Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tata Ruang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tata Ruang"

Transkripsi

1

2

3 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkah dan rahmat-nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang Tahun Renstra ini berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun dan Rancangan Rencana Strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang Tahun Renstra Direktorat Jenderal Tata Ruang Tahun merupakan pedoman sekaligus kendali dan acuan koordinasi serta rencana aksi bagi Direktorat Jenderal Tata Ruang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Renstra ini dibuat sebagai komitmen perencanaan yang berfungsi sebagai alat bantu dan tolok ukur Direktorat Jenderal dalam menjalankan visi, misi sesuai dengan arah kebijakan serta program dan strategi untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Dengan tersusunnya dokumen Renstra Direktorat Jenderal Tata Ruang, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi masukan bagi penyusunan dokumen ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan kekuatan kepada kita semua untuk mewujudkan visi dan misi Kementerian Agraria dan Tata Ruang pada umumnya, serta tujuan dan sasaran Direktorat Jenderal Tata Ruang pada khususnya, sehingga memberikan manfaat bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Direktur Jenderal Tata Ruang, DR. Ir. Budi Situmorang, MURP i

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN UMUM PERAN TATA RUANG DALAM PEMBANGUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL KONDISI UMUM PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG STATUS CAPAIAN PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG SKEMA TURBINLAKWAS INDIKATOR KEBERHASILAN PENATAAN RUANG MANDAT PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG SECARA UMUM Tugas dan Fungsi Organisasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Tata Ruang Tugas dan Fungsi Tiap Direktorat di Direktorat Jenderal Tata Ruang BAB II KONDISI LINGKUNGAN DAN ISU STRATEGIS SERTA TANTANGAN PENATAAN RUANG KONDISI LINGKUNGAN STRATEGIS PENATAAN RUANG Aspek Geografis Dan Wilayah Administratif Aspek Demografis Aspek Sosial Budaya Aspek Ekonomi Aspek Daya Dukung Lingkungan Aspek Potensi Sumber Daya Alam Aspek Kebencanaan Aspek Kelembagaan dan Informasi Penataan Ruang TANTANGAN DAN ISU STRATEGIS PENATAAN RUANG Tantangan Penataan Ruang Isu Strategis Penataan Ruang ii ii

5 2.2.3 Arahan Nawacita BAB III TUJUAN, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI DIREKTOAT JENDERAL TATA RUANG TUJUAN DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG SASARAN PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG ARAHAN NAWACITA ARAHAN RPJMN ARAHAN RENSTRA KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Arah Sasaran Strategis, Outcome dan Output Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Untuk Direktorat Jenderal Tata Ruang KEBIJAKAN DAN STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG KERANGKA REGULASI KERANGKA KELEMBAGAAN BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN TARGET KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG KERANGKA PENDANAAN BAB V PENUTUP iii

6 DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Capaian Penyelesaian PP Tahun Tabel 1.2. Capaian Penyelesaian Perpres Tahun Tabel 1.3. Capaian Penyelesaian Permen Tahun Tabel 1.4. Capaian Penyelesaian RTRW Tahun Tabel 2. 1 Daftar Daerah Tertinggal Tahun Tabel 2. 2 Luasan Kawasan Hutan Tabel 2. 3 Ketersediaan Per Kapita Energi, Protein Dan Lemak Berdasarkan NBM Tahun Tabel 2. 4 Ketersediaan Per Kapita Energi dan Protein Berdasarkan NBM Tahun Tabel 2. 5 Pola Pangan Harapan (PPH) Tingkat Ketersediaan Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Nasional Tahun 2014 Perkiraan Tabel 2. 6 Sasaran Pola Pangan Harapan (PPH) Tahun 2010 sampai Tabel 2. 7 Kerawanan Pangan Berdasarkan Nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) Tahun Tabel 3. 1 Sasaran Program (Outcome) dan Indikator Outcome Direktorat Jenderal Tata Ruang Tabel 3. 2 Kebijakan, Strategi dan Indikator Output Pembangunan Bidang Tata Ruang RPJMN Tabel 3. 3 Struktur Outcome, Output Tingkat Kementerian untuk Direktorat Jenderal Tata Ruang Tabel 3. 4 Rumusan Strategi Direktorat Jenderal Tata Ruang Tabel 3. 5 Matriks Kerangka Regulasi Bidang Tata Ruang Tabel 3. 6 Hasil Perhitungan Kapasitas Terpasang Direktorat Jenderal Tata Ruang Tabel 4. 1 Jenis Kegiatan Direktorat Jenderal Tata Ruang Tabel 4. 2 ADIK Form II (Direktorat Jenderal) Tabel 4. 3 ADIK Form III (Direktorat) Tabel 4. 4 Arahan Alokasi Dana untuk Tabel 4. 5 Komposisi Anggaran Menurut Kelembagaan Direktorat Jenderal Tata Ruang Tabel 4. 6 Target Kinerja Direktorat Jenderal Tata Ruang iv iv

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 1 Skema Turbinlakwas Gambar 1. 2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Tata Ruang Gambar 2. 1 Koefisien Gini di Beberapa Negara Tahun Gambar 2. 2 Peta Kerawanan Bencana di Indonesia v

8

9 BAB I PENDAHULUAN Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertahanan Nasional 1-1

10

11 1. 1 U M UM Seiring dengan berakhirnya pemerintahan periode maka segera akan dibentuk pemerintahan baru untuk periode Dengan demikian maka dokumen perencanaan pembangunan untuk periode ini juga ikut berakhir, baik RPJMN, Renstra Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional maupun Renstra Direktorat Jenderal Tata Ruang. Oleh karena itu dibutuhkan dokumen perencanaan pembangunan yang baru untuk periode 5 tahun mendatang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2005, terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk 20 tahun yang akan dijabarkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk 4 periode 5 tahunan. Dalam lingkup kementerian/lembaga, RPJMN selanjutnya dijabarkan ke dalam Rencana Strategis (Renstra) sesuai periode yang bersangkutan untuk 5 tahun. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun , diatur arahan pembangunan nasional untuk 20 tahun yang dibagi ke dalam 4 periode 5 tahunan. Keempat periode tersebut yaitu tahun , , dan Atas dasar itu, hingga tahun 2014 ini maka sudah 2 periode jangka menengah yang dilalui dari RPJPN tersebut. Dengan berakhirnya periode ini maka Periode yang akan datang merupakan periode ketiga, dengan sasaran pembangunan yaitu memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif, perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek. Pada awal tahun 2014, Pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah mulai menyusun RPJMN Pada saat bersamaan, setiap kementerian/lembaga juga telah mulai melakukan penyusunan Rencana Strategis (Renstra) , termasuk dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah yang disusun secara paralel dilakukan dengan adanya koordinasi dan harmonisasi agar substansi yang dihasilkan saling terintegrasi dan sinkron. Dalam konteks top-down, RPJMN membutuhkan masukan substansi dari Oleh karena itu dibutuhkan dokumen perencanaan pembangunan yang baru untuk periode 5 tahun mendatang

12 Renstra kementerian/lembaga, sedangkan dalam konteks bottom-up Renstra kementerian/lembaga membutuhkan arahan dari RPJMN. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan bahwa penataan ruang menjadi panglima dalam pembangunan nasional. Dalam hal ini penataan ruang dituntut untuk dapat memberikan arahan baik secara sektoral maupun spasial, baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Mengingat pentingnya peran penataan ruang, maka dibutuhkan suatu perencanaan strategis bagi Direktorat Jenderal Tata Ruang dalam mengawal dan melaksanakan berbagai upaya penyelenggaraan penataan ruang 5 tahun ke depan. Mengingat berjalannya Direktorat Jenderal Tata Ruang sebagai bagian baru dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional masih membutuhkan penyesuaian terkait program dan kegiatan, maka diperlukan revisi sesuai dengan kondisi kelembagaan di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Penyesuaian Renstra perlu memperhatikan kondisi saat ini dan prognosis ke depan. Beberapa kondisi eksisting aspek lingkungan strategis penataan ruang yang menjadi muatan kajian antara lain aspek geografis dan wilayah administratif; demografis; sosial budaya; perekonomian; daya dukung lingkungan; potensi sumber daya alam; serta kebencanaan. Dalam konteks prognosis ke depan, terdapat perubahan pada tataran nasional dan global yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Renstra Direktorat Jenderal Tata Ruang Penetapan peraturan perundang-undangan dan kebijakan baru yang berkaitan dengan penataan ruang; adanya direktif dan inisiatif baru yang berkaitan dengan penataan ruang; serta adanya berbagai kesepakatan dan isu global yang perlu diadaptasi. Pada tataran implementatif, penyesuaian Renstra dilakukan dengan mempertimbangkan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Tata Ruang, mulai dari tingkat eselon I hingga eselon IV. Analisis kelembagaan dilakukan untuk mengetahui kapasitas kemampuan kelembagaan Direktorat Jenderal Tata Ruang dalam pengelolaan dan pelaksanaan program perencanaan dan pembangunan selama ini. Penyusunan program dan kegiatan dalam Renstra dilakukan dengan mempertimbangkan dan menganalisis kapasitas anggaran jangka menengah. Struktur output dan sub output disesuaikan dengan ketentuan dalam nomenklatur program pembangunan maupun keuangan negara. Dengan disesuaikannya Renstra ini diharapkan tersedia panduan dan arahan bagi aparatur terkait sehingga seluruh sumberdaya yang ada di lingkungan Direktorat Jenderal Tata Ruang dapat bertugas dan berfungsi secara optimal. Renstra ini juga merupakan alat untuk mewujudkan sinkronisasi dan integrasi seluruh kegiatan Direktorat Jenderal Tata Ruang sesuai dengan visi dan Misi Pemerintahan periode Pada akhirnya, penataan ruang diharapkan dapat berperan optimal sebagai panglima pembangunan nasional sehingga mampu mewujudkan cita-cita penataan ruang nasional, yaitu ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. 1-2

13 1. 2 P E R A N T A T A R U A N G D A L A M P E M BANGUNAN Tata Ruang di Indonesia telah menjadi suatu urusan yang sangat penting untuk diperhatikan. Peningkatan level hirarki yang dulu hanya sebuah proyek menjadi sebuah Kementerian menunjukan perhatian pemerintah terhadap tata ruang semakin besar. Amanat dari UU 26 tahun 2007 menjelaskan kepada kita bahwa tata ruang di Indonesia bercita-cita untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. cita-cita mulia ini tentu tidak bisa diwujudkan sendiri oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang tetapi juga butuh kerjasama yang padu dan membutuhkan kerja keras yang terus menerus dari entitas yang terkait di dalamnya. Dalam perkembangan pembangunan di Indonesia, RTRW atau yang lebih dikenal sebagai Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan aturan pokok yang utama dalam pembangunan suatu daerah. Rencana tata ruang wilayah berperan penting dalam menentukan letak letak dan pengaturan tata wilayah dalam suatu daerah. Akan tetapi, akhir-akhir ini sering terjadi kesalahan dalam memahaminya. RTRW yang ada saat ini belum bisa secara kuat mengawal pembangunan yang diinginkan yang disebabkan banyak terjadi pelanggaran pemanfaatan ruang. RTRW juga cenderung digunakan untuk pembangunan yang berskala besar saja, tetapi tidak digunakan pembangunan skala kecil. Pembangunan berskala besar memang penting adanya, akan tetapi pembangunan skala kecillah sebenarnya yang paling berpengaruh di suatu wilayah karena mayoritas penduduk di suatu daerah banyak yang membangun beskala kecil. Pembangunan berskala kecil awalnya memang tidak terlalu berdampak, akan tetapi akan semakin terlihat dampaknya ketika pembangunan semakin banyak. Kurangnya kontrol dari pemerintah terhadap pembangunan skala kecil sekarang telah menjadi suatu fenomena yang biasa di kalangan masyarakat. Akibatnya banyak sektor wilayah yang terkena dampak fatal akibat pembangunan yang salah tersebut. Akibat yang seringkali terlihat adalah banjir yang disebabkan karena meletakkan pembangunan di kawasan DAS (Daerah Aliran Sungai). Selain banjir, terdapat juga tanah longsor dan terdapat kasus lain yang terjadi akibat salah peletakan dalam pembangunan adalah bencana kekeringan. Kekeringan yang terjadi di suatu daerah diakibatkan karena pembangunan yang berada di daerah resapan yang berakibat kurangnya kapasitas air tanah terlebih lagi kesalahan yang berdampak sangat besar yaitu pembangunan yang menghancurkan daerah hutan lindung dan kawasan hijau. Tantangan yang sangat nyata adalah perubahan iklim yang salah satunya memberi dampak terhadap pemanasan global (global warming. Tak dapat dielakkan lagi bahwa pemanasan global yang terjadi di bumi merupakan bencana alam yang sangat berbahaya dan sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan seluruh umat manusia. Banyak akibat yang ditimbulkan akibat pemanasan global yang terjadi sekarang ini, antara lain adalah mencairnya es di di kawasan kutub utara dan kutub selatan. Mencairnya es ini mengakibatkan naiknya air permukaan laut dan 1-3

14 Tantangan yang sangat nyata adalah perubahan iklim yang salah satunya memberi dampak terhadap pemanasan global (global warming). mengakibatkan bumi menjadi semakin panas karena es yang membuat bumi dingin telah cair. Disamping itu, akibat nyata yang telah kita rasakan selama ini adalah perubahan iklim dan musim yang menjadi tak menentu. Perubahan iklim ini sangatlah berpengaruh bagi keberlangsungan kegiatan manusia. Petani yang biasanya mulai menanam padi pada bulan oktober, mungkin kini banyak yang rugi. Perubahan iklim juga berdampak pula terhadap kemarau dan musim hujan panjang di sejumlah daerah. Antisipasi perubahan iklim perlu dilakukan dengan kesadaran semua pihak untuk memelihara ruang terutama yang memberi kontribusi terhadap kerusakan alam. Internalisasi kesadaran harus menjadi dasar kuat yang harus dipertimbangkan mulai dari proses rencana hingga pada pengendalian. Manusia sebagai bagian utama dari aktivitas dalam ruang yang harus menyesuaikan dengan perubahan alam saat ini. Ketidakpastian yang disebabkan oleh kondisi alam harus dapat diantisipasi sejak dini Tantangan lain pembangunan Indoenesia adalah pertumbuhan penduduk yang hingga saat ini masih positif membutuhkan ruang untuk tempat tinggal dan aktivitas. Sejumlah persoalan alih fungsi lahan banyak didorong oleh tingginya permintaan terhadap hunian dan properti komersial. Sementara di sisi lain, pemerintah kesulitan untuk mempertahankan fungsi lahan karena masih terdapat celah pengaturan yang memungkinkan terjadi sengketa penggunaan ruang. Tata ruang memiliki peran sebagai panglima dan dasar terhadap pembangunan yang akan dilaksanakan. Perencanaan secara spasial (ruang) memberikan kita gambaran mengenai sektorsektor apa saja yang perlu didorong dan dikendalikan perkembangannya. Selanjutnya perlu juga diperhatikan pelaksanaan dan pengawasan dari perencanaan pembangunan tersebut. Sosialisasi dan sanksi yang tegas berkaitan dengan rencana tata ruang wilayah menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Dengan memberikan sosialisasi kepada penduduk, diharapkan pengetahuan akan RTRW tidak hanya berpusat di pemerintah daerah saja dan penduduk akan bisa menerapkannya dengan baik. Dengan adanya pemahaman yang luas mengenai RTRW di seluruluh elemen masyarakat akan mampu menciptakan kondisi yang baik dan stabil. Apabila sudah tercipta kondisi yang stabil antara pemerintah dan penduduk, masalah-masalah yang terjadi akibat pembangunan sedikit demi sedikit akan teratasi. Dengan demikian, sangatlah penting adanya RTRW atau Rencana Tata Ruang Wilayah agar tercipa pembangunan yang terstruktur dan menunjang bagi kemajuan bangsa. Pembangunan yang terstruktur akan menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan antara alam dan kelompok manusia itu sendiri. 1-4

15 1. 3 S T A N D A R P E L A Y A N A N M I N IMAL Berdasarkan Ketentuan Umum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 disebutkan bahwa urusan pemerintahan kekuasaan pemerintahan adalah yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pelayanan Dasar, Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Dalam bidang penataan ruang, Kementerian Pekerjaan Umum, telah menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 1/PRT/M/2014 tentang SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Ketentuan mengenai SPM bidang penataan ruang yang diatur tersebut selanjutnya menjadi arahan dan acuan bagi pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang di daerah. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Penataan Ruang meliputi: a. Pelayanan Sistem Informasi Tata Ruang Tersedianya informasi mengenai Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah kabupaten/kota beserta rencana rincinya melalui peta analog dan peta digital. b. Penyediaan RTH Tersedianya luasan RTH publik sebesar 20% dari luas wilayah kota/kawasan perkotaan. 1-5

16 1.4 KO N D IS I U M U M P E N Y E L E N G GA R A A N PENATAAN RU A N G Dalam PP No 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, telah diatur mengenai penyelenggaraan penataan ruang di seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. PP tersebut memuat pengaturan penyelenggaraan penataan ruang yang mencakup: 1. Pengaturan penataan ruang yang meliputi kententuan tentang peraturan yang harus ditetapkan pada masing-masong tingkatan pemenrintahan untuk memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan penataan ruang. 2. Pembinaan penataan ruang yang mengatur tentang bentuk dan tata cara pembinaan penataan ruang dari Pemerintah kepada pemerintah daerah dan masyarakat, dari pemerintah daerah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat, serta dari pemerintah daerah kabupaten/kota kepada masyarakat. Pembinaan penataan ruang bertujuan untuk: meningkatkan kemampuan dan menumbuhkan kemandirian pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang. 3. Pelaksanaan perencanaan tata ruang yang mengatur kententuan mengenai penyusunan dan penetapan rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan termasuk kawasan strategis, kawasan perkotaan, dan kawasan perdesaan, yang dilaksanakan melalui prosedur untuk menghasilkan rencana tata ruang yang berkualitas dan dapat diimplementasikan. 4. Pelaksanaan pemanfaatan ruang yang mengatur kententuan mengenai penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayannya. Pelaksanaan pemanfaatan ruang melalui sinkronisasi program yang dituangkan ke dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jang menengah, dan rencana pembangunan tahunan sesuai dengan sistem perencanaan pembangunan nasional, serta pelaksanaan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang. 5. Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang untuk mewujudkan tertib tata ruang yang mengatur ketentuan mengenai peraturan zonasi yang merupakan ketentuan persyaratan pemanfaatan ruang, perizinan yang merupakan syarat untuk pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi, yang keseluruhannya merupakan perangkat untuk mendorong terwujudnya rencana tata ruang sekaligus untuk mencegah terjadinya pelanggaran penataan ruang. 6. Pengawasan penataan ruang yang meliputi pemantauan, evaluasi dan pelaporan merupakan upaya untuk menjaga kesesuaian penyelenggaraan penataan rung dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dilaksanakan baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat. Dalam dua dekade terakhir ini laju kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan di indonesia semakin terus meningkat dan tidak menunjukkan gejala penurunan. Berdasarkan arahan penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia diatas perhatian terhadap pelaksanaannya semakin terus ditingkatkan melalui berbagai upaya yang mendorong terselenggaranya penataan ruang yang terpadu, serasi, selaras, seimbang, efisien, dan efektif 1-6

17 sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Namun dengan berbagai perkembangan yang ada, kondisi pada bidang penataan ruang yang ditemui sampai saat ini masih belum optimal, khususnya dalam tataran pelaksanaan pemanfaatan Rencana Tata Ruang (RTR). Hal ini mengingat masih belum semua RTR pada tiap tingkatan selesai disusun dan masih sering terjadinya pembangunan pada suatu wilayah tanpa mengikuti RTR. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) belum sepenuhnya menjadi acuan dalam pemanfaatan ruang. Kegiatan pembangunan saat ini masih lebih fokus pada perencanaan, sehingga terjadi inkonsistensi dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang akibat lemahnya pengendalian dan penegakan hukum di bidang penataan ruang. 1.5 S T A T U S CA P A IAN P E N Y E L E N G GA RAAN P E N A T A A N R UA N G Dalam mengidentifikasi capaian Penyelenggaraan Penataan Ruang, dikelompokkan pencapaian menurut lingkup tugas penataan ruang, yaitu pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang. A. Pencapaian Target dalam Lingkup Pengaturan Lingkup tugas pengaturan penataan ruang adalah menyusun Peraturan Perundangan, berupa Norma, Standar, Pedoman, Kriteria (NSPK) Rencana Tata Ruang (RTR) maupun NSPK terkait dengan RTR. NSPK tersebut dapat berupa PP, Perpres dan Permen. Capaian penyelesaian PP dari tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1.1. Capaian Penyelesaian PP Tahun PELAKSANAAN DARI JUDUL PERATURAN PELAKSANA CAPAIAN PEMRAKARSA UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang RTRWN PP No.26 Tahun 2007 tentang RTRWN Kemen. PU Sumber: Hasil Analisis, 2014 Penyelenggaraan Pembinaan Penataan Ruang Provinsi dan Kabupaten/Kota (Ps.13 ayt (4)) Tata Cara dan Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang PP No.15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang PP No.68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang PP No.8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kemen. PU Kemendagri BIG 1-7

18 Capaian penyelesaian Perpres dari tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1.2. Capaian Penyelesaian Perpres Tahun PELAKSANAAN DARI JUDUL PELAKSANA PERATURAN CAPAIAN PEMRAKARSA UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang PP No.26 Tahun 2008 tentang RTRWN 1) RTR Pulau 4 Perpres RTR Pulau (Sumatera, Kalimantan, Jawa Bali, Sulawesi) 2) RTR KSN 5 Perpres KSN (Jabodetabekpunjur, Sarbagita, Mamminasata, Mebidangro, Kawasan Batam- Bintan-Karimun) 1 Raperpres tahap legalisasi, yaitu KSN Kws. Borobudur Dsk. Kemen. PU Kemen. PU Kemen. PU Sumber: Hasil Analisis, 2014 Capaian penyelesaian Permen dari tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1.3. Capaian Penyelesaian Permen Tahun PELAKSANAAN DARI / IDENTIFIKASI DARI JUDUL PELAKSANA PERATURAN CAPAIAN AMANAT TINDAK LANJUT PEMRAKARSA UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 1) Peraturan Menteri PU 20 Permen PU yang diamanatkan langsung oleh UU No.26 Tahun Kemen. PU Identifikasi aspek terkait Penataan Ruang 2) Peraturan Menteri PU / Surat Edaran Menteri PU 3 Permen PU yang terkait dengan Penataan Ruang - Kemen. PU Sumber: Hasil Analisis, 2014 B. Pencapaian Target dalam Lingkup Pembinaan Target utama dalam lingkup pembinaan penataan ruang adalah dalam memberikan pembinaan dan bimbingan teknis kepada daerah dalam menyusun RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota. Capaian penyelesaian RTRW di Daerah dari tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini. 1-8

19 Tabel 1.4. Capaian Penyelesaian RTRW Tahun NO STATUS PERDA RTRW PROVINSI KABUPATEN KOTA 1 Proses Revisi Proses Rekomendasi Gubernur 3 Sudah Pembahasan BKPRN 4 Sudah Mendapatkan Persetujuan Substansi Menteri PU Perda Total Progres Substansi Persetujuan % % 100 % Progres Perda RTRW 85,29 % 86,27 % 94,62 % Sumber: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional status sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 C. Pencapaian Target dalam Lingkup Pelaksanaan Target dalam lingkup pelaksanaan penataan ruang adalah dalam hal penyusunan RTR untuk Wilayah Nasional yang meliputi RTR Pulau, RTR KSN; penyusunan pedoman investasi pembangunan berbasis penataan ruang (RPI2JM), dan dekonsentrasi dalam kegiatan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. 1. Berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, terdapat 7 RTR Pulau/Kepulauan dan 76 Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang meliputi 69 KSN Non Perkotaan dan 7 KSN Perkotaan yang perlu ditangani dan menjadi kewenangan pusat. Hingga Maret 2016 ini telah ditetapkan Perpres 7 RTR Pulau, (Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan Jawa-Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua); dan Perpres RTR KSN sebanyak 13 KSN. 2. Hingga tahun 2013 lalu, RPI2JM yang telah disusun terdiri dari: a. RPI2JM untuk 7 Pulau b. RPI2JM untuk 22 KSN Non Perkotaan, meliputi 13 Kapet & 9 Non Kapet c. RPI2JM untuk 6 KSN Perkotaan 3. Penyelenggaraan kegiatan SKPD Dekonsentrasi bidang penataan ruang telah dilakukan di 32 provinsi dan khusus Prov. DKI Jakarta langsung ditangani oleh pusat 1-9

20 1. 6 S K E M A T U R BI N L A K W A S Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang diatur bahwa penyelenggaraan penataan ruang terdiri meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan (turbinlakwas). Secara skematis, penyelenggaraan penataan ruang yang meliputi turbinlakwas dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 1. 1 Skema Turbinlakwas Sumber: UU 26 Tahun 2007 dan PP 15 Tahun I N D IK A T O R K E B ERHASIL A N P E N A T A A N R U A N G Sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang AMAN, NYAMAN, PRODUKTIF, BERKELANJUTAN berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Lebih lanjut berdasarkan penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dijelaskan bahwa: Yang dimaksud dengan AMAN adalah situasi masyarakat dapat menjalankan aktivitas kehidupannya dengan terlindungi dari berbagai ancaman. Yang dimaksud dengan NYAMAN adalah keadaan masyarakat dapat mengartikulasikan nilai sosial budaya dan fungsinya dalam suasana yang tenang dan damai. 1-10

21 Yang dimaksud dengan PRODUKTIF adalah proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan daya saing. Yang dimaksud dengan BERKELANJUTAN adalah kondisi kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan setelah habisnya sumber daya alam tak terbarukan M A N D A T P E NY E L E N G G A R A A N P E N A T A A N R UA N G Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, beberapa mandat yang harus dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Tata Ruang dapat dijelaskan sebagai berikut: Pada pasal 8 diatur mengenai: o Pengaturan dan pembinaan, terhadap pelaksanaan penataaan ruang wilayah nasional, provinsi, kabupaten dan kota serta kawasan strategis nasional, provinsi, kabupaten dan kota; o Penyusunan rencana tata ruang wilayah nasional dan pemanfaatan ruang (pembangunan) wilayah nasional; o Penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis nasional dan pemanfaatan ruang (pembangunan) kawasan strategis nasional; o Kerjasama penataan ruang antar negara dan memfasilitasi kerjasama penataan ruang antar provinsi; o Menyusun dan menetapkan pedoman bidang penataan ruang; o Meyebarluaskan informasi: rencana umum, dan rencana rinci tata ruang, arahan zonasi sistem nasional, dan pedoman (teknis) bidang penataan ruang; o Menyiapkan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. Pada pasal 9 diatur mengenai: o Penyelenggaraan Penataan Ruang dilakukan oleh seorang Menteri; o Tugas dan tanggung jawab Menteri penyelenggaran penataan ruang: Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan penataan ruang; Pelaksanaan penataan ruang nasional; Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas & pemangku kepentingan. Pada pasal 14, pasal 35, dan pasal 36 diatur mengenai substansi Pelaksanaan penataan ruang dan pengendalian pemanfaataan ruang nasional dan kawasan strategis nasional. Pada pasal 55, pasal 56, pasal 58, pasal 59, dan pasal 68 diatur mengenai substansi Penyusunan dan sosialisasi NSPK serta pengawasan teknis bidang penataan ruang dan pembentukan serta pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) penataan ruang. 1-11

22 Pada pasal 13, dan pasal 18 diatur mengenai substansi Pembinaan pelaksanaan penataan ruang, fasilitasi penataan ruang antar wilayah dan persetujuan substansi RTRW provinsi dan kabupaten/kota. Pada pasal 1, pasal 14, pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 44, pasal 45, pasal 46, dan pasal 47 diatur mengenai substansi Perencanaan tata ruang serta koordinasi pemanfaatan dan pengendalian ruang kawasan metropolitan serta pembinaan pelaksanaan pengembangan perkotaan. Pada pasal 13, pasal 32, dan pasal 34 diatur mengenai substansi Penyiapan kebijakan, program dan anggaran, pengembangan sistem informasi, serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan program penataan ruang. Pada pasal 13 diatur mengenai substansi Pengembangan kapasitas kelembagaan, penyelenggaraan pelatihan dan penyebarluasan informasi penataan ruang K E M E NT E R I A N AGRARIA D A N T A T A RU A N G S E CA RA UM UM Tugas dan Fungsi Berdasarkan tinjauan terhadap Perpres No.17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) dijelaskan tugas dan fungsi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, yaitu: A. Tugas Kementerian Agraria dan Tata Ruang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. B Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang menyelenggarakan fungsi: 1. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang tata ruang, infrastruktur keagrariaan/pertanahan, hubungan hukum keagrariaan/pertanahan, penataan agraria/pertanahan, pengadaan tanah, pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, serta penanganan masalah agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah; 2. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang; 3. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agraria dan Tata Ruang; 4. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang; 5. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Agraria dan Tata Ruang di daerah; dan 1-12

23 6. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang Organisasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang terdiri atas: a. Sekretariat Jenderal; b. Direktorat Jenderal Tata Ruang; c. Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan; d. Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan; e. Direktorat Jenderal Penataan Agraria; f. Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah; a. Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah; b. Direktorat Jenderal Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah; g. Inspektorat Jenderal; h. Staf Ahli Bidang Landreform dan Hak Masyarakat atas Tanah. Terkait dengan Renstra Direktorat Jenderal Tata Ruang ini, maka telah digariskan Tugas dan Fungsi dari Direktorat Jenderal Tata Ruang, yaitu sebagai berikut: A. Tugas Direktorat Jenderal Tata Ruang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. B. Fungsi Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Tata Ruang menyelenggarakan fungsi: 1. perumusan kebijakan di bidang perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang; 2. pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan tata ruang, koordinasi pemanfaatan ruang, pembinaan perencanaantata ruang dan pemanfaatan ruang daerah; 3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang; 4. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang; 5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang; 6. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Tata Ruang; dan 7. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. 1-13

24 D I R E K T O RAT JENDERAL TATA RUA NG Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Tata Ruang Struktur organisasi dari Direktorat Jenderal Tata Ruang dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 1. 2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Tata Ruang Sumber : Rumusan dari Permen Sumber: Analisa, 2015 No. 8 Tahun 2015 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Tugas dan Fungsi Tiap Direktorat di Direktorat Jenderal Tata Ruang Ditektorat Jenderal Tata Ruang terdiri atas: 1. Sekretariat Direktorat Jenderal; 2. Direktorat Perencanaan Tata Ruang; 3. Direktorat Pemanfaatan Ruang; 4. Direktorat Penataan Kawasan; 5. Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah; dan 6. Kelompok Jabatan Fungsional. A. Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pemberian pelayanan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Tata Ruang. Dalam melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: 1. koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran, fasilitasi administrasi kerjasama serta evaluasi dan pelaporan; 2. koordinasi dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dan pertimbangan hukum; 3. pelaksanaan urusan kepegawaian, penataan organisasi, dan penyusunan ketatalaksanaan; 1-14

25 4. pelaksanaan urusan keuangan dan barang milik negara; dan pengelolaan urusan tata usaha, rumah tangga, dan protokol pimpinan di lingkungan Direktorat Jenderal Tata Ruang. B. Direktorat Perencanaan Tata Ruang Direktorat Perencanaan Tata Ruang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perencanaan tata ruang wilayah nasional, pulau/kepulauan, dan kawasan strategis nasional. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Perencanaan Tata Ruang menyelenggarakan fungsi: 1. penyiapan perumusan kebijakan dan strategi di bidang perencanaan tata ruang wilayah nasional, pulau/kepulauan, dan kawasan strategis nasional; 2. penyiapan dan pelaksanaan program di bidang perencanaan tata ruang wilayah nasional, pulau/kepulauan, dan kawasan strategis nasional; 3. penyiapan instrumen dan pelaksanaan peningkatan peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang; 4. penyiapan pengelolaan data dan informasi serta bahan komunikasi; 5. penyusunan pedoman bidang perencanaan tata ruang; 6. penyusunan dan pelaksanaan peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang pulau/kepulauan, dan 7. rencana tata ruang kawasan strategis nasional, termasuk kawasan perbatasan negara; dan 8. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. C. Direktorat Pemanfaatan Ruang Direktorat Pemanfaatan Ruang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemanfaatan ruang dalam rangka perwujudan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang pulau/kepulauan, dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Pemanfaatan Ruang menyelenggarakan fungsi: 1. penyiapan perumusan kebijakan dan strategi di bidang pemanfaatan ruang wilayah nasional, pulau/kepulauan, dan kawasan strategis nasional; 2. penyiapan dan pelaksanaan program di bidang pemanfaatan ruang wilayah nasional, pulau/kepulauan, dan kawasan strategis nasional; 3. penyiapan instrumen dan pelaksanaan peningkatan peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang; 4. penyiapan pengelolaan data dan informasi serta bahan komunikasi; 5. penyusunan pedoman bidang pemanfaatan ruang; 6. pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi program pemanfaatan ruang wilayah nasional, pulau/kepulauan, dan kawasan strategis nasional serta fasilitasi pelaksanaan kerja sama regional; 1-15

26 7. penyiapan bahan koordinasi lintas sektor dan lintas wilayah dalam penataan ruang; 8. pelaksanaan monitoring dan evaluasi pemanfaatan ruang wilayah nasional, pulau/kepulauan, dan kawasan strategis nasional; dan 9. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. D. Direktorat Penataan Kawasan Direktorat Penataan Kawasan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penataan kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, kawasan baru, dan kawasan ekonomi. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Penataan Kawasan menyelenggarakan fungsi: 1. penyiapan perumusan kebijakan dan strategi operasional di bidang penataan dan pengembangan kawasan; 2. penyiapan dan pelaksanaan program di bidang penataan dan pengembangan kawasan; 3. penyiapan instrumen dan pelaksanaan peningkatan peran serta masyarakat dalam penataan dan pengembangan kawasan; 4. penyiapan pengelolaan data dan informasi serta bahan komunikasi; 5. perencanaan pengembangan, perwujudan, dan pengelolaan kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, kawasan baru, dan kawasan ekonomi; dan 6. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat. E. Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaaatan Ruang Daerah mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaaatan Ruang Daerah menyelenggarakan fungsi: 1. penyiapan perumusan kebijakan dan strategi operasional di bidang pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah; 2. penyiapan dan pelaksanaan program di bidang pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah; 3. penyiapan instrumen dan pelaksanaan peningkatan peran serta masyarakat dalam pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah; 4. penyiapan pengelolaan data dan informasi serta bahan komunikasi; 5. pelaksanaan pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota, termasuk pemenuhan standar pelayanan minimum bidang penataan ruang; dan 6. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat. 1-16

27 1-17

28 1-18

29 BAB II KONDISI LINGKUNGAN DAN ISU STRATEGIS SERTA TANTANGAN PENATAAN RUANG 1-1

30 1-2

31 2. 1 KO N D I S I L I N G K U N G A N S T RATEGIS P ENATAAN RU A N G Aspek Geografis Dan Wilayah Administratif Republik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, yang terdiri dari lebih dari pulau dan mencakup lebih dari km garis pantai. Posisi Indonesia terletak pada koordinat 6 LU 'LS dan dari 95 'BT 'BT serta terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia/Oseania. Luas daratan Indonesia adalah km² dan luas perairannya km². Berikut adalah batas wilayah Indonesia: Utara : Malaysia, Singapura, Filipina, dan Laut Cina Selatan Selatan : Australia, Timor Leste, dan Samudera Hindia Barat : Samudera Hindia Timur : Papua Nugini, Timor Leste dan Samudera Pasifik Secara adminstratif Indonesia terdiri atas 33 Provinsi dan 491 Kabupaten/Kota, lima Provinsi diantaranya memiliki status khusus yaitu: NAD, DKI,Papua, Papua Barat dan DIY. Indonesia Terbagi atas beberapa pulau besar yaitu: Sumatera (47 Jt Ha); Jawa(13 Jt Ha);Kalimantan (53.9 Ha); Sulawesi (19 Jt Ha); Bali-NT (7 Jt Ha); Maluku (7 Jt Ha); dan Papua (42 Jt Ha). Secara geografis, Indonesia juga terletak di pertemuan lempeng-lempeng tektonik Australia, Pasifik, Eurasia, dan Philipina. Berikut detailnya: 1) Lempeng Hindia-Australia bergerak ke Utara terdiri atas Samudera Hindia dan hanya ada pulau-pulau kecil. 2) Lempeng Pasifik bergerak ke barat dan terdapat pulau Maluku, Sulawesi dan Papua. 2-1

32 lok asi Indone sia juga masuk dalam w ilay ah cincin api (ring of fire) y ang ber arti Indone sia r awan ge mpa bumi dan tsunami dan dituntut untuk selalu w aspada bencana 3) Lempeng Eurasia bergerak ke arah Timur Tenggara dan terdapat pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera. 4) Lempeng Philipina bergerak ke arah barat. Pertemuan tersebut mengakibatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang paling banyak berubah geologinya di dunia. Selain terletak di pertemuan lempeng tektonik, lokasi Indonesia juga masuk dalam wilayah cincin api (ring of fire) yang berarti Indonesia rawan gempa bumi dan tsunami dan dituntut untuk selalu waspada bencana. Ring of fire ini juga menjelaskan mengenai hubungan aktivitas gunung api yang menjajar dari Indonesia hingga Jepang. Saat ini, Indonesia juga memiliki 400 gunung berapi, 100 diantaranya masih aktif. Ditinjau dari batas wilayah pesisir, Zona ekonomi eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut teritorial Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan Undangundang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut yang diukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia (UU No. 31 Tahun 2004). Sedangkan laut teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia (UU No.31 Tahun 2004). UU No. 27 Tahun 2007 secara spesifik menyatakan bahwa ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai. Untuk sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Ditinjau dari jumlah pulaunya, Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki pulau besar dan kecil, sekitar diantaranya tidak berpenghuni, yang menyebar di sekitar khatulistiwa, serta 92 pulau terluar. Pulau-pulau terluar tersebut berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga mulai dari Malaysia, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste, India, Singapura, dan Papua Nugini. 2-2

33 Terkait dengan kawasan perbatasan, pada dasarnya terdapat tiga aspek pokok yang mendasari karakteristik daerah perbatasan, yaitu aspek (i) sosial ekonomi, (ii) pertahanan keamanan, dan (iii) politis. Aspek sosial ekonomi daerah perbatasan ditunjukkan oleh karakteristik daerah yang kurang berkembang (terbelakang) yang disebabkan antara lain oleh: (a) lokasinya yang relatif terisolir/terpencil dengan tingkat aksesibilitas yang rendah, (b) rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, (c) rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal), (d) langkanya informasi tentang pemerintah dan pembangunan yang diterima oleh masyarakat di daerah perbatasan (blank spots). Aspek hankam daerah perbatasan ditunjukkan oleh karakteristik luasnya wilayah pembinaan dan pola penyebaran penduduk yang tidak merata, sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintahan sulit dilaksanakan, serta pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien. Aspek politis daerah perbatasan ditunjukkan oleh karakteristik kehidupan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan yang relatif lebih berorientasi kepada kegiatan sosial ekonomi di negara tetangga. Kondisi tersebut potensial untuk mengundang kerawanan di bidang politik, karena meskipun orientasi masyarakat masih terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, terdapat kecenderungan untuk bergeser ke soal politik. Disamping itu, kehidupan ekonomi masyarakat daerah perbatasan yang relatif sangat tergantung pada perekonomian negara tetangga, dapat menurunkan harkat dan martabat bangsa. Adapun permasalahan yang saat ini terjadi di Kawasan Perbatasan adalah sebagai berikut: 1. Keterisolasian kawasan perbatasan negara merupakan isu utama perbatasan karena keterbatasan infrastruktur dasar wilayah, yaitu transportasi, energi (listrik dan BBM), komunikasi dan informasi, menyebabkan lambannya pertumbuhan ekonomi, dan minimnya pelayanan sosial dasar, khususnya pendidikan dan kesehatan. Keterisolasian kawasan perbatasan negara, terutama terhadap 737 desa di 187 kecamatan terdepan/terluar merupakan masalah utama kawasan perbatasan sebagai akar penyebab tidak sejahteranya masyarakat perbatasan. Keterisolasian ini menyebabkan masyarakat perbatasan menjadi bergantung kebutuhan pokoknya terhadap negara tetangga terutama perbatasan RI-Malaysia. Tidak adanya akses jalan menjadi kendala PLN untuk memasang instalasi energi di desadesa di perbatasan. Sebagai contoh, sumber energi perbatasan Kalimantan juga masih dipasok dari negara tetangga Malaysia, yang menunjukkan kedaulatan energi di perbatasan masih rendah. Dari aspek telekomunikasi dan informasi juga masih mengalami krisis kedaulatan. Frekuensi termonitor di Entikong (Kabupaten Sanggau) untuk siaran radio dan televisi hanya ada 3 (tiga) lembaga penyiaran Indonesia, sedangkan Malaysia ada 45 lembaga penyiaran. Minimnya akses 2-3

34 transportasi ini juga menjadi kendala dalam pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, karena masyarakat harus berjalan kaki cukup jauh. 2. Belum efektifnya pengembangan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di perbatasan. Ditargetkan 10 (sepuluh) PKSN yang akan dipercepat perkembangannya yaitu: Paloh-Aruk (Kab Sambas), Entikong (Kab Sanggau), Nanga Badau (Kab Kapuas Hulu), Atambua (Kab Belu), Jayapura (Kota Jayapura) untuk wilayah daratan; Sabang (Kota Sabang), Ranai (Kab Natuna), Tahuna (Kab Sangihe), dan Saumlaki (Kab Maluku Tenggara Barat) untuk wilayah kepulauan 3. Masih terdapat segmen batas wilayah negara Indonesia dengan negara tetangga yang belum disepakati (overlapping claim areas), yaitu 10 outstanding border problem (OBP) di perbatasan darat Kalimantan-Serawah dan Sabah, dan 3 (tiga) unresolved di perbatasan darat NTT-RDTL 4. Pengamanan dan pengelolaan batas wilayah laut, darat, dan udara di kawasan perbatasan negara belum optimal, sehingga masih banyak terdapat aktivitas ilegal di wilayah perbatasan Indonesia. Terkait pengamanan ini, sarana dan prasarana pengamanan kita masih minim fasilitas terutama pos pamtas, sarana pengawasan patok batas dan pelintas batas ilegal, serta sarana patroli pengawasan laut yang masih rendah kapasitas kapalnya 5. Pengelolaan perbatasan negara belum terintegrasi antarprogram, antark/l, sehingga pembangunan perbatasan masih dominan dengan pendekatan parsial/sektoral atau masih jalan sendiri-sendiri antark/l. Belum optimalnya upaya integrasi menjadi tantangan tersendiri bagi BNPP untuk semakin memperkuat instrumen integrasidan semakin mengefektifkan mekanisme koordinasi antark/l Aspek Demografis Indonesia berada di Peringkat 4 dalam 10 Besar Penduduk Negara di Dunia. Hasil Sensus Penduduk 2010 (SP2010) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada Mei 2010 sebanyak jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak orang dan perempuan sebanyak orang. Tingkat kepadatan penduduk Indonesia tahun 2010 mencapai 124 jiwa untuk setiap kilometer persegi. Kondisi ini meningkat dibandingkan tahun 2000 yang sebesar 107. Wilayah pulau yang paling padat penduduk adalah Jawa (1055 jiwa/km²), Pulau terpadat kedua adalah Bali dan Nusa Tenggara (179 jiwa/km²), yang ketiga adalah Sumatera (105 jiwa/km²), lalu keempat Sulawesi (92 jiwa/km²), dan berikutnya Maluku (32 jiwa/km²), Kalimantan (25 jiwa/km²), serta yang paling jarang penduduk adalah Papua (8 jiwa/km²). Mengingat tingkat populasi penduduk Indonesia yang tinggi, merupakan tanggung jawab yang besar dalam mewujudkan kesejahteraan kehidupan sosial dan ekonomi yang setara dengan kehidupan sosial dan ekonomi bangsa-bangsa lain di dunia. Piramida penduduk Indonesia tahun 2010 termasuk tipe expansive, dimana sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur muda. Bagian tengah piramida cembung dan bagian atas cenderung meruncing. Berdasarkan pembagian jenis kelamin, Rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Indonesia 2010 sebesar 101,4, berarti lebih banyak laki-laki daripada perempuan, atau 2-4

35 diantara 100 perempuan terdapat sebanyak 101 laki-laki. Hla tersebut sejalan dengan tren rasio jenis kelamin Indonesia yang terus berubah dari 1961 sampai 2010, dari posisi di bawah 100 menjadi lebih dari 100. Pada 1971 sebesar 97 terus membesar hingga tahun 2010 sudah mencapai 101,4. Berdasarkan piramida penduduk teridentifikasi bahwa kebutuhan ruang untuk anak-anak hingga sebelum lanjut usia mutlak dibutuhkan sesuai dengan kebutuhannya dalam menunjang aktivitasnya. Anak-anak kecil membutuhkan ruang publik yang nyaman sekaligus bersih yang mampu menjadi wadah bagi mereka untuk berkembang dan bersosialisasi. Usia remaja hingga dewasa juga menuntut alokasi ruang yang harus disesuaikan dengan dinamisme kehidupan mereka, terutama dalam menunjang kemandirian. Alokasi ruang untuk usaha dan bekerja serta kebutuhan papan menjadi pertimbangan dalam penyelenggaraan penataan ruang. Tantangan kedepan adalah mengakomodasi kebutuhan ruang usia senja mengingat adanya peningkatan dalam survival rate orang Indonesia (Trend Usia Harapan Hidup (UHH) rakyat indonesia terus meningkat dari 54 pada tahun 1980 menjadi 70 pada tahun 2008) Aspek Sosial Budaya Di Indonesia terdapat kelompok etnik atau suku (sensus BPS tahun 2010). Suku Jawa adalah kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari total populasi. Sebagian suku Jawa bertransmigrasi dan tersebar ke berbagai pulau di Nusantara, bahkan bermigrasi ke luar negeri seperti ke Malaysia dan Suriname (era Kolonial). Suku Sunda, Suku Melayu, dan Suku Madura adalah kelompok terbesar berikutnya. Banyak suku-suku terpencil, terutama di Kalimantan dan Papua, memiliki populasi kecil yang hanya beranggotakan ratusan orang. Pembagian kelompok suku di Indonesia pun tidak mutlak dan tidak jelas akibat perpindahan penduduk, percampuran budaya, dan saling pengaruh; sebagai contoh sebagian pihak berpendapat orang Banten dan Cirebon adalah suku tersendiri dengan dialek yang khusus pula, sedangkan sementara pihak lainnya berpendapat bahwa mereka hanyalah sub-etnik dari suku Jawa secara keseluruhan. Demikian pula Suku Baduy yang sementara pihak menganggap mereka sebagai bagian dari keseluruhan Suku Sunda. Sedangkan Suku Betawi merupakan suku hasil percampuran berbagai suku pendatang. Sejak peradaban didunia kehidupan adat para suku bangsa baik di Eropa, Afrika, Asia, sudah berjalan dengan mekanisme sosio-kultural yang dilakukan suku-suku bangsa didunia yang Tantangan kedepan adalah mengakomodasi kebutuhan ruang usia senja mengingat adanya peningkatan dalam survival rate orang Indonesia 2-5

36 terdahulu. Hanya daratan Amerika dan Australia yang memiliki suku dan adat yang sedikit dan bahkan cenderung disingkirkan. Timbulnya peperangan dan aneksasi wilayah pada ruang kehidupan antar suku adalah cerminan kebutuhan akan ruang untuk pengembangan kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya suku-suku bangsa yang memenangkan aneksasi tersebut. Lain lubuk lain ikannya, lain kerbau lain kutunya. Tiap suku di Indonesia mempunyai berbagai karakter yang berbeda begitu pula dengan hukum adat yang berlaku. Sehinggga dalam penyelenggaraan penataan ruang dan pembangunan daerahnya dibutuhkan pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya serta aturan adat yang berlaku Aspek Ekonomi Saat ini dengan status Investment Grade, Indonesia masuk dalam kelompok negara G20. Selain itu, dengan nilai GDP sebesar USD 845,7 M, Indonesia berada di peringkat 16 ekonomi dunia Saat ini dengan status Investment Grade, Indonesia masuk dalam kelompok negara G20. Selain itu, dengan nilai GDP sebesar USD 845,7 M, Indonesia berada di peringkat 16 ekonomi dunia. Tentu Indonesia akan menjadi negara tujuan investasi yang sangat diminati sehingga memerlukan kesiapan meliputi pengaturan dan pengendalian serta pengawasannya. Berdasarkan data BPS (2013), PDB Indonesia pada tahun 2013 tumbuh 5,81 persen dibanding tahun 2012, dimana hampir semua sektor tumbuh positif kecuali Sektor Pertambangan dan Penggalian. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang tumbuh sebesar 11,46 persen. Pertumbuhan PDB pantas direspon positif mengingat tingkat inflasi yang cukup tinggi dan merata hampir di semua wilayah terutama perkotaan. Pada tahun 2013, nilai inflasi tercatat sebesar sebesar 3,29 persen. Dari 66 kota, tercatat seluruh kota mengalami Inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Ternate 6,04 persen dengan IHK 147,05 dan terendah terjadi di Singkawang 1,36 persen dengan IHK 146,30. Inflasi tahun 2013 sebesar 3,29 persen lebih tinggi dibanding tahun 2012 yang mengalami inflasi 0,70 persen. Laju sektor ekonomi sepatutnya diimbangi dengan alokasi ruang yang sesuai, baik dari lokasi dan standar kebutuhan namun dengan tetap mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lahan tersebut. Hal yang menjadi catatan dalam mendorong ekonomi adalah bahwa meski aset alam merupakan 25% dari total sumber kemak muran Indonesia, aset ini telah banyak 2-6

37 mengalami degradasi lingkungan sehingga diperlukan investasi yang cukup massif untuk mengkompensasi degradasi tersebut. Jika ditelaah lebih lanjut, berdasarkan struktur ekonomi Tahun 2010, sektor pendukung tertinggi adalah sektor industri (24,82%), sektor pertanian (15,34%), dan sektor perdagangan (13,72%). Dalam hal ini, terdapat pertanyaan besar apakah masih relevan Indonesia disebut sebagai negara agraris sehingga kebijakan pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan secara konsisten sebagai negara agraris untuk menjamin keamanan air dan pangan. Pada sisi lain, sektor pertanian mendominasi penyerapan tenaga kerja (38,35%) dibandingkan sektor industri (12,77%). Dapat disimpulkan bahwa secara umum sektor industri lebih efisien dalam memanfaatkan tenaga kerja, atau terdapat indikasi bahwa telah terjadi pengangguran terselubung pada sektor pertanian yang sangat besar. Terkait dengan aspek perekonomian ini, terdapat dua bagian besar perhatian, yaitu pada aspek eksternal yaitu daya saing negara dan internal yaitu mengenai ketimpangan wilayah dan masih adanya daerah tertinggal yang harus terus didorong pembangunannya. A. Aspek Daya Saing Negara World Economic Forum (WEF) kembali merilis Indeks Daya Saing Global , yang dilansir Rabu (30/9/2015). Dengan menggabungkan metode survei dan data kuantitatif, peringkat ini menjajarkan 140 negara yang diukur dengan menggunakan 113 indikator yang dikelompokkan dalam 12 pilar daya saing. Adapun 12 pilar tersebut terdiri dari institusi, infrastruktur, makroekonomi, kesehatan dan pendidikan, pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar, efisiensi pekerja, perkembangan pasar keuangan, kesiapan teknologi, ukuran pasar, kecanggihan bisnis dan inovasi. Di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada di posisi ke-37, masih kalah dengan Malaysia yang berada di posisi 18 dan Thailand di posisi 32. Indonesia tercatat turun tiga peringkat dari tahun lalu. Laporan tersebut mengatakan performa Indonesia tidak memiliki perubahan banyak dari tahun lalu, bahkan tetap cenderung tidak stabil. Di bawah kepemimpinan baru, Indonesia dinilai masih menghadapi tantangan berat dalam meningkatkan daya saing ekonominya, terutama dari segi infrastruktur (posisi 62) dan institusi (posisi 53). Bidang lain yang masih memerlukan perhatian adalah kesehatan masyarakat dengan peringkar 96 (naik tiga). Dua indikator pada aspek kesehatan masyarakat yang masih tinggi adalah kejadian penyakit menular dan angka kematian bayi. Efisiensi pasar tenaga kerja tetap menjadi aspek terlemah dari kinerja pemerinrah yaitu menempatu peringkat 115, atau turun lima tingkat dibanding tahu lalu. Kekakuan dalam sistem pengupahan serta prosedur penarikan dan pemecatan tenaga kerja masih belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Bidang yang tergolong menggembirakan adalah situasi ekonomi makro yang relatif tetap memuaskan dengan peringkat 33 atau naik satu tingkat. Situasi tersebut dikarenakan defisit anggaran pemerintah moderat sekitar 2 persen dari PDB, tingkat utang yang rendah, dan tingkat tabungan yang tinggi. 2-7

38 B. Ketimpangan Wilayah dan Daerah Tertinggal Indonesia memiliki catatan yang tidak terlalu mengesankan dalam hal mengurangi disparitas pendapatan, khususnya selama dasawarsa terakhir di mana koefisien Gini telah meningkat secara signifikan. Kendati demikian, tingkat kesenjangan pendapatan masih rendah dibandingkan dengan banyak negara berkembang lainnya. Meski demikian, porsi pendapatan tertinggi meningkat secara tajam pada akhir tahun 1990-an, yang terjadi bersamaan dengan krisis ekonomi dan secara umum masih lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa negara lain (Leight dan van der Eng, 2009). Gambar 2. 1 Koefisien Gini di Beberapa Negara Tahun 2013 Sumber : Survei Ekonomi OECD INDONESIA Maret 2015 Adanya ketimpangan wilayah ini menunjukkan bahwa ada daerah tertinggal yang masih harus di dorong pembangunannya. Terkait monitoring keberadaan daerah tertinggal, maka tiap 5 tahun, Pemerintah melakukan penentuan daerah tertinggal berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1. perekonomian masyarakat 2. sumber daya manusia 3. sarana dan prasarana 4. kemampuan keuangan daerah 5. aksesibiltas 6. karakteristik daerah. Berdasarkan Perpres No.131 Tahun 2015 Penetapan Daerah Tertinggal Tahun , telah ditetapkan 122 daerah tertinggal di Indonesia, seperti dapat dilihat pada tabel berikut ini. 2-8

39 Tabel 2. 1 Daftar Daerah Tertinggal Tahun NO. PROVINSI KABUPATEN NO. PROVINSI KABUPATEN 1 Aceh Aceh Singkil 62 Sulawesi Tengah Parigi Moutong 2 Sumatera Utara Nias 63 Sulawesi Tengah Tojo Una-Una 3 Sumatera Utara Nias Selatan 64 Sulawesi Tengah Sigi 4 Sumatera Utara Nias Utara 65 Sulawesi Tengah Banggai Laut 5 Sumatera Utara Nias Barat 66 Sulawesi Tengah Morowali Utara 6 Sumatera Barat Kepulauan Mentawai 67 Sulawesi Selatan Jeneponto 7 Sumatera Barat Solok Selatan 68 Sulawesi Tenggara Konawe 8 Sumatera Barat Pasaman Barat 69 Sulawesi Tenggara Bombana 9 Sumatera Selatan Musi Rawas 70 Sulawesi Tenggara Konawe Kepulauan 10 Sumatera Selatan Musi Rawas Utara 71 Gorontalo Boalemo 11 Bengkulu Seluma 72 Gorontalo Pohuwato 12 Lampung Lampung Barat 73 Gorontalo Gorontalo Utara 13 Lampung Pesisir Barat 74 Sulawesi Barat Polewali Mandar 14 Jawa Timur Bondowoso 75 Sulawesi Barat Mamuju Tengah 15 Jawa Timur Situbondo 76 Maluku Maluku Tenggara Barat 16 Jawa Timur Bangkalan 77 Maluku Maluku Tengah 17 Jawa Timur Sampang 78 Maluku Buru 18 Banten Pandeglang 79 Maluku Kepulauan Aru 19 Banten Lebak 80 Maluku Seram Bagian Barat 20 Nusa Tenggara Barat Lombok Barat 81 Maluku Seram Bagian Timur 21 Nusa Tenggara Barat Lombok Tengah 82 Maluku Maluku Barat Daya 22 Nusa Tenggara Barat Lombok Timur 83 Maluku Buru Selatan 23 Nusa Tenggara Barat Sumbawa 84 Maluku Utara Halmahera Barat 24 Nusa Tenggara Barat Dompu 85 Maluku Utara Kepulauan Sula 25 Nusa Tenggara Barat Bima 86 Maluku Utara Halmahera Selatan 26 Nusa Tenggara Barat Sumbawa Barat 87 Maluku Utara Halmahera Timur 27 Nusa Tenggara Barat Lombok Utara 88 Maluku Utara Pulau Morotai 28 Nusa Tenggara Timur Sumba Barat 89 Maluku Utara Pulau Taliabu 29 Nusa Tenggara Timur Sumba Timur 90 Papua Barat Teluk Wondama 30 Nusa Tenggara Timur Kupang 91 Papua Barat Teluk Bintuni 31 Nusa Tenggara Timur Timor Tengah Selatan 92 Papua Barat Sorong Selatan 32 Nusa Tenggara Timur Timor Tengah Utara 93 Papua Barat Sorong 33 Nusa Tenggara Timur Belu 94 Papua Barat Raja Ampat 34 Nusa Tenggara Timur Alor 95 Papua Barat Tambrauw 2-9

40 35 Nusa Tenggara Timur Lembata 96 Papua Barat Maybrat 36 Nusa Tenggara Timur Ende 97 Papua Merauke 37 Nusa Tenggara Timur Manggarai 98 Papua Jayawijaya 38 Nusa Tenggara Timur Rote Ndao 99 Papua Nabire 39 Nusa Tenggara Timur Manggarai Barat 100 Papua Kepulauan Yapen 40 Nusa Tenggara Timur Sumba Tengah 101 Papua Biak Numfor 41 Nusa Tenggara Timur Sumba Barat Daya 102 Papua Paniai 42 Nusa Tenggara Timur Nagekeo 103 Papua Puncak Jaya 43 Nusa Tenggara Timur Manggarai Timur 104 Papua Boven Digoel 44 Nusa Tenggara Timur Sabu Raijua 105 Papua Mappi 45 Nusa Tenggara Timur Malaka 106 Papua Asmat 46 Kalimantan Barat Sambas 107 Papua Yahukimo 47 Kalimantan Barat Bengkayang 108 Papua Pegunungan Bintang 48 Kalimantan Barat Landak 109 Papua Tolikara 49 Kalimantan Barat Ketapang 110 Papua Sarmi 50 Kalimantan Barat Sintang 111 Papua Keerom 51 Kalimantan Barat Kapuas Hulu 112 Papua Waropen 52 Kalimantan Barat Melawi 113 Papua Supiori 53 Kalimantan Barat Kayong Utara 114 Papua Mamberamo Raya 54 Kalimantan Tengah Seruyan 115 Papua Nduga 55 Kalimantan Selatan Hulu Sungai Utara 116 Papua Lanny Jaya 56 Kalimantan Utara Nunukan 117 Papua Memberamo Tengah 57 Kalimantan Timur Mahakam Ulu 118 Papua Yalimo 58 Sulawesi Tengah Banggai Kepulauan 119 Papua Puncak 59 Sulawesi Tengah Donggala 120 Papua Dogiyai 60 Sulawesi Tengah Toli-Toli 121 Papua Intan Jaya 61 Sulawesi Tengah Buol 122 Papua Deiyai Sumber: Perpres No.131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun Aspek Daya Dukung Lingkungan Menurut UU.No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan definisi daya dukung lingkungan menurut Soemarwoto (2001) adalah kondisi lingkungan yang dinilai berdasarkan biomas tumbuhan dan hewan yang dapat dikumpulkan dan ditangkap per satuan luas dan waktu di daerah itu. Menurut Khanna (1999), daya dukung lingkungan hidup terbagi 2-10

41 menjadi 2 (dua) komponen, yaitu kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity). Semakin berkembang, Lenzen (2003) mencoba mengaplikasikan teori penilaian daya dukung lingkungan melalui perhitungan kondisi lingkungan yang dinyatakan dalam luas area yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan manusia. Luas area untuk mendukung kehidupan manusia ini disebut jejak ekologi (ecological footprint). Lenzen juga menjelaskan bahwa untuk mengetahui tingkat keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan, kebutuhan hidup manusia kemudian dibandingkan dengan luas aktual lahan produktif. Perbandingan antara jejak ekologi dengan luas aktual lahan produktif ini kemudian dihitung sebagai perbandingan antara lahan tersedia dan lahan yang dibutuhkan. Carrying capacity atau daya dukung lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang. Ruang udara merupakan salah satu unsur yang penting dalam penataan ruang karena akan berpengaruh pada ruang darat dan laut. Persoalan-persoalan seperti pencemaran udara, efek rumah kaca, pemanasan global dan iklim ekstrim merupakan interaksi imbal balik antara isi dalam ruang udara, dalam ruang laut dan dalam ruang darat. Secara umum lapisan atmosfer bumi sebagai selimut udara terbagi menjadi lima yaitu: 1. Troposfer adalah lapisan atmosfer yang terbentang mulai dari permukaan tanah sampai sekitar 10 km keatas. Pesawat terbang biasa melintasi hingga lapisan ini. 2. Stratosfer, memiliki puncak kira-kira 50 km dari permukaan tanah. 3. Mesosfer mencapai ketinggian 80 km. 4. Termosfer mengandung gas-gas yang menyerap beberapa radiasi matahari yang berbahaya, suhu di puncak pada ketinggian 450 m. 5. Eksosfer mengandung sedikit gas, puncaknya sekitar 900 km. Didalam atmosfer terdapat lapisan yang melindungi bumi yang disebut lapisan ozon sebagai penghalang benda-benda asing dari luar angkasa sekaligus pelindung dari panas matahari. Saat ini rusaknya lapisan ozon diakibatkan zat kimiawi chloro fluoro carbon dari kaleng semprot, lemari es dll. Luas perairan di permukaan bumi adalah dua kali lebih besar dibanding luas daratan. Perairan yang mengelilingi bumi disebut samudera dan setiap samudera memiliki perairan dengan luas lebih kecil disebut laut. Terkait dengan sumber daya air dan tata ruang yang perlu dikelola dengan harmoni adalah wilayah pesisir. Wilayah pesisir merupakan salah satu kawasan hunian atau tempat tinggal yang penting di dunia bagi manusia dengan segala aktivitasnya sehingga dibutuhkan penataan ruang wilayah pesisir dnegan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampungnya. Dalam UU No.27 Tahun 2007 menyatakan bahwa ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, kearah barat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai. Sedangkan yang dimaksud dengan sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya 2-11

42 proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi kearah darat. Siklus hidrologi darat merupakan ruang dimana manusia hidup dan beraktifitas. Di Indonesia, batas teknis administrasi terbagi berdasarkan hirarki yaitu provinsi, kabupaten, dan kota sedangkan batas teknis hidrologi terdiri atas Wilayah Sungai, Cekungan Tanah dan Daerah Aliran Sungai. Berikut data- data terkait ruang darat sebagai berikut: 1. Dalam pengelolaan sumber daya air, Indonesia terbagi atas tiga wilayah hidrologis yaitu: 133 Wilayah Sungai, 5590 Daerah Aliran Sungai dan 421 Cekungan Air Tanah (Permen PU No.11 Tahun 2006). Secara definitif, wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan SDA dalam satu atau lebih DAS dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2000km² (UU No. 7 Tahun 2004). Sedangkan Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No.7 Tahun 2004). Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung (UU No.7 Tahun 2004). 2. Sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, rawa merupakan salah satu sumber daya air. Sebagai sumber daya air, rawa merupakan salah satu sumber daya alam yang potensial bagi kesejahteraan masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk ekstensifikasi lahan pertanian produktif, berfungsi pula sebagai sumber daya lahan dan air serta sebagai lahan konservasi. Total luas rawa adalah 33.9 Juta Ha dan yang potensial Juta Ha (Dit.Rawa dan Pantai, 2006). 3. Kawasan Lindung merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan (UU 26 Tahun 2007). Kawasan lindung nasional diantaranya melingkupi Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, Kawasan perlindungan setempat, Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, dan Kawasan lindung lainnya. Tabel 2. 2 Luasan Kawasan Hutan NO KAWASAN HUTAN INDONESIA LUAS (HA) % 1 IUPHHK-HA 24,877, IUPHHK-RE 185, HTR 631, IUPHHBK-HT 21, IPPKH 23, PELEPASAN KEBUN & TRANSMIGRASI 5,929,

43 7 HUTAN DESA 3, HKM 43, IUPHHK-HT 9,393, TOTAL 41,108, Sumber: Lampiran Peraturan menteri Kehutanan, No P. 49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tongkat Nasional Hutan menurut UU No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi SD Aalam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Ada enam jenis hutan yaitu: (1) hutan negara; (2) hutan adat: (3) hutan lindung; (4) hutan produksi; (5) hutan konservasi; dan (6) hutan hak. Luas seluruh hutan di Indonesia mencapai kurang lebih 66% dari luas daratan Indonesia. Provinsi dengan luas hutan terbesar adalah gabungan provinsi Papua dan Papua Barat dengan 40,5 juta ha. Disusul oleh provinsi Kalimantan Tengah (15,3 juta ha), dan Kalimantan Timur (14,6 juta ha). Sedangkan provinsi di Indonesia dengan luas hutan tersempit adalah DKI Jakarta (475 ha). 5. Karst adalah bentuk bentang alam tiga dimensional yang terbentuk akibat proses pelarutan lapisan batuan dasar, khususnya batuan karbonat seperti batu gamping, kalsit atau dolomit. Beberapa lokasi di Indonesia yang mempunyai kawasan Karst antara lain: Gunung Kidul di P.Jawa, P.Madura, P.Bali, Maros di P. Sulawesi, bagian kepala burung P.Papua serta pulau-pulau lainnya di perairan Indonesia bagian timur (Kodoatie, 2010). Berdasarkan analisis Telapak Ekologis Indonesia (2010), secara keseluruhan nilai biokapasitas Indonesia yaitu 1,12 gha/orang masih lebih tinggi dibandingkan dengan nilai telapak ekologisnya yaitu 1,07 gha/orang, meskipun nilainya tidak terlalu berbeda jauh (signifikan). Hasil perhitungan tersebut dapat menjadi acuan bagi masyarakat Indonesia, bahwa dalam upaya pemenuhan kebutuhannya dan pemanfaatan sumber daya alam yang terdapat di Indonesia sudah seharusnya memperhatikan daya dukung masing-masing wilayah. Hasil perhitungan, daya dukung wilayah Indonesia (selisih antara biokapasitas dan telapak ekologis) yang masih surplus adalah lahan peternakan, lahan kehutanan, dan lahan perikanan. Komponen yang menunjukkan nilai paling tinggi adalah lahan perikanan (0,26 gha/orang). Tingginya biokapasitas lahan perikanan dikarenakan secara geografis wilayah di Indonesia merupakan wilayah kepulauan dan memiliki perairan yang luas dengan potensi sumber daya perikanan yang melimpah dan beragam. Untuk komponen penggunaan lahan pertanian, perbandingan antara nilai telapak ekologis dan nilai biokapasitasnya memiliki nilai yang sama yaitu 0,35 ha/orang. Hal ini menunjukkan permintaan masyarakat terhadap produk pertanian dan kapasitas alam sebagai penyedia sumber daya untuk penghasil produk pertanian adalah sama. Daya dukung wilayah Indonesia untuk penyedia sumber daya hutan berada pada urutan kedua, yaitu 0,16 gha/orang (setelah lahan perikanan). Sumber daya hutan di Indonesia merupakan 2-13

44 Daya dukung wilayah Indonesia untuk penyedia sumber daya hutan berada pada urutan kedua, yaitu 0,16 gha/orang (setelah lahan perikanan kawasan yang mempunyai 2 (dua) fungsi yang saling bertolak belakang, selain menjadi lokasi pelestarian lingkungan dan perlindungan ekosistem, sebagian kawasan hutan juga dijadikan lokasi berbagai macam bentuk kegiatan di luar non kehutanan, seperti: perkebunan, pertanian, permukiman, pertambangan, dan lain sebagainya. Hal ini yang nantinya menggambarkan bahwa kapasitas alam sumber daya hutan lambat laun semakin berkurang. Meskipun demikian, perbandingan antara nilai biokapasitas dan nilai telapak ekologis komponen ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan komponen lainnya. Dapat dikatakan, dalam pemanfaatan sumber daya hutan, masyarakat Indonesia masih memperhatikan fungsi kawasan hutan sebagai kawasan untuk pelestarian lingkungan dan perlindungan ekosistem. Salah satu penyebab tingginya telapak ekologis pada komponen penggunaan lahan untuk lahan penyerap karbon adalah nilai telapak ekologis produksi lahan penyerap karbon yang tinggi di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Hal yang menjadi faktor penyebabnya antara lain: banyaknya penggunaan kendaraan pribadi yang beremisi tinggi, banyak pengelola perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet yang tidak mengelola limbahnya dengan baik, banyaknya alih fungsi lahan kawasan hutan (seperti: hutan rawa/hutan gambut dan hutan mangrove) untuk dijadikan penggunaan lahan lainnya seperti pertanian, perkebunan, maupun lahan terbangun, serta lahan untuk aktivitas industri. Terkait dengan alih fungsi lahan, di mana terdapat dua macam alih fungsi lahan yang perlu mendapat perhatian, yaitu alih fungsi lahan hutan menjadi lahan budidaya non hutan, serta alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun. A. Alih Fungsi Lahan Hutan Menjadi Non Hutan 2-14

45 Alih fungsi lahan hutan menjadi non hutan menjadi perhatian karena terkait dengan fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi yang seimbang dan lestari. Dari laporan Deforestasi Indonesia tahun dapat diidentifikasi alih fungsi lahan hutan sebagai berikut: 1. Perubahan kondisi tutupan lahan dari kelas tutupan lahan kategori hutan (berhutan) menjadi kelas tutupan lahan kategori non hutan (tidak berhutan) yang didasarkan data digital hasil penafsiran Citra Landsat LDCM (The Landsat Data Continuity Mission) 8 OLI liputan tahun 2013 dan 2014, adalah sebesar 568,0 ribu ha/th. 2. Perubahan tutupan hutan menjadi bukan hutan paling banyak terjadi pada tutupan hutan sekunder yaitu sebesar 307,2 ribu ha/th atau sebesar 54,1% sementara pada hutan tanaman sebesar 41,6% (236,3 ribu ha/th). Sedangkan 4,3% (24,6 ribu ha/th) terjadi di hutan primer. 3. Deforestasi bruto terjadi di dalam kawasan hutan sebesar 453,9 ribu ha/th atau 79,9 % dari total deforestasi bruto 568,0 ribu ha/th, sedangkan di luar kawasan hutan sebesar 114,1 ribu ha/th (20,1%). Angka deforestasi bruto di dalam kawasan hutan paling tinggi terjadi di fungsi kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) yaitu sebesar 308,6 ribu ha/th (54,3%). Perubahan tutupan hutan menjadi tidak berhutan juga terjadi pada kawasan yang memiliki fungsi lindung bahkan konservasi, walaupun angka deforestasinya tidak sebesar yang terjadi di hutan produksi yaitu di kawasan konservasi sebesar 20,1 ribu ha/th (3,5%) dan hutan lindung sebesar 29,1 ribu ha/th (5,1%). 4. Sebaran angka deforestasi bruto di setiap pulau/kepulauan besar di Indonesia menunjukkan angka yang berbeda. Angka deforestasi bruto tertinggi terjadi di Pulau Sumatera yaitu sebesar 367,7 ribu ha/th atau 64,7% dari total deforestasi bruto Indonesia. Pulau Kalimantan merupakan pulau kedua dengan angka deforestasi bruto tertinggi yaitu sebesar 149,4ribu ha/th atau 26, 3%, sedangkan Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara memiliki angka deforestasi bruto yang terkecil yaitu sebesar 0,4 ribu ha/th atau 0,1%. B. Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Terbangun Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun akan sangat terkait dengan ketahanan pangan, yaitu lahan-lahan untuk penyediaan bahan pangan. 2-15

46 Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa selama periode Juni 1998-Juni 2003, terjadi konversi lahan sawah menjadi lahan bukan pertanian mencapai sekitar 12,7 ribu ha, sementara pada periode setelah diberlakukannya UU No.No.41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) tercatat terjadi alih fungsi sekitar Ha ( ) dan Ha ( ). Hasil evaluasi implementasi kebijakan LP2B di tahun 2015 dengan sampling beberapa daerah (Yogyakarta, Kab. Garut, Kab. Maros, Kab. Lombok Tengah, Kab. Tabanan, Kab. Lamongan, Kab. Oku Timur, dan Kab. Aceh Tamiang) menunjukkan bahwa pada umumnya terjadi alih fungsi lahan pertanian ke lahan terbangun. Alih fungsi lahan terjadi karena sulitnya kontrol terhadap perubahan alih fungsi lahan pada lokasi yang tersebar dan banyaknya alih fungsi lahan oleh petani, karena tinggi harga lahan yang ditawarkan oleh pengembang lahan. Selain itu, 30% hutan bakau dunia ada di Indonesia dan tempat padang lamun dan kima terbanyak. Sebanyak 90% hasil tangkapan ikan berasal dari perairan pesisir dalam 12 mil laut dari pantai Aspek Potensi Sumber Daya Alam Indonesia terletak di garis khatulistiwa dan merupakan salah satu negara yang berada di wilayah tropis, oleh sebab itulah Indonesia memiliki potensi pertanian yang sangat baik dengan didukung kelimpahan sumber daya alam dan kondisi lingkungan Indonesia yang mendukung pertanian tropika. ndonesia memiliki sumber daya alam yang begitu banyak. Indonesia merupakan pusat keanekaragaman tropis dunia, lebih dari 70 genus dr karang, 18% terumbu karang berada diindonesia. Selain itu, 30% hutan bakau dunia ada di Indonesia dan tempat padang lamun dan kima terbanyak. Sebanyak 90% hasil tangkapan ikan berasal dari perairan pesisir dalam 12 mil laut dari pantai. Plasma nutfah Indonesia yang melimpah merupakan terbesar nomor dua di dunia setelah Brasil. Hal tersebut dapat kita lihat dari berbagai macam komoditas pertanian, seperti perkebunan, peternakan, produksi tanaman pangan yang telah dijadikan sejak lama oleh sebagian besar penduduk indonesi dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai sumber pangan dan sekaligus sebagai pendapatan mereka. Usaha pertanian tersebut didukung oleh kondisi geografis Indonesia yang bagus berupa dataran rendah dan tinggi, curah hujan yang merata di sebagian wilayah, sinar matahari yang terus menyinari Indonesia sepanjang tahun karena kondisi itulah yang membuat Indonesia sangat berpotensi mengembangkan pertanian lebih jauh dan lebih maju lagi. Pada tambang, Indonesia peringkat 10 penghasil gas alam; peringkat 1 penghasil geothermal atau 40% dari sumber daya dunia; peringkat 7 penghasil emas yaitu

47 ton/tahun. Indonesia juga memiliki cadangan gas alam terbesar di dunia yang berada di blok Natuna. Keberadaan potensi sumber daya alam, yaitu sektor pertanian sangat berkaitan dengan ketahanan dan kedaulatan pangan, yang menjadi arah kebijakan pemerintahan. Secara umum potensi sumber pangan yang dimiliki Indonesia sebagai pilihan konsumsi masyarakat terbilang cukup banyak, yaitu ada 77 jenis sumber karbohidrat, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buahbuahan, 228 jenis sayur-sayuran, 110 jenis rempah-rempahan dan bumbu-bumbuan, 40 jenis bahan minuman serta jenis tanaman obat. Hal ini membuktikan bahwa bangsa kita sebenarnya merupakan negara yang sangat kaya akan biodiversitasnya atau biasa disebut keanekaragaman hayati mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan dan mikroorganisme serta ekosistem dengan proses ekologi dari bentuk kehidupan yang merupakan bagiannya. Akibat belum maksimalnya pengelolaan hasil komoditas pangan menyebabkan kondisi ketahanan pangan nasional saat ini dirasakan masih jauh dari yang diharapkan. Diperkuat penilaian dari Para Pakar Ekonomi yang tergabung dalam Forum Economis Intelligence Unit (EUI) tahun 2014, bahwa perkembangan indeks ketahanan pangan (IKP) global Indonesia menempati posisi pada urutan 71 dari total 113 negara melalui program ketahanan pangan yang dijalankan Kementerian Pertanian. Selain ditinjau indeks ketahanan pangan secara global, terdapat ukuran-ukuran nasional yang digunakan untuk mengindentifikasi ketahanan pangan, yaitu: neraca kebutuhan dan ketersediaan pangan, ketersediaan dan konsumsi per kapita energi, protein dan lemak berdasarkan Neraca Bahan Makanan (NBM), pola pangan harapan, serta kerawanan pangan menurut Angka Kecukupan Gizi A. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Pangan Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Pangan dihitung dari jumlah strok bahan pangan, produksi, konsumsi, eksposer, dan impor. Dari data Statistik Ketahanan Pangan Tahun 2014, dapat diketahui bahwa Neraca Total Kebutuhan dan Ketersediaan Pangan pada umumnya terjadi surplus. Defisit hanya terdapat pada komoditas kacang tanah sebesar Ton, telor unggas sebesar Ton, dan telur ayam ras sebesar Ton. B. Ketersediaan dan Konsumsi Energi, Protein dan Lemak Berdasarkan Neraca Bahan Makanan (NBM) Energi, protein, dan lemak merupakan kebutuhan utama bagi tubuh, yang dihasilkan dari konsumsi bahan pangan. Dengan membandingkan ketersediaan dan konsumsi terhadap ketiga asupan tersebut, dapat diketahui apakah pangan yang ada dimanfaatkan secara optimal. Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak Berdasarkan Neraca Bahan Makanan (NBM) dapat dilihat pada tabel berikut ini. 2-17

48 Tabel 2. 3 Ketersediaan Per Kapita Energi, Protein Dan Lemak Berdasarkan NBM Tahun Energi (Kkal/Hari) Protein (Gram/Hari) Lemak (Gram/Hari) Tahun Total Nabati Hewani Total Nabati Hewani Total Nabati Hewani ,896 3, ,99 73,19 15,79 73,43 64,24 9, * 3,849 3, ,26 71,81 17,81 69,43 59,79 9, ** 4,130 3, ,04 69,85 17,19 88,02 78,57 9,45 Keterangan * Sementara ** Perkiraan Sumber : Data Statistik Ketahanan Pangan Tahun 2014 Sementara ditinjau dari konsumsinya dapat dilihat tabel berikut ini. Tabel 2. 4 Ketersediaan Per Kapita Energi dan Protein Berdasarkan NBM Tahun No Uraian Tahun Perkembangan Pertahun (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Energi (kkal/kap/hari) 2,025 2,048 1,944 1,930 1,949 0,23 2. Protein (gram/kap/hari) Sumber: Data Statistik Ketahanan Pangan Tahun 2014 Dari perbandingan keduanya, dapat dilihat bahwa ketersediaan energi dan protein melebih konsumsinya. Sementara untuk lemak tidak dapat dibandingkan karena konsumsi lemak tidak diperoleh informasinya. C. Pola Pangan Harapan Pola pangan harapan merupakan suatu metode yang digunakan untuk,menilai jumlah dan komposisi atau ketersediaan pangan. PPH merupakan kumpulan beragam jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi pada komposisi yang seimbang. Dalam menentukan PPH ada beberapa komponen yang harus diketahui diantaranya yaitu konsumsi energi dan zat gizi total, persentase energi dan gizi aktual, dan skor kecukupan energi dan zat gizi. 2-18

49 Tabel 2. 5 Pola Pangan Harapan (PPH) Tingkat Ketersediaan Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Nasional Tahun 2014 Perkiraan No Kelompok Bahan Pangan Energi (Kalori) % AKE Bobot Skor riil Skor PPH Skor Maks Ket 1. Padi-padian 2, ,05 0,5 50,02 25,0 5, Umbi-umbian ,64 0,5 6,32 2,5 2, Pangan Hewani 200 9,08 2,0 18,16 18,2 24, Minyak dan Lemak ,59 0,5 20,80 5,0 5, Buah/biji berminyak 81 3,68 0,5 1,84 1,0 1, Kacang-kacangan 134 6,09 2,0 12,18 10,0 10, Gula ,09 0,5 5,05 2,5 2, Sayuran dan Buah 101 4,59 5,0 22,95 23,0 30,0-9. Lain-lain ,0 - Jumlah 4, , Sumber: Data Statistik Ketahanan Pangan Tahun 2014 Kondisi PPH ini masih jauh dari sasaran PPH yang ditetapkan pemerintah. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada tahun 2014 diarahkan menjadi 93,3 dengan konsumsi energi dari padipadian yang mencapai 50 ke atas sementara realisasinya skor PPH adalah 87,12 dengan konsumsi energi dari padi-padian hanya mencapai 25. Tabel 2. 6 Sasaran Pola Pangan Harapan (PPH) Tahun 2010 sampai 2015 Kelompok Pangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Proyeksi % AKG Proyeksi Konsumsi Energi (Kkal/kap/hari) Proyeksi Skor PPH Sumber: Data Statistik Ketahanan Pangan Tahun

50 D. Kerawanan Pangan Menurut Angka Kecukupan Gizi Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia selanjutnya disingkat AKG adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktifitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. AKG hampir sama dengan Recomended Dietary Allowance (RDA) yang diambil dari nilai rata-rata asupan yang cukup untuk memenuhi asupan hampir semua (97-98%) orang sehat. AKG sudah memperhitungkan variasi kebutuhan individu dan cadangan zat gizi dalam tubuh. Dalam ketahanan pangan, AKG digunakan sebagai dasar pengelompokan kerawanan pangan. Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut: Kategori Konsumsi < 70% AKG (Sangat Rawan) Kategori Konsumsi < % AKG (Rawan Pangan) Kategori Konsumsi > 90% AKG (Tahan Pangan) Dari ketiga kelompok ketahanan pangan tersebut, dapat diketahui bahwa rawan dan sangat pada Tahun 2013 dan 2014, penduduk yang rawan dan sangan rawan masih di atas 50%. Kondisi Kerawanan Pangan Menurut Angka Kecukupan Gizi dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2. 7 Kerawanan Pangan Berdasarkan Nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) Tahun Tahun Jumlah Penduduk Sangat Rawan Pangan (<70% AKG) Persentase Jumlah Penduduk Rawan Pangan (70%-89,9% AKG) Persentase Jumlah Penduduk Tahan Pangan (>=90% AKG) Persentase TW I Sumber: Data Statistik Ketahanan Pangan Tahun Aspek Kebencanaan Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera ke Jawa-Nusa Tenggara hingga Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986). 2-20

51 Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk., 2000). Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi. Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun , di daerah ini telah terjadi 32 tsunami yang 28 di antaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di bawah laut. Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia., dalam kurun waktu 2005 sampai 2014 total terdapat peristiwa longsor. Total ada orang tewas dan hilang akibat bencana-bencana longsor dalam waktu 10 tahun. Dalam 10 tahun itu, tren bencana longsor cenderung meningkat. Di tahun 2005 tercatat ada 50 kejadian tanah longsor. Pada tahun 2014 naik menjadi 385 kejadian. Selama kurun waktu terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk., 2000). 2-21

52 Gambar 2. 2 Peta Kerawanan Bencana di Indonesia Sumber: BNPB, 2012 Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan didesain sedemikian rupa dengan dampak lingkungan yang minimal, proses pembangunan tetap menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pembangunan yang selama ini bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam (terutama dalam skala besar) menyebabkan hilangnya daya dukung sumber daya ini terhadap kehidupan mayarakat. Dari tahun ke tahun sumber daya hutan di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan sumber daya mineral juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik sering menyebabkan peningkatan risiko bencana.. Ketahanan ruang terhadap ancaman bencana alam memang tidak akan secara mutlak menghindarkan manusia dari bahaya maut, tetapi setidaknya akan mengurangi jumlah korban yang menderita akibat dampak bencana tersebut. Oleh karena itu, semua pihak diharapkan mau dan mampu mempertimbangkan aspek kebencanaan tersebut dalam melaksanakan segala rutinitasnya. Secara umum, praktek mitigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain meliputi perencanaan tata ruang yang disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan memberlakukan peraturan (law enforcement) pembangunan. Rencana Tata Ruang seharusnya memuat visi komunitas lingkungan yang aman. Menurut Agenda World Habitat 2008, secara umum, langkah-langkah untuk mengembangkan lingkungan perkotaan yang aman (Saver City Process) Menurut Koetter (2003), adalah : a. Memperkirakan kebutuhan yang harus dikembangkan untuk keselamatan perkotaan b. Membentuk kerjasama antara berbagai pihak, baik dari pemerintah, swasta maupun masyarakat c. Memformulasikan dan mengimplementasikan rencana tindak (action plan) kolaborasi antara berbagai pihak. Rencana ini harus disusun berdasarkan prioritas, tujuan, indikator, kerangka waktu dan sistem pemantauan. 2-22

53 Rencana Tata Ruang akan memenuhi kebutuhan terhadap pentingnya instrument pencegahan resiko dan mitigasi bencana alam, terutama dalam mendukung elemen-elemen dalam manajemen bencana seperti antara lain Early Warning System (EWS), Pemetaan dan Penilaian Resiko, Prevensi dan Reduksi, Manajemen Resiko, dan Rekonstruksi. Oleh karena itu, dalam upaya mengintegrasikan factor kebencanaan dalam penataan ruang tidak hanya terletak pada memasukkan data/informasi rawan bencana saja ke dalam tahapan perencanaannya, tetapi juga meliputi aspek pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang harus memperhitungkan manajemen bencana tersebut. Dengan demikian, maka pemetaan rawan bencana menjadi mutlak untuk diperlukan dalam merumuskan rencana struktur dan pola ruang. Namun kiranya perlu dipertimbangkan kajiankajian kebencanaan, seperti misalnya: a. kajian kerentanan bencana, yang menilai perbedaan suatu wilayah dengan kriteria indeks kerentanan tertentu sehingga intensitas kegiatan di dalam kawasan tersebut akan diatur sedemikian rupa untuk meminimalisasi biaya resiko yang muncul dari bencana yang datang b. kajian mitigasi bencana, yang memberikan perlakuan khusus pada bangunan ataupun lahan yang dinilai layak untuk dijadikan sebagai tempat evakuasi sementara yang aman, aksesible, dan kapasitas yang cukup c. kajian transportasi darurat, yang memberikan arahan jalur distribusi logistik lain yang tidak menggunakan jalur transportasi yang biasa digunakan Aspek Kelembagaan dan Informasi Penataan Ruang A. Kelembagaan Penataan Ruang Pada dasarnya kelembagaan penataan ruang terbagi menjadi dua bagian, yaitu lembaga koordinasi di tingkat pusat maupun daerah yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi koordinasi lintas kementerian dalam rangka mewujudkan keterpaduan dan keserasian dalam penyusunan kebijakan, pelaksanaan, pembinaan, dan pengawasan penataan ruang, serta lembaga yang muncul kaitannya dengan kerjasama antar wilayah/kawasan dalam konteks pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Beberapa tinjauan terkait kelembagaan koordinasi penataan ruang: 1. Masih belum sinergisnya gerak langkah lembaga koordinasi penataan ruang Penyebab utamanya adalah belum ditetapkannya mekanisme serta hubungan kerja antara lembaga koordinasi pusat dan daerah, sehingga penyelenggaraan penataan ruang belum dapat terselenggara secara optimal 2. Lemahnya koordinasi lintas sektor di internal lembaga koordinasi Kelemahan koordinasi antar sektor dimulai dengan perbedaan pemahanan atas sektor lain yang bermuara pada tidak serasinya peraturan sektoral. Dalam peraturan sektoral, kepentingan setiap sektor dituangkan ke dalam berbagai peraturan dalam berbagai bentuk, UU, PP, Perpres dan Keppres. Perbedaan pemahaman antarpemangku 2-23

54 kepentingan semakin memperlemah koordinasi yang belum tercipta dengan baik. Baik koordinasi antarsektor dan antarlevel pemerintahan. Selain itu, prosedur harmonisasi peraturan dan koordinasi pelaksanaan penataan ruang belum dilakukan dengan baik, lembaga koordinasi tidak dapat memaksa instansi terkait untuk mengimplementasikan tata ruang. 3. Peran lembaga koordinasi pusat dan daerah sejauh ini lebih sebatas proses persetujuan substansi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, Kabupaten dan Kota dan RRTR. Peran lembaga koordinasi di pusat dalam pemanfaatan ruang masih sangat kurang, karena kedua lembaga ini hanya bisa memberikan rekomendasi yang sifatnya tidak mengikat bagi seluruh stakeholders. 4. Belum optimalnya peran koordinasi penyelesaian konflik pemanfaatan ruang Koordinasi dalam penyelesaian konflik masih sangat terkait dengan tugas lembaga koordinasi pusat dan daerah dalam pengendalian pemanfaatan ruang, yang hanya bisa memberikan rekomendasi penyelesaian tanpa memiliki kekuatan hukum mengikat bagi seluruh stakeholders. Sementara itu dalam rangka kerjasama antar wilayah/kawasan, untuk satu urusan, untuk urasan banyak, atau untuk pengelolaan kawasan, dapat dibentuk kelembagaan. Bentuk kelembagaan yang dapat dikembangkan adalah: 1. Unit Pengelola Teknis bersama a. Wilayah yang terlibat : beberapa daerah b. Sektor yang dikerjasamakan: satu sektor c. Pendanaan: daerah yang bersangkutan 2. Badan pengelola a. Wilayah yang terlibat : beberapa daerah b. Sektor yang dikerjasamakan: banyak sektor sesuai kesepakatan kerjasama c. Pendanaan: daerah yang bersangkutan, subsidi, service 3. Lembaga kuasi administratif a. Wilayah yang terlibat : beberapa daerah b. Sektor yang dikerjasamakan: banyak sektor terkait dengan pengelolaan kawasan c. Pendanaan: daerah yang bersangkutan, subsidi, service Kelembagaan model kerjasama antar wilayah ini belum banyak dibentuk. Padahal konsep kerjasama wilayah dikembangkan untuk menciptakan efisiensi dalam memberikan pelayanan publik, karena kompleksitas masalah yang tidak cukup diselesaikan oleh satu wilayah saja. Dalam konteks pengembangan wilayah KSN salah satunya, tidak bisa diselesaikan secara sendiri oleh masing-masing kabupaten/kota yang dilingkupi KSN, melainkan kerjasama kabupaten/kota yang masuk dalam KSN. Bahkan perlu juga kerjasama dengan provinsi yang menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah B. Informasi Penataan Ruang 2-24

55 Kualitas rencana tata ruang sangat ditentukan oleh kualitas informasi dan data penataan ruang yang digunakan sebagai rujukan dalam penyusunan rencana. Begitu juga dengan kualitas pengendalian pemanfaatan ruang juga perlu dukungan sistem informasi yang berkaitan dengan dinamika pemanfaatan ruang di lapangan. Dalam konteks perencanaan tata ruang, informasi data dan peta untuk tiap skala produk rencana masih terkendala. Peta 1:5.000 untuk RDTR masih sulit diperoleh dari BIG, sementara jika pengadaan secara langsung seperti LIDAR biayanya akan sangat mahal sekali. Data sektoral sendiri juga masih sulit ditemui, baik tingkat kedalaman yang diharapkan, maupun dari time seriesnya. Belum lagi jika dikaitkan keakuratan data, karena di sektor yang sama untuk satu variabel, masih bisa ditemui data yang berbeda. Dalam konteks pengendalian pemanfaatan ruang, kondisi di daerah saat ini adalah tidak tersedianya sistem informasi tata ruang yang lengkap yang dapat diakses oleh masyarakat. Dimulai dengan informasi mengenai bagaimana keterlibatan masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan pemanfaatan ruang. Bagaimana mekanismenya pun belum jelas. Selain itu dokumen RTRW sebagai acuan dalam mengawasi pelaksanaan pemanfaatan ruang juga tidak mudah untuk diperoleh oleh masayarakat 2. 2 T A N T A N GA N D A N I S U S T RAT E G I S P ENATAAN RU A N G Tantangan Penataan Ruang Berdasarkan analisis terhadap peran tata ruang dalam pembangunan, upaya pemenuhan standar pelayanan minimal, kondisi umum, dan status capaian penyelenggaran penataan ruang maka diperoleh beberapa tantangan penataan ruang sebagai berikut: 1. Merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan perencanaan, pemrograman secara berkelanjutan dalam pelaksanaan program perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang dengan mengedepankan pencapaian target program bukan sebagai target sektoral/bidang 2. Melakukan peningkatan integrasi pemanfaatan ruang darat, laut, dan udara, termasuk ruang dalam bumi serta peningkatan integrasi muatan rencana tata ruang wilayah nasional dengan RTRW provinsi, RTRW kabupaten/kota (bahkan sampai dengan RDTR). 3. Menyelesaikan dan melengkapi peraturan operasionalisasi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri berupa norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) di bidang penataan ruang untuk mendukung implementasi penataan ruang di lapangan. 4. Melakukan Review RTRWN dan Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan, Kawasan Strategis Nasional, serta Perda RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota beserta rencana rincinya sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah 2-25

56 Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, serta Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang 5. Perwujudan dan operasionalisasi RTR pulau/ksn melalui penyusunan dan implementasi program terpadu yang diikuti dengan pengendalian pemanfaatan ruang serta monitoring pelanggaran pemanfaatan ruang 6. Meningkatkan kualitas pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang terutama melalui dukungan sistem informasi dan monitoring tata ruang di daerah untuk mengurangi terjadinya konflik pemanfaatan ruang antar sektor, antar wilayah dan antar pemangku kepentingan, serta melakukan pengawasan penyelenggaraan tata ruang baik di tingkat pusat dan daerah dalam rangka menjamin kesesuaian antara rencana tata ruang dan implementasinya serta melakukan pengawasan penyelenggaraan penataan ruang baik di tingkat pusat dan daerah dalam rangka menjamin kesesuaian antara rencana tata ruang dan implementasinya. 7. Perwujudan penataan kawasan melalui pengembangan dan pengelolaan kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, kawasan ekonomi, dan kawasan baru, dengan penekanaan kawasan baru yang tidak hanya terfokus pada kawasan rawan bencana dan kawasan risiko perubahan iklim melainkan juga kawasan lainnya secara tematik yang potensial berkembang. 8. Melakukan pembinaan penataan ruang, khususnya dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan serta peningkatan kemampuan aparat perencana maupun pelaksana pengendalian pemanfaatan ruang, baik di tingkat pusat maupun di daerah, untuk menjamin pelaksanaaan RTR yang semakin berkualitas serta dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif. 9. Peningkatan peran regional dan global melalui kerjasama luar negeri dengan terlebih dahulu melakukan percepatan peningkatan fungsi pelayanan internal Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan menyiapkan infrastruktur strategis untuk pendukung kegiatan regional dan global 10. Peningkatan pelibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan tata ruang. 11. Peningkatan dukungan aspek manajerial DJPR terhadap kegiatan penataan ruang, baik secara kelembagaan maupun secara program dan anggaran Isu Strategis Penataan Ruang Berdasarkan analisis terhadap kondisi lingkungan strategis penataan ruang, maka diperoleh beberapa isu strategis penataan ruang sebagai berikut: 1. Tata ruang dan pertanahan sangat penting untuk diintegrasikan karena penataan ruang membutuhkan tanah. Integrasi tata ruang dan pertanahan mempunyai fungsi kontrol terhadap hak kepemilikan tanah, baik perseorangan maupun badan usaha dengan hak pemanfaatannya, sehingga tidak terjadi konflik dalam pemanfaatan atas tanah. Penataan ruang merupakan proses perumusan tatanan masa depan suatu ruang wilayah yang di dalamnya terdapat berbagai sektor saling terkait. 2-26

57 Secara normatif, ada mandat UUPA 1960 dan UU Penataan Ruang (UU 26/2007) yang dapat dijadikan dasar dalam penyelenggaraan urusan tata ruang dan pertanahan. Keduanya merupakan turunan dari UUD 1945 pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari sudut pandang tersebut, maka sebenarnya kedua aspek tersebut, baik tanah dan tata ruang memiliki perspektif keruangan dengan penekanan yang berbeda. Tata ruang lebih menekankan pada pengaturan dan pemanfaatan ruangnya, sementara tanah sebagai bagian dari ruang lebih kepada penguasaan dan pemilikan tanahnya. Intervensi aspek penataan ruang: a. Pengaturan Adanya inisiatif Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melakukan integrasi antara tata ruang dan pertanahan melalui harmonisasi peraturan terkait b. Pembinaan Penyelesaian konflik yang timbul akibat tidak sinkronnya Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Rinci Tata Ruang di daerah dengan pemilikan dan penguasaan tanah, sehingga diperlukan bimbingan kepada daerah dalam integrasi aspek pertanahan dan tata ruang pada perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang. c. Pelaksanaan Upaya penataan ruang dan penataan pertanahan memerlukan ketersediaan data dasar dan informasi yang akurat dan rinci mengenai penguasaan dan pemilikan tanah pada ruang-ruang yang telah diatur peruntukannya.. 2. Meluasnya ketimpangan antar wilayah di bagian barat dan timur indonesia serta masih banyaknya jumlah kawasan tertinggal akibat belum meratanya infrastruktur. Dalam kaitannya dengan upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal, Pemerintah telah menetapkan daerah tertinggal Tahun sebagai target percepatan, sebagaimana tertuang dalam Perpres No.131 Tahun Jumlah daerah tertinggal untuk tiap satuan wilayah adalah sebagai berikut: a. Sumatera sebanyak 13 daerah b. Jawa-Bali sebanyak 6 daerah c. Kalimantan-Sulawesi sebanyak 30 daerah d. Nusa Tenggara-Maluku-Papua sebanyak 73 daerah Ketimpangan pendapatan sebagaimana yang diukur dengan koefisien Gini telah menjadi semakin besar selama dasawarsa terakhir. Koeifisien gini Indonesia tahun 2013 mencapai 0,41 naik dari 0,36 di tahun Intervensi aspek penataan ruang: a. Pengaturan Adanya inisiatif dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan ruang sesuai standar minimal kebutuhan infrastruktur wilayah dan kawasan yang perlu didukung oleh NSPK tentang standar pelayanan minimal 2-27

58 b. Pembinaan Adanya upaya dari pemerintah untuk meningkatkan menciptakan pemerataan pertumbuhan ekonomi dengan mewujudkan pusat pertumbuhan baru, melalui peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM Tata ruang c. Pelaksanaan dan Tematik Adanya upaya pemerintah untuk mewujudkan ruang yang nyaman dan produktif dengan meningkatkan pencapaian standar pelayanan minimal bidang tata ruang Adanya upaya pemerintah untuk meningkatkan fungsi perkotaan agar tercipta polarisasi pembangunan, melalui pengembangan KSN perkotaan untuk mendorong fungsi perkotaan yang ada sesuai dengan tema pengembangannya. d. Pengawasan Adanya upaya pemerintah untuk memastikan keterwujudan ruang untuk perkotaan strategis skala nasional, melalui pengawasan serta pengembangan sistem informasi tata ruang untuk KSN Perkotaan. 3. Tingginya alih fungsi lahan, terutama dari kawasan hutan dan pertanian menjadi daerah terbangun, baik berupa kawasan industri maupun permukiman dan berkurangnya luas kawasan hutan dan menurunnya proporsi ruang terbuka hijau perkotaan, di daerah aliran sungai yang kritis. Perubahan kondisi tutupan lahan dari kelas tutupan lahan kategori hutan (berhutan) menjadi kelas tutupan lahan kategori non hutan (tidak berhutan) adalah sebesar 568,0 ribu ha/th, di mana sebesar 79,9 % deforestasi terjadi dalam kawasan hutan dan 20,1% terjadi di luar kawasan hutan. Alih fungsi lahan pertanian, khususnya sawah yang ditetapkan menjadi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Kawasan P2B), yang mengalami penurunan sekitar 0,17% per tahun. Intervensi aspek penataan ruang: a. Pengaturan Pembangunan yang berlansung saat ini berpotensi menimbulkan ketidakserasian antara struktur ruang dan pola ruang, kawasan lindung dan budaya, keselarasan lingkungan alami dan buatan, keseimbangan antar daerah dan antar desa - kota, sehingga dibutukan NSPK yang mengatur aspek keserasian 2-28

59 Forum Economis Intelligence Unit (EUI) tahun 2014, bahwa perkembangan indeks ketahanan pangan (IKP) global Indonesia menempati posisi pada urutan 71 dari total 113 negara b. Pembinaan Tingginya pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya skala besar tanpa menghitung daya dukung dan daya tampungnya yang tidak ditunjang dengan upaya pengendalian serta maraknya pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan lindung, mengancam keberadaan ruang lindung yang ada, sehingga dibutuhkan penyelenggaraan pelatihan dan sosialisasi untuk peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM. c. Pelaksanaan dan Kegiatan Tematik Pengembangan kawasan andalan darat dan kawasan andalan laut yang tidak tepat dapat menyebabkan lambatnya perkembangan pusat pertumbuhan baru, sehingga dibutuhkan sinergitas pemanfaatan ruang pada kawasan andalan darat dan kawasan andalan laut Pengembangan kawasan lindung nsional yang tidak tepat dapat menyebabkan degradasi lingkungan terhadap kawasan lindung tersebut, sehingga dibutuhkan pemanfaatan ruang secara arif dan didukung pengendalian pemanfaatan kawasan lindung nasional. d. Pengawasan Lemahnya pengawasan terhadap penyelenggaraan tata ruang, berpotensi menimbulkan ketidakserasian, ketidakelarasan tata ruang untuk tiap hirarkinya (wilayah dan sektor) dan ketidakseimbangan antara kegiatan lindung dan budidaya, sehingga perlu adanya penguatan terhadap pengawasan serta pengembangan sistem informasi untuk tata ruang di kawasan andalan dan kawasan lindung 4. Perlunya mendorong terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan akibat pertumbuhan penduduk dan untuk menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat. Para Pakar Ekonomi yang tergabung dalam Forum Economis Intelligence Unit (EUI) tahun 2014, bahwa perkembangan indeks ketahanan pangan (IKP) global Indonesia menempati posisi pada urutan 71 dari total 113 negara melalui program ketahanan pangan yang dijalankan Kementerian Pertanian. Selain ditinjau indeks ketahanan pangan secara global, terdapat ukuranukuran nasional yang digunakan untuk mengindentifikasi ketahanan pangan, yaitu: A. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Pangan Neraca Total Kebutuhan dan Ketersediaan Pangan pada umumnya terjadi surplus. Defisit hanya terdapat pada komoditas kacang tanah sebesar Ton, telor unggas sebesar Ton, dan telur ayam ras sebesar Ton. 2-29

60 B. Ketersediaan dan Konsumsi Energi, Protein dan Lemak Berdasarkan Neraca Bahan Makanan (NBM) Dari perbandingan Ketersediaan dan Konsumsi Energi, Protein, dapat dilihat bahwa ketersediaan energi dan protein melebih konsumsinya. C. Pola Pangan Harapan Kondisi PPH ini masih jauh dari sasaran PPH yang ditetapkan pemerintah. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada tahun 2014 diarahkan menjadi 93,3 dengan konsumsi energi dari padi-padian yang mencapai 50 ke atas sementara realisasinya skor PPH adalah 87,12 dengan konsumsi energi dari padi-padian hanya mencapai 25. D. Kerawanan Pangan Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) Dari ketiga kelompok ketahanan pangan menurut AKG, dapat diketahui bahwa rawan dan sangat pada Tahun 2013 dan 2014, penduduk yang rawan dan sangan rawan masih di atas 50%. Intervensi aspek penataan ruang: a. Pengaturan Sektor informal dan UKM yang sangat berperan dalam pengembangan ekonomi perdesaan, belum cukup diberikan ruang untuk berperan, sehingga masyarakat desa tidak dapat mengoptimalkan kemampuannya. Untuk itu diperlukan regulasi pengaturan ruang untuk kegiatan sektor informal dan UKM. b. Pembinaan Adanya upaya pemerintah untuk melaksanakan tata ruang yang dapat mewujudkan kawasan perdesaan yang berkelanjutan, melalui penyebarluasan dan sosialisasi kebijakan yang mendukung peningkatan peran sektor informal, UKM dan ekonomi perdesaan kepada pemangku kepentingan terkait (pelaku bisnis, kelompok masyarakat, profesional dan pakar) serta penyelenggaraan pelatihan untuk peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM tata ruang untuk mewujudkan kawasan perdesaan berkelanjutan (dapat menjaga ketahanan pangan, memelihara serta melestarikan sumberdaya air, energi, dan sumber daya alam lainnya). c. Pelaksanaan dan Kegiatan Tematik Masih belum optimalnya penyediaan ruang-ruang untuk kegiatan informal, UKM dan ekonomi perdesaan serta adanya upaya pemerintah untuk memastikan keterwujudan ruang perdesaan yang berkelanjutan (dapat menjaga ketahanan pangan, memelihara serta melestarikan sumberdaya air, energi, dan sumber daya alam lainnya), perlu didukung dengan pemanfaatan ruang di perdesaan d. Pengawasan Adanya upaya pemerintah untuk mewujudkan ruang perdesaan yang dapat dapat menjaga ketahanan pangan, memelihara serta melestarikan sumberdaya air, energi, dan sumber daya alam lainnya, serta dilengkapi oleh infrastruktur untuk kegiatan informal dan UKM yang berkualitas, perlu didukung oleh pengawasan serta 2-30

61 pengembangan sistem informasi terhadap pengembangan kawasan perdesaan yang berkelanjutan dan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan peningkatan peran sektor informal, UKM dan ekonomi perdesaan melalui penyelenggaraan tata ruang. 5. Belum optimalnya kapasitas kelembagaan yang mencakup kuantitas dan kualitas SDM di pusat dan daerah, dan masih terbatasnya penyediaan sistem informasi dan data bidang tata ruang. Beberapa isu terkait dengan kelembagaan penataan ruang adalah: a. Masih belum sinergisnya gerak langkah lembaga koordinasi di pusat dan daerah b. Lemahnya koordinasi lintas sektor di internal lembaga koordinasi di pusat dan daerah c. Peran lembaga koordinasi di pusat dan daerah sejauh ini lebih sebatas proses persetujuan substansi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, Kabupaten dan Kota dan RRTR. d. Belum optimalnya peran koordinasi penyelesaian konflik pemanfaatan ruang e. Kelembagaan model kerjasama antar wilayah belum banyak dibentuk, meskipun konsep ini dibutuhkan untuk menciptakan efisiensi dalam memberikan pelayanan publik, kaitannya dengan pemanfaatan ruang. Terbatasnya penyediaan sistem informasi dan data bidang tata ruang dilihat dari dua konteks, yaitu dalam konteks perencanaan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam perencanaan tata ruang, informasi data terkendala dengan kelengkapan dan keakuratan sementara untuk peta tiap skala produk rencana masih belum lengkap, seperti halnya peta 1:5.000 untuk RDTR. Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, keterbatasan informasi bagaimana dan mekanisme masyarakat dalam pengawasan pemanfaatan ruang, serta akses terhadap dokumen RTRW sebagai acuan dalam mengawasi pelaksanaan pemanfaatan ruang. Intervensi aspek penataan ruang: a. Pengaturan Kurang intensifnya penegakan hukum di bidang tata ruang berimplikasi pada penyimpangan pemanfaatan ruang serta pelanggaran terhadap penyelenggaraan tata ruang (pengaturan, pembinaan, pelaksanaan tata ruang), sehingga diperlukan penyiapan NSPK tentang proses penegakan hukum di bidang tata ruang. b. Pembinaan Penegakan hukum yang tidak berjalan secara optimal dapat mengakibatkan pemanfaatan ruang tidak terkendali, khususnya dalam hal kesesuaiannya dengan rencana yang telah disusun, sehingga berpotensi menimbulkan ancaman terhadap perwujudan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Oleh karena itu dibutukan dukungan sosialisasi ketentuan peraturan dan perundang- undangan dalam aspek penegakan hukum bidang tata ruang. c. Pelaksanaan dan Kegiatan Tematik 2-31

62 Perlunya pelaksanaan operasionalisasi fungsi penegakan hukum untuk menciptakan ketidaktertiban ruang. d. Pengawasan Masih ditemui pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang sehingga perlu penguatan terhadap pengawasan terhadap penegakan hukum. 6. Masih banyaknya permasalahan-permasalahan di kawasan perbatasan baik dari aspek sosial, ekonomi, lingkungan, infrastruktur, dan pertahanan serta keamanan. Adapun permasalahan yang saat ini terjadi di Kawasan Perbatasan adalah sebagai berikut: a. Keterisolasian kawasan perbatasan negara merupakan isu utama perbatasan, karena keterbatasan infrastruktur dasar wilayah, yaitu transportasi, energi (listrik dan BBM), komunikasi dan informasi, menyebabkan lambannya pertumbuhan ekonomi, dan minimnya pelayanan sosial dasar, khususnya pendidikan dan kesehatan. b. Belum efektifnya pengembangan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di perbatasan. c. Masih terdapat segmen batas wilayah negara Indonesia dengan negara tetangga yang belum disepakati (overlapping claim areas) d. Pengamanan dan pengelolaan batas wilayah laut, darat, dan udara di kawasan perbatasan negara belum optimal, sehingga masih banyak terdapat aktivitas ilegal di wilayah perbatasan Indonesia. e. Pengelolaan perbatasan negara belum terintegrasi antarprogram, antark/l Intervensi aspek penataan ruang: a. Pembinaan Adanya upaya pemerintah untuk menjadikan kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan pembangunan wilayah di Indonesias serta banyak masyarakat yang tidak paham mengenai arti penting kawasan pertahanan negara dalam pembangunan wilayah perlu didukung dengan pembinaan dan sosialisasi kebijakan terkait. b. Pelaksanaan dan Kegiatan Tematik Kawasan perbatasan negara yang kurang diperhatikan serta pengembangan kawasan pertahanan negara yang tidak tepat, berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa dan mengganggu keamanan dan kedaulatan negara, sehingga perlu pemanfaatan ruang secara optimal di kawasan perbatasan. c. Pengawasan Pengawasan serta pengembangan sistem informasi tata ruang di Kawasan perbatasan negara yang lemah berpotensi menimbulkan tidak optimalnya pelaksanaan pembangunan. 2-32

63 7. Lemahnya daya saing produk indonesia baik di pasar domestik maupun global. meningkatkan daya saing wilayah dengan perencanaan pembangunan wilayah berbasis tata ruang dengan mengedepankan daya saing wilayah sesuai potensi yang dimilikinya. Menurut laporan Indeks Daya Saing Global , daya saing Indonesia berada di posisi ke-37, masih kalah dengan Malaysia yang berada di posisi 18 dan Thailand di posisi 32. Indonesia tidak dinilai masih menghadapi tantangan berat dalam meningkatkan daya saing ekonominya, terutama dari segi infrastruktur (posisi 62) dan institusi (posisi 53) Intervensi aspek penataan ruang: a. Pembinaan Adanya upaya dari pemerintah untuk meningkatkan daya saing wilayah untuk mewujudkan akselerasi pembangunan yang didukung dengan penyelenggaraan pelatihan dan sosialisasi untuk peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM tata ruang. b. Pelaksanaan dan Kegiatan Tematik Pengembangan KSN ekonomi yang tidak tepat dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, oleh karena itu pembangunan wilayah berbasis tata ruang dengan mengedepankan daya saing wilayah sesuai potensi yang dimilikinya. c. Pengawasan Adanya upaya pemerintah untuk memastikan keterwujudan ruang pada perkotaan strategis skala nasional yang didukung dengan pengawasan serta pengembangan sistem informasi tata ruang untuk KSN Perkotaan. 8. Meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana banjir, tsunami, gempa bumi, letusan gunung berapi, longsor, dan kekeringan, yang diperburuk dengan adanya dampak perubahan iklim berupa kenaikan muka air laut dan siklus hidrologi yang ekstrim. Indonesia relatif rentan terhadap bencana, baik bencana geologi (gempa, gunung meletus, dan semburan lumpur), oseonologis (banjir pasang), meteorologis (banjir, kekeringan, putingbeliung), maupun gabungannya (tsunami, tanah longsor, dan gelombang tinggi). Sebagian akibat proses alami yang tidak ada peran manusia, seperti gempa,gunung meletus, dan tsunami. Sebagian lagi akibat proses alami yang terkait 2-33

64 dengan ulah manusia, baik secara langsung (seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor), maupun yang tidak langsung (seperti banjir pasang akibat penurunan permukaan tanah daerah pantai). Intervensi aspek penataan ruang: a. Pengaturan Adanya inisiatif baru dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan infrastruktur wilayah dan kawasan sebagai bagian dari upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta pengembangan infrastruktur di kawasan rawan bencana, sehingga membutuhkan regulasi terhadap pemanfaatan ruangnya b. Pembinaan Perlunya pembinaan dan sosialisasi kebijakan pengembangan infrastruktur di kawasan rawan bencana dan juga sebagai upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, agar fungsi dan peran infrastruktur dalam pengembangan wilayah dapat dioptimalkan c. Pelaksanaan dan Kegiatan Tematik Peluang pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana, perlu dilakukan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung kawasan serta memperhatikan pengelolaan resiko bencana dengan mengimplementasikan rencana berbasis mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim d. Pengawasan Adanya upaya pemerintah untuk meningkatkan pengawasan serta pengembangan sistem informasi di kawasan rawan bencana serta fenomena perubahan iklim dan dampaknya bagi pelaksanaan penataan ruang 9. Perlunya integrasi tata ruang udara, lautan dan daratan didukung dengan pengaturan pemanfaatan ruang dalam tanah, khususnya di perkotaan mengingat intensitas pemanfaatannya semakin meningkat. upaya untuk mewujudkan pemanfaatan ruang yang Aman, Nyaman, Produktif, dan Berkelanjutan melalui integrasi rencana keruangan tersebut. 2-34

65 Intervensi aspek penataan ruang: a. Pengaturan Penetapan Rencana Tata Ruang Udara, Ruang Bawah Tanah, dan Ruang Bawah Laut di Kawasan Strategis Nasional, yang dilengkapi dengan pedoman pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya. b. Pembinaan Pembinaan daerah terkait dengan penyusunan serta pemanfaatan ruang udara, ruang bawah tanah, dan ruang bawah laut di daerah, sesuai dengan rencana tata ruang c. Pelaksanaan Penyusunan serta pemanfaatan ruang udara, ruang bawah tanah, dan ruang bawah laut sesuai dengan rencana tata ruang pada Kawasan Strategis Nasional 10. Masih kurangnya pelibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan tata ruang. Kegiatan Musrenbang di Indonesia seringkali tidak melibatkan semua stakeholder, hanya sebagian elit desa atau bahkan dibeberapa tempat hanya melibatkan kepala desa dan sekretarisnya. a. Pengaturan Peluang pengembangan kemitraan dalam pembangunan sektoral ataupun wilayah guna mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan perlu didukung penyusunan produk pengaturan dan kebijakan terkati kemitraan. b. Pembinaan Pentingnya komunikasi antar pelaku pengembangan kawasan dari upaya optimalisasi pemanfaatan ruang skala besar yang membutuhkan pendanaan yang besar serta peran banyak pihak, membutuhkan fasilitasi forum komunikasi antar pelaku c. Pelaksanaan dan Kegiatan Tematik Perlunya pemantauan dan evaluasi hasil pelaksanaan kemitraan dengan masyarakat dan dunia usaha, serta kerjasama luar negeri di bidang tata ruang untuk pelaksanaan tata ruang yang berkualitas Arahan Nawacita Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dengan pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo Jusuf Kalla dirumuskan sembilan agenda prioritas. Kesembilan agenda prioritas itu disebut NAWACITA, yaitu: 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga Negara; 2. Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya; 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; 4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya; 2-35

66 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia; 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya; 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; 8. Melakukan revolusi karakter bangsa; 9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Adapun yang terkait dengan bidang tata ruang yaitu: 1. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberi rasa aman pada seluruh warga Negara. Arahan terkait Tata Ruang: sistem koordinasi pelaksanaan, monitoring dan evaluasi Menyempurnakan sistem penataan ruang nasional dengan memasukan wilayah laut sebagai satu kesatuan dalam rencana penataan ruang nasional/regional; Mengembangkan pembangunan kelautan dan maritim. 2. Membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yg bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya Arahan terkait Tata Ruang yaitu dengan penyempurnaan sistem manajemen dan pelaporan kinerja instansi pemerintah secara terintegrasi, kredibel, dan dapat diakses publik yang akan ditempuh melalui strategi antara lain: penguatan kebijakan sistem pengawasan intern peme-rintah; penguatan pengawasan terhadap kinerja pembangun-an nasional; dan pemantapan implementasi sistem akun-tabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) pada seluruh instansi pusat dan daerah. 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam NKRI Arahan terkait Tata Ruang: Menyempurnakan sistem penataan ruang nasional dengan memasukan wilayah laut sebagai satu kesatuan dalam rencana penataan ruang nasional/regional Meningkatkan kualitas pengaturan dengan mendorong percepatan penyusunan peraturan perundangan terkait Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) untuk memperkuat kedaulatan negara di udara serta peraturan untuk mendukung kemandirian ekonomi dan kedaulatan pangan Mendorong perencanaan tata ruang wilayah nasional dan kawasan dengan mengembangkan pusat pertumbuhan, membangun konektivitas simpul transportasi utama, meningkatkan keterkaitan antara pusat pertumbuhan wilayah dan daerah sekitarnya, 2-36

67 Mendorong perwujudan kawasan perbatasan dan pulau-pulau terluar (kawasan perbatasan), daerah tertinggal dan terpencil, desa tertinggal, dan daerah-daerah yang kapasitas pemerintahannya belum cukup memadai dalam memberikan pelayanan publik melalui peningkatan aksesibilitas, pembangunan infrastruktur dasar dan penunjang kegiatan ekonomi Menerapkan kebijakan khusus dan menata pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di kawasan perbatasan yang berorientasi pada kesejahteraan melalui pembinaan, monitoring dan evaluasi Melakukan pembinaan terhadap daerah tertinggal yang sudah terentaskan melalui penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan peningkatan kapasitas SDM Meningkatkan pembinaan kelembagaan penataan ruang, untuk mendukung pengendalian pemanfaatan ruang. 4. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional. Arahan terkait tata ruang: Menyiapkan sistem penataan ruang nasional yang memastikan terbentuknya konektivitas nasional dengan memadukan sarana dan prasarana transportasi serta meningkatkan keterpaduan sistem transportasi multimoda dan antarmoda. Mengoptimalkan perencanaan dan perwujudan transportasi umum masal perkotaan yang modern dan maju dan berorientasi kepada bus maupun rel. Mengoptimalkan perencanaan dan perwujudan perumahan dan kawasan permukiman yang layak huni, aman dan terjangkau serta didukung penyediaan prasarana, sarana dan utilitas yang memadai. Merencanakan dan mewujudkan ruang khususnya pada lahan budi daya yang menarik bagi investasi baik di tingkat pusat maupun daerah. 5. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik Arahan terkait Tata Ruang: Melaksanakan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang yang mendukung perwujudan kedaulatan pangan melalui penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), penyediaan sarana-prasarana irigasi Melaksanakan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang yang mendukung perwujudan ketahanan air melalui internalisasi Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu (RPDAST) yang sudah tersusun dalam RTRW Melaksanakan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang yang mendukung kedaulatan energi melalui mekanisme insentif dan disinsentif, serta perizinan 2-37

68 Melaksanakan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang dalam rangka pelestarian sumber daya alam, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana melalui internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah, melalui integrasi kajian dan peta risiko bencana dalam penyusunan dan review RTRW Provinsi/ Kabupaten/ Kota Melaksanakan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang dalam rangka mendorong ekonomi maritim dan kelautan melalui penyusunan master plan dan rencana zonasi pulau-pulau kecil, terutama pulau-pulau kecil terluar, penyediaan sarana dan prasarana ekonomi maritim dan kelautan, penyediaan data dan informasi sumber daya kelautan yang terintegrasi, serta pewujudan tol laut. 2-38

69 2-39

70 2-40

71 BAB III TUJUAN, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI DIREKTOAT JENDERAL TATA RUANG 2-1

72

73 3. 1 TUJUA N D I R E K T O R A T J E N D E RAL TATA RU A N G Visi dan Misi Direktorat Jenderal Tata Ruang menindaklanjuti Visi dan Misi Pemerintah yang suda h ada. Presiden Republik Indonesia telah mengarahkan visi dan misi pembangunan Tahun yang dijadikan alur seluruh kementerian dalam merancang arah pembangunan Visi dan Misi Pemerintah Tahun telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015, yakni: TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG ROYONG. Upaya untuk mewujudkan visi diatas telah pula ditetapkan 7 (tujuh) Misi yang harus dilaksanakan oleh setiap Kementerian/Lembaga yang berupa: 1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan negara hukum 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai Negara maritim 4. Mmewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan Untuk mencapai visi dan misi pembangunan nasional yang telah ditetapkan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional memiliki tujuan utama yaitu memastikan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam mendukung perwujudan tujuan utama dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, maka Direktorat Jenderal Tata Ruang merumuskan tujuan untuk meningkatkan kualitas perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang wilayah nasional dan daerah, yang terpadu dan sinergis bagi terciptanya ruang nusantara yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. 3-1

74 3. 2 S A S A R A N P R O GRAM D I R E K T O RA T JENDERAL TATA RUANG Dalam mewujudkan tujuan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, telah dirumuskan sasaran strategis untuk Direktorat Jenderal Tata Ruang, yaitu terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Terkait dengan sasaran strategis tersebut, telah diarahkan Program Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang bagi Direktorat Jenderal Tata Ruang. Untuk memastikan peran Direktorat Jenderal Tata Ruang dalam mewujudkan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang, dengan mempertimbangkan indikator keberhasilan penataan ruang serta tugas dan fungsi dari Direktorat Jenderal Tata Ruang, dirumuskan sasaran program dan indikator pencapaiannya. Adapun sasaran program tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3. 1 Sasaran Program (Outcome) dan Indikator Outcome Direktorat Jenderal Tata Ruang OUTCOME Terwujudnya rumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang Terwujudnya Penyelenggaraan Penataan Ruang Daerah Terwujudnya Dukungan Manajemen Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang INDIKATOR OUTCOME 1. Jumlah regulasi bidang perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang 2. Jumlah Rencana Tata Ruang Nasional/Pulau/Kepulauan/Kawasan Strategis Nasional (KSN) 3. Jumlah operasionalisasi Rencana Tata Ruang Nasional/Pulau/Kepulauan/Kawasan Strategis Nasional (KSN) 4. Jumlah Kawasan yang ditingkatkan kualitasnya Prosentase Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Daerah Dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota Jumlah kegiatan manajerial internal Direktorat Jenderal Tata Ruang Sumber: Hasil Analisis, A RAHAN NA W A CITA Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dengan pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo Jusuf Kalla dirumuskan sembilan agenda prioritas. Kesembilan agenda prioritas itu disebut NAWACITA, yaitu: 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga Negara; 2. Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya; 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; 3-2

75 4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya; 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia; 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya; 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; 8. Melakukan revolusi karakter bangsa; 9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Adapun yang terkait dengan bidang tata ruang yaitu: 1. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberi rasa aman pada seluruh warga Negara. Arahan terkait Tata Ruang: Menyempurnakan sistem penataan ruang nasional dengan memasukan wilayah laut sebagai satu kesatuan dalam rencana penataan ruang nasional/regional; Mengembangkan sistem koordinasi pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pembangunan kelautan dan maritim. 2. Membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yg bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya Arahan terkait Tata Ruang yaitu dengan penyempurnaan sistem manajemen dan pelaporan kinerja instansi pemerintah secara terintegrasi, kredibel, dan dapat diakses publik yang akan ditempuh melalui strategi antara lain: Penguatan kebijakan sistem pengawasan intern peme-rintah; 3-3

76 Penguatan pengawasan terhadap kinerja pembangun-an nasional; dan Pemantapan implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) pada seluruh instansi pusat dan daerah. 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam NKRI Menyempurnakan sistem penataan ruang nasional dengan memasukan wilayah laut sebagai satu kesatuan dalam rencana penataan ruang nasional/regional Meningkatkan kualitas pengaturan, pembinaan pemanfaatan, dan pengawasan rencana tata ruang, termasuk mendorong percepatan penyusunan peraturan perundangan terkait Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) untuk memperkuat kedaulatan negara di udara serta penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perbatasan negara Melakukan pembinaan terhadap daerah tertinggal yang sudah terentaskan melalui penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan peningkatan kapasitas SDM Menerapkan kebijakan khusus dan menata pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di kawasan perbatasan yang berorientasi pada kesejahteraan melalui pembinaan, monitoring dan evaluasi Meningkatkan pembinaan kelembagaan penataan ruang, untuk mendukung pengendalian pemanfaatan ruang. 4. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional. Arahan terkait tata ruang: Menyiapkan sistem penataan ruang nasional yang memastikan terbentuknya konektifitas nasional dengan memadukan sarana dan prasarana transportasi serta meningkatkan keterpaduan sistem transportasi multimoda dan antarmoda. Mengoptimalkan perencanaan dan perwujudan transportasi umum masal perkotaan yang modern dan maju dan berorientasi kepada bus maupun rel. Mengoptimalkan perencanaan dan perwujudan perumahan dan kawasan permukiman yang layak huni, aman dan terjangkau serta didukung penyediaan prasarana, sarana dan utilitas yang memadai. Merencanakan dan mewujudkan ruang khususnya pada lahan budi daya yang menarik bagi investasi baik di tingkat pusat maupun daerah. 5. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik Menumbuhkan prakarsa dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap upaya pengelolaan sumber daya air melalui proses pendampingan, penyuluhan dan pembinaan, serta sistem kemitraan antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka pengelolaan sumber daya air 3-4

77 Peningkatan upaya pembinaan, pengawasan, dan penegakan peraturan sebagai produk perangkat hukum di lapangan terkait pelanggaran pemanfaatan sumber daya kelautan, pencemaran dan kegiatan yang merusak lainnya 3. 4 A RAHAN R P JM N Berdasarkan permasalahan, isu strategis, tantangan, serta sasaran pembangunan Bidang Tata Ruang Tahun , maka dapat dirumuskan arah kebijakan dan strategi pembangunan Bidang Tata Ruang. Penyelenggaraan penataan ruang meliputi 4 (empat) kegiatan utama yakni pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan. Keberhasilan pelaksanaan pada tiap-tiap komponen kegiatan utama tersebut akan menentukan sejauh mana tujuan pembangunan bidang tata ruang tercapai. Dengan demikian efektivitas penyelenggaraan penataan ruang pada tiap komponen menjadi faktor kunci yang menentukan keberhasilan pembangunan penataan ruang secara keseluruhan Adapun Arah Kebijakan, Strategi, dan Indikator pembangunan bidang tata ruang dapat dilihat pada tabel berikut ini Tabel 3. 2 Kebijakan, Strategi dan Indikator Output Pembangunan Bidang Tata Ruang RPJMN Strategi Indikator output Kelembagaan Arah Kebijakan 1: Meningkatkan ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif dan harmonis A. Penyusunan peraturan perundangan amanat UU No. 26 Tahun 2007 berupa peraturan perundangan Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) dan regulasi turunannya B. Penyusunan regulasi turunan UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 terkait RZWP-3-K C. Harmonisasi peraturan perundangan yang berkaitan dengan Bidang Tata Ruang D. Penginternalisasian kebijakan sektoral dalam NSPK Bidang Tata Ruang E. Pengintegrasian RTR dengan rencana pembangunan Tersusunnya peraturan perundangan Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) dan turunannya Tersusunnya regulasi turunan UU No. 27/2007 Harmonisnyaperaturan perundangan sektoral yang berkaitan dengan Bidang Tata Ruang Tersusunnya NSPK Bidang Tata Ruang yang sudah mengakomodir kebijakan sektoral Tersusunnya pedoman integrasi rencana tata ruang dengan rencana pembangunan dan rencana sektoral Tersusunnya mekanisme implementasi integrasi pemanfaatan ruang oleh berbagai sektor yang mengacu pada indikasi program rencana tata ruang Kemen ATR/BPN Kemenhan KKP Kemen ATR/BPN Kemenko Perekonomian Kemenhukham Kemen ATR Bappenas Kemendagri Bappenas Kemendagri 3-5

78 Strategi Indikator output Kelembagaan Arah Kebijakan 2: Meningkatkan Pembinaan Kelembagaan Penataan Ruang A. Optimasi kinerja lembaga penyelenggara Tata Ruang B. Peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha C. Penyusunan sistem informasi penataan ruang Tersusunnya standarisasi lembaga penyelenggara Tata Ruang Terselenggaranya pembinaan SDM Bidang Tata Ruang di Pusat dan Daerah dengan kurikulum terstandardisasi dan sertifikasi bagi penyusun RTR Meningkatnya kualitas koordinasi kelembagaan penataan ruang melalui Rakernas BKPRN, Raker Regional BKPRN, Rakornas BKPRD dan pelaksanaan pedoman mekanisme hubungan kerja BKPRN- BKPRD Terbentuknya forum masyarakat dan dunia usaha dalam rangka pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang Terlaksananya kegiatan pembinaan kemitraan masyarakat dan dunia usaha Tersusunnya sistem informasi penataan ruang yang terpadu dan terintegrasi antara Pusat dan Daerah Kemendagri Kemen ATR/BPN Kemendagri Kemen ATR/BPN Kemendagri Kemen ATR/BPN Kemendagri Bappeda Kemen ATR/BPN D. Optimasi kinerja lembaga penyelenggara Tata Ruang Tersusunnya standarisasi lembaga penyelenggara Tata Ruang Arah Kebijakan 3: Meningkatkan Kualitas Pelaksanaan Penataan Ruang A. Peningkatan kualitas produk dan penyelesaian serta peninjauan kembali RTR Penyelesaian penyusunan Perpres RTR KSN, Perda RTRW Prov dan Kab/Kota, Perda Rencana Rinci Tata Ruang, dan Perda RZWP3K beserta Peninjauan Kembali RTR Pulau/ Kepulauan, RTR KSN, RTRW Prov dan Kab/Kota, serta RZWP3K Tersusunnya peraturan perundangan Rencana Tata Ruang Laut Nasional. Kemendagri Kemen ATR/BPN KKP Kemen ATR/BPN Peninjauan Kembali RTRWN Kemen ATR/BPN Melaksanakan mekanisme persetujuan substansi /pemberian tanggapan RTR dan RZWP3K termasuk sertifikasi bagi tim persub Tersusunnya rekomendasi perbaikan mekanisme evaluasi RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota. Terlaksananya pemetaan indikasi program RTR ke dalam program Kemen ATR KKP Kemendagri Kemen ATR/BPN Kemendagri 3-6

79 Strategi Indikator output Kelembagaan rencana pembangunan Bappenas B. Penyusunan peraturan zonasi yang lengkap untuk menjamin implementasi RTR Tersusun dan diimplementasikannya peraturan zonasi sesuai standar Kemen ATR/BPN Terlaksananya pembinaan kapasitas kelembagaan terkait peraturan zonasi, insentif, dan pemberian sanksi Kemendagri C. Percepatan penyediaan data pendukung pelaksanaan penataan ruang yang mutakhir D. Peningkatan efektivitas pengendalian pemanfaatan ruang Tersedianya peta dasar skala 1:5000 dan data pendukung pelaksanaan penataan ruang yang mutakhir sesuai kebutuhan Terlaksananya pedoman mekanisme insentif dan pemberian sanksi dalam penyelenggaraan penataan ruang Pemanfaatan sistem informasi penataan ruang untuk perizinan di Daerah Terlaksananya pemanfaatan ruang evaluasi Terlaksananya pedoman mekanisme insentif dan pemberian sanksi dalam penyelenggaraan penataan ruang Arah Kebijakan 4: Melaksanakan Evaluasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang yang terukur Tersusunnya penyusunan indikator outcome dan baseline penyelenggaraan penataan ruang, pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang di tingkat pusat Pemanfaatan sistem informasi penataan ruang untuk pemantauan dan evaluasi Terlaksananya evaluasi penyelenggaraan penataan ruang di tingkat daerah sesuai dengan pedoman yang telah disusun oleh Pemerintah Pusat. Kemen ATR/BPN BIG Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Bappenas Kemen ATR/BPN Bappenas Bappeda Sumber: RPJMN

80 3. 5 A RAHAN R E N S T RA K E M E NT E R I A N A GRARIA D A N T A T A R U A N G / B A D A N P E RTANAHAN NA S IO NA L Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Penyelenggaraan penataan ruang tahun diarahkan untuk mewujudkan Nawacita terkait dengan pembangunan Indonesia dari pinggiran, pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing ekonomi, dan pengembangan tol laut, kedaulatan pangan dan energi, pengembangan kawasan perbatasan negara termasuk pulau pulau terluar, disparitas pembangunan antar wilayah dan kawasan, dan perubahan iklim. Program penyelenggaraan penataan ruang akan difokuskan antara lain pada penyusunan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) bidang penataan ruang, penyelesaian RTRWN dan RTR Kawasan Strategis Nasional, Rencana Detail Tata Ruang, fasilitasi penyediaan peta skala 1:5.000, pembentukan, peningkatan kapasitas, dan fasilitasi pelaksanaan tugas PPNS. Pelaksanaan tugas dengan mekanisme dekonsentrasi yang telah berjalan akan dilanjutkan, yang disesuaikan dengan tugas dan fungsi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Arah Sasaran Strategis, Outcome dan Output Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Untuk Direktorat Jenderal Tata Ruang Visi pembangunan nasional Tahun adalah Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong. Misi yang diemban untuk memenuhi visi yang telah dirumuskan adalah : (1) mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; (2) mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan negara hukum; (3) mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai Negara maritim; (4) mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera; (5) mewujudkan bangsa yang berdaya saing; (6) mewujudkan Indonesia menjadi Negara maritim yang maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional; dan (7) mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. Untuk mencapai visi dan misi pembangunan nasional yang telah ditetapkan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional memiliki tujuan utama yaitu memastikan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk memastikan peran Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, dirumuskan sasaran strategis tahun adalah: (1) meningkatnya kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan agraria yang adil dan berkelanjutan; (2) terwujudnya ruang yang aman, nyaan, produktif, dan berkelanjutan; (3) berkurangnya kasus tata ruang dan pertanahan (sengketa, konflik, dan perkara). Sasaran strategis yang diarahkan untuk dicapai oleh Direktorat Jenderal Tata Ruang adalah sasaran strategis ke

81 Selanjutnya sasaran strategis yang ke-2 tersebut telah diterjemahkan ke dalam outcome dan indikator outcome, output dan indikator output, dan aktivitas di level kementerian, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3. 3 Struktur Outcome, Output Tingkat Kementerian untuk Direktorat Jenderal Tata Ruang Sasaran Strategis (Outcome Kementerian) Indikator Outcome Kementerian a b Terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan Persentase peningkatan kesesuaian rencana program pembangunan sektor dengan rencana tata ruang Peningkatan tertib tata ruang dan penguasaan tanah Output 1 Penyelenggaraan penataan ruang dalam mendukung program pembangunan yang berkelanjutan Indikator Output Jumlah RTR Nasional/Pulau/Kepulauan/KSN Jumah operasionalisasi RTR Nasional/Pulau/Kepulauan/KSN Jumlah kawasan yang ditingkatkan kualitasnya Jumlah kelompok masyarakat dan dunia usaha yang dibentuk dan dibina Aktivitas Melaksanakan harmonisasi peraturan perundangan sektoral yang berkaitan dengan bidang tata ruang Menyusun RTRWN, Rencana Pengelolaan Ruang Laut dan Udara yang terintergasi dengan rencana tata ruang, RTR Pulau/Kepulauan, dan RTR KSN Melaksanakan Keterpaduan program pemanfaatan ruang wilayah Nasional, Pulau/Kepulauan, dan KSN serta Pelaksanaan Kelembagaan Lintas Sektor dan Lintas Wilayah Menyusun Kebijakan, strategi, dan implementasi perwujudan Pengembangan Kawasan Meningkatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang Output 2 Penyelenggaraan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah Indikator Output Aktivitas Jumlah Provinsi/Kabupaten/Kota yang memperoleh pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah Memfasilitasi perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah Sumber: Renstra Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

82 3. 6 K E B IJAKAN D A N S T R A T E G I D I R E KTORAT JENDERA L T A T A R U A N G Kebijakan operasional Direktorat Jenderal Tata Ruang disusun untuk mencapai tujuan dan sasaran penyelenggaraan penataan ruang. Kebijkan operasional tersebut dirumuskan berdasarkan analisis SWOT terhadap tantangan dan isu strategis penataan ruang, tinjauan dan kebijakan penataan ruang (Hasil SWOT terlampir). Adapun kebijakan yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan perangkat peraturan dan kelembagaan dalam rangka mengoperasionalkan RTR 2. Mendorong perwujudan Penataan Ruang sistem integrator pembangunan wilayah dan sektor 3. Melakukan pengembangan kapasitas kelembagaan dan peningkatan kompetensi SDM di Bidang Penataan Ruang 4. Melakukan pengarusutamaan aspek mitigasi bencana dan perubahan iklim dalam sistem perencanaan tata ruang 5. Melakukan pengembangan kawasan perkotaan yang berkelanjutan dan layak huni 6. Mendorong pengembangan kawasan perdesaan berketahanan pangan dan berkelanjutan 7. Mendorong pengembangan kawasan perbatasan yang lebih aman dan sejahtera 8. Melakukan peningkatan daya saing dan konektivitas wilayah melalui pengembangan KSN 9. Mendorong pelibatan masyarakat dan dunia usaha di bidang penataan ruang melalui pengembangan kemitraan yang sinergis Berrbagai kebijakan di atas perlu diterjemahkan ke dalam strategi perwujudannya. Dalam perumusan strategi Direktorat Jenderal Tata Ruang, tiap Direktorat diminta untuk memberikan masukan strategi Direktorat Jenderal Tata Ruang yang menjadi lingkup Tusinya. Rumusan Strategi Direktorat Jenderal Tata Ruang dapat dilihat pada tabel berikut ini. 3-10

83 Tabel 3. 4 Rumusan Strategi Direktorat Jenderal Tata Ruang KEBIJAKAN LINGKUP KEGIATAN DIREKTORAT STRATEGI 1. Menyiapkan perangkat peraturan dan kelembagaan dalam rangka mengoperasionalkan RTR 2. Mendorong perwujudan Penataan Ruang sistem integrator pembangunan wilayah dan sektor 3. Melakukan pengembangan kapasitas kelembagaan dan peningkatan kompetensi SDM di Bidang Penataan Ruang 4. Melakukan pengarusutamaan aspek mitigasi bencana dan perubahan iklim dalam sistem perencanaan tata ruang 5. Melakukan pengembangan kawasan perkotaan yang berkelanjutan dan layak huni 6. Mendorong pengembangan Sekretariat Direktorat Jenderal Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Dan Pemanfaatan Ruang Daerah Direktorat Pemanfaatan Ruang Direktorat Penataan Kawasan Direktorat Perencanaan Tata Ruang Direktorat Pemanfaatan Ruang Sekretariat Jenderal Direktorat Direktorat Perencanaan Tata Ruang Direktorat Pemanfaatan Ruang Direktorat Penataan Kawasan Direktorat Penataan Kawasan Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Menyiapkan dukungan operasional internal dan kebijakan Direktorat Jenderal Tata Ruang terhadap perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang Mempercepat penyelesaian legislasi Rencana Tata Ruang untuk KSN dan RTRW Daerah Menyusun NSPK terkait pelaksanaan penataan ruang Menyusun NSPK terkait pembinaan penataan ruang Menyiapkan perangkat kelembagaan untuk perencanaan tata ruang dan operasionalisasi Rencana Tata Ruang KSN Menyiapkan perangkat kelembagaan untuk memfasilitasi percepatan legislasi dan operasionalisasi Rencana Tata Ruang daerah Menyusun kebijakan teknis pembinaan penataan ruang Provinsi, Kabupaten dan Kota. Mempercepat penyelesaian dan penetapan rencana rinci tata ruang daerah Melakukan internalisasi RTR untuk ke dalam rencana pembangunan sektoral. Mendorong Rencana Tata Ruang sebagai Penjuru (Leader) Pelaksanaan Pembangunan Tata Ruang di Pusat dan Daerah. Melakukan fasilitasi proses keterpaduan, sinkronisasi dan pentahapan proses perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang dalam jangka menengah beserta aspek kelembagaannya. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan terhadap SDM bidang Penataan Ruang di tingkat Pusat dan Daerah. Mengembangankan sistem informasi terpadu di bidang Penataan Ruang. Mewujudkan konsep reformasi birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Tata Ruang. Meningkatkan kuantitas dan kualitas Jabatan Fungsional Penataan Ruang. Meningkatkan pemahaman tentang aspek kebencanaan dalam pelaksanaan penataan ruang. Melakukan pengarusutamaan aspek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dalam Rencana Tata Ruang. Mengembangkan sistem informasi dan pelibatan masyarakat dalam kebencanaan. Mengembangkan kawasan perkotaan dan perdesaan yang tangguh bencana dan ancaman perubahan iklim. Mempercepat penyelesaian dan penetapan rencana rinci kawasan perkotaan melalui dekonsentrasi. Mengembangkan program kawasan secara tematik berbasis pembangunan berkelanjutan. Mendorong pemenuhan SPM bidang Penataan Ruang di kawasan perkotaan. Ruang Daerah Direktorat Pemanfaatan Meningkatkan efektivitas pusat pertumbuhan perdesaan untuk mengurangi tekanan urbanisasi. 3-11

84 KEBIJAKAN LINGKUP KEGIATAN DIREKTORAT STRATEGI kawasan perdesaan berketahanan pangan dan berkelanjutan 7. Mendorong pengembangan kawasan perbatasan yang lebih aman dan sejahtera 8. Melakukan peningkatan daya saing dan konektivitas wilayah melalui pengembangan KSN 9. Mendorong pelibatan masyarakat dan dunia usaha di bidang penataan ruang melalui pengembangan kemitraan yang sinergis Ruang Melakukan konservasi lahan pertanian pangan berkelanjutan. Melakukan mencegahan alih fungsi kawasan lindung dan kawasan pertanian pangan. Melakukan rehabilitasi lahan terlantar dan pasca tambang. Mengembangkan program perdesaan berkelanjutan melalui P2KPB. Mendorong kerjasama yang sinergis dan pelibatan swasta dan masyarakat serta kerjasama antar daerah dalam program pengembangan kawasan perdesaan. Melakukan fasilitasi penataan ruang usaha untuk sektor informal, UKM dan usaha ekonomi perdesaan lainnya. Direktorat Kawasan Sumber: Hasil Rumusan, 2016 Penataan Direktorat Perencanaan Tata Ruang Direktorat Pemanfaatan Ruang Direktorat Penataan Kawasan Sekretariat Direktorat Jenderal Direktorat Perencanaan Tata Ruang Direktorat Pemanfaatan Ruang Direktorat Penataan Kawasan Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Pemanfaatan Ruang Daerah dan Menyusun Road Map pengembangan kawasan perbatasan. Melakukan sinkronisasi dan koordinasi program penataan ruang dan pengelolaan kawasan perbatasan antar negara dan kawasan pertahanan negara dengan instansi dan pihak terkait. Mengoptimalisai pemanfaatan ruang kawasan perbatasan negara sebagai beranda negara selaras dan seimbang dengan pemanfatan ruang negara tetangga serta produktif. Melakukan pemetaan, pendataan, dan identifikasi kondisi fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan di KSN Mengembangkan kebijakan penataan KSN dalam mendorong pembangunan di koridor ekonomi. Meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang KSN di Wilayah Timur Indonesia Mendorong perwujudan KSN KAPET sebagai penghela ekonomi wilayah. Melakukan kerjasama program untuk pengembangan daerah terpencil dan tertinggal Mendorong kerjasama yang sinergis dan pelibatan swasta dan masyarakat serta kerjasama antar daerah dalam pengembangan wilayah dan kawasan. Mengembangkan forum-forum komunikasi lintas pemangku kepentingan penataan ruang baik terkait pengembangan wilayah, maupun kawasan Mendorong pelibatan masyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan penataan ruang. Meningkatkan hubungan Pusat dan Daerah dalam pelaksanaan penataan ruang. 3-12

85 3. 7 K E R A N GK A R E G U L A S I Untuk memastikan pencapai sasaran program Direktorat Jenderal Tata Ruang berjalan sesuai rencana dan skenario yang dibangun, akan dilakukan regulasi dengan kerangka sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3. 5 Matriks Kerangka Regulasi Bidang Tata Ruang No ARAH KERANGKA REGULASI/KEBUTUHAN REGULASI 1 NSPK pengembangan wilayah di perbatasan dan pulau terluar 2 NSPK Pengelolaan Kelembagaan Tata ruang 3 NSPK Pengembangan wilayah dengan pendekatan ICT 4 NSPK pengembangan wilayah berdasarkan perubahan iklim 5 NSPK pengembangan wilayah berdasarkan A komitmen pasar bebas PERATURAN PEMERINTAH (PP) 1 PP Penatagunaan Tanah, Air, Udara dan Sumber Daya Lainnya URGENSI PEMBENTUKAN Berdasarkan daerah Berdasarkan daerah Berdasarkan daerah UNIT PENANGGUNG JAWAB NSPK BERDASARKAN FAMILIY TREE survey survey survey Berdasarkan isu global tata ruang Berdasarkan isu global tata ruang aturan pelaksana dari UU Tata ruang 2 PP Pertahanan Negara aturan pelaksana dari UU Tata ruang 3 Revisi PP No.26 Tahun 2008 tentang RTRWN B PERATURAN MENTERI ATR/BPN (PERMEN ATR/BPN) 1 Pedoman Pengaturan Zonasi Kawasan Sekitar Danau, Waduk, Situ 2 Pedoman Pengaturan Zonasi Kawasan Lindung Yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya 3 Pedoman Penyusunan KLHS Bidang Tata ruang 4 Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang Perkotaan adanya perubahan rencana karena faktor eksternal dan internal amanat PP Penyelenggaraan Tata ruang amanat PP Penyelenggaraan Tata ruang urgensi berdasarkan kajian terhadap KLHS bidang Tata ruang amanat PP Penyelenggaraan Tata ruang Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen. LH Kemenhan Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kernen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN UNIT TERKAIT/INSTANSI Kemen Han Kemen Kominfo BMKG Kemenko Ekonomi Bappenas, Kemen.ATR/BPN, Kemen. ESDM, BPN, Bappenas, Kemen PU, TNI, Polri, TARGET PENYELESAIAN BKPRN 2016 Bappenas, Kemen LH., BNPB, Kemen. ESDM Bappenas, Kemenhut, Kernen LH Bappenas, Kemenhut, Kernen LH, BNPB Bappenas, Kernen LH, Kemendagri

86 ARAH KERANGKA No REGULASI/KEBUTUHAN REGULASI 5 Pedoman Teknis Pembinaan Kota 6 Pedoman Teknis Pengembangan Perkotaan 7 Standar Teknis Kelembagaan Penyelenggaraan Kota 8 Pedoman Penyediaan Ruang Evaluasi Bencana 9 Pedoman Tata ruang Nasional (Agropolitan) 10 Pedoman Tata ruang Nasional (Insentif dan Disinsentif) 11 Pedoman Tata ruang Nasional (Penjabaran RTR KSN dalam Implementasi RTR Provinsi/Kab/Kota 12 Pedoman Kriteria Zona, Subzcna dan Blok dalam Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota 13 Pedoman Teknis Penataan dan Pelestarian 14 Petunjuk Pelaksanaan P2KH 15 Pedoman Pelaksanaan Tata ruang Kawasan Strategis Provinsi, Kabupaten, Kota URGENSI PEMBENTUKAN amanat PP Penyelenggaraan Tata ruang amanat PP Penyelenggaraan Tata ruang urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah amanat PP Penyelenggaraan Tata ruang amanat PP Penyelenggaraan Tata ruang urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah amanat PP Penyelenggaraan Tata ruang dukungan terhadap kegiatan inisiatif baru dari pemerintah dukungan terhadap kegiatan inisiatif baru dari pemerintah amanat PP Penyelenggaraan Tata ruang UNIT PENANGGUNG JAWAB Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN UNIT TERKAIT/INSTANSI Bappenas,Kernen LH, Kemendagri BappenaS,Kernen LH, Kemendagri Bappenas, Kemendagri, Kemenkumham Bappenas, Kemenhut, Kernen LH, BNPB Bappenas, Kemenhut, Kernen Pertanian, Bappenas, Kemendagri, Kemenkumham Bappenas, BPN, Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen.Kelautan dan Perikanan,Kemen.LH, Kemendagri Bappenas, BPN, Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen. Kelautan dan Perikanan, Kemen. LH, Kemendagri Bappenas, BPN, Kemen. LH, Kemendikbud, Kemenparekraf. Bappenas, Kemendagri, Kemenparekraf Bappenas, BPN, Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen. Kelautan dan Perikanan, Kemen. LH, Kemendagri TARGET PENYELESAIAN

87 ARAH KERANGKA No REGULASI/KEBUTUHAN REGULASI 16 Pedoman Pelaksanaan Tata ruang Kawasan Perdesaan URGENSI PEMBENTUKAN urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah UNIT PENANGGUNG JAWAB Kemen ATR/BPN UNIT TERKAIT/INSTANSI Bappenas, BPN, Kemenhut,Kemenperi n, Kemendagri, Kemen. Pertanian, Kemen Keluatan dan Perikanan, Kemen. LH TARGET PENYELESAIAN Pedoman Pengawasan Tata ruang Provinsi dan Kabupaten 18 Standar Teknis Evaluasi Kualitas Substansi Muatan RTRW Provinsi dan Kabupaten 19 Standar Data, Informasi, dan Peta Tata ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten 20 Standar Kelembagaan Tata ruang Provinsi dan Kabupaten urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Bappenas, BPN, Kemenkumham, Kemendagri, Kemen Bappenas, BPN, Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen. Kelautan dan Perikanan, Kemen. LH, Kemendagri Bappenas, BiG, BPN, Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen. Kelautan dan Perikanan, Kemen. LH Bappenas, Kemendagri, Kemenkumham Standar Teknis Pelaksanaan SPM Bidang Tata ruang Kab/Kota 22 Standar Tata ruang di Kawasan Rawan Bencana 23 Petunjuk Teknis Kerjasama Tata ruang Antar Daerah amanat PP No.65 /2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerapan SPM urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Bappenas, Kemendagri Bappenas, Kemenhut, Kemen LH, BNPB Bappenas, Kemendagri, Kemenkumham

88 ARAH KERANGKA No REGULASI/KEBUTUHAN REGULASI 24 Pemanfaatan ruang dalam bumi URGENSI PEMBENTUKAN urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah UNIT PENANGGUNG JAWAB Kemen ATR/BPN UNIT TERKAIT/INSTANSI Bappenas, BPN, Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen. Kelautan dan Perikanan, Kemen. LH, Kemendagri TARGET PENYELESAIAN Pedoman Kriteria Kawasan Perkotaan 26 Pedoman Standar Pemetaan RDTR 27 Pedoman Tata Cara Penentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang 28 Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Banjir 29 Pedoman Pembinaan Tata ruang Provinsi, Kabupaten, dan kota 30 Tata ruang Pasca Kegiatan Pertambangan 31 Standar Teknis Pelaksanaan Tata ruang Wilayah Kabupaten amanat PP Penyelenggaraan Tata ruang urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Bappenas, BPN, 2016 Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen. Kelautan dan Perikanan, Kemen. LH, Kemendagri Bappenas, BIG, BPN 2016 Bappenas, BPN 2016 Bappenas, Kemenhut, Kemen LH, BNPB Bappenas, Kemendagri, Kemenkumham Bappenas, Kemenhut, Kemen. ESDM, Kementan, Kemenparekraf, Kemen LH, BNPB Bappenas, BPN, Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen. Kelautan dan Perikanan, Kemen. LH, Kemendagri

89 ARAH KERANGKA No REGULASI/KEBUTUHAN REGULASI 32 Standar Teknis Pelaksanaan Tata ruang Wilayah Provinsi 33 Standar Teknis Pelaksanaan Tata ruang Kawasan Strategis Kabupaten 34 Standar Teknis Pelaksanaan Tata ruang Kawasan Strategis Provinsi 35 Standar Teknis Pelaksanaan Tata ruang Kawasan Agropolitan dan Perdesaan URGENSI PEMBENTUKAN urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah amanat PP Penyelenggaraan Tata ruang amanat PP Penyelenggaraan Tata ruang urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah UNIT PENANGGUNG JAWAB Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN UNIT TERKAIT/INSTANSI Bappenas, BPN, Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen. Kelautan dan Perikanan, Kemen. LH, Kemendagri Bappenas, BPN, Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen. Kelautan dan Perikanan, Kemen. LH, Kemendagri Bappenas, BPN, Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen. Kelautan dan Perikanan, Kemen. LH, Kemendagri Bappenas, BPN, Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen. Kelautan dan Perikanan, Kemen. LH, Kemendagri TARGET PENYELESAIAN Standar Teknis Peraturan Zonasi Juknis Pengawasan Teknik 37 Penyelenggaraan Tata ruang 38 Kriteria Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Sepanjang Jalan Arteri Primer Antar Kota amanat PP Penyelenggaraan Tata ruang urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Bappenas, BPN 2016 Bappenas, Kemendagri, Kemenkumham, Polri Bappenas, Kemenhub Pedoman Pengembangan Instrumen Pemanfaatan Ruang urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah Kemen ATR/BPN Bappenas, BPN, Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen. Kelautan dan

90 No ARAH KERANGKA REGULASI/KEBUTUHAN REGULASI 40 Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang 41 Pedoman Formulasi Perhitungan Koefisien Wilayah Terbangun (KWT), Koefisien Zona Terbangun (KZB), dan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dalam KSN Perkotaan 42 Pedoman Penataan Kawasan Sekitar IPAL 43 Pedoman Penilaian Penyelenggaraan Tata ruang Provinsi dan Kabupaten URGENSI PEMBENTUKAN urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah UNIT PENANGGUNG JAWAB Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN Kemen ATR/BPN UNIT TERKAIT/INSTANSI TARGET PENYELESAIAN Perikanan, Kemen. LH, Kemendagri Bappenas, BPN, 2017 Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen. Kelautan dan Perikanan, Kemen. LH, Kemendagri Bappenas, BPN 2017 Bappenas, Kemen. LH Bappenas, Kemendagri, Pedoman Monitoring dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Sumber: Hasil Analisis, 2014 urgensi berdasarkan kajian untuk pelaksanaan pembangunan dan pelaksanaan pembinaan di daerah Kemen ATR/BPN Bappenas, BPN, Kemen ESDM, Kemenperin, Kementan, Kemenhut, Kemenhub, Kemen. Kelautan dan Perikanan, Kemen. LH, Kemendagri

91 3. 8 K E RA N G K A K EL E M B A GAAN Pertimbangan kemampuan kelembagaan Direktorat Jenderal Tata Ruang didasarkan pada kapasitas terpasang untuk mengelola kegiatan. Kapasitas terpasang di sini artinya adalah kapasitas tiap struktur kelembagaan Direktorat Jenderal Tata Ruang dalam melakukan supervisi ataupun terjun langsung sebagai tim teknis dari kegiatan tersebut. Terdapat beberapa asumsi yang digunakan dalam penghitungan kapasitas terpasang, yaitu sebagai berikut: 1. Secara keorganisasian kapasitas terpasang dihitung dari kapasitas Eselon IV sebagai tim teknis, mengingat level Eselon I hingga III lebih kepada supervisi kegiatan secara berjenjang ke bawah. Hal hal yang bersifat teknis menjadi kewajiban dari Eselon IV sebagai Ketua Tim Teknis untuk melakukan supervisi mendalam. 2. Berdasarkan hasil diskusi dengan Direktorat Jenderal Tata Ruang serta asumsi kemampuan perjalanan dinas lapangan sebagai suprevisi teknis, maka kapasitas terpasang Eselon IV adalah 5 (lima) kegiatan baik untuk swakelola maupun kontraktual. Dengan menggunakan asumsi tersebut maka dapat dihitung kapasitas terpasang Direktorat Jenderal Tata Ruang dalam mengelola kegiatan sebagaimana hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3. 6 Hasil Perhitungan Kapasitas Terpasang Direktorat Jenderal Tata Ruang NO UNIT KAPASITAS ESTIMASI KEMAMPUAN PENGELOLAAN KEGIATAN 1 Sekretariat Direktorat Jenderal Tata Ruang Es III = 3 2 Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Es IV = 9 Es III = 6 Es IV = 12 3 Direktorat Perencanaan Tata Ruang Es III = 6 Es IV = 12 4 Direktorat Pemanfaatan Ruang Es III = 6 Es IV = 12 5 Direktorat Penataan Kawasan Es III = 6 Es IV = 12 5 pkt / Es IV = 45 5 pkt / Es IV = 60 5 pkt / Es IV = 60 5 pkt / Es IV = 60 5 pkt / Es IV = 60 Total Paket Kegiatan = 285 Sumber: Hasil Analisis, 2015 Jika dilihat dari kerangka kelembagaan yang ada, maka secara internal masih ada fungsi kelembagaan yang belum lengkap, yaitu dibutuhkannya organisasi bidang tata ruang yang merupakan kepanjangan tangan organisasi dari tingkat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional yang yang memiliki tugas sebagai melaksanakan keterpaduan dan 3-19

92 singkronisasi program dan kegiatan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional bidang tata ruang di daerah. Selain kelembagaan di internal Direktorat Jenderal Tata Ruang, setidaknya dibutuhkan kelembagaan lain untuk mendukung perencanaan dan pemanfaatan ruang, yaitu: 1. Kelembagaan untuk mengkoordinasikan perencanaan dan pemanfaatan ruang di tingkat nasional dan di tingkat daerah. Kelembagaan ini fungsinya bersifat koordinasi lintas sektor, di mana memastikan agar Rencana Tata Ruang yang disusun sinkron dengan rencana sektoral serta dalam implementasinya (dalam hal pemanfaatan ruang) juga mendorong perwujudan target sektoral yang tertuang didalamnya. 2. Kelembagaan lain yang bisa dibentuk adalah kelembagaan dalam rangka kerjasama untuk mengembangakan dan mengelolan wilayah KSN. Dalam konteks pengembangan wilayah KSN salah satunya, tidak bisa diselesaikan secara sendiri oleh masing-masing kabupaten/kota yang dilingkupi KSN, melainkan kerjasama kabupaten/kota yang masuk dalam KSN. Bahkan perlu juga kerjasama dengan provinsi yang menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah. 3-20

93 3-21

94 3-22

95 BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN 3-1

96

97 Pencapaian sasaran strategis tahun dapat dilihat melalui pelaksanaan program dan kegiatan dalam urutan yang sistematis dan terukur serta memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya untuk mewujudkan sasaran strategis Direktorat Jenderal. Sasaran strategis Direktorat Jenderal Tata Ruang diuraikan menjadi target kinerja dan kerangka pendanaan T A R G E T K I N E R J A DIR EK T O RA T JEND ERAL TATA RUA N G Berdasarkan rancangan output dari unit kerja di Direktorat Jenderal Tata Ruang, dan untuk mewujudkan outcome dari Direktorat Jenderal Tata Ruang, maka dapat diidentifikasi target kinerja di Direktorat Jenderal Tata Ruang untuk setiap Direktorat. Target kinerja Direktorat Jenderal Tata Ruang dalam mencapai sasaran strategis diuraikan sebagai berikut: Tabel 4. 1 Jenis Kegiatan Direktorat Jenderal Tata Ruang UNIT ORGANISASI JENIS KEGIATAN KETERANGAN Setditjen Ruang Tata Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja Tahunan Direktorat Jenderal Tata Ruang Renstra adalah rencana kegiatan 5 tahunan, sementara Rencana Kerja Tahunan adalah rencana kegiatan tiap tahun Direktorat Jenderal Tata Ruang dalam rangka pelaksanaan program perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang guna mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja Tahunan Setditjen Tata Ruang Renstra adalah rencana kegiatan 5 tahunan, sementara Rencana Kerja Tahunan adalah rencana kegiatan tiap tahun Setditjen Tata Ruang dalam memberikan pelayanan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Tata Ruang. Membentuk kerjasama dengan unit organisasi lain di luar Direktorat Jenderal Tata Ruang Kerjasama dibentuk dalam mendukung pelaksanaan program perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang Organisasi lain yang dimaksud bisa berupa organisasi di bawah kementerian lain, perguruan tinggi, ataupun organisasi resmi lain di luar negeri Direktorat Perencanaan Tata Ruang Monitoring dan evaluasi program perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang Penyelenggaraan hukum bantuan Penyiapan peraturan perundang-undangan Harmonisasi peraturan perundangan sektoral yang berkaitan dengan Bidang Tata Ruang Penyelenggaraan organisasi dan tata laksana Direktorat Jenderal Tata Ruang Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja Tahunan Direktorat Perencanaan Tata Ruang Monitoring program perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang wilayah yang sedang berjalan dan evaluasi terhadap hasilnya Pemberian bantuan hukum kepada aparatur Direktorat Jenderal Tata Ruang dalam menghadapi gugatan terkait produk perencanaan tata ruang dan upaya pemanfaatan ruang Legalisasi rencana tata ruang Wilayah Nasional, Laut Nasional, Pulau/Kepulauan, dan KSN Harmonisasi dilakukan pada peraturan perundang-undangan sektoral baru yang akan dikeluarkan dan terkait dengan bidang tata ruang Merumuskan, membentuk, dan mengembangkan organisasi dan tata laksana Direktorat Jenderal Tata Ruang dalam menghadapi kebutuhan kerja ke depan Renstra adalah rencana kegiatan 5 tahunan, sementara Rencana Kerja Tahunan adalah rencana kegiatan tiap tahun direktorat dalam melaksanakan kegiatan perencanaan tata ruang di Wilayah Nasional, Laut Nasional, Pulau/Kepulauan, dan KSN 3-1

98 UNIT ORGANISASI Direktorat Pemanfaatan Ruang JENIS KEGIATAN Monitoring dan evaluasi kegiatan perencanaan tata ruang Pengembangan data dan informasi bidang perencanaan tata ruang Pembentukan dan fasilitasi pengembangan forum masyarakat dan dunia usaha dalam perencanaan tata ruang Penyusunan NSPK bidang perencanaan tata ruang Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Laut Nasional, Pulau/Kepulauan, dan KSN Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja Tahunan Direktorat Pemanfaatan Ruang Monitoring dan evaluasi kegiatan pemanfaatan ruang Pengembangan data dan informasi bidang pemanfaatan ruang Pembentukan dan fasilitasi pengembangan forum masyarakat dan dunia usaha dalam pemanfaatan ruang Penyusunan NSPK bidang pemanfaatan ruang KETERANGAN Monitoring kegiatan perencanaan tata ruang Wilayah Nasional, Laut Nasional, Pulau/Kepulauan, dan KSN yang sedang berjalan dan evaluasi terhadap hasilnya Mengembangkan basis data dan informasi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Laut Nasional, Pulau/Kepulauan, dan KSN, meliputi: materi teknis, perpres dan lampirannya, serta peta shp nya Basis data dan informasi yang dikembangkan berbasis web Kegiatan dimulai dengan: identifikasi kelompok masyarakat dan dunia usaha pembentukan forum inisiasi pelibatan forum dalam perencanaan tata ruang Tahapan penyusunan NSPK o Materi teknis o Draf Peraturan Perundang-undangan terkait, seperti RPP, Raperpres, Rapermen NSPK bidang perencanaan tata ruang meliputi: perencanaan tata ruang wilayah (termasuk laut dan udara), kawasan perkotaan, dan kawasan perdesaan Tahapan penyusunan rencana tata ruang o Kajian o Materi teknis o Rancangan Peraturan Perundang-undangan, yaitu RPP untuk RTRWN, RTR Laut Nasional, dan RTR Pulau/Kepulaauan serta Raperpres untuk RTR KSN Produk RTR Wilayah Nasional o RTRWN dan RTR Laut Nasional o RTR Pulau/Kepulauan: Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Jawa Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku o RTR KSN: dari sudut pandang ekonomi, sosial budaya, sumber daya alam dan teknologi tinggi, pertahanan dan keamanan, serta lingkungan hidup Renstra adalah rencana kegiatan 5 tahunan, sementara Rencana Kerja Tahunan adalah rencana kegiatan tiap tahun direktorat dalam melaksanakan kegiatan pemanfaatan ruang di Wilayah Nasional, Laut Nasional, Pulau/Kepulauan, dan KSN Monitoring kegiatan pemanfaatan ruang Wilayah Nasional, Laut Nasional, Pulau/Kepulauan, dan KSN yang sedang berjalan dan evaluasi terhadap hasilnya Mengembangkan basis data dan informasi kegiatan pemanfaatan ruang Wilayah Nasional, Laut Nasional, Pulau/Kepulauan, dan KSN, meliputi: hasil sinkronisasi program, progress pemanfaatan ruang, serta peta shp nya Basis data dan informasi yang dikembangkan berbasis web Kegiatan dimulai dengan: identifikasi kelompok masyarakat dan dunia usaha pembentukan forum inisiasi pelibatan forum dalam pemanfaatan ruang Tahapan penyusunan NSPK o Materi teknis o Draf Peraturan Perundang-undangan terkait, seperti RPP, Raperpres, Rapermen 4-2

99 UNIT ORGANISASI Direktorat Penataan Kawasan Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah JENIS KEGIATAN Penyusunan rekomendasi program sektoral berbasis Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Laut Nasional, Pulau/Kepulauan, dan KSN Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja Tahunan Direktorat Penataan Kawasan Monitoring dan evaluasi kegiatan penataan kawasan Pengembangan data dan informasi bidang penataan kawasan Pembentukan dan fasilitasi pengembangan forum masyarakat dan dunia usaha dalam penataan kawasan Pengembangan, perwujudan, dan pengelolaan penataan kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, kawasan ekonomi, dan kawasan baru Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja Tahunan Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Monitoring dan evaluasi kegiatan pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah Pengembangan data dan informasi bidang pembinaan perencanaan tata ruang dan KETERANGAN NSPK bidang pemanfaatan ruang meliputi: keterpaduan pemanfaatan ruang dan penataan kawasan Tahapan penyusunan rekomendasi program sektoral berbasis rencana tata ruang o kajian o materi teknis o rancangan keputusan menteri Produk kegiatan: o program setoral wilayah nasional o program setoral Pulau/Kepulauan: Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Jawa Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku o program setoral KSN: dari sudut pandang ekonomi, sosial budaya, sumber daya alam dan teknologi tinggi, pertahanan dan keamanan, serta lingkungan hidup Renstra adalah rencana kegiatan 5 tahunan, sementara Rencana Kerja Tahunan adalah rencana kegiatan tiap tahun direktorat dalam melaksanakan kegiatan penataan kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, kawasan ekonomi, dan kawasan baru Monitoring kegiatan penataan kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, kawasan ekonomi, dan kawasan baru yang sedang berjalan dan evaluasi terhadap hasilnya Mengembangkan basis data dan informasi kegiatan penataan kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, kawasan ekonomi, dan kawasan baru, meliputi: hasil sinkronisasi program, progress penataan kawasan, serta peta shp nya Basis data dan informasi yang dikembangkan berbasis web Kegiatan dimulai dengan: identifikasi kelompok masyarakat dan dunia usaha pembentukan forum inisiasi pelibatan forum dalam penataan kawasan Tahapan kegiatan o menyusun rencana pengembangan o mewujudkan pengembangan kawasan o mengelola kawasan Produk terkait kegiatan: o rencana pengembangan kawasan perkotaan o rencana pengembangan kawasan perdesaan o rencana pengembangan kawasan ekonomi o rencana pengembangan kawasan baru Renstra adalah rencana kegiatan 5 tahunan, sementara Rencana Kerja Tahunan adalah rencana kegiatan tiap tahun direktorat dalam melaksanakan kegiatan pembinaan perencanaan tata ruang (umum dan rinci) dan pemanfaatan ruang daerah provinsi, kabupaten, dan kota Monitoring kegiatan pembinaan perencanaan tata ruang (umum dan rinci) dan pemanfaatan ruang daerah provinsi, kabupaten, dan kota Mengembangkan basis data dan informasi kegiatan pembinaan perencanaan tata ruang (umum dan rinci) dan pemanfaatan ruang daerah provinsi, kabupaten, dan kota, meliputi: hasil bimbingan 3-3

100 UNIT ORGANISASI JENIS KEGIATAN KETERANGAN pemanfaatan ruang daerah teknis (bimtek) penyusunan dan/atau Peninjauan Kembali rencana tata ruang (umum dan rinci), bimtek pemanfaatan ruang daerah, pengembangan kapasitas SDM, serta pemenuhan SPM bidang tata ruang Basis data dan informasi yang dikembangkan berbasis web Pembentukan dan fasilitasi pengembangan forum masyarakat dan dunia usaha dalam pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Rinci Tata Ruang Provinsi/Kabupaten/Kota Pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah Kegiatan dimulai dengan: identifikasi kelompok masyarakat dan dunia usaha pembentukan forum inisiasi pelibatan forum dalam pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah Evaluasi, Koordinasi, serta Menyusun Rekomendasi Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota Evaluasi, Koordinasi, serta Menyusun Rekomendasi Persetujuan Substansi Rencana Rinci Tata Ruang Provinsi/Kabupaten/Kota Melaksanakan bimbingan teknis penyusunan dan/atau peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota Melaksanakan bimbingan teknis penyusunan Rencana Rinci Provinsi/Kabupaten/Kota Melaksanakan bimbingan teknis pemanfaatan ruang daerah Melaksanakan pengembangan kapasitas SDM bidang tata ruang daerah Melakukan pembinaan dan pemantauan dalam pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM) bidang tata ruang Sumber : Hasil Analisis, 2015 Dengan mengikuti arahan dari Renstra Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, serta mempertimbangkan tugas dan fungsi Direkotat Jenderal Tata Ruang, maka dirumuskan target kinerja Direktorat Jenderal Tata Ruang, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4. 6 Target Kinerja Direkorat Jenderal Tata Ruang. Sejak tahun 2015, telah dilakukan penataan Arsitektur dan Informasi Kinerja (ADIK) dalam RKA- K/L 2016, sesuai dengan amanah PMK nomor 196/PMK.02/2015 tentang Perubahan atas PMK nomor 143/PMK.02/2015 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L dan Pengesahan DIPA. Penataan ADIK dilakukan dengan menggunakan logika berpikir (Logic Model) untuk melihat hubungan logis antara input-output-outcome. Selain itu, penataan ADIK dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas implementasi penganggaran berbasis kinerja berupa perbaikan redaksi/rumusan sasaran kinerja (output-outcome) dalam RKA-K/L. Penataan ADIK dilakukan dengan bantuan aplikasi, mengaitkan aplikasi Renja (sisi perencanaan) dengan aplikasi ADIK dan aplikasi RKA-K/L (sisi penganggaran). Berikut adalah ADIK form II (Direktorat Jenderal) dan ADIK form III (Direktorat): 4-4

101 ADIK FORM II (DIREKTORAT JENDERAL) ADIK FORM II (DIREKTORAT JENDERAL) Tabel 4. 2 ADIK Form II (Direktorat Jenderal) Outcome 1 : Indikator: Terwujudnya Ruang yang Aman, Nyaman, Produktif dan Berkelanjutan Prosentase Peningkatan Kesesuaian Rencana Program Pembangunan Sektor dengan Rencana Tata Ruang Output 1: Indikator : Rumusan dan Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Jumlah Rencana Tata Ruang Nasional/Pulau/Kepulauan/KSN Jumlah Operasionalisasi Rencana Tata Ruang Nasional/Pulau/Kepulauan/KSN Jumlah Kawasan yang Ditingkatkan Kualitasnya Jumlah Pemerintah Daerah yang Mendapatkan Pembinaan Bidang Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Aktivitas : Menyusun Rencana Tata Ruang Nasional, Pulau/Kepulauan, KSN dan Perbatasan Negara Melaksanakan Operasionalisasi Rencana Tata Ruang Nasional/Pulau/Kepulauan/KSN Melaksanakan Peningkatan Kualitas Pemanfaatan Ruang Kawasan Melaksanakan Pembinaan untuk Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Melaksanakan Dukungan Manajemen Program Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Sumber : Hasil Analisis ADIK FORM III (DIREKTORAT) Tabel 4. 3 ADIK Form III (Direktorat) ADIK FORM III (DIREKTORAT) PROGRAM/KEGIATAN/OUTPUT/SUBOUTPUT/AKTIVITAS PROGRAM PERENCANAAN TATA RUANG DAN PEMANFAATAN RUANG SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG Kegiatan: Dukungan Manajemen Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang SATUAN 1 Output Layanan Dukungan Manajemen Direktorat Jenderal Tata Ruang Layanan Indikator Sub Output 1 - Layanan Aktivitas 1 Penyusunan Rencana Program 2 Penyusunan Rencana Anggaran 3 Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi 4 Pengelolaan Data dan Informasi 5 Pengelolaan Keuangan 6 Pengelolaan Perbendaharaan 7 Pelayanan Hukum 8 Pengelolaan Kepegawaian 9 Pelayanan Umum dan Perlengkapan 10 Pelayanan Rumah Tangga 3-5

102 ADIK FORM III (DIREKTORAT) PROGRAM/KEGIATAN/OUTPUT/SUBOUTPUT/AKTIVITAS 11 Pelayanan Humas dan Protokol 2 Output 994 Layanan Perkantoran Indikator Sub Output 1-12 Pengelolaan Organisasi, Tata Laksana, dan Reformasi Birokrasi Aktivitas 1 Gaji dan Tunjangan 2 Operasional dan Pemeliharaan Kantor 3 Output 995 Pengadaan Kendaraan Bermotor Indikator Sub Output 1 - SATUAN Aktivitas 1 Pengadaan Kendaraan Bermotor 4 Output 996 Pengadaan Perangkat Pengolah Data Komunikasi Indikator Sub Output 1 - Aktivitas 1 Pengadaan Perangkat Pengolah Data Komunikasi 5 Output 997 Pengadaan Peralatan Fasilitas Perkantoran Indikator Sub Output 1 - Aktivitas 1 Pengadaan Peralatan Fasilitas Perkantoran 6 Output 998 Gedung dan Bangunan Indikator Sub Output 1 - Aktivitas 1 Pembangunan / Renovasi / Rehabilitasi Gedung dan Bangunan PROGRAM/KEGIATAN/OUTPUT/SUBOUTPUT/AKTIVITAS SATUAN PROGRAM PERENCANAAN TATA RUANG DAN PEMANFAATAN RUANG Kegiatan: Perencanaan Tata Ruang 1 Output Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Pulau/Kepulauan, KSN, dan Kawasan Perbatasan Negara Indikator Sub Output Jumlah Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Jumlah Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan Jumlah Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara Jumlah Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (KSN) Rencana Ruang 1 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Rencana Tata Ruang Aktivitas 1 Menyusun Kajian Strategis (Fisik, Lingkungan, Sosial, Ekonomi) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 2 Menyusun Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 3 Menyusun RPP Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 4 Fasilitasi Legalisasi RPP Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Tata 4-6

103 PROGRAM/KEGIATAN/OUTPUT/SUBOUTPUT/AKTIVITAS SATUAN Sub Output 5 Menyusun Dokumen Pendukung Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 2 Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan Rencana Tata Ruang Aktivitas 1 Menyusun Kajian Strategis (Fisik, Lingkungan, Sosial, Ekonomi) Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan Sub Output 2 Menyusun Materi Teknis Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan 3 Menyusun Raperpres Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan 4 Fasilitasi Legalisasi RPP Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan 5 Menyusun Dokumen Pendukung Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan 3 Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara Rencana Tata Ruang Aktivitas 1 Menyusun Kajian Strategis (Fisik, Lingkungan, Sosial, Ekonomi) Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara Sub Output 2 Menyusun Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara 3 Menyusun Rancangan Peraturan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara 4 Fasilitasi Legalisasi Rancangan Peraturan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara 5 Menyusun Dokumen Pendukung Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara 4 Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (KSN) Rencana Tata Ruang Aktivitas 1 Menyusun Kajian Strategis (Fisik, Lingkungan, Sosial, Ekonomi) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (KSN) 2 Menyusun Materi Teknis Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (KSN) 3 Menyusun Raperpres Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (KSN) 4 Fasilitasi Legalisasi RPP Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (KSN) 5 Menyusun Dokumen Pendukung Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (KSN) 2 Output Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Bidang Perencanaan Tata Ruang NSPK Indikator Sub Output Jumlah NSPK Bidang Perencanaan Tata Ruang 1 - NSPK Aktivitas 1 Menyusun Materi Teknis 2 Finalisasi Draft Pedoman 3 Legalisasi Pedoman 3-7

104 PROGRAM/KEGIATAN/OUTPUT/SUBOUTPUT/AKTIVITAS SATUAN 3 Output Kebijakan dan Kemitraan Bidang Perencanaan Tata Ruang Kebijakan Indikator Sub Output 1 - Jumlah Kebijakan dan Strategi Bidang Perencanaan Tata Ruang Jumlah Kerjasama yang terfasilitasi di Bidang Perencanaan Tata Ruang Jumlah Forum Masyarakat yang terfasilitasi di Bidang Perencanaan Tata Ruang Jumlah Data dan Informasi yang tersusun di Bidang Perencanaan Tata Ruang Aktivitas 1 Menyusun Kebijakan Teknis dan Strategi Operasionalisasi Bidang Perencanaan Tata Ruang 2 Menyusun Rencana dan Program Bidang Perencanaan Tata Ruang 3 Melaksanakan Monitoring dan Evaluasi 4 Melaksanakan Kemitraan Bidang Perencanaan Tata Ruang 5 Fasilitasi Forum Masyarakat di Bidang Perencanaan Tata Ruang 6 Mengelola Data dan Informasi Bidang Perencanaan Tata Ruang Output 994 Layanan Perkantoran Output 995 Pengadaan Kendaraan Bermotor Output 996 Pengadaan Perangkat Pengolah Data Komunikasi Output 997 Pengadaan Peralatan Fasilitas Perkantoran Output 998 Gedung dan Bangunan PROGRAM/KEGIATAN/OUTPUT/SUBOUTPUT/AKTIVITAS SATUAN Kegiatan: Pemanfaatan Ruang 1 Output Rekomendasi Program Sektoral Berbasis Rencana Tata Ruang Rekomendasi Indikator Sub Output Jumlah Rekomendasi Program Sektoral Berbasis Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Jumlah Rekomendasi Program Sektoral Berbasis Rencana Tata Ruang KSN Jumlah Rekomendasi Program Sektoral Berbasis Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan 1 Rekomendasi Program Sektoral Berbasis Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Aktivitas 1 Sinkronisasi Program Sektoral Sub Output 2 Meningkatkan Dukungan Kelembagaan 3 Monitoring dan Evaluasi Rekomendasi 2 Rekomendasi Program Sektoral Berbasis Rencana Tata Ruang KSN Rekomendasi Aktivitas 1 Sinkronisasi Program Sektoral 4-8

105 PROGRAM/KEGIATAN/OUTPUT/SUBOUTPUT/AKTIVITAS SATUAN Sub Output 2 Meningkatkan Dukungan Kelembagaan 3 Monitoring dan Evaluasi 3 Rekomendasi Program Sektoral Berbasis Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauaan Aktivitas 1 Sinkronisasi Program Sektoral 2 Meningkatkan Dukungan Kelembagaan 3 Monitoring dan Evaluasi 2 Output Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Bidang Pemanfaatan Ruang NSPK Indikator Sub Output Jumlah NSPK Bidang Pemanfaatan Ruang Jumlah NSPK Bidang Penataan Kawasan 1 NSPK Bidang Pemanfaatan Ruang NSPK Aktivitas 1 Menyusun Materi Teknis 2 Finalisasi Draft Pedoman 3 Legalisasi Pedoman Rekomendasi Sub Output 2 NSPK Bidang Penataan Kawasan NSPK Aktivitas 1 Menyusun Materi Teknis 2 Finalisasi Draft Pedoman 3 Legalisasi Pedoman 3 Output Kebijakan dan Kemitraan Bidang Pemanfaatan Ruang Kebijakan Indikator Sub Output 1 - Jumlah Kebijakan dan Strategi Bidang Pemanfaatan Ruang Jumlah Kerjasama yang terfasilitasi di Bidang Pemanfaatan Ruang Jumlah Forum Masyarakat yang terfasilitasi di Bidang Pemanfaatan Ruang Jumlah Data dan Informasi yang tersusun di Bidang Pemanfaatan Ruang Aktivitas 1 Menyusun Kebijakan Teknis dan Strategi Operasionalisasi Bidang Pemanfaatan Ruang Output 994 Layanan Perkantoran 2 Menyusun Rencana dan Program Bidang Pemanfaatan Ruang 3 Melaksanakan Monitoring dan Evaluasi 4 Melaksanakan Kemitraan Bidang Pemanfaatan Ruang 5 Fasilitasi Forum Masyarakat di Bidang Pemanfaatan Ruang 6 Mengelola Data dan Informasi Bidang Pemanfaatan Ruang Output 995 Pengadaan Kendaraan Bermotor Output 996 Pengadaan Perangkat Pengolah Data Komunikasi Output 997 Pengadaan Peralatan Fasilitas Perkantoran 3-9

106 PROGRAM/KEGIATAN/OUTPUT/SUBOUTPUT/AKTIVITAS SATUAN Output 998 Gedung dan Bangunan PROGRAM/KEGIATAN/OUTPUT/SUBOUTPUT/AKTIVITAS SATUAN Kegiatan: Penataan Kawasan 1 Output Kawasan yang dikembangkan, diwujudkan, dan dikelola Kawasan Indikator Sub Output Jumlah Kawasan Perkotaan yang di rencanakan Pengembangan, Perwujudan dan Pengelolaannya Jumlah Kawasan Perdesaan yang di rencanakan Pengembangan, Perwujudan dan Pengelolaannya Jumlah Kawasan Ekonomi yang di rencanakan Pengembangan, Perwujudan dan Pengelolaannya Jumlah Kawasan Baru yang di rencanakan Pengembangan, Perwujudan dan Pengelolaannya 1 Kawasan Perkotaan yang direncanakan Pengembangan, Perwujudan, dan Pengelolaannya Aktivitas 1 Menyusun Rencana Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perintisan Kota-kota Baru Sub Output 2 Mewujudkan Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perintisan Kotakota Baru 3 Mengelola Kawasan Perkotaan dan Perintisan Kota-kota Baru 2 Kawasan Perdesaan yang direncanakan Pengembangan, Perwujudan, dan Pengelolaannya Aktivitas 1 Menyusun Rencana Pengembangan Kawasan Perdesaan Sub Output 2 Mewujudkan Pengembangan Kawasan Perdesaan 3 Mengelola Kawasan Perdesaan 3 Kawasan Ekonomi yang direncanakan Pengembangan, Perwujudan, dan Pengelolaannya Aktivitas 1 Menyusun Rencana Pengembangan Kawasan Ekonomi Sub Output 2 Mewujudkan Pengembangan Kawasan Ekonomi 3 Mengelola Kawasan Ekonomi 4 Kawasan Baru yang direncanakan Pengembangan, Perwujudan, dan Pengelolaannya Aktivitas 1 Menyusun Rencana Pengembangan Kawasan Baru termasuk Kawasan Rawan Bencana dan Kawasan Resiko Perubahan Iklim 2 Mewujudkan Pengembangan Kawasan Baru termasuk Kawasan Rawan Bencana dan Kawasan Resiko Perubahan Iklim 3 Mengelola Kawasan Baru termasuk Kawasan Rawan Bencana dan Kawasan Resiko Perubahan Iklim Kawasan Kawasan Kawasan Kawasan 2 Output Kebijakan dan Kemitraan Bidang Penataan Kawasan Kebijakan Indikator Jumlah Kebijakan dan Strategi Bidang Penataan Kawasan 4-10

107 Jumlah Kerjasama yang terfasilitasi di Bidang Penataan Kawasan Jumlah Forum Masyarakat yang terfasilitasi di Bidang Pemanfaatan Ruang Jumlah Data dan Informasi yang tersusun di Bidang Penataan Kawasan Sub Output 1 - Aktivitas 1 Menyusun Kebijakan Teknis dan Strategi Operasionalisasi Bidang Penataan Kawasan Output 994 Layanan Perkantoran 2 Menyusun Rencana dan Program Bidang Penataan Kawasan 3 Melaksanakan Monitoring dan Evaluasi 4 Melaksanakan Kemitraan Bidang Penataan Kawasan 5 Fasilitasi Forum Masyarakat di Bidang Penataan Kawasan 6 Mengelola Data dan Informasi Bidang Penataan Kawasan Output 995 Pengadaan Kendaraan Bermotor Output 996 Pengadaan Perangkat Pengolah Data Komunikasi Output 997 Pengadaan Peralatan Fasilitas Perkantoran Output 998 Gedung dan Bangunan PROGRAM/KEGIATAN/OUTPUT/SUBOUTPUT/AKTIVITAS SATUAN Kegiatan: Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah 1 Output Provinsi/Kabupaten/Kota yang Mendapatkan Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Indikator Sub Output 1 - Jumlah Provinsi/Kabupaten/Kota yang mendapatkan Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Aktivitas 1 Melaksanakan Bimbingan Teknis Penyusunan dan/atau Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Provinsi/Kabupaten/Kota 2 Melaksanakan Bimbingan Teknis Penyusunan Rencana Rinci Provinsi/Kabupaten/Kota 3 Melaksanakan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Ruang Daerah 4 Melaksanakan Pengembangan Kapasitas SDM Bidang Tata Ruang Daerah 5 Melakukan Pembinaan dan Pemantauan dalam Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM) Bidang Tata Ruang 2 Output Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Rinci Tata Ruang Provinsi/Kabupaten/Kota Indikator Sub Output 1 - Jumlah Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Rinci Provinsi/Kabupaten/Kota Provinsi/ Kab/Kota Peretujuan Substansi 3-11

108 Aktivitas 1 Evaluasi, Koordinasi, serta Menyusun Rekomendasi Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Provinsi/Kabupaten/Kota 2 Evaluasi, Koordinasi, serta Menyusun Rekomendasi Persetujuan Substansi Rencana Rinci Tata Ruang Provinsi/Kabupaten/Kota 3 Output Kebijakan dan Kemitraan Bidang Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Kebijakan Indikator Sub Output 1 - Jumlah Kebijakan dan Strategi di Bidang Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Jumlah Kerjasama yang terfasilitasi di Bidang Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Jumlah Forum Masyarakat yang terfasilitasi di Bidang Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Jumlah Data dan Informasi yang tersusun Bidang Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Aktivitas 1 Menyusun Kebijakan dan Strategi Operasionalisasi Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Output 994 Layanan Perkantoran 2 Menyusun Rencana dan Program Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah 3 Monitoring dan Evaluasi Program Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah 4 Kemitraan Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah 5 Mengelola Data dan Informasi Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Output 995 Pengadaan Kendaraan Bermotor Output 996 Pengadaan Perangkat Pengolah Data Komunikasi Output 997 Pengadaan Peralatan Fasilitas Perkantoran Output 998 Gedung dan Bangunan Sumber : Hasil Analisa, K E RA N G K A P E N D A N A A N Untuk dapat melaksanakan Rencana Strategis sebagaimana yang direncanakan, dibutuhkan kerangka pendanan untuk membiayai semua program dan kegiatan pada setiap level organisasi. Skenario pendanaan selama tahun yang disusun telah mempertimbangkan kebutuhan infrastruktur, kapasitas dan kemampuan organisasi, sumber daya manusia yang dimiliki, Kebijakan-kebijakan baru, pertumbuhan ekonomi nasional serta hasil-hasil pembangunan periode baik hasil pembangunan agraria, tata ruang dan pertanahan maupun hasil pembangunan yang dilaksanakan kementerian lainnya yang dapat mempengruhi kinerja 4-12

109 kementerian. Total dana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program Direktorat Jenderal Tata Ruang periode adalah sebagai berikut: Tabel 4. 4 Arahan Alokasi Dana untuk NO. TAHUN KEBUTUHAN DANA Total Sumber: Analisa, 2015 Berdasarkan benchmark dari komposisi tahun - tahun sebelumnya dan penyesuaian yang dilakukan, maka dapat diidentifikasi komposisi anggaran untuk Direktorat Jenderal Tata Ruang. Komposisi anggaran menurut kelembagaan Direktorat Jenderal Tata Ruang dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4. 5 Komposisi Anggaran Menurut Kelembagaan Direktorat Jenderal Tata Ruang No Unit Direktorat Target Output (Dalam Jt) Direktorat Jenderal Tata Ruang 2 Sekretariat Direktorat Jenderal Tata Ruang 3 Direktorat Perencanaan Ruang

110 4 Direktorat Pemanfaatan Ruang 5 Direktorat Penataan Kawasan 6 Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah Sumber: Analisa,

111 Tabel 4. 6 Target Kinerja Direktorat Jenderal Tata Ruang KEBUTUHAN KODE SASARAN/INDIKATOR RPJMN Meningkatnya pembinaan kelembagaan penataan Ruang Meningkatnya ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif dan harmonis Jumlah rancangan peraturan perundang-undangan PROGRAM/KEGIATAN/SASARAN/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN/OUTPUT SATUAN PRIORITAS N/B/KL TARGET ANGGARAN (DALAM MILIAR RUPIAH) TOTAL TOTAL PROGRAM : PERENCANAAN TATA RUANG DAN PEMANFAATAN RUANG A. Kegiatan: Dukungan Manajemen Program Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Tersusunnya kebijakan perencanaan, pemrograman, evaluasi kinerja, dan kerjasama A01 Jumlah dokumen kebijakan dan strategi serta administrasi kerjasama Direktorat Jenderal Tata Ruang 01. Dokumen kebijakan dan strategi Direktorat Jenderal Tata Ruang A Dokumen administrasi kegiatan kerjasama Jumlah dokumen penyiapan dan penyusunan program dan anggaran tahunan Dokumen KL Dokumen Dokumen Dokumen KL Dokumen penyiapan dan Dokumen penyusunan program dan anggaran tahunan A03 Jumlah dokumen pelaksanaan Dokumen KL monitoring dan evaluasi kinerja program perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang 01. Dokumen pelaksanaan Dokumen monitoring dan evaluasi program perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang 2 Terselenggaranya pengelolaan hukum, kepegawaian, dan ortala A04 Jumlah dokumen penyelenggaraan bantuan hukum dan penyiapan peraturan perundang-undangan Dokumen KL

112 KODE SASARAN/INDIKATOR RPJMN Jumlah dokumen hasil kajian harmonisasi peratutan perundang-undangan sektoral terkait bidang penataan ruang Jumlah laporan kepegawaian dan ortala PROGRAM/KEGIATAN/SASARAN/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN/OUTPUT 01. Dokumen penyelenggaraan bantuan hukum dan penyiapan peraturan perundang-undangan A05 Jumlah dokumen kajian harmonisasi peraturan perundangan sektoral yang berkaitan dengan Bidang Tata Ruang 01. Dokumen kajian harmonisasi peraturan perundangan sektoral yang berkaitan dengan Bidang Tata Ruang A06 Jumlah laporan pengelolaan kepegawaian 01.Laporan Pelayanan Administrasi Kepegawaian 02. Laporan Pengembangan Pegawai SATUAN PRIORITAS N/B/KL TARGET KEBUTUHAN ANGGARAN (DALAM MILIAR RUPIAH) TOTAL TOTAL Dokumen Dokumen N Dokumen Laporan B Laporan Laporan Jumlah laporan kepegawaian dan ortala untuk penyusunan standardisasi lembaga penyelenggara penataan ruang A07 Jumlah laporan penyelenggaraan organisasi dan tata laksana 01. Laporan Pengembangan Organisasi dan Tata Laksana Laporan B Laporan \ 3 Terselenggaranya pengelolaan keuangan, umum kajian, penyebarluasan, pengelolaan data dan informasi, komunikasi dan kepustakaan, serta pengembangan sistem informasi penataan ruang A08 Jumlah dokumen perbendaharaan, verifikasi, dan pelaporan Dokumen KL A Laporan keuangan Laporan dokumen verifikasi, dan pelaporan Jumlah laporan pengelolaan Barang Milik Negara 01. Laporan pengelolaan Barang Milik Negara Dokumen Laporan KL Laporan

113 KODE SASARAN/INDIKATOR RPJMN PROGRAM/KEGIATAN/SASARAN/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN/OUTPUT A10 Jumlah laporan administrasi umum dan rumah tangga 01. Laporan administrasi umum dan rumah tangga SATUAN PRIORITAS N/B/KL TARGET KEBUTUHAN ANGGARAN (DALAM MILIAR RUPIAH) TOTAL TOTAL Laporan KL Laporan Jumlah dokumen kajian informasi bidang penataan ruang Jumlah Laporan penyebarluasan Informasi dan bahan komunikasi Penataan Ruang di dalamnya termasuk keg RPJMN 7,5 M 02. Laporan pengelolaan dokumen dan kepustakaan A11 Jumlah dokumen kajian sistem informasi bidang penataan ruang 01. Dokumen kajian sistem informasi bidang penataan ruang A12 Jumlah laporan penyebarluasan Informasi dan bahan komunikasi 01. Laporan penyebarluasan Informasi dan bahan komunikasi Laporan Dokumen N Dokumen Laporan B Laporan B. Kegiatan: Perencanaan Tata Ruang Terwujudnya Perencanaan dan Kemitraan Perencanaan Tata Ruang B01 Jumlah dokumen Kebijakan Teknis, Program Perencanaan Tata Ruang, dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi kinerja 01. Dokumen Kebijakan Teknis dan Program Perencanaan Tata Ruang 02. Dokumen monitoring dan evaluasi pelaksanaan perencanaan tata ruang B02 Jumlah Dokumen data dan informasi serta kemitraan bidang perencanaan tata ruang 01. Dokumen data dan informasi serta kemitraan bidang perencanaan tata ruang Dokumen KL Dokumen Dokumen Dokumen KL Dokumen

114 KEBUTUHAN KODE SASARAN/INDIKATOR RPJMN Jumlah kelompok masyarakat dan dunia usaha yang terbina Meningkatnya ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif dan harmonis digabung B04. Tapi perkotaann ya keluar. PROGRAM/KEGIATAN/SASARAN/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN/OUTPUT B03 Jumlah forum masyarakat dan dunia usaha yang dibentuk atau mendapatkan fasilitasi pengembangannya dalam perencanaan tata ruang 01. Forum masyarakat dan dunia usaha yang dibentuk atau mendapatkan fasilitasi pengembangannya dalam perencanaan tata ruang SATUAN PRIORITAS N/B/KL TARGET ANGGARAN (DALAM MILIAR RUPIAH) TOTAL TOTAL Kelompok N Kelompok Tersusunnya Rancangan NSPK Perencanaan Tata Ruang B04 Jumlah Dokumen Materi Teknis dan Rancangan NSPK perencanaan tata ruang Wilayah dan Perdesaan Dokumen N Jumlah dokumen materi teknis dan rancangan NSPK wilayah nas, pulau/kep, dan pengelolaan ruang udara nasional Jumlah dokumen materi teknis dan rancangan NSPK wilayah nas, pulau/kep, dan pengelolaan ruang udara nasional Jumlah dokumen materi teknis dan rancangan NSPK Penataan Ruang yang sudah mengakomodasi kebijakan sektoral Jumlah dokumen materi teknis dan rancangan NSPK Penataan Ruang yang sudah mengakomodasi kebijakan sektoral 01. Dokumen Materi Teknis NSPK Perencanaan Tata Ruang Wilayah (termasuk ruang udara dan laut) 02. Rancangan NSPK Perencanaan Tata Ruang Wilayah (termasuk ruang udara dan laut) 03. Dokumen Materi Teknis NSPK Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perdesaan 04 Rancangan NSPK Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perdesaan Dokumen Dokumen Dokumen Dokumen

115 KODE SASARAN/INDIKATOR RPJMN PROGRAM/KEGIATAN/SASARAN/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN/OUTPUT B05 Jumlah Dokumen Materi Teknis dan Rancangan NSPK Perencanaan Tata Ruang Wilayah Perkotaan SATUAN PRIORITAS N/B/KL TARGET KEBUTUHAN ANGGARAN (DALAM MILIAR RUPIAH) TOTAL TOTAL Dokumen KL Jumlah dokumen materi teknis dan rancangan NSPK Penataan Ruang yang sudah mengakomodasi kebijakan sektoral Jumlah dokumen materi teknis dan rancangan NSPK Penataan Ruang yang sudah mengakomodasi kebijakan sektoral Meningkatnya kualitas pelaksanaan penataan ruang nasional Jumlah dokumen kajian, materi teknis, peninjauan kembali RTRWN Jumlah dokumen kajian, materi teknis, RTR dan peninjauan kembali RTR Pulau/Kepulauan Jumlah dokumen kajian, materi teknis, RTR dan peninjauan kembali, dan RTR Laut Nasional 01. Dokumen Materi Teknis NSPK Perencanaan Tata Ruang Perkotaan 02. Rancangan NSPK Perencanaan Tata Ruang Perkotaan 3 Tersusunnya Dokumen Kajian, Perencanaan, dan Peninjauan Kembali RTRWN, RTR Pulau/Kepulauan, dan Laut Nasional B06 Jumlah dokumen kajian, materi teknis, peninjauan kembali RTRWN 01. Dokumen kajian, materi teknis, peninjauan kembali RTRWN Dokumen Dokumen Dokumen N Dokumen Dokumen RTRWN Dokumen B07 Jumlah dokumen kajian, materi Dokumen/ N teknis, peninjauan kembali, dan Pulau/ RTR Pulau/Kepulauan Kepulauan 01. Dokumen Kajian, Materi Teknis, peninjauan kembali RTR Pulau/Kepulauan Dokumen/ Pulau/ Kepulauan Dokumen RTR Pulau/Kepulauan Dokumen/ Pulau/ Kepulauan B08 Jumlah dokumen kajian, materi Dokumen N teknis, RTR dan peninjauan kembali RTR Laut Nasional 01. Dokumen Kajian dan Materi Teknis RTR Laut Nasional Dokumen

116 KEBUTUHAN KODE SASARAN/INDIKATOR RPJMN Meningkatnya ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif dan harmonis Jumlah rancangan peraturan perundang-undangan Meningkatnya kualitas pelaksanaan penataan ruang nasional Jumlah dokumen kajian, materi teknis, RTR dan peninjauan kembali, dan RTR Non Perkotaan Jumlah dokumen kajian, materi teknis, RTR dan peninjauan kembali, dan RTR Perkotaan Jumlah dokumen kajian, materi teknis, RTR dan peninjauan kembali, dan RTR Non Perkotaan PROGRAM/KEGIATAN/SASARAN/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN/OUTPUT SATUAN PRIORITAS N/B/KL TARGET ANGGARAN (DALAM MILIAR RUPIAH) TOTAL TOTAL 02. Dokumen peninjauan kembali Dokumen RTR Laut Nasional 03. Dokumen RTR Laut Nasional Dokumen Tersusunnya Dokumen Kajian dan Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara B09 Jumlah dokumen kajian, materi teknis, RTR, peninjauan kembali, dan RDTR kawasan perbatasan negara 01. Dokumen Kajian dan Materi Teknis RTR dan RDTR kawasan perbatasan negara 02. Dokumen peninjauan kembali RTR dan RDTR kawasan perbatasan negara 03. Dokumen RTR dan RDTR Kawasan perbatasan negara 5 Tersusunnya Dokumen Kajian, Perencanaan, dan Peninjauan Kembali RTR KSN Wilayah I dan II B10 Jumlah dokumen kajian, materi teknis, RTR, peninjauan kembali RTR KSN Wilayah I 01. Dokumen Kajian dan Materi Teknis RTR KSN Wilayah I 02. Dokumen peninjauan kembali RTR KSN Wilayah I Dokumen KL Dokumen Dokumen Dokumen Dokumen/ KSN N Dokumen Dokumen Dokumen RTR KSN Wilayah I Dokumen B11 Jumlah dokumen kajian, materi teknis, RTR, peninjauan kembali RTR KSN Wilayah II Dokumen/ KSN N

117 KEBUTUHAN KODE SASARAN/INDIKATOR RPJMN Jumlah dokumen kajian, materi teknis, RTR dan peninjauan kembali, dan RTR Perkotaan Jumlah dokumen materi teknis dan review RTR KSN Jabodetabekjur PROGRAM/KEGIATAN/SASARAN/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN/OUTPUT B Dokumen Kajian dan Materi Teknis RTR KSN Wilayah II 02. Dokumen peninjauan kembali RTR KSN Wilayah II SATUAN PRIORITAS N/B/KL TARGET ANGGARAN (DALAM MILIAR RUPIAH) TOTAL TOTAL Dokumen Dokumen Dokumen RTR KSN Wilayah II Dokumen Jumlah dokumen materi teknis dan review RTR KSN Jabodetabekjur 01. Dokumen Materi Teknis RTR KSN Jabodetabekjur 02. Dokumen review RTR KSN Jabodetabekjur Dokumen/ KSN Dokumen/ KSN Dokumen/ KSN N Terselenggaranya pengelolaan administrasi Perkantoran B13 Jumlah laporan pengelolaan administrasi perkantoran 01. Laporan Administrasi Umum Direktorat Laporan KL Laporan Laporan Pembinaan SDM Laporan Peralatan dan Fasilitas Unit Perkantoran C. Kegiatan: Pemanfaatan Ruang Terwujudnya Perencanaan dan Kemitraan Pemanfaatan Ruang C01 Jumlah dokumen Kebijakan Teknis, Program Pemanfaatan Ruang, dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi kinerja 01. Dokumen Kebijakan Teknis dan Program Pemanfaatan Ruang 02. Dokumen monitoring dan evaluasi pelaksanaan pemanfaatan ruang C02 Jumlah Dokumen data dan informasi serta kemitraan bidang pemanfaatan ruang Dokumen KL Dokumen Dokumen Dokumen KL

118 KEBUTUHAN KODE SASARAN/INDIKATOR RPJMN Jumlah kelompok masyarakat dan dunia usaha yang terbina Meningkatnya pembinaan kelembagaan penataan Ruang Jumlah dokumen materi teknis dan rancangan NSPK Penataan Ruang yang sudah mengakomodasi kebijakan sektoral Jumlah dokumen materi teknis dan rancangan NSPK Penataan Ruang yang sudah mengakomodasi kebijakan sektoral Jumlah laporan Rakernas BKPRN dan Rakereg BKPRD insert pedoman dari B05 PROGRAM/KEGIATAN/SASARAN/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN/OUTPUT 01. Dokumen data dan informasi bidang perencanaan tata ruang C03 Jumlah forum masyarakat dan dunia usaha yang dibentuk atau mendapatkan fasilitasi pengembangannya dalam pemanfaatan ruang 01. Forum masyarakat dan dunia usaha yang dibentuk atau mendapatkan fasilitasi pengembangannya dalam pemanfaatan ruang SATUAN 2 Terselenggaranya koordinasi lintas sektor dan lintas wilayah dalam penataan ruang C04 Jumlah Dokumen kajian dan perencanaan lintas sektor dan lintas wilayah 01. Dokumen kajian dan perencanaan lintas sektor dan lintas wilayah 02. Dokumen Materi Teknis NSPK Keterpaduan Pemanfaatan Ruang dan pengembangan kawasan 03. Rancangan NSPK Keterpaduan Pemanfaatan Ruang C05 Jumlah dokumen Koordinasi Pelaksanaan Kelembagaan Lintas Sektor dan Lintas Wilayah 01. Dokumen Koordinasi Pelaksanaan Kelembagaan Lintas Sektor dan Lintas Wilayah 3 Terselenggaranya sinkronisasi program jangka menengah antar sektor dalam perwujudan RTR PRIORITAS N/B/KL TARGET ANGGARAN (DALAM MILIAR RUPIAH) TOTAL TOTAL Dokumen Kelompok N Kelompok Dokumen KL Dokumen Dokumen Dokumen Dokumen B Dokumen

119 KEBUTUHAN KODE SASARAN/INDIKATOR RPJMN Meningkatnya kualitas pelaksanaan penataan ruang nasional. Jumlah Sinkronisasi program sektor dalam perwujudan RTR Meningkatnya kualitas pelaksanaan penataan ruang nasional Jumlah pelaksanaan penataan ruang pulau/kepualauan dan KSN perkotaan Jumlah pelaksanaan penataan ruang pulau/kepualauan dan KSN perkotaan PROGRAM/KEGIATAN/SASARAN/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN/OUTPUT C06 Jumlah Dokumen Sinkronisasi Program Sektor dalam perwujudan RTR 01. Dokumen Sinkronisasi Program Sektor dalam perwujudan RTR SATUAN PRIORITAS N/B/KL TARGET ANGGARAN (DALAM MILIAR RUPIAH) TOTAL TOTAL Dokumen B Dokumen Dokumen pemetaan indikasi program RTR ke dalam program rencana pembangunan Dokumen Terselenggaranya Monitoring dan Evaluasi Implementasi RTRWN, RTR Pulau/Kepulauan, dan KSN C07 Jumlah Dokumen Monitoring Dokumen KL Evaluasi implementasi RTRWN, RTR Pulau/Kepulauan/KSN 01. Dokumen Monitoring Evaluasi Dokumen implementasi RTRWN, RTR Pulau/Kepulauan/KSN 5 Terselenggaranya pelaksanaan penataan ruang KSN C08 Jumlah pelaksanaan penataan ruang KSN Wilayah I 01. Pelaksanaan penataan ruang KSN Wilayah I C09 Jumlah pelaksanaan penataan ruang KSN Wilayah II 01. Pelaksanaan penataan ruang KSN Wilayah II Dokumen/ KSN Dokumen/ KSN Dokumen/ KSN Dokumen/ KSN B B Terselenggaranya pengelolaan administrasi Perkantoran C10 Jumlah laporan pengelolaan administrasi perkantoran 01. Laporan Administrasi Umum Direktorat Laporan KL Laporan Laporan Pembinaan SDM Laporan Peralatan dan Fasilitas Perkantoran Unit

120 KEBUTUHAN KODE SASARAN/INDIKATOR RPJMN Jumlah kelompok masyarakat dan dunia usaha yang terbina Jumlah Laporan Penyelenggaraan Hari Tata Ruang Nasional dan event penataan ruang Perintisan inkubasi kota-kota baru PROGRAM/KEGIATAN/SASARAN/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN/OUTPUT SATUAN PRIORITAS N/B/KL TARGET ANGGARAN (DALAM MILIAR RUPIAH) TOTAL TOTAL D Kegiatan: Penataan Kawasan Terwujudnya Perencanaan dan Kemitraan Penataan Kawasan D01 Jumlah dokumen Kebijakan Teknis, Program Penataan Kawasan, dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi kinerja 01. Dokumen Kebijakan Teknis dan Program Penataan Kawasan 02. Dokumen monitoring dan evaluasi pelaksanaan Penataan Kawasan D02 Jumlah Dokumen data dan informasi serta kemitraan bidang Penataan Kawasan 01. Dokumen data dan informasi bidang penataan kawasan D03 Jumlah forum masyarakat dan dunia usaha yang dibentuk atau mendapatkan fasilitasi pengembangannya dalam penataan kawasan 01. Forum masyarakat dan dunia usaha yang dibentuk atau mendapatkan fasilitasi pengembangannya dalam penataan kawasan D04 Jumlah laporan Penyelenggaraan Hari Tata Ruang Nasional dan event penataan ruang Dokumen KL Dokumen Dokumen Dokumen KL Dokumen Kelompok N Kelompok Laporan B Laporan Penyelenggaraan Hari Tata Ruang Nasional dan event penataan ruang Laporan Terselenggaranya Penataan Kawasan Perkotaan dan Perintisan Inkubasi Kota-kota Baru 4-24

121 KEBUTUHAN KODE SASARAN/INDIKATOR RPJMN Jumlah masterplan dasar kota baru publik di 10 lokasi PROGRAM/KEGIATAN/SASARAN/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN/OUTPUT D05 Jumlah dokumen Kebijakan, Strategi, dan program penataan kawasan perkotaan dan perintisan kota-kota baru 01. Dokumen Kebijakan, Strategi, dan program penataan kawasan perkotaan dan perintisan kota-kota baru SATUAN PRIORITAS N/B/KL TARGET ANGGARAN (DALAM MILIAR RUPIAH) TOTAL TOTAL Dokumen B Dokumen Terselenggaranya Penataan Kawasan Perdesaan D06 Jumlah dokumen Kebijakan, Dokumen KL Strategi, dan program penataan kawasan perdesaan 01. Dokumen Kebijakan, Strategi, dan program penataan kawasan perdesaan Dokumen Terselenggaranya Penataan Kawasan Baru D07 Jumlah dokumen Kebijakan, Strategi, dan program penataan kawasan baru termasuk kawasan rawan bencana dan kawasan risiko perubahan iklim 01. Dokumen Program operasional terkait pengembangan kawasan baru termasuk kawasan rawan bencana dan kawasan risiko perubahan iklim Dokumen KL Dokumen Terselenggaranya Penataan Kawasan Ekonomi D08 Jumlah dokumen Kebijakan, Dokumen KL Strategi, dan program penataan kawasan ekonomi 01. Dokumen Kebijakan, Strategi, dan program penataan kawasan ekonomi Dokumen Terselenggaranya pengelolaan administrasi Perkantoran D09 Jumlah laporan pengelolaan Laporan KL administrasi perkantoran 01. Laporan Administrasi Umum Direktorat Laporan Laporan Pembinaan SDM Laporan

122 KEBUTUHAN KODE SASARAN/INDIKATOR RPJMN Jumlah kelompok masyarakat dan dunia usaha yang terbina PROGRAM/KEGIATAN/SASARAN/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN/OUTPUT 03. Peralatan dan Fasilitas Perkantoran E. Kegiatan:Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah SATUAN PRIORITAS N/B/KL TARGET ANGGARAN (DALAM MILIAR RUPIAH) TOTAL TOTAL Unit Terwujudnya Perencanaan dan Kemitraan Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah E01 Jumlah dokumen Kebijakan Teknis, Program Pembinaan Perencanaan Dokumen KL Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, serta dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi kinerja 01. Dokumen Kebijakan Teknis dan Dokumen Program Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah 02. Dokumen monitoring dan evaluasi pelaksanaan Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah E02 Jumlah Dokumen data dan informasi serta kemitraan bidang Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah 01. Dokumen data dan informasi bidang Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah E03 Jumlah forum masyarakat dan dunia usaha yang dibentuk atau mendapatkan fasilitasi pengembangannya dalam Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah 01. Kelompok masyarakat di daerah (provinsi) yang mendapatkan fasilitasi pembinaan kelompok masyarakat dan dunia usaha Dokumen Dokumen KL Dokumen Kelompok N Kelompok

123 KEBUTUHAN KODE SASARAN/INDIKATOR RPJMN (2015) termasuk Dekon 21,9 untuk pembentukan pelopor pemula. 1 pusat + 33 dekon prov Meningkatnya pembinaan kelembagaan penataan ruang Jumlah Provinsi yang mendapatkan pembinaan teknis penyelenggaraan penataan ruang daerah Jumlah Kabupaten yang mendapatkan pembinaan teknis penyelenggaraan penataan ruang daerah Jumlah Kota yang mendapatkan pembinaan teknis penyelenggaraan penataan ruang daerah PROGRAM/KEGIATAN/SASARAN/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN/OUTPUT E04 Jumlah kegiatan penyelenggaraan pembentukan dan pembinaan pelopor penataan ruang daerah 01. Kegiatan penyelenggaraan pembentukan dan pembinaan pelopor penataan ruang daerah 2 Terlaksananya pembinaan Penataan Ruang Provinsi/ Kabupaten/ Kota E05 Jumlah Provinsi yang mendapatkan pembinaan teknis penyelenggaraan penataan ruang daerah 01. Provinsi yang mendapatkan pembinaan teknis penyelenggaraan penataan ruang daerah E06 Jumlah Kabupaten yang mendapatkan pembinaan teknis penyelenggaraan penataan ruang daerah 01. Kabupaten yang mendapatkan pembinaan teknis penyelenggaraan penataan ruang daerah E07 Jumlah Kota yang mendapatkan pembinaan teknis penyelenggaraan penataan ruang daerah 01. Kota yang mendapatkan pembinaan teknis penyelenggaraan penataan ruang daerah E08 Jumlah kabupaten/kota yang difasilitasi penyusunan RDTR nya 01. Kabupaten /kota yang memperoleh fasilitasi penyusunan RDTR SATUAN 3 Terlaksananya Pembinaan pemenuhan SPM penataan ruang daerah. PRIORITAS N/B/KL TARGET ANGGARAN (DALAM MILIAR RUPIAH) TOTAL TOTAL Kegiatan B Kegiatan Provinsi N Provinsi Kabupaten N Kabupaten Kota N Kota Kab/Kota N Kab/Kota

124 KEBUTUHAN KODE SASARAN/INDIKATOR RPJMN Sumber : Analisis PROGRAM/KEGIATAN/SASARAN/INDIKATOR KINERJA KEGIATAN/OUTPUT E09 Jumlah Provinsi/Kabupaten/Kota/ Perkotaan yang Mendapatkan Pembinaan Pemenuhan SPM 01. Provinsi/Kabupaten/Kota/ Perkotaan yang Mendapatkan Pembinaan Pemenuhan SPM SATUAN Provinsi/ Kabupaten /Kota/ Perkotaan Provinsi/ Kabupaten /Kota/ Perkotaan PRIORITAS N/B/KL TARGET ANGGARAN (DALAM MILIAR RUPIAH) TOTAL TOTAL KL Terselenggaranya pengelolaan administrasi Perkantoran E10 Jumlah laporan pengelolaan Laporan KL administrasi perkantoran 01. Laporan Administrasi Umum Laporan Direktorat 02. Laporan Pembinaan SDM Laporan Peralatan dan Fasilitas Unit Perkantoran 4-28

125 4-29

126 Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertahanan Negara

127 BAB V PENUTUP 6-1

128 4-0

Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN

Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN Dalam Acara Rapat Kerja Nasional Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional Tahun 2015 Jakarta, 5 November 2015 INTEGRASI TATA RUANG DAN NAWACITA meningkatkan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

BAHAN INFORMASI RENCANA TATA RUANG SEBAGAI MATRA SPASIAL PENGEMBANGAN WILAYAH DAN ISU-ISU STRATEGIS PENATAAN RUANG

BAHAN INFORMASI RENCANA TATA RUANG SEBAGAI MATRA SPASIAL PENGEMBANGAN WILAYAH DAN ISU-ISU STRATEGIS PENATAAN RUANG RENCANA TATA RUANG SEBAGAI MATRA SPASIAL PENGEMBANGAN WILAYAH DAN ISU-ISU STRATEGIS PENATAAN RUANG BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM PADA RAKERNAS BKPRN Jakarta, 7 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (14) PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

LAKIP 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG TAHUN 2011

LAKIP 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG TAHUN 2011 LAKIP 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG TAHUN 2011 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM 1 PENGANTAR Laporan Akuntabilitas

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG KAWASAN GAMBUT

PENATAAN RUANG KAWASAN GAMBUT PENATAAN RUANG KAWASAN GAMBUT Dr. Ir. M. Basuki Hadimulyono, MSc Direktur Jenderal Penataan Ruang Disampaikan pada : Focus Group Discussion (FGD) Tata Ruang Pada Lahan Gambut K E M E N T E R I A N P E

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG: MATERI 1. Pengertian tata ruang 2. Latar belakang penataan ruang 3. Definisi dan Tujuan penataan ruang 4. Substansi UU PenataanRuang 5. Dasar Kebijakan penataan ruang 6. Hal hal pokok yang diatur dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS

PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS SESI PANEL MENTERI - RAKERNAS BKPRN TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Jakarta, 5 November 2015 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb No.580, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengamanan Perbatasan. Pengerahan Tentara Nasional Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGERAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 oleh Eko Budi Kurniawan Kasubdit Pengembangan Perkotaan Direktorat Perkotaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang disampaikan dalam

Lebih terperinci

Program Strategis Pengendalian Pemanfaatan Ruang. sebagai supporting system Monitoring dan Evaluasi

Program Strategis Pengendalian Pemanfaatan Ruang. sebagai supporting system Monitoring dan Evaluasi Program Strategis Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah serta Peranan SKMPP ATR sebagai supporting system Monitoring dan Evaluasi Oleh: Ir. Raden M. Adi Darmawan, M.Eng.Sc Plt. Direktur Penertiban

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. 2. Tertib Pemanfaatan Hak Atas Tanah dan Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar.

BAB 1. PENDAHULUAN. 2. Tertib Pemanfaatan Hak Atas Tanah dan Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar. BAB 1. PENDAHULUAN Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Nomor 15/SE/IX/2015 tentang pedoman penyusunan perjanjian kinerja dan laporan kinerja dijelaskan bahwa perjanjian kinerja (PK) merupakan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 0310-1636-8566-5090 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-.03-0/AG/2014 DS 9057-0470-5019-2220 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. LAKIP 2011 Direktorat Jenderal Penataan Ruang

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. LAKIP 2011 Direktorat Jenderal Penataan Ruang BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 9 1.1 TUGAS POKOK DAN FUNGSI DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG K ewenangan penyelenggaraan bidang pekerjaan umum saat ini sebagian berada di tingkat Nasional dan sebagian

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PU MELALUI PENYUSUNAN RPI2JM DALAM RANGKA MEWUJUDKAN RTRW

IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PU MELALUI PENYUSUNAN RPI2JM DALAM RANGKA MEWUJUDKAN RTRW IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PU MELALUI PENYUSUNAN RPI2JM DALAM RANGKA MEWUJUDKAN RTRW Yogyakarta, 21 Oktober 2014 Direktur Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah I KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan. Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan www.arissubagiyo.com Latar belakang Kekayaan alam yang melimpah untuk kesejahterakan rakyat. Pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan peraturan serta untuk

Lebih terperinci

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) dan Kawasan Strategis () Imam S. Ernawi Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU 31 Januari 2012 Badan Outline : 1. Amanat UU RTR dalam Sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Click to edit Master title style

Click to edit Master title style KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ Click to edit Master title style BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Kebijakan Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bogor,

Lebih terperinci

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas I. Pendahuluan UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Program dan Kegiatan

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Program dan Kegiatan BAB 1. PENDAHULUAN Dalam Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Nomor 15/SE/IX/2015 tentang pedoman penyusunan perjanjian kinerja dan laporan kinerja dijelaskan bahwa perjanjian kinerja (PK) merupakan dokumen

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu-

REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu- ASISTEN DEPUTI URUSAN PENATAAN RUANG DAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL Jakarta, 12 Februari 2014 Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan. Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamb

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1184, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

1.2 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PENGUASAAN TANAH

1.2 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PENGUASAAN TANAH BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan Kinerja Ditjen dan Penguasaan Tanah Tahun merupakan media untuk mempertanggungjawabkan capaian kinerja Direktorat Jenderal selama tahun, dalam melaksanakan

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PENATAAN RUANG PULAU KEPULAUAN

ASPEK HUKUM PENATAAN RUANG PULAU KEPULAUAN ASPEK HUKUM PENATAAN RUANG PULAU KEPULAUAN Oleh RR. Rita Erawati, S.H., LL.M. Asdep Bidang Prasarana, Riset, Teknologi dan Sumber Daya Alam, Kedeputian Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet Makassar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN SPASIAL DALAM RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN SPASIAL DALAM RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN SPASIAL DALAM RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH O l e h : M e n t e ri A g r a r i a d a n Ta t a R u a n g

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN Peletakan sendi-sendi dasar pembangunan Sulawesi Tenggara periode 2008 2013, telah memperlihatkan kerangka pembangunan yang jelas, terarah dan sistematis dalam menyongsong

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMANTAUAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Penataan Ruang Komisi Pemberantasan Korupsi - Jakarta, 13 Desember 2012 Outline I. Isu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E N A T A A N R U A N G

K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E N A T A A N R U A N G DENGAN UNDANG-UNDANG PENATAAN RUANG MENUJU RUANG NUSANTARA YANG AMAN, NYAMAN, PRODUKTIF, DAN BERKELANJUTAN Sosialisasi Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Medan, 10 Mei 2010 K E M E

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menserasikan

Lebih terperinci

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN MENTERIDALAM NEGERI REPUBLIKINDONESIA PAPARAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN 2017-2022 Serang 20 Juni 2017 TUJUAN PEMERINTAHAN DAERAH UU No. 23

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP Direktur Tata Ruang dan Pertanahan KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Disampaikan pada Rakor BKPRD Provinsi Jawa Tengah Tahun

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Jakarta, Desember Direktur Rumah Umum dan Komersial

Jakarta, Desember Direktur Rumah Umum dan Komersial Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkah dan hidayahnya sehingga Laporan Kinerja Direktorat Rumah Umum dan Komersial Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) M E D A N

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) M E D A N PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) 6619431 6623480 M E D A N - 20222 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PEDOMAN NOMENKLATUR BAPPEDA BERDASARKAN PP 18/2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH

PENYUSUNAN PEDOMAN NOMENKLATUR BAPPEDA BERDASARKAN PP 18/2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PENYUSUNAN PEDOMAN NOMENKLATUR BAPPEDA BERDASARKAN PP 18/2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH Oleh: Kedeputian Bidang Pengembangan

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8)

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2017 ADMINISTRASI. Pemerintahan. Kementerian Pariwisata. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM I. Pendahuluan II. Issue Spasial Strategis III. Muatan PP RTRWN IV. Operasionalisasi PP RTRWN V. Penutup 2 Amanat UU No.26/2007 tentang Penataan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.966, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Penetapan Perda tentang RTRWP dan RTRWK. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari sarana, prasarana, yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia dalam membentuk jaringan prasarana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan

Lebih terperinci

LAKIP 2011 Direktorat Jenderal Penataan Ruang PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II

LAKIP 2011 Direktorat Jenderal Penataan Ruang PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 25 2.1 RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG D alam lingkup pembangunan nasional, Undang-Undang Nomor 25 tahun

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERSETUJUAN SUBSTANSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Knowledge Management Forum April

Knowledge Management Forum April DASAR HUKUM DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERAN PEMDA UNTUK MEMBERDAYAKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN IKLIM INDONESIA UU 23 tahun 2014 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom No.1513, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Audit Tata Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

ARAHAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN

ARAHAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN ARAHAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN Banjarmasin, 25 September 2010 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Kondisi Perkotaan Indonesia Kawasan perkotaan berkembang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA 1 GUBERNUR KALIMANTAN UTARA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN UTARA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH, SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN LEMBAGA

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN AUDIT

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG I. UMUM Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai landasan hukum

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS KINERJA AKUNTABILITAS KINERJA BAB III. LAKIP 2011 Direktorat Jenderal Penataan Ruang

AKUNTABILITAS KINERJA AKUNTABILITAS KINERJA BAB III. LAKIP 2011 Direktorat Jenderal Penataan Ruang BAB III AKUNTABILITAS KINERJA AKUNTABILITAS KINERJA 49 A kuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) dilakukan sebagai perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan dengan garis pantai kurang lebih 81.900 km dan memiliki kawasan yang berbatasan dengan sepuluh negara,

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT BAB VIII KELEMBAGAAN DAN PERAN MASYARAKAT 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penyelenggaraan penataan ruang. Proses penyelenggaraan penataan ruang memerlukan lembaga

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci