BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan
|
|
- Glenna Yuwono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori Impulse Buying Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan, atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Engel et al. (1995:202) mendefinisikan impulse buying adalah pembelian yang terjadi ketika konsumen mengalami perasaan tiba-tiba, penuh kekuatan dan dorongan yang kuat untuk membeli sesuatu dengan segera. Menurut Mehta dan Chugan (2013) impulse buying adalah pembelian yang dibuat tanpa banyak berpikir, hal ini dilakukan tanpa melibatkan banyak evaluasi hal yang berbeda seperti kebutuhan, keterjangkauan, harga, dll. Menurut Suranta (2013) Impulse buying adalah bagian dari sebuah kondisi yang dinamakan unplanned purchase atau pembelian yang tidak direncanakan yang kurang lebih adalah pembelanjaan yang terjadi ternyata berbeda dengan perencanaan pembelanjaan dari seorang konsumen. Menurut Utami (2010:67) impulse buying terjadi ketika konsumen tiba-tiba mengalami keginginan yang kuat dan kukuh untuk membeli sesuatu secepat-cepatnya. Mowen dan Minor (2002:11) berpendapat impulse buying bisa dkatakan sebagai desakan hati secara tiba-tiba dengan penuh kekuatan, bertahan dan tidak direncanakan untuk membeli secara langsung, tanpa memperhatikan akibatnya. Menurut Maymand dan Ahmadinejad (2011) 10
2 menyatakan bahwa impulse buying di definisikan sebagai perilaku yang rumit, spontan, tiba-tiba dan tidak perlu dimana terdapat kecepatan yang tinggi dalam prosedur pengambilan keputusan. Menurut penelitian Engel et al. (1995:203) pembelian berdasar impulse mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik ini : a. Spontanitas. Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan. b. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas. Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika. c. Kegairahan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai menggairahkan, menggetarkan atau liar. d. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin untuk diabaikan. Pembelian yang tidak terencana (impulse buying) dapat diklasifasikan dalam empat tipe menurut Miller dan Stern (dalam Japarianto dan Sugiharto, 2012) : a. Pure Impulse Buying merupakan pembelian secara impulse yang dilakukan karena adanya luapan emosi dari konsumen sehinga melakukan pembelian terhadap produk di luar kebiasaan pembeliannya. b. Reminder Impulse Buying merupakan pembelian yang terjadi ketika konsumen tiba-tiba teringat untuk melakukan pembelian produk 11
3 tersebut. Dengan demikian konsumen telah pernah melakukan pembelian sebelum atau telah pernah melihat produk tersebut dalam iklan. c. Suggestion Impulse Buying merupakan pembelian yang terjadi pada saat konsumen melihat produk, melihat tata cara pemakaian atau kegunaan produk, dan memutuskan untuk melakukan pembelian. d. Planned Impulse Buying merupakan pembelian yang terjadi ketika konsumen membeli produk berdasarkan harga dan produk-produk tertentu. Dengan demikian planned impulse buying merupakan pembelian yang dilakukan tanpa direncanakan dan tidak tengah memerlukan dengan segera Hedonic Consumption Tendency Engel et al. (1994:36) menyatakan hedonis adalah ketika barang dan jasa yang dibeli mendapat arti penting dengan menawarkan kemampuan yang bermakna untuk memberikan kesenangan. Menurut Yuana (2010:51) hedonis adalah filsafat yang menyatakan bahwa kenikmatan adalah hal yang paling utama, paling penting untuk dikejar atau diperjuangkan. Hedonis merujuk pada perolehan kesenangan melalui perasaan (Mowen dan Minor, 2002:221). Hedonic consumption berusaha mengeksplorasi kesenangan dan bagaimana konsumen berusaha mengejar sebuah kesenangan (Alba dan Williams, 2012). Konsumen pada saat belanja juga didorong oleh motivasi hedonis yang tidak hanya berkaitan belanja karena hanya membeli tetapi juga menghabiskan waktu dengan temanteman, dan mengikuti perkembangan diskon baru (Pattipeilohy et al., 2013). 12
4 Konsumsi hedonis juga memiliki efek tidak langsung pada kesejahteraan, dengan meningkatkan kepuasan konsumen yang relevan dalam kehidupan menurut Zhong dan Mitchell (2010). Menurut Hirschman dan Holbrook (dalam Tahalele dan Pattipeilohy, 2014) dari sudut pandang pemasaran, konsumsi hedonis mengacu pada gambaran panca indera konsumen, fantasi, dan gairah emosional dalam menggunakan produk, efek dari konfigurasi ini disebut respon hedonis, sehingga konsumsi hedonis mencakup beberapa aspek perilaku yang berhubungan dengan panca indera, fantasi, dan emosional yang didorong oleh kesenangan dalam menggunakan produk. Kecenderungan konsumsi hedonis dapat disebut sebagai sifat individu untuk terlibat dalam kegiatan yang menghasilkan kesenangan (Saleem et al., 2012). Zhang et al. (2011) menyatakan bahwa konsumen yang merasakan pengalaman belanja hedonik yang lebih besar cenderung meluangkan waktu lebih lama untuk mencari dan memeriksa produk, menikmati kegiatan belanja Availability of Money and Time Uang digunakan untuk melakukan pembelian guna mendapat suatu produk yang diinginkan (Chandra, 2002:149). Money available adalah ketersediaan anggaran tanpa ada tujuan untuk berbelanja (Gunadhi, 2012). Foroughi et al. (2012) menyatakan ketersediaan uang adalah fasilitator dalam proses impulse buying, karena dapat meningkatkan daya beli individu, jika individu tidak memiliki banyak uang, ia akan menghindari lingkungan belanja. Ketersediaan uang dapat didefinisikan sebagai jumlah anggaran atau dana 13
5 tambahan yang dimiliki individu untuk dibelanjakan pada saat atau hari itu menurut Beatty dan Ferrell (dalam Pattipeilohy et al., 2013). Ketersediaan uang yang berlebih juga membuat konsumen tidak terlalu memikirkan kemungkinan yang terjadi setelah pembelian, misalnya perasaan menyesal karena persediaan uang akhir bulan yang semakin menipis (Gunadhi, 2012). Engel et al. (1995:205) menyatakan waktu yang disediakan untuk berbelanja dapat membantu meringankan perasaan kesepian, menghilangkan kebosanan, dapat memenuhi fantasi dan meredakan depresi. Waktu dapat dipandang sebagai variabel situasional, dimana karakteristik situasional waktu yang mempengaruhi konsumen adalah ketersediaan waktu tersebut (Mowen dan Minor, 2002:150). Waktu akan mempengaruhi tindakan dalam situasi tertentu, dapat berfungsi sebagai variabel independen yang mempengaruhi perilaku konsumen (Sutisna, 2001:172). Ketersediaan waktu mengacu pada jumlah waktu yang dirasakan tersedia dalam membuat pertimbangan untuk keputusan pembelian dan memiliki hubungan positif dengan mencari produk di toko oleh konsumen yang dinyatakan oleh Beatty dan Smith (dalam Pattipeilohy et al., 2013). Ketersediaan waktu adalah jumlah waktu yang dirasa tersedia oleh pembeli pada saat itu dan dapat mempengaruhi waktu yang dihabiskan oleh konsumen untuk mencari produk di toko menurut Beatty dan Ferrell (dalam Pattipeilohy et al., 2013). 14
6 Fashion Involvement Peter dan Olson (1999:82) menyatakan keterlibatan mengacu pada persepsi konsumen tentang pentingnya suatu objek, kejadian atau aktivitas. Engel et al. (1994:35) menyatakan keterlibatan adalah sesuatu yang penting, bila keterlibatan tinggi maka pilihan yang tepat akan muncul. Keterlibatan dalam fashion merujuk pada ketertarikan terhadap kategori produk fashion seperti baju, tas, dan sepatu (Suranta, 2013). Fashion sering disamakan dengan pakaian, namun sebenarnya pengaruh dari proses fashion mencakup semua jenis dari fenomena budaya, termasuk seni, musik, arsitektur bahkan ilmu pengetahuan (Solomon, 2013:14). Dewi dkk. (2015) mengatakan bahwa fashion adalah proses difusi sosial dimana beberapa kelompok konsumen menggunakan gaya baru. Fashion involvement merupakan keterlibatan seorang individu dengan sejumlah konsep yang berkaitan dengan fashion, kesadaran, pengetahuan, minat dan reaksi (Pentecost dan Andrews, 2010). Dewi dkk. (2015) menyatakan fashion involvement dapat didefinisikan berdasarkan kumpulan pengaruh keragaman dari aktifitas pelaku yang menganggap bahwa fashion adalah hal yang penting. Pattipeilohy et al. (2013) menyatakan bahwa fashion involvement adalah tingkat keterlibatan individu terhadap produk yang berkaitan dengan tren pakaian terbaru. Menurut Zeb et al. (2011) yang menyatakan bahwa dalam fashion marketing, keterlibatan busana mengacu pada tingkat kenyamanan seseorang terhadap kategori produk fashion terbaru dan juga keterlibatan fashion dapat dihubungkan dengan perbedaan kasih sayang terhadap lingkungan sosial. Park et al. (2006) menyatakan bahwa konsumen dengan tingkat keterlibatan tinggi pada produk 15
7 fashion kemungkinan besar membeli produk fashion. Menurut Japarianto dan Sugiharto (2012) dalam pemasaran fashion, fashion involvement mengacu pada ketertarikan perhatian dengan kategori produk fashion. Dalam membuat keputusan pembelian pada fashion involvement ditentukan oleh beberapa faktor yaitu karakteristik konsumen, pengetahuan tentang fashion, dan perilaku pembelian (Japarianto dan Sugiharto, 2012) Hipotesis Penelitian Pengaruh Availability of Money Terhadap Impulse Buying Uang digunakan untuk melakukan pembelian guna mendapat suatu produk yang diinginkan (Chandra, 2002:149). Individu yang memiliki ketersediaan uang akan mempengaruhi atau meningkatkan perilaku impulse buying yang dinyatakan Foroughi et al. (2012). Park et al. (2006) menyatakan bahwa impulse buying bisa terjadi akibat dukungan dari faktor situasional seperti availability of money. Ketersediaan uang memiliki pengaruh positif terhadap impulse buying (Beatty dan Ferrell dalam Pattipeilohy et al., 2013). Dari Hasil penelitian yang dikemukakan Gunadhi (2012), Foroughi et al. (2012), Badgaiyan dan Verma (2015), Longdong dan Pangemanan (2015), dan Virvilaite et al. (2009) bahwa availability of money memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap impulse buying. Berdasarkan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H1 : Availability of money berpengaruh signifikan dan positif terhadap impulse buying. 16
8 Pengaruh Availability of Money Terhadap Hedonic Consumption Tendency Frigan (2007:85) menyatakan konsumen yang berorientasi hedonis memiliki frekuensi keterlibatan yang tinggi pada konsumsi hedonis dan harus mengeluarkan banyak uang pada kegiatan tersebut. Menurut Pattipeilohy et al. (2013) konsumen yang merasa memiliki cukup uang, akan lebih meningkatkan hedonic consumption tendency. Anggaran yang cukup memberikan pengalaman belanja yang menyenangkan bagi konsumen (Gunadhi, 2012). Dewi dkk. (2015) menyatakan baru-baru ini hasil penelitian menunjukan adanya hubungan positif dan signifikan antara uang dengan orientasi hedonis. Uang yang dihabiskan oleh konsumen ketika berada di toko mempengaruhi pengalaman belanja hedonis konsumen, hasil keselarasan penelitian ini membenarkan peran ketersediaan uang yang meningkatkan kecenderungan konsumsi hedonis oleh konsumen (Babin dan Darden dalam Pattipeilohy et al., 2013). Haq et al. (2014) menyatakan bahwa availability of money berpengaruh positif terhadap hedonic consumption tendency. Dari hasil penelitian Pattipeilohy et al. (2013) availability of money memiliki pengaruh secara langsung dan signifikan pada hedonic consumption tendency. Berdasarkan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H2 : Availability of money berpengaruh signifikan dan positif terhadap hedonic consumption tendency. 17
9 Pengaruh Availability of Time Terhadap Impulse Buying Ketersediaan waktu konsumen untuk berbelanja akan mempengaruhi strategi yang digunakan konsumen untuk melakukn pembelian (Mowen dan Minor, 2002:150). Ketersediaan waktu yang dirasakan oleh konsumen akan mempengaruhi atau meningkatkan keputusan pembelian untuk membeli produk yang tidak direncanakan (Foroughi et al., 2012). Park et al. (2006) menyatakan bahwa impulse buying bisa terjadi akibat dukungan dari faktor situasional seperti availability of time. Ketersediaan waktu adalah jumlah waktu yang tersedia bagi pembeli pada saat itu dan dapat mempengaruhi waktu yang dihabiskan oleh konsumen untuk mencari produk di toko dapat mempengaruhi dan mendorong terjadinya impulse buying (Beatty dan Ferrell dalam Pattipeilohy et al., 2013). Virvilaite et al. (2009), Badgaiyan dan Verma (2015), Longdong dan Pangemanan (2015) menyatakan hasil penelitian bahwa availability of time memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap impulse buying. Hasil penelitian dari Rohman (2009) menyatakan waktu luang yang dimiliki berpengaruh pada impulse buying konsumen. Berdasarkan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H3 : Availability of time berpengaruh signifikan dan positif terhadap impulse buying. 18
10 Pengaruh Availability of Time Terhadap Hedonic Consumption Tendency Konsumsi hedonis adalah keinginan untuk melakukan kegiatan pada waktu luang (Mowen dan Minor, 2002:223). Menurut hasil penelitian Pattipeilohy et al. (2013) waktu yang cukup tersedia untuk belanja, dapat meningkatkan kecenderungan konsumsi hedonis, peluang konsumen lebih besar mendapatkan pengalaman baru untuk menikmati suasana toko (pencahayaan, warna, aroma) yang berbeda dari toko yang satu ke toko yang lainnya, hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa availability of time memilik hubungan langsung dan signifikan terhadap hedonic consumption tendency. Dewi dkk. (2015) menyatakan baru-baru ini hasil penelitian menunjukan adanya hubungan positif dan signifikan antara waktu dengan orientasi hedonis. Waktu yang dihabiskan saat berbelanja di toko-toko akan meningkatkan pengalaman belanja hedonis konsumen (Babin dan Darden dalam Pattipeilohy et al., 2013). Zhang et al. (2011) menyatakan bahwa konsumen yang merasakan pengalaman belanja hedonik yang lebih besar cenderung meluangkan waktu lebih lama untuk mencari dan memeriksa produk, menikmati kegiatan belanja. Haq et al. (2014) menyatakan bahwa availability of time berpengaruh positif terhadap hedonic consumption tendency. Berdasarkan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H4 : Availability of time berpengaruh signifikan dan positif terhadap hedonic consumption tendency. 19
11 Pengaruh Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Keterlibatan yang tinggi terhadap produk, menyababkan konsumen membuat suatu keputusan untuk membeli (Sutisna, 2001:101). Dari hasil penelitian yang di kemukakan oleh Marianty (2014) dan Vazifehdoost et al. (2014) terdapat pengaruh positif dan signifikan dari fashion involvement terhadap impulsive buying. Menurut hasil penelitian Japarianto dan Sugiharto (2012) dan Suranta (2013) disimpulkan bahwa fashion involvement secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap impulse buying, hal ini berarti peningkatan atau penurunan variabel fashion involvement yang dilakukan responden memberikan pengaruh besar terhadap impulse buying. Dari hasil penelitian Pattipeilohy et al. (2013), fashion involvement memiliki pengaruh secara langsung dan signifikan pada impulse buying. Berdasarkan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H5 : Fashion Involvement berpengaruh signifikan dan positif terhadap impulse buying Pengaruh Fashion Involvement Terhadap Hedonic Consumption Tendency Peningkatan keterlibatan konsumen terhadap pembelian dapat dipicu melalui ketersediaan produk yang menarik, dan dapat menciptakan kesenangan tersendiri setelah membeli (Mowen dan Minor, 2002:85). Keterlibatan dalam produk fashion dan motivasi belanja hedonis memiliki hubungan yang positif (Chang et al. 2004). Menurut Pattipeilohy et al. (2013) semakin tinggi tingkat 20
12 keterlibatan dengan produk fashion, maka akan meningkatkan hedonic consumption tendency konsumen untuk membeli produk fashion, karena didukung oleh kebiasaan untuk memiliki pakaian dengan model terbaru yang lebih dari satu item, jadi itu membuat konsumen lebih hedonis saat berbelanja. Hasil peneltian yang dikemukakan Haq et al. (2014), Park et al. (2006), Pattipeilohy et al. (2013), Marianty (2014) dan Vazifehdoost et al. (2014) fashion involvement berpengaruh positif dan signifikan pada hedonic consumption tendency. Berdasarkan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H6 : Fashion Involvement berpengaruh signifikan dan positif terhadap hedonic consumption tendency Pengaruh Hedonic Consumption Tendency Terhadap Impulse Buying Perasaan senang yang dirasakan konsumen akan mempengaruhi perilaku membeli (Mowen dan Minor, 2002:155). Kesenangan dapat meningkatkan keinginan yang bersifat impulse (Sutisna, 2001:164). Pattipeilohy et al. (2013) menyatakan hedonic consumption tendency akan menyebabkan konsumen melakukan impulse buying untuk membeli produk fashion, karena mereka menemukan produk fashion terbaru. Temuan penelitian dari Amiri et al. (2012) menyatakan bahwa konsumen yang memiliki kecenderungan tinggi dalam konsumsi hedonis akan membuat mereka lebih mungkin untuk melakukan impulse buying. Hasil penelitian Haq et al. (2014) hedonic consumption tendency memiliki keterkaitan dan berpengaruh signifikan dengan impulse buying. Hasil penelitian Pattipeilohy et al. (2013) menyatakan hedonic consumption tendency 21
13 memiliki pengaruh secara langsung dan signifikan pada impulse buying. Hasil penelitian Marianty (2014) dan Saleem et al., 2012 bahwa hedonic consumption tendency berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying. Berdasarkan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H7 : hedonic consumption tendency berpengaruh signifikan dan positif terhadap impulse buying. 22
14 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran kajian pustaka dan hasil-hasil studi empiris sebelumnya, maka konsep penelitian dapat digambarkan seperti pada gambar 2.1. Availability of Money H1 H2 Availability of Time H4 H3 Impulse Buying Hedonic Consumption Tendency H7 H5 H6 Fashion Involvement Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian 23
BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dewasa ini telah membawa pengaruh yang sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dewasa ini telah membawa pengaruh yang sangat besar pada kehidupan setiap orang. Kebutuhan masyarakat yang mengikuti zaman mengakibatkan perusahaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perilaku Konsumen Pengertian perilaku konsumen menurut para ahli sangatlah beraneka ragam, salah satunya yaitu menurut Kotler (2007) yang menjelaskan bahwa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Impulse Buying Behaviour Impulse buying behaviour merupakan tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Emotional States and Mehrabian-Russell Model. sehingga muncul paradigma Stimulus Organism Response (S-O-R) dari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Emotional States and Mehrabian-Russell Model Mehrabian dan Russell (1974) dalam Semuel (2005) menyatakan bahwa dampak dari situasi pada perilaku dapat dimediasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fashion merupakan salah satu industri yang penting dalam perkembangan Industri Kreatif Indonesia. Di tahun 2013 fashion menjadi penyumbang terbesar kedua terhadap
Lebih terperinciE-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No. 4, 2016: ISSN :
E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No. 4, 2016: 2250-2282 ISSN : 2302-8912 HEDONIC CONSUMPTION TENDENCY DAN IMPULSE BUYING PELANGGAN PRODUK FASHION DI MALL BALI GALERIA I Gde Made Ray Anom Dananjaya 1 Gede
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan teori 1. Motivasi Hedonis Motivasi hedonis adalah motivasi konsumen untuk berbelanja karena berbelanja merupakan suatu kesenangan tersendiri sehingga tidak memperhatikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Semakin maraknya bisnis retail di berbagai kota di Indonesia, baik yang berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi banyak faktor yang mempengaruhi kegiatan perekonomian termasuk dalam bidang pemasaran. Bentuk kegiatan yang dilakukan di dalam bidang apa pun, dimana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena adanya ransangan yang menarik dari toko tersebut (Utami, 2010).
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembelian Impulsif Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen melihat produk atau merek tertentu, kemudian konsumen menjadi tertarik untuk mendapatkannya, biasanya karena
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya dunia modemenyebabkan tingginya tuntutan pada mode di kehidupan modern saat ini. Banyak masyarakat khususnya di Surabaya memperhatikan gaya hidup dan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Fashion Involvement secara signifikan mempengaruhi Impulse Buying. keterlibatan konsumen terhadap produk fashion maka akan
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Didasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Fashion Involvement secara signifikan mempengaruhi Impulse
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Peroses pengambilan keputusan merupakan suatu psikologis dasar yang
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelian Tidak Terencana Peroses pengambilan keputusan merupakan suatu psikologis dasar yang memiliki peran penting dalam memahami bagaimana konsumen mengambil keputusan (Kotler
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. beberapa staff seperti customer service dan tenaga sales counter. Pembelian biasanya
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 DEPARTMENT STORE Menurut Utami (2006), department store merupakan salah satu bentuk bisnis ritel, yang menjual variasi produk yang luas dan berbagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di bidang fashion. Kenyataan ini menyebabkan banyak bermunculan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama, atau tujuan pengganti.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja baru. Motivasi merupakan konsepsi yang dinamis
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Stimulus Organism Respons (SOR) Berbagai teori telah diusulkan untuk menjelaskan secara perilaku pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkembangnya era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi, banyak pengusaha yang membuka bisnis ritel di pusat perbelanjaan. Pertumbuhan bisnis retail sekarang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen sebanyakbanyaknya bagi usaha mereka. Kebutuhan konsumen
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Promosi adalah suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang bertujuan untuk
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 Promosi Promosi adalah suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang bertujuan untuk merubah sikap dan tingkah laku pembeli,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Sinaga (2006) mengatakan bahwa pasar modern adalah pasar yang dikelola
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pasar Modern (Supermarket) Sinaga (2006) mengatakan bahwa pasar modern adalah pasar yang dikelola dengan manajemen modern, dimana biasanya berada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja baru. Motivasi merupakan konsepsi yang dinamis yang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS. konsumen melakukan dan apa yang mereka lakukan. Schiffman dan
BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Perilaku Konsumen 1. Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami Mengapa konsumen melakukan dan apa yang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pengaruh fashion involvement,
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pengaruh fashion involvement, positive emotion, store attribute dan hedonic consumption tendency terhadap impulse buying behavior
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pergeseran Paradigma Pemasaran Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya sebagian besar masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia fashion yang semakin meningkat diiringi dengan semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory outlet, butik
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. fashion involvement, hedonic shopping value dan impulsive buying behavior.
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab dua ini akan dijelaskan beberapa teori tentang shopping life style, fashion involvement, hedonic shopping value dan impulsive buying behavior. Selain teori-teori tersebut,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Perilaku Konsumen Menurut Utami (2010:45) perilaku konsumen merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari,
Lebih terperinciPersoalan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat dijabarkan dalam persoalan penelitian adalah sebagai berikut:
PENDAHULUAN Dalam periode lima tahun terakhir (2007 2012), jumlah gerai ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Pertumbuhan jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan pada pencapaian profit. Fokus utama kegiatan pemasaran adalah mengidentifikasikan peluang
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. value, fashion involvement dan emotional gratification terhadap impulse
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Penelitian ini meneliti tentang analisis pengaruh hedonic shopping value, fashion involvement dan emotional gratification terhadap impulse buying behavior pelanggan Toko Free
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab I menjelaskan mengenai fenomena penelitian beserta variabel -variabel yang
BAB I PENDAHULUAN Bab I menjelaskan mengenai fenomena penelitian beserta variabel -variabel yang diteliti, dan alasan pemilihan topik. Rumusan masalah, tujuan penelitian, serta manfaat penelitian juga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri ritel di Indonesia sekarang ini mulai berkembang. Tidak sedikit peritel di Indonesia yang menunjukkan eksistensinya di dunia bisnis akhir-akhir ini.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada. bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
BAB V PENUTUP 5.1.Kesimpulan Didasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Variabel Fashion Involvement (keterlibatan mode)
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Objek dalam penelitian ini yaitu Matahari Departement Store, sedangkan
BAB III METODE PENELITIAN A. Objek/Subjek Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) objek adalah hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan. Subjek adalah satu anggota dari sampel,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Busana atau yang dikenal dengan kata fashion merupakan kata yang sangat popular dikalangan masyarakat dunia maupun di Indonesia. Fashion merupakan sebuah istilah yang
Lebih terperinciBAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN. hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 3.1. Kerangka Konseptual H 1
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah, tujuan penelitian, hasil penelitian terdahulu, dan landasan teori maka kerangka
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Konsumen Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo. impulsif di Galeri Elzatta Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo.
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan interpretasi dari hasil analisis data yang telah disajikan pada bab sebelumnya. Pembahasan dilakukan dengan melihat hubungan kausalitas yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan bertambahnya pusat perbelanjaan dengan menawarkan berbagai macam produk yang ditawarkan akan menambah persaingan yang semakin ketat didunia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman, pertumbuhan mall atau shopping centre di Indonesia semakin bertambah. Menurut data yang dikutip dari Syailendra (2013) menyatakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis ritel merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan atau peritel dalam menambah nilai barang dan jasa yang diperjual belikan kepada konsumen akhir untuk penggunaan
Lebih terperinciBAB 2. Tinjauan Pustaka
7 BAB 2 Tinjauan Pustaka Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang akan berkaitan dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah impulsive buying
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baru, up to date dan mengikuti jaman. Fashion atau mode merupakan gaya hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Fashion umumnya selalu dikaitkan dengan mode, cara berpakaian yang lebih baru, up to date dan mengikuti jaman. Fashion atau mode merupakan gaya hidup seseorang
Lebih terperinciGhozali, Imam SEM Metode Alternatif dengan PLS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
DAFTAR PUSTAKA Alba, J. W., dan E. F, Williams. 2012. Shopping Lifestyle memediasi hubungan antara Hedonic Utilitarian Value terhadap Impulse Buying. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Juni 2016. Vol.20, No.2,
Lebih terperinciBAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pusat perbelanjaan modern atau dikenal dengan sebutan mall mengalami pergeseran fungsi. Pada mulanya masyarakat ke mall khusus untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin ketat, perubahan lingkungan yang cepat, dan kemajuan teknologi yang pesat mendorong pelaku usaha untuk selalu melakukan perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan strategi masing-masing dalam mendapatkan konsumen yang diharapkan akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini telah mengakibatkan banyak dunia usaha baru bermunculan yang menyebabkan tingginya tingkat persaingan. Perusahaan bersaing dengan strategi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Lingkungan fisik Lingkungan fisik mencakup lokasi geografis dan institusional, dekorasi, suara, aroma, cahaya, cuaca,
Lebih terperinciII. LANDASAN TEORI. Pemasaran sebagai proses sosial dan manajerial dimana individu atau kelompok
16 II. LANDASAN TEORI A. Pengertian Pemasaran Pemasaran sebagai proses sosial dan manajerial dimana individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran,
Lebih terperinciSusi Suwanti Endah Pri Ariningsih, S.E., M.Sc Wijayanti, S.E., M.Sc
PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE, FASHION INVOLVEMENT, POSITIVE EMOTION DAN INSTORE ENVIRONMENT TERHADAPIMPULSE BUYING PADA KONSUMEN MATAHARI DEPARTMENT STORE MALL ARTOS MAGELANG Susi Suwanti susisuwanti.se@gmail.com
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era global retailing ini ditandai dengan masuk dan semakin berkembangnya retailer global. Fenomena global retailing telah secara positif mendorong modernisasi bisnis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sehingga perusahaan memiliki strategi tersendiri dalam menarik konsumen yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan dunia industri fashion yang meningkat tanpa disadari ternyata juga memberikan peningkatan pada animo masyarakat dalam memilih fashion yang diinginkan,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk
BAB II LANDASAN TEORI A. Proses Pengambilan Keputusan Membeli Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bisnis ritel modern, khususnya di bidang fashion agar dapat memenangkan
xviii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemikiran berorientasikan pasar telah menjadi kebutuhan bagi para pelaku bisnis ritel modern, khususnya di bidang fashion agar dapat memenangkan persaingan. Syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern sekarang ini, keberadaan pasar tradisional mulai tergeser dimana masyarakat cenderung lebih memilih berbelanja di ritel modern. Perkembangan bisnis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern sekarang perkembangan perusahaan yang sangat pesat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern sekarang perkembangan perusahaan yang sangat pesat dalam memproduksi dan memasarkan produknya. Dengan keadaan ini pula maka para pelaku bisnis dipaksa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and
BAB II LANDASAN TEORI A. KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif Rook dan Fisher (dalam Semuel, 2007), mendefinisikan sifat pembelian impulsif sebagai a consumers
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pusat perbelanjaan merupakan tempat konsumen melakukan pembelian, baik itu terencana maupun tidak terencana. Pembelian terencana adalah perilaku pembelian dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini kegiatan berbelanja bukan merupakan kegiatan untuk memperoleh barang-barang atau memenuhi kebutuhan namun telah menjadi hiburan penting dan aktivitas
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. mendasari dalam penelitian yang meliputi : perilaku konsumen, lifestyle (gaya
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Dalam bab ini akan mengemukakan teori-teori yang mendukung atau mendasari dalam penelitian yang meliputi : perilaku konsumen,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis ritel dipahami sebagai rangkaian aktivitas menjual atau menambahkan nilai barang dan jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen akhir.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan cepat tak terkecuali busana muslim. Desain-desain baru
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dinamika pergantian mode dalam fashion yang ada di dunia selalu berkembang dengan cepat tak terkecuali busana muslim. Desain-desain baru bermunculan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre semakin pesat. Hal ini terjadi dikarenakan, pada saat
Lebih terperinciTESIS PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS, KECANDUAN BERBELANJA, KETERLIBATAN FASHION TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PRODUK FASHION GLOBAL
TESIS PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS, KECANDUAN BERBELANJA, KETERLIBATAN FASHION TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PRODUK FASHION GLOBAL Diajukan Oleh Widowati Wahyuningsih 20141020033 Kepada: PROGRAM STUDI
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Huddleston dan Minahan (2011) mendefinisikan aktifitas berbelanja sebagai
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Berbelanja 2.1.1 Definisi berbelanja Huddleston dan Minahan (2011) mendefinisikan aktifitas berbelanja sebagai aktifitas yang melibatkan pertimbangan pembelian suatu produk maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Aktivitas berbelanja merupakan suatu aktivitas yang awam atau umum dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar dan memenangkan persaingan bisnis. Banyak bisnis didirikan untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaman yang semakin pesat membuat bisnis dalam indutri yang sama bersaing secara lebih kompetitif untuk mendapatkan pangsa pasar yang besar dan memenangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belanja merupakan aktifitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan tidak terbatas pada kaum perempuan tetapi laki-laki juga. Hasil survey terbaru dari Nielsen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Impulsive Buying Behavior Impulsive buying (pembelian impulsif) adalah suatu pembelian yang tidak terencana, yang dicirikan dengan keputusan pembelian yang relatif cepat,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre. Indonesia Tourism News melansir bahwa kehadiran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis ritel di Indonesia saat ini sedang berkembang, para peritel pun saling bersaing untuk menarik minat konsumen berbelanja di toko mereka.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam memprediksikan perilaku pembelian konsumen terhadap suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seseorang dapat dikatakan sesuatu yang unik, karena pilihan, kesukaan dan sikap terhadap obyek setiap orang berbeda. Selain itu konsumen berasal dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan modern seperti minimarket,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan bisnis ritel di Indonesia sudah semakin pesat. Hal ini ditandai dengan keberadaan pasar tradisional yang mulai tergeser oleh munculnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pengambilan keputusan konsumen untuk membeli suatu barang melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap yang pertama berupa input
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retailing adalah semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut dipenuhi melalui aktivitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu memiliki kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut dipenuhi melalui aktivitas ekonomi berupa konsumsi.
Lebih terperinciOLIVIA GUNAWAN ABSTRACT
PENGARUH VISUAL MERCHANDISING DAN SALES PROMOTION TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOUR YANG DI MEDIASI IMPULSE BUYING TENDENCY PADA ETUDE HOUSE GRAND CITY MALL DI SURABAYA OLIVIA GUNAWAN moxsoliv@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Ritel Global (GRDI) 2015 yang dirilis AT Kearney. Ini adalah tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Perkembangan industri ritel saat ini sangat diminati oleh masyarakat karena sifatnya yang dinamis. Bisnis ritel di Indonesia mengalami perkembanganan yang cukup
Lebih terperinciTujuan Penelitian Tujuan Umum
6 6 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kelompok acuan yang dipakai dan pengetahuan terhadap minat beli produk pangan IPB baik pada mahasiswa
Lebih terperinciDwi Irawati, S.E, M.Si, PhD.cand. Murry Harmawan, S.E, M.Sc.
1 PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE, FASHION INVOLVEMENT, HEDONIC SHOPPING VALUE, DAN INSTORE ENVIRONMENT TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN (Survei pada konsumen Galeria Mall di Kota Yogyakarta) Dwi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri ritel di Surabaya pada zaman sekarang sangat berkembang. Perkembangan industri ritel ini akan terus bertumbuh seiring berjalannya waktu. Banyak bisnis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecenderungan Impulsive Buying. Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecenderungan Impulsive Buying 1. Pengertian Impulsive Buying Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai kecenderungan individu untuk membeli secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permintaan orang-orang akan hiburan semakin tinggi. Orang-orang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan majunya teknologi dan jaman yang semakin modern, permintaan orang-orang akan hiburan semakin tinggi. Orang-orang menginginkan tempat dimana
Lebih terperinciNovi Riana Dewi Suharyono Srikandi Kumadji Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya Malang
PENGARUH FASHION INVOLVEMET DAN KECENDERNGAN HEDONIC CONSUMPTION DENGAN MEDIATOR EMOSI POSITIF TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF BERORIENTASI FASHION (Survei Pada Pembeli Pakaian Di Mal Olympic Garden Kota Malang)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia bisnis sekarang ini identik dengan persaingan dalam memperebutkan pelanggan potensial dan mempertahankan pelanggan yang ada. Persaingan bisnis hampir
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA dan HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA dan HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Definisi Perilaku Konsumen Definisi dari perilaku konsumen menurut Dharmmesta dan Handoko (2000:10) adalah sebagai berikut: Perilaku konsumen (consumer
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Tjiptono (2008:222), price discount merupakan potongan harga yang
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Price Discount 2.1.1 Pengertian Price Discount (Potongan Harga) Dalam pemasaran, Price Discount (Potongan harga) merupakan alat promosi yang dapat menarik
Lebih terperinciThe American Marketing Association mendefinisikan
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perilaku Konsumen Menurut Mowen, perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelian kompulsif dewasa ini menjadi salah satu topik yang menarik bagi sejumlah peneliti dibidang konsumsi maupun bidang pemasaran karena dianggap sebagai akibat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dalam keadaan pembuatan keputusan secara cepat tanpa memikirkan akibat
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Impulse Buying Impulse Buying adalah perilaku berbelanja yang terjadi secara tidak terencana dalam keadaan pembuatan keputusan secara
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Availability of money berpengaruh terhadap hedonic consumption
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia fashion di Indonesia bisa dikatakan berkembang sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini didukung berbagai segi baik kreativitas dan inovasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam era yang serba modern seperti saat ini, tingkat persaingan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era yang serba modern seperti saat ini, tingkat persaingan bisnis yang tinggi membuat perusahaan berlomba-lomba untuk mempertahankan dan memenangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan pemasaran saat ini tidak bisa dilepaskan dari perilaku konsumen yang menjadi target pasar suatu perusahaan. Indonesia merupakan negara berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai media pemasaran yang dikenal dengan internet marketing atau e- menjadi masalah yang berarti bagi dunia pemasaran.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan konsep pemasaran melahirkan era baru dalam dunia pemasaranan. Era tersebut dikenal dengan era new wave marketing, yaitu era dimana pemasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang paling disukai adalah kegiatan berbelanja produk fashion. Produk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbelanja adalah kegiatan yang dilakukan manusia untuk membeli atau memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagi kaum wanita, kegiatan belanja yang paling disukai adalah kegiatan
Lebih terperinciPENGARUH SHOPPING LIFESTYLE DAN FASHION INVOLVEMENT PADA IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN
PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE DAN FASHION INVOLVEMENT PADA IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN Oleh Dea Susiska Manejemen Deasusiska10@gmail.com Abstrak Untuk membuat diri menjadi berbeda dan lebih baik serta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menentukan produk dari produsen mana yang akan menjadi pilihan mereka. Keberhasilan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat perkembangan dunia usaha saat ini semakin pesat. Kemajuan perkembangan industri yang semakin beragam menyebabkan persaingan dalam dunia industri yang semakin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang maju dan berkembang pesat, telah menjadi perubahan berbagai sektor, termasuk bidang industri dan produksi serta pada
Lebih terperinci