PERILAKU HARIAN KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) JAWA BARAT RISMA ANGELIZA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERILAKU HARIAN KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) JAWA BARAT RISMA ANGELIZA"

Transkripsi

1 PERILAKU HARIAN KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) JAWA BARAT RISMA ANGELIZA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014 Risma Angeliza NIM G

4 ABSTRAK RISMA ANGELIZA. Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat. Dibimbing oleh R.R. DYAH PERWITASARI dan INDAH WINARTI. Kukang jawa (N. javanicus) merupakan satwa yang terancam punah namun data ekologi dan informasi mengenai kehidupannya di alam masih sangat sedikit. Menurut IUCN, kukang jawa merupakan salah satu satwa liar yang berstatus kritis (critically endangered) dan tercantum dalam Apendiks I CITES sejak tahun Tujuan penelitian ini adalah mempelajari perilaku harian N. javanicus serta mengkaji aspek iklim terhadap pola perilaku harian kukang jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat. Pengamatan perilaku menggunakan modifikasi metode focal time sampling. Principal Component Analysis (PCA) digunakan untuk mengetahui korelasi aspek iklim dengan perilaku harian. Kukang jawa yang diamati sebanyak dua individu betina dewasa liar. Perilaku harian paling dominan berturut-turut adalah berpindah tempat (37.9%), makan (21.8%), aktif (12.5%) dan mencari makan (12.3%). Jenis pakan alami N. javanicus yang paling diminati berturut-turut adalah nektar (79.9%), getah (16.6%), serangga (3.0%) dan buah (0.5%). Korelasi aspek iklim dan fase bulan di TNGHS Jawa Barat terhadap perilaku harian N. javanicus adalah sebesar 59.3%. Fase bulan memiliki pengaruh paling besar terhadap perilaku harian N. javanicus. Nycticebus javanicus termasuk satwa primata lunar phobia atau cenderung aktif pada kondisi sedikit atau tanpa cahaya (gelap). Kata kunci: TNGHS, perilaku harian, Nycticebus javanicus, kukang jawa

5 ABSTRACT RISMA ANGELIZA. Daily Activities of Javan Slow Loris (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) in the Mount Halimun Salak National Park (MHSNP) West Java. Supervised by R.R. DYAH PERWITASARI and INDAH WINARTI. Javan slow loris (N. javanicus) is an endangered species however ecological data and information about its life in nature is limited. According to the IUCN, javan slow loris is one of the critical wildlife status (critically endangered) and listed on Appendix I of CITES since This study aimed to investigate daily activities of N. javanicus and to assess correlation between climate, moon phase and daily activities of javan slow loris in the Mount Halimun Salak National Park (MHSNP) West Java. Behavioral observations was carried out using a modified method of focal time sampling. Principal Component Analysis (PCA) was used to determine the correlation between the climatic aspects and daily activities. Behavioral observations was conducted on two wild adult females. The most dominant of daily activities N. javanicus were travelling (37.9%), feeding (21.8%), active (12.5%) and foraging (12.3%). N. javanicus preferred natural food items such as nectar (79.9%), sap (16.6%), insects (3.0%) and fruits (0.5%). Correlation climate aspect and moon phase of the daily activities N. javanicus was 59.3%. Phases of the moon gave impact mostly on the daily activities. Nycticebus javanicus is a primate lunar phobia or likely to be active in slightly or no light conditions (dark). Keywords: TNGHS, daily activities, Nycticebus javanicus, javan slow loris

6 PERILAKU HARIAN KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) JAWA BARAT RISMA ANGELIZA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

7 Judul Skripsi : Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat Nama : Risma Angeliza NIM : G Disetujui oleh Dr Ir R.R. Dyah Perwitasari MSc Pembimbing I Indah Winarti MSi Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Iman Rusmana MSi Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 sampai bulan April 2014 ini ialah perilaku harian, dengan judul Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir R.R. Dyah Perwitasari MSc dan Ibu Indah Winarti MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi masukan, saran, dan diskusi selama menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Utut Widyastuti MSi selaku penguji luar komisi yang banyak memberikan saran dan masukan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh tim monitoring dan staf Yayasan IAR Indonesia yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun berperan besar dalam penyusunan karya ilmiah ini. Kepada keluarga Bapak Otang, Uci dan Mbak Winar serta masyarakat kampung Tapos dan curug Nangka atas sarana, prasarana dan bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, adik Ayu, Eka Arismayanti, Nindya Pangestika, Dian Ardiniangsih, Dwi Meilina, serta seluruh teman Biologi 47 atas segala doa, perhatian, dan bantuannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2014 Risma Angeliza

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Waktu dan Tempat 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) 3 Perilaku Harian 4 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 5 METODE 6 Alat dan Bahan 6 Observasi dan Identifikasi Objek Pengamatan 6 Penggunaan Radio Telemetri dalam Pengamatan 7 Pengukuran Kondisi Lingkungan dan Penandaan Letak Koordinat 7 Pengamatan Perilaku Harian 8 Identifikasi Jenis Pakan Alami 8 Analisis Data 8 HASIL 10 Perilaku Harian 10 Kondisi Lingkungan 12 Pengaruh Aspek Iklim dan Fase Bulan terhadap Perilaku Harian Kukang Jawa 14 PEMBAHASAN 17 SIMPULAN 20 DAFTAR PUSTAKA 21 LAMPIRAN 24 RIWAYAT HIDUP 27

10 DAFTAR TABEL 1 Identifikasi individu kukang jawa betina dewasa liar yang dipasang radio collar di TNGHS Jawa Barat 7 2 Data suhu udara, kelembapan udara pada setiap kategori perilaku harian N. javanicus di TNGHS Jawa Barat 13 3 Hasil uji khi-kuadrat korelasi aspek iklim dan fase bulan terhadap perilaku harian N. javanicus 15 DAFTAR GAMBAR 1 Keanekaragaman jenis kukang dan sebarannya di dunia 1 (foto: Fitch-Snyder, Streicher, Wirdateti dan Winarti) 2 Grafik respon perilaku Nycticebus javanicus pada awal perjumpaan 10 3 Grafik perbandingan perilaku harian dua individu N. javanicus di TNGHS Jawa Barat 11 4 Grafik pola perilaku N. javanicus di TNGHS Jawa Barat 12 5 Proporsi jenis pakan N. javanicus di alam 12 6 Kondisi cuaca selama pengamatan di TNGHS Jawa Barat 13 7 Grafik fase bulan selama pengamatan di TNGHS Jawa Barat 14 8 Grafik pengaruh suhu udara terhadap perilaku harian 15 9 Grafik pengaruh kelembapan udara terhadap perilaku harian Grafik pengaruh cuaca terhadap perilaku harian Grafik pengaruh fase bulan terhadap perilaku harian Diagram pencar (scatterplot) perilaku harian terhadap aspek iklim 17 DAFTAR LAMPIRAN 1 Ethogram pengamatan perilaku N. javanicus 24 2 Respon kedua individu N. javanicus pada awal perjumpaan 24 3 Perilaku harian kedua individu N. javanicus 25 4 Deskripsi kategori fase bulan (Rogers dan Nekaris 2011) 25 5 Persentase pengaruh aspek iklim (suhu udara, kelembapan udara, dan cuaca) dan fase bulan terhadap perilaku harian N. javanicus 26 6 Hasil PCA korelasi aspek iklim (suhu udara, kelembapan udara, dan cuaca) dan fase bulan terhadap perilaku harian N. javanicus 26

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Satwa liar dapat diartikan hewan yang hidup liar di alam bebas tanpa campur tangan manusia. Satwa liar memiliki peranan yang sangat banyak dan penting, salah satunya adalah untuk melestarikan hutan dalam ekosistem. Kukang adalah salah satu satwa liar yang termasuk golongan primata primitif nokturnal, arboreal, dan soliter yang tersebar di seluruh Asia. Kukang termasuk ke dalam genus Nycticebus dan terbagi menjadi lima spesies yaitu N. bengalensis, N. pygmaeus, N. coucang, N. menagensis, dan N. javanicus. Tiga spesies diantaranya terdapat di Indonesia, yaitu kukang sumatera (Nycticebus coucang), kukang kalimantan (Nycticebus menagensis), dan kukang jawa (Nycticebus javanicus). Habitat dari ketiga spesies kukang di Indonesia tersebut tersebar di Kalimantan, Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya, serta di Pulau Jawa. Gambar 1 Keanekaragaman jenis kukang dan sebarannya di dunia (foto: Fitch-Snyder, Streicher, Wirdateti dan Winarti) Salah satu primata endemik yang dapat dijumpai di Pulau Jawa adalah kukang jawa (Nycticebus javanicus). Nycticebus javanicus juga dikenal sebagai satwa pemalu yang bergerak lamban. Pola aktivitas dan pergerakan N. javanicus yang lamban mengakibatkan satwa ini rentan terhadap ancaman dari manusia. Ancaman terbesar adalah perburuan oleh manusia untuk diperjual-belikan dan juga adanya kehancuran habitat. Perdagangan N. javanicus yang cukup tinggi diduga berkaitan langsung dengan penurunan jumlahnya di alam. Tingkat perburuan dan perdagangan yang tinggi menimbulkan ancaman serius terhadap kelestarian kukang, khususnya mengingat tingkat kelahiran satwa ini dengan maksimum satu anak setiap satu setengah tahun. Endemisitas dan ancaman kepunahan di tingkat spesies memerlukan upaya konservasi yang lebih serius. Habitat kukang jawa pada umumnya di kanopi utama hutan hujan tropis di Pulau

12 2 Jawa, namun kini habitat asli kukang jawa nyaris hampir tidak ada lagi. Kerusakan hutan di Jawa merupakan penyebab terbesar menurunnya jumlah N. javanicus. Informasi mengenai perilaku, pola aktivitas, dan penggunaan sumber pakan di habitat alaminya masih sangat sedikit. Penelitian perilaku harian N. javanicus di alam liar perlu dilakukan, mengingat populasi kukang jawa yang semakin sedikit akibat perburuan dan perdagangan bebas. Informasi tersebut dapat membantu dalam mengetahui tingkat keberhasilan pengelolaan rehabilitasi dan reintroduksi N. javanicus di alam liar. Data mengenai perilaku N. javanicus sangat penting untuk melakukan program konservasi kukang secara in-situ maupun exsitu. Perumusan Masalah N. javanicus merupakan satwa yang dilindungi oleh pemerintah sejak tahun IUCN (International Union for the Conservation of Nature dan Natural Resources) telah menetapkan kategori kukang jawa dari low risk atau kurang terancam, menjadi data defiecient atau kekurangan data, dan kini menjadi critically endangered atau kritis (IUCN red list 2013). Apendiks I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) telah mencantumkan spesies kukang jawa sejak tahun Akan tetapi, informasi dan data perilaku terkini mengenai kehidupannya di alam masih sangat sedikit. Data perilaku tersebut diperlukan dan dapat digunakan sebagai acuan guna melestarikan satwa tersebut. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perilaku harian kukang jawa (Nycticebus javanicus) serta mengkaji aspek iklim (suhu, kelembapan, dan cuaca) serta fase bulan terhadap pola perilaku harian N. javanicus di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi tentang perilaku harian, tumbuhan pakan, serta aspek iklim dan fase bulan yang mempengaruhi perilaku N. javanicus liar di habitat alami. 2. Informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai salah satu parameter dalam pengelolaan N. javanicus secara in-situ maupun ex-situ (terutama dalam upaya rehabilitasi N. javanicus) agar populasi N. javanicus tetap lestari. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilakukan selama 4 bulan dari bulan Januari sampai dengan April 2014 di hutan habitat alami kukang jawa (Nycticebus javanicus) di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat.

13 3 TINJAUAN PUSTAKA Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) Kukang (Nycticebus sp.) merupakan nama ilmiah yang memiliki arti night ape atau kera malam. Kukang merupakan anggota genus Nycticebus di dalam ordo Primata (Nowak 1999). Anggota genus Nycticebus terdiri dari lima jenis kukang yang terdistribusi sepanjang Asia Timur hingga Asia Tenggara (Groves 2001; Nekaris dan Nijman 2007), diantaranya yaitu N. bengalensis, N. pygmaeus, N. coucang, N. menagensis, dan N. javanicus (Schulze dan Groves 2004; Nekaris dan Nijman 2007; Nekaris et al. 2008). Tiga diantaranya memiliki sebaran di Indonesia yaitu di Jawa (N. javanicus), Sumatera (N. coucang), dan Kalimantan (N. menagensis). Kukang jawa (Nycticebus javanicus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Napier dan Napier 1967,1985; Rowe 1996): Kingdom : Animalia Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Mamalia Sub Kelas : Eutheria Ordo : Primata Sub Ordo : Prosimii/Strepsirrhini Infra Ordo : Lemuriformes Super Famili : Lorisidea Famili : Lorisidae Genus : Nycticebus Spesies : Nycticebus javanicus (Geoffroy 1812) Nycticebus javanicus merupakan satwa primata primitif yang tidak berekor, bersifat nokturnal (aktif di malam hari), arboreal (tinggal di tajuk pepohonan) (Bearder 1987; Wiens 2002) dan bergerak dengan keempat anggota geraknya atau kuadrupedal (Wiens 2002). Nycticebus pernah teramati melakukan aktivitas paling awal 2 menit sebelum matahari terbenam dan aktivitas terakhir 14 menit sebelum matahari terbit (Wiens 2002). Masa aktif kukang dimulai saat matahari terbenam, sedangkan penurunan aktivitas akan terjadi secara drastis ketika matahari terbit. Secara morfologi, N. javanicus memiliki ukuran panjang tubuh mm serta ekor yang pendek dan melingkar dengan panjang sekitar mm. Berat tubuh N. javanicus dapat berkisar dari 800 g hingga 1100 g. Rambut dari satwa tersebut berwarna cokelat muda hingga cokelat lebih gelap. Pola garpu pada wajah membentuk lingkaran di sekitar bagian mata sehingga terlihat menyerupai kaca mata. Pola garpu ini menyatu di bagian atas kepala, kemudian membentuk garis lurus ke bagian belakang hingga sepanjang punggung dengan warna rambut cokelat kehitaman. Kukang memiliki tapetum lucidum, yaitu lapisan di bagian belakang retina yang sensitif terhadap cahaya. Lapisan ini membantu penglihatan kukang saat aktif di malam hari. Mata kukang akan nampak bersinar oranye dalam kondisi gelap (Schulze 2003). Karakteristik lain dari mata kukang adalah kemampuan stereoskopis yang terbatas. Mata stereoskopis berperan untuk membedakan banyak warna dan memperoleh persepsi untuk mengukur jarak. Sel kerucut (short

14 4 wave-sensitive cone opsins) pada retina kukang tidak mampu membedakan warna (Kawamura dan Kubotera 2004). Keterbatasan penglihatan ini merupakan salah satu penyebab kukang tidak bisa meloncat dari dahan ke dahan seperti lutung atau monyet (Winarti 2011). Kukang memiliki moncong atau ujung hidung yang selalu lembap dan basah yang disebut rhinarium. Rhinarium berfungsi untuk membantu daya penciumannya dalam mengenali jejak bau yang ditinggalkan kukang lainnya (Napier dan Napier 1985; Rowe 1996). Tooth comb atau gigi sisir adalah empat gigi seri pada rahang bawah yang arah tumbuhnya lebih horizontal. Fungsi gigi ini adalah sebagai alat untuk menyisir rambutnya saat meyelisik atau membersihkan diri. Toilet claw adalah cakar atau kuku yang panjang dan tajam pada telunjuk atau jari kedua pada alat gerak bagian belakang. Tooth comb dan toilet claw digunakan untuk menyelisik (Napier dan Napier 1985; Rowe 1996). Spesies ini memiliki kelenjar yang berbisa (venomous) apabila bercampur dengan saliva. Kelenjar berbisa ini terdapat di bagian siku tangan. Fungsinya adalah sebagai pertahanan diri terhadap pemangsa (Alterman 1995). Secara umum genus Nycticebus sering disebutkan sebagai omnivor (pemakan segala) dengan palatabilitas atau tingkat kesukaan tertentu terhadap salah satu atau beberapa jenis pakan. Jenis pakan kukang antara lain buah-buahan, bunga, nektar, getah, dan cairan bunga atau cairan tumbuhan, serangga, dan telur burung serta burung kecil (Rowe 1996; Nekaris dan Bearder 2007). Kukang mendapatkan getah dengan cara mengguratkan gigi ke batang pohon hingga kulit pohon terkelupas atau hanya tergores dan mengeluarkan getah, selanjutnya kukang menjilatinya (Wiens 2002; Pambudi 2008; Swapna 2008). Kukang menyukai habitat hutan hujan tropis dan subtropis di dataran rendah dan dataran tinggi, hutan primer, hutan sekunder, serta hutan bambu (Rowe 1996; Wirdateti et al. 2005; Pambudi 2008). Nycticebus javanicus merupakan spesies endemik Pulau Jawa. Keberadaan N. javanicus di Jember Jawa Timur pernah dilaporkan oleh Wirdateti et al. (2000). Groves (2001) melakukan penelitian mengenai keberadaan N. javanicus di Jawa Barat. Nycticebus javanicus juga dijumpai di talun (hutan kebun) Sumedang, Tasikmalaya dan Ciamis Jawa Barat (Winarti 2011). Perilaku Harian Perilaku merupakan aspek yang paling dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Perilaku merupakan cara satwa itu berinteraksi secara dinamik dengan lingkungannya, baik dengan makhluk hidup maupun dengan benda benda di sekitarnya. Perilaku harian pada Nycticebus yang dapat diamati ada 9 kategori diantaranya yaitu : a. Perilaku aktif (active) merupakan kondisi N. javanicus ketika terlihat diam tidak bergerak seperti membeku (freeze) atau duduk di suatu dahan selama lebih dari satu menit dengan mata terbuka. Posisi membeku (freeze) merupakan posisi gerakan yang terhenti atau tidak bergerak sama sekali minimal tiga detik (Bottcher-Law et al. 2001).

15 b. Perilaku tidak aktif (inactive) adalah kondisi N. javanicus dalam keadaan tidur, terlihat diam tidak bergerak atau duduk di suatu dahan selama lebih dari satu menit dengan mata tertutup (Bottcher-Law et al. 2001). c. Makan (feeding) merupakan perilaku memasukkan makanan ke dalam mulut (Bottcher-Law et al. 2001). Secara umum perilaku makan adalah perilaku N. javanicus yang mencakup rangkaian kegiatan menggapai, mengambil, memegang, memasukkan ke dalam mulut, mengunyah, dan menelan hewan mangsa atau bagian tumbuhan jenis pakan atau material lainnya. d. Perilaku mencari makan (foraging) adalah perilaku bergerak (biasanya lambat) terbatas pada suatu pohon, mengamati dan mencoba menangkap serangga disekitarnya atau mencari, memilih, mendekati dan mencium objek-objek tertentu (bunga, buah, dan lain-lain). e. Perilaku berpindah tempat (travelling) merupakan semua pergerakan individu dari suatu tempat ke tempat yang lain atau dari satu pohon ke pohon lain menggunakan keempat alat geraknya (kuadrupedal), tanpa memperhatikan sekelilingnya dengan pandangan fokus ke depan. f. Menyelisik (grooming) yaitu perilaku N. javanicus membersihkan atau merawat diri dengan menjilati rambut dan menggaruk bagian tubuh tertentu yang dilakukan sambil menggantung atau atau duduk di dahan. g. Perilaku sosial merupakan tingkah laku yang melibatkan interaksi antara dua individu atau lebih (Wiens 2002). h. Perilaku agonistik merupakan perilaku yang bersifat agresif yang meliputi menyerang, bertahan, berkelahi dan mengancam. i. Perilaku abnormal merupakan perilaku menyimpang yang tidak biasa terjadi di alam dan dilakukan secara berulang-ulang contohnya jalan mondar-mandir dan berputar, serta memutar kepala (rolling head) (YIARI 2013). Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kawasan Gunung Halimun seluas hektar ditetapkan menjadi taman nasional melalui Keputusan Menteri Kehutanan RI nomor 282/Kpts-II/1992 pada 26 Februari Pada tahun 2003, melalui surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 175/Kpts-II/2003 tentang alih fungsi kawasan Perum Perhutani, hutan lindung dan hutan produksi terbatas di sekitar kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) menjadi satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Taman nasional yang semula memiliki luas kurang lebih hektar diperluas menjadi hektar dan menjadi taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Pulau Jawa (TNGHS-JICA 2008). Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan hutan dataran rendah terbesar di Jawa yang masih tersisa sampai saat ini, melingkup wilayah yang bergunung-gunung dengan dua puncaknya yang tertinggi adalah Gunung Halimun (1.929 m dpl) dan Gunung Salak (2.211 m dpl). Secara administratif, kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak termasuk ke dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Bogor dan Sukabumi di Jawa Barat, dan Lebak di Provinsi Banten (TNGHS-JICA 2008). Topografi kawasan pada umumnya adalah bergelombang, berbukit dan 5

16 6 bergunung-gunung. Curah hujan rata-rata mm/tahun dan memiliki iklim yang basah. Taman nasional ini merupakan rumah bagi 61 spesies mamalia endemik dan terancam punah, salah satunya yaitu kukang jawa. Di hutan seluas hektar ini sementara terdapat lebih dari 1000 spesies tumbuhan, yang tergolong ke dalam 266 genus dan 93 famili dan juga sarang bagi 200 spesies burung. Kekayaan hayati kawasan taman nasional ini cukup tinggi sehingga telah lama menarik perhatian para peneliti. METODE Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan untuk pengamatan perilaku harian diantaranya antena (Biotrack Yagi antenna), radio telemetri VHF (Very High Frequency), portable telemetry receiver MHz model R-1000, radio collar, alat ukur digital 4 in 1 (suhu, kelembapan, intensitas cahaya, kecepatan angin), Global Positioning System (GPS), headlamp Energizer 3 LED, senter cree SWAT LH- 168, jam tangan dan kamera digital serta alat tulis. Objek penelitian yaitu dua individu kukang jawa (Nycticebus javanicus) betina dewasa liar yang telah dipasang radio collar di hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat. Observasi dan Identifikasi Objek Pengamatan Observasi lapangan untuk mengetahui keberadaan N. javanicus dilakukan dengan penjelajahan areal hutan TNGHS dibantu tim monitoring IAR (International Animal Rescue) Indonesia yang mengetahui sebaran kukang di sekitar hutan. Metode wawancara digunakan untuk mengetahui kemungkinan keberadaan, frekuensi kemunculan serta bentuk atau jenis N. javanicus yang pernah mereka lihat. Observasi lapangan dilakukan malam hari ketika N. javanicus dalam masa aktif. Objek yamg diamati adalah dua individu N. javanicus betina dewasa liar. Kedua individu N. javanicus ini ditemukan di lokasi yang berbeda. Identifikasi objek pengamatan dilakukan dengan melihat ciri-ciri fisik, seperti ukuran tubuh, jenis kelamin, raut muka, warna rambut, bentuk kepala, pola garpu pada wajah, pola garis cokelat kehitaman memanjang dari kepala hingga pangkal ekor, bentuk tubuh maupun cacat pada tubuh. Pemeriksaan keberadaan microchip pada seluruh tubuh N. javanicus menggunakan scanner dilakukan untuk memastikan kukang yang hendak dipasang radio collar merupakan N. javanicus endemik dari hutan TNGHS Jawa Barat, bukan satwa hasil pelepasliaran. Radio collar yang dipilih maksimum beratnya 5-10% dari berat tubuh kukang (Biotrack 2012). Pemasangan radio collar perlu disesuaikan dengan lingkar leher kukang, jika terlalu rapat dapat menyebabkan luka dan mempengaruhi perilaku alami kukang, sedangkan jika terlalu renggang dapat menyebabkan radio collar terlepas. Individu tersebut dibiarkan tanpa pengamatan perilaku selama dua malam untuk mengurangi efek stres dan dapat menyesuaikan diri dengan radio collar.

17 7 Penggunaan Radio Telemetri dalam Pengamatan Radio telemetri VHF digunakan untuk mendeteksi keberadaan kukang. Deteksi keberadaan N. javanicus menggunakan antena dan portable telemetry receiver. Perangkat pemancar yang dipasang pada kukang berupa radio collar akan memancarkan gelombang radio pendek pada frekuensi tertentu (Wiens dan Zitzmann 2003). Nomor frekuensi dimasukkan ke portable telemetry receiver untuk mendeteksi keberadaan kukang yang hendak diamati. Setiap radio collar memiliki frekuensi yang berbeda (Tabel 1). Sinyal radio yang dipancarkan dari radio collar akan dideteksi dan ditangkap oleh antena. Posisi antena diputar untuk menentukan arah keberadaan kukang. Sinyal yang ditangkap ditandai bunyi bip yang diterima oleh portable telemetry receiver. Semakin kuat bunyi, berarti keberadaan kukang semakin dekat. Posisi keberadaan N. javanicus dipastikan dengan bantuan lampu senter cree melalui pantulan sinar mata berwarna oranye. Tabel 1 Identifikasi individu kukang jawa betina dewasa liar yang dipasang radio collar di TNGHS Jawa Barat No. Nama Frekuensi (Hz) Karakteristik Gambar 1. Ekar (individu I) Bunting, tubuh lebih bulat, pola garis garpu jelas pada wajah dan garis punggung cokelat kehitaman. 2. Angel (individu II) Memiliki bekas luka di bagian siku tangan kiri, pola garis garpu memudar (cokelat muda) dan ukuran tubuh yang lebih kecil. Pengukuran Kondisi Lingkungan dan Penandaan Letak Koordinat Pengukuran aspek iklim meliputi suhu dan kelembapan udara yang dilakukan menggunakan alat ukur digital 4 in 1. Pencatatan fase bulan dan kondisi cuaca menggunakan kategori yang disesuaikan (YIARI 2013). Pengamatan aspek iklim dilakukan satu kali pada awal pengamatan dengan N. javanicus. Penandaan posisi titik koordinat dilakukan pada awal pengamatan dan interval waktu setiap 15 menit pengamatan. Posisi titik koordinat ditandai menggunakan GPS.

18 8 Pengamatan Perilaku Harian Pengamatan perilaku harian dilakukan menggunakan metode modifikasi focal time sampling yang merupakan penggabungan dari dua metode yaitu focal animal sampling dan scan sampling (Martin dan Bateson 1993). Focal time sampling merupakan metode pengambilan data perilaku setiap interval waktu tertentu dengan mengamati satu individu atau satu kelompok. Focal animal sampling dapat memberikan informasi mengenai rangkaian peristiwa yang teramati, interaksi antar individu dan durasi perilaku yang teramati. Scan sampling merupakan metode pengambilan data perilaku harian pada interval waktu tertentu. Pengamatan perilaku harian dilakukan secara terus menerus mengikuti perilaku satu individu N. javanicus yang diamati dalam suatu periode aktif satwa tersebut, yaitu pukul WIB atau WIB dengan interval waktu pengamatan setiap 5 menit dan mencatat semua perilaku yang dilakukan. Pengamatan perilaku harian dilakukan secara bergantian pada dua individu N. javanicus dengan minimum waktu pengamatan yaitu 30 jam untuk setiap individu. Minimum waktu pengamatan ditentukan untuk memperoleh data primer yang baik dan valid, sehingga informasi mengenai pola perilaku N. javanicus secara keseluruhan dapat dianalisis dan diketahui dengan jelas. Tingkat akurasi data akan semakin baik dan stabil, apabila data primer yang diperoleh semakin banyak. Pengamatan dilakukan sepanjang masa aktif N. javanicus yaitu pada malam hari. Data perilaku harian yang diamati dan dicatat meliputi perilaku aktif, tidak aktif, makan, mencari makan, berpindah tempat, menyelisik, sosial, agonistik dan abnormal. Data perilaku selanjutnya disusun dalam suatu ethogram yang sudah dimodifikasi dari Fitch-Snyder dan Schulze (Bottcher-Law et al. 2001) serta Glassman dan Wells (1984) (Lampiran 1). Identifikasi Jenis Pakan Alami Pengamatan perilaku makan meliputi identifikasi jenis tumbuhan dan bagian dari tumbuhan tersebut yang digunakan sebagai sumber pakan. Pengamatan jenis pakan alami N. javanicus dilakukan saat pengamatan perilaku makan. Jenis pakan alami yang dikonsumsi N. javanicus diantaranya yaitu buah, nektar, getah pohon, dan serangga. Cara identifikasi dilakukan dengan mengamati, mengenali dan mencatat jenis substrat dari sumber pakan yang dikonsumsi oleh N. javanicus. Jenis tumbuhan yang telah diidentifikasi, diperiksa klasifikasinya berdasarkan genus dan spesies pada situs The International Plant Names Index dan Plantamor.org. Analisis Data Data perilaku harian dan jenis pakan yang dikonsumsi oleh N. javanicus dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk persentase grafik dan tabel dengan bantuan program Statistic Package for Social Science (SPSS) ver. 21. Perhitungan persentase perilaku harian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

19 9 Persentase perilaku = X x 100% Y Keterangan ; X = frekuensi perilaku dalam n menit pengamatan Y = total frekuensi perilaku dalam 1800 menit pengamatan Perhitungan persentase proporsi jenis pakan alami N. javanicus adalah sebagai berikut : Persentase proporsi jenis pakan = A x 100% B Keterangan ; A = frekuensi jenis pakan yang dikonsumsi B = total frekuensi jenis pakan yang dikonsumsi selama perilaku makan Pengujian terhadap korelasi antara parameter yang diukur dan diamati menggunakan hipotesis sebagai berikut: H0 = tidak ada pengaruh aspek iklim terhadap perilaku harian kukang jawa H1 = ada pengaruh aspek iklim terhadap perilaku harian kukang jawa Hipotesis tersebut diuji menggunakan uji χ² atau khi-kuadrat (Walpole 1997). Pengambilan keputusan atas hipotesis tersebut dilakukan berdasarkan tingkat kepercayaan yang digunakan pada nilai p < Bila nilai p value (signifikansi) lebih kecil dari 0.05 atau H0 ditolak, maka ada pengaruh secara nyata aspek iklim terhadap perilaku harian N. javanicus. Sebaliknya bila nilai p > 0.05 atau H0 diterima, maka tidak ada pengaruh secara nyata aspek iklim terhadap perilaku harian N. javanicus. Variabel bebas yang dianalisis adalah perilaku harian N. javanicus sedangkan yang termasuk kedalam variabel tidak bebas adalah suhu udara, kelembapan udara, cuaca dan fase bulan. Penggunaan prosedur PCA (Principal Component Analysis) digunakan untuk mencari faktor utama dari variabel tidak bebas yang paling berpengaruh terhadap variabel bebas dari. Prosedur PCA pada dasarnya bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya (Soemartini 2008). Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali.

20 10 HASIL Perilaku Harian Data perilaku harian yang diperoleh dari kedua individu N. javanicus selama pengamatan berjumlah 886 atau setara dengan 4430 menit (73 jam 50 menit). Proporsi perilaku kedua individu N. javanicus pada awal perjumpaan berturutturut adalah perilaku berpindah tempat (32.1%), mencari makan (28.3%), menyelisik (15.1%) dan aktif (13.2%) (Gambar 2). Angel lebih mudah diamati dibandingkan Ekar. Ekar lebih banyak menghindari pengamat dengan bergerak menjauh. Gambar 2 Grafik respon perilaku Nycticebus javanicus pada awal perjumpaan Tiga perilaku harian dominan dari Ekar yaitu perilaku berpindah tempat (41.6%), aktif (14.3%) dan makan (14.1%) (Gambar 3). Tiga perilaku harian dominan dari Angel yaitu perilaku berpindah tempat (34.1%), makan (29.5%) dan mencari makan (14.6%). Kedua individu menunjukkan frekuensi perilaku harian tertinggi yang sama yaitu perilaku berpindah tempat. Perilaku harian terendah dari kedua individu N. javanicus adalah perilaku tidak aktif. Perilaku sosial dan agonistik pada N. javanicus hanya ditunjukkan oleh Ekar sebesar 8.4% dan 0.2%. Perilaku sosial dijumpai ketika objek pengamatan berinteraksi dengan individu kukang lain di alam. Individu lain terlihat duduk bersama di dahan dan mengikuti pergerakan objek pengamatan. Perilaku agonistik yang teramati sebanyak satu kali pada Ekar. Perilaku ini ditunjukkan dengan aktivitas mengancam dan bertahan serta vokalisasi yang nyaring dan menggeram. Perilaku abnormal yang meliputi jalan mondar-mandir dan berputar, serta memutar kepala tidak ditunjukkan oleh kedua N. javanicus selama pengamatan berlangsung di alam.

21 11 Gambar 3 Grafik perbandingan perilaku harian dua individu N. javanicus di TNGHS Jawa Barat Ekar dan Angel mulai melakukan aktivitas antara pukul WIB. Hal tersebut ditunjukkan dengan perilaku aktif, makan, mencari makan, berpindah tempat dan menyelisik yang sudah mulai tercatat pada waktu tersebut (Gambar 4). Perilaku aktif N. javanicus banyak dijumpai pada pukul (37.5%) dan (37.8%). Waktu makan N. javanicus tertinggi di alam adalah menjelang tengah malam yaitu pukul (38.3%). Pukul (4.4%) perilaku makan terlihat menurun, namun kembali meningkat hingga menjelang pagi hari. Waktu mencari makan tertinggi adalah pukul (40.0%). Perilaku berpindah tempat menunjukkan persentase yang cukup tinggi hampir di setiap waktu pengamatan, namun terlihat menurun pada pukul (13.3%). Proporsi mobilitas atau perilaku bergerak yang menyebabkan perpindahan tempat yaitu perilaku berpindah tempat dan mencari makan pada N. javanicus cenderung sama di setiap waktu pengamatan. Pukul atau tengah malam, proporsi mobilitas N. javanicus (42.3%) dijumpai sebanding dengan perilaku tidak bergerak yang meliputi perilaku aktif dan tidak aktif (35.6%). Perilaku tidak aktif teramati mulai pukul (25.0%), setelah N. javanicus berpindah tempat untuk menemukan lokasi tidur (sleeping site) yang sesuai.

22 12 Gambar 4 Grafik pola perilaku N. javanicus di TNGHS Jawa Barat Jenis pakan tertinggi yang dikonsumsi oleh Ekar dan Angel berturut-turut adalah nektar kaliandra merah (Calliandra calothyrsus) (79.9%), getah bungbuai (Plectocomia elongata) (16.6%) dan serangga (3.0%) (Gambar 5). Serangga diperoleh N. javanicus pada percabangan atau tajuk pohon pinus (Pinus merkusii) dan palem serdang (Livistona rotundifolia). Jenis pakan alami yang paling sedikit dikonsumsi adalah buah beunying (Ficus fistulosa) (0.5%). Gambar 5 Proporsi jenis pakan N. javanicus di alam Kondisi Lingkungan Secara keseluruhan kondisi lingkungan pada setiap kategori perilaku harian N. javanicus di TNGHS Jawa Barat selama pengamatan adalah lembap (Tabel 2). Suhu udara terendah (21.6 C) terjadi pada saat perilaku tidak aktif, sedangkan suhu udara tertinggi (22.6 C) terjadi pada saat perilaku makan. Kelembapan udara tertinggi (86.4%) lebih banyak dilakukan saat N. javanicus makan. Curah hujan bulan Januari hingga April 2014 di kawasan TNGHS Jawa Barat pada umumnya

23 normal yaitu kisaran mm (BMKG 2014). Secara umum kondisi cuaca di kawasan TNGHS Jawa Barat selama pengamatan adalah cerah-berawan (Gambar 6). 13 Tabel 2 Data suhu udara, kelembapan udara pada setiap kategori perilaku harian N. javanicus di TNGHS Jawa Barat Perilaku harian Faktor lingkungan Suhu udara ( C) Kelembapan udara (%) aktif ( ) ( ) tidak aktif ( ) ( ) makan ( ) ( ) mencari makan ( ) ( ) berpindah tempat ( ) ( ) menelisik ( ) ( ) sosial ( ) ( ) agonistik (22.1) (78.4) abnormal Keterangan : Nilai pada tabel merupakan nilai rata-rata setiap aspek iklim; angka di dalam kurung merupakan nilai kisaran terukur Gambar 6 Kondisi cuaca selama pengamatan di TNGHS Jawa Barat

24 14 Pembagian kategori fase bulan yang digunakan merupakan modifikasi yang telah disesuaikan dari Rogers dan Nekaris (2011). Fase bulan secara umum dibagi menjadi lima berdasarkan posisinya saat berputar mengelilingi bumi yaitu bulan baru, bulan sabit, bulan kuartal, bulan cembung dan bulan purnama (Lampiran 4). Fase bulan pada saat N. javanicus aktif, makan, mencari makan, berpindah tempat dan menyelisik menunjukkan bulan pada kondisi gelap (bulan baru dan bulan sabit) (Gambar 7). Perilaku tidak aktif, sosial, dan agonistik banyak dilakukan N. javanicus saat kondisi bulan terang (bulan kuartal dan bulan tigaperempat). Nycticebus javanicus tidak dapat dijumpai pada kondisi bulan benar-benar terang atau fase bulan purnama. Gambar 7 Grafik fase bulan selama pengamatan di TNGHS Jawa Barat Pengaruh Aspek Iklim dan Fase Bulan terhadap Perilaku Harian Kukang Jawa Hasil uji khi-kuadrat (χ²) terhadap korelasi antara aspek iklim dan fase bulan dengan perilaku harian yang diukur dan diamati tersusun dalam tabel 3. Nilai p value (Sig.) dari perilaku aktif (p = 0.003), makan (p = 0.000), berpindah tempat (p = 0.000), menyelisik (p = 0.000), dan sosial (p = 0.000) lebih kecil dari Berdasarkan hipotesis H0 ditolak atau dengan kata lain ada pengaruh aspek iklim terhadap perilaku aktif, makan, berpindah tempat, menyelisik dan sosial pada N. javanicus di TNGHS Jawa Barat. Nilai p value (Sig.) dari perilaku tidak aktif (p = 0.500) dan mencari makan (p = 0.239) memiliki nilai p value (Sig.) lebih besar dari 0.050, maka hipotesisnya H0 diterima atau tidak ada pengaruh aspek iklim terhadap perilaku tersebut. Data perilaku agonistik tidak dapat dianalisis menggunakan uji khi-kuadrat (χ²), karena jumlah data hanya berjumlah satu.

25 Tabel 3 Hasil uji khi-kuadrat korelasi aspek iklim dan fase bulan terhadap perilaku harian N. javanicus Perilaku harian Nilai Khi-kuadrat df Sig. Keterangan (χ²) aktif H0 ditolak tidak aktif H0 diterima makan H0 ditolak mencari makan H0 diterima berpindah tempat H0 ditolak menyelisik H0 ditolak sosial H0 ditolak agonistik abnormal Keterangan : H0 ditolak (Sig. < 0.050); H0 diterima (Sig. > 0.050) Berdasarkan hasil uji khi-kuadrat, perilaku harian yang memiliki nilai p value (Sig.) lebih kecil dari atau H0 ditolak dapat dianalisis lebih lanjut menggunakan prosedur PCA (Principal Component Analysis). Perilaku harian yang dianalisis menggunakan PCA adalah perilaku aktif, makan, berpindah tempat, menyelisik dan sosial. Suhu udara memiliki pengaruh cukup tinggi terhadap perilaku sosial (82.1%), berpindah tempat (61.3%) dan makan (61.1%) (Gambar 8). Kelembapan udara memberikan pengaruh sebesar 80.6% pada perilaku makan, 78.2% pada perilaku sosial dan 68.3% pada perilaku menyelisik (Gambar 9). Cuaca memberikan pengaruh tertinggi pada perilaku makan sebesar 75.5% (Gambar 10). Fase bulan memberikan pengaruh cukup tinggi di atas 50.0% terhadap perilaku aktif, makan, berpindah tempat, menyelisik dan sosial (Gambar 11). 15 Gambar 8 Grafik pengaruh suhu udara terhadap perilaku harian Gambar 9 Grafik pengaruh kelembapan udara terhadap perilaku harian

26 16 Gambar 10 Grafik pengaruh cuaca terhadap perilaku harian Gambar 11 Grafik pengaruh fase bulan terhadap perilaku harian Berdasarkan analisis 4 variabel dari aspek iklim (suhu udara, kelembapan udara, cuaca dan fase bulan) diperoleh dua komponen utama (principal component/pc) yang paling baik untuk menjelaskan korelasi terhadap perilaku harian. Secara kumulatif kedua PC yang terbentuk menghasilkan nilai sebesar 59.3% (Lampiran 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua PC dapat menjelaskan data aspek iklim yang diamati memiliki korelasi terhadap perilaku harian sebesar 59.3%. Korelasi antara aspek iklim (axis X) terhadap perilaku harian (axis Y) disajikan melalui diagram pencar (scatterplot) (Gambar 12). Diagram pencar menggambarkan data aspek iklim yang terlihat menyebar pada setiap kategori perilaku harian N. javanicus. Semakin menjauhi axis Y, maka suhu udara dan kelembapan udara semakin tinggi; cuaca dari cerah, berawan, gerimis, hingga hujan; dan fase bulan yang teramati semakin terang.

27 17 R² = Gambar 12 Diagram pencar (scatterplot) perilaku harian terhadap aspek iklim PEMBAHASAN Respon tertinggi yang ditunjukkan Ekar dan Angel pada awal perjumpaan dengan pengamat adalah perilaku berpindah tempat. Hal ini merupakan indikasi bahwa kukang tersebut merasa terganggu dengan keberadaan manusia. Nycticebus javanicus di alam tidak terbiasa dengan keberadaan manusia, sehingga berusaha untuk berpindah tempat untuk menghindari pengamat. Angel lebih mudah diamati dibandingkan Ekar. Hal ini menunjukkan tingkat perilaku kewaspadaan (selfawareness) Angel lebih rendah. Rendahnya tingkat kewaspadaan akan mempengaruhi respon satwa terhadap keberadaan manusia sehingga satwa tidak lagi menggangap manusia sebagai ancaman. Hal tersebut yang menjadi potensi meningkatnya perburuan N. javanicus di alam. Satwa yang tidak lagi menganggap manusia sebagai ancaman cenderung lebih rentan terhadap perburuan (Thorn et al. 2008). Perilaku harian tertinggi yang ditunjukkan oleh Ekar dan Angel adalah berpindah tempat. Perilaku berpindah tempat meliputi semua pergerakan individu dari suatu tempat ke tempat yang lain menggunakan keempat alat geraknya (kuadrupedal), tanpa memperhatikan sekelilingnya dan pandangan fokus ke depan. Berdasarkan hasil pengamatan N. javanicus tidak pernah terlihat berjalan di tanah. Nycticebus javanicus lebih banyak menghabiskan waktunya di dahan

28 18 maupun tajuk pepohonan (arboreal). Nycticebus javanicus memiliki pergerakan lambat, namun pada perilaku berpindah tempat pergerakannya cukup cepat. Hal ini ditunjukkan dengan objek pengamatan yang seringkali hilang dari pandangan pengamat. Berpindah tempat dipengaruhi oleh suhu udara rendah, kelembapan udara yang tinggi, cuaca cerah serta cahaya bulan yang sedikit bahkan gelap. Kondisi cahaya bulan yang cenderung gelap merupakan aspek utama yang berperan besar mempengaruhi N. javanicus berpindah tempat. Menurut Kavanau (1979), kukang cenderung mengurangi aktivitas atau menghindari kondisi gelap total dan sangat sedikit cahaya (lunar phobia). Trent et al. (1977) juga melaporkan bahwa N. coucang cenderung mengurangi aktivitas saat bulan purnama. Nycticebus pygmaeus di Kamboja juga termasuk lunar phobia dan hanya aktif sepanjang cahaya bulan dengan suhu yang tinggi (Rogers dan Nekaris 2011). Beberapa satwa primata nokturnal diketahui memiliki kecenderungan lebih aktif pada saat ada cahaya bulan (lunar philia) dan ada juga yang tidak (lunar phobia) (Winarti 2011). Perilaku aktif biasanya dilakukan saat kukang terjaga tanpa individu lain di dekatnya. Perilaku aktif yang biasa dilakukan meliputi aktivitas duduk diam atau bergelantungan di dahan dengan melihat-lihat kondisi sekitar atau tanpa beraktivitas apapun. Pukul merupakan adaptasi dari dimulainya masa aktif N. javanicus yang ditunjukkan dengan duduk diam, melihat-lihat kondisi sekitar atau tanpa melakukan aktivitas apapun. Intensitas cahaya bulan yang sedikit atau tanpa cahaya berpengaruh besar terhadap perilaku aktif N. javanicus di alam. Perilaku makan N. javanicus tertinggi di alam adalah menjelang tengah malam yaitu pukul Pakan yang dimakan digunakan sebagai cadangan energi untuk melakukan perilaku lainnya. Pukul perilaku makan terlihat menurun, namun kembali meningkat hingga menjelang pagi hari. Pakan yang dikonsumsi ini digunakan sebagai cadangan energi ketika tidur di siang hari. Di samping itu menjelang pagi hari suhu udara semakin rendah dan kelembapan tinggi, sehingga untuk mempertahankan suhu tubuhnya N. javanicus perlu mengkonsumsi pakan yang lebih banyak. Hal ini juga dikemukakan oleh Suarjaya (1985), bahwa pada suhu lingkungan yang rendah (dingin) satwa membutuhkan tambahan pakan untuk mempertahankan suhu tubuh agar tetap normal. Jenis pakan alami N. javanicus yang diamati di TNGHS Jawa Barat antara lain nektar, getah, buah-buahan dan serangga kecil. Sumber pakan yang paling diminati adalah nektar (Calliandra calothyrsus) dan getah bungbuai (Plectocomia elongata). Nycticebus javanicus merupakan satwa primata yang mengkonsumsi pakan berupa bagian dari tumbuhan. Penelitian yang dilakukan oleh Wiens et al. (2006) juga menyebutkan jenis pakan alami kukang tertinggi berturut-turut adalah getah (34.9%), nektar bunga (31.7%) buah-buahan (22.5 %) dan selebihnya merupakan serangga serta hewan kecil. Jenis pakan tersebut menyediakan jumlah gula yang besar sehingga kukang memiliki simpanan energi yang cukup (Wiens et al. 2006). Proporsi perilaku makan sebanding dengan perilaku mencari makan yang tinggi pada dua individu N. javanicus. Nycticebus javanicus dapat bergerak bebas dari satu pohon ke pohon yang lain untuk mencari makan atau biasa disebut hewan arboreal. Perilaku mencari makan meliputi semua pergerakan N. javanicus

29 untuk mendapatkan sumber pakan. Perilaku mencari makan tidak saling berkorelasi dengan pengaruh aspek iklim yang diamati. Kukang melakukan aktivitas menyelisik (autogrooming) beberapa saat setelah bangun, yaitu sekitar lepas senja saat matahari sudah tenggelam dan sesaat sebelum tidur, yaitu saat menjelang matahari terbit (Wiens 2002; Pambudi 2008). Nycticebus javanicus terlihat sering menyelisik saat memulai masa aktifnya dan menjelang pagi hari sebelum melakukan perilaku tidak aktif. Menurut Wiens (2002), menyelisik biasa dilakukan beberapa saat sebelum tidur dan/atau beberapa saat setelah bangun. Perilaku menyelisik juga seringkali dilakukan setelah makan dan berpindah tempat. Kondisi hujan dan kelembapan udara yang tinggi menyebabkan perilaku menyelisik pada N. javanicus lebih sering dilakukan. Nycticebus javanicus lebih banyak menghabiskan waktu sendirian selama pengamatan, atau dengan kata lain satwa primata ini bersifat soliter atau penyendiri (Wiens dan Zitzmann 2003). Kukang memiliki sistem sosial yang tidak berbeda jauh dengan anggota prosimii lainnya yaitu menggunakan urin sebagai penanda teritori, vokalisasi untuk menarik lawan jenis dan komunikasi taktil (Ballenger 2001). Perilaku sosial ini meliputi bermain, mengikuti, mengasuh, vokalisasi, kontak fisik dan kopulasi. Kedua objek pengamatan tidak pernah saling berjumpa ketika pengamatan. Ekar terlihat berinteraksi dengan individu N. javanicus lainnya di alam. Kondisi bulan yang cenderung terang (bulan tigaperempat) merupakan aspek iklim utama yang mempengaruhi perilaku sosial N. javanicus. Individu soliter memiliki risiko lebih tinggi menjadi korban predator daripada individu yang dekat dengan individu sejenis lainnya (Wiens 2002). Perilaku agonistik merupakan perilaku yang bersifat agresif meliputi menyerang, bertahan, berkelahi, mengancam dan menjauh. Ekar menunjukkan perilaku agonistik ketika bertemu individu N. javanicus lainnya dan musang (Paradoxurus hermaphroditus). Perilaku agonistik ditunjukkan kukang dengan posisi diam dan bertahan. Perilaku agonistik pada kedua individu N. javanicus di alam sedikit dijumpai. Perilaku abnormal yaitu perilaku tidak biasa yang dilakukan oleh N. javanicus seperti berjalan mondar-mandir, berputar dan memutar kepala (YIARI 2013). Perilaku abnormal dapat didefinisikan sebagai respon dari gangguan atau stres yang dialami kukang. Nycticebus javanicus di alam tidak terlihat melakukan perilaku abnormal selama pengamatan. Kedua N. javanicus di alam tidak menunjukkan perilaku abnormal selama pengamatan berlangsung. Perilaku harian terendah pada Ekar dan Angel adalah perilaku tidak aktif. Rendahnya perilaku tidak aktif pada N. javanicus disebabkan pengambilan data yang dilakukan saat malam hari. Malam hari merupakan masa aktif dari kukang. Perilaku tidak aktif seringkali dilakukan N. javanicus setelah perilaku berpindah tempat dan menyelisik menjelang pagi hari. Perilaku berpindah tempat dilakukan sebelum perilaku tidak aktif agar kukang dapat mencari tempat yang sesuai untuk tidur. Pada umumnya kukang tidur pada cabang, ranting, daun kelapa atau liana. Kukang biasanya tidur dengan bersembunyi di balik dedaunan. Kukang tidak pernah menggunakan lubang pada pohon sebagai tempat tidur (Wiens dan Zitzmann 2003). Cara tidur kukang yaitu bergulung seperti bola dengan posisi kepala di antara kaki. Menyelisik dilakukan untuk membersihkan diri sebelum tidur di siang hari. Hal ini juga membuktikan bahwa kukang adalah hewan 19

30 20 nokturnal yang mempunyai aktivitas pada malam hari, sedangkan waktu istirahat digunakan pada siang hari. Mobilitas atau perilaku bergerak yang menyebabkan perpindahan tempat yaitu perilaku berpindah tempat dan mencari makan pada N. javanicus cenderung sama di setiap waktu pengamatan. Pukul proporsi mobilitas sebanding dengan proporsi perilaku tidak bergerak (aktif dan tidak aktif). Berdasarkan pengamatan tersebut, menunjukkan kemungkinan N. javanicus mudah dijumpai pada tengah malam yaitu pukul di alam. Secara umum, mobilitas N. javanicus (50.7%) cukup tinggi dibandingkan perilaku tidak bergerak (17.5%) pada masa aktifnya. Hal ini menunjukkan bahwa N. javanicus merupakan primata nokturnal (Wiens 2002). Perilaku makhluk hidup dipengaruhi faktor internal (morfologi dan fisiologi) maupun eksternal (perubahan kondisi lingkungan). Nycticebus javanicus menyukai habitat yang lembap dan kondisi bulan yang gelap dalam melakukan aktivitasnya (Schulze 2003; Kavanau 1979). Berdasarkan teori tersebut, perilaku kedua individu N. javanicus yang diamati mengikuti pola perilaku Nycticebus secara umum. SIMPULAN Perilaku harian dua invidu N. javanicus paling dominan berturut-turut berpindah tempat (37.9%), makan (21.8%), aktif (12.5%) dan mencari makan (12.3%). Perilaku harian yang banyak dilakukan di malam hari menunjukkan bahwa kukang termasuk hewan nokturnal. Jenis pakan alami N. javanicus yang paling diminati berturut-turut adalah nektar (79.9%), getah (16.6%), serangga (3.0%) dan buah (0.5%). Fase bulan memiliki pengaruh paling besar terhadap perilaku harian N. javanicus. Korelasi aspek iklim dan fase bulan di TNGHS Jawa Barat terhadap perilaku harian N. javanicus adalah sebesar 59.3%.

31 21 DAFTAR PUSTAKA Alterman L Toxins and toothcoomb: Potential allospesific chemical defenses in Nycticebus and Perodictus in Creatures of The Dark. Di dalam: Alterman, Doyle GA, Izard MK, editor. The Nocturnal Prosimians. New York (US): Plenum Press. Ballenger L Nycticebus coucang. Animal Diversity Web [Internet]. [diunduh 2014 Sep 11]. Tersedia pada: http//animaldiversity.ummz.- umich.edu/site/accounts/information/nycticebus_coucang/html. Bearder SK Lorises, bushbabies and tarsiers: Diverse societies in solitary foragers. Di dalam: Smuts BB et al. Struhsaker Primate societies. Chicago (US): University of Chicago Press. Biotrack Tag Chooser [Internet]. [diunduh 2014 Nov 1]. Tersedia pada: [BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika. Prakiraan cuaca daerah Jawa Barat [Internet]. [diacu 2014 Apr 27]. Tersedia pada: /bmkg_pusat/informasi_cuaca/default.bmkg Bottcher-Law L, Fitch H, Schulze SH Management of lorises in captivity: a husbandry manual of Asian lorisines (Nycticebus & Loris spp.) San Diego (US): Cres, Zool Soc San Diego. Glassman DM, Wells JP Positional and activity behavior in a captive slow loris: A quantitive assesment. American Journal of Primatology. 7: Groves C Primate Taxonomy. Washington DC (US): Smithsonian Institution Press. [IUCN] International Union for Conservation of Nature IUCN Red List of Threatened Species, Nyticebus (Nycticebus javanicus) [Internet]. [diacu 2013 Des 2]. Tersedia pada: Kavanau JL Illuminance preferences of nocturnal primates. Primate. 2(20): Kawamura S, Kubotera N Ancestral loss of short wave-sensitive cone visual pigment in lorisiform prosimians, contrasting with its strict conservation in other prosimians. Journal of Molecular Evolution. 58: Martin P, Bateson P Measuring Behaviour. an Introductory Guide 2nd ed. Cambridge (GB): Cambridge University Pr. Napier JR, Napier PH A Handbook of Living Primates. New York (US): Academic Press. Napier JR, Napier PH The Natural History of The Primates. Cambridge (GB): The MIT Press. Nekaris KAI, Bearder SK The lorisiform primates of Asia dan Mainland Africa: diversity shrouded in darkness. Di dalam: Campbell C, Fuentes A, MacKinnon K, Panger M, Bearder SK, editor. Primates in Perspective. Oxford (GB): Oxford University Press. Nekaris KAI, Jaffe S Unexpected diversity of slow lorises (Nycticebus spp.) within the Javan pet trade: implications for slow loris taxonomy. Zoology. 76 (3):

32 22 Nekaris KAI, Nijman V CITES proposal highlights threat to nocturnal primates Nycticebus: Lorisidae. Folia Primatologica. 78: Nekaris KAI et al Javan Slow Loris Nycticebus javanicus É. Geoffroy, Di dalam: Mittermeier et al., editor Primates in Peril: The World s 25 Most Endangered Primates Bogota (DC): Panamericana Formas e Impresos SA. Nowak RM Walker s primates of the world. Baltimore (US): Johns Hopkins University Press. Pambudi JAA Studi populasi, perilaku, dan ekologi kukang jawa (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812) di hutan Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Rogers LD, Nekaris KAI Behaviour and habitat use of the Bengal slow loris Nycticebus bengalensis in the dry dipterocarp forests of Phnom Samkos Wildlife Sanctuary Cambodia. Cambodian Journal of Natural History. 2: Rowe N The Pictorial Guide to The Living Primates. New York (US): Pogonian Press. Schulze H Asia: Habitats, Faunal Barriers [Internet]. [diunduh 2014 Sep 11]. Tersedia pada: _maps/asia_zoogeography.html. Schulze H, Groves G Asian lorises: taxonomic problems caused by illegal trade. Di dalam: Nadler T, Streicher U, Ha TL, editor. International Symposium Conservation of Primates in Vietnam; 2003 Nov 18-20; Cuc Phuong National Park Vietnam. Hanoi: Haki Press Soemartini Principal component analysis (PCA) sebagai salah satu metode untuk mengatasi multikolinearitas [skripsi]. Jatinangor (ID): Universitas Padjajaran. Suarjaya, LM Pengaruh suhu kandang terhadap penampilan ternak kelinci. [tesis]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor. Swapna N Assessing the feeding ecology of the Bengal slow loris (Nycticebus bengalensis) in Trishna Wildlife Sanctuary, Tripura [tesis]. Bangalore (IN): National Centre for Biological Sciences. Thorn JS, Nijman V, Smith D, Nekaris KAI Ecological niche modelling as a technique for assesing threats and setting conservation priorities for Asian slow lorises (Primates: Nycticebus). Diversity and Distribution. 15: [TNGHS] Gunung Halimun Salak National Park Management Project JICA Merajut Pesona Flora Hutan Pegunungan Tropis di Gunung Salak. Bogor (ID): LIPI JICA. Trent B, Tucker M, Lockard J Activity changes with illumination in slow loris Nycticebus coucang. Applied Animal Ethology. 3: Walpole RE Pengantar statistika Edisi ke 3. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Wiens F Behavior dan ecology of wild slow lorises (Nycticebus coucang): social organization, infant care system dan diet [disertasi]. Bayreuth (DE): Bayreuth University.

33 Wiens F, Zitzmann A Social structure of the solitary slow loris Nycticebus coucang (Lorisidae). Journal of Zoology. 261: Wiens F, Zitzmann A, Hussein NA Fast food for slow lorises: Is low metabolism related to secondary compounds in high energy plant diet?. Journal of Mammalogy 87 (4): Winarti I Habitat populasi dan sebaran kukang jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Talun Tasikmalaya dan Ciamis, Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wirdateti, D. Duryadi, D. Sajuthi, T. Ungerer Kekerabatan kukang (Nycticebus coucang) dengan menggunakan penanda kontrol daerah mtdna. Di dalam: Konservasi Satwa Primata: Tinjauan Ekologi, Sosial Ekonomi dan Medis Alam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Prosiding Seminar Primatologi Indonesia; 7 September Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Wirdateti Pakan alami dan habitat kukang Nycticebus coucang dan tarsius Tarsius bancanus di hutan Pasir Panjang Kalimantan Tengah. Jurnal Biologi Indonesia. 3(9): [YIARI] Yayasan International Animal Rescue Indonesia Laporan teknis pelepasliaran dan pemantauan paska pelepasliaran Kukang Jawa (N.javanicus) di Kawasan Hutan Gunung Salak - Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Bogor (ID): YIARI 23

34 24 LAMPIRAN Lampiran 1 Ethogram pengamatan perilaku N. javanicus Lampiran 2 Respon kedua individu N. javanicus pada awal perjumpaan Respon kedua individu N. javanicus Perilaku harian pada awal perjumpaan (%) aktif 13.2 tidak aktif makan 5.7 mencari makan 28.3 berpindah tempat 32.1 menyelisik 15.1 sosial 5.6 agonistik abnormal jumlah 100.0

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang Boddaert, 1785)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) Kukang (Nycticebus sp.) di dunia digolongkan dalam lima spesies, yaitu N. bengalensis, N. pygmaeus, N. coucang, N.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang penyebarannya di Indonesia meliputi pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Osman-Hill 1953; Nekaris;

Lebih terperinci

STUDI POPULASI DAN DISTRIBUSI KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus, E. Geoffroy, 1812) DI TALUN DESA SINDULANG KECAMATAN CIMANGGUNG SUMEDANG JAWA BARAT

STUDI POPULASI DAN DISTRIBUSI KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus, E. Geoffroy, 1812) DI TALUN DESA SINDULANG KECAMATAN CIMANGGUNG SUMEDANG JAWA BARAT STUDI POPULASI DAN DISTRIBUSI KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus, E. Geoffroy, 1812) DI TALUN DESA SINDULANG KECAMATAN CIMANGGUNG SUMEDANG JAWA BARAT Ana Widiana, Samsul Sulaeman, Ida Kinasih Jurusan Biologi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang (tersebar di Pulau Sumatera), Nycticebus javanicus (tersebar di Pulau Jawa), dan Nycticebus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. antara bulan Januari Maret 2014 dengan pengambilan data antara pukul

III. BAHAN DAN METODE. antara bulan Januari Maret 2014 dengan pengambilan data antara pukul III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih, Tanggamus, Lampung. Waktu penelitian berlangsung selama 3 bulan antara bulan Januari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812) 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812) Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) merupakan Primata kecil nokturnal yang memiliki status konservasi yang tak pasti dan

Lebih terperinci

Pola Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) di Talun Desa Cipaganti, Garut

Pola Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) di Talun Desa Cipaganti, Garut Pola Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) di Talun Desa Cipaganti, Garut The Daily Behaviour of Javan Slow Loris (Nycticebus Javanicus) at Talun Cipaganti Village, Garut Rifqi Hendrik 1,

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar Nikmaturrayan 1, Sri Kayati Widyastuti 2, I Gede Soma 3 1 Mahasiswa FKH Unud, 2 Lab Penyakit Dalam Veteriner,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

DAERAH JELAJAH DAN PENGGUNAAN RUANG KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK, JAWA BARAT EKA ARISMAYANTI

DAERAH JELAJAH DAN PENGGUNAAN RUANG KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK, JAWA BARAT EKA ARISMAYANTI i DAERAH JELAJAH DAN PENGGUNAAN RUANG KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK, JAWA BARAT EKA ARISMAYANTI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Alikodra Pengelolaan Satwa Liar. Dirjen Dikti dan PAU IPB. Bogor.

DAFTAR PUSTAKA. Alikodra Pengelolaan Satwa Liar. Dirjen Dikti dan PAU IPB. Bogor. DAFTAR PUSTAKA Alikodra. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Dirjen Dikti dan PAU IPB. Bogor. Barrett, E. 1981. The present distribution and status of the slow loris in Peninsular Malaysia. Malays Appl.Biol.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kukang jawa (Nycticebus javanicus) menurut Napier dan Napier (1967 & 1985) dan Rowe (1996) dalam Winarti (2011) mempunyai klasifikasi sebagai berikut:

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG DAN PERILAKU HARIAN KUKANG SUMATERA (Nycticebus Coucang Boddaert, 1785) DI TAMAN HEWAN PEMATANG SIANTAR (THPS) SUMATERA UTARA

PEMANFAATAN RUANG DAN PERILAKU HARIAN KUKANG SUMATERA (Nycticebus Coucang Boddaert, 1785) DI TAMAN HEWAN PEMATANG SIANTAR (THPS) SUMATERA UTARA Pemanfaatan Ruang dan Perilaku Harian Kukang Sumatera PEMANFAATAN RUANG DAN PERILAKU HARIAN KUKANG SUMATERA (Nycticebus Coucang Boddaert, 1785) DI TAMAN HEWAN PEMATANG SIANTAR (THPS) SUMATERA UTARA (Space

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sriyanto dan Haryono (1997), satwa liar membutuhkan makan, air dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sriyanto dan Haryono (1997), satwa liar membutuhkan makan, air dan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Habitat Menurut Sriyanto dan Haryono (1997), satwa liar membutuhkan makan, air dan tempat berlindung dari teriknya panas matahari dan pemangsa serta tempat untuk bersarang, beristirahat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA

POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA Jurnal Biotik, ISSN: 2337-9812, Vol. 3, No. 2, Ed. September 2015, Hal. 133-137 POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA 1 Afkar dan 2 Nadia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan, kukang Jawa mulai terlihat aktif pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan, kukang Jawa mulai terlihat aktif pada 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan pengamatan, kukang Jawa mulai terlihat aktif pada sekitar pukul 18.00 WIB dan aktivitas berhenti pada sekitar pukul 05.00 WIB. Waktu terawal dimulainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Joja (Presbytis potenziani) adalah salah satu primata endemik Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang unik dan isolasinya di Kepulauan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur (DAILY ACTIVITY OF BEKANTAN (Nasalis larvatus) IN MUARA KAMAN SEDULANG CONSERVATION AREA, EAST KALIMANTAN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53 SIARAN PERS Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon Jakarta, 29 Desember 2011 Badak jawa merupakan satu dari dua jenis spesies badak yang ada di Indonesia dan terkonsentrasi hanya di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Owa Jawa atau Javan gibbon (Hylobates moloch) merupakan jenis primata endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999). Dalam daftar

Lebih terperinci

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

ksplorasi Biarkan Mata Kukang Tetap Menyala Trubus Maret 2017/XLVIII

ksplorasi Biarkan Mata Kukang Tetap Menyala Trubus Maret 2017/XLVIII ksplorasi Biarkan Mata Kukang Tetap Menyala 86 Koleksi Little Firefare Project Kukang satwa langka yang dilindungi, tapi masih diperdagangkan. ksplorasi Koleksi Wirdateti Kukang tidur memasukkan kepala

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

Gambar 2 Keanekaragaman jenis kukang dan sebarannya di dunia (foto: Fitch-Snyder, Streicher, Wirdateti, & Winarti)

Gambar 2 Keanekaragaman jenis kukang dan sebarannya di dunia (foto: Fitch-Snyder, Streicher, Wirdateti, & Winarti) TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kukang di dunia terdiri atas sekurang-kurangnya sembilan spesies yang kemudian digolongkan dalam satu spesies Nycticebus coucang pada tahun 1953 (Osman-Hill 1953, diacu dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di wilayah 10 Kabupaten dan 2 Provinsi tentu memiliki potensi wisata alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii iii iv v vi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

Jl. Soemantri Brojonegoro no.1 Bandar Lampung No.Telepon : / ABSTRAK

Jl. Soemantri Brojonegoro no.1 Bandar Lampung   No.Telepon : / ABSTRAK STUDI PERILAKU MAKAN DAN KANDUNGAN GIZI PAKAN DROP IN KUKANG SUMATERA (Nycticebus coucang) DALAM KANDANG HABITUASI DI KPHL BATUTEGI KABUPATEN TANGGAMUS LAMPUNG Rani Indriati 1), Bainah Sari Dewi 2), Yusuf

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung proses-proses ekologis di dalam ekosistem. Kerusakan hutan dan aktivitas manusia yang semakin meningkat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian studi perilaku dan pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Studi Satwa Primata IPB dan Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

GROOMING BEHAVIOUR PATTERN OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis, Raffles 1821) IN PALIYAN WILDLIFE SANCTUARY, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

GROOMING BEHAVIOUR PATTERN OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis, Raffles 1821) IN PALIYAN WILDLIFE SANCTUARY, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA Pola Perilaku Berselisik... (Moh Galang Eko Wibowo) 11 POLA PERILAKU BERSELISIK (GROOMING BEHAVIOUR) MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis, RAFFLES 1821) DI SUAKA MARGASATWA PALIYAN, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Di seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 2) Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia

Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 2) Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia PERBEDAAN PENGARUH ENRICHMENT KANDANG TERHADAP PERILAKU KUKANG SUMATERA (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) PADA PUSAT REHABILITASI YIARI CIAPUS, BOGOR Henny Indah Pertiwi 1), Jani Master 1) dan Wendi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Lembaga konservasi dunia yaitu IUCN (International

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBEBASAN FRAGMENTASI HABITAT ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) DI HUTAN RAWA TRIPA Wardatul Hayuni 1), Samsul

Lebih terperinci

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON 51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822) merupakan spesies paling langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia sehingga dikategorikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan karunia dari Allah SWT yang harus dikelola dengan bijaksana, sebab sumber daya alam memiliki keterbatasan penggunaannya. Sumberdaya alam

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di stasiun penelitian Yayasan Ekosistem Lestari Hutan Lindung Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2011. Lokasi penelitian berada di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel : 19-20 November KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA Yusrina Avianti Setiawan 1), Muhammad Kanedi 1), Sumianto 2), Agus Subagyo 3), Nur Alim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) merupakan salah satu dari delapan jenis Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di Cagaralam Dua

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS

TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS Pratiwi A.A. Talumepa*, R. S. H. Wungow, Z. Poli, S. C. Rimbing Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

4 METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

4 METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 15 4 METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan (Mei Juni 2012) di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Pancar, Bogor, Jawa Barat. Lokasi studi secara administratif terletak di wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Hewan primata penghuni hutan tropis

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Hewan primata penghuni hutan tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Primata adalah salah satu bagian dari golongan mamalia (hewan menyusui) dalam kingdom animalia (dunia hewan). Primata muncul dari nenek moyang yang hidup di pohon-pohon

Lebih terperinci

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA Latar Belakang Di Indonesia terdapat sekitar 75 spesies burung pemangsa (raptor) diurnal (Ed Colijn, 2000). Semua jenis burung pemangsa

Lebih terperinci

BIOLOGI KONSERVASI EKOSISTEM PASCA TAMBANG

BIOLOGI KONSERVASI EKOSISTEM PASCA TAMBANG BIOLOGI KONSERVASI EKOSISTEM PASCA TAMBANG KONDISI TEMPAT TUMBUH/HIDUP Bentang alam Fisik-kimia tanah Kualitas air permukaan Vegetasi alami Ditanam ANEKA VEGETASI Herbivor ANEKA SATWA Predator Carnivor

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI 1 PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rekrekan (Presbytis comata fredericae Sody, 1930) merupakan salah satu primata endemik Pulau Jawa yang keberadaannya kian terancam. Primata yang terdistribusi di bagian

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati HASIL Jumlah Imago Lebah Pekerja A. cerana Berdasarkan hasil pembuatan peta lokasi sel pupa, dapat dihitung jumlah imago lebah pekerja yang keluar dari sel pupa. Jumlah imago lebah pekerja A. cerana (yang

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI PERDAGANGAN SATWA LIAR

NILAI EKONOMI PERDAGANGAN SATWA LIAR NILAI EKONOMI PERDAGANGAN SATWA LIAR (Studi Kasus: Kelurahan Sidiangkat, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi dan Desa Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI Oleh: ERWIN EFENDI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kokah Menurut jumlah dan jenis makanannya, primata digolongkan pada dua tipe, yaitu frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan daun. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Fauna merupakan bagian dari keanekaragaman hayati di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tanaman cenderung identik dengan tanaman yang seragam dan seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, yang memiliki peran yang

Lebih terperinci