya 1 Oleh: Mochamad Wekas Hudoyo, APi, MPS Anggota Komisi Penyuluhan

Lebih terperinci

SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN

SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN 2013/11/02 08:31 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan PEMANTAPAN SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN Mendiskusikan sistem penyuluhan perikanan yang membumi

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN TAHUN 20 KATA PENGANTAR Pusat Penyuluhan Pertanian (Pusluhtan) sebagai salah satu unit kerja/organisasi di lingkungan Badan Penyuluhan dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

MENGAWAL PELAKU UTAMA dengan ROADMAP BAKORLUH SULAWESI TENGGARA

MENGAWAL PELAKU UTAMA dengan ROADMAP BAKORLUH SULAWESI TENGGARA MENGAWAL PELAKU UTAMA dengan ROADMAP BAKORLUH SULAWESI TENGGARA PEMBANGUNAN identik dengan PENINGKATAN. Entah itu peningkatan produksi, produktivitas ataupun kinerja. Demikian pula dengan pembangunan pertanian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014 KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2014

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendekatan pembangunan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 REVITALISASI SISTEM PENYULUHAN UNTUK MENDUKUNG DAYA SAING INDUSTRI PERTANIAN PEDESAAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 REVITALISASI SISTEM PENYULUHAN UNTUK MENDUKUNG DAYA SAING INDUSTRI PERTANIAN PEDESAAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 REVITALISASI SISTEM PENYULUHAN UNTUK MENDUKUNG DAYA SAING INDUSTRI PERTANIAN PEDESAAN Oleh : Kurnia S. Indraningsih Kedi Suradisastra Tri Pranadji Gelar S. Budhi Endang

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghadapi perubahan yang sedang dan akan terjadi akhir-akhir ini dimana setiap organisasi publik diharapkan lebih terbuka dan dapat memberikan suatu transparansi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da No.124, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Penyuluhan Pertanian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/Permentan/SM.200/1/2018 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENYULUHAN

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2010 2014 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DINAS TANAMAN PANGAN DAN PETERNAKAN LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN (LKJ.IP) KABUPATEN PACITAN

LAPORAN KINERJA DINAS TANAMAN PANGAN DAN PETERNAKAN LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN (LKJ.IP) KABUPATEN PACITAN LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKj.IP) LAPORAN KINERJA INSTANSI DINAS TANAMAN PEMERINTAH PANGAN DAN PETERNAKAN (LKJ.IP) KABUPATEN PACITAN DINAS TANAMAN PANGAN DAN PETERNAKAN KABUPATEN PACITAN LAPORAN

Lebih terperinci

HAMDAN SYUKRAN LILLAH, SHALATAN WA SALAMAN ALA RASULILLAH. Yang terhormat :

HAMDAN SYUKRAN LILLAH, SHALATAN WA SALAMAN ALA RASULILLAH. Yang terhormat : SAMBUTAN KADISTAN ACEH PADA ACARA WORKSHOP/PERTEMUAN PERENCANAAN WILAYAH (REVIEW MASTER PLAN) PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA ACEH DI GRAND NANGGROE HOTEL BANDA ACEH TANGGAL

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN SINKRONISASI PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SELASA, 01 MARET 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR,

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang BAB I P E N D A H U L U A N 1. Latar Belakang Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, dan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

SINERGI DAN PERAN KOMISI PENYULUHAN PERIKANAN NASIONAL (KPPN) DALAM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

SINERGI DAN PERAN KOMISI PENYULUHAN PERIKANAN NASIONAL (KPPN) DALAM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN SINERGI DAN PERAN KOMISI PENYULUHAN PERIKANAN NASIONAL (KPPN) DALAM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Oleh : Ir.Sumardi S. M.Ed dan Dr Soen an HP Komisi Penyuluhan Perikanan Nasional Disampaikan

Lebih terperinci

Renja BP4K Kabupaten Blitar Tahun

Renja BP4K Kabupaten Blitar Tahun 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN R encana kerja (RENJA) SKPD Tahun 2015 berfungsi sebagai dokumen perencanaan tahunan, yang penyusunan dengan memperhatikan seluruh aspirasi pemangku kepentingan pembangunan

Lebih terperinci

Rencana Kinerja Tahunan 2013

Rencana Kinerja Tahunan 2013 Rencana Kinerja Tahunan 2013 STPP MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN DI YOGYAKARTA Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian. Kementerian Pertanian. 2012 KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahunan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu produksi dan

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Laporan Akhir Hasil Penelitian TA.2015 KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Tim Peneliti: Kurnia Suci Indraningsih Dewa Ketut Sadra

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN GARUT TAHUN 2014 s/d 2019

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN GARUT TAHUN 2014 s/d 2019 RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN GARUT TAHUN 2014 s/d 2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT BADAN KETAHANAN PANGAN Garut, 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami persembahkan ke

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 55/Permentan/KP.120/7/2007 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PENYULUH PERTANIAN BERPRESTASI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 55/Permentan/KP.120/7/2007 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PENYULUH PERTANIAN BERPRESTASI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 55/Permentan/KP.120/7/2007 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PENYULUH PERTANIAN BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN, DAN SINERGI PENYELENGGARAN PENYULUHAN

KEBIJAKAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN, DAN SINERGI PENYELENGGARAN PENYULUHAN AN KELAUTAN DAN, DAN SINERGI PENYELENGGARAN AN Oleh : KUSDIANTORO Kepala Bidang Program dan Monev, Pusat Penyuluhan KP Disampaikan pada acara Temu Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

Lebih terperinci

SISTEM. Oleh: Syahyuti Sunarsih Ahmad Makky. Ar-Rozi Sri Suharyono Sugiarto

SISTEM. Oleh: Syahyuti Sunarsih Ahmad Makky. Ar-Rozi Sri Suharyono Sugiarto LAPORAN AKHIR TA. 2013 PERAN PENYULUH SWADAYA DALAM IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN Oleh: Kurnia Suci Indraningsih Syahyuti Sunarsih Ahmad Makky Ar-Rozi Sri Suharyono Sugiarto PUSAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS BADAN KETAHANAN PANGAN DAN KOORDINASI PENYULUHAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan ketahanan pangan nasional, pembentukan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104,

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS DAN FUNGSI BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sumber daya manusia pertanian, termasuk pembangunan kelembagaan penyuluhan dan peningkatan kegiatan penyuluhan pertanian, adalah faktor yang memberikan kontribusi

Lebih terperinci

Dalam lingkungan Pemerintahan, setiap organisasi/skpd berkewajiban. misi tersebut. Simamora (1995) mengatakan bahwa sumber daya yang dimiliki

Dalam lingkungan Pemerintahan, setiap organisasi/skpd berkewajiban. misi tersebut. Simamora (1995) mengatakan bahwa sumber daya yang dimiliki I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam lingkungan Pemerintahan, setiap organisasi/skpd berkewajiban untuk mewujudkan visi dan misi organisasinya sehingga visi dan misi Pemerintah dapat terwujud dengan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2014-2018 A. Program dan Kegiatan Pokok 1. Program Pelayanan Administrasi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI LAHAN DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI LAHAN DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI LAHAN DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN Oleh : Muchjidin Rachmat Chairul Muslim Muhammad Iqbal PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2009 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 103/Permentan/OT.140/10/2013 tanggal 9 Oktober Tahun 2013 sebagai penyempurnaan Permentan Nomor : 17/Permentan/OT.140/02/2007

Lebih terperinci

RENSTRA BADAN KETAHANAN PANGAN BAB I PENDAHULUAN

RENSTRA BADAN KETAHANAN PANGAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diterbitkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Upaya pembangunan perkebunan rakyat yang diselenggarakan melalui berbagai pola pengembangan telah mampu meningkatkan luas areal dan produksi perkebunan dan pendapatan nasional,

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008 PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN MUARA ENIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA KETERPADUAN KEBIJAKAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan Oleh: MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN -1- PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ)

LAPORAN KINERJA (LKJ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN KINERJA (LKJ) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN

Lebih terperinci

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi Identifikasi permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi pelayanan SKPD Badan Pelaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan reformasi sektor publik yang begitu dinamis saat ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan masyarakat yang melihat secara kritis buruknya kinerja

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013

dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013 Sarana dan Kegiatan Prasarana Penelitian KKegiatan Badan Litbang Pertanian saat ini didukung oleh sumber daya manusia dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013 jumlah relatif

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL JUDUL KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN GOWA. Andi Ella, dkk

LAPORAN HASIL JUDUL KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN GOWA. Andi Ella, dkk LAPORAN HASIL JUDUL KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN GOWA Andi Ella, dkk PENDAHULUAN Program strategis Kementerian Pertanian telah mendorong Badan Litbang Pertanian untuk memberikan dukungan

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Policy Brief PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Pendahuluan 1. Produksi benih tanaman pangan saat ini, termasuk benih padi dan benih kedelai, merupakan

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci