BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812)
|
|
- Djaja Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812) Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) merupakan Primata kecil nokturnal yang memiliki status konservasi yang tak pasti dan data yang kurang karena informasi mengenai populasi dan distribusinya masih sangat terbatas (IUCN 2007: 1). Kukang Jawa juga memiliki kekerabatan yang dekat dengan kukang di Sumatera (Nycticebus coucang) dan kukang di daratan Cina (Nycticebus pygmaeus) (Schulze 2004: 1). Taksonomi kukang Jawa adalah sebagai berikut: Filum Subfilum Kelas Bangsa : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Primata Subbangsa : Prosimii Supersuku Suku Subsuku Marga : Lorisidea : Lorisidae : Lorisinae : Nycticebus Jenis : Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812 (Nekaris dan Nijman 2007: ; Boddaert dalam Wirdateti 2003: 50) 5
2 6 Kukang Jawa dikenal dengan nama malu-malu, memiliki panjang tubuh mm serta ekor yang pendek dan melingkar dengan panjang sekitar mm. Berat tubuh kukang Jawa dapat berkisar dari 375 g hingga 1350 g. Rambut dari hewan tersebut berwarna kelabu keputihputihan dan pada bagian dorsal terdapat garis cokelat kehitaman memanjang dari kepala hingga pangkal ekor. Rambut di sekitar telinga dan mata berwarna cokelat, dan warna cokelat tersebut membentuk bulatan di sekitar bagian mata sehingga terlihat menyerupai kacamata (Suprijatna dan Wahyono 2000: 21; Wirdateti 2003: ) (Gambar 1). Habitat kukang Jawa pada umumnya adalah di kanopi utama pohon hutan hujan tropis di pulau Jawa, namun kini habitat asli kukang Jawa nyaris tidak ada lagi (Long dan Nekaris 2007: 4). Menurut Whitten dkk. (lihat Fitch- Snyder dan Schulze 2003: 14), ancaman terbesar adalah aktivitas manusia yang memperjual-belikan kukang dan juga adanya kehancuran habitat. Kerusakan hutan di Jawa merupakan penyebab terbesar menurunnya jumlah Kukang Jawa (Long dan Nekaris 2007: 4). Menurut Suprijatna dan Wahyono (2000: 21), kukang awalnya diduga sebagai Primata soliter, namun ternyata kini diketahui bahwa kukang adalah makhluk sosial. Kukang memiliki sistem sosial yang tidak jauh berbeda dari anggota Prosimii lainnya, yaitu menggunakan urin sebagai penanda teritori, vokalisasi untuk menarik lawan jenis, dan juga komunikasi taktil dalam hal menelisik (grooming) dan agresi (Ballenger 2001: 1). Ada dua macam grooming, yaitu auto-grooming (menelisik sendiri) dan allo-grooming (saling
3 7 menelisik). Menurut Alexander (lihat Wiens dan Zitzmann 2003: 43), autogrooming maupun allo-grooming dapat mereduksi jumlah ektoparasit. B. POLA AKTIVITAS NOKTURNAL Kukang merupakan Primata nokturnal yang aktif tak lama setelah matahari terbenam (Wiens 2002: 30). Menurut Bearder dkk. (2006: 60), retina pada mata hewan-hewan nokturnal memiliki sel-sel batang (rod cells) yang berjumlah lebih banyak dari sel-sel kerucut (cone cells) serta daerah sentralis (area centralis) yang berkembang dengan lemah (Bearder dkk. 2006: 60). Menurut Nekaris (2001: 233), kukang akan menjadi sangat aktif dari pukul hingga di alam. Masa aktif kukang dimulai saat matahari terbenam, sedangkan penurunan aktivitas akan terjadi secara drastis saat matahari terbit. Menurut Bearder (lihat Smuts dkk. 1987: 13), kukang pada umumnya akan meninggalkan titik istirahatnya setelah matahari terbenam dan kembali lagi sebelum matahari terbit. Berdasarkan Wiens (2002: 30), aktivitas yang dicatat dalam melihat pola aktivitas nokturnal dapat dibedakan menjadi 4 (empat). 1. Makan (feeding) Makan (feeding) merupakan aktivitas memasukkan makanan ke dalam mulut (Bottcher-Law dkk. 2001: ). Kegiatan makan (feeding) di alam merupakan 21 ± 12 % dari masa aktifnya (Wiens dan Zitzmann 2003: 40). Kukang di alam menggunakan proporsi waktu terbesar feeding untuk
4 8 memakan lendir floem (34,9%), nektar bunga (31,7%), dan buah-buahan (22,5%) (Wiens dkk. 2006: 790). Makanan-makanan tersebut menyediakan gula dalam jumlah yang besar sehingga kukang memiliki diet yang kaya energi (Wiens dkk. 2006: 790). Menurut Barrett (lihat Bottcher-Law dkk. 2001: 52), buah-buahan merupakan konsumsi terbesar kukang di alam saat waktu feeding, meskipun waktu foraging sebagian besar digunakan untuk mencari hewan-hewan avertebrata. Kukang di alam akan melakukan teknikteknik foraging untuk meningkatkan efisiensi feeding dan untuk mengeksploitasi mangsa yang tersedia secara maksimal (Kumara dkk. 2005: 116). Menurut Rasmussen (lihat Bottcher-Law dkk. 2001: 53), pada perut kukang yang hidup di alam ditemukan beberapa insekta beracun. Keuntungan dari menkonsumsi serangga beracun tersebut adalah berkurangnya kompetitor pengguna sumber daya makanan dalam relung yang sama. 2. Aktif sendiri Menurut Wiens (2002: 30), aktif sendiri merupakan aktivitas kukang yang dilakukan dalam keadaan tanpa individu lain di dekatnya. Aktivitas kukang yang dilakukan sendiri meliputi lokomosi, menelisik sendiri (autogrooming), dan lain-lain yang tidak berhubungan dengan individu kukang lainnya. Aktivitas yang dilakukan sendiri sebagian besar merupakan lokomosi. Menurut Nekaris (2001: ), lokomosi di alam termasuk travelling (pergerakan secara langsung) dan foraging (mencari makan).
5 9 Aktivitas travelling dilakukan bersamaan dengan aktivitas urinasi dan defekasi sebagai penanda wilayah teritorinya (Nekaris 2001:234). Menurut Hamilton (lihat Wiens dan Zitzmann 2003: 43), kukang bergantung pada lokomosi melata (crypsis) dan bukan pada perilaku pertahanan aktif dalam menghadapi predator. Menurut Bearder (lihat Smuts dkk. 1987: 13) kukang memiliki pergerakan lambat dan dapat memanjat secara kuadrupedal. Kukang tidak dapat melompat, melainkan dapat melakukan bridging (membentuk seperti jembatan) antara cabang-cabang pohon dengan sudut-sudut yang bervariasi. Menurut Ishida dkk. (lihat Wiens dan Zitzmann 2003: 43), kukang bergerak dengan lambat dan terkadang membuat suara saat berlokomosi. Kukang di alam menghabiskan lebih banyak waktunya untuk beraktivitas sendiri (soliter) dengan persentase 93,3 ± 5,4%. 3. Non-Aktif Perilaku non-aktif yaitu kondisi kukang dalam keadaan tidur atau diam di tempat yang sama (Bottcher-Law dkk. 2001: ). Menurut Wiens dan Zitzmann (2003: ), masa istirahat kukang pada umumnya dilakukan pada siang hari di ranting-ranting atau batang pohon dan liana. Kadang kala dijumpai saat-saat kukang tampak seperti beristirahat, namun tidak menyerupai posisi istirahat yang umumnya menyerupai bola atau yang disebut sebagai bola tidur (sleeping ball) (Schulze 2004: 1). Menurut Nekaris (2001: 233), saat-saat diam tersebut dianggap sebagai perilaku non-aktif dan
6 10 bukan perilaku istirahat karena perilaku non-aktif pada kukang belum tentu berarti istirahat. Posisi membeku atau freeze merupakan posisi gerakkan tiba-tiba dari kukang yang berhenti dan kemudian tidak bergerak sama sekali. Posisi tersebut merupakan lokomosi yang terhenti hingga menjadi tidak bergerak atau postur kaku pada saat berdiri atau duduk untuk minimal 3 (tiga) detik (Bottcher-Law dkk. 2001: 21). Menurut Schulze (2000: 1), pada beberapa kasus, menggantung dengan kaki di atas dalam waktu yang lama mengindikasikan kondisi tertekan yang sedemikian berat sehingga kukang dapat jatuh tertidur pada posisi tersebut. Kukang di alam menghabiskan 5,4 ± 1,6% dari masa aktifnya untuk aktivitas non-aktif (Wiens 2002: 30). Kukang di alam pada umumnya saat siang hari tidur di pohon. Ranting-ranting atau batang pohon palm-fronds dan liana biasanya merupakan tempat istirahat kukang pada siang hari dan kukang pada umumnya akan bersembunyi di balik dedaunan. Kukang di alam tidak pernah menggunakan lubang-lubang pohon atau wadah lain untuk beristirahat (Wiens dan Zitzmann 2003: ). 4. Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan aktivitas yang melibatkan interaksi antara 2 individu atau lebih (Wiens 2002: 30). Menurut Suprijatna dan Wahyono (2000: ; 29), sedikit sekali informasi yang diketahui mengenai kehidupan sosial kukang. Sementara itu, Ballenger (2001: 1) menyatakan bahwa perilaku sosial kukang Jawa memiliki sistem komunikasi yang sama
7 11 seperti Prosimii lainnya, seperti penggunaan urin sebagai penanda teritori, vokalisasi untuk menarik lawan jenis, dan juga komunikasi taktil berupa grooming dan agresi. Hal yang dapat diamati dan diteliti dengan sangat jelas di dalam kandang adalah perilaku sosial yang didasari oleh vokalisasi dan taktil. Belum diketahui dengan jelas mengenai sistem kawin kukang. Wiens & Zitzmann (2003: 42), menyatakan bahwa kukang merupakan Primata dengan sistem kawin monogami karena memiliki ukuran testis yang relatif kecil terhadap ukuran tubuh, sedangkan pada tahun 1967, Elliot dan Elliot (lihat Wiens & Zitzmann 2003: 42) menyatakan bahwa sistem kawin pada kukang bukan monogami, melainkan kawin secara acak (promiscuity). Zimmerman (1989: ) mengatakan bahwa kukang merupakan Primata yang akan melakukan perilaku-perilaku seksual saat musim kawin saja (seasonal breeders), sedangkan Izard dkk. (1988: ) menyatakan bahwa perilaku seksual pada kukang ditentukan berdasarkan siklus estrus dengan waktu yang bervariasi antara 29 hingga 49 hari. C. PERILAKU SOSIAL PASANGAN DALAM KANDANG Menurut Vitale dan Manciocco (2004: 183), hewan jantan dan betina yang dipasangkan dalam satu kandang jarang sekali mengalami kesulitan beradaptasi terhadap pasangannya dan dengan cepat dapat dilihat adanya perilaku sosial dan seksual. Namun, adanya lebih dari 2 individu lawan jenis yang dapat melakukan kontak meskipun kandang terpisah, dapat
8 12 menyebabkan perilaku agresi terhadap kompetitor seksualnya (Vitale dan Manciocco 2004: ). Menurut Vitale dan Manciocco (2004: ), perilaku sosial memiliki fungsi antara lain adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup, perlindungan, dan juga reproduksi. Hewan berasosiasi seringkali dalam rangka kerjasama mengeksploitasi suatu sumber daya dan juga dalam rangka perlindungan. Perilaku sosial juga merupakan prasyarat agar terjalinnya hubungan antar individu dan sebagai syarat dalam bereproduksi. Hingga saat ini, keberhasilan reproduksi di kandang rehabilitasi sangat jarang ditemui (Izard dkk. 1988: 331). Perilaku sosial antar pasangan secara garis besar dikategorikan menjadi agresi, vokalisasi, mendekat (approach), mengikuti (follow), kontak fisik (contact), bermain (social play), menelisik sesama (allo-grooming), menelisik genital secara terbalik (inverted embrace), jantan menaiki betina (mounting), dan kopulasi (Bottcher-Law dkk. 2001: 9--14). Menurut Bottcher-Law dkk. (2001: ), perilaku agresif pada kukang merupakan perilaku hubungan negatif antar individu yang ditandakan oleh beberapa peristiwa, yaitu: i. Attack (menyerang): Peristiwa saat badan dan kaki tidak bergerak namun kepala dan leher akan mengacu untuk menyerang individu lain. ii. Manual defensive threat (mengancam secara manual dan defensif): Peristiwa mendorong, menarik, dan memukul dengan tangan.
9 13 iii. Fight (berkelahi): Peristiwa bergulat saat kedua individu akan saling menggigit dan menyerang. iv. Threat (mengancam): Peristiwa mencoba menggigit atau mengerang dengan mulut terbuka, melihat lawan dengan vokalisasi seperti growl atau desisan. Kadang kedua individu terdiam sambil melototi dan dengan perlahan melakukan penyerangan. v. Aggressive Pursuit (tindakan agresif): Peristiwa saling mengejar yang dilakukan dengan penyerangan atau staring. vi. Assertion: Peristiwa merebut makanan dari individu lain. vii. Submissive Posture (posisi submisif): Peristiwa menolehkan kepala atau badan dari individu lain, pada umumnya beberapa saat sebelum menyerah, seringkali saat mengalami tekanan sosial. viii. Back away (mundur): Peristiwa individu yang berlokomosi menjauh dari individu lain meski masih mempertahankan orientasi visual pada lawan. Perilaku allo-grooming merupakan salah satu perilaku sosial pasangan yang positif. Menurut Alexander (lihat Wiens dan Zitzmann 2003: 43), allogrooming diasumsikan sebagai perilaku kooperatif bergabung yang akan menghasilkan keuntungan bagi kedua individu. Allo-grooming juga merupakan salah satu cara untuk mempererat tali hubungan antar individu dalam ordo Primata (Bottcher-Law dkk. 2001: 21; 24). Aktivitas allo-grooming merupakan perilaku saling menelisik satu sama lain dan dapat secara tak langsung merefleksikan keselarasan antar individu (Wallace 1979: ). Keselarasan pada umumnya dapat dicerminkan melalui intensitas dan sistem
10 14 perilaku sosial yang terjadi di antara pasangan tersebut (Vitale dan Manciocco 2004: ). Kegiatan interaksi sosial yang dijumpai di alam merupakan ± 3 % dari masa aktifnya (Wiens dan Zitzmann 2003: 40). D. PUSAT PRIMATA SCHMUTZER (PPS) Pusat Primata Schmutzer (PPS) didirikan di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta pada tahun 2002 oleh mendiang nyonya Puck Schmutzer, seorang pecinta satwa. Berdirinya PPS merupakan sebuah contoh kepedulian pada satwa liar di dalam nuansa Taman Margasatwa Ragunan (Leiwakabessy dan den Hass 2004: 1). PPS memiliki luas sekitar 2 ha dan berada di pusat Taman Margasatwa Ragunan yang berlokasi di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan (Taman Margasatwa Ragunan 2002: 2). Saat ini, Pusat Primata Schmutzer merupakan salah satu pusat Primata terbesar di dunia yang telah dilengkapi oleh berbagai koleksi Primata, khususnya Primata Indonesia (Leiwakabessy dan den Hass 2004: 2). PPS merupakan salah satu badan yang mengadakan berbagai macam kegiatan untuk membangkitkan dukungan dan partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi Primata (Yayasan Gibbon Indonesia 2007: 1). Hibah yang diberikan ke PPS diharapkan dapat membantu masyarakat Indonesia untuk lebih menghargai dan peduli pada keindahan satwa liar Indonesia (Leiwakabessy dan den Hass 2004: 1).
11 15 E. KANDANG REHABILITASI DAN KARANTINA Menurut Bottcher-Law (2001: 82), salah satu bentuk konservasi adalah melalui kandang rehabilitasi. Kondisi kandang rehabilitasi sangat menentukan kebaikan suatu hewan (Vitale dan Manciocco 2004: 182). Kandang rehabilitasi pada umumnya berusaha menciptakan suatu habitat buatan yang menyerupai habitat aslinya. Meskipun secara realistis kandang rehabilitasi tidak akan pernah dapat memenuhi semua variabel kompleks, ekosistem yang dinamik, serta tekanan seleksi yang sama persis seperti di alam, kehidupan dalam kandang rehabilitasi, dalam kondisi-kondisi yang maksimal, hanya dapat memperpanjang kehidupan ataupun generasi hewan tersebut (Bottcher-Law dkk. 2001: 82). Menurut Vitale dan Manciocco (2004: 181), kandang rehabilitasi berusaha untuk menciptakan kondisi yang alami agar suatu spesies atau individu dapat mempertahankan perilaku alamiahnya. Kondisi habitat yang sesuai dan nyaman bagi suatu spesies akan dapat mempertahankan perilaku yang sama atau tidak terlalu menyimpang dari perilakunya di alam (Vitale dan Manciocco 2004: 181). Jika kondisi habitat yang maksimal sudah dapat dipenuhi, maka perilaku sosial dan kesuksesan reproduksi suatu spesies dalam kandang rehabilitasi akan lebih tinggi (Bottcher-Law dkk. 2001: 82). Melalui kandang rehabilitasi, diharapkankan kukang dapat menghasilkan keturunan yang normal yang dapat direintroduksi ke alam dalam rangka
12 16 meningkatkan jumlah populasi hewan tersebut (Bottcher-Law dkk. 2001: 82; Wallace 1979: ). F. METODE YANG DIGUNAKAN DALAM PENGAMATAN Metode yang digunakan dalam melihat pola aktivitas nokturnal adalah dengan menggunakan metode scan sampling. Menurut Paterson (1992: ), scan sampling merupakan metode yang umumnya digunakan untuk melihat pola aktivitas serta mengestimasi persentase waktu yang dibutuhkan pada aktivitas-aktivitas tertentu. Metode scan sampling dilakukan untuk merekam urutan (sekuens) perilaku yang sudah ditetapkan (states) dan bukan peristiwa (events) (Altmann 1974: ). Aktivitas perilaku sosial diamati dengan metode ad-libitum. Menurut Altmann (1974: 261), ad libitum sampling dapat digunakan untuk perilaku yang tergolong ke dalam suatu kejadian tidak penting namun mempengaruhi aktivitas yang tercatat dan tidak ada pencatatan durasi karena kejadian berlangsung dengan cepat. Kukang diamati oleh pengamat dengan jarak kurang dari 0,5 meter dari kandang dengan menggunakan lampu sorot yang redup serta head lamp. Menurut Nekaris (2001: 230), kukang memiliki lapisan pemantulan cahaya pada mata yang disebut sebagai tapetum lucidum dan menghasilkan warna oranye terang yang dapat terdeteksi pada jarak hingga 100 meter. Lampu dari head lamp juga dilapisi oleh plastik merah dalam pengamatan. Menurut Jacobs dan Deegan (lihat Bearder dkk. 2006: 64), spesies nokturnal
13 17 pada umumnya tidak mendeteksi cahaya pada ujung spektrum merah karena tidak memiliki kerucut mata dengan sensitivitas puncak pada warna hijau dan merah seperti hewan diurnal pada umumnya. Menurut Southern (lihat Bearder dkk. 2006: 64), pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan cahaya merah tak akan mengganggu aktivitas kukang di malam hari. Karantina PPS berada dalam jangkauan yang cukup jauh bagi pengunjung sehingga interaksi dengan hewan-hewan tersebut adalah interaksi dengan para keeper serta pengamat. Sebelum pengamatan pengamat telah melakukan proses habituasi selama lebih dari satu bulan. Proses habituasi dilakukan agar hewan dapat beradaptasi terhadap keberadaan pengamat, dan begitu juga sebaliknya agar hewan tidak merasa tertekan yang mengakibatkan terganggunya pola aktivitas. Kukang merupakan salah satu hewan yang sangat sensitif, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membiasakan diri dengan keberadaan manusia.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan, kukang Jawa mulai terlihat aktif pada
24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan pengamatan, kukang Jawa mulai terlihat aktif pada sekitar pukul 18.00 WIB dan aktivitas berhenti pada sekitar pukul 05.00 WIB. Waktu terawal dimulainya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang Boddaert, 1785)
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) Kukang (Nycticebus sp.) di dunia digolongkan dalam lima spesies, yaitu N. bengalensis, N. pygmaeus, N. coucang, N.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang penyebarannya di Indonesia meliputi pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Osman-Hill 1953; Nekaris;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang (tersebar di Pulau Sumatera), Nycticebus javanicus (tersebar di Pulau Jawa), dan Nycticebus
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. antara bulan Januari Maret 2014 dengan pengambilan data antara pukul
III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih, Tanggamus, Lampung. Waktu penelitian berlangsung selama 3 bulan antara bulan Januari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama
13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama dan di bawah program PT. Taman Safari Indonesia didampingi oleh Bapak Keni Sultan,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)
Lebih terperinciSTUDI POPULASI DAN DISTRIBUSI KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus, E. Geoffroy, 1812) DI TALUN DESA SINDULANG KECAMATAN CIMANGGUNG SUMEDANG JAWA BARAT
STUDI POPULASI DAN DISTRIBUSI KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus, E. Geoffroy, 1812) DI TALUN DESA SINDULANG KECAMATAN CIMANGGUNG SUMEDANG JAWA BARAT Ana Widiana, Samsul Sulaeman, Ida Kinasih Jurusan Biologi,
Lebih terperinciBUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU
BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Di seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 3 1.3.Tujuan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Jumlah Waktu dan Frekuensi Grooming Monyet Ekor Panjang Pelaku pada perilaku grooming monyet ekor panjang adalah Jantan Dewasa (JD), Betina Dewasa (BD),
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di wilayah 10 Kabupaten dan 2 Provinsi tentu memiliki potensi wisata alam yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis
Lebih terperinciKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi alon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun
II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian studi perilaku dan pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Studi Satwa Primata IPB dan Taman Nasional Gunung
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paliyan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada kecamatan Paliyan, terdapat Suaka Margasatwa. Suaka Margasatwa
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :
Lebih terperinci2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian
2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang
Lebih terperinciPEMANFAATAN RUANG DAN PERILAKU HARIAN KUKANG SUMATERA (Nycticebus Coucang Boddaert, 1785) DI TAMAN HEWAN PEMATANG SIANTAR (THPS) SUMATERA UTARA
Pemanfaatan Ruang dan Perilaku Harian Kukang Sumatera PEMANFAATAN RUANG DAN PERILAKU HARIAN KUKANG SUMATERA (Nycticebus Coucang Boddaert, 1785) DI TAMAN HEWAN PEMATANG SIANTAR (THPS) SUMATERA UTARA (Space
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kukang jawa (Nycticebus javanicus) menurut Napier dan Napier (1967 & 1985) dan Rowe (1996) dalam Winarti (2011) mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan
Lebih terperinciPOLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E
POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS
Lebih terperinciPERILAKU HARIAN KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) JAWA BARAT RISMA ANGELIZA
PERILAKU HARIAN KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) JAWA BARAT RISMA ANGELIZA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Penangkaran Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor terletak di Jalan Raya Bogor-Jakarta KM 46, Desa Sampora, Kecamatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia
Lebih terperinciPola Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) di Talun Desa Cipaganti, Garut
Pola Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) di Talun Desa Cipaganti, Garut The Daily Behaviour of Javan Slow Loris (Nycticebus Javanicus) at Talun Cipaganti Village, Garut Rifqi Hendrik 1,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung proses-proses ekologis di dalam ekosistem. Kerusakan hutan dan aktivitas manusia yang semakin meningkat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sriyanto dan Haryono (1997), satwa liar membutuhkan makan, air dan
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Habitat Menurut Sriyanto dan Haryono (1997), satwa liar membutuhkan makan, air dan tempat berlindung dari teriknya panas matahari dan pemangsa serta tempat untuk bersarang, beristirahat
Lebih terperinciMetamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa
Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa
Lebih terperinciOWA JAWA SEBAGAI SATWA PRIMATA YANG DILINDUNGI
BAB II OWA JAWA SEBAGAI SATWA PRIMATA YANG DILINDUNGI 2.1 Pengetian Satwa Primata Menurut Jatna Supriatna dan Edy Hendras Wahyono (2000) Primata adalah anggota dari ordo biologi primata. Ordo atau bangsa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah tropis dan mempunyai hutan hujan tropis yang cukup luas. Hutan hujan tropis mempunyai keanekaragaman hayati
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi 2.1.1 Taksonomi Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Sub-ordo Famili Sub-famili Genus : Animalia :
Lebih terperinciPOLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E
POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,
Lebih terperinciPerilaku Harian Owa Jawa (Hylobtes Moloch Audebert, 1798) Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center), Bodogol, Sukabumi
Perilaku Harian Owa Jawa (Hylobtes Moloch Audebert, 1798) Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center), Bodogol, Sukabumi (Daily behavior of Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert,
Lebih terperinciLutung. (Trachypithecus auratus cristatus)
Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk
Lebih terperinciAktivitas Harian Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor
Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 526-532 Aktivitas Harian Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Taman Safari Indonesia,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Super Ayam kampung super merupakan hasil dari proses pemuliaan yang bertujuan untuk peningkatan produksi daging. Dalam jangka pendek metode persilangan dapat meningkatkan
Lebih terperincikeadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh
Lebih terperinciBAB 50. Pengantar Ekologi dan Biosfer. Suhu Suhu lingkungan. dalam pesebaran. membeku pada suhu dibawah 0 0 C,dan protein.
BAB 50 Pengantar Ekologi dan Biosfer Faktor abiotik dalam Biosfer Iklim dan faktor abotik lainnya adalah penentu penting persebaran organisme dalam biosfer lingkungan merupakan faktor penting dalam pesebaran
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015 di Taman Agro Satwa dan Wisata Bumi Kedaton, Bandar Lampung. Peta
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Umum
19 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum aaaaaorangutan merupakan satu-satunya golongan kera besar yang terdapat di daratan Asia. Di Indonesia, orangutan terdapat di pulau Sumatra dan Kalimantan (Cuningham et
Lebih terperinciStrategi Adaptasi Macaca nigra (Desmarest, 1822) Melalui Perilaku Makan di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta
Strategi Adaptasi Macaca nigra (Desmarest, 1822) Melalui Perilaku Makan di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Luthfiralda Sjahfirdi 1 & Yuan A. Arbinery 1 1. Departemen Biologi,
Lebih terperinciGROOMING BEHAVIOUR PATTERN OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis, Raffles 1821) IN PALIYAN WILDLIFE SANCTUARY, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA
Pola Perilaku Berselisik... (Moh Galang Eko Wibowo) 11 POLA PERILAKU BERSELISIK (GROOMING BEHAVIOUR) MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis, RAFFLES 1821) DI SUAKA MARGASATWA PALIYAN, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah sebagai berikut : Kerajaan Filum Subfilum Kelas Bangsa Keluarga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga
Lebih terperinciJl. Soemantri Brojonegoro no.1 Bandar Lampung No.Telepon : / ABSTRAK
STUDI PERILAKU MAKAN DAN KANDUNGAN GIZI PAKAN DROP IN KUKANG SUMATERA (Nycticebus coucang) DALAM KANDANG HABITUASI DI KPHL BATUTEGI KABUPATEN TANGGAMUS LAMPUNG Rani Indriati 1), Bainah Sari Dewi 2), Yusuf
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi
3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia menyimpan kekayaan alam tropis yang tak ternilai harganya dan dipandang di dunia internasional. Tidak sedikit dari wilayahnya ditetapkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2011. Lokasi penelitian berada di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli
Lebih terperinci5 KINERJA REPRODUKSI
5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Orangutan Sumatera Indonesia memiliki dua jenis orangutan, salah satunya adalah orangutan sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Tikus
5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dari aspek pariwisata, Kebun Binatang Ragunan belum memiliki kelas yang berkualitas.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu objek wisata di Jakarta yang banyak mendapat perhatian pengunjung adalah Kebun Binatang Ragunan. Kebun Binatang Ragunan didirikan pada tahun 1864 di Cikini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar
Lebih terperinciTerbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut
Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (www.okezone.com 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah)
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Keberadaan primata di seluruh dunia akhir-akhir ini sangat memprihatinkan akibat berkurangnya habitat mereka dan penangkapan liar untuk diperdagangkan. Degradasi dan
Lebih terperinciHASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati
HASIL Jumlah Imago Lebah Pekerja A. cerana Berdasarkan hasil pembuatan peta lokasi sel pupa, dapat dihitung jumlah imago lebah pekerja yang keluar dari sel pupa. Jumlah imago lebah pekerja A. cerana (yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 40 spesies primata dari 195 spesies jumlah primata yang ada di dunia. Owa Jawa merupakan salah satu dari 21 jenis primata endemik yang dimiliki
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes
Lebih terperinciAktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar
Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar Nikmaturrayan 1, Sri Kayati Widyastuti 2, I Gede Soma 3 1 Mahasiswa FKH Unud, 2 Lab Penyakit Dalam Veteriner,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keanekaragaman hayati di suatu negara memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Keanekaragaman hayati merupakan sumber penghidupan dan kelangsungan
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:
Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PERBANDINGAN PERILAKU BERSARANG ORANGUTAN JANTAN DENGAN ORANGUTAN BETINA DEWASA (Pongo abelii) DI STASIUN PENELITIAN SUAQ BALIMBING Fauziah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Morfologi
3 TINJAUAN PUSTAKA Harimau Sumatera yang ditemukan di pulau Sumatera biasa juga disebut dengan harimau loreng. Hal ini dikarenakan warna kuning-oranye dengan garis hitam vertikal pada tubuhnya. Taksonomi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang ketersediaannya paling tinggi. Teori mencari makan optimal atau Optimal Foraging Theory (Schoener, 1986;
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Di Seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Di Seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi
Lebih terperinciBentuk Interaksi Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Habitatnya. Oleh : Oki Hidayat
Bentuk Interaksi Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Habitatnya Oleh : Oki Hidayat Setiap satwaliar tidak dapat lepas dari habitatnya. Keduanya berkaitan erat dan saling membutuhkan satu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus
12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai
TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Rusa Rusa merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam Bangsa (Ordo) Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) Cervidae. Suku Cervidae terbagi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama
Lebih terperinci