BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kukang jawa (Nycticebus javanicus) menurut Napier dan Napier (1967 & 1985) dan Rowe (1996) dalam Winarti (2011) mempunyai klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Mamalia Sub Kelas : Eutheria Ordo : Primata Sub Ordo : Prosimii/Strepsirrhini Infra Ordo : Lemuriformes Super Famili : Loroidea Gambar 2 Kukang jawa. Famili : Loridae f Genus : Nycticebus Spesies : Nycticebus javanicus (Geoffroy 1812) Menurut Nursahid dan Purnama (2007) ada delapan genus dari 14 spesies kelompok keluarga loris lambat yang di Indonesia dikenal dengan satwa pemalu, diantaranya satu dari delapan genus tersebut yaitu Kukang atau Nycticebus yang terdiri dari lima spesies yaitu Nycticebus coucang, Nycticebus javanicus, Nycticebus menagensis, Nycticebus pygmaeus, dan Nycticebus bengalensis. Tiga di antara lima kukang hidup di Indonesia yaitu kukang malaya (Nycticebus coucang) di Sumatera dan pulau-pulau sekitarnya, kukang borneo (Nycticebus menagensis) di Kalimantan, dan kukang jawa (Nycticebus javanicus) di Pulau Jawa (Winarti 2011). Kukang jawa (Nycticebus javanicus) merupakan satwa primata primitif yang tidak berekor, bersifat nokturnal (aktif di malam hari), dan arboreal (tinggal di atas pohon) (Winarti 2011). Primata ini memiliki retikulum khusus dalam tangan dan kakinya yang menghasilkan asam laktat yang membantu

2 6 memungkinkan mereka untuk mencengkeram dengan tangan dan kaki selama berjam-jam. Ibu jari dan jempol kaki memiliki permukaan yang kasar dan tegak lurus dengan jari-jari lainnya sehingga terbentang jarak yang jauh antara ibu jari dengan jari-jari yang lainnya (Nowak 1999). Kuku pada jari kedua kaki belakangnya berbentuk lebih seperti cakar dan digunakan untuk menggaruk. Tepat setelah menggaruk, satwa ini biasanya menjilati tubuhnya (Tenaza et al. 1969). Kukang memiliki 36 buah gigi dimana keempat gigi seri dan kedua taring rahang bawah letaknya datar dan sejajar berbentuk seperti sisir yang berfungsi untuk grooming dan memakan makanan khusus seperti keong pohon serta tulang lidah yang agak tebal dan berwarna putih dengan ujung lidah bergerigi dan nostril (cuping hidung) agak basah (Lekagul dan Mc Neely 1977). Alterman (1995) menyatakan bahwa spesies ini memiliki air liur yang beracun dan digunakan dalam pertahanan terhadap pemangsa dimana induk kukang akan menyebarkan racun pada anaknya dengan menggunakan gigi sisirnya. Menurut Choudhury (1992) terdapat sebuah lingkaran coklat berbentuk seperti cincin di mata kukang dengan rambut pada wajah yang berwarna coklat pucat hingga keputihan dan tanda dengan warna yang lebih gelap. Kepala dan bahu yang kemungkinan memiliki warna abu-abu, krem atau putih keperakan. Sisi dorsal yang berwarna coklat kemerahan hingga abu-abu dalam warna tersebut. Sisi-sisi tubuh dan bagian bawah spesies ini berwarna karat atau abu-abu dan yang paling khas dari satwa jenis ini yaitu ada garis punggung coklat yang membentang dari bagian atas kepala hingga ke belakang. Massa tubuh rata-rata untuk seekor Loris lambat jantan dewasa adalah sekitar gram dan bagi betinanya yaitu sekitar gram (Barrett, 1984) dengan panjang badannya yaitu sekitar cm serta panjang ekornya mm (Lekagul dan Mc Neely 1977). Kukang betina memiliki dua pasang kelenjar susu, yang satu ada di dada dan yang lainnya ada di bagian depan perutnya (abdomen) (Izard et al. 1988). Asnawi (1991) menyatakan bahwa kukang jantan mempunyai bentuk wajah yang agak segitiga, sedangkan betina cenderung berwajah lebih bulat dan berukuran lebih kecil. Ciri morfologi kukang jawa berdasarkan taksonominya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

3 7 Tabel 1 Ciri morfologi kukang jawa Klasifikasi Ciri Kerajaan Animalia Hewan Filum Chordata Bertulang belakang Kelas Mamalia Menyusui, memiliki rambut hampir di seluruh tubuh Ordo Primata Mata binokuler dan streoskopis, kapasitas otak yang relatif besar, berkuku dan mampu menggenggam Sub Ordo Strepsirhine/ Prosimian Nokturnal dan memiliki tapetum lucidum, tooth coomb, toilet claw, dan rhinarium Famili Loridae Arboreal, memiliki ibu jari opposite atau berseberangan dengan keempat jari lainnya, bergerak lamban dengan lokomosi quadrupedal (bergerak berpindah dengan empat anggota gerak) tanpa leaping (meloncat), cantilevering (berpindah tempat dengan cara meregangkan tubuh), serta metabolisme basal yang rendah, masa bunting yang lama, infan lahir dengan berat yang ringan, masa menyusui yang lama, dan adanya perilaku infant parking Genus Nycticebus Memiliki ukuran tubuh yang lebih besar daripada Loris sp. Spesies N. javanicus Memiliki pola garpu di wajah yang paling jelas dibandingkan dengan genus Nycticebus lainnya, dan memiliki frosting rambut warna putih pada bagian leher Sumber: Napier & Napier 1967, 1985; Rowe 1996; Schulze 2003d; Nekaris & Bearder 2007 dalam Winarti Penyebaran dan Habitat Penyebaran kukang yang ada di seluruh dunia cukup luas, mulai dari Afrika Selatan, Gurun Sahara, India, Srilanka, Asia Selatan, Asia Timur sampai ke Asia Tenggara (Nursahid dan Purnama 2007) (Gambar 3). Di Asia Tenggara sendiri terdapat di Thailand, Brunei, Vietnam, Laos, Filipina, Semenanjung Malaysia dan tentunya di Indonesia yang hanya terdapat di Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Wachyuni 2008). Di Pulau Jawa terdapat spesies Nycticebus javanicus, yang penyebarannya meliputi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur (Wirdateti et al. 2005). Sedangkan Ba alwy (2003) menyatakan bahwa penyebaran kukang di Sumatera meliputi Belitung, Pulau Enggano (Bengkulu), Kepulauan Mentawai dan Pulau Simeuleu (Aceh). Dahrudin dan Wirdateti (2008) juga menjelaskan mengenai penyebaran kukang yang ada di Kalimantan yaitu meliputi Kalimantan Selatan khususnya Banjarmasin, Kalimantan Tengah khususnya Palangkaraya, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

4 8 Gambar 3 Sebaran kukang di Asia (diadaptasi dari Schulze 2003c dalam Winarti 2011). Supriatna dan Wahyono (2000) mengungkapkan bahwa kukang tersebar cukup luas dan dapat ditemui hingga pada ketinggian 1300 mdpl serta habitat utamanya yaitu di hutan primer, hutan sekunder, hutan bambu dan hutan bakau, namun kadang-kadang juga dapat dijumpai di daerah-daerah perkebunan. Sebaran habitat kukang berdasarkan ketinggian di atas permukaan laut (m dpl) berturutturut adalah kukang malaya m dpl, kukang borneo m dpl, kukang bengalensis m dpl, kukang jawa m dpl (Wiens 2002; Schulze 2003b; Winarti 2003; Wirdateti 2003; Wirdateti 2005; Wirdateti et al. 2005; Wirdateti & Suparno 2006; Dahrudin & Wirdateti 2008; Pambudi 2008; Nandini et al. 2009; Pliosungnoen et al. 2008; Swapna et al dalam Winarti 2011). Ketersediaan pakan di alam bergantung pada kondisi habitat utamanya. Kartika (2000) menjelaskan bahwa pencarian makanan menjadi sesuatu yang penting terutama untuk satwa primata. Semua satwa primata mempunyai kesamaan yang umum terhadap kebutuhannya akan energi, asam amino, mineral, vitamin, air dan beberapa asam lemak, tetapi dalam jumlah yang bervariasi antar spesiesnya karena kondisi fisiologis dan anatomis yang berbeda. Menurut Smuts et al. (1987) berdasarkan sumber pakan utamanya, primata terbagi atas faunivora, frugivora, dan folivora. Jenis faunivora dan frugivora akan

5 9 mencukupi kebutuhan proteinnya dengan serangga, dan kukang termasuk ke dalam jenis ini. Jenis Lorisidae akan mengonsumsi pakan dengan kandungan energi tinggi yaitu buah-buahan, getah dan serangga mangsaannya. Lorisidae tidak pernah memakan daun-daunan, ia hanya menjilati embun atau sesuatu yang keluar dari ujung daun. Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa kukang memakan buah-buahan berserat sekitar 50%, selain itu kukang juga memakan berbagai jenis binatang sekitar 40% seperti serangga, moluska, kadal, dan sesekali juga memakan telur burung dan 10% getah serta biji-bijian dari biji polong (leguminosae), termasuk buah atau biji coklat. Puspitasari (2003) dalam hasil risetnya menyatakan bahwa buah-buahan yang memiliki palatabilitas tinggi bagi kukang yaitu misalnya pisang ambon, pepaya dan jagung manis dengan pakan tambahannya yaitu roti tawar yang mengandung karbohidrat yang tinggi, dengan rata-rata konsumsi pakan segar sebanyak 317,26 gram/kgbb/hari, atau dalam bahan kering sebesar 114,15 gram/kgbb/hari. Selain pemberian pakan utama, pengayaan pakan alami juga perlu diberikan. Pengayaan (enrichment) merupakan suatu upaya untuk memberikan kondisi dan perlakuan tertentu terhadap satwa yang disesuaikan dengan pola perilaku, kebutuhan serta karakteristik habitat alaminya (Purba 2008). Menurut Kartika (2000) perilaku seekor satwa merupakan salah satu indikator yang menentukan tingkat kesejahteraan dan keberhasilan pengelolaan suatu lembaga penyelamatan satwa. Purba (2008) menyatakan bahwa satwa liar yang dikeluarkan dan atau keluar dari habitat alaminya tersebut harus hidup dalam suatu dimensi yang terbatas dan dibatasi baik itu makanan, ruang jelajah, kawanan, sifat sosial dan fasilitas. Kebutuhan perilaku satwa liar adalah hal penting bagi kesejahteraannya. Maka ketika satwa dikandangi akan memberikan kesempatan yang sangat minim untuk berperilaku normal dibanding apabila berada di alam karena tempat tersedianya banyak pilihan yang secara umum tersedia bagi mereka di alam, maka sudah menjadi keharusan melengkapi kandang dengan materi enrichment untuk merangsang satwa melakukan perilaku alamiahnya sehingga berpengaruh terhadap kualitas hidup satwa itu sendiri.

6 10 Perilaku satwa tersebut merupakan ekspresi dari suatu kegiatan yang dilakukan satwa terkait dengan faktor dalam (internal) dan faktor luar (lingkungan). Salah satu faktor luar yang terkait yaitu ketersediaan pakan dan pengayaannya (enrichment). Enrichment bertujuan untuk menambah kekayaan kandang sehingga memungkinkan terjadinya kegiatan interaktif, menarik dan kemudian faktor lingkunganlah yang akan merangsang satwa tersebut untuk memperlihatkan perilaku alamiahnya sebanyak mungkin sehingga satwa terhindar dari ancaman kebosanan, kejenuhan, stress dan perilaku menyimpang (Purba 2008). Ecclestone (2009) menjelaskan bahwa ada beberapa jenis pengayaan untuk satwa, yaitu yang pertama adalah pengayaan struktural untuk memperbaiki susunan lingkungan kandang. Misalnya, pemberian kandang yang cukup luas supaya satwa dapat melakukan gerakan alami seperti lari atau terbang dan tempat untuk berteduh. Jenis pengayaan yang kedua adalah pengayaan obyek yang dapat digunakan untuk mengurangi kebosanan dan menghindari perkembangan perilaku menyimpang serta merangsang untuk melakukan perilaku alami. Jenis pengayaan yang ketiga adalah pengayaan sosial yaitu mensosialisasikan satwa dengan sejenisnya atau tidak karena tidak semua jenis satwa hidup berkelompok. Dan jenis pengayaan yang terakhir adalah pengayaan pakan, pemberian pakan yang bervariasi dan cukup dengan cara-cara berbeda penting untuk meningkatkan kualitas hidup satwa untuk dapat mengekspresikan perilaku makan alami seperti di habitatnya. 2.3 Reproduksi Menurut Izard et al. (1988) kukang jantan dapat mencapai pubertas lebih dahulu daripada kukang betina yang mencapai pubertas pada usia antara bulan. Vulva pada kukang betina tertutup sampai masa estrus. Selama estrus, alat kelamin kukang betina menjadi bengkak dan berwarna merah muda selama lima sampai enam hari. Kukang memiliki masa kehamilan yang berkisar antara hari dan kukang betina mampu bereproduksi 1-2 anak dengan interval antar kelahiran rata-rata 16 bulan. Sebagian besar kelahiran kukang yang berada di penangkaran terjadi antara bulan Maret sampai Mei, dan lama hidup kukang berkisar antara tahun. Sistem perkawinan satwa ini yaitu monogami.

7 Kesehatan Menurut Sanchez (2008) pemeriksaan medis yang utama dilakukan pada saat satwa didatangkan adalah mengidentifikasi status umum seperti mengukur berat badan dan suhu tubuh, menilai tingkat aktifitas (aktif atau tidak aktif), memeriksa kondisi kesehatan (apakah mengalami dehidrasi), memeriksa warna mukosa dan status rambut. Ciri-ciri yang dapat dilihat ketika kukang mengalami dehidrasi adalah matanya menjorok ke dalam dan kulitnya tidak elastis. Berdasarkan protokol kesehatan satwa, setiap satwa yang baru datang harus melalui prosedur medis, diantaranya adalah tes tuberculin (pemeriksaan bakteri tuberculosis), de-worming (pemberian obat cacing), pengecekan suhu internal, pengukuran berat badan, identifikasi jenis (mengambil gambar wajah dan bagian punggung untuk menentukan jenis satwa) dan pengukuran panjang tubuh. Selanjutnya Sanchez (2008) juga menjelaskan bahwa permasalahan kesehatan yang sering terjadi pada kukang adalah infeksi gigi akibat kerusakan atau pemotongan oleh manusia dan harus diobati dengan antibiotik karena dapat menimbulkan pneumonia yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba. Gejala awalnya bisa berupa hilangnya bunyi sengau, bersin berkepanjangan atau hilangnya nafsu makan. Internal parasit adalah penyebab kematian yang lain pada kukang dan dapat mempengaruhi kondisi kukang. Kukang juga dapat menderita stres dan mengalami perilaku stereotypical (penyimpangan perilaku), salah satu bentuknya adalah mengutui atau menggaruk tubuhnya sendiri (selfgrooming). Selain itu, trichobezoar juga dapat menyebabkan kematian yang diakibatkan oleh penyumbatan saluran pencernaan oleh rambut-rambut yang tidak sengaja tertelan kukang saat menjilati tubuhnya lalu mengakibatkan intussusceptions yang mematikan, serta malnutrisi dan defisiensi merupakan salah satu bentuk penyakit (pathology) yang umum terjadi pada kukang ketika menjadi hewan peliharaan, sehingga penting dilakukan pemberian suplemen vitamin atau protein. 2.5 Perilaku dan Adaptasi Kukang merupakan satwa yang hidup di pohon (arboreal) dengan pergerakan menggunakan keempat anggota tubuhnya (quadropedal) (Supriatna dan Wahyono 2000) dan merupakan satwa yang hampir semua aktivitasnya dilakukan pada malam hari (nokturnal) (Asnawi 1991). Ketika siang hari kukang

8 12 lebih menyukai tidur di lubang, celah di antara pohon atau di rumpun bambu (Choudhury 1992). Cara tidur kukang yaitu bergulung seperti bola dengan kepala diantara kaki (Supriatna dan Wahyono 2000), dan akan tidur telentang (berbaring) ketika cuaca panas (Tenaza et al. 1969). Asnawi (1991) juga menyatakan bahwa kukang mulai menggulung pukul hingga memulai aktivitasnya pada pukul jika tidak ada gangguan, serta tidak dipengaruhi oleh suhu dan cahaya pada malam hari. Kukang merupakan satwa yang cara hidupnya menyendiri (soliter) (Bransilver 1999) atau berpasangan (monogamous) (Asnawi 1991). Selanjutnya Asnawi (1991) juga mengungkapkan bahwa cara makan satwa ini pertama-tama dengan cara mencium makanannya dan kemudian mengambilnya dengan satu tangan kemudian menjilat makanannya sebelum dimakan. Selain itu, Bransilver (1999) menambahkan bahwa kukang juga bisa makan dengan kedua tangannya dengan cara menggantungkan kedua kakinya pada dahan. Sedangkan cara minum kukang yaitu dengan sikap membungkuk dan meminum cairan dengan cara menjilat menggunakan lidah (Tenaza et al. 1969). Alterman (1995) menjelaskan bahwa kukang memproduksi racun dan polipeptida dari kelenjar brachial pada gigi dan cairan ini akan bersifat racun ketika bercampur dengan air liur (saliva), racun ini berfungsi untuk menangkal predator. Bayi kukang dijaga dengan air liur induknya ketika ditinggalkan, kemungkinan untuk menangkal predator dan satwa ini bisa juga menggunakan gigitan sebagai cara mengantarkan racun. Cambell et al. (2004) mengungkapkan bahwa organisme dapat bereaksi terhadap variasi lingkungannya dengan berbagai respons fisiologis, morfologi dan perilaku jangka pendek, dimana semua respons tersebut terjadi di dalam suatu kerangka kerja cara beradaptasi yang dibentuk oleh seleksi alam, yang bekerja selama periode evolusioner. Respon fisologis terhadap variasi lingkungan dapat juga meliputi aklimasi (penyesuaian) yang melibatkan perubahan mendasar namun masih dapat kembali seperti semula. Respon morfologis merupakan respon yang mengubah bentuk atau anatomi internal tubuh yang dapat berkembang selama masa hidupnya. Respon perilaku merupakan respon yang paling cepat pada banyak hewan terhadap perubahan lingkungan yang tidak menyenangkan

9 13 atau berpindah ke lokasi baru. Namun beberapa hewan mampu memodifikasi lingkungan sementaranya dengan perilaku sosial yang kooperatif. Cooper dan Albentosa (2005) menyebutkan bahwa adaptasi merupakan kecenderungan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang baru. Perilaku stereotip merupakan salah satu contoh adaptasi satwa yang berada di suatu penangkaran atau di lingkungan baru di luar habitat alaminya. Dan salah satu tantangan yang dihadapi suatu penangkaran yaitu ada aspek dalam lingkungan buatan manusia yang melibatkan satwa tidak mampu beradaptasi, dalam hal ini, adalah tanggung jawab pengelola untuk mengurangi dampak dari tantangan atau memberikan kesempatan untuk beradaptasi. Dampak dari perilaku stereotip ini yaitu akan berpengaruh pada perilaku sosial yang terisolasi serta perilaku makan yang kurang akan konsentrat serat yang tinggi. Sedangkan Kimball (1983) menyatakan bahwa kebanyakan satwa dapat bertahan hanya dengan kisaran suhu, kelembaban, salinitas dan lain-lain, yang kisarannya relatif tergantung dari masing-masing satwa seperti burung dan mamalia yang memiliki mekanisme efisiensi untuk mempertahankan kontrol homeostatis yang melebihi lingkungan internal mereka. Hasil dari adaptasi reseptor akal dapat ditunjukan oleh fakta bahwa respon bersifat tahan lama. Ketika sudah sepenuhnya terbiasa, satwa tidak akan merespon stimulus lain dari luar. Sehingga adaptasi perlu dilakukan untuk menyetahui penyebab langsung mengapa satwa berperilaku tertentu dalam kehidupan satwa yang telah menghasilkan perilaku yang tidak sesuai. 2.6 Pemanfaatan dan Status Perlindungan Nursahid dan Purnama (2007) menyatakan bahwa selain diperdagangkan sebagai hewan peliharaan yang eksotis, kukang juga diburu untuk diambil dagingnya yang kemudian dijadikan obat tradisional. Daging kukang dipercaya dapat meningkatkan kekuatan dan stamina bagi kaum pria dan berfungsi sebagai afrodisiak. Selain itu, tulang kukang juga diyakini memiliki kekuatan magis untuk menghindari bahaya atau digunakan sebagai pembawa keberuntungan dan perdamaian bagi kehidupan rumah tangga. Nursahid dan Purnama (2007) menyatakan bahwa kukang sudah dilindungi sejak tahun 1973 oleh hukum Indonesia melalui Keputusan Menteri

10 14 Pertanian tanggal 14 Februari 1973, no. 66/Kpts/Um2/1973, yang diperkuat oleh undang-undang pemerintah Indonesia no. 7 Tahun 1999 mengenai pengawetan jenis tumbuhan dan satwa, di mana kukang terdaftar sebagai spesies yang dilindungi. Selain itu, menurut undang-undang Negara Indonesia no. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistem (pasal 21 no. 2), perdagangan dan pemeliharaan satwa dilindungi adalah dilarang. Pelaku akan menerima hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 Juta. Sedangkan secara international, selain termasuk satwa yang dilindungi, IUCN menetapkan status terancam punah (endangered), yang berarti terancam oleh tingkat kepunahan dalam waktu 10 tahun. Sedangkan menurut CITES (Konvensi Internasional Perdagangan Spesies Langka fauna dan flora liar) kukang dimasukkan ke dalam daftar Appendix I. 2.7 Pusat Rehabilitasi Satwa dan Kesejahteraan Satwa (Animal Welfare) Rehabilitasi merupakan program pemulihan kesehatan dan perilaku satwa sehingga memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di habitat alami setelah dilepaskan kembali ke habitat alami (Ario et al. 2007). Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P.53/Menhut-II/2006 tentang Lembaga Konservasi, pada Pasal 1 Ayat 11 dijelaskan bahwa pusat rehabilitasi satwa adalah lembaga konservasi yang melakukan kegiatan untuk mengadaptasikan satwa yang karena suatu sebab berada di lingkungan manusia untuk dikembalikan ke habitatnya. Lembaga konservasi tersebut mempunyai fungsi utama pengembangbiakan dan atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Selain itu juga berfungsi sebagai tempat pendidikan, peragaan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, sarana perlindungan dan pelestarian jenis serta sarana rekreasi yang sehat. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P.53/Menhut-II/2006 pasal 11 dijelaskan bahwa pusat rehabilitasi satwa memiliki beberapa kriteria seperti: a. Melakukan perawatan/pemeliharaan berbagai jenis satwa baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi undang-undang dan atau ketentuan Convention of International Trade on Endangered Spesies of Flora Fauna (CITES) dalam rangka mengadaptasi satwa untuk dikembalikan ke habitatnya,

11 15 b. Memiliki lahan seluas sekurang-kurangnya 3 (tiga) hektar, c. Memiliki ketersediaan sumber air dan pakan yang cukup, d. Memiliki sarana pemeliharaan satwa, antara lain: kandang pemeliharaan, kandang perawatan, kandang karantina, dan sarana prasarana pendukung pengelolaan satwa, e. Memiliki kantor pengelola dan sarana informasi pengunjung; f. Tersedia tenaga kerja sesuai bidang keahliannya antara lain dokter hewan, ahli biologi atau konservasi, kurator, perawat, dan tenaga keamanan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Pasal 18 Ayat 2 disebutkan bahwa kegiatan rehabilitasi satwa meliputi kegiatan mengamati kesehatan satwa, melakukan pengobatan dan pemberian vitamin dan makanan tambahan serta melatih dan mengadaptasikan dengan lingkungan habitat alamnya satwa-satwa yang terpilih untuk dilepaskan ke habitatnya. Selain itu pula dijelaskan bahwa rehabilitasi satwa dilakukan agar satwa yang telah lama berada di lingkungan manusia mempunyai ketahanan hidup yang tinggi untuk dilepaskan kembali ke alam serta tidak mengganggu populasi yang telah mendiami habitat tersebut melalui penyebaran penyakit dan polusi genetik. Sanchez (2008) menyatakan bahwa kukang adalah salah satu jenis satwa yang tidak mempunyai tingkat ketergantungan tinggi terhadap manusia. Oleh karena itu, kukang yang telah menjalani proses rehabilitasi kemungkinan besar dapat dilepasliarkan bila giginya masih lengkap. Kukang yang sudah siap untuk dilepasliarkan umumnya bersifat pemalu atau menghindari kontak langsung dengan manusia (bersifat liar) dan sudah mampu mencari makan sendiri serta aktif pada malam hari. Kesejahteraan satwa berhubungan dengan tingkat stres, dimana jika satwa mengalami stres yang tinggi maka akan menurunkan tingkat kesejahteraan satwa. Broom dan Johnson (1993) mengungkapkan bahwa stres dapat didefinisikan sebagai efek lingkungan pada individu yang melebihi kapasitas sistem kontrol dan mengurangi atau mempengaruhi kesehatan serta sangat berhubungan dengan lingkungan, gangguan perilaku dan penyakit. Keeling dan Jensen (2009) juga

12 16 menyebutkan bahwa kesehatan satwa merupakan aspek penting dari kesejahteraan satwa (animal welfare). Kesejahteraan satwa mengarah pada kualitas hidup dan berhubungan dengan banyak elemen yang berbeda-beda, seperti kesehatan, kesenangan, dan hidup yang lama, yang mana perlakuan yang diberikan manusia berbeda-beda dan dengan kadar kepentingan yang berbeda pula (Tannenbaum, 1991; Fraser, 1995). Pada umumnya terdapat 5 prinsip kesejahteraan satwa yaitu: 1. Bebas rasa lapar dan haus. Menurut Appbley et al. (1997), satwa memiliki kebutuhan nutrisi (termasuk air) untuk menjaga fungsi fisiologinya, dan kebutuhan tersebut diperlukan pada saat bersamaan. Satwa dapat mengalami malnutrisi atau kekurangan nutrisi. Keadaan tersebut dapat menyebabkan ketidaknormalan atau gangguan perilaku, keadaan stress dan kematian. Pemberian makan yang cukup dan air minum yang bersih setiap harinya adalah salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut. 2. Bebas dari rasa tidak nyaman. Keadaan ini dapat dihilangkan dengan menyediakan suatu lingkungan yang sesuai dengan habitat asli satwa tersebut. 3. Bebas dari sakit, luka dan penyakit Sakit pada satwa jelas berpengaruh pada kesejahteraan jika diasumsikan bahwa perasaan sakit pada satwa disamakan dengan manusia. Luka, ditimbulkan dari kejadian trauma atau bahkan konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari sistem penangkaran (Appbley et al. 1997). Sehingga diperlukan pemberian perawatan untuk satwa yang sakit dan pencegahan terhadap penyakit pada satwa di seluruh lembaga konservasi eksitu. 4. Bebas dari berperilaku liar alami. Perlakuan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan kondisi lingkungan alami dan membebaskan satwa untuk berperilaku secara alami. 5. Bebas dari rasa takut dan stress. Dilakukan dengan melakukan perlindungan untuk menghindari dari rasa takut dan stress.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sriyanto dan Haryono (1997), satwa liar membutuhkan makan, air dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sriyanto dan Haryono (1997), satwa liar membutuhkan makan, air dan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Habitat Menurut Sriyanto dan Haryono (1997), satwa liar membutuhkan makan, air dan tempat berlindung dari teriknya panas matahari dan pemangsa serta tempat untuk bersarang, beristirahat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang penyebarannya di Indonesia meliputi pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Osman-Hill 1953; Nekaris;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang (tersebar di Pulau Sumatera), Nycticebus javanicus (tersebar di Pulau Jawa), dan Nycticebus

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang) Kukang merupakan primata prosimian dengan sub suku promisii yang artinya primata primitif bila dibandingkan dengan jenis primata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang Boddaert, 1785)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) Kukang (Nycticebus sp.) di dunia digolongkan dalam lima spesies, yaitu N. bengalensis, N. pygmaeus, N. coucang, N.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Di seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

STUDI POPULASI DAN DISTRIBUSI KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus, E. Geoffroy, 1812) DI TALUN DESA SINDULANG KECAMATAN CIMANGGUNG SUMEDANG JAWA BARAT

STUDI POPULASI DAN DISTRIBUSI KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus, E. Geoffroy, 1812) DI TALUN DESA SINDULANG KECAMATAN CIMANGGUNG SUMEDANG JAWA BARAT STUDI POPULASI DAN DISTRIBUSI KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus, E. Geoffroy, 1812) DI TALUN DESA SINDULANG KECAMATAN CIMANGGUNG SUMEDANG JAWA BARAT Ana Widiana, Samsul Sulaeman, Ida Kinasih Jurusan Biologi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Orangutan Sumatera Indonesia memiliki dua jenis orangutan, salah satunya adalah orangutan sumatera. Klasifikasi orangutan sumatera menurut Singleton dan Griffiths

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beruang Madu (Helarctos malayanus) Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di beberapa negara bagian Asia Tenggara dan Asia Selatan, yaitu Thailand,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

ksplorasi Biarkan Mata Kukang Tetap Menyala Trubus Maret 2017/XLVIII

ksplorasi Biarkan Mata Kukang Tetap Menyala Trubus Maret 2017/XLVIII ksplorasi Biarkan Mata Kukang Tetap Menyala 86 Koleksi Little Firefare Project Kukang satwa langka yang dilindungi, tapi masih diperdagangkan. ksplorasi Koleksi Wirdateti Kukang tidur memasukkan kepala

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kokah Menurut jumlah dan jenis makanannya, primata digolongkan pada dua tipe, yaitu frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan daun. Seperti

Lebih terperinci

UJI KONSUMSI PAKAN dan AKTIVITAS MAKAN PADA KUKANG (Nycticebus coucang) SECARA Ex situ

UJI KONSUMSI PAKAN dan AKTIVITAS MAKAN PADA KUKANG (Nycticebus coucang) SECARA Ex situ UJI KONSUMSI PAKAN dan AKTIVITAS MAKAN PADA KUKANG (Nycticebus coucang) SECARA Ex situ Astuti Kusumorini, Sekarwati Sukmaningrasa, Risna Octaviani Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM Edy Hendras Wahyono Penerbitan ini didukung oleh : 2 MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI ACEH Naskah oleh : Edy Hendras Wahyono Illustrasi : Ishak

Lebih terperinci

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid. TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) merupakan salah satu dari delapan jenis Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di Cagaralam Dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

Konsumsi dan Efisiensi Pakan pada Kukang (Nycticebus coucang) di Penangkaran ABSTRACT

Konsumsi dan Efisiensi Pakan pada Kukang (Nycticebus coucang) di Penangkaran ABSTRACT J. Biol. Indon. Vol. III, No. 3 : 236-244 (2002) Konsumsi dan Efisiensi Pakan pada Kukang (Nycticebus coucang) di Penangkaran Wirdateti 1), Dewi Puspitasari 2), Didid Diapari 2) & Anita S. Tjakradidjaja

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi 2.1.1 Taksonomi Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Sub-ordo Famili Sub-famili Genus : Animalia :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di wilayah 10 Kabupaten dan 2 Provinsi tentu memiliki potensi wisata alam yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 22 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812) 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812) Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) merupakan Primata kecil nokturnal yang memiliki status konservasi yang tak pasti dan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

Gambar 2 Keanekaragaman jenis kukang dan sebarannya di dunia (foto: Fitch-Snyder, Streicher, Wirdateti, & Winarti)

Gambar 2 Keanekaragaman jenis kukang dan sebarannya di dunia (foto: Fitch-Snyder, Streicher, Wirdateti, & Winarti) TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kukang di dunia terdiri atas sekurang-kurangnya sembilan spesies yang kemudian digolongkan dalam satu spesies Nycticebus coucang pada tahun 1953 (Osman-Hill 1953, diacu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, sebagian diantaranya dikategorikan langka, tetapi masih mempunyai potensi untuk ditangkarkan, baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan

I. PENDAHULUAN. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan fauna Indonesia yang termasuk satwa langka dan dikhawatirkan akan punah. Satwa ini telah dilindungi

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan, kukang Jawa mulai terlihat aktif pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan, kukang Jawa mulai terlihat aktif pada 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan pengamatan, kukang Jawa mulai terlihat aktif pada sekitar pukul 18.00 WIB dan aktivitas berhenti pada sekitar pukul 05.00 WIB. Waktu terawal dimulainya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Morfologi Umum Primata Secara keseluruhan primata sudah mengalami spesialisasi untuk hidup di pohon. Menurut J.R. Napier dan P.H. Napier (1967), klasifikasi ilmiah

Lebih terperinci

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi Pengertian Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi dibedakan menjadi 3 jenis 1. Adaptasi Morfologi Proses adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR U M U M Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

DINAS KEHUTANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

DINAS KEHUTANAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG UPAYA PELESTARIAN MENTILIN (TARSIUS BANCANUS) SEBAGAI SALAH SATU SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh HENDRI UTAMA.SH NIP. 19800330 199903 1 003 POLISI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Wisata Alam Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam (Undang-Undang No.5 Tahun 1990). Taman wisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

Tiger (Panthera tigris) Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti)

Tiger (Panthera tigris) Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti) ) terbagi menjadi sembilan subspesies yang tersebar di Asia, mulai dari daratan Turki hingga ke Rusia dan Indonesia. Namun saat ini hanya tersisa enam subspesies harimau saja di dunia. Tiga subspesies

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Di Seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. Bahwa berdasarkan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Secara morofologis orangutan Sumatera dan Kalimantan sangat serupa, tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya (Napier dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Ternak Kambing Kambing (Capra hircus) merupakan salah satu jenis ternak yang pertama dibudidayakan oleh manusia untuk keperluan sumber daging, susu, kulit

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak. SMK Hang Tuah 2

Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak. SMK Hang Tuah 2 Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak SMK Hang Tuah 2 1. Perbedaan yang ditemukan antar kambing dalam satu kandang disebut... A. Evolusi B. Adaptasi C. Variasi D. Klasifikasi 2. Diantara individu

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Joja (Presbytis potenziani) adalah salah satu primata endemik Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang unik dan isolasinya di Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci