PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM TAK PULIH PADA PASAR KOMPETITIF DAN MONOPOLI : PENDEKATAN MODEL HOTELLING. M. Subardin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM TAK PULIH PADA PASAR KOMPETITIF DAN MONOPOLI : PENDEKATAN MODEL HOTELLING. M. Subardin"

Transkripsi

1 PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM TAK PULIH PADA PASAR KOMPETITIF DAN MONOPOLI : PENDEKATAN MODEL HOTELLING M. Subardin Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Abstraks Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana Pengelolaan SDA Tak Pulih yang optimal berdasarkan Model Hotelling dan untuk mengetahui bagaimana aplikasi Model Hotelling dalam pengelolaan SDA Tak Pulih yang optimal pada pasar kompetitif dan monopoli. Metode analisis yang digunakan dengan pendekatan Model Hotelling. Hasil estimasi dalam penelitian ini antara lain (1) pengelolaan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui yang optimal harus memperhatikan faktor royalty dan pendiskontoan. Semakin tinggi tingkat bunga semakin kecil usaha untuk konservasi; (2) Walaupun dibawah pasar monopolis pengambilan barang sumberdaya alam lebih lamban dibandingkan pada pasar persaingan sempurna, namun dengan tingkat elastisitas yang rendah maka laju pengambilan justru terjadi lebih cepat. Kata kunci : Sumber Daya Alam Tak Pulih, Pasar Persaingan, Monopoli, Model Hotelling I. PENDAHULUAN Sumberdaya alam (baik renewable dan non renewable) merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Hilangnya atau berkurangnya ketersediaan sumberdaya tersebut akan berdampak sangat besar bagi kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi. Kekayaan sumberdaya alam ini pula yang menyebabkan konflik geopolitik antar negara. Industri pertambangan selama ini menjadi andalan ekonomi dan sumber pendapatan pemerintah dari royalty dan land rent. Efek pengganda dari pertambangan sebesar 1.9, artinya untuk setiap Rp 1 juta dibelanjakan ke perusahaan tambang memberikan manfaat ekonomi sebesar Rp 1.9 milyar. Namun demikian, Sumbangan Industri pertambangan relatif kecil dibanding sektor pertambangan dimana hanya menyumbang sekitar Rp 49 trilyun terhadap PDB atau sekitar 2.8% terhadap PDB. Pengeluaran untuk kepentingan umum dari pertambangan untuk pengembangan masyarakat, nirlaba dan kegiatan lainnya baru sekitar Rp 5 trilyun (Fauzi, 2010, hal 2). Dengan potensi ekonomi yang begitu besar, mengapa Indonesia masih belum bisa sejajar dengan negara-negara penghasil mineral lainnya dari sisi pertumbuhan ekonomi? Bisakah Indonesia mengejar pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran yang tinggi berbasis sumber daya mineral tersebut? Untuk mencapai tersebut kebijakan sumber daya seperti apa yang bisa dijalankan? Salah satu sumberdaya alam yang kita miliki adalah perttambangan minyak bumi dan gas alam (Migas) dan tambang mineral lainnya yang termasuk dalam golongan sumberdaya non renewable. Sektor migas merupakan salah satu andalan untuk mendapatkan devisa dalam rangka kelangsungan pembangunan negara. Cadangan minyak bumi dan gas alam Indonesia semakin menipis. Pada tahun 2002, cadangan minyak bumi sekitar 9,75 miliar barel dan turun hingga tersisa 7,41 miliar barel di tahun Sedangkan cadangan gas alam tersisa 150,70 triliun kaki kubik pada tahun Apabila cadangan baru tidak ditemukan maka sepuluh tahun lagi cadangan minyak akan habis. Sementara total produksi minyak mentah (ekstraksi) pada tahun 2012 adalah sebesar 331,58 juta barel. Produksi minyak mentah didominasi oleh minyak solar sebesar 123,48 juta barel (37,24 persen) dan 67,68 juta barel premium (20,41 persen) Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

2 Tabel I.1 : Cadangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, Tahun Minyak Bumi (miliar barel) Gas Bumi (triliun kaki kubik) Terbukti Potensial Jumlah Terbukti Potensial Jumlah ,72 5,03 9,75 90,30 86,29 176, ,73 4,40 9,13 91,17 86,96 178, ,30 4,31 8,61 97, , ,19 4,44 8,63 97,26 88,54 185, ,37 4,56 8,93 94,00 93,10 187, ,99 4,41 8,40 106,00 59,00 165, ,75 4,47 8,22 112,50 57,60 170, ,30 3,70 8,00 107,34 52,29 159, ,23 3,53 7,76 108,40 48,74 157, ,04 3,69 7,73 104,71 48,18 152, ,74 3,67 7,41 103,35 47,35 150,70 Sumber : Statistik Energi dan Ekonomi Indonesia 2013, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Sumberdaya alam tidak dapat terbarukan atau sering juga disebut sebagai sumberdaya terhabiskan adalah sumberdaya alam yang tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis. Sumberdaya alam ini terbentuk melalui proses geologi yang memerlukan waktu sangat lama untuk dapat dijadikan sebagai sumberdaya alam yang siap diolah atau siap pakai. Jika diambil (eksploitasi) sebagian, maka jumlah yang tinggal tidak akan pulih kembali seperti semula. Salah satu yang termasuk dalam golongan sumberdaya tidak dapat terbarukan adalah tambang minyak. Tambang minyak memerlukan waktu ribuan bahkan jutaan tahun untuk terbentuk karena ketidakmampuan sumberdaya tersebut untuk melakukan regenerasi. Sumberdaya ini sering kita sebut juga sebagai sumberdaya yang mempunyai stok yang tetap. Sifat-sifat tersebut menyebabkan masalah eksploitasi sumberdaya alam tidak terbarukan ( non renewable) berbeda dengan ekstrasi sumberdaya terbarukan (renewable). Pengusaha pertambangan atau perminyakan, harus memutuskan kombinasi yang tepat dari berbagai faktor produksi untuk menentukan produksi yang optimal, dan juga seberapa cepat stok harus diekstraksi dengan kendala stok yang terbatas. Dalam pengelolaan pertambangan, agar dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat maka sistem pendekatan yang digunakan adalah Model Hotelling, yang dikembangkan Harold Hotelling 1931 (Fauzi, 2004, hal 64). Model Hotelling menggunakan pendekatan konsumen surplus untuk menghitung kesejahreaan masyarakat disekitar lokasi pertembangan. Pemanfaatan sumberdaya alam akan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Pro - kontra pengelolaan tambang merupakan peringatan dini bahwa pengelolaan sumberdaya tambang harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sepanjang waktu. Hal ini sesuai dengan postulat ekonomi sumberdaya alam, yaitu : efesiensi, optimality dan sustainablelity (Nahib, 2006, hal 2). Selanjutnya, agar pemanfaatan sumberdaya alam tak pulih dapat berlangsung secara optimal, maka pemahaman tentang sumberdaya alam tak pulih dilihat sebagai sumberdaya alam yang terbatas dan tidak dapat dihasilkan kembali. Hal ini berarti pengambilan sumberdaya alam tak pulih saat ini akan berakibat pada tidak tersedianya barang tersebut dikemudian hari. Atau dengan kata lain akan nada biaya alternatif (opportunity cost), yang berupa hilangnya nilai sumberdaya alam yang dapat diperoleh pada masa mendatang. Biaya alternatif ini harus diperhitungkan dalam menentukan alokasi sumberdaya alam tak pulih tersebut sepanjang waktu (Suparmoko, 2015: hal 102). Untuk dapat mewujudkan tujuan pengelolaan sumberdaya alam tak pulih yang optimal tersebut, dapatlah dipedomani apa yang jelas tertera dalam pasal 33 UUD Oleh karena itu, pihak yang mengelola sumberdaya alam adalah BUMN dan lembaga yang berorientasi terhadap kesejahteraan umat manusia, bukan perusahaan swasta yang mengejar keuntungan setinggi-tingginya. Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

3 Tabel I.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Daerah Penghasil Tambang, Provinsi Jumlah Penduduk Miskin (ribu) Persentase Penduduk Miskin Riau 483,07 469,28 499,89 8,22 7,72 8,12 Sumatera Selatan 1.057, , ,83 13,78 14,24 13,91 Jawa Tengah 4.977, , ,45 15,34 14,56 14,46 Jawa Timur 5.070, , ,79 13,40 12,55 12,42 Kalimantan Tengah 148,05 136,95 146,32 6,51 5,93 6,03 Kalimantan Selatan 189,88 181,74 182,88 5,06 4,77 4,68 Kalimantan Timur 253,34 237,96 253,60 6,68 6,06 6,42 Papua 966, ,36 924,41 31,11 31,13 30,05 Sumber : Survey Sosial Ekonomi Nasional, Badan Pusat Statistik Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang telah lama menjadi isu penting dalam pengelolaan pertambangan. Mengatasi isu kemiskinan, bukan hanya mengurangi jumlah penduduk miskin, tetapi bagaimana meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin di daerah penghasil tambang. Regulasi yang mengatur pembagian rente ekonomi tambang antara pusat dan daerah penghasil relatif memberi peluang bagi daerah penghasil untuk memperoleh anggaran untuk meningkatkan kesejahteraannya. Namun secara umum, daerah penghasil tambang masih menghadapi isu kemiskinan yang cukup serius. Pemerintah selama ini menyerahkan pengelolaan usaha pertambangan dengan pendekatan ekonomi mikro konvensional. Sumberdaya tak pulih khususnya hasil tambang dapat dikelola dengan pendekatan ekonomi sumberdaya alam, yakni dengan menggunakan Model Hotelling, yang bertujuan melakukan ekstraksi optimal dan mensejahterakan masyarakat sepanjang waktu. Dari segi sosial, tentunya dinginkan pengelolaan sumberdaya alam tak pulih yang optimal dan lestari, sehingga tercipta beberapa model ekonomi yang mensyaratkan kriteria tertentu dalam perilaku agen ekonomi untuk pemanfaatan sumberdaya alam tersebut. Pada perekonomian pasar, pemanfaatan ini relatif ditentukan oleh mekanisme pasar. Kekuatan pasar diyakini akan mampu mengalokasikan sumberdaya alam dan melakukan penyesuaian terhadap kelangkaan sumberdaya alam. Pertanyaannya adalah pada struktur pasar apa yang mampu menjamin keadaan optimal? Apakah pasar persaingan sempurna atau pasar monopoli? Dalam konsep teori ekonomi, mekanisme pasar kompetitif atau persaingan sempurna dipercaya akan membawa perekonomian pada alokasi sumberdaya yang optimal (Reksohadiprodjo, 1998: hal 29-30). Walaupun pasar monopoli tidak efisien, namun monopoli cenderung akan memperlambat orang memanfaatkan sumberdaya tak pulih dan justru kepemilikan bersama ( common property resource) akan mendorong mempercepat ekstraksi sumberdaya alam tersebut (Nichols, 1974 dalam Reksohadiprodjo, 1998: hal135). Tujuan dari Penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui bagaimana Pengelolaan SDA Tak Pulih yang optimal berdasarkan Model Hotelling; kedua, untuk mengetahui bagaimana aplikasi Model Hotelling dalam pengelolaan SDA Tak Pulih yang optimal pada pasar kompetitif dan monopoli. II. STUDI PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Rees (1990) diacu Fauzi (2004, hal 2), sesuatu untuk dapat dikatakan sebagai sumberdaya harus memiliki dua kriteria, yaitu : Pertama, harus ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan untuk memanfaatkannya. Kedua, harus ada permintaan (demand) terhadap sumberdaya tersebut. Kalau kedua kriteria tersebut tidak dimiliki, maka sesuatu itu disebut barang netral. Jadi tambang batubara yang terkandung di dalam tanah misalnya, jika belum memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memanfaatkannya dan tidak ada 1038 Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

4 demand untuk hasil tambang tersebut, maka masih dalam kriteria barang netral. Dalam hal pasokan sumberdaya alam, secara umum sumberdaya alam dapat diklasifikasi kedalam dua kelompok (Reksohadiprodjo, 1998: hal 6-7), yaitu : 1. Kelompok Stok Sumberdaya alam yang tersedia dalam jumlah, kualitas, tempat dan waktu tertentu disebut stock sumberdaya alam. Stock menunjukkan apa yang diketahui tersedia untuk penggunaan sampai masa tertentu. Stock akan berkurang jumlahnya sebanyak yang digunakan oleh manusia. Pengetahuan tentang konsep stock sebenarnya akan sangat tergantung pada teknologi yang tersedia, kelayakan ekonomis dan apakah secara sosial memang diinginkan. Dalam perhitungan stock sumberdaya alam, penting untuk diperhatikan interaksi dengan sistem lingkungan alam, misalnya pertambangan batubara dengan sistem hidrologis. 2. Kelompok flow Flow merupakan komoditi sumberdaya alam yang dihasilkan dari stock sumberdaya alam. Flow juga merupakan indikasi penggunaan saat ini. Jika stock akan berkurang jumlahnya sejumlah yang digunakan manusia, maka flow akan selalu berubah jumlahnya tergantung penggunaan. Model pengelolaan sumberdaya alam tak pulih yang optimal dan model ekonomi konvensional memiliki beberapa perbedaan pokok (Fauzi, 2004, hal 64), yakni : 1. Dalam model ekonomi kompetitif, maksimasi keuntungan ditentukan pada saat penerimaan marginal (MR) sama dengan biaya marginal (MC) atau MR = MC. Dalam model sumberdaya alam non renewable, stok yang tidak terekstraksi memiliki nilai yang dicerminkan dari biaya oportunitasnya. Dengan demikian, ekstraksi optimal sumberdaya alam tidak hanya ditentukan oleh harga dan biaya marginal tapi juga oleh biaya oportunitas. 2. Ekstraksi sumberdaya alam merupakan masalah investasi karena nilai rente sumberdaya yang diperoleh terkait oleh waktu, sehingga penentuan rente atau keuntungan (benefit) tidak saja dihitung untuk masa kini tapi juga sepanjang waktu. 3. Berbeda dengan ekstraksi produk lainnya, ekstraksi sumberdaya alam tidak terbarukan menghadapi kendala stok. Artinya, karena tidak adanya proses regenerasi, maka pada waktu tertentu ( terminal period), stok tersebut akan habis. Ekstraksi Optimal Dalam pengelolaan pertambangan, agar dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat maka sistem pendekatan yang digunakan adalah Model Hotelling, yang dikembangkan Harold Hotelling pada tahun Model Hotelling menggunakan pendekatan konsumen surplus untuk menghitung kesejahteaan masyarakat disekitar lokasi pertambangan. Jika dimisalkan Biaya ekstraksi konstan untuk permintaan terakhir, P =P(q) dan stok tambang minyak diasumsikan terbatas untuk dua periode S=q1 + q2, maka Model Hotelling dirumuskan sebagai berikut : ( ( ) ) + ( ( ) ( + ) (1) Dengan kendala S = Q 1 + Q 2 Pemecahan masalah diatas dapat dilakukan dengan menggunakan fungsi Lagrangian yang sudah biasa bisa dalam pendekatan ekonomi, yang menghasilkan hukum Hotelling yang menjadi syarat untuk mencapai surplus konsumen, sebagai berikut : Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

5 ( ( ) ) + ( ( ) ( + ) + ( ).. ( ) Hukum Hotelling meng\atakan bahwa ekstraksi sumberdaya tak terbaharukan yang efesien dan optimal mengasumsikan (Kula, 1994: hal 146) : 1. Harga pasar sumberdaya alam dikurang biaya ekstraksi (MC) meningkat namun masih dibawah tingkat bunga pasar. Jika pemilik sumberdaya itu bersikap rasional dengan memaximumkan profit, cateris paribus, maka dia akan melakukan ekstraksi dan menjual stock sumberdaya alamnya secepat mungkin. 2. Harga pasar dikurang biaya ekstraksi (MC) meningkat pada kondisi yang lebih tinggi dari tingkat bunga pasar, maka pemilik barang sumberdaya akan mengkondisikan sumberdaya lamnya tetap sebagai persediaan. 2.2 Penelitian Terdahulu Nahib (2006, 14) menyatakan bahwa ekstraksi optimal sumberdaya alam tak pulih (seperti tambang minyak) dipengaruhui oleh discount rate (suku bunga). Bila suku bunga bank tinggi, maka akan memacu kegiatan eksploitasi secara besar-besaran pada saat sekarang. Hal demikian ia analisis pada kasus tambang minyak Blok Cepu dimana laju ekstraksi yang tinggi menimbulkan eksternalitas negatif yang menyebabkan kesejahteraan penduduk menurun. Humphreys, Sachs, dan Stiglitz (2007, hal 1 25) dalam tesis mereka mengenai Kutukan Sumberdaya, menyebutkan adanya paradok sumberdaya alam. Untuk memahaminya, diperlukan pemahaman mengenai apa yang membuat kekayaan sumberdaya alam tak pulih berbeda dari jenis-jenis kekayaan sumberdaya alam lainnya. Pertama, sumberdaya alam yang tak pulih tidak perlu diproduksi. Kekayaan ini hanya perlu diekstraksi atau digali. Kedua, sumberdaya alam yang tak pulih (misalnya minyak, gas dan batubara) tidak bisa diperbaharui. Kedua faktor tersebut menjadikan proses ekonomi sumberdaya alam bisa berlangsung tanpa perlu terhubung dengan sektor-sektor industri lainnya, dan tidak butuh partisipasi tenaga kerja kasar dalam negeri dalam jumlah besar. Dari aspek ekonomi, kekayaan sumberdaya alam yang seperti itu kurang layak untuk bisa disebut sebagai income (penghasilan) dan lebih tepat dikatakan sebagai asset (ibid, hal 3). Halimatussadiah dan Resosudarmo (2004) dalam penelitian mengenai tingkat ekstraksi optimal minyak bumi Indonesia; dengan menggunakan optimasi dinamik dalam skenario optimal maka cadangan akan lebih cepat habis dibanding skenario normal (business as usual) walaupun profit yang didapat lebih tinggi. Lebih lanjut dari hasil penelitian tersebut, dengan membandingkan proyeksi konsumsi dengan produksi, maka dapat diperkirakan dibawah skenario model optimal, maka Indonesia akan mengalami periode menjadi importer netto minyak pada tahun 2012, yaitu ketika cadangan minyak bumi Indonesia habis. Sedangkan pada skenario normal diperkirakan Indonesia menjadi net importer minyak pada tahun Kerangka Pikir Berdasarkan telaah teori dan tinjauan dari penelitian terdahulu, suatu kerangka pikir penelitian mengenai pengelolaan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui secara optimal dengan pendekatan model Hotelling dapat digambarkan sebagai berikut : 1040 Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

6 SDA Non Renewable Kesejahteraan Welfare Ekstraksi Optimal Model Hotelling Present Value Discount Rate Stock SDA Pasar Kompetitif Pasar Monopoli III. METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat diskriptif kuantitatif dengan maksud untuk memperoleh gambaran menyeluruh termasuk juga aspek kualitatif yang diusahakan dengan metode studi pustaka. Tipe penelitian ini merupakan penelitian aplikatif yang berupa penerapan teori atau metode dalam dunia riil yang dalam hal ini adalah aplikasi Model Hotelling dalam pengelolaan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui secara optimal (ekstraksi optimal). Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif di mana pengukuran yang dilakukan dinyatakan dalam angka-angka. Adapun sumber data adalah bersumber pada data ekstern sekunder (data sekunder) yang berasal dari buku, jurnal atau organisasi yang bukan pengolahnya. 3.3 Metode Analisis Penelitian ini menelaah penerapan Model Hotelling pada contoh kasus dan data yang bersifat hipotetik. Analisis yang dilakukan adalah untuk menjelaskan langkah-langkah perhitungan ekstraksi optimal pada kondisi dua periode dan multiperiode baik dipasar kompetitif maupun pasar monopoli. Diketahui bahwa harga per satuan output pada periode 0 dan 1 adalah P 0 dan P 1. Jumlah ekstraksi pada kedua periode ditulis sebagai Q 0 dan Q 1. Biaya ekstraksi adalah C yang merupakan fungsi dari output. Dengan demikian TR TC atau π 1 = P 1 Q 1 CQ 1. Fungsi permintaan pada dua periode adalah sama. Yakni : P = a bq. Syarat pertama untuk ekstraksi optimal adalah P = C +, dimana λ adalah biaya opurtinitas. Syarat kedua adalah ekstraksi yang efisien dan optimal terjadi bila net benefit tumbuh sebesar tingkat diskontonya. Fungsi Demand adalah : P = a - bq Max PV = π 0 + ( ) π 1 S = Q 0 + Q 1 Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

7 L = π 0 + ( ) π 1 + λ (S Q 0 Q 1 ) = (P 0 Q 0 CQ 0 ) + ( ) (P 1 Q 1 CQ 1 ) + λ (S Q 0 Q 1 ) (3) Syarat pertama (necessary condition) adalah : = (P 0 C) λ = 0. (4) = ( ) (P 1 C) λ = 0. (5) = S Q 0 Q 1 = 0.. (6) Selanjutnya ; (4) (5)... (7) Selanjutnya : (6) (7) Syarat kedua (sufficient condition) adalah : } Golden Rule IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Dasar-Dasar Model Hotelling Untuk memahami model Hotelling, terlebih dahulu asumsi-asumsi sederhana akan digunakan dalam pendekatan ini. Pertama, diasumsikan bahwa harga per satuan output dari sumber daya konstan, artinya kurva permintaan dari sumber daya, bersifat elastik sempurna. Kedua biaya ekstrasi sumber daya diasumsikan hanya merupakan fungsi dari output (Fauzi, 2004: hal 65). Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar terdapat pengambilan sumberdaya alam secara optimal (Suparmoko, 2015: hal ) : Syarat pertama, berlaku pada produksi setiap barang yang berada dalam pasar persaingan sempurna agar dicapi suatu tingkat efisiensi yang optimum (produsen mencapai keuntungan maksimal) adalah harga barang yang dihasilkan harus sama dengan biaya produksi marginal. Karena barang sumberdaya alam memiliki biaya alternatif ( opportunity cost), maka persyaratan menjadi harga barang sumberdaya alam sama dengan biaya marginal ditambah dengan biaya alternatif atau ( P = MC + λ). Ini merupakan persyaratan pertama yang disebut sebagai necessary condition. Dengan dimasukkannya biaya alternatif dalam perhitungan biaya maka akan menyebabkan jumlah barang sumberdaya alam yang diambil pada saat ini relatif lebih sedikit daripada kalau hanya biaya marginal saja yang diperhitungkan. Adapun biaya alternatif ini adalah kelebihan nilai yang konsumen bersedia untuk melakukan pembayaran diatas biaya marginal. Biaya alternatif ini disebut juga net social benefit, rent, user cost atau royalty. Syarat kedua, adalah menyangkut perilaku dari biaya alternatif atau royalty itu sepanjang waktu, yaitu bahwa royalty atau biaya alternatif itu harus selalu meningkat sebesar discount rate yang berlaku dari waktu ke waktu. Dengan kata lain bila royalty itu dinyatakan dalam nilai sekarang ( present value), maka royalty itu tidak akan berubah sepanjang waktu. Ini disebut sebagai sufficient condition. 4.2 Aplikasi Model Hotelling Pada pasar persaingan sempurna, analisis dimulai dengan anggapan bahwa terdapat stok minyak di dalam bumi sebanyak 10 barel. Diketahui pula bahwa besarnya biaya pengambilan $2 per barel dan fungsi permintaannya adalah P = 10 Y, dimana P adalah tingkat harga dan Y adalah jumlah barang sumberdaya alam yang diambil. Tingkat bunga yang dipakai dalam perhitungan nilai sekarang adalah r = 10% 1042 Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

8 per tahun; dan hanya tersedia waktu dua tahun. Pertanyaannya adalah bagaimana alokasi pengambilan sumberdaya alam itu diantara dua periode waktu sehingga dapat menghasilkan total manfaat bersih yang optimum? Pengambilan sumberdaya minyak tersebut diusahakan agar manfaat total dari kedua periode itu adalah yang tertinggi. Namun agar manfaat total dari kedua periode dapat dijumlahkan, maka nilai manfaat itu harus disamakan dahulu yaitu dengan menyatakannya dalam nilai sekarang ( present value). Caranya ialah dengan mengalikan nilai manfaat itu dengan faktor diskonto ( ( ) ); dimana r adalah tingkat bunga. Anggapan untuk dua periode waktu ini adalah demi sederhananya analisis, tetapi cara ini dapat digunakan untuk periode waktu yang lebih panjang lagi (multiperiode). Dengan menggunakan fungsi lagrange : = {(10 ) 2} + {( ) }, + λ (10- ) = = 10 2 = 0 1 (1 + 0,1) (10 ) 2 = 0 = 10 = 0 Penyelesaian : Selanjutnya : Harga jual ; Royalty ; Golden Rule ; 10 2 = 11 1,1 2,2 8 = 8,8 1,1 = 0,8 1,1 10 (0,8 1,1 ) = ,1 0,8 = 0 10,08 2,1 = 0 =, 10 4,86 = 0 =, = 10 = 10 5,14 = 4,86 = 5,14 = + 4,86 = 2 + = 2,86 = 3,14 3,14 2,86 2,86 = 0,1 Pada pasar monopoli; syarat pertama yang harus dipenuhi adalah MR harus sama dengan MC ditambah dengan royalty atau MR dikurangi MC sama dengan royalty. Syarat kedua adalah MR dikurangi MC harus meningkat dengan laju sebesar tingkat bunga, dan dc/dx = 0. Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

9 Dimisalkan contoh yang sama pada pasar persaingan sempurna dimana terdapat cadangan minyak 10 barel yang harus diambil dalam dua periode, dengan permintaan P = 10 Y; MC = $2; dan r =10%. Penyelesaian : TR = P.Q TR = (10 Y).Y TR = 10Y Y 2 MR = 10 2Y Selanjutnya : MR 1 MC = (MR 0 MC) (1 + r) 10 2Y 1-2 = (10 2Y 0 2) (1 + 0,1) Dari persamaan itu diperoleh Y 1 = 4,95 dan Y 1 = 5,05. Hal ini berarti dibawah seorang monopolis pengambilan barang SDA lebih lamban daripada dalam pasar persaingan sempurna. 4.3 Elastisitas Harga Di bawah seorang monopolis, pengambilan barang sumberdaya alam lebih lamban daripada dalam pasar persaingan sempurna. Namun seungguhnya elastisitas harga terhadap barang sumberdaya alam juga mempengaruhi tingkat pengambilan barang sumberdaya alam tersebut. Semakin elastis harga akan semakin konservatif dalam pengambilan sumberdaya alam oleh seorang mnonopolis (Suparmoko, 2015; hal 112). Apabila royalty harus meningkat dengan laju setinggi tingkat bunga, maka akan ditemukan bahwa sumberdaya alam itu akan lebih cepat diambil dibawah pasar monopoli daripada pasar persaingan sempurna. Hal ini bukan merupakan kesimpulan yang umum, tetapi hanya benar selama elastisitas harga rendah. Sebaliknya, pada saat elastisitas harga tinggi, maka produsen monopolis cenderung melakukan konservasi, yaitu membatasi produksi pada tahun pertama untuk kemudian memanfaatkan permintaan yang tidak elastis di kemudian hari (Ibid). Hasil regresi antara jumlah BBM yang dijual sebagai dependen variabel dengan rata-rata harga jualnya sebagai independen variabel dari tahun sebagai berikut : Premium: Solar: LnQpr = 13, ,39715LnPpr Prob : 0,0000 0,0078 LnQsl = 16, ,042379LnPsl Prob : 0,0000 0,1979 Koefesien elastisitas harga premium maupun solar menunjukkan angka elastisitas yang rendah (inelastis) dibawah monopoli pengadaan BBM oleh Pertamina. Koefisien elastisitas harga untuk premium sebesar 0,39 menunjukkan sifat yang inelastis berarti kebutuhan esensial dimana bila harga meningkat 1 persen maka justru diikuti kenaikan penjualan sebesar 0,39 persen. Adapun solar koefisiennya lebih kecil lagi sebesar 0,042 tapi tidak signifikan karena reaksi konsumen untuk penyesuaian lambat disebabkan kemungkinan adanya stock yang dikuasai oleh konsumen industri atau pengguna solar dan juga barang substitusinya dibanding konsumen premium. Hal demikian berarti dibawah produsen monopoli sumberdaya alam itu lebih cepat diambil dibanding produsen pada pasar persaingan sempurna dikarenakan elastisitas harganya yang rendah. Konsekuensinya adalah saat ini kita menjadi importir BBM tidak hanya crude. Banyak faktor yang menyebabkan hal demikian, namun penelitian ini hanya membatasi tentang ekstraksi yang optimal. Cepatnya ekstraksi 1044 Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

10 barang sumberdaya alam (misalnya minyak) seperti dianalisis diatas, sejalan juga dengan perkembang laju konsumsi BBM yang semakin meningkat terutama pada sektor transportasi. Tabel IV.1 Konsumsi BBM Menurut Sektor (kilo liter), Tahun Industri Rumah Tangga Transportasi Sumber : Statistik Energi dan Ekonomi Indonesia 2013, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Berdasarkan tabel terlihat pesatnya pertumbuhan konsumsi BBM untuk Sektor transportasi dibandingkan dengan sektor lainnya terutama konsumsi BBM oleh sektor industri. Tentu saja persoalan yang terjadi sangat kompleks, namun semakin meningkatnya pendapatan per kapita mendorong terjadinya kenaikan konsumsi energi. Kenaikan konsumsi energi ini merupakan konsekuensi dari perkembangan transportasi dan infrastruktur. Jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2011 sebesar 68,8 juta unit meningkat signifikan hanya dalam waktu dua tahun menjadi 84,7 juta unit. Berbagai faktor ini menyebabkan tingkat ekstraksi minyak yang semakin cepat. V. KESIMPULAN DAN PENELITIAN SELANJUTNYA 5.1 Kesimpulan Dengan melihat perbedaan tingkat harga, tingkat pengambilan, dan tingkat royalty pada pasar persaingan sempurna dibanding pada pasar monopoli, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pengelolaan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui yang optimal harus memperhatikan faktor royalty dan pendiskontoan. Semakin tinggi tingkat bunga semakin kecil usaha untuk konservasi. 2. Walaupun dibawah pasar monopolis pengambilan barang sumberdaya alam lebih lamban dibandingkan pada pasar persaingan sempurna, namun dengan tingkat elastisitas yang rendah maka laju pengambilan justru terjadi lebih cepat. 5.2 Penelitian Selanjutnya Beberapa kekurangan dalam penelitian ini yang diharapkan dapat diperbaiki pada penelitian selanjutnya adalah : 1. Penelitian aplikasi model Hotelling ini hanya mengkaji ekstraksi pada dua periode dengan asumsi-asumsi yang terbatas. Penelitian mengenai ekstraksi optimal secara multiperiod dengan asusmi data yang sesuai dengan konteks industri tambang akan dapat menginformasikan lebih banyak optimalisasi industri pertambangan di Indonesia. 2. Penelitian yang melakukan modifikasi Model Hotelling dengan memasukkan pajak per satuan output dan juga menyatakan bahwa biaya ektraksi tidak konstan (linier) melainkan justru non linier dan tergantung pada jumlah yang diekstraksi. Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

11 VI. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. Survei Sosial Ekonomi Nasional, beberapa edisi, Badan Pusat Statistik, Jakarta. Fauzi, Ahmad. (2004). Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Fauzi, Ahmad. (2008). The Economics of Non Renewable Resources, makalah pada Training for Undergraduate Enviromental Economics for Indonesian University Lectures, FE Unpad, Bandung. Halimatussadiah, Alin. Resosudarmo, Budy P. (2004). Tingkat Ekstraksi Optimal Minyak Bumi Indonesia: Aplikasi Model Optimasi Dinamik, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol V No. 01, hal 11 34, FE UI, Jakarta. Humphreys, et al, ed. 2007, Escaping the Resource Curse, Initiative for Policy Dialogue at Columbia University, Penerbit The Samdhana Institute, Jakarta. Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Statistik Energi dan Ekonomi Indonesia, Kementerian ESDM, Jakarta. Kula, Erhun. (1994), Economics of Natural Resources, the Environment and Policies, Published by Chapman & Hall, 2 6 Boundary Row, London. Nahib, Irmadi. 2006, Pengelolaan Sumberdaya Alam tak Pulih Berbasis Ekonomi Sumberdaya (Studi Kasus : Tam bang Minyak Blok Cepu), Jurnal Ilmiah Geomatika, Vol 12. No 1. Suparmoko, Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UGM, Jogyakarta Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup dan kontinu sangat penting dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

n.a n.a

n.a n.a 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa memerlukan aspek pokok yang disebut dengan sumberdaya (resources) baik sumberdaya alam atau natural resources maupun sumberdaya manusia atau

Lebih terperinci

SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. MATERI PEMBELAJARAN 1 PENDAHULUAN 2 SUMBERDAYA ALAM 3 SUMBERDAYA MANUSIA 4 SUMBERDAYA MODAL PENDAHULUAN DEFINISI SUMBERDAYA: Kemampuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo

PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL Agus Nurhudoyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi agusn@p3tkebt.esdm.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sudah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Di satu sisi konsumsi masyarakat (demand) terus meningkat,

Lebih terperinci

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 2009 Bandung, 2-5 Desember 2009 Makalah Profesional IATMI 09 010 Depletion Premium : Tinjauan Teori, Hukum, dan Penerapan Pada Kontrak

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN Energi merupakan penggerak utama roda perekonomian nasional. Konsumsi energi terus meningkat mengikuti permintaan berbagai sektor pembangunan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mencakup wilayah kawasan hutan dimana akan dilakukan kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT Tambang Semen Sukabumi (PT

Lebih terperinci

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI Andriani Rahayu 1 dan Maria Sri Pangestuti 2 1 Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 Indonesian Institute for

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Nama Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah : PENGANTAR EKONOMI MIKRO / MKKK 203 3 SKS Deskripsi Singkat : Mata Kuliah Keahlian

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan Focus Group Discussion Pendanaan Energi Berkelanjutan Di Indonesia Jakarta, 20 Juni 2013 Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA 1) Muhammad Nur Afiat 2) ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA 1) Muhammad Nur Afiat 2) ABSTRAK Volume XVI Tahun 8, Desember 2015 hal 20-26 Jurnal Ekonomi Pembangunan FE-Unhalu ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA 1) Muhammad Nur

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.. Penurunan Fungsi Produksi Pupuk Perilaku produsen pupuk adalah berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi (migas) di tanah air memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari struktur perekonomian fiskal

Lebih terperinci

Perkspektif ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam. Pertemuan ke 4

Perkspektif ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam. Pertemuan ke 4 Perkspektif ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam Pertemuan ke 4 Pandangan ekonom Sumberdaya menurut Adam Smith dalam Wealth of Nation (1776): seluruh faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia SEMINAR NASIONAL Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia ENNY SRI HARTATI Auditorium Kampus Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie Rabu, 24 September 2014 INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Jurusan Manajemen/Akuntansi - Program Studi S1 Manajemen/Akuntansi Fakutas Ekonomi Universitas Gunadarma Nama Mata Kuliah/Kode Koordinator Deskripsi Singkat : Pengantar

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini disebabkan karena potensi cadangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berupa hasil pertanian, perkebunan,

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil Temuan Analisis Simulasi Input-Output Sumbawa Barat dan Keunggulan Komparatif Wilayah

VI. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil Temuan Analisis Simulasi Input-Output Sumbawa Barat dan Keunggulan Komparatif Wilayah VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 6.1.1. Hasil Temuan Analisis Simulasi Input-Output Sumbawa Barat dan Keunggulan Komparatif Wilayah Secara ringkas hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan harga minyak tanah tentunya akan berdampak pada kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan harga minyak tanah tentunya akan berdampak pada kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan komoditi perekonomian yang sering mengalami pasang surut secara tidak langsung juga akan mempengaruhi harga minyak tanah. Perubahan harga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

Esda UC = User Cost. MCo = Kurva harga agregat dari semua firm di suatu industri (marginal extraction cost)

Esda UC = User Cost. MCo = Kurva harga agregat dari semua firm di suatu industri (marginal extraction cost) Esda 2016 1. User cost antara lain dipengaruhi oleh ekspektasi bahwa permintaan terhadap sumberdaya mineral akan naik pada masa yang akan datang. Jelaskan bagaimana hal ini berdampak pada efficient rate

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan. meliputi semua yang terdapat dibumi baik yang hidup maupun benda mati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan. meliputi semua yang terdapat dibumi baik yang hidup maupun benda mati, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan 2.1.1 Sumber Daya Energi Sumber daya adalah segala sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI

BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI No. 96/02/21/Th. IV / 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU PDRB KEPRI TAHUN 2008 TUMBUH 6,65 PERSEN PDRB Kepri pada tahun 2008 tumbuh sebesar 6,65 persen,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1 Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1 Perkembangan Pasar Minyak Dunia Harga minyak mentah dunia terus mengalami kenaikan. Pada akhir bulan Oktober harga minyak mentah dunia menembus angka 90 dolar AS per

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara pengekspor dan pengimpor, baik untuk minyak mentah (crude oil) maupun produk-produk minyak (oil product) termasuk bahan bakar minyak. Produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Permintaan Dan Kurva Permintaan Teori permintaan pada dasarnya merupakan perangkat analisis untuk melihat besaran jumlah barang atau jasa yang diminta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2008 disusun untuk menggambarkan kecenderungan situasi permintaan dan penyediaan energi Indonesia hingga 2030 dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 1 Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Lifting minyak tahun 2016 diprediksi sebesar 811 ribu barel per hari (bph). Perhitungan ini menggunakan model

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 %

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % No, 11/02/13/Th.XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2013 meningkat sebesar 6,2 persen terhadap 2012, terjadi pada semua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun yang 155 VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 Net Social Benefit dari Fungsi Obyektif 7.1.1 Nilai Obyektif Setiap Skenario Fungsi obyektif optimal manfaat sosial bersih yang dihitung dengan nilai sekarang(present

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, energi mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan dalam pembangunan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, telah

BAB I PENDAHULUAN. dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, telah terjadi

Lebih terperinci

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

UMKM & Prospek Ekonomi 2006 UMKM & Prospek Ekonomi 2006 Oleh : B.S. Kusmuljono Ketua Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia (Komnas PKMI) Komisaris BRI Disampaikan pada : Dialog Ekonomi 2005 & Prospek Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN

BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN IV.1 Prinsip Perhitungan Keekonomian Migas Pada prinsipnya perhitungan keekonomian eksplorasi serta produksi sumber daya minyak dan gas (migas) tergantung pada: - Profil produksi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi nasional adalah mencapai masyarakat yang sejahtera. Oleh karena itu, pemerintah di berbagai negara berusaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

Masalah Keputusan Manajemen timbul dalam organisasi apa saja:

Masalah Keputusan Manajemen timbul dalam organisasi apa saja: Ekonomi Manajerial adalah aplikasi teori ekonomi dan perangkat analisis ilmu keputusan untuk membahas bagaimana suatu organisasi dapat mencapai tujuan atau maksudnya dengan cara yang paling efisien Masalah

Lebih terperinci

ANALISIS MASALAH BBM

ANALISIS MASALAH BBM 1 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ANALISIS MASALAH BBM Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 I. SUBSIDI BBM TAHUN 2013 a. Subsidi BBM Dalam Undang-undang No.19 Tahun tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Kenaikan konsumsi tersebut terjadi karena salah satu faktornya yaitu semakin meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

Ekonomi Sumberdaya Alam

Ekonomi Sumberdaya Alam Kuliah ESDA Konsep Dasar dan Pengertian Ekonomi Sumberdaya Alam Prof. Dr. Bustanul Arifin barifin@uwalumni.com Modal Alam dalam Perekonomianm Alam ESDA Perekonomian ELH Ada prinsip modal alam (natural

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gas alam merupakan salah satu sumber daya energi dunia yang sangat penting untuk saat ini. Sebagian besar gas alam yang dijual di pasaran berupa sales gas (gas pipa)

Lebih terperinci

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2014-2015 KOMISI VII DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA 2015 BAGIAN I PENDAHULUAN A. LATAR

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 No.11/02/63/Th XVII, 5 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2012 tumbuh sebesar 5,73 persen, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor konstruksi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Alam

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Alam 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Alam Menurut Rees (1990) dalam Fauzi (2006), sesuatu untuk dapat dikatakan sebagai sumberdaya harus : 1) ada pengetahuan, teknologi atau ketrampilan untuk memanfaatkannya

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara bersamaan perubahan-perubahan makroekonomi maupun perekonomian secara sektoral dan regional, serta

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM INEFISIENSI BBM Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia selama hidupnya selalu melakukan kegiatan dalam memenuhi kebutuhannya, baik berupa kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat perlindungan, hiburan dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai kemampuan daya dukungnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai kemampuan daya dukungnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya alam (SDA) dan energi sebagai pokok kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai kemampuan daya

Lebih terperinci

Sumber Daya Alam. Yang Tidak Dapat Diperbaharui dan Yang Dapat di Daur Ulang. Minggu 1

Sumber Daya Alam. Yang Tidak Dapat Diperbaharui dan Yang Dapat di Daur Ulang. Minggu 1 Sumber Daya Alam Yang Tidak Dapat Diperbaharui dan Yang Dapat di Daur Ulang Minggu 1 Materi Pembelajaran PENDAHULUAN SUMBERDAYA ALAM HABIS TERPAKAI SUMBERDAYA ALAM YANG DAPAT DI DAUR ULANG DEFINISI SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA Aan Zainal M 1), Udisubakti Ciptomulyono 2) dan I K Gunarta 3) 1) Program Studi Magister Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan berkembangnya perekonomian dan industri, maka disadari pula pentingnya penghematan energi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia menyebabkan kebutuhan masyarakat juga semakin tinggi. Salah satunya adalah dalam bidang sarana transportasi.sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output. Pertumbuhan ekonomi mutlak

BAB I PENDAHULUAN. faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output. Pertumbuhan ekonomi mutlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang disebabkan oleh barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat mengalami kenaikan. Pertumbuhan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan visi menjadi perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci