PRODUKSI BAKTERIOSIN KASAR Lactobacillus plantarum ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI ANIS USFAH PRASTU JATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRODUKSI BAKTERIOSIN KASAR Lactobacillus plantarum ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI ANIS USFAH PRASTU JATI"

Transkripsi

1 PRODUKSI BAKTERIOSIN KASAR Lactobacillus plantarum 2C12, 1A5, 1B1 DAN 2B2 ASAL DAGING SAPI SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI ANIS USFAH PRASTU JATI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN ANIS USFAH PRASTU JATI. D Produksi Bakteriosin Kasar Lactobacillus plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 Asal Daging Sapi serta Aktivitas Antimikrobanya terhadap Bakteri Patogen. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si Pembimbing Anggota : Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si Bahan pangan asal ternak khususnya daging merupakan bahan pangan yang bersifat mudah rusak atau perishable. Artinya bahan pangan tersebut tidak dapat bertahan lama pada saat proses penyimpanan. Sifat yang mudah rusak tersebut salah satunya diakibatkan oleh adanya mikroorganisme perusak dan pembusuk yang secara alami terdapat di dalam daging itu sendiri serta dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh manusia yang mengkonsumsi. Salah satu upaya preventif yang dapat dilakukan adalah melalui pengolahan atau dapat juga dengan menambahkan bahan pengawet yang aman dan alami sebagai biopreservatif. Bahan pengawet tersebut dapat berupa senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL) yang secara alami telah terdapat di dalam bahan pangan hasil ternak khususnya daging. BAL yang dapat menghasilkan bahan pengawet alami tersebut yakni Lactobacillus plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2. Diantara bermacam-macam bahan pengawet yang dihasilkan oleh BAL, bakteriosin adalah salah satu antimikroba alami yang digunakan sebagai pengawet bahan pangan. Bakteriosin merupakan salah satu senyawa antimikroba yang dapat dihasilkan oleh isolat BAL melalui proses metabolisme khususnya pada proses metabolisme sekunder. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik dan pertumbuhan isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2. Selain itu, penelitian ini juga memilki tujuan untuk memproduksi senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh isolat tersebut berupa bakteriosin kasar serta mengetahui aktivitas antimikroba dan pengaruhnya terhadap bakteri patogen (Salmonella entritidis ser. Thypimurium ATCC 14028, Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus ATCC 25923). Bakteriosin kasar dapat dihasilkan melalui beberapa tahapan yakni produksi supernatan netral, dilanjutkan dengan purifikasi parsial menggunakan amonium sulfat, dan terakhir melalui proses dialisis. Ketiga tahapan produksi tersebut menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial (5x4) dan terlebih dahulu keempat isolat BAL melalui tahap karakterisasi melalui pewarnaan Gram dan analisis pertumbuhan untuk mengetahui waktu yang optimal dari isolat yang digunakan dalam meproduksi senyawa antimikroba serta aktivitas antimikroba dari supernatan bebas sel yang dihasilkan terhadap bakteri indikator selama 24 jam inkubasi. Hasil penelitian yang berlangsung selama tujuh bulan (Februari hingga Agustus 2011) adalah isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 merupakan isolat indigenus yang berasal dari daging sapi lokal dan termasuk bakteri Gram positif yang berbentuk batang dengan susunan tunggal dan koloni serta membentuk rantai pendek. Keempat isolat isolat L. plantarum yakni 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 dapat menghasilkan senyawa antimikroba pada fase stasioner (stationary phase) pada rata-

3 rata waktu inkubasi jam ke Senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh keempat isolat tersebut berupa bakteriosin kasar dan masing-masing bakteriosin kasar dari isolat tersebut memiliki pengaruh aktivitas antimikroba atau penghambatan yang berbeda terhadap bakteri patogen. Aktivitas penghambatan terbesar dilakukan oleh bakteriosin kasar hasil dialisis isolat L. plantarum 2C12 ditunjukkan dengan diameter zona hambat terbesar. Kata-kata kunci: bakteriosin kasar, L. plantarum, aktivitas antimikroba. ii

4 ABSTRACT Production of Crude Bacteriocin Lactobacillus plantarum 2C12, 1A5, 1B1, 2B2 from Beef and Their Antimicrobial Activity Against Patogenic Bacteria Jati, A. U. P., I. I. Arief, and Jakaria Bacteriocin is an antimicrobial peptides produced by lactic acid bacteria which can be a safe biopreservatif agent. The production of bacteriocin have to be done to replace the existence of synthetic preservatives which cause diseases and have been used to decrease the contamination of spoilage and pathogenic bacteria that can be found in many food material. The lactic acid bacteria which used in this research were the isolates of Lactobacillus plantarum 2C12, 1A5, 1B1 and 2B2, that have been isolated from local beef and deposited at Animal Science Faculty of Bogor Agriculture University. This research has been done from February to August The aims were to learn about the growth curves of L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 and 2B2, to identify the antimicrobial activity of crude bacteriocin from some different isolates lactic acid bacteria and their effects of to some indicator bacteria by diffusion well method agar. The observed variable in this research was the inhibitation zone around the well which refer to the antimicrobial activity from bacteriocin to indicator bacteria and it has been explained by Completely Randomized Design (CRD) with factorial arrangement 5x4. The results of this research showed that all isolates of L. plantarum (2C12, 1A5, 1B1 and 2B2) had some antimicrobial compounds which could decrase the indicator bacteria s growth, such as Salmonella entritidis ser. Thypimurium ATCC 14028, Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus ATCC Keywords : crude bacteriocin, L. plantarum, antimicrobial activity.

5 PRODUKSI BAKTERIOSIN KASAR Lactobacillus plantarum 2C12, 1A5, 1B1 DAN 2B2 ASAL DAGING SAPI SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN ANIS USFAH PRASTU JATI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

6 Judul Nama NIM : Produksi Bakteriosin Kasar Lactobacillus plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 Asal Daging Sapi serta Aktivitas Antimikrobanya terhadap Bakteri Patogen : Anis Usfah Prastu Jati : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt. M.Si.) (Dr. Jakaria, S.Pt. M.Si.) NIP: NIP: Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP: Tanggal Ujian: 21 Februari 2012 Tanggal Lulus:

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyuwangi, pada tanggal 2 April Penulis adalah anak ke-empat dari lima bersaudara dari pasangan Umadi dan Karti Amini. Penulis mengenyam pendidikan formal mulai dari Taman Kanak-Kanak Islam Darul Falah 1 Banyuwangi pada tahun kemudian melanjutkan ke pendidikan Sekolah Dasar Muhammadiyah 1 Banyuwangi pada tahun Tahun penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kabat Kabupaten Banyuwangi dan selama tahun penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Glagah Kabupaten Banyuwangi. Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya kejenjang perguruan tinggi yakni diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2007 di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama masa pendidikan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Peternakan periode dan periode serta aktif dalam kepanitian pada kegiatan-kegiatan kampus lainnya. Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Ilmu dan Teknologi Pengolahan Daging periode Penulis juga pernah berpartisipasi dalam kegiatan ESD Forum and International Youth Forum pada Agustus 2011 di Tokyo. Penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Produksi Bakteriosin Kasar Lactobacillus plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 Asal Daging Sapi serta Aktivitas Antimikrobanya terhadap Bakteri Patogen dalam memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillahhirobbil alamiin, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT sebagai bentuk rasa terima kasih atas segala nikmat dan rahmat-nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsinya dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW dan untuk keselamatan seluruh umat Islam. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan sehingga skripsi yang berjudul Produksi Bakteriosin Kasar Lactobacillus plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 Asal Daging Sapi serta Aktivitas Antimikrobanya terhadap Bakteri Patogen dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai substrat antimikroba yang dapat dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL) dan dapat digunanakan sebagai pengawet bahan pangan secara alami. Substrat tersebut dapat dihasilkan oleh bakteri asam laktat dengan strain yang berbeda yakni L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2. Bakteriosin hasil dialisis keempat BAL yang telah melalui tahap awal yakni karakterisasi dengan pewarnaan Gram dan juga tahap analisis pertumbuhan, mampu menunjukkan aktivitas antimikrobanya terhadap lima bakteri patogen yang digunakan sebagai bakteri indikator yang umum terdapat di dalam bahan pangan, yakni Salmonella entritidis ser. Thypimurium, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus. Komponen aktif yang bekerja sebagai antimikroba pada bakteriosin tersebut diketahui sebagai komponen protein yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan. Namun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak, khususnya dalam peningkatan keamanan pangan di Indonesia melalui biopreservatif alami. Saran dan kritik yang membangun tentu sangat bermanfaat bagi penulis. Bogor, Februari 2012 Penulis

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... Halaman ABSTRACT... iii LEMBAR PERNYATAAN... iv LEMBAR PENGESAHAN... v RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Bakteri Asam Laktat... 3 Lactobacillus plantarum... 4 Kurva Pertumbuhan Bakteri... 4 Antimikroba... 6 Asam Organik... 7 Hidrogen Peroksida... 8 Bakteriosin... 8 Bakteri Patogen... 9 Salmonella enteritidis ser. Typhimurium Escherichia coli Pseudomonas aeruginosa Bacillus cereus Staphylococcus aureus Mekanisme Aktivitas Antimikroba MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator Analisis Kurva Pertumbuhan Isolat L. plantarum Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel Isolat L. plantarum selama 24 Jam Inkubasi i

10 Produksi Bakteriosin Kasar Isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B Produksi Supernatan Netral Isolat L. plantarum yang Berbeda Purifikasi Parsial Menggunakan Presipitasi Amonium Sulfat Dialisis Aktivitas Senyawa Antimikroba terhadap Bakteri Indikator (Uji Antagonistik) Rancangan Percobaan dan Analisis Data Analisis Kurva Pertumbuhan Isolat L. plantarum Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel Isolat L. plantarum selama 24 Jam Inkubasi Produksi Bakteriosin Kasar Isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator Analisis Kurva Pertumbuhan Isolat L. plantarum Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel Isolat L. plantarum selama 24 Jam Inkubasi Produksi Bakteriosin Kasar Isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B Produksi Supernatan Netral Isolat L. plantarum yang Berbeda Purifikasi Parsial Menggunakan Presipitasi Amonium Sulfat Dialisis KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

11 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Karakteristik Isolat Bakteri Asam Laktat Karakteristik Isolat Bakteri Indikator Diameter Zona Hambat Supernatan Antimikroba Netral Asal Isolat L. plantarum yang Berbeda terhadap Lima Bakteri Indikator Nilai Konsentrasi Protein Presipitat Bakteriosin Kasar Hasil Purifikasi Parsial Menggunakan Presipitasi Amonium Sulfat Asal Isolat L. plantarum yang Berbeda Diameter Zona Hambat Presipitat Bakteriosin Kasar Hasil Purifikasi Parsial Menggunakan Presipitasi Amonium Sulfat Asal Isolat L. plantarum yang Berbeda terhadap Lima Bakteri Indikator Nilai Konsentrasi Protein Bakteriosin Kasar Hasil Dialisis Asal Isolat L. plantarum yang Berbeda Diameter Zona Hambat Bakteriosin Kasar Hasil Dialisis Asal Isolat L. plantarum yang Berbeda terhadap Lima Bakteri Indikator... 50

12 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kurva Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhi Escherichia coli Pseudomonas aeruginosa Bacillus sp Staphylococcus aureus Kurva Pertumbuhan Isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 selama 24 Jam Kurva Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel L. plantarum 2C12 terhadap Lima Bakteri Indikator Kurva Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel L. plantarum 1A5 terhadap Lima Bakteri Indikator Kurva Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel L. plantarum 1B1 terhadap Lima Bakteri Indikator Kurva Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel L. plantarum 2B2 terhadap Lima Bakteri Indikator Zona Hambat Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel Isolat L. plantarum selama 24 Jam Inkubasi Nilai ph dan % Total Asam Tertitrasi Supernatan Bebas Sel Isolat L. plantarum Nilai ph Supernatan Antimikroba pada Isolat L. plantarum dan Kondisi yang Berbeda Zona Hambat Bakteriosin Kasar Hasil Dialisis Asal L. plantarum terhadap Bakteri Indikator... 51

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Supernatan Netral pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Supernatan Netral pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Uji Banding All Pairwise Comparisons Diameter Zona Hambat Supernatan Netral pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Supernatan Netral pada Perlakuan Bakteri Indikator yang Berbeda Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Supernatan Netral pada Perlakuan Bakteri Indikator yang Berbeda Uji Banding All Pairwise Comparisons Diameter Zona Hambat Supernatan Netral pada Perlakuan Bakteri Indikator yang Berbeda Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Presipitat Bakteriosin Kasar pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Presipitat Bakteriosin Kasar pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Uji Banding All Pairwise Comparisons Diameter Zona Hambat Presipitat Bakteriosin Kasar pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Bakteriosin Kasar pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Bakteriosin Kasar pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Uji Banding All Pairwise Comparisons Diameter Zona Hambat Bakteriosin Kasar pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Pembuatan Buffer Kalium Fosfat 0,1 M Gambar Alat (a) Spektrofotometer dan (b) ph meter Diagram Alir Pembuatan Membran Dialisis... 65

14 16. Kurva Standar Isolat L. plantarum Proses Produksi Bakteriosin Kasar Isolat L. plantarum Penggunaan Padatan Amonium Sulfat (% Penjenuhan) xiii

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan pangan asal ternak khususnya daging merupakan bahan pangan yang perishable atau bersifat mudah rusak sehingga tidak tahan lama ketika bahan pangan tersebut disimpan. Saat ini telah banyak cara yang dilakukan untuk mempertahankan umur simpan bahan pangan tersebut, salah satunya dengan menggunakan bahan pengawet. Sebagian besar bahan pengawet yang digunakan adalah bahan pengawet sintetis atau buatan yang dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian. Bahan pengawet makanan yang sering digunakan seperti nitrit, sodium benzoat dan sodium metabisulfit masih memiliki kekurangan, yakni dapat menimbulkan alergi pada individu yang sensitif, selain itu bahan-bahan tersebut memiliki efek samping yang berpotensi sebagai zat karsinogenik atau zat penyebab kanker seperti nitrosamine yang berasal dari nitrit. Tantangan selanjutnya adalah mengembangkan sistem pengawetan baru yang dapat memperbaiki kualitas dan memperpanjang masa simpan bahan pangan dengan aman. Potensi senyawa antimikroba alami dalam menggantikan bahan pengawet sintetis telah banyak dieksplorasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya hasil-hasil penelitian yang telah memperlihatkan aktivitas senyawa antimikroba alami dalam melawan organisme patogen dan pembusuk. Bakteri asam laktat (BAL) yang banyak digunakan dalam pembuatan produk pangan fermentasi dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen bahkan membunuhnya dengan asam laktat yang dihasilkan dari proses fermentasi tersebut. Bakteri ini dapat hidup pada bahan pangan hasil ternak seperti susu, daging, juga dapat tumbuh pada tumbuh-tumbuhan meskipun dalam jumlah yang terbatas. BAL dapat menghasilkan zat antimikroba lain seperti bakteriosin, hidrogen peroksida, dan diasetil. Bakteriosin adalah substrat antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat dan berpotensi sebagai bahan pengawet makanan yang alami. Salah satu BAL yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba tersebut adalah Lactobacillus plantarum yang pada penelitian sebelumnya telah diketahui memiliki bermacam-macam strain, dan yang digunakan pada penelitian ini antara lain L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2. L. plantarum merupakan mikroorganisme

16 saprofit yang sering digunakan secara bersamaan dengan bahan fermentasi lainnya sebagai kultur starter. Produksi bakteriosin yang optimal dapat diketahui dengan menentukan terlebih dahulu waktu yang tepat untuk BAL (L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2) terkait aktivitas atau kemampuan BAL tersebut dalam menghasilkan senyawa antimikroba, yakni melalui analisis pertumbuhan. Untuk itu, karakterisasi BAL pada strain yang berbeda melalui pewarnaan Gram, analisis pertumbuhan serta aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri pembusuk dan perusak makanan perlu diteliti lebih lanjut. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik dan pertumbuhan isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2. Selain itu, penelitian ini juga memilki tujuan untuk memproduksi senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh isolat tersebut berupa bakteriosin kasar serta mengetahui aktivitas antimikroba dan pengaruhnya terhadap bakteri patogen (Salmonella entritidis ser. Thypimurium ATCC 14028, Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus ATCC 25923). 2

17 TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Kelompok yang telah diketahui sebagai bakteri asam laktat saat ini adalah termasuk kedalam genus Lactococcus, Streptococcus (hanya satu spesies saja), Enterococcus, Pediococcus, Tetragenococcus, Aerococcus, dan lainnya (Axelson, 1998). Awalnya istilah bakteri asam laktat dibawa oleh seseorang yang bekerja di perusahaan susu fermentasi untuk menunjukkan bahwa terdapat suatu spesies atau strain yang dapat menghasilkan asam laktat dari proses metabolisme laktosa dalam jumlah yang banyak. Bakteri ini lebih dikenal secara umum dengan istilah kultur starter yang biasa digunakan untuk memulai suatu proses fermentasi. Kemudian dari waktu ke waktu, kedua istilah tersebut digunakan dalam proses fermentasi bahan pangan hasil ternak yakni susu dan daging, serta digunakan untuk sayuran dan untuk produk fermentasi lainnya (Ray dan Miller, 2003). Sejak manusia mengkonsumsi hasil metabolisme dari baketri tersebut selama beberapa lama tanpa efek yang merugikan yang ditimbulkan, bakteri kultur starter kini dipertimbangkan sebagai bahan pangan yang aman, bermutu baik, dan bahkan memilki beberapa keuntungan bagi yang mengkonsumsinya. Saat ini, yang dikenal dalam pangan fermentasi hanyalah beberapa spesies dari Lactococcus, Leuconostoc, dan Pediococcus saja, serta beberapa spesies dari Lactobacillus dan Bifidobacterium yang memiliki manfaat pada saluran pencernaan manusia (Ray, 2000). Salah satu karakteristik yang terpenting dari BAL yakni kemampuannya dalam menghasilkan sifat antimikroba. Beberapa dari mereka telah diketahui karakterisasinya, tetapi juga masih banyak yang diidentifikasi dari spesies atau strain dan kandungan nutrisi, sifat fisik, dan suasana kimia dari tempat tumbuh. Bakteri asam laktat berperan sebagai senyawa antimikroba melalui hasil metabolitnya seperti asam organik, bakteriosin, H 2 O 2, CO 2, serta diasetil (Vuyst dan Vandamme, 1994). Antimikroba ini dapat mencegah atau membunuh mikroorganisme yang menjadi target seperti jamur, kapang, bakteri vegetatif, spora, dan bahkan virus. Aktivitas antimikroba bervariasi tergantung dari hasil metabolismenya masing-masing.

18 Lactobacillus plantarum L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. L. plantarum merupakan salah satu jenis BAL homofermentatif dengan pertumbuhan yang optimal pada suhu o C serta pada ph 5-7 (Emanuel et al., 2005). L. plantarum mempunyai kemampuan untuk menghambat mikroorganisme patogen pada bahan pangan dengan daerah penghambatan terbesar dibandingkan dengan bakteri asam laktat lainnya (Jenie dan Rini, 1995). Salah satu isolat BAL yang berpotensi memproduksi bakteriosin yakni L. plantarum (Elegado et al., 2003). L. plantarum 2C12 merupakan isolat indigenus yang diisolasi dari daging sapi lokal Indonesia. Arief et al. (2004) melaporkan bahwa suatu senyawa antimikroba diproduksi oleh bakteri asam laktat L. plantarum 2C12 yang diisolasi dari daging sapi lokal. Senyawa antimikroba tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen E. coli ATCC 25922, S. Thypimurium ATCC 14028, dan S. aureus ATCC (Arief, 2011). Senyawa antimikroba yang diproduksi oleh L. plantarum 2C12 mengandung bakteriosin. Bakteriosin hasil klasifikasi diketahui bahwa isolat tersebut merupakan L. plantarum 2C12 dan bakteriosin yang diproduksinya disebut plantaricin. Kurva Pertumbuhan Bakteri Kurva pertumbuhan menunjukkan perkembangbiakan ataupun siklus hidup bakteri. Pertumbuhan bakteri adalah suatu peningkatan massa atau jumlah sel total dan bukan dalam hal ukuran. Pertumbuhan sel dan pembentukan produk mencerminkan kemampuan sel yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Pelczar dan Chan (2007) menyatakan bahwa istilah pertumbuhan umum digunakan untuk bakteri dan mikroorganisme lain dan biasanya mengacu pada perubahan di dalam hasil panen (pertambahan total masa sel) dan bukan perubahan individu organisme. Ketika bakteri yang tumbuh dalam sistem tertutup, seperti tabung reaksi, populasi sel hampir selalu menunjukkan dinamika pertumbuhan sebagai berikut: awalnya sel menyesuaikan diri dengan media baru (fase lag) sampai mereka mulai membelah diri secara terus menerus melalui proses pembelahan biner (fase eksponensial). Ketika pertumbuhan mereka menjadi terbatas, sel-sel berhenti membelah (fase stasioner), sampai akhirnya sel-sel bakteri tersebut menunjukkan 4

19 hilangnya viabilitas (fase kematian). Parameter X dan sumbu Y dalam kurva pertumbuhan dapat dinyatakan sebagai perubahan dalam jumlah sel berbanding dengan waktu (Todar, 2009). 10 Populasi sel hidup (8 log 10 cfu/ml) Lambat Logaritmik Tetap Kematian Waktu (jam) Gambar 1. Kurva pertumbuhan bakteri. Sumber: Todar (2009) Pertumbuhan adalah peningkatan secara teratur dalam kuantitas konstituen seluler. Hal ini tergantung pada kemampuan sel untuk membentuk protoplasma baru dari nutrisi yang tersedia di lingkungan. Sebagian besar bakteri, pertumbuhan melibatkan peningkatan massa sel dan jumlah ribosom, duplikasi kromosom bakteri, sintesis dinding sel baru dan membran plasma, partisi dari dua kromosom, pembentukan septum, dan pembelahan sel. Proses reproduksi aseksual ini disebut pembelahan biner. Empat fase siklus pertumbuhan bakteri menurut Todar (2009) adalah (1) Fase Adaptasi, yakni fase dimana setelah inokulasi sel ke dalam media tumbuh, bakteri di dalamnya relatif tetap atau tidak berubah untuk sementara waktu. Sel-sel tetap dapat tumbuh dalam hal volume atau massa, sintesis enzim, protein, RNA, serta meningkatkan aktivitas metabolik meskipun tidak terjadi pembelahan sel. Lamanya fase adaptasi atau fase lag akan tergantung pada berbagai faktor termasuk ukuran inokulum, waktu yang diperlukan untuk pulih dari kerusakan fisik atau stres pada saat inokulasi, waktu yang diperlukan untuk sintesis koenzim penting, dan waktu yang dibutuhkan untuk mensintesis enzim baru yang diperlukan untuk membantu metabolisme substrat yang terdapat di dalam media tumbuh; (2) Fase Eksponensial (logaritmik), adalah pola pertumbuhan yang seimbang dimana semua sel-sel membelah diri secara teratur melalui pembelahan biner, dan tumbuh dengan deret 5

20 ukur. Sel-sel membelah dengan laju yang konstan tergantung pada komposisi media pertumbuhan dan kondisi inkubasi. Laju pertumbuhan eksponensial dari kultur bakteri dinyatakan sebagai waktu generasi, juga waktu penggandaan populasi bakteri. Pertumbuhan secara eksponensial tidak dapat dilanjutkan lagi pada fase ini. Pertumbuhan populasi dibatasi oleh salah satu dari tiga faktor yakni yang pertama dapat diakibatkan oleh berkurangnya nutrisi yang tersedia di dalam suatu media tumbuh bakteri tersebut, akumulasi penghambatan hasil metabolit sel atau produk akhir, atau dapat juga terjadi akibat berkurangnya ruang, dalam hal ini disebut kurangnya "ruang biologis"; (3) Fase Stasioner, selama fase stasioner, apabila dilakukan perhitungan pada sel-sel, tidak dapat ditentukan apakah beberapa sel telah mati dan sejumlah sel-sel lainnya sedang membelah diri, atau bahkan populasi sel tersebut telah berhenti tumbuh dan membelah diri. Bakteri yang menghasilkan metabolit sekunder, seperti antibiotik, melakukannya selama fase stasioner dalam siklus pertumbuhan (metabolit sekunder didefinisikan sebagai metabolit yang dihasilkan setelah tahap pertumbuhan aktif); dan (4) Fase Kematian, yakni apabila inkubasi berlanjut setelah populasi mencapai fase stasioner, berikut dengan fase kematian, dimana terjadi penurunan terhadap populasi sel hidup. Selama fase kematian, jumlah sel yang hidup menurun secara geometris (eksponensial) atau berkebalikan dari pertumbuhan selama fase logaritmik. Antimikroba Antimikroba adalah suatu antibodi yang dapat bereaksi dengan toksin dan menetralkan toksin (Fardiaz, 1992). Makanan mungkin mengandung komponen yang dapat menghambat pertumbuhan jasad renik. Komponen antimikroba tersebut terdapat di dalam makanan melalui salah satu dari beberapa cara yaitu (1) terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan, (2) ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dan (3) terbentuk selama pengolahan atau oleh jasad renik yang tumbuh selama fermentasi makanan. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa zat antimikroba bersifat bakterisidial (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), dan germisidal (mengahmabat germinasi spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam 6

21 menghambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni (1) konsentrasi bahan pengawet, (2) waktu penyimpanan, (3) suhu lingkungan, (4) sifatsifat mikroba (jenis, umur, dan konsentrasi). Suatu preservatif untuk memperpanjang masa simpan produk pangan, terutama daging, harus memenuhi kriteria antara lain tidak mengubah flavor, bau dan tekstur bahan pangan; aman bagi konsumen dan efektif sebagai preservatif atau aman untuk dikonsumsi selama masa simpan tertentu; preservatif harus mudah dikenali dan kadarnya dapat dipastikan secara pasti serta harus memenuhi kebutuhan yang diizinkan; kualitas bahan pangan tidak merugikan konsumen; ekonomis (Soeparno, 2005); dan tidak menyebabkan timbulnya galur resisten dan diutamakan bersifat membunuh daripada hanya menghambat pertumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff, 1998). Beberapa senyawa antimikroba yang dapat dihasilkan oleh BAL antara lain asam organik, bakteriosin, H 2 O 2, CO 2, serta diasetil (Vuyst dan Vandamme, 1994). Asam Organik Asam organik merupakan substansi alami dari berbagai jenis makanan. Aksi antimikroba dari asam organik berdasarkan pada kemampuannya untuk menurunkan ph dalam pangan yang berfase air. Asam organik dalam pangan dapat berfungsi sebagai asidulan atau pengawet, sementara garamnya atau ester dapat menjadi antimikroba yang efektif pada ph mendekati netral. Asam laktat adalah produk utama pada pangan hasil fermentasi. Asam asetat, propionat, malat dan asam-asam lainnya dengan konsentrasi yang beragam juga dihasilkan tergantung jenis produk dan mikroorganisme yang digunakan (Samelis dan Sofos, 2003). Penghambatan pertumbuhan pada mikroba yang disebabkan oleh asam organik diakibatkan adanya pelepasan proton ke dalam sitoplasma sehingga ph pada membran sel menjadi sangat asam secara mendadak. Akan tetapi hipotesis tersebut dibantah oleh peneliti lain yang menyatakan bahwa penyebab dari penghambatan pertumbuhan oleh asam organik bukanlah karena adanya translasi proton tetapi karena adanya akumulasi anion. Anion menyebabkan berkurangnya kecepatan dari sintesis makromolekul dan mempengaruhi transportasi antar membran sel. Bakteri asam laktat dan juga bakteri lain meniadakan efek dari akumulasi anion dengan cara mengurangi ph pada sitoplasma (Quwehand dan Vesterlund, 2004). Perubahan 7

22 permeabilitas membran akan menghasilkan efek ganda, yaitu mengganggu transportasi nutrisi ke dalam sel dan menyebabkan metabolit internal keluar dari sel. Hidrogen Peroksida Bakteri asam laktat memproduksi hidrogen peroksida dibawah kondisi pertumbuhan aerob, dan karena berkurangnya katalase selular, pseudokatalase atau peroksidase. Bakteri asam laktat mengekskresikan H 2 O 2 tersebut sebagai alat pelindung diri yang mampu bersifat bakteriostatik maupun bakterisidal. Hidrogen peroksida merupakan salah satu agen pengoksidasi yang kuat dan dapat dijadikan sebagai zat antimikroba melawan bakteri, fungi dan bahkan virus (Ray, 2004). Kemampuan bakterisidal dari H 2 O 2 beragam tergantung ph, konsentrasi, suhu, waktu dan tipe serta jumlah mikoorganisme. Pada kondisi tertentu, spora bakteri ditemukan paling resisten terhadap H 2 O 2, diikuti dengan bakteri Gram positif. Bakteri yang paling sensitif terhadap H 2 O 2 adalah bakteri Gram negatif, terutama koliform (Quwehand dan Vesterlund, 2004). Branen (1993) berpendapat bahwa hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) merupakan oksidator, bleaching agent dan anti bakteri. Hidrogen peroksida murni tidak berwarna, berbentuk cairan seperti sirup dan memiliki bau yang menusuk. Kemampuan H 2 O 2 untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada sistem enzim sel mikroba sehingga digunakan sebagai antimikroba. Selain itu, senyawa ini juga dapat terdekomposisi menjadi air dan oksigen. Perubahan kondisi lingkungan seperti ph dan suhu mempengaruhi kecepatan dekomposisi. Peningkatan suhu dapat meningkatkan keefisienan dalam menghancurkan bakteri, selain itu kecepatan proses terdekomposisinya senyawa tersebut juga semakin cepat. Bakteriosin Bakteri asam laktat (BAL) digunakan dalam fermentasi pangan karena BAL dapat mengurai gula menjadi asam organik, dan juga dapat menghambat kerusakan pangan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pembusuk. Diantara bermacam-macam bahan pengawet yang dihasilkan oleh BAL, bakteriosin adalah salah satu antimikroba alami yang digunakan sebagai pengawet bahan pangan. Bakteriosin adalah protein bakterisidial atau peptida yang mempunyai daya tarik yakni dapat melawan spesies-spesies yang dapat menyebabkan kerusakan pangan 8

23 dan penyakit (Gonzales et al., 1994). Bakteriosin merupakan substrat protein antimikroba yang dapat mencegah strain-strain yang sensitif yakni bakteri Gram negatif dan Gram positif (Savadogo, 2004). Bakteriosin adalah komponen protein antibakterial yang merupakan peptidapeptida antimikrobial hasil sistesis oleh ribosom (Vuyst dan Vandamme, 1994). Savadogo et al. (2006) juga menyatakan bahwa umumnya bakteriosin tersebut adalah peptida-peptida kationik yang terdapat dalam bentuk substansi bersifat hidrofobik atau amphifilik dan membran bakteri merupakan target atau sasaran utama dari aktivitas yang dilakukan oleh bakteriosin tersebut, yakni aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri perusak dan pembusuk. Jack et al. (1995) menyatakan bahwa senyawa antimikroba khususnya bakteriosin merupakan substansi protein yang diproduksi oleh banyak strain bakteri dan dapat menghasilkan aktivitas penghambatan secara bakterisidal terhadap organisme yang berkerabat dekat. Banyak bakteriosin dapat secara bakterisidal melawan spesies-spesies dan strain yang berkerabat dekat dengan bakteriosin tersebut, namun ada beberapa dapat secara efektif melawan banyak bakteri dari spesies dan genus yang berbeda (Ray dan Bhunia, 2008). Satu strain bakteri dapat menghasilkan lebih dari satu macam bakteriosin, dan banyak strain dari spesies yang berbeda dapat memproduksi bakteriosin yang sama atau dapat juga berbeda (Ray dan Bhunia, 2008). Bakteri Patogen Bahan pangan dapat berperan sebagai agen dari penularan atau pemindahan mikroorganisme ke manusia yang mengakibatkan pembusukan atau menimbulkan penyakit. Dari kelompok mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan virus merupakan patogen yang menular dalam bahan pangan. Bahan pangan dapat bertindak sebagai substrat pertumbuhan dan perkembangbiakan spesies mikroorganisme patogenik, dimana jika berkembang dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penyakit bagi manusia yang memakannya (Buckle et al., 2007). Bakteri patogen dapat dibedakan menjadi bakteri Gram negatif dan bakteri Gram positif. Perbedaan kedua kelompok bakteri tersebut didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri Gram negatif mengandung lipid, lemak atau substansi seperti lemak dalam presentase lebih tinggi daripada yang dimiliki oleh bakteri Gram positif. Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif lebih tipis jika 9

24 dibandingkan dengan dinding sel baketri Gram positif. Hal tersebut menyebabkan terekstraksinya lipid selama proses pewarnaan pada perlakuan dengan etanol (alkohol) sehingga memperbesar daya permeabilitas dinding sel Gram negatif. Larutan pewarna ungu kristal-yodium yang telah memasuki dinding sel selama proses pewarnaan awal dapat diekstraksi dan menyebabkan organisme Gram negatif kehilangan warna tersebut. Dinding sel bakteri Gram positif mengandung peptidoglikan yang lebih banyak dibandingkan dengan bakteri Gram negatif, namun mengandung lebih sedikit lipid. Hal tersebut menyebabkan dinding sel Gram positif terdehidrasi selama perlakuan dengan menggunakan etanol, sehingga pori-pori dinding sel mengecil, permeabilitasnya berkurang dan warna ungu kristal-yodium tidak dapat terekstraksi (Pelczar dan Chan, 2007). Beberapa organisme penyebab penyakit yang termasuk dalam bakteri patogen dan pembusuk makanan antara lain adalah S. Typhimurium, E. coli, P. aeruginosa, B. cereus, dan S. aureus. Apabila dibedakan berdasarkan kelompok Gram negatif dan Gram positif, S. Typhimurium, E. coli, dan P. aeruginosa termasuk bakteri Gram negatif, sedangkan yang termasuk dalam bakteri Gram positif adalah B. cereus dan S. aureus. Salmonella entritidis ser. Thypimurium S. Thypimurium adalah jenis bakteri Gram negatif, berbentuk batang dengan panjang 1-1,5 µm, bergerak (motil) serta mempunyai tipe metabolisme yang bersifat fakultatif anaerob dan termasuk kelompok bakteri Enterobacteriaceae. S. Thypimurium hanya salah satu dari beberapa jenis mikroorganisme penyebab keracunan bahan pangan tipe gastroenteritis (Buckle et al., 2007). Salmonella berbentuk gas apabila tumbuh di dalam media yang mengandung glukosa. Umumnya mereka memfermentasikan dulcitol namun bukan laktosa, menggunakan asam sitrat sebagai sumber karbon untuk menghasilkan hidrogen sulfida. S. Thypimurium dapat menginfeksi seluruh vertebrata berdarah panas termasuk manusia melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi, khususnya pada bahan pangan hasil ternak seperti telur, daging dan susu, juga pada kerang-kerangan. Infeksi terjadi dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang mengandung bakteri S. Thypimurium dari organisme pembawa (hosts). 10

25 Gambar 2. Salmonella typhi. Sumber: Black (2005) Salmonella termasuk tipe bakteri mesofilik, yakni bakteri yang dapat tumbuh secara optimum pada suhu sekitar o C, namun umumnya berkisar antara 5-46 o C. Salmonella akan mati pada suhu pateurisasi dan sensitif terhadap ph rendah yakni ph kurang dari 4,5 dan tidak dapat berkembang biak pada a w 0,94, khususnya dengan kombinasi ph kurang dari 5,5 (Ray dan Bhunia, 2008). Bahan pangan rentan terhadap kontaminasi Salmonella, khususnya bahan pangan asal ternak yang memiliki angka tertinggi terjangkit oleh Salmonella. Bahan pangan ini diantaranya daging sapi, daging ayam, daging kalkun, daging babi, telur, susu, dan produk olahan bahan pangan tersebut (Ray, 2000). Escherichia coli E. coli terdapat secara normal dalam alat-alat pencernaan manusia dan hewan. Bakteri ini adalah gram negatif, bergerak, berbentuk batang, bersifat fakultatif anaerob dan termasuk golongan Enterobacteriaceae. Suatu serotip tertentu bersifat enterophatogenik dan dikenal sebagai penyebab diare pada bayi. Beberapa galur linnya juga sebagai penyebab diare pada orang dewasa. Organisme ini berada di dapur dan di tempat-tempat persiapan bahan pangan melalui bahan baku dan selanjutnya masuk ke makanan yang telah dimasak melalui tangan, permukaan alatalat, tempat-tempat masakan dan peralatan lainnya. Masa inkubasi adalah 1-3 hari dan gejalanya menyerupai gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar oleh Salmonella atau disentri (Buckle at al., 2007). 11

26 Gambar 3. Escherichia coli. Sumber: Black (2005) Strain ini dapat tumbuh secara efektif dalam media yang sederhana maupun yang kompleks dan kebanyakan di dalam makanan. Pertumbuhannya antara suhu10-50 o C, dengan suhu yang optimum adalah o C. Beberapa strain dapat tumbuh pada suhu di bawah 10 o C. Pertumbuhan cepat terjadi pada keadaan di bawah suhu optimum. Pertumbuhan dapat terhambat apabila dalam keadaan media yang memiliki ph rendah (di bawah 5,0) dan a w yang juga rendah (di bawah 0,93). E. coli sensitif terhadap suhu rendah, seperti suhu pasteurisasi (Ray dan Bhunia, 2008). Bakteri ini dapat tumbuh optimum pada ph 7,0-7,5 dengan ph minimum 4,0 dan pada ph maksimum 8,5 (Frazier dan Westhoff, 1998). Pseudomonas aeruginosa P. aeruginosa merupakan jenis bakteri patogen Gram negatif yang termasuk dalam genus Pseudomonas (Buckle et al., 2007). P. aeruginosa berflagel polar, bersifat aerobik, tetapi dalam hal tertentu nitrit dan digunakan sebagai elektron alternatif yang baik sehingga spesies ini dapat hidup dalam kondisi anaerobik. Selain itu P. aeruginosa dapat tumbuh pada suhu 41 o C bahkan beberapa strain tumbuh pada suhu 44 o C (Palleroni, 2008). Bakteri ini merupakan penyebab berbagai jenis kerusakan bahan pangan yang sebagian besar berhubungan dengan kemampuan spesies ini dalam memproduksi enzim yang dapat memecah baik komponen lemak maupun protein dari bahan pangan. Banyak organisme Pseudomonas yang dapat berkembang dengan cepat pada 12

27 suhu lemari es atau refrigerator dan sering mengakibatkan terbentuknya lendir dan pigmen pada permukaan daging yang didinginkan. Gambar 4. Pseudomonas aeruginosa. Sumber: Black (2005) Bacillus cereus B. cereus termasuk jenis bakteri Gram positif yang berbentuk batang, bergerak, dan dapat membentuk spora, bersifat anaerobik fakultatif dan tersebar secara luas dalam tanah dan air (Buckle et al., 2007). Suhu minimum untuk pertumbuhan B. cereus adalah 10 o C. Sel bakteri ini sensitif terhadap pasteurisasi, namun sporanya dapat bertahan terhadap suhu tinggi. Suhu untuk pertumbuhannya berkisar antara 4-50 o C, dengan suhu optimum pertumbuhannya adalah o C. Parameter pertumbuhan lainnya adalah bakteri ini dapat tumbuh pada ph 4,9 hingga 9,3 dengan a w minimum 0,95 serta konsentrasi NaCl adalah 10%. Spora dan sel B. cereus terdapat pada tanah serta debu, juga dapat diisolasi dari sebagian kecil makanan (Ray, 2000). Gambar 5. Bacillus sp. Sumber: Cowan dan Talaro (2009) 13

28 Staphylococcus aureus Bakteri ini termasuk dalam family Microccaceae, merupakan bakteri Gram positif yang berbentuk kokus dan berpasangan tetrad atau kelompok menyerupai buah anggur, bersifat anaerobik fakultatif, tidak bergerak, dan tidak berspora (Holt et al., 1994). Bakteri ini tumbuh pada ph optimum sekitar 7,0-7,8 (Supardi dan Sukamto, 1999). Substrat yang baik untuk pertumbuhan dan produksi enterotoksin ialah substrat atau makanan yang mengandung protein seperti daging, ikan, susu dan produk olahannya. Gambar 6. Staphylococcus aureus. Sumber: Madigan et al. (2009) Mekanisme Aktivitas Antimikroba Aktivitas senyawa antimikroba dapat dilihat dengan adanya mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk. Mekanisme tersebut dilakukan oleh senyawa antimikroba dengan cara merusak dinding sel mikroba sehingga sel yang sedang tumbuh akan terlisis atau terurai, protein sel juga terdenaturasi dan terjadi perusakan sistem metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler (Pelczar dan Rheid, 1986). Beberapa cara antimikroba dalam aksinya melawan mikroorganisme yaitu memberikan efek bakteriostatik, bakterisidal ataupun bakterilisis. Sifat bakteriostatik akan menghambat pertumbuhan dan replikasi mikroorganisme, namun tidak menyebabkan kematian. Sifat bakterisidal berhubungan dengan kemampuan senyawa untuk menyebabkan kematian mikroorganisme, sedangkan sifat bakterilisis akan menyebabkan lisis sel mikroorganisme (Gonzales et al., 1994). Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat bersifat bakterisidal terhadap sel sensitif dan dapat mengalami kematian dengan sangat cepat pada 14

29 konsentrasi rendah. Beberapa bakteriosin mempunyai sifat bakterisidal melawan beberapa strain dan spesies yang berelasi dekat tetapi beberapa dapat efektif melawan banyak strain dalam spesies dan genera yang berbeda. Namun, sel penghasil bakteriosin akan mengalami ketahanan terhadap bakteriosin yang dihasilkannya sendiri, disebabkan memperoleh ketahanan protein yang spesifik. Bakteriosin ini pada umumnya sangat efektif melawan sel dari bakteri Gram positif yang lain (Ray, 2004). Normalnya, strain bakteri Gram positif sensitif terhadap bakteriosin dengan spektrum yang sangat bervariasi, sedangkan strain bakteri Gram negatif resisten terhadap bakteriosin. Namun, bakteri Gram negatif tersebut dapat menjadi sensitif mengikuti perusakan struktur lipopolisakarida pada permukaan sel secara fisik dan tekanan kimia. Bakteriosin asal bakteri asam laktat tidak efisien dalam menghambat bakteri Gram negatif karena membran terluarnya bersifat hidrofilik dan dapat menghalangi aksi bakteriosin (Ray, 2004). Bakteri Gram negatif memiliki sistem seleksi terhadap zat-zat asing yaitu pada lapisan lipopolisakarida (Branen, 1993). 15

30 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, yakni mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain isolat bakteri asam laktat yaitu L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 yang berasal dari daging sapi Peranakan Ongole koleksi Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB (Arief, 2011) dan bakteri patogen yakni S. Thypimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, P. aeruginosa ATCC 27853, B. cereus, dan S. aureus ATCC Media yang digunakan adalah deman Rogosa and Sharpe broth (MRS broth), deman Rogosa and Sharpe Agar (MRS agar), Nutrient broth (NB), Nutrient Agar (NA), Mueller Hinton Agar (MHA), BPW, yeast extract, aquadest, larutan NaOH 0,1 N dan 1 N, serbuk ammonium sulfat, dan buffer kalium fosfat (campuran KH 2 PO 4 dan K 2 HPO 4 dengan konsentrasi tertentu). Alat-alat yang digunakan antara lain tabung reaksi, cawan petri, ose, hot plate stirrer, gelas ukur, gelas piala, tabung erlenmeyer, timbangan digital, mikropipet, tip, pemanas bunsen, jangka sorong digital, ph meter, autoklaf, oven, buret, vortex, inkubator, refrigerator, sentrifuge, membran saring miliphore diameter 0,22 µm, spektrofotometer UV-Vis, dan membran dialisis diameter 20 µm. Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator L. plantarum yang telah diisolasi dari daging sapi pada penelitian sebelumnya dikonfirmasi kembali untuk memastikan kemurniannya. Konfirmasi dilakukan dengan cara menginokulasi isolat L. plantarum dari kultur induk sebanyak 0,25 ml ke dalam 4,75 ml media tumbuh deman Rogosa Sharp Broth (MRS broth) lalu diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam, hasil inkubasi didapatkan kultur antara. Sebanyak 1 ml kultur antara diinokulasikan ke dalam 10 ml media MRS broth.

31 Kultur kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam dan hasilnya disebut kultur kerja. Kultur kerja ini yang digunakan untuk mengkonfirmasi kemurnian bakteri uji dan dilakukan melalui pewarnaan Gram. Inokulasi dilakukan dengan metode yang sama juga dilakukan pada bakteri indikator (bakteri patogen). Perbedaannya adalah pada media tumbuh yang digunakan, untuk menumbuhkan bakteri patogen media yang digunakan adalah media nutrient broth (NB). Pewarnaan Gram berdasarkan Waluyo (2008) dilakukan dengan cara membuat preparat ulas dari isolat bakteri baik BAL maupun bakteri patogen yang akan digunakan yang dihomogenkan terlebih dahulu dengan vortex kemudian diambil satu ose dan dioleskan pada kaca objek lalu difiksasi panas menggunakan api. Preparat ulas tersebut kemudian ditetesi dengan kristal violet selama satu menit lalu dimiringkan dengan tujuan untuk meratakan kristal violet. Selanjutnya preparat yang telah ditetesi kristal violet dibilas dengan akuades dan dikeringkan. Preparat ulas yang telah kering tersebut diberi iodium selama dua menit dan dimiringkan kembali, kemudian dibilas dengan akuades dan dibiarkan mengering. Preparat ulas dicuci dengan pemucat warna yaitu etanol 95%, tetes demi tetes selama 30 detik atau hingga zat warna kristal violet tidak terlihat lagi ataupun masih mengalir di atas kaca obyek, kemudian dicuci dengan akuades dan dikeringkan. Preparat ulas selanjutnya ditetesi safranin selama 30 detik, dimiringkan, kemudian dibilas dengan akuades dan didiamkan hingga mengering. Preparat diamati dibawah mikroskop untuk melihat bentuk dan warna dinding sel dari masing-masing isolat. Preparat yang berwarna ungu kebiruan menunjukkan bahwa preparat tersebut termasuk dalam kelompok bakteri Gram positif sedangkan preparat yang berwarna merah menunjukkan bahwa preparat tersebut termasuk kelompok bakteri Gram negatif. Analisis Kurva Pertumbuhan Isolat L. plantarum Analisis kurva pertumbuhan L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 dilakukan untuk mengetahui waktu yang optimal dari keempat isolat tersebut dalam menghasilkan bakteriosin. Pembuatan kurva pertumbuhan dilakukan dengan membuat kurva standar terlebih dahulu. Pembuatan kurva standar adalah sebagai berikut, media MRS broth yang telah diinokulasi dengan isolat L. plantarum, sebanyak 1 ml setiap satu jam sekali selama 24 jam diukur optical density (OD) nya menggunakan spektrofotometer pada λ = 600 nm. Isolat L. plantarum yang sama 17

32 sebanyak 1 ml diencerkan dengan MRS broth menjadi enam bagian pengenceran yang berbeda yakni 1, 1/2, 1/4, 1/8, 1/16 dan 1/32. Pengenceran dilakukan menggunakan mikropipet yakni dari masing-masing bagian pengenceran diambil 1 ml untuk diencerkan lagi ke dalam 9 ml media BPW, masing-masing sebanyak 9 kali untuk bagian pengenceran 1, 8 kali untuk bagian pengenceran 1/2, 7 kali untuk bagian pengenceran 1/4, 6 kali untuk bagian pengenceran 1/8, 5 kali untuk bagian pengenceran 1/16, dan 4 kali untuk bagian pengenceran 1/32. Masing-masing pengenceran dengan media BPW selanjutnya dihomogenkan, lalu tiga pengenceran terakhir dari masing-masing bagian pengenceran tersebut diinokulasikan ke dalam cawan sebanyak 1 ml kemudian dituangkan media MRS agar sekitar 15 ml untuk mendapatkan jumlah populasi bakteri. Nilai optical density (OD) dan jumlah populasi bakteri (cfu/ml) dari kultur yang sama (keenam pengenceran yang berbeda: 1, 1/2, 1/4, 1/8, 1/16 dan 1/32) akan didapatkan persamaan regresi linier: y = ax + b. Hasil pengukuran OD setiap 1 jam sekali merupakan nilai x, kemudian dimasukkan ke dalam rumus tersebut untuk mendapatkan nilai y yang merupakan jumlah populasi yang diinginkan untuk membuat kurva pertumbuhan dengan satuan cfu/ml. Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel Isolat L. plantarum terhadap Bakteri Indikator selama 24 Jam Inkubasi Aktivitas antimikroba supernatan bebas sel dapat diketahui melalui uji antagonistik dengan suatu metode yakni metode difusi sumur agar. Metode tersebut dilakukan dengan mengkonfrontasikan bakteri indikator (patogen dan pembusuk makanan) dengan supernatan bebas sel dari masing-masing isolat L. plantarum di dalam sumur agar. Isolat L. plantarum yang berbeda diinokulasikan ke dalam media tumbuh MRS broth. Media hasil inokulasi isolat dipusingkan dengan sentrifuge selama 20 menit dengan kecepatan 6000 rpm pada suhu 4 o C. Supernatan yang dihasilkan dari proses tersebut disebut supernatan bebas sel. Supernatan bebas sel kemudian diukur nilai ph menggunakan ph meter dan persentase Total Asam Tertitrasi (%TAT) dengan NaOH 0,1 N setiap 4 jam sekali selama 24 jam. Perhitungan %TAT menggunakan rumus berikut : 0,1 N Volume NaOH yang digunakan (ml) 90,08 Volume sampel (ml)

33 Sumur agar dibuat dengan bakteri indikator sebanyak 10 6 cfu/ml (disesuaikan dengan standar Mc Farland 0,5) yang berumur 24 jam diinokulasikan ke dalam cawan kemudian dituangkan media konfrontasi yakni Mueller Hinton Agar (MHA), ditunggu hingga dingin dan mengeras lalu dibuat lubang-lubang menyerupai sumur dengan diameter lubang 5 mm. Ke dalam sumur tersebut dimasukkan sebanyak 50 µl supernatan bebas sel. Cawan yang digunakan untuk uji konfrontasi tersebut kemudian disimpan ke dalam refrigerator selama kurang lebih 2 jam lalu diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk di sekitar sumur menandakan adanya aktivitas penghambatan supernatan bebas sel terhadap bakteri patogen. Proses sentrifugasi, pengukuran ph dan %TAT hingga uji antagonistik tersebut dilakukan setiap 4 jam sekali selama 24 jam. Produksi Bakteriosin Kasar Isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 Produksi Supernatan Netral Isolat L. plantarum yang Berbeda. Sebanyak 1 liter media MRS broth ditambah dengan yeast extract 3% dan NaCl 1% diinokulasi dengan 10% (v/v) kultur L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 o C selama 20 jam. Media hasil inkubasi disimpan pada refrigerator dengan suhu 4 o C selama 2 jam, kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 20 menit pada suhu 4 o C. Proses sentrifugasi menghasilkan cairan yang terpisah dengan endapan. Cairan tersebut kemudian dipisahkan (disebut supernatan bebas sel) dan disaring menggunakan membran saring miliphore berdiameter 0,22 µm. Supernatan bebas sel diukur ph nya lalu dinetralkan menjadi 6 menggunakan NaOH 1 N. Supernatan bebas sel yang telah dinetralkan disebut supernatan netral. Supernatan netral yang terbentuk selanjutnya diuji aktivitas antimikrobanya melalui uji antagonistik. Purifikasi Parsial Menggunakan Presipitasi Amonium Sulfat. Purifikasi parsial bakteriosin dilakukan pada supernatan antimikroba netral yang berasal dari L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2. Serbuk ammonium sulfat ditambahkan secara bertahap dengan konsentrasi berbeda sebanyak 40%, 60% dan 80% (Lampiran 18) ke dalam supernatan antimikroba netral untuk mendapatkan endapan protein, kemudian dihomogenkan secara perlahan menggunakan stirrer pada suhu 4 o C selama 2 jam. Supernatan dipisahkan dengan endapan protein yang melayang di atas supernatan 19

34 dan juga menempel pada dinding erlenmeyer. Endapan protein yang melayang dan menempel pada dinding erlenmeyer disebut prespitat bakteriosin kasar. Prespitat bakteriosin kasar tersebut kemudian dikoleksi ke dalam wadah kaca yang lain dan diukur konsentrasi protein serta aktivitas antimikrobanya melalui uji antagonistik. Dialisis. Dialisis dilakukan dengan tujuan untuk desalting atau menghilangkan garam amonium sulfat yang masih bercampur dengan prespitat bakteriosin kasar. Proses tersebut dilakukan dengan menggunakan buffer kalium fosfat. Buffer kalium fosfat dibuat dengan campuran KH 2 PO 4 dan K 2 HPO 4 dengan konsentrasi tertentu dan memiliki ph 6. Dialisis dilakukan dengan cara memasukkan membran dialisis berdiameter 20 µm yang telah diisi dengan presipitat bakteriosin kasar ke dalam buffer kalium fosfat dengan perbandingan 1:1000 (1 bagian prespitat dan 1000 bagian buffer). Proses tersebut dilakukan di atas stirrer selama kurang lebih 12 jam pada suhu 4 o C, dan selama 12 jam tersebut dilakukan penggantian buffer sebanyak 2 kali (jam ke 2 dan jam ke 4). Hasil dari proses tersebut kemudian didapatkan ekstrak kasar bakeriosin. Ekstrak kasar bakteriosin isolat L. plantarum tersebut selanjutnya disebut dengan bakteriosin kasar. Bakteriosin kasar selanjutnya diukur konsentrasi proteinnya dan dilakukan uji antagonistik. Pengukuran konsentrasi protein dilakukan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada λ = 280 nm. Pengukuran dilakukan berdasarkan penggunaan manual pada alat tersebut yakni dengan mengkalibrasi alat menggunakan blanko yakni buffer kalium fosfat. Apabila hasil yang tertera pada layar alat menunjukkan bahwa konsentransi protein lebih dari 2,5 µg/ml, artinya sampel terlalu pekat dan perlu dilakukan pengenceran dengan buffer kalium fosfat. Pembacaan nilai konsentrasi protein dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil akhir yang merupakan konsentrasi protein sampel diperoleh dari hasil pembacaan dikalikan dengan faktor pengencer kemudian dihitung rata-ratanya. Aktivitas Senyawa Antimikroba terhadap Bakteri Indikator (Uji Antagonistik) Ketiga senyawa antimikroba yakni supernatan netral, presipitat bakteriosin kasar dan bakteriosin kasar yang dihasilkan dari tiap tahap produksi bakteriosin kasar disiapkan. Bakteri indikator (patogen dan pembusuk bahan pangan) sebanyak 10 6 cfu/ml (disesuaikan dengan standar Mc Farland 0,5) yang berumur 24 jam 20

35 diinokulasikan ke dalam cawan, selanjutnya dituangkan media konfrontasi MHA. Setelah agar mengeras dan dingin, dibuat sumur pada cawan dengan diameter 5 mm. Sebanyak 50 µl senyawa antimikroba hasil dari masing-masing proses produksi dimasukkan kedalam sumur dengan mikropipet. Cawan disimpan dalam refrigerator selama 2 jam untuk memberikan kesempatan bakteriosin berdifusi ke dalam agar. Setelah itu cawan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk di sekitar area sumur menandakan bahwa senyawa antimikroba yang dihasilkan dari masing-masing tahap produksi mampu menghambat bakteri indikator. Selanjutnya dilakukan pengukuran diameter zona bening (mm) menggunakan jangka sorong digital. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan dan analisis data terdiri dari perlakuan dan model rancangan penelitian. Rancangan percobaan dan analisis data yang digunakan pada penelitian ini meliputi analisis kurva pertumbuhan isolat L. plantarum (2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2), aktivitas antimikroba supernatan bebas sel isolat L. plantarum selama 24 jam inkubasi, serta produksi bakteriosin kasar yang terdiri dari tiga tahap yakni tahap produksi supernatan antimikroba netral isolat L. plantarum, purifikasi parsial menggunakan presipitasi amonium sulfat, dan dialisis. Analisis Kurva Pertumbuhan Isolat L. plantarum Analisis kurva pertumbuhan dilakukan untuk mengamati pertumbuhan isolat L. plantarum yang berbeda (L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2) yang dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Peubah yang diamati adalah jumlah populasi keempat isolat L. plantarum yang berbeda. Data yang diperoleh kemudian diinterpretasikan secara deskriptif. Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel Isolat L. plantarum terhadap Bakteri Indikator selama 24 Jam Inkubasi Aktivitas antimikroba dilakukan pada isolat L. plantarum yang berbeda (L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2) terhadap jenis bakteri indikator (S. Thypimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, P. aeruginosa ATCC 27853, B. cereus, S. aureus ATCC 25923) sebanyak tiga kali ulangan. Peubah yang diamati adalah diameter zona hambat, nilai ph dan %TAT supernatan bebas sel keempat 21

36 isolat L. plantarum yang berbeda. Data yang diperoleh diinterpretasikan secara deskriptif. Produksi Bakteriosin Kasar Isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 Produksi bakteriosin kasar terdiri dari beberapa tahapan yakni produksi supernatan netral isolat L. plantarum, purifikasi parsial menggunakan presipitasi amonium sulfat dan dialisis. Ketiga tahapan tersebut menggunakan rancangan percobaan rancangan acak lengkap (RAL) pola Faktorial (5x4) dengan perlakuan isolat L. plantarum yang berbeda (L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2) terhadap jenis bakteri indikator (S. Thypimurium ATCC 14028, Escherichia coli ATCC 25922, P. aeruginosa ATCC 27853, B. cereus, S. aureus ATCC 25923) dengan tiga kali ulangan. Peubah yang diamati adalah diameter zona hambat dan konsentrasi protein senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh keempat isolat L. plantarum yang berbeda dari ketiga tahap produksi. Analisis data yang digunakan untuk diameter zona hambat senyawa antimikroba adalah analisis ragam, sedangkan analisis data yang digunakan untuk konsentrasi protein senyawa antimikroba adalah diinterpetasikan secara deskriptif. Model statistika yang digunakan menurut Steel and Torrie (1995) adalah sebagai berikut: Y ijk = µ + A i + B j + (AB) ij + ε ijk Keterangan: Y ijk = diameter zona hambat isolat L. plantarum ke-i dan bakteri indikator ke-j pada ulangan ke-k (k = 1, 2, 3) µ = rataan diameter zona hambat L. plantarum A i = pengaruh isolat L. plantarum ke-i (i = 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2) B j = pengaruh bakteri indikator ke-j (j = S. Thypimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, P. aeruginosa ATCC 27853, B. cereus, S. aureus ATCC 25923) (AB) ij = pengaruh interaksi isolat Lactobacillus plantarum ke-i dengan patogen ke-j ε ijk = pengaruh galat percobaan dari isolat L. plantarum ke-i dan bakteri indikator ke-j pada ulangan ke-k 22

37 Data terlebih dahulu diuji asumsi, apabila data tersebut memenuhi uji asumsi maka selanjutnya data dianalisis dengan analisis ragam secara parametrik, dan apabila hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P 0,05) maka dilanjutkan dengan uji banding Tukey. Analisis data diameter zona hambat pada setiap tahap proses produksi dibedakan berdasarkan isolat L. plantarum dan jenis bakteri indikator. 23

38 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator Karakterisasi isolat L. plantarum dan bakteri indikator dilakukan untuk mengetahui karakteristik baik sifat maupun morfologi atau bentuk dari isolat bakteri asam laktat (BAL) dan bakteri indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini. Isolat L. plantarum yang digunakan terdiri dari L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2. Keempat BAL tersebut merupakan isolat yang sama yakni L. plantarum namun yang membedakan adalah strainnya yang dibedakan melalui penamaannya. Menurut Arief et al. (2007), L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 merupakan isolat indigenus yang berasal dari daging sapi lokal dengan umur postmortem dan tempat pengambilan daging yang berbeda. Bakteri indikator yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bakteri patogen dan pembusuk yang terdiri dari S. Thypimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, P. aeruginosa ATCC 27853, B. cereus, dan S. aureus ATCC Karakterisasi BAL dan bakteri indikator dilakukan melalui pewarnaan Gram dan pengamatan morfologi sel secara mikroskopis. Pewarnaan Gram merupakan metode yang sering digunakan untuk mencirikan suatu bakteri termasuk ke dalam kelompok bakteri Gram positif atau Gram negatif. Pelczar dan Chan (2007) menyatakan bahwa perbedaan kedua kelompok bakteri tersebut didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri Gram negatif mengandung lipid, lemak atau substansi seperti lemak dalam presentase lebih tinggi daripada yang dimiliki oleh bakteri Gram positif. Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif lebih tipis jika dibandingkan dengan dinding sel bakteri Gram positif. Hal tersebut menyebabkan terekstraksinya lipid selama proses pewarnaan pada perlakuan dengan etanol (alkohol) sehingga memperbesar daya permeabilitas dinding sel Gram negatif. Larutan pewarna ungu kristal-yodium yang telah memasuki dinding sel selama proses pewarnaan awal dapat diekstraksi dan menyebabkan organisme Gram negatif kehilangan warna tersebut. Hasil pengamatan keempat isolat BAL dapat dilihat pada Tabel 1.

39 Tabel 1. Karakteristik Isolat Bakteri Asam Laktat Isolat BAL Pewarnaan Gram Morfologi Gambar Morfologi L. plantarum 2C12 Gram positif Berbentuk batang tunggal atau koloni, susunan rantai pendek L. plantarum 1A5 Gram positif Berbentuk batang tunggal atau koloni, susunan rantai pendek L. plantarum 1B1 Gram positif Berbentuk batang tunggal atau koloni, susunan rantai pendek L. plantarum 2B2 Gram positif Berbentuk batang tunggal atau koloni, susunan rantai pendek Pelczar dan Chan (2007) juga menyebutkan bahwa dinding sel bakteri Gram positif mengandung peptidoglikan yang lebih banyak dibandingkan dengan bakteri Gram negatif, namun mengandung lebih sedikit lipid. Hal tersebut menyebabkan dinding sel Gram positif terdehidrasi selama perlakuan dengan menggunakan etanol, sehingga pori-pori dinding sel mengecil, permeabilitasnya berkurang dan warna ungu kristal-yodium tidak dapat terekstraksi. 25

40 Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa kelima isolat L. plantarum baik L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 maupun 2B2 termasuk bakteri Gram positif yang berbentuk batang dengan susunan tunggal maupun koloni dan membentuk rantai pendek. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Firmansyah (2009) bahwa L. plantarum 1A5, 1B1 dan 2B2 merupakan bakteri Gram positif berdasarkan pengujiannya melalui pewarnaan Gram. Pelczar dan Chan (2007) juga mendukung pernyataan tersebut bahwa Lactobacillus sp. merupakan bakteri Gram positif morfologi selnya berbentuk batang, terdapat tunggal atau dalam rantai, non motil, bersifat anaerobik atau anaerobik fakultatif, serta dapat ditemui pada produk-produk daging dan susu juga pada air. L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. L. plantarum merupakan salah satu jenis BAL homofermentatif dengan pertumbuhan yang optimal pada suhu o C serta pada ph 5-7 (Emanuel et al., 2005). L. plantarum mempunyai kemampuan untuk menghambat mikroorganisme patogen pada bahan pangan dengan daerah penghambatan terbesar dibandingkan dengan bakteri asam laktat lainnya (Jenie dan Rini, 1995). Menurut Wijayanto (2009), L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 mampu bertahan hidup dengan baik pada ph 2. L. plantarum 1A5 dan 1B1 memiliki toleransi yang tinggi terhadap garam empedu dan berpotensi sebagai kandidat probiotik. Firmansyah (2009) menambahkan bahwa L. plantarum 1A5, 1B1 dan 2B2 dapat tumbuh pada suhu 15 o C, dengan suhu pertumbuhan optimum pada o C (mesofilik) dan juga dapat bertahan hidup pada lingkungan yang mengandung NaCl 65% (halofilik). L. plantarum 2C12 merupakan isolat indigenus yang diisolasi dari daging sapi lokal Indonesia. Arief et al. (2004) melaporkan bahwa suatu senyawa antimikroba diproduksi oleh bakteri asam laktat L. plantarum 2C12 yang diisolasi dari daging sapi lokal. Senyawa antimikroba tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen E. coli ATCC 25922, S.Thypimurium ATCC 14028, dan S. aureus ATCC (Arief, 2011). Selain pada isolat BAL, karakterisasi bakteri untuk mengetahui morfologi dan jenis bakterinya melalui pewarnaan Gram juga dilakukan pada isolat bakteri indikator. Hasil pewarnaan Gram pada kelima isolat bakteri indikator yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2. 26

41 Tabel 2. Karakteristik Isolat Bakteri Indikator Isolat BAL Pewarnaan Gram Morfologi Gambar Morfologi E. coli ATCC Gram negatif Berbentuk batang tunggal atau koloni S. aureus ATCC Gram positif Berbentuk bulat, susunan bergerombol seperti anggur S. Thypimurium ATCC Gram negatif Berbentuk batang tunggal atau koloni B. cereus Gram positif Berbentuk batang tunggal atau koloni P. aeruginosa ATCC Gram negatif Berbentuk batang tunggal atau koloni 27

42 Tabel 2 memperlihatkan bahwa bakteri indikator memiliki karakteristik yang berbeda pada masing-masing isolat khususnya dalam hal pewarnaan Gram, artinya tidak semua bakteri termasuk dalam satu kelompok bakteri Gram positif saja ataupun kelompok bakteri Gram negatif saja. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perbedaan warna yang dihasilkan oleh setiap bakteri setelah mengalami proses pewarnaan Gram disebabkan oleh adanya perbedaan komposisi dinding sel yang dimiliki oleh bakteri. Hal itu juga didukung oleh pernyataan Waluyo (2008) bahwa penyebab perbedaan pewarnaan Gram dimungkinkan karena komposisi dinding sel bakteri Gram positif berbeda dengan bakteri Gram negatif. Perbedaan komposisi dinding sel tersebut dapat mempengaruhi laju lepasnya kompleks warna ungu kristal-iodium yang diberikan pada sel bakteri selama tahap pemucatan. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1) proses fiksasi pada terhadap olesan, yakni olesan bakteri yang dipanaskan secara berlebihan akan menyebabkan pecahnya dinding sel bakteri. Hal tersebut mengakibatkan sel bakteri Gram positif akan melepaskan warna primer dan menerima warna tandingan; 2) kerapatan sel pada olesan, yakni olesan yang baik hendaknya tidak terlalu tebal atau terlalu tipis karena olesan yang terlalu tebal dapat mengakibatkan pewarnaan tidak cepat memucat seperti pada olesan dengan kerapatan sel yang normal; 3) jenis dan konsentrasi reagen yang digunakan dalam pewarnaan, sebaiknya larutan pemucat yang digunakan adalah campuran antara larutan etanol 95% dan aseton (1:1) karena larutan etanol 95% bekerja paling lambat sebagai larutan pemucat dan aseton bekerja paling cepat; dan 4) umur biakan, pewarnaan Gram akan memberikan hasil yang baik apabila menggunakan biakan segar berumur jam, apabila menggunakan biakan tua akan terjadi penyimpangan hasil pada proses pewarnaan Gram karena pada biakan tua banyak sel yang telah mengalami kerusakan pada dinding selnya sehingga dinding sel yang tersebut tidak dapat mempertahankan zat warna yang tertangkap dan menyebabkan zat warna keluar pada saat dicuci dengan larutan pemucat. Secara keseluruhan bakteri indikator tersebut dianggap patogen yakni apabila bakteri-bakteri tersebut berkembang dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penyakit bagi manusia yang memakannya (Buckle et al., 2007). Pelczar dan Chan (2007) menambahkan bahwa bakteri yang paling banyak digunakan dalam penelitian adalah E. coli karena bakteri patogen ini merupakan penghuni normal atau secara 28

43 alami terdapat di dalam saluran pencernaan manusia dan juga hewan, maka secara luas digunakan sebagai indikator pencemaran. Selain itu, bakteri ini termasuk bakteri anaerobik fakultatif, seperti yang dijelaskan oleh Buckle et al. (2007) bahwa Bakteri ini adalah gram negatif, bergerak, berbentuk batang, bersifat fakultatif anaerob dan termasuk golongan Enterobacteriaceae. Sama halnya dengan S. Thypimurium ATCC yang menurut Buckle et al. (2007) merupakan jenis bakteri Gram negatif, berbentuk batang, bergerak serta mempunyai tipe metabolisme yang bersifat fakultatif anaerob dan termasuk kelompok bakteri Enterobacteriaceae. P. aeruginosa ATCC juga merupakan bakteri Gram negatif, berflagel polar, bersifat aerobik, tetapi dalam hal tertentu nitrit digunakan sebagai elektron alternatif yang baik sehingga spesies ini dapat hidup dalam kondisi anaerobik. Selain itu P. aeruginosa dapat tumbuh pada suhu 41 o C bahkan beberapa strain tumbuh pada suhu 44 o C (Palleroni, 2008). S. aureus menurut Holt et al. (1994) termasuk dalam family Microccaceae, merupakan bakteri Gram positif yang berbentuk kokus dan berpasangan tetrad atau kelompok menyerupai buah anggur, bersifat anaerobik fakultatif, tidak bergerak, dan tidak berspora. B. cereus juga merupakan bakteri Gram positif yang memiliki spora dan selnya terdapat pada tanah serta debu, juga dapat diisolasi dari sebagian kecil makanan (Ray, 2000). Analisis Kurva Pertumbuhan Isolat L. plantarum Analisis kurva pertumbuhan isolat L. plantarum dilakukan untuk mengetahui proses pertumbuhan bakteri sehingga dapat digunakan untuk menentukan waktu yang optimal atau waktu terbaik pada isolat BAL tersebut dalam memproduksi senyawa antimikroba. Kurva pertumbuhan juga dapat digunakan untuk menentukan lama waktu inkubasi pada BAL yang dibutuhkan selama proses produksi senyawa antimikroba. Kurva pertumbuhan menunjukkan perkembangbiakan ataupun siklus hidup bakteri. Pertumbuhan bakteri adalah suatu peningkatan massa atau jumlah sel total dan bukan dalam hal ukuran. Pertumbuhan sel dan pembentukan produk mencerminkan kemampuan sel yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Pelczar dan Chan (2007) menyatakan bahwa istilah pertumbuhan umum digunakan untuk bakteri dan mikroorganisme lain dan biasanya mengacu pada perubahan di dalam hasil 29

44 panen (pertambahan total masa sel) dan bukan perubahan individu organisme. Pertumbuhan adalah peningkatan secara teratur dalam kuantitas konstituen seluler. Hal ini tergantung pada kemampuan sel untuk membentuk protoplasma baru dari nutrisi yang tersedia di lingkungan. Dalam sebagian besar bakteri, pertumbuhan melibatkan peningkatan massa sel dan jumlah ribosom, duplikasi kromosom bakteri, sintesis dinding sel baru dan membran plasma, partisi dari dua kromosom, pembentukan septum, dan pembelahan sel (Todar, 2009). Kurva pertumbuhan keempat isolat L. plantarum yakni 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 memiliki empat fase yaitu fase adaptasi, fase eksponensial, fase tetap (stationary phase) dan fase menurun atau fase kematian. Hal tersebut sesuai dengan Todar (2009) yang menyatakan bahwa bakteri memiliki empat karakteristik siklus pertumbuhan, yakni fase lag, fase eksponensial (logaritmik), fase stasioner dan fase kematian. Hasil analisis kurva pertumbuhan keempat isolat L. plantarum disajikan dalam Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan bahwa selama 24 jam waktu inkubasi, keempat isolat L. plantarum mengalami empat fase pertumbuhan dengan lama yang berbeda-beda. Fase adaptasi pada L. plantarum 2C12 dan L. plantarum 2B2 pada jam ke 0-2 waktu inkubasi, L. plantarum 1A5 pada jam ke 0-7, dan L. plantarum 1B1 pada jam ke 0-9. Lama fase adaptasi yang berbeda pada masing-masing isolat BAL dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis bakteri, umur serta lingkungan hidup bakteri tersebut. Hal ini sesuai dengan Buckle et al. (2007) yang menyatakan bahwa fase lambat dapat terjadi pada selang waktu antara beberapa menit hingga beberapa jam tergantung dari spesies dan umur dari sel inokulum serta lingkungannya, pada fase ini digunakan untuk kegiatan metabolisme dalam rangka persiapan dan penyesuaian diri dengan kondisi pertumbuhan dalam lingkungan yang baru. Todar (2009) juga menambahkan bahwa lamanya fase lag akan tergantung pada berbagai faktor termasuk ukuran inokulum, waktu yang diperlukan untuk pulih dari kerusakan fisik atau stres pada saat inokulasi, waktu yang diperlukan untuk sintesis koenzim penting, dan waktu yang dibutuhkan untuk mensintesis enzim baru yang diperlukan untuk membantu metabolisme substrat yang terdapat di dalam media tumbuh. 30

45 Populasi (8 log 10 cfu/ml) q r s p Waktu (jam) Populasi (8 log 10 cfu/ml) p q Waktu (jam) r s Populasi (8log 10 cfu/ml) (a) (b) 35 q r q r s s p p Waktu (jam) Populasi (8log 10 cfu/ml) Waktu (jam) (c) (d) Keterangan: a. L. plantarum 2C12 b. L. plantarum 1A5 c. L. plantarum 1B1 d. L. plantarum 2B2 p. Fase adaptasi q. Fase logaritmik r. Fase stasioner s. Fase awal kematian Gambar 7. Kurva Pertumbuhan Isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 selama 24 Jam. 31

46 Fase logaritmik yang dialami oleh keempat isolat L. plantarum yakni selama kurang lebih 8 jam kemudian isolat tersebut mengalami fase stasioner dimana jumlah populasi dari isolat tersebut sudah dapat dihitung karena pada fase ini bakteri tidak lagi mengalami pembelahan sel namun bakteri tersebut hanya berkonsentrasi pada proses metabolisme di dalam tubuhnya. Proses metabolisme tersebut akan menghasilkan senyawa antimikroba antara lain asam organik, hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) dan juga bakteriosin, sesuai dengan Vuyst dan Vandamme (1994) yang menyatakan bahwa BAL memiliki hasil metabolit yang berfungsi sebagai senyawa antimikroba seperti asam organik, bakteriosin, H 2 O 2, CO 2, serta diasetil. Kurva pertumbuhan BAL pada Gambar 7 juga menunjukkan bahwa fase stasioner rata-rata terjadi pada selang waktu inkubasi antara jam ke-10 hingga jam ke 23 dengan jumlah populasi sel yang berbeda pada masing-masing isolat. L. plantarum 2C12 memiliki jumlah populasi tertinggi pada lama inkubasi jam ke-12 yakni sebebsar 6,84 x 10 9 cfu/ml, L. plantarum 1A5 memiliki populasi tertinggi pada lama inkubasi jam ke-23 sebesar 6,13 x 10 8 cfu/ml, L. plantarum 1B1 sebesar 2,60 x 10 8 cfu/ml pada jam ke-19 dan L. plantarum 2B2 sebesar 3,28 x 10 9 cfu/ml pada jam ke-19. Jumlah populasi bakteri yang hidup dapat mempengaruhi hasil metabolisme sekundernya yakni senyawa antimikroba. Semakin banyak BAL yang hidup maka senyawa antimikroba yang dihasilkan juga semakin banyak. Fase stasioner merupakan waktu yang optimal bagi BAL dalam memproduksi senyawa antimikroba salah satunya adalah bakteriosin. Menurut Todar (2009) bakteri yang menghasilkan metabolit sekunder, seperti antibiotik, melakukannya selama fase stasioner dalam siklus pertumbuhan (metabolit sekunder didefinisikan sebagai metabolit yang dihasilkan setelah tahap pertumbuhan aktif). Hal tersebut didukung oleh pernyataan Drider et al. (2006) bahwa pada awal fase stasioner bakteri asam laktat mengalami modifikasi enzimatis pada proses pascatranslasi yang akan mengubah prebakteriosin menjadi bakteriosin yang aktif. Sehingga lama inkubasi BAL sebaiknya dilakukan hingga fase stasioner berakhir, yakni pada jam ke-20 hingga jam ke-23, karena inkubasi yang terlalu lama dapat menyebabkan aktivitas bakteriosin menurun, hal ini disebabkan oleh pengaruh inaktivator bakteriosin yang spesifik atau sifat reabsorpsi bakteriosin oleh sel produsen. Jika waktu inkubasi diperpanjang maka aktivitas bakteriosin menurun karena terbebasnya protease dari 32

47 sel autolisis, bakteriosin juga merupakan molekul proteaneus sehingga molekulnya mudah terdegradasi (Jo et al., 1996). Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel Isolat L. plantarum selama 24 Jam Inkubasi Salah satu karakteristik terpenting dari bakteri asam laktat (BAL) yakni kemampuannya dalam menghasilkan sifat antimikroba, dan salah satu senyawa antimikroba yang berasal dari isolat L. plantarum adalah bakteriosin. Untuk itu, sebelum melalui tahapan produksi perlu dilakukan identifikasi awal senyawa antimikroba terhadap keempat isolat BAL untuk memastikan bahwa masing-masing strain dari isolat tersebut memiliki atau mengandung senyawa antimikroba yang diinginkan serta yang akan diproduksi. Identifikasi awal dilakukan melalui pengujian aktivitas antimikroba. Pengujian aktivitas antimikroba tersebut dilakukan oleh supernatan bebas sel dari masing-masing isolat L. plantarum. Supernatan bebas sel didapat dari hasil inokulasi isolat ke dalam media MRS broth kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam kemudian disentrifugasi. Cairan yang terpisah di bagian atas setelah sentrifugasi merupakan supernatan bebas sel, lalu supernatan bebas sel tersebut dikonfrontasikan dengan bakteri indikator pada sumur agar. Penggunaan supernatan bebas sel untuk uji antagonistik adalah agar dapat dipastikan bahwa yang bekerja sebagai penghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam pengujia tersebut adalah senyawa antimikroba dari hasil metabolisme sel atau bakteri, bukan selnya. Hasil uji antagonistik menggunakan sumur agar ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar sumur agar. Zona bening tersebut merupakan zona hambat yang menunjukkan adanya aktivitas senyawa antimikroba yang berasal dari supernatan bebas sel L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2, selanjutnya diameter dari zona bening diukur menggunakan jangka sorong digital. Hasil pengukuran zona hambat supernatan bebas sel masing-masing isolat L. plantarum disajikan dalam bentuk kurva. Gambar 8 menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba tertinggi yang dihasilkan oleh supernatan bebas sel L. plantarum 2C12 terhadap bakteri indikator dapat dilihat dari besarnya diameter zona hambat yang setelah dikurangi dengan diameter sumur, yakni pada E. coli ATCC sebesar 8,17 mm, S. Thypimurium ATCC sebesar 8,74 mm dan B. cereus sebesar 8,82 mm terjadi pada jam ke- 33

48 24 inkubasi. Hal tersebut dapat terjadi karena produksi senyawa antimikroba oleh BAL tidak selalu terjadi pada fase stasioner. Menurut Parente et al. (1997), produksi senyawa antimikroba oleh BAL dapat terjadi pada di akhir fase eksponensial atau terkadang pada saat sebelum pertumbuhannya berhenti (fase kematian). Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Waktu (jam) (a) Waktu (jam) (b) Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Waktu (jam) Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Waktu (jam) (c) (d) Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Waktu (jam) Keterangan: a. E. coli ATCC b. S. aureus ATCC c. S. Thypimurium ATCC d. B. cereus e. P. aeruginosa ATCC (e) Gambar 8. Kurva Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel L. plantarum 2C12 terhadap Bakteri Indikator. 34

49 Diameter zona hamabatsupernatan bebas sel (mm) Waktu (jam) (a) Diameter zona hamabatsupernatan bebas sel (mm) Waktu (jam) (b) Diameter zona hamabat supernatan bebas serl (mm) Waktu (jam) (c) Diameter zona hamabat supernatan bebas sel (mm) Diameter zona hamabat supernatan bebas sel (mm) Waktu (jam) Waktu (jam) (d) Keterangan: a. E. coli ATCC b. S. aureus ATCC c. S. Thypimurium ATCC d. B. cereus e. P. aeruginosa ATCC (e) Gambar 9. Kurva Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel L. plantarum 1A5 terhadap Bakteri Indikator. Produksi senyawa antimikroba oleh BAL dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah ketersediaan energi (glukosa) oleh BAL dalam bermetabolisme terutama menghasilkan asam laktat dan juga senyawa antimikroba. Ketersediaan glukosa kemungkinan masih tinggi pada akhir fase eksponensial atau pada saat sebelum fase kematian, sehingga produksi senyawa antimikroba juga tinggi dan zona hambat yang dihasilkan pada fase tersebut juga besar. Callewaert dan Vuyst 35

50 (2000) menambahkan bahwa penambahan glukosa dengan konsentrasi tertentu dalam media dapat meningkatkan aktivitas bakteriosin pada fase akhir eksponensial dan akan menurun setelah 30 jam inkubasi (setelah fase kematian). Aktivitas antimikroba supernatan bebas sel L. plantarum 1A5 terhadap S. Thypimurium ATCC 14028, B. cereus dan P. aeruginosa ATCC mencapai angka tertinggi pada jam ke-24, namun berbeda dengan aktivitas antimikroba terhadap E. coli ATCC yang terjadi pada jam ke-20 dengan diameter zona hambat sebesar 4,95 mm dan S. aureus ATCC pada jam ke-16 dengan diameter zona hambat sebesar 5,55 mm. Hal tersebut dapat terjadi karena jumlah populasi sel BAL yang hidup lebih banyak sehingga produksi senyawa antimikrobanya juga banyak. Berdasarkan hasil pembuatan kurva pertumbuhan BAL bahwa produksi senyawa antimikroba terjadi pada fase stasioner yakni pada rata-rata lama inkubasi jam ke-10 hingga jam ke-23. Gambar 10 menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba terbesar yang dilakukan oleh upernatan bebas sel L. plantarum 1B1 terjadi pada lama inkubasi jam ke-4 yakni terhadap S. aureus ATCC dengan besar diameter zona hambat adalah 10,52 mm, S. Thypimurium ATCC sebesar 13,71 mm dan B. cereus sebesar 11,95 mm. Hal tersebut dapat dikarenakan pada jam ke-4 merupakan fase adaptasi berdasarkan hasil analisis kurva pertumbuhan, dimana pada fase tersebut waktu inkubasi pada BAL untuk beradaptasi terhadap media yang baru dengan cepat sehingga pada fase tersebut sel-selnya juga akan dapat segera membelah diri. Sel-sel yang telah membelah diri membuat populasi sel di dalam media tumbuh menjadi banyak dan hal tersebut akan berkorelasi dengan jumlah senyawa antimikroba yang dihasilkan. Gambar 11 menunjukkan bahwa zona hambat yang dihasilkan dari aktivitas antimikroba supernatan bebas sel L. plantarum 2B2 terhadap E. coli ATCC 25922, S. aureus 25923, B. cereus dan P. aeruginosa ATCC terbesar terjadi pada lama inkubasi jam ke-24, sedangkan terhadap S. Thypimurium ATCC terjadi pada jam ke-8 yakni sebesar 10,72 mm Hal tersebut disebabkan jam ke-8 merupakan waktu dimana bakteri mengalami fase adaptasi seperti pada pengujian kurva pertumbuhan, yakni fase adaptasi terjadi pada lama inkubasi jam ke 0-9. Menurut Hidayati (2006), bakteri tidak selamanya mengalami peningkatan populasi, pada jam 36

51 ke-8 waktu inkubasi kultur bakteri mulai mengalami fase pertumbuhan lambat, dimana pada fase tersebut jumlah sel yang lahir mulai seimbang dengan jumlah sel yang mati. Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Waktu (jam) Waktu (jam) (a) (b) Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Waktu (jam) Waktu (jam) (c) (d) Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Waktu (jam) Keterangan: a. E. coli ATCC b. S. aureus ATCC c. S. Thypimurium ATCC d. B. cereus e. P. aeruginosa ATCC (e) Gambar 10. Kurva Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel L. plantarum 1B1 terhadap Bakteri Indikator. 37

52 Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Waktu (jam) Waktu (jam) (a) (b) Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Waktu (jam) Waktu (jam) (c) (d) Diameter zona hambat supernatan bebas sel (mm) Keterangan: a. E. coli ATCC b. S. aureus ATCC c. S. Thypimurium ATCC d. B. cereus e. P. aeruginosa ATCC Waktu (jam) (e) Gambar 11. Kurva Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel L. plantarum 2B2 terhadap Bakteri Indikator. Hasil pengujian aktivitas antimikroba supernatan bebas sel menunjukkan bahwa terdapat aktivitas penghambatan oleh senyawa antimikroba terhadap bakteri indikator sehingga dapat dipastikan bahwa di dalam keempat isolat BAL yang digunakan masing-masing mengandung senyawa antimikroba yang diduga bakteriosin dan dapat digunakan sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme 38

53 patogen yang secara alami terdapat di dalam bahan pangan. Zona hambat yang terbentuk menunjukkan bahwa keempat isolat BAL yang digunakan (L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2) memiliki senyawa antimikroba. Zona bening yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 12. L. plantarum 2C12 terhadap S. aureus ATCC (a) L. plantarum 2C12 terhadap B. cereus (b) L. plantarum 1A5 terhadap E. coli ATCC (c) L. plantarum 1A5 terhadap S. Thypimurium ATCC (d) L. plantarum 1B1 terhadap E. coli ATCC (e) L. plantarum 1B1 terhadap P. aeruginosa ATCC (f) L. plantarum 2B2 terhadap B. cereus (g) Gambar 12. Zona Hambat Aktivitas Antimikroba Supernatan Bebas Sel Isolat L. plantarum selama 24 Jam Inkubasi. 39

54 Antimikroba adalah suatu antibodi yang dapat bereaksi dengan toksin dan menetralkan toksin (Fardiaz, 1992). Makanan mungkin mengandung komponen yang dapat menghambat pertumbuhan jasad renik. Komponen antimikroba tersebut terdapat di dalam makanan melalui salah satu dari beberapa cara yaitu (1) terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan, (2) ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dan (3) terbentuk selama pengolahan atau oleh jasad renik yang tumbuh selama fermentasi makanan. Fardiaz (1992) juga menyatakan bahwa zat antimikroba bersifat bakterisidial (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), dan germisidal (mengahmabat germinasi spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni (1) konsentrasi bahan pengawet, (2) waktu penyimpanan, (3) suhu lingkungan, (4) sifatsifat mikroba (jenis, umur, dan konsentrasi). Gambar 12 menunjukkan zona hambat yang dihasilkan oleh aktivitas antimikroba supernatan bebas sel isolat L. platarum terhadap bakteri indikator (bakteri patogen). Zona hambat dihasilkan dari aktivitas yang terjadi akibat konfrontasi atau peperangan antara senyawa antimikroba dengan bakteri patogen. Senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL) terdiri dari beberapa komponen, antara lain asam organik, hidrogen peroksida dan juga bakteriosin. Dilihat dari spesies atau strain dan kandungan nutrisi, sifat fisik, dan suasana kimia dari tempat tumbuh, BAL dapat menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol, diasetil, CO 2 (sebagai asam karbonik), H 2 O 2, turunan dari asam laktat (asam laktat karboksi), dan peptida-peptida kecil (Ray, 2000). Antimikroba ini dapat mencegah atau membunuh mikroorganisme yang menjadi target seperti jamur, kapang, bakteri vegetatif, spora, dan bahkan virus. Aktivitas antimikroba bervariasi tergantung dari metabolisme masing-masing. Kemampuan BAL dalam menghambat bakteri patogen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kondisi ph dan juga persentase Total Asam Tertitrasi (%TAT). Kondisi ph dan %TAT juga diukur selama pengujian aktivitas penghambatan awal oleh supernatan bebas sel keempat isolat L. plantarum yakni setiap 4 jam sekali selama 24 jam. Syahniar (2009) menyatakan bahwa nilai total 40

55 asam tertitrasi merupakan persentase besarnya total asam yang terbentuk di dalam suatu supernatan atau komponen yang dapat dititrasi atau dinetralisir oleh basa kuat, misalnya NaOH 0,1 N dengan bantuan indikator fenolptalein (pp) 1%. Hasil pengukuran nilai ph dan %TAT dari keempat isolat L. plantarum dapat dilihat pada Gambar 13. ph ph Waktu (jam) Waktu (jam) ph % TAT ph % TAT (a) (b) Waktu (jam) Waktu (jam) ph % TAT ph % TAT (c) (d) %TAT % TAT ph ph % TAT % TAT Keterangan: a. L. plantarum 2C12 b. L. plantarum 1A5 c. L. plantarum 1B1 d. L. plantarum 2B2 Gambar 13. Nilai ph dan % TAT Supernatan Bebas Sel Isolat L. plantarum. Hasil pengukuran ph dan %TAT menunjukkan bahwa nilai ph berbanding terbalik dengan %TAT. Hal tersebut ditunjukkan dengan grafik pada Gambar 13 bahwa pada saat nilai ph menurun selama 24 jam waktu pengukuran, nilai %TAT meningkat dari jam ke-0 waktu pengukuran baik pada supernatan bebas sel yang berasal dari isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 maupun 2B2. Nilai %TAT yang tinggi menandakan bahwa asam laktat yang dihasilkan oleh BAL juga tinggi, hal itu akan berpengaruh terhadap aktivitas antimikroba dari supernatan bebas sel tersebut karena sebelum dilakukan penetralan pada supernatan bebas sel aktivitas antimikroba 41

56 yang dihasilkan tentu juga akan tinggi akibat adanya pengaruh dari asam organik yang masih terkandung di salam supernatan bebas sel tersebut dan dapat menghambat pertumbuhan serta aktivitas bakteri patogen. Menurut Syahniar (2009), supernatan bebas sel cenderung mempunyai aktivitas penghambatan yang lebih besar terhadap S. aureus ATCC 25923, S. typhimurium ATCC dan enteropathogenic E. coli K11 (EPEC K11) bila dibandingkan dengan aktivitas penghambatan dari supernatan antimikroba yang telah dikondisikan pada ph 6 atau supernatan netral. Semakin rendah ph supernatan bebas sel yang dihasilkan menunjukkan semakin besar aktivitas penghambatan supernatan antimikrobanya dan begitu pula sebaliknya. Besarnya aktivitas penghambatan diperoleh dari semakin banyaknya konsentrasi asam organik yang terbentuk dengan ditunjukkan oleh semakin rendahnya ph supernatan bebas sel dan juga semakin tingginya nilai total asam tertitrasinya. Produksi Bakteriosin Kasar dan Aktivitas Antimikrobanya terhadap Bakteri Indikator Banyak bakteri dengan cabang taksonomi dan habitat yang bermacam-macam yang dapat menghasilkan substrat atau senyawa antimikroba dan dapat menghambat bakteri yang lain. Baik bakteri Gram negatif maupun bakteri Gram positif, keduanya dapat memproduksi bakteriosin (Savadogo et al., 2006). Salah satu bakteri Gram positif yang dapat menghasilkan bakteriosin adalah bakteri asam laktat (BAL). BAL umumnya digunakan dalam fermentasi pangan karena dapat mengurai gula menjadi asam organik, dan juga dapat menghambat kerusakan pangan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pembusuk. Diantara bermacam-macam bahan pengawet yang dihasilkan oleh BAL, bakteriosin merupakan salah satu antimikroba alami yang dapat digunakan sebagai pengawet bahan pangan. Produksi Supernatan Netral Isolat L. plantarum yang Berbeda Proses produksi bakteriosin ini diawali dengan menginokulasi isolat BAL yang digunakan yakni L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 ke dalam media tumbuh MRS broth. Proses ini dilakukan untuk menghasilkan supernatan bebas sel yang berasal dari hasil sentrifugasi media yang mengandung isolat BAL. Supernatan bebas sel yang telah disaring kemudian diukur tingkat keasamannya atau nilai phnya, lalu supernatan bebas sel dengan kondisi ph asam dinetralkan dengan diberi 42

57 larutan NaOH 1 N hingga phnya menjadi 5,8-6,2. Hal tersebut bertujuan agar asam- asam organik yang masih terkandung di dalam supernatan tersebut dalam keadaan netral, sehingga dapat dipastikan bahwa aktivitas penghambatan yang dihasilkan berasal dari senyawa antimikroba yang dimiliki oleh supernatan netral yakni dapat berupa hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) ataupun bakterisoin. Hasil pengukuran nilai ph supernatan bebas sel dan supernatan netral disajikan dalam bentuk diagram batang pada Gambar Nilai ph Supernatan Bebas Sel Supernatan Netral C12 1A5 1B1 2B2 Isolat Lactobacillus plantarum Gambar 14. Nilai ph Supernatan Antimikroba pada Isolat L. plantarum dan Kondisi yang Berbeda. Kondisi ph supernatan bebas sel adalah asam yakni sekitar 3-4. Berdasarkan histogram pada Gambar 14 dapat diketahui bahwa kondisi ph supernatann bebas sel berkisar antara 3,9-4,01. Kondisi asam pada supernatan bebas sel tersebut disebabkan oleh adanya asam-asam organik yang merupakan salah satu hasil dari aktivitas metabolisme bakteri asam laktat. Asam organik merupakan substansi alami dari berbagai jenis makanan. Aksi antimikroba dari asam organik berdasarkan pada kemampuannya untuk menurunkan ph dalam pangan yang berfase air (Samelis dan Sofos, 2003). Ray dan Bhunia (2008) menambahkan bahwa kondisi ph yang rendah pada BAL yakni berkisar antaraa 3-4,5 dapat bersifat bakterisidal atau mampu membunuh bakteri. Sifat tersebut dapat dimanfaatkan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan khususnya dagingg dari bakteri patogen dan pembusuk sebagai senyawa antimikroba serta dapat dibuktikan dengan melakukan uji antagonistik terhadap bakteri indikator. 43

58 Kondisi ph pada supernatan netral berdasarkan pada hasil penelitian yakni berkisar antara 5,8-6,2. Hal tersebut dilakukan agar asam-asam organik yang terkandung di dalam supernatan bebas sel menjadi netral sehingga tidak mengganggu aktivitas penghambatan yang dilakukan oleh supernatan netral yang nantinya akan digunakan untuk tahapan selanjutnya yakni purifikasi parsial yang menggunakan garam untuk mengikat protein yang terkandung di dalam supernatan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Syahniar (2009) bahwa semakin rendah ph supernatan bebas sel menandakan semakin banyak pula asam organik yang terkandung di dalamnya sehingga supernatan yang dihasilkan juga mempunyai tingkat keasaman yang lebih tinggi dan dapat mengganggu pembentukan bakteriosin. Hata et al. (2010) menambahkan bahwa ph yang optimal untuk aktivitas penghambatan oleh bakteriosin adalah berkisar antara 5,8-6,2 dimana bakteriosin mampu melakukan penghambatan terhadap bakteri patogen sebesar %. Selain itu kondisi netral pada supernatan diharapkan dapat membantu proses pengikatan protein oleh garam amonium sulfat yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya. Supernatan netral kemudian diuji aktivitas antimikrobanya melalui uji antagonistik dan akan menghasilkan zona hambat. Diameter zona hambat hasil uji antagonistik supernatan netral terhadap bakteri indikator dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Diameter Zona Hambat Supernatan Netral Asal Isolat L. plantarum yang Berbeda terhadap Lima Bakteri Indikator Bakteri Indikator Isolat L. plantarum 2C12 1A5 1B1 2B2 Rata-rata (mm) E. coli ATCC ,33 ± 0,30 8,27 ± 0,32 8,31 ± 0,32 8,56 ± 0,04 8,12 ± 0,54 a S. aureus ATCC ,08 ± 0,10 7,64 ± 0,12 7,78 ± 0,28 7,57 ± 0,38 7,27 ± 0,80 b S. Thypimurium ATCC ,14 ± 1,00 8,15 ± 0,85 8,19 ± 0,09 8,15 ± 0,45 7,91 ± 0,51 ab B. cereus 6,79 ± 0,27 7,17 ± 0,15 7,23 ± 0,20 7,60 ± 0,22 7,20 ± 0,33 b P. aeruginosa ATCC ,23 ± 0,15 8,42 ± 1,03 8,10 ± 0,20 8,16 ± 0,15 7,73 ± 1,01 ab Rata-rata 6,71 ± 0,55 b 7,93 ± 0,52 a 7,92 ± 0,43 a 8,01 ± 0,42 a Keterangan: Diameter zona hambat sudah termasuk diameter sumur yakni ± 5 mm Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang nyata (P 0,05) 44

59 Pengujian secara statistik terhadap data diameter zona hambat supernatan netral yang berasal dari keempat isolat L. plantarum menunjukkan bahwa data tersebut tidak memenuhi uji asumsi, sehingga data dianalisis secara non parametrik menggunakan uji Kruskal-Wallis pada perlakuan isolat L. plantarum dan bakteri indikator yang berbeda. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa P 0,05 atau terima H1, hal itu berarti perlakuan supernatan netral yang berasal dari isolat L. plantarum yang berbeda (2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2) dan perlakuan bakteri indikator yang berbeda (S. Thypimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, P. aeruginosa ATCC 27853, B. cereus, S. aureus ATCC 25923) berpengaruh nyata terhadap diameter zona hambat, namun tidak ada interaksi antara kedua perlakuan tersebut, maka selanjutnya dilakukan uji banding dengan uji All Pairwise Comparisons. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa perbedaan aktivitas penghambatan oleh supernatan netral adalah pada supernatan netral yang berasal dari isolat L. plantarum 2C12, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai diameter zona hambat terkecil, sedangkan ketiga isolat L. plantarum lainnya yakni 1A5, 1B1 dan 2B2 memiliki aktivitas penghambatan yang sama. Supernatan yang telah dinetralkan mengakibatkan hilangnya pengaruh asam organik yang terkandung di dalam supernatan bebas sel, sehingga aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh supernatan netral tidak sebesar yang dihasilkan oleh supernatan bebas sel. Aktivitas antimikroba tetap dapat terjadi dan kemungkinan dihasilkan oleh adanya senyawa antimikroba lain seperti hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) ataupun bakteriosin. Hidrogen peroksida merupakan salah satu agen pengoksidasi yang kuat dan dapat dijadikan sebagai zat antimikroba melawan bakteri, fungi dan bahkan virus (Ray, 2004). Branen (1993) menyatakan bahwa kemampuan bakterisidal dari H 2 O 2 beragam tergantung ph, konsentrasi, suhu, waktu dan tipe serta jumlah mikoorganisme. Hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) merupakan oksidator, bleaching agent dan anti bakteri. Hidrogen peroksida murni tidak berwarna, berbentuk cairan seperti sirup dan memiliki bau yang menusuk. Kemampuan H 2 O 2 untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada sistem enzim sel mikroba sehingga digunakan sebagai antimikroba. Selain itu, senyawa ini juga dapat terdekomposisi menjadi air (H 2 O) dan oksigen (O 2 ). 45

60 Perbedaan penghambatan supernatan netral juga terjadi pada perlakuan bakteri indikator, yakni penghambatan terhadap E. coli ATCC tidak berbeda dengan S. Thypimurium ATCC dan juga P. aeruginosa ATCC 27853, namun berbeda dengan penghambatan terhadap S. aureus ATCC dan B. cereus. Hal tersebut disebabkan oleh adanya senyawa antimikroba yang dapat dengan cepat menghambat bakteri yang memiliki kekerabatan dekat dengannya, yakni bakteri Gram positif. Jack et al. (1995) menyatakan bahwa senyawa antimikroba khususnya bakteriosin merupakan substansi protein yang diproduksi oleh banyak strain bakteri dan dapat menghasilkan aktivitas penghambatan secara bakterisidal terhadap organisme yang berkerabat dekat. Aktivitas penghambatan supernatan netral terhadap S. Thypimurium ATCC dan P. aeruginosa ATCC juga tidak berbeda dengan aktivitas penghambatan terhadap S. aureus ATCC dan B. cereus. Hal itu disebabkan oleh aktivitas senyawa antimikroba tidak hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif saja, namun Gram negatif juga. Savadogo et al. (2004) menyatakan bahwa substrat protein antimikroba dapat mencegah strain-strain yang sensitif yakni bakteri Gram negatif dan Gram positif. Selain itu, penghambatan yang dilakukan terhadap bakteri Gram negatif dapat disebabkan karena bakteri tersebut sedang mengalami gangguan secara fisik maupun kimia yang menjadikannya sensitif terhadap senyawa antimikroba khususnya bakteriosin (Ray dan Bhunia, 2008). Purifikasi Parsial Menggunakan Presipitasi Amonium Sulfat Purifikasi parsial bakteriosin dilakukan pada supernatan netral yang berasal dari L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1, dan 2B2. Proses ini dilakukan dengan menambahkan serbuk amonium sulfat ke dalam larutan supernatan netral. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar protein-protein yang terkandung di dalam larutan khususnya protein yang bersifat sebagai antimikroba dapat berikatan dengan garam dalam hal ini adalah amonium sulfat, sehingga terbentuk endapan protein berwarna coklat pekat dan mengapung di atas larutan supernatan netral. Endapan protein tersebut yang selanjutnya disebut dengan presipitat bakteriosin kasar, kemudian ditampung. Presipitat bakteriosin kasar tersebut mengapung di atas larutan supernatan karena menurut Savadogo et al. (2006) umumnya bakteriosin merupakan peptida-peptida kationik yang terdapat dalam bentuk substansi bersifat hidrofobik. 46

61 Tahapan purifikasi parsial dilakukan menggunakan presipitasi amonium sulfat yang bertujuan untuk memaksimumkan aktivitas antimikroba dari bakteriosin yang terbentuk dan juga diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan aktivitas antimikroba dari asam organik (Syahniar, 2009). Presipitat bakteriosin kasar selanjutnya diukur konsentrasi proteinnya dan diuji aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri indikator dengan metode yang sama yakni metode difusi sumur agar. Hasil pengukuran konsentrasi protein presipitat bakteriosin kasar dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Konsentrasi Protein Presipitat Bakteriosin Kasar Hasil Purifikasi Parsial Menggunakan Presipitasi Amonium Sulfat Asal Isolat L. plantarum yang Berbeda Isolat L. plantarum Konsentrasi Protein (mg/ml) L. plantarum 2C12 3,41 L. plantarum 1A5 24,08 L. plantarum 1B1 24,61 L. plantarum 2B2 15,56 Berdasarkan data pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa konsentrasi protein tertinggi adalah pada isolat L. plantarum 1B1 sebesar 24,61 mg/ml dan konsentrasi protein terendah adalah pada isolat L. plantarum 2C12 yakni 3,41 mg/ml. Tinggi rendahnya konsentrasi protein yang terkandung di dalam suatu BAL dimungkinkan karena adanya pengaruh dari penambahan unsur N (nitrogen) yang berasal dari media yang digunakan dalam proses produksi yakni MRS broth. Presipitat bakteriosin kasar selanjutnya diuji aktivitas antimikrobanya kemudian diukur diameter zona hambat yang terbentuk dari aktivitas antimikroba tersebut. Hasil pengukuran diameter zona hambat presipitat bakteriosin kasar dapat dilihat pada Tabel 5. Pengujian secara statistik terhadap data diameter zona hambat presipitat bakteriosin kasar yang berasal dari keempat isolat L. plantarum menunjukkan bahwa data tersebut tidak memenuhi uji asumsi, sehingga data dianalisis secara non parametrik menggunakan uji Kruskal-Wallis. Hasil uji Kruskal-Wallis didapatkan 47

62 bahwa P 0,05 atau terima H1, hal itu berarti presipitat bakteriosin yang berasal dari isolat L. plantarum yang berbeda (2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2) berpengaruh nyata terhadap diameter zona hambat, maka selanjutnya dilakukan uji banding dengan uji All Pairwise Comparisons. Tabel 5. Diameter Zona Hambat Presipitat Bakteriosin Kasar Hasil Purifikasi Parsial Menggunakan Presipitasi Amonium Sulfat Asal Isolat L. plantarum yang Berbeda terhadap Lima Bakteri Indikator Bakteri Indikator E.coli ATCC S. aureus ATCC S. Thypimurium ATCC Isolat L. plantarum 2C12 1A5 1B1 2B (mm) Rata-rata 6,83 ± 0,83 8,13 ± 0,01 8,30 ± 0,38 8,43 ± 0,16 7,92 ± 0,74 5,95 ± 0,09 8,04 ± 0,99 8,00 ± 0,56 7,76 ± 0,51 7,44 ± 1,00 6,28 ± 0,24 7,48 ± 0,54 8,36 ± 0,80 7,71 ± 0,27 7,46 ± 0,87 B. cereus 6,63 ± 0,07 7,76 ± 0,96 7,14 ± 0,67 8,21 ± 0,77 7,44 ± 0,69 P. aeruginosa ATCC ,61 ± 0,59 7,98 ± 0,18 8,30 ± 0,17 8,50 ± 0,27 7,85 ± 0,85 Rata-rata 6,46 ± 0,35 b 7,88 ± 0,26 a 8,02 ± 0,51 a 8,12 ± 0,37 a Keterangan : Diameter zona hambat sudah termasuk diameter sumur yakni ± 5 mm Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang nyata (P 0,05) Tabel 5 menunjukkan bahwa presipitat bakteriosin kasar yang dihasilkan oleh isolat L. plantarum 2C12 memiliki pengaruh penghambatan yang berbeda dari ketiga isolat L. plantarum lainnya. Perbedaan pengaruh penghambatan tersebut ditunjukkan dengan nilai diameter zona hambat yang dihasilkan oleh isolat L. plantarum 2C12 adalah yang terkecil. Hal tersebut dapat disebabkan oleh konsentrasi protein yang terkandung di dalam isolat tersebut juga paling rendah, sehingga dapat mempengaruhi aktivitas penghambatannya terhadap bakteri patogen. Hal tersebut didukung oleh pendapat Gonzales et al., (1994) menyatakan bahwa bakteriosin adalah protein bakterisidial atau peptida yang mempunyai daya tarik yakni dapat melawan spesies-spesies yang dapat menyebabkan kerusakan pangan dan penyakit. Bakteriosin adalah komponen protein antibakterial yang merupakan peptida-peptida antimikrobial hasil sistesis oleh ribosom (Vuyst dan Vandamme, 1994). 48

63 Dialisis Tahap dialisis dilakukan menggunakan presipitat bakteriosin yang telah mengalami proses desalting atau penghilangan garam yakni garam amonium sulfat. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan protein antimikroba yang tidak lagi bercampur atau terikat pada garam amonium sulfat. Hasil dari tahapan dialisis ini didapat ekstrak kasar bakteriosin yang selanjutnya disebut bakteriosin kasar atau dapat juga disebut dengan plantaricin kasar karena bakteriosin yang dihasilkan berasal dari isolat L. plantarum dan masih belum mengalami tahapan pemurnian yakni melalui tahap kromatografi kolom. Arief et al. (2004) menyatakan bahwa senyawa antimikroba yang diproduksi oleh L. plantarum 2C12 mengandung bakteriosin. Bakteriosin kasar hasil dialisis diukur konsentrasi proteinnya. Hasil pengukuran konsentrasi protein disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Nilai Konsentrasi Protein Bakteriosin Kasar Hasil Dialisis Asal Isolat L. plantarum yang Berbeda Isolat L. plantarum Konsentrasi Protein (mg/ml) L. plantarum 2C12 0,97 L. plantarum 1A5 53,53 L. plantarum 1B1 65,81 L. plantarum 2B2 61,70 Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa konsentrasi protein bakteriosin kasar yang tertinggi adalah yang terkandung di dalam isolat L. plantarum 1B1 yakni sebesar 65,81 mg/ml. Bakteriosin kasar selanjutnya diuji aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri indikator dengan metode yang sama yakni metode difusi sumur agar. Hasil pengukuran aktivitas antimikroba melalui zona hambat yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 7. Pengujian secara statistik terhadap data diameter zona hambat bakteriosin kasar yang berasal dari keempat isolat L. plantarum menunjukkan bahwa data tersebut tidak memenuhi uji asumsi, sehingga data diuji secara non parametrik menggunakan uji Kruskal-Wallis. Hasil uji Kruskal-Wallis didapatkan bahwa P 0,05 atau terima H1, hal itu berarti bakteriosin kasar yang berasal dari isolat L. 49

64 plantarum yang berbeda (2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2) berpengaruh nyata terhadap diameter zona hambat, maka dilakukan uji banding yakni uji All Pairwise Comparisons pada keempat isolat L. plantarum tersebut. Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa bakteriosin kasar yang dihasilkan oleh L. plantarum 2C12 memiliki pengaruh penghambatan yang berbeda yakni dengan diameter zona hambat terbesar dibanding dengan bakteriosin kasar yang dihasilkan oleh tiga isolat L. plantarum lainnya (1A5, 1B1 dan 2B2). Tabel 7. Diameter Zona Hambat Bakteriosin Kasar Hasil Dialisis Asal Isolat L. plantarum yang Berbeda terhadap Lima Bakteri Indikator Bakteri Isolat L. plantarum Indikator 2C12 1A5 1B1 2B2 Rata-rata (mm) E. coli ATCC ,36 ± 1,69 8,5 ± 0,45 8,27 ± 0,20 8,35 ± 0,65 10,12 ± 3,49 S. aureus ATCC ,52 ± 2,81 9,71 ± 1,83 8,36 ± 0,65 8,57 ± 0,22 10,79 ± 3,87 S. Thypimurium ATCC ,00 ± 0,72 8,47 ± 0,31 8,24 ± 0,24 8,13 ± 0,07 10,46 ± 4,36 B. cereus 18,88 ± 2,55 8,88 ± 0,86 8,36 ± 0,98 8,60 ± 0,50 11,18 ± 5,14 P. aeruginosa ATCC ,58 ± 1,45 8,61 ± 0,58 8,03 ± 0,25 8,57 ± 0,21 10,95 ± 5,10 Rata-rata 17,27 ± 1,47 a 8,83 ± 0,52 b 8,25 ± 0,14 b 8,44 ± 0,20 b Keterangan : Diameter zona hambat sudah termasuk diameter sumur yakni ± 5 mm Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang nyata (P 0,05) Hal tersebut menunjukkan bahwa BAL dengan strain yang berbeda dapat menghasilkan senyawa atau sifat antimikroba yang sama, namun dapat juga menghasilkan senyawa antimikroba yang berbeda pula. Ray dan Bhunia (2008) juga menyatakan bahwa satu strain bakteri dapat menghasilkan lebih dari satu macam bakteriosin, dan banyak strain dari spesies yang berbeda dapat memproduksi bakteriosin yang sama atau dapat juga berbeda. Banyak bakteriosin dapat secara bakterisidal melawan spesies-spesies dan strain yang berkerabat dekat dengan bakteriosin tersebut, namun ada beberapa yang dapat secara efektif melawan banyak bakteri dari spesies dan genus yang berbeda. Arief (2011) menyatakan bahwa senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh L. plantarum 2C12 dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen E. coli ATCC 25922, S. Thypimurium ATCC 14028, dan S. aureus ATCC Ray dan Bhunia 50

65 (2008) menambahkan bahwa suatu strain yang sensitif dapat menjadi resisten terhadap satu bakteriosin, namun strain tersebut akan sensitif terhadap bakteriosin yang lain. Savadogo et al. (2006) menyatakan bahwa umumnya bakteriosin atau senyawa antimikroba adalah peptida-peptida kationik yang terdapat dalam bentuk substansi bersifat amphifilik dan membran bakteri merupakan target atau sasaran utama dari aktivitas yang dilakukan oleh bakteriosin tersebut, yakni aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri perusak dan pembusuk. Aktivitas antimikroba oleh bakteriosin kasar terhadap bakteri indikator yang ditandai dengan adanya zona hambat disekitar sumur agar dapat dilihat pada Gambar 15. L. plantarum 2B2 terhadap S. aureus ATCC Gambar 15. Zona Hambat Bakteriosin Kasar Hasil Dialisis Asal L. plantarum terhadap Bakteri Indikator. Bakteriosin merupakan substrat protein antimikroba yang dapat mencegah strain-strain yang sensitif yakni bakteri Gram negatif dan Gram positif (Savadogo, 2004). Bakteriosin kasar yang dihasilkan dari tahap dialisis merupakan senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan sel bakteri patogen. Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk dilakukan oleh senyawa antimikroba dengan cara merusak dinding sel mikroba sehingga sel yang sedang tumbuh akan terlisis atau terurai, protein sel juga terdenaturasi dan terjadi perusakan sistem metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler (Pelczar dan Rheid, 1986). Gonzales et al., (1994) menyatakan bahwa beberapa cara antimikroba dalam aksinya melawan mikroorganisme yaitu memberikan efek bakteriostatik, bakterisidal ataupun bakterilisis. Sifat bakteriostatik akan menghambat pertumbuhan dan replikasi mikroorganisme, namun tidak menyebabkan kematian. Sifat bakterisidal 51

66 berhubungan dengan kemampuan senyawa antimikroba yang dapat menyebabkan kematian pada mikroorganisme, sedangkan sifat bakterilisis akan menyebabkan lisis pada sel mikroorganisme. Penentuan aktivitas antimikroba adalah terjadinya interaksi awal antara molekul-molekul kationik dari bakteriosin dengan polimer-polimer anionik di permukaan sel, salah satunya adalah asam teikoat. Asam teikoat tersebut merupakan reseptor bakteriosin yang hanya dihasilkan oleh bakteri Gram positif. Selanjutnya, aksi bakterisidal dari bakteriosin melawan sel yang sensitif akan dihasilkan melalui destabilisasi fungsi dari membran sitoplasmik, berupa peningkatan permeabilitas membran sehingga mengganggu keseimbangan barier dan dapat mengakibatkan kematian sel (Jack et al., 1995). 52

67 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Isolat L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2 merupakan isolat yang berasal dari daging sapi lokal dan termasuk bakteri Gram positif yang berbentuk batang dengan susunan tunggal dan koloni serta membentuk rantai pendek. Keempat isolat L. plantarum (2C12, 1A5, 1B1 dan 2B2) dapat menghasilkan senyawa antimikroba pada fase stasioner (stationary phase) pada rata-rata waktu inkubasi jam ke Senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh keempat isolat tersebut berupa bakteriosin kasar dan masing-masing bakteriosin kasar dari isolat tersebut memiliki pengaruh aktivitas antimikroba atau penghambatan yang berbeda terhadap bakteri patogen. Aktivitas penghambatan terbesar dilakukan oleh bakteriosin kasar hasil dialisis isolat L. plantarum 2C12 ditunjukkan dengan diameter zona hambat terbesar. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap proses produksi dan karakterisasi bakteriosin hingga tahap pemurnian untuk mendapatkan senyawa antimikroba khususnya bakteriosin murni serta dilakukan karakterisasi pada aktivitas penghambatannya terhadap mikroorganisme yang bersifat patogenik lainnya seperti Listeria sp. dan Clostridium botulinum.

68 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahhirabbil alamiin, penulis ucapkan sebagai bentuk rasa terima kasih atas segala nikmat dan rahmat-nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsinya dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW dan untuk keselamatan seluruh umat Islam. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. (Pembimbing Utama), Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si. (Pembimbing Anggota) dan Ir. Maman Duldjaman, MS. (Pembimbing Akademik) yang telah membimbing, mengarahkan, meluangkan waktu serta memberi semangat kepada penulis, mulai dari penyusunan proposal penelitian, selama penelitian berjalan dan penulisan skripsi hingga ujian akhir sarjana. Penulis kembali mengucapkan terima kasih kepada Moh. Baihaqi, S.Pt. M.Sc. selaku dosen penguji seminar, juga kepada Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si.; Prof. Dr. Ir. Erika B. Laconi, MS. dan Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Agr.Sc. selaku penguji sidang atas masukan-masukannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu tercinta Karti Amini dan Bapak tersayang Umadi yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, dukungan penuh dan selalu mendoakan yang terbaik untuk keberhasilan penulis. Terima kasih kepada keluarga besar di Banyuwangi, Bekasi dan Depok atas segala dukungan yang diberikan kepada penulis hingga saat ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan untuk sahabat-sahabat tersayang Gilang A., Maya R., Annisa O. R. dan Diny W., juga untuk Gesang Purwa Gandara yang selalu memberi dukungan dan semangat serta doa untuk penulis. Penulis sampaikan terima kasih kepada teman senasib dan seperjuangan yang selalu setia membantu penulis selama penelitian Gigi, Indri, Santi, Riah, Handa, Fariz, Ade, Dede, teman-teman IPTP 44 dan yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas segala dukungan, keceriaan, perhatian, nasehat, kritik dan saran yang diberikan. Terakhir penulis ucapakan terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Semoga skripsi ini berguna bagi masa depan. Bogor, Februari 2012 Penulis

69 DAFTAR PUSTAKA Arief, I. I., R. R. A. Maheswari & T. Suryati Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari daging sapi lokal di pasar tradisional daerah Bogor. Laporan Penelitian Hibah Bersaing XIII/3. LPPM-IPB. Arief, I. I., R. R. A. Maheswari & T. Suryati Karakterisasi dan nilai gizi protein daging sapi dark firm dry (DFD) yang difermentasi oleh Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari daging sapi. Laporan Penelitian Hibah Bersaing XIII. LPPM-IPB. Arief, I. I Karakterisasi bakteri asam laktat indigenus asal daging sapi sebagai probiotik dan identifikasinya dengan analisis urutan basa gen 16S rrna. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Axelson, L Lactic Acid Bacteria: Classification and Physiology. In: Roller, S. (Ed.). Natural Antimicrobials for The Minimal Processing of Food. University of Wyoming, CRC Press, Wyoming. Black, J. G Microbiology: Principles and Explorations. 6 th ed. John Wiley & Soons, Inc., New York. Branen, A. L Introduction to Use of Antimicrobials. In: Davidson, P. M. & A. L. Branen (Eds.). Antimicrobials in Food. 2 nd ed. Revisied and Expanded. Marcell Dekker, New York. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet & M. Wootton Ilmu Pangan. Terjemahan H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Callewaert, R. & L. D. Vuyst Bacteriocin Production with Lactobacillus amylovorus DCE 471 Is Improved and Stabilized by Fed-Batch Fermentation. J. Appl Environ Microbiol. 66(2): Cowan, M. K. & K. P. Talaro Microbiology A System Approach. 2 nd ed. Mc. Graw Hill, New York. Doonan, S Protein Purification Protocols. 2 nd ed. In: Paul Calter (Ed.). Bulk Purification by Fractional Precipitation. Human Press, Totowa, New Jersey. Drider, D., G. Fimland, Y. Hechard, L. M. McMullen & H. Prevost The continuing story of class II bacteriocins. J. Microbiol. Mol. Biol. Rev: Elegado, F. B., A. C. L. Opina, C. G. B. Banaay & I. F. Dalmacio Purification and characterization of novel bacteriocins from lactic acid bacteria isolated from philippine fermented rice-shrimp or rice-fish mixtures. Philipp. Agric. Sci. 86:

70 Emanuel, V., V. Adrian & P. Ovidiu Isolation of a Lactobacillus plantarum strain used for obtaining a product for the preservation of fodders. Afric. J. Biotechnol. 4(5): Fardiaz, S Mikrobiologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta. Firmansyah, D Profil fenotipik isolat bakteri asam laktat yang berasal dari daging sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Frazier, W. C. & O. C. Westhoff Food Microbiology. 4 th ed. Mc Graw Hill Book Co., Singapore. Gonzales, B., P. Arca, B. Mayo & J. E. Suarez Detection, purification, and partial characterization of plantaricin C, a bacteriocin produced by a Lactobacillus plantarum strain of dairy origin. J. Appl Environ Microbial. Departamento de Biologia Funcional (Area de Microbiologia), Universidad de Oviedo, Oviedo. Hidayati, N Isolasi, identifikasi dan karakterisasi L. plantarum asal daging sapi dan aplikasinya pada kondisi pembuatan sosis fermentasi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Holt, J. G., N. R. Krieg, P. H. T. Sneath, J. T. Staley & S. T. Williams Bergey s Manual of Determinative Bacteriology. 9 th ed. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia. Jack, R. W., J. R. Tagg & B. Ray Bacteriocins of gram positive bacteria. J. Microbial. Rev. 59: Jenie, S. L. & S. E. Rini Aktivitas antimikroba dari beberapa spesies Lactobacillus terhadap mikroba patogen dan perusak makanan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. 7(2): Jo, Y. B., K. Bae, S. Kim & H. Jun Evaluation of optimum condition production bacteriocin from Lactobacillus sp. JB 42 isolated from kimchi. J. Microbiol. Biotech. 6: Madigan, M. T., J. M. Martinko, P. V. Dunlop & D. P. Clark Brock Biology of Microorganisms. 12 th ed. Pearson Benjamin Cummings, New York. Palleroni, N. J The road to the taxonomy of pseudomonas. In: Cornelis, P. (Ed.). Pseudomonas Genomics and Molecular Biology. Caister Academic Press, Norfolk. Parente, E., C. Brienza, A. Ricciandi & G. Addario Growth and bacteriocin production by Enterococcus faecum DPC 1146 in batch and continuous culture. J. Ind Microbiol Biotechnol. 18: Pelczar, M. J. & R. D. Rheid Microbiology. McGraw-Hill Book Co., New York. 56

71 Pelczar, M. J. & E. C. S. Chan Dasar-Dasar Mikrobiologi. Terjemahan R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. D. Tjitrosomo & S. L. Angka. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Quwehand, A. C. & S. Vesterlund Antimicrobial Components from Lactic Acid Bacteria. In: Salminen, S., A. V. Wright & A. Ouwehand (Eds.). Lactic Acid Bacteria Microbiological and Functional Aspects. 3 rd ed. Revisied and Expanded. Marcel Dekker, Inc., New York. Ray, B Lactic Acid Bacteria: Classification and Physiology. In: Roller, S. (Ed.). Natural Antimicrobials for The Minimal Processing of Food. University of Wyoming, CRC Press, Wyoming. Ray, B. & Miller, K. W Bacteriocins Other Than Nisin: The Pediocin-Like Cystibiotics of Lactic Acid Bacteria. In: Roller, S. (Ed.). Natural Antimicrobials for The Minimal Processing of Food. University of Wyoming, CRC Press, Wyoming. Ray, B. & A. Bhunia Food Biopreservatives of Microbial Origin. 4 th ed. CRC Press, Boca Raton. Samelis, J. & J. N. Sofos Organic Acids. In: Roller, S. (Ed.). Natural Antimicrobial for The Minimal Processing of Foods. Woodhead Publishing Ltd., London. Savadogo, A., A. T. O. Cheik, H. N. B. Imael & S. A. Traore Antimicrobial activities of lactic acid bacteria strains isolated from burkina faso fermented milk. J. Pakistan Journal of Nutrition. 3(3): Savadogo, A., A. T. O. Cheik, H. N. B. Imael & S. A. Traore Bacteriocins and lactic acid bacteria-a minireview. Afric. J. Biotechnol. 5(9): Soeparno Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Steel, R. G. D. & J. H. Torrie Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan Bambang S. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Supardi, I. & Sukamto Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni, Bandung. Syahniar, T. M Produksi dan karakterisasi bakteriosin asal Lactobacillus plantarum 1A5 serta aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri patogen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Todar, K Growth of Bacterial Populations. [21 Januari 2012] Vuyst, L. D. & E. J. Vandamme Bacteriocins of Lactic Acid Bacteria: Microbiology, Genetics and Applications. Blackie Academic and Professional, London. 57

72 Waluyo, L Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. UMM Press, Malang. Wijayanto, U Analisis in vitro toleransi bakteri asam laktat terhadap ph lambung dan garam empedu sebagai kandidat probiotik. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 58

73 LAMPIRAN

74 Lampiran 1. Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Supernatan Netral pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Sumber Keragaman db JK KT F hitung P Isolat L. plantarum ,6 2364,20 12,2 0,000 Galat ,4 194,47 Total ,0 Lampiran 2. Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Supernatan Netral pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Perlakuan N Nilai Tengah Rangking Z L. plantarum 2C ,560 11,8-4,79 L. plantarum 1A5 15 7,707 35,1 1,17 L. plantarum 1B1 15 7,940 36,4 1,51 L. plantarum 2B2 15 7,893 38,7 2,11 Total 60 30,5 H = 23,27 Db = 3 P = 0,000 Lampiran 3. Uji Banding All Pairwise Comparisons Diameter Zona Hambat Supernatan Netral pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Perlakuan Rataan Grup Homogen L. plantarum 2C12 11,800 B L. plantarum 1A5 35,067 A L. plantarum 1B1 36,467 A L. plantarum 2B2 38,667 A Lampiran 4. Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Supernatan Netral pada Perlakuan Bakteri Indikator yang Berbeda Sumber Keragaman db JK KT F hitung P Bakteri Indikator ,8 1265,71 5,39 0,001 Galat ,2 234,91 Total ,0 60

75 Lampiran 5. Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Supernatan Netral pada Perlakuan Bakteri Indikator yang Berbeda Perlakuan N Nilai Tengah Rangking Z B. cereus 12 7,257 17,7-2,85 E. coli ATCC ,453 42,0 2,55 P. aeruginosa ATCC ,103 33,3 0,63 S. aureus ATCC ,602 22,3-1,83 S. Thypimurium ATCC ,140 37,3 1,50 Total 60 30,5 H = 16,47 Db = 4 P = 0,002 Lampiran 6. Uji Banding All Pairwise Comparisons Diameter Zona Hambat Supernatan Netral pada Perlakuan Bakteri Indikator yang Berbeda Perlakuan Rataan Grup Homogen E. coli ATCC ,083 A S. Thypimurium ATCC ,250 AB P. aeruginosa ATCC ,333 AB S. aureus ATCC ,167 B B. cereus 17,667 B Lampiran 7. Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Presipitat Bakteriosin Kasar pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Sumber Keragaman db JK KT F hitung P Isolat L. plantarum ,9 3030,96 19,1 0,000 Galat ,6 158,76 Total ,5 61

76 Lampiran 8. Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Presipitat Bakteriosin Kasar pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Perlakuan N Nilai Tengah Rangking Z L. plantarum 2C ,350 9,5-5,37 L. plantarum 1A5 15 8,120 34,4 1,00 L. plantarum 1B1 15 8,083 37,5 1,78 L. plantarum 2B2 15 8,187 40,6 2,59 Total 60 30,5 H = 29,77 Db = 3 P = 0,000 Lampiran 9. Uji Banding All Pairwise Comparisons Diameter Zona Hambat Presipitat Bakteriosin Kasar pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Perlakuan Rataan Grup Homogen L. plantarum 2C12 9,533 B L. plantarum 1A5 34,333 A L. plantarum 1B1 37,467 A L. plantarum 2B2 40,667 A Lampiran 10. Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Bakteriosin Kasar pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Sumber Keragaman db JK KT F hitung P Isolat L. plantarum ,6 3619,21 28,4 0,000 Galat ,4 127,42 Total ,0 62

77 Lampiran 11. Uji Non Parametrik Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Bakteriosin Kasar pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Perlakuan N Nilai Tengah Rangking Z L. plantarum 2C ,025 53,0 5,76 L. plantarum 1A5 15 8,772 27,7-0,71 L. plantarum 1B1 15 8,248 17,9-3,22 L. plantarum 2B2 15 8,467 23,3-1,84 Total 60 30,5 H = 35,57 Db = 3 P = 0,000 Lampiran 12. Uji Banding All Pairwise Comparisons Diameter Zona Hambat Bakteriosin Kasar pada Perlakuan Isolat L. plantarum yang Berbeda Perlakuan Rataan Grup Homogen L. plantarum 2C12 53,000 A L. plantarum 1A5 27,767 B L. plantarum 1B1 17,900 B L. plantarum 2B2 23,333 B Lampiran 13. Pembuatan Buffer Kalium Fosfat 0,1 M 1) Pembuatan stok K 2 HPO 4 (1 M) Bobot molekul (BM) = 174,18 Bobot Molaritas = BM x Volume larutan X gram 1 M = 174,18 x 1 L X gram = 174, 18 gram, untuk 1 L larutan K 2 HPO 4 Untuk 500 ml larutan = 174,18 = 87,09 gram 2 87, 09 gram K 2 HPO 4 dilarutkan dalam 500 ml akuades, kemudian dihomogenkan 63

78 2) Pembuatan stok KH 2 PO 4 (1 M) Bobot molekul (BM) = 136,09 Bobot Molaritas = BM x Volume larutan X gram 1 M = 136,09 x 1 L X gram = 136,09 gram, untuk 1 L larutan KH 2 PO 4 Untuk 500 ml larutan = 136,09 = 68,05 gram 2 68,05 gram KH 2 PO 4 dilarutkan dalam 500 ml akuades, kemudian dihomogenkan 3) Pembuatan Buffer Kalium Fosfat 1 M (100 ml) ph = 6-6,8 1 M K 2 HPO 4 46,7 ml 1 M KH 2 PO 4 50,5 ml Buffer Kalium Fosfat 1 M ph hingga 6-6,8 4) Pengenceran Buffer Kalium Fosfat 1 M menjadi 0,1 M V 1 M 1 = V 2 M ml x 1 M = V 2 x 0,1 M V 2 = 100 / 0,1 = 1000 ml Sehingga 100 ml buffer kalium fosfat 1 M dilarutkan dalam 900 ml akuades ph netral, dan dihasilkan buffer kalium fosfat 0,1 M ph 6-6,8. 64

79 Lampiran 14. Gambar Alat (a) Spektrofotometer (b) ph meter Lampiran 15. Diagram Alir Pembuatan Membran Dialisis Pemotongan membran dialisis sepanjang kurang lebih 15 cm Perendaman dengan air mengalir selama 2-3 jam (menghilangkan glisin) Pemberian larutan 0,3% (v/v) Na 2 S suhu 80 ºC selama 1 menit (menghilangkan sulfur) Pencucian dengan air panas suhu 60 ºC selama 2 menit Perendaman H 2 SO 4 0,2% (v/v) Pencucian dengan air panas (menghilangkan bau asam) Pemakaian atau dapat disimpan dalam larutan etanol 20% dalam refrigerator 65

80 Lampiran 16. Kurva Standar Isolat L. plantarum Populasi (8 log 10 cfu/ml) (a) L. plantarum 2C12 y = 2.679x R² = Optical Density (OD) Populasi (8 log 10 cfu/ml) (b) L. plantarum 1A5 y = 0.324x R² = Optical Density (OD) Populasi (8 log 10 cfu/ml) (c) L. plantarum 1B1 y = 0.064x R² = Optical Density (OD) Populasi (8 log 10 cfu/ml) (d) L. plantarum 2B2 y = 0.918x R² = Optical Density (OD) 66

81 Lampiran 17. Proses Produksi Bakteriosin Kasar Isolat L. plantarum (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) Keterangan: (a) Media MRS broth yang telah diinokulasi dengan isolat BAL Lactobacillus plantarum dan akan disentrifugasi (b) Penambahan serbuk garam amonium sulfat pada proses purifikasi parsial (c) Koleksi presipitat bakteriosin (d) Presipitat bakteriosin dimasukkan ke dalam membran dialisis (e) Proses dialisis dengan buffer kalium fosfat (f) Bakteriosin kasar (g) Uji antagonistik terhadap bakteri patogen (S. aureus ATCC 25923) 67

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Kelompok yang telah diketahui sebagai bakteri asam laktat saat ini adalah termasuk kedalam genus Lactococcus, Streptococcus (hanya satu spesies saja), Enterococcus,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, yakni mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator Karakterisasi isolat L. plantarum dan bakteri indikator dilakukan untuk mengetahui karakteristik baik sifat maupun morfologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen Penelitian diawali dengan tahap persiapan dan pemurnian kembali dari keempat kultur bakteri asam laktat (BAL) yaitu Lactobacillus

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Kegiatan Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI THEO MAHISETA SYAHNIAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Pendahuluan Preparasi Kultur Starter.

METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Pendahuluan Preparasi Kultur Starter. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu kambing segar ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) faktorial yang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2011 hingga Agustus 2011 di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai produk utama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri gram positif berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat anaerob, pada umumnya tidak motil, katalase negatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Calf Starter Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke pedet untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya (Winarti et al., 2011). Kebutuhan pedet dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin Isolat bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan adalah Lactobacillus fermentum 2B2 yang berasal dari daging sapi. Bakteri L. fermentum 2B2 ini berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN SKRIPSI PUSPITA CAHYA WULANDARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan antibakteri perlu dilakukan untuk mengetahui potensi senyawa antibakteri dari bakteri asam laktat dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Daya hambat suatu senyawa antibakteri

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Kubis putih termasuk ke dalam kategori bahan pangan yang mudah rusak. Kandungan air dalam kubis putih cukup tinggi yaitu mencapai 92%

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat, selnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda pada pollard terhadap kandungan total bakteri, Gram positif/negatif dan bakteri asam laktat telah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih (Brassica oleracea) merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia, dapat dipasarkan tanpa terpengaruh musim. Di Jawa Tengah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator Pemeriksaan terhadap kultur starter sebelum diolah menjadi suatu produk sangatlah penting. Hal ini bertujuan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan utama yang dibutuhkan dalam penelitian terdiri dari prebiotik berupa fruktooligosakarida (QHTFOS-G50L TM ), galaktooligisakarida (QHTGOS-50L TM ),

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari hingga Agustus 2011. Tempat pelaksanaan penelitian adalah Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan selama 4 bulan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Bakteri Asam dan Bakteri Patogen Pemeriksaan terhadap kultur bakteri meliputi Bakteri Asam Laktat (BAL) dan bakteri patogen dilakukan diawal penelitian untuk memastikan

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROB BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum TERHADAP BERBAGAI BAKTERI PATOGEN SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN

AKTIVITAS ANTIMIKROB BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum TERHADAP BERBAGAI BAKTERI PATOGEN SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN AKTIVITAS ANTIMIKROB BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum TERHADAP BERBAGAI BAKTERI PATOGEN SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN SKRIPSI KHAIRUL BARIYAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dari Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari usus halus itik Mojosari (Anas

BAB III METODE PENELITIAN. dari Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari usus halus itik Mojosari (Anas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen secara deskriptif yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang potensi probiotik dari Lactobacillus

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

III.METODOLOGI PENELITIAN

III.METODOLOGI PENELITIAN III.METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN 1. Kultur Kultur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Enterococcus faecium IS-27526 (Genebank accession no. EF068251) dan Lactobacillus plantarum

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Isolat Karakterisasi isolat BP (8) untuk verifikasi meliputi pewarnaan Gram, pewarnaan spora, uji motilitas, uji katalase, uji oksidase, uji fermentasi glukosa,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS Jumiati Catur Ningtyas*, Adam M. Ramadhan, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

AKTIVITAS SUBSTRAT ANTIMIKROBA BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI DAGING SAPI TERHADAP BAKTERI PATOGEN DAN KONSENTRASI MINIMUM PENGHAMBATANNYA

AKTIVITAS SUBSTRAT ANTIMIKROBA BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI DAGING SAPI TERHADAP BAKTERI PATOGEN DAN KONSENTRASI MINIMUM PENGHAMBATANNYA AKTIVITAS SUBSTRAT ANTIMIKROBA BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI DAGING SAPI TERHADAP BAKTERI PATOGEN DAN KONSENTRASI MINIMUM PENGHAMBATANNYA SKRIPSI TRIANI WIDIASIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Kefir adalah susu yang difermentasi dengan Kefir Grains yang terdiri dari berbagai jenis bakteri asam laktat dan ragi. Kefir, sejenis susu fermentasi yang terbuat dari bakteri hidup.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan pangan hewani bernilai ekonomis tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat karena kandungan gizinya yang tinggi, baik ikan air laut maupun ikan air

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Dalam praktikum ini yaitu mengisolasi bakteri Propionibacterium dari keju. Keju sendiri merupakan makanan yang dibuat dari dadih susu yang dipisahkan, yang diperoleh dengan penggumpalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan.

I. PENDAHULUAN. Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan. Pembuatan tempoyak durian hanya dengan menambahkan garam

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN VI. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2011 mengenai pengaruh suhu penyimpanan beku terhadap mikroba pada bahan pangan. Praktikum ini dilaksanakan agar praktikan dapat mengerjakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan salah satu mikroorganisme yang aman jika ditambahkan dalam bahan pangan karena sifatnya tidak tosik dan tidak menghasilkan toksik. Bahkan, Lactobacillus

Lebih terperinci

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme yang terdapat pada berbagai produk perikanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung dari bulan Januari sampai dengan April 2014.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada pellet calf starter dengan penambahan bakteri asam laktat dari limbah kubis terfermentasi telah dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam Laktat (BAL) erat kaitannya dengan proses fermentasi pangan, dan saat ini telah berkembang dalam industri pangan fermentasi. BAL sering ditemukan secara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. WaktudanTempat Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di LaboratoriumBiokimiaFakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlamUniversitas Lampung. B. AlatdanBahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu Erlenmeyer, 1.2. Bahan beaker glass, tabung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN BAKTERIOSIN DARI Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, DAN 2C12 PADA ph ASAM DALAM MENGHAMBAT AKTIVITAS BAKTERI PATOGEN

ANALISIS KETAHANAN BAKTERIOSIN DARI Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, DAN 2C12 PADA ph ASAM DALAM MENGHAMBAT AKTIVITAS BAKTERI PATOGEN ANALISIS KETAHANAN BAKTERIOSIN DARI Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, DAN 2C12 PADA ph ASAM DALAM MENGHAMBAT AKTIVITAS BAKTERI PATOGEN SKRIPSI FARIZ AM KURNIAWAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat (BAL) Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram positif, tidak berspora, berbentuk bulat atau batang serta memiliki kemampuan mengubah

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Produksi Bakteriosin Kasar

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Produksi Bakteriosin Kasar MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai Mei 2012 di Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan bakteri asam laktat di dunia pangan dan kesehatan sudah banyak diaplikasikan. Dalam pengolahan pangan, bakteri ini telah lama dikenal dan digunakan, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Antibiotik Antibiotik adalah suatu substansi kimia yang diperoleh atau dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif 75 Lampiran 1. Metode Kerja L.1.1 Bagan kerja Air Panas - Isolasi dan Seleksi Bakteri Pemurnian Bakteri Isolat Murni Bakteri Uji Bakteri Penghasil Selulase Secara Kualitatif Isolat Bakteri Selulolitik

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Fermentasi Asinan Rebung Rebung yang digunakan untuk asinan rebung ialah rebung jenis rebung kuning bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kualitas yang baik (Gambar 5a). Fermentasi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul pengaruh variasi periode pemanasan pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah dilaksanakan sejak tanggal 11 April

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium sulfat dalam menghasilkan enzim bromelin dan aplikasinya sebagai koagulan pada produksi keju. 3.1

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas mikrobiologi pada udara di inkubator

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : NAMA : NUR MUH. ABDILLAH S. NIM : Q1A1 15 213 KELAS : TPG C JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci