BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Dengan semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia yang di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Dengan semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia yang di"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dengan semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia yang di tandai dengan maraknya kegiatan usaha di seluruh sektor ekonomi baik formal maupun informal atau terintegritas maupun suplementasi membawa dampak positif konstruktif terhadap kehidupan masyarakat. Peningkatan kehidupan masyarakat juga di imbangi semakin meningkatnya daya beli masyarakat. Hal ini juga sebagai sumber potensial yang harus di gali sebagai untuk kepentingan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Pajak sebagai salah satu peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara. Dengan semakin meningkatnya pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran wajib pajak tentang pajak sangat mendukung kemandirian dalam memenuhi kebutuhan dana untuk kepentingan penyelenggaraan negara, sehingga pajak memegang peran penting bagi penerimaan negara. Sebagaimana di amanatkan oleh Pasal 23A amandemen Undang-Undang Dasar 1945 bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Saat ini pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia. Sebagian kalangan telah menempatkan pajak secara proporsional dalam kehidupannya, bahwa pajak telah dianggap sebagai

2 2 salah satu kewajiban dalam bernegara, yaitu merupakan sarana untuk ikut berpartisipasi dalam membantu pelaksanaan tugas kenegaraan yang di tangani oleh pemeintah. Indikasi ini terlihat dari semakin banyaknya jumlah wajib pajak, demikian juga dengan keikutsertaan masyarakat dari berbagai kalangan, apabila ada suatu penyelenggaraan kegiatan mengenai perpajakan, seperti halnya seminar, lokakarya, dialog, penyuluhan, dan sebagainya. Kondisi ini sangat jauh berbeda dibandingkan dengan sebelum dilakukannya reformasi perpajakan tahun Saat itu pajak bukan dianggap sebagai kewajiban negara, melainkan lebih dianggap sebagi beban, karena dengan membayar pajak akan mengurangi penghasilan atau harta kekayaan seseorang atau sebuah ensitas bisnis. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang kurang peduli terhadap pajak, yang indikasinya terlihat dari masih sedikitnya jumlah wajib pajak, maupun rendahnya jumlah realisasi penerimaan pajak pertahun dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Salah satu jenis pajak yang merupakan sumber penerimaan negara adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang menggantikan Pajak Penjualan (PPn) sejak 1 april 1985, yang di tetapkan berdasarkan Undang- Undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang No. 11 Tahun 1994 dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM. Undang undang ini di sebut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Dasar pemikiran pengenaan pajak ini

3 3 dasarnya adalah untuk pengenaan pajak pada tingkat kemampuan masyarakat untuk berkonsumsi, yang pengenaannya di lakukan secara tidak langsung kepada konsumen. Untuk mengakomodir berbagai perkembangan yang sangat cepat terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, pemerintah berupaya melakukan perubahan dan penyesuaian atas peraturan perpajakan yang berlaku sebelumnya, antara lain melalui kegiatan dalam bidang perdagangan dengan membuka kerja sama perdagangan dengan luar negeri dalam berbagai bidang, baik barang maupun jasa. Dalam pelaksanaannya, kegiatan di atas tidak terlepas dalam pegenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang maupun jasa yang telah diproduksi. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu contoh pajak yang termasuk sebagai pajak tidak langsung, Ketiga unsur pajak, yaitu penanggungjawab pajak, penanggung pajak dan pemikul pajak dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditemukan terpisah-pisah. Karakter ini memberikan suatu konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak (destinataris pajak) dengan penanggungjawab atas pembayaran pajak ke kas negara berada pada pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak ini secara nyata berkedudukan sebagai pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa kena Pajak, sedangkan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kas negara adalah Pengusaha Kena Pajak yang bertindak selaku penjual Barang Kena Pajak atau Pengusaha Jasa Kena Pajak. Oleh karena itu apabila terjadi penyimpangan pemungutan Pajak

4 4 Pertambahan Nilai, Administrasi Pajak (fiskus) akan meminta pertanggungjawaban kepada penjual Barang Kena Pajak tersebut, bukan pembeli, walaupun pembeli kemungkinan juga berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak. Perhitungan pajak pertambahan nilai (PPN) dilakukan antara selisih pajak keluaran dan pajak masukan yang tarifnya sudah di tentukan 10% dari barang atau jasa yang di keluarkan maupun yang di terima. Penyetoran PPN di lakukan pembayaran ke Bank persepsi melalui SSP (Surat Setor Pajak), dan pelaporan PPN dilakukan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa (SPT-Masa PPN) bukan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Pertambahan Nilai karena SPT Masa PPN lebih kumulatif. Artinya, laporan keuangan di hitung tahunan, tapi perhitunga pajaknya di hitung bulanan, karena setiap bulannya banyak transaksi dan pajak di hitung dari atau di tanggung konsumen. Penelitian mengambil data PPN pada PT. JNI MITRAJAYA karena perusahaan sebagai wajib pajak sudah memenuhi syarat Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai yang sudah berada cukup lama beroperasi di Indonesia dengan kegiatannya sebagai distributor Unilever Food. Prosedur perlakuan PPN yang dilakukan mulai dari perhitungan, penyetoran, dan pelaporan sudah banyak yang sesuai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, tapi ada beberapa hal yang belum sepenuhnya dilakukan oleh PT. JNI MITRAJAYA. Oleh karena itu penulis memilih perusahaan ini bertujuan untuk menganalisis prosedur penerapan,

5 5 penghitungan, dan pelaporan agar sesuai dengan peraturanperundangundangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 42 tahun 2009 tentag PPN. Berdasarkan pertimbangan dan uraian diatas, maka peneliti mencoba membahas lebih lanjut mengenai penghitungan PPN masukan yang di lakukan oleh wajib pajak. Mengingat pentingnya pembiayaan pembangunan dengan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, maka dalam penyusunan penelitian ini penulis mengambil judul : ANALISIS PENGHITUNGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT. JNI MITRAJAYA 2. Rumusan Masalah Berdasarkan kondisi tersebut di atas mka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sudah sesuai dengan ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku. 2. Bagaimana tata cara penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT JNI MITRAJAYA. 3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penyusunan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah penerapan Pajak Pertambahn Nilai (PPN) sudah sesuai dengan ketentuan umum dan tata cara yang berlaku.

6 6 2. Untuk mengetahui sejauh mana implementasi yang di lakukan perusahaan terhadap penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT JNI MITRAJAYA. 4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penyusunan skripsi ini adalah : 1. Bagi perusahaan, diharapkan hasil penelitian tersebut dapat digunakan sebagai bahan informasi khususnya bagian akuntansi (perpajakan) perusahaan dalam hal penerapan PPN yang sesuai dengan ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku, sehingga menjadi kontrol terhadap pengeluaran keuangan perusahaan tersebut menjadi lebih baik dan benar. 2. Bagi penulis, akan menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai implementasi penerapan teori perpajakan yang telah diperoleh di bangku kuliah kedalam praktek perpajakan dalam perusahaan yang sebenarnya. 3. Bagi civitas akademis, sebagai wacana pengetahuan dan digunakan sebagai bahan referensi dan pembanding untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

7 7 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengertian Umum Tentang Pajak Pajak memiliki berbagai definisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang di kemukakan oleh para ahli adalah sebagai berikut: a) Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH, menyatakan : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan yang di gunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Thomas Sumarsan,2013:3). b) Menurut P.J.A. Andriani : pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat di paksakan) yang terutama oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat di tunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negra untuk menyelenggarakan pemerintahan. (Gatot S.M Faisal,2010:12). c) Menurut Purwono (2010:7) pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No.28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan

8 8 didefinisikan sebagai: Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan di gunakan untuk keperluan negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Dari 3 pengertian di pajak di atas, dapat dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur, antara lain: a) Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. b) Tanpa jasa timbal (kontraprestasi) di negara yang secara langsung dapat ditunjukkan. c) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. d) Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung. e) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan-pembiayan negara Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo (2011:1-2) dalam buku Perpajakan Edisi Revisi, menuliskan bahwa ada dua fungsi pajak yaitu:

9 9 1. Fungsi Budgeter Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2. Fungsi mengatur (Regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah di bidang sosial ekonomi. Contoh : a) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras. b) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif. c) Tarif pajak ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia Jenis pajak A. Menurut Suandy (2011:36) jenis pajak berdasarkan pihak yang menanggung : 1. Pajak Langsung, adalah pajak yang bebannya harus ditangung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Misalnya, Pajak Penghasilan. 2. Pajak Tidak langsung, adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain sehingga sering di sebut juga sebagai pajak tidak langsung.

10 10 Contoh : Pajak Pertambahan nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. B. Menurut Suandy (2011:36) jenis pajak berdasar pihak yang memungut: 1. Pajak pusat atau pajak negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktoral Jendral Pajak. Contoh: PPN, PBB, Bea Materai,dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2. Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutan ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (APBD). Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame. C. Menurut Suandy (2011:38) jenis pajak berdasarkan sifatnya: 1. Pajak Subjektif adalah pajak yang memperhatikan kodisi atau keadan wajib pajak. Dalam menentukan pajaknya harus ada alasaalasan obyektif yang berhubunga erat dengan keadaan materialnya, yaitu kemampuan membayar wajib pajak. Contoh : PPh 2. Pajak Objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya baik orang pribadi maupun badan. Jadi, dengan kata lain pajak objektif adalah pengenaan pajak yang hanya memperhatikan kondisi objeknya saja. Contoh : PPN, PBB.

11 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Waluyo (2011:16) pada dasarnya terdapat 3 (tiga) cara atau sistem yang di pergunakan untuk menentukan siapa yang menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang terutang oleh seseorang yaitu : 1. Official Assesment System Official Assesment Sistem yaitu sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh aparat pajak atu fiskus. Dalam sitem ini utang pajak timbul bila telah ada ketetapan pajak dari fiskus ( sesuai dengan ajaranformil tentang tmbulnya utang pajak ). Jadi dalm hal ini wajib pajak bersifat positif. 2. Self Assesment System Self Assesment System yaitu sistem pemungutan pajak di mana wewenang menghitung besarnya pajak terutang oleh wajib pajak diserahkan oleh fiskus kepada wajib pajak yang bersangkutan, menghitung, menyetor dan melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sedangkan fiskus bertugas memberikan penerangan dan pengawasan.

12 12 3. With Holding System With Holding Sytem yaitu sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga ( yang bukan wajib pajak dan juga aparat pajak/fiskus) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada dasarnya merupakan pajak penjualan yang di pungut atas dasar nilai tambah yang timbul pada semua jalur produksi dan distribusi. Nilai tambah adalah semua faktor produksi yang timbul di setiap jalur peredaran suatu barang seperti bunga, sewa, upah kerja, termasuk semua biaya untuk mendapatkan laba. Pada setiap tahap produksi, nilai produk, dan harga jual produk selalu terdapat nilai antara lain yang utama karena setiap penjualan menginginkan adanya keuntungan sehingga dalam menentukan harga jual, harga perolehan ditambah dengan laba bruto. Dasar hukum pajak pertambahan nilai tertera pada Undang-Undang Perpajakan Tahun 1983 nomor 8 yang mengatur pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 18 tahun Undang-Undang ini disebut Undang- Undang pajak pertambahan nilai Dan yang dimaksud Pajak

13 13 Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pajak yang di kenakan atas konsumsi barang dan jasa di daerah pabean (didalam negeri) yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari Pajak Pertambahan Nilai. Menurut Mardiasmo (2010:217) yang dimaksud Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dipungut secara tidak langsung atas penyerahan barang dan jasa kena pajak untuk keperluan konsumsi barang dan jasa dalam negeri. Menurut Valentina (2006:4) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri (dalam daerah pabean). Pertambahan Nilai timbul karena digunakan faktor-faktor produksi dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau jasa kepada konsumen. Sedangkan menurut Sukardji (2010:22) adalah pengenaan pajak atas pengeluaran atau konsumsi baik yang dilakukan perseorangan maupun badan baik badan swasta maupun badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja negara. Berdasarkan objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah konsumsi barang dan jasa, maka Pajak Pertambahan Nilai secara bebas dapat diartikan pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai suatu barang dan jasa. Secara matematis pertambahan nilai atau nilai tambah suatu barang dan jasa dapat di hitung dari nilai atau harga penjualan dikurangi nilai atau harga

14 14 pembelian, sehingga salah satu unsur pertambahan nilai atau nilai tambah suatu barang atau jasa adalah laba yang diharapkan Subjek Pajak Pertambahan Nilai Menurut Valentina (2006:4), Subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Pengusaha Kena Pajak 1. Yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dapat dikenakan PPN adalah pengusaha Kena Pajak. 2. Yang mengekspor Barang Kena Pajak yang dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak. 3. Yang menyerahkan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan adalah Pengusaha kena Pajak. 4. Bentuk kerjasama operasi yang apabila menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak. b. Bukan Pengusaha Kena Pajak Subjek PPN tidak harus Pengusaha Kena Pajak, tetapi dapat menjadi subjek PPN. Hal ini disebabkan karena PPN dikenakan terhadap konsumsi yang dilakukan didalam negeri. Oeh sebab itu, ketika konsumsi dilakukan atas BKP dan JKP yang berasal dari luar daerah pabean oleh konsumen dalam negeri, maka PPN yang terutang akan di bayar sendiri oleh konsumen tanpa memperhatikan apakah konsumen tersebut PKP.

15 15 Menurut Mardiasmo (2010:83), yang menjadi Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak berdasarkan Undang- Undang PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan Mentri Keuangan, kecuali pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP Objek Pajak Pertambahan Nilai Menurut Waluyo (2011:12), Objek PPN adalah : a. Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM. b. Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM. Menurut Waluyo (2011:16), Subjek PPN dibedakan menjadi Objek PPN adalah penyerahan atau kegiatan yang dilakukan oleh pengusaha

16 16 Kena Pajak. Ada enam kegiatan yang ditegaskan dalam Undang-Undang PPN, yaitu : a. Penyerahan Barang Kena Pajak didalam daerah pabean yang dilakaukan oleh pengusaha b. Impor Barang Kena Pajak c. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh pengusaha d. Pemanfaatan barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean didalam daerah pabean f. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Faktur Pajak Menurut Waluyo (2011:83), Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak atau penyerahan jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena impor barang kena pajak digunakan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Terdapat 3 (tiga) jenis Faktur Pajak menurut Undang-Undang PPN, yaitu: 1. Faktur Pajak Standar, termasuk dokumen-dokumen tertentu yang diprlakukan sebagai Faktur Pajak Standar; 2. Faktur Pajak Gabungan dan;

17 17 3. Faktur Pajak Sederhana. Faktur Pajak Standar harus memenuhi syarat formal maupun material, yang dimaksud dengan syarat formal adalah bahwa Faktur Pajak Standar paling sedikit harus memuat keterangan: Nama, alamat, dan NPWP yang melakukan penyerahan atau pembelian BKP atau JKP, jenis Barang dan Jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga, PPN yang dipungut, PPnBM yang dipungut, Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak, dan nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak. Faktur Pajak gabungan sesuai Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor Per 65/PJ/2010 seluruh penyerahan yang di lakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bualn kalender. Faktur Pajak Gabungan harus memenuhi syarat formal maupun material. Yang dimaksud dengan syarat formal adalah: a) Faktur Pajak Standar yang cara penggunaannya diperkenakan kepada PKP atas beberapa kali penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atau penerima jasa yang sama yang dilakukan dalam satu Masa Pajakn dan harus dibuat selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bualn terjadinya penyerahan BKP/JKP. b) Dalam hal terdapat pembayaran sebelum penyerahan BKP/JKP atau terdapat pembayaran sebelum Faktur Pajak Gabungan tersebut dibuat,

18 18 maka untuk pembayaran tersebut dibuat Faktu Pajak tersendiri pada saat diterima pembayaran. c) Tanggal penyerahan/pembayaran pada Faktur Pajak diisi dengan tanggal awal penyerahan BKP/JKP sampai dengan tanggal terakhir dari masa Pajak yang dibuatkan Faktu Pajak Gabungan, dengan melampirkan daftar tanggal penyerahan dari masing-masing Faktur Penjualan. Yang dimaksud Faktu Pajak Sederhana adalah : 1. Dokumen yang disamakan fungsinya dengan Faktur Pajak, yang diterbitkan oleh PKP yang melakukan peyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKP dan/atau JKP yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap atau penyerahan BKP/JKP secara langsung kepada konsumen akhir. 2. Pembeli BKP/penerima JKP yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap, misalnya : pembeli yang tidak diketahui NPWP-nya atau tidak diketahui nama dan atau alamat lengkapnya. 3. Faktu Pajak Sederhana sekurang-kurangnya harus memuat : a. Nama, alamat usaha, NPWP serta nomor dan tanggal pengukuhan PKP yang menyerahkan BKP atau JKP. b. Macam, jenis dan kuantum dari BKP atau JKP. c. Jumlah harga jual atau penggantian yang sudah termasuk pajak atau besarnya pajak dicantumkan secara terpisah. d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sedehana.

19 19 4. Bentuk Faktur Pajak Sederhana dapat berupa bon kontan, Faktur Penjualan, segi cash register, karcis, kwitansi, yang dipakai sebagai tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan BKP atau JKP oleh PKP yang bersangkutan. 5. Faktur Pajak Standar yang diisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana. 6. Faktur Pajak Sederhana dibuat sekurang-kurangnya rangkap dua: Lembar ke-1 : Unuk pembeli BKP/penerima JKP Lembar ke-2 : Untuk arsip PKP yang bersangkutan 7. Faktur Pajak Sederhana dianggap telah dibuat rangkap dua atau lebih, dalam hal faktur Pajak Sederhana tersebut dibauat dalam satu lembar yang terdiri dari dua atau lebih bagian atau potongan yang disediakan untuk disobek atau dipotong, seperti yang terjadi pada karcis. 8. Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli BKP atau penerima JKP sebagai dasar untuk pengkreditan Pajak Masukan. Dokumen-dokumen tertentu dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar sepanjang dokumen tersebut memuat sekurang-kurangnya : a. Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen; b. Nama, alamat, NPWP, penerima dokumen; c. Jumlah satuan; d. Dasar Pengenaan Pajak; e. Jumlah pajak terutang. Dokumen-dokumen tersebut adalah :

20 20 1. PIB yang dilampiri SSP dan atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai untuk impor BKP; 2. PEB yang telah dibuat oleh pejabat yang berwenang dari Dirjen Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut; 3. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu 4. Faktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM; 5. Tanda pembayaran atau kwitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi; 6. Ticket, Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill) atau Delivery Bill, yang dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkuatan dalam negeri; 7. SSP untuk pembayaran Pajak Peratmbahan Nilai atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar 8. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa ke pelabuhan; 9. Tanda pembayaran atau kwitansi listrik Pajak Masukan dan Keluaran Menurut Waluyo (2011:99) Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dibayar oleh PKP karena perolehan

21 21 BKP dan/atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan/impor BKP. Seadangkan Pajak Keluaran menurut menurut Waluyo (2011:99) adalah: Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud dan/atau ekspor JKP Mekanisme Pemungutan dan Pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih menunjukkan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi dari pada nama suatu jenis pajak, dimana mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi. Namun sebelum barang dan jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen, PPN sudah dikenakan pada setiap tingkat mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun demikian, pemungutan secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit pajak) atau sering disebut dengan istilah credit method oleh pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu selisih antara PPN masukan dan PPN keluaran untuk menghitung pajak yang terutang, yang terjadi karena adanya transaksi penjualan dan pembelian atas BKP ataupun JKP sehingga pesentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang berlaku.

22 22 Menurut Waluyo (2011:99) mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan: 1. Pajak Masukan yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu perolehan atau impor Barang kena Pajak atau penerimaaan Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut Pengusaha Kena Pajak pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. 2. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut harus dilakukan dalam Masa Pajak yang sama atau sering disebut credit method. 3. Perhitungan Pajak Pertambhan Nilai yang harus dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara, terlebih dahulu wajib pajak harus mengurangi Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan yang dikreditkan. 4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar dan harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke kas Negara. 5. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi ternyata belum dikreditkan denga Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang besangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

23 Nota Retur Menurut Mardiasmo (2010:218) Nota Retur adalah Nota yang dibuat oleh peneriama BKP karena adanya pengembalian atas BKP yang telah dibeli/ diterimanaya. Dengan adanya Nota Retur tersebut maka PKP penjual dapat mengurangkan PPN dan PPnBM (Pajak Keluaran) atas penyerahan BKP yang dikembalikan, sedangkan bagi PKP pembeli harus mengurangkan PPN dan PPnBM (Pajak Masukan) yang telah dikreditkan atau biaya, dan harta. Nota Retur diterbitkan dan dilaporkan baik oleh PKP penjual maupun PKP pembeli pada Masa Pajak terjadinya pengembalian BKP tersebut. Nota Retur sekurang-kurangnya harus mencantumkan : 1. Nomor urut 2. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari BKP yang dikembalikan 3. Nama, alamat, dan NPWP pembeli 4. Nama, alamat, dan NPWP yang menerbitkan Faktur Pajak 5. Jenis barang dan harga jual BKP yang dikembalikan 6. PPN atas BKP yang dikembalikan 7. PPNnBM atas BKP yang tergolong mewah yang dikembalikan 8. Tanggal pembuatan Nota Retur 9. Tanda tangan pembeli Dalam hal Nota Retur tidak selngkapnya mencantumkan keterangan di atas maka tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur, sehingga tidak

24 24 dapat mengurangi Pajak Keluaran bagi penjual atau Pajak Masukan atau biaya, dan harta bagi pembeli. Dalam hal pengembalian BKP terjadi masih dalam masa pajak yang sama dengan terjadinya penyerahan BKP tersebut, tidak perlu dibuatkan Nota Retur, melainkan dapat dilakukan dengan pembatalan atau perbaikan Faktur Pajak atas penyerahan BKP tersebut Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN Menurut Mardiasmo (2010:220) Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. a. Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. b. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yag dicantumkan dalam Faktur Pajak. c. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean

25 25 untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang PPN. d. Nilai Ekspor adalah nilai brupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. e. Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar pegenaan Pajak dengan Keputusan Mentri keuangan. Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut: 1. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor. 2. Pemberian Cuma-Cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor. 3. Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata. 4. Penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film 5. Persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar. 6. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan atau yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar wajar.

26 26 7. Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari harga jual. 8. Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. 9. Jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. 10. Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon. 11. Penyerahan BKP dan atau JKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antara cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor. 12. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang Tarif Pajak Pertambaha Nilai (PPN) Menurut Waluyo (2011:20), tarif PPN adalah : a. Tarif PPN sebesar 10% (sepuluh persen). Tarif Pajak Pertambahan Nilai berlaku atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak adalah tarif tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

27 27 b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0% (nol persen). Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak si dalam daerah pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor atau dikonsumsi diluar Daerah Pabean, dikenakan Pajak Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% ( nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar dan barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan. c. Dengan peraturan pemerintah, tarif PPN ditentukan serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%. Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 568/KMK.04/2000 : Pasal 1 1) Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean dihitung dengan cara sebagai berikut : a. 10% jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak apabila dalam jumlah tersebut tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. b. 10/110 x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak apabila dalam jumlah tersebut tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

28 28 2) Dalam hal tidak diketemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau meskipun diketemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak dengan tegas dinyatakan dalam jumlah kontrak atau perjanjian sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean Saat dan Tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Mardiasmo (2009:221) untuk menentukan saat Pengusaha Kena Pajak (PKP) melaksanakan kewajiban membayar pajak, penentuan saat pajak terutang menjadi sangat relevan. Tanpa diketahui saat pajak terutang, tidak mungkin ditentukan bilaman PKP wajib memenuhi kewajiban melunasi utang pajaknya, untuk menentukan saat pajak terutang sangat erat kaitannya dengan penentuan saat timbulnya utang pajak. Sebagai pajak objektif, PPN menganut ajaran materil timbulnya utang pajak yaitu utang pajak timbul karena undang-undang. Yaitu sejak adanya suatu keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak. Dengan rumusan yang lebih sedehana, dapat ditentukan bahwa

29 29 utang PPN mulai timbul sejak adanya objek pajak. Ajaran materil timbulnya utang pajak dianut oleh suatu jenis pajak yang mekanismenya pemungutan pajaknya menggunakan self assesment system. Mekanisme pemungutan PPN menggunakan sistem ini, sehingga timbulnya utang pajak ditentukan berdasarkan ajaran materiil. Dari ketentuan Pasal 11 UUPPN 1984 dapat disimpulkan bahwa pajak terutang : 1. Pada saat penyerahan BKP atau JKP 2. Pada saat impor BKP 3. Pada saat dimulai BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 4. Pada saat pembayaran dalam hal : a. Pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP b. Pembayaran dilakukan sebelum dimulai pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam daerah Pabean. 5. Pada saat lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan Pasal 12 UU PPN 1984 ditetapkan bahwa tempat pajak terutang : 1) Tempat tinggal atau tempat kedudukan 2) Tempat kegiatan usaha dilakukan, atau 3) Tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak 4) Tempat BKP dimasukkan, dalam hal impor

30 30 5) Tempat orang pribadi atau badan terdaftar sebagai wajib Pajak dalam hal pemanfaaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daeah Pabean 6) Satu tempat atau lebih yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak sebagai tempat pemusatan pajak terutang atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan Pasal 12 UU PPN 1984 tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 14 peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000, yang menetapkan bahwa : 1) Tempat pajak terutang untuk Penyerahan di dalam Daerah Pabean Pajak Terutang di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan, yaitu di tempat pengusaha dikukuhkan atau seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 2) Tempat Pajak terutang untuk impor BKP adalah ditempatkan BKP dimasukkan ke dalam Daerah Pabean. 3) Tempat Pajak terutang untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean adalah di tempat orang pribadi atau badan yang memanfaatkan, terdaftar sebagai Wajib Pajak. 4) Tempat pajak terutang untuk kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan adalah di tempat bangunan didirikan. 5) Tempat pajak terutang bagi PKP yang dikukuhkan di KPP Wajib Pajak Besar, berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor

31 31 KEP335/PJ2002 tanggal 1 Juli 2002 dipusatkan di KPP Wajib Pajak Besar yang menerbitkan surat pengukuhan. 6) Tempat pajak terutang ditentukan lain oleh Direktur Jendral Pajak atas permintaan tertulis dari wajib pajak atau secara jabatan Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Menurut Waluyo (2011:21) cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (10% atau 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak. Penyetoran pajak pertambahan nilai (PPN) atas selisih kurang bayar antara pajak keluaran dan pajak masukan harus dibayarkan dengan SSP (Surat Setor Pajak) kepada Bank presepsi, pembayaran paling lambat harus dilakukan sebelum akhir bulan setelah bulan berikutnya. Sedangkan Pelaporan dilakukan di tempat dimana PKP terdaftar melalui Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPN bersangkutan sebelum akhir bulan setelah ulan berikutnya Saat dan Batas Waktu Penyetoran PPN dan PPnBM Menurut Waluyo ( 2011;25 ) bahwa Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) dan PPnBM dalam suatu masa pajak yang terutang harus dilakukan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur, termasuk hari sabtu atau hari libur nasional pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Untuk impor penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya, kecuali yang dipungut pada tanggal

32 32 31 Maret harus disetorkan pada hari itu juga. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh bendahara atau instansi pemerintah yang ditunjuk harus di setor paling lama tanggal 7 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Pengertian hari libur nasional termasuk yang diliburkan atau penyelenggaraan pemilihan umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Pasal 15A Undang-undang PPN dan PPnBM mengatur batas waktu penyetoran PPN oleh pengusaha Kena Pajak apabila dalam suatu masa pajak ternyata Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar dari Pajak Keluaran. Penyetoran PPN yang kurang dibayar dimaksud harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan perlu diperhatikan bahwa Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak Akuntansi Pajak Petambahan Nilai (PPN) Menurut Purwono (2010:308) ada satu hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan pencatatan perkiraan PPN, yaitu sifat PPN masukan (PM), jika Pajak Masukan dapat dikreditkan, maka pencatatannya dilakukan sebagai uang muka pajak. Sebaliknya jika Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan, maka pencatatannya langsung dibebanlkan sebagai biaya.

33 Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya tahun 2009, diteliti oleh Sekar arum Sari dengan judul penelitian Evaluasi Penerapan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. BARUNA yang bergerak di bidang jasa pelayaran, dari hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa evaluasi atas kewajiban perpajakan telah sesuai dengan aturan yang berlaku, namun terdapat beberapa kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan oleh PT. BARUNA seperti adanya indikasi tidak melaporkan faktur pajak pada bulan januari 2007 atas faktur pajak dengan nomor urut 047 dan 048, banyak terjadi kesalhan dalam pengisian SPT Masa PPN. Kongginawan (2010) dalam penelitiannya yang berjudul : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai pada pengusaha kena pajak PT. Metro Batavia di kota Manado. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah memberlakukan tarif Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan tarif dalam UU No 18 tahun 2000 yakni sebesar 10% (sepuluh persen), tapi masih ditemukan kelemahan dalam perhitungan Pajak Pertambahan Nilai, karena perusahaan tersebut memberlakukan sistem pembulatan ke bawah sebesar Rp sementara pajak pertambahan nilai yang seharusnya disetor ke kas Negara sebesar Rp dimana selisih tersebut merupakan kerugian Negara. Untuk perusahaan diharapkan dapat memperbaiki dan menerapkan sistem pembulatan ke bawah terhadap Pajak Pertambahan Nilai.

34 34 Sedangkan penelitian yamg dilakukan penulis yaitu sama mengacu pada objek PPN. Yaitu membahas tentang Analisis Peghitungan Pajak Pertambahan Nilai. Objek perusahaan yang dilakukan peneliti sekarang adalah pada PT. JNI MITRAJAYA yang bergerak di bidang perdagangan (trading) distributor Unilever Food, yang wilayah penjualannya hanya tingkat regional, karena perusahaan belum bisa memenuhi begitu banyaknya permintaan dalam negeri karena pengaruh perkembangan industri makanan di Indonesian yang begitu pesat. Kedua penelitian sebelumnya dilakukan oleh peneliti pada perusahaan

35 Kerangka Konseptual Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) Penjual Pembeli Pajak Keluaran Pajak Masukan Pencatatan dan Penghitungan PPN Kurang atau Lebih Bayar PPN yang dibayar Penyetoran dan Pelaporan PPN Gambar 2.1 Kerangka konseptual

36 36 Kerangka konseptual yang dapat dijabarkan sebagai tuntunan untuk mengetahui sejauh mana prosedur yang dilakukan perusahaan sebagaimana penelitian dalam skripsi ini, diwakili oleh bagan alur. Dasar penelitian dimulai dari barang atau jasa yang dijual atau dibeli yang terkena PPN dari PT. JNI MITRAJAYA sehingga timbul Pajak Keluaran dan Pajak Masukan yang bisa menghasilkan kurang atau lebih bayar pada penghitungan PPNnya. Setelah dilakukan perhitumgan selisih antara pajak keluaran dan masukan akan terjadi kuran atau lebih bayar Pajak Pertambahan Nilai tersebut akan dilakukan proses penyetoran yang dilakukan ke Bank presepsi yang ditunjuk untuk penerimaan kas Negara dan pelaporan PPNnya dilakukan melalui program elektronik surat pemberitahuan ( espt ) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1111, dan dilaporkan dimana wajib pajak (WP) terdaftar sebagai Pengusa Kena Pajak ( PKP ). Sehingga akan diketahui sejauh mana perusahaan sudah melakukan proses sesuai dengan ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku dengan benar atau tidak.

37 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah studi kasus, dimana dalam metode ini dilakukan pembahasan masalah berdasarkan kondisi yang sebenarnya terjadi di perusahaan. Alasan yang mendasari digunakan metode kasus ( case study ) dalam menjawab rumusan ini adalah: 1. Studi kasus cocok untuk menjawab suatu rumusan masalah yang diawali dengan pertanyaan mengapa dan bagaimana. 2. Peneliti hanya mempunyai sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa. Peristiwa yang akn diselidiki dan fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer ( masa kini ) di dalam konteks kehidupan nyata. Dari dua alasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa metode studi kasus dirancang untuk meneliti suatu kasus tertentu dalam lingkup tertentu pula yamg terjadi dalam konteks kehidupan nyata. 3.2 Deskripsi Populasi dan Penentuan Sampel Dari penelitian tersebut penulis telah memberikan gambaran mengenai deskripsi populasi dan penentuan sampel sebagai berikut :

38 38 1. Deskripsi Populasi Memberikan informasi tentang gambaran terhadap obyek penelitian, yang aspek Laporan Keuangan khususnya Neraca Keuangan Perusahaan. Maka populasi pada penelitian ini adalah manajemen PT. JNI Mitrajaya. 2. Penentuan Sampel Yang menjadi sampel dalam penelitian Analisis Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT JNI Mitrajaya adalah faktur pajak masa PPN. 3.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Penelitian Sesuai dengan judul yang dipilih, yaitu : Analisis Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ), pada PT. JNI MITRAJAYA, maka variabel penelitiannya yaitu : - Pajak Pertambahan Nilai - Penyajian Laporan Keuangan 2. Definisi Operasional a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yag dikenakan atas konsumsi dalam negeri (dalam daerah pabean). Pertambahan Nilai timbul karena digunakannya faktor-faktor produksi dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau jasa kepada konsumen.

39 39 b. Penyajian Laporan Keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang berguna di dalam membuat keputusan. Dengan kata lain tujuan laporan keuangan menurut pajak adalah memberikan informasi keuangan perusahaan atau badan usaha menurut keadaan sebenarnya berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, disini peneliti hanya menjelaskan penyajian PPN dalam laporan keuangan yaitu neraca dan laporan laba rugi. Langkah yang harus dilakukan adalah menganalisis. Jika Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka pada akhir tahun pajak disajikan di sebelah asset atau aktiva setelah perkiraan persediaan. Jika Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan pada akhir tahun pajak dilaporkan di sebelah Hutang atau Passiva setelah perkiraan Hutang Usaha. 3.4 Teknik Pengumpulan Data 1. Studi Kepustakaan Yaitu suatu cara pengumpulan data secara teoritis yang dilakukan dengan cara membaca buku-buku literatur yang berhubungan dengan objek yang diteliti.

40 40 2. Studi Lapangan Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara penulis terjun langsung ke objek yang diteliti guna mendapatkan informasi dari objek yang sedangditeliti, yang meliputi : a. Observasi Yaitu teknik pengumpulan data melalui pengamatan secara langsung ke objek yang sedang di teliti. b. Wawancara Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait yaitu bagian keuangan untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan penulisan karya ilmiah tersebut. c. Dokumentasi Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mencatat dokumendokumen yang berkaitan dengan objek penelitian sebagai bukti adanya permasalahan. 3.5 Teknik Analisis Data Dalam mengolah data skripsi ini penulis menggunakan teknik analisa bersifat kualitatif :

41 41 1. Analisa kualitatif Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata yang berwujud pernyataan-pernyataan verbal, bukan dalam bentuk angka. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data misalnya wawancaran analisi dokumen, diskusi terfokus, atau observasi yang telah dituangkan dalam catatan lapangan (transkrip). Bentuk lain dari data kualitatif adalah gambar yang diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video. Analisis Data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara bersamaan dengan cara proses pengumpulan data. Menurut Milez tahapan analisis data mencakup : 1. Pengumpulan data Penelitian mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara lapangan. 2. Reduksi data Reduksi data yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data-data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencarinya sewaktu waktu diperlukan.

42 42 3. Penyajian data Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun yang memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk matrik matrik, network, cart, atau grafis, sehingga dapat dikuasai. 4. Pengambilan keputusan ( kesimpulan ) atau verifikasi. Setelah data disajikan, maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Untuk itu diusahakan mencari pola, model, tema, hubungan, persamaaan, hal-hal yang sering muncul, hipotesis, dan sebagainya. Jadi dari data tersebut berusaha diambil kesimpulan. Verifikasi dapat dilakukan dengan keputusan, didasarkan pada reduksi data yang merupakan jawaban atas masalh yang diangkat dalam penelitian. Keempat komponen tersebut saling interaktif yaitu saling mempengaruhi dan terkait. Pertama-tama dilakukan penelitian di lapangan dengan mengadakan wawancara atau observasi yang disebut tahap pengumpulan data. Karena data-data, pengumpulan penyajian data, kesimpulan kesimpulan atau penafsiran data yang dikumpulkan banyak maka diadakan reduksi data. Setelah direduksi maka kemudian diadakan sajia data, selain itu pengumpulan data juga digunakan untuk penyajian data. Apabila ketiga hal tersebt selesai dilakukan, maka diambil suatu keputusan atau verifikasi.

43 43 BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA 4.1 Penyajian Data Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi dan tujuan perusahaan serta kebijaksanaan perusahaan sehingga didapat gambaran yang jelas mengenai deskripsi penelitian. Dilakukan juga pembahasan mengenai analisis perhitungan, penyetoran dan pelaporan yang diterapkan PT JNI MITRAJAYA Sejarah Singkat Perusahaan PT JNI MITRAJAYA telah dirintis pendiriannya sejak tanggal 9 Februari 1998 dihadapan notaris saudara Anne Djoenardi, SH dengan nomor 7 sebagai perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan besar, yang berlokasi di jalan Greges Jaya II A-23 Surabaya. Didalam akte tersebut telah menetapkan : 1. Eddy Kosasih sebagai Komisaris Utama 2. Jenny Kosasih sebagi Direktur Utama Perkembangan pada industri makanan di Indonesia semakin pesat dan kebutuhan bahan pokok dalam pembuatan suatu makanan sangatlah penting terutama tersedianya bumbu pelengkap agar makanan tersebut dapat di nikmati konsumen dengan enak dan penyajian yang cepat juga

44 44 tentunya. Oleh karena itu PT JNI Mitrajaya menyediakan produk-produk unggulan dari PT Unilever Food yang setiap saat dapat didistribusikan kepada seluruh restoran atau hotel yang ada di wilayah Jawa timur diharapkan dengan persediaan barang dan pengiriman armada kami yang tepat waktu dapat memberikan kepuasan dari pengguna barang tersebut. Visi PT Jni Mitrajaya Visi perusahaan adalah untuk menjadi distributor terbesar yang maju dan berkembang pesat. Manajemen memulai transformasi dari organisasi tingkat tradisional menuju ke sebuah organisasi yang lebih fleksibel. Membuat mimpi menjadi nyata untuk konsumen melalui merk dan produk yang dijual..

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Umum Tentang Pajak Pajak memiliki berbagai defenisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam-macam definisi Pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi pajak Pengertian pajak menurut Pasal 1 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perpajakan II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. diketahui terlebih dahulu pemahaman mengenai aktivitas aktivitas dan

BAB II TELAAH PUSTAKA. diketahui terlebih dahulu pemahaman mengenai aktivitas aktivitas dan BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sebelum mengadakan analisa terhadap perusahaan sebaiknya diketahui terlebih dahulu pemahaman mengenai aktivitas aktivitas dan laporan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar - dasar Perpajakan Indonesia II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Dibawah ini terdapat beberapa definisi-definisi dan unsur pajak yang terangkum tentang pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Faktur Pajak Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha b. penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha c.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). Pada era gliobalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

Perpajakan 2 PPN & PPnBM Perpajakan 2 PPN & PPnBM 18 Februari 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Karakteristik PPN 1. Pajak tidak langsung Beban pajak dipikul oleh konsumen akhir. Pengusaha akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Jika kita membahas pengertian dari pajak, banyak ahli yang memiliki pengertian yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan salah satu penerimaan negara dalan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Apabila membahas pengertian pajak, banyak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Andriani yang telah diterjemahkan oleh Santoso Brotodiharjo (Waluyo,2003:3): Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak dan Ciri Ciri Pajak Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Defenisi Pajak Pajak memiliki berbagai defenisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai Menurut Andriani dalam Brotodiharjo,(2009:2) menyatakan: Pajak adalah iuran kepada negara (yang

Lebih terperinci

BAB I I. LANDASAN TEORl

BAB I I. LANDASAN TEORl 8 BAB I I LANDASAN TEORl A. Pajak 1. Pengertian dan Unsur Pajak Definisi pajak yang perlu diketahui sebelum memasuki pembahasan tentang Pajak Pertambahan Nilai, antara lain: Menurut Rochmat Soemitro, dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Dalam membahas definisi mengenai pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Adriani di kutip

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang berasal dari penghasilan masyarakat, dalam proses pemungutan perlu diatur dalam undang-undang agar dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. With Holding System a. Pengertian With Holding System Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus mengetahui bahwa with holding system

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Dasar Dasar Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Mengacu pada pasal 1 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1)

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1) BAB II LANDASAN TEORI A. Perpajakan Adapun pengertian pajak yang dikemukakan para ahli dari sudut pandang yang berbeda. Beberapa pendapat mengenai definisi pajak yang dikemukakan para ahli sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Pengertian Pajak Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada masyarakat berdasarkan undang undang untuk mengisi kas negara guna membiayai

Lebih terperinci

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Mardiasmo (2011:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1.1 Definisi Pajak Dalam Suandy (2011:5) Pajak di definisikan sebagai pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang dan jasa

Lebih terperinci

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak PPN DAN PPnBM PAJAK ATAS NILAI TAMBAH PPN yang ditetapkan dengan UU no.18 tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (Value Added) yang

Lebih terperinci

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Faktur a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha b. penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha c. ekspor BKP

Lebih terperinci

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai Berbagi informasi terkini bersama teman-teman Anda Jakarta Istilah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bukan suatu hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pada era globalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Adapun pengertian pajak menurut para ahli dalam Siti Resmi (2009:1) diantaranya: 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata secara partisipasi dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional. Adapun definisi pajak menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut Rachmat Soemitro (1990 : 5) menyatakan Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pajak a. Pengertian Pajak Banyak definisi atau batasan yang telah dikemukakan oleh pakar yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah B A B III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah studi kasus, dimana dalam metode ini dilakukan pembahasan masalah berdasarkan kondisi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA PROSEDUR PELAKSANAAN DAN PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) ATAS PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA PERSEROAN TERBATAS PERKEBUNAN NUSANTARA X KEBUN KERTOSARI JEMBER LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA Diajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA G. Pengertian Pajak 1.Defenisi Pajak Pajak memiliki berbagai defenisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 II.1.1 Kerangka Teori dan Literatur Gambaran Umum Perpajakan II.1.1.1 Pengertian Pajak Banyak definisi tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional adalah kegiatan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka pemerintah perlu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pajak merupakan alat bagi pemerintah didalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung dan tidak langsung dari masyarakat, guna membiayai pengeluaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya.

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya. BAB II LANDASAN TEORI A. Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak adalah iuran wajib dari rakyat kepada negara sebagai wujud peran serta dalam pembangunan yang pengenaannya berdasarkan undang-undang dan tidak mendapat

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemahaman Perpajakan 2.1.1.1 Pengertian Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, ada beberapa definisi tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan. Penerimaan Negara yang terdiri atas penerimaan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) 3.1 Teori Tentang Pajak 3.1.1 Definisi Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai iuran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pajak dan Fungsi Pajak 2.1.1 Definisi Pajak Menurut Adriani dalam kutipan Soemarso (2007:2), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK

BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK 3.1 Teori Tentang Pajak 3.1.1 Definisi Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor ekonomi. Inflasi yang cenderung mengalami peningkatan, naiknya harga

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (STUDI KASUS PADA PT. ANGGADA KARSA UTAMA) PERIODE TAHUN 2014 s/d 2015 E-Jurnal Dibuat Oleh: Muhamad Idrus 022112269 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang perpajakan No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara Indonesia dan semakin bertambahnya jumlah penduduk bangsa Indonesia maka, harus diiringi dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) Pajak Masukan adalah pajak yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011 Pajak Pertambahan Nilai (PPn) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan kontribusi wajib rakyat kepada negara yang diatur berdasarkan undangundang yang bersifat memaksa, tanpa imbalan atau balas

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3), BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3), Pajak adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian dan Fungsi Pajak 1. Pengertian Pajak Banyak pengertian dan batasan yang telah dikemukakan oleh para ahli ekonomi, yang pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

Lebih terperinci

PPN DAN PPn BM PENGUSAHA KENA PAJAK, DPP & TARIF, TEMPAT PAJAK TERUTANG, DAN FAKTUR PAJAK, NOTA RETUR

PPN DAN PPn BM PENGUSAHA KENA PAJAK, DPP & TARIF, TEMPAT PAJAK TERUTANG, DAN FAKTUR PAJAK, NOTA RETUR PPN DAN PPn BM PENGUSAHA KENA PAJAK, DPP & TARIF, TEMPAT PAJAK TERUTANG, DAN FAKTUR PAJAK, NOTA RETUR Mata Kuliah : Perpajakan II Ruang, Hari /Jam kuliah : M 504, Minggu, Jam :16.15 18.45 WIB Tatap Muka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Hukum pajak disebut juga hukum fiskal yaitu keseluruhan dari peraturanperaturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Apabila membahas pengertian pajak, banyak definisi atau batasan pajak yang

BAB II LANDASAN TEORI. Apabila membahas pengertian pajak, banyak definisi atau batasan pajak yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Pajak II.1.1 Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak definisi atau batasan pajak yang telah dikemukakan oleh para pakar, yang satu sama lain pada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA Didalam bab ini akan dilakukan analisis atau pembahasan hasil pemeriksaan, keberatan sampai dengan keluarnya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis BAB IV PEMBAHASAN Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan, serta kebenaran jumlah dalam SPT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang masih terus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang masih terus 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang masih terus berusaha mengadakan pembangunan disegala bidang danuntuk mewujudkan citacita tersebut tidaklah muda,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara material

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Perlakuan Pajak Penghasilan dalam Transaksi Jasa Lelang oleh Balai Lelang Swasta Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa transaksi

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Akuntansi dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Ada beberapa definisi tentang ilmu akuntansi, antara lain : 1. Menurut American Institute of Certified

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 143 TAHUN 2000 (143/2000) TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BE

14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BE 14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER146/PJ./2006 TENTANG BE Contributed by Administrator Friday, 26 March 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Akuntansi Akuntansi adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan pembangunan dan kelangsungan jalannya

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pajak Negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

BAB II LANDASAN TEORITIS. (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Pengertian pajak telah dikemukakan oleh banyak ahli, namun pada dasarnya definisi tersebut memiliki tujuan yang sama. Adapun definisi pajak menurut P.J.A Adriani dalam

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK 2.1 Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara lain:

Lebih terperinci

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009 Disusun oleh : SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009 Oktober 2009 begawan5060@gmail.com begawan5060 1 Pasal 1 Pengertian 1 Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 Menimbang : a. TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. definisi pajak menurut versinya masing-masing. Walaupun banyak pendapat mengenai

BAB II LANDASAN TEORI. definisi pajak menurut versinya masing-masing. Walaupun banyak pendapat mengenai BAB II LANDASAN TEORI II. 1 Pengertian Pajak Secara Umum II.1.1 Definisi Pajak Para ahli pajak baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri telah memberikan definisi pajak menurut versinya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Biotek Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi (obatobatan hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Definisi Pajak berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif sejak 1 April 1985 telah mengalami perubahan yang cukup pesat dalam

BAB I PENDAHULUAN. efektif sejak 1 April 1985 telah mengalami perubahan yang cukup pesat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Diantara usaha pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak adalah dengan mengoptimalkan proses dalam penyelenggaraan pajak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pajak Secara Umum 2.1.1. Dasar Hukum Pajak Dasar hukum pajak adalah pasal 23 ayat ( 2 ) Undang - Undang Dasar 1945 yang berbunyi : segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan perbandingan Pajak Pertambahan Nilai sebelum dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan penelusuran atas laporan laba rugi, neraca,

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO ABSTRAK Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor perusahaan ke sektor publik. Salah satu pajak yang sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Perbedaannya hanya terletak pada sudut

BAB II LANDASAN TEORI. pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Perbedaannya hanya terletak pada sudut BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Pengertian Pajak Banyak definisi atau batasan pajak yang telah dikemukakan oleh para pakar, yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pajak Secara Umum Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci