5 PERANCANGAN MODEL 5.1 Model Prediksi Produksi Jagung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 PERANCANGAN MODEL 5.1 Model Prediksi Produksi Jagung"

Transkripsi

1 5 PERANCANGAN MODEL Perancangan model pada rantai pasok industri berbasis ini bertujuan untuk memperoleh suatu model yang dapat menganalisis penyediaan produk tepung pada industri tepung sesuai kebutuhan industri hilirnya. Perancangan model ini dilakukan berdasarkan observasi lapangan, penelusuran literatur, analisis sistem, serta hasil diskusi dan konfirmasi pakar. Model yang dirancang secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 16 dimana di dalamnya terdapat model prediksi produksi, model pengelompokan mutu pipilan, model pengelompokan mutu tepung dan model prediksi permintaan tepung. Perancangan model penyediaan tepung ini menggunakan beberapa alat analisis data yaitu jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Network) dan Fuzzy Inference System (FIS). 5.1 Model Prediksi Produksi Jagung Permasalahan yang teridentifikasi pada tingkat petani dalam pengembangan adalah harga berfluktuasi, mutu masih rendah, kuantitas dan kontinuitas belum terpenuhi serta modal belum dapat diakses petani dengan baik (Direktorat Budidaya Serealia, 2006). Masalah yang diangkat sebagai dasar dalam perancangan model ini adalah masalah kuantitas dan kontinuitas produksi yang belum terpenuhi. Dalam rantai pasok industri berbasis, hal ini sangat berpengaruh, mengingat merupakan bahan baku industri tepung. Kekurangan bahan baku akan berpengaruh pula pada kelangsungan jalannya proses produksi pada industri tersebut. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa sekitar 50% hasil produksi digunakan untuk pakan ternak. Data produksi tidak dipisahkan menurut jenis, sehingga dapat terjadi bahwa terdapat jenis manis di dalamnya. Sebagian dari hasil produksi juga digunakan sebagai bibit. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak sampai separuh dari hasil produksi digunakan sebagai bahan baku pada industri tepung. Prediksi jumlah produksi (on-farm) diperlukan dalam model. Hal ini dibutuhkan agar dapat diperkirakan berapa jumlah pipilan yang dapat

2 56 dipenuhi untuk diolah pada pabrik tepung. Dengan demikian model prediksi produksi merupakan sub-model yang diperlukan dalam model penyediaan tepung yang akan dirancang. Terdapat dua model peramalan yaitu model peramalan kuantitatif dan model peramalan kualitatif (Makridakis et al. 1983). Model prediksi produksi yang dirancang merupakan model peramalan kuantitatif, karena lebih mudah dipakai oleh pengguna di lapangan, dengan syarat perlu tersedia data yang cukup untuk diolah. Model kualitatif hanya digunakan oleh orang yang telah berpengalaman dan memiliki naluri bisnis yang kuat untuk dapat melakukan prediksi ke depan. Model peramalan kuantitatif yang digunakan untuk memprediksi produksi adalah model kausal. Dalam model ini tidak digunakan model time series. Time series merupakan model peramalan yang memperkirakan hasil peramalan berdasarkan ekstrapolasi dari data produksi periode sebelumnya. Model yang dirancang diolah dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Network) dan peramalan secara statistikal. Dari sisi on-farm dapat dikatakan bahwa jumlah produksi tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh jumlah produksi pada periode-periode sebelumnya. Produksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain penggunaan bibit, pemanfaatan lahan, pemupukan secara tepat, pengendalian hama dan penyakit, pengairan, curah hujan, dan penanganan proses panen (Direktorat Budidaya Serealia, 2006). Perubahan iklim dunia menyebabkan terjadinya perubahan musim penghujan demikian pula musim kemarau di Indosnesia. Pada kondisi normal peramalan dengan data time series dapat digunakan, namun dengan adanya perubahan iklim serta pengaruh beberapa faktor tersebut terhadap produksi, maka model kausal lebih tepat untuk digunakan. Model kausal dalam prediksi produksi pada penelitian ini menggunakan data numerik sebagai input dalam jaringan syaraf tiruan. Sebagai variabel input adalah faktor-faktor yang berpengaruh pada jumlah produksi, sedangkan variabel output adalah jumlah produksi. Di antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi tersebut, terdapat dua variabel yang bersifat numerik yaitu variabel luas panen (ha) dan curah hujan (mm). Faktor penggunaan bibit, pemanfaatan lahan, pemupukan secara tepat,

3 57 pengendalian hama dan penyakit, pengairan, dan penanganan proses panen mempengaruhi produksi, namun dalam model ini tidak digunakan. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa faktor-faktor tersebut merupakan kegiatan untuk meningkatkan produksi dan bersifat kualitatif serta sulit terukur. Luas Luas Panen Panen Curah Curah Hujan Hujan Alat Alat Bantu Bantu Analisis Analisis Hasil Hasil Prediksi Prediksi Produksi Produksi Gambar 20 Model konseptual prediksi produksi. Model konseptual prediksi produksi dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar ini menunjukkan hubungan variabel luas panen dan curah hujan sebagai variabel input yang berpengaruh terhadap produksi sebagai variabel output. Alat bantu analisis untuk memperoleh hasil prediksi adalah metode peramalan yang digunakan. Alat analisis yang akan digunakan dalam model ini adalah Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dan peramalan secara statistikal. Salah satu alat analisis dalam model prediksi produksi ini adalah jaringan syaraf tiruan backpropagation dengan arsitektur jaringan seperti terlihat pada Gambar 21. Siang (2009) menjelaskan bahwa backpropagation dapat digunakan untuk melakukan peramalan (forecasting). 1 w 10 1 v 10 v p0 v j0 Z 1 w 11 v 11 X 1 v p1 v j1 Z j w 1j Y v 12 v j2 X 2 v p2 Z p w 1p Gambar 21 Struktur jaringan syaraf tiruan model prediksi produksi.

4 58 X1 adalah luas panen (ha), X2 merupakan variabel curah hujan (mm), dan Y merupakan target yaitu produksi (ton). V ji merupakan bobot hubungan unit neuron input X i ke unit layar tersembunyi Z j. W kj merupakan bobot dari unit layar tersembunyi Z j ke unit output Y k. W k0 merupakan bobot dari neuron bias di layar tersembunyi ke unit neuron output Z k.fungsi aktivasi yang digunakan adalah fungsi sigmoid biner Dalam model ini digunakan 2 variabel yang mempengaruhi produksi yakni luas panen (ha) dan curah hujan (mm). mulai mulai Luas Luas lahan lahan produksi produksi Curah Curah hujan hujan Produksi Produksi per per bulan bulan Perancangan struktur jaringan Pemisahan data - data pelatihan - data test Transformasi data ke input jaringan Set parameter, nilai, inisialisasi bobot Simulasi JST menggunakan data pelatihan Input Input data data test test Simulasi JST menggunakan datatest Input Input data data prakiraan prakiraan Proses prakiraan Denormalisasi Hasil Prakiraan Produksi Jagung Selesai Selesai Gambar 22 Tahapan proses prediksi produksi dengan jaringan syaraf tiruan.

5 59 Gambar 22 menunjukkan tahapan proses pengolahan data menggunakan jaringan syaraf tiruan pada model prediksi produksi. Tahapan proses peramalan ini dituangkan dalam bentuk program. Perangkat lunak MATLAB R2010a digunakan untuk menjalan program dalam proses peramalan. Tabel 9 Data luas panen, curah hujan, produksi Jawa Tengah tahun 2010 BULAN Luas Panen (ha) Curah Hujan (mm/bulan) Produksi (ton) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Sumber: Kementerian Pertanian (2011) dan Balai Data dan Informasi SDA (2010) Tabel 9 merupakan data luas panen, curah hujan, dan produksi tahun 2010 pada sentra di Jawa Tengah. Data ini digunakan untuk menjalankan program pada model ini. Data luas panen dan curah hujan merupakan variabel input dan produksi sebagai target dalam peramalan. Jaringan syaraf tiruan akan melakukan proses pembelajaran, proses pengujian dan proses peramalan (forecasting). Proses pengolahan data ini dilakukan dengan menjalankan program secara berulang-ulang, dengan mengubah-ubah parameter hidden layer, fungsi aktivasi, fungsi pembelajaran, learning rate, target epoch, target mean square error (MSE). Proses ini dilakukan sehingga diperoleh hasil terbaik. Salah satu contoh performansi pada layar monitor setelah menjalankan program dengan

6 60 MATLAB R2010a dapat dilihat pada Gambar 23. Hasil yang diperoleh setelah menjalankan program sebanyak 18 kali dapat dilihat pada Lampiran 2. Ukuran ketepatan peramalan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan ini adalah Mean Square Error (MSE). Hasil peramalan yang akan digunakan dalam memprediksi produksi adalah hasil peramalan dengan MSE yang mencapai target yang ditentukan sebelumnya. Performansi dari hasil menjalankan program dapat dilihat pada Lampiran 1, dan hasil peramalan produksi dengan jaringan syaraf tiruan terdapat pada Lampiran 2. Pengolahan data dalam model prediksi ini juga menggunakan metode peramalan dengan model regresi berganda (multiple regression). Dalam model ini variabel luas panen dan curah hujan merupakan variabel independen, sedangkan produksi merupakan variabel dependen atau variabel respons. Gambar 23 Hasil simulasi pada jaringan syaraf tiruan. Proses peramalan secara statistikal dalam model prediksi ini menggunakan Perangkat lunak MINITAB Release 14 dari Minitab Inc. untuk menentukan persamaan regresi. Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan pengaruh variabel luas panen dan curah hujan terhadap jumlah produksi. Langkahlangkah dalam penggunaan perangkat lunak ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil peramalan produksi berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh tertuang pada Lampiran Model Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan Salah satu kegiatan dalam proses pasca panen adalah proses klasifikasi dan standarisasi mutu (Firmansyah, 2006). Model pengelompokan mutu pipilan ini dilakukan di akhir proses pasca panen pada tingkat pengumpul. Model

7 61 pengelompokan mutu pipilan bertujuan untuk mengelompokkan mutu pipilan sebagai bahan baku industri pengolahan. Pentingnya pengelompokan mutu karena saat ini mutu merupakan faktor penting dalam dunia industri, dan dengan pengelompokan ini dapat diketahui kategori mutu dan peruntukannya. Dalam agroindustri berbasis seperti industri pangan, pakan, farmasi, dan industri olahan lainnya tuntutan konsumen terhadap mutu merupakan hal utama. Selain mutu secara fungsional, keamanan pangan juga merupakan hal penting karena menyangkut kesehatan baik manusia maupun hewan. Pengelompokan mutu pipilan dilakukan sesuai standar mutu yang ditetapkan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Beberapa negara penghasil pipilan telah menetapkan standar mutu pada negara masing-masing. Indonesia telah menetapkan standar mutu pipilan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu SNI (Dewan Standardisasi Nasional, 1995). Beberapa parameter mutu sebagai persyaratan mutu adalah kandungan aflatoksin, kadar air, butir rusak, butir warna lain, butir pecah, dan kotoran seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6. Aflatoksin merupakan racun hasil metabolisme cendawan aspergilus flasus yang dapat tumbuh pada biji. Pemeriksaan terhadap kadungan aflatoksin merupakan hal yang penting, karena racun ini berbahaya bagi kesehatan manusia atau hewan apabila melewati batas maksimum yang diijinkan. Batas maksimum yang diijinkan bagi manusia adalah 5 ppb, dan bagi hewan sebesar 50 ppb. Dalam model ini pemeriksaan kandungan aflatoksin dilakukan pada pemeriksaan awal sebelum dilakukan pengelompokan mutu. Kadar air adalah jumlah kandungan air dalam yang dinyatakan dalam persentase dari berat basah. Pengujian kadar air dalam penentuan mutu penting dilakukan, karena kadar air yang berlebihan akan mengakibatkan peluang mudah terjadinya kerusakan pada biji, dan peluang tumbuhnya cendawan yang akan menghasilkan racun aflatoksin. SNI menjelaskan bahwa cara uji kadar air biji ditentukan dengan moisture tester electronic atau Air Oven Method. Berdasarkan hal tersebut maka jenis uji parameter kadar air digunakan dalam model. Kadar air maksimum menurut SNI adalah 15%.

8 62 Menurut SNI , butir rusak adalah, baik yang utuh maupun yang pecah yang mengalami kerusakan karena pengaruh panas, berkecambah, cuaca, cendawan, hama dan penyakit atau kerusakan-kerusakan fisik lainnya. Batas maksimu yang dipersyaratkan adalah sebesar 6%. Butir rusak dalam model ini digunakan sebagai jenis uji, karena apabila hasil uji melampaui batas yang diijinkan akan berakibat pada kemungkinan tumbuhnya cendawan dan akan menularkannya kepada biji yang lain. Jenis uji berikutnya adalah butir warna lain. Butir warna lain adalah butir yang berwarna lain dari warna asli, disebabkan oleh lain varietas. Butir warna lain menurut SNI tidak boleh melebihi 7%. Jenis yang ditanam di Indonesia pada umumnya adalah kuning. Jagung kuning memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan putih dan banyak dibutuhkan sebagai campuran ransum pada pakan ternak (Direktorat Budidaya Serealia, 2006). Dalam perancangan model ini, parameter butir warna lain tidak digunakan, karena pipilan yang dipasok dari pengumpul dan dipakai sebagai bahan baku tepung adalah kuning. Hal ini dipertimbangkan setelah mendapat konfirmasi dari pabrik tepung. Butir pecah merupakan parameter yang dipertimbangkan untuk model pengelompokan mutu pipilan. Butir pecah adalah butir yang pecahpecah selama proses pengolahan yang memiliki ukuran sama atau lebih kecil dari 0.6 bagian yang utuh. Persentase banyaknya butir pecah yang diperbolehkan adalah sebesar 3%. Butir pecah merupakan jenis uji yang penting karena dapat berakibat pada daya tahan saat penyimpanan yang tidak dapat berlangsung lama. Butir pecah dalam kondisi kadar air yang tinggi membuat cepat rusak dan dapat ditumbuhi cendawan. Parameter yang juga digunakan dalam model pengelompokan mutu pipilan adalah kotoran. Kotoran adalah segala benda asing seperti butir tanah, batu-batu kecil, pasir dan sisa-sisa batang, tongkol, klobot, biji-bijian lain yang bukan dan sebagainya. Kotoran yang diperkenankan dalam persyaratan mutu menurut SNI maksimum sebanyak 2%. Kotoran yang melebihi nilai tersebut akan berakibat pada kesehatan manusia.

9 63 Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka parameterparameter yang digunakan dalam model pengelompokan mutu pipilan adalah kandungan aflatoksin, kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran. Pengelompokan mutu pipilan ini akan menghasilkan kelas mutu yakni Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3. Kelompok Mutu 1 akan digunakan untuk pabrik farmasi, kelompok Mutu 2 untuk pangan, dan kelompok Mutu 3 untuk pakan. Jagung yang tidak masuk dalam ketiga kelompok mutu tersebut dpat digunakan untuk bio-fuel atau bahan bakar. Gambar 24 Model konseptual pengelompokan mutu pipilan. Perancangan model dimulai dengan model konseptual seperti terlihat pada Gambar 24. Pada model ini terdapat dua sub model, yaitu sub model pemeriksaan awal dan sub model pengelompokan mutu pipilan. Hasil yang diharapkan dari model ini adalah diperolehnya kelompok-kelompok mutu pipilan yang memenuhi standar mutu sesuai persyaratan dalam SNI. Sub model pemeriksaan awal dibuat sebagai langkah awal untuk memeriksa apakah kandungan aflatoksin memenuhi atau tidak memenuhi syarat mutu. Pemeriksaan terhadap aflatoksin dilakukan sebagai syarat mutu yang penting karena menyangkut keamanan pangan. Apabila tidak memenuhi syarat, maka tidak akan digunakan sebagai bahan baku tepung. Namun apabila memenuhi syarat mutu, akan dilanjutkan pada pemeriksaan parameter-parameter kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran. Kemungkinan yang terjadi pada tahap pemeriksaan parameter-parameter tersebut adalah persyaratan mutu memenuhi atau tidak memenuhi. Apabila memenuhi persyaratan yang ditetapkan, maka selanjutnya tersebut akan dikelompokkan ke dalam kelompok Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3. Namun apabila tidak memenuhi syarat, maka tidak dapat diterima sebagai bahan baku tepung.

10 64 Tahapan pemeriksaan pada sub model pemeriksaan awal mutu pipilan dapat dilihat pada Gambar 25. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, tahap ini dilakukan untuk menyeleksi apakah pipilan memenuhi persyaratan mutu atau tidak memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Jagung pipilan yang memenuhi persyaratan mutu, akan dikelompokkan pada sub model berikutnya, yaitu sub model pengelompokan mutu pipilan. Mulai Mulai Pemeriksaan Pemeriksaan awal awal mutu mutu pipilan pipilan Kandungan Kandungan Aflatoksin 50 ppb Aflatoksin 50 ppb ya Tidak Industri Industri non non pangan, pangan, non non pakan, pakan, non non farmasi farmasi Kadar Kadar air air 15% 15% atau atau Butir Butir rusak rusak 6% 6% atau atau Butir Butir pecah pecah 3% 3% atau atau Kotoran Kotoran 2% 2% Tidak Kelompok Kelompok pipilan pipilan tidak tidak memenuhi memenuhi standar standar ya Pengelompokan Pengelompokan mutu mutu pipilan pipilan Selesai Selesai Gambar 25 Tahapan pemeriksaan awal mutu pipilan. Pengelompokan mutu pipilan ini bermanfaat untuk menentukan ke industri mana produk ini dipakai sebagai bahan baku. Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan kriteria pembeda pipilan. Parameter pipilan menurut jenis uji digunakan sebagai karakteristik pembeda dalam pengelompokan mutu pipilan. Gambar 26 menunjukkan model konseptual pengelompokan mutu pipilan. Penetapan jumlah kelompok yang akan dihasilkan pada model ini didasarkan atas kelompok mutu sesuai standar SNI. Standar nasional Indonesia menetapkan 3 kelompok mutu seperti yang tertuang pada Tabel 6.

11 65 Karakteristik Karakteristik Pembeda Pembeda - - Banyaknya Banyaknya Kelompok Kelompok - - Kesamaan Kesamaan Mutu Mutu Kelompok Kelompok Mutu Mutu Jagung Jagung Pipilan Pipilan FIS Gambar 26 Model konseptual pengelompokan mutu pipilan dengan FIS. Gambar 27 menunjukkan model pengelompokan mutu pipilan. Kriteria pembeda sebagai variabel masukan dalam model ini adalah kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran. Sebagai keluaran adalah kelompok Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3. Fuzzy Inference System (FIS) digunakan sebagai alat analisis dalam model pengelompokan tersebut. Kotoran Kotoran Kadar Kadar air air Butir Butir rusak rusak Butir Butir pecah pecah Jumlah Jumlah kelompok kelompok = = 3 3 Fuzzy Fuzzy Inference Inference System System Kelompok Kelompok Mutu Mutu Jagung Jagung Pipilan Pipilan Mutu Mutu 1 1 Mutu Mutu 2 2 Mutu Mutu 3 3 Gambar 27 Model pengelompokan mutu pipilan. Variabel-variabel input dan variabel output dalam model ini selanjutnya diagregasikan untuk dikelompokkan menjadi himpunan fuzzy. Gambar 28 menunjukkan agregasi dalam model pengelompokan mutu pipilan. Konsep model ini yang akan dijadikan dasar untuk menjalankan proses inferensi dengan Fuzzy Inference System (FIS). Model yang dipakai dalam FIS pada MATLAB R2010a adalah model Sugeno. Variabel input dalam model Sugeno berupa himpunan fuzzy, sedangkan variabel output berupa bilangan tegas (crisp).

12 66 Kadar Air Baik Sedang Buruk Butir Rusak MUTU 1 Baik Sedang Buruk MUTU 2 Butir Pecah Baik Sedang Buruk MUTU 3 Kotoran Baik Sedang Buruk Gambar 28 Agregasi mutu pipilan. Untuk menjalankan proses inferensi dalm pengelompokan mutu, perlu ditentukan terlebih dahulu nilai-nilai semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, nilai domain setiap himpunan, representasi kurva, serta nilai parameter setiap himpunan fuzzy. Penentuan semesta pembicaraan, nama himpunan fuzzy, domain, representasi kurva, serta nilai parameter setiap variabel input ditentukan berdasarkan persyaratan umum mutu yang ditentukan pada SNI dan berdasarkan diskusi serta konfirmasi pakar. Berdasarkan hasil konfirmasi dan diskusi dengan pakar, dan berdasarkan penelusuran literatur, maka dibuatkan klasifikasi mutu berdasarkan jenis uji. SNI hanya menetapkan syarat maksimum setiap jenis uji untuk mengelompokkan mutu pipilan. Penggunaan logika fuzzy diperlukan dalam melakukan pengelompokan ini. Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, dan domain mutu

13 67 pipilan yang digunakan dalam proses pengelompokan ini dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, domain mutu pipilan Fungsi Variabel (Mutu Jagung Pipilan) Semesta Pembicaraan Nama Himpunan Fuzzy Domain Input Kadar air [10, 15] baik [10, 12] sedang [11, 14] buruk [12, 15] Butir rusak [0, 6] baik [0, 2] sedang [1, 4] buruk [2, 6] Butir pecah [0, 3] baik [0, 1] sedang [0.5, 2] buruk [1, 3] Kotoran [0, 1] baik [0, 0.5] sedang [0.25, 1] buruk [0.5, 2] Output Mutu Jagung Pipilan Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3 Penentuan semesta pembicaraan variabel input dilakukan berdasarkan SNI , yaitu mengikuti parameter menurut jenis uji. Himpunan fuzzy variabel input dikategorikan sebagai kategori baik, sedang, dan buruk. Nilai domain untuk setiap kategori dibuat berdasarkan himpunan fuzzy masing-masing kategori. Sebagai variabel output adalah kualifikasi Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu3. Representasi kurva variabel input mutu pipilan pada setiap kategori dalam himpunan fuzzy dan parameter setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 11. Penetapan nilai-nilai pada setiap kategori dibuat berdasarkan diskusi dan konfirmasi pakar. Penentuan nilai-nilai ini dilakukan pada setiap parameter mutu untuk menentukan kelompok mutu pipilan dengan menggunakan logika fuzzy. Penentuan parameter pada setiap himpunan fuzzy dibuat berdasarkan nilai domain yang diturunkan dari nilai semesta pembicaraan..

14 68 Tabel 11 Representasi kurva variabel mutu pipilan Nama Fungsi Variabel (Mutu Jagung Pipilan) Himpunan Fuzzy Jenis Kurva Parameter Input Kadar air baik segi tiga [ ] sedang segi tiga [ ] buruk segi tiga [ ] Butir rusak baik segi tiga [0 0 2] sedang segi tiga [1 2 4] buruk segi tiga [2 6 6] Butir pecah baik segi tiga [0 0 1] sedang segi tiga [ ] buruk segi tiga [1 3 3] Kotoran baik segi tiga [ ] sedang segi tiga [ ] buruk segi tiga [ ] Output Mutu Jagung Pipilan Mutu 1 1 Mutu 2 2 Mutu 3 3 Pada proses pengelompokan mutu pipilan diperlukan if-then-rules yang akan dimasukkan pada perangkat lunak MATLAB R2010a. If-then-rules dibangun berdasarkan diskusi dan informasi pakar terhadap masing-masing variabel input dengan mempertimbangkan semua kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Aturan dalam if-then-rules yang dibangun sejumlah 81 buah aturan karena terdapat 4 variabel input dengan 3 kategori dalam setiap himpunan fuzzy. Adapun if-then-rules yang dibuat dapat dilihat pada Lampiran 5. Data variabel input kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran dimasukkan kedalam program FIS berdasarkan nilai-nilai semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, domain, dan nilai-nilai parameter setiap kategori. Pada model Sugeno, nilai variabel output yaitu kategori Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3 merupakan nilai konstan atau berupa bilangan tegas. Aturan if-then yang telah dibuat dimasukkan ke dalam program FIS pada MATLAB R2010a, dengan tampilan pada layar seperti ditunjukkan pada Lampiran 6. Setelah pengisian nilai-nilai variabel input, variabel output, dan if-then rules pada model Sugeno, program FIS dijalankan dan diperoleh hasil output berupa

15 69 mutu sesuai kategorinya yaitu kategori Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3. Lampiran 6 menunjukkan tampilan output kategori mutu sesuai nilai variabel input yang dimasukkan. 5.3 Model Pengelompokan Mutu Tepung Jagung Model pengelompokan mutu tepung bertujuan untuk mengelompokkan mutu tepung yang dihasilkan industri tepung. Pengelompokan ini diperlukan untuk memenuhi ketentuan mutu sesuai permintaan industri pengguna tepung. Industri farmasi, industri pangan, dan industri pakan membutuhkan tepung sebagai bahan baku dalam proses produksi. Selain jumlah bahan baku untuk memenuhi target produksi, mutu bahan baku merupakan hal yang dipentingkan. Tuntutan terhadap standar mutu yang ketat adalah industri farmasi, diikuti dengan industri pangan dan dan industri pakan. Mutu produk yang dihasilkan industri-industri tersebut berkaitan dengan keamanan pangan yang menyangkut kesehatan. Mulai Mulai Kriteria Kriteria uji uji mutu mutu tepung tepung Penentuan Penentuan kriteria kriteria uji uji yang yang dipentingkan Penentuan Penentuan bobot bobot kriteria kriteria uji uji menurut menurut jenis jenis industri industri Perancangan model model pengelompokan mutu mutu tepung tepung Selesai Selesai Gambar 29 Tahapan perancangan model pengelompokan tepung.

16 70 Perancangan model pengelompokan mutu tepung dilakukan melalui beberapa tahap. Sebagai tahap awal adalah tahap penentuan kriteria uji, selanjutnya tahap penentuan bobot kriteria uji menurut jenis industri, dan tahap pengelompokan mutu tepung. Tahapan perancangan model ini dapat dilihat pada Gambar 29. Penentuan kriteria uji mutu tepung yang dipentingkan. Standar Nasional Indonesia telah menetapkan persyaratan mutu tepung seperti tercantum pada SNI yang dapat dilihat pada Tabel 7. SNI menetapkan sejumlah kriteria uji sebagai persyaratan mutu tepung. Selain kriteria uji yang terdapat pada SNI, kandungan aflatoksin dalam tepung juga merupakan hal yang penting karena mengganggu kesehatan. Kandungan aflatoksin diharapkan tidak ada atau tidak diperkenankan melampaui batas maksimum yang diijinkan. Berdasarkan konsultasi pakar dan konfirmasi dengan pihak pabrik tepung, dinyatakan bahwa tidak semua persyaratan mutu menurut SNI diuji pada pemeriksaan mutu tepung. Penentuan kriteria uji sebagai karakteristik pembeda dalam model pengelompokan mutu, dilakukan melalui konsultasi pakar dengan mengisi panduan konsultasi yang terdapat pada Lampiran 7. Panduan ini diisi dengan menggunakan skala 1 sampai 5. Skala 1 = sangat tidak penting; skala 2 = tidak penting; skala 3 = kurang penting; skala 4 = penting, dan skala 5 = sangat penting. Pengisian panduan ini didasarkan pada pengalaman pakar dan keadaan di lapangan. Hasil pengisian panduan tersebut dan perhitungan tingkat kepentingan dapat dilihat pada Tabel 12. Kriteria uji yang memiliki bobot tertinggi merupakan kriteria uji yang dipentingkan dan akan digunakan dalam model pengelompokan mutu tepung. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa adalah kandungan aflatoksin, kadar air, dan kadar abu memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi dibandingkan kriteria uji lainnya. Ketiga kriteria uji ini yang akan digunakan sebagai karakteristik pembeda yang merupakan variabel input pada model pengelompokan mutu tepung.

17 71 Tabel 12 Penentuan tingkat kepentingan kriteria uji Kriteria uji Nilai Bobot Bau x 2 0,04878 Rasa x 2 0,04878 Warna x 2 0,04878 Benda asing x 2 0,04878 Serangga x 2 0,04878 Pati lain x 1 0,02439 Kehalusa x 4 0,09756 Kadar air x 5 0,12195 Abu x 5 0,12195 Silikat x 2 0,04878 Serat kasar x 2 0,04878 Derajat asam x 2 0,04878 Cemaran seng x 1 0,02439 Cemaran tembaga x 1 0,02439 Cemaran mikroba x 3 0,07317 Aflatoksin x 5 0,12195 Total 41 1 Penentuan bobot kepentingan kriteria uji mutu menurut jenis industri. Tahap setelah penentuan tingkat kepentingan kriteria uji adalah penentuan bobot kepentingan setiap kriteria uji yang terpilih menurut jenis industri. Penentuan bobot kepentingan dilakukan dengan mengisi lembar pengisian matriks perbandingan berpasangan oleh pakar. Matriks perbandingan berpasangan dibuat sesuai matriks perbandingan berpasangan pada metode Analytical Hierarchy Process (Saaty, 1988). Jawaban pakar pada lembar isian tersebut harus konsisten, sehingga dilakukan uji konsistensi terhadap hasil pengisiannya. Lembar pengisian tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8. Jenis industri yang menggunakan bahan baku tepung pada lembar tersebut adalah industri farmasi, industri pangan dan industri pakan.

18 72 Gambar 30 memperlihatkan diagram alir penentuan bobot kepentingan kriteria uji dengan menggunakan matriks perbandingan berpasangan. Dalam pengisian kuesioner ini diperlukan konsistensi jawaban pakar. Konsistensi jawaban pakar ditunjukkan melalui nilai consistency ratio (CR). Jawaban pakar konsisten bila nilai CR lebih kecil atau sama dengan 0,1. Mulai Mulai Penentuan Penentuan kriteria kriteria uji uji yang yang akan akan dibandingkan dibandingkan Perancangan Perancangan lembar lembar pengisian pengisian Penilaian Penilaian perbandingan perbandingan antar antar kriteria kriteria uji uji oleh oleh pakar pakar Pengujian Pengujian konsistensi konsistensi Tidak ya Penentuan Penentuan bobot bobot kriteria kriteria uji uji mutu mutu tepung tepung menurut menurut jenis jenis industri industri Selesai Selesai Gambar 30 Diagram alir penentuan bobot kriteria uji mutu tepung. Penentuan bobot kriteria uji mutu yang dipentingkan menurut industri farmasi, pangan dan pakan bermanfaat untuk pembuatan model pengelompokan mutu tepung. Selain itu akan digunakan sebagai bahan pertimbangan ketika membuat if-then-rules pada FIS. Dalam matriks perbandingan berpasangan variabel yang dibandingkan adalah K1, K2, dan K3. K1 adalah kandungan aflatoksin, K2 adalah kadar air, K3 adalah kadar abu. K1, K2, dan K3 dibandingkan menurut industri Farmasi, industri Pangan, dan industri Pakan. Penentuan bobot ketiga kriteria uji dilakukan dengan menghitung geometric mean pada matriks perbandingan berpasangan, kemudian dilakukan nomalisasi. Hasil pembobotan dapat dilihat pada Tabel 13, Tabel 14, dan Tabel 15.

19 73 Tabel 13 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri farmasi FARMASI K1 K2 K3 Geometric mean Bobot K1 1,00 5,00 7,00 3,271 0,731 K2 0,20 1,00 3,00 0,843 0,188 K3 0,14 0,33 1,00 0,362 0,081 4,477 1,000 Konsistensi jawaban pakar diperlukan pada pengisian matriks perbandingan berpasangan, karena penilaian setiap kriteria dilakukan dengan membandingkannya terhadap kriteria yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan ketidak-konsistenan dalam memberikan jawaban. Jawaban yang diperoleh dari pakar pada pengisian perbandingan antar kriteria berdasarkan kepentingan industri farmasi, memenuhi uji konsistensi pada consistency ratio (CR) = 0, Jawaban pakar konsisten bila nilai CR yang diperoleh lebih kecil atau sama dengan 0,1. Dengan demikian hasil pembobotan kriteria uji sesuai industri farmasi tersebut dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Terlihat bahwa kandungan aflatoksin yang memiliki bobot 0,731 merupakan kriteria uji yang sangat dipentingkan dalam penentuan mutu tepung jangung sebagai bahan baku industri farmasi. Tabel 14 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri pangan PANGAN K1 K2 K3 Geometric mean Bobot K1 1,00 5,00 4,00 2,714 0,687 K2 0,20 1,00 2,00 0,737 0,186 K3 0,25 0,50 1,00 0,500 0,127 3,951 1,000 Pada matriks perbandingan berpasangan antar kriteria uji untuk industri pangan diperoleh jawaban yang konsisten oleh pakar dengan CR = 0,08105.

20 74 Dalam industri pangan kandungan aflatoksin memiliki bobot sebesar 0,687 juga merupakan kriteria uji yang lebih penting dengan bobot yang lebih besar dari pada kriteria uji lainnya. Konsistensi jawaban pakar pada matriks perbandingan berpasangan perbandingan antara kriteria uji mutu untuk industri pakan diperoleh pada nilai CR = 0, Bobot variabel kandungan aflatoksin yang diperoleh sebesar 0,594 lebih tinggi dari bobot kepentingan kadar air dan kadar abu. Tabel 15 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri pakan PAKAN K1 K2 K3 Geometric mean Bobot K1 1,00 3,00 3,00 2,080 0,594 K2 0,33 1,00 2,00 0,874 0,249 K3 0,33 0,50 1,00 0,550 0,157 3,504 1,000 Berdasarkan hasil penentuan kriteria uji yang dipentingkan menurut jenis industri terlihat bahwa kandungan aflatoksin merupakan kriteria yang penting untuk ketiga jenis industri. Bobot kepentingan yang tertinggi terdapat pada industri farmasi, diikuti dengan industri pangan dan industri pakan. Selanjutnya dalam pengelompokan mutu tepung, variabel input yang digunakan adalah kriteria uji kadungan aflatoksin, kadar air, dan kada abu. Gambar 31 Model konseptual pengelompokan mutu tepung. Model konseptual pengelompokan mutu tepung terdiri dari dua sub model yaitu sub model pemeriksaan awal dan sub model pengelompokan mutu tepung yang memenuhi standar. Model konseptual tersebut dapat dilihat

21 75 pada Gambar 31. Pada sub model pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan terhadap kriteria uji mutu tepung. Apabila nilai-nilai kriteria uji tersebut berada di luar batas yang ditetapkan, maka tepung ini akan masuk pada kelompok yang tidak memenuhi standar mutu, dan tidak dapat digunakan pada industri farmasi, industri pangan dan industri pakan. Namun apabila memenuhi persyaratan, maka tepung akan dikelompokkan kedalam kelompok mutu dengan nama Grade 1, Grade 2, dan Grade 3. Pemberian nama Grade 1, Grade 2 dan Grade 3 hanya untuk membedakannya dengan nama Mutu 1, Mutu2, dan Mutu 3 pada model pengelompokan mutu pipilan. Tahapan pemeriksaan awal terhadap mutu tepung dapat dilihat pada Gambar 32. Mulai Mulai Pemeriksaan Pemeriksaan awal awal mutu mutu tepung tepung Aflatoksin Aflatoksin ppb ppb atau atau Kadar Kadar air air 14% 14% atau atau Kadar Kadar abu abu 1,5% 1,5% Tidak Kelompok Kelompok tepung tepung tidak tidak memenuhi memenuhi standar standar ya Pengelompokan Pengelompokan mutu mutu tepung tepung Selesai Selesai Gambar 32 Tahapan pemeriksaan awal mutu tepung. Persyaratan maksimum bagi kriteria uji kandungan aflatoksin yang diperbolehkan bagi manusia sebesar 5 ppb dan untuk hewan maksimum 50 ppb. Kadar air yang dipersyaratkan oleh SNI maksimum sebesar 10%. Berdasarkan hasil konsultasi pakar dan keadaan di lapangan yaitu di pabrik tepung,

22 76 pencapaian kadar air sebesar maksimum 10% merupakan hal yang sulit. Pabrik tepung dalam memproduksi tepung menetapkan standar mutu kadar air sebesar maksimum 14%. Dengan demikian dalam perancangan model pengelompokan mutu tepung di tetapkan kadar air maksimum sebesar 14%. Penetapan kadar abu disesuaikan dengan persyaratan mutu tepung oleh yaitu maksimum sebesar 1,5%. Apabila persyaratan mutu ketiga kriteria uji tersebut melampaui batas maksimum yang ditetapkan, maka tepung yang dihasilkan tidak akan dikelompokkan dan tidak dapat digunakan sebagai bahan baku industri farmasi, industri pangan dan industri pakan. Bila memenuhi persyaratan, akan dilanjutkan pada tahap berikutnya yaitu tahap pengelompokan mutu tepung. Model konseptual pengelompokan mutu tepung dengan FIS dapat dilihat pada Gambar 33. Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan karakteristik pembeda tepung. Parameter tepung menurut kriteria uji yang digunakan sebagai karakteristik pembeda dalam pengelompokan mutu tepung adalah ketiga kriteria uji yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Berdasarkan model konseptual pada Gambar 33, diturunkan menjadi model pengelompokan mutu tepung dengan memasukkan ketiga kriteria uji sebagai karakteristik pembeda. Karakteristik Karakteristik Pembeda Pembeda - - Banyaknya Banyaknya Kelompok Kelompok - - Kesamaan Kesamaan nilai nilai kriteria kriteria uji uji FIS Kelompok Kelompok Mutu Mutu Tepung Tepung Jagung Jagung Gambar 33 Model konseptual pengelompokan mutu tepung dengan FIS. Terdapat tiga kriteria uji sebagai karakteristik pembeda pada perancangan model pengelompokan mutu tepung. Kriteria uji tersebut adalah kandungan aflatoksin, kadar air dan kadar abu. Ketiga kriteria uji ini merupakan variabel input pada fuzzy inference system. Variabel output dalam model ini adalah tepung Grade 1, Grade 2 dan Grade 3. Grade 1 diperuntukkan bagi

23 77 industri farmasi, Grade 2 untuk industri pangan, dan Grade 3 untuk industri pakan. Model pengelompokan tepung dapat dilihat pada Gambar 34. Aflatoksin Aflatoksin Kadar Kadar air air Kadar Kadar abu abu Jumlah Jumlah kelompok kelompok = = 3 3 Fuzzy Fuzzy Inference Inference System System Kelompok Kelompok Mutu Mutu Tepung Tepung Jagung Jagung Grade Grade 1 1 Grade Grade 2 2 Grade Grade 3 3 Gambar 34 Model pengelompokan mutu tepung. Berdasarkan hasil konfirmasi dan diskusi dengan pakar, dibuatkan klasifikasi mutu tepung berdasarkan kriteria uji yang dipilih. Agregasi mutu untuk model pengelompokan mutu tepung dibuat untuk menentukan semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, nilai domain dan parameter himpunan setiap kriteria uji. Gambar 35 menunjukkan agregasi mutu tepung. Aflatoksin Rendah Sedang GRADE 1 Tinggi GRADE 2 Kadar Air Rendah Sedang GRADE 3 Tinggi Kadar abu Rendah Sedang Tinggi Gambar 35 Agregasi mutu tepung.

24 78 Penentuan nilai-nilai bagi semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, dan domain dalam bentuk logika fuzzy dibuat berdasarkan ketentuan pada SNI pada Tabel 7, berdasarkan konsultasi pakar dan konfirmasi dari pabrik tepung. Kandungan aflatoksin yang diperbolehkan untuk manusia maksimum 5 ppb dan untuk hewan maksimum 50 ppb. Berdasarkan hal ini maka semesta pembicaraan untuk kandungan aflatoksin adalah [0,50]. Nilai domain himpunan rendah untuk kriteria uji ini sebesar [0,1] karena himpunan rendah diharapkan akan masuk pada Grade 1 yang diperuntukkan bagi industri farmasi. Himpunan sedang memiliki domain kandungan aflatoksin sebesar [0.5,5] merupakan persyaratan batas maksimum kandungan aflatoksin bagi manusia yakni 5 ppb. Himpunan tinggi memiliki domain [3,50] didasarkan bahwa maksimum kandungan aflatoksin bagi hewan yang diijinkan adalah sebesar 50 ppb. Kadar air yang baik bagi tepung sebagai zat pengisi untuk industri farmasi adalah kadar air rendah, agar tidak cepat merusak produk yang dihasilkan. Dengan demikian nilai domain kadar air bagi himpunan rendah adalah [10,12], himpunan sedang sebesar [11,13], dan bagi himpunan tinggi sebesar [12,14]. Tabel 16 Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, domain mutu tepung Fungsi Variabel (Mutu TepungJagung) Semesta Pembicaraan Nama Himpunan Fuzzy Domain Input Aflatoksin [0, 50] Rendah [0, 1] sedang [0.5, 5] tinggi [3, 50] Kadar air [10, 14] rendah [10, 12] sedang [11, 13] tinggi [12, 14] Kadar abu [0, 1.5] rendah [0, 0.5] sedang [0.25, 1] tinggi [0.5, 1.5] Output Mutu Tepung Jagung Grade 1 Grade 2 Grade 3

25 79 Semakin rendah kadar abu, mutu tepung semakin baik. Nilai maksimum yang ditentukan oleh SNI sebesar 1.5%. Kadar abu yang dipersyaratkan untuk industri farmasi maksimum sebesar 0.5%. Nilai domain kadar abu bagi himpunan rendah adalah [0, 0.5], bagi himpunan sedang sebesar [0.25,1], dan bagi himpunan tinggi sebesar [0.5,1.5]. Nilai semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, dan domain mutu tepung yang akan digunakan dalam proses pengelompokan ini dapat dilihat pada Tabel 16. Himpunan fuzzy variabel input dikategorikan sebagai kategori rendah, sedang, dan tinggi. Sebagai variabel output adalah kualifikasi Grade 1, Grade 2, dan Grade 3. Sebagaimana halnya dengan model yang dirancang sebelumnya, metode Sugeno dalam Fuzzy Inference System (FIS) dipakai dalam pengelompokan ini, karena variabel output dari model ini merupakan kelompok tegas (crisp). Representasi kurva variabel input mutu tepung pada setiap kategori dalam himpunan fuzzy berupa representasi kurva segi tiga, dan nilai parameter setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 17. Penetapan nilai-nilai pada setiap kategori dibuat berdasarkan nilai-nilai yang dipersyaratkan pada Tabel 7 dan hasil diskusi serta konfirmasi pakar. Tabel 17 Representasi kurva variabel mutu tepung Nama Fungsi Variabel (Mutu Tepung Jagung) Himpunan Fuzzy Jenis Kurva Parameter Input Aflatoksin rendah segi tiga [0 0 1] sedang segi tiga [ ] tinggi segi tiga [ ] Kadar air rendah segi tiga [ ] sedang segi tiga [ ] tinggi segi tiga [ ] Kadar abu rendah segi tiga [ ] sedang segi tiga [ ] tinggi segi tiga [ ] Output Mutu Tepung Jagung Grade 1 1 Grade 2 2 Grade 3 3

26 80 If-then rules dibangun berdasarkan pengaruh variabel aflatoksin, kadar air, dan kadar abu terhadap mutu tepung. Diskusi dan konfirmasi pakar digunakan dalam membangun aturan tersebut, termasuk mempertimbangkan bobot kepentingan yang telah dihitung bagi setiap kriteria uji sebagai variabel input menurut jenis industri pengguna tepung. If-then-rules yang diperlukan untuk menjalankan FIS pada perangkat lunak MATLAB R2010a ditunjukkan pada Lampiran 9. Nilai-nilai parameter fuzzy masing-masing variabel input, variabel output dan aturan if-then seperti terlihat pada Tabel 16 dan 17 dimasukkan ke dalam program FIS pada MATLAB R2010a. Hasil menjalankan program tersebut dan tampilan pada layar dapat dilihat pada Lampiran Model Prediksi Permintaan Tepung Jagung Tepung merupakan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri farmasi, industri pangan dan industri pakan. Agar dapat menjaga kontinuitas jalannya proses produksi pada industri pengguna tepung, maka idustriindustri tersebut membutuhkan kontinuitas pasokan bahan baku dari industri tepung. Oleh sebab itu industri tepung perlu menyediakan produk tepung sesuai permintaan industri-industri dimaksud. Agar tetap dapat menyediakan jumlah tepung sebagai bahan baku bagi industri konsumennya, industri tepung perlu mengetahui berapa jumlah permintaan tepung. Permintaan Permintaan periode periode lalu lalu Model Time Series Alat Alat Bantu Bantu Analisis Analisis Hasil Hasil Prediksi Prediksi Permintaan Permintaan Tepung Tepung Jagung Jagung Gambar 36 Model konseptual prediksi permintaan tepung Salah satu cara untuk mengetahui jumlah permintaan produknya yaitu melakukan prediksi permintaan tepung. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi produksi yang tidak dapat memenuhi permintaan konsumen, atau

27 81 terjadinya produksi yang berlebihan. Terjadinya produksi yang berlebihan akan merugikan industri mengingat produk-produk agroindustri merupakan produk yang tidak tahan lama (perishable product). Model prediksi permintaan tepung perlu dirancang untuk mengatasi hal tersebut. Model konseptual prediksi permintaan tepung yang dirancang menggunakan data permintaan periode sebelumnya sebagai variabel input, proses prediksi dilakukan dengan alat analisis berupa metode-metode peramalan, dan hasil prediksi permintaan tepung merupakan variabel output dalam model ini. Data permintaan untuk model ini berupa data time series, dimana variabel permintaan merupakan fungsi waktu. mulai mulai Permintaan Permintaan tepung tepung Plot data permintaan tepung Pengecekan pola data Pilih Metode Peramalan Sesuai pola Sesuai pola data? data? Ya Tidak Perhitungan peramalan Pilih metode peramalan sesuai kesalahan terkecil Penentuan nilai peramalan sesuai metode terbaik Hasil prediksi permintaan tepung Selesai Selesai Gambar 37 Tahapan peramalan permintaan tepung. Alat analisis dalam model prediksi permintaan tepung adalah metode-metode peramalan seperti Moving Average, Exponential Smoothing, Dekomposisi, dan Regresi. Selain itu jaringan syaraf tiruan digunakan pula sebagai alat untuk melakukan proses peramalan. Keluaran dari model ini adalah

28 82 permintaan tepung untuk periode mendatang. Gambar 36 menunjukkan model konseptual prediksi permintaan tepung. Tahapan untuk menjalankan proses peramalan permintaan tepung dapat dilihat pada Gambar 37. Penggunaan beberapa metode peramalan kuantitatif pada model prediksi permintaan tepung antara lain Moving Average, Double Moving Average, Single Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing, Trend Analysis, Dekomposisi, dan Jaringan Syaraf Tiruan. Data permintaan tepung periode sebelumnya pada model ini adalah data generate berdasarkan data permintaan terendah dan data permintaan tertinggi per bulan pada pabrik tepung. Permintaan tepung pada pabrik tepung berkisar antara 300 ton sampai 375 ton per bulan. Generate data sebanyak 24 periode dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Minitab Release 14 dari Minitab Inc. Proses peramalan dengan Jaringan Syaraf Tiruan dilakukan dengan menjalankan program pada MATLAB R2010a, sedangkan proses peramalan dengan metode peramalan lainnya dijalankan dengan perangkat lunak Minitab Release 14. Proses peramalan dengan metode Double Moving Average dilakukan secara manual karena tidak tersedia pada perangkat lunak Minitab Release Peramalan Permintaan dengan Metode Time Series Peramalan permintaan tepung dengan metode-metode yang telah disebutkan sebelumnya akan digunakan pada model ini. Sebelum memilih metode peramalan yang sesuai, data permintaan diplot terlebih dahulu untuk mengetahui pola data permintaan. Plot data permintaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Minitab Release 14. Contoh hasil plot data permintaan dengan menggunakan perangkat lunak Minitab dapat dilihat pada Gambar 38. Hasil plot data menunjukkan pola data horisontal, sehingga semua metode peramalan yang telah disebutkan sebelumnya digunakan untuk proses peramalan permintaan. Perhitungan peramalan dengan metode-metode tersebut dapat dilihat pada Lampiran 12. Metode peramalan yang dipilih sebagai metode yang akan digunakan untuk memprediksi permintaan tepung adalah metode yang

29 83 memiliki nilai kesalahan terkecil. Nilai kesalahan yang digunakan adalah MeanSquare Error (MSE). Gambar 38 Plot data permintaan tepung. Perangkat lunak yang digunakan dalam peramalan permintaan dengan data time series adalah MINITAB Release 14. Langkah-langkah penggunaan perangkat lunak ini dapat dilihat pada Lampiran Peramalan Permintaan dengan Jaringan Syaraf Tiruan Prediksi permintaan tepung yang diuraikan berikut ini adalah peramalan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan. Data yang digunakan pada proses prediksi ini adalah data time series. Berbeda dengan peramalan yang menggunakan model kausal, proses peramalan dengan jaringan syaraf tiruan yang menggunakan data time series membuat pola data dengan membaginya menjadi variabel input dan target ramalan sebagai variabel output. Adapun tahapan pada prediksi permintaan tepung dapat dilihar pada Gambar 39. Pada awalnya dibuatkan struktur jaringan sesuai pendekatan backpropagation. Data permintaan masa lalu digunakan untuk membuat pola data terlebih dahulu. Selanjutnya pola data tersebut dibagi menjadi data training (pelatihan) dan data testing (pengujian). Data dimasukkan ke dalam struktur jaringan, kemudian set parameter nilai dan inisialisai bobot. Simulasi dilakukan

30 84 dengan menggunakan data pelatihan, kemudian dilakukan dengan data pengujian, untuk selanjutnya dilakukan peramalan. Ukuran ketepatan peramalan adalah mean square error (MSE). mulai mulai Permintaan Permintaan tepung tepung Perancangan struktur jaringan Pemisahan data - data pelatihan - data test Transformasi data ke input jaringan Set parameter, nilai, inisialisasi bobot Simulasi JST menggunakan data pelatihan Input Input data data test test Simulasi JST menggunakan datatest Input Input data data prakiraan prakiraan Proses prakiraan Denormalisasi Hasil Prakiraan Permintaan Tepung Jagung Selesai Selesai Gambar 39 Tahapan prediksi permintaan tepung dengan JST. Peramalan dengan backpropagation didasarkan pada data yang diperoleh pada masa lalu. Pada model peramalan time series, sejumlah data x1, x2,..., xn akan digunakan untuk memperkirakan nilai xn+1. Dengan backpropagation,

31 85 sebagian data dipakai sebagai pelatihan untuk mencapai bobot yang optimal. Periode ditentukan secara intuitif tergantung variabel yang akan diprediksi. Banyaknya data dalam satu periode digunakan sebagai banyaknya input dalam backpropagation. Model prediksi permintaan tepung dirancang dengan menggunakan arsitektur jaringan seperti terlihat pada Gambar 40. X1, X2...Xn merupakan variabel input, dan Y merupakan target yaitu prakiraan permintaan. V ji merupakan bobot hubungan unit neuron input X i ke unit layar tersembunyi Z j. W kj merupakan bobot dari unit layar tersembunyi Z j ke unit output Y k. W k0 merupakan bobot dari neuron bias di layar tersembunyi ke unit neuron output Z k.fungsi aktivasi yang digunakan adalah fungsi sigmoid biner. Pola data yang akan dibuat adalah empat data yang pertama sebagai x1, x2, x3, x4, dan sebagai target adalah data yang kelima atau X5. Pola data ini yang akan dibagi menjadi dua bagian yakni data untuk pelatihan dan data untuk pengujian. Perangkat lunak MATLAB R2010a digunakan untuk menjalan program untuk memperoleh hasil peramalan. 1 w 10 1 v 10 v p0 v j0 Z 1 w 11 v 11 X 1 v p1 v j1 Z j w 1j Y v 12 Xn v j2 v p2 Z p w 1p Gambar 40 Struktur jaringan syaraf tiruan prediksi permintaan tepung. Proses menjalankan program dengan jaringan syaraf tiruan dilakukan dengan mengubah-ubah jumlah neuron dalam hidden layer, fungsi aktivasi, fungsi pembelajaran, learning rate, target epoch, target mean square error (MSE). Pada

32 86 proses pengolahan data dengan menjalankan program dilakukan simulasi dengan mengubah nilai parameter, sehingga diperoleh hasil terbaik. Hasil yang diperoleh setelah menjalankan program sebanyak 18 kali dapat dilihat pada Tabel yang terdapat di Lampiran Verifikasi dan Validasi Model Proses verifikasi model dilakukan melalui konsultasi dan konfirmasi dengan pakar apakah model yang dibangun sesuai dengan sistem nyata. Proses verifikasi ini dilakukan pada setiap model yang dirancang pada model penyediaan tepung ini. Verifikasi dilakukan dengan memperoleh konfirmasi tentang komponen-komponen pada setiap model yang dirancang. Pada model prediksi produksi dilakukan dengan perunutan terhadap variabel-variabel input yang mempengaruhi jumlah produksi. Produksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain penggunaan bibit, pemanfaatan lahan, pemupukan secara tepat, pengendalian hama dan penyakit, pengairan, curah hujan, dan penanganan proses panen (Direktorat Budidaya Serealia, 2006). Tabel 18 Perunutan variabel input pada model prediksi produksi Nama variabel input 0-1 Sifat data Penggunaan bibit 0 Kualitatif Pemanfaatan lahan 0 Kualitatif Pemupukan secara tepat 0 Kualitatif Pengendalian hama dan penyakit 0 Kualitatif Pengairan 0 Kualitatif Curah hujan (mm) 1 Kuantitatif Penanganan proses panen 0 Kualitatif Luas panen (ha) 1 Kuantitatif Model prediksi produksi menggunakan metode kuantitaif, sehingga data yang dibutuhkan adalah data kuantitatif. Tabel 18 menunjukkan hasil perunutan variabel input yang dapat dan tidak dapat digunakan pada model

33 87 peramalan kuatitatif. Angka 0 (nol) menunjukkan bahwa variabel tersebut bersifat kualitatif dan tidak dapat digunakan pada model, sedangkan angka 1 menunjukkan bahwa variabel bersifat kuantitatif dan dapat digunakan pada model. Proses verifikasi pada model pengelompokan mutu pipilan dilakukan melalui konsultasi pakar dan konfirmasi pada pihak pabrik tepung. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa variabel input dalam model sesuai dengan SNI. Variabel input butir warna lain tidak dimasukkan karena yang ditanam di sentra, dan yang dipasok sebagai bahan baku pada pabrik tepung adalah kuning, sehingga dipastikan bahwa terdapat keseragaman warna pipilan. Verifikasi pada model pengelompokan mutu tepung dilakukan melalui konsultasi dengan pakar dan konfirmasi kepada pihak pabrik. Variabel input dalam pengelompokan mutu tepung adalah kandungan aflatoksin, kadar air, dan kadar abu. Hal ini diperkuat melalui hasil pengisian panduan konsultasi oleh pakar pada Tabel 12. Variabel input pada model prediksi permintaan merupakan data permintaan berdasarkan hasil diskusi dan konfirmasi pada pabrik tepung. Permintaan tepung dilakukan oleh industri farmasi, industri pangan, dan industri pakan. Tujuan validasi model adalah untuk ketepatan suatu model dalam melakukan fungsinya sesuai rancangbangun model tersebut. Dalam perancangan model prediksi produksi, model sebab-akibat atau model kausal cukup valid untuk digunakan dalam melakukan peramalan. Hal ini disebabkan produksi tidak dipengaruhi oleh waktu, namun dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain hama, benih, pengairan, luas panen. Perangkat lunak Minitab Release 14 telah valid sebagai alat analisis untuk melakukan peramalan. Validasi pada model prediksi permintaan tepung, variabel waktu dapat digunakan sebagai variabel yang mempengaruhi permintaan, sehingga model peramalan time series dapat digunakan dalam model ini. Hasil peramalan dengan jaringan syaraf tiruan telah menunjukkan hasil yang valid, bahwa nilai permintaan tepung berada pada kisaran antara nilai minimum dan nilai

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung 89 6 IMPLEMENTASI MODEL Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung ini dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat menganalisis penyediaan tepung jagung

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 41 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan adalah bagaimana ini mem menyediakan memenuhi syarat ke konsumennya. Sebagai salah satu bagian dari rantai pasok berbasis, di sangat tergantung

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation 65 Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation Risty Jayanti Yuniar, Didik Rahadi S. dan Onny Setyawati Abstrak - Kecepatan angin dan curah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung 47 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung Rantai pasok jagung merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari kegiatan pada sentra jagung, pedagang atau pengumpul, pabrik tepung jagung, hingga

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

PREDIKSI LUAS PANEN DAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN BANYUMAS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE NEURO-FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS)

PREDIKSI LUAS PANEN DAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN BANYUMAS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE NEURO-FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) PREDIKSI LUAS PANEN DAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN BANYUMAS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE NEURO-FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) Supriyanto 1, Sudjono 2, Desty Rakhmawati 3 ( 1,2. UNSOED Purwokerto, 3. STMIK

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA Nurmahaludin (1) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Banjarmasin Ringkasan Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

Kenyo Puspito Rini 1), Ir. Usman Effendi, MS. 2), Dhita Morita Ikasari, STP, MP. 2)

Kenyo Puspito Rini 1), Ir. Usman Effendi, MS. 2), Dhita Morita Ikasari, STP, MP. 2) PERAMALAN PERMINTAAN MINUMAN KESEHATAN INSTAN JAHE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN dan METODE TIME SERIES (Studi Kasus di Agroindustri Minuman Kesehatan Instan DIA Malang) Kenyo Puspito Rini 1), Ir.

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Multilayer Perceptron (Joni Riadi dan Nurmahaludin) APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA Joni Riadi (1) dan Nurmahaludin

Lebih terperinci

Prediksi Jangka Pendek Debit Aliran Irigasi Seluma dengan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan

Prediksi Jangka Pendek Debit Aliran Irigasi Seluma dengan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Prediksi Jangka Pendek Debit Aliran Irigasi Seluma dengan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Supiyati, Syamsul Bahri dan Iwan Erdi Abstract: Penelitian mengenai prediksi jangka pendek debit aliran irigasi

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

PERENCANAAN JUMLAH PRODUK MENGGUNAKAN METODE FUZZY MAMDANI BERDASARKAN PREDIKSI PERMINTAAN Oleh: Norma Endah Haryati ( )

PERENCANAAN JUMLAH PRODUK MENGGUNAKAN METODE FUZZY MAMDANI BERDASARKAN PREDIKSI PERMINTAAN Oleh: Norma Endah Haryati ( ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN JUMLAH PRODUK MENGGUNAKAN METODE FUZZY MAMDANI BERDASARKAN PREDIKSI PERMINTAAN Oleh: Norma Endah Haryati (1207 100 031) Dosen Pembimbing: Drs. I G Ngurah Rai Usadha, M.Si Dra. Nuri

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK

PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK Jurnal POROS TEKNIK, Volume 6, No. 2, Desember 2014 : 55-10 PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK Nurmahaludin (1) (1) Staff Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM Ayu Trimulya 1, Syaifurrahman 2, Fatma Agus Setyaningsih 3 1,3 Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini, memerlukan banyak hal yang harus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini, memerlukan banyak hal yang harus BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Diagram Alur (Flowchart) Pelaksanaan penelitian ini, memerlukan banyak hal yang harus diperhatikan sebagai persiapan dalam melakukan penelitian. Tujuannya agar memperkecil

Lebih terperinci

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX Oleh: Intan Widya Kusuma Program Studi Matematika, FMIPA Universitas Negeri yogyakarta

Lebih terperinci

PERAMALAN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA KE LOMBOK MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

PERAMALAN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA KE LOMBOK MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PERAMALAN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA KE LOMBOK MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN Titik Misriati AMIK BSI Jakarta Jl. R.S Fatmawati No. 24 Pondok Labu, Jakarta Selatan titik.tmi@bsi.ac.id ABSTRACT

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 205 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 205 IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI. kegiatan manusia membuat penelitian dengan domain teknik informatika

BAB III. METODOLOGI. kegiatan manusia membuat penelitian dengan domain teknik informatika BAB III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Teknik informatika yang memiliki andil yang cukup besar dalam berbagai kegiatan manusia membuat penelitian dengan domain teknik informatika merupakan hal yang menarik

Lebih terperinci

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN : PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PRODUKSI AIR MINUM MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PDAM TIRTA BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU) Robi Yanto STMIK Bina Nusantara

Lebih terperinci

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Feng PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK... 211 PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Tan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. FRBFNN, Arsitektur FRBFNN, aplikasi FRBFNN untuk meramalkan kebutuhan

BAB III PEMBAHASAN. FRBFNN, Arsitektur FRBFNN, aplikasi FRBFNN untuk meramalkan kebutuhan BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini berisi mengenai FRBFNN, prosedur pembentukan model FRBFNN, Arsitektur FRBFNN, aplikasi FRBFNN untuk meramalkan kebutuhan listrik di D.I Yogyakarta. A. Radial Basis Function

Lebih terperinci

Unnes Journal of Mathematics

Unnes Journal of Mathematics UJM 2 (2) (2013) Unnes Journal of Mathematics http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujm PERBANDINGAN PREDIKSI HARGA SAHAM DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION DAN ARIMA Dwi Prisita

Lebih terperinci

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)*

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)* Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)* 1)Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak Badan Meteorologi

Lebih terperinci

Peramalan Permintaan Susu Pasteurisasi Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan dan Time Series (Studi Kasus di Koperasi Susu SAE Pujon, Malang)

Peramalan Permintaan Susu Pasteurisasi Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan dan Time Series (Studi Kasus di Koperasi Susu SAE Pujon, Malang) Peramalan Permintaan Susu Pasteurisasi Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan dan Time Series (Studi Kasus di Koperasi Susu SAE Pujon, Malang) Forecasting of Pasteurized Milk Demand By Using Artificial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pemanasan rata-rata selama lima puluh tahun terakhir hampir dua kali lipat dari rata-rata seratus tahun terakhir, di mana pemanasan lebih dirasakan

Lebih terperinci

Analisis Prediksi Indeks Harga Konsumen Berdasarkan Kelompok Kesehatan Dengan Menggunakan Metode Backpropagation

Analisis Prediksi Indeks Harga Konsumen Berdasarkan Kelompok Kesehatan Dengan Menggunakan Metode Backpropagation Analisis Prediksi Indeks Harga Konsumen Berdasarkan Kelompok Kesehatan Dengan Menggunakan Metode Backpropagation Anjar Wanto STIKOM Tunas Bangsa Pematangsiantar Pematangsiantar, Indonesia anjarwanto@amiktunasbangsa.ac.id

Lebih terperinci

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. Analisa dan Kebutuhan Sistem Analisa sistem merupakan penjabaran deskripsi dari sistem yang akan dibangun kali ini. Sistem berfungsi untuk membantu menganalisis

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pasar valuta asing telah mengalami perkembangan yang tak terduga selama beberapa dekade terakhir, dunia bergerak ke konsep "desa global" dan telah menjadi salah satu pasar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Gambar 3.1 menggambarkan desain penelitian peramalan volume penumpang kereta api di pulau Jawa-Sumatera dengan metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation.

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 68 BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Bab ini membahas tentang program yang telah dianalisis dan dirancang atau realisasi program yang telah dibuat. Pada bab ini juga akan dilakukan pengujian program. 4.1

Lebih terperinci

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series Oleh: ABD. ROHIM (1206 100 058) Dosen Pembimbing: Prof. Dr. M. Isa Irawan, MT Jurusan Matematika

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Gambar 3.1 Desain Penelitian METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Studi Literatur: Permalan Time Series, Harga Minyak Bumi, Jaringan Syaraf Tiruan, Backpropagation Pengumpulan Data Harga Minyak Bumi di Indonesia Perancangan

Lebih terperinci

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

PERENCANAAN JUMLAH PRODUKSI MEJA ALUMUNIUM UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PRODUKSI DENGAN METODE FUZZY MAMDANI Di UD. Meubel Alumunium, Mojokerto

PERENCANAAN JUMLAH PRODUKSI MEJA ALUMUNIUM UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PRODUKSI DENGAN METODE FUZZY MAMDANI Di UD. Meubel Alumunium, Mojokerto PERENCANAAN JUMLAH PRODUKSI MEJA ALUMUNIUM UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PRODUKSI DENGAN METODE FUZZY MAMDANI Di UD. Meubel Alumunium, Mojokerto SKRIPSI Oleh : MUISA OCTAVIA NPM : 0632010185 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua negara mempunyai mata uang sebagai alat tukar. Pertukaran uang dengan barang yang terjadi disetiap negara tidak akan menimbulkan masalah mengingat nilai uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perkembangan teknologi yang semakin pesat ini banyak sekali perubahan perkembangan yang telah terjadi untuk membantu kehidupan masyarakat. Dalam perkembangan

Lebih terperinci

Analisis Prediksi Indeks Harga Konsumen Berdasarkan Kelompok Kesehatan Dengan Menggunakan Metode Backpropagation

Analisis Prediksi Indeks Harga Konsumen Berdasarkan Kelompok Kesehatan Dengan Menggunakan Metode Backpropagation Analisis Prediksi Indeks Harga Konsumen Berdasarkan Kelompok Kesehatan Dengan Menggunakan Metode Backpropagation Anjar Wanto STIKOM Tunas Bangsa Pematangsiantar Pematangsiantar, Indonesia anjarwanto@amiktunasbangsa.ac.id

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 4, Oktober 2013 ISSN

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 4, Oktober 2013 ISSN PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN BEBERAPA FUNGSI PELATIHAN BACKPROPAGATION (Studi Kasus: Stasiun Meteorologi Tabing Padang, Tahun 2001-2012) Cici Oktaviani, Afdal

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga ABSTRAK. viii

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga ABSTRAK. viii Muhammad Arif Santoso, 2015. Peramalan Penjualan Produk Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Extreme Learning Machine. Skripsi ini dibawah bimbingan Auli Damayanti,S.Si, M.Si dan Dr. Herry Suprajitno,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017.

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam bab ini diasumsikan sebagai data perkiraan harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. Dengan demikian dapat disusun model Fuzzy

Lebih terperinci

4.1. Pengumpulan data Gambar 4.1. Contoh Peng b untuk Mean imputation

4.1. Pengumpulan data Gambar 4.1. Contoh Peng b untuk Mean imputation 4.1. Pengumpulan data Data trafik jaringan yang diunduh dari http://www.cacti.mipa.uns.ac.id:90 dapat diklasifikasikan berdasar download rata-rata, download maksimum, download minimum, upload rata-rata,

Lebih terperinci

Peramalan Deret Waktu Menggunakan S-Curve dan Quadratic Trend Model

Peramalan Deret Waktu Menggunakan S-Curve dan Quadratic Trend Model Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2015 STMIK STIKOM Bali, 9 10 Oktober 2015 Peramalan Deret Waktu Menggunakan S-Curve dan Quadratic Trend Model Ni Kadek Sukerti STMIK STIKOM Bali Jl. Raya Puputan

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir

Presentasi Tugas Akhir Presentasi Tugas Akhir Bagian terpenting dari CRM adalah memahami kebutuhan dari pelanggan terhadap suatu produk yang ditawarkan para pelaku bisnis. CRM membutuhkan sistem yang dapat memberikan suatu

Lebih terperinci

Model Arsitektur Backpropogation Dalam Memprediksi Faktor Tunggakan Uang Kuliah (Studi Kasus AMIK Tunas Bangsa)

Model Arsitektur Backpropogation Dalam Memprediksi Faktor Tunggakan Uang Kuliah (Studi Kasus AMIK Tunas Bangsa) IJCCS, Vol.x, No.x, July xxxx, pp. 1~5 ISSN: 1978-1520 1 Model Arsitektur Backpropogation Dalam Memprediksi Faktor Tunggakan Uang Kuliah (Studi Kasus AMIK Tunas Bangsa) Agus Perdana Windarto* 1, Dedy Hartama

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 55 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Membangun agroindustri yang tangguh dan berdaya saing tinggi seharusnya dimulai dengan membangun sistem jaringan rantai pasokan yang tangguh dan saling menguntungkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Data-data historis beban harian yang akan diambil sebagai evaluasi yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Data-data historis beban harian yang akan diambil sebagai evaluasi yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pengumpulan Data Beban Listrik dari PLN Data-data historis beban harian yang akan diambil sebagai evaluasi yaitu selama lima tahun pada periode 2006-2010, selanjutnya data

Lebih terperinci

METODE KUANTITATIF, MENGGUNAKAN BERBAGAI MODEL MATEMATIS YANG MENGGUNAKAN DATA HISTORIES DAN ATAU VARIABLE-VARIABEL KAUSAL UNTUK MERAMALKAN

METODE KUANTITATIF, MENGGUNAKAN BERBAGAI MODEL MATEMATIS YANG MENGGUNAKAN DATA HISTORIES DAN ATAU VARIABLE-VARIABEL KAUSAL UNTUK MERAMALKAN METODE KUANTITATIF, MENGGUNAKAN BERBAGAI MODEL MATEMATIS YANG MENGGUNAKAN DATA HISTORIES DAN ATAU VARIABLE-VARIABEL KAUSAL UNTUK MERAMALKAN Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Data Untuk Analisis Jaringan Syaraf Tahapan pertama sebelum merancang model jaringan syaraf tiruan adalah menyiapkan data. Secara garis besar tahapan-tahapan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga listrik merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya sehari-hari. Peralatan rumah tangga maupun industri hampir semuanya

Lebih terperinci

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat akan perkiraan cuaca terutama curah hujan ini menjadi sangat penting untuk merencanakan segala aktifivitas mereka. Curah hujan juga memiliki

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan digunakanan sebagai acuan pencegah yang mendasari suatu keputusan untuk yang akan datang dalam upaya meminimalis kendala atau memaksimalkan pengembangan baik

Lebih terperinci

Gambar 4. Tahapan kajian

Gambar 4. Tahapan kajian III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kajian Survei lapangan dilakukan untuk menganalisa kinerja bisnis usaha tahu dan kebutuhan pasar. Hasil analisa kebutuhan pasar menjadi masukan dalam pengembangan

Lebih terperinci

Oleh: ABDUL AZIS JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

Oleh: ABDUL AZIS JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013 Oleh: ABDUL AZIS 1209 100 073 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013 Sektor pertanian merupakan salah satu penopang perekonomian

Lebih terperinci

MODEL PENENTUAN GURU BERPRESTASI BERBASIS ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS)

MODEL PENENTUAN GURU BERPRESTASI BERBASIS ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) MODEL PENENTUAN GURU BERPRESTASI BERBASIS ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) Wanti Rahayu 1 1 Mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI Email : 1 wanti.reiku@gmail.com Abstrak- Guru merupakan aspek

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 39 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember tahun 2010 di rumah tanaman (greenhouse) Balai Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi (Balitklimat),

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan sering dipandang sebagai seni dan ilmu dalam memprediksikan kejadian yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang. Secara teoritis peramalan

Lebih terperinci

Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan

Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Andi Ihwan 1), Yudha Arman 1) dan Iis Solehati 1) 1) Prodi Fisika FMIPA UNTAN Abstrak Fluktuasi suhu udara berdasarkan

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN SISTEM INFORMASI PREDIKSI KAPASITAS PEMBANGKIT LISTRIK MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK (SEKTOR RUMAH TANGGA)

PEMODELAN DAN SISTEM INFORMASI PREDIKSI KAPASITAS PEMBANGKIT LISTRIK MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK (SEKTOR RUMAH TANGGA) PEMODELAN DAN SISTEM INFORMASI PREDIKSI KAPASITAS PEMBANGKIT LISTRIK MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK (SEKTOR RUMAH TANGGA) Salmawaty Tansa 1, Bambang Panji Asmara 2 Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN tersembunyi berkisar dari sampai dengan 4 neuron. 5. Pemilihan laju pembelajaran dan momentum Pemilihan laju pembelajaran dan momentum mempunyai peranan yang penting untuk struktur jaringan yang akan dibangun.

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN : Modifikasi Estimasi Curah Hujan Satelit TRMM Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Studi Kasus Stasiun Klimatologi Siantan Fanni Aditya 1)2)*, Joko Sampurno 2), Andi Ihwan 2) 1)BMKG Stasiun

Lebih terperinci

LEARNING VECTOR QUANTIZATION UNTUK PREDIKSI PRODUKSI KELAPA SAWIT PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA I PULAU TIGA

LEARNING VECTOR QUANTIZATION UNTUK PREDIKSI PRODUKSI KELAPA SAWIT PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA I PULAU TIGA LEARNING VECTOR QUANTIZATION UNTUK PREDIKSI PRODUKSI KELAPA SAWIT PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA I PULAU TIGA 1,2,3 Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Sumatera Utara e-mail: edgar.audela.bb@students.usu.ac.id,

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION [1] Novi Indah Pradasari, [2] F.Trias Pontia W, [3] Dedi Triyanto [1][3] Jurusan Sistem Komputer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Purworejo adalah daerah agraris karena sebagian besar penggunaan lahannya adalah pertanian. Dalam struktur perekonomian daerah, potensi daya dukung

Lebih terperinci

Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan dengan Algoritma One Step Secant Backpropagation dalam Return Kurs Rupiah Terhadap Dolar Amerika Serikat

Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan dengan Algoritma One Step Secant Backpropagation dalam Return Kurs Rupiah Terhadap Dolar Amerika Serikat Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan dengan Algoritma One Step Secant Backpropagation dalam Return Kurs Rupiah Terhadap Dolar Amerika Serikat SKRIPSI Disusun oleh: MAULIDA NAJWA 24010212130028 DEPARTEMEN STATISTIKA

Lebih terperinci

Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari

Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari 2010 50 Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Memprediksi Jumlah Pengangguran di Provinsi Kalimantan Timur Dengan Menggunakan Algoritma Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM

BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM 17 BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM 4.1 Desain. yang digunakan adalah jaringan recurrent tipe Elman dengan 2 lapisan tersembunyi. Masukan terdiri dari data : wind, SOI, SST dan OLR dan target adalah

Lebih terperinci

Bab III PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

Bab III PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI 35 Bab III PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI 3.1 Spesifikasi Rumusan Rancangan Perancangan program aplikasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu proses, yaitu : proses input dan hasil keluaran atau output Proses

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI VARIETAS UNGGUL BENIH KEDELAI BERDASARKAN WARNA DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN

IDENTIFIKASI VARIETAS UNGGUL BENIH KEDELAI BERDASARKAN WARNA DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN IDENTIFIKASI VARIETAS UNGGUL BENIH KEDELAI BERDASARKAN WARNA DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN Galih Probo Kusuma, Dr Melania Suweni Muntini, MT Jurusan Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin bertambah tahun, semua peralatan konvensional semakin tergantikan dengan adanya peralatan elektronik. Di setiap sisi kehidupan pada saat ini menggunakan peralatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Multiple Attribute Decision Making (MADM) Multiple Attribute Decision Making (MADM) adalah studi tentang identifikasi dan pemilihan alternatif berdasarkan nilai-nilai dan preferensi

Lebih terperinci

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES JURNAL GAUSSIAN, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 65-72 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No., Juni 206 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Jaringan Syaraf Tiruan Peramalan Inventory Barang

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) ( X Print) A-31

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) ( X Print) A-31 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol 4, No2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-31 Perbandingan Performansi Metode Peramalan Fuzzy Time Series yang Dimodifikasi dan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation (Studi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 65 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan utama yang dihadapi industri gula nasional yaitu rendahnya kinerja khususnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Untuk menyelesaikan permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang sangat penting dalam kelangsungan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan beras, setiap manusia mempunyai cara-cara

Lebih terperinci

PREDIKSI PRODUKSI JAGUNG DALAM MODEL PENYEDIAAN TEPUNG JAGUNG PADA RANTAI PASOK JAGUNG

PREDIKSI PRODUKSI JAGUNG DALAM MODEL PENYEDIAAN TEPUNG JAGUNG PADA RANTAI PASOK JAGUNG PREDIKSI PRODUKSI JAGUG DALAM MODEL PEYEDIAA TEPUG JAGUG PADA RATAI PASOK JAGUG Dorina Hetharia, M. Syamsul Ma arif 2, Yandra Arkeman 3, Titi Candra S. 4 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

UJM 3 (1) (2014) UNNES Journal of Mathematics.

UJM 3 (1) (2014) UNNES Journal of Mathematics. UJM 3 (1) (2014) UNNES Journal of Mathematics http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujm APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION DALAM PERAMALAN BEBAN PUNCAK DISTRIBUSI LISTRIK DI WILAYAH PEMALANG

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. media cacing dengan metode adaptive neuro fuzzy inference system (ANFIS)

BAB III METODELOGI PENELITIAN. media cacing dengan metode adaptive neuro fuzzy inference system (ANFIS) BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Studi Literatur Untuk memehami cara rancang bangun pengontrol suhu dan kelembaban media cacing dengan metode adaptive neuro fuzzy inference system (ANFIS) dibutuhkan studi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi jagung merupakan hasil bercocok tanam, dimana dilakukan penanaman bibit

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi jagung merupakan hasil bercocok tanam, dimana dilakukan penanaman bibit BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Produksi Produksi jagung merupakan hasil bercocok tanam, dimana dilakukan penanaman bibit tanaman pada lahan yang telah disediakan, pemupukan dan perawatan sehingga

Lebih terperinci

MODEL FUZZY RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORK UNTUK PERAMALAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MODEL FUZZY RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORK UNTUK PERAMALAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MODEL FUZZY RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORK UNTUK PERAMALAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 105 SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Anindita Septiarini Program Studi Ilmu Komputer FMIPA,

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Aplikasi Sistem Inferensi Fuzzy Metode Sugeno dalam Memperkirakan Produksi Air Mineral dalam Kemasan Oleh Suwandi NRP 1209201724 Dosen Pembimbing 1. Prof. Dr M. Isa Irawan, MT 2. Dr Imam Mukhlash, MT Institut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa mendatang berdasarkan data pada masa lalu, berbasis pada metode ilmiah dan kualitatif yang dilakukan

Lebih terperinci

DENIA FADILA RUSMAN

DENIA FADILA RUSMAN Sidang Tugas Akhir INVENTORY CONTROL SYSTEM UNTUK MENENTUKAN ORDER QUANTITY DAN REORDER POINT BAHAN BAKU POKOK TRANSFORMER MENGGUNAKAN METODE FUZZY (STUDI KASUS : PT BAMBANG DJAJA SURABAYA) DENIA FADILA

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL NEURAL NETWORK BACKPROPAGATION UNTUK PREDIKSI HARGA AYAM

PENERAPAN MODEL NEURAL NETWORK BACKPROPAGATION UNTUK PREDIKSI HARGA AYAM PENERAPAN MODEL NEURAL NETWORK BACKPROPAGATION UNTUK PREDIKSI HARGA AYAM Nanik Susanti 1* 1 Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Muria Kudus Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 32 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN Pada bab ini akan dibahas tentang analisis sistem melalui pendekatan secara terstruktur dan perancangan yang akan dibangun dengan tujuan menghasilkan model atau representasi

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN TAHUNAN MENGGUNAKAN ANFIS DENGAN PENGELOMPOKAN DATA (Studi Kasus Pada Stasiun Meteorologi Bandara Jalaluddin Gorontalo)

PREDIKSI CURAH HUJAN TAHUNAN MENGGUNAKAN ANFIS DENGAN PENGELOMPOKAN DATA (Studi Kasus Pada Stasiun Meteorologi Bandara Jalaluddin Gorontalo) PREDIKSI CURAH HUJAN TAHUNAN MENGGUNAKAN ANFIS DENGAN PENGELOMPOKAN DATA (Studi Kasus Pada Stasiun Meteorologi Bandara Jalaluddin Gorontalo) Ifan Wiranto, Wahab Musa, Wrastawa Ridwan Jurusan Teknik Elektro

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bagan alir seperti pada Gambar 8. Gambar 8 Diagram Alir Penelitian Pengumpulan Data

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK [1] Meishytah Eka Aprilianti, [2] Dedi Triyanto, [3] Ilhamsyah [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas

Lebih terperinci