BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Pra-Interpretasi Pada BAB ini akan dijelaskan tahapan dan hasil interpretasi data seismik 3D land dan off-shore yang telah dilakukan pada data lapangan SOE. Adapun tahapan yang dilakukan sesuai dengan diagram alir pada BAB sebelumnya yang dimulai dari pengumpulan data utama awal yaitu Data Seismik 3D dan Data Log Sumur, seismogram sintetik, well-seismic tie, picking horizon, interpretasi peta struktur waktu, analisis peta isochrones, interpretasi stratigrafi seismik hingga diperoleh system tract atau sejarah pengendapannya. Melalui Gambar 4.2 dapat terlihat peta Survey Area yang meliputi lokasi sumur yang digunakan (EM-1, EM-2, EM-3, EM-4, EM-5, EM-6, EM-7, EM-8, dan EM-9) serta Seismic Area dimana di bagian Selatan merupakan Data Seismik off-shore dan di bagian Utara merupakan Data Seismik land. Dari Data Log Sumur tersebut dibuat seismogram sintetik yang kemudian dilanjutkan dengan well-seismic tie secara langsung menggunakan perangkat lunak Syntool. Proses pengikatan data sumur terhadap data seismik dilakukan agar horison seismik dapat diletakkan pada posisi kedalaman yang sebenarnya. Proses

2 36 ini dilakukan dengan membuat suatu seismogram sintetik yang dihasilkan dari konvolusi wavelet dengan deret koefisien refleksi. Proses pengikatan data sumur merupakan tahap awal dari interpretasi seismik, yang meliputi ekstraksi dan pemilihan wavelet yang tepat untuk digunakan dalam pembuatan seismogram sintetik serta mengikatkannya dengan data seismik. Pada Sumur EM-1 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 950 ms dan panjang window data 600 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut dapat dilihat hasilnya pada Gambar 5.1 dimana panjang gelombang 130 ms, lag time 0 0, dan phase Gambar 5.1 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-1

3 Gambar 5.2 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-1 terhadap Seismic Volume B land 37

4 38 Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-1 dengan Seismic Volume B land dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.2. Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-1 memang terlihat kurang baik sehingga hasil well seismic tie sedikit kurang baik. Pada Sumur EM-2 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1150 ms dan panjang window data 600 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut dapat dilihat hasilnya pada Gambar 5.3 dimana panjang gelombang 260 ms, lag time 56 0, dan phase Gambar 5.3 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-2 Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-2 dengan Seismic Volume A off-shore dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.4. Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-2 terlihat cukup baik sehingga hasil well seismic tie sudah baik.

5 Gambar 5.4 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-2 terhadap Seismic Volume A off-shore 39

6 40 Pada Sumur EM-3 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1320 ms dan panjang window data 400 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut dapat dilihat hasilnya pada Gambar 5.5 dimana panjang gelombang 250 ms, lag time 24 0, dan phase Gambar 5.5 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-3 Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-3 dengan Seismic Volume A off-shore dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.6. Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-3 terlihat sangat baik sehingga hasil well seismic tie sangat baik pula.

7 Gambar 5.6 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-3 terhadap Seismic Volume A off-shore 41

8 42 Pada Sumur EM-4 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1480 ms dan panjang window data 400 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut kita dapat melihat hasilnya pada Gambar 5.7 dimana panjang gelombang 260 ms, lag time 68 0, dan phase 0 0. Gambar 5.7 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-4 Dari sintetik seismogram tersebut kemudian diakukan well-seismic tie Sumur EM-4 dengan Seismic Volume A off-shore dan diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.8. Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-4 terlihat cukup baik sehingga hasil well seismic tie sudah baik.

9 Gambar 5.8 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-4 terhadap Seismic Volume A off-shore 43

10 44 Pada Sumur EM-5 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1460 ms dan panjang window data 400 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut kita dapat melihat hasilnya pada Gambar 5.9 dimana panjang gelombang 260 ms, lag time 120 0, dan phase Gambar 5.9 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-5 Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-5 dengan Seismic Volume A off-shore dan diperoleh hasil seperti pada Gambar Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-5 terlihat cukup baik sehingga hasil well seismic tie sudah baik.

11 Gambar 5.10 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-5 terhadap Seismic Volume A off-shore 45

12 46 Pada Sumur EM-6 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1300 ms dan panjang window data 500 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut kita dapat melihat hasilnya pada Gambar 5.11 dimana panjang gelombang 250 ms, lag time 0 0, dan phase Gambar 5.11 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-6 Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-6 dengan Seismic Volume B land dan diperoleh hasil seperti pada Gambar Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-6 terlihat cukup baik sehingga hasil well seismic tie sudah baik.

13 Gambar 5.12 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-6 terhadap Seismic Volume B land 47

14 48 Pada Sumur EM-7 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1300 ms dan panjang window data 450 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut kita dapat melihat hasilnya pada Gambar 5.13 dimana panjang gelombang 250 ms, lag time 0 0, dan phase Gambar 5.13 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-7 Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-7 dengan Seismic Volume B land dan diperoleh hasil seperti pada Gambar Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-7 terlihat kurang baik sehingga hasil well seismic tie sedikit kurang baik.

15 Gambar 5.14 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-7 terhadap Seismic Volume B land 49

16 50 Pada Sumur EM-8 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1240 ms dan panjang window data 450 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut kita dapat melihat hasilnya pada Gambar 5.15 dimana panjang gelombang 260 ms, lag time 60 0, dan phase Gambar 5.15 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-8 Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-8 dengan Seismic Volume B land dan diperoleh hasil seperti pada Gambar Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-8 terlihat kurang baik sehingga hasil well seismic tie sedikit kurang baik.

17 Gambar 5.16 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-8 terhadap Seismic Volume B land 51

18 52 Pada Sumur EM-9 dilakukan ekstraksi wavelet dengan masukan posisi awal 1720 ms dan panjang window data 500 ms. Dari ekstraksi wavelet tersebut kita dapat melihat hasilnya pada Gambar 5.17 dimana panjang gelombang 250 ms, lag time 96 0, dan phase 0 0. Gambar 5.17 Hasil ekstraksi wavelet untuk Log Sumur EM-9 Dari sintetik seismogram tersebut kemudian dilakukan well-seismic tie Sumur EM-9 dengan Seismic Volume A off-shore dan diperoleh hasil seperti pada Gambar Pada zona interest (dalam kotak biru) terlihat data seismik pada daerah Sumur EM-9 terlihat cukup baik sehingga hasil well seismic tie sudah baik.

19 Gambar 5.18 Well-seismic tie pada Log Sumur EM-9 terhadap Seismic Volume A off-shore 53

20 Interpretasi Horison Dari data ekstraksi wavelet kita dapat melihat bahwa pada area off-shore memiliki hasil well-seismic tie yang lebih baik daripada di area land. Hal ini dikarenakan data seismik di off-shore lebih baik dibandingkan data seismik di land sehingga mempengaruhi hasil well-seismic tie. Setelah seismogram sintetik dan data sumur diikat dengan data seismik, langkah selanjutnya adalah melakukan picking horizon yang dipandu oleh data sumur well marker pada perangkat lunak Seiswork. Zona interest berada pada umur batuan Paleosen hingga Eosen Tengah, sehingga untuk batas bawah dilakukan picking pada batas Paleosen Awal (BASE- Z) dan sebagai guide dilakukan picking pada batas Paleosen Akhir (TOP-Z). Picking dilakukan dengan interval 32 bin inline dan xline pada area off-shore, sementara pada area land menggunakan data yang sudah ada dikarenakan data seismik yang kurang baik dan cukup sulit diinterpretasi untuk area land. Setelah melakukan picking pada masing-masing BASE-Z dan TOP-Z kemudian dilakukan interpolasi pada hasil picking tersebut.

21 Gambar 5.19 Picking horizon BASE-Z pada Seismic Volume A off-shore 55

22 56 56 Gambar 5.20 Hasil interpolasi horison BASE-Z pada area off-shore

23 57 57 Gambar 5.21 Hasil gabungan interpolasi horison BASE-Z area off-shore dan land

24 58 58 Gambar 5.22 Picking horizon TOP-Z pada Seismic Volume A off-shore

25 59 59 Gambar 5.23 Hasil interpolasi horison TOP-Z pada area off-shore

26 60 60 Gambar 5.24 Hasil gabungan interpolasi horison TOP-Z area off-shore dan land

27 61 Setelah memiliki horison BASE-Z sebagai batas bawah zona interest dan TOP-Z sebagai guide, kemudian dilakukan picking horizon pada clinoform di zona Paleosen Tengah (MID-Z) sebagai salah satu zona interest. Picking awal horison MID-Z dilakukan pada area off-shore di bagian Barat dengan interval 32 bin inline dan xline (Gambar 5.25) kemudian dilakukan interpolasi dari hasil picking tersebut (Gambar 5.26). Dengan melihat horison awal MID-Z yang telah diinterpolasi maka diperlukan perluasan horison karena dari hasil picking horizon awal MID-Z masih belum menggambarkan zona interest yang diperlukan. Sehingga picking pada area off-shore dilanjutkan ke bagian Timur dengan interval 64 bin searah hipotesa orientasi pengendapan serta dilanjutkan ke area land dengan interval 32 bin searah hipotesa orientasi pengendapan (Gambar 5.27). Dalam melakukan perluasan picking horizon ini digunakan Atribut Seismik Instantaneous Phase untuk dapat meningkatkan event refleksi lemah dan meningkatkan kontinuitas event, terutama pada area land dengan volum seismik yang cukup rumit. Setelah horison MID-Z diperluas kemudian dilakukan beberapa revisi pada beberapa daerah yang diperlukan dan dilakukan interpolasi dari hasil keseluruhan picking tersebut (Gambar 5.28).

28 Gambar 5.25 Picking horizon awal MID-Z pada Seismic Volume A off-shore 62

29 63 63 Gambar 5.26 Hasil interpolasi awal MID-Z pada area off-shore

30 64 64 Gambar 5.27 Perluasan picking horizon MID-Z pada area off-shore bagian Timur dan pada area land

31 65 65 Gambar 5.28 Hasil revisi perluasan horison dengan bantuan atribut seismik instantaneous phase dan interpolasi horison MID-Z area offshore dan land

32 66 Setelah melakukan piking horizon pada zona interest umur batuan Paleosen kemudian dilanjutkan hingga ke umur batuan Eosen Tengah. Picking horizon dilakukan pada clinoform yang berada pada umur batuan Eosen Tengah. Pada umur batuan Paleosen Akhir hingga Eosen Tengah terlihat 3 (tiga) buah clinoform pada volume seismik di area off-shore. Sehingga picking horizon dilakukan pada clinoform horison BER-A, BER-B, dan BER-C. Picking horizon dilakukan pada masing-masing clinoform dengan interval 16 bin searah hipotesa orientasi pengendapan. Dari hasil picking horizon tersebut kemudian dilakukan interpolasi dan dilakukan revisi pada beberapa daerah yang perlu dikoreksi. Untuk ketiga clinoform ini hanya terdapat pada area off-shore daerah pengamatan saja dan tidak ditemukan kontinuitasnya di area land. Dalam melakukan picking horizon pada clinoform BER-A, BER-B, dan BER-C terdapat suatu horison yang memotong ketiga clinoform tersebut hingga tidak ditemukan kontinuitasnya di area land. Diperkirakan bahwa telah terjadi erosi pada umur batuan Eosen Tengah yang telah memotong ketiga clinoform pada umur batuan dari Paleosen Akhir hingga Eosen Tengah tersebut. Kemudian untuk menandai batas erosi tersebut dilakukan picking horizon pada TOP-ABC. Picking horizon dilakukan dengan interval 64 bin serarah hipotesa orientasi pengendapan (Gambar 5.35). Dari hasil picking horizon tersebut kemudian dilakukan interpolasi dan direvisi pada beberapa daerah yang perlu dikoreksi (Gambar 5.36) sehingga diperoleh horison TOP-ABC (Gambar 5.37) yang memotong clinoform BER-A, BER-B, dan BER-C.

33 Gambar 5.29 Picking horizon pada clinoform BER-A pada Seismic Volume A off-shore 67

34 68 68 Gambar 5.30 Picking horizon pada clinoform BER-B pada Seismic Volume A off-shore

35 69 69 Gambar 5.31 Picking horizon pada clinoform BER-C pada Seismic Volume A off-shore

36 70 70 Gambar 5.32 Hasil interpolasi dan revisi horison dengan menggunakan atribut seismik instantaneous phase pada clinoform BER-A area off-shore

37 71 71 Gambar 5.33 Hasil interpolasi dan revisi horison dengan menggunakan atribut seismik instantaneous phase pada clinoform BER-B area off-shore

38 72 72 Gambar 5.34 Hasil interpolasi dan revisi horison dengan menggunakan atribut seismik instantaneous phase pada clinoform BER-C area off-shore

39 Gambar 5.35 Picking horizon pada erosi horison TOP-ABC pada Seismic Volume A off-shore dan Seismic Volume B land 73

40 74 74 Gambar 5.36 Hasil interpolasi dan revisi horison dengan menggunakan atribut seismik instantaneous phase pada erosi horison TOP-ABC area off-shore dan land

41 75 75 Gambar 5.37 Horison TOP-ABC yang telah direvisi

42 76 Setelah memiliki 7 (tujuh) horison tersebut (BASE-Z, MID-Z, TOP-Z, BER-A, BER-B, BER-C, dan TOP-ABC) kemudian dimbuat visualisasinya secara 3D untuk membantu dalam melakukan interpretasi selanjutnya. Dari hasil visualisasi secara 3D dapat terlihat dengan jelas bentuk dari ketujuh horison tersebut dan memperkirakan orientasi pengendapan yang sebenarnya. Gambar 5.38 Horison BASE-Z secara 3D

43 77 Gambar 5.39 Horison MID-Z secara 3D Gambar 5.40 Horison TOP-Z secara 3D

44 78 Gambar 5.41 Horison BER-A secara 3D Gambar 5.42 Horison BER-B secara 3D

45 79 Gambar 5.43 Horison BER-C secara 3D Gambar 5.44 Horison TOP-ABC secara 3D

46 80 Gambar 5.45 Seluruh horison secara 3D dengan volum seismik 5.3 Peta Isochrones Dari ketujuh horison tersebut kemudian dibuat peta isochrones untuk dapat melihat orientasi pengendapan dari masing-masing perlapisan horison. Peta isochrones yang dibuat sebanyak 6 (enam) buah, yaitu; MID-Z terhadap BASE-Z, TOP-Z terhadap BASE-Z, BER-A terhadap TOP-Z, BER-B terhadap TOP-Z, BER-C terhadap TOP-Z, dan TOP-ABC terhadap TOP-Z. Pada peta isochrones MID-Z terhadap BASE-Z (Gambar 5.46) terlihat ketebalan lapisan isochrones semakin menipis dari arah Barat-Laut (NW) menuju arah Tenggara (SE). Hal ini menunjukkan bahwa orientasi pengendapan MID-Z terhadap BASE-Z berasal dari arah NW ke arah SE.

47 81 Untuk peta isochrones TOP-Z terhadap BASE-Z (Gambar 5.47) terlihat ketebalan lapisan isochrones semakin menipis dari arah Barat-Laut (NW) menuju arah Tenggara (SE). Hal ini menunjukkan bahwa orientasi pengendapan TOP-Z terhadap BASE-Z berasal dari arah NW ke arah SE. Begitu pula pada peta isochrones BER-A terhadap TOP-Z (Gambar 5.48), BER-B terhadap TOP-Z (Gambar 5.49), dan BER-C terhadap TOP-Z (Gambar 5.50) terlihat ketebalan lapisan isochrones semakin menipis dari arah Barat-Laut (NW) menuju arah Tenggara (SE). Hal ini menunjukkan bahwa orientasi pengendapan BER-A, BER-B, dan BER-C terhadap TOP-Z, berasal dari arah NW ke arah SE. Sementara pada peta isochrones TOP-ABC, yang merupakan batas erosi, terhadap TOP-Z (Gambar 5.51) terlihat ketebalan lapisan isochrones semakin menebal dari arah Barat-Laut (NW) menuju arah Tenggara (SE) namun kemudian kembali menipis dengan arah yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa TOP-ABC telah memotong clinoform BER-A, BER-B, dan BER-C yang awalnya seperti mengikuti arah clinoform namun akhirnya memotong clinoform tersebut hingga kurang lebih sejajar dengan TOP-Z.

48 Gambar 5.46 Peta isochrones MID-Z terhadap BASE-Z 82

49 83 83 Gambar 5.47 Peta isochrones TOP-Z terhadap BASE-Z

50 84 84 Gambar 5.48 Peta isochrones BER-A terhadap TOP-Z

51 85 85 Gambar 5.49 Peta isochrones BER-B terhadap TOP-Z

52 86 86 Gambar 5.50 Peta isochrones BER-C terhadap TOP-Z

53 87 87 Gambar 5.51 Peta isochrones TOP-ABC terhadap TOP-Z

54 88 Dari keenam peta isochrones tersebut dapat terlihat bahwa ketebalan lapisan terus menipis dari arah NW ke arah SE (kecuali TOP-ABC yang merupakan batas erosi) yang juga membuktikan bahwa orientasi pengendapan secara keseluruhan berasal dari arah NW ke arah SE. 5.4 Interpretasi Stratigrafi Seismik Schematic Section Dengan mengetahui arah orientasi pengendapan maka akan memudahkan dalam menentukan shelf-edge dan slope-break dari slope masing-masing waktu pengendapan dari horison-horison yang ada. Sebelumnya untuk dapat memudahkan dalam menentukan shelf-edge dan slope-break tersebut perlu ditentukannya cross-section terlebih dahulu (Gambar 5.52). Untuk cross-section diambil 4 (empat) arbitrary seismic line sebagai acuannya. Pada arbitrary seismic line yang pertama dilakukan slicing dengan garis lurus sesuai dengan orientasi pengendapan (NW-SE) melalui sumur EM-8, EM-6, dan EM-5. Sedangkan pada arbitrary line seimic yang kedua dilakukan slicing melewati beberapa sumur yang masih dapat ditarik suatu garis sesuai dengan orientasi pengendapannya (NW-SE), sumur tersebut antara lain; EM-1, EM-8, EM-7, EM-6, EM-5, dan EM-9. Kemudian pada arbitrary seismic line yang ketiga dilakukan slicing searah dengan strike orientasi pengendapan (SW-NE) melewati sumur EM-8 sebagai pembanding untuk area land dimana diketahui bahwa pada area ini memiliki volum seismik yang cukup rumit. Lalu yang terakhir pada arbitrary line seimic yang keempat dilakukan slicing searah strike

55 89 orientasi pengendapan (SW-NE) sebagai pembanding untuk area transisi off-shore dan land dengan melewati sumur EM-2. Gambar 5.52 Peta cross-section dari keempat arbitrary seismic line Pada arbitrary seismic line yang pertama dapat terlihat orientasi pengendapan bergerak menurun dari arah NW-SE (Gambar 5.53). Setelah tampilannya di-flattening pada horison BASE-Z semakin terlihat pola pengendapannya (Gambar 5.57) dimana MID-Z dan TOP-Z mengacu pada BASE-Z sedangkan BER-A, BER-B, dan BER-C pola pengendapannya mengacu pada TOP-Z.

56 Gambar 5.53 Arbitrary seismic line 1 90

57 91 91 Gambar 5.54 Arbitrary seismic line 1 dengan atribut seismik Ins. Phase

58 92 92 Gambar 5.55 Arbitrary seismic line 1 dengan flatten pada BASE-Z

59 93 Untuk arbitrary seismic line yang kedua tidak terlalu terlihat orientasi pengendapannya karena line ini tidak mengambil garis lurus tetapi melewati beberapa sumur yang saling berdekatan dengan arah utama tetap mengikuti orientasi pengendapan NW-SE (Gambar 5.56). Setelah line tersebut di-flattening pada BASE-Z terlihat bahwa BER-A, BER-B, dan BER-C masih dapat memanjang ke arah NW namun terpotong oleh TOP-ABC yang diidentifikasi sebagai erosi (Gambar 5.58). Pada arbitrary seismic line yang ketiga (Gambar 5.59) dan keempat (Gambar 5.64) terlihat strike orientasi pengendapan relatif berbentuk seolah-olah seperti anticline dari arah SW-NE. Setelah kedua line tersebut di-flattening pada horison BASE-Z terlihat bahwa pola pengendapan dari masing-masing horison relatif sama ketebalannya secara strike, baik itu di area off-shore (Gambar 5.61) maupun di area land (Gambar 5.64).

60 Gambar 5.56 Arbitrary seismic line 2 94

61 95 95 Gambar 5.57 Arbitrary seismic line 2 dengan atribut seismik Ins. Phase

62 96 96 Gambar 5.58 Arbitrary seismic line 2 dengan flatten pada BASE-Z

63 97 Gambar 5.59 Arbitrary seismic line 3 Gambar 5.60 Arbitrary seismic line 3 dengan atribut seismik Ins. Phase

64 98 Gambar 5.61 Arbitrary seismic line 3 dengan flatten pada BASE-Z Gambar 5.62 Arbitrary seismic line 4

65 99 Gambar 5.63 Arbitrary seismic line 4 dengan atribut seismik Ins. Phase Gambar 5.64 Arbitrary seismic line 4 dengan flatten pada BASE-Z

66 Identifikasi Slope Dengan memanfaatkan arbitrary seismic line dan peta isochrones yang ada dapat diinterpretasikan slope beserta lokasi shelf-edge dan slope-break dari masing-masing horison. Yang pertama adalah pada horison MID-Z. Dari arbitrary seismic line dapat terlihat bahwa MID-Z memiliki slope yang relatif landai. Untuk horison MID-Z, lokasi shelf-edge diidentifikasikan berada di sebelah Utara sumur EM-8 namun untuk slope-break MID-Z ini tidak dapat diidentifikasikan pada survey area ini (Gambar 5.65). Diperkirakan untuk lokasi slope-break dari MID-Z berada di luar survey area karena untuk horison MID-Z sendiri tidak terlihat adanya downlap terhadap BASE-Z di survey area ini. Untuk horison TOP-Z kurang lebih serupa dengan MID-Z dimana slope pada horison ini relatif landai namun sedikit lebih curam dibandingkan dengan MID-Z. Lokasi slope-break dari horison ini pun diidentifikasikan berada di luar survey area karena tidak terlihatnya downlap TOP-Z terhadap BASE-Z di survey area ini. Sedangkan untuk lokasi shelf-edge TOP-Z diidentifikasikan lokasinya berada di sebelah Utara sumur EM-5 (Gambar 5.66).

67 Gambar 5.65 Interpretasi slope dan lokasi shelf-edge dari MID-Z 101

68 Gambar 5.66 Interpretasi slope dan lokasi shelf-edge dari TOP-Z

69 103 Ketiga horison BER-A, BER-B, dan BER-C berbeda dengan MID-Z dan TOP-Z. Hal ini dikarenakan MID-Z dan TOP-Z berada pada umur batuan Paleosen yang pengendapannya terhadap umur batuan Krestaseus. Sedangkan BER-A, BER-B, dan BER-C berada pada umur batuan Eosen (Tengah) yang pengendapannya terhadap umur batuan Paleosen. Sehingga untuk BER-A, BER- B, dan BER-C akan downlap terhadap TOP-Z yang juga merupakan batas umur batuan Paleosen (Akhir). Pada horison BER-A terlihat slope yang cukup curam dengan slope-break berupa downlap terhadap TOP-Z. Sementara untuk shelf-edge dari BER-A berada di sebelah Utara sumur EM-2 (Gambar 5.67). Untuk horison BER-B dan BER-C memiliki slope yang lebih curam dibandingkan dengan BER-A. Slope dari BER-B sendiri berada di antara sumur EM-5 dan EM-9 dengan shelf-break yang berbatasan dengan TOP-ABC dan slope-break berupa downlap terhadap TOP-Z (Gambar 5.68). Sementara untuk horison BER-C lokasi dari slope-break yang berupa downlap terhadap TOP-Z ini berada di sebelah Selatan sumur EM-9 dan shelfbreak horison ini sendiri berbatasan dengan TOP-ABC (Gambar 5.69) seperti BER-A dan BER-B. Dari ketiga clinoform umur batuan Eosen Tengah tersebut ada kemungkinan bahwa shelf-edge masing-masing horison berada lebih jauh lagi ke arah NW, tetapi dengan adanya erosi atau TOP-ABC membuat asumsi bahwa shelf-edge masing-masing horison berada di lokasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

70 Gambar 5.67 Interpretasi slope serta lokasi shelf-edge dan slope-break dari horison BER-A 104

71 Gambar 5.68 Interpretasi slope serta lokasi shelf-edge dan slope-break dari horison BER- B

72 Gambar 5.69 Interpretasi slope serta lokasi shelf-edge dan slope-break dari horison BER- C 106

73 107 Setelah mengidentifikasi slope, shelf-edge, dan slope-break dari masingmasing horison kemudian dapat diketahui panjang dan sudut dari masing-masing slope. Dengan melakukan beberapa perhitungan maka diperoleh nilai panjang dan sudut dari masing-masing slope tersebut. Untuk slope dari MID-Z dan TOP-Z tidak dapat diidentifikasi secara pasti karena slope-break dari kedua horison tersebut tidak berada pada survey area. Namun, dalam menentukan sudut slope dari kedua horison ini dibuat horison bayangan untuk dapat menghitungnya. Sehingga diketahui sudut slope dari MID-Z berkisar kurang lebih dan TOP-Z berkisar kurang lebih Sedangkan untuk clinoform pada umur batuan Eosen Tengah dapat dihitung lebih mudah dibandingkan pada umur batuan Paleosen karena shelf-edge dan slope-break dari clinoform tersebut berada di survey area. Untuk slope dari BER-A memiliki panjang sekitar 10 km dan sudut kurang lebih 1.3 0, pada BER-B panjang slope sekitar 6 km dengan sudut kurang lebih 5.5 0, dan untuk BER-C memiliki slope dengan panjang sekitar 7 km dan sudut kurang lebih

74 Gambar 5.70 Lokasi shelf-edge dan slope-break serta sudut slope dari masing-masing horison pada arbitrary seismic line 1 108

75 System Tract Dengan mengetahui sudut dari masing-masing slope tersebut maka dapat diidentifikasikan bentuk system tract dari lingkungan pengendapan tersebut dengan bantuan Log Gamma Ray (GR). Untuk mengidentifikasikan system tract ini digunakan arbitrary seismic line 1 karena line ini berupa garis lurus yang searah dengan orientasi pengendapan sehingga akan memudahkan dalam meninterpretasikannya. Diasumsikan bahwa telah terjadi downlap pada MID-Z terhadap BASE-Z di luar survey area ini. Maka dengan melihat pola pengendapan yang ada dan asumsi telah terjadi downlap pada MID-Z terhadap BASE-Z diidentifikasikan bahwa pada interval waktu tersebut merupakan Lowstand System Tract (LST). Hal ini diperkuat dengan nilai Log GR yang relatif sama pada interval waktu BASE-Z MID-Z yang merupakan salah satu ciri dari LST. Sedangkan pada interval waktu MID-Z TOP-Z diidentifikasikan bahwa interval waktu tersebut merupakan Highstand System Tract (HST). Hal ini didasari dengan melihat pola pengendapan yang ada dan asumsi bahwa telah terjadi onlap pada TOP-Z terhadap BASE-Z di luar survey area ini. Berdasarkan Log GR juga semakin menguatkan bahwa interval waktu tersebut merupakan HST dengan nilai yang semakin menurun (ke arah TOP-Z) yang merupakan salah satu ciri dari HST. Diantara MID-Z dan TOP-Z ini sendiri sebenarnya terlihat kemungkinan adanya Transgressive System Tract (TST) berdasarkan data Log GR. Hal ini dapat dicirikan dengan sedikit meningkatnya nilai GR dari MID-Z ke arah TOP-Z

76 110 walaupun dengan interval yang cukup tipis. Namun, TST tersebut tidak dapat diidentifikasikan karena event tersebut tidak terlihat pada volum seismik yang ada. Untuk BER-A, BER-B, dan BER-C diidentifikasikan berada dalam satu interval waktu pengendapan yang sama dimana ketiga horison tersebut menunjukkan progradasi pengendapannya. Dengan melihat sudut slope yang cukup besar, diasumsikan interval waktu tersebut merupakan Shelf-Margin System Tract (SMST) dimana salah satu ciri SMST yang tebal adalah dapat mengalami longsoran dan bergerak ke arah cekungan oleh pensesaran tumbuh atau rayapan gravitasi. Sayang sekali nilai Log GR di sumur-sumur yang ada tidak dapat membantu untuk mengidentifikasi SMST ini karena clinoform ini sendiri telah terpotong oleh erosi TOP-ABC. Perlu ada sumur baru yang berlokasi di clinoform Eosen Tengah ini untuk dapat mengetahui struktur zona ini serta memvalidasi interval waktu dari TOP-Z TOP-ABC.

77 Gambar 5.71 Bentuk system tract lingkungan pengendapan pada arbitrary seismic line 1 dengan flattening pada BASE-Z 111

78 Gambar 5.72 Bentuk system tract lingkungan pengendapan pada arbitrary seismic line 1 normal

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian Gambar 2.2 Elemen Tektonik Kepala Burung... 6

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian Gambar 2.2 Elemen Tektonik Kepala Burung... 6 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian... 4 Gambar 2.2 Elemen Tektonik Kepala Burung... 6 Gambar 2.3 Elemen tektonik Indonesia dan pergerakan lempeng-lempeng tektonik... 7 Gambar 2.4 Stratigrafi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT. Pertamina EP Asset 2 dengan studi kasus pada Lapangan SBS yang terletak pada jalur Sesar Lematang yang membentuk

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan. Seismik Multiatribut Linear Regresion

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan. Seismik Multiatribut Linear Regresion 1 IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan Seismik Multiatribut Linear Regresion Pada Lapngan Pams Formasi Talangakar

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non Preserve. Data sumur acuan yang digunakan untuk inversi adalah sumur

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Analisis Reservoar Pada Lapangan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Analisis Reservoar Pada Lapangan BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang mengambil judul Analisis Reservoar Pada Lapangan FRL Formasi Talangakar, Cekungan Sumatera Selatan dengan Menggunakan Seismik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai batas bawah sampai Intra GUF sebagai batas atas, pada Lapangan Izzati. Adapun

Lebih terperinci

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB IV METODE DAN PENELITIAN 40 BAB IV METODE DAN PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lapangan T, berada di Sub-Cekungan bagian Selatan, Cekungan Jawa Timur, yang merupakan daerah operasi Kangean

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penerapan Cadzow Filtering Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan meningkatkan strength tras seismik yang dapat dilakukan setelah koreksi NMO

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK BAB IV INTERPRETASI SEISMIK Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah menginterpretasi keberadaan struktur sesar pada penampang seismik dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan Gambar 4.15 Data seismic CDP gather yang telah dilakukan supergather pada crossline 504-508. 4.2.4.3 Angle Gather Angle Gather dilakukan untuk melihat variasi amplitudo terhadap sudut dan menentukan sudut

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Tugas Akhir ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan pada 13 April 10 Juli 2015

BAB IV METODE PENELITIAN. Tugas Akhir ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan pada 13 April 10 Juli 2015 53 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan pada 13 April 10 Juli 2015 di PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore, TB. Simatupang

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Data 3.1.1 Data Seismik Data yang dimiliki adalah data seismik hasil migrasi post stack 3-D pada skala waktu / time dari Lapangan X dengan polaritas normal, fasa nol,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH i ii iii iv vi vii viii xi xv xvi BAB I.

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Gelombang Seismik. Suatu gelombang yang datang pada bidang batas dua media yang sifat

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Gelombang Seismik. Suatu gelombang yang datang pada bidang batas dua media yang sifat BAB III TEORI DASAR 3.1 Gelombang Seismik Suatu gelombang yang datang pada bidang batas dua media yang sifat fisiknya berbeda akan dibiaskan, jika sudut datang lebih kecil atau sama dengan sudut kritisnya

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Metodologi penalaran secara deduksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada konsep-konsep struktur, stratigrafi dan utamanya tektonostratigrafi yang diasumsikan

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Pada penelitian ini data seismik yang digunakan adalah data migrasi poststack 3D

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Pada penelitian ini data seismik yang digunakan adalah data migrasi poststack 3D BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Data 4.1.1. Data Seismik Pada penelitian ini data seismik yang digunakan adalah data migrasi poststack 3D (seismic cube) sebagai input untuk proses multiatribut. Data

Lebih terperinci

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Patra Nusa Data dengan studi kasus pada lapangan TA yang berada di Cepu, Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

RANGGA MASDAR FAHRIZAL FISIKA FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011

RANGGA MASDAR FAHRIZAL FISIKA FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 ANALISA SIFAT FISIS RESERVOIR BATUGAMPING ZONA TARGET BRF MENGGUNAKAN METODE SEISMIK INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK DAN MULTI ATRIBUT (STUDI KASUS LAPANGAN M#) RANGGA MASDAR FAHRIZAL 1106 100 001 FISIKA FMIPA

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat 41 Bab IV Analisis Data IV.1 Data Gaya Berat Peta gaya berat yang digabungkan dengn penampang-penampang seismik di daerah penelitian (Gambar IV.1) menunjukkan kecenderungan topografi batuan dasar pada

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA Secara umum, metode penelitian dibagi atas tiga kegiatan utama yaitu: 1. Pengumpulan data, baik data kerja maupun data pendukung 2. Pengolahan data 3. Analisis atau Interpretasi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari tanggal 17 November 2014 sampai dengan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari tanggal 17 November 2014 sampai dengan BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari tanggal 17 November 2014 sampai dengan Januari 2015 yang bertempat di Operation Office PT Patra Nusa Data, BSD-

Lebih terperinci

II.1.2 Evolusi Tektonik.. 8

II.1.2 Evolusi Tektonik.. 8 DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN ii PERNYATAAN.. iii KATA PENGANTAR.. iv SARI... v ABSTRACT.. vi DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Lokasi

Lebih terperinci

BAB 3. PENGOLAHAN DATA

BAB 3. PENGOLAHAN DATA 27 BAB 3. PENGOLAHAN DATA 3.1 Daerah Studi Kasus Data yang digunakan sebagai studi kasus dalam tesis ini adalah data dari lapangan di area Blackfoot, Alberta, Canada (gambar 3.1). Data-data tersebut meliputi

Lebih terperinci

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I BAB IV RESERVOIR KUJUNG I Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri dan potensi reservoir, meliputi interpretasi lingkungan pengendapan dan perhitungan serta pemodelan tiga dimensi

Lebih terperinci

Estimasi Porositas pada Reservoir KarbonatMenggunakan Multi Atribut Seismik

Estimasi Porositas pada Reservoir KarbonatMenggunakan Multi Atribut Seismik Estimasi Porositas pada Reservoir KarbonatMenggunakan Multi Atribut Seismik Bambang Hari Mei 1), Eka Husni Hayati 1) 1) Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA Unhas bambang_harimei2004@yahoo.com

Lebih terperinci

3.3. Pengikatan Data Sumur pada Seismik-3D (Well Seismic Tie)

3.3. Pengikatan Data Sumur pada Seismik-3D (Well Seismic Tie) Berdasarkan kenampakkan umum dari kurva-kurva log sumur (electrofasies) pada masing-masing sumur beserta marker-marker sikuen yang telah diketahui, dapat diinterpretasi bahwa secara umum, perkembangan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011 SIKUEN STRATIGRAFI DAN ESTIMASI CADANGAN GAS LAPISAN PS-11 BERDASARKAN DATA WIRELINE LOG, SEISMIK DAN CUTTING, FORMASI EKUIVALEN TALANG AKAR LAPANGAN SETA CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA SKRIPSI Oleh: SATYA

Lebih terperinci

2.2.2 Log Sumur Batuan Inti (Core) Log Dipmeter Log Formation Micro Imager (FMI)

2.2.2 Log Sumur Batuan Inti (Core) Log Dipmeter Log Formation Micro Imager (FMI) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMAKASIH...iv ABSTRAK...vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xvi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Aalisis Dekomposisi Spektral Interpretasi untuk hasil penelitian ini berdasar pada visualisasi dari data set yang telah diproses. Kombinasi antara dekomposisi spektral

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, Desember Penulis. 1. TUHAN YESUS KRISTUS yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, iii

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, Desember Penulis. 1. TUHAN YESUS KRISTUS yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, iii KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan karunianya penulis dapat menyelesaikan Tugas akhir dengan judul KARAKTERISASI RESERVOAR KARBONAT

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xvi BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xvi BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI SARI......... i ABSTRACT...... ii KATA PENGANTAR.... iii DAFTAR ISI.... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xvi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2 Ruang Lingkup

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 32 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian yang mengambil judul Karakterisasi Reservoar Batupasir Formasi Ngrayong Lapangan ANUGERAH dengan Menggunakan Analisis AVO dan LMR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BLIND TEST WELL MATCH COLOUR LOG - SEISMIC

BLIND TEST WELL MATCH COLOUR LOG - SEISMIC N BLIND TEST WELL MATCH COLOUR LOG - SEISMIC Gambar 5.11 Penampang Lambda Rho berarah timur laut-barat daya (kiri ke kanan) yang melewati sumur ES-191, ES-188 dan sumur validasi (blind well) ES-211. Warna

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... i ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... HALAMAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR Pemodelan reservoir berguna untuk memberikan informasi geologi dalam kaitannya dengan data-data produksi. Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan penghasil minyak bumi yang pontensial di Indonesia. Cekungan ini telah dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia selama

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Pengumpulan Data viii

DAFTAR ISI. BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Pengumpulan Data viii DAFTAR ISI Halaman Judul HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERNYATAAN... v SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN I.1.

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian yang mengambil judul Analisis Seismik dengan

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian yang mengambil judul Analisis Seismik dengan 41 BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian yang mengambil judul Analisis Seismik dengan menggunakan Acoustic Impedance (AI), Gradient Impedance (GI), dan Extended Elastic

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN. dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada

V. PEMBAHASAN. dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada V. PEMBAHASAN 5.1 Tuning Thickness Analysis Analisis tuning thickness dilakukan untuk mengetahui ketebalan reservoar yang dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitan dilaksanakan mulai tanggal 7 Juli September 2014 dan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitan dilaksanakan mulai tanggal 7 Juli September 2014 dan 52 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitan dilaksanakan mulai tanggal 7 Juli 2014-7 September 2014 dan bertempat d Fungsi Geologi dan Geofisika (G&G) Sumbagsel, PT Pertamina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT.

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) dalam eksplorasi dan produksi minyak bumi. Lapangan ini terletak

Lebih terperinci

Analisis dan Pembahasan

Analisis dan Pembahasan Bab V Analisis dan Pembahasan V.1 Analisis Peta Struktur Waktu Dari Gambar V.3 memperlihatkan 2 closure struktur tinggian dan rendahan yang diantara keduanya dibatasi oleh kontur-kontur yang rapat. Disini

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR V.1 Analisis Sekuen dari Korelasi Sumur Analisis stratigrafi sekuen pada penelitian ini dilakukan dengan analisis data sumur yang dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah OCO terdapat pada Sub-Cekungan Jatibarang yang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Indonesia. Formasi

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan Data

Bab III Pengolahan Data S U U S Gambar 3.15. Contoh interpretasi patahan dan horizon batas atas dan bawah Interval Main pada penampang berarah timurlaut-barat daya. Warna hijau muda merupakan batas atas dan warna ungu tua merupakan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah.

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kondisi perminyakan dunia saat ini sangat memperhatinkan khususnya di Indonesia. Dengan keterbatasan lahan eksplorasi baru dan kondisi sumur-sumur tua yang telah melewati

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR III.1 ANALISIS DATA SUMUR DAN SEISMIK Analisis data sumur dilakukan dengan menginterpretasikan log pada sumur sumur di daerah penelitian untuk menentukan marker. Dari

Lebih terperinci

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Fasies Pengendapan Reservoir Z Berdasarkan komposisi dan susunan litofasies, maka unit reservoir Z merupakan fasies tidal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Kutai merupakan cekungan Tersier terbesar dan terdalam di Indonesia bagian barat, dengan luas area 60.000 km 2 dan ketebalan penampang mencapai 14 km. Cekungan

Lebih terperinci

Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian

Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian Bab IV Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral dalam interpretasi paleogeografi di daerah penelitian dilakukan setelah

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA Pada bab ini, akan dibahas pengolahan data seismik yang telah dilakukan untuk mendapatkan acoustic impedance (AI), Elastic Impedance (EI), dan Lambda- Mu-Rho (LMR). Tahapan kerja

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Data 4.1.1 Data Seismik Penelitian ini menggunakan data seismik Pre Stack Time Migration (PSTM) CDP Gather 3D. Penelitian dibatasi dari inline 870 sampai 1050, crossline

Lebih terperinci

KARAKTERISASI RESERVOAR FORMASI BELUMAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPENDANSI AKUSTIK DAN NEURAL NETWORK PADA LAPANGAN YPS.

KARAKTERISASI RESERVOAR FORMASI BELUMAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPENDANSI AKUSTIK DAN NEURAL NETWORK PADA LAPANGAN YPS. KARAKTERISASI RESERVOAR FORMASI BELUMAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPENDANSI AKUSTIK DAN NEURAL NETWORK PADA LAPANGAN YPS Andri Kurniawan 1, Bagus Sapto Mulyatno,M.T 1, Muhammad Marwan, S.Si 2

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR Dalam pembahasan kali ini, penulis mencoba menganalisis suatu prospek terdapatnya hidrokarbon ditinjau dari kondisi struktur di sekitar daerah tersebut. Struktur yang menjadi

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DINAMIKA CEKUNGAN

BAB III ANALISIS DINAMIKA CEKUNGAN BAB III ANALISIS DINAMIKA CEKUNGAN 3.1. Pembuatan Model Sejarah Geologi Model sejarah geologi yang dianalisis pada penelitian ini adalah model kurva sejarah pemendaman seperti yang telah dibahas pada bab

Lebih terperinci

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi DAFTAR ISI JUDUL... PENGESAHAN. i PERNYATAAN. ii IJIN PENGGUNAAN DATA iii KATA PENGANTAR.... v SARI...... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 3 BAB I PENDAHULUAN... 8 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

INTERPRETASI DATA PENAMPANG SEISMIK 2D DAN DATA SUMUR PEMBORAN AREA X CEKUNGAN JAWA TIMUR

INTERPRETASI DATA PENAMPANG SEISMIK 2D DAN DATA SUMUR PEMBORAN AREA X CEKUNGAN JAWA TIMUR INTERPRETASI DATA PENAMPANG SEISMIK 2D DAN DATA SUMUR PEMBORAN AREA X CEKUNGAN JAWA TIMUR Nofriadel, Arif Budiman Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang, 25163 e-mail:

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii SARI... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

INVERSI IMPEDANSI ELASTIK UNTUK MENGESTIMASI KANDUNGAN RESERVOIR BATUPASIR LAPANGAN Ve FORMASI CIBULAKAN CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

INVERSI IMPEDANSI ELASTIK UNTUK MENGESTIMASI KANDUNGAN RESERVOIR BATUPASIR LAPANGAN Ve FORMASI CIBULAKAN CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 14, No. 3, Juli 2011, hal 87-92 INVERSI IMPEDANSI ELASTIK UNTUK MENGESTIMASI KANDUNGAN RESERVOIR BATUPASIR LAPANGAN Ve FORMASI CIBULAKAN CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Veratania

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR FORMASI GUMAI MENGGUNAKAN INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK MODEL BASED DI LAPANGAN HEAVEN CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di Indonesia semakin banyak ditemukan minyak dan gas yang terdapat pada reservoir karbonat, mulai dari ukuran kecil hingga besar. Penemuan hidrokarbon dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Minyak dan gasbumi hingga saat ini masih memiliki peranan sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan energi umat manusia, meskipun sumber energy alternatif lainnya sudah

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN POISSON S RATIO. Berikut ini adalah diagram alir dalam mengerjakan permodelan poisson s ratio.

BAB IV PERMODELAN POISSON S RATIO. Berikut ini adalah diagram alir dalam mengerjakan permodelan poisson s ratio. 94 BAB IV PERMODELAN POISSON S RATIO 4.1 Work Flow Permodelan Poisson Ratio Berikut ini adalah diagram alir dalam mengerjakan permodelan poisson s ratio. Selain dari data seismic, kita juga membutuhkan

Lebih terperinci

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen BAB V Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen ANALISA STRATIGRAFI SEKUEN Korelasi adalah langkah yang sangat penting dalam suatu pekerjaan geologi bawah permukaan sebab semua visualisasi baik dalam bentuk penampang

Lebih terperinci

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 5, No. 1, Januari 2016, Hal 1-12

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 5, No. 1, Januari 2016, Hal 1-12 Youngster Physics Journal ISSN : 2302-7371 Vol. 5, No. 1, Januari 2016, Hal 1-12 ANALISIS PERSEBARAN ZONA RESERVOIR LAPANGAN DT-1 MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK DAN ATRIBUT VARIANSI Tyas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel...

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... DAFTAR ISI Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract...... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... i iii iv v viii xi xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian...

Lebih terperinci

Karakterisasi Reservoar Menggunakan Inversi Deterministik Pada Lapangan F3 Laut Utara, Belanda

Karakterisasi Reservoar Menggunakan Inversi Deterministik Pada Lapangan F3 Laut Utara, Belanda Karakterisasi Reservoar Menggunakan Inversi Deterministik Pada Lapangan F3 Laut Utara, Belanda Sri Nofriyanti*, Elistia Liza Namigo Jurusan Fisika Universitas Andalas *s.nofriyanti@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik persiapan data, analisis awal (observasi, reconnaissance) untuk mencari zone of interest (zona menarik), penentuan parameter dekomposisi spektral yang tetap berdasarkan analisis awal, pemrosesan dekomposisi

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 5. Pengambilan Conventinal Core utuh dalam suatu pemboran... Gambar 6. Pengambilan Side Wall Core dengan menggunakan Gun...

DAFTAR GAMBAR. Gambar 5. Pengambilan Conventinal Core utuh dalam suatu pemboran... Gambar 6. Pengambilan Side Wall Core dengan menggunakan Gun... DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kontribusi berbagai cabang disiplin ilmu dalam kegiatan eksplorasi (Peadar Mc Kevitt, 2004)... Gambar 2. Peta Lokasi Struktur DNF... Gambar 3. Batas batas Struktur DNF dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 9 II.1. Tektonik... 9 II.2. Struktur Geologi II.3. Stratigrafi II.4. Sistem Perminyakan...

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 9 II.1. Tektonik... 9 II.2. Struktur Geologi II.3. Stratigrafi II.4. Sistem Perminyakan... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.... i HALAMAN PENGESAHAN.... ii HALAMAN PERNYATAAN.... iii IJIN PENGGUNAAN DATA.... iv KATA PENGANTAR.... v SARI........ vii ABSTRACT....... viii DAFTAR ISI............ ix DAFTAR

Lebih terperinci

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari tanggal 7 Juli 2014 sampai dengan 30 September 2014 dan bertempat di Fungsi Geologi dan Geofisika (G&G) Technical

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI S K R I P S I... I HALAMAN PENGESAHAN... II KATA PENGANTAR...... III HALAMAN PERSEMBAHAN... V SARI......... VI DAFTAR ISI... VII DAFTAR GAMBAR.... IX BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.........

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA 19 BAB IV PENGOLAHAN DATA IV.1 Alat dan Bahan Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data prestack seismik refleksi 3D lapangan Blackfoot yang terdiri dari Inline 1 -.102 dan Xline 1-101. Selain

Lebih terperinci

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk menafsirkan perkembangan cekungan. Perlu diingat bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pesat. Hasil perkembangan dari metode seismik ini, khususnya dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pesat. Hasil perkembangan dari metode seismik ini, khususnya dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seismik telah menjadi metode geofisika utama dalam industri minyak bumi dalam beberapa dekade terakhir sehingga menyebabkan metode ini berkembang dengan sangat pesat.

Lebih terperinci

APLIKASI INVERSI SEISMIK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR

APLIKASI INVERSI SEISMIK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 APLIKASI INVERSI SEISMIK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR Ari Setiawan, Fasih

Lebih terperinci

Analisis Atribut Seismik dan Seismic Coloured Inversion (SCI) pada Lapangan F3 Laut Utara, Belanda

Analisis Atribut Seismik dan Seismic Coloured Inversion (SCI) pada Lapangan F3 Laut Utara, Belanda Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 2, April 2016 ISSN 2302-8491 Analisis Atribut Seismik dan Seismic Coloured Inversion (SCI) pada Lapangan F3 Laut Utara, Belanda Rahayu Fitri*, Elistia Liza Namigo Jurusan

Lebih terperinci

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI III.1 Penentuan Siklus Sedimentasi Regional Dari peta geologi permukaan, diketahui bahwa umur batuan yang tersingkap di permukaan dari daratan Kamboja adalah Paleozoikum,

Lebih terperinci

c. Peta struktur PMT5 d. Peta struktur PMT6 e. Peta struktur PMT7 f. Peta struktur PMT8

c. Peta struktur PMT5 d. Peta struktur PMT6 e. Peta struktur PMT7 f. Peta struktur PMT8 a. Peta struktur PMT3 b. Peta struktur PMT4 r-1 r-1 r-2 r-2 m-1 m-1 Tinggi m-2 m-2 U m-3 r-3 r-3 m-3 5km U Rendah c. Peta struktur PMT5 d. Peta struktur PMT6 r-1 r-1 r-2 r-2 m-1 m-1 m-2 m-2 U r-3 r-3 5km

Lebih terperinci

Deteksi Lapisan Hidrokarbon Dengan Metode Inversi Impedansi Akustik Dan EMD (Empirical Mode Decompotition) Pada Formasi Air Benakat Lapangan "X"

Deteksi Lapisan Hidrokarbon Dengan Metode Inversi Impedansi Akustik Dan EMD (Empirical Mode Decompotition) Pada Formasi Air Benakat Lapangan X Deteksi Lapisan Hidrokarbon Dengan Metode Inversi Impedansi Akustik Dan EMD (Empirical Mode Decompotition) Pada Formasi Air Benakat Lapangan "X" Oleh : M. Mushoddaq 1108 100 068 Pembimbing : Prof. Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrokarbon merupakan salah satu energi yang sangat penting di dunia. Semakin menipisnya hidrokarbon dan semakin besarnya jumlah permintaan mengakibatkan kegiatan untuk

Lebih terperinci

KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT DENGAN APLIKASI SEISMIK ATRIBUT DAN INVERSI SEISMIK IMPEDANSI AKUSTIK

KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT DENGAN APLIKASI SEISMIK ATRIBUT DAN INVERSI SEISMIK IMPEDANSI AKUSTIK Karakterisasi Reservoar Karbonat... KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT DENGAN APLIKASI SEISMIK ATRIBUT DAN INVERSI SEISMIK IMPEDANSI AKUSTIK Ridho Fahmi Alifudin 1), Wien Lestari 1), Firman Syaifuddin 1),

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTARK ABSTRACT

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTARK ABSTRACT DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTARK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL i ii iii iv v vi vii viii ix BAB I.

Lebih terperinci

BAB III INTERPRETASI SEISMIK

BAB III INTERPRETASI SEISMIK BAB III INTERPRETASI SEISMIK 3.1 Menentukan Marker Seismik Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, bahwa terlebih dahulu harus diketahui marker sebelum memulai pick horizon dalam suatu section

Lebih terperinci

BAB V ANALISA SEKATAN SESAR

BAB V ANALISA SEKATAN SESAR BAB V ANALISA SEKATAN SESAR 5.1 Analisa Sesar Pada daerah analisa ini terdapat sebanyak 19 sesar yang diperoleh dari interpretasi seismik. Pada penelitian sebelumnya keterdapatan sesar ini sudah dipetakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Dalam mencari cadangan minyak dan gas bumi, diperlukan adanya kegiatan eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas yang sudah

Lebih terperinci

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri. Dari hasil perhitungan strain terdapat sedikit perbedaan antara penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp dan penampang yang hanya dipengaruhi oleh sesar normal listrik. Tabel IV.2 memperlihatkan

Lebih terperinci

Chendrasari Wahyu Oktavia Dosen Pembimbing : DR. Widya Utama,DEA Jurusan Fisika- FMIPAITS, Institut Teknbologi Sepuluh Nopember Surabaya

Chendrasari Wahyu Oktavia Dosen Pembimbing : DR. Widya Utama,DEA Jurusan Fisika- FMIPAITS, Institut Teknbologi Sepuluh Nopember Surabaya ANALISA KARAKTERISASI RESERVOAR BATUGAMPINNG BERDASARKAN SEISMIK INVERSI UNTUK MEMETAKAN POROSITAS RESERVOAR BATUGAMPING PADA FORMASI BATURAJA LAPANGAN SUN Chendrasari Wahyu Oktavia Dosen Pembimbing :

Lebih terperinci

IV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman

IV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman IV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman Berdasarkan hasil penentuan batas sekuen termasuk di tiga sumur yang memiliki data check-shot (Bayan A1, Mengatal-1 dan Selipi-1)

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. seismik juga disebut gelombang elastik karena osilasi partikel-partikel

III. TEORI DASAR. seismik juga disebut gelombang elastik karena osilasi partikel-partikel III. TEORI DASAR A. Konsep Dasar Seismik Gelombang seismik merupakan gelombang mekanis yang muncul akibat adanya gempa bumi. Pengertian gelombang secara umum ialah fenomena perambatan gangguan atau (usikan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai geologi terutama mengenai sifat/karakteristik suatu reservoir sangat penting dalam tahapan eksploitasi suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak pada bagian utara-tengah dari Sulawesi Selatan merupakan salah satu subcekungan yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Area penelitian terletak di area X Malita Graben yang merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Area penelitian terletak di area X Malita Graben yang merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Area penelitian terletak di area X Malita Graben yang merupakan bagian dari Cekungan Bonaparte (di bagian barat laut (NW) shelf Australia). Dalam berbagai publikasi

Lebih terperinci