PREDIKSI POLA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN SUKOHARJO MENGGUNAKAN METODE ORDINARY BLOCK KRIGING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PREDIKSI POLA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN SUKOHARJO MENGGUNAKAN METODE ORDINARY BLOCK KRIGING"

Transkripsi

1 PREDIKSI POLA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN SUKOHARJO MENGGUNAKAN METODE ORDINARY BLOCK KRIGING Ellisa Ratna Dewi 1, Sri Suryani P 2, Yuliant Sibaroni 3 1,2,3 Prodi Ilmu Komputasi Telkom University, Bandung 1 ellfellix@gmail.com, 2 wati100175@gmail.com, 3 yuliant2000@yahoo.com ISSN : Abstrak Sistem prediksi pola penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue di kabupaten Sukoharjo ini dibentuk dengan meggunakan model semivariogram dan metode estimasi Ordinary Block Kriging. Model dan metode ini dipilih sebagai alat untuk memprediksi pola penyebaran penyakit di kabupaten Sukoharjo karena tidak membutuhkan informasi sebelumnya mengenai mean data, sehingga lebih mudah dalam penggunaanya. Validasi silang dipilih sebagai alat ukur validitas model agar model memiliki kriteria kelayakan untuk digunakan pada proses berikutnya. Model terbaik dihasilkan oleh Gaussian dengan validasi , dengan variansi kriging sebesar pada grid Dari grid tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebaran terbesar berada di kecamatan Kartasura, Gatak, Baki, dan Grogol. Sedangkan error yang dihasilakan dari hasil pengujian sistem dengan membandingkan data asli populasi terjangkit dengan hasil estimasi adalah atau sekitar 15%. Hasil prediksi ini mengindikasikan bahwa terdapat faktor X yang mempengaruhi penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue di kabupaten Sukoharjo. Kata kunci : semivariogram, ordinary kriging, validasi silang, grid Pendahuluan Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh virus dengue yang disebarkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh penderita DBD yang lain. Indonesia merupakan negara yang memiliki angka kematian paling tinggi akibat DBD dibandingkan negara-negara lain di ASEAN[17]. Wilayah Sukoharjo menjadi salah satu wilayah endemis demam berdarah yang dapat dikatakan tinggi di Indonesia[17]. Beberapa kasus demam berdarah tersebut, banyak yang menimbulkan kematian. Penyebab kematian tersebut dipicu oleh beberapa faktor antara lain keterlambatan penanganan medis dan rendahnya kesadaran masyarakat akan pencegahanya. Masyarakat banyak yang tidak menyadari akan keberadaan penyakit, salah satunya disebabkan minimnya informasi yang mereka peroleh. Beberapa alasan diatas yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian berkaitan dengan prediksi pertumbuhan penyakit DBD khususnya di wilayah Sukoharjo. Prediksi dilakukan dengan menggunakan metode Ordinary Block Kriging. Metode kriging merupakan sebuah metode untuk melakukan penaksiran suatu nilai di suatu wilayah. Metode ini yang nantinya digunakan untuk mengestimasi tinggi rendahnya populasi penduduk yang terjangkit DBD di suatu wilayah. Pendekatan model Semivariogram Eksperimentaldilakukan dengan menggunakan data angka yang menunjukkan jumlah penderita DBD dan koordinat lokasi terjangkit. Kemudian dilakukan pembentukan model Semivariogram Teoritis yang kemudian digunakan untuk mencocokan apakah model semivariogram yang terbentuk melalui data, sesuai dengan model semivariogram teoritis bakunya. Nilai estimasi yang telah didapat dengan Ordinary Block Kriging, kemudian akan dibuat sebuah interpolasi warna, dimana warna tersebut menunjukkan tinggi rendahnya nilai prediksi. Sehingga mudah diketahui pola penyebaran penyakit DBD di kabupaten Sukoharjo. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah petugas kesehatan setempat mengetahui daerah mana di kabupaten Sukoharjo yang memiliki potensi besar untuk terkena penyakit DBD, sehingga himbauan pencegahan kepada masyarakat dapat disampaikan lebih dini dan tingkat kematian 270

2 akibat demam berdarah di wilayah Sukoharjo dapat ditekan. Dengan kata lain, pengguna dapat memprediksi daerah yang rawan terjangkit penyakit DBD di wilayah Sukoharjo. Landasan Teori 1. Demam Berdarah Dengue (DBD) DBD disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, Aedes Scutellaris dan Aedes Albopictus. Kepadatan populasi nyamuk-nyamuk tersebut berada diantara bulan September sampai November dan puncaknya antara bulan Maret sampai Mei, yaitu pada musim pancaroba. Peningkatan populasi nyamuk tersebut mengindikasikan bahwa meningkat pula kemungkinan terkenanya wabah DBD di daerah endemis[6]. Nyamuk Aedes memiliki kebiasan menggigit berulang, yaitu menggigit orang secara bergantian dalam waktu singkat. Bila nyamuk Aedes menggigit dan menghisap darah orang yang menderita DBD, maka virus tersebut akan masuk ke dalam tubuh nyamuk. Selanjutnya dibutuhkan waktu 8-11 hari, mulai virus masuk ke dalam tubuh nyamuk sampai virus mencapai kelenjar ludah dan siap ditularkan kepada korban lain. Nyamuk yang telah terinfeksi virus kemudian menghisap darah manusia, sehingga bersama ludah nyamuk tersebut, virus akan masuk ke dalam tubuh manusia. Virus tersebut kemudian berkembang biak dan menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler serta pembekuan darah. Setelah masa inkubasi 1-2 hari, maka dalam waktu 3-15 hari penderita akan mengalami salah satu dari 4 gejala sebagai berikut[6] : a. Abortif, dimana penderita tidak merasakan gejala apapun. b. Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4-7 hari, nyeri tulang, dan muncul bintikbintik merah. c. Dengue Haemorrhagic Fever, gejala yang hampir sama dengan dengue klasik, tetapi penderita sudah mengalami pendarahan pada hidung, mulut dan lain-lain. d. Dengue Syok Syndrome, merupakan gejala yang sama dengan Dengue Haemorrhagic Fever, akan tetapi ditambah dengan syok dan sering terjadi kematian. Nyamuk DBD banyak hidup dan cepat berkembang dalam suatu wilayah dikarenakan beberapa hal sebagai berikut [18]: a. Adanya perubahan musim dari musim panas ke musim penghujan atau sebaliknya. b. Bak mandi rumah tangga yang jarang dikuras, akan menyebabkan banyak berkembangnya jentik-jentik nyamuk. c. Sampah dan barang bekas yang tidak dikubur atau dibakar, sehingga mengakibatkan tertampungnya air di saat musim hujan. d. Saluran air atau selokan yang tergenang dan tidak mengalir di sekitar lingkungan rumah tangga. e. Kurangnya kesadaran masyarakat, terutama anak-anak sekolah dan guru-guru terhadap tempat-tempat gelap yang jauh dari jangkauan manusia seperti laci meja, bawah meja dan bangku-bangku yang jarang digunakan. f. Kurangnya kesadaran dan perhatian masyarakat akan kebersihan lingkungan. 2. Data Spasial Data spasial merupakan data pengukuran yang memuat informasi lokasi di permukaan bumi, misalnya Z(s i), i=1,2,..n dimana Z menyatakan lokasi dengan koordinat s i. Terdapat 3 tipe dasar data spasial, yaitu geostatistik (geostatisticaldata), data area (lattice area), dan pola titik (point pattern)[4]. Data spasial dapat berupa data diskret atau kontinu dan memiliki lokasi yang beraturan (regular) maupun yang tidak beraturan (irregular). Data yang beraturan (regular) adalah data spasial dimana titik-titik yang menjadi obyek pengamatan berada pada perpotongan koordinat, sehingga memiliki jarak yang sama. Sedangkan data tak beraturan (irregular) menunjukkan lokasi titik yang berada pada suatu wilayah terletak secara acak atau random, sehingga memiliki jarak yang berbeda. 271

3 Terdapat dua tahapan utama dalam menganalisis data spasial, yaitu tahap analisis struktural dan tahap penaksiran parameter[5]. Analisis struktural merupakan tahap pencocokan model Semivariogram Eksperimental pada Semivariogram Teoritis. Sedangkan tahap penaksiran parameter adalah proses prediksi parameter proses spasial berdasarkan informasi semivariogram data spasial. 3. Model Semivariogram Eksperimental Model semivariogram merupakan sebuah alat yang digunakan untuk menjelaskan korelasi spasial antara data atau penelitian[5]. Jika fungsi matematika atau semivariogram telah fit/sesuai pada semivariogram eksperimental, model ini dapat digunakan untuk menaksir nilai di titik/lokasi yang tidak disampel/diketahui[1]. Penggunaan Semovariogram Eksperimental untuk mengestimasi fungsi kovariansi lebih baik dibandingkan yang lain karena Semivariogram Eksperimental tidak memerlukan informasi sebelumnya mengenai mean dari sebuah populasi. Secara teoritis, semivariogram merupakan bagian dari ekspektasi selisih kuadrat nilai sampel yang dipisahkan dengan vektor h. Persamaan Semivariogram Eksperimental dapat ditulis sebagai berikut[5] : γ(h) = [ ] (1) (2.1) dimana : x α : lokasi titik sampel : nilai data pada lokasi n(h) : banyaknya pasangan eksperimen [ ] yang berjarak h. Selain menggunakan persamaan 1, pembentukan model Semivariogram Eksperimental juga dapat dilakukan dengan model yang sudah ada. Parameter-parameter inputan yang harus diperhatikan dalam pembuatan model Semivariogram Eksperimentaladalah[2] : Tabel 1 : Parameter Pembentukan ModelSemivariogram Eksperimental No Parameter Keterangan 1 Tmax Batas nilai terbesar dalam pembentukan model Semivariogram Eksperimental 2 Tmin Batas nilai terkecil dalam pembentukan model Semivariogram Eksperimental 3 Nlag Jumlah pasangan jarak yang digunakan dalam pembentukan model Semivariogram 4 Xlag Jarak yang memisahkan antar titik sampel 5 Xltol Toleransi jarak pemisah yang nilainya setengah dari nilai Xlag 6 Ndir Jumlah pasangan arah yang digunakan dalam pembentuka model 7 Azm Nilai yang (azimuth) merepresentasikan sudut dari keempat arah yang digunakan 8 Atol Toleransi besaran sudut 272

4 yang nilainya setengah dari nilai Azimuth 9 Bandwidth Jarak terjauh dari titik sampel yang masuk ke dalam perhitungan 10 Jenis Variogram model semivariogram Jenis variogram yang akan dibentuk. Jika modelnya semivariogram, maka jenis variogramnya adalah Model Semivariogram Teoritis Model semivariogram baku (Semivariogram Teoritis Gaussian) sebagai dasar dalam pencocokan model Semivariogram Eksperimental yaitu[7] : Model Gaussian (2) Keterangan : : Nilai Semivariogram : Nilai Sill : Nilai jarak Semivariogram Eksperimental α : Nilai Range Gambar 1 : Model Teoritis Gaussian 2.5 Validasi Silang (Cross Validation) Pengujian validasi model semivariogram adalah dengan menggunakan metode Validasi Silang (Cross Validation). Metode validasi silang merupakan salah satu metode uji validitas model semivariogram yang menggunakan residual atau selisih antara nilai dari data sampel dan nilai taksiran tanpa data sampel. Nilai taksiran tersebut diperoleh dengan perhitungan estimasi menggunakan metode Ordinary Block Kriging. Prosedur Validasi Silang[10,8] 1. Menghitung nilai taksiran z*(s 2) dengan metode Ordinary Kriging menggunakan informasi dari nilai sampel z(s 1). Sehingga nilai taksiran di z(s2) yaitu z*(s2) dapat dinyatakan sebagai berikut: z*(s 2)= ω 1.z(s 1). (3) Dimana : z*(s 2) : nilai taksiran untuk data yang berada pada lokasi s 2. ω 1 : bobot nilai untuk z(s 1). z(s 1) : nilai dari data sampel pada lokasi s

5 2. Membandingkan nilai z*(s 1) dengan nilai z(s 1). Kemudian menghitung nilai residual atau selisihnya antara nilai taksiran dengan nilai sebenarnya dari data pada lokasi s 2. Sehingga dapat dituliskan menjadi : r(s 1) = z*(s 1) - z(s 1) (4) (2.7) 3. Menghitung nilai taksiran untuk z*(s 3) dengan menggunakan informasi dari nilai data sampel z(s 1) dan z(s 2). Kemudian menghitung residual untuk nilai pada lokasi s 3 yaitu r(s 3). Sehingga, jika menggunakan dua buah informasi data untuk menghitung nilai taksiran, maka dapat dituliskan sebagai berikut[8] : z*(s n)= (ω n-1.z(s n-1))(5) 4. Menghitung keseluruhan nilai taksiran sebanyak data sampel dan membandingkan serta menghitung nilai residual semua nilai taksiran terhadap nilai data sebenarnya. 5. Menghitung variansi nilai taksiran. Nilai variansi dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut[8] : σ 2 = (6) Dimana : σ 2 : nilai variansi Ordinary Kriging minimum : nilai bobot estimasi Ordinary Kriging ke-i. : nilai semivariogram jarak antara lokasi data ke-0 dengan lokasi data ke-i m : parameter Lagrange 6. Menghitung korelasi validasi silang dengan menggunakan persamaan. Kedekatan prediksi terhadap nilai sebenarnya diukur melalui kuantitas[5] : * + (7) dimana z * (Sn) merupakan taksiran z(sn) tanpa adanya data z( Sn). Korelasi diatas dapat diartikan hasil validasi silang semakin baik, apabila nilai yang dihasilkan adalah mendekati Uji Statistik Q1 Hasil dari validasi silang di atas harus diuji terlebih dahulu menggunakan Statistik Uji Q1, untuk menentukan apakah model yang dihasilkan layak dan dapat diterima. Model diterima atau layak untuk digunakan apabila hasil validasi <, dengan n adalah banyak data yang digunakan dalam validasi silang. Model dikatakan baik apabila nilai validasi silang yang dihasilkan mendekati 0 (semakin kecil)[10]. Estimasi Ordinary Block Kriging Kriging merupakan salah satu metode penaksiran data spasial yang memberikan penaksiran linear tak bias terbaik dari suatu nilai titik atau rata-rata blok[14]. Kriging memiliki beberapa jenis metode antara lain Simple Kriging, Ordinary Kriging, dan Universal Kriging. Ordinary Kriging merupakan metode yang melakukan perkiraan sebuah nilai pada suatu titik dari suatu wilayah dimana mean tidak diketahui[2]. Metode ini dipilih karena dapat melakukan estimasi terhadap nilai yang berupa blok maupun titik. Metode Ordinary Kriging dapat digunakan untuk memperkirakan nilai sebuah titik, dirumuskan dalam persamaan[3] : Z* OK (8) Z* OK merupakan sebuah data spasial nilai titik X 0 dengan bobot yang didekati oleh data spasial nilai titik lain yaitu. Sedangkan untuk memperkirakan nilai sebuah blok, maka persamaan Ordinary Kriging untuk blok (Ordinary Block Kriging) adalah sebagai berikut[3] : Z* Vo (9) Sistem Ordinary Kriging secara umum dituliskan dengan [3] : OK= 2 ( ) (10) dengan ( ) merupakan semivariogram eksperimental nilai titik untuk mendekati semivariogram teoritis nilai titik dan merupakan parameter Lagrange. 274

6 Berdasarkan persamaan (10), sistem Ordinary Block Kriging dengan bobot, = 1,..n dapat dituliskan sebagai berikut[3] : BK= { (11) Dimana, merupakan semivariogram eksperimental nilai titik untuk mendekati semivariogram teoritis nilai titik terhadap blok, v menyatakan blok. merupakan mean, tetapi dalam metode Ordinary Kriging, mean tidak diketahui sehingga dalam perhitungan nilai matriks dapat diabaikan. Metode Ordinary Block Kriging dapat ditulis dalam bentuk matriks, sebagai berikut [3]: ( ) ( ) ( )(12) Sedangkan keakuratan sistem prediksi dengan menggunakan metode Ordinary Block Kriging dapat diukur dari variansi krigingnya. Persamaan variansi kriging untuk blok adalah sebagai berikut[3] : σ 2 BK = μ BK γ( V0,V0) + α BK γ( Xα,V0) (13) Toleransi estimasi dapat dilihat dari nilai variansi krigingny, yaitu jika <0.1[1]. 2.7 Root Mean Square Error (RMSE) RMSE merupaka suatu indikator kesalahan yang didasarkan pada total kuadratik dari simpangan antara hasil model dengan hasil observasi[19,20]. Persamaan RMSE dapat dituliskan sebagai berikut : RMSE n 1 2 ( Xdata Xhasil) i (14) n X data : nilai yang didapatkan dari data asli hasil pengamatan X hasil : nilai yang didapatkan dari hasil perhitungan Perancangan Sistem Dan Antarmuka 2. Diagram Alir Gambar 2 : Diagram Alir Sistem 275

7 1. Input Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data koordinat (x,y) dan populasi penduduk terjangkit DBD di kabupaten Sukoharjo. Tiap titik koordinat (x,y), populasi penduduk diambil dari setiap kecamatan dengan akumulasi keseluruhan desa dalam waktu lima tahun berturut-turut. Karena data belum stasioner, maka dari itu perlu dilakukan normalisasi data. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan error. 2. Proses Proses dalam pembuatan sistem prediksi pola penyebaran penyakit DBD dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pembentukan Model Semivariogram Eksperimental. Data yang telah masuk, akan dibentuk model Semivariogram Eksperimental. Perhitungan model Semivariogam Eksperimental ini melibatkan jarak dan arah. Terdapat empat arah yang dihitung dalam pembentukan model Semivariogram, yaitu arah Utara-Selatan (arah 1 dengan sudut 0º), arah Timur-Barat (arah 2 dengan sudut 45º), arah Barat Daya-Timur Laut (arah 3 dengan sudut 90º), dan arah Tenggara- Barat Laut (arah 4 dengan sudut 135º). Inputan parameter yang ada pada Tabel 2.1 harus benar-benar disesuaikan dengan data untuk mendapatkan model Semivariogram Eksperimental yang baik. Model Semivariogram Eksperimentalyang telah didapat kemudian di plot untuk memudahkan dalam pencocokan model pada proses berikutnya. 2. Pencocokan Model dengan Semivariogram Teoritis Plot dari model Semivariogram Eksperimental yang telah didapatkan, kemudian didekati dengan model Semivariogram Teoritis. Semua model Semivariogram Teoritis dicocokan dengan plot Semivariogram Eksperimentalhingga didapatkan model terbaik dengan parameter terbaik. 3. Validasi Model dengan Metode Validasi Silang Beberapa model yang telah dicocokan ke plot eksperimental, kemudian dihitung nilai validasinya. Dengan prosedur dan persamaan yang telah dijelaskan dalam sub bab 2.5, maka akan didapatkan beberapa nilai validasi dari beberapa model dan parameter pada pencocokan model sebelumnya. Nilai-nilai validasi ini selanjutnya akan diuji kelayakanya. 4. Uji Statistik Q1 Nilai-nilai validasi silang yang telah didapatkan pada proses sebelumnya kemudia diuji kelayakanya menggunakan statistik uji Q1. Model diterima jika nilai validasinya <. Jika model diterima, maka akan berlanjut ke proses selanjutnya. Sedangkan jika model ditolak, maka proses akan dikembalikan pada tahap pencocokan model teoritis, untu menemukan model dan parameter-parameter yang lain. 5. Pembentukan Blok Berdasarkan Karakteristik Wilayah Jika model diterima, maka langkah selanjutnya adalah pembentukan blok. Blok yang dibentuk merupakan kumpulan dari kecamatan-kecamatan yang memiliki karakteristik sama. Kesamaan karakteristik didasarkan pada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan nyamuk. Pengelompokan blok ini akan dibandingkan dengan hasil prediksi, apakah hasil prediksi sama dengan keadaan nyata wilayah atau terdapat perbedaan. Jika terdapat perbedaan, itu berarti terdapat kemungkinan adanya faktor lain yang mempengaruhi perkembangan dan penyebaran nyamuk. Blok-blok yang telah dibentuk kemudian dihitung jaraknya, baik dengan titik sampel, maupun denga blok lain. Jarak ini yang digunakan sebagai variabel hitung estimasi dalam proses selanjutnya. Hasil pembetukan blok akan ditampilkan pada lampiran. 6. Estimasi Keseluruhan Wilayah Estimasi dilakukan untuk keseluruhan wilayah kabupaten Sukoharjo dengan menggunakan grid. Ukuran grid yang semakin kecil, menunjukkan semakin dalam pula estimasi yang dilakukan, karena hampir tidak ada celah dari satu titik ke titik lainya. Sehingga semakin kecil grid, akan menghasilkan variansi yang semakin kecil. Estimasi dihitung dengan menggunakan persamaan pada sub bab Interpolasi Keseluruhan Wilayah dan Pemotongan Peta Interpolasi merupakan sebuah pewarnaan wilayah berdasarkan banyaknya populasi yang terkandung pada wilayah tersebut. Warna akan berubah secara bertahap apabila memasuki wilayah dengan tingkat populasi yang semakin tinggi maupun semakin rendah. Pemotongan peta dilakukan untuk memperjelas 276

8 daerah mana saja yang memiliki populasi tinggi dan wilayah yang memiliki populasi rendah. Sehingga kecenderungan penyebaran penyakit DBD dapat diprediksi dengan lebih mudah. 3. Output Output yang dihasilkan pada penelitian ini adalah peta wilayah Kabupaten Sukoharjo dengan interpolasi warna. Sehingga akan terlihat pola penyebaran penyakit DBD cenderung ke wilayah mana. Diagram Use Case Gambar 3 : Diagram Use Case Pengguna (user) sistem prediksi pola penyebaran penyakit DBD ini dapat menjalankan beberapa fungsi yang ada di dalam Graphic User Interface, yaitu : 1. Menampilkan plot model Semivariogram Eksperimental Dalam menjalankan sistem, yang pertama dilakukan oleh user adalah menampilkan plot model Semivariogram Eksperimental. Hal ini harus dilakukan karena akan berkaitan dengan model Semivariogram Teoritis yang akan digunakan. 2. Menginputkan parameter terbaik untuk proses fitting model Input parameter diperlukan untuk mendapatkan model Semivariogram Teoritis yang terbaik. Hal ini dilakukan agar mendapatkan validasi yang layak, sehingga model dapat digunakan untuk mencari pola prediksi penyebaran penyakit DBD. Parameter didapatkan dengan melihat nilai range, sill, dan nugget effect yang ada pada plot model Semivariogram Eksperimental. 3. Menampilkan plot fitting Semivariogram Teoritis dengan parameter terbaik Pada aplikasi sistem, user dapat menampilkan plot model Semivariogram Teoritis yang mendekati plot Semivariogram Eksperimental. Hal ini dilakukan agar user mengetahui apakah model teoritis yang dipilih telah mendekati (hampir berhimpit) dengan plot Semivariogram Eksperimentalnya. Apabila plot teoritis masih jauh dari plot eksperimentalnya, user perlu menginputkan ulang parameter-parameter yang dibutuhkan dalam proses fitting. 4. Memilih model Semivariogram Teoritis untuk proses estimasi Sebelum proses estimasi dilakukan, maka user harus memilih model teoritis mana yang akan digunakan dalam proses estimasi. Model yang dipilih, adalah model yang masuk ke dalam kategori layak uji statistik Q1. Proses pemilihan model ini dilakukan untuk mengetahui model yang paling sesuai digunakan dalam proses prediksi, karena pada proses ini variansi kriging estimasi akan ditampilkan. Dari hasil variansi inilah akan diketahui model yang paling baik yang digunakan pada proses estimasi. 5. Memilih ukuran grid yang digunakan dalam proses estimasi. Grid juga berpengaruh pada variansi kriging yang dihasilkan. Semakin kecil grid, akan menghasilkan variansi kriging yang lebih kecil. Apabila variansi kriging semakin kecil, maka pola penyebaran DBD juga akan semakin terlihat jelas. Grid yang harus dipilih adalah grid 0.5, grid 0.1, dan grid Menampilkan peta yang menunjukkan populasi terjangkt sesuai model dan grid yang dipilih. 277

9 Selanjutnya, fungsi yang dapat dijalankan oleh user adalah fungsi menampilkan peta hasil estimasi. Peta yang ditampilkan adalah peta kabupaten Sukoharjo yang berwarna sesuai dengan banyaknya populasi penduduk yang terjangkt DBD. Peta yang muncul sesuai dengan model dan grid yang dimasukkan oleh user sebelumnya. 7. Memasukkan koordinat x dan y untuk menampilkan hasil estimasi Fungsi aplikasi prediksi pola penyebaran penyakit DBD ini juga dapat digunakan untuk menghitung nilai estimasi di koordinat x dan y tertentu. Dalam hal ini user harus memasukkan nilai koordinat x dan y yang ingin ditampilkan hasil estimasinya. Fungsi ini berguna pada proses pengujian sistem, dimana hasil estimasi populasi terjangkit dan data asli populasi terjangkit akan dibandingkan dan dihitung selisih serta rata-rata error nya. 3. Perancangan Antarmuka Hasil Dan Analisis Sistem Pengumpulan Dan Pengolahan Data i. Pengumpulan Data Gambar 4 : Graphic User Interface Sistem Data yang berupa populasi penduduk dan peta wilayah kabupaten Sukoharjo didapatkan dari Badan Pemerintahan Daerah (Bapeda) kabupaten Sukoharjo. Data yang berupa karakteristik wilayah kabupaten Sukoharjo didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) kabupaten Sukoharjo. Data yang digunakan dalam pembentukan sistem prediksi ini adalah data tiap kecamatan di kabupaten Sukoharjo dengan akumulasi populasi terjangkit untuk keseluruhan desa dan dalam waktu lima tahun berturut-turut. Sedangkan data karakteristik yang digunakan adalah data dua tahun terakhir, yaitu pada tahun 2011 dan ii. Pengolahan Data Data asli populasi yang didapatkan dari hasil akumulasi bersifat non-stasioner. Oleh karena itu perlu adanya normalisasi data, agar data bersifat stasioner dan mengurangi resiko error. Normalisasi data dilakukan dengan menjadikan logaritma untuk semua data asli. Fungsi logaritma dipilih sebagai cara untuk menormalkan data karena fungsi logaritma menghasilkan nilai yang paling stasioner diatara fungsi Ln dan Tangen. Sedangkan koordinat data didapatkan dari hitung manual peta wilayah kabupaten Sukoharjo dengan skala 1: Tabel 3 : Data Hasil Normalisasi No Kecamatan Koordinat Koordinat Populasi X Y Terjangkit 1 Weru

10 2 Bulu Tawangsar Sukoharjo Nguter Bendosari Polokarto Mojolaban Grogol Baki Gatak Kartasura Model Semivariogram Eksperimental Model Semivariogram Eksperimental diperoleh dengan menginputkan data dan parameter-parameter pada Tabel 2.1 sesuai dengan data. Hasil inputan parameter tersebut adalah : Tabel 2 : Parameter Model Semivariogram Eksperimental No Parameter Inputan Berdasarkan Data 1 Tmax 1x Tmin 1x Nlag 11 4 Xlag 6 5 Xltol 3 6 Ndir 4 7 Azm (azimuth) [ ] 8 Atol [ ] 9 Bandwidth [ ] 10 Jenis Variogram 1 Berdasarkan Tabel 2 didapatkan nilai rata-rata Semivariogram Eksperimental beserta jaraknya (lag) yaitu : Tabel 4 : Nilai Semivariogram Rata-rata 4 Arah No Lag Semivariogram Seperti yang telah ditampilkan pada Tabel 4.8, nilai semivariogram yang muncul hanya 4 titik, dari keseluruhan 11 Lag. Hal itu dikarenakan adanya toleransi arah dan sudut yang mempengaruhi nilai smivariogram yang terbentuk. Untuk mempermudah dalam pencocokan/fitting model, maka hasil rata-rata semivariogram tersebut dibentuk sebuah grafik/plot seperti pada gambar berikut : 279

11 5. Model Semivariogram Teoritis Gambar 5 : Plot Model Semivariogram Eksperimental Model Semivariogram Eksperimental yang telah terbentuk kemudian didekati dengan model Semivariogram Teoritis bakunya. Model Semivariogram Teoritis yang mendekati model Semivariogram Eksperimental adalah model Gaussian. Hasil fiiting model Semivariogram Teoritis adalah : Gambar 6 : Hasil Fitting Model Semivariogram Teoritis Gaussian 6. Validasi Silang Dan Statistik Uji Q1 Tabel 5 : Nilai Q1 Validasi Silang Model Parameter Teoritis Range Sill NE Q1 Validasi Silang Gaussian Tabel 6 : Hasil Uji Statistik Validasi Silang Model Q1 Validasi Silang Statistik Uji Gaussian Diterima Dari tabel 5 dan 6 dapat disimpulkan bahwa model Gaussian dengan range 7, sill 0.168, dan nugget effect Nilai Q1 Validasi Silang yang dihasilkan adalah , dimana nilai tersebut <

12 7. Estimasi Ordinary Block Kriging Estimasi Ordinary Block Kriging dilakukan untuk keseluruhan wilayah dengan menggunakan grid. Grid merupakan sebuah persegi virtual dengan ukuran sama disetiap sisinya. Pusat dari tiap grid itu merupakan titik yang dipakai dalam perhitungan estimasi. Keakuratan sistem prediksi diukur dengan menggunakan variansi Ordinary Kriging. Dalam penetitian ini, digunakan 3 ukuran grid untuk model terbaik yaitu model Gaussian. Tabel 7 : Variansi Kriging Model Gaussian Model Teoritis Q1 Validasi Silang Grid 0.5 Gaussian Variansi OK Grid Grid Variansi terkecil dihasilkan oleh model Gaussian dengan grid Hasil interpolasi peta model terbaik dengan 3 grid adalah sebagai berikut : Gambar 7 : Pola Prediksi Dengan Model Gaussian Grid 0.5 Gambar 8 : Pola Prediksi Dengan Model Gaussian Grid

13 Gambar 9 : Pola Prediksi Dengan Model Gaussian Grid 0.05 Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Dari hasil dan analisis yang dijelaskan di bab 4 dapat ditarik kesimpulan : 1. Model Semivariogram yang sesuai dan layak digunakan untuk menentukan prediksi pola penyebaran penyakit DBD di kabupaten Sukoharjo adalah model Gaussian dengan range 7, sill dan nugget effects Berdasarkan hasil interpolasi dengan model terbaik yaitu Gaussian, tingkat penyebaran penyakit DBD yang paling tinggi berada di sekitar wilayah kecamatan Kartasura, Gatak, Grogol, dan Baki. Kecamatan Sukoharjo da Mojolaban mengalami penurunan tingkat penyebaran DBD. Hal ini terbukti dengan berubahanya warna menjadi orange muda. Sedangkan di wilayah kecamatan Bulu dan Nguter mengalami peningkatan penyebaran DBD. 3. Hasil pengujian sistem dengan mencari nilai RMSE antara data asli populasi terjangkit dan nilai populasi terjangkit hasil estimasi adalah 15%. Sedangkan secara teoritis, keakuratan sistem dilihat dari nilai variansi krigingnya yaitu Ini berarti kesalahan yang diperoleh dari pengamatan lapangan lebih besar dipandingkan kesalahan yang didapatkan dari hasil perhitungan matematis. Hal ini menunjukkan di kasus nyata, masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk, selain faktor-faktor pembentuk blok yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya. Saran Beberapa saran yang ingin disampaikan penulis mengenai penelitian ini adalah : 1. Sistem lebih baik apabila bisa melakukan pembentukan model Semivariogram Eksperimental secara dinamis. Sehingga parameter inputan dapat menyesuaikan data secara otomatis, tanpa penginputan ulang. Diperlukan adanya penambahan faktor penyebaran nyamuk selain yang disebutkan diatas (curah hujan, kepadatan penduduk, jumlah keluarga miskin, dan tingkat pengasapan) dalam proses pembentukan blok. Dengan semakin banyaknya karakteristik yng digunakan dalam pembentukan blok, diharapkan akan menghasilkan prediksi yang lebih baik dan faktor X yang belum diketahui menjadi penyebab berkembangnya penyakit di daerah-daerah aman bisa ditemukan. Daftar Pustaka 1. Adiwijaya, 2014, Aplikasi Matriks dan Ruang Vektor, Graha Ilmu 2. Amstrong,M., 1998, Basic Linear Geostatistics, Springer-Verlag Berlin Heiderlberg, New York. 282

14 3. Deutsch, C. V and Journel, A. G., 1992, Geostatistical Software Library and Users s Guide (GSLIB), Oxfors University Press, New York. 4. Wackernagel, H., 1998, Multivariate Geostatistics, Springer-Verlag Berlin Heiderlberg, New York. 5. Cressie, N.A.C Statistics for Spatial Data, revised ed., John Wiley & Sons, new York. 6. Suci Astutik.2004.Metode Kriging Untuk Menaksir Kadar Nikel.Jurusan Matematika FMIPA-Universitas Brawijaya Malang. 7. Yuliant,S dan Sri Suryani.2007.Pemodelan Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengan Model Sirk.Jurnal Saintifika.Sekolah Tinggi Teknik Telekomunikasi. 8. McBratney, A.B., and R. Webster. Choosing Functions for Semi-variograms of Soil Properties and Fitting Them to Sampling Estimates. Journal of Soil Science 37: Burrough,P.A,Principles of Geographical Information System for Land Resources Assessment.New York:Oxford University Press Oliver,M.A.Kriging:A Method of Interpolation for Geographical Information Systems. International Journal of Geographical Information Systems. 10. Rheni,P dan Irwan,S.2011.Analisis Spasial Demam Berdarah di Sukoharjo Jawa Tengah dengan Menggunakan Indeks Moran.Jurnal.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.UNS. 11. PutuJaya,A.W.2008.Penaksiran Kandungan Bauksit di Mempawah Kalimantan.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI. 12. Faktor Yang Mempengaruhi Pembiakan Nyamuk.2012.Web:jevuska.blogspot 13. Root Mean Square Error (RMSE).doc. 283

PREDIKSI POLA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN METODE ORDINARY BLOCK KRIGING

PREDIKSI POLA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN METODE ORDINARY BLOCK KRIGING PREDIKSI POLA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN METODE ORDINARY BLOCK KRIGING Ellisa Ratna Dewi¹, Sri Suryani ², Yuliant Sibaroni³ ¹Ilmu Komputasi,, Universitas Telkom Abstrak Sistem

Lebih terperinci

Jurusan Ilmu Komputasi, Fakultas Informatika Universitas Telkom, Bandung

Jurusan Ilmu Komputasi, Fakultas Informatika Universitas Telkom, Bandung PREDIKSI KANDUNGAN BATUBARA PADA DAERAH DISEKITAR TAMBANG BATUBARA MENGGUNAKAN METODE UNIVERSAL KRIGING Muhammad Gentur Witjaksono, Sri Suryani, Rian Febrian Umbara Jurusan Ilmu Komputasi, Fakultas Informatika

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Metode kriging digunakan oleh G. Matheron pada tahun 1960-an, untuk

BAB III PEMBAHASAN. Metode kriging digunakan oleh G. Matheron pada tahun 1960-an, untuk BAB III PEMBAHASAN 3.1. Kriging Metode kriging digunakan oleh G. Matheron pada tahun 1960-an, untuk menonjolkan metode khusus dalam moving average terbobot (weighted moving average) yang meminimalkan variansi

Lebih terperinci

SIMULASI PENGUKURAN KETEPATAN MODEL VARIOGRAM PADA METODE ORDINARY KRIGING DENGAN TEKNIK JACKKNIFE

SIMULASI PENGUKURAN KETEPATAN MODEL VARIOGRAM PADA METODE ORDINARY KRIGING DENGAN TEKNIK JACKKNIFE ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 333-342 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian SIMULASI PENGUKURAN KETEPATAN MODEL VARIOGRAM PADA METODE ORDINARY

Lebih terperinci

GEOSTATISTIK MINERAL MATTER BATUBARA PADA TAMBANG AIR LAYA

GEOSTATISTIK MINERAL MATTER BATUBARA PADA TAMBANG AIR LAYA GEOSTATISTIK MINERAL MATTER BATUBARA PADA TAMBANG AIR LAYA 1 Surya Amami P a, Masagus Ahmad Azizi b a Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNSWAGATI Jl. Perjuangan No 1 Cirebon, amamisurya@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara terluas didunia dengan total luas negara 5.193.250km 2 (mencakup daratan dan lautan). Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara terluas

Lebih terperinci

PEMODELAN HARGA TANAH KOTA BATAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE UNIVERSAL KRIGING

PEMODELAN HARGA TANAH KOTA BATAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE UNIVERSAL KRIGING PEMODELAN HARGA TANAH KOTA BATAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE UNIVERSAL KRIGING Hari Yudha Fanani 1, Sri Suryani 2, Yuliant Sibaroni 3 1,2,3 Prodi Ilmu Komputasi-Telkom University, Bandung 1 no.yudha@gmail.com,

Lebih terperinci

Kajian Pemilihan Model Semivariogram Terbaik Pada Data Spatial (Studi Kasus : Data Ketebalan Batubara Pada Lapangan Eksplorasi X)

Kajian Pemilihan Model Semivariogram Terbaik Pada Data Spatial (Studi Kasus : Data Ketebalan Batubara Pada Lapangan Eksplorasi X) Jurnal Gradien Vol 8 No Januari 0: 756-76 Kajian Pemilihan Semivariogram Terbaik Pada Data Spatial (Studi Kasus : Data Ketebalan Batubara Pada Lapangan Eksplorasi X) Fachri Faisal dan Jose Rizal Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) dan dapat

Lebih terperinci

Estimasi Produksi Minyak dan Gas Bumi di Kalimantan Utara Menggunakan Metode Cokriging

Estimasi Produksi Minyak dan Gas Bumi di Kalimantan Utara Menggunakan Metode Cokriging D-426 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) Estimasi Produksi Minyak dan Gas Bumi di Kalimantan Utara Menggunakan Metode Cokriging Eka Oktaviana Romaji, I Nyoman Latra,

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus III.1 Decline Rate

Bab III Studi Kasus III.1 Decline Rate Bab III Studi Kasus III.1 Decline Rate Studi kasus akan difokuskan pada data penurunan laju produksi (decline rate) di 31 lokasi sumur reservoir panas bumi Kamojang, Garut. Persoalan mendasar dalam penilaian

Lebih terperinci

S 8 Analisis Spasial Kasus Demam Berdarah di Sukoharjo Jawa Tengah dengan Menggunakan Indeks Moran

S 8 Analisis Spasial Kasus Demam Berdarah di Sukoharjo Jawa Tengah dengan Menggunakan Indeks Moran S 8 Analisis Spasial Kasus Demam Berdarah di Sukoharjo Jawa Tengah dengan Menggunakan Indeks Moran Rheni Puspitasari, Irwan Susanto Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS DATA GEOSTATISTIK MENGGUNAKAN METODE ORDINARY KRIGING

ANALISIS DATA GEOSTATISTIK MENGGUNAKAN METODE ORDINARY KRIGING ANALISIS DATA GEOSTATISTIK MENGGUNAKAN METODE ORDINARY KRIGING Oleh: Wira Puspita (1) Dewi Rachmatin (2) Maman Suherman (2) ABSTRAK Geostatistika merupakan suatu jembatan antara statistika dan Geographic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 3 tahun berturut turut. Berdasarkan laporan yang masuk dari rumah sakit dan

BAB I PENDAHULUAN. 3 tahun berturut turut. Berdasarkan laporan yang masuk dari rumah sakit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, khususnya daerah endemis seperti kota Surabaya, hal ini

Lebih terperinci

ORDINARY KRIGING DALAM ESTIMASI CURAH HUJAN DI KOTA SEMARANG

ORDINARY KRIGING DALAM ESTIMASI CURAH HUJAN DI KOTA SEMARANG ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 151-159 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian ORDINARY KRIGING DALAM ESTIMASI CURAH HUJAN DI KOTA SEMARANG

Lebih terperinci

Metode Ordinary Kriging Blok pada Penaksiran Ketebalan Cadangan Batubara (Studi Kasus : Data Ketebalan Batubara pada Lapangan Eksplorasi X)

Metode Ordinary Kriging Blok pada Penaksiran Ketebalan Cadangan Batubara (Studi Kasus : Data Ketebalan Batubara pada Lapangan Eksplorasi X) Kumpulan Makalah Seminar Semirata 2013 Fakultas MIPA Universitas Lampung Metode Ordinary Kriging Blok pada Penaksiran Ketebalan Cadangan Batubara (Studi Kasus : Data Ketebalan Batubara pada Lapangan Eksplorasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, yang jumlah

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ORDINARY KRIGING PADA PENDUGAAN KADAR NO 2 DI UDARA (Studi Kasus: Pencemaran Udara di Kota Semarang)

PENERAPAN METODE ORDINARY KRIGING PADA PENDUGAAN KADAR NO 2 DI UDARA (Studi Kasus: Pencemaran Udara di Kota Semarang) ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman 113-121 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PENERAPAN METODE ORDINARY KRIGING PADA PENDUGAAN KADAR NO 2

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data eksplorasi

BAB IV ANALISIS DATA. Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data eksplorasi BAB IV ANALISIS DATA 4. DATA Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data eksplorasi kandungan cadangan bauksit di daerah penambangan bauksit di Mempawah pada blok AIII-h5 sebanyak 8 titik eksplorasi.

Lebih terperinci

(M.7) PEMETAAN ESTIMASI ANGKA PENGANGGURAN DENGAN COKRIGING (STUDI KASUS KOTA GORONTALO TAHUN 2011)

(M.7) PEMETAAN ESTIMASI ANGKA PENGANGGURAN DENGAN COKRIGING (STUDI KASUS KOTA GORONTALO TAHUN 2011) (M.7) PEMETAAN ESTIMASI ANGKA PENGANGGURAN DENGAN COKRIGING (STUDI KASUS KOTA GORONTALO TAHUN 2011) Basuki Rahmat 1, Sutawanir Darwis 2, Bertho Tantular 3 1. Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Statistika

Lebih terperinci

PROSIDING TPT XXV PERHAPI 2016 MASALAH PENCOCOKAN MODEL VARIOGRAM PADA PENAKSIRAN KADAR MEMAKAI METODE GEOSTATISTIKA

PROSIDING TPT XXV PERHAPI 2016 MASALAH PENCOCOKAN MODEL VARIOGRAM PADA PENAKSIRAN KADAR MEMAKAI METODE GEOSTATISTIKA MASALAH PENCOCOKAN MODEL VARIOGRAM PADA PENAKSIRAN KADAR MEMAKAI METODE GEOSTATISTIKA Waterman Sulistyana Bargawa Magister Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta Email: waterman.sulistyana@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 4 Hasil dan Pembahasan

BAB 4 Hasil dan Pembahasan BAB 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini membahas tentang implementasi pemodelan prediksi produksi panen komoditas padi menggunakan metode regresi linier yang diolah menggunakan R Studio. 4.1 Pengolahan Data

Lebih terperinci

Prediksi Curah Hujan dengan Model Deret Waktu dan Prakiraan Krigging pada 12 Stasiun di Bogor Periode Januari Desember 2014.

Prediksi Curah Hujan dengan Model Deret Waktu dan Prakiraan Krigging pada 12 Stasiun di Bogor Periode Januari Desember 2014. Jur. Ris. & Apl. Mat. Vol. 1 (2017), no. 1, 1-52 Jurnal Riset dan Aplikasi Matematika e-issn: 2581-0154 URL: journal.unesa.ac.id/index.php/jram Prediksi Curah Hujan dengan Model Deret Waktu dan Prakiraan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebuah hubungan, misalnya ilmu alam yang berkaitan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebuah hubungan, misalnya ilmu alam yang berkaitan erat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia ilmu pengetahuan, antara satu ilmu dengan ilmu yang lainnya memiliki sebuah hubungan, misalnya ilmu alam yang berkaitan erat dengan matematika karena keduanya

Lebih terperinci

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1-10 Online di:

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1-10 Online di: JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1-10 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian ESTIMASI KANDUNGAN HASIL TAMBANG MENGGUNAKAN ORDINARY INDICATOR KRIGING Aldila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan hasil bahan galian hingga saat ini dalam penyediaan bahan baku pembangunan di berbagai bidang yang menyebabkan cadangan tambang semakin berkurang khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditransmisikan melalui cucukan nyamuk dari genus Aedes,

Lebih terperinci

INTERPOLASI ORDINARY KRIGING DALAM ESTIMASI CURAH HUJAN DI KOTA SEMARANG

INTERPOLASI ORDINARY KRIGING DALAM ESTIMASI CURAH HUJAN DI KOTA SEMARANG INTERPOLASI ORDINARY KRIGING DALAM ESTIMASI CURAH HUJAN DI KOTA SEMARANG SKRIPSI Disusun Oleh: Ahmat Dhani Riau Bahtiyar NIM. J2E 008 002 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) kini telah menjadi endemik di lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar,

Lebih terperinci

METODE ROBUST KRIGING UNTUK MENGESTIMASI DATA SPASIAL BERPENCILAN

METODE ROBUST KRIGING UNTUK MENGESTIMASI DATA SPASIAL BERPENCILAN METODE ROBUST KRIGING UNTUK MENGESTIMASI DATA SPASIAL BERPENCILAN (Studi Kasus: Pencemaran Udara Gas NO 2 di Kota Semarang) SKRIPSI Disusun Oleh : ANJAN SETYO WAHYUDI 24010212130055 DEPARTEMEN STATISTIKA

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005 ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005 Oleh: TH.Tedy B.S.,S.K.M.,M.Kes. PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang No.23

Lebih terperinci

SIMULASI PENGUKURAN KETEPATAN MODEL VARIOGRAM PADA METODE ORDINARY KRIGING DENGAN TEKNIK JACKKNIFE. Oleh : DEWI SETYA KUSUMAWARDANI

SIMULASI PENGUKURAN KETEPATAN MODEL VARIOGRAM PADA METODE ORDINARY KRIGING DENGAN TEKNIK JACKKNIFE. Oleh : DEWI SETYA KUSUMAWARDANI SIMULASI PENGUKURAN KETEPATAN MODEL VARIOGRAM PADA METODE ORDINARY KRIGING DENGAN TEKNIK JACKKNIFE Oleh : DEWI SETYA KUSUMAWARDANI 24010210120007 Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

E-Jurnal Matematika Vol. 4 (1), Januari 2015, pp ISSN:

E-Jurnal Matematika Vol. 4 (1), Januari 2015, pp ISSN: INTERPOLASI SPASIAL DENGAN METODE ORDINARY KRIGING MENGGUNAKAN SEMIVARIOGRAM ISOTROPIK PADA DATA SPASIAL (Studi Kasus: Curah Hujan di Kabupaten Karangasem) Putu Mirah Purnama D 1, Komang Gde Sukarsa 2,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.penyakit ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui

Lebih terperinci

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy Dia Bitari Mei Yuana Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Negeri Jember, Jl. Mastrip PO Box 164, Jember,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ORDINARY KRIGING PADA PENDUGAAN KADAR NO 2 DI UDARA

PENERAPAN METODE ORDINARY KRIGING PADA PENDUGAAN KADAR NO 2 DI UDARA PENERAPAN METODE ORDINARY KRIGING PADA PENDUGAAN KADAR NO 2 DI UDARA (Studi Kasus : Pencemaran Udara di Kota Semarang) SKRIPSI Disusun Oleh : GERA ROZALIA 24010211130050 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Pada tahun 2011, menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wabah demam berdarah terbukti telah menjadi salah satu penyebab kematian utama anak-anak pada tahun 1950-1975 ketika terjadi wabah besar global di Asia Tenggara.

Lebih terperinci

PREDIKSI PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MEDAN DENGAN PREDIKTOR KRIGING: STUDI SIMULASI. Abil Mansyur Elmanani Simamora

PREDIKSI PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MEDAN DENGAN PREDIKTOR KRIGING: STUDI SIMULASI. Abil Mansyur Elmanani Simamora PREDIKSI PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MEDAN DENGAN PREDIKTOR KRIGING: STUDI SIMULASI Abil Mansyur Elmanani Simamora Abstrak Studi simulasi ini menggunakan prediktor kriging sebagai tool untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue/dbd merupakan salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis

Lebih terperinci

METODE ORDINARY KRIGING PADA GEOSTATISTIKA

METODE ORDINARY KRIGING PADA GEOSTATISTIKA METODE ORDINARY KRIGING PADA GEOSTATISTIKA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 8 II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 3.1 Penyebaran Virus DBD DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Penyebaran virus demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk. Nyamuk Aedes

Lebih terperinci

PRODI S1 STATISTIKA FMIPA-ITS RENCANA PEMBELAJARAN Statistika Spasial Kode/SKS: SS / (2/1/0) Dosen : Sutikno Semester : VII

PRODI S1 STATISTIKA FMIPA-ITS RENCANA PEMBELAJARAN Statistika Spasial Kode/SKS: SS / (2/1/0) Dosen : Sutikno Semester : VII RP-S1-SLK-01 Kurikulum 2014, Edisi : September-2014.Revisi : 00 Hal: 1 dari 5 A. CAPAIAN PEMBELAJARAN : CP 5.2 : Mampu menganalisis data di bidang Statistika Lingkungan dan Kesehatan, serta bidang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, khususnya bahan tambang seperti mineral. Salah satu mineral yang sering digunakan oleh

Lebih terperinci

Seminar Hasil Tugas Akhir (Rabu, 16 Juli 2014)

Seminar Hasil Tugas Akhir (Rabu, 16 Juli 2014) Seminar Hasil Tugas Akhir (Rabu, 16 Juli 2014) Interpolasi Nilai Property Reservoir Di Lapangan Z Perairan Laut Jawa Dengan Metode Ordinary Kriging dan Cokriging Oleh : Nur Anisyah (1310100012) Pembimbing

Lebih terperinci

METODE ORDINARY KRIGING DENGAN SEMIVARIOGRAM LINIER PADA DUA LOKASI TERSAMPEL (Studi Kasus: Prediksi Data Inflasi Pada Lokasi Tak Tersampel)

METODE ORDINARY KRIGING DENGAN SEMIVARIOGRAM LINIER PADA DUA LOKASI TERSAMPEL (Studi Kasus: Prediksi Data Inflasi Pada Lokasi Tak Tersampel) METODE ORDINARY KRIGING DENGAN SEMIVARIOGRAM LINIER PADA DUA LOKASI TERSAMPEL (Studi Kasus: Prediksi Data Inflasi Pada Lokasi Tak Tersampel) Deltha Airuzsh Lubis 1, Shailla Rustiana 1, I Gede Nyoman Mindra

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALGORITMA BOOTSTRAP UNTUK PENENTU SELANG KADAR EMAS DAN PERAK PADA LOKASI PENGGALIAN DENGAN METODE SIMPLE KRIGING

PENGGUNAAN ALGORITMA BOOTSTRAP UNTUK PENENTU SELANG KADAR EMAS DAN PERAK PADA LOKASI PENGGALIAN DENGAN METODE SIMPLE KRIGING ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 6862 PENGGUNAAN ALGORITMA BOOTSTRAP UNTUK PENENTU SELANG KADAR EMAS DAN PERAK PADA LOKASI PENGGALIAN DENGAN METODE SIMPLE KRIGING

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Geostatistik adalah metode statistik yang digunakan untuk melihat hubungan

II TINJAUAN PUSTAKA. Geostatistik adalah metode statistik yang digunakan untuk melihat hubungan 4 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geostatistik Geostatistik adalah metode statistik yang digunakan untuk melihat hubungan antar variabel yang diukur pada titik tertentu dengan variabel yang sama diukur pada titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia, terutama negara-negara tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah I.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004 pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk

Lebih terperinci

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah sub tropis dan tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

PEMODELAN KUALITAS AIR DI KAWASAN PEGUNUNGAN KENDENG DENGAN PENDEKATAN ORDINARY KRIGING DAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (GIS)

PEMODELAN KUALITAS AIR DI KAWASAN PEGUNUNGAN KENDENG DENGAN PENDEKATAN ORDINARY KRIGING DAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (GIS) PEMODELAN KUALITAS AIR DI KAWASAN PEGUNUNGAN KENDENG DENGAN PENDEKATAN ORDINARY KRIGING DAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (GIS) Juwita Rahayu, 2 Tiani Wahyu Utami, 3 Rochdi Wasono,2,3 Program Studi Statistika

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTED (IDW) DENGAN METODE ORDINARY KRIGING UNTUK ESTIMASI SEBARAN POLUSI UDARA DI BANDUNG

PERBANDINGAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTED (IDW) DENGAN METODE ORDINARY KRIGING UNTUK ESTIMASI SEBARAN POLUSI UDARA DI BANDUNG PERBANDINGAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTED (IDW) DENGAN METODE ORDINARY KRIGING UNTUK ESTIMASI SEBARAN POLUSI UDARA DI BANDUNG Aditya Faudzan 1, Sri Suryani 2, Tuti Budiawati 3 12 Prodi Ilmu Komputasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang xiii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa dalam hal bahan-bahan tambang seperti emas, batubara, nikel gas bumi dan lain lain. Batubara merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.1 Aedes aegypti Mengetahui sifat dan perilaku dari faktor utama penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yakni Aedes aegypti,

Lebih terperinci

Geographic Information System Penyebaran DBD Berbasis Web di Wilayah Kota Solo

Geographic Information System Penyebaran DBD Berbasis Web di Wilayah Kota Solo ISSN : 2338-4018 Geographic Information System Penyebaran DBD Berbasis Web di Wilayah Kota Solo Guruh Sabdo Nugroho (guruh.sabdo@gmail.com) Didik Nugroho (didikhoho@gmail.com) Muhammad Hasbi (mhasbi@sinus.ac.id)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Diantara kota di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan. keluarga dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan. keluarga dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan, memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran,

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA LEMAH IRENG KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN 2011

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA LEMAH IRENG KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN 2011 TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA LEMAH IRENG KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN 2011 Dedi Herlambang ABSTRAK Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci

GEOSTATISTIKA. Peranan Geostatistik dalam Kegiatan Eksplorasi Sumber Daya Alam

GEOSTATISTIKA. Peranan Geostatistik dalam Kegiatan Eksplorasi Sumber Daya Alam GEOSTATISTIKA Peranan Geostatistik dalam Kegiatan Eksplorasi Sumber Daya Alam Oleh : Ristio Efendi 270110120047 Geologi E FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN Peranan Geostatistik dalam Kegiatan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALGORITMA BOOTSTRAP UNTUK PENENTU SELANG KADAR EMAS DAN PERAK PADA LOKASI PENGGALIAN DENGAN METODE SIMPLE KRIGING

PENGGUNAAN ALGORITMA BOOTSTRAP UNTUK PENENTU SELANG KADAR EMAS DAN PERAK PADA LOKASI PENGGALIAN DENGAN METODE SIMPLE KRIGING PENGGUNAAN ALGORITMA BOOTSTRAP UNTUK PENENTU SELANG KADAR EMAS DAN PERAK PADA LOKASI PENGGALIAN DENGAN METODE SIMPLE KRIGING Siti Rahmah Madusari 1, Sri Suryani,S.Si.,M.Si. 2, Rian Febrian Umbara,S.Si.,M.Si.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama hampir dua abad, penyakit Demam Berdarah Dengue dianggap sebagai penyakit penyesuaian diri seseorang terhadap iklim tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Pola Spasial Menurut Lee dan Wong (2001), pola spasial atau spatial pattern adalah sesuatu yang menunjukkan penempatan atau susunan benda-benda di permukaan bumi. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serotype virus dengue adalah penyebab dari penyakit dengue. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. serotype virus dengue adalah penyebab dari penyakit dengue. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit dengue (demam berdarah) adalah sebuah penyakit yang disebarkan oleh nyamuk (penyakit yang dibawa nyamuk). Salah satu dari empat serotype virus dengue

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTED (IDW) DENGAN METODE ORDINARY KRIGING UNTUK ESTIMASI SEBARAN POLUSI UDARA DI BANDUNG

PERBANDINGAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTED (IDW) DENGAN METODE ORDINARY KRIGING UNTUK ESTIMASI SEBARAN POLUSI UDARA DI BANDUNG ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 6726 PERBANDINGAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTED (IDW) DENGAN METODE ORDINARY KRIGING UNTUK ESTIMASI SEBARAN POLUSI UDARA

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Eksplorasi PGA adalah langkah pertama dalam menghitung kriging. PGA

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Eksplorasi PGA adalah langkah pertama dalam menghitung kriging. PGA BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1. Hasil Analisis Data dan Bahasan 4.1.1. Eksplorasi PGA Eksplorasi PGA adalah langkah pertama dalam menghitung kriging. PGA menunjukkan seberapa sering gempa terjadi disuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi yang dilakukan dalam penelitian serta sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Sampai saat

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) PENYULUHAN KESEHATAN DEMAM BERDARAH DENGUE

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) PENYULUHAN KESEHATAN DEMAM BERDARAH DENGUE SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) PENYULUHAN KESEHATAN DEMAM BERDARAH DENGUE Cabang Ilmu : Kuliah Kerja Nyata Topik : Pengenalan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Hari/Tanggal : Jumat, 17 Januari 2014

Lebih terperinci

Kata Kunci: Model Regresi Logistik Biner, metode Maximum Likelihood, Demam Berdarah Dengue

Kata Kunci: Model Regresi Logistik Biner, metode Maximum Likelihood, Demam Berdarah Dengue Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 9 16 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) MENGGUNAKAN REGRESI LOGISTIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar paling cepat yang disebabkan oleh virus nyamuk. Dalam 50 tahun terakhir, insiden telah meningkat 30 kali

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Analisis regresi merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui

A. Latar Belakang Analisis regresi merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analisis regresi merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara peubah respon dengan peubah penjelas. Analisis regresi terbagi atas dua

Lebih terperinci

BAB III KALMAN FILTER DISKRIT. Kalman Filter adalah rangkaian teknik perhitungan matematika (algoritma)

BAB III KALMAN FILTER DISKRIT. Kalman Filter adalah rangkaian teknik perhitungan matematika (algoritma) BAB III KALMAN FILTER DISKRIT 3.1 Pendahuluan Kalman Filter adalah rangkaian teknik perhitungan matematika (algoritma) yang memberikan perhitungan efisien dalam mengestimasi state proses, yaitu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, dan menjangkit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Jumlah penderita DBD cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat dan penyebaranya semakin

Lebih terperinci

S - 4 IDENTIFIKASI DATA RATA-RATA CURAH HUJAN PER-JAM DI BEBERAPA LOKASI

S - 4 IDENTIFIKASI DATA RATA-RATA CURAH HUJAN PER-JAM DI BEBERAPA LOKASI S - 4 IDENTIFIKASI DATA RATA-RATA CURAH HUJAN PER-JAM DI BEBERAPA LOKASI Astutik, S., Solimun, Widandi, Program Studi Statistika, Jurusan Matematika FMIPA, Universitas Brawiaya, Malang, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA Untuk melengkapi pembahasan mengenai metode semi-parametrik, pada bab ini akan membahas contoh

Lebih terperinci

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL TERBOBOTI GEOGRAFIS (RLOTG) DENGAN METODE FISHER SCORING

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL TERBOBOTI GEOGRAFIS (RLOTG) DENGAN METODE FISHER SCORING ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL TERBOBOTI GEOGRAFIS RLOTG DENGAN METODE FISHER SCORING Aulia Nugrahani Putri, Purnami Widyaningsih, dan Dewi Retno Sari Saputro Program Studi Matematika

Lebih terperinci

PERAMALAN JUMLAH PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA DENPASAR MENGGUNAKAN MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

PERAMALAN JUMLAH PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA DENPASAR MENGGUNAKAN MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT PERAMALAN JUMLAH PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA DENPASAR MENGGUNAKAN MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT Novian Endi Gunawan 1, I Wayan Sumarjaya 2, I G.A.M. Srinadi 3 1 Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia merupakan salah satu penyakit yang endemis, hingga sekarang angka kesakitan DBD cenderung meningkat dan angka Kejadian Luar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE 2.1 Sejarah Demam Berdarah Dengue Penyakit demam berdarah dengue pertama kali di temukan di Filiphina pada tahun 1953 dan menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: DBD, Efek Spasial, Spatial Autoregressive (SAR).

ABSTRAK. Kata kunci: DBD, Efek Spasial, Spatial Autoregressive (SAR). Judul Nama Pembimbing : Pemodelan Penyebaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Denpasar dengan Metode Spatial Autoregressive (SAR) : Ni Made Surya Jayanti : 1. I Wayan Sumarjaya, S.Si., M.Stats.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akut bersifat endemik yang di sebabkan oleh virus dengue yang masuk ke peredaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Model Regresi Poisson

HASIL DAN PEMBAHASAN Model Regresi Poisson HASIL DAN PEMBAHASAN Model Regresi Poisson Hubungan antara jumlah penderita DBD dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bahwa di negara yang sedang berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bahwa di negara yang sedang berkembang seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui bahwa di negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia, angka kejadian anak yang mengalami penyakit tropis cukup tinggi. Hal ini

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL DATA TAHANAN KONUS MENGGUNAKAN METODE ORDINARY KRIGING (OK)

ANALISIS SPASIAL DATA TAHANAN KONUS MENGGUNAKAN METODE ORDINARY KRIGING (OK) Jurnal Fropil Vol 4 Nomor 1 Jan-Juni 016 ANALISIS SPASIAL DATA TAHANAN KONUS MENGGUNAKAN METODE ORDINARY KRIGING (OK) Ririn Amelia Email: rynamelia.babel@yahoo.com Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Mulai Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Studi Pustaka Peraturan Literature Internet Tinjauan Pustaka - Variabel pemeliharaan

Lebih terperinci