PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus fermentum 2B2 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus fermentum 2B2 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN"

Transkripsi

1 PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus fermentum 2B2 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI LAMRIA MAGDALENA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN LAMRIA MAGDALENA. D Produksi dan Karakterisasi Bakteriosin Asal Lactobacillus fermentum 2B2 dan Aktivitas Antimikrobanya terhadap Bakteri Patogen. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Bakteri asam laktat (BAL) yang terdapat secara alami di dalam daging atau susu memiliki kemampuan sebagai bahan pengawet alami karena menghasilkan senyawa antimikroba. Salah satu senyawa antimikroba yang dihasilkan yaitu bakteriosin. Penggunaan bakteriosin sebagai biopreservative sangat menjanjikan karena bersifat bakterisidal atau bakteristatik terhadap bakteri lain khususnya bakteri yang berkerabat dekat dengan bakteri penghasilnya (Vuyst and Vandamme, 1994). Potensi bakteriosin ini meningkatkan penelitian dalam mempelajari dan mendapatkan informasi yang lebih dalam mengenai produksi bakteriosin, purifikasi parsial bakteriosin, konsentrasi penghambatan minimum dalam minimum inhibitor concentration (MIC) dan minimum bactericidal concentration (MBC) terhadap bakteri patogen, serta karakterisasi bakteriosin melalui uji kepekaan bakteriosin terhadap enzim katalase dan proteolitik. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama satu tahun dari bulan September 2008 sampai September Penelitian ini menggunakan satu isolat BAL yang berasal dari daging sapi segar yaitu Lactobacillus fermentum 2B2 serta empat bakteri uji (Staphylococcus aureus ATCC 25928, Salmonella typhimurium ATCC 14028, Escherichia coli ATCC 25922, dan enteropatogenik Escherichia coli lokal). Peubah yang diamati adalah diameter zona hambat yang terbentuk yang dilakukan dengan metode sumur difusi agar, serta konsentrasi minimum dalam menghambat bakteri indikator. Hasil penelitian ini terdiri dari lima tahap. Hasil tahap produksi bakteriosin didapatkan bahwa respon bakteri indikator terhadap substrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05), tetapi ditinjau dari rataannya media tripton paling baik diantara media yang lain. Hasil tahap purifikasi parsial bakteriosin juga didapatkan hasil yang tidak berbeda (P>0,05). Namun, rataan tertinggi diperoleh saat menggunakan media tripton. Pada tahap kedua ini juga didapatkan hasil bahwa zona hambat terbesar terjadi pada bakteri indikator S. aureus. Hasil pada tahap ke tiga didapatkan bahwa MIC terjadi pada konsentrasi 70%, sedangkan MBC terjadi pada konsentrasi 90%. Hasil pada tahap uji bakteriosin terhadap enzim katalase menunjukkan bahwa bakteriosin tanpa pengaruh hidrogen peroksida masih dapat membentuk zona hambat. Pada tahap kepekaan bakteriosin terhadap enzim proteolitik menunjukkan bahwa ikatan peptida bakteriosin terhidrolisis oleh enzim tripsin, tetapi tidak oleh enzim pepsin. Kata-kata kunci : Lactobacillus fermentum, bakteriosin, dan zona hambat

3 ABSTRACT Production and Characterization of Bacteriocin from Lactobacillus fermentum 2B2 and Its Antimicrobial Activities Against Pathogen Bacteria Magdalena, L., I. I. Arief, and R. R. A. Maheswari Lactic acid bacteria (LAB) occur naturally in several raw materials like beef and milk. LAB produce antimicrobial substance, such as bacteriocin. Bacteriocin is proteinaceous in nature and bactericidal or bacteristatic against other, mostly closely related bacteria. Lactobacillus fermentum 2B2 isolated from fresh beef. The objectives of the research were to study the best media for Lactobacillus fermentum 2B2 to produce bacteriocin and to know antimicrobial activity of crude bacteriocin against Staphylococcus aureus ATCC 25923, Salmonella typhimurium ATCC 14028, Escherichia coli ATCC 25922, and enteropathogenic Esherichia coli as indicator strains, to know minimum concentration of crude bacteriocin inhibit indicator bacteria in minimum inhibitor concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC) methode and its sensitivity compound with catalase and proteolitic enzyms. The first step showed no significant result happenned from different media (P>0,05), but based on means tripton was the best media. Second step, tripton was the best media based on means and the best antimicrobial activity with the biggest inhibitor zone was against S. aureus. MIC showed in 70% concentration of crude bacteriocin, while in MBC showed in 90% concentration of crude bacteriocin to inhibit S. aureus. Bacteriocin of Lactobacillus fermentum 2B2 hidrolated with tripsyn, but no with pepsin. Keywords : Lactobacillus fermentum 2B2, bacteriocin, and inhibitor zone.

4 PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus fermentum 2B2 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN LAMRIA MAGDALENA D Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus fermentum 2B2 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN Oleh: LAMRIA MAGDALENA D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 23 Oktober 2009 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Irma Isnafia Arief, S.Pt, M. Si Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1987 di Bogor. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan M. Limbong dan Dinaria Simamora. Riwayat pendidikan Penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Candra Kirana Bogor ( ), Sekolah Dasar Negeri Lawanggintung I Bogor ( ), Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Bogor ( ), Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tanjung Morawa ( ), Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Medan ( ). Penulis kemudian masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun 2005 dan terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun berikutnya. Selama menjadi mahasiswa IPB, Penulis aktif dan menjadi pengurus periode dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Paduan Suara Agria Swara. Penulis aktif dan menjadi pengurus periode dalam UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK). Penulis juga berpartisipasi dalam berbagai jenis kepanitiaan yang diadakan di kampus. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Penulis melakukan penelitian selama 1 tahun dengan judul Produksi dan Karakterisasi Bakteriosin Asal Lactobacillus fermentum 2B2 serta Aktivitas Antimikrobanya terhadap Bakteri Patogen.

7 KATA PENGANTAR Puji, hormat, dan syukur Penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus atas segala berkat, kasih, serta tuntunannya, khususnya dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dari segi materi, tenaga, serta doa sehingga skripsi dengan judul Produksi dan Karakterisasi Bakteriosin Asal Lactobacillus fermentum 2B2 serta Aktivitas Antimikrobanya terhadap Bakteri Patogen dapat diselesaikan. Perkembangan pasar yang mengikuti permintaan konsumen terhadap pangan sehat dan tidak mengandung bahan pengawet sintetis meningkatkan perhatian penelitian terhadap bahan pengawet alami, salah satunya penggunaan bakteriosin sebagai biopreservatif. Bakteriosin yang berasal dari bakteri asam laktat (BAL) telah terbukti aman untuk dikonsumsi dan dapat memperpanjang masa simpan produk. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mendapatkan informasi yang lebih, khususnya dalam produksi, purifikasi parsial bakteriosin, konsentrasi penghambatan minimum (MIC dan MBC) terhadap bakteri patogen, dan karakterisasi bakteriosin kasar melalui uji kepekaan terhadap enzim katalase dan proteolitik dari BAL yang belum diteliti seperti Lactobacillus fermentum 2B2 yang berasal dari daging. Bogor, November 2009 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Mikrobiologi Daging... 3 Bakteri Asam Laktat... 4 Lactobacillus... 5 Antimikroba... 5 Asam Organik... 6 Hidrogen Peroksida... 6 Bakteriosin... 7 Bakteri Patogen... 8 Staphylococcus aureus... 8 Escherichia coli... 9 Salmonella typhimurium Enzim Enzim Katalase Enzim Proteolitik Minimum Inhibitory Concentration (MIC) METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Rancangan Prosedur Produksi Bakteriosin pada Media yang Berbeda Purifikasi Parsial Bakteriosin Konsentrasi Penghambatan Minimum (MIC dan MBC) i ii iii iv v vii viii ix

9 Uji Kepekaan Substrat Kasar Bakteriosin terhadap Enzim Katalase Uji Kepekaan Substrat Kasar Bakteriosin terhadap Enzim Proteolitik HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin Penghambatan Berbagai Bakteri Indikator oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda Penghambatan Bakteri Staphyloccocus aureus ATCC oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda Penghambatan Bakteri Salmonella typhimurium ATCC oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda Penghambatan Bakteri Escherichia coli ATCC (ETEC) oleh Substrat Kasar B akteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda Penghambatan Bakteri enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) lokal oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda Purifikasi Parsial Bakteriosin Penghambatan Bakteri Staphyloccocus aureus ATCC (Bakteri Gram Positif) oleh Substrat Kasar Bakteriosin Penghambatan Bakteri Salmonella typhimurium ATCC dan Escherichia coli (EPEC) (Bakteri Gram Negatif) oleh Substrat Kasar Bakteriosin Konsentrasi Penghambatan Minimum Bakteri Indikator (MIC dan MBC) Uji Kepekaan Substrat Kasar Bakteriosin terhadap Enzim Katalase Uji Kepekaan Substrat Kasar Bakteriosin terhadap Enzim Proteolitik KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 51

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (cfu/g)... 4

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap Bakteri Indikator Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konrontasi Supernatan Antimikroba (Media Kontrol) terhadap Bakteri Indikator Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap S.aureus ATCC Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap S. typhimurium ATCC Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap E. coli (ETEC) ATCC Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap Enteropatogenik E. coli (EPEC) Lokal Protein Hasil Presipitasi Amonium Sulfat Rataan Diameter Zona Hambat oleh Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Bakteri Indikator Rataan Diameter Zona Hambat pada Bakteri Indikator yang Berbeda Perbedaan Diameter Zona Hambat EPEC (a) dan S. aureus ATCC (b) pada Media dengan Penambahan Tripton 1% Penghambatan S.aureus ATCC oleh Substrat Kasar Bakteriosin Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media Tripton dengan Penambahan Enzim Katalase terhadap Bakteri Indikator Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media Tripton dengan Penambahan Enzim Pepsin terhadap Bakteri Indikator Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media Tripton dengan Penambahan Enzim Tripsin terhadap S. aureus ATCC

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Analisis Ragam Rataan Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Staphylococcus aureus ATCC pada Tahap Produksi Bakteriosin Analisis Ragam Rataan Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Salmonella typhimurium ATCC pada Tahap Produksi Bakteriosin Analisis Ragam Rataan Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Escherichia coli (ETEC) ATCC pada Tahap Produksi Bakteriosin Analisis Ragam Rataan Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) Lokal pada Tahap Produksi Bakteriosin Analisis Ragam Rataan Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Staphylococcus aureus ATCC pada Tahap Purifikasi Parsial Bakteriosin Analisis Ragam Rataan Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Salmonella typhimurium ATCC pada Tahap Purifikasi Parsial Bakteriosin Analisis Ragam Rataan Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) Lokal pada Tahap Purifikasi Parsial Bakteriosin Rataan dan Standar Deviasi Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Bakteri Indikator pada Tahap Produksi Bakteriosin Rataan dan Standar Deviasi Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Bakteri Indikator pada Tahap Purifikasi Parsial Bakteriosin Rataan dan Standar Deviasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media MRSB dengan Penambahan Tripton 1% terhadap Staphylococcus aureus ATCC pada Tahap Konsentrasi Penghambatan Minimum (MIC dan MBC) Rataan dan Standar Deviasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media MRSB dengan Penambahan Tripton 1% terhadap Bakteri Indikator pada Tahap Uji Kepekaan Enzim Katalase Rataan dan Standar Deviasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media MRSB dengan Penambahan Tripton 1% terhadap Bakteri Indikator pada Tahap Uji Kepekaan Enzim Proteolitik Fermentasi Gula-Gula Sederhana dari Lactobacillus fermentum 2B

13 14. Total Asam Tertitrasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Tahap Produksi Bakteriosin Kondisi ph Awal dan ph Akhir Substrat Kasar Bakteriosin pada Tahap Purifikasi Parsial Bakteriosin Morfologi Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Indikator Alat sentrifuge rpm Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin terhadap S. aureus ATCC pada Tahap Produksi Bakteriosin Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin terhadap enteropatogenik E. coli lokal (Bakteri Gram Negatif) pada Tahap Purifikasi Parsial Bakteriosin Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin terhadap S. aureus ATCC (Bakteri Gram Positif) pada Tahap Purifikasi Parsial Bakteriosin Tahap Konsentrasi Penghambatan Minimum (MIC dan MBC) Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin terhadap Bakteri Indikator pada Tahap Uji Kepekaan Enzim Katalase Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin terhadap S. aureus ATCC (a dan b) S. typhimurium ATCC (c) pada Tahap Uji Kepekaan Enzim Proteolitik... 60

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Produk pangan hasil ternak khususnya daging merupakan bahan pangan sumber protein yang cukup digemari oleh masyarakat. Namun, produk pangan ini merupakan pangan yang mudah rusak sehingga memerlukan perlakuan khusus untuk memperpanjang daya simpannya. Alternatif dalam mengatasi masalah pembusukan tersebut adalah dengan pengawetan atau preservasi. Salah satu metode preservasi yaitu penambahan bahan pengawet. Bahan pengawet dapat terbuat dari bahan kimia atau alami. Bahan pengawet yang bersifat kimia dan antibiotik memiliki beberapa kekurangan yaitu: (1) bahaya mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotik dan dapat menimbulkan infeksi pada konsumen, (2) konsumen menjadi sensitif atau resisten terhadap antibiotik tertentu sehingga dapat mengganggu pemakaian untuk tujuan kesehatan, (3) kemungkinan toksisitas karena residu yang masih aktif dalam daging (Soeparno, 1994), (4) beberapa pengawet kimia diserap oleh bahan organik (darah, feses, dan jaringan) sehingga mengurangi efektivitas antimikroba (McKane dan Kandel, 1985). Bahan pengawet yang bersifat alami yaitu bahan pengawet yang berasal dari bahan-bahan alami, salah satunya adalah penggunaan senyawa antimikroba yang berasal dari bakteri asam laktat seperti diasetil, hidrogen peroksida, asam-asam organik, dan bakteriosin (Schved et al., 1993). Penggunaan senyawa antimikroba asal bakteri asam laktat tidak menghasilkan efek samping yang merugikan karena tidak mengandung toksin yang membahayakan saluran pencernaan serta dapat didegradasi oleh enzim-enzim pencernaan. Salah satu senyawa antimikroba yang dikembangkan sebagai biopreservatif adalah bakteriosin. Bakteriosin merupakan suatu senyawa protein yang memiliki sifat bakterisidal dan bakteristatik terhadap bakteri Gram positif atau bakteri yang dekat kekerabatannya dengan bakteri penghasil (Vuyst and Vandamme, 1994). Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat sangat menguntungkan bagi industri pangan karena aktivitasnya mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen maupun bakteri perusak yang biasanya terdapat dalam makanan (Gonzales et al., 1996). Penggunaan Lactobacillus fermentum 2B2 ini didasari oleh hasil penelitian Widiasih (2008) yang menyatakan bahwa Lactobacillus fermentum 2B2 merupakan salah satu

15 isolat bakteri asam laktat asal daging yang mempunyai aktivitas penghambatan (didominasi asam organik) yang paling baik terhadap ketiga bakteri uji (Staphylococcus aureus ATCC 25928, Salmonella typhimurium ATCC 14028, Escherichia coli ATCC 25922) yang dibuktikan dengan pembentukan rataan diameter zona hambat terbesar. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mencari media terbaik dalam mengoptimalkan produksi bakteriosin, purifikasi parsial bakteriosin, mencari konsentrasi penghambatan minimum bakteriosin terhadap bakteri patogen (MIC dan MBC), dan karakterisasi bakteriosin kasar melalui uji kepekaan terhadap enzim katalase dan proteolitik. 2

16 TINJAUAN PUSTAKA Mikrobiologi Daging Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa mutu mikrobiologi suatu produk makanan ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini akan menentukan ketahanan simpan dari produk tersebut ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme. Keamanan produk ditentukan oleh jumlah miroorganisme patogenik yang terdapat di dalamnya. Populasi mikroorganisme yang berada pada suatu bahan pangan umumnya bersifat sangat spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi tertentu dari penyimpanannya. Daging sangat memenuhi persyaratan untuk perkembagan mikroorganisme, termasuk mikroorganisme perusak atau pembusuk. Hal ini disebabkan daging mempunyai kadar air tinggi antara 68%-75%, kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda, mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme, mempunyai ph yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme sekitar 5,3 6,5 (Soeparno, 1994). Kebanyakan bakteri tumbuh dipermukaan daging, namun tidak tertutup kemungkinan ditemukan bakteri dalam daging. Bakteri yang dapat mencapai jaringan dalam karkas dengan berbagai cara, diantaranya melalui mekanisme berikut: (1) jaringan ternak sehat dapat mengandung sebuah populasi kecil bakteri namun dinamis bila bakteri secara terus-menerus memperoleh akses ke dalam jaringan ternak hidup dengan penetrasi membran mukosa saluran respirasi dan pencernaan untuk mengganti yang telah dibasmi oleh mekanisme ketahanan tubuh ternak, (2) bakteri dari usus dapat menyerang jaringan karkas, baik selama pemotongan (agonal invasion) maupun setelah pemotongan (post mortem invasion), (3) bakteri dapat terbawa ke jaringan oleh luka sebelum pemotongan, (4) bakteri yang mengkontaminasi permukaan karkas dapat mempenetrasi ke lapisan jaringan otot yang lebih dalam. Tipe bakteri yang umum dijumpai pada daging adalah strain dari Pseudomonas, Moraxella, Acinetobacter, Lactobacillus, Brochtrix thermophacta dan beberapa genera dari famili Enterobacteriaceae (Gill, 1982). SNI mensyaratkan batas maksimum cemaran mikroba seperti tercantum dalam Tabel 1.

17 No Tabel 1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (cfu/g) SNI No Jenis Cemaran Mikroba Angka Lempeng Total Bakteri (ALTB) Escherichia coli Staphylococcus aureus Clostridium sp. Salmonella sp. Coliform Enterococci Campylobacter sp. Listeria sp. Keterangan : (*) dalam satuan MPN/gram (**) dalam satuan kualitatif Batas Maksimum Daging Segar Beku 1 x x x Negatif 1 x x Bakteri Asam Laktat Cemaran Mikroba Daging Tanpa Tulang 1 x x x Negatif 1 x x 10 2 Bakteri asam laktat merupakan bakteri Gram positif, non spora, berbentuk kokus atau batang, memiliki komposisi dasar DNA kurang dari 50 mol% G + C. Bakteri asam laktat pada umumnya mengandung katalase, dan memfermentasi karbohidrat untuk hidupnya. Glukosa dikonversi menjadi asam laktat (bakteri homofermentatif) atau menjadi asam laktat, karbon dioksida, etanol, dan asam asetat (bakteri heterofermentatif) (Vuyst dan Vandamme, 1994). Genus bakteri asam laktat yaitu Aerococcus, Alloiococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, dan Vagococcus. Bakteri asam laktat dengan kelompok katalase negatif dan berbentuk kokus dapat dibagi menjadi dua grup yaitu bakteri fakultatif anaerob atau bakteri mikroaerofilik dan bakteri anaerob sempurna. Streptococcus merupakan genus terbesar pada grup pertama (Vuyst dan Vandamme, 1994). Vuyst dan Vandamme (1994) menyatakan bahwa bakteri asam laktat pada umumnya didapatkan pada makanan termasuk pada daging fermentasi, sayuran, buah-buahan, minuman, dan produk susu. Bakteri asam laktat memiliki peranan yang 0 0 4

18 sangat penting pada makanan dan teknologi makanan, yang mana peranan utamanya dalam menghambat pertumbuhan bakteri perusak makanan. Bakteri asam laktat menghasilkan atau memproduksi senyawa penghambat pertumbuhan dan juga asam laktat yang memiliki dampak positif bagi kesehatan manusia dan hewan. Lactobacillus Lactobacillus merupakan genus terbesar dari bakteri asam laktat yaitu hampir 80 spesies. Genus ini tidak berspora, berbentuk batang dan beberapa cocobasil, katalase negatif, umumnya anaerob fakultatif atau mikroaerofilik, menghasilkan asam laktat, dan membutuhkan nutrisi yang kompleks. Bakteri asam laktat ini tumbuh optimum pada kondisi sedikit asam, yaitu pada ph diantara 4,5 sampai 6,4. Bakteri asam laktat umumnya tidak bersifat patogen (Prescott, 2003). Lactobacillus ini dapat dibagi lagi menjadi tiga grup, yaitu (1) Grup I. Lactobacillus homofermentatif obligat; (2) Grup II. Lactobacillus heterofermentatif fakultatif; (3) Group III. Lactobacillus heterofermentatif obligat pembentuk gas. Lactobacillus pada grup III ini memfermentasi heksosa menjadi asam laktat, asam asetat, etanol, dan karbon dioksida. Pentosa difermentasi menjadi asam laktat dan asetat. Berdasarkan asam nukleat data biokimia, strain yang jelas ditemukan pada Lactobacillus brevis dan Lactobacillus fermentum (Vuyst dan Vandamme, 1994). Lactobacillus fermentum merupakan bakteri yang dapat memfermentasi beberapa gula-gula sederhana yaitu galaktosa, glukosa, laktosa, rafinosa, sukrosa, dan xylosa (Arief, 2005). Antimikroba Bakteri asam laktat dapat memproduksi senyawa antimikroba selain asam laktat dan asam asetat. Senyawa ini bersifat antagonistik terhadap mikroorganime dalam spektrum yang luas, sehingga dapat berkontribusi sebagai pengawet. Senyawa ini dihasilkan dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding asam laktat atau asam asetat yaitu asam format, asam lemak bebas, amonia, etanol, hidrogen peroksida, diasetil, asetoin, 2,3 butanediol, asetaldehid, benzoat, enzim bakteriolitik, antibiotik, dan bakteriosin. Beberapa dari senyawa tersebut menunjukkan aktivitas antagonistik terhadap banyak jenis mikroorganisme patogen dan perusak makanan (Vuyst dan Vandamme, 1994). 5

19 Asam Organik Asam organik (asetat, laktat, malat, sitrat) adalah unsur pokok alami dalam makanan. Asam organik dipergunakan secara luas sebagai bahan tambahan dalam pengawetan makanan. Aktivitas mikrobial asam organik terutama didasarkan pada kemampuannya dalam menurunkan ph makanan dalam bentuk cair atau larutan. Saat nilai ph lebih rendah dari 4,0, asam akan menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan khamir dan kapang berkompetisi melawan bakteri pada nilai ph dibawah 5,0 (Samelis dan Sofos, 2001c). Asam organik lipofilik lemah (asetat, propionat, sorbat, dan benzoat) melakukan penetrasi terhadap membran sel dalam bentuk nondisosiasi untuk menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian dengan cara menguraikan atau mengasamkan sitoplasma. Mekanisme aktivitas antimikroba didasarkan pada penghambatan enzim, fungsi membran, transpor nutrien, dan aktivitas metabolisme keseluruhan (Samelis dan Sofos, 2001c). Hidrogen Peroksida Vuyst dan Vandamme (1994) mengungkapkan bahwa produksi hidrogen peroksida membuat bakteri asam laktat bersifat antagonistik terhadap bakteri lain. Bakteri asam laktat sanggup membentuk hidrogen peroksida dan mengakumulasikannya pada media pertumbuhan asalkan bakteri ini katalase negatif. Akumulasi ini akan meningkatkan tingkat autoinhibitor. Mekanisme penghambatan oleh hidrogen peroksida yaitu dengan meningkatkan permeabilitas membran dengan O 2- dan OH. Hasilnya efek bakterisidal dari metabolit oksigen tidak hanya terjadi sebatas sel bakteri tetapi juga terjadi sampai pada struktur molekul dasar dari asam nukleat dan sel protein (Vuyst dan Vandamme, 1994). Antagonistik hidrogen peroksida tidak hanya berasal dari diri sendiri jika pada lingkungan alami (susu, daging, dan saliva atau air liur), tetapi melalui reaksi sekunder produk. Misalnya, Lactobacillus asal daging menghasilkan hidrogen peroksida yang bereaksi dengan senyawa protein dalam daging yang membentuk senyawa penghambat (Vuyst dan Vandamme, 1994). 6

20 Bakteriosin Bakteriosin menurut (Klaenhammer, 1990) adalah protein atau peptida yang disintesa melalui ribosom yang dapat menghambat atau membunuh bakteri lain. Tagg et al., (1976) menyatakan bahwa semua anggota dari Eubacteria dan Archaea yang diambil dari ekosistem alamiahnya pasti menghasilkan bakteriosin. Namun, jika tidak ditemukan bakteriosin disebabkan karena penelitinya yang belum menemukan kondisi yang tepat yang menunjukkan bacteriosinogenicity in vitro. Kondisi bakteri di laboratorium ditumbuhkan pada media monokultur (tidak ada persaingan) dan kondisi rendah stres karena kelebihan nutrisi sehingga akan mempermudah pelepasan bakteriosin. Namun, kultur pada laboratorium sering kali ditinggikan suhu pertumbuhannya yang justru akan mengeliminasi plasmid bakteriosin (Riley dan Chavan, 2007). Metode dengan menggunakan media agar merupakan metode yang paling umum untuk mendeteksi adanya bakteriosin secara in vitro, tetapi beberapa bakteriosin harus didalam media cair. Kondisi optimum pada bakteri indikator tidak perlu tepat dengan kondisi produksi bakteriosin. Namun tentu saja, produksi bakteriosin dapat ditinggikan ketika bakteri dalam keadaan stress (nutrisi dan lingkungan). Adapun media suplemen khusus yang berpengaruh nyata dalam memproduksi bakteriosin yaitu penambahan yeast extract (YE) (meningkatkan produksi mutacin), glukosa (mempengaruhi penahanan katabolit dari bakteriosin streptococal), dan ion magnesium (menahan ekspresi lantibiotik) (Riley dan Chavan, 2007). Produksi bakteriosin menurut Matsuaki et al. (1996) dipengaruhi oleh level sumber karbon, nitrogen, dan phosfat yang bisa didapat melalui media. Sumber karbohidrat yang berbeda menghasilkan bakteriosin yang berbeda. Nisin sebagai contoh dapat diproduksi dari glukosa, sukrosa, dan xylosa oleh Lactococcus lactis 10-1 (Matsuaki et al., 1996). Biswas et al. (1991) menyatakan bahwa glukosa, sukrosa, xylosa, dan galaktosa adalah sumber karbon terbaik dalam menghasilkan Pediocin AcH dalam media tanpa buffer. Holo et al., (1991) mengungkapkan bahwa semua bakteriosin disintesa dengan sekuen terminal N yang fungsinya mencegah bakteriosin bersifat aktif saat masih ada didalam bakteri penghasilnya. 7

21 Bakteriosin dihasilkan sebagai pre-propeptida yang diperoses dan dieksternalisasi atau dikeluarkan melalui perlengkapan transpor (Nes et al., 1996). Parente et al. (1997) menyatakan bahwa produksi bakteriosin berbanding lurus dengan pertumbuhan bakteri. Produksi bakteriosin pada umumnya terjadi pada fase pertumbuhan dan berhenti pada akhir fase eksponensial atau terkadang sebelum berakhir fase log. Jika ingin menghasilkan bakteriosin yang optimal, maka perlu disesuaikan waktu inkubasi yang sesuai pada fase pertumbuhan dari bakteri L. fermentum 2B2. Klasifikasi bakteriosin didasarkan pada ada atau tidak adanya asam amino yang tidak umum, lanthionin, dan β-lanthionin (Jack et al., 1995). Menurut (Klaenhammer, 1990) bakteriosin asal bakteri asam laktat dibagi menjadi empat kelas, yaitu (1) Kelas I. Bakteriosin yang telah dikenal atau lantibiotik; (2) Kelas II. Kecil (< 10 kda), membran aktif bakteriosin stabil kondisi panas; (3) Kelas III. Lebih besar (> 30 kda) bakteriosin labil terhadap panas; (4) Kelas IV. Bakteriosin kompleks yang tergabung dengan lipid atau karbohidrat. Mekanisme bakteriosin cenderung melawan bakteri Gram positif dengan sedikit pengaruh dari molekul reseptor atau pelepasan bakteriosin dari sel penghasilnya ditingkatkan oleh pengaruh lisin atau bakteriosin yang dilepas berupa protein. Ketiadaan membran terluar pada bakteri Gram positif meniadakan kemungkinan pengaruh molekul reseptor yang terjadi pada bakteri Gram negatif dengan bakteri yang sensitif. Potensi letal bakteriosin asal bakteri Gram positif terhadap sel yang sensitif tergantung pada kecocokan atau kesesuaian antara permukaan serangan dan interaksi molekul hidrofobik. Perbedaan lain yaitu tingkat imunitas bakteriosin yang dihasilkan dari bakteri Gram positif kurang kuat dibanding colicin (Tagg et al., 1976). Bakteri Patogen Banyaknya jenis organisme yang dapat menginitasi dan menyebabkan penyakit karena kerusakan makanan salah satunya kelompok bakteri patogen perusak makanan. Bakteri patogen penyebab kerusakan makanan dibagi menjadi dua grup yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri yang termasuk pada grup pertama yaitu Staphylococcus, Bacillus aureus, B. anthracis, Clostridium botulinum, C. perfringens, dan Listeria monocytogenes. Bakteri yang masuk dalam 8

22 grup ke dua yaitu Salmonella, Shigella, Escherichia, Yersinia, Vibrio, Campylobacter, dan Brucella (Jay, 2000). Staphylococcus aureus Bakteri S. aureus merupakan bakteri Gram positif yang dikenal sebagai bakteri jahat yang menghasilkan eksotoksik yang tidak ada pada bakteri baik. Gastroenteritis staphylococcal disebabkan terinfeksi oleh satu atau lebih enterotoksin yang dihasilkan beberapa spesies Staphylococcus. Spesies dari Staphylococcus ini banyak didapatkan dalam jumlah besar pada permukaan tubuh yang terbuka. Bakteri ini juga banyak ditemukan pada makanan komersial (Jay, 2000). Jay (2000) menyatakan bahwa Staphylococcus membutuhkan asam amino sebagai sumber nitrogennya, dan thiamin serta asam nikotinat yang adalah vitamin B. Bakteri ini tumbuh dalam suasana anaerob maka dibutuhkan urasil, sedangkan untuk tumbuh secara aerob dan menghasilkan enterotoksin dibutuhkan monosodium glutamat sebagai sumber C, N, dan energi. S. aureus memiliki toleransi yang tinggi pada senyawa seperti tellurit, merkuri klorida, neomycin, polymyxin, dan sodium azide, serta semua agen selektif dalam kultur media. Temperatur tumbuh bakteri S. aureus pada umumnya berkisar 7 47,8 o C, dan untuk menghasilkan enterotoksin berkisar 10 o C 46 o C, sedangkan suhu optimumnya pada 40 o C dan 45 o C. S. aureus tumbuh baik pada media tanpa NaCl, namun tetap dapat tumbuh baik pada konsentrasi NaCl 7-10%, bahkan beberapa dapat tumbuh pada konsentrasi 20%. S. aureus tumbuh pada kondisi ph 4,0-9,8, sedangkan suhu optimumnya pada ph 6,0-7,0 (Jay, 2000). Escherichia coli Bakteri Escherichia coli telah dikenal sebagai penyebab penyakit pada manusia sejak ditemukan pada tahun Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini yaitu diare, disentri, pneumonia, meningitis, infeksi ginjal dan kandung kemih. E. coli telah menjadi indikator pencemaran kotoran pada air dan susu bahkan telah menjadi indikator higienis dalam berbagai jenis makanan (Bell dan Kyriakides, 1998). Enteropatogenik E. coli tidak menghasilkan enterotoksin, walaupun demikian tetap dapat menyebabkan diare tetapi yang hanya menyerang anak-anak dibawah umur 1 tahun. ETEC sekali menyerang mengeluarkan satu sampai dua enterotoksin. 9

23 Enterotoksigenik E. coli menyerang dan hidup berkoloni pada usus halus melalui faktor antigen fimbrial kolonisasi (CFAs). Diare yang disebabkan oleh ETEC tidak hanya menyerang anak-anak tetapi juga orang dewasa. Diare yang disebabkan oleh ETEC ini biasanya menyebar dan terjadi tiba-tiba yang disertai demam. Jumlah bekteri ETEC yang diperlukan untuk mengakibatkan diare pada orang dewasa berkisar (Jay, 2000). Salmonella typhimurium Salmonella merupakan bakteri Gram negatif, non-spora, berbentuk batang yang tak dapat dibedakan dengan E. coli dibawah mikroskop atau pada media biasa. Bakteri ini tersebar luas pada manusia dan hewan. Berdasarkan tujuan epidemilogi, Salmonella dibagi menjadi tiga grup yaitu (1) Salmonella yang menyerang manusia yaitu S. Typhi, S. Paratyphi A, S. Paratyphi C. Grup ini termasuk demam tipoid dan paratipoid, yang menjadi penyebab hampir semua penyakit yang disebabkan oleh Salmonella; (2) Serovar yang telah adaptasi pada inang (beberapa patogen pada manusia yang berasal dari makanan) yaitu S. Galinarum (unggas), S. Dublin (sapi), S. Abortus-equi (kuda), S. Abortus-ovis (domba), dan S. Choleraesuis (angsa); (3) Nonadaptasi serovar yaitu patogenik pada manusia dan hewan lain dan serovar perusak makanan (Jay, 2000). Jay (2000) menyatakan bahwa habitat utama dari Salmonella ada pada saluran pencernaan dari hewan seperti burung, reptil, hewan ternak, manusia. dan terkadang serangga. Bakteri ini dapat tumbuh dalam jumlah besar pada media dan menghasilkan koloni yang tampak jelas dalam 24 jam dengan suhu 37 o C. S. typhimurium membutuhkan nitrat, nitrit, dan NH 3 sebagai sumber nitrogen. Kondisi ph optimum untuk tumbuhnya adalah ph netral, dengan nilai diatas 9,0 dan dibawah ph akan mati, sedangkan untuk pertumbuhan terbaiknya dibutuhkan ph antara 6,6 dan 8,2. Temperatur terendah untuk S. typhimurium terjadi pada 6,2 o C. Enzim Enzim adalah katalisator organik (biokatalisator) yang dihasilkan oleh sel. Enzim berfungsi seperti katalisator anorganik, yaitu untuk mempercepat reaksi kimia. Setelah reaksi berlangsung, enzim tidak mengalami perubahan jumlah, sehingga jumlah enzim sebelum dan setelah reaksi adalah tetap. Enzim mempunyai 10

24 selektivitas dan spesifitas yang tinggi terhadap reaktan yang direaksikan dan jenis reaksi yang dikatalisasi (Sumarsih, 2007). Saat berlangsungnya reaksi enzimatik terjadi ikatan sementara antara enzim dengan substratnya (reaktan). Ikatan sementara ini bersifat labil dan hanya untuk waktu yang singkat saja. Selanjutnya ikatan enzim-substrat akan pecah menjadi enzim dan hasil akhir. Enzim yang terlepas kembali setelah reaksi dapat berfungsi lagi sebagai biokatalisator untuk reaksi yang sama. Pada umumnya enzim tersusun dari protein. Protein penyusun enzim dapat berupa protein sederhana atau protein yang terikat pada gugusan non-protein. Banyak enzim yang hanya terdiri protein saja, misal tripsin (Sumarsih, 2007). Sumarsih (2007) menyatakan bahwa protein adalah bagian utama enzim yang dihasilkan sel, maka semua hal yang dapat mempengaruhi protein dan sel akan berpengaruh terhadap reaksi enzimatik. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi enzimatik yaitu: 1. Substrat (reaktan) Kecepatan reaksi enzimatik umumnya dipengaruhi kadar substrat. Penambahann kadar substrat sampai jumlah tertentu dengan jumlah enzim yang tetap, akan mempercepat reaksi enzimatik sampai mencapai maksimum. Penambahan substrat selanjutnya tidak akan menambah kecepatan reaksi. Kecepatan reaksi enzimatik juga dipengaruhi kadar enzim. 2. Suhu Sama seperti reaksi kimia pada umumnya, maka reaksi enzimatik dipengaruhi oleh suhu. Kenaikan suhu sampai optimum akan diikuti pula oleh kenaikan kecepatan reaksi enzimatik. Kepekaan enzim terhadap keadaan suhu melebihi optimum menyebabkan terjadinya perubahan fisikokimia protein penyusun enzim. Umumnya enzim mengalami kerusakan (denaturasi) pada suhu diatas 50 o C. Walaupun demikian ada beberapa enzim yang tahan terhadap suhu tinggi, misalnya taka-diastase dan tripsin. 3. Kemasaman (ph) Kondisi ph dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Daya katalisis enzim menjadi rendah pada ph rendah maupun tinggi, karena terjadinya denaturasi protein enzim. Enzim mempunyai gugus aktif yang bermuatan positif (+) dan negatif (-). 11

25 Aktivitas enzim akan optimum kalau terdapat keseimbangan antara kedua muatannya. Pada keadaan masam muatannya cenderung positif, dan pada keadaan basa muatannya cenderung negatif sehingga aktivitas enzimnya menjadi berkurang atau bahkan menjadi tidak aktif. Kondisi ph optimum untuk masing-masing enzim tidak selalu sama. Sebagai contoh amylase jamur mempunyai ph optimum 5,0, arginase mempunyai ph optimum Penghambat enzim (inhibitor) Inhibitor enzim adalah zat atau senyawa yang dapat menghambat enzim dengan beberapa cara penghambatan sebagai berikut: (a) Penghambat bersaing (kompetitif) yaitu daya penghambatannya dipengaruhi oleh kadar penghambat, kadar substrat dan aktivitas relatif antara penghambat dan substrat; (b) Penghambat tidak bersaing (non-kompetitif) yaitu daya penghambatannya dipengaruhi oleh kadar penghambat dan afinitas penghambat terhadap enzim. Enzim Katalase Moss (1987) menyatakan bahwa katalase ada dimana-mana secara alami. Katalase didapatkan pada semua mikroorganisme aerob baik dalam sel tumbuhan maupun sel hewan. Katalase adalah enzim tetramerik haemin yang terdiri dari empat identik tertra hedral disusun oleh setiap subunit g/mol. Oleh sebab itu, enzim ini terdiri dari empat ferriproliporphyrin grup/molekul sekitar a. Dekomposisi H 2 O 2 menjadi H 2 O dan O 2 2H 2 O 2 H 2 O + O 2 b. Oksigen donor H menjadi methanol, athanol, asam format,phenol, dengan konsumsi 1 mol peroksida ROOH + AH 2 H 2 O + ROH Pencegahan enzim katalase menjadi inaktif selama percobaan (umumnya 30 detik), diperlukan konsentrasi H 2 O 2 yang relatif rendah (10 mmol/l). Konsentrasi H 2 O 2 merupakan hal yang kritis sehingga harus proporsional antara konsentrasi substrat dengan rata-rata dekomposisi. Pengaruh suhu dalam dekomposisi H 2 O 2 kecil sehingga dapat dilakukan pada kisaran 0 o C 37 o C, tetapi suhu 20 o C (temperatur ruang) yang paling direkomendasikan. Pada suhu ini dapat mempercepat reaksi katalase walaupun durasi inkubasi pendek ( 30 detik ). Aktivitas antara ph 6,8 7,5, tetapi ph optimumnya pada ph 7,0 (Moss, 1987). 12

26 Enzim Proteolitik Proteinase memiliki siklus hidup yang kompleks. Enzim ini disekresikan dan ditransportasikan didalam sel sebagai pre-proenzim. Enzim ini disimpan dalam bentuk aktif, bentuk laten atau bentuk inaktif proenzim dalam bagian khusus sel sebelum digunakan dalam reaksi biologi atau dilepaskan untuk fungsi fisiologi (Geiger dan Fritz, 1982). Tripsin pertama kali didapatkan dalam bentuk kristal oleh Northrop dan Kunitz tahun Tripsin merupakan endopeptidase yang terutama memecah protein dan peptida pada ikatan carboxamid dari residu lisin dan arginin. Enzim ini disintesa dalam bagian eksokrin pada pankreas sebagai prekursor atau zymogen (tripsinogen) dan disimpan dalam granul zymogen. Enzim ini disekresikan kedalam saluran pankreas yang kemudian masuk ke dalam usus setelah stimulus yang sesuai (Geiger dan Fritz, 1982). Pepsin labil pada nilai ph diatas 6,0 Pepsin dapat mengkatalisasi transpeptidasi dari kedua amino-transfer dan karboksil-transfer pada substrat yang sesuai. Reaksi ini tidak hanya penting untuk mekanisme enzim, tetapi turut juga pada percobaan yang mengunakan substrat peptida dengan amino atau karboksil yang tidak terlindung atau percobaan dengan menggunakan beberapa substrat peptida jika peptida lain juga ada (Ryle, 1970). Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Penghambatan mikroba oleh suatu senyawa antimikroba dapat dinyatakan dalam nilai MIC. Cosentino (1999) mendefinisikan MBC sebagai konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba sebanyak 90% dari inokulum asal selama inkubasi 24 jam. Nilai MIC senyawa antimikroba yang lebih rendah menunjukkan bakteri lebih sensitif terhadap senyawa tersebut (Naufalin, 2005). Fase pertumbuhan berpengaruh terhadap sensitifitas bakteri terhadap senyawa antimikroba. Bakteri pada fase stasioner lebih sensitif terhadap antimikroba asam lemak rantai pendek dari bakteri fase pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena penambahan asam rantai pendek seperti asam propionat pada fase pertumbuhan (Thompson dan Hinton, 1996). 13

27 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Bahan-bahan utama yang digunakan adalah isolat bakteri asam laktat asal daging yaitu Lactobacillus fermentum 2B2 dan bakteri indikator (patogen) (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Eschericia coli ATCC 25922, Salmonella typhimurium ATCC 14028, dan enteropatogenik Escherichia coli lokal) untuk tahap produksi bakteriosin. Tahap purifikasi parsial bakteriosin, serta tahap kepekaan enzim katalase dan proteolitik tanpa menggunakan Escherichia coli ATCC Pada tahap MIC dan MBC hanya menggunakan bakteri uji S. aureus. Media yang digunakan yaitu de Man Ragosa Sharp Broth (MRSB), Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), Buffer Pepton Water (BPW), Muller Hilton Agar (MHA), Yeast Extract (YE), NaCl, tripton, NaOH 1 N, amonium sulfat, enzim katalase, tripsin, pepsin, KH 2 PO 4 0,05 M Tris Hydrochloride (ph 8,0), 0,2 M sitrat (ph 6,0), larutan Mc. Farland No. 0,5, es batu, dan aquadest. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Ose, cawan Petri, tabung reaksi, sentrifuse, kertas saring, alumunium foil, karton coklat, plastik wrap, timbangan, autoclaf, alat titrasi, gelas ukur, pipet, pipet pasteur, pipet mikro, tip, tabung ependorf, millipore 0,22 µm, tabung Erlenmeyer, tabung Scott, spuit volume 10 ml, dan jangka sorong. Rancangan Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 ulangan untuk tahap produksi bakteriosin, karakterisasi bakteriosin, dan konsentrasi minimum inhibitor. Perlakuannya yaitu penggunaan media yang berbeda pada tahap produksi dan karakterisasi bakteriosin, perbedaan konsentrasi substrat kasar bakteriosin pada tahap MIC dan MBC. Model matematikanya sebagai berikut: Y ij = µ + B i + ε ij

28 Keterangan : Y ij : Nilai respon perlakuan media yang berbeda pada substrat kasar bakteriosin terhadap bakteri indikator µ : Nilai tengah populasi B i ε ij : Pengaruh media yang berbeda (tahap produksi dan purifikasi parsial bakteriosin) dan perbedaan konsentrasi substrat kasar bakteriosin (tahap MIC dan MBC) : Pengaruh galat percobaan Rancangan percobaan lainnya yang digunakan adalah metode statistik deskritif untuk optimasi produksi bakteriosin, purifikasi parsial bakteriosin, konsentrasi minimum inhibitor, uji enzim katalase dan proteolitik. Prosedur Produksi Bakteriosin pada Media yang Berbeda Penyegaran Bakteri Asam Laktat Lactobacillus fermentum 2B2. Kultur L. fermentum 2B2 dari media MRSB dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam media MRSB yang ditambah YE 3% (9 ml), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o C. Produksi Bakteriosin dari Lactobacillus fermentum 2B2. Kultur L. fermentum 2B2 hasil penyegaran berumur 24 jam dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam 3 media (masing-masing media sebanyak 18 ml) yaitu (1) MRSB dan NaCl 1% ; (2) MRSB, YE 3 %, dan NaCl 1%; serta (3) MRSB dan tripton 1%, masingmasing disiapkan untuk ph 5,0 dan ph 6,0 (ada 6 tabung). Kultur yang dihasilkan untuk setiap media sebanyak 20 ml. Kultur L. fermentum kemudian diinkubasi selama 20 jam pada suhu 37 0 C. Kultur L. fermentum 2B2 umur 20 jam tersebut dimasukkan ke dalam ependorf sesuai dengan medianya masing-masing, kemudian disentrifuse selama 20 menit dengan kecepatan rpm pada suhu 4 0 C. Supernatan bebas sel yang dihasilkan dari setiap media dipisahkan dengan endapannya. Supernatan bebas sel dimasukkan dalam tabung untuk diukur ph awalnya, sedangkan sebagian kecil substrat disisihkan untuk diukur total asam tertitrasi (TAT). Supernatan pada setiap media dikondisikan menjadi ph 5,0 dan ph 15

29 6,0 dengan penambahan NaOH 1 N. Supernatan yang telah dikondisikan phnya diukur kembali TATnya. Supernatan bebas sel pada ph 5,0 dan ph 6,0 disterilkan dengan cara disaring menggunakan filter 0,22 µm (millipore). Supernatan bebas sel tersebut digunakan dalam uji antagonistik (konfrontasi) dengan bakteri indikator. Produksi Bakteri Indikator sebagai Kultur Kerja. Masing-masing bakteri indikator (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Eschericia coli ATCC 25922, Salmonella typhimurium ATCC 14028, dan enteropatogenik Escherichia coli lokal) diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o C. Bakteri indikator umur 24 jam distandarisasi jumlahnya dengan cara disetarakan kekeruhannya sesuai standar Mc Farland no. 0,5 didalam media NaCl sehingga dihasilkan populasi bakteri setara 1,5 x 10 8 sel bakteri/ml. Konfrontasi bakteri indikator dengan substrat bakteriosin pada tahap produksi bakteriosin menggunakan konsentrasi bakteri 1,5 x 10 6 sel bakteri/ml yang diperoleh dengan cara mengencerkannya 100 kali dalam buffer pepton water (BPW) steril. Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin dengan Bakteri Indikator. Supernatan bebas sel (substrat kasar bakteriosin) pada setiap media dengan masing-masing ph 5,0 dan ph 6,0 dikonfrontasi dengan keempat bakteri indikator dengan metode difusi agar. Bakteri indikator dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 1 ml kemudian dituang media MHA sebanyak 25 ml. Cawan digerakkan membentuk angka delapan untuk menghomogenkan media dengan bakteri. Agar yang telah mengeras dilubangi dengan menggunakan pipet Pasteur (diameter 5 mm) dan agarnya dibuang dengan menggunakan Ose. Supernatan bebas sel dimasukkan ke dalam lubang tersebut sebanyak 50 µl. Cawan ditutup dengan kertas saring kemudian ditutup dengan penutup cawan. Cawan dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama 2 jam kemudian diinkubasi selama 20 jam. Zona bening yang dihasilkan diukur diameternya. Purifikasi Parsial Bakteriosin Penyegaran Bakteri Asam Laktat Lactobacillus fermentum 2B2. Kultur L. fermentum 2B2 dari media MRSB dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam media MRSB yang ditambah YE 3% (9 ml), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o C. 16

30 Produksi Bakteriosin dari Lactobacillus fermentum 2B2. Kultur L. fermentum 2B2 hasil penyegaran berumur 24 jam dipipet sebanyak 7 ml dan dimasukkan ke dalam 3 media (masing-masing media sebanyak 63 ml) yaitu (1) MRSB dan NaCl 1% ; (2) MRSB, YE 3 %, dan NaCl 1%; serta (3) MRSB dan tripton 1%. Kultur yang dihasilkan untuk setiap media sebanyak 70 ml. Kultur L. fermentum kemudian diinkubasi selama 20 jam pada suhu 37 0 C. Kultur L. fermentum 2B2 umur 20 jam tersebut dimasukkan ke dalam ependorf kemudian disentrifuse selama 20 menit dengan kecepatan rpm pada suhu 4 0 C. Supernatan bebas sel yang dihasilkan dari setiap media dipisahkan dengan endapannya. Supernatan bebas sel dimasukkan ke dalam tabung untuk diukur ph awalnya. Supernatan pada setiap media dikondisikan menjadi ph 6,0 dengan penambahan NaOH 1 N. Supernatan bebas sel dengan ph 6,0 disterilkan dengan cara disaring menggunakan filter 0,22 µm (millipore) kemudian ditambahkan amonium sulfat sebanyak 40% pada setiap media. Gerakkan wadah substrat tersebut secara perlahan hingga seluruh amonium sulfat larut didalam substrat. Substrat didiamkan selama 24 jam dalam lemari pendingin. Substrat yang telah didiamkan semalaman tersebut akan menghasilkan protein yang mengapung diatas substrat. Protein dipisahkan dengan sebagian besar substrat dengan mengeluarkan substrat yang berada di bawah protein yang mengapung. Protein (substrat kasar bakteriosin) tersebut ditambahkan dengan buffer KH 2 PO 4. Substrat kasar bakteriosin tersebut digunakan dalam uji antagonistik (konfrontasi) dengan bakteri indikator. Produksi Bakteri Indikator sebagai Kultur Kerja. Masing-masing bakteri indikator (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Salmonella typhimurium ATCC 14028, dan enteropatogenik Escherichia coli lokal) diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o C. Bakteri indikator umur 24 jam distandarisasi jumlahnya dengan cara disetarakan kekeruhannya sesuai standar Mc Farland no. 0,5 dalam media NaCl sehingga dihasilkan populasi bakteri setara 1,5 x 10 8 sel bakteri/ml. Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin dengan Bakteri Indikator. Substrat kasar bakteriosin pada ph 6,0 dikonfrontasi dengan ketiga bakteri indikator dengan metode difusi agar. Bakteri indikator dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 1 ml kemudian dituang media MHA sebanyak 25 ml. Cawan digerakkan membentuk angka delapan untuk menghomogenkan media dengan bakteri. Agar yang telah 17

31 mengeras dilubangi dengan menggunakan pipet Pasteur (diameter 5 mm) dan agarnya dibuang dengan menggunakan Ose. Substrat kasar bakteriosin dimasukkan ke dalam lubang tersebut sebanyak 50 µl. Cawan ditutup dengan kertas saring kemudian ditutup dengan penutup cawan. Cawan dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama 2 jam kemudian diinkubasi selama 20 jam. Zona bening yang dihasilkan diukur diameternya. Konsentrasi Penghambatan Minimum (MIC dan MBC) Penyegaran Bakteri Asam Laktat Lactobacillus fermentum 2B2. Kultur L. fermentum 2B2 dari media MRSB dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam media MRSB yang ditambah YE 3% (9 ml), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o C. Produksi Bakteriosin dari Lactobacillus fermentum 2B2. Kultur L. fermentum 2B2 hasil penyegaran berumur 24 jam dipipet sebanyak 7 ml dan dimasukkan ke dalam media MRSB ditambah tripton 1% (63 ml). Kultur yang dihasilkan sebanyak 70 ml. Kultur L. fermentum kemudian diinkubasi selama 20 jam pada suhu 37 0 C. Kultur L. fermentum 2B2 umur 20 jam tersebut dimasukkan ke dalam ependorf kemudian disentrifuse selama 20 menit dengan kecepatan rpm pada suhu 4 0 C. Supernatan bebas sel yang dihasilkan dari setiap media dipisahkan dengan endapannya dengan dimasukkan dalam tabung untuk diukur ph awal. Supernatan pada setiap media dikondisikan menjadi ph 6,0 dengan penambahan NaOH 1 N. Supernatan bebas sel dengan ph 6,0 disterilkan dengan cara disaring menggunakan filter 0,22 µm (millipore) kemudian ditambahkan amonium sulfat sebanyak 40% dalam setiap media. Gerakkan wadah substrat tersebut secara perlahan hingga seluruh amonium sulfat larut didalam substrat. Substrat didiamkan selama 24 jam dalam lemari pendingin. Substrat yang telah didiamkan semalaman tersebut akan menghasilkan protein yang mengapung diatas substrat. Protein dipisahkan dengan sebagian besar substrat dengan mengeluarkan substrat yang ada di bawahnya, kemudian ditambahkan dengan buffer KH 2 PO 4. Substrat kasar bakteriosin tersebut digunakan dalam uji antagonistik (konfrontasi) dengan bakteri indikator. Produksi Bakteri Indikator sebagai Kultur Kerja. Bakteri indikator S. aureus ATCC diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0 C. Bakteri S. aureus ATCC 18

32 25923 umur 24 jam yang akan digunakan distandarisasi jumlahnya dengan cara disetarakan kekeruhannya sesuai standar Mc Farland no. 0,5 dalam media NaCl sehingga dihasilkan populasi bakteri setara 1,5 x 10 8 sel bakteri/ml. Media NB, substrat kasar bakteriosin, dan bakteri indikator dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan perbandingan volume pada (Tabel 2.), kemudian divortex agar menyatu. Kultur tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cawan ditambahkan dengan MHA kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0 C. Tabel 2. Volume Media NB, Substrat Kasar Bakteriosin, dan Bakteri Indikator Media NB Substrat Kasar Bakteriosin Bakteri Indikator ml ,5 0 0,5 4,0 0,5 0,5 3,5 1,0 0,5 3,0 1,5 0,5 2,5 2,0 0,5 2,0 2,5 0,5 1,5 3,0 0,5 1,0 3,5 0,5 0,5 4,0 0,5 0 4,5 0,5 Pertumbuhan bakteri indikator pada setiap cawan dihitung secara manual. Perhitungan jumlah koloni meggunakan metode Aerobic Plate Count pada Bacteriological Analytical Manual (BAM, 2001). Rumus Hitung APC: 1. Cawan dengan jumlah koloni

33 Formula: N = C x d [(1x N1) + (0,1x N2)] Keterangan: N C N1 N2 d : Jumlah koloni per ml atau g produk : Jumlah semua koloni pada cawan yang dapat dihitung : Jumlah koloni pada cawan pengenceran pertama yang dapat dihitung : Jumlah koloni pada cawan pengenceran kedua yang dapat dihitung : Faktor pengencer dari perhitungan pertama dihasilkan 2. Cawan dengan jumlah koloni kurang dari 25 Hitung jumlah yang ada pada cawan dari setiap pengenceran. Rerata jumlah koloni per cawan dan kalikan dengan faktor pengencer dari jumlah perhitungan pertama dihasilkan. 2. Cawan dengan jumlah koloni lebih dari 250 Hitung koloni pada cawan kemudian dikali dengan faktor pengencer. Uji Kepekaan Substrat Kasar Bakteriosin terhadap Enzim Katalase Penyegaran Bakteri Asam Laktat Lactobacillus fermentum 2B2. Kultur L. fermentum 2B2 dari media MRSB dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam media MRSB yang ditambah YE 3% (9 ml), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o C. Produksi Bakteriosin dari Lactobacillus fermentum 2B2. Kultur L. fermentum 2B2 hasil penyegaran berumur 24 jam dipipet sebanyak 7 ml dan dimasukkan ke dalam media MRSB ditambah tripton 1% (63 ml). Kultur yang dihasilkan sebanyak 70 ml. Kultur L. fermentum kemudian diinkubasi selama 20 jam pada suhu 37 0 C. Kultur L. fermentum 2B2 umur 20 jam tersebut dimasukkan ke dalam ependorf kemudian disentrifuse selama 20 menit dengan kecepatan rpm pada suhu 4 0 C. Supernatan bebas sel yang dihasilkan dari setiap media dipisahkan dengan endapannya dengan dimasukkan dalam tabung untuk diukur ph awal. Supernatan pada setiap media dikondisikan menjadi ph 6,0 dengan penambahan NaOH 1 N. Supernatan bebas sel dengan ph 6,0 disterilkan dengan cara disaring menggunakan filter 0,22 µm (millipore) kemudian ditambahkan amonium sulfat sebanyak 40% dalam setiap media. Gerakkan wadah substrat tersebut secara perlahan hingga seluruh amonium sulfat larut didalam substrat. Substrat didiamkan selama 24 jam dalam lemari pendingin. Substrat yang telah didiamkan semalaman tersebut akan menghasilkan protein yang mengapung diatas substrat. Protein (substrat kasar 20

34 bakteriosin) dipisahkan dengan sebagian besar substrat dengan mengeluarkan substrat yang ada di bawahnya, kemudian ditambahkan dengan buffer KH 2 PO 4. Substrat kasar bakteriosin tersebut digunakan dalam uji antagonistik dengan bakteri indikator. Produksi Bakteri Indikator sebagai Kultur Kerja. Bakteri indikator S. aureus ATCC diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0 C. Bakteri S. aureus ATCC umur 24 jam yang akan digunakan distandarisasi jumlahnya dengan cara disetarakan kekeruhannya sesuai standar Mc Farland no. 0,5 sehingga dihasilkan populasi bakteri setara 1,5 x 10 8 sel bakteri/ml. Penggabungan Substrat Kasar Bakteriosin dengan Enzim Katalase. Enzim katalase (2,0 U/mg) distabilkan dengan buffer 10 mm potasium fosfat yang dikondisikan pada ph 7.0 dengan penambahan NaOH 1 N. Sampel substrat kasar bakteriosin sebanyak 1 ml dicampur dengan 1 mg/ml enzim katalase (1 : 1), kemudian diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37 o C (Savadogo et al., 2004). Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin dengan Bakteri Indikator. Substrat kasar bakteriosin yang telah ditambahkan enzim katalase dikonfrontasi dengan bakteri indikator S. aureus ATCC dengan metode difusi agar. Bakteri indikator S. aureus ATCC dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 1 ml kemudian dituang media MHA sebanyak 25 ml. Cawan digerakkan membentuk angka delapan untuk menghomogenkan media dengan bakteri. Agar yang telah mengeras dilubangi dengan menggunakan pipet Pasteur (diameter 5 mm) dan agarnya dibuang dengan menggunakan ose. Substrat kasar bakteriosin dimasukkan ke dalam lubang tersebut sebanyak 50 µl. Cawan ditutup dengan kertas saring kemudian ditutup dengan penutup cawan. Cawan dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama 2 jam kemudian diinkubasi selama 20 jam. Zona bening yang dihasilkan diukur diameternya. Jika terdapat zona hambat pada uji antagonistik anatara bakteri indikator dengan substrat kasar bakteriosin yang diberi enzim katalase, maka menunjukkan bahwa substrat tersebut merupakan bakteriosin tanpa pengaruh dari sifat antimikroba hidrogen peroksida. 21

35 Uji Kepekaan Substrat Kasar Bakteriosin terhadap Enzim Proteolitik Penyegaran Bakteri Asam Laktat Lactobacillus fermentum 2B2. Kultur L. fermentum 2B2 dari media MRSB dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam media MRSB yang ditambah YE 3% (9 ml), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o C. Produksi Bakteriosin dari Lactobacillus fermentum 2B2. Kultur L. fermentum 2B2 hasil penyegaran berumur 24 jam dipipet sebanyak 7 ml dan dimasukkan ke dalam media MRSB ditambah tripton 1% (63 ml). Kultur yang dihasilkan sebanyak 70 ml. Kultur L. fermentum kemudian diinkubasi selama 20 jam pada suhu 37 0 C. Kultur L. fermentum 2B2 umur 20 jam tersebut dimasukkan ke dalam ependorf kemudian disentrifuse selama 20 menit dengan kecepatan rpm pada suhu 4 0 C. Supernatan bebas sel yang dihasilkan dari setiap media dipisahkan dengan endapannya dengan dimasukkan dalam tabung untuk diukur ph awal. Supernatan bebas sel dikondisikan menjadi ph 6,0 dengan penambahan NaOH 1 N. Supernatan bebas sel dengan ph 6,0 disterilkan dengan cara disaring menggunakan filter 0,22 µm (millipore) kemudian ditambahkan amonium sulfat sebanyak 40% dalam setiap media. Gerakkan wadah substrat tersebut secara perlahan hingga seluruh amonium sulfat larut didalam substrat. Substrat didiamkan selama 24 jam dalam lemari pendingin. Substrat yang telah didiamkan semalaman tersebut akan menghasilkan protein yang mengapung diatas substrat. Protein dipisahkan dengan sebagian besar substrat dengan mengeluarkan substrat yang ada di bawahnya, kemudian ditambahkan dengan buffer KH 2 PO 4. Substrat kasar bakteriosin tersebut digunakan dalam uji antagonistik (konfrontasi) dengan bakteri indikator. Produksi Bakteri Indikator sebagai Kultur Kerja. Bakteri indikator S. aureus ATCC diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0 C. Bakteri S. aureus umur 24 jam yang akan digunakan distandarisasi jumlahnya dengan cara disetarakan kekeruhannya sesuai standar Mc Farland no. 0,5 sehingga dihasilkan populasi bakteri setara 1,5 x 10 8 sel bakteri/ml. Penggabungan Substrat Kasar Bakteriosin dengan Enzim Proteolitik. Enzimenzim dan buffernya yang digunakan secara berturut-turut yaitu tripsin (15000 U/mg) dalam 0,05 M buffer Tris Hidroklorid (ph 8,0), dan pepsin (3,2 U/ml) dalam 22

36 0,2 M buffer sitrat (ph 3,0). Sampel substrat kasar bakteriosin sebanyak 1 ml dicampur dengan 1 mg/ml masing-masing enzim proteolitik (1 : 1). Substrat kasar bakteriosin yang ditambahkan enzim pepsin diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37 o C, sedangkan yang ditambahkan dengan enzim tripsin pada suhu 25 0 C (suhu kamar) (Savadogo et al., 2004). Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin dengan Bakteri Indikator. Substrat kasar bakteriosin yang telah ditambahkan enzim proteolitik dikonfrontasi dengan bakteri indikator S. aureus ATCC dengan metode difusi agar. Bakteri indikator S. aureus ATCC dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 1 ml kemudian dituang media MHA sebanyak 25 ml. Cawan digerakkan membentuk angka delapan untuk menghomogenkan media dengan bakteri. Agar yang telah mengeras dilubangi dengan menggunakan pipet Pasteur (diameter 5 mm) dan agarnya dibuang dengan menggunakan ose. Substrat kasar bakteriosin yang telah ditambahkan enzim proteolitik dimasukkan ke dalam lubang tersebut sebanyak 50 µl. Cawan ditutup dengan kertas saring kemudian ditutup dengan penutup cawan. Cawan dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama 2 jam kemudian diinkubasi selama 20 jam. Zona bening yang dihasilkan diukur diameternya. Jika tidak terdapat zona hambat pada uji antagonistik antara bakteri indikator dengan substrat kasar bakteriosin yang diberi enzim proteolitik, maka menunjukkan bahwa substrat tersebut merupakan protein. 23

37 HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin Isolat bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan adalah Lactobacillus fermentum 2B2 yang berasal dari daging sapi. Bakteri L. fermentum 2B2 ini berdasarkan penelitian Widiasih (2008) merupakan bakteri Gram positif dengan katalase negatif dan berbentuk batang dengan susunan tunggal maupun rantai pendek. Bakteri ini menghasilkan supernatan antimikroba yang didominasi oleh asam organik yang memiliki zona hambat yang cukup baik terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Bakteri indikator yang digunakan pada tahap produksi bakteriosin ada 4 spesies berbeda yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923, Eschericia coli ATCC 25922, Salmonella typhimurium ATCC 14028, dan enteropatogenik Escherichia coli lokal. Pemilihan keempat bakteri indikator disebabkan bakteri-bakteri ini yang sering mencemari makanan bahkan menyebabkan penyakit pada manusia. Bell dan Kyriakides (1998) mengungkapkan bahwa E. coli telah menjadi bakteri indikator pencemaran air dan susu pada awalnya dan berkembang menjadi indikator pada berbagai jenis makanan. Mikroorganisme seperti halnya makhluk yang lain juga mengalami pertumbuhan. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme meliputi nutrisi, waktu, suhu, air, ph dan tersedianya oksigen (Buckle et al., 1985). Pertumbuhan yang baik terjadi bila kebutuhan nutrisi tercukupi, demikian pula produksi bakteriosin akan terjadi secara optimum bila nutrisi tersedia dan sesuai dengan kebutuhan untuk mensekresikan zat aktif tersebut oleh L. fermentum 2B2. Bakteriosin merupakan protein sehingga perlu diujikan sumber protein yang berbeda dalam media, yaitu (1) MRSB dan NaCl 1% ; (2) MRSB, YE 3 %, dan NaCl 1%; (3) MRSB dan tripton 1% yang masing-masing media dikondisikan pada ph 5,0 dan ph 6,0. Pemilihan media tersebut berdasarkan tingkat aktivitas penghambatan senyawa antimikroba yang tinggi pada bakteri indikator yang diuji (Ogunbawo et al., 2003). Media yang digunakan seluruhnya menggunakan MRSB sebagai media pokok. MRSB merupakan media yang mengandung nitrogen dan karbon sebagai sumber nutrisi untuk bakteri tumbuh. Hasil penelitian (Makara, 2002) membuktikan

38 bahwa media MRS merupakan media terbaik pada bakteri L. plantarum dan L. mesenteroides. Produksi bakteriosin menurut Matsuaki et al. (1996) dipengaruhi oleh sumber karbon, nitrogen, dan phosfat yang bisa didapat melalui media. Griffin (1991) menyatakan bahwa mikroba dalam pertumbuhannya membutuhkan makronutrien dan mikronutrien. Salah satu makronutrien yang dibutuhkan adalah karbon yang berguna untuk tumbuh, berkembang biak, sumber energi, dan sebagai cadangan makanan. Oleh sebab itu, media MRSB memenuhi persyaratan sebagai sumber nitrogen dan karbon untuk memproduksi bakteriosin. Griffin (1991) menyatakan bahwa jenis dan jumlah sumber karbon sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri yang secara tidak langsung mempengaruhi sintesa metabolit sekunder. Matsuaki et al. (1996) juga menyatakan bahwa sumber karbohidrat yang berbeda menghasilkan bakteriosin yang berbeda. Nisin sebagai contoh dapat diproduksi dari glukosa, sukrosa, dan xylosa oleh Lactococcus lactis Bakteri L. fermentum 2B2 memiliki karakter dapat memfermentasi beberapa gula-gula sederhana yaitu galaktosa, glukosa, laktosa, rafinosa, sukrosa, dan xylosa (Lampiran 8). Adapun gula-gula sederhana tersebut dapat digunakan sebagai sumber karbon dalam pertumbuhannya. Media pertama yaitu MRSB dengan penambahan NaCl. MRSB (media utama) memiliki kandungan nutrisi yang lengkap untuk pertumbuhan bakteri. Penambahan NaCl pada media MRSB karena NaCl merupakan inducer yang mudah didapat dan memiliki harga yang relatif terjangkau dan berdasarkan (Ogunbawo et al., 2003) media MRSB dengan penambahan NaCl menghasilkan aktivitas antimikroba yang tinggi. Konsentrasi larutan NaCl yang digunakan tidak besar hanya sebesar 1%. Mikroorganisme yang ditumbuhkan pada larutan garam dengan konsentrasi tinggi justru dapat mengakibatkan tubuh mikroba tersebut lisis atau hancur Penambahan YE pada media MRSB berguna untuk menambah nilai nutrisi pada media pertama (MRSB + NaCl 1%). Yeast extract merupakan inducer hasil ekstrak khamir yang mengandung nitrogen. Nitrogen merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi mikroorganisme untuk tumbuh. Penambahan YE pada media ini sebesar 3%. Ogunbawo et al. (2003) mendapatkan bahwa media MRSB ditambah dengan YE 3% menghasilkan aktivitas antimikroba yang tinggi. 25

39 Media ke tiga tidak menggunakan NaCl tetapi dengan penambahan tripton. Tripton merupakan media yang juga mengandung nitrogen. MRSB yang juga mengandung nitrogen ditambah dengan tripton menjadi nutrisi yang cukup untuk L. fermentum 2B2 dapat tumbuh subur. Supernatan bebas sel yang dihasilkan dari setiap media mengandung protein dan asam-asam organik. Supernatan bebas sel tersebut dikondisikan pada ph 5,0 dan ph 6,0 dengan penambahan NaOH. Kondisi dengan tingkat keasaman tersebut diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh kondisi asam atau ph rendah yang berasal dari asam-asam organik yang juga dihasilkan sebagai metabolit sekunder dari mikroorganisme yang bersifat antimikroba. Asam-asam organik yang terdapat dalam substrat yang ditambahkan dengan basa (NaOH) akan menghasilkan garam dengan air. Reaksi kimia: Asam + Basa Garam + Air Penghambatan Berbagai Bakteri Indikator oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda Tahap pertama ini dinilai berdasarkan diameter zona hambat yang dihasilkan dari konfrontasi antara substrat kasar bakteriosin pada ketiga jenis media dengan keempat bakteri indikator yang berbeda. Jika dilihat dari perhitungan statistik, keseluruhan perlakuan substrat kasar bakteriosin yang diproduksi dalam media yang berbeda tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap seluruh bakteri indikator. Namun, jika dilihat dari segi rataannya maka media terbaik terdapat pada perlakuan media ke tiga yaitu dengan penambahan tripton 1% (ph 5,0 dan ph 6,0) yang dapat dilihat pada (Gambar 1). Rataan diameter zona hambat yang dihasilkan dari ketiga media terhadap keempat bakteri indikator menunjukkan nilai yang kecil bahkan pada media dengan penambahan YE pada ph 6,0 diameternya 5 mm yang merupakan diameter dari lubang itu sendiri. Hal ini disebabkan pembuatan kultur dalam jumlah yang kecil yaitu hanya 20 ml. 26

40 Diameter Zona Hambat (mm) ,69 5,06 5,76 5,00 5,80 5,08 N5 N6 Y5 Y6 T5 T6 Media Produksi Bakteriosin Keterangan : N5 : Media MRSB + NaCl 1% dengan ph 5.0 N6 : Media MRSB + NaCl 1% dengan ph 6.0 Y5 : Media MRSB + NaCl 1% + YE 3% dengan ph 5.0 Y6 : Media MRSB + NaCl 1% + YE 3% dengan ph 6.0 T5 : Media MRSB + Tripton 1% dengan ph 5.0 T6 : Media MRSB + Tripton 1% dengan ph 6.0 Diameter sumur 5 mm Gambar 1. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap Bakteri Indikator Bakteriosin merupakan protein hasil metabolit dari mikroba yang memiliki sifat bakterisidal terhadap bakteri Gram positif atau bakteri yang berkerabat dekat dengan bakteri penghasilnya (Vuyst dan Vandamme, 1994). Jika bakteri L. fermentum yang ditumbuhkan hanya dalam jumlah yang sedikit, maka bakteriosin sebagai hasil metabolit sekundernya juga akan sedikit. Itu sebabnya, bakteriosin yang dihasilkan belum dapat menghambat bakteri indikator secara optimal. Salah satu dari sifat protein adalah mudah terdenaturasi oleh panas. Oleh sebab itu, peranan rantai dingin selama proses sangat besar. Proses dalam tahap produksi bakteriosin yang sangat memerlukan suhu dingin yaitu saat mengkondisikan substrat menjadi ph 5,0 dan ph 6,0 serta saat mensentrifuse substrat dengan kecepatan rpm. Temperatur substrat saat mengkondisikan ph harus tetap dingin. Sentrifuse substrat dilakukan dengan alat sentrifuse yang telah memiliki pengaturan suhu. Suhu saat sentrifuse diatur pada suhu 4 0 C sehingga walaupun substrat mengalami pergerakan yang sangat cepat yang dapat menghasilkan panas, protein tidak mengalami denaturasi. 27

41 Jenis media seperti yang dijelaskan di atas menentukan kandungan gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan L. fermentum yang secara tidak langsung juga mempengaruhi produksi dari bakteriosin itu sendiri. Kondisi ph yang mendekati netral memang bertujuan menghilangkan pengaruh kondisi asam atau ph rendah yang berasal dari asam-asam organik sehingga mengurangi diameter zona hambat jika dibandingkan pada hasil yang didapat oleh Widiasih (2008). Media dengan kondisi ph 6,0 menurunkan rataan diameter zona hambat pada semua media karena pengaruh antimikroba dari asam-asam organik hilang. Kontrol yang digunakan pada tahap produksi bakteriosin yaitu supernatan bebas sel yang tidak dikondisikan menjadi ph 5,0 dan ph 6,0 sehingga terdapat pengaruh dari asam-asam organik. Pengaruh asam-asam organik (kontrol) terhadap bakteri indikator tidak menghasilkan zona hambat yang berbeda dengan perlakuan. Rataan diameter zona hambat hasil konfrontasi antara supernatan antimikroba dengan bakteri indikator dapat dilihat pada Gambar 2. Diameter Zona Hambat (mm ,12 5,62 5,42 5, ,53 5, ,03 5,28 5,13 5,48 5,03 KN5 KN6 KY5 KY6 KT5 KT6 Media Kontrol Produksi Bakteriosin Keterangan* : KN5 : Kontrol pada Media MRSB + NaCl 1% untuk ph 5.0 KN6 : Kontrol pada Media MRSB + NaCl 1% untuk ph 6.0 KY5 : Kontrol pada Media MRSB + NaCl 1% + YE 3% untuk ph 5.0 KY6 : Kontrol pada Media MRSB + NaCl 1% + YE 3% untuk ph 6.0 KT5 : Kontrol pada Media MRSB + Tripton 1% untuk ph 5.0 KT6 : Kontrol pada Media MRSB + Tripton 1% untuk ph 6.0 Gambar 2. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Supernatan Antimikroba (Kontrol) terhadap Bakteri Indikator Diagram batang di atas menunjukkan bahwa rataan diameter zona hambat yang dihasilkan sangat kecil karena hampir sama dengan diameter lubang. Hal ini 28

42 juga disebabkan jumlah substrat yang sedikit sehingga asam-asam organik hasil metabolit dari L. fermentum 2B2 ini juga sedikit sehingga tidak dapat menghambat dengan baik. Namun, jika dibandingkan rataan diameter zona hambat yang dihasilkan antara perlakuan dengan kontrol, maka diameter zona hambat dengan media kontrol lebih besar dibanding perlakuan. Hal ini disebabkan pada metabolisme mikroorganisme jumlah asam organik sebagai hasil metabolit sekunder bakteri lebih banyak dibanding bakteriosin (Vuyst dan Vandamme, 1994). Jika diperhatikan ada beberapa media yang bahkan tidak menghasilkan zona hambat sama sekali. Hal ini dapat disebabkan asam organik yang dihasilkan terlalu sedikit sehingga tidak mampu menghambat bakteri indikator secara optimum. Cara kerja asam organik dalam menghambat pertumbuhan bakteri yaitu dengan menciptakan kondisi dengan ph rendah, maka bakteri yang tidak tahan dengan kondisi ph rendah tersebut akan mati. Asam lipophilik seperti asam laktat dan asam asetat dalam bentuk gabungan melakukan penetrasi terhadap sel mikrobial pada ph intraseluler yang lebih tinggi, memisahkan diri untuk menghasilkan ion hidrogen dan bergabung dengan fungsi metabolis esensial seperti substrat translokasi dan phosphorilasi oksidatif yang mengurangi ph intraseluler (Baird dan Parker, 1980). Asam organik lipofilik lemah (asetat, propionat, sorbat, dan benzoat) melakukan penetrasi terhadap membran sel dalam bentuk nondisosiasi untuk menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian dengan cara menguraikan atau mengasamkan sitoplasma (Samelis dan Sofos, 2001c). Penghambatan Bakteri Staphyloccocus aureus ATCC oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda Pengaruh perlakuan media yang berbeda pada substrat kasar bakteriosin terhadap bakteri S. aureus ATCC menunjukkan hasil yang tidak nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa respon S. aureus ATCC terhadap susbstrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda tidak berbeda secara signifikan. Namun, jika dilihat dari rataannya saja, media yang terbaik adalah media pertama yaitu dengan penambahan NaCl 1% (ph 5,0), sedangkan media terbaik pada ph 6,0 terdapat pada semua media karena memiliki rataan diameter zona hambat yang sama yang dapat dilihat pada Gambar 3. 29

43 Diameter Zona Hambat (mm) ,88 5,51 5,11 5,00 5,00 5,00 N5 N6 Y5 Y6 T5 T6 Media Produksi Bakteriosin Gambar 3. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap S.aureus ATCC Ketiga media sebenarnya memiliki kemampuan yang sama dalam mengoptimalkan produksi bakteriosin. Begitu juga dengan kondisi ph yang berbeda tidak menghasilkan perbedaan diameter zona hambat yang signifikan. Konsentrasi bakteriosin yang sangat sedikit dalam substrat kasar dapat menjadi faktor penyebab belum optimumnya penghambatan terhadap bakteri indikator S. aureus ATCC Penghambatan Bakteri Salmonella typhimurium ATCC oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda Substrat kasar bakteriosin pada ketiga media yang diujikan pada S. typhimurium ATCC menunjukkan hasil yang tidak nyata (P>0,05). Artinya secara hitungan statistik respon S. typhimurium ATCC terhadap substrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda tidak berpengaruh secara signifikan. Jika diperhatikan dari rataan diameter zona hambat terbesar yang dihasilkan dari konfrontasi substrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda terhadap bakteri S. typhimurium ATCC 14028, maka media terbaik adalah pada media ke dua (ph 5,0) dan ke tiga (ph 6,0) dapat dilihat pada Gambar 4. 30

44 Gambar 4. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap S. typhimurium ATCC Penelitian sebelumnya mendapatkan bahwa, senyawa antimikroba yang berasal dari L. fermentum dapat menghambat S. typhimurium ATCC dengan diameter zona hambat yang cukup besar (Widiasih, 2008), namun zona hambat yang dihasilkan didominasi oleh asam-asam organik. Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel dengan kandungan lipid yang tinggi yaitu 11-12% (Fardiaz, 1992) mengakibatkan asam yang tidak terdisosiasi dapat menembus dinding sel bakteri tersebut. Namun, substrat yang telah dikondisikan ph 5,0 dan ph 6,0 telah menghilangkan pengaruh dari asam-asam organik sehingga zona hambat yang dihasilkan sangat kecil. Jika diperhatikan pada (Gambar 4.), rataan diameter zona hambat pada media ke tiga dengan ph 6,0 cukup besar dan berbeda dengan media lain pada ph yang sama. Hal ini mungkin terdapat pengaruh dari karakter bakteri S. typhimurium ATCC sehingga dapat dihasilkan zona hambat dengan ukuran yang sangat beragam jika dibandingkan dengan bakteri indikator yang lain. Penghambatan Bakteri Escherichia coli ATCC (ETEC) oleh Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda Bakteri ETEC ATCC yang diujikan dengan substrat kasar bakteriosin dengan media yang berbeda tidak menunjukkan hasil yang tidak nyata (P>0,05). Respon ETEC ATCC ini secara hitungan statistik tidak berbeda secara 31

45 signifikan. Namun, diperhatikan dari rataannya maka media terbaik pada media ke dua (ph 5,0) dan ke tiga (ph 6,0) memiliki zona hambat terbesar yang dapat dilihat pada Gambar 5. Diameter Zona Hambat (mm) ,02 5,00 N5 N6 Y5 Y6 T5 T6 Media Produksi Bakteriosin Gambar 5. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap E. coli (ETEC) ATCC Bakteri ETEC ATCC masuk ke dalam kelompok bakteri Gram negatif sama seperti S. typhimurium ATCC 14028, maka memiliki sifat yang pada dasarnya sama khususnya dalam menyerap substrat antimikroba. Namun, pengaruh dari substrat kasar bakteriosin terhadap S. typhimurium ATCC sangat kecil dibanding bakteri yang lain, bahkan ada yang tidak memiliki zona hambat. Substrat kasar bakteriosin dengan media tripton yang dikonfrontasi dengan S. typhimurium ATCC tetap menghasilkan rataan diameter zona hambat yang terbesar pada ph 6,0. Penghambatan Bakteri Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) Lokal dengan Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda Substrat kasar bakteriosin pada media berbeda yang diujikan pada EPEC tidak berpengaruh signifikan (P>0.05). Jika ditinjau dari perhitungan statistik pengaruh konfrontasi antara substrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda terhadap bakteri indikator memang tidak berpengaruh nyata. Namun, jika ditinjau dari rataan diameter zona hambat yang dihasilkan media yang menggunakan tripton 32

46 menempati urutan pertama pada kondisi ph 5,0, sedangkan media dengan penambahan YE pada kondisi ph 6,0 yang dapat diperhatikan pada Gambar 6. Diameter Zona Hambat (mm) ,96 5,59 5,31 5,30 5,07 5,00 N5 N6 Y5 Y6 T5 T6 Media Produksi Bakteriosin Gambar 6. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang Diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap Enteropatogenik E. coli (EPEC) Lokal Bakteri EPEC yang juga merupakan kelompok bakteri Gram negatif yang memiliki kemampuan yang sama dengan bakteri ETEC ATCC dan S. typhimurium ATCC dalam menyerap senyawa antimikroba. Rataan diameter zona hambat yang dihasilkan kecil, namun lebih besar jika dibandingkan dengan bakteri ETEC ATCC Diameter zona hambat pada kondisi ph 6,0 lebih kecil dibanding dengan ph 5,0. Diameter zona hambat yang dihasilkan pada tiap media (ph 5,0) lebih besar jika dibanding dengan kondisi pada ph 6,0. Hal ini disebabkan meningkatnya ph telah mengurangi atau menghilangkan pengaruh antimikroba asam-asam organik. Purifikasi Parsial Bakteriosin Pengaruh kondisi asam atau ph rendah dari asam-asam organik telah dihilangkan pada produksi bakteriosin dengan menambahkan NaOH sehingga menjadi ph 5,0 dan ph 6,0. Tahap purifikasi parsial bakteriosin ini adalah tahap presipitasi protein sehingga dapat dipisahkan dari sebagian besar medianya. Tahap presipitasi protein dilakukan dengan penambahan amonium sulfat. Penambahan amonium sulfat diberikan sebanyak 40% berdasarkan Savadago et al. (2004). Amonium sulfat berfungsi untuk mengendapkan protein yang terdapat pada 33

47 substrat. Protein yang terdapat didalam substrat tidak hanya bakteriosin tetapi juga protein yang berasal dari media. Namun, untuk menguji apakah didalam protein tersebut terdapat bakteriosin adalah dengan mengujinya terhadap bakteri indikator. Jika dihasilkan zona hambat maka kemungkinan endapan protein tersebut terdapat juga bakteriosin. Media yang digunakan dalam tahap purifikasi bakteriosin ini adalah tetap sama yaitu ketiga media yang digunakan pada tahap optimasi bakteriosin. Menurut rataan diameter zona hambat yang dihasilkan, media yang menggunakan tripton adalah media yang paling baik. Namun, karena tidak berbeda secara signifikan maka ketiga media tersebut tetap digunakan. Kondisi keasaman yang digunakan adalah ph 6,0 dikarenakan jika digunakan ph 5,0 bisa saja masih terdapat pengaruh dari asamasam organik. Tahap purifikasi bakteriosin ini media yang dibuat ditambah jumlahnya dibandingkan pada tahap produksi bakteriosin dengan tujuan untuk meningkatkan bakteriosin yang dihasilkan. Masing-masing kultur ditumbuhkan dalam setiap media sebanyak 70 ml yang dapat menghasilkan supernatan bebas sel sekitar 60 ml. Tahap ini juga menerapkan rantai dingin pada prosesnya khususnya saat mengkondisikan ph 6,0 agar tidak merusak bakteriosin. Jika diperhatikan saat amonium sulfat dimasukkan kedalam substrat kemudian digoyang pelan-pelan secara manual maka akan menghasilkan butiranbutiran kecil yang mirip gelembung berwarna putih yang langsung melayang ke atas permukaan substrat dapat dilihat pada (Gambar 7.). Jack et al., (1995) dan Savadago et al., (2006) menyatakan bahwa bakteriosin asal bakteri asam laktat memiliki sifat hidrofobik karena merupakan protein yang bermolekul kecil. Lactacin B contoh bakteriosin yang dihasilkan Lactobacillus acidophilus N2 yang memiliki sifat hidrofobik (Barefoot dan Klaenhammer, 1983). Hal itu menunjukkan bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh L. fermentum 2B2 ini bersifat hidrofobik. 34

48 Protein yang mengapung Gambar 7. Protein Hasil Presipitasi Amonium Sulfat Garam yang dihasilkan dari reaksi asam organik dengan NaOH, pada tahap purifikasi parsial bakteriosin ini ditambah lagi dengan garam yang dihasilkan oleh penambahan amonium sulfat. Garam yang ditambah dengan garam lain tidak membentuk senyawa baru. Garam tersebut kemudian bereaksi dengan membentuk endapan protein yang terpresipitasi berada melayang di permukaan substrat kasar bakteriosin. Reaksi kimia: Garam (asam organik + NaOH) + Garam (Amonium sulfat) Garam Garam + Protein (substrat kasar bakteriosin) endapan protein Protein dapat bereaksi dengan amonium sulfat dan menyebabkan protein mengendap disebabkan konsentrasi ion-ion amonium sulfat yang tinggi menyebabkan muatan listrik di sekitar molekul protein meningkat dan menarik mantel air yang ada di sekeliling molekul protein, sehingga kelarutan protein menurun. Air yang tersedia tidak cukup untuk melarutkan protein karena adanya persaingan antara protein dan garam untuk berikatan dengan hidrogen dan air. Pada konsentrasi rendah, ion-ion amonium sulfat akan melindungi molekul protein dan mencegahnya bersatu, sehingga akan meningkatkan kelarutan protein. Amonium sulfat lebih mampu mengendapkan protein enzim dibandingkan dengan etanol dan aseton. Penambahan substrat kasar bakteriosin dengan buffer fosfat (KH 2 PO 4 ) bertujuan agar mengurangi bahan pengekstrak yang terikat pada molekul protein(wijaya, 2002). Hasil rataan diameter zona hambat dari konfrontasi antara substrat kasar bakteriosin pada media yang berbeda terhadap bakteri indikator yang sama secara 35

49 perhitungan statistik tidak berpengaruh signifikan (P>0,05) yang dapat dilihat pada Gambar Diameter Zona Hambat (mm) N6 Y6 T6 Media Purifikasi Parsial Bakteriosin Keterangan: EPEC lokal S. typhimurium ATCC S. aureus ATCC Gambar 8. Rataan Diameter Zona Hambat oleh Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin yang diproduksi dalam Media yang Berbeda terhadap Bakteri Indikator Jika diperhatikan dari segi media yang berbeda pada bakteri indikator yang berbeda, maka ditunjukkan bahwa diameter zona hambat yang dihasilkan sangat berbeda antara bakteri S. aureus ATCC yang merupakan bakteri Gram positif dengan S. typhimurium ATCC dan EPEC yang merupakan bakteri Gram negatif (Gambar 9). Diameter Zona Hambat (mm) ,87 6,24 EPEC E P E C S. typhimurium ATCC S. Typhimurium ATCC Bakteri Indikator 23,35 S. aureus ATCC S. aureus ATCC Gambar 9. Rataan Diameter Zona Hambat pada Bakteri Indikator yang Berbeda 36

50 Gambar 10. menunjukkan zona hambat yang dihasilkan dari konfrontasi substrat kasar bakteriosin pada media yang sama terhadap bakteri indikator yang berbeda. Zona hambat yang dihasilkan terlihat perbedaan yang signifikan antara bakteri EPEC (bakteri Gram negatif) dan S. aureus ATCC (Bakteri Gram positif). Oleh sebab itu, tahap purifikasi bakteriosin ini akan dibahas berdasarkan kelompok bakteri indikator yaitu kelompok bakteri Gram positif dan kelompok bakteri Gram negatif. (a) (b) Gambar 10. Perbedaan Diameter Zona Hambat EPEC (a) dan S. aureus ATCC (b) pada Media dengan Penambahan Tripton 1% Penghambatan Bakteri Staphyloccocus aureus ATCC (Bakteri Gram Positif) oleh Substrat Kasar Bakteriosin Substrat kasar bakteriosin ini dihasilkan oleh L. fermentum 2B2 yang merupakan kelompok bakteri Gram positif. Bakteriosin memiliki sifat bakteristatik atau bakterisidal lebih kepada bakteri yang memiliki kekerabatan yang dekat dengan penghasil bakteriosin itu sendiri (Vuyst dan Vandamme, 1994). Bakteri indikator S. aureus ATCC merupakan kelompok bakteri Gram positif yang dengan demikian memiliki kekerabatan yang dekat dengan L. fermentum 2B2 sebagai penghasil bakteriosin. Diameter zona hambat yang dihasilkan (Gambar 10) dari konfrontasi antara substrat kasar bakteriosin pada media tripton terhadap bakteri S. aureus ATCC jauh lebih besar dibandingkan dengan bakteri S. typhimurium ATCC dan EPEC yang merupakan bakteri Gram negatif. bahwa substrat yang diujikan merupakan bakteriosin. Hal ini memperkuat dugaan 37

51 Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu dalam (Helander et al. 1997) yang menyatakan bahwa bakteri Gram negatif resisten terhadap kebanyakan bakteriosin yang disebabkan proteksi dari membran luarnya yang membentuk lapisan yang paling luar dari selubung sel, membuat penghalang yang efisien melawan substrat hidrofobik dan makromolekul. Hasil dari penelitian Savadago et al. (2006) menunjukkan bahwa bakteriosin lebih peka terhadap bakteri Gram positif. Bakteri Gram negatif lebih resisten terhadap bakteriosin disebabkan dari sifat alami dari membran yang menyelubungi sel bakteri tersebut. Bhunia et al. (1991) menunjukkan bahwa pediocin (bakteriosin yang dihasilkan oleh Pediococcus acidilactili) berinteraksi dengan asam lipoteikoat yang tidak ada pada bakteri Gram negatif. Molekul ini yang akan berperan yang diperlukan sebagai tempat penerima spesifik yang menyebabkan efek bakterisidal. Jadi, sensibilitas bakteri terhadap bakteriosin bergantung pada ada atau tidak adanya reseptor spesifik atau immunoprotein. Bomberg et al. (2004) menyatakan zona hambat yang lebih besar pada bakteri Gram positif disebabkan bakteri Gram negatif memiliki lipopolisakarida (LPS) pada membran terluar yang membuat suatu proteksi sehingga melindungi dari musuh. Kontrol yang digunakan pada tahap purifikasi ini adalah substrat yang masih dalam kondisi ph awal yaitu berkisar 3,0-4,0. Kondisi ph tersebut menunjukkan bahwa substrat didominasi dengan asam-asam organik. Diameter zona hambat pada kontrol dibandingkan dengan perlakuan terhadap S. aureus ATCC sangat berbeda. Diameter zona hambat yang disebabkan oleh perlakuan yaitu yang menggunakan amonium sulfat memang lebih luas jika dibanding dengan substrat kontrol yang didominasi asam organik. Namun, zona hambat yang diakibatkan oleh asam organik lebih bening dibanding dengan substrat pada perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa menggunakan substrat bakteriosin menghasilkan diameter zona hambat yang cukup luas terhadap bakteri S. aureus ATCC tetapi hanya bersifat bakteristatik atau menghambat pertumbuhan bakteri. Penghambatan Bakteri Salmonella typhimurium ATCC dan Escherichia coli (EPEC) (Bakteri Gram Negatif) oleh Substrat Kasar Bakteriosin Konfrontasi substrat kasar bakteriosin pada media tripton terhadap bakteri S. typhimurium ATCC dan EPEC sebagai bakteri yang masuk dalam kelompok 38

52 bakteri Gram negatif menghasilkan rataan diameter zona hambat yang lebih kecil dibanding S. aureus ATCC dan diantara keduanya tidak berbeda secara signifikan. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang telah ditulis sebelumnya bahwa bakteri Gram negatif tidak memiliki reseptor antimikroba yang sebaliknya dimiliki oleh bakteri Gram positif Bhunia et al. (1991). Struktur membran terluar dari bakteri Gram negatif juga memiliki penghalang dalam melawan substrat hidrofobik (Helander et al. 1997). Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan bakteri Gram negatif lebih resisten terhadap bakteriosin dibanding dengan bakteri Gram positif. Konfrontasi yang dilakukan oleh substrat kontrol terhadap bakteri indikator S. typhimurium ATCC dan EPEC memiliki diameter zona hambat yang lebih besar daripada yang diakibatkan oleh substrat kasar bakteriosin. Zona hambat yang dihasilkan oleh substrat kontrol juga lebih bening karena asam organik bersifat bakterisidal. Hal ini menguatkan bahwa substrat pada perlakuan didominasi oleh bakteriosin karena sifatnya yang lebih menghambat pada bakteri Gram positif yang memiliki kekerabatan yang dekat dengan L. fermentum 2B2 sebagai bakteri penghasilnya. Konsentrasi Penghambatan Minimum Bakteri Indikator (MIC dan MBC) Konsentrasi penghambatan minimum ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi minimum dari bakteriosin dalam mengurangi jumlah bakteri indikator. Bakteri indikator yang digunakan hanya satu jenis yaitu S. aureus ATCC Pemilihan bakteri ini didasarkan pada hasil dari purifikasi bakteriosin yang menunjukkan bahwa pada bakteri indikator S. aureus ATCC dihasilkan zona hambat terbesar. Faktor lain yang menjadi alasan adalah karena S. aureus ATCC merupakan bakteri Gram positif sehingga memperkuat asumsi bahwa zona hambat yang ada diakibatkan oleh bakteriosin. Media yang digunakan juga hanya satu jenis yaitu media yang menggunakan tripton. Faktor yang menjadi alasan pemilihan media ini juga didasarkan pada hasil tahap-tahap sebelumnya yaitu tahap optimasi dan purifikasi bakteriosin. Substrat bakteriosin yang berasal dari media dengan penambahan tripton menghasilkan rataan diameter zona hambat terbesar. Pengertian Minimum inhibitor concentration (MIC) adalah konsentrasi minimum dari substrat kasar bakteriosin dalam menghambat bakteri S. aureus ATCC 39

53 Hasil MIC yang didapat menunjukkan bahwa konsentrasi minimum yang dapat mengurangi jumlah bakteri S. aureus ATCC terjadi pada konsentrasi substrat kasar bakteriosin sebesar 70% dengan pengurangan sebesar 1,67 log cfu/ml yang dimulai dari konsentrasi 10%. Berdasarkan hasil yang didapat ini bisa dijadikan suatu pernyataan bahwa dengan jumlah substrat bakteriosin 3,5 ml dan bakteri indikator 0,5 ml dapat menghambat bakteri S. aureus ATCC berkisar 1 log cfu/ml dengan media NB yang digunakan sebesar 1 ml. MBC yaitu kemampuan substrat bekteriosin mengurangi bakteri indikator sebesar 3 log cfu/ml. MBC terjadi pada konsentrasi substrat kasar bakteriosin sebesar 90%. Pada konsentrasi substrat bakteriosin 90% terjadi pengurangan bakteri indikator S. aureus ATCC sebesar 3,3 log cfu/ml. Pengurangan sebesar ini bisa juga disebabkan faktor media NB yang tidak tersedia sebagai media tumbuh bakteri indikator selama masa inkubasi. Pada (Gambar 11.) dapat kita lihat penghambatan bakteri indikator oleh substrat kasar bakteriosin , ,65 5,56 5 MIC 4,58 Log cfu/ml ,46 MBC 2, Substrat Kasar Bakteriosin (%) Gambar 11. Penghambatan S.aureus ATCC oleh Substrat Kasar Bakteriosin Uji Kepekaan Substrat Bakteriosin terhadap Enzim Katalase Bakteri L. fermentum 2B2 memiliki sifat uji katalase negatif. Hal itu berarti bakteri L. fermentum 2B2 tidak dapat menghasilkan katalase sendiri yang dapat menguraikan hidrogen peroksida. Ada kemungkinan masih terdapat pengaruh hidrogen peroksida pada hasil konfrontasi sehingga perlu diuji dengan menambahkan enzim katalase kedalam substrat kasar bakteriosin. 40

54 Uji kepekaan bakteriosin dengan penggabungan enzim katalase bertujuan untuk memastikan kemurnian bakteriosin khususnya dari senyawa antimkroba lain yaitu hidrogen peroksida. Hasil rataan diameter zona hambat pada ketiga bakteri indikator dapat dilihat pada Gambar 12. Diameter Zona Hambat (mm) S. aureus ATCC S. aureus ATCC EPEC S.Typhimurium ATCC E P E C Bakteri Indikator Bakteri Indikator Gambar 12. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media Tripton dengan Penambahan Enzim Katalase terhadap Bakteri Indikator 7.46 S. typhimurium ATCC Diameter zona hambat yang terbentuk membuktikan bahwa zona hambat tersebut hanya berasal dari bakteriosin, bukan pengaruh dari hidrogen peroksida. Konfrontasi substrat kasar bakteriosin terhadap bakteri indikator S. aureus ATCC menghasilkan diameter zona hambat yang terbesar. Hal ini semakin menguatkan bahwa zona hambat yang dihasilkan berasal dari bakteriosin. Rataan diameter zona hambat pada bakteri indikator EPEC dan S. typhimurium ATCC memiliki rataan yang juga cukup besar, walaupun nilainya masih lebih rendah dari S. aureus ATCC Cara kerja enzim katalase dalam menghilangkan pengaruh antimikroba dari hidrogen peroksida yaitu dengan cara menguraikannya menjadi air (H 2 O) dan oksigen (O 2 ) (Moss, 1987). Reaksi kimia: H 2 O 2 H 2 O + O 2 Uji Kepekaan Substrat Kasar Bakteriosin terhadap Enzim Proteolitik Karakterisasi substrat kasar bakteriosin dilakukan melalui uji kepekaan terhadap enzim proteolitik. Hasil penelitian Savadago et al. (2004) menunjukkan bahwa senyawa antibakterial yang dihasilkan inaktif dengan semua enzim proteolitik 41

55 (pepsin, tripsin, dan α-chymotripsin) yang membuktikan bahwa senyawa antibakterial tersebut merupakan protein yang adalah karakteristik umum bakteriosin. Enzim mempunyai selektivitas dan spesifitas yang tinggi terhadap reaktan yang direaksikan dan jenis reaksi yang dikatalisasi (Sumarsih, 2007). Substrat bakteriosin yang masih perlu dibuktikan kemurnian sebagai protein diuji dengan penambahan enzim proteolitik dengan tujuan untuk menghidrolisis ikatan polipeptida pada bakteriosin. Enzim tripsin merupakan enzim yang terdiri dari protein saja. Enzim pepsin dan enzim tripsin merupakan enzim yang termasuk dalam golongan enzim permease. Enzim permease adalah enzim yang berperan dalam menentukan sifat selektif permeabel dari suatu membran sel. Hal itu berarti bahwa enzim tripsin dapat mengetahui sifat permeable dari suatu membran. Zona hambat yang terjadi saat konfrontasi substrat bakteriosin bersamaan dengan enzim tripsin terhadap bakteri indikator S. typhimurium menunjukkan bahwa membran yang dimiliki oleh bakteri ini dapat dengan mudah dimasuki oleh substrat yang telah ditambah enzim tripsin (Sumarsih, 2007). Reaksi enzimatik antara enzim proteolitik sangat dipengaruhi dengan kadar substratnya dalam hal ini substrat kasar bakteriosin. Kadar substrat bisa mempercepat reaksi dari enzim tersebut (Sumarsih, 2007). Kadar susbtrat kasar bakteriosin dengan enzim yang digunakan adalah 1: 1 (Savadago et al., 2004). Begitu juga dengan faktor suhu dan kondisi ph, suhu yang optimum dapat meningkatkan reaksi tersebut begitu juga kondisi ph yang tidak boleh terlalu rendah maupun terlalu tinggi karena akan memperlambat reaksi (Sumarsih, 2007). Suhu inkubasi yang digunakan untuk reaksi antara substrat kasar bakteriosin adalah 37 o C (enzim pepsin) dan 25 o C (enzim tripsin), sedangkan ph yang dikondisikan netral (Savadago et al., 2004). Berdasarkan cara pemotongan ikatan peptida, enzim peptidase dapat dibagi menjadi eksopeptidase dan endopeptidase yang bekerja bersama-sama dalam memotong ikatan peptida pada suatu molekul protein. Eksopeptidase bekerja pada kedua ujung molekul protein, yang terdiri dari dua jenis enzim yaitu karbosipeptidase dan amino peptidase. Karboksipeptidase dapat melepaskan asam amino yang memiliki gugus COOH bebas pada ujung molekul protein, sedangkan amino peptidase dapat melepaskan asam amino pada ujung lainnya yang memiliki gugus 42

56 NH 2 bebas. Enzim eksopeptidase dapat langsung melepaskan asam amino dari molekul protein sehingga akan menghasilkan peptida-peptida kecil terlebih dahulu, kemudian peptida-peptida kecil ini akan diuraikan menjadi asam amino oleh enzim eksopeptidase (Moss, 1987). Hasil yang didapat dari konfrontasi substrat kasar bakteriosin pada media tripton dengan penambahan enzim pepsin terhadap bakteri indikator menunjukkan bahwa masih ditemukannya zona hambat. Diameter zona hambat yang dihasilkan cukup besar pada setiap bakteri indikator dapat dilihat rataan diameter zona hambatnya pada Gambar 13. Diameter Zona Hambat (mm) S. aureus ATCC S. aureus ATCC EPEC S.Typhimurium ATCC E P E C Bakteri Indikator S. typhimurium ATCC Gambar 13. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media Tripton dengan Penambahan Enzim Pepsin terhadap Bakteri Indikator Terdapatnya zona hambat pada bakteri indikator tidak menyimpulkan bahwa substrat tersebut bukan bakteriosin karena bakteriosin yang merupakan protein yang ikatan polipeptidanya dapat terpotong di tempat yang berbeda-beda oleh enzim proteolitik yang berbeda. Zona hambat yang dihasilkan bisa diakibatkan oleh pengaruh ph buffer enzim yang digunakan yang mencapai ph 3,0 sehingga menciptakan kondisi asam yang dapat menghambat dan membunuh bakteri S. aureus ATCC Dugaan ini diperkuat dengan diameter zona hambat yang dihasilkan pada ketiga bakteri indikator cukup besar dan tidak berbeda signifikan pada bakteri 43

57 S. aureus ATCC (bakteri Gram positif) serta EPEC dan S. typhimurium ATCC (bakteri Gram negatif). Bakteriosin yang dicampur dengan enzim tripsin tidak menghasilkan zona bening pada dua jenis bakteri indikator yaitu S. aureus ATCC dan EPEC lokal. Namun, konfrontasi yang dilakukan pada bakteri S. typhimurium ATCC justru didapatkan zona bening dapat dilihat pada (Gambar 14). Diameter Zona Hambat (mm) S. aureus ATCC E P E C S. aureus ATCC EPEC S.Typhimurium ATCC Bakteri Indikator 6.3 S. typhimurium ATCC Gambar 14. Rataan Diameter Zona Hambat Hasil Konfrontasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media Tripton dengan Penambahan Enzim Tripsin terhadap Bakteri Indikator Berbeda dengan kedua bakteri indikator yang lain, S. typhimurium ATCC dapat dihambat oleh substrat kasar bakteriosin dengan penambahan enzim tripsin. Hal tersebut kemungkinan dapat disebabkan oleh masih terdapatnya sisi aktif bakteriosin yang mampu menghambat S. typhimurium ATCC meskipun ikatan peptida protein dari bakteriosin 2B2 telah berhasil dihidrolisis oleh enzim tripsin. 44

58 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Produksi terbaik bakteriosin kasar asal Lactobacillus fermentum 2B2 yang diperoleh dalam media MRSB yang ditambah dengan tripton 1%. Substrat kasar bakteriosin L. fermentum 2B2 dapat menghambat bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif yaitu Salmonella typhimurium ATCC 14028, Escherichia coli ATCC 25922, enteropatogenik Escherichia coli lokal, dan Staphyloccocus aureus ATCC Bakteri S. aureus ATCC dengan rataan diameter zona hambat 23 mm, nilai MIC MIC 70%, dan MBC 90% menunjukkan paling sensitif terhadap substrat kasar bakteriosin L. fermentum 2B2. Substrat kasar bakteriosin terhidrolisis oleh enzim tripsin, tetapi tidak dengan enzim pepsin. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketahanan bakteriosin terhadap kondisi suhu yang berbeda, ph yang berbeda, daya hambatnya terhadap bakteri indikator yang lain, dan uji jenis enzim proteolitik yang lain dengan tujuan agar mendapatkan informasi yang lebih banyak mengenai kemampuan bakteriosin asal L. fermentum 2B2 ini sebagai bahan pengawet alami.

59 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus atas berkat, kasih, dan tuntunannya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada dosen pembimbing akademik Ibu Ir. Rini H. Mulyono, MSi atas dukungan, semangat, dan nasihat yang sangat membantu Penulis selama menjalankan kuliah di Fakultas Peternakan. Penulis ucapkan terima kasih kepada pembimbing skripsi Ibu Irma Isnafia Arief, S.Pt., MSi. dan Ibu Rarah R. A. Maheswari, DEA yang selalu memberikan saran dan semangat dalam melaksanakan penelitian maupun dalam menyelesaikan skripsi, serta kepada seluruh dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berguna. Terima kasih kepada kedua orang tua atas kasih sayang, doa dan saran-saran yang tak pernah berhenti diberikan.tante atas doa, materi, dan dorongannya. Terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Theo sebagai rekan penelitian dan sahabat dalam berbagi suka dan duka. Terima kasih kepada teman-teman laskar daging, Mala, Ruben, Mpit, Asti, Nisa, Tantri, Wulan, dan Ajeng atas bantuannya selama penelitian berlangsung. Terima kasih Penulis sampaikan untuk ketiga adik kelompok kecil saya Ana, Kristi, dan Doli atas doa dan masukannya dimasa-masa sulit. Diaspora tempat Penulis berbagi suka duka selama Penulis berkuliah di IPB. Terima kasih untuk teman-teman satu kost Frahel, Leni, Dewi, Junide, dan Siska atas semua saran-sarannya yang membangun. Terima kasih untuk teman-teman dekat Desra, Maria, dan Merry atas doa dan pesan-pesan singkatnya yang sangat memotivasi. Semua temen-teman IPTP 42 yang sudah memberikan kenangan indah selama masa perkuliahan. Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu, semoga skripsi ini bisa memberi manfaat dimasa yang akan datang.

60 DAFTAR PUSTAKA Arief, I. I Karakteristik dan nilai gizi protein daging sapi dark firm dry (DFD) hasil fermentasi Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari daging sapi. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian Perguruan Tinggi Hibah Bersaing XIII/I. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Baird and Parker, A. C Organic acids. In: J. H. Siliker, R. P. Elliot, A. C. Baird-Parker, F. L. Bryan, J. H. B. Christian, D. S. Clark, J. C. Olson, Jr. and T. R. Roberts (Editors). Microbial Ecology of Foods. Academic Press, New York. Bacteriological Analitical Manual Division of Microbiology. U. S. Food and Drug Administration. Gaithersburg, USA. Bell C, and Kyriakides A Pathogenic Escherichia coli. In: Clive de W. B. J. McClure (Editors). Foodborne Pathogens. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. Bell C, and Kyriakides A Salmonella. In: Clive de W. B. J. McClure (Editors). Foodborne Pathogens. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. Badan Standarisasi Nasional SNI Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Pangan Makanan Asal Ternak Hewan. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Bhunia A. K., M. C Johnson, and B. Ray Purification, characterization and antimicrobial spectrum of bacteriocin produced by Pedioccocus acidilacic J. Appl. Bacteriol. 65: Biswas S. R, Ray P, Johnson M. C, and Ray B, Influence of growth condition on the production of bacteriocin, pediocin AcH, by Pediococcus acidilacic H. Appl. Environ, Microbiol. 57: Bomberg, R., I. Moreno, C. L. Zaganini; R. R. Delboni and J. De Oliveira Isolations of bakteriosin-producing lactic acid bacteria from meat and meat products and its spectrum of inhibitory activity. Brazil, J. Microbiol. 35: Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M. Wooton Ilmu Pangan. Terjemahan H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta. Cosentino, S In vitro antimicrobial activity and chemical composition of sardinian thymus essential oil. Lett. Appl. Microbiol. 29: Davidson, P. M. and A. L. Branen Antimcrobial in Food. 2 nd Edition. Revised and Expanded. Marcel Dekker Inc., New York. Fardiaz, S Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Geiger, R. and H. Fritz Trypsin. In: Methods of Enzymatic Analysis. 3 rd Edition Volume V. VCH Publishers, New York.

61 Gill, C. O Microbial interaction with meats. In: Brown, M, H. (Editor), Meat Microbiology. Appl. Science Publisher, London and New York, Gonzales, B. E., E. Glaasker, E. R. S. Kunji, A. J. M. Driessen, J. E. Suarez and W. N. K. Onings Bactericidal mode of action of plantaricin S. Appl. Environ, Microbiol. 62: Griffin, D. H Fungal Pysiology. A. Willey Interscience Publication, New York. Helander, I. M., A. von Wright, and T. M. Mattila Sandholm Potential of lactic acid bacteria and novel antimicrobials against Gram negative bacteria. Trends in Food Science and Technology. Vol. 8. Holo H, Nilssen, Nes I. F Lactococcin A, a new bacteriocin from Lactococcus lactis subsp. cremoris: Isolation and characterization of the protein and its gene. J. Bacteriol. 173: Jack, R. W., Tagg J. R. and Ray, B Bacteriocins of Gram-positive bacteria. Microbiol. Rev., 59: Jay, J. M Modern Food Microbiology. 6 th Edition. Aspen Publisher, Inc., Gaithersburg, Maryland. Klaenhammer, T. R., C. Ahn, C. Fremaux, and K. Milton Molecular properties of Lactobacillus bacteriocin. In: R. James, C. Lazdunski, and F. Pattus (Editors). Bacteriocins, Microcins, and Lantibiotics. Springer-Verlag, Berlin. Kusmiati dan Malik A Aktivitas bakteriosin dari bakteri Leuconostoc mesenteroides Pbac1 pada berbagai media. Makara Kesehatan. 6:1-6. Matsuaki H, Endo N, Sonomoto K, and Ishikazi A Lantibiotic Nisin Z fermentaire product by Lactococcus lactis 10-1: relationship between product of the lantibiotik and lactate all growth. Appl. Microbiol, Biotechnol. 45: Moss, D. W Methods of Enzymatic Analysis. 3 rd Edition Vulume III. VCH Publishers, New York. McKane, L. and Kandel Microbiology: Essential and Application. McGraw- Hill Book Company, New York. Naufalin, F Kajian sifat antimikroba ekstrak bunga kecombrang (Icolaia speciosa horan) terhadap berbagai mikroba pathogen dan perusak pangan. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nes, I. F., Bao Diep, D., Haverstien, L. S., Brurberg, M. B., Eijsink, V., and Holo, H Biosythesis of bacteriocins of lactic acid bacteria. Antonie van Leeuwenhoek. 70: Ogunbawo, S. T., Sanni, A. I., and Onilude, A. A Influence of cultural conditions on the production of bacteriocin by Lactobacillus brevis OG1. Afric, Biotechnol. 2:

62 Prescott, L. M., John, P. H., and Donald, A. K Microbiology. Mc Graw Hill, New York. Riley, M. A., and M. A. Chavan Bacteriocin Ecology and Evolution. Springer- Verlag, Berlin. Roller, S Natural antimicrobials for the animal processing of foods. Woodhead Publishing, Ltd. Cambridge, England. Ryle, A. P Pepsins, gastricsins, and their zymogens. In: Methodes of Enzymatic Analysis. Third Edition Volume V. VCH Publisher, New York. Salminen, S. and Atte von Wright Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Fuctional Aspects. 2 nd edition. Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc., New York. Samelis, J, Sofos, J. N., Kain, M. L., Scanga, J. A., Belk, K. E., and Smith, G. C Organic acids. In: S. Roller (Editor). Natural Antimicrobials for the Minimal Processing of Foods. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. Savadogo, Quattara Cheik, A. T, Bassole Imael, H. N., and Traore, A. S Antimicrobial activities of lactic acid bacteria isolated from Burkina Faso fermented milk. Pakistan. J. Nutrit. 3: Savadogo, Quattara Cheik, A. T, Bassole Imael, H. N., and Traore, A. S Bacteriocin and lactic acid bacteria-a minireview. Afric. J. Biotechnol. 5: Schved, F., Lalazar, A., Henis, Y., and P. Juven, B. J Verification, partial characterization and plasmid lingkage of pediosin Sj-1, a bacteriosin produced by Pediococcus acidilactili. J. Appl. Bacteriol. 74: Soeparno Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sumarsih Oktober 2009] Tagg, J. R., A. S. Dajani, and L. W. Wannaker Bacteriocins of Gram Positive Bacteria. Bacteriol. Rev. 11: Thompson, D. P. and Hintom Inhibition of growth of mycotoxigenic Fusarium sp. by buthylated hydroxyanisole and/or carvacrol. J. Food Protect 59 : Vuyst, L. D. and E. J. Vandamme Bacteriocins of Lactic Acid Bacteria Microbiology, Genetics and Applications. Blakie Academic and Profesional, London. Widiasih, T Aktivitas Substrat Antimikroba Bakteri Asam Laktat yang Diisolasi dari Daging Sapi terhadap Bakteri Patogen dan Konsentrasi Minimum Penghambatannya. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 49

63 Wijaya, Susi Isolasi kitinase dari Scleroderma columnare dan Trichoderma harzianum. Jurnal Ilmu Dasar. Vol.3. 1:

64 LAMPIRAN

65 Lampiran 1. Analisis Ragam Rataan Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Staphylococcus aureus ATCC pada Tahap Produksi Bakteriosin Media N Median Ranking Z H db P 1 3 4,983 9,3-0,06 3,06 5 0, ,950 6,3-1,13 3,07 5 0, ,017 11,0 0, ,000 8,3-0, ,156 13,3 1, ,000 8,7-0,30 Total 18 9,5 Lampiran 2. Analisis Ragam Rataan Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Salmonella typhimurium ATCC pada Tahap Produksi Bakteriosin Media N Median Ranking Z H db P 1 3 5,150 6,3-1,13 4,32 5 0, ,550 10,0 0, ,600 11,7 0, ,333 6,7-1, ,317 8,7-0, ,250 13,7 1,48 Total 18 9,5 Lampiran 3. Analisis Ragam Rataan Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Escherichia coli (ETEC) ATCC pada Tahap Produksi Bakteriosin Media N Median Ranking Z H db P 1 3 4,917 10,2 0,24 2,50 5 0, ,500 6,3-1,13 2,50 5 0, ,933 11,2 0, ,667 7,7-0, ,850 9,3-0, ,050 12,3 1,01 Total 18 9,5 Lampiran 4. Analisis Ragam Rataan Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) lokal pada Tahap Produksi Bakteriosin Sumber Keragaman db JK KT Fhit P Media 5 3,7525 0,7505 1,45 0,277 Galat 12 6,2252 0,5188 Total 17 9,

66 Lampiran 5. Analisis Ragam Rataan Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Staphylococcus aureus ATCC pada Tahap Purifikasi Parsial Bakteriosin Sumber Keragaman db JK KT Fhit P Media 2 1,43 0,72 0,07 0,934 Galat 6 61,98 10,33 Total 8 63,41 Lampiran 6. Analisis Ragam Rataan Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Salmonella typhimurium ATCC pada Tahap Purifikasi Parsial Bakteriosin Sumber Keragaman db JK KT Fhit P Media 2 0, , ,30 0,181 Galat 6 0, ,08306 Total 8 0,88056 Lampiran 7. Analisis Ragam Rataan Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) lokal pada Tahap Purifikasi Parsial Bakteriosin Media N Median Ranking Z H db P 1 3 8,650 7,0 1,55 5,60 2 0, ,817 6,0 0, ,950 2,0-2,32 Total 9 5,0 Lampiran 8. Rataan dan Standar Deviasi Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Bakteri Indikator pada Tahap Produksi Bakteriosin Bakteri Indikator N5 N6 Y5 Y6 T5 T (mm) S. aureus ATCC ,83±1,72 4,82±0,44 5,11±0,17 4,97±0,24 5,51±0,65 4,91±0,52 S.typhimurim ATCC ,03±1,62 5,74±0,58 6,74±2,25 5,32±0,14 5,94±1,18 13,05±12,26 ETEC ATCC ,34±1,23 4,46±0,38 4,88±1,93 4,14±1,33 4,15±1,60 5,02±0,17 4,47±0,68 EPEC lokal 5,31±0,21 5,07±0,44 5,59±0,44 5,30±0,36 5,96±1,44 53

67 Lampiran 9. Bakteri Indikator Rataan dan Standar Deviasi Diameter Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin pada Media yang Berbeda terhadap Bakteri Indikator pada Tahap Purifikasi Parsial Bakteriosin EPEC lokal S. typhimurium ATCC S. aureus ATCC (mm) N6 5,7±0,73 6,07±0,13 23,14±3,22 Y6 6,79±0,16 6,13±0,44 23,91±3,29 T6 8,03±1,28 6,53±0,19 23,01±3,12 Lampiran 10. Rataan dan Standar Deviasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media MRSB dengan Penambahan Tripton 1% terhadap Staphylococcus aureus ATCC pada Tahap Konsentrasi Penghambatan Minimum (MIC dan MBC) Persentase Substrat Kasar Bakteriosin (%) MIC dan MBC (mm) 0 5,34±0, ,25±0, ,98±0, ,95±0, ,68±0, ,65±0, ,56±0, ,58±0, ,46±1, ,95±0,66 Lampiran 11. Rataan dan Standar Deviasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media MRSB dengan Penambahan Tripton 1% terhadap Bakteri Indikator pada Tahap Uji Kepekaan Enzim Katalase Bakteri Indikator Enzim Katalase (mm) S. aureus ATCC ,02±1,45 EPEC lokal 7,46±0,76 11,77±0,53 S. typhimurium ATCC

68 Lampiran 12. Rataan dan Standar Deviasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Media MRSB dengan Penambahan Tripton 1% terhadap Bakteri Indikator pada Tahap Uji Kepekaan Enzim Proteolitik Bakteri Indikator Tripsin Pepsin (mm) S. aureus ATCC ± 0 11,39±1,23 EPEC lokal 6,30± 0,49 13,60±2,99 S. typhimurium ATCC ± 0 12,61±0,60 Lampiran 13. Fermentasi Gula-Gula Sederhana dari Lactobacillus fermentum 2B2 ara gal glu lac mal man raf rham tre sor suc xyl d Lampiran 14. Total Asam Tertitrasi Substrat Kasar Bakteriosin pada Tahap Produksi Bakteriosin Media Awal Akhir (mm) N5 0,1 0,1 N6 0,1 0,1 Y5 0,2 0,2 Y6 0,2 0,2 T5 0,1 0,1 T6 0,1 0,1 Lampiran 15. Kondisi ph Awal dan ph Akhir Substrat Kasar Bakteriosin pada Tahap Purifikasi Parsial Bakteriosin ph Awal Akhir U1 3,98 6,00 U2 3,98 6,07 U3 4,08 6,55 55

69 Lampiran 16. Morfologi Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Indikator a. Lactobacillus fermentum 2B2 b. Salmonella typhimurium ATCC c. Escherichia coli (EPEC) lokal d. Staphylococcus aureus ATCC Lampiran 17. Alat sentrifuge rpm 56

70 Lampiran 18. Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin terhadap S. aureus ATCC pada Tahap Produksi Bakteriosin Lampiran 19. Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin terhadap Enteropatogenik E. coli Lokal (Bakteri Gram Negatif) pada Tahap Purifikasi Parsial Bakteriosin Lampiran 20. Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin terhadap S. aureus ATCC (Bakteri Gram Positif) pada Tahap Purifikasi Parsial Bakteriosin 57

71 Lampiran 21. Tahap Konsentrasi Penghambatan Minimum (MIC dan MBC) a. Gabungan NB, bakteri indikator, dan substrat kasar bakteriosin umur 0 jam (0%-50%) ( prainkubasi) b. Gabungan NB, bakteri indikator, dan substrat kasar umur 0 jam (0%-50%) ( pascainkubasi) c. Gabungan NB, bakteri indikator, dan substrat kasar bakteriosin (60%-90%) umur 24 jam (pascainkubasi) 58

72 Lampiran 22. Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin terhadap Bakteri Indikator pada Tahap Uji Kepekaan Enzim Katalase a. Staphylococcus aureus ATCC b. Enteropatogenik E. coli lokal Lampiran 23. Zona Hambat Substrat Kasar Bakteriosin terhadap S. aureus ATCC (a dan b) S. typhimurium ATCC (c) pada Tahap Uji Kepekaan Enzim Proteolitik a. Enzim Pepsin b. Enzim Tripsin c. Enzim Tripsin 59

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Mikrobiologi Daging

TINJAUAN PUSTAKA Mikrobiologi Daging TINJAUAN PUSTAKA Mikrobiologi Daging Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa mutu mikrobiologi suatu produk makanan ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin Isolat bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan adalah Lactobacillus fermentum 2B2 yang berasal dari daging sapi. Bakteri L. fermentum 2B2 ini berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI THEO MAHISETA SYAHNIAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, yakni mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen Penelitian diawali dengan tahap persiapan dan pemurnian kembali dari keempat kultur bakteri asam laktat (BAL) yaitu Lactobacillus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat (BAL) Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat (BAL) Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat (BAL) Buckle et al. (1987) menyatakan bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al.,

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al., 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan genus terbesar dalam kelompok bakteri asam laktat (BAL) dengan hampir 80 spesies berbeda. Bakteri ini berbentuk batang panjang serta bersifat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat, selnya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN SKRIPSI PUSPITA CAHYA WULANDARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan antibakteri perlu dilakukan untuk mengetahui potensi senyawa antibakteri dari bakteri asam laktat dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Daya hambat suatu senyawa antibakteri

Lebih terperinci

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme yang terdapat pada berbagai produk perikanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator Karakterisasi isolat L. plantarum dan bakteri indikator dilakukan untuk mengetahui karakteristik baik sifat maupun morfologi

Lebih terperinci

AKTIVITAS SUBSTRAT ANTIMIKROBA BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI DAGING SAPI TERHADAP BAKTERI PATOGEN DAN KONSENTRASI MINIMUM PENGHAMBATANNYA

AKTIVITAS SUBSTRAT ANTIMIKROBA BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI DAGING SAPI TERHADAP BAKTERI PATOGEN DAN KONSENTRASI MINIMUM PENGHAMBATANNYA AKTIVITAS SUBSTRAT ANTIMIKROBA BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI DAGING SAPI TERHADAP BAKTERI PATOGEN DAN KONSENTRASI MINIMUM PENGHAMBATANNYA SKRIPSI TRIANI WIDIASIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang memiliki beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini dikarenakan asam - asam organik yang dihasilkan

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Pendahuluan Preparasi Kultur Starter.

METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Pendahuluan Preparasi Kultur Starter. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Kelompok yang telah diketahui sebagai bakteri asam laktat saat ini adalah termasuk kedalam genus Lactococcus, Streptococcus (hanya satu spesies saja), Enterococcus,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin berkembang dengan pesat, terutama perkembangan antibiotik yang dihasilkan oleh mikrobia. Penisilin

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih (Brassica oleracea) merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia, dapat dipasarkan tanpa terpengaruh musim. Di Jawa Tengah,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Kegiatan Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan.

I. PENDAHULUAN. Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan. Pembuatan tempoyak durian hanya dengan menambahkan garam

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan salah satu mikroorganisme yang aman jika ditambahkan dalam bahan pangan karena sifatnya tidak tosik dan tidak menghasilkan toksik. Bahkan, Lactobacillus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dari Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari usus halus itik Mojosari (Anas

BAB III METODE PENELITIAN. dari Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari usus halus itik Mojosari (Anas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen secara deskriptif yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang potensi probiotik dari Lactobacillus

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS Jumiati Catur Ningtyas*, Adam M. Ramadhan, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri gram positif berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat anaerob, pada umumnya tidak motil, katalase negatif

Lebih terperinci

SUTOYO. Penapisan Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Berbagai Sumber Bahan. IDWAN SUDIRMAN sebagai ketua, SRI BUDIARTI POERWANTO dm

SUTOYO. Penapisan Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Berbagai Sumber Bahan. IDWAN SUDIRMAN sebagai ketua, SRI BUDIARTI POERWANTO dm SUTOYO. Penapisan Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Berbagai Sumber Bahan Hewani dan Nabati dalam Menghasilkan Bakteriosin ( Di bawah bimbiigan LISDAR IDWAN SUDIRMAN sebagai ketua, SRI BUDIARTI POERWANTO

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 6. NUTRISI DAN MEDIA Kebutuhan dan syarat untuk pertumbuhan, ada 2 macam: fisik suhu, ph, dan tekanan osmosis. kimia

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi

METODE Lokasi dan Waktu Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Laboratorium mikrobiologi, SEAFAST CENTER, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan pangan hewani bernilai ekonomis tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat karena kandungan gizinya yang tinggi, baik ikan air laut maupun ikan air

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari pengenceran 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA 1. Metabolisme Aerobik dan Anaerobik Proses metabolisme: a. Katabolisme: reaksi eksergonik (Penguraian Senyawa Karbohidrat energi). Contoh: respirasi asam piruvat,

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Kefir adalah susu yang difermentasi dengan Kefir Grains yang terdiri dari berbagai jenis bakteri asam laktat dan ragi. Kefir, sejenis susu fermentasi yang terbuat dari bakteri hidup.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan antara bangsa-bangsa sapi asli Indonesia (Jawa dan Madura)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fermentasi Pliek u Selama lebih kurang sepuluh ribu tahun manusia telah mengkonsumsi makanan fermentasi. Sepanjang sejarah, fermentasi merupakan salah satu teknik untuk memproduksi

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Bagian IPT Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan Februari 2008 sampai

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan bakteri asam laktat di dunia pangan dan kesehatan sudah banyak diaplikasikan. Dalam pengolahan pangan, bakteri ini telah lama dikenal dan digunakan, yaitu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan selama 4 bulan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Kubis putih termasuk ke dalam kategori bahan pangan yang mudah rusak. Kandungan air dalam kubis putih cukup tinggi yaitu mencapai 92%

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI THEO MAHISETA SYAHNIAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2011 hingga Agustus 2011 di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat (BAL) Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram positif, tidak berspora, berbentuk bulat atau batang serta memiliki kemampuan mengubah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

tumbuhan (nabati). Ayam broiler merupakan salah satu produk pangan sumber

tumbuhan (nabati). Ayam broiler merupakan salah satu produk pangan sumber I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman, peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan gaya hidup sehat, kebutuhan produk pangan sumber protein terus meningkat. Produk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-April 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Kimia Pusat Studi

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Fermentasi Asinan Rebung Rebung yang digunakan untuk asinan rebung ialah rebung jenis rebung kuning bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kualitas yang baik (Gambar 5a). Fermentasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Glukosa adalah monosakarida yang berperan sebagai sumber karbon pada media pertumbuhan mikrobia, yang juga merupakan salah satu produk pertanian yang murah dan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah

II TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah 5 II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat menjadi asam laktat (Amin dan Leksono, 2001). Karakter fisiologis BAL dikelompokkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di dalam industri pangan dalam menghasilkan pangan fungsional. Fungsi ini dikarenakan kemampuan BAL yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator Pemeriksaan terhadap kultur starter sebelum diolah menjadi suatu produk sangatlah penting. Hal ini bertujuan

Lebih terperinci

PRODUKSI BAKTERIOSIN KASAR Lactobacillus plantarum ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI ANIS USFAH PRASTU JATI

PRODUKSI BAKTERIOSIN KASAR Lactobacillus plantarum ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI ANIS USFAH PRASTU JATI PRODUKSI BAKTERIOSIN KASAR Lactobacillus plantarum 2C12, 1A5, 1B1 DAN 2B2 ASAL DAGING SAPI SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI ANIS USFAH PRASTU JATI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah banyak mengenal produk pangan fermentasi antara lain yang berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK 1. Widodo, S.P., M.Sc., Ph.D. 2. Prof. drh. Widya Asmara, S.U., Ph.D. 3. Tiyas Tono Taufiq, S.Pt, M.Biotech

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SUBSTRAT ANTIMIKROBA BAKTERI ASAM LAKTAT HASIL ISOLASI DARI DAGING SAPI DAN AKTIVITAS ANTAGONISTIKNYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN

KARAKTERISTIK SUBSTRAT ANTIMIKROBA BAKTERI ASAM LAKTAT HASIL ISOLASI DARI DAGING SAPI DAN AKTIVITAS ANTAGONISTIKNYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN KARAKTERISTIK SUBSTRAT ANTIMIKROBA BAKTERI ASAM LAKTAT HASIL ISOLASI DARI DAGING SAPI DAN AKTIVITAS ANTAGONISTIKNYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI RATIH PERMANASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Isolat Karakterisasi isolat BP (8) untuk verifikasi meliputi pewarnaan Gram, pewarnaan spora, uji motilitas, uji katalase, uji oksidase, uji fermentasi glukosa,

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh PENDAHULUAN Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Hasil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat digunakan adalah susu. Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda pada pollard terhadap kandungan total bakteri, Gram positif/negatif dan bakteri asam laktat telah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Kementerian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci