EVALUASI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HIBRIDA TURUNAN GMJ TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA MENGGUNAKAN ANALISIS LINI X TESTER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HIBRIDA TURUNAN GMJ TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA MENGGUNAKAN ANALISIS LINI X TESTER"

Transkripsi

1 EVALUASI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HIBRIDA TURUNAN GMJ TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA MENGGUNAKAN ANALISIS LINI X TESTER Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi daya gabung lini (GMJ/A) dan tester (galur pemulih kesuburan/r) dalam menghasilkan hibrida dan mengevaluasi keragaan sejumlah hibrida baru. Penelitian dilaksanakan pada November Maret 2011 di Kebun Percobaan BB Padi, Sukamandi. Desain persilangan dan analisis diatur mengikuti rancangan lini x tester. Tujuh puluh lima hibrida dan masing-masing tetuanya ditanam di sawah menggunakan rancangan acak kelompok yang diulang tiga kali. Pengamatan dilakukan terhadap karakter agromorfologi, komponen hasil dan hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai dan persentase gabah isi per malai memiliki ragam daya gabung khusus (DGK) dan daya gabung umum (DGU) yang nyata. Ekspresi karakter-karakter di atas dikendalikan oleh aksi gen aditif maupun nonaditif. BI485A dan BI599A merupakan penggabung umum yang baik untuk karakter gabah isi per malai, gabah hampa per malai dan persentase gabah isi per malai, sedangkan tester penggabung umum bagi karakter ini adalah IR53942, CRS8, CRS9, SMD9, SMD10 dan SMD15. Nilai daya gabung khusus yang tinggi untuk karakter hasil diberikan oleh tetua-tetua bernilai daya gabung umum rendah. Hal ini menunjukkan bahwa karakter hasil dikendalikan oleh aksi gen overdominan, dominan x dominan atau epistasi. Kombinasi A/R dengan daya gabung khusus tinggi sesuai untuk perakitan padi hibrida dengan sifat heterosis yang baik. Nilai daya gabung khusus tertinggi ditunjukkan oleh BI485A/IR Hibrida turunan GMJ tipe WA terbaik adalah BI485A/IR53942 (10,21 t/ha), turunan GMJ tipe Gambiaca ditunjukkan oleh BI625A/SMD11 (9,88 t/ha), sedangkan turunan GMJ tipe Kalinga ditunjukkan oleh BI665A/IR53942 (9,15 t/ha). Ketiga hibrida tersebut mempunyai heterobeltiosis, mid parent heterosis dan standar heterosis yang tertinggi di setiap kelompok hibrida dengan latar belakang GMJ tipe WA, Gambiaca dan Kalinga. Kata kunci: padi hibrida, lini x tester, daya gabung, heterosis

2 88 Abstract The research were conducted to study combining ability of line (CMS/A) and tester (Restorer/R) in producing the new hybrid rice, and evaluate those new hybrid performance. The research was conducted in November March 2011 at ICRR field station, Sukamandi. Mating design and analysis were done using line x tester. Seventy five hybrids and their parental lines were planted in the field using randomized complete block design with three replications. The characters of agro-morphology, yield component and yield were observed. The plant height, number of filled grain per panicle, number of unfilled grain per panicle, total grain per panicle and filled grain percentage per panicle had significant variance of specific and general combining ability. Those characters were controlled by additive and non-additive genes. BI485A and BI599A lines were good general combiner for filled grain per panicle, unfilled grain per panicle and filled grain percentage per panicle, while good tester combiner were IR53942, CRS8, CRS9, SMD9, SMD10and SMD15. The high specific combining ability value for yield was shown by parental lines with low general combining ability. Therefore, the yield character was controlled by overdominant gene action, dominant x dominant or epistasis. Certain A/R combination with high specific combining ability were suitable to develop hybrid rice with high heterosis. The highest specific combining ability were achieved by BI485A/IR The best hybrid rice derived from WA male sterile lines was BI485A/IR53942 (10.21 t/ha), while that from Gambiaca male sterile lines was BI625A/SMD11 (9.88 t/ha) and from Kalinga male sterile lines was BI665A/IR53942 (9.15 t/ha). The three new hybrids showed the highest heterobeltiosis, mid parent heterosis and standard heterosis within F 1 of each genetic background group of WA, Gambiaca and Kalinga male sterile lines. Key words: hybrid rice, lini x tester, combining ability, heterosis

3 89 Pendahuluan Potensi hasil padi dilaporkan stagnan, sedangkan populasi penduduk semakin meningkat pesat. Untuk mengatasi hambatan peningkatan produktivitas padi, perlu dicari teknologi alternatif. Diantara banyak alternatif, heterosis merupakan pendekatan penting untuk meningkatkan produksi padi. Teknologi ini tidak hanya berkontribusi terhadap ketahanan pangan, tetapi juga bermanfaat untuk lingkungan. Hybrid vigor atau heterosis, diartikan sebagai peningkatan laju pertumbuhan zuriat terhadap tetuanya yang antara lain dapat diamati pada tingginya produktivitas suatu tanaman, umur berbunga yang lebih cepat, dan ketahanannya terhadap cekaman biotik dan abiotik. Heterosis juga menyebabkan peningkatan produksi per unit lahan yang cukup besar, sehingga sebagian lahan dapat dialihkan untuk kegunaan lain, misalnya untuk preservasi alam (Duvick 1999). Ditemukannya mandul jantan sitoplasmik pada padi memungkinkan bagi pemulia tanaman untuk mengembangkan hibrida (F 1 ) yang memiliki potensi komersial lebih tinggi dibandingkan padi inbrida. Galur Mandul Jantan baru dikatakan fungsional jika dapat diperbanyak dengan hasil tinggi dan dimanfaatkan dalam pembentukan hibrida berheterosis tinggi. Dalam sistem tiga galur, perakitan hibrida dilakukan dengan menyilangkan GMJ dengan galur pemulih kesuburan (R). Kesesuaian antar dua galur tetua tersebut akan menentukan penampilan dan heterosis hibrida yang dihasilkannya. Tingkat kesesuaian tersebut ditentukan oleh nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) kedua galur tersebut. Karena itu, dalam rangka eksploitasi heterosis pada padi, pemulia tanaman perlu melakukan uji daya gabung antara berbagai GMJ dan R. Informasi mengenai daya gabung bermanfaat untuk mengetahui kemampuan tanaman menyerbuk sendiri dalam menghasilkan hibrida dan mempelajari besaran serta arah aksi gen-gen terkait (Saidaiah et al. 2010). Keragaman dan aksi gen dapat dipelajari pada populasi persilangan yang diuji pada sebuah lingkungan. Desain persilangan yang umum digunakan untuk mempelajari hibrida adalah dialel dan analisis lini x tester (Virmani et al. 1997). Evaluasi heterosis adalah hal terpenting pada perakitan padi hibrida. Tiga nilai heterosis yang biasa diukur pada kombinasi hibrida baru, yaitu heterobeltiosis, mid parent dan standar heterosis.heterobeltiosis adalah

4 90 heterosis hibrida terhadap tetua terbaik, sedang mid parent heterosis hibrida yang dinilai terhadap rerata kedua tetua (Virmani et al. 1997). Standar heterosis merupakan keunggulan hibrida yang tidak terkait dengan tetua hibrida tersebut. Namun standar heterosis ini sangat penting dalam komersialisasi padi hibrida, karena nilai standar heterosis merupakan keunggulan hibrida terhadap varietas populer yang dipergunakan oleh petani. Sehubungan dengan harga benih yang lebih mahal dibandingkan padi inbrida, maka padi hibrida hanya akan diterima oleh petani bila memberikan kelebihan produktivitas hasil yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas inbrida yang biasa ditanamnya. Percobaan ini bertujuan untuk (1) memperoleh informasi daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) serta parameter genetik lainnya dari komponen hasil dan hasil untuk mengetahui kombinasi hibrida terbaik, serta (2) mengevaluasi heterosis kombinasi hibrida baru terhadap kedua tetuanya maupun varietas populer. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Persiapan penelitian berupa pembuatan kombinasi persilangan antara GMJ dengan galur pemulih kesuburan dimulai pada Desember 2009, sedangkan penelitian dilaksanakan pada November-Maret 2011 di Kebun Percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), Sukamandi, Jawa Barat. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah 75 hibrida (F 1 ) hasil persilangan antara 2 GMJ tipe WA, 1 GMJ tipe Gambiaca dan 2 GMJ tipe Kalinga dengan 15 galur R (Tabel 28). Untuk menghitung standar heterosis digunakan 2 varietas pembanding yaitu Inpari 13 (inbrida) dan Hipa6 Jete (hibrida) Tabel 28 Daftar galur mandul jantan dan restorer yang digunakan dalam pembentukan hibrida GMJ Restorer BI485A (WA) IR53942 R42 SMD 9 BI599A (WA) S4124F BP2274 SMD 10 BI855A (Gambiaca) BP51-1 CRS 39 SMD 11 BI639A (Kalinga) BP1028F CRS 8 SMD 12 BI665A (Kalinga) BH25B CRS 9 SMD 15

5 91 Pelaksanaan Persilangan dirancang mengikuti metode lini x tester. Masing-masing galur ditanam di plot berukuran 1 m x 2 m, dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm, menggunakan rancangan acak kelompok. Pemeliharaan tanaman dilakukan seperti halnya budidaya padi sawah. Pupuk yang diberikan adalah Urea 300 kg/ha, SP kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Setengah dosis Urea, seluruh dosis SP36 dan KCl diberikan sebagai pupuk dasar sehari sebelum tanam, sedangkan sisa setengah dosis Urea diberikan pada saat tanaman berumur 40 HST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan saat munculnya gejala serangan hama dan penyakit. Pengamatan dilakukan terhadap karakter agronomis utama, antara lain tinggi tanaman, jumlah anakan, eksersi malai (panicle exsertion), umur berbunga, penampilan agronomis (phenotypic acceptability), komponen hasil seperti panjang malai, jumlah gabah per malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, bobot 1000 biji, dan bobot produksi per plot. Analisis Data Semua data yang diperoleh dianalisis mengikuti metode lini x tester (Singh & Chaudary 1979), sebagai berikut: a. Efek daya gabung umum 1. Lini: 2. Tester: b. Efek daya gabung khusus c. Komponen genetik 1. σ 2 dgu: Cov H.S. = [ ] 2. σ 2 dgk: [ ] Keterangan: l : lini t : tester r : ulangan : kuadrat tengah lini x tester : kuadrat tengah galat

6 92 Tabel 29 Struktur tabel analisis ragam untuk analisis lini tester Sumber variasi Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung Ulangan r-1 JK U KT U Entri t-1 JK E KT E Tetua p-1 JK P KT P F 1 lt-1 JK C KT C Tetua vs F 1 (t-1) - (p-1) - (lt-1) JK PC KT PC Lini l-1 JK L KT L KT L /KT LT Tester t-1 JK T KT T KT T /KT LT Lini x Tester (l-1) (t-1) JK LT KT LT Galat (t-1) (r-1) JK G KT G Total rt-1 JK total KT total d. Proporsi kontribusi lini, tester dan interaksi lini x tester 1. Kontribusi lini: ( ) ( ) 2. Kontribusi tester: ( ) ( ) 3. Kontribusi lini x tester: ( ) ( ) Uji beda nyata terhadap efek daya gabung umum dan khusus dilakukan menggunakan uji t. Penghitungan nilai heterosis dilakukan menggunakan rumus dikenalkan oleh Virmani et al. (1997) sebagai berikut: yang Heterobeltiosis : Mid parent heterosis : Standar heterosis : Hasil dan Pembahasan Daya Gabung Umum Analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata di antara lini (tetua betina) pada semua karakter, sedangkan di antara tester (tetua jantan) variasi yang nyata terlihat pada karakter tinggi tanaman, panjang malai, gabah isi per malai, gabah hampa per malai, gabah total per malai, persentase gabah isi per malai dan bobot hasil (Tabel 30).

7 93 Tabel 30 Nilai kuadrat tengah hasil analisis varians daya gabung pada beberapa karakter padi Tabel 31 Proporsi kontribusi lini, tester dan interaksinya terhadap varians total

8 94 Proporsi lini x tester yang tinggi menyertai nilai proporsi lini dan tester yang tinggi pula, ditunjukkan oleh semua karakter (Tabel 31). Hasil analisis tersebut menggambarkan bahwa baik lini (GMJ) maupun tester (Restorer) yang digunakan dalam perakitan hibrida ini memiliki variabilitas yang tinggi untuk karakter-karakter yang diamati. Sarker et al. (2002) menemukan hal yang serupa. Diantara populasi padi hibrida dan tetua yang diujinya, nilai ragam yang disebabkan oleh lini, tester maupun interaksi keduanya cukup tinggi, menunjukkan adanya variasi diantara GMJ, restorer maupun hibrida yang dihasilkannya. GMJ danrestoreryang beragam dan memiliki karakter yang baik diharapkan akan mampu menghasilkan hibrida dengan heterosis tinggi.proporsi interaksi lini x tester terhadap total varians yang lebih besar dibandingkan masing-masing proporsi lini maupun tester, menunjukkan bahwaragamyang terjadi pada populasi persilangan disebabkan oleh nilai daya gabung khusus (DGK) yang tinggi (Sarker et al. 2002). Nilai ragamyang tinggi antara hibrida disebabkan oleh interaksi antara lini dan tester terjadi pada karakter jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai, persentase gabah isi per malai dan bobot hasil (t/ha).hal ini menunjukkan bahwa efek DGK karakter tersebut tinggi dan nyata secara statistik. Nilai daya gabung khusus yang tinggi dan nyata ditunjukkan oleh semua karakter. Tingginya efek DGK mengindikasikan bahwa terdapat interaksi antara gen dominan dan epistatis yang penting untuk mengontrol karakter-karakter tersebut (Tiwari et al. 2011). Namun, karakter tinggi tanaman, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai dan persentase gabah isi per malai juga memiliki ragam DGK dan daya gabung umum (DGU) yang nyata. Dengan demikian karakter-karakter tersebut, ekspresinya dikendalikan baik oleh aksi gen aditif maupun non-aditif (Chakraborty et al. 2009; Rahimi et al. 2010). Pada karakter tinggi tanaman, umur berbunga dan jumlah gabah hampa per malai diinginkan nilai efek daya gabung umum yang negatif. Lini yang merupakan penggabung umum baik untuk karakter tinggi tanaman adalah GMJ BI485A, sedangkan tester yang menjadi penggabung umum baik bagi karakter ini adalah galur restorer CRS39, CRS8, CRS9 dan SMD9 (Tabel 32). Dengan menggunakan GMJ atau restorer tersebut dalam perakitan padi hibrida, maka hibrida yang dihasilkannya akan memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah,

9 95 sehingga lebih toleran terhadap kerebahan. Pada karakter umur berbunga, beberapa GMJ dan restorer memiliki kemampuan gabung umum yang cukup tinggi tetapi tidak nyata secara statistik. Namun berdasarkan hasil analisis ini dapat dilakukan pemilihan GMJ atau restorer yang memiliki DGU negatif untuk umur berbunga. Nilai yang tidak nyata secara statistik ini kemungkinan disebabkan umur berbunga sebagian besar GMJ dan restorer yang digunakan memiliki kisaran yang tidak terlalu besar. Umur berbunga 50% pada GMJ atau tetua betina berkisar antara HSS, sedangkan pada restorer (tetua jantan) berkisar antara HSS. Untuk karakter gabah isi per malai, gabah hampa per malai dan persentase gabah isi per malai, BI485A dan BI599A merupakan penggabung umum yang baik. Tester (R) penggabung umum bagi karakter ini adalah IR53942, CRS8, CRS9, SMD9, SMD10 dan SMD15 (Tabel 32). Kombinasi dari GMJ dan restorer tersebut akan menghasilkan hibrida yang lebih banyak jumlah gabah isi per malai dan persentase gabah isi per malainya, sehingga memperkecil nilai jumlah gabah hampa per malai. Hal yang menarik adalah bahwa tester BH25B memiliki daya gabung umum yang tinggi dan positif untuk karakter gabah isi dan persentase gabah isi per malai, tetapi juga memiliki daya gabung umum yang positif untuk karakter gabah hampa per malai. Hal ini berarti bahwa hibrida yang dihasilkannya akan memiliki jumlah gabah total yang banyak, sehingga walaupun terjadi peningkatan jumlah gabah hampa per malai, belum sampai memberikan efek negatif terhadap persentase gabah isi per malai maupun bobot hasil. Namun tidak ada satupun baik GMJ maupun restorer yang merupakan penggabung umum bagi bobot hasil, karena karakter ini lebih banyak dipengaruhi oleh daya gabung khusus antar tetua spesifik. Daya Gabung Khusus Nilai kontribusi interaksi lini x tester menunjukkan besarnya efek daya gabung khusus dibandingkan daya gabung umum dalam suatu populasi uji (Sarker et al. 2002). Pada karakter tinggi tanaman, terdapat 27 hibrida yang memiliki daya gabung khusus negatif dan nyata (Tabel 33). Hibrida tersebut berasal dari tiga tipe kombinasi tetua, yaitu: 1. Hibrida dari dua tetua yang sama-sama memiliki daya gabung umum tinggi dan negatif, antara lain BI485/CRS39, BI485/CRS8 dan BI485/CRS9.

10 96 Tabel 32 Efek daya gabung umum tetua padi hibrida baru pada berbagai karakter

11 97 2. Hibrida yang berasal dari tetua yang memiliki daya gabung umum tinggi dan rendah, antara lain BI485/BP51-1, BI485/SMD11, BI599/CRS8, BI599/SMD9, BI855/BP1028F, BI855/BH25B, BI855/R42, BI855/SMD9, BI855/SMD15, BI639/CRS39, BI639/CRS8, BI639/CRS9, BI639/SMD9, BI665A/IR53942 dan BI665A/BP Kombinasi hibrida yang berasal dari dua tetua yang sama-sama memiliki nilai daya gabung umum rendah, yaitu BI599A/IR53942, BI599/SMD10, BI855A/BP2274, BI639A/S4124F dan BI639A/SMD12. Chakraborty et al. (2009) menyatakan bahwa tidak ada hubungan langsung antara efek daya gabung umum tetua dengan efek daya gabung khusus dari hibrida turunannya terhadap karakter tinggi tanaman. Hal ini hanya dapat diterangkan dengan lebih detail dari sudut pandang aksi gen, karena secara umum daya gabung umum lebih dipengaruhi oleh aksi gen aditif, sedangkan daya gabung khusus lebih disebabkan oleh aksi gen over dominan dan epistasis. Aksi gen dapat dipelajari lebih detail menggunakan desain persilangan (mating design) lain, seperti dialel. Nilai daya gabung khusus yang tinggi untuk karakter jumlah anakan produktif, umur berbunga 50%, panjang malai dan bobot hasil, semua dihasilkan oleh tetua-tetua bernilai daya gabung umum rendah. Dari 24 hibrida baru yang mempunyai hasil di atas 8 t/ha, dua belas kombinasi hibrida diantaranya dihasilkan dari tetua yang keduanya memiliki nilai daya gabung umum rendah. Nilai daya gabung khusus tertinggi untuk karakter bobot hasil ditunjukkan oleh BI599A/BP1028F, diikuti oleh BI855A/SMD11,BI855A/CRS8,BI485A/BP1028F dan BI599A/BP2274 (Tabel 33). Nilai daya gabung khusus yang tinggi yang dihasilkan oleh tetua-tetua dengan daya gabung umum yang rendah menunjukkan bahwa sifat ini dikendalikan oleh aksi gen overdominan, dominan x dominan atau epistasis. Kombinasi dengan daya gabung khusus yang tinggi seperti ini dapat diekploitasi untuk perakitan padi hibrida dengan sifat heterosis yang baik. Beberapa hibrida tidak menunjukkan daya gabung khusus yang tinggi dan nyata secara statistik pada berbagai karakter yang diamati. Hal ini mungkin karena kombinasi genetik dari tetua tidak dapat memperbaiki ekspresi karakterkarakter tersebut.

12 98 Tabel 33 Efek daya gabung khusus karakter agromorfologi, komponen hasil dan hasil 75 hibrida baru

13 Tabel 33. Lanjutan 99

14 100 Tabel 33. Lanjutan Heterobeltiosis, Midparent Heterosis dan Standar Heterosis Hibrida Baru Arah eksploitasi vigor hibrida ditentukan oleh penampilan hibrida tersebut dan besarnya heterosis. Besaran heterosis dapat diduga melalui perhitungan keunggulan hibrida terhadap rerata kedua tetuanya (mid parent heterosis), tetua

15 101 terbaiknya (heterobeltiosis) dan varietas pembanding (standard heterosis). Penampilan hibrida tidak dapat diprediksi hanya berdasarkan mid parent dan heterobeltiosis. Kombinasi hibrida akan bernilai komersial jika menunjukkan standar heterosis yang tinggi dan nyata terhadap varietas terbaik yang telah diadopsi petani. Standar heterosis merupakan refleksi penampilan hibrida itu (per se) (Malini et al. 2006). Nilai rata-rata karakter agromorfologi, komponen hasil dan hasil semua tetua untuk pembentukan hibrida ditampilkan pada Tabel 34. Nilai estimasi heterosis mid parent, heterobeltiosis dan standar heterosis karakter agromorfologi, komponen hasil dan hasil dari hibrida, berturut-turut ditampilkan pada Tabel 35, 36 dan 37. Tinggi tanaman, umur berbunga dan jumlah gabah hampa per malai yang lebih rendah diperlukan untuk merakit hibrida yang memiliki tinggi tanaman semi dwarf, umur genjah dan persentase gabah hampa yang rendah. GMJ BI599B merupakan galur yang memiliki tinggi tanaman terpendek (100,60 cm), sedangkan pada galur pemulih kesuburan terpendek ditunjukkan oleh CRS 8 (100,00 cm). Umur berbunga 50% tergenjah dan jumlah gabah hampa tersedikit ditunjukkan oleh GMJ BI855A (83,7 hari dan 13,5 biji), sedangkan untuk restorer yang paling genjah sekaligus penghasil gabah hampa tersedikit adalah CRS39 (80,3 hari dan 5,6 biji).pada GMJ, malai terpanjang dimiliki oleh BI665A, persentase gabah isi per malai tertinggi ditunjukkan oleh BI485A, dan bobot hasil tertinggi ditunjukkan oleh BI855A (7,49 t/ha). Heterosis Karakter Agromorfologi dan Komponen Hasil Hibrida Tinggi tanaman tipe tanaman yang lebih pendek (semi dwarf) merupakan karakter yang penting dalam pengembangan padi hibrida. Hal ini terkait dengan antisipasi terjadinya kerebahan tanaman (lodging). Tigapuluh dua hibrida menunjukkan nilai heterobeltiosis negatif, tinggi dan nyata untuk karakter tinggi tanaman. Nilai heterosis mid parent negatif dan nyata untuk tinggi tanaman ditunjukkan oleh 17 hibrida. Nilai heterobeltiosis negatif maksimum untuk karakter tinggi tanaman dimiliki oleh hibrida BI855A/BH25B (-12,98%) dan nilai mid parent maksimum ditunjukkan oleh BI485A/CRS8 (-7,45%).

16 Tabel 34 Nilai rata-rata karakter agromorfologi, komponen hasil dan hasil tetua jantan dan betina yang digunakan 102 Tetua Tetua betina (GMJ): Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan Produktif Umur Berbunga 50% (hari) Panjang Malai (cm) Jumlah Gabah Isi/Malai Jumlah Gabah Hampa/Malai Persentase Gabah Isi/Malai (%) BI485A 105,73 10,5 85,7 21,77 113,4 14,7 88,7 6,86 BI599A 100,60 11,3 88,0 22,49 120,3 23,7 83,5 5,41 BI855A 108,07 11,9 83,7 21,87 104,1 13,5 88,4 7,49 BI639A 106,27 12,5 99,7 27,31 101,1 96,1 51,3 5,27 BI665A 115,53 11,9 95,3 27,77 111,9 44,9 72,3 6,57 Tetua jantan (Galur Pemulih Kesuburan): IR ,53 11,9 101,7 24,45 84,8 58,3 58,2 4,97 S4124F 116,67 10,3 103,7 24,97 89,9 56,2 62,2 4,13 BP ,93 10,1 103,0 27,80 111,5 58,2 68,2 4,85 BP1028F 120,93 10,1 102,7 24,10 123,1 70,1 63,3 7,06 BH25B 122,73 11,8 95,7 27,80 95,7 37,3 47,5 6,83 R42 117,80 11,5 97,7 25,62 137,0 96,7 60,1 5,40 BP ,47 12,7 96,3 26,17 112,8 44,9 71,5 6,08 CRS ,33 10,9 80,3 22,04 94,0 5,6 94,3 5,56 CRS 8 100,00 12,5 92,0 22,61 123,2 27,0 82,4 5,74 CRS 9 113,00 12,1 93,0 26,33 110,6 25,3 81,3 7,84 SMD 9 118,53 10,1 97,0 25,39 138,7 92,3 60,7 6,56 SMD ,60 11,1 104,0 26,92 109,7 60,3 64,0 5,93 SMD ,47 11,2 94,7 24,85 95,7 26,1 51,5 6,12 SMD ,80 9,6 91,3 25,70 120,1 58,7 69,4 5,75 SMD ,53 10,3 94,7 26,17 158,3 23,9 86,6 3,06 Bobot Hasil (t/ha)

17 Tabel 35 Heterobeltiosis karakter agromorfologi dan komponen hasil 75 hibrida baru 103

18 104 Tabel 35 Lanjutan 104

19 Tabel 35 Lanjutan

20 106 Tabel 36 Heterosis midparent karakter agromorfologi dan komponen hasil 75 hibrida baru 106

21 Tabel 36 Lanjutan

22 108 Tabel 36 Lanjutan 108

23 109 Tinggi tanaman BI855A/BH25B dan BI485A/CRS8 berturut-turut 106,80 cm dan 94,53 cm, sehingga termasuk kategori sedang. Fenomena heterosis negatif yang ditemukan untuk karakter tinggi tanaman pada penelitian ini disebabkan oleh penggunaan galur-galur tetua yang termasuk kategori semi dwarf, terutama galur mandul jantannya. Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Malini et al. (2006) dan Sen & Singh (2011). Nilai heterosis yang tinggi, nyata dan positif ditunjukkan oleh sebagian besar hibrida terhadap tetua terbaik maupun rata-rata kedua tetuanya pada karakter panjang malai. Tigapuluh dua hibrida memberikan nilai heterobeltiosis yang tinggi, nyata dan positif untuk karakter panjang malai. Nilai heterobeltiosis tertinggi ditunjukkan oleh hibrida BI855A/CRS39, mencapai 23,11% lebih tinggi dari tetua terbaik (CRS39). Limapuluh lima hibrida memberikan nilai heterosis mid parent yang nyata, tinggi dan positif untuk karakter panjang malai, dengan nilai tertinggi ditunjukkan oleh hibrida BI665A/CRS39 yang memiliki panjang malai mencapai 31,00 cm atau 24,48% lebih panjang dibandingkan rata-rata kedua tetuanya. Umur genjah menjadi salah satu kebutuhan dalam budidaya padi.umur 50% berbunga tujuhpuluh lima kombinasi padi hibrida yang diuji berkisar antara hari setelah tanam (HSS), sehingga termasuk kategori umur sedang. Heterobeltiosis yang nyata dan negatif untuk karakter ini diperoleh pada 26 kombinasi hibrida, dengan nilai tertinggi ditunjukkan oleh BI599A/BP51-1 (- 8,74%) dengan umur berbunga 94 hss, sehingga hibrida tersebut lebih genjah dibandingkan kedua tetuanya. Sebagian besar padi hibrida memiliki panjang malai yang tidak terlalu panjang, sehingga hasil tinggi terutama didukung oleh jumlah anakan produktif yang banyak.duapuluh enam hibrida memiliki nilai heterobeltiosis yang nyata, tinggi dan positif.nilai heterosis mid parent yang nyata, tinggi dan positif ditunjukkan oleh 37 kombinasi hibrida. Hibrida yang memiliki nilai heterobeltiosis dan mid parent tertinggi dan positif untuk jumlah anakan produktif adalah BI485A/BP51-1, berturut-turut mencapai 65,07% dan 67,75%. Hibrida tersebut memiliki jumlah anakan produktif sebanyak 17 anakan. Jumlah gabah isi per malai yang tinggi berkorelasi positif dengan produktivitas tinggi, sehingga heterosis karakter ini harus bernilai positif, nyata dan tinggi. Tigapuluh sembilan hibrida memperlihatkan nilai heterobeltiosis yang positif dan tinggi untuk jumlah gabah isi per malai. Nilai heterosis mid parent

24 110 yang positif, nyata dan tinggi ditunjukkan oleh 53 hibrida. Hibrida yang memiliki nilai heterobeltiosis dan mid parent tertinggi dan positif adalah BI855A/BH25B yang masing-masing mencapai 78,06% dan 85,52%, dengan jumlah gabah isi per malai sebanyak 185 butir. Persentase gabah isi per malai pada hibrida menunjukkan adanya kesesuaian antara kedua tetua dalam hal pemulihan kesuburan GMJ oleh restorer. Persentase gabah isi per malai pada hibrida yang diuji berkisar 34,31% hingga 91,61%. Nilai heterobeltiosis karakter persentase gabah isi per malai yang positif dan nyata ditunjukkan oleh 13 hibrida. Nilai tertinggi ditunjukkan oleh hibrida BI639A/SMD11, dengan persentase gabah isi per malai 84,14% dan menunjukkan 78,49% lebih tinggi dibandingkan galur tetua terbaik. Duapuluh tujuh hibrida memperlihatkan nilai heterosis mid parent yang tinggi dan positif. BI639A/SMD11 memiliki nilai heterosis mid parent tertinggi, yaitu sebesar 63,75%. Heterosis Karakter Hasil Hibrida Khusus karakter bobot hasil, nilai heterosis dapat diperkirakan terhadap tetua terbaik, rata-rata tetua dan dua varietas pembanding. Bobot hasil merupakan karakter ekonomis dan nilai heterosis pada karakter ini penting untuk tujuan praktis pemuliaan tanaman (Patil et al. 2011). Nilai heterosis karakter bobot hasil 75 hibrida ditampilkan pada Tabel 37. Hibrida keturunan GMJ tipe WA menunjukkan nilai heterobeltiosis yang beragam, antara -51,64 hingga 69,90%. Enam belas hibrida mempunyai nilai heterosis di atas 20% dibandingkan tetua terbaik. Lima hibrida yang memiliki heterobeltiosis tertinggi dengan hasil yang berkisar antara 8,38 10,21 t/ha adalah BI599A/S4124F (69,90%), BI599A/BP2274 (57,33%), BI599A/IR53942 (54,92%), BI485A/IR53942A (48,94%) dan BI485A/BH25B (43,88%). GMJ tipe Gambiaca menghasilkan 15 hibrida dengan nilai heterobeltiosis antara -51,41 32,01%. Hibrida BI855A/CRS8 dan BI855A/SMD11 menunjukkan bobot hasil yang tinggi, berturut-turut 9,84 t/ha dan 9,88 t/ha dengan heterobeltiosis masing-masing sebesar 31,46% dan 32,01%. Tiga puluh hibrida keturunan GMJ tipe Kalinga, mampu menghasilkan bobot hasil dengan heterobeltiosis berkisar antara -72,83 53,61%. Sepuluh hibrida memiliki heterobeltiosis di atas 20%. Lima hibrida dengan hasil berkisar antara 7,12 9,15 t/ha mempunyai heterobeltiosis tertinggi

25 111 yaitu BI639A/R42 (53,61%), BI639A/IR53942 (46,28%), BI665A/IR53942 (39,33%), BI665A/R42 (36,08%) dan BI639A/CRS39 (27,96%). Tabel 37 Heterobeltiosis, midparent heterosis dan standar heterosis karakter bobot hasil 75 hibrida baru

26 112 Tabel 37 Lanjutan Heterosis terhadap rata-rata tetua dinyatakan sebagai heterosis mid parent. Sembilan belas hibrida keturunan GMJ tipe WA menunjukkan heterosis mid parent lebih dari 20%. Hibrida terbaik dalam kelompok WA yang memiliki

27 113 heterobeltiosis tertinggi yaitu BI599A/S4124F (92,67%). Tujuh hibrida keturunan GMJ tipe Gambiaca menghasilkan bobot hasil dengan heterosis mid parent> 20%. Hibrida BI855A/CRS8 dikelompok turunan GMJ tipe Gambiaca menampilkan heterosis mid parent tertinggi yaitu 48,83%. GMJ tipe Kalinga menghasilkan 13 hibrida yang mempunyai nilai heterosis mid parent di atas 20%. Hibrida BI665A/IR53942 menghasilkan bobot hasil tertinggi (9,15 t/ha) dikelompok hibrida turunan GMJ tipe Kalinga, dengan heterosis sebesar 58,67% terhadap rata-rata tetuanya. Heterosis berupa keunggulan atau kelebihan hibrida terhadap varietas pembanding dikenal dengan sebutan standar heterosis.standar heterosis terhadap daya hasil penting diamati untuk mengetahui potensi hasil suatu hibrida. Bagi pemulia, seleksi padi hibrida berdasarkan penampilan hibridatersebut di lokasi pengujian dan berdasarkan nilai standar heterosis akan lebih efektif untuk memilih hibrida terbaik (Malini et al. 2006). Tiwari et al. (2011) menyatakan bahwa hibrida yang memberikan kelebihan hasil 20 30% dibandingkan varietas pembanding terbaik telah cukup mendorong petani untuk membudidayakan hibrida tersebut. Tabel 37 menunjukkan bahwa GMJ tipe WA menghasilkan 11 hibrida dan 7 hibrida yang memiliki standar heterosis > 20% berturut-turut dibandingkan Inpari13 dan Hipa6 Jete. Hibrida turunan GMJ tipe WA terbaik adalah BI485A/IR53942 dengan nilai heterosis mencapai 41,15% lebih tinggi dibandingkan Inpari13 dan 33,81% lebih tinggi dibandingkan Hipa6 Jete. Dari kelompok hibrida keturunan GMJ tipe Gambiaca, terdapat 2 hibrida dan 3 hibridayang berturut-turut menunjukkan standar heterosis > 20% dibandingkan Hipa6 Jete dan Inpari13. Hibrida dengan standar heterosis tertinggi adalah BI855A/SMD11 (9,88 t/ha). Hibrida tersebut memiliki standar heterosis sebesar 36,61% lebih tinggi dibandingkan Inpari13 dan 29,50% lebih unggul terhadap Hipa6 Jete. Berbeda dengan hibrida-hibrida turunan GMJ tipe WA dan Gambiaca, hibrida turunan GMJ tipe Kalinga hanya mampu mencapai nilai standar heterosis kurang dari 20% terhadap Hipa6 Jete yaitu BI665A/IR53942 (19,88%) dan BI665A/R42 (17,08%). Namun kedua hibrida tersebut memiliki standar heterosis lebih dari 20% terhadap pembanding inbrida Inpari13. Pengamatan terhadap bobot hasil menunjukkan bahwa GMJ dengan latar belakang sitoplasma Wild Abortive (WA) mampu menghasilkan lebih banyak kombinasi hibrida dengan heterosis tinggi, baik untuk heterobeltiosis, heterosis

28 114 mid parent maupun standar heterosis, dibandingkan GMJ tipe Kalinga dan Gambiaca. Hal ini terjadi karena galur pemulih kesuburan yang digunakan merupakan hasil rakitan BB Padi yang baru diidentifikasi sebagai galur pemulih kesuburan bagi berbagai GMJ tipe WA. Bahkan beberapa galur di antaranya yaitu IR53942, BH25B, BP51-1 dan R42 telah menghasilkan varietas hibrida komersial. Hal ini membuktikan bahwa GMJ tipe WA memiliki daya gabung yang baik dengan galur-galur pemulih kesuburan yang telah tersedia tersebut, sehingga menghasilkan hibrida-hibrida dengan heterosis baru yang lebih besar. Pada penelitian ini, GMJ tipe Kalinga dan Gambiaca belum banyak menghasilkan hibrida-hibrida yang berheterosis tinggi. Hal ini memperlihatkan bahwa perlu dirakit galur-galur pemulih kesuburan spesifik bagi kedua GMJ tersebut. Namun demikian, tampaknya beberapa galur pemulih kesuburan tersebut juga sesuai untuk merakit padi hibrida dengan GMJ tipe Gambiaca atau Kalinga, karena beberapa hibrida yang dihasilkan memiliki standar heterosis lebih dari 20% dengan kisaran hasil antara 8,70 9,88 t/ha untuk turunan tipe Gambiaca dan 8,94 9,15 t/ha untuk tipe Kalinga. Kesimpulan Hasil penelitian dan analisis lini x tester terhadap sejumlah hibrida turunan dari tiga tipe GMJ berbeda menunjukkan bahwa pada karakter tinggi tanaman, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai dan persentase gabah isi per malai memiliki ragam daya gabung khusus (DGK) dan daya gabung umum (DGU) yang nyata. Ekspresi karakterkarakter di atas dikontrol oleh aksi gen aditif maupun non-aditif. BI485A dan BI599A merupakan penggabung umum yang baik untuk karakter gabah isi per malai, gabah hampa per malai dan persentase gabah isi per malai, sedangkan tester penggabung umum bagi karakter ini adalah IR53942, CRS8, CRS9, SMD9, SMD10 dan SMD15. Nilai daya gabung khusus yang tinggi untuk karakter bobot panen dihasilkan oleh tetua-tetua bernilai daya gabung umum rendah yang menunjukkan sifat ini dikendalikan oleh aksi gen overdominan, dominan x dominan atau epistasi. Kombinasi dengan daya gabung khusus tinggi sesuai untuk perakitan padi hibrida dengan sifat heterosis yang baik. Nilai daya gabung khusus tertinggi ditunjukkan oleh BI599A/BP1028F.

29 115 Hibrida yang menghasilkan bobot hasil tertinggi pada kelompok turunan GMJ tipe WA, adalah BI485A/IR53942 (10,21 t/ha). Bobot hasil tertinggi pada kelompok turunan GMJ tipe Gambiaca ditunjukkan oleh BI855A/SMD11 (9,88 t/ha), sedangkan pada kelompok turunan GMJ tipe Kalinga ditunjukkan oleh BI665A/IR53942 (9,15 t/ha). Ketiga hibrida tersebut sekaligus menunjukkan heterosis tertinggi baik terhadap tetua terbaik, tetua rata-rata maupun varietas pembanding.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan terhadap pangan khususnya beras, semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, sedangkan usaha diversifikasi pangan berjalan lambat. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB. VI. Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK

BAB. VI. Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK BAB. VI Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK Galur yang akan digunakan sebagai tetua dalam persilangan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

POTENSI PRODUKSI BENIH GALUR MANDUL JANTAN BARU TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA

POTENSI PRODUKSI BENIH GALUR MANDUL JANTAN BARU TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA POTENSI PRODUKSI BENIH GALUR MANDUL JANTAN BARU TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA Abstrak Padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri, sehingga untuk perakitan dan produksi benih padi hibrida, diperlukan

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai Pendahuluan Penyakit bulai merupakan salah satu penyakit utama

Lebih terperinci

Hibrida dan Daya Gabung Tiga Tipe Sitoplasma Mandul Jantan pada Padi

Hibrida dan Daya Gabung Tiga Tipe Sitoplasma Mandul Jantan pada Padi WIDYASTUTI ET AL.: DAYA GABUNG GALUR MANDUL JANTAN DAN PEMULIH KESUBURAN PADI HIBRIDA Heterosis F 1 Hibrida dan Daya Gabung Tiga Tipe Sitoplasma Mandul Jantan pada Padi Heterosis of F 1 Hybrids and Combining

Lebih terperinci

59 Aisah et al. (2016) Jurnal Kawista 1(1):59-67

59 Aisah et al. (2016) Jurnal Kawista 1(1):59-67 UJI DAYA GABUNG TIGA GALUR MANDUL JANTAN DENGAN SEPULUH GALUR KANDIDAT RESTORER PADA TANAMAN PADI (Oryza sativa.l) Siti Aisah 1, Ir. Erita Hayati, M. P 2, Dr. Bakhtiar, S.P, M. Si 2 1 Mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

Kata kunci: galur mandul jantan, sterilitas polen, wild abortive, kalinga, gambiaca, hawar daun bakteri, padi

Kata kunci: galur mandul jantan, sterilitas polen, wild abortive, kalinga, gambiaca, hawar daun bakteri, padi TRANSFER SIFAT MANDUL JANTAN DAN PEMBENTUKAN GALUR MANDUL JANTAN MELALUI SILANG BALIK Abstrak Sterilitas polen yang tinggi dan stabil sangat penting dalam pengembangan galur mandul jantan (GMJ) baru. Penelitian

Lebih terperinci

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI BREEDING OF BLACK RICE VARIETY FOR DROUGHT TOLERANCE AND HIGH YIELD I Gusti Putu Muliarta Aryana 1),

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK DAN TINGKAT STERILITAS TEPUNG SARI PADA 50 GENOTIP PADI CALON GALUR MANDUL JANTAN

KERAGAMAN GENETIK DAN TINGKAT STERILITAS TEPUNG SARI PADA 50 GENOTIP PADI CALON GALUR MANDUL JANTAN KERAGAMAN GENETIK DAN TINGKAT STERILITAS TEPUNG SARI PADA 50 GENOTIP PADI CALON GALUR MANDUL JANTAN GENETIC VARIABILITY AND POLLEN STERILITY IN 50 RICE GENOTYPES OF CYTOPLASMIC MALE STERILE CANDIDATES

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida 6 TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Jagung (Zea mays L., 2n = 20) merupakan tanaman berumah satu (monoceous) dan tergolong ke dalam tanaman menyerbuk silang. Penyerbukannya terjadi secara acak

Lebih terperinci

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO Yati Haryati dan Agus Nurawan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Jl. Kayuambon No. 80 Lembang, Bandung Email : dotyhry@yahoo.com

Lebih terperinci

STUDI TINGGI PEMOTONGAN PANEN TANAMAN UTAMA TERHADAP PRODUKSI RATUN. The Study of Cutting Height on Main Crop to Rice Ratoon Production

STUDI TINGGI PEMOTONGAN PANEN TANAMAN UTAMA TERHADAP PRODUKSI RATUN. The Study of Cutting Height on Main Crop to Rice Ratoon Production 47 STUDI TINGGI PEMOTONGAN PANEN TANAMAN UTAMA TERHADAP PRODUKSI RATUN The Study of Cutting Height on Main Crop to Rice Ratoon Production ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tinggi pemotongan

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL Estimation of genetic parameters chilli (Capsicum annuum L.) seeds vigor with half diallel cross

Lebih terperinci

Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan

Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan Ali Imran dan Suriany Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRACT Study of SL-8-SHS hybrid rice

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL DELAPAN GALUR HARAPAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) YIELD TRIAL OF EIGHT PROMISING LINES OF LOWLAND RICE (Oryza sativa, L.

UJI DAYA HASIL DELAPAN GALUR HARAPAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) YIELD TRIAL OF EIGHT PROMISING LINES OF LOWLAND RICE (Oryza sativa, L. UJI DAYA HASIL DELAPAN GALUR HARAPAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) YIELD TRIAL OF EIGHT PROMISING LINES OF LOWLAND RICE (Oryza sativa, L.) Suciati Eka Chandrasari 1, Nasrullah 2, Sutardi 3 INTISARI Delapan

Lebih terperinci

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO Sutardi, Kristamtini dan Setyorini Widyayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRAK Luas

Lebih terperinci

KERAGAMAN KARAKTER TANAMAN

KERAGAMAN KARAKTER TANAMAN MODUL I KERAGAMAN KARAKTER TANAMAN 1.1 Latar Belakang Tujuan akhir program pemuliaan tanaman ialah untuk mendapatkan varietas unggul baru yang sesuai dengan preferensi petani dan konsumen. Varietas unggul

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS GALUR-GALUR JAGUNG TROPIS DI DUA LOKASI

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS GALUR-GALUR JAGUNG TROPIS DI DUA LOKASI 24 ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS GALUR-GALUR JAGUNG TROPIS DI DUA LOKASI ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK), heterosis dan kelompok

Lebih terperinci

Evaluasi Heterosis Tanaman Jagung

Evaluasi Heterosis Tanaman Jagung Evaluasi Heterosis Tanaman Jagung Hadiatmi, Sri G. Budiarti, dan Sutoro Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian ABSTRAK Informasi mengenai nilai heterosis dan pengaruh daya gabung

Lebih terperinci

KARAKTER BUNGA YANG MENDUKUNG KEMAMPUAN MENYERBUK SILANG GALUR MANDUL JANTAN

KARAKTER BUNGA YANG MENDUKUNG KEMAMPUAN MENYERBUK SILANG GALUR MANDUL JANTAN KARAKTER BUNGA YANG MENDUKUNG KEMAMPUAN MENYERBUK SILANG GALUR MANDUL JANTAN Abstrak Galur mandul jantan selain memiliki sterilitas tinggi dan stabil harus mempunyai karakter dan perilaku bunga yang baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman.

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman berkaitan erat dengan proses seleksi. Seleksi hanya dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis yang berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian. Sejalan dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

Evaluasi Beberapa Galur Harapan Padi Sawah di Bali

Evaluasi Beberapa Galur Harapan Padi Sawah di Bali Evaluasi Beberapa Galur Harapan Padi Sawah di Bali Rubiyo 1, Suprapto 1, dan Aan Darajat 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Bali 2 Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRACT Superior variety

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

ANALISIS LINTAS KOMPONEN PERTUMBUHAN, KOMPONEN HASIL DENGAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH ABSTRAK

ANALISIS LINTAS KOMPONEN PERTUMBUHAN, KOMPONEN HASIL DENGAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH ABSTRAK ANALISIS LINTAS KOMPONEN PERTUMBUHAN, KOMPONEN HASIL DENGAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH ABSTRAK Upaya perakitan varietas padi di Indonesia ditujukan untuk menciptakan varietas yang berdaya hasil tinggi dan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL D. Ruswandi, M. Saraswati, T. Herawati, A. Wahyudin, dan N. Istifadah Lab. Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Taksonomi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Taksonomi Padi TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Taksonomi Padi Padi (Oryza sativa L.), seperti halnya gandum, jagung dan barley termasuk dalam famili Graminae (Poaceae) atau rumput-rumputan. Genus Oryza terdiri atas 23 spesies,

Lebih terperinci

Ekspresi Heterosis dan Variasi Genotipik Hibrida Padi di Tiga Lingkungan dengan Sifat Biofisik Tanah Berbeda

Ekspresi Heterosis dan Variasi Genotipik Hibrida Padi di Tiga Lingkungan dengan Sifat Biofisik Tanah Berbeda SAMAULLAH DAN SATOTO: EKSPRESI HETEROSIS DAN VARIASI GENOTIPIK HIBRIDA PADI Ekspresi Heterosis dan Variasi Genotipik Hibrida Padi di Tiga Lingkungan dengan Sifat Biofisik Tanah Berbeda Mohamad Yamin S.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

PERBAIKAN TANAMAN KAPAS GENJAH MELALUI PERSILANGAN DIALLEL

PERBAIKAN TANAMAN KAPAS GENJAH MELALUI PERSILANGAN DIALLEL Jurnal Littri (), Maret 00, Hlm. - SUDARMADJI et al.: Perbaikan tanaman kapas genjah melalui persilangan diallel ISSN 085-8 PERBAIKAN TANAMAN KAPAS GENJAH MELALUI PERSILANGAN DIALLEL SUDARMADJI, RUSIM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB. IV ABSTRAK. Kata kunci: jagung pulut, komponen hasil, daya gabung umum, daya gabung khusus, dan toleran kekeringan

BAB. IV ABSTRAK. Kata kunci: jagung pulut, komponen hasil, daya gabung umum, daya gabung khusus, dan toleran kekeringan BAB. IV Daya Gabung Karakter Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) pada Kondisi Lingkungan Tanpa Cekaman dan Lingkungan Tercekam Kekeringan ABSTRAK Percobaan ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

LESTARI DAN NUGRAHA: KERAGAMAN GENETIK PADI KULTUR ANTER. Keragaman Genetik Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Padi Hasil Kultur Anter

LESTARI DAN NUGRAHA: KERAGAMAN GENETIK PADI KULTUR ANTER. Keragaman Genetik Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Padi Hasil Kultur Anter LESTARI DAN NUGRAHA: KERAGAMAN GENETIK PADI KULTUR ANTER Keragaman Genetik Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Padi Hasil Kultur Anter Angelita Puji Lestari dan Yudhistira Nugraha Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Asmarhansyah 1) dan N. Yuliani 2)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Padi Hibrida

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Padi Hibrida II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Padi Hibrida Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN GALUR MANDUL JANTAN DENGAN TIGA SUMBER SITOPLASMA UNTUK PERAKITAN PADI HIBRIDA INDRASTUTI APRI RUMANTI

PENGEMBANGAN GALUR MANDUL JANTAN DENGAN TIGA SUMBER SITOPLASMA UNTUK PERAKITAN PADI HIBRIDA INDRASTUTI APRI RUMANTI PENGEMBANGAN GALUR MANDUL JANTAN DENGAN TIGA SUMBER SITOPLASMA UNTUK PERAKITAN PADI HIBRIDA INDRASTUTI APRI RUMANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR Charles Y. Bora 1 dan Buang Abdullah 1.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PENDAHULUAN Seleksi merupakan salah satu kegiatan utama dalam pemuliaan tanaman.

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI AANB. Kamandalu dan S.A.N. Aryawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali ABSTRAK Uji daya hasil beberapa galur harapan

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

KERAGAAN GENERASI SELFING-1 TANAMAN JAGUNG (Zea mays) VARIETAS NK33

KERAGAAN GENERASI SELFING-1 TANAMAN JAGUNG (Zea mays) VARIETAS NK33 KERAGAAN GENERASI SELFING-1 TANAMAN JAGUNG (Zea mays) VARIETAS NK33 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agroteknologi oleh ERICK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

SKRIPSI OPTIMALISASI PRODUKSI PADI

SKRIPSI OPTIMALISASI PRODUKSI PADI SKRIPSI OPTIMALISASI PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.) MENGGUNAKAN SISTEM SRI DENGAN PENGATURAN JARAK TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DI TANAH PODSOLIK MERAH KUNING Oleh: ARI HIDAYAT 10982005500 PROGRAM

Lebih terperinci

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif). PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan pertanian Indonesia. Hal ini terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan bahan pangan sebagianbesarpenduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

Padi hibrida merupakan tanaman F1 yang berasal dari

Padi hibrida merupakan tanaman F1 yang berasal dari TEKNIK PRODUKSI BENIH UNTUK KEPERLUAN UJI DAYA HASIL PADI HIBRIDA Sukirman, Warsono, dan Maulana 1 Padi hibrida merupakan tanaman F1 yang berasal dari persilangan dua galur murni yang berbeda. Di beberapa

Lebih terperinci

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang Lampiran 1. Deskripsi Jagung Varietas Bisma Golongan : Bersari bebas Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) Umur panen : ± 96 HST Batang : Tinggi sedang, tegap dengan tinggi ± 190 cm Daun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI LAMPUNG SELATAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI LAMPUNG SELATAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI LAMPUNG SELATAN Nina Mulyanti dan Yulia Pujiharti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Jl. Hi. Z.A Pagar Alam No. 1a Rajabasa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan.

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pertambahan penduduk dan berkembangnya industri pengolahan makanan yang berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. Kebutuhan kacang

Lebih terperinci

Ana Tri Lestari, Jaenudin Kartahadimaja *, dan Nurman Abdul Hakim

Ana Tri Lestari, Jaenudin Kartahadimaja *, dan Nurman Abdul Hakim DOI: http://dx.doi.org/10.25181/jppt.v17i3.298 Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 17 (3): 165-169 pissn 1410-5020 http://www.jurnal.polinela.ac.id/jppt eissn 2047-1781 Uji Daya Hasil Empat Galur

Lebih terperinci

COMBINING ABILITY ANALYSIS OF CYTOPLASMIC-MALE STERILE LINES AND HETEROSIS OF 12 HYBRIDS RICE (Oryza sativa L.)

COMBINING ABILITY ANALYSIS OF CYTOPLASMIC-MALE STERILE LINES AND HETEROSIS OF 12 HYBRIDS RICE (Oryza sativa L.) ANALISIS DAYA GABUNG GALUR MANDUL JANTAN DAN HETEROSIS PADA 12 PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) COMBINING ABILITY ANALYSIS OF CYTOPLASMIC-MALE STERILE LINES AND HETEROSIS OF 12 HYBRIDS RICE (Oryza sativa

Lebih terperinci

Heterosis dan Heterobeltiosis pada Persilangan 5 Genotip

Heterosis dan Heterobeltiosis pada Persilangan 5 Genotip J. Hort. 17(2):111-117, 2007 Heterosis dan Heterobeltiosis pada Persilangan 5 Genotip Cabai dengan Metode Dialil Kirana, R. dan E. Sofiari Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu No.517,

Lebih terperinci

Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 7-18 ISSN

Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 7-18 ISSN Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 7-18 ISSN 1411-0172 KERAGAAN ENAM PADI F1 DAN TIGA PEMBANDING PADA EMPAT POPULASI TANAMAN BERBEDA SIX F1 RICE PERFORMANCE AND THREE CHECKS ON FOUR DIFFERENT PLANT POPULATION

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA 93011 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan

Lebih terperinci

KERAGAAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI KECAMATAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA BARAT

KERAGAAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI KECAMATAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA BARAT Jurnal Dinamika Pertanian Volume XXX Nomor 1 April 2015 (7-12) P: ISSN 0215-2525 E: ISSN 2549-7960 KERAGAAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI KECAMATAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman asli dari daerah tropis Amerika yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae (Heller 1996). Di Indonesia, jarak pagar dapat

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH :

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH : NELSON SIMANJUNTAK 080301079 / BDP-AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

POLA PEWARISAN SIFAT-SIFAT AGRONOMIS DAN MUTU BIJI PADA POPULASI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril)

POLA PEWARISAN SIFAT-SIFAT AGRONOMIS DAN MUTU BIJI PADA POPULASI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) POLA PEWARISAN SIFAT-SIFAT AGRONOMIS DAN MUTU BIJI PADA POPULASI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) Ade Saputra Saragih*, Aslim Rasyad dan Nurbaiti Fakultas Pertanian Universitas Riau * Alamat korespondensi:

Lebih terperinci

DAYA HASIL TIGA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI KEBON AGUNG BANTUL THE POTENTIAL YIELD OF THREE NEW PADDY VARIETIES AT KEBON AGUNG BANTUL

DAYA HASIL TIGA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI KEBON AGUNG BANTUL THE POTENTIAL YIELD OF THREE NEW PADDY VARIETIES AT KEBON AGUNG BANTUL DAYA HASIL TIGA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH DI KEBON AGUNG BANTUL THE POTENTIAL YIELD OF THREE NEW PADDY VARIETIES AT KEBON AGUNG BANTUL Setyorini Widyayanti, Kristamtini, dan Sutarno Balai Pengkajian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM

VII. PEMBAHASAN UMUM VII. PEMBAHASAN UMUM Ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum dilaporkan terdapat pada berbagai spesies cabai diantaranya Capsicum baccatum (AVRDC 1999; Yoon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH Oleh : Ir. Hj. Fauziah Ali A. Pendahuluan Varietas unggul memberikan manfaat teknis dan ekonomis yang banyak bagi perkembangan suatu usaha pertanian, diantaranya

Lebih terperinci

WIDYASTUTI ET AL.: KERAGAMAN KARAKTER BUNGA TANAMAN PADI. Studi Keragaman Genetik Karakter Bunga yang Mendukung Persilangan Alami Padi

WIDYASTUTI ET AL.: KERAGAMAN KARAKTER BUNGA TANAMAN PADI. Studi Keragaman Genetik Karakter Bunga yang Mendukung Persilangan Alami Padi WIDYASTUTI ET AL.: KERAGAMAN KARAKTER BUNGA TANAMAN PADI Studi Keragaman Genetik Karakter Bunga yang Mendukung Persilangan Alami Padi Yuni Widyastuti, Indrastuti AR., dan Satoto Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

YIELD ABILITY AND SOME AGRONOMIC CHARACTERS EXPRESSION FOR SIX INDICA HYBRID RICE IN LOWLAND RICE IRRIGATION. Bambang Sutaryo 1

YIELD ABILITY AND SOME AGRONOMIC CHARACTERS EXPRESSION FOR SIX INDICA HYBRID RICE IN LOWLAND RICE IRRIGATION. Bambang Sutaryo 1 Ilmu Pertanian Vol. 15 No.2, 2012 : 19 29 EKSPRESI DAYA HASIL DAN BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI ENAM PADI HIBRIDA INDICA DI LAHAN SAWAH BERPENGAIRAN TEKNIS YIELD ABILITY AND SOME AGRONOMIC CHARACTERS EXPRESSION

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009 di Kebun Karet Rakyat di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan milik

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL LANJUTAN BEBERAPA GENOTIP PADI (Oryza sativa L.) HIBRIDA DI DATARAN MEDIUM

UJI DAYA HASIL LANJUTAN BEBERAPA GENOTIP PADI (Oryza sativa L.) HIBRIDA DI DATARAN MEDIUM UJI DAYA HASIL LANJUTAN BEBERAPA GENOTIP PADI (Oryza sativa L.) HIBRIDA DI DATARAN MEDIUM ADVANCE YIELD TRIALS SOME GENOTYPE OF RICE HYBRID (Oryza sativa L.) AT MEDIUM LAND Siti Fatimaturrohmah *1), Indrastuti

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN

PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 75 KERAGAAN F1 JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI PAKUWON, SUKABUMI Rr. Sri Hartati 1 dan Bambang Heliyanto 2 1) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh 81 PEMBAHASAN UMUM Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama cekaman suhu rendah diantaranya; (a) faktor fisiologi, faktor lingkungan sebelum dan sesudah fase penting pertumbuhan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI ASAM GIBERELIN (GA 3 ) TERHADAP HASIL BENIH PADI HIBRIDA

PENGARUH APLIKASI ASAM GIBERELIN (GA 3 ) TERHADAP HASIL BENIH PADI HIBRIDA PENGARUH APLIKASI ASAM GIBERELIN (GA 3 ) TERHADAP HASIL BENIH PADI HIBRIDA Pepi Nur Susilawati 1, Memen Surahman 2, Bambang S. Purwoko 2, Tatiek K. Suharsi 2, Satoto 3 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

Agrivet (2015) 19: 30-35

Agrivet (2015) 19: 30-35 Agrivet (2015) 19: 30-35 Keragaan Sifat Agronomi dan Hasil Lima Kedelai Generasi F3 Hasil Persilangan The agronomic performance and yield of F3 generation of five crosses soybean genotypes Lagiman 1),

Lebih terperinci

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (606) :

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.3, Juni (606) : Keragaan Fenotipe Berdasarkan Karakter Agronomi Pada Generasi F 2 Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Merril.) The Phenotypic Diversity Based on Agronomic Character of Soybean Varieties in the F

Lebih terperinci

Varietas Padi Unggulan. Badan Litbang Pertanian. Gambar 1. Varietas Inpari 19 di areal persawahan KP. Sukamandi, Jawa Barat.

Varietas Padi Unggulan. Badan Litbang Pertanian. Gambar 1. Varietas Inpari 19 di areal persawahan KP. Sukamandi, Jawa Barat. AgroinovasI Varietas Padi Unggulan Gambar 1. Varietas Inpari 19 di areal persawahan KP. Sukamandi, Jawa Barat. Padi..semua sudah tak asing lagi dengan jenis tanaman pangan yang satu ini. Bila sudah diubah

Lebih terperinci

Keragaan Beberapa VUB Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Mendukung Swasembada Pangan

Keragaan Beberapa VUB Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Mendukung Swasembada Pangan Keragaan Beberapa VUB Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Mendukung Swasembada Pangan Suparman dan Vidya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jl. G. Obos Km. 5 Palangka Raya E-mail : arman.litbang@gmail.com

Lebih terperinci

Rerata. Variance = Ragam. Varian/ragam (S 2 ) : Standar Deviasi : s = s 2

Rerata. Variance = Ragam. Varian/ragam (S 2 ) : Standar Deviasi : s = s 2 II. KOMPONEN VARIAN SIFAT KUANTITATIF Kuswanto, 2012 1.Statistik sifat kuantitatif Karena sifat kuantitatif akan membentuk distribusi kontinyu dari penotip, maka sifat-sifat tersebut dianalisis dengan

Lebih terperinci

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing NIP NIP Mengetahui : Ketua Program Studi Agroekoteknologi

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing NIP NIP Mengetahui : Ketua Program Studi Agroekoteknologi Judul : Seleksi Individu M3 Berdasarkan Karakter Umur Genjah dan Produksi Tinggi Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) Nama : Yoke Blandina Larasati Sihombing NIM : 100301045 Program Studi : Agroekoteknologi

Lebih terperinci

Morfologi Bunga dan Korelasinya terhadap Kemampuan Menyerbuk Silang Galur Mandul Jantan Padi

Morfologi Bunga dan Korelasinya terhadap Kemampuan Menyerbuk Silang Galur Mandul Jantan Padi Morfologi Bunga dan Korelasinya terhadap Kemampuan Menyerbuk Silang Galur Mandul Jantan Padi Indrastuti A. Rumanti 1, B.S.Purwoko 2, Iswari S. Dewi 3, Hajrial Aswidinnoor 2, dan Satoto 1 1 Balai Besar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan II. Materi dan Metode 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai Benih Induk Hortikultura Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan Januari-Mei 2013.

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI SEJUMLAH PERSILANGAN SEBAGAI TETUA RESTORER PADA PEMBUATAN PADI HIBRIDA

EVALUASI POTENSI SEJUMLAH PERSILANGAN SEBAGAI TETUA RESTORER PADA PEMBUATAN PADI HIBRIDA EVALUASI POTENSI SEJUMLAH PERSILANGAN SEBAGAI TETUA RESTORER PADA PEMBUATAN PADI HIBRIDA POTENTIAL EVALUATION OF SOME CROSSES AS RESTORER PARENT ON HYBRID RICE DEVELOPMENT Yuniati Pieter Munarso Instalasi

Lebih terperinci

Penampilan Fenotipik dan Tingkat Kemandulan Tepungsari Calon Galur Mandul Jantan Tipe Wild Abortive

Penampilan Fenotipik dan Tingkat Kemandulan Tepungsari Calon Galur Mandul Jantan Tipe Wild Abortive Penampilan Fenotipik dan Tingkat Kemandulan Tepungsari Calon Galur Mandul Jantan Tipe Wild Abortive Phenotypic and Pollen Sterility Performance of Wild Abortive Type of Cytoplasmic Male Sterile Candidates

Lebih terperinci