Pemetaan Potensi Perbankan Syariah di Indonesia dan Strategi Pengembangannya 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pemetaan Potensi Perbankan Syariah di Indonesia dan Strategi Pengembangannya 1"

Transkripsi

1 Pemetaan Potensi Perbankan Syariah di Indonesia dan Strategi Pengembangannya 1 A s c a r y a Center for Central Banking Education and Studies, Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin 2, Radius Prawiro Tower, 18 th fl., Jakarta 10110, Indonesia ascarya@bi.go.id ABSTRACT Perbankan syariah di Indonesia tumbuh sangat pesat dalam lima tahun terakhir. Hal ini disebabkan karena pangsanya masih kecil, pasar sedang tumbuh dan belum jenuh, serta potensinya memang besar, sehingga perlu diidentifikasi potensi, preferensi, dan perilaku masyarakat terhadap bank syariah secara komprehensif untuk dapat menentukan strategi dan langkah-langkah yang tepat dalam mengembangkan dan memperluas jaringan perbankan syariah di Indonesia secara optimal. Studi ini membangun model potensi pengembangan bank syariah dengan menggunakan metode multinomial logit. Langkah pertama mengidentifikasi pola umum potensi pengembangan bank syariah berdasar 10 penelitian parsial di 10 propinsi sebelumnya. Langkah kedua membangun model berdasar pola umum menggunakan data sekunder dan mengklarifikasinya dengan survey baru dan indepth interview dengan key informan untuk menghasilkan model yang mempunyai tingkat kesesuaian maksimal. Langkah ketiga menggunakan model terbaik untuk memprediksi, memetakan, dan membuat analisis biplot potensi bank syariah pada tingkat kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Hasil estimasi model menunjukkan bahwa variabel-variabel yang nyata mempengaruhi potensi pengembangan bank syariah adalah region, kepadatan penduduk, dana pihak ketiga (DPK) perbankan, jumlah sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), indeks lokasi, persentase penduduk Muslim, dan persentase pemilih PPP dan PKB, dengan tingkat kesesuaian model 79.59%. Studi ini menunjukkan bahwa dari 348 kabupaten/kota yang diobservasi 19% (66 daerah) berpotensi sangat tinggi, 8.9% (31 daerah) berpotensi tinggi, 13.2% (47 daerah) berpotensi cukup, dan 58.9% (204 daerah) berpotensi kurang. Daerah-daerah yang bepotensi sangat tinggi dan tinggi sebagian besar berada di pulau Jawa dan kota-kota besar lainnya di luar jawa, yang belum semuanya dimasuki bank syariah. Perkembangan bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) sampai dengan 2004 sejalan dengan peta potensi daerah, sedangkan perkembangan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) lebih mengarah ke daerah-daerah yang belum dimasuki BUS maupun UUS untuk menghindari kompetisi langsung. Hasil analisis biplot menunjukkan adanya perbedaan karakteristik daerah dilihat dari aspek ekonomi, sosial, dan keagamaannya meskipun dalam kategori potensi pengembangan bank syariah yang sama. Setiap daerah berpotensi mempunyai kombinasi faktor dominan yang berbeda-beda. Informasi ini menuntut strategi pengembangan yang berbeda-beda sesuai dengan faktor dominan dan karakteristik khusus yang menonjol pada daerah tersebut yang tidak tertangkap dalam model. JEL Classification: G21, G28 Keywords: Potensi, Preferensi, Bank Syariah, Multinomial Logit, Biplot 1 Makalah ini ditulis berdasarkan penelitian Pemetaan Potensi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat Terhadap Bank Syariah di Indonesia yang merupakan kerjasama Bank Indonesia dan Institut Pertanian Bogor, dimana penulis sebagai anggota tim. Dipresentasikan dalam Seminar dan Koloqium Nasional: Perkembangan Sistem Keuangan Syariah di Indonesia Kini dan Tantangan Hari Esok, Institut Teknologi Bandung, September 30, 2006.

2 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Lembaga keuangan syariah mulai muncul di Indonesia sejak awal 1980an dengan berdirinya Baitut-Tamwil Salman di Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta. Bank syariah pertama, Bank Muamalat Indonesia, baru berdiri pada Tonggak penting perkembangan perbankan syariah di Indonesia dimulai sejak dikeluarkannya UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang memberikan landasan hukum kuat bagi bank syariah dan membolehkan bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau unit usaha syariah (UUS). Sejak saat itu Indonesia menganut dual banking system dimana bank konvensional dengan sistem bunga dan bank syariah dengan sistem bebas bunga (bagi hasil, jual beli, sewa, dan lainnya yang sesuai Syariah) beroperasi berdampingan. Sejak saat itu pula bank syariah berkembang pesat, terutama pada lima tahun terakhir. Perkembangan bank syariah yang sangat pesat menunjukkan keberadaan bank syariah dapat diterima dan disambut dengan baik oleh masyarakat dan menunjukkan besarnya permintaan masyarakat terhadap bank syariah. Namun, muncul pandangan lain yang menyatakan bahwa tingginya pertumbuhan bank syariah selama ini lebih karena bank ini masih baru, dan pasar belum jenuh. Seberapa besar pasar yang tersedia sebenarnya belum diketahui. Apakah bank syariah mampu menjadi lembaga perbankan yang besar dan kuat berdampingan dengan bank konvensional masih menjadi tanda tanya. Pandangan ini didasarkan pada porsi kinerja bank syariah yang baru sebesar 1.2 persen dari kinerja perbankan nasional, setelah kurang lebih 10 tahun berdiri. Meskipun, jika dibandingkan dengan sejarah perbankan konvensional, periode perkembangan bank syariah masih sangat pendek. Penelitian ini dimaksudkan untuk membuat analisis secara komprehensif dengan memanfaatkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan tentang potensi dan preferensi masyarakat terhadap bank syariah di lokasi-lokasi penelitian dan memprediksi potensi pengembangan bank syariah di Indonesia, sehingga dapat dihasilkan peta pengembangan bank syariah di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. 1.2 Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan penelitian ini adalah membangun peta potensi pengembangan bank syariah di Indonesia sehingga dapat dijadikan acuan bagi pemerintah dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan menjadi dasar bagi pelaku perbankan syariah dalam mengembangkan jaringan dan penetapan strategi pengembangan ke depan. Adapun secara lebih rinci, penelitian ini bertujuan untuk: 1) Membangun model potensi pengembangan bank syariah di Indonesia; 2) Memprediksi potensi pengembangan bank syariah pada tingkat kabupaten/kota di seluruh Indonesia (kecuali Aceh dan Maluku), berdasarkan analisis hasilhasil penelitian yang dipadukan dengan data dan informasi tentang karakteristik sosial dan ekonomi masing-masing kabupaten/kota; dan 3) Membangun peta potensi dan biplot pengembangan bank syariah menurut kabupaten/kota di Indonesia. 1.3 Keluaran Keluaran yang dihasilkan dari penelitian ini adalah: 1) Model potensi pengembangan bank 2

3 syariah di Indonesia; 2) Prediksi potensi pengembangan bank syariah pada tingkat kabupaten/kota di seluruh Indonesia; dan 3) Peta potensi dan biplot pengembangan bank syariah menurut kabupaten/kota. 1.4 Cakupan Penelitian Untuk menjawab tujuan penelitian, cakupan penelitian ini meliputi kegiatan review dan analisis hasil penelitian potensi, preferensi, dan perilaku masyarakat terhadap bank syariah di 11 propinsi, pengumpulan data sekunder baik pada kabupaten/kota yang telah disurvey maupun pada kabupaten/kota yang belum disurvey, membangun model preferensi masyarakat terhadap bank syariah dengan basis hasil penelitian dan data sekunder, melakukan proyeksi potensi pengembangan bank syariah pada tingkat kabupaten seluruh Indonesia (kecuali Maluku dan NAD), klarifikasi hasil estimasi potensi dan pengumpulan data/informasi tambahan yang dilakukan di 10 propinsi dengan melakukan indepth interview dengan pihakpihak yang terkait dengan pengembangan bank syariah, antara lain pejabat Bank Indonesia, pelaku bisnis perbankan syariah, Majelis Ulama Indonesia, Dewan Pengawas Syariah, tokoh masyarakat dan pihak-pihak lain yang relevan. Kegiatan klarifikasi ini dilakukan baik pada propinsi yang telah disurvey maupun yang belum disurvey dengan melihat sebaran spasial, yaitu meliputi propinsi Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Bali. 2. Tinjauan Pustaka Keberadaan bank syariah dalam kancah perbakan di dunia masih relatif baru, dibandingkan dengan perbankan konvensional. Meskipun demikian pertumbuhan kinerja bank syariah cukup menggembirakan, dilihat dari perkembangan jumlah bank, jumlah kantor, serta kinerja perbankan syariah yang pesat. Berbagai hasil penelitian baik di Indonesia maupun di luar negeri mendukung hal ini, dimana respon masyarakat terhadap perbankan syariah sangat baik, meskipun jika dilihat tentang pengetahuan dan pemahamannya terhadap bank syariah masih banyak ditemui kekurangannya. Terdapat berbagai hasil penelitian di berbagai belahan dunia tentang perkembangan dan permasalahan perbankan syariah, khususnya berkenaan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam penggunaan bank syariah. Penelitian tersebut dilakukan di berbagai negara dengan kondisi perbankan syariahnya yang masih pada tahap awal perkembangan, sudah tahap lanjut, atau bahkan belum ada sama sekali. Secara umum diperoleh karakteristik permasalahan yang relatif sama antar negara, misalnya pengetahuan masyarakat yang masih terbatas terhadap keberadaan bank syariah dan pemahaman yang rendah terhadap konsep sistem ekonomi Islam. Dalam hal preferensi terhadap perbankan syariah, motivasi keagamaan merupakan landasan utama interaksi nasabah dari golongan Muslim, diatas pertimbangan tingkat jasa yang dapat ditawarkan. 2.1 Penelitian di Luar Negeri Penelitian terhadap bank syariah, terutama mengenai sikap, penerimaan dan perilaku adopsi masyarakat terhadap bank syariah, telah dilakukan di negara-negara Arab, Eropa, Amerika, 3

4 sampai ke negara-negara Asia Tenggara. Penelitian memberikan hasil yang beragam. Penelitian oleh Naser dan Moutinho (1997) meliputi 100 bank syariah teratas di negaranegara Arab. Secara umum perbankan syariah telah berkembang selama dua dekade, yaitu sejak pertengahan 1970an. Saat ini perbankan syariah menghadapi persaingan antar bank syariah sendiri, dan dari bank-bank konevensional barat yang melakukan penyesuaian dengan prinsip-prinsip Syariah. Perkembangan bank syariah di negara-negara Arab tergolong agak terlambat. Tiga bank syariah terkemuka yang tertua adalah Faisal Islamic Bank di Sudan dan Mesir, serta Kuwait Finance House yang berdiri sejak Hasil analisis mengindikasikan bahwa bank syariah tidak menggunakan keunggulan kompetitifnya dalam komunitas Muslim. Karena itu, diperlukan perubahan organisasi untuk meningkatkan pelayanan terhadap nasabah. Mereka juga harus mampu membuat keputusan yang strategis berkenaan dengan minimum/maksimum kapital yang ditawarkan konsumen dan peta investasi antar wilayah dan antar sektor yang ada. Untuk dapat mengambil peran aktif di masa depan bank syariah harus memiliki kemampuan untuk mengukur penerimaan banknya di tengah masyarakat (brand equity), mengukur keefektifan pemasaran yang diterapkan, melakukan proses produk baru yang lebih baik, dan memperkirakan kepuasan konsumen. Penelitian oleh Erol dan el-bdour (1989) di Jordania, di kota Irbid, Zarka, dan Amman, meliputi responden yang terdiri dari golongan kelas menengah profesional, yaitu dokter, pengacara, pengusaha, pedagang, dan pemilik perusahaan. Jumlah sampel 237 orang nasabah bank konvensional dan 197 orang nasabah bank syariah. Dalam analisis data, teknik univariate dan multivariate digunakan untuk mengetahui sikap dari pengguna jasa perbankan (nasabah), untuk menentukan variabel-variabel yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional, dan untuk mengetahui faktor-faktor berkelompok (clustering factors) yang penting dalam pemilihan bank syariah. Model univariate digunakan untuk menentukan sikap dari nasabah bank syariah dan untuk melihat perbedaan dari kriteria seleksi pemilihan bank konvensional atau bank syariah (menggunakan uji-t untuk perbedaan nilai rataan pada nasabah bank kovensional dan nasabah bank syariah). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pertimbangan motivasi pemilihan bank, motivasi religi atau agama tidak muncul sebagai kriteria utama dalam pemilihan bank syariah. Hal ini bertentangan dengan persepsi umum yang berlaku di sebagian besar negara Islam yang menekankan bahwa motivasi religi merupakan faktor utama dalam pengembangan perbankan syariah. Dalam penelitian ini, nasabah terlihat lebih termotivasi dengan keuntungan yang akan diperoleh jika menggunakan jasa bank. Hal ini sebenarnya tidak bertentangan dengan doktrin hukum Islam yang menganjurkan adanya perolehan hasil yang bersifat adil dalam suatu investasi. Temuan penting lainnya menunjukkan bahwa pembukaan cabang baru bank syariah tidak berperan dalam meningkatkan penggunaan bank syariah di masyarakat. Responden umumnya memperoleh pengetahuan mengenai bank syariah melalui keluarga, sanak saudara, dan tetangga mereka. Pengaruh tokoh masyarakat dalam pemilihan bank syariah sebagai lembaga keuangan mengindikasikan bahwa kegiatan promosi bank syariah harus dipusatkan pada kelompok tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat yang berpotensi menjadi nasabah bank syariah. Pelayanan yang ditawarkan oleh bank syariah seharusnya tidak merupakan duplikat dari kegiatan bank konvensional yang sudah ada saat ini. Bank syariah harus berbeda dengan bank konvensional dan mengarah pada pelayanan bank yang memiliki sistem bagi hasil (profit and loss sharing). Hasil penelitian Naser et al. (1999), juga di Jordania, mendapatkan bahwa dari 206 responden ditemukan beberapa kekecewaan masyarakat dengan pelayanan bank syariah. Oleh karena itu, walaupun sebagian besar responden sudah paham dengan berbagai produk bank syariah, seperti murabahah, mudarabah, dan musyarakah, mereka belum 4

5 menggunakannya. Dalam hal sikap responden dalam memilih bank ditemukan bahwa 73 persen berpendapat bahwa reputasi suatu bank adalah faktor kunci dalam memilih bank, sementara 70 persen menyatakan bahwa alasan keagamaan sebagai alasan mengadopsi perbankan syariah. Kepuasan nasabah terhadap perbankan berkenaan dengan nama dan image 84 persen dan keamanan 79 persen. Faktor kebangsaan dan agama tidak signifikan dalam kepuasan terhadap bank. Saran penelitian ini agar karyawan, yang merupakan bagian penting, dapat memberikan pelayanan dan peran yang penting dalam interaksi antara perusahaan dan nasabah. Penelitian di Bahrain oleh Metawa dan Almossawi (1998) yang menggunakan sampel 300 orang nasabah menemukan bahwa nasabah umumnya berpendidikan baik, dimana 80 persen berumur antara 25 sampai 50 tahun, dan lebih dari setengahnya telah berhubungan dengan bank syariah selama lebih dari 6 tahun. Secara umum nasabah puas dengan pelayanan bank syariah berkenaan dengan produk dan jasa yang diadopsinya. Dua hal utama yang menjadi kriteria pemilihan bank adalah ketaatan (adherence) kepada prinsip-prinsip syariah Islam dan tingkat jasa yang diperoleh (rate of return). Beberapa faktor utama yang signifikan adalah umur dan pendapatan yang berkaitan dengan besarnya tabungan di bank. Lama berhubungan dengan bank memiliki kaitan dengan pemahaman terhadap jasa dan produk yang disediakan perbankan tersebut. Dari berbagai temuan tersebut penulisnya menyarankan agar bank mampu memformulasikan dan mengimplementasikan rencana pemasaran dengan terlebih dahulu memahami sikap, perilaku, dan persepsi nasabahnya. Penelitian lain tentang aspek finansial perumahan di Inggris (1992) menggunakan 100 orang kaum Muslim sebagai responden yang bertempat tinggal di Leicestershire (Leicester dan Loughborough). Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada keinginan agar didirikan lembaga keuangan syariah di wilayah mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 37 persen responden memperlihatkan kecenderungannya untuk membuka rekening di bank syariah. Sekitar 42 persen responden bersedia menutup rekening mereka di bank yang lama dan menggantinya dengan rekening di bank syariah. Ada kecenderungan bahwa pendidikan memiliki peranan yang cukup besar. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan, maka kesadaran dan pengetahuan mengenai permasalahan dalam sistem keuangan Islam juga semakin baik. Penelitian Haron et al. (1994) mendapatkan bahwa secara umum sikap masyarakat terhadap perbankan syariah relatif sama. Meskipun demikian ditemukan beberapa perbedaan yang cukup menarik. Responden Muslim lebih mengutamakan pelayanan yang cepat dan efisien dalam memilih bank, sementara responden non-muslim lebih mengutamakan keakraban secara personal dengan staf bank di atas pelayanan yang diberikan dan reputasi suatu bank. Dalam hal pengenalan terhadap perbankan syariah, 100 persen responden Muslim mengetahui eksistensi bank syariah yang diperolehnya melalui surat kabar, majalah, TV, radio, dan keluarga. Di Singapura, meskipun Muslim dan non-muslim belum sadar dengan budaya bank syariah, namun mereka memiliki sikap yang berbeda kepada perbankan syariah. Mereka hanya sepakat dalam satu hal, yaitu jasa yang lebih tiggi dari tabungan mereka (Gerrard dan Cunningham, 1997). Dalam hal budaya bank syariah, responden non muslim memiliki kesadaran yang rendah terhadap makna yang fundamental, hanya 0,6 persen yang dapat menjelaskan makna riba, dan hanya 2 persen yang dapat menjelaskan apa makna Syariah, serta tidak ada yang paham tentang sistem keuangan Islam. Pada kalangan responden Muslim, 20,7 persen paham tentang riba, dan 31 persen paham tentang Syariah. Sikap terhadap bank syariah menunjukkan bahwa 22,6 persen responden Muslim menjadikan 5

6 alasan agama sebagai motivasi utama untuk menyimpan uang di bank syariah, sementara lebih dari dua pertiga menggunakan paduan alasan keagamaan dan keuntungan. Ada kesepakatan antara responden Muslim dan non-muslim, bahwa bank mesti menyediakan pelayanan yang cepat dan efisien. Kalangan non-muslim lebih mengutamakan bunga yang tinggi dari tabungan, sementara kalangan Muslim tidak terlalu memprioritaskan. Perkembangan perbankan syariah di Brunei relatif lebih menggembirakan, karena telah mampu menguasai 11,5 persen pangsa pasar perbankan nasionalnya (Ebrahim dan Joo, 2001). Pada tahun 1993, Bank International Brunei berubah nama menjadi Bank Islam Brunei. Dua bank syariah terkemuka di negara ini adalah Bank Islam Brunei (BIB) dan Tabung Amanah Islam Brunei (TAIB). Perbankan syariah di Brunei menghadapi persaingan dengan bank konvensional. Mereka hanya akan berkembang bila mampu melakukan konsolidasi antar retail bank dengan investment bank, serta membangun jaringan antara institusi lokal dengan internasional. 2.2 Penelitian di Indonesia Di Indonesia, perkembangan bank syariah belum lama dimulai, yaitu diawali dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia tahun 1992, setelah ada perubahan UU Perbankan yang mengijinkan berdirinya bank dengan sistem bagi hasil. Penelitian terhadap kinerja serta perilaku masyarakat terhadap bank syariah belum banyak dilakukan. Pada umumnya penelitian yang dilakukan diprakarsai oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan lembaga penelitian atau perguruan tinggi. Hasil penelitian (Eryanto, 2000) 2 menunjukkan bahwa persepsi nasabah merupakan hal yang perlu untuk diperhatikan, karena persepsi masyarakat merupakan suatu faktor penentu dalam memilih bank. Persepsi nasabah terhadap suatu bank sebenarnya merupakan penilaian relatif nasabah yang meliputi beberapa atribut bank tersebut dibandingkan dengan bank yang lain. Hasil analisis data menunjukkan 43 persen mempunyai lebih dari satu rekening bank, dengan alasan untuk memudahkan transaksi, selain untuk keamanan karena dana tidak terpusat pada satu bank; sementara sisanya (57%) hanya mempunyai satu rekening. Sebagian besar responden (82%) mengemukakan alasan keamanan sebagai alasan utama mereka untuk menyimpan uangnya di bank. Dalam pemilihan bank, maka alasan utama yang digunakan nasabah adalah karena lokasinya yang berdekatan dengan tempat tinggal (diungkapkan oleh 24 persen responden). Setiap nasabah akan menganggap bahwa bank yang dipilihnya merupakan bank yang baik secara keseluruhan. Hal ini ditunjukkan oleh 61 persen responden, yang menyatakan bahwa bank yang menjadi pilihan nasabah sebagai bank utama termasuk ke dalam kategori bank yang baik secara keseluruhan. Ini berarti bahwa walaupun orang mempunyai kepentingan 2 Penelitian Eryanto (2000) bertujuan untuk mencari tingkat kepentingan beberapa atribut persepsi yang mempengaruhi keputusan masyarakat dalam memilih bank dan melihat kekonsistenan persepsi nasabah dengan tingkat kepentingan nasabah itu sendiri dalam memilih bank. Data yang digunakan merupakan hasil penelitian marketing banking pada September 1997, berlokasi di Jakarta dan Surabaya dengan responden individu yang memiliki rekening di bank dan mempunyai pengeluaran diatas Rp /bulan. Analisis data dilakukan dengan dua langkah, yaitu analisis deskriptif dengan tabel kontingensi untuk mendapatkan informasi yang bisa menghubungkan antara pilihan responden dengan predikat yang diberikannya, dan melihat peringkat/urutan faktor kepentingan responden dalam memilih bank sebagai bank utama. Data yang digunakan dalam pengolahan adalah data urutan faktor yang berpengaruh dalam menentukan bank utama. 6

7 yang berbeda-beda dalam memilih bank, namun setiap nasabah mempunyai persepsi bahwa bank yang dipilihnya sebagai bank utama adalah baik menurut penilaian mereka. Hal ini juga berlaku untuk kategori bank favorit, bank dengan layanan paling bagus, bank yang membanggakan, dan bank yang paling dapat dipercaya. Kriteria bank inovatif, bank dengan fasilitas lengkap, dan bank dengan bunga tinggi bukan merupakan tolok ukur bagi nasabah untuk mencari sebuah bank. Kesimpulan ini diperoleh dari kenyataan bahwa kurang dari 50 persen nasabah menganggap bahwa bank yang dipilih termasuk dalam kategori bank dengan kriteria tersebut. Mayoritas responden memilih bank utamanya karena alasan kedekatan lokasi dengan tempat tinggal, merupakan bank yang dapat dipercaya, kemanan terjamin, pelayanannya cepat dan memuaskan, mudah melakukan transaksi, dan karena gaji ditransfer ke bank tersebut. Faktor yang dianggap responden paling berpengaruh dalam memilih bank utama adalah faktor keyakinan nasabah terhadap bank, dimana bank tersebut merupakan bank besar dan didukung oleh grup yang kuat. Kriteria pemilikan fasilitas online, kedekatan lokasi dengan kantor atau rumah, keyakinan akan pelayanan yang profesional, dan kantor cabang yang banyak dipandang sebagai kriteria yang cukup berpengaruh. Kriteria yang dinilai kurang berpengaruh adalah pemilikan fasilitas ATM, tingkat suku bunga, lokasi ATM-nya banyak, adanya hadiah/undian, memiliki fasilitas layanan khusus, memiliki fasilitas telebanking, ATM bisa digunakan untuk membayar listrik/telepon, dan ada teman/saudara yang bekerja atau menjadi nasabah pada bank tersebut. Dari sekian atribut di atas, ada beberapa atribut yang memiliki tingkat kepentingan yang sama. Misalnya, bank tersebut didukung oleh grup yang kuat, kantor cabang yang banyak, dan keyakinan akan pelayanan yang profesional mempunyai kepentingan yang sama. Demikian pula dengan atribut kedekatan lokasi dan fasilitas online, tingkat suku bunga dan fasilitas ATM, atau fasilitas layanan khusus dengan fasilitas telebanking. Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi nasabah mendukung kepentingan nasabah dalam memilih bank. Oleh sebab itu, untuk masa yang akan datang, bank perlu mengetahui faktor-faktor utama yang mempengaruhi nasabah dalam memilih bank sehingga pihak bank sendiri dapat memperbaiki strategi pemasaran mereka. Penelitian yang secara spesifik mengkaji potensi, preferensi, dan perilaku masyarakat terhadap bank syariah setidaknya telah dilakukan di 11 Propinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan, yang dilakukan pada periode tahun , sebagian besar menggunakan model logit sebagai alat analisisnya. Terdapat perbedaan metode penelitian antar lokasi, baik menyangkut penentuan sampling, alat analisis maupun variabel yang digunakan, seperti di Jawa Timur, Jambi, Sumatera Barat, dan Jawa Tengah dan DIY. Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat daerah-daerah potensial untuk pengembangan bank syariah, dan terdapat pula daerah-daerah yang relatif kurang berpotensi. Potensi pengembangan bank syariah pada daerah tertentu dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan cenderung berbeda antar daerah. Namun secara umum, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap potensi permintaan dan pengembangan bank syariah meliputi faktor demografi, ekonomi, sosial, norma dan nilai yang dianut, orientasi masyarakat, dan kondisi psikologi masyarakat, serta dari faktor suplai, yaitu kinerja pelayanan bank syariah. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap bank konvensional dan bank syariah, dan penerimaan terhadap kedua sistem perbankan tersebut yang akhirnya mempengaruhi perilaku adopsi masyarakat terhadap jasa perbakan. Selain faktor-faktor tersebut faktor 7

8 introduksi memiliki pengaruh yang signifikan, antara lain berupa upaya peningkatan pemahaman terhadap bank syariah melalui sosialisasi, promosi, dan sebagainya. Faktor penunjang berupa ketersediaan sarana dan prasarana yang memudahkan akses terhadap bank juga mempengaruhi perilaku masyarakat. Variabel demografi yang berpengaruh antara lain berupa jumlah penduduk, struktur umur, pendidikan, dan agama. Sementara faktor ekonomi meliputi pendapatan, pekerjaan, pengeluaran, dan sebagainya. Kondisi ekonomi individu masyarakat secara bersama-sama membangun kondisi ekonomi wilayah. Faktor sosial antara lain berupa posisi dalam masyarakat dan status sosial. Norma dan nilai yang dianut meliputi ketaatan terhadap agama, pola pikir logik yang mengarah pada konsistensi bersikap dan bertindak. Orientasi masyarakat, antara lain motivasi dalam memanfaatkan lembaga perbankan dan alasan pemilihan bank. Faktor suplai bank syariah juga merupakan hal yang penting, antara lain jenis produk yang ditawarkan dan pelayanan yang diberikan. Dari hasil penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa potensi pengembangan bank syariah dipengaruhi oleh kondisi wilayah dan kondisi sosial masyarakatnya. Dengan demikian, berdasarkan hasil yang spesifik antar lokasi dimungkinkan untuk dibangun peta potensi pengembangan bank syariah di seluruh wilayah Indonesia yang didasarkan pada karakterisitik masyarakat dan wilayah tersebut yang memiliki pengaruh nyata terhadap pengembangan perbankan syariah. 3. Metode Penelitian 3.1 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dibaca pada gambar 1, sekaligus juga menerangkan tahapan dan cakupan kegiatan penelitian preferensi dan peta potensi pengembangan bank syariah di Indonesia. Secara umum penelitian ini terdiri atas 3 bentuk kegiatan yaitu: 1) kompilasi hasil-hasil penelitian dari 10 kali penelitian yang mencakup 11 propinsi dari tahun 2000 sampai 2004; 2) survey dan analisa data sekunder; dan 3) penyusunan peta potensi yang mencakup seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Dengan demikian, produk akhir yang akan dihasilkan dalam studi ini berupa peta potensi seluruh kabupaten/kota di Indonesia (kecuali NAD dan Maluku) untuk pengembangan perbankan syariah. Peta tersebut disusun dari dua kelompok data yaitu data yang berasal dari preferensi individu terhadap perbankan (konvensional dan syariah) serta data potensi sosial ekonomi wilayah kabupaten/kota. Bahan utama berupa hasil dari 10 kali penelitian di 11 propinsi yang telah dilakukan, memiliki variasi dalam pemilihan metodologi, mulai dari penetapan sampel, penggunaan variabel, analisa data dan ragam data sekunder sehingga perlu dilakukan sinkronisasi untuk memperoleh pola umum potensi pengembangan pada setiap level kabupaten/kota. Selanjutnya untuk memberikan kesamaan dalam jenis dan aktualitas data, dilakukan pula klarifikasi melalui survey preferensi individual dan indepth interview dengan key informan. Hasil survey ini akan dipadukan dengan data sekunder berupa karakteristik perbankan, ekonomi wilayah, kependudukan, dan keagamaan di seluruh kabupaten/kota untuk membangun model potensi. Pemetaan potensi kabupaten/kota terhadap pengembangan bank syariah bertolak dari model potensi yang sudah dibangun tersebut. Potensi pengembangan syariah untuk setiap kabupaten/kota ini akan diklasifikasikan secara kuantitatif dengan skoring serta secara 8

9 kualitatif dengan tipologi sangat tinggi, tinggi, cukup dan kurang. Preferensi Individual terhadap Perbankan Konv dan Syariah Variabel demografi Variabel ekonomi Variabel sosial Potensi Wilayah Kabupaten/Kota Variabel demografi (kepadatan, pendidikan, aksesibilitas, lokasi) Struktur ekonomi (PDRB, kinerja sektor prod/jasa) Perbankan (aset, tabungan, dan kredit) Keagamaan (Muslim, masjid, pemilih partai Islam) Analisis Sinkronisasi Pola Umum Potensi Pengembangan Kabupaten/kota 1. Klarifikasi (preferensi individual) 2. Indepth Interview dengan key informan 3. Potensi wilayah Kabupaten/Kota (data sekunder) Peta/biplot Potensi Kabupaten/Kota Strategi Pengembangan Bank Syariah I. KOMPILASI 10 HASIL PENELITIAN DI 11 PROPINSI ( ) II. SURVEY DAN III. PEMETAAN ANALISA DATA POTENSI Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Preferensi dan Potensi Pengembangan Bank Syariah di Indonesia Variabel-variabel yang disampaikan dalam kerangka pemikiran di atas secara empiris telah dilakukan pengujian di 11 propinsi dengan menggunakan metode analisis dan instrumen kuesioner yang berbeda-beda. Secara umum variabel-variabel tersebut berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk mengadopsi bank syariah. Beberapa variabel berdampak negatif dan lainnya berdampak positif. Antar daerah juga terdapat keragaman, dan dijumpai juga suatu variabel yang berdampak positif pada suatu daerah tetapi berdampak negatif pada daerah lainnya. Perbedaan hasil ini diduga dipengaruhi juga oleh karakteristik wilayah baik sosial maupun ekonomi. Dengan demikian penelitian yang telah dilakukan secara spasial telah memberikan gambaran terhadap potensi, preferensi dan perilaku masyarakat terhadap bank syariah. Namun dari hasil penelitian tersebut belum dapat digeneralisasi untuk memotret potensi pengembangan bank syariah di Indonesia, karena penelitian-penelitian tersebut mempelajari perilaku individual, bukan menggambarkan karakteristik wilayah. Berdasar pada hasil penelitian yang sudah dilakukan berupa karakteristik individual, dan dipadukan dengan data dan informasi regional yang merupakan karakteristik wilayah, dapat dibangun model potensi pengembangan bank syariah di kabupaten/kota yang telah diteliti. Hasil ini kemudian dapat digunakan untuk mengestimasi potensi pengembangan bank syariah di kabupaten/kota lainnya dengan berdasarkan pada karakteristik sosial dan ekonomi daerah tersebut. Secara sekuensial alur kegiatan untuk menduga potensi pengembangan bank syariah dapat dibaca pada gambar 2. 9

10 Potensi per kab/kota (Hasil Penelitian) Variabel karakteristik individu (data primer) Karakteristik sosial ekonomi wilayah (data sekunder) Model potensi, yaitu membangun potensi bank syariah pada kab/kota yang disurvei (hasil penelitian) berdasarkan karateristik sosial ekonomi wilayah (data sekunder) Melakukan pendugaan terhadap potensi pengembangan bank syariah di kabupaten/kota yang belum disurvei dengan berdasarkan pada data sekunder Gambar 2. Alur Kegiatan Pemetaan Potensi Pengembangan Bank Syariah di Indonesia 3.2 Analisis Data Multinomial Logit Analisis regresi logistik banyak digunakan untuk memodelkan hubungan antara peubah respon kualitatif dengan berbagai peubah penjelas, baik kualitatif maupun kuantitatif. Peubah respon tersebut dapat berupa data biner (hanya terdiri dari dua nilai, ya atau tidak ), dan dapat juga berupa data multinom (lebih dari dua kemungkinan pilihan). Pada data yang multinom, skala pengukurannya dapat berskala nominal (tidak memiliki peringkat, hanya berupa penggolongan saja), atau berskala ordinal (yang memiliki peringkat tertentu). Jika kategori dari peubah respon berskala ordinal, maka analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi logistik ordinal, sedangkan jika peubah respon berskala nominal maka analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik nominal (Hosmer and Lemeshow, 1989). Asumsi yang mendasari model regresi multinom adalah sebagai berikut (Aldrich and Nelson dalam Taha (2003): 1) Ada sejumlah N pengamatan dengan K peubah penjelas; 2)Peubah tak bebas (respon) memiliki M kategori, dengan M>1; 3) Peubah tak bebas diukur sebagai banyaknya respon yang masuk dalam kategori tertentu; dan 4) Respon saling bebas di dalam dan antar pengamatan. Untuk Y nominal (dengan k kategori), model umumnya adalah: η = θ + β x ij j j i dengan: η ij = log(π ij /(1-π ij ); π ij = Peluang respons ke-j pada kejadian ke-i; θ j = konstanta kejadian kategori respons ke-j; β j = vektor koefisien regresi untuk kategori respons ke-j; x i = vektor variabel penjelas ke-i; i = 1,, N dan j = 1,, k; i = jumlah observasi atau kejadian; k = jumlah kategori respon. Untuk menghindari redundancy, umumnya ditetapkan: ˆ = 0 dan ˆ β k = 0 θ k Selanjutnya, peluang suatu kejadian pada nilai x i tertentu masuk dalam kategori respon ke-j didefinisikan sebagai: 10

11 Π ij = e j ( η ) e ij ( η ) ij Untuk menguji peranan seluruh peubah penjelas dalam model digunakan uji nisbah kemungkinan atau statistik uji-g dengan hipotesis sebagai berikut: H 0 : β 1 = = β p = 0; H 1 : Paling sedikit ada satu β i 0, untuk i = 1, 2,, p L0 Rumus untuk uji-g adalah: G = 2 ln L k dimana L 0 adalah penduga kemungkinan maksimum tanpa peubah penjelas, sedangkan L k adalah penduga kemungkinan maksimum dengan k peubah penjelas. Statistik uji ini mengikuti pola sebaran Khi Kuadrat dengan derajat bebas p (banyaknya peubah). Hipotesis nol ditolak jika G > χ 2 p(α). Uji terhadap parameter regresi secara parsial biasanya dilakukan dengan menggunakan uji Wald, dengan hipotesis: H 0 : β j = 0; H 1 : β j 0, untuk j = 1, 2,, p ˆ β j dengan rumus uji Wald sebagai berikut: W j = stdev( ˆ β ) Statistik uji Wald mengikuti sebaran normal, sehingga kriteria ujinya menjadi: Zα / 2, terima H 0 W = > Zα / 2, tolak H 0 Selanjutnya, untuk mendapatkan nilai dugaan potensi suatu daerah atau wilayah akan dihitung berdasarkan nilai skor potensi yang didefinisikan sebagai: Skor potensi = k j= 1 w j S j dimana: w j = Pembobot skor ke-j = Peluang suatu wilayah dengan variabel penjelas x i masuk kategori ke-j (π ij ); S j = Nilai skor kategori respon ke-j. Dalam studi ini kategori respon terdiri dari empat tingkat potensi, yaitu rendah (skor=1), sedang (skor=2), dan tinggi (3). Dengan demikian, skor potensi akan memiliki nilai antara 1 sampai dengan 3, sehingga potensi dugaan dari suatu wilayah dapat diperoleh melalui kaidah berikut: 1 jika skor_potensi < 1.67 Potensi dugaan suatu wilayah = 2 jika skor_potensi 1.67 & < jika skor_potensi 2.34 Secara lebih rinci tahapan yang dilakukan dalam membangun model adalah sebagai berikut: 1) Dari penelaahan dokumen-dokumen penelitian diperoleh informasi sebagai berikut: j 11

12 (a) (b) Potensi dari setiap daerah (kabupaten/kota) Y Variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap potensi suatu daerah X 1,, X q ; 2) Mengumpulkan data sekunder yang bersesuaian dengan X 1,, X q yang time frame-nya mulai dari 2000 (awal dimulainya penelitian potensi bank syariah) sampai data tahun terakhir yang tersedia X 1,, X p ; 3) Melakukan pemodelan Y=f(X 1,, X p ) menggunakan model multinomial logit, dimana nilai Y mengambil dari butir 1 dan X 1,,X p menggunakan tahun data yang bersesuaian dengan waktu dari Y-nya; 4) Melakukan diagnostik model dari pemenuhan asumsi dan data-data outlier sehingga diperoleh model yang relatif handal ; 5) Melakukan pendugaan Y pada daerah-daerah yang akan diverifikasi dengan menggunakan X 1,, X p tahun data terakhir; 6) Melakukan verifikasi lapangan diperoleh Y pembanding dan variabel-variabel penjelas tambahan X p+1,, X t ; 7) Menelaah kesesuaian hasil pendugaan dengan hasil verifikasi lapangan; 8) Jika hasil dugaan sesuai dengan hasil verifikasi lapangan, langsung ke butir 11; 9) Melakukan berbagai pemodelan alternatif Y=f(X 1,, X t ) dimana nilai Y mengambil kombinasi dari butir 1 dan 5, dan X 1,,X t menggunakan tahun data yang bersesuaian dengan waktu dari Y-nya; 10) Melakukan diagnostik terhadap model-model alternatif tersebut dan memilih model yang paling fit dari berbagai model alternatif dari butir 9 dan 3; dan 11) Menggunakan model yang diperoleh untuk ekstrapolasi (pendugaan) terhadap potensi daerah-daerah lain yang tidak disurvei atau tidak diverifikasi Analisis Biplot Biplot merupakan teknik statistik deskriptif dimensi ganda yang dapat disajikan secara visual dengan menyajikannya secara simultan segugus obyek pengamatan dan peubah dalam suatu grafik pada suatu bidang datar sehingga ciri-ciri peubah dan obyek pengamatan serta posisi relatif antara obyek pengamatan dengan peubah dapat dianalisis. Jadi dengan biplot dapat ditunjukkan hubungan antar peubah, kemiripan relatif antar obyek pengamatan, serta posisi relatif antara obyek pengamatan dengan peubah (Jollife, 1986 dan Rawlings 1988). Analisis biplot berdasarkan pada penguraian nilai singular (PNS). Bentuk umum PNS oleh Greenacre (1984) dijelaskan sebagai berikut. Misalkan suatu matriks data X berukuran (nxp) yang berisi n pengamatan dan p peubah yang dikoreksi terhadap nilai rata-ratanya dan berpangkat r, dapat dituliskan menjadi: X = U L A... (1) dengan matriks U dan A masing-masing berukuran (nxr) dan (pxr) sehingga U U = A A = I r (matriks identitas berdimensi r). Sedangkan L adalah matriks diagonal berukuran (rxr) dengan unsur-unsur diagonalnya adalah akar kuadrat dari akar ciri-akar ciri X X atau XX, sehingga λ1 λ2 K λr. Unsur-unsur diagonal matriks L ini disebut nilai singular dari 12

13 matriks X. Dan kolom-kolom matriks A adalah vektor ciri dari X X atau XX yang berpadanan dengan λ. Dengan penjabaran persamaan (1) menjadi: X = U L α L 1-α A... (2) Untuk 0 < α < 1 (Jollife, 1986). Dan misalkan G = U L α serta H = L 1-α A. Hal ini berarti unsur ke-(i,j) matriks X dapat dituliskan sebagai berikut: X ij = g i h j... (3) dimana: i = 1,2,3,...,n dan j = 1,2,3,...,p dengan g i dan h j masing-masing merupakan baris-baris matriks G dan H. Jika X berpangkat dua, maka vektor pengaruh baris g i dan vektor pengaruh lajur h j dapat digambarkan secara pasti dalam ruang berdimensi dua. Apabila matriks X berpangkat lebih dari dua biasanya didekati dengan matriks berpangkat dua, sehingga persamaan (3) dapat dituliskan menjadi: 2 X ij = g i * h j *... (4) yang masing-masing gi* dan hj* mengandung 2 unsur pertama vektor g i dan h j. Gabriel (1971) mengemukakan ukuran akproksimasi matriks X dengan biplot dalam bentuk: ρ2 = (λ 1 + λ 2 )/ λi... (5) dengan, λ 1 = akar ciri terbesar pertama; λ 2 = akar ciri terbesar ke dua; λi = akar ciri terbesar ke-i. Jika nilai ρ2 semakin mendekati nilai satu berarti biplot yang diperoleh dari matriks pendekatan berpangkat dua akan memberikan penyajian yang semakin baik mengenai informasi-informasi yang terdapat pada data yang sebenarnya. Nilai α yang digunakan dapat merupakan nilai sembarang (0 < α < 1), tetapi pengambilan nilai-nilai ektrim α=0 dan α=1 akan berguna dalam interpretasi biplot. Jika α=0, maka G=U dan H=AL, sehingga diperoleh: X X = (GH ) (GH ) = HG GH = HU UH = HH... (6) karena X X = HH = (n-1)s, maka hasil kali h j h k akan sama dengan (n-1) kali peragam S jk ; dan h k h k menggambarkan keragaman peubah ke-k. Oleh karena itu korelasi antara peubah ke-j dan ke-k ditunjukkan oleh nilai kosinus sudut antara vektor h j dan h k. Jarak Euclid antara obyek pengamatan ke-h dan ke-i dalam biplot akan sebanding dengan jarak Mahalanobis antara pengamatan ke-h dan ke-i. Jika α=1, maka G=UL dan H=A sehingga diperoleh hubungan: XX = (GH ) (GH ) = GH HG = GA AG = GG... (7) Pada keadaan ini jarak Euclid antara g h dan g i akan sama dengan jarak Euclid antara x h dan x i Selain itu vektor pengaruh baris ke-i sama dengan skor komponen utama untuk individu ke-i dari hasil analisis komponen utama. Hal ini dapat dijelaskan secara aljabar, karena G = UL sehingga unsur ke-k dari g i adalah uik λ k = Zik yang merupakan skor komponen utama ke-k dari pengamatan ke-i, dan dari H=A diperoleh bahwa vektor pengaruh lajur h j sama dengan a j, yaitu vektor pembobot peubah ke-j pada komponen utama ke-k. 13

14 4. Potensi Pengembangan Bank Syariah di Indonesia 4.1 Pemodelan Peta Pengembangan Bank Syariah Data sekunder yang dijadikan variabel penjelas di dalam pemodelan adalah variabel kinerja perbankan (aktiva, DPK, dan kredit perbankan), ekonomi wilayah (PDRB per kapita, jumlah komplek pertokoan, dan persentase rumah tangga berlangganan telepon), demografi (kepadatan penduduk, jumlah SLTA, dan lokasi), dan keagamaan (jumlah masjid per 1000 penduduk, persentase penduduk Muslim, persentase pemilih PPP dan PKB, persentase pemilih PAN dan PKS). Dalam membangun model potensi, kabupaten/kota seluruh Indonesia dibagi menjadi tiga sub region, yaitu: 1) wilayah 1, meliputi kabupaten/kota yang berada di wilayah pulau Sumatera; 2) wilayah 2, meliputi kabupaten/kota yang berada di wilayah Kalimantan, Bali, NTB, NTT, Sulawesi, serta Papua; dan 3) wilayah 3, meliputi kabupaten/kota yang berada di wilayah pulau Jawa dan Madura. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa variabel-variabel yang nyata mempengaruhi potensi pengembangan bank syariah adalah region, kepadatan penduduk, DPK, jumlah SLTA, lokasi, persen penduduk muslim, dan pemilih PPP-PKB (baca tabel 17 lampiran 1). Karena tujuan utama pemodelan multinomial logit ini adalah untuk mendapatkan dugaan bagi variabel respon (Y), maka dipandang lebih baik jika dapat diperoleh model yang lebih sederhana. Oleh karena itu, dilakukan analisis model multinomial logit hanya dengan variabel-variabel yang nyata berpengaruh saja, sehingga dihasilkan model seperti yang disajikan pada tabel 18 di lampiran 1. Model ini dipandang cukup baik karena uji kelayakan modelnya (Goodness-of- Fit Tests) menunjukkan model cukup layak digunakan (p=1,000). Disamping itu, tanda koefisien dari setiap variabel penjelasnya juga sejalan dengan kecenderungan potensi suatu wilayah, dimana tanda negatif pada koefisien variabel penjelas tersebut bermakna bahwa semakin tinggi nilai variabel tersebut, potensi wilayah juga semakin tinggi. Pendugaan dengan menggunakan model multinomial logit yang disajikan pada tabel 2 ternyata memberikan hasil yang cukup baik. Kesesuaian hasil potensi dugaan dengan potensi yang diperoleh dari hasil penelitian cukup tinggi. Pada tabel 5 terlihat bahwa dugaan potensi yang tepat mencapai 79,59%, yang kurang tepat satu tingkat (dari rendah ke sedang, sedang ke tinggi, atau sebaliknya) mencapai 20,41%, dan tidak ada yang tidak tepat dua tingkatan (Rendah ke Tinggi atau sebaliknya). Ketidaktepatan yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: potensi wilayah yang diperoleh dari ekstraksi hasil penelitian dan verifikasi lapangan memang kurang akurat, data variabel penjelas yang digunakan dalam pemodelan tidak tepat, atau adanya faktor lain yang mempengaruhi potensi yang tidak masuk dalam model. Tabel 1. Kesesuaian Hasil Penelitian & Klarifikasi Lapangan dengan Hasil Dugaan Y-observasi Y-duga Rendah Sedang Tinggi Total Rendah Sedang

15 Tinggi Total Peta Potensi Pengembangan Bank Syariah Pemodelan potensi pengembangan bank syariah dibagi tiga kategori potensi, yaitu: rendah (kategori 1), sedang (kategori 2), dan tinggi (kategori 3). Namun demikian, untuk membuat peta yang lebih baik, pendugaan potensi pengembangan bank syariah pada kabupaten/kota dibagi menjadi empat kategori potensi, yaitu kurang (kategori 1) untuk nilai dugaan 1,00 1,50, cukup (kategori 2) untuk nilai dugaan 1,50 2,00, tinggi (kategori 3) untuk nilai dugaan 2,00 2,50, dan sangat tinggi (kategori 4) untuk nilai dugaan 2,50 3,00. Tabel 2 menunjukkan keragaan daerah menurut potensi pengembangan bank syariah di Indonesia. Nampak beberapa variabel sangat jelas membedakan daerah-daerah yang memiliki potensi sangat tinggi, tinggi, cukup dan rendah. Variabel-variabel perbankan, ekonomi wilayah, dan demografi berbanding lurus dengan tingkat potensi pengembangan bank syariah, kecuali variabel PDRB yang sedikit kurang konsisten. Semakin besar nilai variabel yang bersangkutan, maka semakin tinggi potensi pengembangan bank syariahnya. Sementara itu, persentase penduduk Muslim dan jumlah masjid sebagai proksi terhadap kondisi keagamaan antar daerah ternyata tidak menjadi pembeda yang signifikan antar daerah yang berpotensi sangat tinggi sampai yang berpotensi kurang. Persentase pemilih partai PPP- PKB dan pemilih PKS-PAN, ternyata tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan meskipun ada kecenderungan pemilih PPP-PKB tertinggi pada daerah berpotensi cukup dan tinggi, sementara pemilih PAN-PKS berkorelasi linear dengan potensi pengembangan bank syariah. Daerah-daerah dengan pemilih PAN-PKS tinggi cenderung memiliki potensi pengembangan bank syariah lebih tinggi. Tabel 2. Keragaan Potensi Pengembangan Bank Syariah di Indonesia Variabel Potensi Kurang Cukup Tinggi Sangat Total Aktiva (milyar) , , DPK (milyar) , Kredit (milyar) , , PDRB Perkapita (juta) Kompleks pertokoan (unit) Persen RT pengguna Telpon Kepadatan Penduduk (pop/km2) SLTA (unit) Masjid/1000 penduduk Persen penduduk Muslim Persen pemilih PPP-PKB thd pddk Persen pemilih PAN-PKS thd pddk

16 Potensi Variabel Total Kurang Cukup Tinggi Sangat Jumlah Kabupaten Ringkasan hasil pendugaan potensi pengembangan bank syariah di Indonesia dapat dibaca pada tabel 3. Dari 348 kabupten/kota di Indonesia (kecuali NAD dan Maluku), yang termasuk dalam kabupaten/kota berpotensi sangat tinggi 66 wilayah (19,0 %), berpotensi tinggi 31 wilayah (8,9 %), berpotensi cukup 47 wilayah (13,5%), dan berpotensi kurang 204 wilayah (58,6 %). Tabel 3. Sebaran Potensi Kabupaten/Kota Menurut Propinsi di Indonesia BUS Potensi No Nama Propinsi & BPRS BS Total UUS Kurang Cukup Tinggi Sangat 1 Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung S u b T o t a l Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Papua

17 S u b T o t a l DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D I Yogyakarta Jawa Timur Banten S u b T o t a l Total Sebaran kabupaten/kota yang memiliki potensi pengembangan sangat tinggi dan tinggi terbanyak adalah di wilayah 3 (Jawa), kemudian di wilayah 2 (di luar Jawa dan Sumatera), dan terendah di wilayah 1 (Sumatera). Dari 66 kabupaten/kota yang berpotensi sangat tinggi, 37 diantaranya berada di wilayah 3, 18 di wilayah 2, dan 11 di wilayah 1. Sementara itu, dari 31 kabupaten/kota yang berpotensi tinggi, 17 berada di wilayah 3, 7 di wilayah 2, dan 7 di wilayah 1. Sehingga secara keseluruhan Jawa memiliki 54 (47%), Sumatrera memiliki 18 (20%), dan luar Jawa dan Sumatera memiliki 25 (17,4%), kabupaten/kota berpotensi untuk pengembangan bank syariah. Sejalan dengan potensi daerah, bank syariah (BUS dan UUS, maupun BPRS) terbanyak juga berada di wilayah 3, kemudian di wilayah 1, dan tersedikit di wilayah 2. Pengembangan bank syariah sampai tahun 2004 ternyata belum mampu menggarap semua daerah yang berpotensi. Beberapa kantor bank syariah justru didirikan di daerah dengan potensi cukup atau kurang. Dari 66 kabupaten/kota yang termasuk berpotensi sangat tinggi, baru 44 kabupaten/kota (66,7%) yang sudah ada kantor bank syariah. Artinya, masih ada 33,3 persen kabupaten/kota berpotensi sangat tinggi yang belum di garap oleh perbankan syariah. Pada kabupaten/kota yang termasuk berpotensi tinggi, jumlah kabupaten/kota yang sudah ada bank syariahnya sebesar 19,4 persen. Dengan demikian masih terdapat 25 kabupaten/kota (80,7%) yang belum digarap. Tabel 4. Keberadaan Bank Syariah Berdasarkan Potensi Pengembangan Bank Syariah BUS dan UUS BPRS Bank S i h Keberadaan Potensi Kurang Cukup Tinggi Sangat Tng Total Tidak Ada Ada (%) Tidak Ada Ada (%) Tidak ada

18 Ada (%) Total Daerah (%) Sementara itu, beberapa kabupaten yang termasuk berpotensi cukup, namun sudah terdapat kantor bank syariah sebesar 19,2 persen dan pada daerah yang termasuk berpotensi kurang yang sudah ada bank syariah sebesar 2,0 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum pengembangan bank syariah telah sesuai dengan mengarahkan perluasan jaringan pada daerah-daerah yang potensial, meskipun masih banyak daerah-daerah yang berpotensi namun belum digarap oleh perbankan syariah. Sehingga, pengembangan bank syariah kedepan sebaiknya diarahkan pada daerah-daerah yang memiliki potensi pengembangan yang sangat tinggi, tinggi dan cukup sebagai prioritas, namun dengan tetap memperhatikan hal-hal yang bersifat spesifik pada daerah tersebut. Hal ini tidak berarti bahwa daerah yang relatif kurang potensial tidak bisa dikembangkan secara baik. Sementara itu, sebaran BPRS cukup merata pada daerah yang berpotensi, meskipun konsentrasi terbesar berada pada daerah yang termasuk berpotensi tinggi. Berdasarkan sebaran keberadaan BPRS, nampak konsentrasi BPRS berada pada daerah yang lebih rendah potensinya dibandingkan dengan konsentrasi keberadaan BUS atau UUS. Hal ini diduga terkait dengan strategi pemasaran BPRS yang lebih memilih daerah yang secara relatif belum digarap BUS atau UUS sehingga tidak terjadi persaingan langsung dengan BUS atau UUS. Pada sisi lain, peluang pengembangan BPRS masing terbuka luas, mengingat baru 27,3 persen daerah berpotensi sangat tinggi, 35.5 persen daerah berpotensi tinggi, dan 25,5 persen daerah berpotensi cukup yang sudah terdapat BPRS. Masih terdapat rata-rata sekitar 70 persen daerah yang belum dikembangkan. Jika digabungkan sebaran keberadaan kantor bank syariah dan BPRS di kabupaten/kota berdasarkan potensi pengembangannya nampak bahwa sebesar 74,2 persen kabupaten/kota yang berpotensi sangat tinggi sudah ada kantor bank syariah, sementara untuk kategori potensi yang lebih rendah jumlah kabupaten/kota yang sudah terdapat bank syariah juga relatif sedikit, yaitu 45,2 persen untuk yang berpotensi tinggi, 40,4 persen untuk yang berpotensi cukup dan 8,3 persen untuk yang berpotensi kurang. Secara umum baik BUS, UUS, maupun BPRS berkecenderungan untuk mengembangkan jaringan kantor bank syariahnya pada daerah-daerah yang berpotensi, meskipun pada sisi lain masih banyak kabupaten/kota berpotensi sangat tinggi dan tinggi yang belum digarap. Jika dilihat antar wilayah nampak bahwa kinerja variabel perbankan, ekonomi wilayah, dan demografi tertinggi berada pada wilayah 3. Dengan pola demikian secara umum Jawa memiliki potensi pengembangan bank syariah yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya. 18

19 Gambar 3. Potensi Pengembangan Bank Syariah di Indonesia Keterangan: Sangat Potensial Cukup Potensial Potensial Kurang Potensial Legend: Jumlah Total Bank Syariah 4.3 Potensi dan Strategi Pengembangan Bank Syariah di Sumatera Di Sumatera variabel perbankan, ekonomi wilayah, dan demografi berbanding lurus dengan potensi pengembangan bank syariah. Semakin tinggi nilai variabel tersebut berarti semakin potensial, kecuali pada variabel PDRB, dan variabel kepadatan penduduk yang sedikit tidak linier. Sementara itu, variabel keagamaan ternyata tidak menjadi pembeda tingkat potensi yang jelas antar daerah. Namun demikian, ada kecenderungan pada daerah yang sangat potensial memiliki pemilih partai PPP-PKB yang rendah; sebaliknya, untuk pemilih PKS- PAN memiliki korelasi linear dengan potensi pengembangan bank syariah. Artinya, daerah dengan pemilih PAN-PKS tinggi cenderung memiliki potensi pengembangan bank syariah yang lebih tinggi pula. Tabel 5. Keragaan Potensi Pengembangan Bank Syariah di Sumatera Variabel Potensi Kurang Cukup Tinggi Sangat Total Aktiva (milyar) , DPK (milyar) , Kredit (milyar) , PDRB Perkapita (juta)

20 Variabel Potensi Kurang Cukup Tinggi Sangat Total Kompleks pertokoan (unit) Persen RT pengguna Telpon Kepadatan Penduduk (pop/km2) SLTA (unit) Masjid/1000 penduduk Persen penduduk Muslim Persen pemilih PPP-PKB thd penddk Persen Pemilih PAN-PKS thd penddk Jumlah Kabupaten Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 11 daerah di Sumatera, seluruhnya kota, yang berpotensi sangat tinggi (12,2%) untuk pengembangan perbankan syariah, ditambah 7 daerah yang berpotensi tinggi (7,8%) dan 21 daerah berpotensi cukup (23,3%). Bank syariah baru memasuki daerah-daerah berpotensi sangat tinggi (81,8%), namun belum banyak masuk ke daerah berpotensi tinggi (42,9%) dan cukup (33,3%). Strategi pengembangan BPRS pada umumnya berusaha tidak berhadapan langsung dengan BUS dan UUS, melainkan mencari daerah yang belum dimasuki bank syariah (baca tabel 6), terutama di daerah berpotesi tinggi (28,6%). Bank Syariah BUS dan UUS BPRS Bank Syariah Tabel 6. Keberadaan Bank Syariah Berdasarkan Potensi di Sumatera Keberadaan Potensi Kurang Cukup Tinggi Sangat Tng Total Tidak Ada Ada (%) Tidak Ada Ada (%) Tidak ada Ada (%) Total Daerah (%) Kecuali di Sumatera Utara (Sibolga dan Medan) dan Sumatera Barat (Padang dan Bukit Tinggi), di propinsi-propinsi lain hanya ada satu kabupaten/kota yang berpotensi sangat 20

21 tinggi. Dari tabel 7 terlihat bahwa skor sempurna (3,00) diperoleh oleh tiga kota, yaitu Pekanbaru, Palembang, dan Bandar Lampung. Artinya, ketiga daerah ini memiliki potensi yang lebih tinggi dibandingkan 8 daerah lain di wilayah 1 tersebut, dengan faktor ekonomi yang paling dominan. Bank syariah rata-rata sudah memasuki daerah yang berpotensi sangat tinggi ini, walaupun belum banyak. Namun demikian, Sibolga dan Pangkal Pinang malah belum memiliki bank syariah sama sekali. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan bank syariah di wilayah ini adalah ekonomi (Batam, Palembang, dan Bandar Lampung), Keagamaan (Bukit Tinggi, Jambi, dan Bengkulu), ekonomi dan keagamaan (Padang dan Pakan Baru), dan perbankan dan demografi (Medan), selain faktor karakteristik khusus yang dimiliki oleh masing-masing daerah. No Tabel 7. Karakteristik Kabupaten/Kota Berpotensi Sangat Tinggi di Sumatera Nama Kabupaten/Kota Skor Potensi BUS & UUS BPRS Bank Syariah Faktor Dominan 1 Sibolga Medan Perbankan, Demografi 3 Padang Ekonomi, Keagamaan 4 Bukit Tinggi Keagamaan 5 Pekan Baru Keagamaan, Ekonomi 6 Batam Ekonomi 7 Jambi Keagamaan 8 Palembang Ekonomi 9 Bengkulu Keagamaan 10 Bandar Lampung Ekonomi 11 Pangkal Pinang T O T A L Kabupate/kota yang berpotensi tinggi untuk pengembangan perbankan syariah di Sumatera ada 7 daerah (baca tabel 8). Berbeda dengan daerah yang berpotensi sangat tinggi yang didomonasi oleh faktor ekonomi dan telah dimasuki bank syariah, daerah yang berpotensi tinggi ini belum banyak dimasuki oleh bank syariah, terutama oleh BUS dan UUS. Dari ketujuh daerah baru Dumai yang telah memiliki satu BUS. Sementara itu, Deli Serdang, Dumai, dan Bengkalis sudah memiliki BPRS. Dengan kondisi seperti itu masih terbuka luas ruang untuk mengembangkan bank syariah di daerah berpotensi tinggi ini. Faktor dominan yang perlu diperhatikan adalah perbankan dan ekonomi (Dumai, Bengkalis, Muara Enim), Keagamaan (Payakumbuh dan Solok), dan Demografi (Binjai), selain karakteristik khusus yang dimiliki masing-masing daerah. Peta lengkap potensi dan biplot pengembangan perbankan syariah di wilayah 1 dapat dibaca pada gambar 4 7 di lampiran 2. 21

22 No Tabel 8. Karakteristik Kabupaten/Kota Berpotensi Tinggi di Sumatera Nama Kabupaten/Kota Skor Potensi BUS & UUS BPRS Bank Syariah Faktor Dominan 1 Binjai Demografi 2 Deli Serdang Demografi, Ekonomi 3 Payakumbuh Keagamaan 4 Solok Keagamaan 5 Dumai Perbankan, Ekonomi 6 Bengkalis Perbankan, Ekonomi 7 Muara Enim Perbankan, Ekonomi T O T A L Potensi dan Strategi Pengembangan Bank Syariah di Luar Jawa dan Sumatera Pada wilayah 2 (Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua) daerah-daerah potensial dicirikan oleh tingginya sebagian variabel-variabel perbankan (aktiva) dan ekonomi wilayah (pengguna telepon), serta semua variabel demografi. Variabel DPK, Kredit, PDRB, dan komplek pertokoan tidak selalu berbanding lurus dengan potensi pengembangan bank syariah. Sementara itu, variabel keagamaan juga tidak menunjukkan keragaman yang nyata (baca tabel 9). Tabel 9. KeragaanPotensi Pengembangan Bank Syariah di Luar Jawa dan Sumatera Variabel Potensi Kurang Cukup Tinggi Sangat Total Aktiva (milyar) DPK (milyar) Kredit (milyar) PDRB Perkapita (juta) Kompleks pertokoan (unit) Persen RT pengguna Telpon Kepadatan Penduduk (pop/km2) SLTA (unit) Masjid/1000 penduduk Persen penduduk Muslim Persen pemilih PPP-PKB thd penddk

23 Persen pemilih PAN-PKS thd penddk Jumlah Kabupaten Hasil analisis menunjukkan terdapat 18 wilayah yang memiliki potensi pengembangan bank syariah sangat tinggi (12,5%), 7 daerah berpotensi tinggi (4,9%), dan 5 daerah berpotensi cukup (3,5%). Bank syariah baru memasuki sebagian daerah-daerah berpotensi sangat tinggi (61,1%) dan cukup (60,0%), namun belum banyak masuk ke daerah berpotensi tinggi (28,6%). Strategi pengembangan BPRS pada umumnya juga berusaha tidak berhadapan langsung dengan BUS dan UUS, melainkan mencari daerah yang belum dimasuki bank syariah, terutama di daerah berpotensi tinggi (tabel 10). Tabel 10. Keberadaan Bank Syariah Berdasarkan Potensi di Luar Jawa dan Sumatera Bank Syariah BUS dan UUS BPRS Bank Syariah Keberadaan Potensi Kurang Cukup Tinggi Sangat Tng Total Tidak Ada Ada (%) Tidak Ada Ada (%) Tidak ada Ada (%) Total Daerah (%) Kota yang memiliki skor maksimal (3,00) yaitu kota Denpasar, Mataram, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, dan Makassar, yang rata-rata memiliki faktor perbankan, demografi, atau ekonomi yang dominan. Propinsi yang hanya memiliki satu kabupaten/kota berpotensi sangat tinggi adalah Papua, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Tengah, yang seluruhnya merupakan kota propinsi. Sementara itu, propinsi yang memiliki paling banyak kabupaten/kota berpotensi sangat tinggi adalah propinsi Sulawesi Selatan, yaitu kabupaten Bone, kota Makassar, dan kabupaten Pare-Pare (baca tabel 11). Bank syariah belum secara optimal memasuki daerah-daerah yang berpotensi sangat tinggi ini. Makassar dan Banjarmasin adalah kota yang telah dimasuki oleh banyak bank syariah terbanyak. Sementara itu, masih ada 7 kabupaten/kota yang belum dimasuki bank syariah sama sekali. Oleh karena itu, masih terbuka peluang luas untuk mengembangkan bank syariah di daerah yang berpotensi sangat tinggi. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan bank syariah adalah faktor perbankan dan demografi (Banjarmasin, 23

24 Balikpapan, Samarinda, dan Makassar), ekonomi (Denpasar, Manado, Mataram, Pontianak, dan Bontang), dan keagamaan (Sumbawa, Kabupaten Pontianak, Pare-Pare, Kendari, dan Gorontalo), selain faktor karakteristik khusus yang dimiliki masing-masing daerah. Tabel 11. Karakteristik Kabupaten/Kota Sangat Potensial di Luar Jawa dan Sumatera No Nama Kabupaten/Kota Skor Potensi BUS & UUS BPRS Bank Syariah Faktor Dominan 1 Denpasar Ekonomi 2 Sumbawa Keagamaan 3 Mataram Keagamaan, Ekonomi 4 Kabupaten Pontianak Keagamaan 5 Pontianak Perbankan, Ekonomi 6 Banjarmasin Perbankan, Demografi 7 Balikpapan Perbankan, Demografi 8 Samarinda Perbankan, Demografi 9 Tarakan Bontang Keagamaan, Ekonomi 11 Manado Ekonomi 12 Palu Bone Makassar Perbankan, Demografi 15 Pare-Pare Keagamaan 16 Kendari Keagamaan 17 Gorontalo Keagamaan 18 Jayapura T O T A L Kabupate/kota yang berpotensi tinggi di wilayah 2 juga ada 7 daerah (baca tabel 12). Daerah yang berpotensi tinggi di wilayah 2 ini lebih belum terperhatikan oleh pengembangan bank syariah. Dari ketujuh daerah berpotensi, yang telah memiliki bank syariah baru Lombok Timur (satu UUS) dan Palangka Raya (satu BUS). Sementara itu, Badung sudah memiliki satu BPRS. Dengan kondisi seperti itu masih terbuka kesempatan yang luas untuk mengembangkan bank syariah di daerah berpotensi tinggi di wilayah 2 ini. Faktor dominan yang perlu diperhatikan adalah perbankan (Badung), demografi (Lombok Tengah dan Lombok Timur), dan keagamaan (Gowa), selain karakteristik khusus yang dimiliki masing-masing daerah. Peta lengkap potensi dan biplot pengembangan perbankan syariah di wilayah 2 dapat dibaca pada gambar 8 13 di lampiran 3. 24

25 No Tabel 12. Karakteristik Kabupaten/Kota Berpotensi Tinggi di Luar Jawa dan Sumatera Nama Kabupaten/Kota Skor Potensi BUS & UUS BPRS Bank Syariah Faktor Dominan 1 Badung Perbankan 2 Lombok Tengah Demografi 3 Lombok Timur Demografi 4 Kupang Palangka Raya Kota Baru Gowa Keagamaan T O T A L Potensi dan Strategi Pengembangan Bank Syariah di Jawa Demikian halnya untuk wilayah 3 (Jawa), hampir seluruh variabel perbankan, ekonomi wilayah, dan demografi memiliki kaitan erat dan berbanding lurus dengan potensi pengembangan bank syariah, kecuali variabel kredit dan PDRB saja yang sedikit tidak linier. Sementara itu, dari variabel keagamaan hanya variabel pemilih PAN-PKS cenderung memiliki pola yang linear dengan potensi pengembangan bank syariah ( baca tabel 13). Tabel 13. Keragaan Potensi Pengembangan Bank Syariah di Jawa Variabel Potensi Kurang Cukup Tinggi Sangat Total Aktiva (milyar) , , DPK (milyar) , , Kredit (milyar) , , PDRB Perkapita (juta) Kompleks pertokoan (unit) Persen RT pengguna Telpon Kepadatan Penduduk (pop/km2) SLTA (unit) Masjid/1000 penduduk Persen penduduk Muslim Persen pemilih PPP-PKB thd penddk Persen pemilih PAN-PKS thd penddk Julah Kabupaten

26 Berbeda dengan dua wilayah sebelumnya, kabupaten/kota yang berpotensi sangat tinggi di wilayah 3 banyak sekali, berjumlah 37 (32,5%), ditambah 17 daerah berpotensi tinggi (14,9%) dan 21 daerah berpotensi cukup (18,4%). Di wilayah 3 ini cukup banyak kabupaten yang juga berpotensi sangat tinggi, padahal di wilayah 1 dan 2 umumnya hanya di kota-kota besar. Bank syariah baru memasuki sebagian daerah-daerah berpotensi sangat tinggi (64,9%), namun belum banyak masuk ke daerah berpotensi tinggi (17,7%) dan cukup (4,8%). Strategi pengembangan BPRS pada umumnya juga memasuki daerah berpotensi sangat tinggi dan tinggi, seperti halnya BUS dan UUS. Hal ini mengindikasikan bahwa di daerah tersebut masing memiliki pasar yang cukup luas (baca tabel 14). Selain itu, BPRS juga telah lebih banyak memasuki daerah berpotensi tinggi (35,3%) dan cukup (28,6%) dari pada BUS dan UUS. Bank Syariah BUS dan UUS BPRS Bank Syariah Tabel 14. Keberadaan Bank Syariah Berdasarkan Potensi di Jawa Keberadaan Potensi Kurang Cukup Tinggi Sangat Tng Total Tidak Ada Ada (%) Tidak Ada Ada (%) Tidak ada Ada (%) Total Daerah (%) Meskipun demikian, skor potensi tertinggi berada di wilayah kota, dimana kota yang memperoleh skor 3,0 adalah empat daerah di Jakarta ditambah Bandung, Surakarta, Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya, dan Tangerang (baca tabel 15). Jika dibandingkan antar propinsi yang memiliki kabupaten/kota berpotensi sangat tinggi relatif proporsional dengan luas daerahnya. Untuk membuktikan karakter DKI Jakarta yang sangat kuat mempengaruhi daerah-daerah lain, maka dengan mengeluarkan Jakarta diperoleh gambar yang sama sekali berbeda, dimana kabupaten/kota menyebar secara lebih merata di keempat kuadran, padahal sebelumnya hanya mengumpul di dua kuadran. Dengan mengeluarkan Jakarta, maka terlihat ada perubahan, dimana Surabaya memiliki ciri kinerja perbankan yang kuat. Beberapa kota yang sebelumnya tidak menonjol ciri perbankannya, namun muncul di gambar tersebut, di antaranya adalah kota Semarang. 26

27 No Bank syariah telah memasuki daerah-daerah berpotensi sangat tinggi di wilayah 3 lebih agresif dari pada di wilayah 1 dan wilayah 2, terutama di Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya yang dominan faktor perbankan dan ekonominya. Meskipun demikian, masih banyak kabupaten/kota yang belum optimal dimasuki bank syariah, bahkan 35%-nya belum tergarap sama sekali oleh BUS dan UUS. Masih ada 8 daerah yang belum ada bank syariahnya sama sekali ditambah 5 daerah yang belum ada BUS dan UUS-nya namun telah ada BPRS-nya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan bank syariah di sebagian besar kabupaten/kota terutama adalah faktor perbankan, ekonomi, dan demografi. Selain itu, faktor keagamaan dominan di kabupaten Cirebon, Karawang, Kudus, kabupaten Semarang, Pekalongan, kabupaten Malang, Jember, Gresik, Pamekasan, Kediri, Pasuruan, dan Serang. Kharakteristik khusus daerah selalu penting untuk menjadi perhatian. Tabel 15. Karakteristik Kabupaten/Kota Berpotensi Sangat Tinggi di Jawa Nama Kabupaten/Kota Skor Potensi BUS & UUS BPRS Bank Syariah Faktor Dominan 1 Jakarta Selatan Perbankan, Ekonomi 2 Jakarta Timur Perbankan, Ekonomi 3 Jakarta Pusat Perbankan, Ekonomi 4 Jakarta Barat Perbankan, Ekonomi 5 Jakarta Utara Perbankan, Ekonomi 6 Kab.Bogor Perbankan, Ekonomi 7 Kab.Cirebon Keagamaan 8 Karawang Keagamaan 9 Kab.Bekasi Perbankan, Ekonomi 10 Bogor Sosial, Keagamaan 11 Bandung Ekonomi, Keagamaan, Demografi 12 Cirebon Bekasi Ekonomi, Keagamaan, Demografi 14 Depok Sosial, Keagamaan 15 Cimahi Kudus Keagamaan 17 Kab.Semarang Keagamaan 18 Magelang Surakarta Ekonomi, Keagamaan, Demografi 20 Semarang Perbankan, Ekonomi 21 Pekalongan Keagamaan 27

28 22 Tegal Yogya Sosial, Keagamaan 24 Kab.Malang Keagamaan 25 Jember Keagamaan 26 Sidoarjo Perbankan, Ekonomi 27 Gresik Keagamaan 28 Pamekasan Keagamaan 29 Kediri Keagamaan 30 Malang Ekonomi, Keagamaan, Demografi 31 Pasuruan Keagamaan 32 Mojokerto Madiun Surabaya Perbankan, Ekonomi 35 Kabupaten Tangerang Perbankan, Ekonomi 36 Serang Keagamaan 37 Kota Tangerang Ekonomi, Keagamaan, Demografi T O T A L No Kabupaten/kota yang berpotensi tinggi untuk pengembangan perbankan syariah di wilayah 3 juga paling banyak, sejumlah 17 daerah (baca tabel 16). Berbeda dengan ekspansi bank syariah yang begitu agresif di daerah berpotensi sangat tinggi, di daerah ini bank syariah masih sangat jarang. Hanya 3 daerah yang sudah dimasuki 4 BUS dan UUS (Banyumas 1 BUS, Sleman 1 UUS, dan Cilegon 2 BUS), dan 6 daerah yang sudah dimasuki 17 BPRS. Banyumas dan Cilegon telah dimasuki BUS maupun BPRS. Dengan kondisi penyebaran bank syariah yang masih sangat minim di daerah berpotensi tinggi di wilayah 3 ini, kesempatan masih terbuka luas untuk mengembangkan bank syariah. Faktor-faktor perbankan, ekonomi, dan demografi cukup dominan di daerah Cilacap, Klaten, Salatiga, Sleman, Bantul, dan Cilegon. Sementara itu faktor keagamaan dominan di daerah Jawa Timur, seperti Lamongan, Madiun, Mojokerto, Jombang, Pasuruan, dan Banyuwangi. Karakteristik khusus yang dimiliki masing-masing daerah tetap juga harus menjadi pertimbangan. Peta lengkap potensi dan biplot pengembangan perbankan syariah di wilayah 2 dapat dibaca pada gambar di lampiran 4. Tabel 16. Karakteristik Kabupaten/Kota Berpotensi Tinggi di Jawa Nama Kabupaten/Kota Skor Potensi BUS & UUS BPRS Bank Syariah Faktor Dominan 1 Sukabumi Demografi 2 Kab. Bandung Ekonomi 28

29 3 Cilacap Perbankan, Demografi, Ekonomi 4 Banyumas Kab. Magelang Klaten Perbankan, Demografi, Ekonomi 7 Salatiga Perbankan, Demografi, Ekonomi 8 Sleman Perbankan, Demografi, Ekonomi 9 Bantul Perbankan, Demografi, Ekonomi 10 Madiun Keagamaan 11 Lamongan Keagamaan 12 Mojokerto Keagamaan 13 Jombang Keagamaan 14 Pasuruan Keagamaan 15 Probolinggo Banyuwangi Keagamaan 17 Cilegon Ekonomi, Perbankan T O T A L Kesimpulan dan Rekomendasi 5.1 Kesimpulan Penelitian terdahulu tentang perbankan syariah memfokuskan kepada upaya untuk mengenali karakteristik individu yang berpotensi untuk berhubungan dengan bank syariah, namun belum mampu memetakan potensi wilayah. Sementara, penelitian ini bertujuan membangun peta potensi pengembangan bank syariah di Indonesia berdasarkan unit daerah kabupaten/kota, sehingga dapat menjadi acuan dan strategi dalam pengembangan bank syariah. Penyusunan peta didasarkan atas 14 variabel yang mencakup kinerja perbankan (nilai aktiva, dana pihak ketiga, dan kredit disalurkan), ekonomi wilayah (PDRB, jumlah kompleks pertokoan, dan RT pengguna telepon), demografi (kepadatan penduduk, jumlah SLTA, dan aksesibilitas wilayah), keagamaan (persentase penduduk Muslim, jumlah masjid, pemilih partai PAN-PKS, dan pemilih partai PPP-PKB), serta potensi lokasi. Seluruh data merupakan data sekunder, kecuali potensi lokasi yang dihasilkan dari penelitian-penelitian terdahulu dan wawancara dengan key informan. Dalam penelitian ini, analisis data menggunakan regresi logistik, baik analisis regresi logistik ordinal maupun analisis regresi logistik nominal. Hasil pemetaan di tingkat kabupaten/kota dikategorikan atas empat tingkatan yaitu berpotensi kurang (skor = 1), berpotensi cukup (skor = 2), berpotensi tinggi (skor = 3), dan berpotensi sangat tinggi (skor = 4). Model potensi dikelompokkan atas 3 wilayah, yaitu wilayah 1 (pulau Sumatera), wilayah 2 (pulau Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tengara, dan Papua), dan wilayah 3 (Pulau Jawa). Selain itu, juga dilakukan analisis biplot untuk melihat relasi antar variabel penting yang 29

30 membentuk potensi dengan kedekatan karakteristik antar wilayah, untuk wilayah berpotensi sangat tinggi, tinggi, dan cukup. Hasil pemodelan dengan multinominal logit menunjukkan bahwa variabel yang nyata mempengaruhi suatu wilayah memiliki potensi tinggi adalah region, kepadatan penduduk, DPK, jumlah tamatan SLTA, persentase penduduk Muslim, dan persen pemilih PPP-PKB. Hasil analisis menunjukkan tingkat kepercayaan yang baik, yang mencapai 80 persen, jika dilihat dari fitness dan tingkat kesesuian model. Dari 348 wilayah kabupaten/kota di Indonesia, hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 66 daerah (19,0%) yang berada pada kategori berpotensi sangat tinggi, 31 daerah (8,9%) kategori berpotensi tinggi, 47 wilayah (13,5%) kategori berpotensi cukup, dan sisanya 204 daerah (58,6%) kategori berpotensi kurang. Daerah yang berpotensi sangat tinggi dan tinggi untuk pengembangan bank syariah sebagian besar berada di pulau Jawa (54 daerah) dan kota-kota besar di luar Jawa (43 daerah). Sehingga, secara umum wilayah 3 (Jawa) merupakan wilayah paling potensial untuk pengembangan bank syariah dibandingkan dengan dua wilayah lainnya. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa faktor-faktor perbankan, ekonomi wilayah, dan demografi secara umum berbanding lurus dengan potensi pengembangan bank syariah, dengan beberapa perkecualian di masing-masing wilayah. Dengan demikian, semakin tinggi nilai variabel tersebut di suatu daerah berarti semakin potensial daerah tersebut untuk pengembangan bank syariah. Kabupaten/kota yang sudah memiliki kantor bank syariah dari daerah yang ber potensi sangat tinggi baru 66,7 persen, dari daerah yang berpotensi tinggi baru 19,35 persen, dari daerah yang berpotensi cukup baru 19,1 persen, dan dari daerah yang berpotensi kurang hanya 1,9 persen. Bank syariah terlihat telah mengikuti pola potensi dalam mengembangkan jaringannya. Bank syariah cukup agresif dalam memasuki daerah yang berpotensi sangat tinggi, namun belum cukup agresif untuk masuk ke daerah berpotensi lebih rendah. Temuan ini menunjukkan bahwa masih terbuka luas ruang untuk pengembangan dan perluasan jaringan bank syariah di daerah-daerah berpotensi ini, khususnya daerah yang berpotensi tinggi. Prioritas pengembangan bank syariah kedepan dapat mengarah ke daerah berpotensi sangat tinggi yang belum dimasuki bank syariah, dan kemudian ke daerah-daerah berpotensi tinggi di Jawa dan kota-kota besar di luar Jawa. Hasil analisis biplot secara umum menunjukkan adanya kedekatan antara potensi pengembangan bank syariah dengan faktor-faktor perbankan (aktiva, DPK, dan kredit), ekonomi wilayah (PDRB, jumlah kompleks pertokoan, persentase pengguna telepon), dan keagamaan (jumlah masjid dan persentase penduduk Muslim). Untuk kabupaten/kota yang berpotensi sangat tinggi di wilayah 1 (Sumatera), faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan bank syariah di wilayah ini adalah ekonomi (Batam, Palembang, dan Bandar Lampung), Keagamaan (Bukit Tinggi, Jambi, dan Bengkulu), ekonomi dan keagamaan (Padang dan Pakan Baru), dan perbankan dan demografi (Medan), selain faktor karakteristik khusus yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Sedangkan untuk kabupaten/kota yang berpotensi tinggi, faktor dominan yang perlu diperhatikan adalah perbankan dan ekonomi (Dumai, Bengkalis, Muara Enim), Keagamaan (Payakumbuh dan Solok), dan Demografi (Binjai), selain karakteristik khusus yang dimiliki masing-masing daerah. Di wilayah 2 (di luar Jawa dan Sumatera), faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan bank syariah di kabupaten/kota berpotensi sangat tinggi adalah faktor perbankan dan demografi (Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, dan Makassar), ekonomi (Denpasar, Manado, Mataram, Pontianak, dan Bontang), dan keagamaan (Sumbawa, 30

31 Kabupaten Pontianak, Pare-Pare, Kendari, dan Gorontalo), selain faktor karakteristik khusus yang dimiliki masing-masing daerah. Sedangkan untuk kabupaten/kota berpotensi tinggi, faktor dominan yang perlu diperhatikan adalah perbankan (Badung), demografi (Lombok Tengah dan Lombok Timur), dan keagamaan (Gowa), selain karakteristik khusus yang dimiliki masing-masing daerah. Khusus di wilayah 3 (Jawa), wilayah DKI Jakarta memperlihatkan hubungan yang kuat dengan indikator perbankan, dan lokasinya sangat berbeda dengan wilayah lain. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan bank syariah di sebagian besar kabupaten/kota berpotensi tinggi terutama adalah faktor perbankan, ekonomi, dan demografi. Selain itu, faktor keagamaan dominan di kabupaten Cirebon, Karawang, Kudus, kabupaten Semarang, Pekalongan, kabupaten Malang, Jember, Gresik, Pamekasan, Kediri, Pasuruan, dan Serang. Kharakteristik khusus daerah selalu penting untuk menjadi perhatian. Sementara itu, di kabupaten/kota berpotensi tinggi, faktor-faktor perbankan, ekonomi, dan demografi cukup dominan di daerah Cilacap, Klaten, Salatiga, Sleman, Bantul, dan Cilegon. Sedangkan, faktor keagamaan dominan di daerah Jawa Timur, seperti Lamongan, Madiun, Mojokerto, Jombang, Pasuruan, dan Banyuwangi. Karakteristik khusus yang dimiliki masing-masing daerah tetap juga harus menjadi pertimbangan. 5.2 Rekomendasi Dalam penelitian ini, potensi dibentuk dari keragaan wilayah yang dibangun dari potensi ekonomi dan sosial masyarakat. Sehingga, masih dimungkinkan adanya hal-hal spesifik lokasi yang tidak dapat dituangkan dalam model. Dengan demikian pengembangan bank syariah pada suatu lokasi sebaiknya tetap memperhatikan aspek spesifik daerah yang bersangkutan yang tidak tertangkap dalam model. Gambaran peta potensi pengembangan bank syariah yang dihasilkan merupakan potensi dasar (pasar potensial), sehingga masih tergantung kepada upaya bank syariah dalam menggarapnya. Selain itu, potensi dimaksud juga tidak memperhitungkan keberadaan bank syariah atau BPRS pada masing-masing lokasi. Dengan demikian untuk melihat peluang pasar yang sesungguhnya harus dilihat juga pasar yang telah digarap, antara lain dengan memperhatikan jumlah bank syariah yang telah ada. Keberadaan bank konvensional juga mesti menjadi bahan pertimbangan penting dalam memutuskan pendirian bank syariah di suatu daerah. Untuk mempercepat perkembangan bank syariah, perluasan sebaiknya diprioritaskan pada daerah-daerah yang memiliki potensi sangat tinggi dan tinggi. Prioritas pengembangan bank syariah kedepan dapat mengarah ke daerah berpotensi sangat tinggi yang belum dimasuki bank syariah, dan kemudian ke daerah-daerah berpotensi tinggi di Jawa dan kota-kota besar lainnya di luar Jawa, karena konsentrasi penduduk berada disana sehingga kegiatan ekonomi juga berpusat disana. Dalam menentukan strategi perluasan, pengembangan, dan penetrasi pasar bank syariah pada daerah tertentu perlu memperhatikan faktor-faktor yang dominan membentuk potensi daerah tersebut. Pada daerah-daerah yang lebih dominan faktor keagamaan, pendekatan keagamaan akan lebih efektif dalam rangka sosialisasi bank syariah. Sedangkan, pada daerah yang lebih dominan faktor ekonomi, maka pendekatan rasional ekonomi akan lebih efektif. Pada daerahdaerah yang dominan faktor perbankan, maka perlu diperhatikan keberadaan bank konvensional untuk dapat melakukan penetrasi pasar. Namun demikian, jaringan bank konvensional yang ada juga merupakan potensi bagi bank syariah yang akan 31

32 mengembangkan office channeling (membuka layanan syariah pada kantor bank konvensional). Pada daerah-daerah tertentu yang memiliki faktor dominan lebih dari satu, akan lebih efektif jika kombinasi strategi ditempuh secara bersamaan untuk saling melengkapi. Untuk efisiensi dan efektifitas sosialisasi dan promosi perbankan syariah, terutama di daerahdaerah berpotensi yang belum ada bank syariahnya, dapat dilakukan melalui kerjasama dan koordinasi semua bank syariah, sehingga sosialisasi dapat berjalan terencana, terstruktur, tidak tumpang tindih, efektif, dan efisien. Selain itu, dapat dirancang bersama strategi yang tepat untuk masing-masing daerah sesuai dengan faktor-faktor dominan dan karakteristik khusus masing-masing daerah. Daftar Pustaka Aunuddin (1989), Analisis Data, PAU Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bank Indonesia (2000), Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Jawa Barat, Jakarta. Bank Indonesia (2003), Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Sumatera Utara, Jakarta. Bank Indonesia (2003), Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Sumatera Selatan, Jakarta. Bank Indonesia (2003), Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Kalimantan Selatan, Jakarta. Clark, C.T. and L.L. Sckade (1983), Statistical Analysis for Administrative Decisions. South Western Publishing Co., Ohio. Ebrahim, M. Shahid, and Tan Kai Joo, (2001), Islamic Banking in Brunei Darussalam, International Jurnal of Social Economics, vol. 28, no. 4. Gerrard, Philip and J. Barton Cunningham (1997), Islamic Banking: A Study in Singapore, International Journal of Bank Marketing, vol 15, no. 6. Hosmer, D.W. and S. Lemeshow (1989), Applied Logistic Regression, John Wiley & Sons, New York. Haron, Sudin et.al. (1994), Bank Patronage Factors of Muslim and Non-Muslim Customers, International Journal of Bank Marketing, vol 12, no. 1. McCullagh, P. and J.A. Nelder (1983), Generalized Linear Models, Chapman, London. Metawa, Saad and Mohammad Atmossawi (1998), Banking Behaviour of Islamic Bank Customers: Perspective and Implication, International Journal of bank Marketing, vol 16, no. 7. Naser, Kamal, Ahmad Jamal, and Khalid Al-Khatib (1999), Islamic Bank: A Study of Customer Satisfaction and Preferences in Jordan, International Journal of Bank Marketing, vol. 17, no. 3. Naser, Kamal and Luiz Montinho (1997), Strategic Marketing Management: The Case of 32

33 Islamic Banks, International Journal of Bank Marketing, vol. 15, no. 6. Sjahdeini, S. Remy (1999), Perbankan Islam: Kedudukan dan Peranannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Grafiti, Jakarta. Skha Consulting (2001), Potensi Peran Bank Indonesia dalam Pengembangan Industri Perbankan Syariah Nasional, Jakarta. Walpole, R.E. (1995), Pengantar Statistika, Ed.-3, terjemahan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Lampiran 1: Hasil Regresi Tabel 17. Hasil Regresi Model Multiomial Logit untuk Seluruh Variabel Response Information Variable Value Count Yobs 3 57 (Reference Event) Total 245 Logistic Regression Table Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Logit 1: (2/3) Constant Region %Telpon Kepadatan Masjid PDRBPK Aktiva DPK Kredit SLTA Kp.Toko lokasi

34 Muslim PPP_PKB PAN_PKS Logit 2: (1/3) Constant Region %Telpon Kepadatan Masjid PDRBPK Aktiva DPK Kredit SLTA Kp.Toko lokasi Muslim PPP_PKB PAN_PKS Log-Likelihood = Test that all slopes are zero: G = , DF = 30, P-Value = Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson Deviance Tabel 18. Hasil Regresi Model Multiomial Logit untuk Variabel yang Nyata Saja Response Information Variable Value Count Yobs 3 57 (Reference Event)

35 Total 245 Logistic Regression Table Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Logit 1: (2/3) Constant Region Kepadatan DPK SLTA lokasi Muslim PPP_PKB Logit 2: (1/3) Constant Region Kepadatan DPK SLTA lokasi Muslim PPP_PKB Log-Likelihood = Test that all slopes are zero: G = , DF = 16, P-Value = Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson Deviance

36 Lampiran 2: Peta Potensi Pengembangan Bank Syariah di Wilayah 1 (Sumatera) Gambar 4. Potensi Pengembangan Bank Syariah di Wilayah 1 (Sumatera) Sibolga Medan 0.6 Kepadatan Pkl.Pinang 0.4 PPP+PKB Aktiva SLTA 0.2 Kredit Bd.Lampung Palembang PDRB Bukittinggi Kp.Toko -0.2 Jambi Batam PekanBaru Bengkulu DPK -0.4 PAN+PKS Padang %Telpon -0.6 Masjid Muslim -0.8 Gambar 5. Biplot Kabupaten/Kota yang Berpotensi Sangat Tinggi di Wilayah 1 36

37 1.5 1 D U M A I Masjid BENGKALIS Aktiva DPK PDRB 0.5 PPP_PKB Muslim PAN_PKS MUARA ENIM %Telpon 0 Kepadatan Kredit Kp.Toko SLTA SOLOK -0.5 BINJAI DELI SERDANG PAYAKUMBUH Gambar 6. Biplot Kabupaten yang Berpotensi Tinggi di Wilayah PDRB DPK 0.6 SIMALUNGUN 0.4 Aktiva LANGKAT Kredit ASAHAN LABUHAN BATU SLTA PEMATANG SIANTAR 0.2 LAMPUNG TENGAH Kepadatan TANJUNG BALAI OGAN KOMERING ULU PPP+PKB Kp.Toko 0 LAMPUNG UTARA TEBING TINGGI LAMPUNG 0.4 SELATAN %Telpon TANGGAMUS SOLOK TANJUNG PINANG TAPANULI SELATAN METRO -0.2 TULANGBAWANG Masjid LUBUK LINGGAU LAMPUNG TIMUR Muslim PAN+PKS -0.4 KAMPAR TANJUNG JABUNG TIMUR -0.6 Gambar 7. Biplot Kabupaten/Kota yang Berpotensi Cukup di Wilayah 1 37

38 Lampiran 3: Peta Potensi Pengembangan Bank Syariah di Wilayah 2 (Di Luar Jawa dan Sumatera) Gambar 8. Potensi Pengembangan Bank Syariah di Wilayah 2 (Kalimantan & Sulawesi) 38

39 Gambar 9. Potensi Pengembangan Bank Syariah di Wilayah 2 (Bali & Nusa Tenggara) Gambar 10. Potensi Pengembangan Bank Syariah di Wilayah 2 (Papua) PAN+PKS Muslim 0.6 Bontang Makasar PPP+PKB 0.4 PDRB Banjarmasin Samarinda Kepadatan Kredit 0.2 SLTA Gorontalo Balikpapan Mataram Aktiva Sumbawa Pare-Pare DPK Kendari 0 lokasi Pontianak Masjid Kab.Pontianak Tarakan %Telpon Palu Bone Jayapura Manado Kp.Toko -0.6 Denpasar -0.8 Gambar 11. Biplot Kabupaten/Kota Sangat Potensial di Wilayah 2 39

40 1 0.8 Kepadatan LOMBOK TIMUR SLTA 0.6 LOMBOK TENGAH 0.4 KUPANG 0.2 BADUNG Kredit 0 DPK -1 PPP_PKB Aktiva Muslim PDRB Masjid KOTA BARU %Telpon Kp.Toko GOWA PAN_PKS -0.6 PALANGKA RAYA -0.8 Gambar 12. Biplot Kabupaten/Kota Potensial di Wilayah KUTAI Kp.Toko 0.6 PDRB Kredit DPK Aktiva 0.4 Muslim SLTA 0.2 Masjid PAN+PKS %Telpon Kepadatan LOMBOK BARAT PPP+PKB -0.4 BITUNG BANJAR Gambar 13. Biplot Kabupaten/Kota Cukup Potensial di Wilayah

41 Lampiran 4: Peta Potensi Pengembangan Bank Syariah di Wilayah 3 (Jawa) Gambar 14. Potensi Pengembangan Bank Syariah di Wilayah 3 41

PENGGAMBARAN KONDISI PSIKOGRAFIS ATAU PERILAKU MASYARAKAT KOTA BOGOR TERHADAP PERBANKAN SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS BIPLOT

PENGGAMBARAN KONDISI PSIKOGRAFIS ATAU PERILAKU MASYARAKAT KOTA BOGOR TERHADAP PERBANKAN SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS BIPLOT PENGGAMBARAN KONDISI PSIKOGRAFIS ATAU PERILAKU MASYARAKAT KOTA BOGOR TERHADAP PERBANKAN SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS BIPLOT AMIRUDIN * ABSTRAK Pengetahuan kondisi Psikografis atau perilaku masyarakat

Lebih terperinci

INFORMASI YANG BISA DIAMBIL DARI BIPLOT

INFORMASI YANG BISA DIAMBIL DARI BIPLOT ANALISIS BIPLOT PENGANTAR Biplot diperkenalkan pertama kali oleh Gabriel (1971) sehingga sering disebut sebagai Gabriel s biplot. Metode ini tergolong dalam analisis eksplorasi peubah ganda yang ditujukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis TINJAUAN PUSTAKA Diagram Kotak Garis Metode diagram kotak garis atau boxplot merupakan salah satu teknik untuk memberikan gambaran tentang lokasi pemusatan data, rentangan penyebaran dan kemiringan pola

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada dua alasan utama yaitu adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank

I. PENDAHULUAN. pada dua alasan utama yaitu adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah berdirinya perbankan syariah dengan sistem bagi hasil didasarkan pada dua alasan utama yaitu adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank konvensional hukumnya

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

STK511 Analisis Statistika. Pertemuan 13 Peubah Ganda

STK511 Analisis Statistika. Pertemuan 13 Peubah Ganda STK511 Analisis Statistika Pertemuan 13 Peubah Ganda 13. Peubah Ganda: Pengantar Pengamatan Peubah Ganda Menggambarkan suatu objek tidak cukup menggunakan satu peubah saja Kasus pengamatan peubah ganda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi Biplot Kanonik dan Analisis Procrustes dengan Mathematica Biplot biasa dengan sistem perintah telah terintegrasi ke dalam beberapa program paket statistika seperti SAS,

Lebih terperinci

Didin Astriani P, Oki Dwipurwani, Dian Cahyawati (Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya)

Didin Astriani P, Oki Dwipurwani, Dian Cahyawati (Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya) (M.2) ANALISIS BIPLOT UNTUK MENGETAHUI KARAKTERISTIK PUTUS SEKOLAH PENDIDIKAN DASAR PADA MASYARAKAT MISKIN ANTAR WILAYAH KECAMATAN DI KABUPATEN OGAN ILIR Didin Astriani P, Oki Dwipurwani, Dian Cahyawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah Satu faktor penting dalam pembangunan suatu negara adalah adanya dukungan sistem keuangan yang sehat dan stabil, demikian pula dengan negara Indonesia ini. Sistem

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Dalam memahami pelajaran di sekolah siswa mungkin saja mengalami kesulitan dalam memahaminya. Hal ini dapat dikarenakan metode pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Gerombol

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Gerombol 3 TINJAUAN PUSTAKA Analisis Gerombol Analisis gerombol merupakan analisis statistika peubah ganda yang digunakan untuk menggerombolkan n buah obyek. Obyek-obyek tersebut mempunyai p buah peubah. Penggerombolannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN DATA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN DATA 47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN DATA 3.1 Metodologi Penelitian Sesuai dengan bentuk data dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaruh office channeling

Lebih terperinci

Company LOGO ANALISIS BIPLOT

Company LOGO ANALISIS BIPLOT Company LOGO ANALISIS BIPLOT Pendahuluan Company name Data : ringkasan berupa nilai beberapa peubah pada beberapa objek Objek n Nilai Peubah X X.. Xp Company name Penyajian Data dalam bentuk matriks =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah menerapkan sistem bebas bunga (interest free) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah menerapkan sistem bebas bunga (interest free) dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi merupakan sisi yang tidak terpisahkan dari dimensi kehidupan umat manusia. Bank syariah adalah salah satu instrumen ekonomi yang kemunculannya diyakini oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan sektor perbankan telah tumbuh dengan pesat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan sektor perbankan telah tumbuh dengan pesat dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sektor perbankan telah tumbuh dengan pesat dan mendominasi kegiatan perekonomian diindonesia.kegiatan sektor perbankan ini jugasangat menentukan kemajuan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bank syariah atau Bank Islam, merupakan salah satu bentuk dari. perbankan nasional yang mendasarkan operasionalnya pada syariah (hukum)

I PENDAHULUAN. Bank syariah atau Bank Islam, merupakan salah satu bentuk dari. perbankan nasional yang mendasarkan operasionalnya pada syariah (hukum) I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank syariah atau Bank Islam, merupakan salah satu bentuk dari perbankan nasional yang mendasarkan operasionalnya pada syariah (hukum) Islam. Menurut Schaik (2001), Bank

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN 53 BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN Dalam bab Analisa dan Pembahasan diuraikan terlebih dahulu tentang hasil perolehan data penelitian, selanjutnya dipaparkan hasil uji validitas dan reabilitas, analisa deskriptif

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalam perekonomian suatu Negara sebagai perantara lembaga keuangan. Bank dalam pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. di dalam perekonomian suatu Negara sebagai perantara lembaga keuangan. Bank dalam pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang mempunyai peranan yang sangat penting di dalam perekonomian suatu Negara sebagai perantara lembaga keuangan. Bank

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester II Tahun 2013 GROUP PENJAMINAN DIREKTORAT PENJAMINAN DAN MANAJEMEN RISIKO 0 DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik 1 3 Pertumbuhan Simpanan pada

Lebih terperinci

No. 15/ 8/DPbS Jakarta, 27 Maret 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 15/ 8/DPbS Jakarta, 27 Maret 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 15/ 8/DPbS Jakarta, 27 Maret 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perbankan syariah di Indonesia cukup menggembirakan. Diawali dengan lahirnya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, kini terdapat 133 Bank Syariah.

Lebih terperinci

SNAPSHOT PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

SNAPSHOT PERBANKAN SYARIAH INDONESIA SNAPSHOT PERBANKAN SYARIAH INDONESIA Posisi 30 September 2017 Kondisi Perbankan Syariah Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif dengan tingginya pertumbuhan Aset, Pembiayaan yang Disalurkan (PYD),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perbankan dari sekian jenis lembaga keuangan, merupakan sektor yang paling

I. PENDAHULUAN. Perbankan dari sekian jenis lembaga keuangan, merupakan sektor yang paling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan dari sekian jenis lembaga keuangan, merupakan sektor yang paling besar pengaruhnya dalam aktifitas perekonomian masyarakat modern. Dimensi baru dalam

Lebih terperinci

Yth. 1. Direksi Bank Umum Syariah; 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah, di tempat.

Yth. 1. Direksi Bank Umum Syariah; 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah, di tempat. -1- Yth. 1. Direksi Bank Umum Syariah; 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /SEOJK.03/2016 TENTANG PEMBUKAAN

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR SYARIAH, TINGKAT KEUNTUNGAN BAGI HASIL, DAN MOTIVASI TERHADAP KEPUTUSAN NASABAH MENGGUNAKAN PERBANKAN SYARIAH

PENGARUH FAKTOR SYARIAH, TINGKAT KEUNTUNGAN BAGI HASIL, DAN MOTIVASI TERHADAP KEPUTUSAN NASABAH MENGGUNAKAN PERBANKAN SYARIAH Endang Tri Wahyuni A.: Pengaruh Faktor Syariah, Tingkat Keuntungan Bagi 269 PENGARUH FAKTOR SYARIAH, TINGKAT KEUNTUNGAN BAGI HASIL, DAN MOTIVASI TERHADAP KEPUTUSAN NASABAH MENGGUNAKAN PERBANKAN SYARIAH

Lebih terperinci

di masa yang akan datang dilihat dari aspek demografi dan kepuasannya. PENDAHULUAN

di masa yang akan datang dilihat dari aspek demografi dan kepuasannya. PENDAHULUAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini ada dua teknologi yang diusung oleh perusahaan-perusahaan telekomunikasi Indonesia yaitu teknologi Global System for Mobile communication (GSM) dan teknologi Code

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan syariah sebagai salah satu bagian dari industri perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan syariah sebagai salah satu bagian dari industri perbankan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan syariah sebagai salah satu bagian dari industri perbankan nasional menunjukan kinerja dan kontribusi yang baik bagi pertumbuhan industri perbankan

Lebih terperinci

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 1 PILAR 1 PILAR 2 PILAR 3 SURVEI NASIONAL 2013 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan mengamanatkan Otoritas Jasa Keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran yang berorientasi pada pelanggan tersebut, membuat perusahaan harus. mencapai kepuasan pelanggan (Rangkuti, 2002:53).

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran yang berorientasi pada pelanggan tersebut, membuat perusahaan harus. mencapai kepuasan pelanggan (Rangkuti, 2002:53). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki era perdagangan bebas saat ini, perusahaan dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat. Terdapat berbagai tantangan dan peluang yang terdapat di pasar,

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lintas pembayaran, menyimpan, dan meminjam dana. disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun Selama kurun waktu 20

BAB I PENDAHULUAN. lintas pembayaran, menyimpan, dan meminjam dana. disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun Selama kurun waktu 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Toserba xxx dengan meneliti posisi produk dan preferensi konsumen kacang garing Garuda. Terdapat berbagai macam merek

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester I Tahun 2015 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

Λ = DATA DAN METODE. Persamaan Indeks XB dinyatakan sebagai berikut. XB(c) = ( ) ( )

Λ = DATA DAN METODE. Persamaan Indeks XB dinyatakan sebagai berikut. XB(c) = ( ) ( ) Indeks XB (Xie Beni) Penggerombolan Fuzzy C-means memerlukan indeks validitas untuk mengetahui banyak gerombol optimum yang terbentuk. Indeks validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Indonesia untuk menembus pasar global atau meningkatkan ekspornya atau menghadapi persaingan dari produk-produk impor

Lebih terperinci

Budi Setiawan 1 Suharmiati 2. STIE Kesatuan Bogor 1 STIE Kesatuan Bogor 2

Budi Setiawan 1 Suharmiati 2. STIE Kesatuan Bogor 1   STIE Kesatuan Bogor 2 PREFERENSI MASYARAKAT KOTA BOGOR TERHADAP ATRIBUT- ATRIBUT PERBANKAN SYARIAH SEBAGAI LANDASAN EMPIRIS STRATEGI PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA Budi Setiawan 1 Suharmiati 2 STIE Kesatuan Bogor

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sambutan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Assalamu alaikum Wr. Wb. Sebuah kebijakan akan lebih menyentuh pada persoalan yang ada apabila dalam proses penyusunannya

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Model Migrasi Secara umum persamaan model skedul migrasi model penuh yang dikemukakan oleh Rogers (1978) dapat digambarkan menjadi sebuah grafik yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk beragama Islam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk beragama Islam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk beragama Islam terbesar di dunia, yakni sekitar 200 juta jiwa (www.bps.go.id). Dengan jumlah tersebut, sudah selayaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 51/09/Th. XX, 4 September 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017 SEBESAR 70,08 PADA SKALA 0-100 Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar rupiah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar rupiah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Titik kulminasi regulasi perbankan syariah terjadi pada tahun 1998. Pada tahun itu diberlakukan UU No. 10 Tahun 1998. Undang-undang tersebut merupakan perubahan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester II Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019 Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 Pokok Bahasan 1. Keterpilihan Perempuan di Legislatif Hasil Pemilu 2014 2.

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari negara Mesir pada tahun 1960-an (Chapra, 2000; Dar dan Presley,

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari negara Mesir pada tahun 1960-an (Chapra, 2000; Dar dan Presley, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan sejarah bahwa awal perkembangan sistem perbankan syariah dimulai dari negara Mesir pada tahun 1960-an (Chapra, 2000; Dar dan Presley, 2001) yang menawarkan

Lebih terperinci

Monitoring Realisasi APBD 2013 - Triwulan I

Monitoring Realisasi APBD 2013 - Triwulan I Monitoring Realisasi APBD 2013 - Triwulan I 1 laporan monitoring realisasi APBD dan dana idle Tahun 2013 Triwulan I RINGKASAN EKSEKUTIF Estimasi realisasi belanja daerah triwulan I Tahun 2013 merupakan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR 110,47

INDEKS TENDENSI KONSUMEN D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR 110,47 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA INDEKS TENDENSI KONSUMEN D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN SEBESAR 110,47 No. 45/08/34/Th.XV, 2 Agustus A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia saat ini organisasi bisnis Islam yang berkembang adalah bank syariah. Salah satu penyebab yang menjadikan bank syariah terus mengalami peningkatan adalah

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat banyak. Dana yang dikumpulkan oleh perbankan dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. rakyat banyak. Dana yang dikumpulkan oleh perbankan dalam bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor keuangan terutama industri perbankan merupakan elemen penting dalam pembangunan suatu negara. Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pasal 1 angka 2 menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia selama kurang lebih 23 tahun. Perjalanan tersebut dimulai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia selama kurang lebih 23 tahun. Perjalanan tersebut dimulai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan syariah telah hadir dalam sistem perbankan nasional di Indonesia selama kurang lebih 23 tahun. Perjalanan tersebut dimulai dengan berdirinya Bank

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester I Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANALISIS BIPLOT KLASIK DAN ROBUST BIPLOT PADA PEMETAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA TIMUR

PERBANDINGAN ANALISIS BIPLOT KLASIK DAN ROBUST BIPLOT PADA PEMETAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA TIMUR Jur. Ris. & Apl. Mat. I (207), no., xx-xx Jurnal Riset dan Aplikasi Matematika e-issn: 258-054 URL: journal.unesa.ac.id/index.php/jram PERBANDINGAN ANALISIS BIPLOT KLASIK DAN ROBUST BIPLOT PADA PEMETAAN

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 05/09/5300/Th. XX, 4 September 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN NTT TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN NTT TAHUN 2017 SEBESAR 68,98 PADA SKALA 0-100 Indeks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbankan nasional. Bank Islam telah berkembang pesat pada dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. perbankan nasional. Bank Islam telah berkembang pesat pada dekade terakhir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian suatu negara terutama Indonesia diharapkan akan lebih maju dengan keberadaan perbankan syariah sebagai bagian dari sistem perbankan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Pada pembahasan kali ini akan diuraikan langkah-langkah dalam melakukan

BAB III PEMBAHASAN. Pada pembahasan kali ini akan diuraikan langkah-langkah dalam melakukan BAB III PEMBAHASAN Pada pembahasan kali ini akan diuraikan langkah-langkah dalam melakukan pemodelan menggunakan Spatial Autoregressive Model dan Matriks pembobot spasial Rook Contiguity. Langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitasnya pasti berhubungan dengan masalah keuangan. Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitasnya pasti berhubungan dengan masalah keuangan. Lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan dan aktivitasnya pasti berhubungan dengan masalah keuangan. Lembaga keuangan bank di Indonesia ada dua macam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelian rumah bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelian rumah bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelian rumah bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit. Seseorang dapat membeli rumah secara tunai apabila orang tersebut memiliki uang yang nilainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kepuasan kepada konsumen. Untuk memenuhi kepuasaan konsumen

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kepuasan kepada konsumen. Untuk memenuhi kepuasaan konsumen 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat perusahaan harus dapat memberikan kepuasan kepada konsumen. Untuk memenuhi kepuasaan konsumen perlu dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia perekonomian yang terus berubah seiring berjalannya waktu, tidak dapat dipungkiri adanya persaingan bisnis antar perusahaan untuk dapat terus bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (funding) dalam bentuk Giro, Tabungan dan Deposito yang dana tersebut. disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

BAB I PENDAHULUAN. (funding) dalam bentuk Giro, Tabungan dan Deposito yang dana tersebut. disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki peranan yang sangat penting, dimana dalam kegiatannya bank sebagai penghimpun dana masyarakat (funding) dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB lv METODE PENELITIAN

BAB lv METODE PENELITIAN BAB lv METODE PENELITIAN 4. 1 Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif yang bersifat gabungan antara kualitatif dengan kuantitatif. Sedangkan desain penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi modern, kemunculannya seiring dengan upaya yang dilakukan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi modern, kemunculannya seiring dengan upaya yang dilakukan oleh para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank Islam atau bank syariah merupakan fenomena baru dalam dunia ekonomi modern, kemunculannya seiring dengan upaya yang dilakukan oleh para pakar Islam dalam

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI TENGAH TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI TENGAH TAHUN 2017 SEBESAR 71,92 PADA SKALA 0-100

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI TENGAH TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI TENGAH TAHUN 2017 SEBESAR 71,92 PADA SKALA 0-100 No. 48/08/72/Th. XX, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI TENGAH TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI TENGAH TAHUN 2017 SEBESAR 71,92 PADA SKALA 0-100 Kebahagiaan Sulawesi Tengah tahun 2017 berdasarkan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Triwulan III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 73/11/52/Th.VIII, 6 Nopember 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN III-2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran bank syariah di Indonesia diawali dengan munculnya kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran bank syariah di Indonesia diawali dengan munculnya kesadaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kelahiran bank syariah di Indonesia diawali dengan munculnya kesadaran untuk menjalankan prinsip syariah di dalam kehidupan masyarakat yang mayoritas beragama

Lebih terperinci

II. ANALISIS MASALAH

II. ANALISIS MASALAH 6 II. ANALISIS MASALAH A. Prinsip Analisis 1. Tujuan Tujuan analisis adalah : 1. Mengidentifikasi kebutuhan dasar bagi usaha mikro 2. Mengidentifikasi dan menganalisis seberapa besar pengaruh LKMS BMT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I.1 Pertumbuhan Produksi Tahunan Industri Mikro dan Kecil YoY menurut Provinsi,

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I.1 Pertumbuhan Produksi Tahunan Industri Mikro dan Kecil YoY menurut Provinsi, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Usaha makanan/kuliner merupakan jenis usaha yang sangat menjanjikan. Hal ini disebabkan makanan merupakan kebutuhan pokok manusia. Usaha ini banyak sekali

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013 Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS Semester I Tahun 2013 DAFTAR ISI Pertumbuhan Simpanan pada BPR/BPRS Grafik 1 10 Dsitribusi Simpanan pada BPR/BPRS Tabel 9 11 Pertumbuhan Simpanan Berdasarkan Kategori Grafik

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN SUMATERA UTARA TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN SUMATERA UTARA TAHUN 2017 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 49/08/12/Th. XX, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SUMATERA UTARA TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SUMATERA UTARA TAHUN 2017 SEBESAR 68,41 PADA SKALA 0-100 Kebahagiaan Sumatera

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP INDIKATOR INDIKATOR YANG MENCIRIKAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI INDONESIA WENNY INDRIYARTI PUTRI

ANALISIS TERHADAP INDIKATOR INDIKATOR YANG MENCIRIKAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI INDONESIA WENNY INDRIYARTI PUTRI ANALISIS TERHADAP INDIKATOR INDIKATOR YANG MENCIRIKAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI INDONESIA WENNY INDRIYARTI PUTRI DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN PROVINSI BENGKULU TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN PROV BENGKULU TAHUN 2017 SEBESAR 70,61 PADA SKALA 0-100

INDEKS KEBAHAGIAAN PROVINSI BENGKULU TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN PROV BENGKULU TAHUN 2017 SEBESAR 70,61 PADA SKALA 0-100 No. 51/09/17/II, 04 September 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN PROVINSI BENGKULU TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN PROV BENGKULU TAHUN 2017 SEBESAR 70,61 PADA SKALA 0-100 Kebahagiaan Provinsi Bengkulu tahun 2017 berdasarkan

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI BARAT TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI BARAT TAHUN 2017 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 79/08/Th. XX, 15 Agustus 2017 No. 51/08/76/Th.XI, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI BARAT TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI BARAT TAHUN 2017 SEBESAR 70,02

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN II-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 44/08/94/Th. VI, 5 Agustus 2016 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang No. 0 tahun 998 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 99 tentang perbankan, Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara sebagai lembaga perantara keuangan. Bank dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar Dollar AS,

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar Dollar AS, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar Dollar AS, tumbuh rata-rata

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK No. 58/11/Th. XI, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA BARAT Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Provinsi Papua Barat Triwulan III 2017 ITK Papua Barat Triwulan III 2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan peran perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari sistem perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang-

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL Triwulan IV - 2016 Harga Properti Residensial pada Triwulan IV-2016 Meningkat Indeks Harga Properti Residensial pada triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 0,37% (qtq), sedikit

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Timur No. 10/11/53/Th. XX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Secara umum kondisi ekonomi dan tingkat optimisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan rumah adalah kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan rumah adalah kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan rumah adalah kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia selain kebutuhan akan pakaian dan makanan. Menurut Tito Soetalaksana (2000;8) rumah merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain memiliki peran penting dalam proses perekonomian, bank juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain memiliki peran penting dalam proses perekonomian, bank juga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan bank sangat penting dalam proses perekonomian di Indonesia. Selain memiliki peran penting dalam proses perekonomian, bank juga mempunyai peranan dalam hal stabilitas

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 47/08/Th. XX, 04 September 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI TENGGARA TAHUN 2017 Kebahagiaan Sulawesi Tenggara Tahun 2017 Sebesar 71,22 Pada Skala 0-100

Lebih terperinci

d. Anggota Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi serta tercatat dalam buku daftar anggota.

d. Anggota Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi serta tercatat dalam buku daftar anggota. PENGERTIAN DAN BATASAN a. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan juga berfungsi sebagai Financial Intermediaries antara pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan juga berfungsi sebagai Financial Intermediaries antara pihak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Industri perbankan merupakan suatu industri yang sangat mengutamakan pelayanan dan juga berfungsi sebagai Financial Intermediaries antara pihak yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Serikat kemudian merambat ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Serikat kemudian merambat ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis keuangan pada semester kedua tahun 2008 yang bermula dari Amerika Serikat kemudian merambat ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia dan kemudian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN 2013 - TRIWULAN III

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN 2013 - TRIWULAN III LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - 1 LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 TRIWULAN III KATA PENGANTAR Kualitas belanja yang baik merupakan kondisi ideal yang ingin

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci