RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Transkripsi

1 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional baik sebagai wadah maupun sebagai sumber daya alam perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna dan berhasil guna, sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya secara selaras, serasi, dan seimbang demi terwujudnya kesejahteraan rakyat; b. bahwa perkembangan situasi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip-prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik dengan memperhatikan Hak Asasi Manusia; c. bahwa sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, kewenangan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang semakin besar, sehingga pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antar-daerah, serta tidak menimbulkan kesenjangan antar-daerah; d. bahwa kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap penataan ruang telah berkembang sehingga perlu pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang yang sesuai dengan perkembangan yang

2 2 terjadi di masyarakat sehingga tercapai perencanaan tata ruang yang efektif, transparan, dan partisipatif, pemanfaatan ruang yang tertib, serta pengendalian pemanfaatan ruang yang menjamin efektivitas dan efisiensi kegiatan pembangunan secara berkelanjutan; e. bahwa penataan ruang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penataan Ruang; Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENATAAN RUANG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksudkan dengan: 1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara

3 3 kelangsungan hidupnya. 2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. 3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional. 4. Pola pemanfaatan ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. 5. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilaksanakan secara sekuensial. 6. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. 7. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; 9. Pengaturan penataan ruang adalah upaya untuk memberikan landasan normatif bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang. 10. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. 11. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 12. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan

4 4 penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 13. Perencanaan tata ruang adalah proses penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. 14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang sesuai rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. 15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah proses perizinan, pemantauan, evaluasi, dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang berdasarkan peraturan zonasi. 16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. 18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola pemanfaaan ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan tingkat wilayah. 19. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan tingkat internal perkotaan. 20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. 21. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. 22. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. 23. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 24. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama

5 5 bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 25. Kawasan strategis nasional adalah kawasan yang secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan. 26. Kawasan strategis provinsi adalah kawasan yang secara regional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan. 27. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah kawasan yang secara lokal mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan. 28. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang berkaitan dengan lokasi kegiatan, kualitas ruang, administrasi pertanahan, dan tata bangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 29. Orang adalah orang perseorangan dan/atau badan hukum. 30. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang. BAB II ASAS, TUJUAN, DAN PENGELOMPOKAN PENATAAN RUANG Bagian Pertama Asas dan Tujuan Pasal 2 Penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas: a. keterpaduan; b. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; c. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; d. keberlanjutan; e. keterbukaan; f. kebersamaan; dan g. keadilan dan perlindungan hukum.

6 6 Pasal 3 Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan mewujudkan ruang wilayah nasional yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk: a. mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera; b. mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c. mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan. Bagian Kedua Pengelompokan Pasal 4 Penataan ruang dikelompokan berdasarkan sistem, fungsi kawasan, administrasi, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Pasal 5 (1) Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan. (2) Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. (3) Penataan ruang berdasarkan administrasi meliputi penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. (4) Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. (5) Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas kawasan strategis nasional, kawasan strategis provinsi, kawasan strategis kabupaten, dan kawasan strategis kota.

7 7 Pasal 6 (1) Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan: a. lingkungan alam dan buatan, ekonomi, sosial budaya, hukum serta pertahanan dan keamanan sebagai satu kesatuan; dan b. sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan teknologi. (2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara terpadu dan bersifat komplementer. (3) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan. (4) Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sampai batas tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang lautan dan udara diatur tersendiri dengan Undang-Undang. BAB III WEWENANG Bagian Pertama Umum Pasal 7 (1) Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (2) Kewenangan penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. (3) Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang.

8 8 Bagian Kedua Wewenang Pemerintah Pasal 8 (1) Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: a. penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional; b. penyelenggaraan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan c. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. (2) Wewenang Pemerintah dalam penataan ruang nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. perumusan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional. (3) Dalam penataan ruang kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemerintah melaksanakan: a. penetapan kawasan strategis nasional; b. penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional; c. pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional. (4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan Pemerintah Daerah melalui dekonsentrasi atau tugas pembantuan. (5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang, Pemerintah berwenang menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang. Pasal 9 (1) Presiden menunjuk seorang menteri yang bertugas menyelenggarakan

9 9 penataan ruang wilayah nasional. (2) Pelaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang pada semua tingkatan wilayah; dan b. fasilitasi penyelesaian perselisihan dalam penyelenggaraan penataan ruang antar-provinsi dan/atau antara provinsi dengan kabupaten/kota. Bagian Ketiga Wewenang Pemerintah Provinsi Pasal 10 (1) Wewenang Pemerintah Provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: a. penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi; b. penyelengaraan penataan ruang kawasan strategis provinsi; c. mengkoordinasikan pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten dan penataan ruang wilayah kota pada wilayah provinsi; dan d. pembinaan dan pengawasan pelaksanaan penataan ruang pada wilayah kabupaten dan wilayah kota pada wilayah provinsi. (2) Wewenang Pemerintah Provinsi dalam penataan ruang provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; b. perumusan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi. (3) Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemerintah Provinsi melaksanakan: a. penetapan kawasan strategis provinsi; b. penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi; c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.

10 10 (4) Dalam mengkoordinasikan pelaksanaan penataan ruang provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Gubernur dapat membentuk lembaga koordinasi penataan ruang di daerah provinsi. (5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi, Pemerintah Provinsi dapat menyusun pedoman pelaksanaan norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang. (6) Dalam hal Pemerintah Provinsi tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah dapat mengambil alih kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 11 Pelaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) mencakup: a. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan b. fasilitasi penyelesaian perselisihan dalam penyelenggaraan penataan ruang antar-kabupaten/kota. Bagian Keempat Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota Pasal 12 (1) Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: a. penyelenggaraan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan b. penataan ruang kawasan strategis kabupaten dan ruang kawasan strategis kota. (2) Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penataan ruang kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; b. perumusan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

11 11 (3) Dalam penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemerintah Kabupaten/Kota melaksanakan: a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota; b. penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota; c. pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. (4) Dalam melaksanakan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang wilayah kabupaten/kota, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib melaksanakan norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang dan pedoman pelaksanaannya. (5) Dalam hal Pemerintah Kabupaten/Kota tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah Provinsi dapat mengambil alih kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan. BAB IV PENGATURAN DAN PEMBINAAN PENATAAN RUANG Pasal 13 Pengaturan penataan ruang dilakukan melalui penetapan norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang. Pasal 14 (1) Pemerintah melakukan pembinaan penataan ruang kepada Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan masyarakat. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang; b. sosialisasi norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang; c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang;

12 12 d. pendidikan dan pelatihan; e. penelitian dan pengembangan; f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang; g. penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat; dan h. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat. (3) Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyelenggarakan pembinaan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menurut kewenangannya masing-masing. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB V PELAKSANAAN PENATAAN RUANG Bagian Pertama Perencanaan Tata Ruang Paragraf 1 Umum Pasal 15 (1) Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan: a. rencana umum tata ruang; dan b. rencana detail tata ruang. (2) Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara berhirarki terdiri atas: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota. (3) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun sebagai perangkat operasionalisasi rencana umum tata ruang. (4) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

13 13 disusun dalam hal: a. rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau b. rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang dimaksud memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 16 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota mencakup ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara. Pasal 17 (1) Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali. (2) Peninjauan kembali rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menghasilkan rekomendasi berupa: a. rencana tata ruang yang ada dapat tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; atau b. rencana tata ruang yang ada perlu direvisi. (3) Apabila peninjauan kembali rencana tata ruang menghasilkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, revisi rencana tata ruang dilaksanakan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang. (4) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 18 (1) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan

14 14 rencana pola pemanfaatan ruang. (2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. (3) Rencana pola pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. (4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial-budaya, ekonomi, serta pertahanan dan keamanan. (5) Rencana tata ruang disusun dengan memperhatikan keterkaitan antarwilayah dan antar-fungsi kawasan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 2 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 19 Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dilakukan dengan mengacu kepada rencana pembangunan jangka panjang nasional dan memperhatikan: a. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional; b. perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional; c. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi; d. keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah; dan e. daya dukung dan daya tampung lingkungan.

15 15 Pasal 20 (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat: a. tujuan pemanfaatan ruang nasional; b. kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional; c. struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem pusat permukiman yang merupakan susunan fungsional kawasan perkotaan dan jaringan prasarana utama; d. pola pemanfaatan ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional; e. strategi nasional pengembangan perkotaan; f. penetapan kawasan strategis nasional; g. indikasi program strategis pemanfaatan ruang lima tahunan; dan h. kriteria pemanfaatan ruang dan mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang. (2) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk: a. penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan b. penetapan lokasi investasi. (3) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun. (4) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (5) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 21 (1) Rencana detail tata ruang untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dapat berupa Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional. (2) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

16 16 ditetapkan dengan Peraturan Presiden. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, tata cara, dan lain-lain yang diperlukan bagi penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri. Paragraf 3 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi Pasal 22 (1) Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dilakukan dengan mengacu kepada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang; dan c. rencana pembangunan jangka panjang daerah. (2) Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dilaksanakan dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang berbatasan. Pasal 23 (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi memuat: a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah provinsi; b. rencana struktur ruang yang meliputi sistem pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi; c. rencana pola pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung provinsi dan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis provinsi; d. strategi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; e. penetapan kawasan strategis provinsi; f. indikasi program strategis pemanfaatan ruang lima tahunan; g. arahan pengelolaan dan pengembangan kawasan lindung provinsi dan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis provinsi; h. arahan pengembangan sistem pusat permukiman dan sistem

17 17 jaringan prasarana wilayah; dan i. arahan kebijakan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya dengan memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan. (2) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi menjadi pedoman untuk: a. pemanfaatan ruang di wilayah provinsi; b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar-wilayah kabupaten/kota serta keserasian antar-sektor; c. penetapan lokasi investasi; d. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan e. penataan ruang wilayah kabupaten/kota; (3) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun. (4) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (5) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 24 (1) Rencana detail tata ruang untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dapat berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi. (2) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Gubernur.

18 18 Paragraf 4 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota Pasal 25 (1) Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dilakukan dengan mengacu kepada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; b. norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang; dan c. rencana pembangunan jangka panjang daerah. (2) Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dilaksanakan dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang berbatasan. Pasal 26 (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten memuat: a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten; b. rencana struktur ruang yang meliputi sistem pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten; c. rencana pola pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis kabupaten; d. strategi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten; e. penetapan kawasan strategis kabupaten; f. indikasi program pemanfaatan ruang lima tahunan; g. rencana pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan strategis kabupaten; h. rencana pengembangan sistem permukiman dan sistem jaringan prasarana wilayah; dan i. penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya

19 19 buatan. (2) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk: a. pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor; c. penetapan lokasi investasi; dan d. penyusunan rencana detail tata ruang di kabupaten; (3) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan. (4) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun. (5) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (6) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 27 (1) Rencana detail tata ruang untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dapat berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten. (2) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Bupati. Paragraf 5 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota Pasal 28 Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 berlaku pula untuk

20 20 perencanaan tata ruang wilayah kota. Pasal 29 Selain ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota memuat pula: a. penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; b. penyediaan dan pemanfaatan ruang terbangun publik; dan c. penyediaan prasarana dan sarana yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah. Pasal 30 (1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf a terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. (2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. (3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 10 (sepuluh) persen dari luas wilayah kota. Pasal 31 Proporsi ruang publik ditetapkan paling sedikit 40 (empat puluh) persen dari luas wilayah kota yang diperuntukan bagi ruang terbuka hijau publik dan ruang terbangun publik. Pasal 32 Ketentuan lebih lanjut mengenai standar luas ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan persyaratan minimal ruang publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 diatur dengan peraturan Menteri.

21 21 Bagian Kedua Pemanfaatan Ruang Paragraf 1 Umum Pasal 33 (1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya. (2) Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. (3) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana. Pasal 34 (1) Dalam pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya. (2) Dalam rangka pengembangan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lainnya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

22 22 Paragraf 2 Pemanfaatan Ruang Wilayah Pasal 35 (1) Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan: a. perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis; b. perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis; dan c. pelaksanaan pembangunan sesuai program pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis. (2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan: a. standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; dan b. standar kualitas lingkungan. Bagian Ketiga Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pasal 36 Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui peraturan zonasi, perizinan, pemantauan, evaluasi, dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang. Pasal 37 (1) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang. (2) Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang. (3) Peraturan zonasi ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

23 23 Pasal 38 (1) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 diberikan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota menurut kewenangannya masing-masing sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dapat dibatalkan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota menurut kewenangannya masingmasing sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Apabila izin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat dibuktikan telah diperoleh dengan iktikad baik, terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat dimintakan penggantian yang layak kepada lembaga pemberi izin. Pasal 39 (1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang. (2) Dalam hal hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat indikasi pelanggaran terhadap rencana tata ruang, Bupati/Walikota mengambil langkah-langkah penyelesaiannya. (3) Dalam hal Bupati/Walikota tidak melaksanakan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur mengambil langkah-langkah penyelesaiannya. (4) Dalam hal Gubernur tidak melaksanakan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri mengambil langkah-langkah penyelesaiannya. Pasal 40 (1) Dalam hal indikasi pelanggaran terhadap rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dapat dibuktikan, aparat penegak hukum melakukan penertiban.

24 24 (2) Penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tindakan nyata pengenaan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 41 Dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang dikembangkan perangkat yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati hak penduduk sebagai warga negara. Pasal 42 Dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat membentuk lembaga yang bertugas melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang. Pasal 43 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang diatur dengan peraturan Menteri. Bagian Keempat Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Paragraf 1 Umum Pasal 44 (1) Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan pada: a. kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari wilayah kabupaten; atau b. kawasan yang secara fungsional berciri perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota. (2) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berbentuk kawasan metropolitan.

25 25 Paragraf`2 Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perkotaan Pasal 45 Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari wilayah kabupaten adalah rencana detail dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten. Pasal 46 (1) Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota merupakan alat koordinasi dalam pelaksanaan pembangunan yang bersifat lintas wilayah. (2) Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi arahan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang bersifat lintas wilayah administratif. Pasal 47 (1) Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan merupakan alat koordinasi pelaksanaan pembangunan lintas wilayah. (2) Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan berisi: a. struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang merupakan sinkronisasi dari struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang wilayah administratif di dalam kawasan; b. arahan pengelolaan kawasan metropolitan; dan c. indikasi program pemanfaatan ruang kawasan metropolitan. Pasal 48 Dalam perencanaan tata ruang kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 berlaku ketentuan Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32. Pasal 49 Ketentuan lebih lanjut mengenai standar luas ruang terbuka hijau dan

26 26 persyaratan minimal ruang publik baik untuk wilayah kota maupun kawasan perkotaan diatur dengan peraturan Menteri. Paragraf 3 Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan Pasal 50 (1) Pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari wilayah kabupaten merupakan bagian dari pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. (2) Pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota dilaksanakan melalui penyusunan program pembangunan beserta pembiayaannya secara terkoordinasi antar-wilayah kabupaten/kota terkait. Paragraf 4 Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan Pasal 51 (1) Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari wilayah kabupaten merupakan bagian dari pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. (2) Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota dilaksanakan oleh masingmasing kabupaten/kota. (3) Untuk kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota yang mempunyai lembaga pengelolaan tersendiri pengendaliannya dapat dilaksanakan oleh lembaga dimaksud. Paragraf 5 Kerjasama Pengelolaan Kawasan Perkotaan Pasal 52 (1) Pengelolaan kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota dilaksanakan melalui kerjasama antar-daerah.

27 27 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VI PENGAWASAN PENATAAN RUANG Pasal 53 (1) Untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang dilakukan pengawasan terhadap penataan ruang pada setiap tingkat wilayah. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan wewenangnya melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 54 (1) Pengawasan terhadap penataan ruang pada setiap tingkat wilayah dilakukan dengan menggunakan norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan pada seluruh proses penataan ruang. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap penataan ruang diatur dengan peraturan Menteri. BAB VII HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT Pasal 55 Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk: a. mengetahui rencana tata ruang; b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap

28 28 pembangunan di wilayahnya yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. Pasal 56 Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang berkewajiban untuk: a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; d. memberikan akses terhadap sumber air, pesisir pantai, serta kawasankawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum. Pasal 57 (1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat. (2) Bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui konsultasi publik. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 58 (1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan. (2) Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud ayat

29 29 (1) tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang. BAB VIII PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 59 (1) Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan. (3) Upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB IX SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 60 Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 56, dikenai sanksi administratif. Pasal 61 (1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dapat berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian kegiatan sementara; c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pencabutan izin; f. penolakan atau pembatalan izin;

30 30 g. pembongkaran bangunan; dan/atau h. pemulihan fungsi ruang. (2) Selain pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikenai denda yang nilainya ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 62 (1) Bagi pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya, diberikan masa transisi selama 2 (dua) tahun untuk penyesuaian. (2) Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang. (3) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan rencana tata ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh dengan itikad baik, maka kepada pemegang izin diberikan penggantian yang layak. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 63 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

31 31 BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 64 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 65 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada tanggal... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, HAMID AWALUDDIN ttd. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN...NOMOR...

32 32

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 18 BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Dengan diundangkannya UUPA itu, berarti sejak saat itu telah memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menserasikan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) M E D A N

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) M E D A N PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) 6619431 6623480 M E D A N - 20222 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMANTAUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamb

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1184, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG Kegiatan penataan ruang merupakan kegiatan yang dilakukan bukan hanya secara partial melainkan memerlukan partisipasi bersama (public participatory) yang melibatkan tidak hanya pemerintah tetapi melibatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

PERAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DAERAH

PERAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DAERAH 9 PERAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DAERAH 9.1 Peran Masyarakat Penaatan ruang pada dasarnya mengatur kegiatan masyarakat dalam ruang. Dalam hal ini, masyarakat tidak hanya merupakan pihak yang mendapatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

Penyusunan Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun ;

Penyusunan Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun ; BAB 8 HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT Peran masyarakat dalam penataan ruang, tidak hanya diwujudkan dalam kegiatan penyampaian aspirasi dan informasi pada tahap penyusunan Rencana Tata Ruang. Pelibatan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG: MATERI 1. Pengertian tata ruang 2. Latar belakang penataan ruang 3. Definisi dan Tujuan penataan ruang 4. Substansi UU PenataanRuang 5. Dasar Kebijakan penataan ruang 6. Hal hal pokok yang diatur dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 2002 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GARUT DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PP 69/1996, PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 69 TAHUN 1996 (69/1996) Tanggal: 3 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber: LN 1996/104; TLN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI 1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.207, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Hak Guna Air. Hak Guna Pakai. Hak Guna Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5578) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang : Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban, Serta Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang

Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang : Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban, Serta Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang : Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban, Serta Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 69 TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT BAB VIII KELEMBAGAAN DAN PERAN MASYARAKAT 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penyelenggaraan penataan ruang. Proses penyelenggaraan penataan ruang memerlukan lembaga

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 116 TAHUN 2017 TENTANG KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA TEGAL

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA TEGAL WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang a. bahwa

Lebih terperinci

K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E N A T A A N R U A N G

K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E N A T A A N R U A N G DENGAN UNDANG-UNDANG PENATAAN RUANG MENUJU RUANG NUSANTARA YANG AMAN, NYAMAN, PRODUKTIF, DAN BERKELANJUTAN Sosialisasi Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Medan, 10 Mei 2010 K E M E

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.207, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Hak Guna Air. Hak Guna Pakai. Hak Guna Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5578) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BAB 2 KETENTUAN UMUM

BAB 2 KETENTUAN UMUM BAB 2 KETENTUAN UMUM 2.1 PENGERTIAN-PENGERTIAN Pengertian-pengertian dasar yang digunakan dalam penataan ruang dan dijelaskan di bawah ini meliputi ruang, tata ruang, penataan ruang, rencana tata ruang,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perlunya mendorong daya saing perekonomian khususnya dalam rangka pertumbuhan ekonomi wilayah

PENDAHULUAN. perlunya mendorong daya saing perekonomian khususnya dalam rangka pertumbuhan ekonomi wilayah PENDAHULUAN TANTANGAN 1. Posisi Indonesia berada pada kawasan yang sangat cepat berkembang (Pacific Ocean Rim & Indian Ocean Rim) perlunya mendorong daya saing perekonomian khususnya dalam rangka pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba No.661, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017

Lebih terperinci