BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Pengertian Implementai Pengertian implementasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pelaksanaan atau penerapan. Dalam hal ini, implementasi diartikan sebagai sebuah pelaksanaan atau penerapan suatu program ataupun kebijakan yang telah dirancang atau didesain dan dijalankan secara keseluruhan. Secara singkat, implementasi dapat diartikan sebagai penerapan, pelaksanaan, perwujudan dalam tindak nyata. Van Master dan Van Horn (dalam Wahab 2002), merumuskan proses implementsi atau pelaksanaan sebagai berikut: Tindakantindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompokkelompok pemerintah/swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tunuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Sedangkan implementasi dalam pengertian luas adalah pelaksanaan dan melakukan suatu program kebijaksanaan. Dan dijelaskan bahwa suatu proses interaksi diantara merancang dan menentukan sasaran yang diinginkan. Implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan dalam proses kebijakan karena tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan merupakan aktivitas yang terlihat setelah adanya pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan implementasi baru akan dimulai apabila tujuan

2 dan sasaran telah ditetapkan, kemudian program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap untuk proses pelaksanaanya dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran atau tujuan kebijakan yang diinginkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Program akan menunjang implementasi, karena dalam program tesebut telah dimuat berbagai aspek antara lain: 1. Adanya tujuan yang inigin dicapai. 2. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang harus diambil dalam mencapai tujuan itu. 3. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui. 4. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan. 5. Adanya strategi dalam pelaksanaan. 2.2 Pelayanan Pengertian Pelayanan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pelayanan adalah sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Selain itu, pengertian pelayanan menurut Kotler dalam Laksana (2008) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yanga dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Sementara itu, menurut Lovelock, Petterson & Walker dalam Tjiptono (2005) mengemukakan perspektif pelayanan sebagai sebuah sistem, dimana setiap bisnis jasa

3 dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas dua komponen utama: (1) operasai jasa; dan (2) penyampaian jasa. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan merupakan suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu diberikan kepada orang lain Sistem Pelayanan Sosial Sistem pelayanan sosial merupakan suatu usaha yang dilakukan kelompok atau seseorang atau birokrasi untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada klien dalam mencapai tujuan tertentu. Pelayanan sosial adalah salah satu bentuk kebijakan sosial yang ditujukan untuk mempromosikan kesejahteraan. Namun demikian, pemberian pelayanan sosial bukan merupakan satu-satunya strategi untuk meningkatkan kesejahteraan seseorang atau masayarakat, Ia hanyalah salah satu strategi kebijakan sosial dalam mencapai tujuannya. Dalam kesejahteraan sosial juga terdapat usaha kesejahteraan sosial, dimana pelayanan sosial juga termasuk dari salah satu di dalamnya. Perlu dibedakan dua macam pengertian pelayanan sosial, yaitu: 1. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya. 2. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya (Muhidin, 1992:41).

4 Luasnya konsepsi mengenai pelayanan-pelayanan sosial sebagaimana dikemukakan Romanyshyn 1971, bahwa pelayanan sosial bukan hanya sebagai usaha memulihkan, memelihara, dan meningkatkan kemampuan berfungsi sosial individu dan keluarga, melainkan juga sebagai usaha untuk menjamin berfungsinya kolektifitas seperti kelompok-kelompok sosial, organisasi serta masyarakat Fungsi Sistem Pelayanan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi pelayanan sosial sebagai berikut: 1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat. 2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi. 3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian. 4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat, untuk tujuan pembangunan. 5. Penyediaan dan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar pelayanan-pelayanan yang terorganisir dapat berfungsi. Sementara Ricart M. Titmus dalam Muhidin (1992: 43) mengemukakan fungsi pelayanan sosial di tinjau dari perspektif masyarakat sebagai berikut : 1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok dan masyarakat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. 2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suatu investasi yang di perlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial (suatu program tenaga kerja).

5 3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk melindungi masyarakat. 4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat pelayanan sosial (misalnya kompensasi kecelakaan industri dan lainya). Sedangkan Alfred J. Khan dalam Muhidin (1992: 43) menyatakan bahwa fungsi utama pelayanan sosial adalah: 1. Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan. 2. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan, dan rehabilitasi. 3. Pelayanan akses. Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan dimaksudkan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam diri anak dan pemuda melalui programprogram pemeliharaan, pendidikan (non formal), dan pengembangan. Tujuannya untuk menanamkan nilai-nilai masyarakat dalam usaha pengembangan kepribadian anak. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan, dan rehabilitasi mempunyai tujuan untuk melaksanakan pertolongan pada seseorang, baik secara individual maupun di dalam kelompok atau keluarga dan masyarakat agar mampu mengatasi masalah-masalahnya. Adanya berbagai kesenjangan dalam pelayanan sosial akses, maka pelayanan sosial mempunyai fungsi sebagai akses untuk menciptakan hubungan bimbingan yang sehat antara berbagai program, sehingga program-program tersebut dapat berfungsi dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkanya.

6 2.3 Autis Pengertian Autis Pengertian autis telah banyak dikemukakan oleh beberapa ahli. Secara harfiah autis berasal dari kata autos yaitu diri dan isme yang berarti paham/aliran. Autis dari kata auto (sendiri), secara etimologi : anak autis adalah anak yang memiliki gangguaan perkembangan dalam dunianya sendiri. Mujahidin (2012), menjelaskan autis merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi proses akuasi keterampilan individu manusia dalam area interaksi sosial, komunikasi dan imajinasi. Seperti kita ketahui banyak istilah yang muncul mengenai gangguan perkembangan, diantaranya adalah: 1. Autism (autisme) yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak. 2. Autist (autis) yaitu, anak yang mengalami ganguan autisme. 3. Autistic child (anak autistik) merupakan keadaan anak yang mengalami gangguan autis (Kanner & Asperger, 1943). Pengertian autis dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R- IV merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Pervasive Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah (umbrella term) PDD, yaitu:

7 1. Autistic Disorder (Autism) : muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotipe pada minat dan aktivitas. 2. Asperger s Syndrome : hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata. 3. Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS) : merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome). 4. Rett s Syndrome : lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya, kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan gerakan-gerakan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1-4 tahun. 5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) : menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya. Dari uraian yang dipaparkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa anak autis yaitu anak-anak yang mengalami kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi-fungsi, seperti persepsi (perceiving), intending,, imajinasi (imagining), dan perasaan (feeling) yang terjadi sebelum usia tiga tahun

8 dengan dicirikan oleh adanya hambatan kualitatif dalam interaksi sosial komunikasi dan terobsesi pada satu kegiatan atau objek yang mana mereka memerlukan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya. Leo Kanner (Handojo, 2003) autis merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. Chaplin (2000) mengatakan anak autis memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri. 2. menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri. 3. Keyakinan ekstrim dengan pikiran dan fantasi sendiri Gejala Autis Anak dengan autis dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilakuperilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autis adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris

9 yang mereka terima, misalnya suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka. 1. Gangguan Komunikasi a. Terlambat bicara b. Meracau, bicara tidak jelas atau tidak dimengerti c. Tidak mengerti maksud pembicaraannya sendiri d. Meniru atau membeo dengan suara monoton e. Berbicara tetapi tidak untuk komunikasi f. Tidak memahami pembicaraan orang lain dan tidak mampu berkomunikasi 2. Gangguan Interaksi Sosial a. Tidak ada kontak mata b. Tidak mempunyai rasa empati c. Tidak tertarik dengan orang lain 3. Gangguan Emosi a. Anak biasa secara mendadak tertawa/menangis/marah tanpa sebab yang jelas b. Sulit mengendalikan emosi c. Seringkali ada ketakutan yang tidak wajar 4. Gangguan Perilaku a. Bersikap tidak acuh, tidak mau diatur dan asyik dengan dunianya sendiri b. Hyperactive sehingga selalu mondar-mandir, berlari-lari, lompat-lompat tak terarah, bertepuk tangan, berjinjit, mengepak-ngepakkan tangan, berteriak,

10 namun ada juga yang hypoactive sehingga seringkali duduk bengong dan melamun atau terpukau benda tertentu c. Perilaku yang kaku, berulang, monoton dan merasa terganggu terhadap perubahan 5. Gangguan Persepsi Sensoris a. Gangguan persepsi taktil sehingga sebagian anak tidak merasakan rasa sakit berlebihan, sebagian merasa terganggu menggunakan pakaian berbahan kasar b. Gangguan persepsi pengecapan c. Gangguan persepsi auditor Penyebab Autis a. Terjadinya kelainan struktur sel otak yang disebabkan virus rubella, toxoplasma, herpes, jamur, pendarahan, keracunan makanan. b. Faktor genetik (ada gen tertentu yang mengakibatkan kerusakan pada sistem limbic). c. Faktor sensory interpretation errors. Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal timbulnya gangguan autis. Namun demikian ada beberapa faktor yang dimungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autism, sebagai berikut : 1. Menurut Teori Psikososial Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autis dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.

11 2. Teori Biologis a. Faktor genetik, yaitu keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding populasi keluarga normal. b. Pranatal, natal dan post natal, yaitu pendarahan pada kehamilan awal, obatobatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia. c. Neuro anatomi, yaitu gangguan atau disfungsi pada sel-sel otak selama dalam kandungan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, pendarahan, atau infeksi. d. Struktur dan biokimiawi, yaitu kelainan pada cerebellum dengan sel-sel purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah. 3. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambang batu bara, dll. 4. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada 60 % anak autis mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan Hambatan-hambatan Anak Autis Ada beberapa permasalahan yang dialami oleh anak autis yaitu : anak autis memiliki hambatan kualitatif dalam interakasi social, artinya bahwa anak auitistik memiliki hambatan dalam kualitas interaksi dengan individu di sekitar

12 lingkungannya, seperti sering terlihat menarik diri, acuh tak acuh, lebih senang bermain sendiri, menunjukkan perilaku yang tidak hangat, tidak ada kontak mata dengan orang lain, dan bagi mereka yang keterlekatannya dengan orang tua tinggi, anak akan cemas apabila ditinggalkan olh orang tuanya. Sekitar 50 persen anak autis yang mengalami keterlambatan dalam berbicara dan berbahasa. Mereka mengalami kesulitan dalam memahami pembicaraan orang lain yang dilakukan pada mereka, kesulitan dalam memahami arti kata-kata dan apabila berbicara tidak pada konteks yang tepat. Sering mengulang kata-kata tanpa bermaksud untuk berkomunikasi, dan sering salah dalam menggunakan kata ganti orang, contohnya menggunakan kata saya untuk orang lain dan kata kamu untuk diri sendiri. Mereka tidak mengkompensasikan ketidakmampuannya dalam berbicara dengan bahasa yang lain, sehingga apabila mereka menginginkan sesuatu tidak meminta dengan bahasa lisan atau menunjuk dengan tubuh, tetapi menarik tangan orang tuanya untuk mengambil objek yang diinginkannya. Mereka juga sukar mengatur volume suaranya, kurang dapat menggunakan bahasa tubuh untuk berkomunikasi seperti : menggeleng, mengangguk, melambaikan tangan, dan lain sebagainya. Anak autis memiliki minat yang terbatas, mereka cenderung menyenangi lingkungan yang rutin dan menolak perubahan lingkungan, minat mereka terbatas artinya apabila mereka menyukai suatu perbuatan maka akan terus menerus mengulangi perbuatan itu. Anak autis juga menyenangi keteraturan yang berlebihan.

13 2.3.5 Macam-Macam Terapi Penunjang Bagi Anak Atis Anak autis dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain: 1. Metode Lovas atau ABA Metode Lovas atau ABA merupakan bentuk dari applied behaviourial analisys (ABA). Di mana dasar metode ini adalah dengan menggunakan pendekatan perilaku (behavioural) yang pada setiap tahap intervensi dini anak pada autis ditekankan pada kepatuhan, keterampilan dalam meniru dan membangun kontak mata. 2. Metode TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Communication Handicapped Children) TEACCH dilakukan dan ditujukan untuk anak-anak autis secara terstruktur dan bersifat rutin dalam kehidupan sehari-hari anak. Inti dari program ini adalah agar anak-anak dapat bekerja dengan tujuan yang jelas dalam komunitasnya. Dengan cara membuat lingkungan teratur dan terstruktur, jadwal kerja yang jelas, membuat sistem kerja yang dibantu melalui instruksi-instruksi berbentuk gambar atau simbol. 3. Terapi Okupasi Terapi okupasi berfokus unuk membentuk kemampuan hidup sehari-hari. Penekanan terapi ini adalah pada sensomotorik dan proses neurologi dengan cara memanipulasi, memfasilitasi lingkungan, sehingga tercapai peningkatan, perbaikan dan pemeliharaan kemampuan anak. Metode pendekatan terapi okupasi ini menggunakan beberapa kerangka acuan yang terstandarisasi oleh WFOT (World Federation of Occupational Therapy), meliputi:

14 a. Kerangka Acuan Psikososial: 1. Behavior/perilaku 2. Object relation 3. Cognitive behavior b. Kerangka Acuan Sensorimotorik-Multisensoris: 1. NDT (Neuro Development treatment) 2. Sensori integrasi (Sensory Treatment) 3. Movement therapy Terapi tersebut sangat dibutuhkan seorang anak autis untuk dapat berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya seperti di sekolah, di rumah maupun dengan masyarakat. 5. Terapi PECS (Picture Exchange Communicaton System) PECS dirancang untuk mengajarkan anak autis dapat mengembalikan fungsi komunikasinya dengan fokus awal pada spontanitas. PECS hanya menggunakan simbol gambar sebagai modalitas. 6. Terapi Wicara Terapi wicara dapat dilakukan, seperti bertepuk tangan dengan ritme yang berbeda-beda, mengimitasi bunyi vocal, kata dan kalimat, belajar mengenal kata benda dan sifat, merespon bunyi-bunyi dari lingkungan sekitar dan belajar membedakannya, mengembangkan kemampuan organ artikulasi, belajar berbagai ekspresi yang mewakili perasaan (sedih, senang, cemas, sakit, dan marah). Berlatih mengangguk untuk mengatakan ya, menggeleng untuk tidak, dan lain-lain.

15 7. Terapi Diet atau Makanan Melalui makanan, orangtua dapat melakukan terapi bagi anak-anak dengan gejala autis. Makanan yang disajikan tentu terdiri atas bahan-bahan yang bebas dari zat-zat pemicu autisme. Terapi diet dapat dilakukan dengan terapi biomedical yaitu berupa pengaturan makanan karena anak dengan autisme umumnya alergi terhadap makanan. 8. Terapi Medikamentosa Pemberian obat-obatan atau vitamin sesuai dengan pengawasan dokter yang berwenang Penanganan/Penatalaksanaan Terpadu Pada anak dengan gejala autistik, penanganan harus dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan sedini mungkin. Sehingga selain penanganan dari luar seperti terapi perilaku, sensori atau okupasi juga dilakukan penanganan dari dalam dengan pemeriksaan metabolisme yang mungkin menjadi faktor pencetus gejala autistik melalui serangkaian pemeriksaan dan terapi biomedis. 2.4 Pendidikan dan Pemberdayaan Anak Autis Bentuk Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Autis Pendidikan untuk anak autis usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain: 1. Sekolah Khusus Autis Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autis terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka.

16 Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka. 2. Individual Program Sistem pelayanan yang diberikan kepada anak berupa individual program dimana anak diterapi dengan teknik online, yaitu satu anak yang berkebutuhan khusus diterapi oleh satu orang terapis. Proses terapi bisa berupa terapi dengan metode Lovas atau ABA, metode TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Communication Handicapped Children), terapi okupasi, terapi PECS (Picture Exchange Communication System), terapi wicara, terapi diet makanan ataupun terapi medikamentosa Pemberdayaan Anak Autis Jika dilihat lebih jauh pemberdayaan hampir sama dengan pendidikan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang lemah atau tidak beruntung. Jadi pemberdayaan dapat diartikan suatu proses atau serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah atau anak dengan autisme dalam masyarakat sehingga mereka dapat: 1. Memenuhi kebutuhan dasarnya agar dapat memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat, dan tidak hanya itu saja melainkan juga bebas dari kesakitan. 2. Menyangkut sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan

17 3. Dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi mereka (Mujahiddin, 2012: 144). Agar ketiga hal tersebut dapat terlaksana maka pendidikan bermodelkan pemberdayaan perlu diberikan kepada anak autis. Seperti contoh dalam kasus penderita autisme ditemukan suatu fakta tentang keinginan atau kesukaan anak dengan autisme dalam bidang menggambar atau bermain music, berarti ada konten kreatif mereka yang perlu dikembangkan dan diberdayakan. Kreatifitas-kreatifitas inilah yang kemudian harus diberdayakan sehingga anak mampu mandiri dan memenuhi kehidupannya kelak. 2.5 Kemandirian Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, mandiri adalah berdiri sendiri. Kemandirian berasal dari kata dasar diri, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari perkembangan diri itu sendiri. Diri adalah inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat yang menyelaraskan dan mengkoordinasikan seluruh aspek kepribadian (Bahara, 2008). Kemandirian juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang tidak bergantung kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan secara penuh. Menurut Masrun (1986: 8) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain, maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

18 2.5.1 Kemandirian Anak Autis Untuk mengembangkan tingkat kemandirian dalam diri seorang anak autis seharusnya dilatih sejak dini baik yang dilakukan oleh orangtua atau keluarga maupun guru di sekolah khusus untuk anak yang berkebutuhan khusus seperti autis. Ketergantungan anak autis kepada guru selama proses belajar mengajar ataupun seorang terapis dengan anak autis sebagai kliennya sangatlah dominan maka sekolah berkewajiban mengembangkan kemandirian dan kemampuan khususnya dalam merawat diri, keterampilan diri yang dimiliki oleh anak melalui pemberian layanan pendidikan maupun kesehatan Faktor Pendukung Dan Penghambat Pengembangan Kemandirian Anak Autis Adapun faktor pendukung dan penghambat anak autis dalam proses pencapaian dan pengembangan kemandirian adalah sebagai berikut: a. Faktor Pendukung 1. Motivasi yang datang dari anak tersebut. 2. Kesamaan hak dengan anak normal dalam memperoleh pendidikan dan informal. 3. Terapis atau guru pembimbing yang profesional dan berpengalaman. 4. Sarana dan prasarana yang mendukung. 5. Orangtua atau keluarga yang mendukung serta memberikan perhatian pendidikan dan kesehatan kepada anaknya. b. Faktor Penghambat 1. Mood anak autis yang kadang susah ditebak.

19 2. Keterbatasan tenaga pengajar dalam menghadapi anak. 3. Sarana dan prasana yang kurang memadai. 4. Lingkungan yang kurang mendukung anak untuk mandiri. 5. Keluarga yang tidak memperdulikan proses tumbuh kembang anak karena dianggap tidak seperti anak normal. 2.6 Kerangka Pemikiran Pada dasarnya setiap anak memiliki hak yang sama dengan semua anak lainnya. Anak-anak berhak atas kesejahteraan, perawatan asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini juga termasuk kepada anak autis yang merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang berhubungan dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya tampak pada sebelum usia 3 tahun Berdasarkan hal tersebut, maka Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) dibentuk untuk mewadahi pendidikan dan pelayanan kesehatan bagi anak-anak autis di Kota Medan. Disamping itu, pendiri YAKARI memiliki anak yang berkebutuhan khusus seperti autis. Hal ini juga yang mendorong pendiri yayasan untuk mengembangkan sekolah khusus anak autis. Tujuan berdirinya YAKARI berupaya secara maksimal mensosialisasikan serta memberikan berbagai informasi kepada masyarakat. Sehingga cepat menangani anak yang terkena autis. Ada beberapa tujuan di lembaga ini untuk meningkatkan program kerja pelayanan sosial agar anak autis mampu mencapai kemandirian, antara lain:

20 1. Memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi anak dengan berkebutuhan khusus (special needs). 2. Membantu anak dengan kebutuhan khusus agar dapat mandiri. 3. Membantu orangtua yang memiliki anak autis dengan kebutuhan khusus untuk memahami kebutuhan anak tersebut. Selain itu, Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) bertujuan untuk meningkatkan kemandirian anak autis baik berupa cara berkomunikasi ataupun mampu untuk membantu dirinya dalam kehidupan sehari-hari. Adanya sistem pelayanan yang menunjang untuk mencapai kemandirian anakanak yang berkebutuhan khusus seperti anak autis, diharapkan dapat membantu perkembangan anak autis. Sistem pelayanan yang diterapkan dalam program kerja untuk meningkatkan kemandirian, kesejahteraan serta pemberdayaan anak autis, yaitu sebagai berikut: 1. Sistem pendidikan atau pembelajaran yang dilakukan oleh para terapis yang terlatih. 2. Sistem treatment meliputi: a. Metode Lovas atau ABA b. Metode TEACCH (treatment and Education of Autistic and Communication Handicapped Children c. Terapi okupasi e. Terapi PECS (Picture Exchange Communication System) f. Terapi wicara g. Terapi diet atau makanan

21 h. Terapi medikamentosa

22 Bagan Alur Pikir Anak Autis Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Sistem Pelayanan: Pemberdayaan anak 1. Sistem pendidikan atau pembelajaran 2. Sistem treatment meliputi: a. Metode Lovas atau ABA b. Metode TEACCH (treatment and Education of Autistic and Communication Handicapped Children autis dalam mencapai kemandirian: 1. Mampu berkomunikasi 2. Mampu untuk membantu dirinya dalam kehidupan c. Terapi okupasi d. Terapi PECS (Picture Exchange Communication System) e. Terapi wicara f. Terapi diet atau makanan

23 2.7 Defenisi Konsep dan Operasional Defenisi Konsep Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Setidaknya ada dua sifat konsep dalam ilmu-ilmu sosial. Konsep itu sangat luas cakupannya. Akibatnya, kajian akan konsep itu dapat dilakukan secara multi dimensi atau dapat dikaji dari berbagai aspek (Siagian, 2011:136). Jika dikaitkan dengan realitas sosial, maka konsep-konsep yang ada dalam ilmu-ilmu sosial dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu: 1. Konsep-konsep yang secara eksplisit menunjukkan hubungannya dengan realitas sosial yang diwakili dan dideskripsikan. 2. Konsep yang menunjukkan hubungannya secara implisit dengan realitas sosial. Dengan demikian sifat hubungan itu kabur dan abstrak. Bahkan tidak mudah mengetahui hubungan konsep-konsep tersebut dengan fenomena sosial yang diwakili dan dideskripsikan. Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut dengan defenisi konsep. Secara sederhana defenisi disini diartikan sebagai batasan arti.

24 Oleh karena itu, untuk menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut: a. Implementasi adalah sebagai penerapan, pelaksanaan, perwujudan dalam tindak nyata suatu program ataupun kebijakan. b. Sistem pelayanan adalah suatu satu kesatuan yang dibutuhkan dalam terselenggaranya suatu pelayanan untuk mencapai tujuan. c. Anak autis adalah anak-anak yang mengalami kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi-fungsi : persepsi (perceiving), intending,, imajinasi (imagining), dan perasaan (feeling) yang terjadi sebelum usia tiga tahun dengan dicirikan oleh adanya hambatan kualitatif dalam interaksi sosial komunikasi dan terobsesi pada satu kegiatan atau objek yang mana mereka memerlukan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya. d. Kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. e. Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) adalah yayasan yang memberikan pelayanan kepada anak autis maupun anak-anak yang berkebutuhan khusus lainnya yang didirikan berupa klinik dan sekolah untuk anak autis Defenisi Operasional Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya

25 dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Defenisi operasional bertujuan untuk memudahkan penelitian di lapangan. Sehingga peneliti dapat mengetahui baik atau buruknya pengukuran dan mengetahui ukuran suatu variabel. Ditinjau dari proses atau langkah-langkah penelitian, dapat dikemukakan bahwa perumusan defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Jika perumusan defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011: 141). Adapun yang menjadi defenisi operasional dengan melihat berbagai indikator yang akan diteliti dari keberhasilan program dan tujuan dari Yayasan Ananda Karsa Mandiri, sebagai berikut: 1. Sistem pendidikan dan pembelajaran, yaitu Pendidikan untuk anak autis usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain: a. Sekolah Khusus Autis Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autis terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka. b. Individual Program

26 Sistem pelayanan yang diberikan kepada anak berupa individual program dimana anak diterapi dengan teknik online, yaitu satu anak yang berkebutuhan khusus diterapi oleh satu orang terapis. Proses terapi bisa berupa terapi dengan metode Lovas atau ABA, metode TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Communication Handicapped Children), terapi okupasi, terapi PECS (Picture Exchange Communication System), terapi wicara, terapi diet makanan ataupun terapi medikamentosa. 2. Sistem treatment meliputi: a. Metode Lovas atau ABA, yaitu dasar metode ini adalah dengan menggunakan pendekatan perilaku. b. Metode TEACCH (treatment and Education of Autistic and Communication Handicapped Children, yaitu anak-anak autis melakukan kegiatannya secara terstruktur dan jelas dalam komunitasnya. c. Terapi okupasi, yaitu berfokus untuk membentuk kemampuan hidup seharihari. d. Terapi PECS (Picture Exchange Communication System), yaitu dirancang untuk mengajarkan anak autis dapat mengembalikan fungsi komunikasinya dengan fokus awal pada spontanitas. e. Terapi wicara, yaitu dapat dilakukan seperti bertepuk tangan dengan ritme yang berbeda, merespon bunyi, dan lain-lain. f. Terapi diet atau makanan dapat dilakukan dengan terapi biomedical, yaitu berupa pengaturan makanan karena anak dengan autis umumnya alergi terhadap makanan.

27 g. Terapi medikamentosa, yaitu pemberian obat-obatan atau vitamin di bawah pengawasan dokter ahli.

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki

Lebih terperinci

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Autism aritnya hidup sendiri Karakteristik tingkah laku, adanya defisit pada area: 1. Interaksi sosial 2. Komunikasi 3. Tingkah laku berulang dan terbatas A. Adanya gangguan

Lebih terperinci

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme mrpk kelainan seumur hidup. Fakta baru: autisme masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah suatu titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberikan kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orang tua akan menjaga sebaik-baiknya dari mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak merupakan sebuah proses yang indah di mata orang tua. Karena anak merupakan buah cinta yang senantiasa ditunggu oleh pasangan yang telah menikah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan tertentu. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena

Lebih terperinci

PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS. Mohamad Sugiarmin

PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS. Mohamad Sugiarmin PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS Mohamad Sugiarmin Pengantar Perhatian pemerintah dan masyarakat Upaya bantuan Sumber dukungan Tantangan dan Peluang Konsep Anak Autis dan Prevalensi Autism = autisme yaitu nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan hadirnya buah hati di tengah-tengah kehidupan mereka, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Leo Kanner 1943 : Anggapan sebenarnya : 11 kasus anak dgn kesulitan berkomunikasi. Tidak berhubungan dgn retardasi mental

Pendahuluan. Leo Kanner 1943 : Anggapan sebenarnya : 11 kasus anak dgn kesulitan berkomunikasi. Tidak berhubungan dgn retardasi mental AUTISME Pendahuluan Leo Kanner 1943 : 11 kasus anak dgn kesulitan berkomunikasi Disebut Autisme infantil Tidak berhubungan dgn retardasi mental Anggapan sebenarnya : 75 80% ada retardasi mental Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya. Setiap orang yang telah terikat dalam sebuah institusi perkawinan pasti ingin dianugerahi seorang anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini para penderita anak berkebutuhan khusus semakin meningkat di dunia dan juga di Indonesia, UNESCO (2010) melaporkan, tercatat 35 juta orang penyandang autisma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah autisme sudah cukup familiar di kalangan masyarakat saat ini, karena media baik media elektronik maupun media massa memberikan informasi secara lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat mempunyai kelompok-kelompok sosial maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya mengadakan hubungan kerjasama yaitu melalui

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN ANAK AUTIS. Sukinah,M.Pd Staf pengajar Jurusan Pendidikan luar Biasa FIP UNY

PEMBELAJARAN ANAK AUTIS. Sukinah,M.Pd Staf pengajar Jurusan Pendidikan luar Biasa FIP UNY PEMBELAJARAN ANAK AUTIS Sukinah,M.Pd Staf pengajar Jurusan Pendidikan luar Biasa FIP UNY PENGERTIAN Istilah autisme berasal dari kata autos yang berarti sendiri, dan Isme yang berati aliran. Autisme berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar anak berkembang dengan kondisi fisik atau mental yang normal. Akan tetapi, sebagian kecil anak mengalami hambatan dalam perkembangannya atau memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan di seluruh dunia. Jumlah penyandang autis di Indonesia naik delapan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan di seluruh dunia. Jumlah penyandang autis di Indonesia naik delapan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, prevalensi anak penyandang autisme telah mengalami peningkatan di seluruh dunia. Jumlah penyandang autis di Indonesia naik delapan kali lipat dalam

Lebih terperinci

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK Oleh Augustina K. Priyanto, S.Psi. Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Orang Tua Anak Autistik Berbagai pendapat berkembang mengenai ide sekolah reguler bagi anak

Lebih terperinci

Pedoman Identifikasi Anak Autis. Sukinah jurusan PLB FIP UNY

Pedoman Identifikasi Anak Autis. Sukinah jurusan PLB FIP UNY Pedoman Identifikasi Anak Autis Sukinah jurusan PLB FIP UNY Adanya gangguan dalam berkomunikasi verbal maupun non-verbal Terlambat bicara Tidak ada usaha untuk berkomunikasi Meracau dengan bahasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan dan penerus dari suatu keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan dan penerus dari suatu keluarga. Setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Anak merupakan sumber kebahagiaan dan penerus dari suatu keluarga. Setiap orang tua mempunyai keinginan untuk selalu mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sisi individu yang sedang tumbuh dan disisi lain nilai sosial, intelektual dan moral

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sisi individu yang sedang tumbuh dan disisi lain nilai sosial, intelektual dan moral BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Peaget (1896) dalam buku Konsep dan Makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi juga merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi juga merupakan hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain. Manusia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang

Lebih terperinci

MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA i MENGATASI PERMASALAHAN PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN METODE APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2003, hlm Faisal Yatim, Autisme (Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-Anak), Pustaka Populer Obor,

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2003, hlm Faisal Yatim, Autisme (Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-Anak), Pustaka Populer Obor, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rehabilitasi merupakan usaha yang perlu dikaji untuk dapat diambil dengan nempertimbangkan perbagai aspek, terutama pemulihan kesehatan fisik jasmaniah, pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis adalah suatu gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan perkembangan fungsi psikologis yang meliputi gangguan dan keterlambatan dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak dijumpai berbagai macam gangguan psikologis yang terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention Deficit Disorder) atau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan seorang anak dimulai ditengah lingkungan keluarga, lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh selama perkembangan sejak dilahirkan dan sesuai keadaan dan tingkatan tahapan perkembangan.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tabel keputusan

Lampiran 1. Tabel keputusan Lampiran 1 Tabel keputusan No 1. Umur (U) DIAGNOSA/SPEKT GEJALA (G) RUM (S) Interval Gejala umum (keseluruhan) S1 S2 S3 S4 S 5 Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan harapan bagi setiap orang tua agar kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Setiap orang tua berharap

Lebih terperinci

Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik)

Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik) Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik) Oleh Kartika Panggabean Drs. T.R. Pangaribuan, M.Pd. ABSTRAK Anak Autisme merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencapaian tujuan pendidikan nasional tidak terlepas dari peran serta orang tua atau keluarga. Keluarga sebagai bagian dari struktur sosial setiap masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak autis di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai 35 juta jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Manusia tidak bisa lepas dari hubungannya

Lebih terperinci

Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya. Materi Penyuluhan

Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya. Materi Penyuluhan Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya Materi Penyuluhan Disajikan pada Penyuluhan Guru-guru SD Citepus 1-5 Kecamatan Cicendo, Kota Bandung Dalam Program Pengabdian Masyarakat Dosen Jurusan PLB, FIP,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan fenomena yang masih menyimpan banyak rahasia walaupun telah diteliti lebih dari 60 tahun yang lalu. Sampai saat ini belum dapat ditemukan penyebab

Lebih terperinci

PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS

PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS PROGRAM INTERVENSI DINI Discrete Trial Training (DTT) dari Lovaas (Metode Lovaas) ABA (Applied Behaviour Analysis) TEACCH (Treatment

Lebih terperinci

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira Apakah Autisme Itu? A U T I S M E Gangguan Perkembangan Neurobiologis yg Kompleks, yang terjadinya atau gejalanya sudah muncul pada anak sebelum berusia Tiga tahun. Gangguan perkembangan yg terjadi mencakup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. JOGJA.AUTISM.CARE Pusat Terapi Anak Autis di Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. JOGJA.AUTISM.CARE Pusat Terapi Anak Autis di Yogyakarta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Saat ini Autistic Spectrum Disorder (ASD) yang lebih dikenal dengan nama autisme, telah merebak menjadi permasalahan yang menakutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deteksi dini untuk mengetahui masalah atau keterlambatan tumbuh kembang sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian pertumbuhan

Lebih terperinci

[SEKOLAH KHUSUS AUTIS DI YOGYAKARTA]

[SEKOLAH KHUSUS AUTIS DI YOGYAKARTA] BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Autisme Dalam Masyarakat Autis bukanlah penyakit menular tetapi merupakan kumpulan gejala klinis atau sindrom kelainan pertumbuhan anak ( pervasive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut akan dapat tercapai jika

PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut akan dapat tercapai jika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua orang tua pasti mengharapkan memiliki anak yang sehat baik fisik maupun mental dan menjadi anak yang baik dan menjadi kebanggaan keluarga. Namun pada kenyataannya,

Lebih terperinci

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis bukan sesuatu hal yang baru lagi bagi dunia, pun di Indonesia, melainkan suatu permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autisme dipandang sebagai kelainan perkembangan sosial dan mental yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak akibat kerusakan selama pertumbuhan fetus, atau saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, jumlah kasus autisme mengalami peningkatan yang signifikan di seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Setiap orang tua menginginkan anaknya lahir secara sehat sesuai dengan pertumbuhannya. Akan tetapi pola asuh orang tua yang menjadikan pertumbuhan anak tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan individu yang berbeda dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki anak adalah suatu kebahagiaan

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI OKUPASI DENGAN TEKNIK KOLASE TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK AUTIS DI TERAPI ANAK MANDIRI CENTER SETIABUDI MEDAN TAHUN 2015

PENGARUH TERAPI OKUPASI DENGAN TEKNIK KOLASE TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK AUTIS DI TERAPI ANAK MANDIRI CENTER SETIABUDI MEDAN TAHUN 2015 PENGARUH TERAPI OKUPASI DENGAN TEKNIK KOLASE TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK AUTIS DI TERAPI ANAK MANDIRI CENTER SETIABUDI MEDAN TAHUN 2015 Tiurlan Mariasima Doloksaribu, Martianus Giawa Jurusan

Lebih terperinci

Pendidikan Anak Autistk Bandi Delphie KATA PENGANTAR

Pendidikan Anak Autistk Bandi Delphie KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Begitu serasi dan sangat sempurnanya jalinan kerja sama yang terjadi antara otak dengan daya pikir dan motorik kita, sehingga perasaan-perasaan, pikiran-pikiran dan kegiatan-kegiatan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Autis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis

BAB I PENDAHULUAN. Autis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan tumbuh kembang pada anak merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di kehidupan masyarakat. Kemajuan teknologi dan informasi dalam ilmu kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas suatu bangsa. Setiap warga negara Indonesia, tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi,

Lebih terperinci

AUTISM. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS

AUTISM. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS AUTISM Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS AUTISM DAN PDD PDD = ASD Leo Kanner,1943 Early Infantile Autism Hans Asperger, 1944 Asperger Syndrome Autism Asperger Syndrome Rett Syndrome CDD PDD-NOS Mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan luar biasa bukan merupakan pendidikan yang secara keseluruhan berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Jika kadang-kadang diperlukan pelayanan yang

Lebih terperinci

PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI PADA ANAK AUTISME. Oleh. Edi Purwanta

PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI PADA ANAK AUTISME. Oleh. Edi Purwanta PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI PADA ANAK AUTISME Oleh Edi Purwanta Abstrak Orangtua, sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan anak, perlu mempersiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SISTEM PELAYANAN ANAK AUTIS DALAM MENCAPAI KEMANDIRIAN DI YAYASAN ANANDA KARSA MANDIRI (YAKARI) MEDAN. Diajukan Oleh : SITI RAHMA

IMPLEMENTASI SISTEM PELAYANAN ANAK AUTIS DALAM MENCAPAI KEMANDIRIAN DI YAYASAN ANANDA KARSA MANDIRI (YAKARI) MEDAN. Diajukan Oleh : SITI RAHMA SKRIPSI IMPLEMENTASI SISTEM PELAYANAN ANAK AUTIS DALAM MENCAPAI KEMANDIRIAN DI YAYASAN ANANDA KARSA MANDIRI (YAKARI) MEDAN Diajukan Oleh : SITI RAHMA 100902082 ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang meluas, meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah ditemukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang mungkin saja berbeda dan terbentuk dengan cara-cara yang juga beragam. Namun sebagian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autis baru diperkenalkan sejak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autis baru diperkenalkan sejak 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Autis Autis berasal dari kata auto yang berarti sendiri, penyandang autis seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autis baru diperkenalkan sejak tahun 1943

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagan 1.1. Bagan Penyebab Gangguan Kesulitan Belajar (Sumber: Koleksi Penulis)

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagan 1.1. Bagan Penyebab Gangguan Kesulitan Belajar (Sumber: Koleksi Penulis) BAB 1 PENDAHULUAN Kesehatan dan lingkungan sosial yang baik perlu diperhatikan bagi orangtua untuk anak-anak mereka. Kesehatan dan lingkungan sosial terhubung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian Pusat Pendidikan dan Terapi Anak Autis di Sukoharjo dengan Pendekatan Behaviour Architecture, perlu diketahui tentang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi anak yang menderita autism dan Attention Deficit

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi anak yang menderita autism dan Attention Deficit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses tumbuh kembang dimulai dari dalam kandungan, masa bayi, dan masa balita. Setiap tahapan pada tumbuh kembang anak memiliki ciri khas tersendiri, sehingga jika

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN. By: IRMA NURIANTI. SKM, M.Kes

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN. By: IRMA NURIANTI. SKM, M.Kes PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN By: IRMA NURIANTI. SKM, M.Kes Definisi ANAK DULU: < 12 THN; < 15 THN; < 16 THN UU Tenaga Kerja, UU Perkawinan [UU No. 9 TAHUN 1979 ttg Kesejahteraan Anak: USIA < 21 thn dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di mana-mana. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan autisme semakin lama semakin meningkat. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan diperkenalkan tahun 1943 oleh seorang psikolog anak di Amerika Serikat bernama Leo Kanner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsang dari lingkungannya. Perilaku yang kita ketahui, baik pengalaman kita sendiri ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis.

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting, banyak faktor internal maupun external yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, salah satunya adalah kematangan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER I.1. Latar Belakang Anak-anak adalah anugerah dan titipan Tuhan Yang Maha Esa yang paling berharga. Anak yang sehat jasmani rohani merupakan idaman setiap keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada

Lebih terperinci

KONSEP KESEHATAN MENTAL OLEH : SETIAWATI

KONSEP KESEHATAN MENTAL OLEH : SETIAWATI KONSEP KESEHATAN MENTAL OLEH : SETIAWATI PPB-FIP FIP-UPI PENGERTIAN KESEHATAN MENTAL KONDISI ATAU KEADAAN MENTAL YANG SEHAT SERTA TERWUJUDNYA KEHARMONISAN YANG SUNGGUH- SUNGGUH ANTARA FUNGSI JIWA UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan interaksi sesama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penerimaan (Acceptance) Penerimaan diri menurut Hurlock (1973) adalah suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya. Individu

Lebih terperinci

Anak Autistik dan Anak Kesulitan Belajar. Mohamad Sugiarmin Pos Indonesia Bandung, Senin 27 April 2009

Anak Autistik dan Anak Kesulitan Belajar. Mohamad Sugiarmin Pos Indonesia Bandung, Senin 27 April 2009 Anak Autistik dan Anak Kesulitan Belajar Mohamad Sugiarmin Pos Indonesia Bandung, Senin 27 April 2009 Pengantar Variasi potensi dan masalah yang terdapat pada ABK Pemahaman yang beragam tentang ABK Koordinasi

Lebih terperinci

BAB II INFORMASI GANGGUAN AUTIS

BAB II INFORMASI GANGGUAN AUTIS BAB II INFORMASI GANGGUAN AUTIS 2.1 Definisi Informasi Informasi adalah ilmu pengetahuan yang didapatkan dari hasil belajar, pengalaman, atau instruksi. Namun informasi memiliki banyak arti bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilatarbelakangi munculnya fenomena anak autis yang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan umum selayaknya anak normal atau bahkan banyak dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurfitri Amelia Rahman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurfitri Amelia Rahman, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan anak yang sehat dan normal biasanya dilihat dari bagaimana perkembangan motorik anak tersebut. Terkadang perkembangan motorik dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Seri penyuluhan kesehatan

Seri penyuluhan kesehatan Seri penyuluhan kesehatan Penyakit Autisme Klinik Umiyah Jl. Lingkar Utara Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia Pengertian dan gejala Autisme Autisme adalah salah satu dari sekelompok masalah gangguan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autisme merupakan suatu kumpulan gejala yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang autisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sementara berbahasa adalah proses penyampaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977).

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna rungu wicara adalah kondisi realitas sosial yang tidak terelakan didalam masyarakat. Penyandang kecacatan ini tidak mampu berkomunikasi dengan baik selayaknya

Lebih terperinci

menyebabkan perkembangan otaknya terhambat, sehingga anak mengalami kurang dapat mengendalikan emosinya.

menyebabkan perkembangan otaknya terhambat, sehingga anak mengalami kurang dapat mengendalikan emosinya. 2 tersebut dapat disimpulkan bahwa autisme yang terjadi pada anak dapat menyebabkan perkembangan otaknya terhambat, sehingga anak mengalami kesulitan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI

SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI Tan Amelia 1, M.J. Dewiyani Sunarto 2, Tony Soebijono 3 1 Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya, Jl. Raya Kedung Baruk

Lebih terperinci

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1 POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi Disusun Oleh : YULI TRI ASTUTI F 100 030

Lebih terperinci

MODEL PENDIDIKAN YANG DIBERIKAN OLEH GURU PADA ANAK AUTIS DI SLB NEGERI I PALANGKA RAYA. Dwi Sari Usop ABSTRACT

MODEL PENDIDIKAN YANG DIBERIKAN OLEH GURU PADA ANAK AUTIS DI SLB NEGERI I PALANGKA RAYA. Dwi Sari Usop ABSTRACT MODEL PENDIDIKAN YANG DIBERIKAN OLEH GURU PADA ANAK AUTIS DI SLB NEGERI I PALANGKA RAYA Dwi Sari Usop ABSTRACT Children with autism are children with distinctive characteristics that require unique education

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SEKOLAH LUAR BIASA AUTIS DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu fungsi manusia selain sebagai makhluk individu adalah sebagai makhluk sosial. Dengan fungsi tersebut, antara satu individu dengan individu lain

Lebih terperinci