I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
|
|
- Johan Chandra
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan dengan garis pantai kurang lebih km dan memiliki kawasan yang berbatasan dengan sepuluh negara, baik perbatasan darat maupun laut. Wilayah darat Republik Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Wilayah laut ZEE Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Wilayah laut teritorial Indonesia berbatasan dengan tujuh negara, yaitu Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini (Bappenas 2004). Wilayah perbatasan darat Indonesia berada di tiga pulau, yaitu Pulau Kalimantan, Papua, dan Pulau Timor. Perbatasan tersebut tersebar di empat provinsi dan lima belas kabupaten/kota yang masing-masing wilayah memiliki karakteristik kawasan yang berbeda-beda. Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan kawasan tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial serta ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan pada masa lalu bahwa wilayah perbatasan merupakan kawasan yang perlu diawasi secara ketat karena menjadi tempat persembunyian para pemberontak, telah menjadikan paradigma pembangunan perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan daripada kesejahteraan. Akibatnya wilayah perbatasan menjadi daerah yang tidak tersentuh oleh dinamika pembangunan dan masyarakatnya menjadi miskin sehingga secara ekonomi wilayah ini lebih berorientasi kepada negara tetangga. Sebagai contoh, salah satu negara tetangga yaitu Malaysia. Malaysia telah membangun pusat-pusat pertumbuhan di koridor perbatasannya melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang telah memberikan keuntungan bagi pemerintah maupun masyarakatnya. Dengan pemerlakuan perdagangan bebas internasional dan kesepakatan serta kerjasama ekonomi, regional maupun bilateral, peluang ekonomi di beberapa wilayah perbatasan darat maupun laut menjadi lebih terbuka dan perlu menjadi pertimbangan dalam upaya pengembangan kawasan tersebut. Kerjasama
2 2 subregional antara Indonesia dengan negara tetangga ASEAN pada khususnya dan negara Kawasan Asia Pasifik pada umumnya perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak secara seimbang. Untuk melaksanakan berbagai kerjasama ekonomi internasional dan subregional tersebut, Indonesia perlu menyiapkan berbagai kebijakan dan langkah serta program pembangunan yang menyeluruh dan terpadu sehingga tidak tertinggal dengan negara-negara tetangga. Prasarana ekonomi dan sosial yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan kerjasama bilateral dan subregional perlu disiapkan. Penyediaan prasarana dan sarana ini tentunya membutuhkan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu, penentuan prioritas diperlukan baik lokasi maupun waktu pelaksanaannya. GBHN 1999 telah mengamanatkan bahwa wilayah perbatasan merupakan kawasan tertinggal yang harus mendapat prioritas dalam pembangunan. Amanat GBHN ini telah dijabarkan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang memuat programprogram prioritas selama lima tahun. Komitmen pemerintah melalui kedua produk perundang-undangan tersebut pada kenyataannya belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya karena beberapa faktor yang saling terkait, mulai dari segi politik, hukum, kelembagaan, sumberdaya, koordinasi, dan faktor lainnya. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan bahwa wilayah perbatasan negara sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN). Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) menetapkan bahwa penataan ruang wilayah perbatasan negara akan diprioritaskan dan percepatan pertumbuhannya didorong melalui pembangunan di berbagai sektor, antara lain sektor permukiman agar dapat terwujud pusat-pusat petumbuhan baru di wilayah perbatasan. Sektor permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang mempunyai peran strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. UUD 1945 pasal 28 h ayat 1 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pentingnya mendapatkan tempat tinggal bagi warga negara juga diatur
3 3 dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 40. Oleh karena itu, permukiman sebagai wadah tempat tinggal perseorangan maupun dalam entitas sosial baik dalam bentuk keluarga atau lainnya merupakan hak setiap orang. Pengembangan permukiman di wilayah perbatasan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1992, diamanatkan sebagai pengembangan permukiman khusus. Pengembangan permukiman khusus menjadi salah satu program prioritas pembangunan wilayah perbatasan dalam upaya pengembangan potensi ekonomi dan sumber daya alam. Masih terbatasnya infrastruktur dan kurang berkembangnya permukiman di wilayah perbatasan baik yang berada dalam kawasan perkotaan maupun perdesaan menyebabkan aktivitas sosio-ekonomi banyak berorientasi ke negara tetangga. Selain menyebabkan ketergantungan negara tetangga, hal ini juga menyangkut keamanan, kehormatan, dan kesadaran masyarakat perbatasan akan identitas nasional. Dalam rangka mewujudkan keterpaduan dalam pembangunan di wilayah perbatasan khususnya dalam sektor permukiman, perlu dipahami profil karakteristik dan kebutuhan pengembangan permukiman. Hal ini dimaksudkan agar diketahui arah kecenderungan pengembanganya yang meliputi aspek-aspek keselarasan antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung, keterkaitan antara pusat-pusat pertumbuhan baru dengan pusat-pusat kegiatan (kota), penguatan pola interaksi orientasi ekonomi yang berbasis potensi sumber daya alam wilayah. Oleh karena itu, diperlukan penyiapan perangkat kebijakan pengembangan kawasan pemukiman di tingkat kabupaten, kawasan pusat pertumbuhan maupun pada kawasan yang sangat terinci di wilayah perbatasan negara. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru (border city) di wilayah perbatasan terdapat enam kategori yaitu: (1) melindungi ruang terbuka hijau/konservasi dan sumber daya alam, (2) dapat mengoptimalkan penggunaan lahan, (3) mengurangi dan efisiensi pembiayaan pembangunan infrastruktur, (4) mendorong sinergitas hubungan kota dan desa, (5) memastikan transisi penggunan lahan perdesaan menuju perkotaan berjalan secara alamiah dan terarah (Cho 2006).
4 4 Dinamika kegiatan ekonomi perkotaan di wilayah perbatasan merupakan kondisi yang dapat meningkatkan pertumbuhan kota-kota (pusat pertumbuhan baru) perbatasan negara. Namun, apabila tidak terkendali, hal ini akan dapat menjadi penghambat dalam pengembangan potensi pertumbuhan sebagai penggerak pengembangan sosial, kependudukan, ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan di wilayahnya (Canales 1999). Berdasarkan hal tersebut kiranya perlu dibuat desain kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara. 1.2 Perumusan Masalah Kabupaten Nunukan yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur yang berada pada wilayah perbatasan negara dalam PP Nomor 26 Tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) wilayah perbatasan negara. Konsekuensi penetapan sebagai KSN adalah bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memprioritaskan kegiatan penataan ruangnya dan semua sektor pembangunan terkait di kawasan tersebut. Sementara kondisi wilayah perbatasan di Kabupaten Nunukan belum mendapatkan perhatian serius dalam pembangunan bidang sosial, ekonomi, maupun fisik seperti prasarana kawasan permukiman untuk mendorong tumbuhnya pusat pertumbuhan baru (border city). Kondisi tersebut menimbulkan kesenjangan pembangunan dengan wilayah perbatasan negara tetangga yang kemudian menyebabkan banyaknya pelintas batas antarnegara. Hal ini akan lebih menguntungkan ekonomi negara tetangga dan mengurangi kesadaran masyarakat akan identitas nasional. Kondisi Kabupaten Nunukan seperti halnya kota-kota kecil di wilayah perbatasan yang masih kurang berkembang. Padahal, kota-kota kecil tersebut seharusnya dapat berfungsi sebagai pusat-pusat permukiman untuk aktivitas penduduk di wilayah perbatasan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang masih jarang di Kabupaten Nunukan sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
5 5 Tabel 1. Luas wilayah, jumlah penduduk, dan kepadatan penduduk tahun 2008 di Kabupaten Nunukan Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (km 2 ) (jiwa) (jiwa/km 2 ) Krayan 1837, Krayan Selatan 1756, Lumbis 3645, Sembakung 2055, Nunukan 1596, Sebuku 3124, Sebatik 104, Sebatik Barat 142, Jumlah 14263, Sumber : Badan Pusat Statistik, Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Permasalahan lainnya adalah permukiman di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan kondisi lingkungannya tidak tertata, terpencar, kumuh, dan tidak dikelola dengan baik. Selain itu, belum ada koordinasi pembangunan permukiman antara stakeholders terkait secara efisien dan efektif di wilayah perbatasan sehingga diperlukan adanya perangkat kebijakan untuk meningkatkan koordinasi pelaksanaan di daerah. Wilayah perbatasan Pulau Kalimantan seperti Kota Nunukan di Kabupaten Nunukan juga merupakan salah satu pintu gerbang dan transit dengan Malaysia. Kawasan tersebut sering menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi antara penduduk asli dengan pendatang yang bekerja di Malaysia. Dalam lingkup Kabupaten Nunukan sebagai salah satu wilayah perbatasan di Pulau Kalimantan, pembangunan yang dilaksanakan masih menyisakan persoalan yang cukup menonjol, yakni ketimpangan pembangunan antara wilayah daratan di Pulau Kalimantan dengan wilayah kepulauan, seperti Pulau Nunukan sebagai ibukota kabupaten. Hal ini dapat dilihat dari ketimpangan jumlah rumah dengan jumlah KK sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
6 6 Tabel 2. Jumlah KK, jumlah rumah, dan kebutuhan rumah tahun 2008 Kecamatan Jumlah KK Jumlah Rumah Kebutuhan Rumah Krayan Krayan Selatan Lumbis Sembakung Nunukan Sebuku Sebatik Sebatik Barat Jumlah Sumber : Badan Pusat Statistik, Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Pada kawasan permukiman yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia seperti Kabupaten Nunukan diperlukan adanya pengembangan dan penataan terkait dengan rencana Pemerintah Malaysia untuk melakukan pemagaran pada wilayah perbatasan. Hal ini disebabkan banyaknya perumahan yang berada persis di batas wilayah Indonesia dengan Malaysia. Kondisi ini membutuhkan strategi kebijakan pengembangan wilayah yang menjamin tercapainya keterpaduan dan keseimbangan dalam pembangunan seluruh kawasan secara lebih sinergi. Pengembangan wilayah perbatasan darat di Pulau Kalimantan secara umum dan Kabupaten Nunukan secara khusus pada masa datang diharapkan dapat lebih diarahkan sebagai pengembangan kawasan khusus dengan pola pemanfaatan ruang yang spesifik, sesuai dengan dinamika wilayah perbatasan. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, muncul pertanyaanpertanyaan penelitian yang menjadi landasan pelaksanaan kegiatan yaitu sebagai berikut: a. Bagaimana kondisi permukiman yang ada di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan? b. Bagaimana potensi SDA yang terkait dalam mendukung pengembangan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara?
7 7 c. Bagaimana pengaruh-pengaruh faktor-faktor penting permasalahan perbatasan dalam penyusunan kebijakan dan strategi pengembangan permukiman berkelanjutan wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan.? d. Bagaimana kebijakan dan strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan untuk mendukung fungsi wilayah perbatasan sebagai beranda depan negara? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendesain kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis kondisi permukiman yang ada (existing condition) di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan. 2. Mengindentifikasi dan menganalisis potensi SDA yang terkait dan mendukung pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan. 3. Menganalisis dan merumuskan faktor-faktor penting yang berpengaruh dalam penyusunan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan. 4. Menyusun kebijakan dan strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagai masukan kebijakan dalam mengembangkan kawasan permukiman berkelanjutan wilayah perbatasan negara secara terpadu di Indonesia. Selain itu, dari aspek pengembangan keilmuan ke depan diharapkan bermanfaat bagi pembelajaran dalam sistem pengambilan keputusan dalam pengembangan permukiman berkelanjutan, khususnya di wilayah perbatasan negara.
8 8 1.5 Kerangka Pemikiran Kondisi perbatasan di Indonesia, baik perbatasan darat maupun laut, berbeda satu dengan lainnya. Demikian pula dengan negara-negara tetangga yang berbatasan, setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda. Beberapa negara tetangga memiliki kondisi sosial dan ekonomi yang lebih baik. Namun, sebagian kondisinya relatif sama, bahkan ada pula yang kondisi sosial ekonominya lebih terbelakang. Adanya kondisi tersebut, mengakibatkan masing-masing wilayah perbatasan memerlukan pendekatan yang berbeda. Walaupun demikian, perlu ada suatu kebijakan dasar sebagai payung dari seluruh kebijakan dan strategi khusus termasuk di dalamnya berlaku untuk pengembangan permukiman. Secara umum, pengembangan kawasan permukiman perbatasan memerlukan suatu pola atau kerangka penanganan pengembangan yang menyeluruh dan terpadu, meliputi berbagai sektor dan kegiatan pembangunan serta koordinasi dan kerjasama yang efektif mulai dari pemerintah pusat hingga tingkat kabupaten/kota. Pola penanganan tersebut dapat dijabarkan melalui penyusunan kebijakan dari tingkat makro sampai tingkat mikro dan disusun berdasarkan proses yang partisipatif baik secara horisontal di pusat maupun vertikal dengan pemerintah daerah. Adapun jangkauan pelaksanaannya bersifat strategis sampai dengan operasional. Kebijakan umum pengembangan kawasan permukiman perbatasan antarnegara terdiri dari kebijakan-kebijakan seperti peningkatan keberpihakan terhadap wilayah perbatasan sebagai wilayah tertinggal dan terisolir dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang melalui kebijakan pengembangan permukiman yang berkelanjutan. Selama ini, pengelolaan wilayah perbatasan berbeda dengan paradigma saat ini. Pada masa lalu pengelolaan wilayah perbatasan lebih menekankan pada aspek keamanan (security approach), sedangkan saat ini kondisi keamanan regional relatif stabil sehingga pengembangan wilayah perbatasan perlu pula menekankan kepada aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Pengelolaan wilayah perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) sangat diperlukan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, meningkatkan sumber pendapatan negara, dan mengejar ketinggalan
9 9 pembangunan dari wilayah negara tetangga. Oleh karena itu, pengembangan wilayah perbatasan melalui pendekatan kesejahteraan sekaligus pendekatan keamanan secara serasi perlu dijadikan landasan dalam penyusunan berbagai program dan kegiatan termasuk kawasan permukiman dan infrastruktur secara terpadu, tertata, dan berkelanjutan. Paradigma masa lalu yang menjadikan wilayah perbatasan sebagai halaman belakang merupakan pandangan yang keliru sebab wilayah perbatasan di Indonesia memiliki nilai politik, ekonomi, dan keamanan yang sangat strategis, tidak saja bagi bangsa Indonesia melainkan juga bagi negara-negara lainnya, terutama negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Hal ini disebabkan posisi geografis Indonesia yang berada di titik silang Benua Eropa-Asia, Asia-Australia, dan Australia-Eropa. Dengan posisi strategis ini, Indonesia berpeluang sangat besar di Kawasan Asia dan Pasifik pada masa yang akan datang. Akselerasi pembangunan wilayah perbatasan melalui pengembangan kawasan permukiman sebagai pusat pertumbuhan baru dan sekaligus sebagai embrio kegiatan ekonomi merupakan upaya yang logis. Hal ini disebabkan pembangunan infrastruktur dan sektor strategis membutuhkan biaya dan investasi yang besar. Dalam rangka mendukung kegiatan tersebut diperlukan upaya penataan ruang, pembangunan infrastruktur kawasan, kebijakan investasi, SDM, serta kelembagaan yang mendukung pengembangan pusat pertumbuhan. Kebijakan ini sejalan dengan kebijakan yang telah diterapkan oleh beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Percepatan pembangunan wilayah perbatasan dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat dapat dimulai dengan mengembangkan terlebih dahulu mengembankan kawasan permukiman perbatasan. Hal ini menyebabkan minimnya infrastruktur wilayah, terbatasnya fasilitas umum dan sosial, serta rendahnya kesejahteraan masyarakat. Keterbatasan pelayanan publik di wilayah perbatasan menyebabkan orientasi aktivitas sosial ekonomi masyarakat ke wilayah negara tetangga. Dalam rangka memenuhi hak-hak masyarakat sebagai warga negara dalam memperoleh pelayanan publik dan kesejahteraan sosial serta membuka keterisolasian wilayah, diperlukan percepatan pembangunan kawasan permukiman perbatasan dengan
10 10 menggunakan pendekatan kesejahteraan. Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran penelitian ini disajikan dalam Gambar 1. Wilayah perbatasan Negara Potensi Permasalaha Aktivitas Kegiatan Perdagangan Sumber Daya Alam Kesenjangan Prasarana dan Sarana Kesenjangan Ekonomi dan Kemiskinan Kawasan Tidak Tertata dan Kumuh Ancaman Kehilangan SDA & Wilayah Sektor Potensial Kws Untuk Diinvestasikan Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan Pendekatan Lingkungan dan Hankam Analisis MPE Karakteristik Pembangunan di Wilaah Perbatasan Negara Malaysia Pembanding Pengembangan Kawasan Perkim Perbatasan Negara SDA dan Lingkungan Analisis ISM Formulasi Kebijakan dan Strategi Pengembangan Perkim Perbatasan Negara Analisis AHP Prioritas Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara Gambar 1. Diagram kerangka pemikiran penelitian 1.6 Kebaruan (Novelty) Dalam mewujudkan pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara, pada pelaksanaannya sering terjadi kesenjangan koordinasi
11 11 antara stakeholders terkait di pusat maupun di daerah. Hal ini mengakibatkan, tidak terwujudmya kondisi kawasan permukiman yang tertata, terarah, dan berkelanjutan. Untuk pelaksanaan ke depan, diperlukan suatu instrumen pengaturan berupa kebijakan dan strategi pengembangan. Kajian dan penelitian yang memberikan pembuktian pentingnya instrumen pengaturan tersebut adalah bentuk arahan-arahan kebijakan dan strategi untuk pelaksanaan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara selama ini belum ada. Terkait dengan pelaksanaan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan, belum pernah ada penelitian atau upaya mendesain suatu kebijakan dan strategi dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan khususnya di wilayah perbatasan negara yang bersifat komprehensif dan terpadu. Kalaupun ada, masih terbatas pada kegiatan stimulan pengembangan sarana dan prasarana lingkungan permukiman yang bersifat sektoral. Kebaruan (novelty) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Konsepsi dan pemikiran baru bahwa pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara, berdasarkan faktor pengungkit yang menjadi permasalahan utama di wilayah perbatasan negara sebagai dasar pembuatan kebijakan dan strategi pelaksanaan sebagai instrumen petunjuk pelaksanaan kepada para pelaku pembangunan dalam pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan. 2. Memperkuat konsepsi dan pemikiran pengembangan kawasan permukiman yang terpadu berbasis SDA sektor unggulan agar kawasan permukiman yang dikembangkan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan dapat mendorong percepatan pembangunan permukiman di wilayah perbatasan negara (sebagai beranda depan negara) yang lebih baik (terarah, tertata), dan berkelanjutan. 3. Membuat desain kebijakan dalam pelaksanaan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara sebagai suatu model decision support system melalui tahapan: identifikasi faktor dominan, menetapkan SDA sektor unggulan kawasan, merumuskan kebijakan, dan menyusun strategi pelaksanaannya dengan menggunakan analisis terpadu yang melibatkan pakar dan stakeholders terkait serta sistem lunak (soft system
12 12 methodology/ssm) dengan alat analisis metode perbandingan eksponensial (MPE), interpretative structural modelling (ISM), dan analytical hierarchy process (AHP). 1.7 Istilah dan Definisi Beberapa istilah atau definisi yang dipakai meliputi: 1. Wilayah Adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas-batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum). 2. Kawasan Adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya (Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum). 3. Kawasan Khusus Adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang ditetapkan oleh pemerintah (pusat dan/atau daerah) untuk menyelenggarakan kegiatan dengan fungsi khusus seperti industri, perbatasan, nelayan, pertambangan, pertanian, pariwisata, pelabuhan, cagar budaya, dan rawan bencana (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Perumahan Kawasan Khusus, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum). 4. Wilayah Perbatasan Adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang berbatasan dengan negara lain, baik terletak perbatasan darat maupun perbatasan laut (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengembangan Perumahan Wilayah Perbatasan, Pasal 1 Bab Ketentuan). 5. Kawasan Perdesaan
13 13 Adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum). 6. Kawasan Perkotaan Adalah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, serta kegiatan ekonomi (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum) 7. Rumah Adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Permukiman, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum) 8. Perumahan Adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Permukiman, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum) 9. Permukiman Adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Permukiman, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum). 10. Kawasan Permukiman Adalah kawasan budidaya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dengan fungsi utama untuk permukiman (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Perumahan Kawasan Khusus, Pasal 1 Bab Ketentuan).
14 Perumahan Wilayah Perbatasan Adalah perumahan kawasan khusus untuk menunjang kegiatan berbagai fungsi di wilayah perbatasan negara (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengembangan Perumahan Wilayah perbatasan, Pasal 1 Bab Ketentuan). 12. Persyaratan Ekologis Adalah persyaratan yang berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan, baik antara lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan lingkungan sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya bangsa yang perlu dilestarikan (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum). 13. Prasarana Lingkungan Kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Permukiman, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum). 14. Penyelenggaraan Pengembangan Kawasan Permukiman Upaya pengembangan permukiman yang diselenggarakan melalui kegiatan penetapan lokasi dan perencanaan kawasan termasuk untuk mitigasi bencana; penyediaan tanah; penyiapan lahan; penyediaan prasarana dan sarana kawasan; dan pengendalian pelaksanaan pengembangan kawasan (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2006 tentang Pengembangan Perumahan Kawasan Khusus, Pasal 1 Bab Ketentuan). 15. Masyarakat di Perbatasan Negara Adalah orang atau sekelompok orang yang bekerja dan bertempat tinggal di kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengembangan Perumahan Wilayah perbatasan, Pasal 1 Bab Ketentuan).
5.1 Kondisi dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perbatasan
V PEMBAHASAN UMUM Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, diamanatkan bahwa wilayah perbatasan negara sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN), maka program pengembangan wilayahnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan
Lebih terperinciRENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011
LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)
Lebih terperinciRENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011
LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)
Lebih terperinciLAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA
Lebih terperinciDESAIN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN BERKELANJUTAN DI WILAYAH PERBATASAN NEGARA (STUDI KASUS KABUPATEN NUNUKAN KALIMANTAN TIMUR)
DESAIN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN BERKELANJUTAN DI WILAYAH PERBATASAN NEGARA (STUDI KASUS KABUPATEN NUNUKAN KALIMANTAN TIMUR) B U D I Y O N O SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciRENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011
LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional
Lebih terperinciTANTANGAN PENGEMBANGAN INFSRASTRUKTUR PERMUKIMAN DI KAWASAN PERBATASAN ANTAR NEGARA Studi Kasus : Pulau Nunukan
TANTANGAN PENGEMBANGAN INFSRASTRUKTUR PERMUKIMAN DI KAWASAN PERBATASAN ANTAR NEGARA Studi Kasus : Pulau Nunukan Oleh Kuswara Peneliti Muda Bidang Tata Ruang Bangunan dan Kawasan Puslitbang Permukiman Departemen
Lebih terperinciPENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA
PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA Oleh Staf Ahli Menneg PPN Bidang Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Tertinggal ikhwanuddin@bappenas.go.id
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciKEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG
Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciPENGERTIAN, LINGKUP & KEBIJAKAN PERENCANAAN WILAYAH PERBATASAN (MKP 3) aris SUBAGIYO
PENGERTIAN, LINGKUP & KEBIJAKAN PERENCANAAN WILAYAH PERBATASAN (MKP 3) aris SUBAGIYO PENGERTIAN Tipologi wilayah (Rustiadi, 2007): Wilayah homogen, faktor-faktor dominan wilayah homogen. Wilayah sistem/fungsional,
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)
Lebih terperinci18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan
18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta
Lebih terperinciPembangunan Kawasan Perbatasan Kalimantan Timur Rabu, 08 April 2009
Pembangunan Kawasan Perbatasan Kalimantan Timur Rabu, 08 April 2009 Adri Patton Direktur Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, Samarinda,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016-2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB 2 KETENTUAN UMUM
BAB 2 KETENTUAN UMUM 2.1 PENGERTIAN-PENGERTIAN Pengertian-pengertian dasar yang digunakan dalam penataan ruang dan dijelaskan di bawah ini meliputi ruang, tata ruang, penataan ruang, rencana tata ruang,
Lebih terperinciSENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA. Muthia Septarina. Abstrak
SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA Muthia Septarina Abstrak Sengketa perbatasan antar negara merupakan suatu ancaman yang konstan bagi keamanan dan perdamaian bukan hanya secara nasional
Lebih terperinci20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara yang memiliki perananan penting baik dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan
Lebih terperinciPOLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN
POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinci6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004)
Lebih terperinciSTRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG
STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan
Lebih terperinciRENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUKAMARA (REVISI)
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI
BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi
Lebih terperinci2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES
ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang
Lebih terperinciSosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) dan Kawasan Strategis () Imam S. Ernawi Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU 31 Januari 2012 Badan Outline : 1. Amanat UU RTR dalam Sistem
Lebih terperinciPenyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera
Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciPENGAMANAN WILAYAH PERBATASAN DARAT GUNA MENDUKUNG KEUTUHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 1. Oleh: Yanyan Mochamad Yani 2
PENGAMANAN WILAYAH PERBATASAN DARAT GUNA MENDUKUNG KEUTUHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Yanyan Mochamad Yani 2 I. Pengantar Kawasan perbatasan memegang peranan penting dalam kerangka pembangunan
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH
BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan
Lebih terperinciBAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32
BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa misi terpenting dalam pembangunan adalah untuk
Lebih terperinciMahendra Putra Kurnia
MEMPERKUAT KEDAULATAN NEGARA MELALUI OPTIMALISASI PARIWISATA KAWASAN PERBATASAN NKRI Sosialisasi Potensi Pariwisata Kawasan Perbatasan dan Pulau Terluar Indonesia Diselenggarakan Oleh KKN Non-Reguler FH
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERTUGAS DALAM OPERASI PENGAMANAN PADA PULAU-PULAU KECIL
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb
No.580, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengamanan Perbatasan. Pengerahan Tentara Nasional Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGERAHAN
Lebih terperinciBadan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU GAMBARAN UMUM WILAYAH - Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan
Lebih terperinciEVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013
BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN
Lebih terperinciBAB II KETENTUAN UMUM
BAB II KETENTUAN UMUM 2.1. Pengertian Umum Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang
Lebih terperinciKetentuan Umum Istilah dan Definisi
Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciGambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV
LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan
Lebih terperinciUU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)
UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) Tentang: KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN
Lebih terperinciPERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001
PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992
Lebih terperinciKOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP
Republik Indonesia Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP DISAMPAIKAN OLEH: DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH BAPPENAS PADA:
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinci2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8)
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2017 ADMINISTRASI. Pemerintahan. Kementerian Pariwisata. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciMATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT
MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029 BAB V RENCANA KAWASAN STRATEGIS PROVINSI 5.1. Lokasi dan Jenis Kawasan Strategis Provinsi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) memuat penetapan Kawasan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016
RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa setiap orang berhak hidup
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciKebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya
Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya Yogyakarta, 13 Agustus 2015 Oleh : Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN
Lebih terperinciGrand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.
Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan www.arissubagiyo.com Latar belakang Kekayaan alam yang melimpah untuk kesejahterakan rakyat. Pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan peraturan serta untuk
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN
PENDAHULUAN. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciMEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2)
MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2) ABSTRAK Pengelolaan wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar, selama ini
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan penduduk merupakan fenomena yang menjadi potensi sekaligus permasalahan dalam pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut terkait dengan kebutuhan ruang untuk
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5497 KEPENDUDUKAN. Transmigrasi. Wilayah. Kawasan. Lokasi. Pemukiman. Pelaksanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 9) PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciPENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:
MATERI 1. Pengertian tata ruang 2. Latar belakang penataan ruang 3. Definisi dan Tujuan penataan ruang 4. Substansi UU PenataanRuang 5. Dasar Kebijakan penataan ruang 6. Hal hal pokok yang diatur dalam
Lebih terperinci