BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI Computer vision adalah bidang yang mempelajari metode-metode untuk memperoleh, memproses, menganalisa, serta memahami gambar 2 dimensi dari suatu pemandangan 3 dimensi. Gambar merupakan salah satu bentuk pencitraan dari suatu objek observasi. Pencitraan tersebut tersusun atas nilai-nilai intensitas yang ditangkap oleh kamera dalam bentuk matriks. Informasi yang menggambarkan objek observasi dapat dimanfaatkan dalam berbagai macam aplikasi seperti pendeteksian dan pengenalan objek dalam berbagai aspek. Aplikasi yang demikian dapat diwujudkan dengan interpretasi yang baik atas informasi objek yang telah diperoleh pada prosesproses middle-level dan low-level vision. Pengenalan objek 3 dimensi telah banyak diteliti jauh sebelum tahun Seiring dengan perkembangan dan penemuan metode-metode yang terjadi, pengenalan objek 3 dimensi juga turut mendapat imbasnya. Banyak sekali metode-metode yang dapat digunakan dalam pengenalan objek 3 dimensi yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya masingmasing. 2.1 Pengenalan Objek 3 Dimensi Kemampuan pengenalan objek pada manusia sangat tinggi dan tidak membutuhkan usaha keras untuk mengenali beberapa objek pada suatu gambar, bahkan manusia mampu membedakan beberapa objek yang berbeda berdasarkan sudut penglihatan, ukuran, posisi, dan rotasinya (Mekala, Erdogan, dan Fan, 2010). Banyak teori yang dikemukakan mengenai proses pengenalan objek pada manusia. Teori-teori tersebutlah yang melandasi pendekatan proses pengenalan objek untuk dapat diterapkan pada mesin. Kemampuan manusia dalam pengenalan objek didukung peranan jaringan syaraf otak yang melakukan proses pembelajaran objek serta penyimpanan ingatan akan hal-hal yang terasosiasi dengan objek tersebut. McCulloch dan Pitts (1943) merupakan orang yang pertama kali melakukan pendekatan matematis terhadap jaringan syaraf otak manusia yang kemudian 5

2 6 dalam perkembangannya lebih dikenal sebagai jaringan syaraf tiruan. Konsepnya sama seperti pada cara kerja jaringan syaraf otak manusia, yaitu terus dilakukannya pembelajaran sampai jaringan tersebut mampu mengenali objek tersebut dengan representasi numerik dalam operasinya. Jaringan syaraf tiruan ini pun menjadi salah satu pilihan yang populer dari deretan kecerdasan buatan yang dapat digunakan dalam pengenalan objek 3 dimensi. Teori mengenai kecerdasan buatan yang semakin matang turut memperluas cakupan wilayah aplikasi yang memungkinkan seperti dalam bidang militer, keamanan, kesehatan, dan industri. Pengenalan objek 3 dimensi, pendeteksian kanker (Braik, 2011), pendeteksian wajah (Radha, 2011), serta pendeteksian sidik jari (Hsieh, 2008) merupakan beberapa contoh nyata wujud aplikasi kecerdasaan buatan seperti jaringan syaraf tiruan. Tahapan-tahapan yang berlangsung pada sistem pengenalan objek adalah sebagai berikut: a. Preprocessing Gambar berisi informasi objek yang diperoleh dari sensor, misalnya kamera. Tahapan ini bertujuan untuk mengekstrak informasi bentuk objek observasi dari gambar. Metode ekstraksi yang umumnya digunakan adalah deteksi tepi. b. Representasi/Processing Bentuk-bentuk yang menyusun suatu objek kemudian direpresentasikan secara numerik, sebagai shape descriptor. Suatu bentuk akan lebih mudah dibedakan dalam representasi numerik seperti dengan menggunakan shape descriptor. Selain itu, shape descriptor juga secara tidak langsung melakukan kompresi terhadap ukuran informasi sehingga dapat mengurangi proses komputasi. c. Pembelajaran dan Pengenalan Jaringan syaraf tiruan akan melakukan pembelajaran terhadap deskriptor bentuk yang telah diperoleh. Bila jaringan syaraf tiruan telah mendapatkan parameter-parameter yang sesuai dengan

3 7 kriteria dari proses pembelajaran, berarti jaringan syaraf tiruan tersebut telah siap digunakan untuk uji coba pengenalan objek. Dalam pengenalan objek 3 dimensi, jaringan syaraf tiruan harus mampu mengenali objek observasi sebagai objek yang sama walaupun objek observasi mengalami perubahan orientasi. Penelitian terdahulu yang membahas mengenai pengenalan objek 3 dimensi umumnya menggunakan metode dasar yang sama, yaitu mendiskritkan sudut pandang ke dalam suatu set data dan melatih sebuah detektor untuk mengenali tiap sudut pandang yang telah diambil (Fidler, 2012). Metode dasar yang demikian menjadi landasan bagi pengembangan metode-metode baru dalam pendeteksian objek 3 dimensi, seperti pendeteksian objek 3 dimensi dengan menggunakan viewbased seperti pada jurnal berjudul Thinking Inside the Box: Using Appearance Models and Context Based on Room Geometry (Hedau, 2010), Object Detection with Discriminatively Trained Part Based Models (Felzenszwalb, 2010), Dominant Orientation Templates for Real-time Detection of Texture-less Objects (Hinterstoisser, Lepetit, Slobodan, Fua, & Navab, 2010), serta 3D Object Detection and Viewpoint Estimation with a Deformable 3D Cuboid Model (Fidler, Dickinson, & Urtasun, 2012) Preprocessing Tahapan preprocessing umumnya bertujuan untuk mengekstrak informasi bentuk objek observasi dari gambar. Kamera yang digunakan sebagai sensor akan mengubah informasi objek 3 dimensi ke dalam suatu matriks yang tersusun atas nilai intensitas. Nilai intensitas tersebut kemudian diolah dengan operasi-operasi pada setiap pixel sehingga menghasilkan matriks dengan data yang telah berubah menjadi informasi yang lebih mudah diproses pada tahapan berikutnya. Metode yang biasanya digunakan untuk mengekstrak bentuk objek adalah pendeteksi tepi. Metode tersebut akan mendefinisikan perbedaan intensitas yang signifikan sebagai tepian. Metode-metode yang populer digunakan sebagai pendeteksi tepian antara lain adalah:

4 8 1. Marr-Hildreth Edge Detector Marr-Hildreth Edge Detector digagas oleh David Marr dan Ellen Hildreth sebagai metode berbasiskan gradien. Gagasan utamanya adalah menggunakan operator Laplacian of Gaussian (LoG) untuk mendapatkan turunan ke-2 dari gambar (Nadernejad, 2008). 2. Canny Edge Detector Canny Edge Detector merupakan pendeteksi tepi yang menjadi standar yang digunakan dalam industri. John Canny berhasil menemukan pendeteksi tepi berbasiskan gradien dengan menggunakan operator Gaussian (Nadernejad, 2008). 3. SUSAN Edge Detector SUSAN merupakan singkatan untuk Smallest Univalue Segment Assimilating Nucleus. Digagas oleh Smith dan Brady, metode ini tidak menggunakan pendekatan berbasiskan gradien gambar, melainkan melihat kesamaan nilai intensitas pada suatu mask (Smith dan Brady, 1995). Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri yang bisa dimanfaatkan sesuai dengan kriteria sistem. a. Marr-Hildreth Edge Detector Marr-Hildreth Edge Detector merupakan pendeteksi tepi yang populer sebelum Canny Edge Detector ditemukan. Marr-Hildreth Edge Detector menggunakan fungsi LoG (Nadernejad, 2008). Tahapan yang dilakukan dalam Marr-Hildreth Edge Detector adalah sebagai berikut: 1. Buat mask LoG. 2. Konvolusi gambar dengan mask LoG. 3. Lakukan deteksi Zero Crossing.

5 9 Mask merupakan sebuah matriks yang memiliki sekumpulan nilai. Mask digunakan sebagai filter yang membatasi sebuah operasi tertentu agar hanya dapat diaplikasikan pada satu daerah pada gambar pada satu waktu. Mask Gaussian adalah sebuah matriks dengan dimensi panjang dan lebar yang sama dan berbentuk seperti lonceng. Untuk menentukan nilai-nilai yang akan mengisi mask tersebut, persamaan dasar Gaussian adalah sebagai berikut: Persamaan 2.1 Misalkan mask Gaussian yang ingin dibuat berdimensi 3x3, maka nilai Gaussian untuk setiap koordinat masknya adalah sesuai dengan persamaan di atas. Variabel x dan y merupakan posisi koordinat baris dan kolom secara berurutan. Sementara itu adalah standar deviasi distribusi dari Gaussian. Gambar 2.1 Plot 3 dimensi Laplacian of Gaussian (Sumber: Image Feature Detection oleh Rhody) Mask LoG merupakan mask turunan ke-2 dari mask Gaussian. Fungsi tersebut diturunkan sebanyak 2 kali masing-masing terhadap x dan y sehingga diperolehlah fungsi LoG sebagai berikut:

6 10 Persamaan 2.2 Mask LoG yang telah dibuat berdasarkan persamaan di atas kemudian dikonvolusikan terhadap gambar. Hasil konvolusinya belum berupa gambar dengan tepi yang jelas terlihat, maka dari itu dilakukanlah Zero Crossing untuk menetapkan pixel-pixel yang berperan sebagai tepi. Pixel yang dinyatakan sebagai tepi pada adalah pixel dengan nilai yang melewati 0 dan terdapat perubahan tanda baik positif maupun negatif. Bila gambar sebelumnya diperhalus dengan mask LoG yang terlalu besar, maka gambar akan menjadi buram dan semakin sedikit Zero Crossing yang ada pada gambar, menyebabkan tepi semakin sulit dideteksi. Fungsi Marr-Hildreth yang menggunakan LoG akan membuat pendeteksian tepi menjadi peka terhadap perubahan intensitas yang ada sehingga hasil deteksi tepi akan menjadi terlalu detil serta garis tepi yang tebal sehingga sulit untuk mendapatkan bentuk objek yang sebenarnya. Bila faktor diperbesar, tepian akan tetap terhubung seiring dengan detil yang semakin berkurang. b. Canny Edge Detector Canny Edge Detector menggunakan fungsi Gaussian dalam operasinya (Nadernejad, 2008). Tahapan yang dilakukan dalam Canny Edge Detector adalah sebagai berikut: 1. Buat mask Gaussian. 2. Konvolusi gambar dengan mask Gaussian. 3. Hitung gradien setiap pixel pada gambar. 4. Aplikasikan Non-Maximum Surpression (NMS). Fungsi Gaussian yang digunakan pada Canny Edge Detector merupakan fungsi yang sama pada Marr-Hildreth Edge Detector. Hanya saja pada Canny Edge Detector, fungsi Gaussian yang digunakan tidak mengalami penurunan lebih lanjut. Pada

7 11 penggunaannya, mask Gaussian berfungsi sebagai operator untuk menghaluskan gambar. Persamaan 2.3 Setelah konvolusi antara mask Gaussian dengan gambar, maka akan diperoleh gambar yang lebih halus. Gambar yang masing-masing pixel nya memiliki nilai intensitas kemudian dicari gradiennya. Gradien ini merupakan perubahan intensitas yang terjadi terhadap sumbu x maupun sumbu y. Magnitude dari gradien tersebut dapat menunjukkan letak dari tepi pada gambar. Seringkali tepi yang dihasilkan memiliki ketebalan lebih dari satu pixel dengan magnitude yang bervariasi. Dengan menggunakan NMS, pixel dengan magnitude tidak paling besar disepanjang arah gradiennya akan diubah menjadi 0, menyisakan satu pixel saja di sepanjang arah gradien tersebut. Hasilnya, tepian yang memiliki ketebalan lebih dari satu pixel akan menjadi satu pixel tebalnya. Canny Edge Detector yang demikian, lain halnya dengan Marr-Hildreth Edge Detector yang biarpun sama-sama berbasiskan gradien gambar dan pengaruh operator Gaussian, akan tetapi bila faktor diperbesar nilainya akan menyebabkan tepian yang terputus. Selain itu, Canny Edge Detector menghasilkan gambar tepian yang lebih bersih dibandingkan dengan Marr-Hildreth Edge Detector. c. SUSAN Edge Detector SUSAN (Smith & Brady, 1995) memiliki pendekatan berbeda dari metode pendeteksi tepi sebelumnya seperti Canny Edge Detector. Algoritma yang digunakan pada SUSAN tidak bergantung pada penghalusan gambar sebelum gambar tersebut diproses. SUSAN juga tidak memperhitungkan turunan dari ruang pixel pada gambar, melainkan menentukan tepi objek dengan membandingkan intensitas suatu pixel dengan pixel disekitarnya. Penggambaran area mask dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.

8 12 Gambar 2.2 Beberapa mask SUSAN untuk menandai area pixel yang ditinjau (Sumber: Object Recognition A Shape-Based Approach using ANN oleh Vries) Perbandingan nilai intensitas pixel akan dibatasi dalam sebuah mask berbentuk lingkaran. Intensitas pixel yang dibedakan adalah pixel yang berada di tengah mask dengan seluruh pixel disekitarnya. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam metode SUSAN. c( ) = Persamaan 2.4 = posisi pixel yang sedang diobservasi = posisi pixel lainnya yang berada di dalam mask t = threshold perbedaan intensitas cahaya c = keluaran perbandingan = intensitas pixel Dengan persamaan yang digunakan, kita akan mendapatkan nilai 1 atau 0 yang akan disimpan pada matriks terpisah, tergantung dari intensitas pixel pusat dan intensitas pixel di sekelilingnya. Tahap selanjutnya adalah melakukan thresholding untuk membalik hasil SUSAN yang tadinya memiliki warna hitam untuk

9 13 informasi tepi dan putih untuk latar belakang menjadi warna sebaliknya. Gambar 2.3 Beberapa pixel yang telah melakukan perbandingan intensitas menggunakan SUSAN (Sumber: Object Recognition A Shape-Based Approach using ANN oleh Vries) Dari beberapa metode yang dipaparkan sebelumnya, kelebihan dan kekurangannya terhadap system yang ingin dibangun pada penelitian ini dapat diringkas dalam tabel 2.1 berikut Tabel 2.1 Tabel Perbandingan Algoritma Pendeteksian Tepi Kekurangan Kelebihan Marr-Hildreth - Kurang baik dalam mendefinisikan sudut - Sensitif terhadap perubahan intensitas - Garis tepi yang dihasilkan detil - Tidak tahan terhadap noise - Garis tepi yang dihasilkan relatif tebal Canny - Garis tepi yang dihasilkan detil - Garis tepi yang - Tidak tahan terhadap noise dihasilkan tipis - Sensitif terhadap perubahan intensitas SUSAN - Garis tepi yang dihasilkan terlalu tebal - Garis tepi yang dihasilkan lebih - Kurang sensitif terhadap perubahan kontinyu intensitas yang kecil - Tahan terhadap noise - Garis tepi yang dihasilkan tidak detil

10 Processing Tahapan processing merupakan tahap dimana bentuk yang telah diekstrak pada tahap preprocessing, direpresentasikan secara numerik sehingga bentuk yang satu dengan bentuk lainnya mudah untuk dibedakan. Bentuk representasi numerik yang demikian dikenal sebagai shape descriptor. Representasi dalam bentuk vektor numerik tersebut juga secara tidak langsung mengkompresi ukuran informasi sehingga tidak memberatkan proses komputasi (Vries). Terdapat berbagai metode yang biasanya digunakan dalam representasi bentuk objek namun masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri terhadap variasi translasi, rotasi, dan skala objek maupun bentuk. Metode-metode yang umumnya digunakan adalah sebagai berikut: 1. Pixel Representation 2. Centroid Distance Function 3. Chain Code 4. Radial Descriptor a. Pixel Representation Pixel Representation merupakan direct descriptor yang paling sederhana dibandingkan dengan metode lainnya (Vries). Suatu gambar atau bentuk dinyatakan dalam nilai pixel yang apa adanya tanpa melalui proses lainnya. Pixel-pixel yang membentuk gambar atau objek tersebut akan menjadi masukan bagi sistem yang akan dilatih untuk melakukan pengenalan. Bila suatu gambar tersusun atas 120x160 pixel, maka masukan bagi sistem pengenal adalah 120x160 banyaknya. Cara yang demikian tentu akan membawa masalah seperti tahap preprocessing yang harus lebih baik dan juga tidak ada jaminan akan berfungsi dengan baik pada tahap pengenalan. Selain itu proses komputasi akan menjadi lebih banyak karenanya.

11 15 b. Centroid Distance Function Centroid Distance Function merupakan shape descriptor yang memetakan titik pusat gravitasi dari objek terhadap tepiannya (Yang, 2008). Untuk suatu bentuk 2 dimensi yang terdefinisikan dengan garis sepanjang koordinat x dan y, dicarilah titik pusat gravitasinya (gx, gy) dengan persamaan berikut: Persamaan 2.5 Titik pusat gravitasi dilambangkan dalam gx untuk koordinat x dan gy untuk koordinat y. Untuk mencari gx, seluruh koordinat pixel dalam koordinat x dijumlah dan kemudian dicari nilai rata-ratanya, begitupula dengan gy dengan koordinat y. Didapatlah koordinat gx dan gy sebagai titik pusat gravitasi dari bentuk tersebut. Setelah mendapatkan titik pusat gravitasi, maka diukurlah jarak antara titik pusat terhadap pixel-pixel yang membentuk tepian objek. Jarak-jarak tersebutlah yang akan merepresentasikan bentuk objek dalam bentuk vektor. Descriptor dengan metode ini akan lebih baik dalam merepresentasikan bentuk sehingga lebih mudah dibedakan. c. Chain Code Chain Code merupakan shape descriptor yang berlandaskan tepian atau border based descriptor. Chain Code yang digagas oleh Freeman pada tahun 1961 ini memberi kode pada tepian dengan cara melihat arah dari pixel-pixel yang saling terhubung (Sleit, 2006). Proses pemberian kode ini dapat menggunakan pendekatan 4- neighborhood maupun 8-neighborhood.

12 16 Gambar neighborhood dan 8-neighborhood Chain Code (Sumber: A Chain Code Approach for Recognizing Basic Shapes oleh Sleit) Setiap hubungan antar pixel akan dinyatakan dalam kode sesuai dengan aturan 4-neighborhood atau 8-neighborhood. Misalkan pixel p(x, y) terhubung dengan pixel p(x+1, y) di mana x merupakan baris dan y adalah kolom pada koordinat gambar, maka hubungan antara p(x,y) dengan p(x+1, y) akan dikodekan dengan nilai 3 pada 4- neighborhood atau 6 pada 8-neighborhood. Metode ini akan menelusuri tepian objek hingga bertemu titik permulaan, menghasilkan serentetan kode yang merepresentasikan objek tersebut. Representasi Chain Code banyak digunakan dalam pengenalan objek karena kompresi informasinya yang dianggap cukup baik. Selain itu representasi Chain Code memiliki sifat invariant terhadap translasi 2 dimensi, akan tetapi bersifat variant terhadap rotasi dan skala serta sangat peka terhadap noise. d. Radial Descriptor Representasi pada metode ini menggunakan sebuah lingkaran yang ditempatkan di bagian tengah dari objek, lalu membuat lingkaran yang lebih besar di bagian luar lingkaran pertama, dan seterusnya. Sudut dari titik-titik pada lingkaran yang mengenai objek nantinya akan diubah ke bentuk matriks yang akan diberikan ke dalam jaringan syaraf tiruan.

13 17 Gambar 2.5 lingkaran yang terbentuk dari titik perpotongan (kiri), dan objek dengan 20 lingkaran equidistant (kanan) (Sumber: Object Recognition A Shape-Based Approach using ANN oleh Vries) Seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.1 diatas, penggunaan lingkaran adalah agar jika objek berubah orientasinya, nilai pada titiktitik pertemuan antara lingkaran dan benda target tidak akan berubah, sehingga dapat dikatakan bahwa metode ini bersifat invarian terhadap rotasi 2 dimensi. Dari beberapa metode yang dipaparkan sebelumnya, kelebihan dan kekurangannya terhadap sistem yang ingin dibangun pada penelitian ini dapat diringkas dalam tabel 2.2 berikut ini

14 18 Tabel 2.2 Tabel Perbandingan Algoritma Descriptor Kekurangan Kelebihan Pixel Representation - Variant terhadap orientasi (translasi dan rotasi) - Komputasi yang berat karena datanya yang banyak - Algoritma yang cukup mudah karena data dimasukkan apa adanya sebagai informasi Centroid - Hanya - Invariant terhadap Distance Function merepresentasikan titik pusat bentuk, tidak merepresentasikan tepian bentuk translasi dan rotasi - Algoritma simpel Chain Code - Variant terhadap - Invariant terhadap rotasi dan skala translasi - Dapat merekonstruksi tepian bentuk - Algoritma simpel Radial - Algoritma yang - Invariant terhadap Descriptor kompleks rotasi dan skala - Merepresentasikan bentuk objek dengan jumlah data yang sedikit Pembelajaran dan Pengenalan Pengenalan objek 3 dimensi semakin hari membutuhkan teknik yang memiliki tingkat kecerdasan yang semakin baik seiring dengan bertambahnya objek 3 dimensi dalam internet, basis data, maupun aplikasi lainnya (Elhachloufi, El Oirrak, Aboutajdine dan Kaddioui, 2011).

15 19 Pada sistem pengenalan objek 3 dimensi, dibutuhkan suatu algoritma kecerdasan buatan yang dapat mengelompokkan data-data dan informasi yang telah dibuat dan disederhanakan sehingga sistem dapat mengenali dan mengingat keluaran berdasarkan masukan yang diberikan terhadap sistem. Kecerdasan buatan yang digunakan dalam pengenalan objek 3 dimensi sampai saat ini adalah jaringan syaraf tiruan dan logika fuzzy. a. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan adalah metode yang memiliki ketahanan yang paling baik sehingga banyak digunakan dalam pengenalan pola, klasifikasi, dan representasi kecerdasan (Elhachloufi, El Oirrak, Aboutajdine dan Kaddioui, 2011). Jaringan syaraf tiruan meniru jaringan syaraf manusia untuk menghasilkan kecerdasan buatan dengan cara pembelajaran. Gambar 2.6 Komponen jaringan syaraf tiruan (Sumber: Artificial Neural Networks for Beginners oleh Carlos) Pada jaringan syaraf tiruan yang sederhana, suatu neuron terdiri atas masukan (p), bobot (W), serta fungsi aktivasi (f{}). f( Persamaan 2.6 Bobot merupakan suatu nilai yang mendefinisikan tingkat atau kepentingan hubungan antara suatu node dengan node yang lain. Nilai bobot ini akan terus berubah menyesuaikan dirinya agar

16 20 dapat menyelesaikan setiap permasalahan baru yang diberikan pada sistem. Bias digunakan untuk menggeser nilai hasil dari fungsi aktivasi ke kanan dan ke kiri. Sedangkan fungsi aktivasi merupakan suatu fungsi yang akan mentransformasikan suatu masukan menjadi suatu output tertentu. Untuk pengenalan objek 3 dimensi, masukan bagi neuron berupa representasi bentuk objek. Masing-masing bentuk objek akan diberikan bobot sebagai proses klasifikasi. Bentuk objek yang telah diberi bobot akan dimasukkan ke dalam suatu fungsi aktivasi untuk menghasilkan output sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Gambar 2.7 Contoh arsitektur multilayer (Sumber: Artificial Neural Networks for Beginners oleh Carlos) Fungsi aktivasi log-sigmoid merupakan salah satu fungsi yang umum digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang solusinya tidak linier. Persamaan dari fungsi log-sigmoid adalah sebagai berikut: Persamaan 2.7 Fungsi log-sigmoid memiliki solusi yang berkisar dari nilai 0 hingga 1. Persamaan fungsi log-sigmoid mengandung komponen

17 21 logaritmik sehingga solusinya tidaklah linier. Faktor pada fungsi tersebut merupakan faktor untuk meningkatkan maupun mengurangi slope agar mendapatkan solusi sesuai dengan karakteristik yang diinginkan sistem. Hasil fungsi aktivasi logsigmoid tergambarkan seperti pada gambar 2.8 Gambar 2.8 Kurva fungsi aktivasi log-sigmoid (Sumber: Jaringan syaraf tiruan dapat menyelesaikan permasalahan yang kompleks dengan modifikasi arsitektur jaringan yang dianggap sesuai dengan hasil yang diinginkan seperti misalnya membuat lebih dari satu layer neuron atau menambahkan jumlah node. Perubahan arsitektur jaringan syaraf akan turut mempengaruhi proses pembelajaran jaringan. Hal lainnya yang perlu diperhatikan dalam jaringan syaraf tiruan adalah metode pembelajaran bagi jaringan. Metode pembelajaran menentukan bagaimana bobot serta bias (bila digunakan) diperbaharui. Hanya dengan menentukan hubungan antara masukan dan output, metode pembelajaran akan menentukan bobot yang sesuai agar hubungan masukan dan output yang ditentukan tercapai. Metode pembelajaran yang umumnya digunakan adalah backpropagation. Metode ini menggunakan pendekatan Gradient Descent untuk mencari nilai square error paling kecil. Pada jaringan syaraf tiruan, pendekatan Gradient Descent digunakan

18 22 untuk memperbaharui nilai bobot dan bias pada jaringan. Implementasi Gradient Descent pada jaringan backpropagation menghasilkan persamaan untuk bobot (persamaan 2.8) dan bias (persamaan 2.9) yang baru, yaitu sebagai berikut: w i j m m Fˆ, ( k + 1) = wi, j( k ) α m w i, j Persamaan 2.8 m m Fˆ b i ( k + 1) = b i ( k ) α Persamaan 2.9 b i m Proses pembelajaran atau pembaharuan bobot dan bias jaringan dipengaruhi oleh faktor sensitivitas dan learning rate. Sensitivitas mewakili komponen error yang diperlukan dalam metode Gradient Descent untuk menentukan besar step berikutnya agar dapat mencapai hasil square error paling kecil. Terdapat juga parameter yang merupakan learning rate. Baik learning rate dan sensitivity memberi pengaruh kecepatan pada pembelajaran jaringan. Jaringan syaraf tiruan memiliki properti yang membuat metode ini patut dijadikan kecerdasan untuk pengenalan objek (Vries) seperti: 1. Generalisasi Jaringan syaraf tiruan memiliki ketahanan terhadap perubahan yang tidak signifikan seperti misalnya bila representasi objek pada tahap sebelumnya tidak sepenuhnya sama. 2. Expandability

19 23 Jaringan syaraf tiruan dapat dengan mudah diekspansi tanpa harus mengubah sistem kecerdasan secara keseluruhan. 3. Memory Saving Dalam proses pembelajaran, jaringan syaraf tiruan tidak perlu mempelajari semua set yang ada untuk dapat melakukan klasifikasi. Pembelajaran dapat dilakukan hanya dengan set yang representatif. b. Logika Fuzzy Logika Fuzzy merepresentasikan hubungan antara variabel masukan dengan variabel keluaran sistem (Elhachloufi, El Oirrak, Aboutajdine dan Kaddioui, 2011). Metode ini dapat digunakan terutama bila hubungan antara masukan dan keluaran tidaklah linear serta bila representasi model matematika sistem tidak terlalu jelas. Model dalam logika fuzzy terdiri atas 3 tahapan yaitu: 1. Fuzzification Tahapan ini bertujuan untuk mendefinisikan variabel linguistik dan fungsi keanggotaan. 2. Inference Tahapan ini bertujuan untuk menentukan aturan inferensi dengan menggunakan fungsi jika maka/if then. 3. Deffuzzification Tahapan ini akan menentukan variabel output yang seharusnya dengan menggunakan metode-metode seperti nilai maksimum, perhitungan titik pusat gravitasi, dan sebagainya. Dalam pengenalan objek 3 dimensi, metode logika fuzzy dikenal sebagai metode tanpa pembelajaran namun pemodelan logika fuzzy harus sudah ditetapkan dari awal. Bila

20 24 sistem ingin diekspansi untuk memasukkan variabel masukan baru, maka pemodelan harus dirombak kembali. Dari beberapa metode yang dipaparkan sebelumnya, kelebihan dan kekurangannya terhadap sistem yang ingin dibangun pada penelitian ini dapat diringkas dalam tabel 2.3 berikut Tabel 2.3 Tabel Perbandingan Algoritma Kecerdasan Buatan Kekurangan Kelebihan Jaringan Syaraf Tiruan - Tidak ada acuan yang jelas untuk - Ketahanan terhadap menentukan perubahan input arsitektur yang (generalisasi) sesuai untuk - Sistem dapat sistem diekspansi tanpa mengubah sistem secara keseluruhan - Proses pembelajaran dapat dilakukan dengan set yang representatif Logika Fuzzy - Sistem harus diubah total bila ingin diekspansi - Tidak perlu tahap pembelajaran untuk mengenali objek 2.2 Pengenalan Objek 3 Dimensi dengan Jaringan Syaraf Tiruan Pada perkembangannya, sistem jaringan syaraf tiruan adalah sebuah metode yang paling banyak digunakan dan diminati oleh peneliti karena kemampuan mempelajari dan mengolah data fitur yang telah dikumpulkan dari banyak gambar 2 dimensi ke dalam objek 3 dimensi. Dengan penggunaan jaringan syaraf tiruan diharapkan dapat dibentuk sebuah sistem

21 25 yang dapat menggeneralisasi objek dengan baik sehingga dapat dengan mudah mempelajari objek-objek baru. Metode jaringan syaraf tiruan memiliki beragam kemungkinan dalam penerapannya karena didukung dengan banyaknya parameter yang dapat diubah sesuai kebutuhan agar dapat menyelesaikan masalah yang bersifat general ataupun spesifik. Berikut ini merupakan metode pengenalan objek 3 dimensi menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan pendekatan yang berbeda Jaringan Syaraf Pada View-Based 3D Object Detection Pada jurnal bejudul 3D Object Recognition Using Multiple Views and Neural Networks (Mashor, 2006), Mashor melakukan pendekatan menggunakan metode view-based, dimana pengenalan objek 3 dimensi ini membutuhkan gambar 2 dimensi yang diambil dari beberapa kamera untuk menentukan intensitas 2 dimensi gambar tersebut. Kamera yang digunakan akan ditaruh pada kondisi yang stabil dan diletakkan pada sebuah meja yang dapat berputar Penerangan pun dikondisikan sedemikian rupa agar bayangan objek tidak terbentuk dan mengubah interpretasi sistem terhadap objek. Objek akan diputar sebanyak 5 0 untuk setiap pengambilan gambar hingga terpenuhi satu putaran penuh. 72 hasil gambar 2 dimensi kemudian dikelompokkan, 36 gambar sebagai gambar yang akan dilatih, dan 36 gambar sebagai gambar yang akan diuji. Setelahnya gambar-gambar tersebut akan diberikan ke jaringan syaraf tiruan untuk pengklasifikasian dari objek 3 dimensi. Penelitian terkini menambahkan, dua model jaringan syaraf tiruan yaitu multilayered perceptron (MLP) dan hybrid multi-layered perceptron (HMLP) telah sukses mengklasifikasikan objek 3 dimensi dengan akurasi mencapai 100% dengan menggunakan objek dasar (kubus, lingkaran, prisma) dan objek bebas (patung kuda, mobil mainan, binatang mainan). Walaupun dikatakan pengenalan objek 3 dimensi dengan metode ini memiliki akurasi yang mencapai sempurna, bukan berarti metode ini tidak memiliki kelemahan. Kelemahan utama yang dimiliki metode ini adalah proyeksi gambar dari 3 dimensi ke 2

22 26 dimensi. Terlebih lagi karena adanya ketergantungan dari sudut pandang kamera dan geometri saat pengambilan gambar dari 3 dimensi ke 2 dimensi Jaringan Syaraf Pada Feature-Based 3D Object Detection Pengembangan selanjutnya yang dapat menutup kekurangan dari metode view-based diberikan oleh Abdel, et al (2012) dalam papernya yang berjudul Feature based 3D Object Recognition using Artificial Neural Networks. Pada mode Feature-based, dibutuhkan ekstraksi dari beberapa fitur objek dan membedakannya dengan fitur dari gambar-gambar lainya. Algoritma ini nantinya akan digunakan untuk memilih kumpulan fitur mana yang paling baik untuk digunakan sebagai pengenal sebuah objek dari gambar 2 dimensi yang sudah dikumpulkan. Struktur jaringan syaraf yang digunakan pada metode ini adalah multi-layered feed forward network. Jaringan ini terdiri dari sebuah masukan layer, output layer, serta satu buah hidden layer. Masukan layer dirancang untuk dapat menangani 20 buah masukan yang didapat dari kamera. Hidden layer akan terdiri unit tersembunyi bersifat non-linear dan melakukan transformasi non-linear. Sedangkan untuk fungsi transfer yang digunakan pada pemrosesan akan digunakan fungsi transfer sigmoid. Pada metode yang ada pada metode ini adalah tidak adanya fitur rumit yang dibuat untuk memodelkan objek 3 dimensi, sehingga waktu pemrosesan bisa lebih difokuskan untuk mengekstrak fitur yang telah didapat. Hasil yang didapat dari penelitian menunjukkan kecocokan 100% pada tahap pelatihan jaringan syaraf dan 99,9426% pada tahap percobaan. Dari beberapa metode yang dipaparkan sebelumnya, kelebihan dan kekurangannya terhadap sistem yang ingin dibangun pada penelitian ini dapat diringkas dalam tabel 2.4 berikut

23 27 Tabel 2.4 Tabel Perbandingan Metode Pendeteksian Objek Kekurangan Kelebihan 3D Object Recognition - Training set yang banyak - Deskriptor invariant terhadap orientasi Using Multiple - Sensor kamera yang (translasi dan rotasi) Views and Neural digunakan banyak - Akurasi pengenalan mencapai 100% Networks Feature based 3D Object - Training set yang banyak - Deskriptor invariant terhadap orientasi Recognition - Sensor kamera yang (translasi dan rotasi) using Artificial Neural Networks digunakan - Akurasi pengenalan mencapai 99,9426%

BAB 3 METODE PERANCANGAN

BAB 3 METODE PERANCANGAN BAB 3 METODE PERANCANGAN 3.1 Konsep dan Pendekatan Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pengenalan objek 3 dimensi adalah kemampuan untuk mengenali suatu objek dalam kondisi beragam. Salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISA DAN BAHASAN BAB 4 ANALISA DAN BAHASAN 4.1 Spesifikasi Sistem Sistem pengenalan objek 3 dimensi terbagi atas perangkat keras dan perangkat lunak. Spesifikasi sistem baik perangkat keras maupun lunak pada proses perancangan

Lebih terperinci

Implementasi Extreme Learning Machine untuk Pengenalan Objek Citra Digital

Implementasi Extreme Learning Machine untuk Pengenalan Objek Citra Digital JURNAL SAINS DAN SENI IS Vol. 6, No.1, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) A 18 Implementasi Extreme Learning Machine untuk Pengenalan Objek Citra Digital Zulfa Afiq Fikriya, Mohammad Isa Irawan, dan Soetrisno

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

Architecture Net, Simple Neural Net

Architecture Net, Simple Neural Net Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Model Neuron JST 2. Arsitektur JST 3. Jenis Arsitektur JST 4. MsCulloh Pitts 5. Jaringan Hebb 2 Model Neuron JST X1 W1 z n wi xi; i1 y H ( z) Y1 X2 Y2 W2

Lebih terperinci

Neural Network (NN) Keuntungan penggunaan Neural Network : , terdapat tiga jenis neural network Proses Pembelajaran pada Neural Network

Neural Network (NN) Keuntungan penggunaan Neural Network : , terdapat tiga jenis neural network Proses Pembelajaran pada Neural Network Neural Network (NN) adalah suatu prosesor yang melakukan pendistribusian secara besar-besaran, yang memiliki kecenderungan alami untuk menyimpan suatu pengenalan yang pernah dialaminya, dengan kata lain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra adalah sebagai berikut. Gambar 3.1 Desain Penelitian 34 35 Penjelasan dari skema gambar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Marka Jalan Marka jalan merupakan suatu penanda bagi para pengguna jalan untuk membantu kelancaran jalan dan menghindari adanya kecelakaan. Pada umumnya marka jalan

Lebih terperinci

NEURAL NETWORK BAB II

NEURAL NETWORK BAB II BAB II II. Teori Dasar II.1 Konsep Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) Secara biologis jaringan saraf terdiri dari neuron-neuron yang saling berhubungan. Neuron merupakan unit struktural

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini, terlihat perkembangan penelitian yang pesat pada berbagai bidang ilmu komputer, dan penggunaan ilmu komputer pada kendaraan telah mencapai

Lebih terperinci

BAB II NEURAL NETWORK (NN)

BAB II NEURAL NETWORK (NN) BAB II NEURAL NETWORK (NN) 2.1 Neural Network (NN) Secara umum Neural Network (NN) adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan syaraf manusia. NN ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sel Darah Merah Sel darah merah atau eritrositmemiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMENT INVARIANT DAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION (RBF)

PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMENT INVARIANT DAN JARINGAN SYARAF RADIAL BASIS FUNCTION (RBF) Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Yogyakarta, 14 Mei 2011 PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMENT INVARIANT DAN JARINGAN SYARAF

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK Fany Hermawan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung E-mail : evan.hawan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pengolahan citra digital memiliki kegunaan yang sangat luas. geologi, kelautan, industri, dan lain sebagainya.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pengolahan citra digital memiliki kegunaan yang sangat luas. geologi, kelautan, industri, dan lain sebagainya. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata merupakan salah satu panca indra yang digunakan manusia untuk melihat. Namun mata manusia memiliki keterbatasan dalam menangkap sinyal elektromagnetik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

ANALISIS PENELUSURAN TEPI CITRA MENGGUNAKAN DETEKTOR TEPI SOBEL DAN CANNY

ANALISIS PENELUSURAN TEPI CITRA MENGGUNAKAN DETEKTOR TEPI SOBEL DAN CANNY Proceeding, Seminar Ilmiah Nasional Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT 28) Auditorium Universitas Gunadarma, Depok, 2-21 Agustus 28 ISSN : 1411-6286 ANALISIS PENELUSURAN TEPI CITRA MENGGUNAKAN DETEKTOR

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Citra Digital Citra digital adalah suatu citra elektronik yang diambil dari dokumen, seperti foto, buku, maupun sebuah video. Proses perubahan citra analog menjadi citra digital

Lebih terperinci

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah Vol. 14, No. 1, 61-68, Juli 2017 Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah La Surimi, Hendra, Diaraya Abstrak Jaringan syaraf tiruan (JST) telah banyak diaplikasikan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan dan algoritma yang akan digunakan pada sistem pengenalan wajah. Bagian yang menjadi titik berat dari tugas akhir

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Anatomi Ayam Pengetahuan tentang anatomi ayam sangat diperlukan dan penting dalam pencegahan dan penanganan penyakit Hal ini karena pengetahuan tersebut dipakai sebagai dasar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m.

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan, maka diperlukan alat dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. 3.1.1 Alat Penelitian Adapun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. seseorang. Hal inilah yang mendorong adanya perkembangan teknologi

BAB 3 METODOLOGI. seseorang. Hal inilah yang mendorong adanya perkembangan teknologi BAB 3 METODOLOGI 3.1. Kerangka Berpikir Pengenalan ekspresi wajah adalah salah satu bentuk representasi kecerdasan manusia yang dapat digunakan untuk mendeteksi kondisi emosi seseorang. Hal inilah yang

Lebih terperinci

Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1)

Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1) Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1) Metode contour tracing digunakan untuk mengidentifikasikan boundary yang kemudian dideskripsikan secara berurutan pada FD. Pada aplikasi AOI variasi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan Computer Vision terutama dalam bidang pengenalan wajah berkembang pesat, hal ini tidak terlepas dari pesatnya

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH EXPOSURE TERHADAP PERFORMA ALGORITMA SIFT UNTUK IMAGE MATCHING PADA UNDERWATER IMAGE

ANALISIS PENGARUH EXPOSURE TERHADAP PERFORMA ALGORITMA SIFT UNTUK IMAGE MATCHING PADA UNDERWATER IMAGE ANALISIS PENGARUH EXPOSURE TERHADAP PERFORMA ALGORITMA SIFT UNTUK IMAGE MATCHING PADA UNDERWATER IMAGE HANANTO DHEWANGKORO A11.2009.04783 Universitas Dian Nuswantoro. Semarang, Indonesia Email: hanantodhewangkoro@gmail.com

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No. 1, Juni 2015 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Prestasi

Lebih terperinci

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK Naskah Publikasi disusun oleh Zul Chaedir 05.11.0999 Kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DEEP LEARNING BERBASIS TENSORFLOW UNTUK PENGENALAN SIDIK JARI

IMPLEMENTASI DEEP LEARNING BERBASIS TENSORFLOW UNTUK PENGENALAN SIDIK JARI Royani Darma Nurfita, Gunawan Ariyanto, Implementasi Deep Learning Berbasis Tensorflow Untuk Pengenalan Sidik Jari IMPLEMENTASI DEEP LEARNING BERBASIS TENSORFLOW UNTUK PENGENALAN SIDIK JARI Royani Darma

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM INTRODUCTION Jaringan Saraf Tiruan atau JST adalah merupakan salah satu representasi tiruan dari otak manusia yang selalu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini komputer memiliki peran yang cukup besar dalam membantu menyelesaikan pekerjaan manusia. Seiring dengan perkembangan teknologi dan kecerdasan

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN RAMBU BERBENTUK BELAH KETUPAT

APLIKASI PENGENALAN RAMBU BERBENTUK BELAH KETUPAT APLIKASI PENGENALAN RAMBU BERBENTUK BELAH KETUPAT Andhika Pratama, Izzati Muhimmah Laboratorium Komputasi dan Sistem Cerdas, Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu bagian sistem biometrika adalah face recognition (pengenalan wajah). Sistem

BAB I PENDAHULUAN. satu bagian sistem biometrika adalah face recognition (pengenalan wajah). Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem biometrika merupakan teknologi pengenalan diri dengan menggunakan bagian tubuh atau perilaku manusia yang memiliki keunikan. Salah satu bagian sistem biometrika

Lebih terperinci

pola-pola yang terdapat pada suatu daerah bagian citra. Tekstur juga dapat membedakan permukaan dari beberapa kelas.

pola-pola yang terdapat pada suatu daerah bagian citra. Tekstur juga dapat membedakan permukaan dari beberapa kelas. Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup penelitian ini adalah: 1. Objek citra adalah data citra daun tumbuhan obat dan citra pohon tanaman hias di Indonesia. 2. Dalam penelitian ini operator MBLBP yang

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom

JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom Outline Konsep JST Model Struktur JST Arsitektur JST Aplikasi JST Metode Pembelajaran Fungsi Aktivasi McCulloch

Lebih terperinci

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A ARTIFICIAL NEURAL NETWORK CAHYA YUNITA 5213100001 ALVISHA FARRASITA 5213100057 NOVIANTIANDINI 5213100075 TEKNIK PERAMALAN - A MATERI Neural Network Neural Network atau dalam bahasa Indonesia disebut Jaringan

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK OLEH ARIF MIFTAHU5R ROHMAN (2200 100 032) Pembimbing: Dr. Ir Djoko Purwanto, M.Eng,

Lebih terperinci

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc IIS AFRIANTY, ST., M.Sc Sistem Penilaian Tugas dan Keaktifan : 15% Quiz : 15% UTS : 35% UAS : 35% Toleransi keterlambatan 15 menit Handphone: Silent Costume : aturan UIN Laki-laki Perempuan Menggunakan

Lebih terperinci

Tidak ada tepat satu teori untuk menyelesaikan problem pengenalan pola Terdapat model standar yang dapat dijadikan teori acuan

Tidak ada tepat satu teori untuk menyelesaikan problem pengenalan pola Terdapat model standar yang dapat dijadikan teori acuan Terdapat banyak jenis pola: Pola visual Pola temporal Pola logikal Tidak ada tepat satu teori untuk menyelesaikan problem pengenalan pola Terdapat model standar yang dapat dijadikan teori acuan Statistik

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis citra menggunakan bantuan komputer yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis citra menggunakan bantuan komputer yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Citra (gambar) adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek (Annisa, 2010). Citra mengandung informasi tentang objek yang direpresentasikan. Sehingga

Lebih terperinci

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan Konvolusi Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Filter / Penapis Digunakan untuk proses pengolahan citra: Perbaikan kualitas citra (image enhancement) Penghilangan

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA (Studi Eksplorasi Pengembangan Pengolahan Lembar Jawaban Ujian Soal Pilihan Ganda di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Feng PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK... 211 PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Tan

Lebih terperinci

Farah Zakiyah Rahmanti

Farah Zakiyah Rahmanti Farah Zakiyah Rahmanti Latar Belakang Struktur Dasar Jaringan Syaraf Manusia Konsep Dasar Permodelan JST Fungsi Aktivasi JST Contoh dan Program Jaringan Sederhana Metode Pelatihan Supervised Learning Unsupervised

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Biometrik dan Sejarahnya [3] Istilah biometrik berasal dari bahasa Yunani bio yang berarti hidup dan metrics yang berarti mengukur. Sistem biometrik otomatis baru ditemukan beberapa

Lebih terperinci

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION Amriana 1 Program Studi D1 Teknik Informatika Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UNTAD ABSTRAK Jaringan saraf tiruan untuk aplikasi

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Canny dan Backpropagation dalam Pengenalan Pola Rumah Adat

Implementasi Algoritma Canny dan Backpropagation dalam Pengenalan Pola Rumah Adat Implementasi Algoritma Canny dan Backpropagation dalam Pengenalan Pola Rumah Adat Asep Nana Hermana [1], Meikel Sandy Juerman [1] Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat 6 BAB II DASAR TEORI 2.1. Daging Sapi dan Daging Babi 2.1.1.Daging Sapi Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah,

Lebih terperinci

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA Yusti Fitriyani Nampira 50408896 Dr. Karmilasari Kanker Latar Belakang Kanker

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN DAN EVALUASI. teknik pemrosesan citra dengan menggunakan logika samar dan dengan teknikteknik

BAB 4 PENGUJIAN DAN EVALUASI. teknik pemrosesan citra dengan menggunakan logika samar dan dengan teknikteknik BAB 4 PENGUJIAN DAN EVALUASI 4.1 Pengujian Pengujian yang akan dilakukan buertujuan untuk melakukan perbandingan antara teknik pemrosesan citra dengan menggunakan logika samar dan dengan teknikteknik konvensional.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Masalah masalah yang dihadapi oleh penggunaan identifikasi sidik jari berbasis komputer, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu masalah dalam

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR MENGGUNAKAN METODE LEARNING VECTOR QUANTIZATION

APLIKASI PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR MENGGUNAKAN METODE LEARNING VECTOR QUANTIZATION APLIKASI PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR MENGGUNAKAN METODE LEARNING VECTOR QUANTIZATION Hamsina 1, Evanita V Manullang 1, Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer dan Manajemen,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Klasifikasi Klasifikasi adalah sebuah proses untuk menemukan sebuah model yang menjelaskan dan membedakan konsep atau kelas data dengan tujuan memperkirakan kelas dari suatu objek

Lebih terperinci

DOKUMENTASI ULANG NASKAH BRAILLE MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

DOKUMENTASI ULANG NASKAH BRAILLE MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK DOKUMENTASI ULANG NASKAH BRAILLE MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Chairisni Lubis 1, Yoestinus 2 1 Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Tarumanagara-Jakarta, Chairisni.fti.untar@gmail.com

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) Intelligent Systems Pembahasan Jaringan McCulloch-Pitts Jaringan Hebb Perceptron Jaringan McCulloch-Pitts Model JST Pertama Diperkenalkan oleh McCulloch

Lebih terperinci

SISTEM PENDETEKSI WAJAH MANUSIA PADA CITRA DIGITAL

SISTEM PENDETEKSI WAJAH MANUSIA PADA CITRA DIGITAL 1 SISTEM PENDETEKSI WAJAH MANUSIA PADA CITRA DIGITAL (Human Face Detection System on Digital Images) Setyo Nugroho 1, Agus Harjoko 2 Program Studi Ilmu Komputer Program Pascasarjana Universitas Gadjah

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan 07/06/06 Rumusan: Jaringan Syaraf Tiruan Shinta P. Sari Manusia = tangan + kaki + mulut + mata + hidung + Kepala + telinga Otak Manusia Bertugas untuk memproses informasi Seperti prosesor sederhana Masing-masing

Lebih terperinci

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski Junia Kurniati Computer Engineering Department Faculty of Computer Science Sriwijaya University South Sumatera Indonesia

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dibahas mengenai konsep-konsep yang mendasari ekstraksi unsur jalan pada citra inderaja. Uraian mengenai konsep tersebut dimulai dari ekstraksi jalan, deteksi tepi,

Lebih terperinci

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanda Tangan Tanda tangan atau dalam bahasa Inggris disebut signature berasal dari latin signare yang berarti tanda atau tulisan tangan, dan biasanya diberikan gaya tulisan

Lebih terperinci

Perbandingan Arsitektur Multilayer Feedforward Network dengan memakai Topologi Multiprosesor Ring Array Dan Linear Array

Perbandingan Arsitektur Multilayer Feedforward Network dengan memakai Topologi Multiprosesor Ring Array Dan Linear Array Nico Saputro Perbandingan Arsitektur Multilayer Feedforard Netork dengan memakai Topologi Multiprosesor Ring Array Dan Linear Array Abstrak Jaringan Syaraf Tiruan dapat diimplementasikan secara perangkat

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 105 SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Anindita Septiarini Program Studi Ilmu Komputer FMIPA,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Pola Pengenalan pola (pattern recognition) adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur atau sifat

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMEN INVARIAN DAN RADIAL BASIS FUNCTION (RBF)

PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMEN INVARIAN DAN RADIAL BASIS FUNCTION (RBF) PENGENALAN POLA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE MOMEN INVARIAN DAN RADIAL BASIS FUNCTION (RBF) AINUN JARIAH 1209201721 DOSEN PEMBIMBING 1. Prof. Dr. Mohammad Isa Irawan, M.T 2. Dr Imam Mukhlas, S.Si, M.T

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara BAB II DASAR TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban

Lebih terperinci

Identifikasi Gender Berdasarkan Citra Wajah Menggunakan Deteksi Tepi dan Backpropagation

Identifikasi Gender Berdasarkan Citra Wajah Menggunakan Deteksi Tepi dan Backpropagation Identifikasi Gender Berdasarkan Citra Wajah Menggunakan Deteksi Tepi dan Backpropagation Destri Wulansari, Esmeralda C. Djamal, Ridwan Ilyas Jurusan Informatika, Fakultas MIPA Universitas Jenderal Achmad

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN

JARINGAN SARAF TIRUAN MAKALAH KECERDASAN BUATAN JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Disusun Oleh: KELOMPOK VI Hery Munazar (100411068) Rizky Ramadhan(100411066) PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA POLITEKNIK NEGERI

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Berikut adalah beberapa definisi dari citra, antara lain: rupa; gambar; gambaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sebuah fungsi dua dimensi, f(x, y), di mana x dan y adalah

Lebih terperinci

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness 753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pasar valuta asing telah mengalami perkembangan yang tak terduga selama beberapa dekade terakhir, dunia bergerak ke konsep "desa global" dan telah menjadi salah satu pasar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Automatic Number Plate Recognition (ANPR) Berdasarkan penjelasan dari penelitian sebelumnya mengenai deteksi plat nomor, maka dapat disimpulkan bahwa pendeteksian ini sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengklasifikasian merupakan salah satu metode statistika untuk mengelompok atau menglasifikasi suatu data yang disusun secara sistematis. Masalah klasifikasi sering

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 1 Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN :

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 1 Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN : Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN : 289-933 ANALISIS METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK PENGENALAN SEL KANKER OTAK Novita Handayani Teknik Informatika

Lebih terperinci

Operasi Bertetangga KONVOLUSI. Informatics Eng. - UNIJOYO log.i. Citra kualitas baik: mencerminkan kondisi sesungguhnya dari obyek yang dicitrakan

Operasi Bertetangga KONVOLUSI. Informatics Eng. - UNIJOYO log.i. Citra kualitas baik: mencerminkan kondisi sesungguhnya dari obyek yang dicitrakan KONVOLUSI Informatics Eng. - UNIJOYO log.i Citra kualitas baik: mencerminkan kondisi sesungguhnya dari obyek yang dicitrakan Citra ideal: korespondensi satu-satu sebuah titik pada obyek yang dicitrakan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI PENGENAL DAN PENGHITUNG POLIGON MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS METODE BACKPROPAGATION

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI PENGENAL DAN PENGHITUNG POLIGON MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS METODE BACKPROPAGATION Abstrak UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil tahun 2003/2004 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI PENGENAL DAN PENGHITUNG POLIGON MENGGUNAKAN ARTIFICIAL

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan deteksi penyakit pada daun rose dengan menggunakan metode ANN.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan deteksi penyakit pada daun rose dengan menggunakan metode ANN. Laporan Akhir Projek PPCD Deteksi Penyakit Daun Menggunakan Artificial Neural Network (ANN) TRI SONY(G64130020), GISHELLA ERDYANING (G64130040), AMALIYA SUKMA RAGIL PRISTIYANTO (G64130044), MUHAMMAD RIZQI

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION Nama Mahasiswa : Gigih Prasetyo Cahyono NRP : 1206 100 067 Jurusan : Matematika FMIPA-ITS Dosen Pembimbing : Prof.

Lebih terperinci

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Penerapan Neural Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Klasifikasi citra penginderaan jarak jauh (inderaja) merupakan proses penentuan piksel-piksel masuk ke dalam suatu kelas obyek tertentu. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permainan catur cina, yang dikenal sebagai xiang qi dalam bahasa mandarin, merupakan sebuah permainan catur traditional yang memiliki jumlah 32 biji catur. Setiap

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat seiring dengan kebutuhan manusia akan teknologi tersebut yang semakin meningkat dalam rangka membantu

Lebih terperinci