BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA"

Transkripsi

1 23 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bagian keempat dari laporan penelitian ini menguraikan tentang data-data yang dikumpulkan dan langkah-langkah pengolahan data. 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan untuk menunjang penelitian ini adalah data input-output yang dijadikan dasar dalam membuat material balance serta data-data tentang kandungan zat kimia dalam limbah cair beserta kadarnya Sejarah Umum Perusahaan PT. Mermaid Textile Industry Indonesia (PT. MERTEX Indonesia) merupakan suatu industri yang bergerak dalam bidang produksi tekstil, yaitu benang, kain dan pakaian jadi. PT. MERTEX Indonesia merupakan salah satu produsen tekstil di Indonesia dengan beberapa produk yang dihasilkan diantaranya adalah benang berbagai jenis, kain mentah sampai dengan pakaian jadi. PT. MERTEX Indonesia merupakan anak perusahaan dari sebuah perusahaan tekstil besar di Jepang yang bernama SHIKISHIMA BOOSEKI (SHIKIBO-Ltd). Pada tanggal 5 April 1972 Presiden Soeharto mengeluarkan surat keputusan No. B-31/Pres/4/1972 yang menyatakan telah memberikan ijin untuk mendirikan perusahaan. Dan pada bulan Maret 1973 PT. MERTEX Indonesia didirikan diatas lahan seluas M 2 dengan luas bangunan M 2. Pada bulan Oktober 1974 masa trial perusahaan berakhir dan telah memasuki saat mulai berproduksi, dan sejak saat itu pula PT. MERTEX Indonesia mendapatkan masa bebas pajak (Tax Holiday) selama 5 tahun. PT. MERTEX Indonesia diresmikan

2 24 olah Presiden Soeharto pada tanggal 6 Agustus Pabrik dan kantor pusat dari PT. MERTEX Indonesia berada di Jalan Raya By Pass PO BOX 17 Lengkong, Kec. Mojoanyar Kab. Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Sedangkan kantor cabangnya (sebagai Representative Office) berada di Wisma Kyoei Price 14 th floor Jalan Jendral Sudirman Kav 3 Jakarta PT. MERTEX Indonesia dibagi atas beberapa bagian produksi yaitu bagian spinning, weaving, knitting dan finishing. Bagian spinning merupakan bagian hulu dari aliran produksi perusahaan ini. Pada bagian ini bahan baku berupa kapas diolah sedemikian rupa sehingga menjadi benang siap olah. Weaving merupakan proses lanjut terhadap benang yang dihasilkan pada bagian spinning menjadi kain mentah. Pada bagian finishing dilakukan proses agar sisa-sisa material yang terdapat dalam produk dapat dihilangkan tanpa mengurangi tingkat kualitas dari produk itu sendiri., pemberian warna dan obat-obatan pada produk untuk meningkatkan kualitas produk.

3 Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. MERTEX 25

4 Lingkup Pekerjaan Perusahaan Ruang lingkup pekerjaan PT. MERTEX Indonesia secara garis besar dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu pemintalan benang, penenunan kain, pencelupan kain, dan pembuatan pakaian jadi (garmen). 1. Bagian pemintalan benang, bagian ini merupakan bagian hulu dari perusahaan dimana dilakukan proses mulai dari bahan mentah sampai menghasilkan produk gulungan benang yang siap untuk proses berikutnya maupun untuk dijual lengsung kepada konsumen. 2. Bagian penenunan kain, pada bagian ini dilakukan pemrosesan terhadap benang dari bagian spinning hingga mengeluarkan output berupa kain mentah. 3. Bagian pencelupan/pewarnaan/finishing, merupakan bagian akhir dari rangkaian proses produksi kain. Dari sini dihasilkan kain siap jual, baik untuk pasar dalam maupun luar negeri. 4. Bagian perajutan, pada bagian ini dihasilkan kain kaos. 5. Bagian dyeing knitting, merupakan bagian finishing untuk kain bahan kaos Deskripsi Proses Produksi dan Limbah Pada PT. MERTEX Indonesia, alur proses produksi dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian spinning bertugas mengolah bahan baku kapas baik yang alami maupun buatan menjadi benang yang siap untuk diproses menjadi kain atau dikirimkan kepada perusahaan tekstil yang menjadi induk perusahaan, yaitu SHIKIBO-Ltd, maupun perusahaan lain didalam negeri yang membutuhkan benang hasil produksi PT. MERTEX. Bagian selanjutnya adalah weaving yang berfungsi merubah benang yang dihasilkan oleh bagian spinning menjadi kain. Yang terakhir adalah bagian finishing yang bertugas memperbaiki kualitas dari kain mentah Bahan Baku Bahan baku yang digunakan oleh PT. MERTEX Indonesia terdiri dari dua jenis kapas, yaitu :

5 27 1. Cotton (kapas alami) Merupakan kapas alami yang diimpor dari beberapa tempat di beberapa negara, yaitu Amerika (Arizona, California), Afrika (Egypt, Apima), Jepang (Senjo) dan Australia. Bahan ini secara umum memiliki ciri-ciri berwarna putih kekuningan, panjang serat tidak sama dan teksturnya kurang merata. Akan tetapi secara khusus tiap jenis kapas dari tiap tempat berbeda, memiliki ciri dan sifat tersendiri. 2. Tetoron (kapas buatan) Merupakan kapas buatan yang dibuat oleh PT. Indoray Syntetis di Tangerang. Bahan ini memiliki ciri-ciri berwarna putih, panjang seratnya sama dan tekstur kapas seragam Proses Produksi Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa sebenarnya proses produksi PT. MERTEX Indonesia adalah mengubah kapas alami dan buatan menjadi benang, kemudian benang tersebut dirajut hingga menjadi kain atau pakaian mentah dan kualitas pakaian mentah ditingkatkan di bagian finishing, seperti pemberian warna, penguatan pakaian, dll. 1. Bagian Spinning Secara garis besar bagian spinning merupakan tempat terjadinya proses produksi bahan mentah yang berupa kapas alami (cotton) dan kapas sintetis (tetoron) manjadi gulungangulungan benang (cone) yang siap untuk diproses selanjutnya maupun untuk dijual langsung kepada konsumen. Proses pada bagian spinning adalah : A. Blowing Process. Proses ini bertujuan membuat LAP Cotton atau Tetoron dengan berat yang telah ditentukan sesuai dengan standar. Cara kerjanya yaitu dengan membongkar gumpalan-gumpalan cotton atau tetoron yang sekaligus membersihkan kotoran-kotoran yang terdapat pada material tersebut.

6 28 B. Carding Process. Merupakan proses pembuatan Sliver cotton atau tetoron dengan cara manarik LAP serta membersihkan kotoran-kotoran yang masih tersisa serta serat-serat kecil atau pendek. C. Pre Drawing Process. Merupakan proses persiapan untuk pembentukan LAP cotton dengan cara meluruskan serat-serat cotton dari beberapa sliver cotton yang dikumpulkan menjadi satu sliver cotton dengan standar berat yang telah ditentukan. D. LAP Former Process. Proses ini bertujuan untuk membentuk LAP cotton dari beberapa sliver cotton yang dihasilkan oleh proses sebelumnya. E. Comber Process. Proses dilakukan dengan mengurangi seratserat pendek dari LAP cotton sehingga menghasilkan sliver kembali. Proses ini dilakukan melalui semacam proses penggarukan oleh mesin Comber. F. Drawing Process. Merupakan proses pencampuran cotton dengan tetoron dalam perbandingan standar (65% tetoron dan 35% cotton). Dalam pencampuran ini ada tiga tahapan untuk menghasilkan campuran yang baik dimana sliver ini masih mempertahankan komposisi 65% tetoron dan 35% cotton. G. Roving Process. Merupakan proses penarikan sliver untuk menjadikan benang pendahuluan yang masih besar dengan sedikit puntiran (twist) yang disebut roving atau istilah Jepang disebut dengan SINO. H. Ring Spinning Process. Dalam proses ini benang pendahulu atau SINO ditarik sehingga diperoleh benang yang sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki. I. RT Winder Process. Merupakan proses penggulungan benang jadi hasil ring spinning dengan berat tertentu dalam bentuk Cheese untuk memudahkan dalam penyimpana proses tenun atau dijual. J. Double Machine. Merupakan mesin yang digunakan dalam proses penggulungan benang menjadi double. K. Twister Machine. Yaitu mesin yang digunakan untuk membuat dan membentuk puntiran pada benang (twist).

7 2. Bagian Weaving Bagian weaving merupakan tahap kedua dimana dilakukan proses lebih lanjut terhadap benang yang dihasilkan oleh bagian spinning. Pada bagian ini output proses berupa kain mentah siap ekspor maupun untuk diproses lebih lanjut pada bagian finishing. Bagian weaving terdiri atas tiga seksi berdasarkan proses yang dilakukannya, yaitu weaving preparation, weaving loom, dan inspection serta bagian Industrial Engineering (IE) sebagai pusat perencanaan dan pengendalian proses produksi serta pusat quality control. A. Weaving Preparation (Proses Persiapan) Pada bagian ini terdapat dua jenis output yang dihasilkan dan keduanya memiliki peran yang penting dalam proses pembuatan kain. Kedua jenis output tersebut adalah : 1. Benang Lusi (Warp). Dalam proses pembuatan kain merupakan bagian yang memiliki penampang memanjang. Benang ini nantinya menentukan bagaimana motif dari kain yang akan dihasilkan. Benang lusi atau warp akan mengalami 3 proses dalam 3 mesin berbeda dengan tujuan berbeda pula, dan 1 mesin khusus yang akan digunakan dalam kondisi tertentu. Mesin-mesin tersebut adalah : Warping Process. Yaitu proses penggulungan benang lusi pada warper beam (boom) dengan panjang dan jumlah benang tertentu. Sizing Process. Yaitu proses pengkanjian benang lusi dari beberapa boom yang digulung pada boom tenun yang jumlah benangnya sesuai dengan konstruksi kain yang akan ditenun. Proses ini bertujuan untuk melapisi bulu benang dengan campuran kanji agar memudahkan dalam proses pertenunan. Reaching Machine. Merupakan proses pencucukan benang lusi pada tatanan model anyam. Tying Machine. Merupakan proses penyambungan model anyaman dengan boom tenun. 29

8 30 2. Benang Pakan (Weft). Dalam proses pembuatan kain merupakan bagian yang memiliki penampang membujur dan berfungsi membentuk kain. Pada kain, bagian ini yang nantinya membentuk anyaman pada proses di bagian Weaving Loom. Selama proses di weaving loom benang pakan atau weft ini nantinya akan dimasukkan dalam sela-sela benang lusi (sesuai dengan motifnya) dan membentuk anyaman. Pirn Winder Process. Pembuatan kain membutuhkan dua jenis benang, yaitu benang lusi sebagai konstruksi kainnya dan benang pakan sebagai penyambung/pengikat antara konstruksi. Benang pakan ini juga berasal dari bagian spinning, hanya saja digulung ulang di bagian weaving preparation setelah sebelumnya mengalami proses seeter di seksi winder. Pada bagian spinning, proses seeter ini memiliki fungsi yang sama dengan proses pemberian kanji pada mesin sizing. Penggulung benang pakan (weft) disebut mesin pirn winder, dimana benang pakan digulung dalam bentuk cheese untuk mesin tenun yang baru (tipe AJL-Air Jet Looming) atau dalam bentuk COP untuk mesin tenun tipe GH-9. B. Weaving Loom (Proses Pertenunan) Bagian weaving loom ini merupakan bagian yang menghasilkan kain mentah. Setelah benang lusi dan benang pakan dipersiapkan di weaving preparatory, benang-benang tersebut ditenun pada bagian weaving loom ini sesuai dengan motif yang telah ditentukan. Untuk proses pertenunan dilakukan pada beberapa mesin tenun tergantung pada jenis kain yang diinginkan. Pada bagian weaving loom ini terdapat dua jenis mesin tenun, yaitu : 1. Tapper atau Plain. Proses pertenunan dengan menggunakan mesin tapper akan menghasilkan anyaman polos atau anyaman plain. 2. Dobby, yaitu jenis mesin yang digunakan untuk menghasilkan anyaman timbul.

9 C. Weaving Inspection (Proses Pemeriksaan) Merupakan bagian yang bertugas memeriksa kain mentah yang dihasilkan dari bagian weaving loom. Pada bagian ini dibagi menjadi dua proses, yaitu : 1. Inspecting Process, yaitu pemeriksaan kain mentah untuk menentukan grade atau kualitas kain mentah serta memperbaiki cacat kalau ditemukan kemungkinannya. 2. Folding Process, yaitu proses pelipatan kain mentah yang telah diperiksa untuk memudahkan proses pengiriman ke bagian finishing. 3. Bagian Finishing Bagian ini berfungsi mengolah kain mentah menjadi kain yang benar-benar siap untuk diolah maupun dijual secara langsung. Sementara di PT. MERTEX sendiri sebagian besar kain yang diproduksi dijual secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu menjadi produk tekstil, seperti baju, kaos dsb, dengan pasar di wilayah Eropa, Timur Tengah, Australia, Asia dsb. Proses-proses yang terjadi adalah : A. Proses Gas Singeing. Merupakan proses untuk merapikan permukaan kain dari bulu-bulu benang. B. Proses Desizing/Scouring. Merupakan proses untuk membersihkan kanji dari permukaan kain pada proses pertenunan. Pembersihan kanji ini bertujuan agar kain nantinya dapat menyerap warna dengan baik pada proses pewarnaan. C. Proses Netralization. Merupakan proses untuk membersihkan atau menetralkan kain dari bahan-bahan obat atau kimia yang terdapat pada proses sebelumnya. D. Proses Chloride Bleaching. Merupakan proses untuk menetralkan warna kain sehingga warna kain menjadi putih. E. Proses Mercerizing. Merupakan proses penyutraan dan pengaturan lebar kain. F. Proses Heat Setter. Yaitu proses pengaturan dan penyesuaian lebar kain serta pemberian pemerataan panas. Pada akhir dari proses ini kain untuk warna putih langsung diproses pada 31

10 32 resin pad dryer dan untuk kain yang akan diwarna sebelum masuk ke dyeing pad dryer terlebih dahulu masuk ke proses dyeing. G. Proses Dyeing Pad Dryer. Merupakan proses pencelupan warna dengan suhu tinggi (Thermosal Dyeing). H. Proses Dyeing Baking. Merupakan proses menancapkan warna pada kain, dilakukan dengan cara pemanggangan dan pengeringan. I. Proses Dyeing Pad Steamer. Merupakan proses penguatan warna dengan pemberian bahan kimia serta pencucian zat warna agar warna pada kain tidak lekas pudar. J. Proses Resin Pad Dryer. Merupakan proses pemberian obatobatan atau chemical resin dengan whiteoptical dyeing serta penentuan handling kain. K. Proses Resin Heat Tenter. Merupakan proses penarikan kain memanjang dan melebar untuk memperlebar pori-pori kain sehingga obat-obatan resin lebih mudah masuk pada pori-pori kain. L. Proses Resin Baking. Merupakan proses pemanggangan kain dengan tujuan untuk membuat kain agar nantinya tidak mudah kusut. M. Proses Sanforize. Merupakan proses penyusutan kain secara mekanis untuk menjaga stabilitas ukuran kain agar tidak mudah menyusut saat dicuci. N. Proses Inspeksi. Proses ini dilakukan untuk menentukan kelas kain berdasarkan cacat atau ketidaksesuaian spesifikasi kain. O. Proses Selvege Stamping. Merupakan proses pemberian cap atau inisial pada tepi kain. P. Proses Cloth Winding. Merupakan proses penggulungan dan pemotongan kain sesuai dengan pesanan. Q. Proses Make Up. Merupakan proses pembungkusan, pemberian label serta pemberian screen terhadap kain yang sudah selesai diproses dan siap untuk dikirim. Setelah proses dilakukan, kain yang sudah siap kirim disimpan sementara dalam gudang menunggu untuk dikirim

11 sesuai dengan permintaan konsumen. Untuk lebih jelasnya mengenai proses produksi dapat dilihat pada gambar Limbah Industri Tekstil Masing masing tahapan kegiatan produksi dari PT.Mertex dapat menghasilkan berbagai macam limbah yang bentuk dan sifatnya berbeda beda. Limbah limbah tersebut jika dibuang langsung ke lingkungan, dapat menimbulkan berbagai mecam permasalahan. Secara garis besar limbah yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : 33 Limbah Cair Industri tekstil merupakan salah satu sumber pencemaran air yang cukup besar, karena air buangannya bersifat alkalis dengan ph dan kadar warna yang tinggi. Sebagian zat warna bersifat racun rendah terhadap lingkungan. Namun dalam jumlah yang cukup besar akan menimbulkan masalah terhadap kondisi biologis air. Pada proses pencelupan, diperkirakan maksimum zat warna yang terserap benang adalah 90%. Jadi sekitar 10% dari zat warna tersebut terbuang bersama air buangan industri. Selain dari pewarnaan itu sendiri, limbah cair juga berasal dari pencucian, baik itu cuci panas, cuci dingin, serta pencucian dengan pelicin. Dalam proses produksi tekstil terutama proses finishing, diperlukan bermacam macam zat warna dan bahan kimia sebagai bahan pembantu pewarnaan. Zat zat tersebut sebagian teradsorbsi dan sebagian tetap berada dalam larutan dan akan terbuang bersama air bekas pemrosesan. Zat zat yang terkandung dalam air buangan tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan jika dibuang secara langsung. Adapun sumber limbah cair industri tekstil adalah pada proses produksi Finishing ( Pencelupan ).Pada proses pencelupan warna ini, juga terbagi menjadi beberapa tahapan. Namun yang menjadi sumber limbah cair adalah:

12 34 a. Desizing/Scouring Merupakan proses penghilangan material kanji dan kotoran kotoran yang terjadi pada proses penenunan. Limbah cair pada proses ini mengandung zat zat antara lain ; NaOH, enzim amylase dan kanji. b. Netralization Tahap ini adalah penetralan sisa sisa bahan kimia pada proses sebelumnya. Penetral yang digunakan adalah sodium bisulfit. Limbah cair dari proses ini mengandung sodium bisulfat. c. Bleaching/Pemutihan Pada proses pemutihan, kain dicuci dengan menggunakan larutan NaOH. Bahan kimia yang dipakai biasanya adalah sodium klorit yang dicampur dengan senyawa asam cuka. Limbah cair dari proses ini mengandung sisa sisa larutan NaOH, NaClO 2, dan asam cuka. d. Mercerizing Mercerizing adalah proses penyutraan dan pengaturan lebar kain. Disini digunakan larutan soda kostik untuk menghasilkan kilauan seperti sutra dan meningkatkan stabilitas tenunan. Limbah cair yang dihasilkan mengandung sisa sisa soda kostik dan asam cuka. e. Dyeing Process Merupakan proses pencelupan warna, namun harus dibedakan dulu jenis kain yang akan diproses. Hal ini disebabkan karena setiap jenis serat memiliki sifat yang berbeda. Untuk kain dari serat sintetis atau tetoron menggunakan zat warna disperse. Untuk kain dari serat cotton menggunakan zat warna reaktif, vat, dan sulfur dye. Untuk kain serat campuran, yaitu cotton dan tetoron, dengan menggunakan zat warna union dye. Jika %

13 Gambar 4.2 Proses Produksi Kain PT. Mertex 35

14 serat cotton lebih besar dari serat totoron akan ditambahkan zat warna vat. Limbah Padat Limbah padat yang dihasilkan dapat menyebabkan adanya timbunan sampah, sehingga menjadi sumber penyakit, pengotor serta sumber terciptanya aroma tidak sedap bagi lingkungan di sekitar pabrik. Jenis limbah padat dari pengelolaan yang dilakukan PT. Mertex Indonesia selama ini adalah : a. Kapas kotor yang dihasilkan dari proses spinning ( pemintalan benang ) dan weaving ( penenunan ) b. Potongan benang dihasilkan oleh proses weaving ( penenunan ) c. Plastik dan karton sisa kemasan d. Lumpur hasil pengolahan limbah yang dapt mengakibatkan bau busuk, pengotoran lingkungan, dan digunakan sebagai tempat perkembangbiakan 37 mikroorganisme. Limbah Gas Kegiatan produksi dan hasil samping dari proses pembakaran, akan menimbulkan dampak penurunan kualitas udara terutama debu, sehingga dipastikan dapat menggangu sistem pernafasan makhluk hidup di lingkungan sekitar. Limbah gas berasal dari bagian mesin, boiler dan gas gas hasil pembakaran lumpur. Selain itu ada juga yang berasal dari elpiji Material Balance Material balance merupakan suatu tool yang dapat menunjukkan keseimbangan antara material yang masuk (input) dengan output yang dihasilkan. Gambar 4.2 adalah material balance pada proses produksi kain, yang dimulai dengan proses pemintalan benang (spinning), proses penenunan kain (weaving) dan proses pewarnaan kain (finishing).

15 38 Gambar 4.3 Material Balance Proses Produksi Kain Produktivitas Produktivitas diukur selama periode tahun 2005 dari bulan Januari sampai Desember. Input dan output yang dikumpulkan adalah data mulai Januari 2005 sampai Desember Data Input Input yang digunakan untuk mengukur tingkat produktivitas terdiri dari input material utama, material pendukung, variable cost, dan biaya tenaga kerja. Input Material Material yang digunakan pada proses produksi tekstil pada PT Mertex terdiri atas material utama dan material pendukung. Material utama yang digunakan adalah berupa kapas, sedangkan material pendukung berupa bahan-bahan kimia untuk proses seizing dan pewarnaan serta material berupa gas, bahan bakar, dan packing.

16 Tabel 4.1 Input Material Utama Tahun 2005 Bulan Jumlah (Rp) Bulan Jumlah (Rp) Januari Juli Februari Agustus Maret September April Oktober Mei Nopember Juni Desember Tabel 4.2 Input Material Pendukung Tahun 2005 Bulan Jumlah (Rp) Bulan Jumlah (Rp) Januari Juli Februari Agustus Maret September April Oktober Mei Nopember Juni Desember Input Tenaga Kerja Input tenaga kerja meliputi gaji para pegawai, overtime, bonus untuk hari raya, serta tunjangan-tunjangan seperti tunjangan kesehatan. Tabel 4.3 Biaya Tenaga Kerja Tahun 2005 Bulan Jumlah (Rp) Bulan Jumlah (Rp) Januari Juli Februari Agustus Maret September April Oktober Mei Nopember Juni Desember

17 40 Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya-biaya untuk energi listrik, energi uap dan penggunaan air, baik untuk proses produksi secara langsung maupun tidak langsung. Tabel 4.4 Biaya Variabel Tahun 2005 Bulan Jumlah (Rp) Bulan Jumlah (Rp) Januari Juli Februari Agustus Maret September April Oktober Mei Nopember Juni Desember Tabel 4.5 Input Total Tahun 2005 Bulan Jumlah (Rp) Bulan Jumlah (Rp) Januari Juli Februari Agustus Maret September April Oktober Mei Nopember Juni Desember Data Output Data output produksi yang diambil adalah data hasil produksi kain periode Januari-Desember Tabel 4.6 Output Tahun 2005 Bulan Jumlah (Rp) Bulan Jumlah (Rp) Januari Juli Februari Agustus Maret September April Oktober Mei Nopember Juni Desember

18 4.1.7 Kandungan zat kimia dalam limbah cair Kandungan zat kimia dalam limbah cair PT Mertex diketahui melalui pemeriksaan terhadap sampel limbah yang dilakukan oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan penyakit Menular Surabaya seperti yang tertera pada tabel 4.7. Table 4.7 Kandungan zat kimia dalam limbah cair PT Mertex No. Parameter Metode Kadar (mg/l) 1 BOD5 APHA.5210.C COD APHA.5210D TSS SNI Phenol SNI , Cr Total SNI , M/L APHA.5520.C.98 0,5 7 NH3-N Total SNI ,01 8 Sulfida (sbg. H2S) SNI , Penyebaran Kuisioner Penyebaran kuisioner dilakukan untuk mengetahui tingkat bahaya dari masing-masing bahan kimia yang terkandung dalam limbah cair yang telah ditetapkan oleh Bapedal, dimana terdapat 8 kriteria, yaitu BOD5, COD, TSS, Phenol, Krom, Minyak dan Lemak, Amonia dan Sulfida. Kuisioner dibagi menjadi dua bagian, yaitu tingkat bahaya berdasarkan parameter kesehatan manusia dan parameter kesehatan flora dan fauna. Kuisioner disebarkan kepada 12 responden yang mamiliki kompetensi dalam bidang kimia lingkungan yang ada di perusahaan untuk menjamin kevalidan hasil perhitungan selanjutnya. Kedua belas responden tersebut adalah para karyawan yang berada pada bagian utility, tepatnya bagian waste water treatment. Responden yang dilibatkan terdiri dari 8 orang karyawan WWTP, termasuk manajer dan supervisor, dan 4 orang karyawan laboratorium pengolahan limbah. Skala penilaian yang

19 42 diberikan antara 1-5, dimana nilai 1 menunjukkan tingkat bahaya yang rendah dan nilai 5 untuk tingkat bahaya yang tinggi. Hasil penyebaran kuisioner dapat dilihat pada lampiran A Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan pada tahap sebelumnya, yaitu menghitung tingkat produktivitas perusahaan, menghitung indeks EPI, mengidentifikasi permasalahan dan penyebabnya, dan memberikan alternatif solusi perbaikan yang akan dipilih dengan menggunakan Metode Deret Seragam Perhitungan Produktivitas Produktivitas diperoleh dengan membandingkan antara output total dengan input total. Tingkat produktivitas total perusahaan untuk periode tahun 2005 dapat dilihat pada tabel 4.8. Untuk menggambarkan tingkat pertumbuhan produktivitas perusahaan dapat dilihat pada gambar 4.4. Tabel 4.8 Produktivitas periode Tahun 2005 Periode Input Total ( I ) Output Total ( O ) Produktivitas (Rp) (Rp) ( O/I ) Januari % Februari % Maret % April % Mei % Juni % Juli % Agustus % September % Oktober % Nopember % Desember %

20 43 Produktivitas Produktivitas 180% 175% 170% 165% 160% 155% 150% Bulan Ke Produktivitas Gambar 4.4 Grafik Produktivitas bulan Januari-Desember Environmental Performance Indicator (EPI) Untuk melakukan perhitungan indeks EPI sebelumnya dilakukan beberapa langkah untuk mendapatkan pembobotan dan penyimpangan antara standar Bapedal dengan hasil analisa perusahaan. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain melakukan penyebaran kuisioner, melakukan uji validitas dan reliabilitas, kemudian menghitung indeks EPI Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan kuisioner tersebut untuk mengukur apa yang ingin diukur, dimana hal ini diketahui melalui kecilnya penyimpangan yang terjadi dari setiap kriteria terhadap rata-rata nilainya.

21 44 Variabel Tabel 4.9 Hasil Uji validitas Kesehatan Manusia Parameter Keseimbangan Flora & fauna R-Tabel BOD5 0,808 0,796 0,4973 COD 0,590 0,620 0,4973 TSS 0,714 0,558 0,4973 Phenol 0,499 0,551 0,4973 Cr Total 0,541 0,712 0,4973 M/L 0,581 0,586 0,4973 NH3-N 0,587 0,541 0,4973 Sulfida (sbg. H2S) 0,624 0,586 0,4973 Hasil uji validitas dengan df = n-2, yaitu 10, menunjukkan bahwa hasil korelasi total lebih besar daripada R- tabel (0.4973), baik untuk parameter kesehatan manusia maupun parameter keseimbangan flora dan fauna. Hal ini menunjukkan bahwa kuisioner yang dibuat telah valid, artinya kuisioner mampu mengukur tingkat bahaya dari masing-masing parameter yang ditetapkan. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur (kuisioner) yang digunakan sudah reliabel untuk mengukur gejala-gejala yang sama. Tabel 4.10 Hasil Uji reliabilitas Kuisioner Alpha Standardized Item Alpha Kesehatan manusia 0,780 0,776 Keseimbangan flora dan fauna 0,853 0,852 Berdasarkan hasil uji reliabilitas diatas diketahui bahwa kuisioner yang dibuat reliable, yang berarti bahwa kuisioner yang sama dapat diberikan kepada responden yang berlainan tanpa memberikan tingkat penyimpangan yang signifikan. Hal ini

22 ditunjukkan oleh nilai alpha yang lebih besar daripada nilai standardized item alpha Perhitungan Indeks EPI Perhitungan indeks EPI dilakukan dengan mengalikan nilai penyimpangan antara standar Bapedal dengan hasil analisa perusahaan dengan bobot dari masing-masing kriteria limbah yang diperoleh melalui penyebaran kuisioner. Perhitungan indeks EPI didasarkan pada formulasi (3). Tabel 4.11 Indeks EPI Variabel Bobot Standar Hasil Penyimpangan Indeks EPI (Wi) Bapedal Analisa (Pi) (Wi*Pi) BOD5 3, % 0,60 COD 3, ,67% 0,21 TSS 2, % 1,47 Phenol 4,63 1 0, ,71% 4,61 Cr Total 4,63 1 0, ,50% 4,60 Minyak dan Lemak 3,63 3,6 0,5 86,11% 3,12 NH3-N (amonia total) 3,33 8 0,01 99,88% 3,33 Sulfida (sbg. H2S) 4,13 0,3 0,001 99,67% 4,11 Indeks EPI 22, Identifikasi Masalah Pada bagian finishing diketahui ada permasalahan yang berkaitan dengan penyerapan warna pada kain. Pada proses tersebut, yaitu pada proses pad dryer, penyerapan warna pada kain kurang sempurna, sehingga kualitas akhir kain kurang bagus. Dengan penyerapan warna yang tidak sempurna tersebut, maka warna kain tidak rata, dan hal tersebut akan menyebabkan

23 46 menurunnya kualitas kain yang dihasilkan. Ada beberapa penyebab diantaranya adalah : Temperatur mesin tidak sesuai, dimana seharusnya temperatur ideal untuk cotton adalah C dan untuk tetoron C. Ketidaksesuaian temperatur ini diakibatkan karena operator kurang teliti pada saat melakukan setting mesin. Daya serap kain kurang baik. Proses bleaching yang kurang sempurna menyebabkan kain kurang dapat menyerap warna dengan baik, sehingga kain yang dihasilkan warnanya tidak merata, sehingga untuk mendapatkan warna yang sesuai, maka proses pencelupan harus diulang lagi. Cacat pada kain juga dapat menjadi penyebab penyerapan warna yang kurang sempurna. Cacat kain yang dimaksudkan dalam hal ini adalah adanya lipatan pada ujung kain, sehingga lipatan tersebut menyebabkan warna tidak dapat terserap dengan baik, khususnya pada bagian lipatan kain. Selain itu bentuk kain yang tidak sesuai, dalam hal ini adalah lebar kain, sehingga pori-pori kain yang tidak sesuai menyebabkan penyerapan warna ke kain kurang sempurna. Pewarna yang tidak homogen juga menjadi salah satu penyebab kurang sempurnanya penyerapan warna ke kain. Salah satu penyebabnya adalah karena kecurangan yang dilakukan oleh pihak penjual (produsen), misalnya komposisi bahan pewarna tidak sesuai, sehingga warna yang dihasilkan tidak sesuai dengan warna kain yang diinginkan. Maka untuk mendaptkan warna yang lebih baik, proses pencelupan juga harus diulang, hal ini dapat mengakibatkan pemborosan. Untuk memperjelas permasalahan dan faktor-faktor penyebabnya dapat dilihat pada diagram sebab akibat (gambar 4.5).

24 47 Gambar 4.5 Diagram Sebab Akibat Proses Penyerapan Warna Penyusunan Alternatif Solusi Berdasarkan permasalahan yang telah diidentifikasikan pada tahap sebelumnya, maka untuk memperbaiki proses penyerapan warna pada kain agar lebih sempurna ada dua alternatif solusi sebagai berikut : 1. Mengganti mesin pencuci (soaper), yang semula sebanyak 12 mesin memiliki 8 motor, dengan mesin soaper yang memiliki 12 motor sebanyak 8 mesin. Dengan melakukan penggantian mesin soaper baru, maka daya serap pewarna ke kain akan lebih baik dan tidak perlu mengulang proses pewarnaan untuk mendapatkan kain yang lebih sempurna. Penggantian mesin soaper ini akan memberikan penghematan penggunaan pewarna dan air proses sekitar 10%. 2. Memberikan bahan kimia (chemical) tambahan, yaitu Sanmorl, untuk merekatkan zat warna pada kain pada saat proses pencelupan. Penambahan bahan perekat ini akan meningkatkan daya serap warna pada kain hingga 8%, sehingga akan terjadi penghematan pada pemakaian air dan zat pewarna sekitar 20% karena tidak diperlukan pengulangan pada proses pencelupan.

25 48 Berdasarkan alternatif-alternatif solusiyang telah dikembangkan diatas, berikut ini adalah penjelasan lebih detail mengenai masing-masing alternatif beserta kontribusinya terhadap produktivitas Alternatif 1 Alternatif 1 adalah mengganti mesin soaper dengan yang baru, dimana pada awalnya terdapat 12 mesin dengan 8 motor, diganti dengan mesin yang memiliki 12 motor sebanyak 8 mesin. Biaya-biaya yang terjadi pada pelaksanaan alternatif 1 adalah : Investasi awal, yaitu pembelian 8 mesin baru, masing-masing seharga Rp ,00, sehingga investasi total Rp ,00. Biaya operasional meliputi : a. Biaya perawatan yang harus dikeluarkan perusahaan setiap tahun. Perawatan dilakukan satu kali dalam satu tahun dengan biaya 1 kali perawatan adalah Rp ,00/mesin. Maka biaya perawatan total untuk 8 mesin dalam setahun adalah Rp ,00. b. Operator untuk menjalankan mesin, dimana tiap 2 mesin akan ditangani oleh 1 operator, sehingga pada alternatif 1 dibutuhkan 4 operator, sehingga : Biaya TK = 4 x Rp ,00 x 12 bulan = Rp ,00 c. Biaya pemakaian listrik yaitu 1700 W selama 16 jam selama setahun (30 hari x 12 bulan) adalah : Pemakaian listrik = 1700 Wh x 16 jam x 30 hari x Rp 460,00 = 816 KWh x Rp. 460,00 = Rp ,00/bulan = Rp ,00/tahun Sehingga pemakaian listrik per tahun untuk 8 mesin adalah sebesar Rp ,00 Jika alternatif 1 dijalankan juga dapat memberikan penghematan-penghematan antara lain :

26 Dengan jumlah mesin yang berkurang, maka konsumsi air untuk proses juga akan berkurang. a. Jika tiap mesin membutuhkan 300 liter air per hari untuk proses pencucian, maka dalam sehari perusahaan dapat menghemat pemakaian air sebanyak 4 mesin x 300 liter = 1200 liter/hari. PT. Mertex menggunakan air tanah dengan biaya pemakaian Rp. 500,00 per m 3, sehingga : Penghematan = 1200 liter x 30 hari x 12 bulan x Rp. 500,00 = 432 m 3 x Rp. 500,00 = Rp ,00/tahun. b. Pada proses pewarnaan per hari membutuhkan liter atau 85 m 3 air. Jika alternatif 1 dijalankan, maka dapat memberikan penghematan pemakaian air 10%, yaitu 8.5 m 3 per hari, sehingga : Penghematan = 8.5 m 3 x 30 hari x 12 bulan x Rp. 500,00 = 3060 m 3 x Rp. 500,00 = ,00/tahun. Jadi penghematan konsumsi air proses, baik untuk proses pencucian maupun proses pewarnaan adalah sebesar Rp ,00/tahun. Penggunaan tenaga kerja juga dapat ditekan pada alternatif 1. Jika pada awalnya dibutuhkan 6 operator (1 operator untuk 2 mesin), maka untuk 8 mesin hanya dibutuhkan 4 operator. Penghematan = 2 x Rp ,00 x 12 bulan = Rp ,00/tahun. Dengan jumlah mesin yang lebih sedikit, maka penggunaan material atau bahan kimia juga mengalami penurunan. a. Bahan kimia yang digunakan dalam proses pencucian adalah cuka, hidrogen peroksida dan sabun. Penghematan yang diperoleh dengan pengurangan penggunaan bahan kimia tersebut adalah : Sabun = 4 mesin x 2 kg x 30 hari x 12 bulan x Rp. 7765,00 = 2882 kg x Rp. 7765,00 49

27 50 = Rp ,00/tahun H 2 O 2 = 4 mesin x 15 liter x 12 bulan x Rp ,00 = 720 liter x Rp ,00 = Rp ,00/tahun Cuka = 4 mesin x 22 liter x 12 bulan x Rp ,00 = 1056 liter x Rp ,00 = Rp ,00/tahun. Jadi penghematan penggunaan bahan untuk pencucian tiap tahunnya sebesar Rp ,00 b. Untuk bahan pewarnaan juga mengalami penurunan kebutuhan sebesar 10% per hari, yaitu 10% x 4800 liter = 480 liter/hari. Penghematan = 480 lt x 30 hari x Rp. 2500,00 = lt x Rp ,00 = Rp ,00/bulan = Rp ,00/tahun. Dengan adanya penurunan konsumsi air proses, maka perusahaan mendapatkan keuntungan tambahan, yaitu debit limbah yang dihasilkan dari proses pencucian maupun proses pewarnaan berkurang., sehingga terjadi penghematan biaya pengolahan limbah cair. Penurunan ini terdiri dari 432 m 3 limbah tak berwarna yang berasal dari proses pencucian dan 3060 m 3 limbah berwarna dari proses pewarnaan. a. Untuk memudarkan warna limbah yang dihasilkan dari proses pewarnaan, formula yang digunakan adalah WT01, dimana tiap m 3 limbah berwarna membutuhkan 1 kg formula WT01, maka : Penghematan = 3060 m 3 x 1 kg/m 3 x Rp. 1000,00 = ,00/tahun. b. Untuk menetralkan ph, BOD, COD, TSS (sebagai katalisator WT01) untuk limbah tak berwarna digunakan formula WT02, dimana tiap m 3 limbah membutuhkan 0.5 kg WT02, maka : Penghematan = ( ) m 3 x 0.5 kg/m 3 x Rp. 1000,00

28 51 = 1746 kg x Rp. 1000,00 = Rp ,00/tahun. Jadi penghematan penggunaan bahan kimia untuk menetralkan limbah cair per tahun sebesar Rp ,00. Data-data biaya dan penghematan yang diperoleh jika melaksanakan alternatif 1 dapat dilihat pada tabel Tabel 4.12 Biaya dan Penghematan Alternatif 1 Perawatan Rp ,00 Biaya Operator Rp ,00 Listrik Rp ,00 Total Biaya Operasional Rp ,00 Konsumsi Air Rp ,00 Tenaga Kerja Rp ,00 Penghematan Bahan Soaper Rp ,00 Pewarna Rp ,00 WT01 dan WT02 Rp ,00 Total Penghematan Rp ,00 Untuk mengetahui apakah alternatif 1 layak untuk dilaksanakan dapat diketahui melalui perhitungan Deret Seragam dengan membandingkan antara penghematan yang didapatkan dengan biaya tahunan yang dikeluarkan untuk melaksanakan alternatif 1. Untuk menghitung nilai deret seragam, tingkat bunga (i) yang digunakan adalah sebesar 16% sesuai dengan tingkat bunga bank yang berlaku saat ini. Periode yang digunakan (N) adalah 30 tahun, sesuai dengan umur ekonomis mesin. Untuk menentukan nilai (A/P, 16%, 30) digunakan interpolasi, dimana nilai (A/P, 15%, 30) adalah dan nilai (A/P, 18%, 30) adalah

29 52 Gambar 4.6 Interpolasi nilai (A/P, 16%, 30) x x x = x = Jadi nilai tabel (A/P, 16%, 30) adalah Penghematan = Rp ,00 Pengeluaran = Investasi (A/P, 16%, 30) + Biaya Operasional = Rp ,00 (0.1619) + Rp ,00 = Rp ,00 + Rp ,00 = Rp ,00 Maka, nilai deret seragam untuk alternatif 1 dapat dihitung : A = Penghematan Pengeluaran = Rp ,00- Rp ,00 = Rp ,00

30 Estimasi Kontribusi Alternatif 1 Terhadap Produktivitas Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan produktivitas yang dapat dicapai jika melaksanakan alternatif 1, maka dapat diestimasikan berdasarkan penghematan yang dapat diperoleh. 53 Estimasi Output Jika melaksanakan alternatif 1 diperkirakan tidak terjadi perubahan terhadap output, sehingga outputnya diestimasikan berdasarkan rata-rata output selama tahun Estimasi Output = Rp ,00/12 bulan = Rp ,00/bulan. Estimasi Input Input yang digunakan untuk perhitungan produktivitas adalah input material utama, material pendukung (bahan-bahan kimia), biaya variabel, dan biaya tenaga kerja. a. Estimasi input material utama Jika melaksanakan alternatif 1 diperkirakan tidak terjadi perubahan terhadap jumlah input material utama, sehingga : Estimasi = Rp ,00/12 bulan = Rp ,00/bulan. b. Estimasi input material pendukung Berbeda dengan input material utama, alternatif 1 mempengaruhi jumlah input material pendukung yang akan digunakan karena terjadi penghematan penggunaan bahan kimia untuk proses pencucian dan proses pewarnaan. Estimasi = Input rata-rata penghematan = (Rp ,00/12) (Rp ,00 + Rp ,00)/12 = Rp ,00 Rp ,00 = Rp ,00/bulan

31 54 c. Estimasi biaya variabel penggantian mesin baru akan terjadi menambah penggunaan energi listrik, karena mesin baru membutuhkan energi yang lebih banyak daripada mesin lama. Konsumsi listrik =[(1700 x 8) (1100 x 12)] x 16 jam x Rp 460,00 = 6.4 Kwh x Rp. 460,00 = Rp ,00/hari = Rp ,00/bulan. Dengan adanya alternatif 1 akan terjadi penghematan penggunaan air yang dapat mempengaruhi jumlah biaya variabel yang dikeluarkan. Estimasi = Input rata-rata penghematan air + konsumsi listrik = Rp ,00/12 Rp ,00/12 + Rp ,00 = Rp ,00 Rp ,00 + Rp ,00 = Rp ,00/bulan. d. Estimasi input tenaga kerja Alternatif 1 tidak mempengaruhi jumlah input tenaga kerja yang digunakan, sehingga input tenaga kerja dihitung berdasarkan rata-rata input tenaga kerja tahun Estimasi = Rp ,00/12 bulan = Rp ,00/bulan. Jadi, jika melaksanakan alternatif 1 estimasi input keseluruhannya adalah : Estimasi = material utama + material pendukung + biaya variabel + TK = Rp ,00 + Rp ,00 + Rp ,00 + Rp ,00 = Rp ,00

32 55 Estimasi produktivitas Produktivitas pada tahun 2005 adalah : Produktivitas = output rata-rata/ input rata-rata = Rp / Rp = 169% Alternatif 1 akan memberikan perubahan tingkat produktivitas, karena terjadi perubahan pada jumlah input. Estimasi produktivitas = estimasi output/ estimasi input = Rp / Rp = 169.5% Alternatif 2 Alternatif 2 adalah menambahkan chemical yaitu Sanmorl untuk membantu merekatkan zat pewarna pada kain pada saat proses pencelupan. Penambahan bahan perekat ini akan meningkatkan daya serap warna pada kain hingga 8%, sehingga akan terjadi penghematan pada pemakaian air dan zat pewarna sekitar 20%. Biaya yang diperlukan pada alternatif 2 adalah biaya pembelian Sanmorl, dimana kebutuhan sanmorl adalah 5 gram untuk tiap 1 liter pewarna. Biaya bahan kimia tambahan (sanmorl) per tahun yang harus ditanggung oleh perusahaan adalah : Kebutuhan = 5 gram/liter x (80% x 4800 liter) = 5 gram/liter x 3840 liter = gram = 19.2 kg/hari. Biaya = 19.2 kg x 30 hari x 12 bulan x Rp ,00 = 6912 kg x Rp ,00 = Rp ,00/tahun. Dengan adanya alternatif 2 ini, maka akan memberikan penghematan penggunaan air proses dan zat pewarna sebesar 20%. Penghematan penggunaan air proses yang diperoleh adalah 20% dari rata-rata penggunaan dalam 1 hari, yaitu :

33 56 Penghematan = (20% x 85 m 3 ) x 30 hari x 12 bulan x Rp. 500,00 = 6120 m 3 x Rp. 500,00 = Rp ,00/tahun. Penghematan lain yang diperoleh perusahaan adalah penggunaan zat pewarna sampai 20%, karena tidak diperlukan pengulangan proses pencelupan karena adanya bahan kimia tambahan ini. Penghematan = (20% x 4800 lt) x 30 hari x 12 bulan x Rp = liter x Rp = Rp ,00/tahun. Keuntungan lain yang dapat diperoleh dengan melaksanakan alternatif 2 adalah adanya penurunan debit limbah cair yang dihasilkan dari penurunan penggunaan air proses pewarnaan sebagai berikut : a. Penghematan penggunaan formula WT01 untuk mengolah limbah berwarna yang berfungsi untuk memudarkan warna, yaitu : Penghematan = 6120 m 3 x 1 kg/m 3 x Rp. 1000,00 = Rp ,00/tahun. b. Selain itu juga terjadi penghematan penggunaan formula WT02 sebagai katalisator WT01 sebanyak : Penghematan = 6120 m 3 x 0.5 kg/m 3 x Rp. 1000,00 = ,00/tahun. Jadi penghematan penggunaan bahan kimia untuk menetralkan limbah cair per tahun sebesar Rp ,00/tahun.

34 57 Tabel 4.13 Biaya dan Penghematan Alternatif 2 Kebutuhan Biaya Sanmorl Rp ,00 Total Biaya Chemical Rp ,00 Konsumsi Air Rp ,00 Penghematan Pewarna Rp ,00 WT01 dan WT02 Rp ,00 Total Penghematan Rp ,00 Untuk mengetahui apakah alternatif 2 layak untuk dilaksanakan dapat diketahui melalui perhitungan indeks deret seragam dengan membandingkan antara manfaat yang didapatkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan alternatif 2. Penghematan = Rp ,00 Pengeluaran = Rp ,00 Maka, deret seragam untuk alternatif 2 dapat dihitung : A = Penghematan Pengeluaran = Rp ,00 - Rp ,00 = Rp , Estimasi Kontribusi Alternatif 2 Terhadap Produktivitas Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan produktivitas yang dapat dicapai oleh alternatif 2, maka dapat diestimasikan berdasarkan penghematan yang dapat diperoleh. Estimasi Output Jika melaksanakan alternatif 2 diperkirakan tidak terjadi perubahan terhadap output, sehingga outputnya diestimasikan berdasarkan rata-rata output selama tahun Estimasi Output = Rp ,00/12 bulan

35 58 = Rp ,00/bulan. Estimasi Input Input yang digunakan untuk perhitungan produktivitas adalah input material utama, material pendukung (bahan-bahan kimia), biaya variabel, dan biaya tenaga kerja. a. Estimasi input material utama Jika alternatif 2 dilakukan, diperkirakan tidak terjadi perubahan terhadap jumlah input material utama, sehingga : Estimasi = Rp ,00/12 bulan = Rp ,00/bulan. b. Estimasi input material pendukung Alternatif 2 berpengaruh terhadap jumlah input material pendukung yang akan digunakan karena terjadi penambahan penggunaan bahan kimia baru dan terjadi penghematan penggunaan bahan kimia untuk proses pewarnaan. Estimasi = Input rata-rata + kebutuhan sanmorl penghematan = (Rp ,00/12) + (Rp ,00/12) (Rp ,00/12) = Rp ,00 + Rp ,00 Rp ,00 = Rp ,00/bulan c. Estimasi biaya variabel Dengan adanya alternatif 2 akan terjadi penghematan pada biaya variabel, yaitu penghematan penggunaan air proses pewarnaan. Estimasi = Input rata-rata penghematan air = Rp ,00/12 - Rp ,00/12 = Rp ,00 Rp ,00 = Rp ,00/bulan

36 d. Estimasi input tenaga kerja Alternatif 2 tidak mempengaruhi jumlah input tenaga kerja yang digunakan, sehingga input tenaga kerja dihitung berdasarkan rata-rata input tenaga kerja tahun Estimasi = Rp ,00/12 bulan = Rp ,00/bulan. Jadi, jika melaksanakan alternatif 2 estimasi input keseluruhannya adalah : Estimasi = material utama + material pendukung + biaya variabel + TK = Rp ,00 + Rp ,00 + Rp ,00 + Rp ,00 = Rp ,00 59 Estimasi produktivitas Produktivitas pada tahun 2005 adalah : Produktivitas = output rata-rata/ input rata-rata = Rp / Rp = 169% Alternatif 2 akan memberikan perubahan tingkat produktivitas, karena terjadi perubahan pada jumlah input. Estimasi produktivitas = estimasi output/ estimasi input = Rp / Rp = 169.5%

37 Memilih Alternatif Solusi Pemilihan alternatif solusi dilakukan berdasarkan nilai deret seragam yang terbesar diantara kedua alternatif solusi diatas. Jika dilihat pada tabel 4.14 dapat diketahui bahwa kedua alternatif tersebut layak untuk dilaksanakan. Alternatif 2 lebih unggul dibandingkan dengan alternatif 1 jika dilihat dari penghematan yang didapatkan. Keunggulan lain yang dimiliki alternatif 2 adalah nilai investasi atau pengeluaran yang lebih rendah dibandingkan dengan alternatif 1. Karena alternatif 2 memiliki nilai penghematan yang besar dan pengeluaran yang kecil, maka nilai deret seragam netto yang dimiliki alternatif 2 juga lebih besar daripada deret seragam alternatif 1. Dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh alternatif 2, maka alternatif 2 dipilih. Tabel 4.14 Data Deret Seragam Netto Alternatif Penghematan Pengeluaran Deret Seragam Netto Estimasi Indeks EPI Telah diputuskan bahwa alternatif 2 yang dipilih, yaitu dengan penambahan bahan perekat, yaitu sanmorl. Alternatif 2 memberikan penurunan kandungan bahan pencemar dalam air. Dengan bantuan bahan perekat tersebut, maka pewarna yang terserap lebih banyak, sehingga sisa-sisa pewarna yang terbuang bersama air proses juga berkurang. Maka dapat dikatakan bahwa kandungan zat pewarna dalam limbah juga menurun, sekitar 8%. Kapabilitas UPL yang dimiliki oleh PT. Mertex dapat mengurangi kadar BOD dalam limbah sebanyak 12.5% dan kadar COD sebanyak 19%. Dengan penurunan kadar BOD dan COD dalam

38 limbah, maka dapat memberikan peningkatan indeks EPI sebesar 0.68, sehingga indeks EPI untuk alternatif 2 menjadi Tabel 4.15 Estimasi Indeks EPI untuk Alternatif 2 Variabel Bobot Standar Hasil Penyimpangan Indeks EPI (Wi) Bapedal Analisa (Pi) (Wi*Pi) BOD5 3, % 0,90 COD 3, % 0,59 TSS 2, % 1,47 Phenol 4,63 1 0, ,71% 4,61 Cr Total 4,63 1 0, ,50% 4,60 Minyak dan Lemak 3,63 3,6 0,5 86,11% 3,12 NH3-N (amonia total) 3,33 8 0,01 99,88% 3,33 Sulfida (sbg. H2S) 4,13 0,3 0,001 99,67% 4,11 Indeks EPI 22, Penyusunan Rencana Implementasi Alternatif 2 adalah solusi yang memberikan keuntungan yang lebih besar. Solusi tersebut mampu memberikan peningkatan terhadap produktivitas dan perbaikan kinerja lingkungan. Langkah selanjutnya setelah diperoleh solusi terbaik adalah menyusun rencana untuk mengimplementasikannya. Perencanaan ini meliputi tujuan dan target yang ingin dicapai serta usaha yang akan dilakukan untuk mencapai target seperti yang terdapat pada tabel 4.16.

39 62 Meningkatkan kualitas proses pewarnaan Optimalisasi penggunaan Tabel 4.16 Rencana Implementasi Solusi Tujuan Target Action Pelaksana Meningkatkan Menambahkan Bagian penyerapan bahan kimia Finishing warna ke kain perekat (sanmorl) sumber daya Menurunkan dampak lingkungan Mengurangi penggunaan air dan zat pewarna Mengurangi kandungan BOD5 dan COD dalam limbah Mengurangi pengulangan pada proses pewarnaan Mengurangi pengulangan pada proses pewarnaan Bagian Finishing Bagian Finishing

LAMPIRAN A1 KUISIONER

LAMPIRAN A1 KUISIONER LAMPIRAN A1 KUISIONER Dengan hormat, Dalam rangka pelaksanaan penelitian Tugas Akhir yang berjudul Implementasi Green Productivity Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Produktivitas Dan Kinerja Lingkungan,

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE Muhammad Yusuf Jurusan Teknik Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Jl. Kalisahak 28 Kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa. Melalui produktivitas, perusahaan dapat pula mengetahui. melakukan peningkatan produktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa. Melalui produktivitas, perusahaan dapat pula mengetahui. melakukan peningkatan produktivitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produktivitas telah menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaanperusahaan dikarenakan sebagai suatu sarana untuk mempromosikan sebuah produk atau jasa.

Lebih terperinci

tahapan DMAIC (Define, Measure, Analysis, Improve, dan Control) untuk dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan cacat pada suatu produk.

tahapan DMAIC (Define, Measure, Analysis, Improve, dan Control) untuk dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan cacat pada suatu produk. BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia sedang mengalami perkembangan yang baik, kondisi ini mendorong suatu industri di Indonesia mulai tumbuh. Seiring dengan ketatnya

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN: EVALUASI PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN INDUSTRI TAHU MELALUI PENGUKURAN EPI

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN: EVALUASI PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN INDUSTRI TAHU MELALUI PENGUKURAN EPI EVALUASI PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN INDUSTRI TAHU MELALUI PENGUKURAN EPI Cyrilla Indri Parwati 1*, Imam Sodikin 2, Virgilius Marrabang 3 1,2, 3 Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta,Jurusan

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN UDARA INDUSTRI PT. CEMARA AGUNG. bidang industri tenun dan tekstil dengan kapasitas produski sebesar

BAB III PENCEMARAN UDARA INDUSTRI PT. CEMARA AGUNG. bidang industri tenun dan tekstil dengan kapasitas produski sebesar BAB III PENCEMARAN UDARA INDUSTRI PT. CEMARA AGUNG A. Profil Perusahaan PT. Cemara Agung PT. Cemara Agung merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri tenun dan tekstil dengan kapasitas produski

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. produk, yaitu Kain Grey dan Kain Cambric. Pada 1999, PC GKBI dapat memproduksi

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. produk, yaitu Kain Grey dan Kain Cambric. Pada 1999, PC GKBI dapat memproduksi BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Perusahaan Perjalanan lahirnya Pabrik Cambric Gabungan Koperasi Batik Indonesia (PC GKBI) tidak terlepas dari sejarah kesenian ukir dan gambar yang mulai memasuki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bagian ketiga dari laporan ini menguraikan langkahlangkah penelitian secara lebih jelas dan dapat dilihat pada gambar 3.1. 3.1. Identifikasi Awal Pada tahap ini ada beberapa

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam kerja praktek, dan manfaat yang dapat diberikan kepada perusahaan dari kerja praktek yang

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS PADA DIVISI PROCESSING DI PT BHINEKA KARYA MANUNGGAL I

MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS PADA DIVISI PROCESSING DI PT BHINEKA KARYA MANUNGGAL I MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS PADA DIVISI PROCESSING DI PT BHINEKA KARYA MANUNGGAL I Nama : Dewi Wilianti NPM : 31412968 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Rossi Septy Wahyuni, ST., MT. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Joko Susetyo Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Joko Susetyo Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OBJECTIVE MATRIX DAN GREEN PRODUCTIVITY DI RUMAH PEMOTONGAN AYAM Joko Susetyo Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. anggota dihargai sebesar Rp1,00 per yard. Adapun simpanan anggota-anggota. dimulai dengan kemampuan kapasitas :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. anggota dihargai sebesar Rp1,00 per yard. Adapun simpanan anggota-anggota. dimulai dengan kemampuan kapasitas : BAB III METODOLOGI PENELITIAN H. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Singkat Perusahaan PT GKBI berdiri pada tanggal 1 Juli 1957 dengan modal pembangunan diperoleh dari simpanan wajib anggota Gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Human error dalam research, desain, konstruksi, instalasi, operasi, perawatan, manufaktur, inspeksi, manajemen dan lain sebagainya seringkali menjadi penyebab sebagian

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN No Kompetensi Inti Guru Kompetensi Guru mapel Tekstil Indikator Esensial

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN No Kompetensi Inti Guru Kompetensi Guru mapel Tekstil Indikator Esensial KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN 2012 MATA PELAJARAN JENJANG : TEKNIK TEKSTIL : SMA/MA SMK/MAK KOMPETENSI PEDAGOGI No Kompetensi Inti Guru Kompetensi Guru mapel Tekstil Indikator

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE GREEN PRODUCTIVITY

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE GREEN PRODUCTIVITY Ahmad Mubin 1) dan Salman Alfarisi 2) 1)Jurusan Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arus globalisasi yang terus berjalan. Oleh sebab itu, perusahaan-perusahaan harus

BAB I PENDAHULUAN. arus globalisasi yang terus berjalan. Oleh sebab itu, perusahaan-perusahaan harus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia industri saat ini semakin pesat seiring berkembangnya arus globalisasi yang terus berjalan. Oleh sebab itu, perusahaan-perusahaan harus mampu untuk

Lebih terperinci

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM L A M P I R A N 268 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/ton) TSS 20 0,40 Sianida Total (CN) tersisa 0,2 0,004 Krom Total (Cr) 0,5

Lebih terperinci

DAFTARISI. Halaman Judul. Lembar Pernyataan Keaslian Tugas Akhir Perancangan Pabrik. Lembar Pengesahan Dosen Pembimbing Lembar Pengesahan Penguji

DAFTARISI. Halaman Judul. Lembar Pernyataan Keaslian Tugas Akhir Perancangan Pabrik. Lembar Pengesahan Dosen Pembimbing Lembar Pengesahan Penguji DAFTARISI Halaman Judul Lembar Pernyataan Keaslian Tugas Akhir Perancangan Pabrik Lembar Pengesahan Dosen Pembimbing Lembar Pengesahan Penguji Kata Pengantar Lembar Persembahan Daftar Isi Daftar Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN: PENERAPAN GREEN PRODUCTIVITY UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN DI PABRIK GULA SRAGI

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN: PENERAPAN GREEN PRODUCTIVITY UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN DI PABRIK GULA SRAGI PENERAPAN GREEN PRODUCTIVITY UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN DI PABRIK GULA SRAGI Haryo Santoso 1, Puji Nugrahaeni 2 1,2 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik,Universitas

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Maret 1979 dan diresmikan pada tanggal 27 September 1983 oleh Ibu Tien Suharto

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Maret 1979 dan diresmikan pada tanggal 27 September 1983 oleh Ibu Tien Suharto BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN III.1. Objek Penelitian III.1.1. Sejarah Singkat PT Sahid Detolin Textile atau biasa disebut PT Sadetex didirikan pada tanggal 26 Maret 1979 dan diresmikan pada tanggal

Lebih terperinci

Sifat Fisika dan Kimia Serat Poliester dan Kapas..;.^\rL..., 13

Sifat Fisika dan Kimia Serat Poliester dan Kapas..;.^\rL..., 13 DAFTARISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI PERSEMBAHAN MOTTO UCAPAN TERIMA KASffl KATA PENGANTAR DAFTARISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ABSTRAKSI i ji jjj iv v vj vii

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk melestarikan lingkungan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010 PARAMETER BIOLOGIS BADAN AIR SUNGAI NGRINGO SEBAGAI DAMPAK INDUSTRI TEKSTIL Nanik Dwi Nurhayati Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: nanikdn@uns.ac.id ABSTRAK Berbagai bakteri

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profile Responden 4.1.1. Profile Perusahaan PT Inti Gunawantex merupakan industri textil yang tepatnya berada di kota Bandung,Jawa Barat, Indonesia. Perusahaan ini berdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BAB VI AIR LIMBAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 6.1. Karakteristik Umum Suatu industri penyamakan kulit umumnya menghasilkan limbah cair yang memiliki 9 (sembilan) kelompok pencemar yaitu : 1) Patogen, 2)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Produktivitas merupakan satu hal yang sangat penting bagi perusahaan sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran produktivitas dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kelurahan Moodu, Kelurahan Heledulaa Selatan dan kelurahan Heledulaan Utara.

BAB III METODE PENELITIAN. Kelurahan Moodu, Kelurahan Heledulaa Selatan dan kelurahan Heledulaan Utara. 32 3.1 Lokasi dan waktu penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini akan berfokus pada tempat pencucian motor yang berada di wilayah Kec. Kota Timur yaitu Kelurahan Tamalate, Padebuolo,

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BAB III PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 3.1. Industri Penyamakan Kulit Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah berbagai macam kulit mentah, kulit setengah jadi (kulit pikel, kulit

Lebih terperinci

UPAYA PERBAIKAN KUALITAS PRODUK KAIN KATUN TIPE PADA PROSES PENCELUPAN DI PT ARGO PANTES,TBK. DENGAN MENGGUNAKAN METODE DMAIC

UPAYA PERBAIKAN KUALITAS PRODUK KAIN KATUN TIPE PADA PROSES PENCELUPAN DI PT ARGO PANTES,TBK. DENGAN MENGGUNAKAN METODE DMAIC UPAYA PERBAIKAN KUALITAS PRODUK KAIN KATUN TIPE 41166 PADA PROSES PENCELUPAN DI PT ARGO PANTES,TBK. DENGAN MENGGUNAKAN METODE DMAIC Disusun Oleh: Juli Evelina/33412985 Pembimbing: Dr. Ir. Rakhma Oktavina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan minyak bumi terus-menerus sebagai bahan bakar dalam dunia industri dapat menyebabkan persediaan minyak bumi akan semakin habis karena minyak bumi merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri rumah tangga yang sering dipermasalahkan karena limbahnya yang berpotensi mencemari lingkungan yang ada di sekitarnya

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK. PT.Ricky Putra Globalindo merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK. PT.Ricky Putra Globalindo merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang 20 BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Pengumpulan Data 2.1.1 Sejarah Umum Perusahaan PT.Ricky Putra Globalindo merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan pakaian dalam. Pakaian dalam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang industri dan teknologi membawa kesejahteraan khususnya di sektor ekonomi. Namun demikian, ternyata juga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah yang didasarkan pada undang-undang, pemungutannya dapat dipaksakan kepada subyek pajak (orang pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan energi. Kebutuhan energi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan energi. Kebutuhan energi saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar selain pangan dan air karena hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan energi. Kebutuhan energi saat ini cukup besar, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

Setting Parameter Mesin Ring Spinning Untuk Meningkatkan Kekuatan Tarik Benang PE 30/1 Dengan Menggunaka Metode Taguchi

Setting Parameter Mesin Ring Spinning Untuk Meningkatkan Kekuatan Tarik Benang PE 30/1 Dengan Menggunaka Metode Taguchi 2015 Antoni Yohanes 28 Setting Parameter Mesin Ring Spinning Untuk Meningkatkan Kekuatan Tarik Benang PE 30/1 Dengan Menggunaka Metode Taguchi Antoni Yohanes Dosen Program Studi Teknik Industri Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PRAKTEK KERJA DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PRAKTEK KERJA DAN ANALISIS BAB IV HASIL PRAKTEK KERJA DAN ANALISIS 4.1 ANALISIS 4.1.1 Kondisi Perusahaan Bagian PPC merupakan bagian yang mempunyai tanggung jawab atas pengiriman barang yang dikelolanya kepada bagian utama Bea Cukai.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia industri suatu kompetisi adalah hal yang wajar terjadi. Kompetisi mempunyai dampak yang positif bagi suatu perusahaan karena dengan adanya kompetisi, perusahaan

Lebih terperinci

Media Workshop. Kain dan Serat Pembentuknya. Oleh: Yuliab Koersen. May 22, Rahasia Kain untuk Kenyamanan Tidur

Media Workshop. Kain dan Serat Pembentuknya. Oleh: Yuliab Koersen. May 22, Rahasia Kain untuk Kenyamanan Tidur Media Workshop Rahasia Kain untuk Kenyamanan Tidur May 22, 2013 Kain dan Serat Pembentuknya Oleh: Yuliab Koersen 1. Flow Proses Pembuatan Kain (Fabric) Kain Satu jenis serat Katun, Rayon, Polyester, Nylon,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan negara ini. Industri merupakan salah satu pilar pokok dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan negara ini. Industri merupakan salah satu pilar pokok dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri dan perkembangannya merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan negara ini. Industri merupakan salah satu pilar pokok dalam pembangunan di negara ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa proses pembuatan kaos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tengah era globalisasi ini industri pangan mulai berkembang dengan pesat. Perkembangan industri pangan tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2010. Tempat Penelitian di Rumah Sakit PMI Kota Bogor, Jawa Barat. 3.2. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. proses produksi plastik kantongan dari bijih plastik. PT. Megah Plastik didirikan

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. proses produksi plastik kantongan dari bijih plastik. PT. Megah Plastik didirikan BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan PT. Megah Plastik merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang proses produksi plastik kantongan dari bijih plastik. PT. Megah Plastik didirikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. anti nyamuk bakar, PT FK mengutamakan kualitas dari

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. anti nyamuk bakar, PT FK mengutamakan kualitas dari BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyajian dan Analisa Data 1. Proses Produksi Anti Nyamuk Bakar Dalam memproses anti nyamuk bakar, PT FK mengutamakan kualitas dari produk jadi yang dihasilkan,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-42/MENLH/10/1996 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-42/MENLH/10/1996 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI , Menimbang : a. bahwa untuk melestarikan fungsi dan tatanan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pemintalan), pertenunan, rajutan, dan produk akhir. intermediate dari industri tekstil dituntut untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. (pemintalan), pertenunan, rajutan, dan produk akhir. intermediate dari industri tekstil dituntut untuk meningkatkan kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil Indonesia memiliki daya saing yang relatif baik di pasar internasional. Sebab, Indonesia memiliki industri yang terintegrasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 42/MENLH/10/1996 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 42/MENLH/10/1996 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 99 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Struktur Organisasi

Lampiran 1. Struktur Organisasi Lampiran 1. Struktur Organisasi Kepala Pabrik Administrasi Produksi Quality Assurance and Environment Utilitas Bussiness Accounting Seksi Kesehatan & Keselamatan Kerja Seksi Gudang Material Seksi Stock

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang

I. PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Perkembangan sektor industri memiliki peran penting dalam memberikan dampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah menjadi produk antara berupa aluminium sulfat. Aluminium sulfat termasuk dalam heavy chemical industy yang memegang

I. PENDAHULUAN. diolah menjadi produk antara berupa aluminium sulfat. Aluminium sulfat termasuk dalam heavy chemical industy yang memegang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendirian Pabrik Proses industrialisasi ditandai dengan banyaknya pabrik yang berdiri disuatu tempat. Selain dapat menyerap tenaga kerja juga dapat menambah pendapatan

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2013 PROGRAM STUDI KEAHLIAN TEKNOLOGI TEKSTIL

KISI UJI KOMPETENSI 2013 PROGRAM STUDI KEAHLIAN TEKNOLOGI TEKSTIL KISI UJI KOMPETENSI 2013 PROGRAM STUDI KEAHLIAN TEKNOLOGI TEKSTIL Kompetensi keahlian Teknik Pemintalan serat buatan Teknik Pembuatan Benang Teknik Pembuatan Kain Teknik Penyempurnaan Tekstil Garmen Kompetensi

Lebih terperinci

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri

Lebih terperinci

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH 323 BAKU MUTU AIR LIMBAH INDUSTRI KECAP PARAMETER BEBAN PENCEMARAN Dengan Cuci Botol (kg/ton) Tanpa Cuci Botol 1. BOD 5 100 1,0 0,8 2. COD 175 1,75 1,4 3. TSS

Lebih terperinci

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS 6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang aliran Sungai Cihideung dari hulu Gunung Salak Dua dimulai dari Desa Situ Daun hingga di sekitar Kampus IPB Darmaga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan industri dianggap memberikan dampak buruk bagi lingkungan yaitu meningkatkan pencemaran air dan udara, penurunan kualitas tanah, dampak dalam skala global

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PENYEMPURNAAN KAIN

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PENYEMPURNAAN KAIN KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PENYEMPURNAAN KAIN No Kompetensi Utama Kompetensi Inti Guru (KI) Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu unsur penting dalam industri pengolahan makanan. Dari tahun ke tahun industri pengolahan makanan semakin meningkat sehingga mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan bisnis di era global saat ini semakin ketat. Fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan bisnis di era global saat ini semakin ketat. Fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis di era global saat ini semakin ketat. Fungsi Sumber Daya Manusia (SDM) sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk tetap bisa bersaing dalam ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak zaman kerajaan Mataram ke-1. Pembatikan merupakan teknik mewarnai kain dengan menempelkan

Lebih terperinci

Pemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat

Pemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat Pemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat Paryanto, Ir.,MS Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sebelas Maret Bimbingan Teknis Pengendalian B3 Pusat Pelatihan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, seperti untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dan kebutuhan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB IX SANITASI PABRIK BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

KUNCI JAWABAN LEMBAR KERJA I IDENTIFIKASI AIR TERCEMAR

KUNCI JAWABAN LEMBAR KERJA I IDENTIFIKASI AIR TERCEMAR KUNCI JAWABAN LEMBAR KERJA I IDENTIFIKASI AIR TERCEMAR Tabel Hasil Pengamatan Sampel Warna Endapan Suhu ph Ikan Jumlah gerak mulut ikan dalam 1 menit Keadaan akhir Jernih Tidak Tanpa 25-7 35-75 Hidup sumur

Lebih terperinci

KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER

KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER Elida Novita*, Iwan Taruna, Teguh Fitra Wicaksono Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

HO-2 PROSES PEMBUATAN BATIK

HO-2 PROSES PEMBUATAN BATIK HO-2 PROSES PEMBUATAN BATIK Tentang Batik Cap ISTILAH BATIK (SII.0041-74) Cara pelekatan lilin batik Tulis Adalah bahan kain tekstil hasil pewarnaan menurut corakcorak khas Indonesia, dengan menggunakan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE Deddy Kurniawan W, Fahmi Arifan, Tri Yuni Kusharharyati Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan industri khususnya industri tesktil diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun bila dalam perumusan kebijakan

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN: ANALISIS PRODUKTIVITAS PADA PROSES PENYEPUHAN DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN: ANALISIS PRODUKTIVITAS PADA PROSES PENYEPUHAN DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY ANALISIS PRODUKTIVITAS PADA PROSES PENYEPUHAN DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY Endang Widuri Asih 1*, Cyrilla Indri Parwati 2, Netty Widyastuti 3 1,2,3 Jurusan Teknik Industri, Institut Sains & Teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemeliharaan (maintenance) merupakan salah satu faktor penting yang menunjang berjalannya suatu aktivitas. Jika suatu sistem memiliki pemeliharaan yang baik,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 % TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Eko (2007) menyatakan bahwa limbah utama dari industri kayu adalah potongan - potongan kecil dan serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji.

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH PABRIK MIE INSTAN

PENGOLAHAN LIMBAH PABRIK MIE INSTAN PENGOLAHAN LIMBAH PABRIK MIE INSTAN Di sususn oleh 1. Intan Rosita Maharani (P27834113004) 2. Burhan Handono (P27834113013) 3. Amalia Roswita (P27834113022) 4. Fitriyati Mukhlishoh (P27834113031) 5. Moch.

Lebih terperinci

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR I. DATA PEMOHON Data Pemohon Baru Perpanjangan Pembaharuan/ Perubahan Nama Perusahaan Jenis Usaha / Kegiatan Alamat........

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik ( semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya ) (Elbassan dan Megard, 2004). Biomassa

Lebih terperinci

TINJAUAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL PT. SUKUN TEKSTIL KUDUS PROYEK AKHIR

TINJAUAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL PT. SUKUN TEKSTIL KUDUS PROYEK AKHIR TINJAUAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL PT. SUKUN TEKSTIL KUDUS PROYEK AKHIR Diajukan kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 1. Limbah Cair Hotel. Usaha perhotelan yang berkembang cepat, limbah rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 1. Limbah Cair Hotel. Usaha perhotelan yang berkembang cepat, limbah rumah tangga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Limbah Cair Hotel Usaha perhotelan yang berkembang cepat, limbah rumah tangga yang semakin berlimpah mengakibatkan timbulnya pencemaran yang semakin meningkat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Medan diantaranya adalah pemotongan hewan, pengadaan, dan penyaluran daging

BAB I PENDAHULUAN. Medan diantaranya adalah pemotongan hewan, pengadaan, dan penyaluran daging 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD RPH) Kota Medan secara administratif berada di wilayah Kota Medan Kecamatan Medan Deli tepatnya Kelurahan Mabar Hilir. PD

Lebih terperinci

24/05/2013. Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN. Produksi Bersih (PB) PB Merupakan pendekatan yang cost-effective

24/05/2013. Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN. Produksi Bersih (PB) PB Merupakan pendekatan yang cost-effective Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN Produksi Bersih (PB) United Nation Environmental Programme (UNEP) mendefinisikan produksi bersih sebagai penerapan yang kontinyu dari sebuah strategi pencegahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tahu telah berkontribusi dalam penyediaan pangan bergizi,

I. PENDAHULUAN. Industri tahu telah berkontribusi dalam penyediaan pangan bergizi, I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Industri tahu telah berkontribusi dalam penyediaan pangan bergizi, penyerapan tenaga kerja, dan pengembangan ekonomi daerah. Namun industri tahu juga berpotensi mencemari

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 30 BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1 Perkembangan Perusahaan Pada awalnya PT. Jabatex adalah sebuah industri rumah tangga yang didirikan oleh Effendi Gunawan pada tahun 1964. Pertamakali beroperasi perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Maka, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

Lebih terperinci