BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Pembelian Implusif. 1. Pengertian Perilaku Pembelian Implusif Produk Fashion Secara Online

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Pembelian Implusif. 1. Pengertian Perilaku Pembelian Implusif Produk Fashion Secara Online"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Pembelian Implusif 1. Pengertian Perilaku Pembelian Implusif Produk Fashion Secara Online Pembelian impulsif adalah proses pembelian suatu barang, dimana konsumen tidak mempunyai niatan untuk membeli sebelumnya, sehingga terjadi pembelian tanpa rencana atau pembelian seketika (Rahmasari, 2010). Chaplin (2011) Pembelian impulsif merupakan suatu tindakan membeli yang bersifat langsung, tanpa refleksi (tanpa pikir) secukupnya, tidak dapat ditahantahan dan tidak dapat ditekan. Engel dkk (1995) mendefinisikan perilaku membeli sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Menurut Murray (dalam Dholakia, 2000) impulse buying adalah kecenderungan individu untuk membeli secara spontan, reflektif, atau kurang melibatkan pikiran, segera, dan kinetik. Pembelian impulsif adalah proses pembelian suatu barang, dimana konsumen tidak mempunyai niatan untuk membeli sebelumnya, sehingga terjadi pembelian tanpa rencana atau pembelian seketika (Rahmasari, 2010). Solomon (2002) berpendapat pembelian impulsif adalah pembelian yang terjadi secara spontan karena munculnya dorongan yang kuat untuk membeli dengan segera. Individu yang sangat impulsif lebih mungkin terus mudah terstimulus oleh faktor eksternal 13

2 14 sehingga melakukan pembelian secara spontan, serta dapat mengambil keputusan untuk membeli saat itu juga tanpa direncanakan (dalam Anin dkk, 2006). Bayley & Nancarrow (dalam Muruganantham & Bhakat, 2013) pembelian impulsif adalah perilaku belanja yang terjadi secara tidak terencana, tertarik secara emosional, dimana proses pembuatan keputusan dilakukan dengan cepat tanpa berfikir secara bijak dan pertimbangan terhadap keseluruhan informasi yang ada. Verplanken & Herabadi (2001) pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti adanya konflik fikiran dan dorongan emosional. Dorongan emosional tersebut terkait dengan adanya perasaan yang intens yang ditunjukkan dengan melakukan pembelian karena adanya dorongan untuk membeli suatu produk dengan segera, mengabaikan konsukensi negatif dan merasakan kepuasan (Shofwan, 2010). Menurut Schiffman dan Kanuk (2008) pembelian impulsif merupakan keputusan yang emosional atau menurut desakan hati. Emosi dapat menjadi sangat kuat dan kadangkala berlaku sebagai dasar dari motif pembelian yang dominan. Hirschman & Stern (dalam Setyawan, 2007) menambahkan bahwa perilaku membeli impulsif adalah kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian secara spontan, tidak refleksi, secara terburu-buru dan didorong oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu produk dan tergoda oleh persuasi pasar. Rook (dalam Herabadi, 2003) mendefinisikan perilaku membeli impulsif sebagai perilaku membeli yang muncul secara tiba-tiba dan

3 15 sering kali sulit untuk ditahan yang dipicu secara spontan pada saat berhadapan dengan produk yang diiringi oleh prasaan menyenangkan serta penuh gairah. Lebih lanjut Rook (dalam Herabadi, 2003) menambahkan bahwa perilaku membeli impulsif adalah perilaku membeli yang tidak dilakukan secara sengaja, dan kemungkinan besar melibatkan pula berbagai macam motif yang tidak disadari, serta dibarengi oleh respon emosional. Andrew (dalam Siwi, 2010) menyebutkan bahwa internet pada masa ini telah menjadi one-stop shopping, dimana ketika kosumen mendapatkan koneksi internet mereka akan dengan mudah menetapkan barang yang dirasa penting dari depan sebuah komputer. Menurut Podoshen dan Andrzejewski (2012) perilaku pembelian impulsif menjadi salah satu perilaku konsumen yang sangat ingin dimanfaatkan oleh pemasar. Ismu (2011) mengatakan kelebihan online shop adalah selain pembeli bisa melihat desain produk yang sudah ada konsumen juga bisa merequest desain hingga pembayaran secara online. Serta produk yang berhubungan dengan gambar diri seperti make-up dan fashion (pakaian, sepatu, dan tas) (Antasari, 2007). Kategori fashion adalah kategori yang paling banyak dibeli dengan 78%, kemudian mobilephone (46%), consumer electronic (43%), books and magazine (39%), dan groceries (24%) (Startup Bisnis, 2014). Adapun karakteristik menurut Jarvis Store (2014) yang paling sering ditemukan dan sedikit sulit dihindari dalam jual beli di internet, yaitu egosentris, tidak sabar, impulsif, teredukasi, informatif, hemat (thrifty), penuh privasi, curiga, bimbang (indecisive), dan digerakan kesenangan (pleasure

4 16 driven). Hirschman dan Holbork (dalam Utami & Sumaryono 2008) Bahwa pembelian impulsif ini kebanyakan disertai oleh faktor emosi karena aktivitas belanjanya bersifat hedonik. Fashion merupakan salah satu hal penting yang dapat mendukung aktivitas (Kim dalam & Sugihanto, 2011). Produk-produk ini dapat berupa pakaian, aksesoris, make up, sepatu, tas, dan lainnya yang dapat menunjang penampilan dan gambar diri pemakainya. Hal ini juga di dukung oleh Movementi (2014) bahwa produk pakaian, yang terdiri dari baju, sepatu dan aksesoris, rupanya menjadi barang paling diminati di toko online. Bagi masyarakat Indonesia, berpenampilan sesuai tren terbaru sudah menjadi gaya hidup sehari-hari, terutama bagi kaum perempuan. Lewat fashion, seseorang dapat menunjukkan status sosialnya pada orang lain, tidak peduli kenal atau tidak (Pasaribu & Citra, 2015). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku pembelian impulsif pada produk fashion adalah prilaku membeli yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk jasa, yang bersifat spontan dan tiba-tiba tanpa perencanaan yang matang karena dorongan-dorongan yag kuat dan mendesak, terutama pada produk tertentu seperti pakaian, sepatu, tas, aksesoris, dan make up. Biasanya tahapan-tahapan tersebut cenderung dilewati karena terstimulus oleh lingkungan misalnya teman, tampilan, hadiah, diskon, dan lain-lain. Serta

5 17 pembelian ini dilakukan tanpa mempertimbangkan konsekuensi yang akan terjadi dimasa depan. 2. Aspek-aspek Perilaku Pembelian Impulsif Menurut penelitian Rook & Fisher (dalam Mowen & Minor, 2002) aspek-aspek dalam perilaku pembelian impulsif adalah sebagai berikut: a. Membeli produk atau barang secara mendadak dan tiba-tiba. Pembelian impulsif merupakan pembelian yang dilakukan secara spontan dan tiba-tiba. Individu dikatakan melakukan pembelian secara tiba-tiba atau mendadak, tidak dapat dikekan atau ditahan. b. Membeli produk atau barang tanpa direncanakan terlebih dahulu. Individu dikatakan berprilaku pembelian impulsif jika melakukan pembelian secara tidak terencana. Pembelian yang dilakukan tanpa direncanakan terlebih dahulu. c. Membeli barang atau produk tanpa berpikir panjang. Perilaku membeli impulsif merupakan kegiatan untuk terlibat dalam pembelian pembelian tanpa refleksi atau berpikir secukupnya. Individu membeli barang tanpa berpikir apakah barang tersebut benar-benar saya butuhkan atau tidak. Selain itu menurut Rook (dalam Djudijah,2002) menambahkan aspekaspek dalam perilaku membeli impulsif yaitu sebagai berikut:

6 18 a. Spontan Perilaku impulsif merupakan pembelian yang tidak diharapkan dan mendorong konsumen segera membeli serta seringkali merupakan respon langsung dari stimulasi visual dititik penjualan. b. Tidak memiliki kontrol diri ketika melakukan pembelian Perilaku membeli impulsif dapat dimotivasi oleh adanya informasi yang tersimpan dalam ingatan seseorang ataupun stimulus apa saja secara keseluruhan sehingga membentuk kekuatan untuk bertindak segera. c. Membeli barang atau produk secara tiba-tiba Keinginan membeli datang secara tiba-tiba dan sering kali disertai dengan karakteristik emosi seperti bergairah, getaran hati atau keributan. d. Tidak memperdulikan konsekuensi setelah melakukan pembelian Individu mempunyai keinginan membeli yang sangat menarik sehinggan secara potensial mengabaikan konsekuensi negatif akibat dari pembelian yang dilakukannya. Menurut Engel dkk (1995) mengatakan bahwa pembelian impulsif memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: a. Spontanitas (spontaneity). Pembelian ini terjadi secara tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, seringkali dianggap sebagai respon terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan.

7 19 b. Kekuatan, kompulsi dan intensitas (power, compulsion and intensity). Kemungkinan adanya motivasi untuk mengesampingkan semua hal lain sehingga perilaku yang muncul menjadi berulang. c. Kegairahan dan stimulasi (excitement and stimulation). Desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan adanya emosi yang di karakteristikan dengan perasaan bergairah, menggetarkan, dan tidak terkendali. d. Ketidakpedulian akan akibat (disregard for consequences). Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak, sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan. Dari beberapa aspek diatas maka peneliti memilih aspek perilaku pembelian impulsif menurut Engel dkk (1995), yaitu spontanitas, kekuatan kompulsi dan intensitas, kegairahan dan stimulasi, serta ketidakpedulian akan akibat. Aspek inilah yang akan menjadi titik ukur penyusunan aitem perilaku pembelian impulsif. Dimana aspek-aspek tersebut akan dijadikan sebagai penyusunan skala penelitian. Komponen ini digunakan karena aspek-aspek tersebut sesuai dengan penelitian yang akan diukur oleh peneliti, sehingga harapannya penelitian yang dilakukan dapat menghasilkan data yang akurat. 3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Impulsif Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif menurut Thai (dalam Shofwan, 2010) adalah:

8 20 a. Kondisi mood dan emosi konsumen. Keadaan mood konsumen dapat mempengaruhi perilaku konsumen, misalnya kondisi mood konsumen yang sedang senang atau sedih. Pada konsumen yang memiliki mood negatif, pembelian impulsif lebih tinggi dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kondisi mood yang negatif (Verplanken & Herabadi, 2002). b. Pengaruh lingkungan. Orang-orang yang berada dalam kelompok yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi akan cenderung terpengaruh untuk melakukan pembelian impulsif juga. c. Kategori produk dan pengaruh toko. Produk-produk yang cenderung dibeli secara impulsif adalah poduk yang memiliki tampilan menarik (bau yang menyenangkan, warna yang menarik), cara memasarkannya, tempat dimana produk itu dijual. Tampilan toko yang menarik akan lebih menimbulkan dorongan pembelian impulsif (Verplanken & Herabadi, 2001). d. Variabel demografis seperti kondisi tempat tinggal dan status sosial. Konsumen yang tinggal di kota memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang lebih tinggi daripada konsumen yang tinggal di daerah pinggiran kota. e. Variabel kepribadian individu. Kepribadian individu memiliki pengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif (Verplanken & Herabadi, 2001). Kepribadian yaitu karakteristik individu yang telah terbentuk sejak kecil dan mempengaruhi perilaku individu secara

9 21 konsisten dalam waktu yang relatif lama, yang di dalamnya terdapat kontrol diri (Atiqah, 2016). Hal ini sejalan dengan Diba (2014) yang menyatakan karakteristik kepribadian individu yang mempengaruhi pembelian impulsif salah satunya yaitu kontrol diri. Menurut Chaplin (2011) kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah lakunya sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impulsimpuls atau tingkah laku yang impulsif. Loudon dan Bitta (dalam Anin dkk, 2006) mengungkapkan faktorfaktor yang mempengaruhi impulsive buying, yaitu : a. Produk dengan karakteristik harga murah yaitu dapat terjangkau berbagai kalangan, kebutuhan kecil atau marginal, produk jangka pendek yaitu produk habis pakai, ukuran kecil yang berupa barang, dan toko yang mudah dijangkau. b. Pemasaran dan marketing yang meliputi distribusi dalam jumlah banyak outlet yang self service, iklan melalui media massa yang sangat sugestibel dan terus menerus, iklan dititik penjualan, posisi display dan lokasi toko yang menonjol. c. Karakteristik konsumen seperti kepribadian, jenis kelamin, sosial demografi atau karakteristik sosial ekonomi, yang merupakan karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang. Kepribadian didalamnya mencangkup kontrol diri, yakni pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang (Calhoun & Acocella,1990).

10 22 Berdasarkan faktor-faktor yang telah dijelaskan diatas, dapat dikatakan bahwa banyak faktor orang melakukan pembelian impulsif adalah pengaruh lingkungan seperti karakteristik produk yang mana tidak sedikit orang melakukan pembelian secara tiba-tiba dan spontanitas karena melihat kondisi penjualan yang ditawarkan oleh produsen. Pemasaran produk misalnya promo, diskon besar-besaran, distribusi masal, kupon berhadiah, harga khusus, potongan harga dan lain-lainnya. Demografi, karakteristik sosial ekonomi dan perbedaan individu yang ada didalamnya mencakup motivasi, pengetahuan, sikap, serta kepribadian yang terdiri dari kontrol diri. Adapun faktor perilaku pembelian impulsif yang dipilih penulis menurut Thai (dalam Shofwan,2010) yaitu kepribadian individu, dalam penelitian ini yaitu kontrol diri, karena kontrol diri merupakan salah satu faktor internal yang cukup besar mempengaruhi inividu dalam pembelian impulsif.

11 23 B. Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri atau self control merupakan suatu kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dengan cara menghambat hasrat-hasrat jangka pendek yang muncul secara spontan untuk menekan perilaku impulsif (Reber & Reber, 2010). Menurut Chaplin (2011) kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah lakunya sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku yang impulsif. Kontrol diri didefinisikan Roberts (dalam Ghufron dan Rini, 2010) sebagai suatu jalinan yang secara utuh atau terintegrasi antara individu dengan lingkungannya. Individu yang memiliki kontrol diri tinggi berusaha menemukan dan menerapkan cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Kontrol diri mempengaruhi individu untuk mengubah perilakunya sesuai dengan situasi sosial sehingga dapat mengatur kesan lebih responsif terhadap petunjuk situasional, fleksibel, dan bersikap hangat serta terbuka. Ghufron dan Rini (2010) kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya. Selain itu, juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya.

12 24 Marvin R. Goldfried dan Michael Merbaum (dalam Ghufron dan Rini, 2010) berpendapat kontrol diri secara fungsional didefinisikan sebagai konsep dimana ada atau tidak adanya seseorang memiliki kemampuan untuk mengontrol tingkah lakunya yang tidak hanya ditentukan cara dan teknik yang digunakan melainkan berdasarkan konsekuensi dari apa yang mereka lakukan. Menurut Berk (dalam Gunarsa & Yulia, 2004), kontrol diri adalah kemampuan individu utuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial. Hurlock (2004) mengatakan kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Menurut Syamsul (2010) kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan dorongan-dorongan, baik dari dalam diri maupun dari luar diri individu. Individu yang memiliki kemampuan kontrol diri akan membuat keputusan dan mengambil langkah tindakan yang efektif sehingga menghasilkan sesuatu yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan. Wallston (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa kontrol diri adalah perasaan individu bahwa ia mampu untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dan menghindari hasil yang tidak diinginkan. Kontrol diri diartikan Papalia (2004) sebagai kemampuan individu untuk menyesuaikan tingkah laku dengan apa yang dianggap diterima secara sosial oleh masyarakat. Ketika berinteraksi dengan orang lain, individu akan berusaha menampilkan perilaku yang dianggap paling tepat bagi diri individu.

13 25 Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri sebagai pengaruh seseorang terhadap, mengemukakan dua alasan yang mengharuskan individu untuk mengontrol diri secara kontinyu. Pertama, individu hidup dalam kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak menggangu kenyamanan orang lain. Kedua, masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya. Sehingga dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut dibutuhkan pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang. Menurut Averill (dalam Gufron dan Rini, 2010) kontrol diri sebagai variabel psikologis yang mencakup kemampuan individu untuk memodifikasi perilaku, kemampuan mengelola informasi yang tidak diinginkan, dan kemampuan untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini. Kontrol diri memiliki peranan penting dalam progres pembelian suatu barang, karena mampu mengarahkan dan mengatur individu atau konsumen untuk melakukan hal positif termasuk dalam membelanjakan sesuatu (Antonides dalam Fitriana & Koenjoro, 2009). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan individu dalam menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku untuk menahan keinginan dan mengendalikan tingkah lakunya sendiri, mampu mengendalikan emosi serta dorongandorongan dari dalam dirinya yang berhubungan dengan orang lain, lingkungan, pengalaman dalam bentuk fisik maupun psikologis untuk

14 26 memperoleh tujuan dimasa depan dan dinilai secara sosial melalui pertimbangan kognitif sehingga dapat membuat keputusan yang diinginkan dan diterima oleh masyarakat. 2. Aspek-aspek Kontrol Diri Menurut Averill (dalam Ghufron dan Rini, 2010) menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, 5 aspek antara lain: a. Kemampuan mengontrol perilaku. Kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. b. Kemampuan mengontrol stimulus. Kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menghentikan stimulus sebelum waktu berakhir dan membatasi intensitasnya. c. Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian. Kemampuan untuk mengantisipasi keadaan dengan informasi yang dimiliki melalui berbagai pertimbangan secara objektif. d. Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian. Kemampuan individu untuk menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara objektif.

15 27 e. Kemampuan mengambil keputusan. Kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kemampuan mengkontrol keputusan akan berfungsi baik apabila ada kesempatan dan kebebasan serta kemungkinan didalam diri individu untuk memilih berbagai tindakan yang akan dilakukan. Menurut Calhoun & Acocella (1990) terdapat tiga aspek mendasar yang mempengaruhi kontrol diri seseorang yaitu: a. Membuat pertimbangan terhadap pilihan. Setiap individu dapat membuat pertimbangan terhadap suatu pilihan. Individu dihadapkan dalam dua pilihan dimana individu harus memilih salah satu dari piihannya tersebut yang dianggapnya baik atau positif. Dan tidak membuat suatu pilihan yang tidak baik atau negatif. b. Memilih salah satu dari dua perilaku. Individu memilih salah satu dari dua perilaku yang menyebabkan konflik, yang satu menawarkan ganjaran tapi dalam jangka waktu yang lama dan yang lain menawarkan kepuasan segera. Pada saat dihadapakan pada pemilihan satu dari dua perilaku tersebut melibatkan sikap tidak impulsif. Impulsif yaitu satu keadaan yang mempengaruhi atau memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk berbuat. Dengan melakukan meditasi menyebabkan seseorang

16 28 tidak impulsif. Karena dalam meditasi dibutuhkan konsentrasi, kesabaran, dan ketenangan. c. Memanipulasi stimulus untuk membuat suatu perilaku menjadi lebih mungkin dilakukan dan perilaku lain kurang mungkin dilakukan. Berdasarkan aspek-aspek yang telah dijelaskan diatas, dapat dikatakan bahwa aspek dalam kontrol diri diantaranya adalah kontrol perilaku yang merupakan respon yang langsung mempengaruhi keadaan yang tidak menyenangkan, kontrol kognitif yang merupakan memampuan untuk mengolah informasi, dan kontrol keputusan yang merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil berdasarkan sesuatu yang diyakini. Peneliti lebih memilih aspekaspek yang dikemukakan oleh Averiil (dalam Ghufron dan Rini, 2010) terdapat beberapa jenis kemampuan mengontrol diri yang meliputi 5 aspek, yaitu kemampuan mengontrol perilaku, kemampuan mengontrol stimulus, kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian, kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian, kemampuan mengambil keputusan. Dimana aspek-aspek tersebut akan dijadikan sebagai penyusunan skala penelitian. Komponen ini digunakan karena aspek-aspek yang dikemukan oleh Averill lebih jelas dan rinci dalam menjabarkan tentang kontrol diri sesuai dengan penelitian yang akan diukur oleh peneliti, dan sehingga harapannya penelitian yang dilakukan dapat menghasilkan data yang akurat.

17 29 C. Hubungan Kontrol Diri Dengan perilaku Pembelian Impulsif Produk Fashion Secara Online pada Mahasiswa Universitas Mercu Buana Yogyakarta Kegiatan belanja sebagai salah satu bentuk konsumsi, saat ini telah mengalami pergesaran fungsi. Dulu berbelanja hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi saat ini belanja juga sudah menjadi gaya hidup, sehingga belanja tidak hanya untuk membeli kebutuhan pokok yang diperlukan, namun belanja dapat pula menunjukkan status sosial seseorang, karena belanja berarti memiliki materi (Anin dkk, 2006). Selain itu semakin maraknya online shop yang menyediakan segala barang yang dibutuhkan dan tidak mengeluarkan banyak waktu dari konsumen untuk pergi ke pusat perbelanjaan, sehingga konsumen dapat dengan mudah mengakses internet dan mudah mencari barang yang diinginkan, serta rentan melakukan pembelian yang belebihan (Agustina, 2012). Konsumen terkadang melakukan pembelian yang lebih didasari faktor emosional. Pembelian secara emosional biasanya dilakukan secara spontan dan tanpa perencanaan. Perilaku membeli yang dilakukan secara spontan dan tanpa perencanaan disebut perilaku membeli impulsif (Toffler & Imber, 2002). Menurut Rodin (dalam Utami & Sumaryono, 2008) kecenderungan untuk melakukan pembelian impulsif sebenarnya bisa dikurangi, apabila mahasiswa memiliki sistem pengendalian yang berasal dalam dirinya, salah satunya dengan cara membuat daftar barang yang ingin dibeli terlebih dahulu sehingga hal tersebut dapat mengurangi pembelian impulsif. Pembelian impulsif ini mungkin salah satu manifestasi dari sifat kepribadian yang mewakili kurangnya kontrol diri

18 30 (Youn & Faber, 2000). Salah satu faktor perilaku impulsif menurut Thai (dalam Shofwan, 2010) yaitu kepribadian individu, dalam penelitian ini yaitu kontrol diri, karena kontrol diri merupakan salah satu faktor internal yang cukup besar mempengaruhi inividu dalam pembelian impulsif (Nuraini, 2016). Antonides (Fitriana dan Koenjoro, 2009) kontrol diri memiliki peranan yang penting dalam proses membeli suatu barang, karena kontrol diri mampu mengarahkan dan mengatur individu untuk melakukan hal yang positif termasuk dalam membelanjakan sesuatu. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa Pembelian impulsif tentu ada penyebabnya. Ada banyak faktor ekstrinsik (faktor yang datang dari luar) seperti perubahan fisik, psikologis, dan sosial yang terjadi pada mahasiswa mempengaruhi kedewasaan sebagai konsumen. Namun yang lebih berperan lagi yaitu faktor kepribadian individu mahasiswa itu sendiri, salah satunya yaitu kontrol diri. Adanya kontrol diri menjadikan individu dapat memandu, mengarahkan dan mengatur perilakunya dengan kuat yang pada akhirnya menuju pada konsekuensi positif (Lazarus, 1991). Proses kerjanya adalah kontrol diri menolak respon yang terbentuk dan menggantinya dengan yang lain. Respon penggantinya terdiri dari penggunaan pemikiran, pengubahan emosi, pengaturan dorongan, dan pengubahan tingkah laku (Baumeister, 2002). Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Chaplin (dalam Dira Sarah, 2014) bahwa kontrol diri merupakan kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Averiil (dalam Ghufron dan Rini, 2010) terdapat beberapa aspek

19 31 kontrol diri, yaitu kemampuan mengontrol perilaku, kemampuan mengontrol stimulus, kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian, kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian, kemampuan mengambil keputusan. Kontrol perilaku adalah aspek pertama dalam kontrol diri. Konsumen dengan kemampuan mengontrol perilaku akan mampu mengarahkan perilaku pembeliannya kepada barang atau produk-produk yang penting dan dibutuhkannya, dapat mengatur emosinya, dan menjauh dari toko atau produk yang dapat membuatnya hilang kendali. Seperti yang diungkapkan Aroma dan Suminar (2012) jika individu memiliki kontrol diri yang tinggi maka akan mampu menahan kebutuhan kesenangan sesaat dan mampu berfikir logis bahwa perbuatannya akan menimbulkan resiko bagi dirinya. Maka dengan melakukan hal-hal tersebut konsumen dapat terhindar dari spontanitas atau pembelian yang tidak diharapkan. Salah satunya adalah pembelian impulsif, jika kontrol perilaku seseorang baik maka seseorang tersebut tidak akan melakukan perilaku pembelian impulsif. Proses pengontrolan diri ini menjelaskan bagaimana diri mengatur dan mengendalikan malasah dalam menjalani kehidupan sesuai dengan kemampuan individu dalam mengendalikan perilaku. Jika individu mampu mengendalikan perilakunya dengan baik maka ia dapat menjalani kehidupan dengan baik. Kontrol perilaku dapat membantu individu dalam memodifikasi keadaan yang dikarenakan stimulus yang tidak dikehendaki. Konsumen dengan kemampuan mengontrol stimulus, ketika belanja tidak akan tergiur dengan diskon terutama pada barang atau produk yang tidak dibutuhkan, ketika ada dorongan mendesak untuk membeli barang diluar perencanaan maka dapat mengalihkan

20 32 dorongan tersebut dengan memikirkan hal-hal yang dapat dilakukan nanti jika uangnya ditabung. Hal ini sejalan dengan Diba (2014) yaitu konsumen dengan kontrol diri tinggi akan mengacuhkan potongan harga dan contoh gratis yang ditawarkan, tidak mudah terpengaruh pada omongan orang lain yang menyuruhnya untuk melakukan pembelian. Konsumen dengan kemampuan mengantisipasi peristiwa atau kejadian, ketika berbelanja akan merencanakan atau membuat daftar barang-barang yang akan dibeli agar tidak melebihi budget, tidak lagi menggunakan kartu kredit untuk transaksi berbelanja, serta akan menghitung pendapatan dan pengeluaran agar dikemudian hari tidak mengalami kesulitan keuangan. Seperti yang diungkapkan Kusumadewi, Hardjajani, dan Priyatama (2012) individu dengan kontrol diri tinggi akan dapat lebih mengendalikan diri jika dihadapi dengan situasi yang tidak sesuai dengan harapannya, sehingga perilaku dan emosi negatif pun dapat dikendalikan atau dihindari. Konsumen dengan kemampuan menafsirkan peristiwa atau pengalaman, ketika belanja akan mengacu pada pengalaman sebelumnya, mengevaluasi produk yang akan dibeli, melihat produk yang menarik namun tidak terlalu dibutuhkan maka akan melakukan pertimbangan-pertimbangan dahulu sebelum membeli, seperti memikirkan apakah masih ada produk lain yang lebih penting untuk dibeli terlebih dahulu, menyesuaikan dengan kondisi keuangan, mencari lebih banyak informasi mengenai produk tersebut. Diba (2014) menyatakan individu terlebih dahulu berpikir dan menilai tentang kegunaan dari barang yang ingin dibelinya, serta menilai dan memikirkan kondisi keuangan sebelum melakukan pembelian.

21 33 Selanjutnya aspek dari kontrol diri adalah kontrol keputusan yang merupakan kemampuan memilih berdasarkan sesuatu yang disetujui. Bandura (1991) menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang harus membuat keputusan untuk mencoba berbagai tindakan dan seberapa lama menghadapi kesulitan-kesulitan. Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan keputusan dalam membeli (Anwar, 2002). Konsumen dengan kemampuan mengambil keputusan melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum membeli. Sama halnya dengan yang diungkapkan Chita, David, Pali (2015) bahwa seseorang dengan kontrol diri tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Intinya pembelian impulsif dapat dijelaskan sebagai pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda. Sesuatu yang dirasa positif akan menjadikan keputusan untuk membeli. Berdasarkan hasil penelitian diatas sudah jelas bahwa kontrol diri berpengaruh terhadap perilaku pembelian Impulsif salah satunya produk fashion. Dan pengaruhnya sendiri dapat membawa kearah yang menguntungkan atau merugikan diri sendiri. Hal tersebut juga di perkuat oleh penelitian Laksmitha dan Jaya Agung (2014) yang berjudul Pengaruh Perbedaan Jenis Kelamin Dan Kontrol Diri Terhadap Keputusan Pembelian Impulsif Produk Parfum menunjukan bahwa kontrol diri (self control) berpengaruh signifikan terhadap pembelian impulsif (impulse buying) produk parfum. berarti bahwa setiap peningkatan pembelian impulsif (impulse buying) menunjukkan rendahnya kontrol diri (self control) yang dimiliki konsumen. Hasil ini sejalan dengan

22 34 penelitian Lin dan Chuang (2005) mengemukakan hasil atas penelitian yang dilakukan di China, bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kecerdasan emosional dan perilaku pembelian impulsif. Remaja dengan kecerdasan emosional tinggi lebih, rendah kemungkinannya untuk melakukan pembelian impulsif dibandingkan dengan remaja yang memiliki kecerdasan emosional rendah. Selanjutnya penelitian yang relevan juga telah diteliti oleh Manggi dan Meita (2014) dalam jurnalnya yang berjudul Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Pembelian Impulsif Pakaian Pada Mahasiswi Psikologi Universitas Negeri Surabaya Yang Melakukan Pembelian Secara Online terjadi hubungan yang signifikan antara variabel kontrol diri dan pembelian impulsif, serta menghasilkan arah hubungan yang negatif. Ini berarti makin tinggi kontrol diri individu, maka makin rendah pula pembelian impulsifnya. Hal ini memberikan bukti bahwa benar adanya pengaruh kontrol diri terhadap perilaku pembelian impulsif pada produk fashion pada mahasiswa terlebih lagi secara online. Dimana sekarang banyak toko online yang menjual berbagai produk-produk fashion yang memberikan kemudahan tersendiri bagi konsumen. Maka dari itu sebagai mahasiswa harus memiliki kontrol diri yang baik. Hal ini untuk menunjang terjadinya perilaku pembelian impulsif yang positif.

23 35 D. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: terdapat hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku pembelian impulsif produk fashion secara online pada mahasiswa Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Semakin kuat kontrol diri maka kecenderungan perilaku pembelian impulsif produk fashion secara online pada mahasiswa Universitas Mercu Buana Yogyakarta semakin rendah. Sebaliknya, semakin lemah kontrol diri maka perilaku pembelian impulsif produk fashion secara online pada mahasiswa Universitas Mercu Buana Yogyakarta semakin tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. manusia, salah satunya adalah adanya perkembangan teknologi internet. Internet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. manusia, salah satunya adalah adanya perkembangan teknologi internet. Internet BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Majunya teknologi dan arus informasi membuat masyarakat Indonesia lebih terbuka pada pengetahuan global. Perkembangan teknologi yang semakin pesat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif adalah sebagai bagian dari aktivitas atau kegiatan mengkonsumsi suatu barang dan jasa yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perilaku Konsumen Pengertian perilaku konsumen menurut para ahli sangatlah beraneka ragam, salah satunya yaitu menurut Kotler (2007) yang menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelian Impulsif (Impulse Buying) 1. Pengertian Perilaku Pembelian Impulsif Perilaku konsumen (consumer behavior) merupakan aktivitas langsung terlibat dalam memperoleh dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and BAB II LANDASAN TEORI A. KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif Rook dan Fisher (dalam Semuel, 2007), mendefinisikan sifat pembelian impulsif sebagai a consumers

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini, akan dijelaskan beberapa hal mengenai definisi kontrol diri, aspek kontrol diri, faktor yang mempengaruhi kontrol diri, definisi perilaku konsumtif, faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pengambilan keputusan konsumen untuk membeli suatu barang melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap yang pertama berupa input

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telekomunikasi mengimplikasikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin ketat, perubahan lingkungan yang cepat, dan kemajuan teknologi yang pesat mendorong pelaku usaha untuk selalu melakukan perubahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Impulse Buying Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan teori 1. Motivasi Hedonis Motivasi hedonis adalah motivasi konsumen untuk berbelanja karena berbelanja merupakan suatu kesenangan tersendiri sehingga tidak memperhatikan

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka 7 BAB 2 Tinjauan Pustaka Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang akan berkaitan dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah impulsive buying

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswi merupakan bagian dari masa remaja. Remaja yang di dalam bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene (kata bendanya, adolescentia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Impulse Buying Behaviour Impulse buying behaviour merupakan tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Aktivitas berbelanja merupakan suatu aktivitas yang awam atau umum dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecenderungan Impulsive Buying. Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecenderungan Impulsive Buying. Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecenderungan Impulsive Buying 1. Pengertian Impulsive Buying Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai kecenderungan individu untuk membeli secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kehidupan konsumtif di era modern saat ini semakin menjadi gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kehidupan konsumtif di era modern saat ini semakin menjadi gaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena kehidupan konsumtif di era modern saat ini semakin menjadi gaya hidup masyarakat. Hal ini tampak dari semakin banyaknya gerai dan toko penyedia persediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belanja merupakan aktifitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan tidak terbatas pada kaum perempuan tetapi laki-laki juga. Hasil survey terbaru dari Nielsen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep belanja ialah suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan menukarkankan sejumlah uang sebagai pengganti barang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena saat ini tidak bisa dilepaskan dari perilaku konsumen yang menjadi target pasar suatu perusahaan ritel modern. Indonesia merupakan negara berkembang yang menjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Kata konsumtif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja sering mengalami kegoncangan dan emosinya menjadi tidak stabil

BAB I PENDAHULUAN. remaja sering mengalami kegoncangan dan emosinya menjadi tidak stabil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penuh masalah, karena masa ini adalah periode terjadi perubahan tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat terpuaskan secara permanen. Dalam usahanya untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat terpuaskan secara permanen. Dalam usahanya untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Namun, kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan tersebut terbatas. Hal ini dikarenakan kebutuhan manusia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia fashion yang semakin meningkat diiringi dengan semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory outlet, butik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik. 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik. 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik Kata konsumtif mempunyai arti boros, makna kata konsumtif adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. produk yang mereka perlukan sesuai dengan daftar belanjaan. Namun jika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. produk yang mereka perlukan sesuai dengan daftar belanjaan. Namun jika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu pasti akan memenuhi kebutuhan akan barang atau produk yang mereka perlukan sesuai dengan daftar belanjaan. Namun jika pembelian tersebut untuk berbelanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka

BAB I PENDAHULUAN. adanya suatu periode khusus dan periode sulit, dimana pada tahun-tahun awal. masa dewasa banyak merasakan kesulitan sehingga mereka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan salah satu elemen masyarakat yang sedang melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi. Menurut Hurlock, masa dewasa awal dimulai pada umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Semakin maraknya bisnis retail di berbagai kota di Indonesia, baik yang berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi telah menimbulkan persaingan pada bisnis global sehingga kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi ini diharapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk BAB II LANDASAN TEORI A. Proses Pengambilan Keputusan Membeli Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belanja merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi semua kalangan. Hal ini tidak hanya pada kalangan wanita saja, namun berlaku juga bagi kaum pria. Umumnya, orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut Asmadi (2008), kebutuhan setiap individu berbeda-beda, namun pada dasarnya mempunyai kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya dunia modemenyebabkan tingginya tuntutan pada mode di kehidupan modern saat ini. Banyak masyarakat khususnya di Surabaya memperhatikan gaya hidup dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelian Impulsif Produk Fashion. menyatakan bahwa impulse buying adalah suatu kondisi yang terjadi ketika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelian Impulsif Produk Fashion. menyatakan bahwa impulse buying adalah suatu kondisi yang terjadi ketika 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Pembelian Impulsif A. Pembelian Impulsif Produk Fashion Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen mengalami desakan tiba-tiba yang biasanya kuat dan menetap untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini kegiatan berbelanja bukan merupakan kegiatan untuk memperoleh barang-barang atau memenuhi kebutuhan namun telah menjadi hiburan penting dan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman telah menunjukkan kemajuan yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan. Selain menunjukkan kemajuan juga memunculkan gaya hidup baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat

BAB I PENDAHULUAN. Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat perbelanjaan baru sehingga masyarakat Bandung memiliki banyak pilihan tempat untuk membeli barang-barang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre. Hal ini menjadikan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelian kompulsif dewasa ini menjadi salah satu topik yang menarik bagi sejumlah peneliti dibidang konsumsi maupun bidang pemasaran karena dianggap sebagai akibat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Huddleston dan Minahan (2011) mendefinisikan aktifitas berbelanja sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Huddleston dan Minahan (2011) mendefinisikan aktifitas berbelanja sebagai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Berbelanja 2.1.1 Definisi berbelanja Huddleston dan Minahan (2011) mendefinisikan aktifitas berbelanja sebagai aktifitas yang melibatkan pertimbangan pembelian suatu produk maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena yang banyak melanda kehidupan masyarakat terutama yang tinggal di perkotaan. Fenomena ini menarik untuk diteliti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peroses pengambilan keputusan merupakan suatu psikologis dasar yang

BAB II LANDASAN TEORI. Peroses pengambilan keputusan merupakan suatu psikologis dasar yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelian Tidak Terencana Peroses pengambilan keputusan merupakan suatu psikologis dasar yang memiliki peran penting dalam memahami bagaimana konsumen mengambil keputusan (Kotler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami peningkatan yang sangat pesat, bahkan menjadi sorotan publik karena dianggap sebagai ladang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi pada saat individu beranjak dari masa anak-anak menuju perkembangan ke masa dewasa, sehingga remaja merupakan masa peralihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu fungsi pokok yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

Lebih terperinci

PENGARUH LONELINESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PRODUK FASHION PADA MAHASISWI KONSUMEN ONLINE SHOP

PENGARUH LONELINESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PRODUK FASHION PADA MAHASISWI KONSUMEN ONLINE SHOP PENGARUH LONELINESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PRODUK FASHION PADA MAHASISWI KONSUMEN ONLINE SHOP Mariatul Qibtiyah_11410027 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan teknologi informasi yang meningkat pesat pada tahun-tahun terakhir juga telah membawa beberapa dampak transformasional pada beberapa aspek

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Pemasaran adalah salah satu kegiatan-kegiatan pokok dalam suatu perusahaan

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Pemasaran adalah salah satu kegiatan-kegiatan pokok dalam suatu perusahaan II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Pemasaran Pemasaran adalah salah satu kegiatan-kegiatan pokok dalam suatu perusahaan untuk mempertahankan hidup dan untuk mendapatkan laba atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama, atau tujuan pengganti.

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama, atau tujuan pengganti. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja baru. Motivasi merupakan konsepsi yang dinamis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fashion merupakan salah satu industri yang penting dalam perkembangan Industri Kreatif Indonesia. Di tahun 2013 fashion menjadi penyumbang terbesar kedua terhadap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini menghasilkan kesimpulan umum bahwa perilaku pembelian produk fashion oleh konsumen wanita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Diri Responden Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas responden siswa laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif,

BAB I PENDAHULUAN. mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya kecenderungan orang untuk berbelanja di supermarket atau mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela BAB II KAJIAN TEORI A. Disiplin Berlalu Lintas 1. Pengertian Disiplin Berlalu Lintas Menurut Hurlock (2005), disiplin berasal dari kata yang sama dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah china, India, dan Amerika Serikat. Saat ini Indonesia menempati posisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja baru. Motivasi merupakan konsepsi yang dinamis yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN PEMBELIAN IMPULSIF (IMPULSIVE BUYING) PRODUK PAKAIAN PADA MAHASISWI UIN MALIKI MALANG

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN PEMBELIAN IMPULSIF (IMPULSIVE BUYING) PRODUK PAKAIAN PADA MAHASISWI UIN MALIKI MALANG HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN PEMBELIAN IMPULSIF (IMPULSIVE BUYING) PRODUK PAKAIAN PADA MAHASISWI UIN MALIKI MALANG Lina Khoirotun Nisa 1140078 Abstrak Kemajuan dunia pakaian (fashion) yang semakin pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi banyak faktor yang mempengaruhi kegiatan perekonomian termasuk dalam bidang pemasaran. Bentuk kegiatan yang dilakukan di dalam bidang apa pun, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang sering dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selama hidup, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbelanja, diantaranya adalah berpikir jangka pendek, suka merek luar negeri,

BAB I PENDAHULUAN. berbelanja, diantaranya adalah berpikir jangka pendek, suka merek luar negeri, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perilaku membeli di Indonesia dewasa ini menunjukan beberapa karakter unik yang muncul, dilansir oleh Irawan dalam majalah Marketing edisi Khusus tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau e-commerce juga terus berkembang. Dengan demikian lebih mempermudah

BAB I PENDAHULUAN. atau e-commerce juga terus berkembang. Dengan demikian lebih mempermudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi informasi yang meningkat mengakibatkan e-bisnis atau e-commerce juga terus berkembang. Dengan demikian lebih mempermudah seorang konsumen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan pada pencapaian profit. Fokus utama kegiatan pemasaran adalah mengidentifikasikan peluang

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pada masa modern ini, kegiatan berbelanja sudah menjadi kegiatan sehari-hari. Kegiatan berbelanja sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dalam sebuah keluarga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perdagangan via elektronik (e-commerce) menjadi industri yang semakin hari semakin digemari oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia. Kemajuan teknologi dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Promosi adalah suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang bertujuan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Promosi adalah suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang bertujuan untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 Promosi Promosi adalah suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang bertujuan untuk merubah sikap dan tingkah laku pembeli,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama konsumen yang hidup di perkotaan. Hal itu didukung oleh The

BAB I PENDAHULUAN. terutama konsumen yang hidup di perkotaan. Hal itu didukung oleh The BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi perekonomian Indonesia semakin berkembang. Hal ini dapat di lihat dari banyaknya para produsen membuka pasar produk baru untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Sebagai sumber referensi empirik, penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan oleh Naomi dan Mayasari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya. pembangunan toko ritel yang berkonsep swalayan. Beberapa tahun terakhir,

I. PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya. pembangunan toko ritel yang berkonsep swalayan. Beberapa tahun terakhir, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan toko ritel yang berkonsep swalayan. Beberapa tahun terakhir, toko berkonsep swalayan banyak bermunculan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan pemasaran saat ini tidak bisa dilepaskan dari perilaku konsumen yang menjadi target pasar suatu perusahaan. Indonesia merupakan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dalam keadaan pembuatan keputusan secara cepat tanpa memikirkan akibat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dalam keadaan pembuatan keputusan secara cepat tanpa memikirkan akibat BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Impulse Buying Impulse Buying adalah perilaku berbelanja yang terjadi secara tidak terencana dalam keadaan pembuatan keputusan secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS. konsumen melakukan dan apa yang mereka lakukan. Schiffman dan

BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS. konsumen melakukan dan apa yang mereka lakukan. Schiffman dan BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Perilaku Konsumen 1. Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami Mengapa konsumen melakukan dan apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumen saat ini cenderung berbelanja barang tidak sesuai dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak pernah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Stimulus Organism Respons (SOR) Berbagai teori telah diusulkan untuk menjelaskan secara perilaku pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti yang khusus. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. fashion involvement, hedonic shopping value dan impulsive buying behavior.

BAB II LANDASAN TEORI. fashion involvement, hedonic shopping value dan impulsive buying behavior. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab dua ini akan dijelaskan beberapa teori tentang shopping life style, fashion involvement, hedonic shopping value dan impulsive buying behavior. Selain teori-teori tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri, bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang.

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri, bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belanja merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan tidak terbatas pada kaum perempuan maupun kaum laki-laki. Secara umum orang berbelanja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pusat perbelanjaan modern atau dikenal dengan sebutan mall mengalami pergeseran fungsi. Pada mulanya masyarakat ke mall khusus untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (JBE), hlm Dani Mohamad Dahwilani, Pertumbuhan Ritel Indonesia Peringkat 12 Dunia,

BAB I PENDAHULUAN. (JBE), hlm Dani Mohamad Dahwilani, Pertumbuhan Ritel Indonesia Peringkat 12 Dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri ritel di Indonesia cukup menarik bagi pendatang baru dimana pasar yang ada saat ini cukup potensial melihat peningkatan ekonomi dan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Tjiptono (2008:222), price discount merupakan potongan harga yang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Tjiptono (2008:222), price discount merupakan potongan harga yang BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Price Discount 2.1.1 Pengertian Price Discount (Potongan Harga) Dalam pemasaran, Price Discount (Potongan harga) merupakan alat promosi yang dapat menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern sekarang ini, keberadaan pasar tradisional mulai tergeser dimana masyarakat cenderung lebih memilih berbelanja di ritel modern. Perkembangan bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya semua orang yang hidup di dunia ini memiliki kebutuhan untuk membuatnya bertahan hidup. Kebutuhan tersebut dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah

Lebih terperinci

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan Penelitian Tujuan Umum 6 6 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kelompok acuan yang dipakai dan pengetahuan terhadap minat beli produk pangan IPB baik pada mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre. Indonesia Tourism News melansir bahwa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik bagi konsumen. Terdapat banyak alternatif serta. mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik bagi konsumen. Terdapat banyak alternatif serta. mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dibidang usaha kini semakin berkembang pesat. Manajeman pemasaran kini berlomba-lomba menciptakan inovasiinovasi baru dalam persaingan usaha, demi memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai wadah dari mahasiswa untuk menyalurkan bakat dibidang olahraga. Mahasiswa juga dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling disukai adalah kegiatan berbelanja produk fashion. Produk

BAB I PENDAHULUAN. yang paling disukai adalah kegiatan berbelanja produk fashion. Produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbelanja adalah kegiatan yang dilakukan manusia untuk membeli atau memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagi kaum wanita, kegiatan belanja yang paling disukai adalah kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Perilaku Konsumen Menurut Utami (2010:45) perilaku konsumen merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Impulsive Buying Behavior Impulsive buying (pembelian impulsif) adalah suatu pembelian yang tidak terencana, yang dicirikan dengan keputusan pembelian yang relatif cepat,

Lebih terperinci

PERANAN KONTROL DIRI TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA BERDASARKAN PERBEDAAN JENIS KELAMIN DI SAMARINDA

PERANAN KONTROL DIRI TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA BERDASARKAN PERBEDAAN JENIS KELAMIN DI SAMARINDA ejournal Psikologi, 2014, 1 (3): 313-323 ISSN 0000-0000, ejournal.ip.fisip-unmul.org Copyright 2014 PERANAN KONTROL DIRI TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA BERDASARKAN PERBEDAAN JENIS KELAMIN DI SAMARINDA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pergeseran Paradigma Pemasaran Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 :

Lebih terperinci

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Survei yang dilakukan oleh AC Nielsen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Survei yang dilakukan oleh AC Nielsen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku membeli impulsif atau impulsive buying merupakan sebuah fenomena psikoekonomik yang melanda kehidupan masyarakat pada jaman modern, khususnya masyarakat

Lebih terperinci