TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo ( Clarias gariepinus Logam Berat Timah Hitam (Pb)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo ( Clarias gariepinus Logam Berat Timah Hitam (Pb)"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ikan lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi di Indonesia. Ikan ini banyak dibudidayakan oleh para pembudidaya ikan baik dalam skala pembenihan maupun pembesaran. Tingginya permintaan konsumen dan kisaran toleransinya yang tinggi terhadap kualitas air yang ekstrim merupakan alasan lele dumbo terus dibudidayakan. Selain itu rasa dagingnya yang khas menyebabkan ikan lele terus disukai masyarakat untuk dikonsumsi sehingga budidaya ikan lele terus berlangsung (Shafrudin et al. 2006). Ikan Lele dumbo termasuk dalam famili clariidae dan nama inggrisnya disebut dengan Catfish. Ikan lele dumbo merupakan ikan carnivora yang memiliki bentuk badan memanjang, bagian kepala gepeng atau pipih, batok kepala umumnya keras dan meruncing ke belakang. Lele dumbo memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir dan tidak bersisik. Tanda spesifik lele dumbo lainnya adalah adanya kumis atau sungut di sekitar mulut sebanyak delapan buah atau empat pasang, terdiri dari sungut nasal dua buah, sungut mandibular luar dua buah, dan sungut maxilar dua buah. Lele dumbo juga mempunyai lima buah sirip yang terdiri dari sirip pasangan (ganda) yaitu sirip dada (pectoral) dan sirip perut (ventral) serta sirip tunggal yaitu sirip punggung (dorsal), sirip ekor (caudal) dan sirip dubur (anal). Logam Berat Timah Hitam (Pb) Logam berat merupakan elemen yang memiliki berat atom antara 63,5 sampai 200,6 serta berat jenis yang lebih besar dari 5 (Srivastava dan Majumder 2008). Logam berat merupakan senyawa yang tidak dapat terdegradasi dan cenderung terakumulasi dalam mahluk hidup serta memiliki sifat toksik dan karsinogenik (Fu dan Wang 2011). Menurut Khan et al. (2011), keberadaan logam berat pada lingkungan berasal dari beberapa sumber yaitu unsur-unsur alami dari kerak bumi dan aktivitas manusia. Logam memiliki karakter bereaksi sebagai akseptor pasangan elektron (asam lewis) dan donor pasangan elektron (basa lewis) untuk membentuk beragam gugus kimia seperti suatu pasangan ion, kompleks logam, senyawa

2 8 koordinasi dan kompleks donor-akseptor (Connel dan Miller 2006). Berdasarkan karakteristik inilah logam berat dapat diikat oleh bahan lain yang bisa menjadi pasangan atau senyawa koordinasi yang sering disebut dengan ligan. Logam berat timah hitam atau timbal (Pb) merupakan salahsatu logam berat yang berbahaya bagi mahluk hidup. Logam berat ini merupakan elemen non esensial yang ditemukan pada konsentrasi yang tinggi di alam akibat kegiatan manusia, seperti : kegiatan pertambangan (Leston et al. 2010). Sifat berbahaya Pb pada mahluk hidup antara lain dapat menimbulkan penghambatan sintesis hemoglobin, disfungsi pada ginjal, sendi dan sistem reproduksi, sistem kardiovaskular, dan kerusakan akut dan kronis dari sistem saraf pusat (SSP) serta sistem saraf perifer (PNS). Efek lainnya termasuk kerusakan pada saluran pencernaan (GIT) dan saluran kemih, gangguan neurologis, serta kerusakan otak parah dan permanen (Khan et al. 2011). Timah hitam (Pb) merupakan toksik yang paling signifikan dari logam berat (Ferner 2001 dalam Khan et al. 2011). Logam Pb yang bersifat toksik biasanya dalam bentuk Pb 2+. Logam berat Pb juga menyebabkan berbagai permasalahan termasuk dalam kegiatan perikanan budidaya. Pada berbagai organisme akuatik air tawar, timbal telah terbukti memiliki efek toksik dengan sensitivitas terendah 4 µg/l. Ion Pb masuk kedalam tubuh ikan melalui insang setelah terikat pada lapisan lendir (Ahmed dan Bibi 2010). Tetapi akumulasi dalam jaringan hewan air tergantung pada konsentrasi paparan dan periode serta beberapa faktor lain seperti salinitas, suhu, interaksi agen dan aktivitas metabolik pada jaringan. Selain itu, akumulasi logam berat Pb dalam jaringan ikan tergantung pada tingkat penyerapan, penyimpanan dan depurasi. Menurut Chen dan Chen (2001), Serapan dan bioakumulasi logam berat tersimpan dengan baik di kulit, insang, lambung, otot, usus, hati, otak, ginjal dan organ reproduksi, tetapi organ target utamanya adalah hati, ginjal dan otot tergantung pada konsentrasi dan waktu pemaparan. Menurut Seymore (1995) dalam Ahmed dan Bibi (2010), Pb dimetabolisme melalui jalur metabolik Ca 2+. Oleh karena itu Pb terakumulasi dalam jaringan kerangka. Namun, Pb juga dikenal terakumulasi secara biologis dalam jaringan ikan lainnya, termasuk kulit dan sisik, insang, mata, hati, ginjal

3 9 dan otot. Disamping itu ion Pb juga dapat masuk kedalam tubuh ikan bersama dengan makanan dan air yang akhirnya diserap di usus dan jaringan lainnya. Toksisitas kronis Pb umumnya sama antara ikan dan mamalia terutama yang melibatkan disfungsi neurologis dan hematologi (Mager dan Grossel 2011). Pada ikan, efek sublethal Pb dapat menyebabkan efek orde tinggi, seperti berkurangnya kemampuan renang. Secara neurologis efek sublethal Pb berpotensi melibatkan gangguan respon koordinasi sensorik-motorik yang diperlukan untuk menangkap mangsa dan menghindari predator. Penelitian Olaifa et al. (2003) menemukan bahwa efek sublethal Pb pada ikan yaitu kehilangan keseimbangan, pemutihan kulit dan pelemahan ikan. Kompos Kompos merupakan bahan organik matang (stabil) yang terbentuk dari proses dekomposisi secara biokimiawi melalui peran mikroorganisme (Cooperband 2000). Menurut Insam dan Bertoldi (2007), pengomposan merupakan proses biodegradasi dari campuran substrat yang dilakukan oleh komunitas mikroba terdiri dari berbagai populasi dalam kondisi aerobik dan padat (solid). Proses pengomposan membutuhkan mikroorganisme untuk mengurai (break down) bahan organik. Pengomposan akan berjalan dengan baik jika mikroorganisme mendapatkan suplai yang kontinyu berupa bahan organik (makanan), air dan oksigen. Menurut Rudnik (2008), proses degradasi bahan organik menjadi kompos melalui tiga fase yaitu : fase mesofilik, termofilik, pendinginan (cooling) dan pematangan (maturity). Fase mesofilik adalah fase dimana kondisi suhu yang terjadi berada pada kisaran antara o C. Pada fase termofilik suhu yang berlangsung yaitu o C. Bakteri yang hidup pada fase ini adalah bakteri termofilik. Setelah fase termofilik ini, bahan organik akan mengalami penurunan suhu dan kematangan. Kompos dapat dibuat dari semua bahan organik termasuk dari jenis tanaman. Selama pengomposan bahan organik akan terurai dan memproduksi karbondioksida, air, panas dan kompos. Hal ini tunjukan pada reaksi berikut ini (Rudnik 2008) : Organic matter + mikroorganisme + O 2 (udara) H 2 O + CO 2 + kompos + panas

4 10 Kompos diproses oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, perlu disediakan kondisi lingkungan yang sesuai bagi mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan baku organik karena hal tersebut merupakan faktor krusial bagi keberhasilan pengomposan. Skema untuk menggambarkan proses pengomposan tersaji pada gambar berikut. Gambar 2 Skema Proses Pengomposan Secara Aerobik (Copperband 2000) Hasil akhir kompos berupa karbon, energi kimia, protein dan air lebih sedikit daripada bahan baku organik (raw materials). Produk akhirnya memiliki lebih banyak kandungan humus (humic). Chien et al. (2003) menyatakan humus mendominasi produk akhir dari kompos. Volume produk akhir kompos sekitar 50% dari bahan baku organiknya (raw materials). Proses pengomposan selain dilakukan secara aerobik dapat pula dilakukan secara anaeorobik dengan melibatkan mikroorganisme anaerob sebagai pendegradasi bahan organik. Pada proses anaerob, keberadaan oksigen tidak ada. Persamaan biokimia yang terbentuk adalah sebagai berikut (Stoffella dan Kahn 2001) : Bahan organik+bakteri anaerobik CO 2 +H 2 O + kompos +energy +H 2 S +CH 4 Perbedaan mendasar hasil sistem pengomposan anaerob dengan aerob adalah munculnya sulfur (H 2 S) dan metana (CH 4 ) pada pengomposan anaerob sedangkan pada pengomposan aeraob tidak terdapat kedua gas tersebut. Kompos yang sudah matang merupakan tujuan akhir dari proses pengomposan. Menurut Copperband (2002), Kompos sudah dianggap matang

5 11 ketika bahan baku mentah tidak lagi aktif membusuk serta secara biologis dan kimiawi stabil. Kematangan kompos biasanya didefinisikan sebagai tingkat humification (konversi senyawa organik untuk bahan humic, yang paling tahan terhadap kerusakan mikroba). Selama proses pengomposan karena kombinasi transformasi biologis dan kimia, jumlah senyawa organik terfermentasi semakin menurun sedangkan kandungan relatif dari humic meningkat (Scaglia et al dalam Diaz et al. 2007). Proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Aminah et al. (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan yaitu C/N rasio dalam bahan baku organik (raw organic material), ukuran bahan yang dikompos, aerasi, kelembaban, dan suhu. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang berkaitan dengan daya dukung bagi kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik. Semakin sesuai faktor yang mempengaruhi maka semakin cepat proses dalam pengomposan sehingga mencapai tahap kematangan kompos (maturity). Kualitas kompos salahsatunya terlihat dari stabilitas dan kematangan kompos. Menurut Rudnik (2008), Stabilitas dan kematangan adalah istilah yang sering digunakan untuk mengkarakterisasi kompos. Namun definisi tentang arti istilah-istilah ini sangat bervariasi. Stabilitas kompos mengacu pada resistensi bahan organik kompos untuk lebih lanjut didegradasi cepat dan dapat langsung diukur dengan tingkat respirometric. Kematangan kompos terkait dengan kesesuaian untuk pertumbuhan tanaman dan kaitannya dengan proses humifikasi. Ada beberapa parameter yang digunakan dalam menilai kematangan kompos. Menurut SNI , ciri kematangan suatu kompos yaitu : C/N rasio memiliki nilai 10 20, suhu sesuai dengan suhu air tanah, berwarna kehitaman dengan tekstur seperti tanah dan berbau tanah. Simamora dan Salundik (2006) menyatakan bahwa berdasarkan analisis laboratorium, ciri kompos yang sudah matang yaitu ph kompos stabil dan berkisar 6,5 7,5, C/N rasio sebesar 10 20, Kapasitas tukar ion (KTK) tinggi mencapai 110 me/100 gram dan daya absorpsi air tinggi.

6 12 Karakteristik Bahan Baku Pengomposan Beberapa bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan baku (raw material) untuk pengomposan yaitu Daun Gamal (Gliricidia sepium), Daun api-api (Avicennia sp.) dan batang pisang (Musa sp.). Bahan-bahan ini merupakan bahan yang berasal dari tumbuhan hijau yang keberadaannya cukup berlimpah. Proses pengomposan pada bahan-bahan ini relatif singkat karena kandungan C/N rasionya yang rendah. Daun gamal dan daun api-api sebagaimana daun tanaman tingkat tinggi lainnya memiliki dinding sel yang dibuat dari karbohidrat dan protein. Kandungan karbohidrat pada daun lebih banyak daripada protein. Tiap-tiap tumbuhan memiliki perbandingan komposisi jumlah karbohidrat dan protein yang berbedabeda. Karbohidrat dan protein inilah yang menentukan tinggi rendahnya C/N rasio daun. Unsur utama karbohidrat dalam tumbuhan menurut Heldt dan Piechulla (2011) adalah selulosa. Unsur penting lainnya yaitu hemiselulosa dan pektin. Protein yang terdapat pada dinding sel daun biasanya dalam bentuk glicoprotein. Batang pisang (Musa sp.) merupakan salahsatu hasil perkebunan yang tidak dimanfaatkan. Komponen utama yang terdapat dalam batang pisang ialah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Menurut Li et al. (2010), kandungan utama yang terdapat pada batang pisang yaitu selulosa 39,12%, holoselulosa (campuran semua selulosa dan hemiselulosa) 72,71%, pektin 0,27%, lignin (klason lignin 8,8 % dan acid soluble lignin 1,90 %). Selulosa merupakan polimer tidak bercabang yang terdiri dari molekul D- glukosa yang terhubung satu sama lain dengan β -1,4 glycosidic linkages. Selulosa berbeda dengan hemiselulosa yang mengandung berbagai jenis polisakarida selain D-glukosa, seperti: heksosa D-manosa, D-galaktosa, D-fukosa, dan pentosa D- xylosa and L-arabinosa. Sedangkan pektin adalah campuran polimer dari asam gula seperti asam D-galakturonik yang dihubungkan oleh jaringan α -1,4 glikosidik. Disamping itu pada daun terdapat protein berupa Glikoprotein yang merupakan protein struktural dari dinding sel dihubungkan oleh ikatan glikosidik. Struktur kimia lainnya yang sangat sedikit terdapat di daun dan banyak terdapat pada batang adalah lignin. Lignin merupakan komponen penyusun tumbuhan yang banyak terdapat pada batang pohon atau tangkai pohon termasuk tandan. Lignin terbentuk oleh polimerisasi dari phenylpropane derivatif alkohol cumaryl, alkohol coniferyl, dan alkohol sinapyl, menghasilkan struktur yang sangat padat

7 13 Humus Humus merupakan fraksi bahan organik yang resisten dan relatif tahan terhadap proses biodegradasi dan memiliki warna coklat gelap sampai hitam (Tate 1987). Humus muncul dari degradasi kimia dan biologi bahan organik dari aktivitas sintetik mikroorganisme. Salahsatu sumber utama dari bahan organik tanah adalah tumbuhan sehingga proses pengomposan yang berasal dari tumbuhan dapat menghasilkan humus. Komponen humus dibentuk oleh sebuah proses yang disebut humifikasi. Humus terdiri atas substansi non humus dan substansi humus (Tipping 2004). Substansi non humus seperti lipid, asam amino, karbohidrat dan Substansi humus diantaranya yaitu asam humat, asam fulvat dan humin. Substansi humus muncul dari degradasi biokimia yang membentuk bahan yang cenderung terasosiasi kedalam kedalam struktur kimia yang kompleks dan lebih stabil dibandingkan dengan bahan baku (raw material) (Schnitzer dan Khan 1978). Karakteristik pentingnya yaitu kemampuan untuk membentuk kompleks yang larut dalam air dan tidak larut dengan ion logam. Substansi humus mempunyai kontribusi dalam pertukaran anion dan kation, kompleks atau chelate beberapa ion logam, dan berperan sebagai ph buffer. Aiken et al. (1985) menyatakan bahwa fraksi utama dari substansi humus yaitu asam humat, asam fulvat dan humin memiliki kelarutan yang berbeda. Fraksi substansi ini dibedakan berdasarkan kelarutannya dalam suasana asam (acid) atau basa (base). Menurut Schnitzer dan Khan (1978), Struktur tiga fraksi substansi humus terlihat mirip tetapi berbeda dalam berat molekul, analisis pokok, dan kandungan gugus fungsi. Asam humat terdiri dari campuran aliphatic lemah (rantai karbon) dan aromatic (cincin karbon) yang tidak larut di air pada kondisi ph asam tetapi larut pada kondisi ph basa. Substansi ini akan mengendap pada cairan ketika ph dibawah dua. Asam humat merupakan bahan makromolekul yang memiliki gugus fungsional seperti COOH karboksilat, -OH fenolat maupun OH alkoholat. Hal ini menyebabkan asam humat memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam karena gugus ini dapat mengalami deprotonisasi pada ph yang relatif tinggi.

8 14 Gambar 3 Struktur Kimia Asam humat (Stevenson 1994) Asam fulvat merupakan campuran dari aliphatic lemah dan bahan organik aromatik yang larut pada semua kondisi ph (asam, netral dan alkali). Substansi humus ini memiliki kandungan oksigen dua kali lipat dari asam humat tetapi rendah karbon dan nitrogen. Asam fulvat memiliki muatan yang banyak mengandung gugus fungsi oksigen yaitu karboksil (-COOH) dan hidroksil (- COH) sehingga jauh lebih reaktif secara kimia. Kapasitas pertukaran asam fulvat lebih dari dua kali lipat dari asam humat. Kapasitas tukar tinggi karena jumlah karboksil (-COOH) lebih tinggi. Gambar 4 Struktur Kimia Asam Fulvat (Schinitzer dan Khan 1978)

9 15 Humin fraksi dari susbtansi humus yang tidak larut pada air di beberapa ph. Humin merupakan substansi yang paling tahan terhadap dekomposisi (lambat dirombak) dibandingkan substansi humus yang lainnya. Humin juga memiliki warna yang paling gelap. Humin mirip dengan asam humat. Substansi ini memiliki lebih sedikit aromatic daripada asam humat tetapi mengandung muatan polysakarida yang lebih tinggi. Menurut Stevenson (1982), asam humat, asam fulvat dan humin dapat dibedakan berdasarkan perbedaan berat molekul, pigmentasi polimer dan keberadaan grup fungsional seperti : karboksil dan fenolik dengan tingkat polimerasi (gambar 5). Gambar 5 Komponen Kimia Substansi Humus (Stevenson 1982) Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa berat molekul asam fulvat lebih rendah dibandingkan dengan asam humat dan humin. Perubahan intensitas warna menjadi lebih gelap dengan semakin tingginya berat molekul. Kandungan karbon dan oksigen, asiditas dan derajat polimerisasi semuanya berubah secara sistematik dengan peningkatan berat molekul. Asam fulvat memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi dan kandungan karbon yang rendah jika dibandingkan dengan asam humat. Kandungan utama substansi humus adalah gugus fungsional carboxyl dan phenolic (Sparks 2003; Liu dan Gonzalez, 2000). Kandungan-kandungan lainnya yaitu enolic, quinone, hydroxyquinone, lactone, ketone, ether, alcoholic, amine dan amide (Chien et al. 2006; Plaza et al. 2006; Steinberg et al. 2008). Struktur

10 16 gugus fungsional dari substansi humus terlihat dalam Tabel 1 berikut ini (Stevenson 1994) : Tabel 1 Grup Fungsional Pada Substansi Humus Grup Fungsional Struktur Acidic groups Carboxyl R C=O ( OH) Enol R CH=CH OH Phenolic OH Ar OH Quinone Ar=O Hydroxyquinone Ar=OH Neutral groups Alcoholic OH R CH 2 OH Ether R CH 2 O CH 2 R Ketone R C=O( R) Aldehyde R C=O( H) Ester R C=O( OR) Basic groups Amine R CH 2 NH 2 Amide R C=O( NH R) Substansi humus yang merupakan fraksi bahan organik dapat terlarut didalam air bersamaan dengan bahan organik yang larut dalam air (Dissolved Organic Matter) (Guo dan Chorover 2003). Selain bagian dari Dissolved Organic Matter (DOM), substansi humus juga terdapat dalam Dissolved Organic Carbon (DOC) (Garces et al 2008). DOC merupakan fraksi dari bahan organik terlarut didalam air yang ikut berperan dalam proses pengikatan dan pembentukan senyawa kompleks dengan logam berat (Wright et al 2005). DOM dan DOC merupakan kesatuan bahan yang memiliki peran besar pengikatan logam berat di air. Peran DOM dan DOC dikarenakan pada fraksi bahan ini terkandung substansi humus (asam humat dan asam fulvat) yang mengandung gugus-gugus fungsi seperti : gugus karboksilat dan oksalat didalamnya.

11 17 Ikatan kompleks ion logam oleh substansi humus sangat penting dalam mempengaruhi penyimpanan dan mobilitas dari kontaminan pada air dan tanah. Jika dua atau lebih grup fungsional (misalkan karboksil) berkoordinat dengan ion logam, maka akan membentuk struktur cincin internal chelation yang merupakan bentuk kompleks (Sparks 2003). Sparks (2003) juga menjelaskan bahwa kapasitas total pengikatan dari asam humat terhadap ion logam sekitar µmol/g. Sekitar 33% dari total ini meretensi bagian kompleks kation. Bagian kompleks yang paling utama adalah karboksil dan fenolik. Interaksi Ion Logam Dengan Humus Menurut Evangelou (1998) interaksi antara ion logam dengan bahan organik padatan (substansi humus) terjadi atas dasar penjerapan permukaan (adsorpsi), pertukaran ion, dan reaksi chelate. Proses adsorpsi antara ion logam dengan bahan organik humus diawali dengan adsorpsi fisik yaitu ion logam mendekat ke permukaan padatan organik humus melalui gaya van der Waals atau ikatan hidrogen. Selanjutnya terjadi proses adsorpsi kimia setelah adsorpsi fisik berupa ion logam melekat ke permukaan padatan dengan membentuk ikatan kimia kovalen dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan padatan (Atkins 1999). Potensi substansi humus untuk membentuk kompleks dan chelate dengan logam berat dikarenakan substansi ini mengandung gugus fungsional seperti karboksil (COOH), hidroksil (OH), dan karbonil (C=O). Tingkat retensi logam berat dengan campuran koloid organik bervariasi tergantung dari kekuatan ion, ph, jenis mineral bahan organik, jenis kelompok fungsional, dan kompetisi kation (Schinitzer dan Khan 1978). Pada umumnya proses yang terjadi antara ion logam dan kompleks organik dalam berinteraksi terdiri atas tiga kejadian yaitu : Proton H + berkompetisi dengan kation untuk mengikat dinding organik, ion hidroksil (OH - ) berkompetisi dengan substansi humus untuk mengikat kation ion logam, logam lemah berkompetisi dengan logam keras terhadap grup fungsional organik. Menurut Tan (1998) gaya yang terbentuk dalam proses adsorpsi ion yaitu : gaya fisik (gaya van der waals), ikatan hidrogen (jembatan dua atom yang

12 18 elektronegatif), ikatan elektrostatik, dan ikatan koordinasi (ligan menyumbang pasangan elektron pada ion logam). Metode adsorpsi untuk logam berat umumnya berdasarkan pada interaksi ion logam dengan gugus fungsional yang ada pada senyawa organik melalui interaksi pembentukan kompleks. Ion logam dengan bahan organik humus ketika berinteraksi akan membentuk persenyawaaan kompleks dan chelate. Senyawa kompleks merupakan suatu senyawa kation yang memiliki orbital kosong (atom pusat) dengan anion yang memiliki pasangan elektron bebas (ligan) saling berikatan dengan memakai bersama pasangan elektron bebas dari ligan tersebut. Senyawa kompleks akan terikat secara chelate bila senyawa koordinasi yang ion logam pusatnya terikat oleh ligan dengan dua atau lebih ikatan (Hadiat et al. 2004). Tan (1998) mendefenisikan chelate sebagai bentuk formasi komplek (complex formation) yang muncul akibat reaksi dari ion logam dan ligan sebagai pasangan elektron. Ion logam adalah pasangan elektron penerima (acceptor) dan ligan adalah pasangan elektron donor. Ion logam berfungsi sebagai ion pusat dan ion organik berkoordinasi disekitarnya dalam lingkup koordinasi pertama. Jumlah ligan terikat pada atom pusat dalam geometri tertentu disebut bilangan koordinasi. Beberapa ligan organik dapat mengikat ion logam dengan lebih dari satu kelompok donor fungsional. Ion logam yang terikat lebih dari satu kelompok donor fungsional dari gugus fungsi ligan organik mengalami proses pembentukan cincin chelate disebut dengan chelation. Pada proses ion logam yang hanya terikat dengan satu kelompok donor fungsional dari gugus fungsi pada ligan disebut persenyawaan kompleks. Satu molekul ligan yang terlibat dalam pembentukan suatu ikatan tersebut disebut monodentate (Gambar 6). Jika dua molekul ligan membentuk ikatan dengan logam disebut bidentate (Gambar 7). Berdasarkan jumlah ligan yang berpartisipasi dalam formasi chelate, maka senyawa kompleks dapat berbentuk tridentate, tetradentate, dan pentadentate. Formasi persenyawaan kompleks dengan lebih dari satu ligan (chelation) memberikan stabilitas yang tinggi pada persenyawaan.

13 19 Gambar 6 Ikatan Monodentate Ion Logam Cu dengan Gugus Fungsi Organik (Tan 1998) Gambar 7 Ikatan Bidentate Ion Logam Cu dengan Gugus Fungsi Organik (Tan 1998) Secara umum ion logam (kation) dapat berinteraksi dengan semua anion. Namun afinitas interaksinya tergantung dari sifat keras lemahnya dari logam dan bahan pengompleks (adsorban). Proses interaksi antara kation logam dengan kompleks peng-chelate pada media air tawar dapat dilihat berdasarkan konsentrasi ligan dan logam. Menurut Buffle (1994) dalam Sparks (2003), pengompleks atau ligan bahan organik dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian. Pertama ligan inorganik sederhana seperti : Cl -, CO 2-3, SO 2-4, S-OH, F - dan PO 3-4. Kedua hard ligan (L H ) yang gugus utamanya adalah karboksil (-COOH) dan fenolik (-OH). Ketiga soft ligan (L S ) yang mengandung bagian utama N (nitrogen) dan S (sulfur). Sparks (2003) menyatakan bahwa grup logam I memilih berikatan dengan Hard ligand (L H ) tetapi membentuk kompleks yang lemah dengan ligan tersebut. Ikatan kompleks akan terjadi ketika konsentrasi logam dan ligan tinggi serta bahan pengompleks utamanya berupa ligan inorganik sederhana. Grup logam I (logam keras) menurut Pearson (1963) diantaranya yaitu: H +, Li +, Na +, Cr 3+, Sn 2+, Ca 2+, Mg 2+, Be 2+. Grup logam II (logam transisi) khususnya logam transisi divalen memiliki afinitas terhadap bagian hard ligand (L H ) dan soft ligand (L S ). Logam ini akan berkompetisi dengan grup logam I terhadap bagian hard ligan. Disamping itu juga logam ini akan berkompetisi dengan Grup logam III untuk berikatan dengan soft ligan. Grup logam II (logam transisi) menurut Peterson (1963) antara lain: Pb 2+, Zn 2+, Fe 2+,Cu 2+, Ni 2+, Co 2+. Grup logam III merupakan grup logam lemah. Grup logam III memiliki afinitas yang lebih besar pada bagian soft ligan daripada hard ligan atau ligan

14 20 inorganik sederhana. Grup logam III (grup lemah) diantaranya adalah: Cu +, Ag +, Pd 2+, Cd 2+, Hg 2+. Tan (1998) menyatakan bahwa substansi humus memiliki kemampuan membentuk kompleks yang larut dan tidak larut dengan ion logam. Kompleks logam dari asam fulvat pada umumnya lebih larut daripada asam humat. Hal ini mungkin dikarenakan berat molekul asam humat yang lebih rendah dan kelarutan asam fulvat yang lebih tinggi dalam air. Jika dua atau lebih kelompok fungsional organik (misalnya, karboksilat) mengkoordinasikan ion logam maka akan membentuk struktur cincin internal, chelation, suatu bentuk kompleksasi (Sparks 2003). Komponen pengompleks utama dari substansi humus adalah gugus karboksil dan fenolik. Konstanta stabilitas antara logam dengan kompleks substansi humus antara lain dipengaruhi oleh sumber substansi humus dan prosedur kerja ekstraksi atau isolasi, konsentrasi substansi humus, kekuatan ionik dari padatan, suhu, dan ph. Schnitzer dan Hansen (1970) dalam Sparks (2003) menghitung kondisi konstanta stabilitas (Ki cond ) pada logam kompleks asam fulvat, berdasarkan variasi kontinyu dan metode pertukaran ion ekuilibrium. Urutan stabilitas logam yang terikat dengan asam fulvat adalah Fe 3+ > Al 3+ > Cu 2+ > Ni 2+ > Co 2+ > Pb 2+ > Ca 2+ > Zn 2+ > Mn 2+ > Mg 2+. Konstanta stabilitas sedikit lebih tinggi pada ph 5,0 dari pada ph 3,5. Hal ini disebabkan pemisahan yang lebih tinggi pada gugus fungsional terutama gugus karboksil pada ph 5.0. Disamping itu H + dan ion logam bersaing untuk mengikat dinding ligan dan logam kurang terikat pada ph rendah. Akuakultur dan Kualitas Air Akuakultur merupakan kegiatan memelihara/membudidayakan ikan dalam wadah yang terkontrol untuk mendapatkan keuntungan (profit). Berdasarkan definisi tersebut, dasar (basis) kegiatan akuakultur terdiri atas beberapa komponen, antara lain : ikan (organisme budidaya), air (media budidaya/habitat hidup) dan wadah (tempat budidaya untuk mengontrol kehidupan ikan) serta keuntungan (tujuan akhir dari akuakultur). Proses produksi kegiatan akuakultur yang bertujuan menghasilkan ikan untuk dikonsumsi atau dipasarkan, terdiri atas

15 21 kegiatan pembenihan, pendederan dan pembesaran. Keseluruhan kegiatan ini dapat dilakukan melalui teknologi atau sistem produksi baik secara ekstensif, intensif maupun semi intensif. Pada setiap proses produksi dan sistem produksi yang digunakan, kualitas air merupakan salahsatu prasyarat utama untuk keberhasilan kegiatan akuakultur. Ikan membutuhkan lingkungan hidup yang nyaman agar dapat tumbuh secara optimal. Gangguan-gangguan lingkungan yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti limbah kegiatan manusia, akan menyebabkan ikan mengalami stress, mudah terserang penyakit hingga akhirnya mengalami kematian (Kordi dan Tancung 2007). Penilaian kualitas air pada kegiatan akuakultur membutuhkan beberapa parameter. Parameter-parameter yang dijadikan untuk menilai kualitas air pada kegiatan akuakultur yaitu parameter fisika, biologi dan kimia. Menurut Wedemeyer (1996), parameter fisika yang digunakan untuk menilai kualitas air antara lain : suhu, kekeruhan (TSS), dan total bahan terlarut (TDS). Parameter biologinya yaitu bakteri, virus, jamur, parasit, predator, kompetitor dan plankton. Parameter kimia merupakan parameter yang cukup banyak dibandingkan dengan parameter lainnya. Parameter ini diantaranya yaitu : Oksigen terlarut, ph, Total Organic Matter (TOM), ammonia, nitrit, nitrat, BOD, COD, kesadahan, alkalinitas dan logam berat. Kualitas air yang sesuai dengan persyaratan hidup ikan merupakan faktor yang menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan budidaya. Menurut Royce (1973), turunnya jumlah suatu populasi organisme disebabkan oleh kematian yang terjadi. Kelangsungan hidup merupakan persentase banyaknya organisme yang hidup dibandingkan dengan jumlah yang mati selama masa pemeliharaan. Kelangsungan hidup pada ikan sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Kualitas air yang mengandung unsur-unsur yang tidak dibutuhkan oleh ikan menyebabkan kelangsungan hidup ikan menjadi terganggu. Disamping kelangsungan hidup, pertumbuhan merupakan salahsatu hal yang dijadikan ukuran baiknya kualitas air pada proses budidaya. Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran volume dan berat suatu organisme yang dapat dilihat dari perubahan ukuran panjang dan berat dalam satuan waktu (Effendie 1997).

16 22 Menurut Huet (1971), terdapat dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berhubungan dengan keadaan ikan itu sendiri, seperti : umur, sifat genetik ikan, kemampuan memanfaatkan pakan dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor eksternalnya terkait dengan lingkungan tempat ikan hidup (air) yang meliputi sifat fisika dan kimia air.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Komposisi Bahan Baku Sebelum dan Setelah Dikomposkan Bahan baku yang dikomposkan memiliki kandungan C/N rasio yang berbeda (Tabel 2). Pengomposan terhadap bahan baku (raw

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOLONG UNTUK AKUAKULTUR : PENGGUNAAN KOMPOS UNTUK MEMINIMALISASI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMAH HITAM (Pb) PADA MEDIA BUDIDAYA IKAN

PEMANFAATAN KOLONG UNTUK AKUAKULTUR : PENGGUNAAN KOMPOS UNTUK MEMINIMALISASI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMAH HITAM (Pb) PADA MEDIA BUDIDAYA IKAN PEMANFAATAN KOLONG UNTUK AKUAKULTUR : PENGGUNAAN KOMPOS UNTUK MEMINIMALISASI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMAH HITAM (Pb) PADA MEDIA BUDIDAYA IKAN Diajukan sebagai salahsatu syarat uk meraih gelar Master Sains

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan akuakultur dewasa ini semakin berkembang dan marak dilakukan oleh para pembudidaya ikan di Indonesia. Pencanangan peningkatan produksi perikanan budidaya oleh Menteri

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifatsifat Fisik Perubahan warna, suhu, dan pengurangan volume selama proses pengomposan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perubahan Warna, Bau, Suhu, dan Pengurangan Volume

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kandungan Limbah Lumpur (Sludge) Tahap awal penelitian adalah melakukan analisi kandungan lumpur. Berdasarkan hasil analisa oleh Laboratorium Pengujian, Departemen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Bahan organik tersusun atas bahan-bahan yang sangat beraneka berupa zat yang ada dalam jaringan tumbuhan dan hewan, sisa organik yang sedang menjalani perombakan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 12 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Bahan Organik Padat Karakteristik dari ketiga jenis bahan organik padat yaitu kadar air, C- organik, N-total, C/N ratio, ph dan KTK disajikan pada Tabel 4. Tabel

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara yang nilai produksi pertaniannya belum mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya secara mandiri sehingga masih ketergantungan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Organik Asal Hasil analisis ph, KTK, kadar air, padatan terlarut (TSS), C-organik, N- total dan C/N pada bahan serasah pinus (SP), gambut kering (GK),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 43 54 ISSN: 2085 1227 Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran lingkungan karena logam berat merupakan masalah yang sangat serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) 48 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) Hasil penelitian kadar kalsium (Ca) pengaruh pemberian kitosan pada ginjal puyuh yang terpapar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

EVA PRASETIYONO. Jurusan Budidaya Perairan, Universitas Bangka Belitung Universitas Bangka Belitung, Jl. Merdeka No.

EVA PRASETIYONO. Jurusan Budidaya Perairan, Universitas Bangka Belitung Universitas Bangka Belitung, Jl. Merdeka No. AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan Volume 7. Nomor. 2. Tahun 2013 6 ISSN 1978-1652 STUDI PERBANDINGAN KOMPOS DARI DAUN TUMBUHAN ADSORPSI LOGAM BERAT TIMAH HITAM (Pb) PADA MEDIA BUDIDAYA IKAN to Adsorption

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN Elemen esensial: Fungsi, absorbsi dari tanah oleh akar, mobilitas, dan defisiensi Oleh : Retno Mastuti 1 N u t r i s i M i n e r a l Jurusan Biologi, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tanah merupakan salah satu komponen sistem lahan yang didefinisikan sebagai benda alam yang tersusun dari 3 frasa, yaitu padatan, cair, dan gas, yang berada dipermukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 1. Pada suhu dan tekanan sama, 40 ml P 2 tepat habis bereaksi dengan 100 ml, Q 2 menghasilkan 40 ml gas PxOy. Harga x dan y adalah... A. 1 dan 2 B. 1 dan 3 C. 1 dan 5 Kunci : E D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 Persamaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi krisis ketahanan pangan. Selama tiga tahun terakhir, setiap tahunnya Indonesia mengimpor kacang tanah, jagung, hingga buah-buahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

POTENSI BUFFER ORGANOMINERAL SEBAGAI PENYEDIA NUTRISI PADA TANAH BERGARAM UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) SKRIPSI

POTENSI BUFFER ORGANOMINERAL SEBAGAI PENYEDIA NUTRISI PADA TANAH BERGARAM UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) SKRIPSI POTENSI BUFFER ORGANOMINERAL SEBAGAI PENYEDIA NUTRISI PADA TANAH BERGARAM UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) SKRIPSI Diajukan Oleh : ADHISTIA ZAHRO 0925010007 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010). Logam dapat membahayakan bagi kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan lele merupakan salah satu jenis usaha budidaya perikanan yang semakin berkembang. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan teknologi budidaya yang relatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup DASAR-DASAR KEHIDUPAN Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup 1.Reproduksi/Keturunan 2.Pertumbuhan dan perkembangan 3.Pemanfaatan energi 4.Respon terhadap lingkungan 5.Beradaptasi dengan lingkungan 6.Mampu

Lebih terperinci

4.1. Penentuan Konsentrasi Gel Pektin dalam Cookies

4.1. Penentuan Konsentrasi Gel Pektin dalam Cookies 4. PEMBAHASAN Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah buah jeruk keprok Malang yang masih mentah. Hal ini disebabkan karena pada buah yang belum matang lamella belum mengalami perubahan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan kecenderungan yang mengarah pada green science, yaitu penguasaan ilmu pengetahuan yang membantu pelestarian

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Limbah 2.1.1 Limbah Ternak Limbah adalah bahan buangan yang dihasilkan dari suatu aktivitas atau proses produksi yang sudah tidak digunakan lagi pada kegiatan/proses tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Beberapa Sifat KimiaTanah Gambut dalam Pot yang Diberi Raw Mix Semen dan Mikroorganisme Efektif M-Bio

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Beberapa Sifat KimiaTanah Gambut dalam Pot yang Diberi Raw Mix Semen dan Mikroorganisme Efektif M-Bio IV HSIL DN PEMHSN 4.1 eberapa Sifat KimiaTanah Gambut dalam Pot yang Diberi Raw Mix Semen dan Mikroorganisme Efektif M-io 4.1.1 Sifat Kimia Tanah Gambut Sebelum Perlakuan Sifat tanah gambut berbeda dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Paremeter pertumbuhan tanaman yang diukur dalam penelitian ini adalah pertambahan tinggi dinyatakan dalam satuan cm dan pertambahan diameter tanaman dinyatakan dalam satuan

Lebih terperinci

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2 Kehidupan 7 karakteristik kehidupan Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi Aspek kimia dalam tubuh - 2 Aspek kimia dalam tubuh - 3 REPRODUKSI: Penting untuk kelangsungan hidup spesies.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik meliputi semua bahan yang berasal dari jasad hidup, baik tumbuhan maupun hewan. Bahan organik tanah (BOT) merupakan kumpulan senyawa-senyawa

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI PENELITIAN 1 2 stretching vibration and 1660-1630 cm -1 for stretching vibration of C=O. The ash content of the peat was 64.85 (w/w), crude extract was 22.2% (w/w) and humic acid was 28.4% (w/w). The water content

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. organik disamping pupuk anorganik (Rubiyo dkk., 2003). Pupuk organik tersebut

I. PENDAHULUAN. organik disamping pupuk anorganik (Rubiyo dkk., 2003). Pupuk organik tersebut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini sistem pertanian berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sedang digalakkan. Semakin mahalnya pupuk anorganik dan adanya efek samping yang merugikan, memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang BAB II TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Air 2.1.1 Air Bersih Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang dinamakan siklus hidrologi. Air yang berada di permukaan menguap ke langit, kemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan Indonesia merupakan Negara agraris, dengan luas lahan persawahan 13.835.252 Ha (Anonim, 2014). Lahan yang luas tersebut dapat menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup manusia,

Lebih terperinci

Senyawa Koordinasi. Kompleks ion dengan pusat d B memiliki empat ligan dengan dengan bentuk persegi planar (B)

Senyawa Koordinasi. Kompleks ion dengan pusat d B memiliki empat ligan dengan dengan bentuk persegi planar (B) Senyawa Koordinasi Aspek umum dari logam transisi adalah pembentukan dari senyawa koordinasi (kompleks). Senyawa koordinasi ini setidaknya memiliki satu ion kompleks yang terdiri dari logam kation yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Bahan organik adalah semua bahan yang berasal dari jaringan tanaman dan hewan baik yang masih hidup maupun yang telah mati, pada berbagai tahap dekomposisi. Menurut

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci