BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecanduan Internet. Kecanduan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecanduan Internet. Kecanduan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecanduan Internet 1. Pengertian Kecanduan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata candu yang berarti sesuatu yang menjadi kegemaran dan membuat orang ketagihan, maka kecanduan adalah ketagihan, ketergantungan atau kejangkitan pada suatu kegemaran sehingga melupakan hal yang lain-lain. Menurut Thakkar (2006) kecanduan merupakan suatu kondisi medis dan psikiatris yang ditandai oleh penggunaan berlebihan (kompulsif) terhadap suatu zat yang apabila digunakan terus menerus dapat memberikan dampak negatif dalam kehidupan penggunanya (individu yang mengalami kecanduan), seperti hilangnya hubungan yang baik dengan keluarga maupun teman ataupun kehilangan pekerjaan. Sedangkan menurut Davis (dalam Soetjipto, 2005) mendefinisikan kecanduan (addiction) sebagai bentuk ketergantungan secara psikologis antara seseorang dengan suatu stimulus, yang biasanya tidak selalu berupa suatu benda atau zat. Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa kecanduan merupakan sebagai suatu kondisi dimana individu merasakan ketergantungan terhadap suatu hal yang disenangi pada berbagai kesempatan yang ada akibat kurang kontrol terhadap perilaku sehingga merasa terhukum apabila tidak memenuhi hasrat dan kebiasaannya. Dalam bidang psikiatris, kecanduan merupakan fenomena yang sangat kuat (Thakkar, 2006). Seiring berjalannya waktu, istilah kecanduan tidak hanya 14

2 15 sebatas ketergantungan terhadap zat-zat adiktif. American Psychological Assosiation (Rosenberg, 2014) menjelaskan bahwa ketergantungan tidak hanya disebabkan oleh ketergantungan zat-zat adiktif, namun suatu perilaku atau kegiatan tertentu juga dapat dapat menyebabkan kecanduan, salah satunya adalah kegiatan dalam menggunakan internet. Terdapat banyak ahli yang mendefinisikan kecanduan internet. Namun pada dasarnya acuan para ahli dalam mendefinisikan kecanduan internet hampir sama yaitu definisi mengenai behavioral addiction. Kecanduan internet, sebagai sebuah psychological disorder yang relatif baru, dapat disimpulkan sebagai keinginan yang kuat atau ketergantungan secara psikologis terhadap internet (Soetjipto, 2005). Menurut Lance Dodes dalam bukunya yang berjudul The Heart of Addiction (Yee, 2002), terdapat dua jenis kecanduan, yaitu adiksi fisikal seperti kecanduan terhadap alkohol atau kokaine, dan adiksi non-fisikal seperti kecanduan terhadap game online ataupun terhadap internet. Kecanduan menggunakan internet secara berlebihan dikenal dengan istilah internet addiction atau kecanduan internet. Namun beberapa ahli juga menyebut kecanduan internet sebagai compulsive internet use, problematic internet use atau pathological internet use, meskipun beberapa ahli memberikan istilah yang berbeda namun acuan dalam mendefinsikan kecanduan internet serupa yaitu penggunaan internet yang berlebih sehingga menyebabkan permasalahan psikologis. Artinya seseorang seakan-akan tidak ada hal yang ingin dikerjakan selain mengakses internet, dan seolah-olah internet ini adalah hidupnya. Hal semacam ini sangat riskan bagi perkembangan seseorang yang perjalanan hidupnya masih panjang.

3 16 Beberapa ahli mendefinisikan kecanduan internet, di antaranya adalah Young (2010) yang berpendapat bahwa kecanduan internet merupakan sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam menggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaanya saat online. Young (2010) membagi pengguna internet menjadi 2 kelompok yaitu Non Dependent (pengguna internet secara normal) dan Dependent (pengguna internet yang adiktif). Non Dependent menggunakan internet sebagai sarana untuk memperoleh informasi dan menjaga hubungan yang sudah terbentuk melalui komunikasi elektronik. Pada kelompok Non Dependent menggunakan internet antara 4 hingga 5 jam per minggu. Sedangkan Dependent menggunakan internet yang berupa komunikasi dua arah untuk bertemu, bersosialisasi dan bertukar ide dengan orang-orang yang baru dikenal melalui internet. Pada kelompok Dependent menggunakan internet antara 20 hingga 80 jam per minggu. Maka pecandu internet menurut Young, masuk kedalam kriteria kelompok dependent. Selain Young, Orzack (2004) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan suatu kondisi dimana individu merasa bahwa dunia maya di layar komputernya lebih menarik daripada kehidupan nyata sehari-hari. Nurfajri (dalam Nurmandia, 2013) menjelaskan kecanduan internet adalah suatu gangguan psikofisiologis yang meliputi tolerance (penggunaan dalam jumlah yang sama akan menimbulkan respon minimal, jumlah harus ditambah agar dapat membangkitkan kesenangan dalam jumlah yang sama), withdrawal symptom (khususnya mengalami gangguan termor, kecemasan dan perubahan mood), gangguan afeksi (depresi, sulit menyesuaikan diri) dan terganggunya kehidupan

4 17 sosial (menurun atau menghilang sama sekali, baik dari segi kualitas maupun kuantitas). Davis (dalam Soetjipto, 2005) menyebutkan dua jenis kecanduan internet, yaitu kecanduan internet spesifik (specific pathological internet use) yang di definisikan sebagai individu yang mengalami kecanduan hanya pada satu macam fasilitas yang ditawarkan oleh internet, dan kecanduan internet umum (generalized pathological internet use) yaitu individu yang mengalami kecanduan pada semua fasilitas yang ditawarkan oleh internet secara keseluruhan. Griffiths (2015) mendefinisikan kecanduan internet sebagai tingkah laku kecanduan yang meliputi interaksi antara manusia dengan mesin tanpa adanya penggunaan obatobatan. Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kecanduan internet merupakan suatu tingkah laku dimana individu mengalami ketergantungan terhadap penggunaan internet yang ditandai dengan menghabiskan waktu yang sangat banyak dalam menggunakan internet dan menimbulkan perasaan senang, serta tidak mampu mengontrol penggunaanya sehingga menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan saat tidak dapat menggunakan internet. Pengertian kecanduan internet dalam penelitian ini menggunakan pengertian dari beberapa ahli diatas, karena dengan menggunakan penggabungan pengertian lebih lengkap dalam menjelaskan definisi operasional kecanduan internet. 2. Aspek-Aspek Kecanduan Internet Individu dikatakan mengalami kecanduan internet ketika menunjukan perilaku-perilaku tertentu. Selain menjelaskan definisi-definisi dari kecanduan

5 18 internet, para ahli juga menjelaskan aspek-aspek yang mempengaruhi kecanduan internet. Young (2010) menyebutkan 8 kriterium-kriterium kecanduan internet, yaitu : a. Merasa keasyikan dengan internet. b. Memerlukan waktu tambahan dalam mencapai kepuasan sewaktu menggunakan internet. c. Tidak mampu mengontrol, mengurangi, atau menghentikan penggunaan internet. d. Merasa gelisah, murung, depresi atau lekas marah ketika berusaha mengurangi atau menghentikan penggunaan internet. e. Mengakses internet lebih lama dari yang diharapkan. f. Kehilangan orang orang terdekat, pekerjaan, kesempatan pendidikan atau karier gara gara penggunaan internet. g. Membohongi keluarga, terapis, atau orang orang terdekat untuk menyembunyikan keterlibatan lebih jauh dengan intemet. h. Menggunakan internet sebagai jalan keluar mengatasi masalah atau menghilangkan perasaan seperti keadaan tidak berdaya, rasa bersalah, kegelisahan atau depresi. Orzack (2004) menggolongkan gejala-gejala yang nampak pada individu yang mengalami kecanduan internet menjadi dua golongan, yaitu : a. Gejala-gejala psikologis, yaitu mengalami euphoria saat menggunakan komputer, tidak mampu menghentikan aktivitasnya, membutuhkan waktu tambahan dalam menggunakan komputer, berbohong kepada keluarga dan

6 19 rekan kerja mengenai aktivitasnya dan mendapat masalah dengan sekolah atau pekerjaannya. b. Gejala-gejala fisik, yaitu mengalami carpal tunnel syndrome, mata menjadi kering, migren atau sakit kepala, sakit punggung, gangguan pada pola makan, mengabaikan kesehatan dan gangguan tidur. Griffiths (2015) mencantumkan enam dimensi kecanduan internet, yaitu sebagai berikut : a. Salience Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran individu (preokupasi atau gangguan kognitif), perasaan (merasa sangat butuh) dan tingkah laku (kemunduran dalam perilaku sosial). Individu akan selalu memikirkan internet, meskipun tidak sedang mengakses internet. b. Mood modification Hal ini mengarah pada pengalaman individu sendiri, yang menjadi hasil dari bermain internet, dan dapat dilihat sebagai strategi coping. c. Tolerance Hal ini merupakan proses dimana terjadinya peningkatan jumlah penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari mood. d. Withdrawal symptoms Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan (misalnya mudah marah, cemas atau tubuh bergoyang).

7 20 e. Conflict Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna internet dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri (konflik intrafisik atau merasa kurangnya kontrol) yang diakibatkan karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain internet. f. Relapse Hal ini merupakan kecenderungan berulangnya kembali pola penggunaan internet setelah adanya kontrol. Sedangkan Beard dan Wolf (dalam Soetjipto, 2005) mengusulkan menggunakan delapan kriterium diagnostik kecanduan internet. Lima kriterium pertama harus ada sebagai dasar penegakan diagnosis kecanduan internet. Sedangkan salah satu dari tiga kriterium lainnya pun harus ada. Lima kriterium yang harus ada seluruhnya yaitu : a. Preokupasi terhadap internet (pikiran dikuasai oleh aktivitas internet yang dilakukan sebelumnya dan mengantisipasi sesi penggunaan internet berikutnya) b. Kebutuhan untuk menggunakan internet dengan alokasi waktu yang terus bertambah demi untuk mengejar kepuasan. c. Telah mencoba dan gagal untuk mengendalikan, mengurangi atau berhenti untuk menggunakan internet. d. Tidak tenang, moody, depresi atau mudah teriritasi ketika harus menghentikan aktivitas berinternet. e. Aktifitas online melebihi waktu yang direncanakan.

8 21 Sedangkan salah satu dari kriterium tambahan yang harus dapat di deteksi yaitu : a. Mengalami masalah atau mempunyai resiko kehilangan hubungan pribadi, kehilangan pekerjaan, kehilangan kesempatan pendidikan atau kehilangan karir. b. Berbohong kepada anggota keluarganya, terapis atau pihak lain dalam rangka menutupi aktivitas berinternetnya. c. Menggunakan internet sebagai jalan keluar mengatasi masalah atau menghilangkan perasaan seperti keadaan tidak berdaya, rasa bersalah, kegelisahan atau depresi. Berdasarkan penjelasan di atas, disimpulkan bahwa aspek-aspek kecanduan internet menurut Young (2010) meliputi merasa keasyikan dengan internet, memerlukan waktu tambahan dalam mencapai kepuasan sewaktu menggunakan internet, tidak mampu mengontrol, mengurangi atau menghentikan penggunaan internet, merasa gelisah, murung, depresi ketika berusaha menghentikan penggunaan internet, kehilangan orang-orang terdekat, pekerjaan, kesempatan pendidikan atau karier karena penggunaan internet dan membohongi keluarga, terapis atau orang terdekat untuk menyembunyikan keterlibatan lebih jauh dengan internet. Sementara Orzack (2004) menggolongkan gejala-gejala yang nampak pada individu yang mengalami kecanduan internet menjadi dua golongan meliputi mengalami gejala psikologis dan gejala fisik. Menurut Griffiths (2015) berpendapat bahwa terdapat enam dimensi kecanduan internet meliputi salience, mood modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict dan

9 22 relapse. Sedangkan menurut Beard dan Wolf (dalam Soetjipto, 2005) berpendapat bahwa terdapat delapan kriterium diagnostik kecanduan internet meliputi preokupasi terhadap internet, alokasi waktu yang terus bertambah dalam penggunaan internet, gagal mengurangi atau berhenti menggunakan internet, cemas ketika menghentikan aktivitas internet, aktivitas online berlebihan, mengalami masalah karena menggunakan internet, berbohong untuk menutupi aktivitas onlinenya dan menggunakan internet sebagai jalan keluar dalam mengatasi masalah. Bentuk-bentuk kecanduan internet yang dikemukakan oleh Young (2010), akan dijadikan acuan indikator pembuatan skala kecenderungan kecanduan internet karena aspek-aspek kecanduan internet yang dikemukakan oleh Young tersebut menurut peneliti isinya lengkap dan dapat digunakan untuk melihat masalah dan mengungkap variabel kecanduan internet. 3. Kecanduan Internet pada Emerging Adulthood Dalam teori perkembangan usia 18 tahun hingga awal 20 tahunan merupakan masa remaja akhir, sedangkan ketika memasuki usia 20 tahunan berlangsung hingga 30 tahunan para ahli perkembangan menjelaskan individu memasuki masa dewasa awal (Santrock, 2003). Namun saat ini, seorang tokoh dalam teori perkembangan Jeffrey Arnett menjelaskan bahwa transisi dari masa remaja menuju dewasa disebut sebagai beranjak dewasa (emerging adulthood) yang terjadi diusia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2011). Teori perkembangan yang dijabarkan oleh Arnett (2012) membagi tingkatan perkembangan manusia menjadi sepuluh tingkatan, yaitu masa prenatal

10 23 (sebelum lahir), masa bayi (lahir hingga 12 bulan), masa toddlerhood (12 hingga 36 bulan), masa anak usia dini (3 hingga 6 tahun), masa anak-anak (6 hingga 9 tahun), masa remaja (9 hingga 18 tahun), masa emerging adulthood (18 hingga 25 tahun), masa dewasa muda (awal usia 25 tahun hingga 40 tahun), masa dewasa tengah (40 hingga 60 tahun) dan masa dewasa akhir (lebih dari 60 tahun). Pembagian tingkatan perkembangan manusia dalam teori perkembangan yang dijabarkan oleh Arnett, hampir serupa dengan teori perkembangan sebelumnya, namun terdapat tingkatan yang berbeda yaitu masa emerging adulthood. Emerging adulthood telah diteliti dalam beberapa dekade terakhir, terutama di negara maju karena saat ini manusia terus berkembang dimana individu dapat melanjutkan pendidikan hingga memasuki usia dua puluh tahunan dan memasuki pernikahan serta menjadi orang tua di akhir usia dua puluh tahunan atau awal usia tiga puluh tahunan, bukan diusia belasan ataupun ketika memasuki awal usia dua puluh tahunan (Arnett, 2012). Masa emerging adulthood merupakan salah satu tahapan kehidupan dimana individu tidak bergantung kepada orang tua seperti masa anak-anak dan remaja namun belum sepenuhnya menjadi dewasa (Arnett, 2012). Menurut Arnett (2013) emerging adulthood merupakan masa transisi dari remaja menuju dewasa. Pada masa ini ditandai oleh eksperimen dan eksplorasi sehingga dalam masa ini individu mencoba mengeksplorasi jalur karier yang ingin diambil, ingin melajang, hidup bersama atau menikah. Diusia 18 hingga 25 tahun individu mencoba lebih mandiri dan tidak tergantung dengan orang tua serta

11 24 mencoba mengeksplorasi berbagai kemungkinan dalam hidup sebelum membuat komitmen (Arnett, 2013). Arnett (2013) pun menjelaskan 5 karakteristik dari emerging adulthood, yaitu eksplorasi diri (the age of indentity exploration), ketidak stabilan (the age of instability), fokus pada diri sendiri (the self focused age), ambiguitas (the age of feeling in between) dan kemungkinan untuk melakukan eksplorasi dan eksperimen (the age of possibilities). Karakteristik pertama yaitu eksplorasi diri (the age of indentity exploration), merupakan masa dimana dalam diri sebagian besar individu terjadi perubahan penting yang menyangkut identitas, khususnya dalam relasi romantis dan pekerjaan. Dalam mencoba mengeksplorasi diri, individu akan mengembangkan serta mendefinisikan identitasnya, termasuk memahami siapa dirinya, apa kelebihan ataupun kekurangan yang dimiliki, kepercayaan (believe), nilai-nilai (values) dan bagaimana individu dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat disekitar mereka. Karakteristik kedua yaitu ketidak stabilan (the age of instability), merupakan masa dimana sering melakukan eksplorasi dalam hidup sehingga terjadi ketidak-stabilan dalam hal relasi romantis, pekerjaan dan pendidikan. Ketiga, fokus pada diri sendiri (the self focused age), merupakan masa dimana individu fokus pada diri sendiri untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan (skill) dan memahami diri sendiri, sehingga kurang terlibat dalam kewajiban sosial, melakukan tugas dan berkomitmen terhadap orang lain serta mengakibatkan individu memiliki otonomi yang besar dalam mengatur kehidupannya. Keempat, ambiguitas (the age of feeling in between), merupakan masa dimana individu tidak

12 25 menganggap dirinya sebagai remaja ataupun sepenuhnya sudah dewasa dan berpengalaman. Karakteristik terakhir yaitu kemungkinan untuk melakukan eksplorasi dan eksperimen (the age of possibilities), merupakan sebuah masa di mana individu memiliki peluang untuk mengambil keputusan di dalam kehidupan mereka, sehingga individu akan melakukan eksplorasi dan eksperimen dalam memperoleh peluang untuk mencapai tujuan hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Arnett (2013) menunjukkan bahwa individu yang memasuki masa peralihan dari masa remaja menuju dewasa awal akan merasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri, membuat keputusan secara mandiri dan memulai memenuhi kebutuhan. Apabila disimpulkan dari kelima karakteristik emerging adulthood menunjukkan persamaan yaitu individu yang bersikap individual, dimana individu yang menekankan dirinya belajar untuk mandiri serta percaya pada dirinya sendiri, independent (berdiri sendiri) serta mengekspresikan dirinya (Arnett, 2013). Salah satu hal yang sering menjadi pembicaraan di antara para ahli yaitu penggunaan media pada masa emerging adulthood. Saat ini, media menjadi bagian dari lingkungan sehari-hari bagi orang-orang termasuk pada emerging adulthood. Menurut Arnett (2013) dalam menjelaskan mengenai perkembangan tentang emerging adulthood tidak akan lengkap tanpa menjelaskan media apa saja yang mereka gunakan, seperti televisi, musik, film, majalah dan tidak terkecuali penggunaan teknologi seperti internet. Teknologi banyak menyerap berbagai aspek dalam kehidupan emerging adulthood dan akan memberikan dampakdampak bagi emerging adulthood (Jackson dalam Swanson & Walker, 2014).

13 26 Emerging adulthood memiliki resiko untuk terkena kecanduan internet karena pengguna internet di dunia pada usia 18 hingga 25 tahun merupakan kelompok usia yang paling tinggi dalam menggunakan internet di kehidupan sehari-hari (Arnett, 2013). Dalam berbagai survei yang dilakukan di 13 negara di Eropa, Asia dan Amerika menunjukkan bahwa lebih dari 80% pengguna internet tertinggi berada pada rentang usia 18 hingga 25 tahun (World Internet Project dalam Arnett, 2013). Di Indonesia, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia (PUSKASKOM) yang bekerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet di Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa pengguna internet tertinggi di Indonesia berkisar usia 18 hingga 25 tahun atau emerging adulthood. Terdapat beberapa tujuan emerging adulthood dalam menggunakan internet. Penelitian yang dilakukan oleh Robert (dalam Arnett, 2013) pengguna internet pada usia 18 hingga 25 tahun menggunakan internet untuk games, jejaring sosial (social networking), berita (news), belanja dan berbagai informasi lainnya. Sementara dalam penelitian yang dilakukan oleh Pranoto (2013) menunjukkan bahwa individu pada emerging adulthood menggunakan internet tidah hanya untuk bermain dan berinteraksi dengan orang lain, tetapi juga untuk menyelesaikan berbagai tugas yang berkaitan dengan pendidikan, selain hal tersebut tipe kepribadian openness to experiences yang tinggi pada emerging adulthood merupakan salah satu faktor individu pada emerging adulthood

14 27 memiliki keinginan mencoba hal-hal baru untuk menambah pengalaman dan pengetahuan melalui internet. Banyak emerging adulthood yang menggunakan teknologi untuk memudahkan dalam melakukan hubungan sosial dengan relasinya, salah satunya adalah internet (Swanson & Walker, 2014). Menurut Levine dan Dean (dalam Swanson & Walker, 2014) salah satu hal yang melatar belakangi perubahan saat ini di dasari oleh emerging adulthood dalam melakukan konektivitas dengan teknologi seperti internet. Meskipun internet memberikan kemudahan dalam mencari informasi, internet juga memberikan permasalahan seperti penggunaan yang berlebih bagi penggunanya atau sering disebut dengan kecanduan internet. Dimana penggunaan internet yang terus meningkat akan menyebabkan individu semakin mengisolasi dirinya sendiri dari lingkungan sosialnya. Pada masa emerging adulthood individu akan melakukan berbagai macam eksplorasi, salah satunya dengan menggunakan internet. Emerging adulthood akan menggunakan internet untuk membuat kontak dengan orang-orang muda lainnya dalam berbagai belahan dunia dengan mudah dan cepat, sehingga individu akan merasakan berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh internet serta sensasisensasi kesenangan setelah menggunakan internet yang akan menyebabkan individu terus menggunakan internet. Melalui internet, individu pada emerging adulthood memiliki kesempatan untuk mempraktikkan komunikasi sosial dan akan menjelaskan identitasnya. Hal tersebut berkaitan dengan karakteristik emerging adulthood yaitu eksplorasi diri, dimana individu mencoba

15 28 mendefinisikan identitasnya dan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Ketika individu berada pada masa emerging adulthood, individu berada pada masa tidak stabil karena mengadopsi berbagai pengalaman serta pengetahuan dari lingkungannya dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan dalam hidupnya, hal tersebut juga ditunjukkan ketika individu menggunakan internet. Individu melakukan eksplorasi jati diri dan eksperimen yaitu mencoba hal-hal baru untuk memperluas pengalaman dengan ikut serta menggunakan internet sebagai media untuk berkomunikasi. Individu pada masa emerging adulthood juga sangat terfokus pada dirinya sendiri sehingga akan sangat terserap dengan aktivitasnya dalam menggunakan internet dan akan memunculkan dorongan atau ketertarikan yang kuat untuk terus menggunakan internet, bahkan secara berlebih sehingga akan memunculkan perilaku kecanduan internet pada emerging adulthood. Berdasarkan uraian dapat disimpulkan bahwa karakteristik-karakteristik pada emerging adulthood seperti eksplorasi diri, ketidak stabilan, fokus pada diri sendiri dan eksperimen dapat menjadi salah satu hal yang mempengaruhi individu pada masa emerging adulthood menggunakan internet secara berlebih, sehingga menyebabkan memiliki kecenderungan permasalahan kecanduan internet pada emerging adulthood. 4. Faktor-Faktor Penyebab Kecanduan Internet Young (2010) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecanduan internet diantaranya adalah sebagai berikut :

16 29 a. Gender Gender mempengaruhi jenis aplikasi yang digunakan dan penyebab individu tersebut mengalami kecanduan internet. Laki-laki lebih sering mengalami kecanduan terhadap game online, situs porno, dan perjudian online, sedangkan perempuan lebih sering mengalami kecanduan terhadap chatting dan berbelanja secara online. b. Kondisi psikologis Survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa lebih dari 50% individu yang mengalami kecanduan internet juga mengalami kecanduan pada hal lain seperti obat-obatan terlarang, alkohol, rokok dan seks. Kecanduan internet juga timbul akibat masalah-masalah emosional seperti depresi dan gangguan kecemasan dan sering menggunakan dunia fantasi di internet sebagai pengalihan secara psikologis terhadap perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan atau situasi yang menimbulkan stress. Berdasarkan hasil survei ini juga diperoleh bahwa 75% individu yang mengalami kecanduan internet disebabkan adanya masalah dalam hubungannya dengan orang lain, kemudian individu tersebut mulai menggunakan aplikasi-aplikasi online yang bersifat interaktif seperti chat room dan game online sebagai cara untuk membentuk hubungan baru dan lebih percaya diri dalam berhubungan dengan orang lain melalui internet. c. Kondisi sosial ekonomi Individu yang telah bekerja memiliki kemungkinan lebih besar mengalami kecanduan internet dibandingkan dengan individu yang belum bekerja. Hal ini

17 30 didukung bahwa individu yang telah bekerja memiliki fasilitas internet di kantornya dan juga memiliki sejumlah gaji yang memungkinkan individu tersebut memiliki fasilitas komputer dan internet juga dirumahnya. d. Tujuan dan waktu penggunaan internet Tujuan menggunakan internet akan menentukan sejauhmana individu tersebut akan mengalami kecanduan internet, terutama dikaitkan terhadap banyaknya waktu yang dihabiskannya sendirian di depan komputer. Individu yang menggunakan internet untuk tujuan pendidikan, misalnya pada pelajar dan mahasiswa akan lebih banyak menghabiskan waktunya menggunakan internet. Umumnya, individu yang menggunakan internet untuk tujuan pendidikan mengalami kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami kecanduan internet. Hal ini diakibatkan tujuan penggunaan internet bukan digunakan sebagai upaya untuk mengatasi atau melarikan diri dari masalahmasalah yang dihadapinya di kehidupan nyata atau sekedar hiburan. Selain faktor-faktor yang dikemukakan oleh Young (2010) terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi kecanduan internet yang dijabarkan oleh Montag & Reuter (2015) yaitu: a. Faktor Sosial Kesulitan dalam melakukan komunikasi interpersonal atau individu yang mengalami permasalahan sosial dapat menyebabkan penggunaan internet yang berlebih. Hal tersebut di sebabkan individu merasa kesulitan dalam melakukan komunikasi dalam situasi face to face, sehingga individu akan lebih memilih menggunakan internet untuk melakukan komunikasi karena dianggap lebih

18 31 aman dan lebih mudah daripada dilakukan secara face to face. Rendahnya kemampuan komunikasi dapat juga menyebabkan rendahnya harga diri, mengisolasi diri menyebabkan permasalahan dalam hidup seperti kecanduan terhadap internet. b. Faktor Psikologis Kecanduan internet dapat disebabkan karena individu mengalami permasalahan psikologis seperti depresi, kecemasan, obsesive compulsive disorder (OCD), penyalahgunaan obat-obat terlarang dan beberapa sindroma yang berkaitan dengan gangguan psikologis. Internet memungkinkan individu untuk melarikan diri dari kenyataan, menerima hiburan atau rasa senang dari internet. Hal ini akan menyebabkan individu terdorong untuk lebih sering menggunakan internet sebagai pelampiasan dan akan membuat kecanduan. c. Faktor Biologis Penelitian yang dilakukan oleh Montag & Reuter (2015) dengan menggunakan functional magnetic resonance image (fmri) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan fungsi otak antara individu yang mengalami kecanduan internet dengan yang tidak. Individu yang mengalami kecanduan internet menunjukkan bahwa dalam memproses informasi jauh lebih lambat, kesulitan dalam mengontrol dirinya dan memiliki kecenderungan kepribadian depresif. Adapun faktor yang dipilih dalam penelitian ini ialah tujuan dan waktu penggunaan internet karena berdasarkan hasil survei awal peneliti menunjukan bahwa tujuan individu dalam menggunakan internet adalah mencari informasi

19 32 terbaru atau ter-update, baik melalui searching maupun social media. Sehingga menyebabkan peningkatan waktu penggunaan internet. Selain berdasarkan survei awal yang telah peneliti lakukan, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Dossey (2014) yang menjelaskan bahwa penggunaan internet meningkat karena kecenderungan individu untuk memperoleh informasi terbaru. Hal tersebut juga menyebabkan perasaan tidak nyaman dan cemas dalam diri seseorang apabila tidak dapat mengakses internet. Perasaan cemas karena takut merasa tertinggal informasi di sebut dengan fear of missing out (FoMO). B. Fear of Missing Out (FoMO) 1. Pengertian Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (2013) kegunaan internet memberikan bentuk-bentuk yang semakin berlimpah dalam memberikan informasi bagi para penggunanya. Dari internet, informasi dapat diperoleh bukan hanya dari aplikasi searching melainkan juga melalui social media. Melalui internet, individu mampu mencari dan bertukar informasi dengan mudah dalam waktu yang sesungguhnya atau tepat sesuai kejadian sebenarnya (real-time) tentang suatu kegiatan, peristiwa dan informasi apapun yang beragam. Dalam perkembangan klasifikasi gangguan yang disebabkan oleh penggunaan internet muncul gejala baru yang dinamakan fear of missing out (FoMO). Menurut penelitian yang dilakukan oleh JWTIntelligence (2012) sebanyak 40% pengguna internet di dunia mengalami fear of missing out (FoMO).

20 33 Fear of missing out pada dasarnya merupakan kecemasan sosial tetapi dengan perkembangan teknologi dan internet saat ini menyebabkan fear of missing out menjadi lebih meningkat (JWTIntelligence, 2012). Fear of missing out (FoMO) ini disebut sebagai suatu social anxiety (kecemasan sosial) yang lahir dari kemajuan teknologi, informasi dan keberadaan social media yang kian meningkat. Saat ini, berbagai macam bentuk informasi dapat diperoleh melalui internet, salah satunya adalah informasi sosial dimana internet memberikan fasilitas bagi individu untuk terhubung dengan lingkungan sosialnya dan dapat melakukan komunikasi tanpa harus bertatap muka (Abel, Cheryl & Sarah, 2016). Menurut Abel, Cheryl & Sarah (2016) adanya aplikasi social media di internet yang saat ini tersedia dalam berbagai macam bentuk, sehingga dapat memenuhi individu agar tetap terhubung dengan lingkungan sosialnya dan melakukan komunikasi tanpa harus bertatap muka. Social media menyediakan wadah untuk aktif berkomunikasi antar teman dan dapat mengakses bermacam-macam informasi baru (Alt, 2015). Hal tersebut menghasilkan kemudahan dalam mengakses informasi secara real time mengenai berbagai macam aktivitas, kegiatan orang lain dan topik-topik yang sedang terjadi (Przyblylski, Murayama, DeHaan & Gladwell, 2013). Sehingga berdasarkan realita tersebut, Przyblylski tertarik untuk melakukan penelitian secara empiris suatu fenomena baru yang dinamakan fear of missing out (FoMO). Fear of missing out (FoMO) adalah kecemasan konstan akan tertinggalnya atau kehilangan sesuatu yang berharga, individu dengan fear of missing out (FoMO) tidak akan mengetahui secara spesifik mengenai apa yang hilang tetapi akan

21 34 merasakan kehilangan orang lain memiliki momen yang berharga (JWTIntelligence, 2012), dalam kamus Oxford (dalam Santika, 2015) didefinisikan sebagai kecemasan akan adanya peristiwa menarik atau mungkin menarik yang terjadi di tempat lain, kecemasan ini terstimulasi oleh hal yang ditulis di dalam social media seseorang. Fear of missing out (FoMO) adalah sindrom modern bagi masyarakat modern yang terobsesi dengan being connected sepanjang waktu. Secara teoritis, Przyblylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (2013) mendefinisikan fear of missing out (FoMO) merupakan ketakutan akan kehilangan momen berharga individu atau kelompok lain di mana individu tersebut tidak dapat hadir di dalamnya dan ditandai dengan keinginan untuk tetap terus terhubung dengan apa yang orang lain lakukan melalui internet atau dunia maya. Sedangkan menurut JWTIntelligence (2012) fear of missing out (FoMO) merupakan ketakutan yang dirasakan oleh seseorang bahwa orang lain mungkin sedang mengalami suatu hal atau kejadian menyenangkan, namun orang tersebut tidak ikut merasakan hal tersebut. Serupa dengan definisi yang telah di jabarkan oleh Przyblylski, Murama, DeHaan dan Gladwell serta JWTIntelligence, Alt (2015) menjelasakan bahwa fear of missing out (FoMO) merupakan fenomena dimana individu merasa ketakutan orang lain memperoleh pengalaman yang menyenangkan namun tidak terlibat secara langsung sehingga menyebabkan individu berusaha untuk tetap terhubung dengan apa yang orang lain lakukan melalui media dan internet. Secara lebih sederhananya, fear of missing out (FoMO)

22 35 dapat diartikan sebagai ketakutan ketinggalan hal-hal menarik di luar sana dan atau takut dianggap tidak eksis dan up to date. Dalam mendefinisikan fear of missing out (FoMO), Przyblyski mengacu pada Self Determinant Theory atau SDT, yang menggambarkan bahwa fear of missing out (FoMO) terbentuk karena rendahnya kebutuhan dasar psikologis dalam pengguanan media seperti internet. Menurut Tekeng (2015) Self Determinant Theory merupakan teori humanistik motivasi dan kesejahteraan, dimana dalam teori ini berasumsi bahwa semua individu, tidak peduli usia, gender, status ekonomi, kebangsaan dan latar budaya memiliki tendensi berkembang yang inheren (seperti motivasi instrinsik, rasa ingin tahu dan kebutuhan dasar psikologis) yang menjadi fondasi motivasi keterlibatan individu dalam kehidupan sehari-harinya. Kebutuhan dasar psikologis menurut Reeve (dalam Tekeng, 2015) adalah sumber tendensi motivasi intrinsik proaktif yang melekat dan mengarahkan individu untuk mencari hal-hal baru, mengejar tantangan yang optimal, melatih dan memperluas kemampuan, mengeksplorasi dan belajar, sehingga dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Pryzbylski (2013) fear of missing out (FoMO) terbentuk karena rendahnya kepuasan dalam kebutuhan dasar psikologis dari competence, autonomy dan relatedness. Fear of missing out (FoMO) menimbulkan perasaan kehilangan, stres, dan merasa jauh jika tidak mengetahui peristiwa penting individu atau kelompok lain. Hal ini didasarkan pada pandangan determinasi sosial bahwa media sosial memberikan efek pemberian pembanding antara individu mengenai tingkat kesejahteraan serta persepsi kebahagiaan menurut individu lain. Media sosial

23 36 memberikan jalan kepada individu untuk membiarkan individu lain mengetahui perilaku-perilaku yang terjadi di hidupnya sebagai bentuk penghargaan diri individu dan ketika individu lain melihat persepsi yang dimunculkan, hal tersebut diterjemahkan sebagai bentuk kebahagiaan yang sebenarnya (Przybylski, Murama, DeHaan dan Gladwell, 2013) Menurut Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (dalam Dossey, 2014) menemukan beberapa fakta mengenai fear of missing out (FoMO) diantaranya adalah fear of missing out (FoMO) merupakan kekuatan pendorong dibalik penggunaan internet dan social media khususnya, tingkat fear of missing out (FoMO) tertinggi dialami oleh remaja dan dewasa awal (emerging adulthood), rendahnya kepuasaan dalam hidup dapat mendorong fear of missing out (FoMO) yang tinggi dan fear of missing out (FoMO) yang tinggi disebabkan karena terlalu sering mengakses internet ketika sedang menjalani aktivitas yang membutuhkan konsentrasi tinggi seperti mengemudi maupun sedang belajar didalam kelas. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa Fear of Missing Out (FoMO) adalah ketakutan akan kehilangan momen berharga individu atau kelompok lain di mana individu tersebut tidak dapat hadir didalamnya dan ditandai dengan keinginan untuk tetap terus terhubung dengan apa yang orang lain lakukan melalui internet atau dunia maya. 2. Aspek-Aspek Fear of Missing Out (FoMO) Aspek-aspek dari fear of missing out (FoMO) menurut Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (2013) dipengaruhi oleh perspektif Self Determinant Theory atau SDT. Dalam perspektif Self Determinan Theory (dalam

24 37 Przybylski, Murayama, DeHaan & Gladwell, 2013) regulasi diri dan kesehatan psikologis yang efektif dapat dicapai berdasarkan bentuk kepuasan pada tiga kebutuhan dasar psikologi yaitu: a. Competence, kemampuan untuk secara efektif dalam bertindak dan berinteraksi dengan lingkungannya. b. Autonomy, individu adalah inisiator dan sumber dari perilakunya (inisiatif pribadi). c. Relatedness, kecenderungan yang melekat pada individu untuk merasa terhubung dengan orang lain (kedekatan atau keinginan untuk berhubungan dengan orang lain). Menurut Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (2013) rendahnya level dari kebutuhan dasar psikologi tersebut yang berhubungan dengan fear of missing out (FoMO) karena berdasarkan perspektif tersebut menganggap bahwa fear of missing out (FoMO) sebagai keadaan situasional saat tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis pada self dan relatedness, maka aspek-aspek dari Fear of Missing Out menurut dalam Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (2013) yaitu : a. Tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis akan relatedness Relatedness (kedekatan atau keinginan untuk berhubungan dengan orang lain) adalah kebutuhan seseorang untuk merasakan perasaan tergabung, terhubung, dan kebersamaan dengan orang lain. Kondisi seperti pertalian yang kuat, hangat dan peduli dapat memuaskan kebutuhan untuk pertalian, sehingga individu merasa ingin memiliki kesempatan lebih dalam berinteraksi dengan

25 38 orang-orang yang dianggap penting dan terus mengembangkan kompetensi sosialnya. Dan apabila kebutuhan psikologis akan relatedness tidak terpenuhi menyebabkan individu merasa cemas dan mencoba mencari tahu pengalaman dan apa yang dilakukan oleh orang lain, salah satunya melalui internet. b. Tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis akan self Kebutuhan psikologis akan self (diri sendiri) berkaitan dengan competence dan autonomy. Competence didefinisikan sebagai keinginan yang melekat pada individu untuk merasa efektif dalam berinteraksi dengan lingkungannya mencerminkan kebutuhan untuk melatih kemampuan dan mencari tantangan yang optimal (Reeve & Sickenius dalam Tekeng, 2015). Kebutuhan competence ini berkaitan dengan keyakinan individu untuk melakukan tindakan atau perilaku tertentu secara efisien dan efektif. Rendahnya kepuasan terhadap competence akan memungkinkan individu merasa frustasi dan putus asa. Sementara autonomy adalah pengalaman merasakan adanya pilihan, dukungan dan kemauan yang berkaitan dengan memulai, memelihara dan mengakhiri keterlibatan perilaku (Niemic, Lynch, Vansteenkistec, Bernstein, Deci & Ryan dalam Tekeng, 2015). Autonomy bermakna bahwa individu bebas mengintegrasikan tindakan yang dijalankan dengan diri sendiri tanpa terikat atau mendapat kontrol dari orang lain (individu adalah inisiator dan sumber dari perilakunya). Apabila kebutuhan psikologis akan self tidak terpenuhi, maka individu akan menyalurkannya melalui internet untuk memperoleh berbagai macam informasi dan berhubungan dengan orang lain.

26 39 Hal tersebut akan menyebabkan individu terus berusaha untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi pada orang lain melalui internet. Sementara aspek-aspek dari Fear of Missing Out (FoMO) menurut JWTIntellegence (2012) diantaranya adalah sebagai berikut : a. Merasa takut kehilangan informasi-informasi terbaru yang ada dalam internet b. Gelisah atau gugup ketika tidak menggunakan internet sedangkan orang lain sedang menggunakan internet c. Merasa tidak aman karena karena internet dan merasa sangat mudah tertinggal informasi yang tersebar di internet. Berdasarkan penjelasan di atas, disimpulkan bahwa aspek-aspek Fear of Missing Out (FoMO) menurut Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (2013) adalah tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis akan relatedness dan tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis akan self. Sedangkan menurut JWTIntellegence (2012) adalah merasa takut kehilangan informasi-informasi terbaru yang ada dalam internet, gelisah ketika tidak menggunakan internet, merasa tidak aman karena internet dan merasa mudah tertinggal informasi yang tersebar di internet. Bentuk-bentuk fear of missing out (FoMO) yang dikemukakan oleh Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (2013), akan dijadikan acuan indikator pembuatan skala fear of missing out (FoMO) karena aspek fear of missing out (FoMO) yang dikemukakan oleh Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell tersebut menurut peneliti isinya lengkap dan dapat digunakan untuk melihat masalah dan mengungkap variabel fear of missing Out (FoMO).

27 40 C. Hubungan Fear of Missing Out (FoMO) dengan Kecenderungan Kecanduan Internet pada Emerging Adulthood Pada zaman modern seperti ini, penggunaan internet tidak lepas dari kehidupan sehari-hari setiap individu. Internet menawarkan hal-hal yang menarik serta kemudahan dalam menggunakannya sehingga menyebabkan individu terus menggunakan internet dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat beberapa aplikasi yang dapat digunakan dalam internet, seperti searching, social media, streaming video, games online dan instan messaging, sehingga internet memberikan manfaat berupa hiburan, kemudahan dalam melakukan komunikasi dan memperoleh informasi. Manfaat yang didapat dari internet membuat individu sangat terfokus pada laptop, notebook, ponsel atau smartphonenya. Media teknologi serta konten media memiliki filosofi Yin dan Yang dimana dampak positif dan negatif bekerja sama dengan keuntungan optimal yang ditunjukkan dalam penggunaan media (Rodman & Fry dalam Nugraini, 2015). Menurut Nugraini (2015) penggunaan media yang berlebihan seperti video games, judi dan internet akan membawa masalah pada individu. Perkembangan teknologi terutama teknologi internet yang banyak memberikan kemudahan dalam kehidupan sehari-hari tersebut menyebabkan permasalahan baru dimana individu akan mengakses internet lebih sering dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari sehingga menyebabkan individu mengalami kecenderungan penggunaan internet secara berlebih atau dapat disebut dengan kecanduan internet.

28 41 Kecanduan internet mulai menjadi permasalahan yang penting untuk diteliti karena terjadi penyalahgunaan dalam penggunaan internet sehingga dapat mempengaruhi hubungan individu dengan keluarga, lingkungan sosial serta kehidupan profesionalnya (Ayas & Horzum, 2013). Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chou, Tsai dan Lin (dalam Ayas & Horzum, 2013) menunjukkan bahwa kecanduan internet memberikan dampak negatif terhadap akademik seperti penurunan terhadap prestasi akademik, kesehatan fisik seperti tidur yang berkurang karena penggunaan internet yang berlebih dan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengguna internet yang berusia lebih muda lebih beresiko menjadi pecandu internet (Soule dalam Apriliana, 2016). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia (PUSKASKOM) dan bekerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa pengguna internet tertinggi berusia 18 hingga 25 tahun atau yang disebut dengan emerging adulthood. Penggunaan internet cukup popular pada emerging adulthood karena internet memberikan manfaat dalam memudahkan individu untuk memperoleh berbagai macam informasi serta internet dapat membantu emerging adulthood dalam mempraktikkan kemampuan sosialnya, seperti melakukan komunikasi melalui media sosial (Arnett, 2013). Menurut Arnett (2013), emerging adulthood memiliki karakteristik antara lain eksplorasi diri, ketidak-stabilan, fokus pada diri sendiri, ambiguitas dan kemungkinan untuk melakukan eksplorasi dan eksperimen. Karakteristik pada emerging adulthood akan mempengaruhi individu dalam menggunakan internet.

29 42 Dalam penggunaan internet yang dilakukan oleh emerging adulthood, individu akan melakukan eksplorasi diri serta melakukan eksperimen, yaitu dengan mencoba hal-hal baru untuk memperluas pengalaman pribadi dengan ikut serta menggunakan internet sebagai media untuk berkomunikasi dan mencari berbagai informasi. Pada masa emerging adulthood, individu berada pada kondisi tidak stabil karena banyak mengadopsi pengalaman dan pengetahuan dari lingkungannya, tidak terkecuali dari internet. Emerging adulthood juga sangat terfokus pada dirinya sendiri, sehingga ketika menggunakan internet akan sangat terserap dengan aktivitas penggunaan internet, sehingga dapat memunculkan dorongan untuk terus menggunakan internet dan menyebabkan kecanduan internet. Kemajuan dalam teknologi dan kemudahan dalam menggunakannya menyebabkan individu memperoleh informasi dengan mudah, sehingga hal tersebut menjadi salah satu alternatif yang mana sebelumnya berbagai informasi hanya dapat diperoleh melalui surat kabar. Sementara saat ini, dengan menggunakan internet individu memiliki kesempatan untuk memperoleh informasi elektronik dengan mudah melalui smartphone, laptop atau tablet (Abel, Cheryl & Sarah, 2016). Berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa 25,3% alasan utama seseorang mengakses internet untuk mengupdate informasi, 97,4% aplikasi internet yang paling tinggi digunakan adalah social media, bahkan perilaku pengguna internet di Indonesia dalam menggunakan social media 97,5% untuk berbagi informasi (APJII, 2016).

30 43 Sementara dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Weiser (dalam Eijnden, Meerkerk, Vermulst, Spijkerman dan Engels, 2008) menjelaskan bahwa alasan dan tujuan individu menggunakan internet ada 2 yaitu afeksi terhadap sosial (bertemu dengan orang baru atau orang lain) dan kemudahan dalam memperoleh informasi (selalu menggunakan internet untuk memperoleh informasi). Selain itu, dalam survei yang dilakukan oleh JWTIntellegence (2012) menjelaskan bahwa para pengguna internet merupakan orang-orang muda yang di era ini disebut dengan generasi milenial. Generasi milenial merupakan generasi yang terbentuk karena kemajuan internet salah satunya berkembangnya aplikasi social media (JWTIntellegence, 2012). Karakteristik generasi milenial adalah memiliki pola pikir mengenai teknologi informasi dan sangat mengembangkan dalam melakukan multitasking, sehingga generasi milenial identik dengan individu-individu yang terfokus pada interaksi sosial dan berhubungan dengan teman, keluarga maupun kolega menggunakan ponsel ataupun smartphone yang terkoneksi internet ketika sedang melakukan kegiatan lain karena adanya keinginan untuk tetap terhubung dengan orang lain agar tetap up to date dan mengetahui informasi terbaru secara lebih efektif (Alt, 2015). Hal tersebut sejalan dengan hasil survei awal yang telah peneliti lakukan terhadap individu berusia 18 hingga 25 tahun di Daerah Istimewa Yogyakarta yang menunjukkan bahwa alasan seseorang menggunakan internet adalah untuk memperoleh informasi. Selain hal tersebut, fakta dilapangan menunjukkan bahwa di dalam internet menawarkan kecepatan dan kemudahan dalam memberikan

31 44 informasi karena informasi yang diberikan oleh internet real time (sesuai waktu yang sesungguhnya dengan kejadian) dan terus berjalan untuk diperbaharui. Internet menjadi penemuan terbesar dalam sejarah manusia dalam menyediakan berbagai informasi. Dalam waktu cepat individu akan menemukan informasi secara virtual dengan berbagai topik (Arnett, 2013). Dalam memperoleh informasi dari internet tidak hanya berasal dari aplikasi searching, namun saat ini social media juga dapat memberikan informasi karena banyaknya social media yang berkembang saat ini menyebabkan individu banyak yang menggunakannya. Dalam social media individu dapat membagikan informasi apa saja karena akan terus ter-update. Melaui social media, kebutuhan untuk memperoleh dan membagikan informasi, salah satunya adalah informasi sosial menjadi semakin mudah untuk dipenuhi karena didalam social media menyediakan berbagai bentuk informasi sosial seperti informasi tentang aktivitas, kegiatan individu ataupun kelompok lain serta berbagai pembicaraan yang sedang terjadi saat ini (Przyblylski, Murayama, Dehaan & Gladwell, 2013). Sehingga berbagai macam bentuk informasi yang di peroleh dari internet terus berkembang dan up to date. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dossey (2014) yang menjelaskan bahwa di saat bangun tidur, sebelum tidur, makan dan bahkan ketika berkendara menggunakan motor maupun mobil, individu tetap menggunakan ponsel atau smartphonenya untuk menjelajahi internet agar tidak merasa tertinggal informasi. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa tujuan seseorang menggunakan internet adalah untuk mencari informasi, dan kebutuhan akan memperoleh

32 45 informasi yang terbaru dan ter-update menyebabkan individu meningkatkan waktu dari penggunaan internetnya. Tujuan dan waktu penggunaan internet merupakan salah satu faktor penyebab kecanduan internet. Symptom-symptom tersebut secara tidak langsung memiliki keterkaitan dengan aspek kecanduan internet yang dijelaskan oleh Young (2010) yaitu merasa keasyikan dengan internet, memerlukan waktu tambahan dalam mencapai kepuasan sewaktu menggunakan internet, tidak mampu mengontrol, mengurangi atau menghentikan penggunaan internet dan mengakses internet lebih lama dari yang diharapkan. Selain Young, aspek dari kecanduan internet yang dijelaskan Griffiths (2015) juga memiliki keterkaitan yaitu dimensi tolerance, peningkatan penggunaan internet pada gejala kecanduan internet. Apabila keinginan untuk memperoleh informasi dari internet tidak terpenuhi akan menimbulkan perasaan-perasaan tidak nyaman, cemas ataupun gelisah ketika tidak dapat menggunakan internet karena takut tertinggal informasi dan merasa kurang up to date. Perasaan-perasaan tidak nyaman ketika tidak dapat menggunakan internet juga merupakan symptom yang berkaitan dengan aspek kecanduan internet yang jelaskan oleh Young (2010) yaitu merasa gelisah, murung, depresi atau lekas marah ketika berusaha mengurangi atau menghentikan penggunaan internet. Ketakutan tertinggal informasi merupakan salah satu ciri dari fear of missing out (FoMO). Dari rasa takut akan tertinggal informasi ataupun merasa kurang up to date menyebabkan individu meningkatkan intensitas waktu dalam penggunaan internet agar tidak merasa ketinggalan informasi. Peningkatan intensitas waktu dalam menggunakan internet merupakan salah satu bagian dari

33 46 kecanduan internet. Penelitian yang dilakukan oleh Abel, Cheryl & Sarah (2016), menunjukkan bahwa kemudahan mengakses berbagai informasi melalui internet dapat mendorong individu untuk lebih mudah membandingkan hidupnya dengan kehidupan orang lain yang individu tersebut baca dan lihat dari yang orang lain tunjukkan di intenet. Sementara, dalam penelitian yang dilakukan oleh Al- Menayes (2016) menunjukkan bahwa banyaknya aplikasi yang ditawarkan oleh internet memungkinkan individu melakukan pencarian berbagai informasi secara lebih efiesien dan murah sehingga individu merasa butuh untuk terus berhubungan dengan internet, sehingga menurut Al Menayes (2016) individu yang mengalami fear of missing out (FoMO) akan terus tertarik untuk menggunakan internet sehingga dapat menyebabkan individu cenderung mengalami kecanduan internet. Fear of missing out (FoMO) sendiri lebih sering dialami oleh orang-orang muda, hal ini terlihat dari penelitian sebelumnya menemukan bahwa sekitar 65% dari orang-orang muda pernah mengalami fear of missing out (FoMO) dan 40% diantaranya sering mengalami fear of missing out (FoMO), dalam kurun waktu 4 bulan kebelakang (JWTIntellegence, 2012). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fear of missing out (FoMO) dapat mempengaruhi kecenderungan kecanduan internet pada emerging adulthood. Tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis akan relatedness dan self merupakan aspek-aspek penting didalam fear of missing out (FoMO), yang memiliki pengaruh bagi individu pada emerging adulthood untuk terus menggunakan internet sehingga individu merasa terpenuhi kebutuhan psikologisnya. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini kemajuan teknologi dan informasi terus berkembang. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini kemajuan teknologi dan informasi terus berkembang. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini kemajuan teknologi dan informasi terus berkembang. Dengan adanya teknologi dan informasi, dapat memudahkan siapa saja untuk memperoleh informasi yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kecanduan Internet Kandell (dalam Panayides dan Walker, 2012) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis

Lebih terperinci

OF MISSING OUT) DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA REMAJA DI SMAN 4 BANDUNG

OF MISSING OUT) DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA REMAJA DI SMAN 4 BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Internet merupakan salah satu bentuk evolusi perkembangan komunikasi dan teknologi yang berpengaruh pada umat manusia. Salah satu akibat adanya internet adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang sangat pesat semakin memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah teknologi

Lebih terperinci

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal abad ke-21, istilah internet sudah dikenal berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, terlepas dari usia, tingkat pendidikan, dan status sosial.

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pengertian Kesepian Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 100 BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi menyangkut normalitas dan linieritas. Uji asumsi ini dilakukan untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use (PIU) 2.1.1 Definisi Problematic Internet Use Problematic Internet Use (PIU) didefinisikan sebagai penggunaan internet yang menyebabkan sejumlah gejala

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic Internet Use 2.1.1 Pengertian Problematic Internet Use (PIU) Problematic Internet Use atau PIU merupakan sindrom multi-dimensi dengan gejala kognitif maladatif dan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ONLINE GAME 2.1.1 Definisi Online Game Online game adalah permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin yang digunakan pemain dihubungkan oleh internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Sosial 1. Pengertian kompetensi sosial Waters dan Sroufe (Gullotta dkk, 1990) menyatakan bahwa individu yang memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Esteem 2.1.1 Pengertian Self-Esteem Menurut Rosenberg (dalam Mruk, 2006), Self-Esteem merupakan bentuk evaluasi dari sikap yang di dasarkan pada perasaan menghargai diri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep remaja 1. Pengertian Batasan remaja menurut WHO adalah suatu masa dimana secara fisik individu berkembang dari saat pertama kali menunjukan tanda-tanda seksual sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konseling Singkat Berfokus Solusi Dalam Mengembangkan Kemampuan Mengendalikan Compulsive Internet USE (CIU) Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Konseling Singkat Berfokus Solusi Dalam Mengembangkan Kemampuan Mengendalikan Compulsive Internet USE (CIU) Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Internet merupakan produk teknologi baru yang terus menerus mengalami perkembangan. Perkembangan aplikasi internet seakan tiada hentinya. Mulai dari aplikasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN INTERNET PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN INTERNET PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN INTERNET PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, maupun masyarakat. Menurut Walgito (2001:71) dorongan atau motif

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, maupun masyarakat. Menurut Walgito (2001:71) dorongan atau motif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan individu sosial yang dalam kesehariannya tidak pernah lepas dari individu lain, dimana individu tersebut harus mampu berinteraksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia mengungkapkan, pengguna internet di Indonesia tahun 2014 mencapai 88,1 juta orang dari total penduduk Indonesia. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang salah satunya adalah untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain (Santrock, 1992 : 113), maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah

BAB I PENDAHULUAN. kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Peran internet menjadi kebutuhan sumber informasi utama pada berbagai kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah menggunakan internet untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu lain atau sebaliknya, jadi terdapat hubungan yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI HUBUNGAN INTERNET ADDICTION DAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS GUNADARMA

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI HUBUNGAN INTERNET ADDICTION DAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS GUNADARMA UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI HUBUNGAN INTERNET ADDICTION DAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS GUNADARMA Deni Fernando 11512828 4PA04 Pembimbing: Dr. Wahyu Rahardjo, SPsi., MSi.

Lebih terperinci

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841)

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Tujuan mini riset online ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self-esteem dan self-control

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam berkomunikasi. Internet menyuguhkan fasilitas dalam berkomunikasi dan hiburan. Penggunanya tidak hanya para

Lebih terperinci

2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG

2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah yang mendasari penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. A. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situs web, atau chatting. Dengan aneka fasilitas tersebut individu dapat

BAB I PENDAHULUAN. situs web, atau chatting. Dengan aneka fasilitas tersebut individu dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi saat ini sudah semakin maju, khususnya perkembangan teknologi internet. Melalui teknologi internet, individu dapat menggunakan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan teknologi yang pesat, terutama teknologi informasi dan komunikasi kian banyak digunakan orang untuk berbagai manfaat salah satunya internet. Internet (Interconnected

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use Problematic Internet use (PIU) didefinisikan sebagai cara penggunaan internet yang menyebabkan penggunanya memiliki gangguan atau masalah secara psikologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet merupakan kebutuhan dan bagian dari kehidupan sehari-hari saat ini, baik itu digunakan untuk media komunikasi, mencari berbagai informasi, melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah internet. Menurut data

Lebih terperinci

Hubungan Kebutuhan Afiliasi dan Penggunaan Internet Kompulsif pada Mahasiswa yang Merantau Santoso HariMurti P

Hubungan Kebutuhan Afiliasi dan Penggunaan Internet Kompulsif pada Mahasiswa yang Merantau Santoso HariMurti P Hubungan Kebutuhan Afiliasi dan Penggunaan Internet Kompulsif pada Mahasiswa yang Merantau Santoso HariMurti P - 19513695 Pembimbing : Annisa Julianti S.Psi., M.Si Fakultas : Psikologi 2016 Bab I : Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Perspektif Sosiologis Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang sesuatu hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan dengan orang lain di beda tempat (Dyah, 2009). Remaja

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan dengan orang lain di beda tempat (Dyah, 2009). Remaja BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang lebih dari jutaan manusia di seluruh Indonesia telah menggunakan internet. Terutama bagi remaja, internet menjadi suatu kegemaran tersendiri dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic Internet Use 2.1.1 Definisi Problematic Internet Use Awal penelitian empiris tentang penggunaan internet yang berlebihan ditemukan dalam literatur yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emotional Eating 2.1.1 Definisi Emotional Eating Menurut Arnow (1995) emotional eating adalah keinginan untuk makan ketika timbul perasaan emosional seperti frustrasi, cemas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data untuk kepentingan tugas, untuk akses jual-beli yang saat ini disebut

BAB I PENDAHULUAN. data untuk kepentingan tugas, untuk akses jual-beli yang saat ini disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, perkembangan teknologi di era globalisasi menyebabkan munculnya beberapa teknologi baru yang mutakhir. Salah satunya adalah dengan kemunculan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control)

BAB II LANDASAN TEORI. Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control) BAB II LANDASAN TEORI A. KONTROL DIRI 1. Definisi Kontrol Diri Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang;

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing sesuai dengan tahap perkembangannya. Mahasiswa memiliki berbagai tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah berhenti menghasilkan produk-produk teknologi yang tidak terhitung jumlahnya. Produk teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal/early adolescence usia tahun, remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. awal/early adolescence usia tahun, remaja menengah/middle BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah aset sumber daya manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi bangsa di masa mendatang. Remaja merupakan mereka yang berusia 10-20 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Miler (dalam Daryanto, 2011) menjelaskan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Miler (dalam Daryanto, 2011) menjelaskan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tidak akan pernah lepas dari proses komunikasi antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Komunikasi merupakan sebuah peristiwa sosial yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai landasan teori variabel yang akan diteliti beserta dimensi, landasan teori mengenai dewasa muda, kerangka berpikir dan asusmsi penelitian. 2.1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi kian maju dewasa ini, khususnya pada perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi kian maju dewasa ini, khususnya pada perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi kian maju dewasa ini, khususnya pada perkembangan teknologi komputer. Dari yang digunakan hanya untuk mengetik hingga sekarang penggunaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara historis, kecanduan telah didefinisikan semata-mata untuk suatu hal

BAB II LANDASAN TEORI. Secara historis, kecanduan telah didefinisikan semata-mata untuk suatu hal BAB II LANDASAN TEORI A. KECANDUAN BLACKBERRY SERVICE 1. Definisi Kecanduan Secara historis, kecanduan telah didefinisikan semata-mata untuk suatu hal yang berkenaan dengan zat adiktif (misalnya alkohol,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam bab ini terdiri dari pembahasan mengenai teori bermain, teori online game yang terdiri dari definisi online game dan jenis jenis online game. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepuasan yang tinggi pula terhadap aktivitas belajar (Chang, 2012), sehingga apa pun yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepuasan yang tinggi pula terhadap aktivitas belajar (Chang, 2012), sehingga apa pun yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Motivasi merupakan salah satu komponen pembelajaran terpenting. Motivasi merupakan penyebab utama siswa melibatkan diri atau tidak dalam aktifitas belajar (Melnic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Remaja adalah generasi penerus bangsa, oleh karena itu para remaja harus memiliki bekal yang baik dalam masa perkembangannya. Proses pencarian identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zaman era modern seperti sekarang ini teknologi sudah sangat. berkembang dengan pesat. Diantara sekian banyak teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. Zaman era modern seperti sekarang ini teknologi sudah sangat. berkembang dengan pesat. Diantara sekian banyak teknologi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman era modern seperti sekarang ini teknologi sudah sangat berkembang dengan pesat. Diantara sekian banyak teknologi yang berkembang, internet merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari permainan (game). Manusia

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari permainan (game). Manusia BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari permainan (game). Manusia selalu bermain mulai dari kanak-kanak sampai dewasa bahkan hingga menjadi tua. Tujuan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan sebagai sebuah genre atau jenis permainan, sebuah mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan sebagai sebuah genre atau jenis permainan, sebuah mekanisme BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Game online adalah jenis permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain yang dihubungkan dengan jaringan internet. Menurut Adams dan Rollings (2006), game

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pengaruh merokok terhadap kesehatan telah terdokumentasi secara luas. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah berhasil menunjukan hubungan tembakau dengan terjadinya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ProkrastinasiAkademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastinare, dari kata pro yang artinya maju, ke depan, bergerak maju, dan crastinus yang berarti besok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permainan melalui jaringan internet ini disebut game online. Game online

BAB I PENDAHULUAN. Permainan melalui jaringan internet ini disebut game online. Game online BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Permainan (games) tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Permainan banyak diminati oleh berbagai kalangan, baik anak-anak maupun orang dewasa. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Teknologi ibarat pedang bermata dua, dapat bermanfaat, dapat juga berarti sebaliknya. Sebuah studi yang diadakan di Swedia, tepatnya di Akademik Sahlgrenska

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah adolesens periode perkembangan dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13 sampai 20 tahun (Potter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai macam metode pengajaran. Dalam Undangundang. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai macam metode pengajaran. Dalam Undangundang. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan merupakan sebuah proses memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang tepat melalui berbagai macam metode pengajaran. Dalam Undangundang

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dunia teknologi sudah semakin berkembang dan bertumbuh di berbagai Negara termasuk di Indonesia. Teknologi juga sangat bermanfaat untuk banyak orang, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama dekade terakhir internet telah menjelma menjadi salah satu kebutuhan penting bagi sebagian besar individu. Internet adalah sebuah teknologi baru yang berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba teknologi ini, gadget smartphone merupakan sebuah alat

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba teknologi ini, gadget smartphone merupakan sebuah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi komunikasi dalam wujud ponsel merupakan fenomena yang paling unik dan menarik dalam penggunaannya, karena termasuk benda elektronik yang mudah digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. networking facebook yang fungsinya kira-kira hampir sama dengan friendster.

BAB I PENDAHULUAN. networking facebook yang fungsinya kira-kira hampir sama dengan friendster. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun belakangan ini kita sering mendengar tentang social networking facebook yang fungsinya kira-kira hampir sama dengan friendster. Hampir semua orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju, dimana teknologi berkembang semakin canggih salah satunya teknologi komunikasi. Demikian pula dengan perkembangan telepon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang diharapkan siswa setelah melaksanakan pengalaman belajar (Sadirman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang diharapkan siswa setelah melaksanakan pengalaman belajar (Sadirman, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan yang artinya sesuatu hal yang dilakukan berdasarkan atas tujuan tertentu yang ingin dicapai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Internet merupakan salah satu media yang paling diminati banyak orang.

BAB I PENDAHULUAN. Internet merupakan salah satu media yang paling diminati banyak orang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Internet merupakan salah satu media yang paling diminati banyak orang. Awalnya, internet merupakan hasil riset yang dilakukan oleh Departemen Pertahanan Amerika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media sosial merupakan salah satu elemen di era globalisasi yang paling berkembang berdasarkan segi fitur dan populasi pemakai. Berdasarkan data dari US Census Bureau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prestasi Belajar 2.1.1 Definisi Belajar Belajar merupakan sebuah usaha untuk menambah pengetahuan dan keterampilan. 15 Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vera Ratna Pratiwi,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vera Ratna Pratiwi,2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebuah teknologi pada hakikatnya diciptakan untuk membuat hidup manusia menjadi semakin mudah dan nyaman. Kemajuan teknologi yang semakin pesat ini membuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I. 1.1 Latar Belakang. untuk berinteraksi dengan individu lain, dan hal ini telah dimulai semenjak

BAB I. 1.1 Latar Belakang. untuk berinteraksi dengan individu lain, dan hal ini telah dimulai semenjak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial memiliki keinginan untuk berinteraksi dengan individu lain, dan hal ini telah dimulai semenjak individu dilahirkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan merokok di Indonesia sangat memprihatinkan. Gencarnya promosi rokok banyak menarik perhatian masyarakat. Namun bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber dan media informasi, internet mampu menyampaikan berbagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber dan media informasi, internet mampu menyampaikan berbagai bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet menjadi salah satu teknologi informasi yang fenomenal sebagai sumber dan media informasi, internet mampu menyampaikan berbagai bentuk komunikasi interaktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial Orang Tua Definisi dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir separuh dari seluruh kehidupan seseorang dilalui dengan bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan berbagai perasaan dan sikap. Saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Internet singkatan dari Interconected networking yang apabila di artikan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Internet singkatan dari Interconected networking yang apabila di artikan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih, begitu juga dengan perkembangan internet. Hampir setiap orang sekarang terhubung dengan internet baik melalui

Lebih terperinci

Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog

Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog PELATIHAN PSIKOLOGI DAN KONSELING BAGI DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog MAHASISWA Remaja Akhir 11 20 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

ADIKSI ATAU KETERGANTUNGAN GADGET

ADIKSI ATAU KETERGANTUNGAN GADGET ADIKSI ATAU KETERGANTUNGAN GADGET Kecanduan merupakan keterlibatan terus-menerus baik dengan zat atau aktivitas tertentu yang akan terus dilakukan oleh objek yang bersangkutan walaupun mengakibatkan konsekuensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Attachment 2.1.1 Definisi Attachment Bowlby adalah tokoh pertama yang melakukan penelitian dan mengemukakan teori mengenai attachment dan tetap menjadi dasar teori bagi penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi tersebut tidak lepas kaitannya dengan semakin membanjirnya arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi tersebut tidak lepas kaitannya dengan semakin membanjirnya arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah kebebasan seks di Indonesia semakin meningkat. Kondisi tersebut tidak lepas kaitannya dengan semakin membanjirnya arus informasi yang banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun angka kejadian insomnia terus meningkat, diperkirakan sekitar 20% sampai 50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur atau insomnia, dan sekitar 17%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengguna internet yang terus meningkat mengindikasikan bahwa komputer sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pengguna internet yang terus meningkat mengindikasikan bahwa komputer sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komputer dan internet telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat. Internet awalnya hanya digunakan sebagai media untuk menambah pengetahuan dan informasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Internet (interconnection-networking) adalah seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar sistem global Transmission Control Protocol/Internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan teknologi sekarang, banyak perusahan-perusahan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan teknologi sekarang, banyak perusahan-perusahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pesatnya kemajuan teknologi sekarang, banyak perusahan-perusahan menawarkan solusi dalam memberikan hiburan kepada masyarakat. Kita menggunakan banyak perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu pasar teknologi yang paling menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan pengguna Internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci